KONTRIBUSI PENGELOLAAN HUTAN PINUS TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN (Kasus di RPH Karangpucung, BKPH Lumbir, KPH Banyumas Barat, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah)
DESTIKA RESTYANI
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
KONTRIBUSI PENGELOLAAN HUTAN PINUS TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN (Kasus di RPH Karangpucung, BKPH Lumbir, KPH Banyumas Barat, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Oleh DESTIKA RESTYANI E14080010
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul Skripsi : Kontribusi Pengelolaan Hutan Pinus terhadap Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Hutan (Kasus di RPH Karangpucung, BKPH Lumbir, KPH Banyumas Barat, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah) Nama
: Destika Restyani
NRP
: E14080010
Menyetujui: Dosen Pembimbing,
Dr.Ir.Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc.F.Trop NIP.19700329 199608 1 001
Mengetahui: Ketua Departemen Manajemen Hutan,
Dr.Ir.Didik Suharjito,MS NIP.19630401 199403 1 001
Tanggal Lulus:
RINGKASAN DESTIKA RESTYANI. Kontribusi Pengelolaan Hutan Pinus terhadap Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Hutan (Kasus di RPH Karangpucung, BKPH Lumbir, KPH Banyumas Barat, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah). Dibimbing oleh Dr.Ir.Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc.F.Trop. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) memperoleh informasi mengenai kegiatan pengelolaan hutan pinus, 2) mengidentifikasi karakteristik penyadap getah pinus, 3) menganalisis kontribusi pendapatan dari menyadap getah pinus terhadap pendapatan total rumah tangga penyadap, 4) menganalisis variabelvariabel yang mempengaruhi pendapatan dari menyadap getah pinus, dan 5) memperoleh informasi mengenai tingkat kesejahteraan penyadap getah pinus. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 bertempat di RPH Karangpucung, BKPH Lumbir, KPH Banyumas Barat, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Metode pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan jumlah responden sebanyak 60 orang. Analisis data dilakukan melalui analisis korelasi, analisis regresi linear berganda, dan pendekatan garis kemiskinan. Kontribusi penyadapan getah pinus terhadap pendapatan rumah tangga penyadap pada luas areal <0,5 ha sebesar 37,88%; 0,5-0,99 ha sebesar 53,71%; 11,49 ha sebesar 73,76%; 1,5-1,99 ha sebesar 67,53%, dan 2-2,49 ha sebesar 93,32%. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa pendapatan dari sadapan getah pinus dan luas areal sadapan memiliki hubungan yang positif terhadap kontribusi sadapan getah pinus, sedangkan pendapatan dari non sadapan getah pinus memiliki korelasi negatif terhadap kontribusi sadapan getah pinus. Adapun variabel-variabel yang berpengaruh terhadap besarnya pendapatan dari sadapan getah pinus adalah pengalaman kerja, frekuensi pengumpulan getah pinus, dan berat getah pinus. Menurut garis kemiskinan Sajogyo, sekitar 56,67% penyadap getah pinus berada di atas garis kemiskinan (sejahtera), sedangkan menurut garis kemiskinan Bank Dunia sekitar 38,33% penyadap getah pinus berada di atas garis kemiskinan (sejahtera). Kata kunci: penyadapan getah pinus, kontribusi, kesejahteraan
SUMMARY DESTIKA RESTYANI. Contribution of Pine Forest Management to the welfare of forest communities (Case in RPH Karangpucung, BKPH Lumbir, KPH Banyumas Barat, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah). Supervised by Dr.Ir.Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc.F.Trop. This research aimed to: 1) obtain information about the activities of the management of pine forests, 2) identify the characteristics of the tappers, 3) analyze the contribution of income from pine resin tapping on total household income of tappers, 4) analyze the variables affect income from pine resin tapping activity, and 5) obtain information regarding the level of welfare tappers. The research was conducted in April 2012 held at RPH Karangpucung, BPKH Lumbir, KPH Banyumas Barat, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Sampling method used purposive sampling with the number of respondents is 60 people. Data analysis was performed by correlation analysis, multiple linear regression analysis, and the poverty line approach. Contribution of pine resin tapping against eavesdroppers on household income area <0,5 hectare is 37,88%; 0,5-0,99 hectare is 53,71%; 1-1,49 hectare is 73,76%; 1,5-1,99 hectare is 67,53%; and 2-2,49 hectare is 93,32%. The results showed that the income from pine resin tapping and pine resin tapping area have positive correlation to contribution of income from tapping, whereas the income from non resin tapping has negative correlation to contribution of income from resin tapping. The variables that affect the amount of income from pine tapping are work experience, pine resin collection frequency, and weight of pine resin. According Sajogyo poverty line, approximately 56,67% tappers are above the poverty line (welfare), while according to the World Bank poverty line, about 38,33% tappers are above the poverty line (welfare). Keywords: pine resin tapping, contribution, welfare
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kontribusi Pengelolaan Hutan Pinus terhadap Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Hutan (Kasus di RPH Karangpucung, BKPH Lumbir, KPH Banyumas Barat, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor, Agustus 2012
Destika Restyani NRP E14080010
i
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lampung Barat pada tanggal 29 Desember 1990 sebagai anak tunggal dari pasangan Dahlan dan Rohila Fatmawati. Penulis menempuh pendidikan formal di SD Negeri 01 Sukapura, Lampung Barat dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan sekolah di SMP Negeri 08 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2005. Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMA Negeri 09 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2008. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Selama
menjadi mahasiswa,
penulis
mengikuti organisasi DKM
‘Ibaadurrahmaan sebagai Bendahara pada tahun 2009 dan Sekretaris Divisi Islamic Forester Center pada tahun 2010. Penulis juga pernah bergabung pada kelompok studi Sosial Ekonomi di Forest Management Student Club (FMSC) sebagai anggota. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti kepanitiaan Open House 46 (2009), Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (2009), Temu Manajer (2010), dan asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam (2010-2011). Kegiatan praktik lapang yang pernah diikuti penulis yaitu Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di Sancang Timur-Papandayan pada tahun 2010, Praktik Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2011, dan Praktik Kerja Lapang di KPH Banyumas Barat, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah pada tahun 2012. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian yang berjudul Kontribusi Pengelolaan Hutan Pinus terhadap Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Hutan (Kasus di RPH Karangpucung, BKPH Lumbir, KPH Banyumas Barat Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah) dibawah bimbingan Dr.Ir.Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc.F.Trop.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul
Kontribusi Pengelolaan Hutan Pinus terhadap Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Hutan (Kasus di RPH Karangpucung, BKPH Lumbir, KPH Banyumas Barat, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah). Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua dan seluruh keluarga atas segala do’a, nasehat, dukungan dan kasih sayangnya. 2. Bapak
Dr.Ir.Dodik
Ridho
Nurrochmat,
M.Sc.F.Trop
selaku
dosen
pembimbing yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan motivasi bagi penulis selama penulisan skripsi. 3. Segenap karyawan KPH Banyumas Barat, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah atas bantuan dalam kegiatan penelitian serta pengumpulan data dan informasi. 4. Civitas Fahutan 45 atas kebersamaannya selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna sehingga kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan skripsi ini.
Bogor, Agustus 2012
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................ i DAFTAR TABEL .............................................................................................. iv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ivi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 3 1.3 Tujuan Penelitian................................................................................... 4 1.4 Manfaat Penelitian................................................................................. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Pinus ......................................................................... 6 2.2 Penyadapan Getah Pinus........................................................................ 7 2.3 Produk Getah Pinus ............................................................................. 10 2.4 Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga ....................................... 11 2.4.1 Pendapatan Rumah Tangga ............................................................ 12 2.4.2 Pengeluaran Rumah Tangga .......................................................... 13 2.5 Kesejahteraan ...................................................................................... 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................... 16 3.2 Sasaran Penelitian ............................................................................... 16 3.3 Jenis Data ........................................................................................... 16 3.4 Metode Pengumpulan Data ................................................................ 16 3.5 Metode Pemilihan Responden ............................................................ 17 3.6 Pengolahan dan Analisis Data.............................................................. 17
ii
3.6.1 Kegiatan Pengelolaan Hutan Pinus................................................. 17 3.6.2 Identifikasi Karakteristik Penyadap Getah Pinus ............................ 17 3.6.3 Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga ................................. 17 3.6.4 Kontribusi Penyadapan Getah Pinus ............................................. 18 3.6.5 Uji Regresi Linear Berganda untuk Mengetahui Variabel-variabel yang Mempengaruhi Pendapatan dari Menyadap Getah Pinus ...... 18 3.6.5 Tingkat Kesejahteraan Penyadap Getah Pinus ................................ 19 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Singkat Perum Perhutani dan KPH Banyumas Barat .................. 20 4.2 Letak Geografis dan Luas Wilayah ...................................................... 20 4.3 Tanah dan Geologi ............................................................................. 22 4.4 Iklim ................................................................................................... 22 4.5 Topografi dan Ketinggian Tempat ....................................................... 22 4.6 Ketenagakerjaan ................................................................................. 23 4.7 Keadaan Hutan (Potensi dan Jenis) ...................................................... 23 4.8 Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat ............................................. 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kegiatan Pengelolaan Hutan Pinus ...................................................... 25 5.1.1 Potensi Getah Pinus ....................................................................... 25 5.1.2 Penyadapan Getah Pinus ............................................................... 26 5.2 Karakteristik Penyadap Getah Pinus .................................................... 31 5.2.1 Jenis Kelamin Penyadap Getah Pinus ............................................. 31 5.2.2 Umur Penyadap Getah Pinus.......................................................... 32 5.2.3 Tingkat Pendidikan Penyadap Getah Pinus .................................... 32 5.2.4 Ukuran Keluarga Penyadap Getah Pinus ........................................ 33 5.2.5 Macam Pekerjaan Utama dan Pekerjaan Sampingan Responden .... 33
iii
5.2.6 Luas Areal Penyadapan Getah Pinus .............................................. 34 5.3 Pendapatan Rumah Tangga Penyadap Getah Pinus .............................. 34 5.4 Pengeluaran Rumah Tangga Penyadap Getah Pinus ............................. 36 5.5 Kontribusi Penyadapan Getah Pinus terhadap Pendapatan Rumah TanggaPenyadap…...….………………………………………………37 5.6 Variabel-variabel yang Mempengaruhi Pendapatan dari Menyadap Getah Pinus .................................................................................................. 40 5.7 Tingkat Kesejahteraan Penyadap Getah Pinus...................................... 43 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ............................................................................................. 45 6.2 Saran ................................................................................................... 46 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 47 LAMPIRAN ...................................................................................................... 50
ii
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1
Kriteria garis kemiskinan Sajogyo dan Bank Dunia …………………
19
2
Luas wilayah BKPH di KPH Banyumas Barat, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah …………………………………………………..……
21
3
Tenaga kerja di KPH Banyumas Barat ….…………...………………
23
4
Potensi dan target produksi getah pinus tahun 2012 di KPH Banyumas Barat …………………………….………….…………….
25
Potensi dan target produksi getah pinus tahun 2012 di RPH Karangpucung, BKPH Lumbir ……………………………………….
26
6
Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin ………….…..………..
32
7
Sebaran responden berdasarkan umur ………..……….……………...
32
8
Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan …….…………...
33
9
Sebaran responden berdasarkan ukuran keluarga inti…....….………..
33
10
Sebaran responden berdasarkan jenis pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan ……………………………………..……….…..………...
33
11
Sebaran responden berdasarkan luas areal penyadapan ….………..…
34
12
Sumber pendapatan rumah tangga responden yang berasal dari sadapan getah pinus dan non sadapan getah pinus …….……..………
35
13
Jenis pengeluaran rumah tangga responden ………….….…………...
36
14
Uji korelasi antara kontribusi pendapatan dari sadapan getah pinus dengan pendapatan sadapan getah pinus, pendapatan non sadapan getah pinus, dan luas areal sadapan ………..………..………
39
Analisis ragam hubungan antara pendapatan getah pinus dengan pengalaman kerja, frekuensi pengumpulan getah pinus, dan berat getah pinus ……….…………………………………...…….………..
40
Uji pengaruh masing-masing variabel terhadap besarnya pendapatan getah pinus …………………………………………………………...
41
Uji korelasi masing-masing variabel terhadap besarnya pendapatan getah pinus …………………………………………………………...
41
5
15
16
17
iii
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1
Diagram rumusan masalah ………...…………………………………
4
2
Penyadapan getah pinus dengan metode koakan …………………….
27
3
Penyadap yang sedang memperbarui koakan ………………………..
27
4
Stimulan untuk meningkatkan produktivitas getah pinus: (a) CAS (Cairan Asam Stimulansia) dan (b) etrat …………………………….
28
Pengangkutan getah pinus ke TPG: (a) pengangkutan dengan menggunakan sepeda motor, (b) pengangkutan dengan menggunakan mobil, dan (c) pengangkutan dengan cara dipikul ………………...…
29
Tempat Pengumpulan Getah (TPG) Citando di RPH Karangpucung, BKPH Lumbir ……………..…………….…….……………………..
30
7
Penimbangan getah pinus di TPG ………...………………………….
30
8
Getah pinus mutu I dan mutu II……………………………………...
31
9
Persentase kontribusi pendapatan dari penyadapan getah pinus terhadap pendapatan rumah tangga responden ………..…………….
38
a) Pohon yang rebah akibat koakan yang terlalu dalam, dan b) Jumlah koakan yang melebihi koakan maksimal ...………………….
42
Persentase tingkat kesejahteraan penyadap getah pinus menurut kriteria kemiskinan Sajogyo ...…………...…………..………………
43
Persentase tingkat kesejahteraan penyadap getah pinus menurut kriteria kemiskinan Bank Dunia …...…………...………..…………..
44
5
6
10
11
12
iv
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1
Identitas responden ………………………………………….….……
51
2
Kegiatan penyadapan getah pinus ………………………….………...
54
3
Sumber pendapatan rumah tangga penyadap getah pinus …….……..
57
4
Jenis pengeluaran rumah tangga penyadap getah pinus ……………..
60
5
Hasil analisis regresi linear berganda untuk mengetahui variabelvariabel yang berpengaruh terhadap pendapatan dari sadapan getah pinus ………..….………...…………………………………...………
63
6
Variabel-variabel yang dimasukkan ke dalam uji regresi ……………
67
7
Hasil uji korelasi antara kontribusi pendapatan getah pinus terhadap pendapatan rumah tangga dengan pendapatan dari sadapan getah pinus, pendapatan dari selain sadapan getah pinus, dan luas areal sadapan ………………………….……………………………………
71
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat desa hutan merupakan masyarakat yang keberadaannya berbatasan langsung dengan hutan. Kondisi masyarakat di sekitar hutan di Indonesia masih banyak yang tergolong miskin. Sianturi (2006) mengatakan bahwa di sekitar hutan Jawa saat ini terdapat sekitar 5.617 desa hutan dengan penduduk yang hidup di dalamnya sekurang-kurangnya 30 juta jiwa, yakni sekitar 21 juta jiwa tergolong miskin dan memerlukan akses langsung terhadap sumberdaya hutan sebagai sumber ekonomi. Masyarakat desa hutan banyak yang masih bergantung kepada hutan karena hutan dianggap bagian dari kehidupannya. Hasil yang diperoleh dari hutan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Saat ini, hutan telah banyak dikelola oleh negara dan pengusaha sehingga akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan menjadi terbatas. Masyarakat tidak bisa leluasa mencari penghidupan di dalam hutan sehingga tidak jarang terjadi gangguan keamanan terhadap hutan seperti perambahan hutan, pencurian hasil hutan, dan gangguan keamanan lainnya.
Hal ini diduga karena rendahnya tingkat kesejahteraan
masyarakat desa hutan sehingga tingkat ketergantungan terhadap hutan masih sangat tinggi. Aspek sosial merupakan salah satu aspek dalam kegiatan pengelolaan hutan yang lestari. Aspek ini turut melibatkan berbagai pemangku kepentingan tidak terkecuali masyarakat sekitar hutan dalam hal pengelolaan hutan. Terlebih ketika masyarakat di dalam dan sekitar hutan masih banyak yang tergolong miskin. Permasalahan kemiskinan tersebut mengharuskan semua pihak khususnya pemerintah dan pengelola hutan untuk memberikan perhatian kepada masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Perum Perhutani, sebagai pengelola hutan di Pulau Jawa, juga tengah berupaya melibatkan masyarakat di dalam dan sekitar hutan dalam kegiatan pengelolaan hutan sehingga kegiatan tersebut tidak hanya memberikan keuntungan bagi perusahaan, tetapi juga bagi kesejahteraan masyarakat desa hutan.
2
Usaha
kehutanan
kini
cukup
berkembang
dengan
tidak
hanya
mengandalkan kayu sebagai produk utama, tetapi juga produk hasil hutan bukan kayu. Prospek penjualan hasil hutan bukan kayu baik masa kini maupun masa yang akan datang diharapkan lebih baik mengingat banyak produk hasil hutan bukan kayu yang bernilai tinggi. Seperti halnya getah pinus di Perum Perhutani, hasil olahan getahnya yakni gondorukem dan terpentin telah berbagai
diekspor
ke
negara. Perum Perhutani (2012c) menginformasikan bahwa saat ini
pihak Perum Perhutani mendapatkan kontrak dagang dengan perusahaan Jepang yakni Marubeni Plax Corporation dalam hal pembelian gum rosin. Kerjasama ini merupakan bentuk keseriusan Perum Perhutani untuk meningkatkan pendapatan dari produk bukan kayu di masa mendatang dengan jaminan kontinuitas bahan baku yang disuplai ke industri luar negeri. Perum Perhutani memerlukan banyak tenaga kerja untuk menyadap getah pinus karena adanya permintaan pasar yang cukup tinggi. Dengan demikian, terciptalah peluang kerja bagi masyarakat khususnya yang berada di dalam dan sekitar hutan untuk bekerja sebagai penyadap getah pinus. Dari kegiatan penyadapan getah pinus itulah, ada hubungan timbal balik antara pihak perusahaan, dalam hal ini Perum Perhutani, dengan masyarakat yang berada di dalam dan sekitar wilayah areal kerjanya. Perum Perhutani memperoleh tenaga kerja yang cukup banyak untuk memenuhi target produksi getah pinus, sedangkan masyarakat akan turut menjaga hutan karena mereka merasa memilikinya dengan terlibat langsung dalam pengelolaan hutan. Pendapatan dari menyadap getah pinus diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pendapatan rumah tangga penyadap sehingga dapat meningkatkan taraf hidup mereka. Untuk
mengetahui
peranan
pengelolaan
hutan
pinus
terhadap
kesejahteraan masyarakat sekitar hutan, perlu dilakukan penelitian mengenai Kontribusi Pengelolaan Hutan Pinus terhadap Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Hutan dengan studi kasus di Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Karangpucung, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Lumbir, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Barat, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.
3
1.2 Rumusan Masalah Pada umumnya, penyadap memiliki pekerjaan lain selain menyadap getah pinus. Dengan demikian, penyadapan getah pinus ini bisa saja dianggap pekerjaan sampingan oleh sebagian besar penyadap dan bagi sebagian lainnya menjadi pekerjaan utama. Penyadapan getah pinus ini tidak perlu dilakukan setiap hari karena pembaruan sadapan biasanya dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Di sela-sela pekerjaan menyadap itulah, penyadap dapat mengerjakan pekerjaan lainnya. Adanya pekerjaan lain di luar sadapan getah pinus terkadang menjadi penghambat dalam pencapaian target produksi getah pinus. Namun, penyadap pun tidak bisa hanya mengandalkan penghasilan dari penyadapan semata untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya karena upah yang diterima dinilai belum mencukupi sehingga perlu ada tambahan penghasilan di luar sadapan getah pinus. Upah yang diterima penyadap bergantung dari produktivitas yang diperoleh, semakin banyak getah pinus yang diperoleh akan semakin tinggi pula penghasilan yang didapat. Penyadap yang menganggap kegiatan sadapan sebagai pekerjaan utama akan secara rutin dan cenderung tepat waktu mengumpulkan getah pinus ke Tempat Pengumpulan Getah (TPG) sehingga hal ini akan membantu pihak Perum Perhutani dalam pencapaian target produksi getah pinus. Sebaliknya, penyadap yang menganggap penyadapan getah pinus sebagai pekerjaan sampingan diduga tidak terlalu serius dalam menyadap. Penghasilan yang didapat baik dari hasil sadapan maupun selain sadapan secara langsung berkontribusi terhadap penghasilan rumah tangga. Semakin besar kontribusi dari dua sumber tersebut, maka pendapatan rumah tangga pun akan meningkat. Pendapatan inilah yang nantinya menjadi salah satu faktor yang akan menentukan tingkat kesejahteraan penyadap getah pinus. Berdasarkan uraian di atas, studi ini akan menjawab pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana kegiatan pengelolaan hutan pinus di Perum Perhutani khususnya di KPH Banyumas Barat? 2. Bagaimana karakteristik penyadap getah pinus di lokasi penelitian?
4
3. Berapa besar kontribusi hasil sadapan getah pinus terhadap pendapatan rumah tangga penyadap? 4. Variabel-variabel apa saja yang berpengaruh terhadap besarnya pendapatan dari menyadap getah pinus? 5. Bagaimana tingkat kesejahteraan penyadap getah pinus? Rumusan masalah penelitian Kontribusi Pengelolaan Hutan Pinus terhadap Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Hutan (Kasus di RPH Karangpucung, BKPH Lumbir, KPH Banyumas Barat, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah) disajikan pada Gambar 1. Pendapatan dari sadapan getah pinus
Variabel-variabel yang mempengaruhi besarnya pendapatan dari menyadap getah pinus
Pendapatan dari non sadapan getah pinus
Pendapatan rumah tangga penyadap getah pinus
Pengeluaran rumah tangga penyadap getah pinus
Kesejahteraan penyadap getah pinus Gambar 1 Diagram rumusan masalah. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memperoleh informasi mengenai kegiatan pengelolaan hutan pinus di KPH Banyumas Barat. 2. Mengidentifikasi karekteristik penyadap getah pinus.
5
3. Menganalisis kontribusi pendapatan dari menyadap getah pinus terhadap pendapatan total rumah tangga penyadap. 4. Menganalisis
variabel-variabel
yang
mempengaruhi
pendapatan
dari
menyadap getah pinus. 5. Memperoleh informasi mengenai tingkat kesejahteraan penyadap getah pinus.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai peranan pengelolaan hutan pinus terhadap kesejahteraan penyadap getah pinus dan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak Perum Perhutani atau pihak yang berkepentingan dalam meningkatkan kesejahteraan penyadap getah pinus.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Pinus Pinus terdiri atas banyak spesies, salah satunya adalah Pinus merkusii. Di Indonesia, pinus dikenal dengan nama tusam. Menurut Hendromono et al (2005) dalam Handayani & Indrajaya (2008), Pinus merkusii merupakan jenis pohon pionir berdaun jarum yang termasuk dalam famili Pinaceae. Pohon pinus tumbuh secara alami di Aceh, Sumatera Utara, dan daerah Kerinci. Tanaman pinus di Pulau Jawa didominasi oleh jenis Pinus merkusii Jung et de Vriese yang dapat diuraikan sebagai berikut (Hermansyah 1980 dalam Priyono & Siswamartana 2002) : Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Gymnospermae
Class
: Coniferae
Ordo
: Pinales
Familia
: Pinaceae
Genus
: Pinus
Species
: Pinus merkusii Jungh et de Vriese Pinus merkusii merupakan satu-satunya pinus yang tersebar secara alami
hingga ke Selatan khatulistiwa, tersebar pula di beberapa negara yakni Burma, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, Indonesia, dan Filipina. Pohonnya besar dan berbatang lurus. Tegakan masak dapat mencapai tinggi 30 meter dengan diameter 60-80 cm. Untuk tegakan tua, tinggi pohon dapat mencapai 45 cm dengan diameter 140 cm. Tajuk pohon muda berbentuk piramid, setelah tua lebih rata dan tersebar. Kulit pohon muda berwarna abu-abu, sedangkan yang tua berwarna gelap dan beralur dalam. Terdapat 2 jarum dalam satu ikatan, panjang 16-25 cm. Pohon berumah satu dan bunga berkelamin tunggal. Buahnya berbentuk kerucut, silindris, panjang 5-10 cm dan lebar 2-4 cm. Bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tunas. Bunga jantan berbentuk stobili, panjangnya 2-4 cm, terutama di bagian bawah tajuk. Strobili betina banyak terdapat pada sepertiga bagian atas tajuk terutama di ujung dahan. Adapun buahnya berbentuk kerucut,
7
panjangnya 5-10 cm dan lebarnya 2-4 cm. Benih bersayap berada pada setiap dasar sisik dan setiap sisik menghasilkan dua benih (Hidayat & Hansen 2001). Persyaratan tumbuh pinus relatif mudah, dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, tanah berpasir dan tanah berbatu, tetapi tidak dapat tumbuh pada tanah yang becek. Jenis ini menghendaki iklim basah sampai agak kering dengan tipe hujan A sampai C, pada ketinggian 200-1700 meter di atas permukaan laut, kadang-kadang tumbuh di bawah ketinggian 200 meter di atas permukaan laut dan mendekati daerah pantai (Priyono & Siswamartana 2002).
2.2 Penyadapan Getah Pinus Pemungutan hasil hutan bukan kayu seperti getah pinus dilakukan dengan cara disadap. Penyadapan pinus pada umumnya dilakukan dengan cara koakan (quarre) baik dengan maupun tanpa bahan perangsang (stimulan). Selain itu, telah banyak dilakukan penyadapan dengan cara lain yaitu metode riil dan metode bor karena suatu metode penyadapan belum tentu cocok diterapkan pada semua lokasi penyadapan (Sumadiwangsa 2000). Berdasarkan bagian pohon yang disadap, terdapat 3 macam penyadapan, yaitu penyadapan pada batang pohon, penyadapan terhadap malai bunga atau buah, dan penyadapan terhadap buah. Penyadapan pada pohon pinus dilakukan terhadap bagian batangnya (Sumadiwangsa & Gusmailina 2006). Menurut Kasmudjo (2011), ada beberapa metode dalam penyadapan getah pinus, yakni diuraikan seperti berikut: a. Metode koakan Sadapan dengan metode ini berbentuk huruf U terbalik dengan jarak mula-mula dari permukaan tanah 15-20 cm. Penyadapan dilakukan dengan cara mengerok kulit batang terlebih dahulu kemudian kayunya dilukai sedalam 1-2 cm, lebar 10 cm, dan tinggi koakan hingga 200 cm. Saat ini, mulai dikembangkan koakan dengan lebar 4-6 cm dan tinggi koakan 240 cm. Pembaruan koakan dilakukan pada hari ke empat. b. Metode V Penyadapan dengan metode V hampir sama dengan metode koakan. Namun, yang membedakannya adalah bentuk pelukaannya berbentuk huruf V. Dari bentuk tersebut, dapat dimodifikasi ke dalam bentuk V ganda atau seri arah ke atas yang
8
disebut dengan bentuk rill. Sadap awal 10 cm dari permukaan tanah dengan kemiringan 30°, ada saluran di tengah V. Lebar pelukaan 5 mm dengan jarak sadapan 5 mm. Frekuensi penyadapan enam hari sekali dengan tinggi maksimal 65 cm tiap tahunnya. c. Metode bor Penyadapan dengan metode ini dilakukan dengan membuat luka pada pohon yang akan disadap dengan cara dibor sedalam 3-12 cm (diameter mata bor ± 3 cm). Pembaruan luka bor bisa ke arah dalam atau di atas dari luka lama. Arah penyebaran sebaiknya 5-10° dari bidang mendatar. Saat ini, mulai dikembangkan sistem bor tertutup yaitu luka sadapan dimasuki selang dan getah yang keluar ditampung dalam plastik atau botol. Frekuensi sadapan dengan metode ini adalah lima sampai tujuh hari sekali. d. Metode goresan atau guratan Metode penyadapan ini biasanya dilakukan pada agathis (kopal) dan karet, sedangkan pada pinus jarang digunakan. Pohon pinus yang akan disadap harus memenuhi beberapa ketentuan, yaitu pohon yang memiliki diameter minimum 20 cm dan pohon yang telah berumur sebelas tahun (Kasmudjo 1982 dalam Sugiyono et al 2001). Selain itu Soetomo (1971) dalam Iriyanto (2007) menyebutkan bahwa dalam melakukan penyadapan getah pinus seorang penyadap dipengaruhi oleh: 1. Musim hujan yang terus menerus menyebabkan suhu udara rendah sehingga getah cepat beku. 2. Adanya mata pencaharian lain. Pekerjaan lain dengan upah yang lebih tinggi menyebabkan penyadap memilih pekerjaan tersebut sehingga penyadapan terganggu. 3. Jarak dari desa ke blok sadapan dan interval pembaruan luka. 4. Situasi pasaran gondorukem. 5. Intensitas pengawasan. Besar kecilnya upah yang diterima oleh penyadap sangat ditentukan oleh produktivitas getah pinus. Menurut Matangaran (2006), dari berbagai hasil penelitian, produksi getah pinus dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luas areal sadap, kualitas tempat tumbuh, ketinggian tempat tumbuh, jumlah koakan tiap
9
pohon, jangka waktu pelukaan, sifat genetis pohon, perlakuan kimia berupa pemberian stimulan, keterampilan penyadap, arah sadapan dan lain-lain. Penelitian Kasmudjo (2011) menyebutkan bahwa produksi getah pinus dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni: 1. Faktor internal (dalam pohon), yaitu: a. Jenis pohon pinus, masing-masing jenis pinus menghasilkan produktivitas hasil getah yang berbeda, misalnya Pinus merkusii 6,0 kg/pohon/tahun, Pinus palutris 4,2 kg/pohon/tahun, dan Pinus martima 3,0 kg/pohon/tahun. b. Jumlah (persen) kayu gubal, jenis pinus dengan jumlah kayu gubal yang lebih banyak pada batang kayunya, maka pohon pinus tersebut dapat menghasilkan getah pinus total lebih banyak. Selain itu, karena daerah kayu gubal merupakan tempat akumulasi getah tertinggi (sekitar 36%). c. Kesehatan pohon, pinus dengan kesehatan yang baik, memungkinkan menghasilkan getah lebih banyak. d. Sistem perakaran, pinus dengan sistem perakaran yang memadai (luas) berarti dapat menyerap zat makanan dari dalam tanah dengan lebih baik sehingga hasil getahnya lebih banyak. e. Persen tajuk (lebar dan tinggi tajuk pohon), pinus dengan tajuk yang lebih banyak memungkinkan proses fotosintesis lebih optimal sehingga menghasilkan getah lebih banyak. 2. Faktor eksternal (lingkungan, luar pohon), yaitu: a. Jarak tanam, hutan pinus dengan jarak tanam yang jarang pada umumnya akan tumbuh lebih baik sehingga menghasilkan getah pinus lebih banyak. b. Iklim dan tempat tumbuh, pohon atau hutan pinus yang tumbuh di daerah dengan curah hujan rata-rata kurang dari 2000 mm/tahun, suhu antara 2228°C dan tinggi tempatnya antara 400-700 m dari permukaan laut menghasilkan getah optimal. c. Bonita, pada tanah yang subur memungkinkan menghasilkan getah pinus lebih banyak. 3. Faktor perlakuan (oleh manusia) a. Bentuk sadapan, hasil getah dari sadapan bentuk koakan paling banyak, kemudian menyusul bentuk rill dan bor.
10
b. Arah sadapan, arah menghadapnya luka sadapan tersebut. Arah sadapan menghadap ke timur paling banyak menghasilkan getah kemudian menghadap ke utara, selatan, dan barat. c. Arah pembaruan, pembaharuan ke arah atas produksi getahnya lebih banyak dibandingkan ke arah bawah. d. Penggunaan stimulan, upaya perangsangan pada luka sadapan dengan bahan kimia asam. Upaya stimulansia harus menggunakan pedoman yang teliti agar tidak merugikan. Bahan stimulansia yang dapat digunakan antara lain asam sulfat, socepas, asam oksalat, CuSO4, ethrel, bolus alba dan sebagainya.
2.3 Produk Getah Pinus Pada awalnya, tujuan penanaman pinus di Perum Perhutani adalah untuk menghasilkan kayu. Kemudian dicoba untuk dilakukan penyadapan yang diteruskan dengan penyulingan hingga menghasilkan gondorukem dan terpentin (Sumadiwangsa 2000). Gondorukem dapat digunakan secara murni maupun sebagai campuran, yaitu: a. Dalam industri batik, gondorukem digunakan sebagai bahan pencampur lilin batik sehingga diperoleh malam. Kebutuhan gondorukem dalam industri ini kira-kira 2.500 ton/tahun. b. Dalam industri kertas, gondorukem digunakan sebagai bahan sizing (pengisi) dalam pembuatan kertas. Kebutuhan gondorukem dalam industri ini kira-kira 0,5% dari produksi kertas atau 2.000 ton/tahun. c. Dalam industri sabun, gondorukem digunakan sebagai bahan pencampur dibutuhkan kira-kira 5-10% dari berat sabun. d. Gondorukem juga dipakai untuk pembuatan varnish, tinta cetak, bahan isolasi listrik, korek api, lem, industri kulit dan lain-lain. Terpentin digunakan untuk minyak cat, campuran parfum, detergent, flavouring agent, protective coating, insektisida, lubricants, medicine, plastic, rubber, dan sebagainya (Soenardi 1983).
11
2.4 Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Menurut Rahim & Hastuti (2007), pendapatan dan pengeluaran dalam rumah tangga merupakan hal yang penting dalam kehidupan berumah tangga, baik rumah tangga petani maupun bukan rumah tangga petani. BPS (1995) mendefinisikan bahwa rumah tangga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik dan biasanya tinggal bersama serta makan bersama dari satu dapur atau seseorang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan serta mengurus keperluannya sendiri. Orang yang tinggal di rumah tangga ini disebut anggota rumah tangga, sedangkan orang yang bertanggung jawab terhadap rumah tangga adalah kepala rumah tangga. Sebuah rumah tangga bisa terdiri atas satu orang, sedangkan sebuah keluarga terdiri atas minimal dua orang. Berdasarkan keterkaitan antara keluarga dan rumah tangga, maka rumah tangga terdiri atas dua macam, yakni (Sumarwan 2011): 1. Rumah tangga keluarga Rumah tangga keluarga adalah sebuah rumah tangga yang anggotaanggotanya terikat oleh hubungan perkawinan, darah, atau adopsi. Rumah tangga keluarga terdiri atas: a. Rumah tangga suami dan istri. b. Rumah tangga suami, istri, dan anak-anaknya. c. Rumah tangga suami dan istri, dan anak-anak tinggal di rumah tangga yang berbeda (misalnya anak sekolah di luar kota atau sudah memiliki rumah sendiri). d. Rumah tangga orang tua tunggal (ayah saja atau ibu saja), dan e. Rumah tangga lainnya (saudara sekandung, atau anggota keluarga lainnya tinggal bersama dalam satu rumah). 2. Rumah tangga bukan keluarga Rumah tangga bukan keluarga adalah sebuah rumah tangga yang anggotaanggotanya tidak terikat oleh hubungan perkawinan, darah, atau adopsi. Rumah tangga bukan keluarga terdiri atas: a. Rumah tangga yang dihuni oleh seorang pria sendiri b. Rumah tangga yang dihuni oleh seorang wanita sendiri, dan
12
c. Rumah tangga yang dihuni oleh dua orang atau lebih yang tidak memiliki hubungan keluarga.
2.4.1 Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan rumah tangga adalah pendapatan kepala rumah tangga dan anggota rumah tangga sesuai dengan mata pencaharian utama ditambah dengan mata pencaharian tambahan yang diperoleh rumah tangga tersebut per satuan waktu (Soemitro 1981 dalam Prabandari 1997). Menurut Rahardja dan Manurung (1999), ada tiga sumber pendapatan rumah tangga, yaitu: 1. Pendapatan dari gaji dan upah Gaji dan upah adalah balas jasa terhadap kesediaan menjadi tenaga kerja. Besar gaji atau upah seseorang secara teoritis bergantung dari produktivitasnya. Upah adalah imbalan jasa yang diterima seseorang di dalam hubungan kerja yang berupa uang atau barang, melalui perjanjian kerja, imbalan jasa diperuntukkan memenuhi bagi dirinya dan keluarganya (Ravianto 1985). Menurut Badrudin (1974) dalam Hidayat (1999), penetapan upah di perusahaan di bidang kehutanan dapat digolongkan menjadi dua yakni: a. Penetapan upah dengan dasar waktu Dasar yang digunakan adalah waktu selama dilakukan pekerjaan dalam hari, minggu atau bulanan. Karyawan yang menerima cara pengupahan seperti ini adalah karyawan tetap. Kelebihan dari cara ini adalah sederhana dalam pemeriksaan, pendaftaran, dan kualitas hasil pekerjaan tinggi. Akan tetapi, cara penetapan upah seperti ini tidak memberi semangat untuk mencapai prestasi kerja yang tinggi dan sukar dalam perhitungan harga pokok. b. Penetapan upah dengan dasar prestasi Dasar yang digunakan adalah prestasi kerja. Cara ini lazim disebut juga cara borongan. Pekerja menerima upah bergantung kepada pestasi yang telah dilakukan dalam waktu yang telah disediakan sehingga jumlah upah tiap bulan bisa bervariasi. Penetapan upah dengan cara ini memiliki beberapa kelebihan di antaranya mudah dalam hal pelaksanaan dan pengawasan, sederhana dalam hal pendaftaran, serta baik untuk perhitungan harga pokok. Kelemahan dari penetapan upah dengan dasar prestasi ini mengakibatkan pekerja terkadang harus
13
mengeluarkan tenaga yang melebihi kemampuannya untuk mencapai upah yang tinggi. 2. Pendapatan dari aset produktif Aset produktif adalah aset yang memberikan pemasukan atas balas jasa penggunaannya. 3. Pendapatan dari pemerintah (transfer payment) Pendapatan dari pemerintah adalah pendapatan yang diterima bukan sebagai balas jasa atas input yang diberikan. Di negara-negara yang telah maju, penerimaan transfer diberikan, misalnya dalam bentuk tunjangan penghasilan bagi para pengangguran (unemployment compensation), jaminan sosial bagi orangorang miskin dan berpendapatan rendah.
2.4.2 Pengeluaran Rumah Tangga Total pengeluaran rumah tangga adalah sejumlah pengeluaran berbentuk uang yang dilakukan oleh suatu rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dalam kurun waktu tertentu (BPS 2000 dalam Sulistiana 2008). Menurut Sumarwan (2011), jumlah anggota keluarga atau rumah tangga akan menentukan jumlah dan pola konsumsi suatu barang dan jasa. Rumah tangga dengan jumlah anggota yang lebih banyak akan membeli dan mengonsumsi beras, daging, sayuran, dan buah-buahan yang lebih banyak dibandingkan dengan rumah tangga yang memiliki anggota lebih sedikit. Jumlah anggota keluarga akan menggambarkan potensi permintaan terhadap suatu produk dari sebuah rumah tangga.
2.5 Kesejahteraan Kemiskinan dimaknai sebagai kurangnya kesejahteraan dan kesejahteraan sebagai berkurangnya kemiskinan. Kemiskinan berarti kurangnya pendapatan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga atau kekurangan kekayaan untuk memberi stabilitas atau menghadapi perubahan seperti kehilangan pekerjaan, sakit atau krisis lainnya. Kemiskinan dapat juga berarti bahwa kebutuhan dasar yang lain, seperti kesehatan, pendidikan atau perumahan, tidak memadai. Akan tetapi, kemiskinan juga subjektif, dan dapat disebabkan oleh perasaan, seperti kehilangan, kerentanan, keterkucilan, malu atau sakit. Seseorang
14
dapat merasa miskin jika kesejahteraannya turun, atau jika dia membandingkan dirinya dengan orang lain yang keadaannya lebih baik (CIFOR 2007). Menurut Suparlan (1986), kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Salim (1980) dalam Dharmawan et al. (2010) menyebutkan bahwa penduduk miskin dapat dicirikan dengan: 1) rata-rata tidak mempunyai faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, peralatan kerja, dan keterampilan, 2) mempunyai tingkat pendidikan yang rendah, 3) kebanyakan bekerja atau berusaha sendiri dan bersifat usaha kecil (sektor informal), setengah menganggur atau menganggur (tidak bekerja), 4) kebanyakan berada di pedesaan atau daerah tertentu perkotaan (slum area), dan 5) kurangnya kesempatan untuk memperoleh (dalam jumlah yang cukup) : bahan kebutuhan pokok, pakaian, perumahan, fasilitas kesehatan, air minum, pendidikan, angkutan, fasilitas komunikasi, dan kesejahteraan sosial lainnya. Kemiskinan yang terjadi di perdesaan menyebabkan kesejahteraan masyarakat menjadi rendah. Pendapatan masyarakat yang rendah dan tingginya tingkat pengangguran menyebabkan meningkatnya arus migrasi ke kota (urbanisasi). Secara umum kemiskinan menyebabkan efek yang hampir sama di semua negara. Kemiskinan menyebabkan hilangnya kesejahteraan bagi kalangan miskin (sandang, pangan, papan), hak akan pendidikan, hak atas kesehatan, tersingkirnya dari pekerjaan yang layak secara kemanusiaan, termarjinalkan dari hak atas perlindungan hukum, hak atas rasa aman, hak atas partisipasi terhadap pemerintahan dan keputusan publik, hak atas spritualitas, hak untuk berinovasi, dan yang lebih penting hak atas kebebasan hidup (Muttaqien 2006). CIFOR (2007) juga menyebutkan ada beberapa pendekatan untuk secara resmi menentukan kemiskinan dalam suatu populasi dan menetapkan siapa yang miskin. Salah satunya adalah dengan menarik garis kemiskinan. Garis kemiskinan menandai level konsumsi minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan fisik dasar. Individu yang berada di bawah garis ini dianggap miskin. Kebanyakan
15
negara memiliki definisi sendiri mengenai garis kemiskinan tersebut dan, oleh karena itu, kemiskinan sangat berlainan dari satu negara ke negara lain. Mengacu pada teori garis kemiskinan Sajogyo (1971) dalam BPS (2008), kesejahteraan rumah tangga responden diukur dengan pendekatan tingkat pengeluaran yang ekuivalen dengan konsumsi beras (kg) per orang per tahun di daerah perdesaan dan perkotaan. Di daerah perkotan, kriteria rumah tangga paling miskin jika konsumsi beras berkisar antara 0-270 kg/orang/tahun, miskin sekali jika konsumsi beras berkisar antara 270-360 kg/orang/tahun, kriteria miskin jika konsumsi beras 360-480 kg/orang/tahun, dan apabila tingkat konsumsi beras lebih dari 480 kg/orang/tahun maka rumah tangga tersebut dikategorikan tidak miskin. Untuk perdesaan, kriteria yang menyatakan paling miskin jika konsumsi beras berkisar antara 0-180 kg/orang/tahun, kriteria miskin sekali jika konsumsi beras berkisar antara 180-240 kg/orang/tahun, kriteria miskin jika konsumsi beras berkisar antara 240-320 kg/orang/tahun, dan kriteria tidak miskin jika konsumsi beras lebih dari 320 kg/orang/tahun. Adapula bentuk pendekatan lain untuk mengukur kemiskinan secara global, yakni kriteria kemiskinan menurut Bank Dunia. Bank Dunia menggunakan indikator pendapatan per kapita US$1 per hari. Orang dianggap miskin jika pendapatannya di bawah standar tersebut (CIFOR 2007).
16
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April tahun 2012 di Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Karangpucung, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Lumbir, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Barat Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa RPH Karangpucung
merupakan penghasil getah pinus
terbesar di BKPH Lumbir yang menyerap tenaga kerja cukup banyak.
3.2 Sasaran Penelitian Sasaran penelitian ini adalah penyadap yang melakukan kegiatan penyadapan getah pinus secara aktif di RPH Karangpucung, BKPH Lumbir, KPH Banyumas Barat, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.
3.3 Jenis Data Jenis data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber-sumber data yang meliputi data mengenai identitas responden, data mengenai kegiatan penyadapan getah pinus, data besarnya pendapatan rumah tangga, dan
data pengeluaran
rumah tangga setiap responden. Adapun data sekunder terdiri atas data kondisi umum lokasi penelitian baik lingkungan fisik maupun sosial ekonomi masyarakat sekitar KPH Banyumas Barat, data potensi getah pinus dan jumlah penyadap tahun 2012, dan peraturan mengenai kegiatan penyadapan getah pinus.
3.4 Metode Pengumpulan Data Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan dan wawancara terhadap penyadap getah pinus dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Adapun data sekunder dihimpun dari instansi dan lembaga yang terkait dengan penelitian.
17
3.5 Metode Pemilihan Responden Pengambilan sampel responden menggunakan metode non probability sampling yakni purposive sampling. Menurut Sudjana (1988), metode purposive sampling adalah pengambilan unsur sampel atas dasar tujuan tertentu sehingga memenuhi keinginan dan kepentingan peneliti. Dalam hal ini, responden yang dipilih adalah penyadap getah pinus yang melakukan kegiatan penyadapan secara aktif di lokasi penelitian. Jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak enam puluh orang. Jumlah sampel tersebut telah memenuhi kriteria pengambilan contoh berdasarkan penuturan Sudjana (1988) bahwa minimal sampel yang diambil adalah sebanyak tiga puluh orang yang didasarkan atas perhitungan atau syarat pengujian yang lazim digunakan dalam statistika.
3.6 Pengolahan dan Analisis Data 3.6.1 Kegiatan Pengelolaan Hutan Pinus Kegiatan pengelolaan getah pinus di KPH Banyumas Barat dianalisis secara deskriptif yang meliputi potensi getah pinus dan kegiatan penyadapan getah pinus.
3.6.2 Identifikasi Karakteristik Penyadap Getah Pinus Pengidentifikasian karakteristik penyadap getah pinus dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif. Adapun komponen-komponen yang akan disajikan untuk mengidentifikasi karakteristik responden terdiri atas jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, ukuran keluarga, jenis pekerjaan, dan luas areal sadapan.
3.6.3 Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Pendapatan Rumah tangga 1. Pendapatan dari kegiatan penyadapan getah pinus (S) S (Rp) = berat getah pinus (kg) x tarif upah (Rp/kg) 2. Pendapatan dari kegiatan non penyadapan getah pinus (NS) NS (Rp) = ∑ pendapatan dari kegiatan non penyadapan (Rp)
18
3. Pendapatan total (I total) I total (Rp) = S (Rp) + NS (Rp)
Pengeluaran Rumah Tangga (Rahim & Hastuti 2007) C=∑P + ∑NP Keterangan: C
: Total pengeluaran rumah tangga (Rp)
P
: Pengeluaran untuk pangan (Rp)
NP
: Pengeluaran untuk non pangan (Rp)
3.6.4 Kontribusi Penyadapan Getah Pinus Kontribusi Pendapatan dari Penyadapan Getah Pinus terhadap Pendapatan Rumah Tangga IS (%) =
S
X 100%
I total Keterangan: IS
: Kontribusi pendapatan dari penyadapan getah pinus terhadap pendapatan rumah tangga (%)
S
: Pendapatan dari kegiatan penyadapan getah pinus (Rp/tahun)
I total : Pendapatan total (Rp/tahun)
3.6.5 Uji Regresi Linear Berganda untuk Mengetahui Variabel-variabel yang Mempengaruhi Pendapatan dari Menyadap Getah Pinus Untuk mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi besarnya pendapatan dari sadapan getah pinus dapat diduga dengan menggunakan uji regresi linier berganda. Adapun hipotesis statistik adalah sebagai berikut: H0 : semua variabel X tidak berpengaruh terhadap Y H1 : minimal ada satu variabel X yang berpengaruh terhadap Y Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis varian (ANOVA) dengan pengujian menggunakan program statistik (SPSS 15). Jika didapatkan nilai P>α maka terima H0 yang berarti semua variabel bebas (X) tidak berpengaruh signifikan terhadap
19
variabel terikat (Y). Apabila nilai P<α, maka tolak H0 yang berarti minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikat (Y).
3.6.6 Tingkat Kesejahteraan Penyadap Getah Pinus Tingkat kesejahteraan penyadap getah pinus diukur melalui dua pendekatan, yakni pendekatan garis kemiskinan menurut Sajogyo (1971) dalam BPS (2008) dan Bank Dunia (CIFOR 2007) seperti yang diterangkan pada Tabel 1. Tabel 1 Kriteria garis kemiskinan Sajogyo dan Bank Dunia Kriteria
Indikator
Garis Kemiskinan
Sajogyo
Pengeluaran rumah tangga (Rp/orang/tahun) setara dengan beras (kg/orang/tahun)
>320 kg/orang/tahun
Bank Dunia
Pendapatan (Rp/orang/hari)
US$ 1/orang/hari*
rumah
Keterangan : *US$ 1 = Rp 9.470,00 (per 26 Juni 2012)
tangga
20
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Singkat Perum Perhutani dan KPH Banyumas Barat Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbasis sumberdaya hutan yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan hutan (hutan produksi dan hutan lindung) berdasarkan prinsip perusahaan dalam wilayah kerjanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Adapun sifat usaha dari Perum Perhutani adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan dan kelestarian sumber daya hutan. Berdirinya Perum Perhutani bertujuan untuk turut serta membangun ekonomi nasional, khususnya dalam rangka pelaksanaan program pembangunan nasional di bidang kehutanan (Peraturan Pemerintah RI No.72 Tahun 2010). Wilayah KPH Banyumas Barat sejak tahun 1875 hingga saat ini seringkali mengalami perubahan yang menyangkut wilayah status dan pelaksanaan pengelolaan yakni: 1. Tahun 1875-1893 termasuk Distrik Hutan Banyumas, Bagelen dan Kedu 2. Tahun 1894-1899 termasuk Distrik Bagelen Barat dan Banyumas 3. Tahun 1900-1919 termasuk Distrik Hutan Banyumas 4. Tahun 1920-1928 termasuk Distrik Hutan Banyumas dan sekitarnya 5. Tahun 1929-1941 termasuk Distrik Hutan Banyumas 6. Tahun 1942-1961 termasuk Daerah Hutan Banyumas Barat 7. Tahun 1962-1973 menjadi Kesatuan Hutan Banyumas Barat 8. Tahun 1973 sampai dengan sekarang menjadi Perum Perhutani KPH Banyumas Barat (Perum Perhutani 2012a).
4.2 Letak Geografis dan Luas Wilayah KPH
Banyumas
Barat
secara
geografis
berada
pada
108°33’33.488”-109°3’16.756” BT dan 7°8’894”-7°43’52.327” LS. batas-batas areal kerja KPH Banyumas Barat adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan KPH Pekalongan Barat.
koordinat Adapun
21
b. Sebelah Timur berbatasan dengan KPH Pekalongan Timur dan KPH Banyumas Timur. c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Segara Anakan dan Samudera Indonesia. d. Sebelah Barat berbatasan dengan KPH Ciamis (Perum Perhutani 2012a). Secara administratif, KPH Banyumas Barat terletak di dua kabupaten yakni Kabupaten Banyumas seluas 7.697,15 hektar (13,86%) dan Kabupaten Cilacap seluas 47.849,07 hektar (86,14%). Wilayah kerja seluas 55.562,99 hektar terdiri atas hutan produksi seluas 29.441,81 hektar, hutan produksi terbatas seluas 26.007,09 hektar, dan hutan lindung seluas 114,10 hektar (Perum Perhutani 2012a). KPH Banyumas Barat ditetapkan mejadi dua kelas perusahaan, yaitu kelas perusahaan pinus dan kelas perusahaan mangrove. Adapun luas wilayah tiap BKPH dan RPH disajikan pada Tabel 2. Kelas perusahaan pinus berada pada 6 BKPH yakni BKPH Lumbir, BKPH Majenang, BKPH Sidareja, BKPH Wanareja, BKPH Kawunganten, dan BKPH Bokol. Adapun kelas perusahaan mangrove berada di 2 BKPH yakni BKPH Rawa Barat dan BKPH Rawa Timur (Perum Perhutani 2012a). Tabel 2 Luas wilayah BKPH dan RPH di KPH Banyumas Barat, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah BKPH Lumbir
Majenang
Wanareja Kawunganten
Bokol
Sidareja
Rawa Timur
RPH Karangpucung Banteran Lumbir Samudra Majenang Cimanggu Pesahangan Surusunda Wanareja Dayeuhluhur Julangmangu Kalijeruk Kedungwadas Kubangkangkung Besuki Citepus Mentasan Randegan Cidora Ciporos Gandrungmangu Sidareja Cikiperan
Luas (ha) 2.173,58 1.253,19 1.267,04 1.728,48 3.873,66 1.812,59 2.634,31 1.812,99 2.568,34 7.157,40 1.364,80 1.045,68 1.665,30 1.087,58 723,90 1.343,74 758,56 928,23 909,99 713,68 1.214,38 1.445,67 1.599,90
22
Lanjutan Tabel 2 BKPH
Rawa Barat
RPH Cikonde Cilacap Tritih Ujungmanik Ciawilayan Cikujang Cisumur Rawa Apu
Luas (ha) 3.826,52 3.776,69 1.754,70 618,47 967,59 1.427,00 1.262,50 846,53 55.562,98
Jumlah Sumber: Perum Perhutani (2012a)
4.3 Tanah dan Geologi Jenis tanah pada KPH Banyumas Barat antara lain latosol, litosol, gromosol, regosol, aluvial, mediteran, dan planosol. Adapun jenis batuan yang ada yaitu batu kapur, batu vulkan, dan naval (Perum Perhutani 2012a).
4.4 Iklim Wilayah KPH Banyumas Barat terletak pada suatu daerah dengan musim hujan dan musim kemarau yang jelas. Pada beberapa tempat di sekitar wilayah hutan, terdapat beberapa stasiun cuaca sehingga dari data stasiun cuaca tersebut dapat diketahui adanya bulan basah dan bulan kering. Bulan basah tertinggi terjadi pada bulan November dan bulan basah terendah terjadi pada bulan April. KPH Banyumas Barat memiliki tipe iklim B dengan curah hujan 3.500 mm/tahun (Perum Perhutani 2012a).
4.5 Topografi dan Ketinggian Tempat Komposisi kelerengan di wilayah KPH Banyumas Barat adalah sebagai berikut: a. Datar (kelerengan 0-8%)
: 23,78%
b. Landai (kelerengan 8-15%)
: 27,61%
c. Bergelombang (kelerengan 15-25%)
: 43,71%
d. Agak curam (kelerengan 25-40%)
: 4,45%
e. Curam (kelerengan >40%)
: 0,46%
Wilayah KPH Banyumas Barat merupakan deretan pegunungan yang bersambung. Di antara pegunungan-pegunungan tersebut, terdapat lembah-lembah
23
sehingga terbentuk sungai yang merupakan daerah tangkapan air yang membentuk Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan ketinggian tempat yang bervariasi mulai dari ketinggian 24 m dpl sampai 1.000 m dpl dengan jumlah 101 pegunungan yang tersebar hampir merata (Perum Perhutani 2012a).
4.6 Ketenagakerjaan Tenaga kerja merupakan elemen yang sangat penting dalam kegiatan pengelolaan hutan. KPH Banyumas Barat memiliki 545 orang tenaga kerja. Tenaga kerja di KPH Banyumas Barat dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Tenaga kerja di KPH Banyumas Barat No
Bagian/BKPH
PNS/DPB 1
Pegawai Perhutani 46 6 4 19 51
Pekerja Pelaksana 23 0 8 33 84
Jumlah
1 2 3 4 5
Kantor KPH KSKPH Cilacap Polhutan Mobil BKPH Wanareja BKPH Majenang
6
BKPH Lumbir
29
60
89
7 8 9 10 11
BKPH Sidareja BKPH Rawa Barat BKPH Kawunganten BKPH Bokol BKPH Rawa Timur Jumlah
23 12 22 16 21 249
27 13 9 18 20 295
50 25 31 34 41 545
1
70 6 12 52 135
Sumber: Perum Perhutani (2012a)
4.7 Keadaan Hutan (Potensi dan Jenis) KPH Banyumas Barat ditetapkan ke dalam kelas perusahaan pinus karena lahan di areal tersebut cocok ditanami jenis pinus. Tanaman pinus yang tumbuh baik adalah jenis Pinus merkusii. Di lokasi lain yang cukup datar dengan persyaratan iklim yang memungkinkan, ditanam jenis jati dan rimba lain. Selain jenis tanaman kehutanan, adapula jenis lain seperti palawija, empon-empon, buahbuahan, dan umbi-umbian. Kawasan yang tidak diusahakan oleh masyarakat sekitar hutan ditumbuhi tumbuhan liar seperti kerinyu (Eupathorium spp), tembelekan (Lantana camara), alang-alang (Imperata spp), putri malu (Mimosa pudica), rumput-rumputan, bambu wuluh, tepus, dan pulutan (Perum Perhutani 2012a).
24
Jenis-jenis satwa liar yang ditemukan pada kawasan hutan produksi meliputi kijang, babi hutan, ayam hutan, kera, trenggiling, dan biawak. Sedangkan satwa liar yang termasuk kategori langka dan terancam hampir punah juga pernah ditemukan seperti lutung (Presbytis cristata), kera ekor panjang (Macaca fasicularis), macan tutul (Panthera pardus), dan macan kumbang (Panthera pardus) (Perum Perhutani 2012a).
4.8 Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Areal kerja KPH Banyumas Barat berbatasan langsung dengan desa-desa di sekitar hutan. Terdapat 106 desa hutan dalam wilayah kelas perusahaan pinus yang tersebar dalam 11 kecamatan dan 2 kabupaten yakni Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap. Jumlah penduduk dalam kecamatan yang masuk wilayah KPH Banyumas Barat yang tersebar di 2 kabupaten yakni Kabupaten Cilacap sejumlah 1.744.128 orang dan Kabupaten Banyumas sejumlah 1.553.902 orang. Dari jumlah penduduk tersebut, sebanyak 50,05% atau 1.650.819 orang berjenis kelamin pria dan sebanyak 49,95% atau 1.647.211 orang berjenis kelamin wanita (Perum Perhutani 2012a). Mata pencaharian sebagian besar masyarakat perdesaan di wilayah KPH Banyumas Barat adalah sebagai petani dan buruh. Masyarakat masih sangat mengandalkan pertanian sebagai penopang kehidupannya. Selain bertani, masyarakat juga memiliki ternak seperti sapi, kerbau, kambing, domba, kuda, dan babi. Selain itu, adapula bidang usaha lain yakni bidang perikanan yang dikelola dengan menggunakan sistem tambak (kolam khusus untuk memelihara ikan) dan sistem tanaman yakni pemeliharaan ikan di sawah bersamaan dengan tanaman padi (Perum Perhutani 2012a).
25
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kegiatan Pengelolaan Hutan Pinus 5.1.1 Potensi Getah Pinus Getah pinus di KPH Banyumas Barat seperti yang tertera pada Tabel 4 berasal dari 6 BKPH yang termasuk ke dalam kelas perusahaan pinus, yaitu BKPH Wanareja, BKPH Majenang, BKPH Lumbir, BKPH Sidareja, BKPH Bokol, dan BKPH Kawunganten. BKPH Majenang memiliki target produksi getah pinus terbesar di KPH Banyumas Barat pada tahun 2012 yakni sebesar 5.814.236 kilogram. Tabel 4 Potensi dan target produksi getah pinus tahun 2012 di KPH Banyumas Barat BKPH
Luas sadapan (ha)
Jumlah pohon (pohon)
Jumlah penyadap (orang)
Target produksi (kg) 2.445.971 5.814.236 3.761.433 2.192.757 360.260
3.049,1 7.349,3 4.723,3 2.280,6 418,1
685.606 1.718.897 1.112.556 626.215 109.594
1.264 4.556 3.300 1.574 146
319,4
84.459
190
235.207
18.139,8 Total Sumber: Perum Perhutani (2012a)
4.337.327
11.030
14.809.864
Wanareja Majenang Lumbir Sidareja Bokol Kawunganten
Penyadapan getah pinus dilakukan oleh seorang penyadap yang sebagian besar berasal dari desa sekitar hutan. Areal sadapan dibagi ke dalam blok-blok sadapan sesuai dengan kemampuan penyadap dan diupayakan setiap blok berjumlah dua hingga sepuluh penyadap dengan jumlah pohon pangkuan tiap penyadap sebanyak kurang lebih lima ratus pohon. Tabel 4 memberikan informasi bahwa penyadap getah pinus di KPH Banyumas Barat berjumlah 11.030 orang yang seluruhnya berasal dari desa sekitar KPH Banyumas Barat. Jumlah penyadap paling banyak berada di BKPH Majenang yakni 4.556 orang dan paling sedikit di BKPH Bokol yakni 146 orang. Hal ini dipengaruhi oleh luas sadapan tiap BKPH dimana BKPH yang memiliki luas sadapan terbesar membutuhkan tenaga penyadap yang besar pula.
26
Tabel 5
Potensi dan target produksi getah pinus tahun 2012 di RPH Karangpucung, BKPH Lumbir
Kelas Umur
Luas Areal (ha)
III IV V VI VII VIII Jumlah
34,50 18,40 78,00 263,60 1.027,60 346,00 1.768,10
Jumlah Pohon (pohon) 7.568 2.305 26.174 69.498 216.492 87.612 409.649
Target Produksi (kg/ha) 365,13 346,52 1.326,28 902,65 723,08 857,31 4.520,97
Sumber : Perum Perhutani (2012b) Berdasarkan informasi pada Tabel 5, di lokasi penelitian yakni RPH Karangpucung memiliki target produksi getah pinus di tahun 2012 adalah sebesar 4.520,97 kg per hektar dengan areal sadapan seluas 1.768,10 hektar.
5.1.2 Penyadapan Getah Pinus Urutan kegiatan penyadapan getah pinus di Perum Perhutani dibagi menjadi 4 tahap, yaitu: 1. Pra Sadap Pra sadap merupakan kegiatan yang dilakukan sebelum penyadapan dimulai seperti pemberian batas petak sadapan, pembagian blok sadapan, pelaksanaan sensus pohon, pembersihan areal sadapan, pembuatan mal sadap, dan pembuatan plang sadapan. Pra sadap ini dilakukan setahun sebelum penyadapan getah pinus dimulai. 2. Sadap buka Kegiatan sadap buka ini adalah pembuatan koakan (quarre) awal, pemasangan talang, dan tempurung kelapa. 3. Sadap lanjut Sadap lanjut adalah kegiatan untuk melanjutkan koakan (quarre) yang sudah ada. 4. Sadap mati Sadap mati adalah kegiatan penyadapan getah pinus pada tegakan yang akan ditebang setahun yang akan datang. Metode penyadapan getah pinus yang diterapkan di KPH Banyumas Barat adalah metode koakan (quarre) (Gambar 2). Proses pelukaan dengan metode
27
koakan diawali dengan bidang sadapan berupa persegi panjang dengan ukuran 6 X 10 cm dengan jarak koakan pertama dari permukaan tanah adalah 20 cm. Kedalaman koakan maksimal 1,5 cm lepas kulit. Jatah pembaruan koakan (quarre) untuk koakan selanjutnya adalah 5 cm per bulan. Pada tahun selanjutnya, dibuat koakan baru pada bidang sadapan yang lain dengan ukuran yang sama. Perlengkapan yang digunakan dalam penyadapan getah pinus ini meliputi petel (kadukul), talang, paku, batu asah, tempurung kelapa, sprayer, dan ember.
6 cm
a.bagian kulit yang dibersihkan 5 cm 10 cm
b.mal sadap c.quarre awal d.talang
20 cm
e.tempurung kelapa
Gambar 2 Penyadapan getah pinus dengan metode koakan. Menurut aturan yang diberlakukan oleh Perum Perhutani, pembaruan koakan (quarre) dilakukan setiap tiga hari tanpa stimulansia Cairan Asam Stimulansia (CAS) atau setiap lima hari dengan stimulansia CAS.
Untuk
penyadap yang menggunakan stimulan jenis etrat, pembaruan koakan dilakukan setiap tiga hari sekali. Namun, terkadang penyadap juga harus mengalokasikan waktunya untuk pekerjaan lain sehingga pembaruan dilakukan di luar ketentuan tersebut, misalnya empat hari sekali atau tujuh hari sekali baik menggunakan stimulan CAS maupun stimulan etrat.
Gambar 3 Penyadap yang sedang memperbarui koakan.
28
Sebagian besar penyadap melakukan pembaruan quarre pada pagi hingga siang hari. Namun, adapula penyadap yang melakukan penyadapan sampai sore hari sambil mengambil rumput untuk pakan ternak. Penyadap getah pinus memiliki rata-rata curahan kerja dalam setiap pembaruan quarre adalah enam jam per hari dengan jumlah pohon yang mampu disadap rata-rata sebanyak 295 pohon (Gambar 3). Stimulan merupakan zat yang dapat merangsang keluarnya getah pinus dan berfungsi untuk meningkatkan produktivitas getah pinus. Jenis stimulan yang digunakan di KPH Banyumas Barat adalah CAS dan etrat (Gambar 4). Di RPH Karangpucung, penggunaan stimulan etrat masih dalam tahap percobaan sehingga masih banyak penyadap yang menggunakan stimulan CAS. Selain itu, banyak pula diantaranya yang beranggapan bahwa penggunaan stimulan etrat menghasilkan getah yang lebih sedikit daripada penggunaan stimulan CAS. Namun, penggunaan stimulan CAS menyebabkan perih dan gatal di kulit karena komponen zat di dalamnya mengandung asam sulfat sehingga ada beberapa penyadap yang enggan menggunakan stimulan CAS. Stimulan etrat mengandung zat asam organik dan etilen sehingga tidak menimbulkan efek negatif dan dianggap lebih ramah lingkungan.
a
b
Gambar 4 Stimulan untuk meningkatkan produktivitas getah pinus: (a) CAS (Cairan Asam Stimulansia) dan (b) etrat. Pengumpulan getah pinus dilakukan setelah tiga kali pembaruan koakan untuk yang tidak menggunakan stimulan CAS dan yang menggunakan stimulan etrat serta setelah dua kali pembaruan koakan untuk yang menggunakan stimulan CAS. Sebagian besar penyadap mengumpulkan getah sebanyak dua kali dalam setiap bulannya, namun adapula yang sebulan sekali. Pada musim-musim tertentu
29
seperti musim tanam dan panen, getah yang terkumpul di Tempat Pengumpulan Getah (TPG) sedikit
karena penyadap lebih banyak menghabiskan waktu di
sawah dan kebun. Pada akhir proses pengerukan atau peludangan getah pinus, dilakukan pembersihan tempurung sehingga benar-benar bersih dari sisa getah. Hal ini untuk menghindari pencampuran antara getah lama dengan getah baru yang akan mempengaruhi mutu getah. Getah pinus ditempatkan di ember yang berkapasitas 20-30 kg dan kemudian dipikul atau diangkut dari petak sadapan ke Tempat Pengumpulan Getah (TPG). Pengangkutan getah pinus ke TPG dilakukan dengan berbagai macam cara yakni dipikul sendiri oleh penyadap atau menggunakan kendaraan seperti sepeda motor dan mobil (Gambar 5). Upah angkutan dengan menggunakan kendaraan bermotor tersebut berkisar antara Rp 6.000,00 – Rp 10.000,00 setiap kali pengangkutan.
a
b
Gambar 5
c
Pengangkutan getah pinus ke TPG: (a) pengangkutan dengan menggunakan sepeda motor, (b) pengangkutan dengan menggunakan mobil, dan (c) pengangkutan dengan cara dipikul.
Getah pinus akan dikumpulkan ke Tempat Pengumpulan Getah (TPG) yang letaknya paling dekat dengan lokasi sadapan. TPG merupakan tempat penampungan getah sementara sebelum diangkut ke Pabrik Gondorukem dan Terpentin (PGT). Penerimaan getah pinus di TPG dilakukan pada pagi hari. TPG yang berada di RPH Karangpucung berjumlah 6 TPG, yaitu TPG Gunung Sengkala, TPG Tayem, TPG Citando, TPG Dermaji, TPG Sawangan, dan TPG Tlaga. Gambar 6 merupakan contoh TPG yang berada di RPH Karangpucung, BKPH Lumbir. Di TPG tersebut, hanya tersedia bak penampung getah, drum, dan timbangan.
30
Gambar 6 Tempat Pengumpulan Getah (TPG) Citando di RPH Karangpucung, BKPH Lumbir. Setelah getah sampai di TPG, mandor TPG segera memeriksa kondisi getah pinus (Gambar 7). Getah tersebut ditimbang dan dicatat berat bersihnya, kemudian dituang ke dalam bak penampung atau drum. Selain itu, dilakukan juga penentuan mutu getah dengan cara mencocokkan warna master getah dengan getah dari penyadap. Getah tidak diperkenankan berada di TPG lebih dari tujuh hari karena akan menurunkan mutu getah sehingga getah pinus tersebut harus segera diangkut ke Pabrik Gondorukem dan Terpentin (PGT).
Gambar 7 Penimbangan getah pinus di TPG. Penyadap yang telah menyetorkan getah pinus ke TPG akan mendapatkan upah sesuai dengan mutu getah pinus yang dihasilkan. Adapun mutu getah pinus terbagi menjadi dua jenis, yaitu mutu I dan mutu II (Gambar 8) dengan penjelasan sebagai berikut: a.Mutu I, getah pinus yang mengandung kotoran kurang dari 12,9 % dengan tarif yang diberikan sebesar Rp 2.800,00/kg. b.Mutu II, getah pinus dengan kadar kotoran lebih dari 12,9 % dengan tarif yang diberikan sebesar Rp 2.550,00/kg.
31
Gambar 8 Getah pinus mutu I dan mutu II. Di RPH Karangpucung, getah pinus yang dihasilkan masih termasuk ke dalam kategori getah pinus mutu II. Perbedaan mutu getah pinus ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti frekuensi pengumpulan getah, perlakuan saat melakukan pembaruan quarre, dan faktor lingkungan. Getah yang terlalu lama berada di petak sadapan akan cepat membeku dan berubah warna. Getah pinus yang berkualitas baik berwarna putih bersih. Saat melakukan pembaruan quarre, tempurung kelapa dibiarkan terbuka sehingga tatal kulit kayu pinus masuk ke dalam tempurung kelapa dan mengotori getah pinus. Selain itu, tempurung kelapa yang selalu terbuka menyebabkan daun pinus dan ranting-ranting
masuk ke
dalam tempurung kelapa. Adapun kondisi lingkungan yang mempengaruhi mutu getah adalah cuaca. Saat musim hujan tiba, air akan turut masuk ke dalam tempurung kelapa sehingga getah akan bercampur dengan air hujan.
5.2 Karakteristik Penyadap Getah Pinus Karakterisitik responden dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan, ukuran keluarga, dan luas areal sadapan. Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah penyadap yang melakukan kegiatan penyadapan getah pinus pada lokasi penelitian yang ditentukan dan masih melakukan kegiatan penyadapan secara aktif. 5.2.1 Jenis Kelamin Penyadap Getah Pinus Kegiatan penyadapan getah pinus masih didominasi oleh laki-laki yakni dengan persentase sebesar 93,33% seperti yang disajikan pada Tabel 6. Adapun perempuan yang melakukan kegiatan penyadapan getah pinus dilatarbelakangi oleh keinginan responden untuk membantu suami memenuhi kebutuhan rumah
32
tangganya. Pada umumnya, perempuan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sebagai ibu rumah tangga. Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
Jumlah (orang) 56 4 60
Persentase (%) 93,33 6,67 100,00
5.2.2 Umur Penyadap Getah Pinus Berdasarkan informasi pada Tabel 7, umur responden dengan persentase terbesar yakni 91,67% berada pada kisaran umur produktif. Menurut Muttaqien (2006), penduduk usia produktif berkisar antara 15-65 tahun. Tabel 7 Sebaran responden berdasarkan umur Umur (tahun) 26-35 36-45 46-55 56-65 66-75 76-85 Jumlah
Jumlah (orang) 12 10 18 15 4 1 60
Persentase (%) 20,00 16,67 30,00 25,00 6,67 1,67 100,01
5.2.3 Tingkat Pendidikan Penyadap Getah Pinus Pendidikan penyadap getah pinus masih tergolong rendah yakni mayoritas penyadap berpendidikan sampai jenjang SD (Tabel 8). Hal ini disebabkan pendidikan belum menjadi prioritas utama penyadap. Selain itu, semakin tinggi tingkat pendidikan maka biaya yang harus dikeluarkan juga relatif lebih besar sehingga keluarga penyadap lebih mengutamakan ketercukupan akan kebutuhan hidup sehari-hari daripada pendidikan. Menurut Mursidin (2009), pendidikan khususnya pendidikan formal merupakan modal yang sangat berharga untuk mendapatkan kehidupan ekonomi yang layak, pendidikan juga sangat berpengaruh terhadap pola kehidupan pada setiap individu, baik cara berpikir dan bersikap.
33
Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat pendidikan Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SMP Jumlah
Jumlah (orang) 2 52 7 60
Persentase (%) 3,33 86,67 11,67 100,00
5.2.4 Ukuran Keluarga Penyadap Getah Pinus Ukuran keluarga menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) (1994) dibagi menjadi tiga kategori, yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥ 8 orang). Ukuran keluarga yang dimaksud oleh BKKBN tersebut adalah ukuran keluarga inti yang terdiri atas suami, istri, dan anak-anak. Tabel 9 menunjukkan bahwa ukuran keluarga penyadap sebagian besar tergolong keluarga kecil yakni dengan persentase sebesar 86,67%. Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan ukuran keluarga inti Ukuran keluarga Kecil Sedang Besar Jumlah
Jumlah (orang) 52 7 1 60
Persentase (%) 86,67 11,67 1,67 100,00
5.2.5 Macam Pekerjaan Utama dan Pekerjaan Sampingan Responden Penyadapan getah pinus bukan semata-mata pencaharian utama responden. Sebagian besar penyadap memiliki pekerjaan yang dianggap utama dan pekerjaan yang dianggap sampingan. Adanya pekerjaan selain menyadap inilah yang terkadang menyebabkan penyadap tidak mengumpulkan getah tepat waktu karena harus melakukan pekerjaan lain. Tabel 10 Sebaran Responden berdasarkan jenis pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan Pekerjaan utama Penyadap Petani Petani Penyadap Penyadap Ibu rumah tangga Penyadap Jumlah
Pekerjaan sampingan Petani Penyadap Penyadap dan buruh ternak Pedagang Buruh tani Penyadap Petani dan buruh tani
Jumlah (orang) 28 21 1 2 4 2 2 60
Persentase (%) 46,67 35,00 1,67 3,33 6,67 3,33 3,33 100,00
34
Responden yang menganggap penyadapan getah pinus sebagai pekerjaan utama adalah sebesar 60%, sedangkan responden yang menganggap penyadapan getah pinus sebagai pekerjaan sampingan adalah sebesar 40% (Tabel 10). Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan sadapan masih sangat dibutuhkan untuk memberikan tambahan bagi pendapatan rumah tangganya. Sebagian besar penduduk di lokasi penelitian memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Penduduk yang tidak memiliki lahan garapan akan bekerja di bidang lain seperti menjadi pedagang atau buruh. Adapula responden yang memiliki lahan garapan namun mengerjakan lahan orang lain untuk menambah penghasilan rumah tangganya.
5.2.6 Luas Areal Penyadapan Getah Pinus Setiap penyadap memperoleh luas areal sadapan bergantung kemampuan penyadap. Semakin banyak jumlah pohon dalam areal sadapan maka kemungkinan getah yang diperoleh pun semakin banyak karena setiap pohon dilakukan pembuatan quarre. Namun, produksi getah pinus pun tidak sematamata ditentukan oleh jumlah pohon tetapi juga ada faktor lain yang juga mempengaruhinya seperti yang dijelaskan oleh Kasmudjo (2011) yakni faktor eksternal pohon, internal pohon, dan perlakuan manusia. Tabel 11 Sebaran responden berdasarkan luas areal penyadapan getah pinus Luas Areal Penyadapan (ha) <0,5 0,5-0.99 1-1,49 1,5-1,99 2-2,49 Jumlah
Jumlah (orang) 25 18 5 10 2 60
Persentase (%) 41,67 30,00 8,33 16,67 3,33 100,00
Sebagian besar penyadap getah pinus memiliki luas areal penyadapan kurang dari 0,5 hektar yakni dengan persentase sebesar 41,67% (Tabel 11). 5.3 Pendapatan Rumah Tangga Penyadap Getah Pinus Pendapatan rumah tangga penyadap getah pinus dihitung dalam jangka waktu setahun terakhir yang bersumber dari penyadapan getah pinus dan non penyadapan getah pinus. Pendapatan dari hasil menyadap getah pinus diperoleh berdasarkan berat getah pinus yang diperoleh dalam satuan kilogram per jangka
35
waktu tertentu dikalikan dengan tarif upah getah pinus per kilogram. Tarif upah ini juga dilihat dari standar mutu getah pinus yang telah ditentukan oleh Perum Perhutani. Tarif getah pinus mutu I adalah sebesar Rp 2.800,00/kg, sedangkan tarif getah pinus mutu II adalah sebesar 2.550,00/kg. Adapun pendapatan dari non penyadapan getah pinus meliputi hasil sawah dan kebun, hasil ternak, kiriman, pekerjaan anggota rumah tangga selain responden, dan lain-lain. Tabel 12 Sumber pendapatan rumah tangga responden yang berasal dari kegiatan sadapan dan non sadapan Penyadapan getah pinus
Jumlah (Rp/60responden/tahun) 317.648.400
Rata-rata (Rp/responden/tahun) 5.294.140,00
Non penyadapan getah pinus: Sawah dan kebun Ternak Lain-lain Total
121.955.000 69.715.000 85.800.000 595.118.400
2.032.583,33 1.161.916,67 1.430.000,00 9.918.640,00
Sumber pendapatan
Tabel 12 menyajikan informasi bahwa pendapatan dari hasil sadapan getah pinus lebih besar daripada dari hasil non sadapan getah pinus. Pendapatan ratarata yang berasal dari sadapan getah pinus adalah sebesar Rp 5.294.140 per tahun dengan rata-rata jumlah getah pinus yang diperoleh adalah 2.076 kg per tahun. Mutu getah pinus yang dihasilkan oleh penyadap masih tergolong mutu II dengan upah Rp 2.550,00/kg. Adapun pendapatan dari non sadapan getah pinus terbagi menjadi pendapatan dari hasil sawah, kebun, dan lain-lain. Adapun pendapatan rata-rata dari non sadapan getah pinus adalah sebesar Rp 4.624.500 per tahun. Hasil sawah berupa penjualan padi, sedangkan hasil kebun berupa tanaman pertanian dan tanaman berkayu yang ditanam secara agroforestry. Beberapa responden tidak menjual padi dari hasil panen, tetapi hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Tanaman pertanian yang ditanam beragam seperti jenis kapulaga, jeruk, kacang tanah, singkong, jagung, dan talas. Tanaman berkayu terdiri atas jenis jati dan sengon. Selain itu, beberapa responden juga memiliki ternak seperti ayam dan kambing. Ternak tersebut akan dijual pada saat memerlukan biaya mendesak atau menjelang hari raya. Namun, ternak juga tidak semuanya dijual, melainkan juga dikonsumsi sendiri. Pendapatan lain-lain
36
bersumber dari upah menjadi buruh, hasil dari berdagang, pendapatan dari anggota rumah tangga responden, dan kiriman. 5.4 Pengeluaran Rumah Tangga Penyadap Getah Pinus Pengeluaran responden terdiri atas biaya untuk pangan dan non pangan. Biaya pangan meliputi pembelian beras, sayur-sayuran, lauk-pauk, dan buahbuahan. Sedangkan biaya non pangan meliputi biaya pendidikan, kesehatan, sarana rumah tangga, dan lain-lain. Tabel 13 Jenis pengeluaran rumah tangga responden Jenis pengeluaran Pangan Pendidikan Kesehatan Sarana rumah tangga Lain-lain Total
Jumlah (Rp/60 responden/tahun) 332.365.000 50.690.000 4.570.000 25.926.000 95.890.000 509.441.000
Rata-rata (Rp/responden/tahun) 5.539.416,67 844.833,33 76.166,67 432.100,00 1.598.166,67 8.490.683,34
Tabel 13 memperlihatkan bahwa pengeluaran untuk pangan lebih besar daripada pengeluaran lainnya. Rata-rata pengeluaran rumah tangga responden adalah sebesar Rp 8.490.683,34 per tahun. Biaya yang dikeluarkan untuk pangan tidak semuanya diperoleh dengan cara membeli. Beberapa responden memenuhi kebutuhan akan beras yang berasal dari lahan mereka sendiri sehingga mereka hanya membeli kebutuhan seperti sayur-sayuran, lauk-pauk, dan buah-buahan. Tidak hanya itu, beberapa responden pun ada yang mengkombinasikan antara beras dengan singkong sebagai makanan utamanya. Rata-rata pengeluaran untuk pangan tiap rumah tangga responden yaitu sebesar Rp 5.539.416,7 per tahun. Biaya non pangan seperti pendidikan, kesehatan, sarana rumah tangga dan lain-lain masing-masing memiliki jumlah yang lebih kecil dibandingkan biaya pangan. Dalam hal pendidikan misalnya, sebagian responden sudah tidak mengeluarkan biaya pendidikan lagi karena anak atau anggota keluarganya sudah dewasa dan banyak yang sudah bekerja. Biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk pendidikan sebesar Rp 844.833,33 per tahun. Biaya sarana rumah tangga ini biasanya untuk pembayaran listrik dan pembelian bahan bakar yang besarnya Rp
37
432.100,00/responden/tahun. Biaya lain-lain yang termasuk ke dalam anggaran pengeluaran yaitu biaya insidental, sandang, hajatan, dan biaya pembelian pupuk. Adapun yang dimaksud dengan biaya insidental adalah biaya yang dikeluarkan sewaktu-waktu dan besarnya tidak terduga. Sebagian responden mengkategorikan biaya untuk pengobatan ketika sakit dan kecelakaan sebagai biaya insidental. Pada umumnya, responden mengeluarkan biaya untuk sandang hanya pada waktuwaktu tertentu, misalnya saat hari raya. Untuk biaya hajatan, responden harus menyisihkan pendapatanya setiap bulan kurang lebih sebesar Rp 50.000,00 – Rp 100.000,00 karena hajatan bersifat tidak menentu. Selain uang, ada juga tambahan lain untuk menghadiri hajatan misalnya saja beras dan sembako. Besar pengeluaran rata-rata rumah tangga untuk biaya lain-lain adalah sebesar Rp 1.598.166,67 per tahun. Pengeluaran rata-rata untuk non pangan tiap rumah tangga responden adalah sebesar Rp 2.951.266,67 per tahun.
5.5 Kontribusi Penyadapan Getah Pinus terhadap Pendapatan Rumah Tangga Penyadap Pendapatan dari sadapan getah pinus memberikan kontribusi yang berbeda-beda terhadap pendapatan rumah tangga responden. Jika pendapatan dari sadapan getah pinus memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan rumah tangga penyadap, maka penyadapan getah pinus merupakan sumber utama dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Selain itu, kontribusi hasil sadapan getah pinus juga dipengaruhi oleh pendapatan di luar sadapan getah pinus. Semakin besar pendapatan di luar sadapan getah pinus, maka kontribusi dari sadapan getah pinus semakin kecil.
38
100
93.32
Persentase Kontribusi (%)
90 73.76
80 70 53.71
60 50 40
67.53
37.88
sadapan getah pinus
30 20 10 0 <0,5
0,5-0,99 1-1,49 1,5-1,99 Luas Areal Sadapan (ha)
2-2,49
Gambar 9 Persentase kontribusi pendapatan dari penyadapan getah pinus terhadap pendapatan rumah tangga responden. Penyadap yang memiliki luas areal sadapan 2-2,49 hektar memberikan kontribusi terbesar yakni sebesar 93,32% terhadap pendapatan rumah tangganya. Selebihnya, penyadap yang memiliki luas areal sadapan kurang dari 0,5 hektar hanya memberikan kontribusi sebesar 37,88% terhadap pendapatan rumah tangganya. Jika dilihat dari Gambar 9, luas areal sadapan cenderung sebanding dengan kontribusi hasil sadapan getah pinus terhadap pendapatan rumah tangga walaupun pada luasan areal 1,5-1,99 hektar kontribusi hasil sadapan getah pinus lebih kecil daripada penyadap yang memiliki luas areal sadapan 1-1,49 hektar. Hal ini disebabkan pendapatan penyadap dari sadapan getah pinus pada areal 1,5-1,99 hektar lebih kecil daripada areal 1-1,49 hektar. Sebagaimana uji korelasi yang menunjukkan bahwa pendapatan dari sadapan getah pinus dan luas areal sadapan memiliki korelasi yang positif dan signifikan terhadap kontribusi hasil penyadapan getah pinus (Tabel 14). Sebaliknya, terdapat korelasi yang negatif antara pendapatan di luar sadapan getah pinus terhadap kontribusi sadapan getah pinus.
39
Tabel 14 Uji korelasi antara kontribusi pendapatan dari sadapan getah pinus dengan pendapatan dari sadapan getah pinus, pendapatan non sadapan getah pinus, dan luas areal sadapan
Kontribusi sadapan getah pinus
Pearson
Pendapatan
Pendapatan dari
dari sadapan
non sadapan
getah pinus
getah pinus
0,649**
-0,848**
0,488**
0,000
0,000
0,000
60
60
60
Luas areal sadapan
correlation Sig.(2-tailed) N
Keterangan: **correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed)
Pendapatan sadapan getah pinus yang rendah diduga dipengaruhi oleh kerapatan pohon. Kerapatan pohon pada areal 1,5-1,99 hektar (312 pohon/hektar) lebih besar dibandingkan kerapatan pohon
pada areal 1-1,49 hektar (255
pohon/hektar) (Perum Perhutani 2012b). Seperti yang dikemukakan oleh Kasmudjo (2011), jarak tanam yang jarang pada umumnya akan menghasilkan getah pinus lebih banyak karena penjarangan bertujuan untuk memberi ruang tumbuh agar pohon dapat tumbuh dengan baik. Selain itu, menurut Budiatmoko (2007), pohon dengan tajuk yang penuh akan berfotosintesis dengan baik sehingga ada kesempatan bagi pohon untuk menambah pertumbuhan riap diameternya. Penambahan riap diameter tersebut juga akan menambah persentase kayu gubal yang menjadi tempat berkumpulnya getah pinus. Penjarangan pohon juga bertujuan untuk memberi kesempatan agar cahaya matahari dapat masuk sehingga dapat meningkatkan suhu di dalam tegakan. Peningkatan suhu menyebabkan getah tidak cepat membeku dan terus mengalir. Selain disebabkan oleh jarak tanam, kontribusi pendapatan dari sadapan getah pinus juga dipengaruhi oleh besarnya pendapatan yang bersumber dari kegiatan selain menyadap getah pinus. Pada areal 1,5-1,99 hektar, pendapatan di luar sadapan lebih besar daripada penyadap yang memiliki areal sadapan 1-1,49 hektar sehingga kontribusi pendapatan getah pinus pada areal 1,5-1,99 hektar menjadi lebih kecil.
40
5.6 Variabel-variabel yang Mempengaruhi Pendapatan dari Menyadap Getah Pinus Uji regresi linier berganda bertujuan untuk mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi besarnya pendapatan yang diperoleh dari hasil penyadapan getah pinus. Menurut Riduwan et al. (2011), uji regresi linier berganda adalah suatu alat analisis untuk meramalkan pengaruh dua variabel bebas atau lebih terhadap variabel terikat. Persamaan regresi linear berganda yang diperoleh dari pendapatan hasil sadapan getah pinus sebagai variabel terikat (Y) dan variabel bebas (X), yaitu: Y = - 3927000 – 56376,789 X1 + 258203,150 X2 + 48034,362 X3 Variabel Y menunjukkan pendapatan getah pinus, X1 adalah pengalaman bekerja sebagai penyadap, X2 adalah frekuensi pengumpulan getah pinus, dan X3 adalah berat getah pinus. Dari hasil uji-f (Tabel 15), diperoleh nilai-P (0,000) < α (0,05), maka tolak H0 yang berarti minimal ada satu variabel X yang berpengaruh nyata terhadap Y atau dapat dikatakan bahwa model signifikan. Model tersebut memiliki nilai koefisien determinasi adjusted (R2(adj)) sebesar 91,1%. Hal ini menunjukkan pengalaman kerja, frekuensi pengumpulan getah pinus, dan berat getah pinus dapat menjelaskan keragaman pendapatan dari hasil sadapan getah pinus sebesar 91,1%, sedangkan sisanya yakni sebesar 8,9% dapat dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Tabel
15 Analisis ragam hubungan antara pendapatan getah pinus dengan pengalaman kerja, frekuensi pengumpulan getah pinus, dan berat getah pinus
Sumber keragaman Regresi Galat Total
Derajat bebas 3 56 59
Jumlah kuadrat
Kuadrat tengah
F hitung
P
719.500.000.000.000 66.730.000.000.000 786.200.000.000.000
239.800.000.000.000 1.192.000.000.000
201,242
0,000
Untuk melihat pengaruh tiap variabel penduga terhadap besarnya pendapatan getah pinus dilakukan uji-t. Hasil dari uji-t (Tabel 16) menunjukkan bahwa pengalaman kerja, frekuensi pengumpulan getah pinus, dan berat getah pinus berpengaruh signifikan terhadap pendapatan getah pinus (P<0,05).
41
Tabel 16 Uji pengaruh masing-masing variabel terhadap besarnya pendapatan getah pinus Koefisien terstandardisasi -0,117 0,495 0,876
Variabel Pengalaman kerja Frekuensi pengumpulan getah pinus Berat getah pinus
t hitung
P
-2,996 12,574 22,328
0,004 0,000 0,000
Untuk melihat besar kecilnya pengaruh masing-masing variabel tehadap pendapatan getah pinus ditunjukkan dari nilai koefisien terstandardisasi (Tabel 16). Pengaruh setiap variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah berat getah pinus, frekuensi pengumpulan getah pinus, dan pengalaman kerja. Tabel 17 Uji korelasi masing-masing variabel terhadap besarnya pendapatan getah pinus Pengalaman kerja Pendapatan getah pinus
Frekuensi pengumpulan getah pinus 0,395**
Pearson -0,023 correlation Sig.(2 tailed) 0,001 0,062 N 60 60 Keterangan: **Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed)
Berat getah pinus 0,819** 0,010 60
Berdasarkan uji korelasi yang disajikan pada Tabel 17, pengalaman bekerja sebagai penyadap memiliki korelasi yang negatif (-0,023) terhadap pendapatan dari menyadap getah pinus. Hal ini diduga karena penyadap yang baru bekerja sebagai penyadap cenderung masih menaati peraturan atau tata cara menyadap getah pinus yang diberlakukan oleh Perum Perhutani. Sebaliknya, penyadap yang sudah lama bekerja sebagai penyadap kurang memperhatikan tata cara menyadap getah pinus dengan baik seperti dalam hal pembuatan koakan (quarre). Jumlah koakan maksimal yang diperkenankan hanya empat buah koakan. Namun, di lapangan banyak dijumpai jumlah koakan lebih dari empat seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 10.
42
a
b
Gambar 10 a) Pohon yang roboh akibat koakan yang terlalu dalam, dan b) Jumlah koakan yang melebihi koakan maksimal. Saat ini, lebar koakan yang dianjurkan oleh Perum Perhutani adalah 6 cm. Akan tetapi, penyadap yang sudah lama dan terbiasa menggunakan kadukul yang berukuran 8 cm enggan untuk mengganti ukuran kadukul tersebut. Perubahan ukuran kadukul ini untuk mengantisipasi kerusakan terhadap pohon. Perlakuan yang kurang baik terhadap pohon seperti koakan yang terlalu dalam dan lebar akan menimbulkan kerusakan terhadap pohon sehingga tidak hanya dapat menurunkan produktivitas getah pinus, tetapi juga dapat menyebabkan pohon rebah ketika ada angin (Gambar 10). Penurunan produktivitas ini akan berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh dari sadapan getah pinus. Sosialisasi tentang tata cara menyadap getah pinus ini hanya diberikan di awal ketika mulai terdaftar sebagai penyadap. Selain itu, pihak Perum Perhutani tidak memberikan sanksi yang tegas bagi para penyadap yang melanggar aturan karena dikhawatirkan akan menurunkan motivasi penyadap dalam kegiatan menyadap getah pinus. Selain itu, sebagian besar penyadap sulit untuk menerima hal-hal atau inovasi baru sehingga Perum Perhutani agak kesulitan dalam hal memberlakukan dan menegakkan peraturan baru dalam hal penyadapan getah pinus. Frekuensi pengumpulan getah pinus (0,395) dan berat getah pinus (0,819) mempunyai korelasi yang positif terhadap pendapatan getah pinus. Hal tersebut menandakan bahwa kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang searah dengan pendapatan getah pinus. Apabila frekuensi pengumpulan getah pinus naik satu kali per tahun maka akan meningkatkan pendapatan getah pinus Rp 258.203,150 per tahun dengan asumsi ceteris paribus. Berat getah merupakan variabel yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap pendapatan dari sadapan getah pinus. Apabila berat getah naik 1 kilogram maka akan
43
meningkatkan pendapatan getah pinus Rp 48.034,362 per tahun dengan asumsi ceteris paribus. Dengan diketahuinya variabel-variabel yang berpengaruh terhadap pendapatan hasil sadapan getah pinus, diharapkan penyadap dapat meningkatkan pendapatannya dari sadapan getah pinus sehingga kontribusi sadapan getah pinus terhadap pendapatan rumah tangga pun meningkat. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan cara memperbarui koakan secara rutin dan sesuai aturan dan mengumpulkan getah tepat waktu agar produktivitas dan mutu getah pinus dapat meningkat.
5.7 Tingkat Kesejahteraan Penyadap Getah Pinus Kesejahteraan penyadap getah pinus diukur dengan menggunakan pendekatan garis kemiskinan menurut Sajogyo dan Bank Dunia. Sajogyo menggunakan indikator pengeluaran per kapita per tahun yang setara dengan konsumsi beras, sedangkan garis kemiskinan Bank Dunia adalah pendapatan per kapita sebesar US$1 per hari. Ukuran kemiskinan menurut Bank Dunia bertujuan untuk menilai tingkat kemiskinan secara global. tidak miskin (sejahtera) 16,67%
miskin
13,33% 56,67% 13,33%
miskin sekali paling miskin
Gambar 11 Persentase tingkat kesejahteraan penyadap getah pinus menurut kriteria kemiskinan Sajogyo. Gambar 11 menyajikan informasi bahwa responden yang termasuk kategori tidak miskin memiliki rata-rata pengeluaran per kapita adalah Rp 3.598.316,18 per tahun dengan persentase sebesar 56,67%. Responden dengan persentase sebesar 43,33% masih di bawah garis kemiskinan. Responden yang masuk ke dalam kategori miskin memiliki rata-rata pengeluaran per kapita Rp 2.286.060,85 per tahun dengan persentase sebesar 13,33%. Sedangkan responden yang tergolong miskin sekali dan paling miskin memiliki rata-rata pengeluaran
44
masing-masing sejumlah Rp 1.757.702,38/orang/tahun dengan persentase sebesar 13,33% dan Rp 1.228.749,99/orang/tahun dengan persentase sebesar 16,67%. Berdasarkan kriteria kemiskinan menurut Bank Dunia yang disajikan pada Gambar 12, diketahui bahwa sebanyak 37 responden atau sebesar 61,67% masih berada di bawah garis kemiskinan dengan rata-rata pendapatan per kapita Rp 2.140.254 per tahun. Sebanyak 38,33% berada di atas garis kemiskinan dengan rata-rata pendapatan per kapita Rp 5.062.609 per tahun. 38,33% 61,67%
miskin tidak miskin (sejahtera)
Gambar 12 Persentase tingkat kesejahteraan penyadap getah pinus menurut kriteria Bank Dunia. Dilihat dari dua pendekatan tersebut, diperoleh informasi bahwa penyadap getah pinus masih banyak yang belum sejahtera. Oleh karena itu, perlu upaya peningkatan kesejahteraan penyadap getah pinus dengan salah satunya melalui peningkatan pendapatan dari hasil sadapan getah pinus.
45
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kegiatan penyadapan getah pinus yang dilakukan oleh penyadap meliputi pembaruan quarre, peludangan atau pengumpulan getah pinus, dan pengangkutan getah pinus ke TPG. Getah pinus di KPH Banyumas Barat berasal dari enam BKPH yang merupakan kelas perusahaan pinus dengan target produksi getah pinus pada tahun 2012 sebesar 14.809.864 kilogram. 2. Karakteristik penyadap getah pinus di RPH Karangpucung didominasi oleh laki-laki dengan sebaran umur paling banyak pada kisaran 46-55 tahun, mayoritas berpendidikan SD,
memiliki ukuran keluarga kecil, memiliki
pekerjaan lain selain menyadap getah pinus dan sebagian besar melakukan kegiatan penyadapan getah pinus pada areal dengan luas <0,5 hektar. 3. Kontribusi pendapatan dari sadapan getah pinus terhadap pendapatan rumah tangga cenderung berbanding lurus dengan luas areal sadapan. Pada luas areal sadapan <0,5 ha kontribusi pendapatan dari sadapan getah pinus sebesar 37,88%; 0,5-0,99 ha sebesar 53,71%; 1-1,49 ha sebesar 73,76%; 1,5-1,99 ha sebesar 67,53%, dan 2-2,49 ha sebesar 93,32%. Pada luas areal sadapan 1,51,99 ha, kontribusi pendapatan dari sadapan getah pinus lebih rendah dibandingkan pada luas areal 1-1,49 ha karena kerapatan pohon dan pendapatan di luar sadapan getah pinus pada areal 1,5-1,99 ha lebih besar daripada penyadap yang memiliki areal 1-1,49 ha. 4. Variabel-variabel yang mempengaruhi besarnya pendapatan yang diperoleh dari sadapan getah pinus adalah pengalaman kerja, frekuensi pengumpulan getah pinus, dan berat getah pinus. 5. Menurut kriteria kemiskinan Sajogyo, sebesar 43,33% penyadap getah pinus masih berada di bawah garis kemiskinan, sedangkan menurut kriteria kemiskinan Bank Dunia, sebesar 61,67% penyadap getah pinus berada di bawah garis kemiskinan.
46
6.2 Saran Saran dari hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1. Untuk meningkatkan pendapatan dari sadapan getah pinus, penyadap perlu meningkatkan produktivitas dan mutu getah pinus dengan cara melakukan pembaruan quarre dan pengumpulan getah tepat waktu dan sesuai aturan. 2. Perlu diadakan sosialisasi kepada penyadap secara rutin terkait dengan pelaksanaan penyadapan getah pinus. 3. Perlu upaya pengawasan yang intensif dari pihak Perum Perhutani agar penyadapan getah pinus dapat dilakukan sesuai aturan yang telah ditetapkan.
47
DAFTAR PUSTAKA
[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1994. Opini Pembangunan Keluarga Sejahtera. Jakarta: BKKBN. [BPS] Badan Pusat Statistik. 1995. Hasil Pencacahan Lengkap Sensus Penduduk Indonesia Menurut Provinsi dan Kabupaten atau Kotamadya. Badan Pusat Statistik Seri No.I. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan 2008. Jakarta: BPS. Budiatmoko, SD. 2007. Stimulansia. Duta Rimba: Edisi 19 hal 30. [CIFOR] Center for International Forestry Research. 2007. Menuju Kesejahteraan dalam Masyarakat Sekitar Hutan: Buku Panduan untuk Pemerintah Daerah. Bogor: CIFOR. Dharmawan, AH., Siregar, IZ., Muntasib, EKSH., Jusuf., Hadi S., Purwanto, YJ., Santoso, K., Lubis, DP., Kinseng, RA., Heryatno, Y., Setyono, DJ., Yulianto, G., Kolopaking, LM., Nuryartono, N., 2010. Agenda Riset Strategis Bidang Penanggulangan Kemiskinan 2010-2014. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Handayani, W., Indrajaya, Y. 2008. Potensi hutan Pinus merkusii Jungh.Et de Vriese sebagai pengendali tanah longsor di Jawa. Buletin Info Hutan Vol. No.3 Tahun 2008. Bogor: Balai Penelitian dan Pengembangan Hutan, Departemen Kehutanan. Hidayat, F.A. 1999. Studi Faktor-Faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan dan tingkat kesejahteraan penyadap getah Pinus merkusii Jungh et de Vriese di BKPH Manglayang Barat Perum Perhutani Unit III Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Hidayat, J., Hansen, C.P. 2001. Informasi Singkat Benih Pinus merkusii Jungh. et de Vriese. Bandung: Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. Iriyanto, D. 2007. Analisis produktivitas dan pendapatan penyadap getah Pinus merkusii Jungh et de Vriese di BKPH Bandar, KPH Pekalongan Timur, Perum Perhutai Unit I Jawa Tengah [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
48
Kasmudjo. 2011. Hasil Hutan Non Kayu Suatu Pengantar. Yogyakarta: Cakrawala Media. Matangaran, JR. 2006. Catatan untuk Penyadap Getah Pinus. Duta Rimba: Edisi 7 hal 22-23. Mursidin. 2009. Peran Gender dalam Kehidupan Keluarga Hubungannya dengan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat. Di dalam: Nasution Zahri dan Hikmah, penyunting. Dinamika peran gender dan diseminasi inovasi. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Muttaqien, A. 2006. Paradigma Baru Pemberantasan Kemiskinan: Rekonstruksi Arah Pembangunan Menuju Masyarakat yang Berkeadilan, Terbebaskan, dan Demokratis. Di Dalam: Rahardjo Dawam, penyunting. Menuju Indonesia Sejahtera: Upaya Konkret Pengentasan Kemiskinan. Jakarta: Khanata, Pustaka LP3ES Indonesia. hlm. 3-43. Peraturan Pemerintah RI Nomor 72 tentang Perum Perhutani. [Perum Perhutani] Perusahaan Umum Kehutanan Negara. 2012a. Redesign Menuju KPH Mandiri 2012-2021. KPH Banyumas Barat, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Tidak dipublikasikan. [Perum Perhutani] Perusahaan Umum Kehutanan Negara. 2012b. Target Produksi Getah Pinus Tahun 2012. KPH Banyumas Barat, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Tidak Dipublikasikan. [Perum Perhutani] Perusahaan Umum Kehutanan Negara. 2012c. Marubeni beli gum rosin Perhutani. http://perumperhutani.com [18 Mei 2012]. Prabandari, F. 1997. Kontribusi kegiatan wisata alam Taman Nasional Bromo Tengger Semeru terhadap pendapatan masyarakat desa sekitarnya [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Priyono, NS., Siswamartana, S., (editor). 2002. Hutan Pinus dan Hasil Air. Cepu: Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan Perhutani. Rahardja, P., Manurung, M. 1999. Teori Ekonomi Mikro: Suatu Pengantar. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Rahim, A., Hastuti, DRD. 2007. Ekonomika Pertanian. Jakarta: Penebar Swadaya. Ravianto,J. 1985. Produktivitas dan Manusia Indonesia. Jakarta: Lembaga Sarana Informasi Usaha dan Produktivitas.
49
Riduwan., Rusyana A., Enas. 2011. Cara Mudah Belajar SPSS Versi 17.0 dan Aplikasi Statistik Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sianturi, V. 2006. Perencekan Sebagai Salah Satu Gangguan Hutan. Duta Rimba: Edisi 7 hal 35. Soenardi.1983. Pemasaran Kayu Pinus dan Hasil Hutan Ikutannya. Di dalam: Meningkatkan Pemanfaatan Hutan Pinus. Prosiding Simposium Pengusahaan Hutan Pinus; Jakarta, 27-28 Juli 1983. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Perum Perhutani. hlm 347348. Sudjana, N. 1988. Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah Makalah-Skripsi-TesisDisertasi. Bandung: Sinar Baru. Sugiyono, Y., Sutjipto, H., Nyuwito. 2001. Peningkatan Produksi Getah Pinus (Pinus merkusii) dengan Stimulansia Asam Perklorat di KPH Pekalongan Timur. Duta Rimba: Edisi 25 hal 23-28. Sulistiana, U. 2008. Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Petani (Studi Kemiskinan di Desa Sumberagung, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ilmu Sosial Alternatif 9 (1): 61-76. Sumadiwangsa, ES. 2000. Pemanfaatan Resin untuk Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Sekitar Hutan. Di dalam: Peningkatan Efisien Pemanfaatan Kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu. Prosiding Lokakarya Penelitian Hasil Hutan: Bogor, 7 Desember 2000. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan. Sumadiwangsa, ES., Gusmailina. 2006. Teknologi Budidaya, Pemanfaatan dan Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan. Sumarwan, U. 2011. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Bogor: Ghalia Indonesia Suparlan, P. 1986. Kemiskinan. Di dalam: Widjaja, A.W., penyunting. Manusia Indonesia, Individu, Keluarga dan Masyarakat (Topik-topik Kumpulan Bahan Bacaan Mata Kuliah Ilmu Sosial Dasar). Jakarta: Akademika Pressindo.
50
LAMPIRAN
51
Lampiran 1 Identitas responden Kode
Nama
Jenis kelamin
Umur (tahun)
Pendidikan
1 2
Karmidi Tohid
L L
70 60
SD SD
3 4 5 6
Warno Suhadi Damiharjo Rastamirja
L L L L
52 57 57 60
7 8 9 10
Sunarjo Kuswanto Hapsin Sudiono
L L L L
11 12 13 14
Sudarno Martoyo Mulud Minarja
15 16 17 18 19 20 21
Pekerjaan utama
Pekerjaan sampingan
Desa
Lokasi sadapan
Keluarga inti (orang) 2 3 4 3 5 5 4 3 4 3 8 5 3 4 2 3 3 2 5 4 3
Petani Petani
Penyadap Penyadap
Ciampel Tayem Timur
68c 69a
SMP SD SD SD
Petani Penyadap Penyadap Penyadap
Penyadap Petani Petani Petani
Tayem Timur Jampel Jampel Jampel
68a, 68b 68c 68b 68c
50 50 57 50
SD SD SMP SD
Penyadap Petani Penyadap Penyadap
Petani Penyadap Petani Petani
Jampel Tayem Timur Tayem Timur Cijoho
68c 69a 68b (2) 70a,69a,63a
L L L L
60 40 30 66
SD SD SD SD
Petani Penyadap Penyadap Petani
Penyadap Petani Petani Penyadap
Tayem Timur Tayem Timur Tayem Timur Tayem Timur
68b 68b 69a 68b
Nawirja Radianto Taryo Martaja
L L L L
54 34 36 65
SD SD SD SD
Petani Petani Petani Penyadap
Penyadap Penyadap,Buruh ternak Penyadap Petani
Tayem Timur Tayem Timur Tayem Timur Tayem Timur
68b 68b 69a 69a
Sumarjo Sakroli Tasrudi
L L L
65 46 42
SD SD SD
Penyadap Penyadap Penyadap
Petani Buruh Tani Petani
Tayem Timur Tayem Timur Tayem Timur
69a 68b 68c,69a
52
Lanjutan Lampiran 1 Kode
Nama
22
Saepudin
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Tasmiarjo Supadi Nurjen Kartamija Nuralim Tanrahmat Kusmarno Naryanto Daryo Regi Abdul Watinem Mudiarto Waryanto Pudiono Suliadi Martoha Rasmiarto Sardiato Suyono
Jenis kelamin L
Umur (tahun)
Pendidikan
35
SD
L L L L L L L L L L L P L L L L L L L L
50 70 46 60 50 84 43 50 33 30 34 40 50 44 45 74 47 59 52 52
SD SD SMP SD SD SD SD SD SMP SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD
Pekerjaan Utama
Pekerjaan Sampingan
Desa
Penyadap
Petani
Tayem Timur
Lokasi Sadapan 68a
Petani Petani Petani Petani Petani Petani Penyadap Penyadap Penyadap Penyadap Penyadap Ibu rumah tangga Penyadap Penyadap Penyadap Penyadap Penyadap Penyadap Penyadap Petani
Penyadap Penyadap Penyadap Penyadap Penyadap Penyadap Petani Petani Pedagang Petani Buruh Tani Penyadap Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Penyadap
Tayem Timur Ciampel Tayem Timur Ciampel Tayem Timur Dermaji Tayem Timur Dermaji Dermaji Dermaji Dermaji Karanggedang Dermaji Dermaji Dermaji Dermaji Dermaji Dermaji Dermaji Sengkala
68b 68b 68c 69a 68b 69a 69a 65b 64a 65b 63d 64a 65b 65b 65b 64a 63d 65b 64a 67a
Keluarga inti (orang) 4 4 3 3 4 3 1 4 3 4 3 3 4 3 3 3 2 3 4 2 4
53
Lanjutan Lampiran 1 Kode
Nama
43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Riswadi Haryono Hartono Sudianto Sudirno Riswadi Kamiarjo Rohadi Sanduri Mulyareja Saiman Daryo Hartoyo Sarkiyo Nawirja Kamisem Suandi Jumiati
Jenis kelamin L L L L L L L L L L L L L P L P L P
Umur (tahun)
Pendidikan
59 28 56 35 35 59 37 63 54 60 40 30 46 50 56 45 28 34
SD SMP SD SD SD SD SD SD tidak tamat SD tidak tamat SD SMP SMP SD SD SD SD SD SD
Pekerjaan utama Penyadap Penyadap Penyadap Penyadap Penyadap Petani Petani Petani Petani Penyadap Penyadap Penyadap Petani Ibu rumah tangga Petani Penyadap Penyadap Penyadap
Pekerjaan sampingan Petani Petani Petani Buruh Tani Buruh Tani Penyadap Penyadap Penyadap Penyadap Petani Petani Petani Penyadap Penyadap Penyadap Pedagang Petani, Buruh Tani Petani
Desa Dermaji Dermaji Dermaji Dermaji Dermaji Dermaji Tayem Tayem Tayem barat Tayem barat Bengbulang Pekuncen Cijoho Bongas Cipicung Cijoho Pangkalan Pekuncen
Petak 67e 67e 67g 67g 67f 67e 73b 73b 73a 73b 74b 75b 73b 70a 70a 75b 70a 72a,73a,74a
Keluarga inti (orang) 4 4 3 4 3 4 5 4 4 6 3 4 4 2 4 4 4 5
54
Lampiran 2 Kegiatan penyadapan getah pinus
Kode
Curahan waktu menyadap (jam)
Jenis stimulan
Jumlah pohon
Luas areal (ha)
Frekuensi pembaruan koakan (hari)
Frekuensi pengumpulan getah (hari)
Berat getah (kg/pengumpulan)
1 2 3 4 5
6 5 5 7 6
CAS CAS CAS CAS CAS
400 100 300 150 200
0,25 0,25 0,80 0,15 0,20
5 5 5 4 4
15 15 15 15 15
60 56 240 70 70
6 7
6 7
CAS CAS
500 400
0,15 0,20
4 4
20 20
70 70
8 9 10 11
5 6 9 8
CAS CAS CAS CAS
300 200 800 400
0,25 0,70 1,75 0,25
4 5 6 5
15 20 30 30
12 13 14 15 16 17 18 19 20
5 5 7 8 7 5 6 8
CAS CAS CAS CAS CAS CAS CAS CAS
300 500 300 300 200 200 160 250
0,30 0,25 0,25 0,35 0,55 0,35 0,30 0,20
5 5 5 5 5 5 5 5
6
CAS
175
0,25
5
Jarak ke petak sadapan (km)
Jarak pikul ke TPG (km)
Pengalaman menyadap (tahun)
0,5 2 2 0,5 1
0,5 2 2 1 1
16 30 14 17 17
1 1
1 1
17 17
100 120 280 120
2 1 1,5 1
2 1 1 2
25 8 26 19
15 15 30 30 30 30 30 20
60 120 60 60 120 60 60 180
5 1,5 4 2 1 1 2 2,5
6 2 6 1 1 0,5 2 1,5
19 19 19 19 15 12 9 16
30
60
2
1,5
16
55
Lanjutan Lampiran 2
0,50 0,25
Frekuensi pembaruan koakan (hari) 5 5
Frekuensi pengumpulan getah (hari) 20 20
180 60
1,5 1
1,5 1
Pengalaman menyadap (tahun) 2 2
400 200 90 300
0,35 0,40 0,45 0,30
4 4 5 4
15 15 30 30
60 60 50 65
3 4 0,3 1
6 6 0,2 0,2
17 17 10 20
CAS CAS CAS CAS
200 150 200 300
0,25 0,30 0,30 1,75
4 5 5 5
15 15 15 20
60 70 62 120
3 1 0,5 1
7 0,5 0,5 1,5
19 26 25 20
4.5 6 2 5
CAS CAS CAS -
200 200 50 130
0,50 1,65 1,50 1,50
5 5 5 3
15 15 15 15
60 60 58 72
1 1 2 0,5
1 0,5 1 2
25 24 15 25
35 36 37 38
6.5 6.5 6 5
CAS CAS CAS CAS
500 600 600 300
2,00 1,50 2,00 0,25
5 5 5 5
20 20 20 30
300 240 300 60
1 1 2 1
0,7 0,7 2 1
28 28 28 17
39 40 41
3 6
CAS CAS
100 300
0,50 1,50
5 5
30 15
70 60
1 3
7 1,5
CAS
90
0,80
4
30
60
1
1,5
20 28 25
4.5
Kode
Curahan waktu menyadap (jam)
Jenis stimulan
Jumlah pohon
Luas areal (ha)
21 22
6 6
CAS CAS
500 250
23 24 25 26
5 5 3 7
CAS CAS CAS CAS
27 28 29 30
5 7 5 7
31 32 33 34
Berat getah (kg/pengumpulan)
Jarak ke petak sadapan (km)
Jarak pikul ke TPG (km)
56
Lanjutan Lampiran 2
Kode 42 43
Curahan waktu menyadap (jam) 5 6
0,50 0,80
Frekuensi pembaruan koakan (hari) 5 5
Frekuensi pengumpulan getah (hari) 30 15
Jenis stimulan
Jumlah pohon
Luas areal (ha)
CAS CAS
200 350
120 60
2 0,5
2 0,5
Pengalaman menyadap (tahun) 25 30
Berat getah (kg/pengumpulan)
Jarak ke petak sadapan (km)
Jarak pikul ke TPG (km)
44 45 46 47
6 6 4,5 6
CAS CAS CAS CAS
200 500 300 300
0,80 1,10 1,30 1,70
6 6 5 5
25 15 20 17
120 180 120 60
5 3 3 3
1 1 3 0,5
5 29 13 10
48 49 50 51
6 8 7 7
CAS CAS CAS CAS
350 500 50 300
0,50 0,50 0,50 0,80
5 5 5 5
15 15 15 7
60 70 64 60
5 2 7 5
0,5 6 7 1
30 8 27 26
52 53 54 55
8 6 4,5 9
CAS CAS CAS CAS
200 200 100 600
0,50 1,50 1,00 0,50
5 3 7 5
30 20 30 15
120 120 240 120
5 5 2 2
1 1 1 1
15 23 12 20
56 57 58 59
5 5 8 7
CAS CAS CAS CAS
500 150 100 200
0,50 0,50 1,00 1,00
4 5 3 5
30 15 15 10
180 120 60 170
1,5 1 2 2
1 1 4 1
30 5 25 8
60
8
CAS
800
1,50
5
10
180
2
10
7
57
Lampiran 3 Sumber pendapatan rumah tangga penyadap getah pinus Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Pendapatan dari sadapan getah pinus (Rp/tahun) 3.672.000 3.427.200 14.688.000 4.284.000 4.284.000 3.257.625 3.257.625 6.120.000 7.344.000 8.568.000 3.672.000 3.672.000 3.672.000 1.836.000 1.836.000 3.672.000 1.836.000 1.836.000 8.376.750
Pendapatan dari non sadapan getah pinus (Rp/tahun) 8.200.000 6.110.000 3.500.000 6.000.000 4.600.000 6.000.000 11.000.000 5.600.000 1.000.000 0 3.500.000 13.200.000 5.400.000 8.000.000 8.000.000 9.250.000 5.000.000 3.300.000 255.000
Jumlah pendapatan rumah tangga (Rp/tahun) 11.872.000 9.537.200 10.844.000 10.284.000 8.884.000 9.257.625 14.257.625 11.720.000 8.344.000 8.568.000 7.172.000 16.872.000 9.072.000 9.836.000 9.836.000 12.922.000 6.836.000 5.136.000 8.631.750
20 21
1.836.000 8.376.750
3.250.000 4.000.000
5.086.000 12.376.750
58
Lanjutan Lampiran 3 Kode
Pendapatan dari sadapan getah pinus
Pendapatan dari non sadapan getah pinus
Jumlah pendapatan rumah tangga
22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
(Rp/tahun) 2.792.250 3.672.000 3.672.000 1.530.000 1.989.000 3.672.000 4.284.000 3.794.400 5.584.500 3.672.000 3.672.000 3.549.600 4.406.400 13.961.250 11.169.000 13.961.250 1.836.000 2.142.000 3.672.000 1.836.000 3.672.000 3.672.000
(Rp/tahun) 7.500.000 3.200.000 6.025.000 6.300.000 8.000.000 0 500.000 8.000.000 6.900.000 11.000.000 2.000.000 2.400.000 8.000.000 1.000.000 3.000.000 1.000.000 1.000.000 6.500.000 2.000.000 3.500.000 12.500.000 1.000.000
(Rp/tahun) 10.292.250 6.872.000 9.697.000 7.830.000 9.989.000 3.672.000 4.784.000 11.794.400 12.484.500 14.672.000 5.672.000 5.949.600 12.406.400 14.961.250 14.169.000 14.961.250 2.836.000 8.642.000 5.672.000 5.336.000 16.172.000 4.672.000
59
Lanjutan Lampiran 3 Kode 44 45
Pendapatan dari sadapan getah pinus (Rp/tahun) 4.284.000 11.016.000
Pendapatan dari non sadapan getah pinus (Rp/tahun) 7.000.000 9.500.000
Jumlah pendapatan rumah tangga (Rp/tahun) 11.284.000 20.516.000
46 47 48 49
5.584.500 3.213.000 3.672.000 4.284.000
1.000.000 400.000 2.000.000 3.000.000
6.584.500 3.613.000 5.672.000 7.284.000
50 51 52 53
3.916.800 7.344.000 3.672.000 5.584.500
12.100.000 3.000.000 2.000.000 6.000.000
16.016.800 10.344.000 5.672.000 11.584.500
54 55 56 57
7.344.000 7.344.000 5.508.000 7.344.000
0 1.500.000 2.600.000 5.000.000
7.344.000 8.844.000 8.108.000 12.344.000
58 59 60
3.672.000 15.606.000 16.524.000
2.800.000 2.080.000 1.000.000
6.472.000 17.686.000 17.524.000
60
Lampiran 4 Jenis pengeluaran rumah tangga penyadap getah pinus Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Pangan (Rp/tahun) 9.700.000 7.300.000 7.300.000 7.300.000 5.475.000 7.300.000 9.125.000 10.950.000 3.000.000 3.000.000 5.475.000 5.475.000 5.475.000 7.300.000 7.300.000 10.950.000 3.650.000 2.400.000 2.400.000
Pendidikan (Rp/tahun) 0 1.000.000 1.000.000 590.000 0 0 0 0 2.400.000 2.000.000 0 8.000.000 750.000 0 0 200.000 1.250.000 0 0
Kesehatan (Rp/tahun) 50.000 50.000 100.000 50.000 25.000 20.000 15.000 50.000 0 300.000 100.000 200.000 100.000 0 25.000 100.000 0 200.000 50.000
Sarana rumah tangga (Rp/tahun) 600.000 360.000 600.000 180.000 240.000 960.000 600.000 420.000 600.000 240.000 1.080.000 1.200.000 180.000 840.000 480.000 360.000 180.000 180.000 180.000
Lain-lain (Rp/tahun) 650.000 600.000 1.680.000 1.200.000 2.200.000 1.300.000 1.500.000 300.000 1.200.000 2.500.000 500.000 1.000.000 1.600.000 900.000 500.000 1.000.000 500.000 500.000 3.000.000
20 21
2.400.000 9.600.000
2.250.000 1.250.000
0 200.000
180.000 180.000
200.000 1.000.000
61
Lanjutan Lampiran 4 Kode
Pangan
Pendidikan
Kesehatan
Sarana rumah tangga
Lain-lain
22 23 24
(Rp/tahun) 7.300.000 5.475.000 7.300.000
(Rp/tahun) 1.250.000 0 0
(Rp/tahun) 0 0 20.000
(Rp/tahun) 480.000 360.000 360.000
(Rp/tahun) 1.000.000 800.000 1.960.000
25 26 27 28
5.475.000 3.650.000 1.200.000 3.650.000
0 4.350.000 800.000 0
100.000 0 0 50.000
600.000 600.000 540.000 480.000
900.000 1.000.000 1.100.000 100.000
29 30 31 32
7.300.000 9.600.000 6.000.000 7.300.000
1.000.000 600.000 3.000.000 500.000
200.000 0 300.000 80.000
480.000 600.000 600.000 300.000
2.000.000 1.000.000 3.000.000 1.500.000
33 34 35 36
3.600.000 3.600.000 3.650.000 8.355.000
1.080.000 0 0 0
0 60.000 200.000 100.000
240.000 300.000 960.000 900.000
1.000.000 3.000.000 2.000.000 2.500.000
37 38 39 40
3.650.000 840.000 5.400.000 3.600.000
2.500.000 0 1.250.000 0
200.000 0 0 50.000
360.000 180.000 420.000 240.000
3.000.000 1.800.000 1.500.000 1.500.000
41 42 43 44
2.400.000 5.040.000 3.600.000 9.125.000
0 0 0 850.000
0 100.000 0 20.000
600.000 360.000 240.000 240.000
1.000.000 2.000.000 800.000 1.000.000
62
Lanjutan Lampiran 4 Kode 45 46
Pangan (Rp/tahun) 15.125.000 3.000.000
Pendidikan (Rp/tahun) 1.350.000 1.000.000
Kesehatan (Rp/tahun) 300.000 360.000
Sarana rumah tangga (Rp/tahun) 360.000 150.000
Lain-lain (Rp/tahun) 3.000.000 2.000.000
47 48 49 50
2.160.000 2.400.000 4.800.000 10.950.000
500.000 500.000 1.250.000 1.500.000
0 0 20.000 0
240.000 240.000 300.000 840.000
500.000 800.000 500.000 1.800.000
51 52 53 54
7.300.000 2.400.000 4.800.000 3.000.000
1.250.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000
0 0 50.000 0
420.000 0 600.000 360.000
1.300.000 2.000.000 3.000.000 2.000.000
55 56 57 58
1.095.000 3.600.000 4.800.000 5.475.000
0 0 0 0
100.000 25.000 100.000 100.000
360.000 336.000 480.000 180.000
4.000.000 2.000.000 4.000.000 700.000
59 60
5.475.000 6.000.000
1.000.000 1.470.000
250.000 150.000
420.000 360.000
4.000.000 5.000.000
63
Lampiran 5 Hasil analisis regresi linear berganda untuk mengetahui variabelvariabel yang berpengaruh terhadap pendapatan dari sadapan getah pinus 1. Uji Asumsi a. Homoskedastisitas : dari sebaran residual menyebar acak (tidak membentuk pola) yang artinya data homoskedastisitas.
b. Normalitas : sebaran data mendekati garis lurus yang berarti mendekati sebaran normal
64
c. Multikolinieritas : nilai VIF<10 maka artinya ada multikolinieritas. VIF 1.012 1.019 1.014
d. Autokorelasi : nilai DW mendekati 2, artinya tidak ada autokorelasi. Durbin Watson 1.820
2.Uji Korelasi Correlations y Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
x2
x7
x15
y
1.000
-.023
.395
.819
x2
-.023
1.000
.095
.054
x7
.395
.095
1.000
-.101
x15
.819
.054
-.101
1.000
.
.431
.001
.000
x2
.431
.
.235
.341
x7
.001
.235
.
.220
x15
.000
.341
.220
.
y
60
60
60
60
x2
60
60
60
60
x7
60
60
60
60
x15
60
60
60
60
y
65
3.Regresi Descriptive Statistics Mean y
Std. Deviation
N
5.2941E6
3.65037E6
60
x2
18.6500
7.60202
60
x7
19.9833
6.99271
60
1.0645E2
66.54333
60
x15
Variables Entered/Removed
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
x15, x2, x7
a
b
Method . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: y
4.Uji f (menguji model secara keseluruhan) H0 : semua variabel X tidak berpengaruh terhadap Y (model tidak signifikan) H1 : minimal ada satu variabel X yang berpengaruh nyata terhadap Y (model signifikan) ANOVAb Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
7.195E14
3
2.398E14
Residual
6.673E13
56
1.192E12
Total
7.862E14
59
F 201.242
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), x15, x2, x7 b. Dependent Variable: y
Nilai-p (0.000) < α (0.05) maka tolak H0 artinya minimal ada satu peubah X yang berpengaruh nyata terhadap Y (model signifikan).
66
5.Uji t (menguji pengaruh masing-masing X terhadap Y)
a
Coefficients
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error
-3.927E6
586954.855
x2
-56376.789
18819.211
x7
258203.150
x15
48034.362
Coefficients Beta
t
Sig.
-6.691
.000
-.117
-2.996
.004
20535.183
.495
12.574
.000
2151.270
.876
22.328
.000
a. Dependent Variable: y
Persamaan Regresi Y = -3927000 - 56376.789 X1 + 258203.150 X2 + 48034.362 X3
67
Lampiran 6 Variabel-variabel yang dimasukkan ke dalam uji regresi
X15 60 56
X16 400 100
X17 1 1
28 27 29 27
240 70 70 70
300 150 200 500
1 1 1 1
2,5 1,5 2,0 2,5
27 35 29 32
70 100 120 280
400 300 200 800
1 1 1 1
2,0 6,0 2,0 6,0
3,0 2,0 2,0 2,0
29 29 35 29
120 60 120 60
400 300 500 300
1 1 1 1
2,0 1,0 1,0 2,0
1,0 1,0 0,5 2,0
2,0 2,0 2,0 1,5
29 29 35 35
60 120 60 60
300 200 200 160
1 1
2,5 2,0 1,5 1,0
1,5 1,5 1,5 1,0
1,5 1,5 2,5 2,5
35 29 31 27
180 60 180 60
250 175 500 250
1 1 1 1
Y 3.672.000 3.427.200
X1 70 60
X2 16 30
X3 0,25 0,25
X4 2 2
X5 8.200.000 6.110.000
X6 72 72
X7 24 24
X8 1 1
X9 2 2
X10 6 5
X11 0,5 2,0
X12 0,5 2,0
X13 2,0 3,0
X14 27 35
14.688.000 4.284.000 4.284.000 3.257.625
52 57 57 60
14 17 17 17
0,80 0,15 0,20 0,15
3 2 2 2
3.500.000 6.000.000 4.600.000 6.000.000
72 91 91 91
24 24 24 18
1 1 1 1
2 1 1 1
5 7 6 6
2,0 0,5 1,0 1,0
2,0 1,0 1,0 1,0
3,0 2,5 2,5 2,5
3.257.625 6.120.000 7.344.000 8.568.000
50 50 57 50
17 25 8 26
0,20 0,25 0,70 1,75
2 2 3 2
11.000.000 5.600.000 1.000.000 0
91 91 72 60
18 24 18 12
1 1 1 1
1 2 1 1
7 5 6 9
1,0 2,0 1,0 1,5
1,0 2,0 1,0 1,0
3.672.000 3.672.000 3.672.000 1.836.000
60 40 30 66
19 19 19 19
0,25 0,30 0,25 0,25
2 2 2 2
3.500.000 13.200.000 5.400.000 8.000.000
72 72 72 72
12 24 24 12
1 1 1 1
2 1 1 2
8 5 5 7
1,0 5,0 1,5 4,0
1.836.000 3.672.000 1.836.000 1.836.000
54 34 36 65
19 15 12 9
0,35 0,55 0,35 0,30
2 2 2 2
8.000.000 9.250.000 5.000.000 3.300.000
72 72 72 72
12 12 12 12
1 1 1 1
2 2 2 1
8 7 5 6
8.376.750 1.836.000 8.376.750 2.792.250
65 46 42 35
16 16 2 2
0,20 0,25 0,50 0,25
2 2 2 2
255,000 3.250.000 4.000.000 7.500.000
72 72 72 72
18 12 18 18
1 1 1 1
1 1 1 1
8 6 6 6
1 1
68
Lanjutan Lampiran 6 Y 3.672.000 3.672.000 1.530.000
X1 50 70 46
X2 17 17 10
X3 0,35 0,40 0,45
X4 2 2 3
X5 3.200.000 6.025.000 6.300.000
X6 91 91 72
X7 24 24 12
X8 1 1 1
X9 2 2 2
X10 5,0 5,0 3,0
X11 3,0 4,0 0,3
X12 6,0 6,0 0,2
X13 1,5 2,0 2,0
X14 29 29 27
X15 60 60 50
X16 400 200 90
1.989.000 3.672.000 4.284.000 3.794.400
60 50 84 43
20 19 26 25
0,30 0,25 0,30 0,30
2 2 2 2
8.000.000 0 500,000 8.000.000
91 91 72 72
12 24 24 24
1 1 1 1
2 2 2 1
7,0 5,0 7,0 5,0
1,0 3,0 1,0 0,5
0,2 7,0 0,5 0,5
3,0 2,0 2,0 2,0
35 29 35 35
65 60 70 62
300 200 150 200
5.584.500 3.672.000 3.672.000 3.549.600
50 33 30 34
20 25 24 15
1,75 0,50 1,65 1,50
2 3 2 2
6.900.000 11.000.000 2.000.000 2.400.000
72 72 72 72
18 24 24 24
1 1 1 1
1 1 1 1
7,0 4,5 6,0 2,0
1,0 1,0 1,0 2,0
1,5 1,0 0,5 1,0
2,0 1,5 2,0 3,0
38 35 38 34
120 60 60 58
300 200 200 50
4.406.400 13.961.250 11.169.000 13.961.250
40 50 44 45
25 28 28 28
1,50 2,00 1,50 2,00
2 2 2 2
8.000.000 1.000.000 3.000.000 1.000.000
120 72 72 72
24 18 18 18
2 1 1 1
2 1 1 1
5,0 6,5 6,5 6,0
0,5 1,0 1,0 2,0
2,0 0,7 0,7 2,0
1,5 1,5 1,5 2,0
35 38 38 38
72 300 240 300
130 500 600 600
1.836.000 2.142.000 3.672.000 1.836.000
74 47 59 52
17 20 28 25
0,25 0,50 1,50 0,80
2 2 2 2
1.000.000 6.500.000 2.000.000 3.500.000
72 72 72 91
12 12 24 12
1 1 1 1
1 1 1 1
5,0 3,0 6,0 4,5
1,0 1,0 3,0 1,0
1,0 7,0 1,5 1,5
2,0 3,0 1,5 2,0
35 34 38 35
60 70 60 60
300 100 300 90
3.672.000 3.672.000 4.284.000 11.016.000
52 59 28 56
25 30 5 29
0,50 0,80 0,80 1,10
2 2 3 2
12.500.000 1.000.000 7.000.000 9.500.000
72 72 60 60
12 24 14 24
1 1 1 1
2 1 1 1
5,0 6,0 6,0 6,0
2,0 0,5 5,0 3,0
2,0 0,5 1,0 1,0
2,0 1,5 2,5 1,5
29 41 41 18
120 60 120 180
200 350 200 500
X17 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
69
Lanjutan Lampiran 6 Y 5.584.500 3.213.000 3.672.000
X1 35 35 59
X2 13 10 30
X3 1,30 1,70 0,50
X4 2 2 2
X5 1.000.000 400.000 2.000.000
X6 72 72 72
X7 18 21 24
X8 1 1 1
X9 1 1 2
X10 4,5 6,0 6,0
X11 3,0 3,0 5,0
X12 3,0 0,5 0,5
X13 1,5 2,5 1,5
X14 18 41 41
4.284.000 3.916.800 7.344.000 3.672.000
37 63 54 60
8 27 26 15
0,50 0,50 0,80 0,50
2 2 1 1
3.000.000 12.100.000 3.000.000 2.000.000
72 72 72 72
24 24 48 12
1 1 1 1
2 2 2 1
8,0 7,0 7,0 8,0
2,0 7,0 5,0 5,0
6,0 7,0 1,0 1,0
1,0 1,5 2,0 2,0
5.584.500 7.344.000 7.344.000 5.508.000
40 30 46 50
23 12 20 30
1,50 1,00 0,50 0,50
3 3 2 2
6.000.000 0 1.500.000 2.600.000
120 52 72 91
18 12 24 12
1 1 1 2
1 1 2 2
6,0 4,5 9,0 5,0
5,0 2,0 2,0 1,5
1,0 1,0 1,0 1,0
7.344.000 3.672.000 15.606.000 16.524.000
56 45 28 34
5 25 8 7
0,50 1,00 1,00 1,50
2 2 2 2
5.000.000 2.800.000 2.080.000 1.000.000
72 120 72 72
24 24 36 36
1 2 1 2
2 1 1 1
5,0 8,0 7,0 8,0
1,0 2,0 2,0 2,0
1,0 4,0 1,0 10,0
Keterangan: Y : pendapatan dari penyadapan getah pinus (Rp/tahun) X1 : umur penyadap (tahun) X2 : pengalaman kerja (tahun) X3 : luas areal (ha) X4 : pendidikan (1=tidak tamat SD, 2= tamat SD, 3=tamat SMP) X5 : pendapatan di luar sadapan getah pinus (Rp/tahun) X6 : pembaruan koakan (kali/tahun) X7 : pengumpulan getah pinus (kali/tahun) X8 : jenis kelamin (1=laki-laki, 2=perempuan)
X15 120 60 60
X16 300 300 350
37 37 36 37
70 64 60 120
500 50 300 200
2,0 2,0 2,5 0,5
15 36 37 27
120 240 120 180
200 100 600 500
1,5 2,0 3,0 2,5
27 36 27 29
120 60 170 180
150 100 200 800
X17 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
70
X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17
: status pekerjaan (1=penyadapan sebagai pekerjaan utama, 2=penyadapan sebagai pekerjaan sampingan)1 : curahan kerja menyadap (jam) : jarak dari rumah ke petak sadapan (km) : jarak pikul ke TPG (km) : tinggi sadapan (m) : umur pohon (tahun) : berat getah (kg/pengumpulan getah pinus) : jumlah pohon dalam areal sadapan (pohon) : penggunaan stimulan (1=stimulan CAS, 2=tidak menggunakan stimulan)
71
Lampiran 7 Hasil uji korelasi antara kontribusi pendapatan getah pinus terhadap pendapatan rumah tangga dengan pendapatan dari sadapan getah pinus, pendapatan dari selain sadapan getah pinus, dan luas areal sadapan. Correlations
y y
Pearson Correlation
x1 1
Sig. (2-tailed) N x1
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
x2
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
x3
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
60 **
.649
x2
x3
.649**
-.848**
.488**
.000
.000
.000
60
60
60
1
*
.000
-.330
**
.516
.010
.000
60
60
60
60
**
*
1
-.347**
-.848
-.330
.000
.010
60
60
60
60
**
**
**
1
.488
.516
.007
-.347
.000
.000
.007
60
60
60
Keterangan: *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Y : kontribusi pendapatan getah pinus terhadap pendapatan rumah tangga (Rp/tahun) X1 : pendapatan dari sadapan getah pinus (Rp/tahun) X2 : pendapatan dari non sadapan getah pinus (Rp/tahun) X3 : luas areal sadapan (ha)
60