PEMODELAN SISTEM PENDUKUNG PENGAMBILAN KEPUTUSAN CERDAS MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK PRODUK/KOMODITI JAGUNG
SUHARJITO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi pemodelan sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditi jagung adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2011
Suharjito NIM. F361070091
ABSTRACT SUHARJITO. Intelligent decision support system modeling for corn supply chain risk management. Supervised by MARIMIN, MACHFUD, BAMBANG HARYANTO and SUKARDI. To meet the needs of the national corn on the feed industry that requires a continuous supply of raw materials with a definite quantity throughout the year, in the national corn production conditions that is discontinuous and fluctuating, it is necessary to develop supply planning and storage methods to avoid the risk of corn supply or rising feed prices. The high complexity of the supply chain network and the characteristics of products made supply chain management of agricultural products was more susceptible to the risks emergence of loss. Inappropriate pattern of planting schedule causes the production declining and supplies inconsistency, and then it can cause the product accumulation that influences the price to decrease. That risk was not only suffered by the producer but also would influence the achievement of the other organization that connected in the supply chain network. Therefore, there should be an optimal scheduling management to be able to solve the possibility of the risks. Price negotiation modeling is an essential component to ensure benefit distribution to each stakeholder in agricultural supply chain. Generally, it is known that farmers have no bargaining power in price determination. Thus, they have to bear all the risks compare to the others. In addition, price exchange at farmer level tends to fluctuate significantly. Therefore, it is required to develop a mechanism for price negotiation which distributes the risks fairly for each stakeholder in the supply chain. In addition it is necessary to identify and evaluate supply chain risks in order to avoid continuing problems that can occur at any point in the supply chain network. The objectives of this study were to describe the model of identification and evaluation for corn supply chain risk, to formulate a fair pricing mechanism for corn supply chain using risk balancing model, to develop optimal planting schedule pattern of corn commodity using qualitative and quantitative risk measurement, and to develop intelligent decision support system for supply chain risk management. Risk identification was conducted using fuzzy Analytical Hierarchy Process (AHP) approach and risk evaluation was done by using fuzzy logic with data input form the opinion of several experts maize supply chain. A fairly pricing model at farmer level was developed by using stakeholder dialogue approach based on a balanced fuzzy risk utility preference that was faced by all stages of the supply chain. In addition, fuzzy risk utility optimization was used to get a consensus of the supply chain stakeholder dialogue, where basic risk utility function was derived using fuzzy regression approach. Risk mitigation for each stage of supply chain was developed using fuzzy inferences based on the risk that has been evaluated. Based on the verification results, the model could identify the level of risks for each party of the supply chain and the action that must be taken for minimizing its impacts using appropriate strategies. The model could be used by decision makers to determine optimal planting schedules based on the multi criteria of qualitative and quantitative objective function. The model could shift the risks from the farmer to the other parties to determine the fair benefit distribution on the price negotiation. Keywords: risk identification and evaluation, corn supply chain, supply chain risk balancing, fuzzy utility optimization, stakeholder dialogue.
RINGKASAN SUHARJITO. Pemodelan sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditi jagung. Dibawah bimbingan: MARIMIN, MACHFUD, BAMBANG HARYANTO dan SUKARDI. Manajemen rantai pasokan produk pertanian umumnya berbeda dengan manajemen rantai pasokan produk manufaktur, karena produk pertanian mudah rusak, ketersediaannya bergantung pada musim, bentuk dan ukurannya yang bervariasi, dan juga kamba sehingga sulit untuk ditangani. Kompleksitas yang tinggi dari jaringan rantai pasok dan karakteristik produk menjadikan manajemen rantai pasokan produk pertanian lebih rentan terhadap munculnya risiko kerugian. Untuk memenuhi kebutuhan jagung nasional pada industri pakan yang membutuhkan kelangsungan penyediaan bahan baku dengan kuantitas tertentu sepanjang tahun, dalam kondisi produksi jagung nasional yang berfluktuasi, maka diperlukan perencanaan pasokan dan metode penyimpanan untuk menghindari risiko pasokan jagung berupa krisis kekurangan pangan atau kenaikan harga pakan. Ketidaksesuaian pola penjadwalan tanam akan menyebabkan penurunan produksi dan persediaan yang tidak konsisten, dan kemudian dapat menyebabkan penumpukan produk pada saat panen raya dan kelangkaan produk pada saat yang lain yang menimbulkan risiko fluktuasi harga. Risiko itu tidak hanya diderita oleh produsen, tetapi juga akan mempengaruhi pencapaian organisasi lain yang terhubung dalam jaringan rantai pasok. Oleh karena itu, perlu adanya manajemen pola penjadwalan yang optimal untuk dapat mengatasi kemungkinan risiko tersebut. Pemodelan negosiasi harga merupakan komponen penting untuk menjamin distribusi keuntungan untuk masing-masing stakeholder dalam rantai pasok pertanian. Umumnya petani tidak memiliki posisi tawar dalam penentuan harga. Jadi, mereka harus menanggung semua risiko dibandingkan dengan yang lain. Selain itu, harga tukar pada tingkat petani cenderung berfluktuasi secara signifikan. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme untuk negosiasi harga yang mendistribusikan risiko yang seimbang untuk setiap stakeholder dalam rantai pasok. Selain itu diperlukan model untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko rantai pasok untuk menghindari masalah yang terus terjadi pada setiap titik di dalam jaringan rantai pasok. Tujuan penelitian ini adalah untuk memodelkan mekanisme identifikasi dan evaluasi risiko rantai pasok jagung, merumuskan mekanisme penentuan harga yang wajar pada tingkat petani dengan menggunakan konsep penyeimbangan risiko setiap tingkatan rantai pasok jagung dengan pendekatan stakeholder dialog, mengembangkan pola penjadwalan tanam jagung yang optimal dengan menggunakan pengukuran risiko kualitatif dan kuantitatif, dan mengembangkan sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok. Identifikasi risiko dilakukan dengan menggunakan pendekatan fuzzy AHP dan evaluasi risiko dilakukan dengan menggunakan logika fuzzy dengan input data pendapat beberapa ahli rantai pasok jagung. Model negosiasi harga yang saling menguntungkan di tingkat petani dikembangkan menggunakan pendekatan stakeholder dialog berbasis pada penyeimbangan preferensi utilitas risiko fuzzy yang dihadapi oleh semua tingkatan rantai pasok. Selain itu, optimasi utilitas
risiko fuzzy digunakan untuk mendapatkan konsensus dalam stakeholder dialog, di mana fungsi utilitas risiko dasar diperoleh dengan menggunakan pendekatan regresi fuzzy. Mitigasi risiko untuk setiap tingkatan rantai pasok dikembangkan dengan menggunakan inferensi fuzzy berdasarkan risiko yang telah dievaluasi. Berdasarkan hasil verifikasi, model ini dapat mengidentifikasi sumber dan tingkat risiko untuk setiap tingkatan rantai pasok dan memberikan solusi tindakan pengendalian yang harus diambil untuk meminimalkan dampaknya dengan menggunakan strategi yang tepat. Model dapat digunakan oleh pengambil keputusan untuk menentukan jadwal tanam optimal berdasarkan kriteria minimalisasi risiko dan maksimalisasi keuntungan secara kualitatif dan kuantitatif. Model ini juga dapat mengalihkan risiko dari petani ke pihak lain pada rantai pasok untuk menentukan distribusi keuntungan yang seimbang pada saat negosiasi harga. Dalam rantai pasok produk/komoditas jagung petani mempunyai risiko yang paling tinggi jika dibandingkan risiko pada tingkat pedagang pengumpul, risiko agroindustri, risiko distributor dan risiko konsumen. Tingkat risiko petani dan agroindustri hampir sama yaitu sedang, namum berdasarkan hasil pembobotan risiko, bobot risiko petani lebih tinggi dari pada bobot risiko agroindustri. Sedangkan tingkat risiko pedagang pengumpul, distributor dan konsumen hampir sama yaitu rendah. Nilai agregasi risiko rantai pasok komoditas jagung adalah sedang. Pada rantai pasok komoditas jagung, risiko kritis yang perlu ditanggulangi adalah risiko rendahnya mutu pasokan bahan baku, risiko fluktuasi harga dan pasokan bahan baku, serta risiko distorsi informasi dalam jaringan rantai pasok. Untuk mengatasi dan mengantisipasi adanya risiko-risiko dalam manajemen rantai pasok komoditas jagung dapat dilakukan dengan cara melakukan kontrak kerjasama antar pihak yang berkepentingan dengan pembagian risiko dan keuntungan yang seimbang antar pelaku rantai pasok. Disamping itu adanya mekanisme asuransi pertanian dapat menarik petani terhadap pengembangan komoditas jagung sehingga risiko kerugian akibat permasalahan lingkungan dapat ditanggulangi untuk meningkatkan ketersediaan jagung nasional dan mengurangi jagung impor. Berdasarkan hasil identifikasi faktor dan variabel risiko setiap tingkatan rantai pasok produk/komoditas jagung diperoleh bahwa faktor risiko tertinggi di tingkat petani adalah risiko kualitas, disusul oleh risiko harga, risiko lingkungan, dan risiko pasokan. Faktor risiko utama yang dihadapi oleh pedagang pengumpul adalah risiko harga, diikuti oleh risiko pasokan dan risiko kualitas. Sedangkan faktor risiko dominan yang dihadapi tingkat agroindustri adalah risiko mutu, diikuti oleh risiko pasokan, risiko harga dan risiko lingkungan. Kemudian pada tingkat distributor faktor risiko tertingginya adalah risiko harga, diikuti oleh risiko pasokan, risiko kualitas dan risiko penyimpanan. Selanjutnya faktor risiko dominan di tingkat konsumen adalah risiko kualitas, risiko pasokan, risiko harga dan risiko lingkungan. Dalam model ini, risiko yang mempunyai nilai sedang ke atas perlu penanganan dan antisipasi pengendalian, Namun berdasarkan hasil validasi, tidak semua variabel risiko dalam setiap faktor risiko yang diidentifikasi mempunyai kemungkinan yang merugikan dan perlu antisipasi pengendalian. Variabel risiko yang perlu antisipasi pengendalian di tingkat petani adalah risiko rendahnya kualitas, risiko distorsi informasi dan risiko fluktuasi harga yang mempunyai tingkat risiko tinggi, disamping terdapat sepuluh variabel lain yang berisiko
sedang. Variabel risiko di tingkat agroindustri yang perlu penanganan dan pengendalian adalah risiko rendahnya mutu pasokan dan variasi mutu pasokan yang mempunyai tingkat risiko tinggi, disamping terdapat sembilan variabel lain yang berisiko sedang. Pada tingkat pengepul terdapat empat variabel yang berisiko sedang, yaitu risiko kualitas pasokan yang rendah serta beragam, risiko fluktuasi harga dan risiko peramalan. Kemudian pada tingkat distributor terdapat tiga variabel yang berisiko sedang yaitu risiko perkiraan penjualan, risiko akses informasi dan risiko distorsi informasi. selanjutnya pada tingkat konsumen terdapat dua variabel yang berisiko sedang yaitu risiko fluktuasi harga dan risiko ketidakpastian pasokan. Optimalisasi pola penjadwalan tanam jagung untuk dapat memberikan kepastian pasokan jagung dengan pendekatan integrasi evaluasi risiko kualitatif dan kuantitatif dengan tujuan memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan risiko diperoleh bahwa bulan April-Mei merupakan bulan yang optimal untuk penanaman jagung. Bulan tersebut terpilih sebagai bulan yang baik untuk menanam jagung, karena pada bulan tersebut merupakan akhir musim hujan dan awal musim kemarau, sehinga pada saat panen pengeringan dapat dilakukan secara efisien dengan kondisi cuaca yang mendukung. Untuk mengimplementasikan model ini perlu koordinasi antar kelompok tani dalam melakukan penanaman secara bergilir dalam suatu wilayah agar diperoleh kestabilan pasokan, sehingga diperoleh kestabilan harga di tingkat petani. Hasil verifikasi model negosiasi harga dengan pertimbangan penyeimbangan risiko rantai pasok menghasilkan nilai harga yang lebih besar dari pada perkiraan harga rata-rata, hal ini berarti bahwa mekanisme ini telah menunjukkan adanya pergeseran nilai risiko dari tingkat petani ke pihak lain dalam rantai pasok sesuai dengan kendala penyeimbangan risiko pada rantai pasok produk/komoditas jagung. Dengan kata lain model telah menunjukan hasil yang dapat menyeimbangkan risiko setiap tingkatan rantai pasok dengan memberikan nilai harga yang dapat memberikan distribusi keuntungan yang seimbang sesuai dengan tingkat risiko yang dihadapi. Kemudian hasil validasi model dengan menggunakan metode face validation diperoleh bahwa model dapat diterapkan sebagai sarana untuk membuat kesepakatan harga jagung di tingkat petani dengan pertimbangan risiko setiap pelaku rantai pasok untuk melengkapi mekanisme penentuan Patokan Harga Setempat (HPS) yang berlaku saat ini. Kata kunci: identifikasi dan evaluasi risiko, rantai pasok jagung, penyeimbangan risiko rantai pasok, optimasi fungsi utilitas risiko, stakeholder dialog.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PEMODELAN SISTEM PENDUKUNG PENGAMBILAN KEPUTUSAN CERDAS MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK PRODUK/KOMODITI JAGUNG
SUHARJITO
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji pada Ujian Tertutup :1. Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr 2. Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng
Penguji pada Ujian Terbuka :1. Dr. Ir. Benni H. Sormin, MA 2. Dr. Ir. Ahmad Dimyati, MS
Judul Disertasi
: Pemodelan Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan Cerdas Manajemen Risiko Rantai Pasok Produk/ Komoditi Jagung
Nama Mahasiswa
: Suharjito
NRP
: F361070091
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc Ketua
Dr. Ir. Machfud, MS Anggota
Dr. Ir. Bambang Haryanto, M.Si Anggota
Dr. Ir. Sukardi, MM Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Machfud, MS
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian: 18 Januari 2011
Tanggal Lulus: .............................
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah, barokah dan segala karuniaNya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan dari bulan Januari 2009 sampai Desember 2010 ini ialah pemodelan sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditi jagung. Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis haturkan kepada komisi pembimbing yaitu Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc, selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Machfud, MS, Dr. Ir. Sukardi, MM, dan Dr. Ir. Bambang Haryanto, M.Si, sebagai anggota komisi pembimbing atas semua bimbingan, arahan dan motivasi yang tiada henti untuk mempertajam penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik sebagai ilmuwan. Disamping itu ucapan terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Nyoman Pujawan, dari Fakultas Teknik Industri ITS, Dr. Desianto Budi Utomo, dari PT. Charoen Pokphand Indonesia, Drs. M. Hidayat dari Badan Ketahanan Pangan, Kab. Purwodadi, Drs. Agus Soemantri dan Dr. Setiajit dari Balai Pasca Panen Bogor, Ir. Rudy Hartoyo dari Industri pakan ternak Krian, Bapak Suaeb, Bapak Partono, Bapak Bukhori ketua Gapoktan desa Kradenan Kab. Purwodadi, dan Ir. Wahyu Eko Widodo, M.Sc dari BPPT yang telah membantu dalam proses pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri tercinta Avia Brahmanita, SE, ketiga anak kami (Garindra Harvianto, Muhammad Ilham Jivaresta dan Karisma Luthfitanto) atas segala pengertian, dukungan dan cinta kasihnya, juga kepada Bapak Purboyo, ibu Sudarmi, Bapak H. Prapto Raharjo, adik-adik, dan seluruh anggota keluarga, atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya. Ucapan terimakasih disampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian Program Doktor ini, khususnya kepada rekan-rekan kerja, para sahabat, para senior dan para yunior. Juga kepada Prof. Dr. Wahono Sumaryono; Ir. Henky Henanto, M.Sc; Ir. Irsan Zainudin, M.Si, dan Ir. Priyo Admaji, M.Eng yang telah memberikan kesempatan mengikuti program dimaksud. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dr. Ir. Machfud, MS, Wakil Dekan FATETA Dr. Ir. Sugiono, M.AppSc Dekan FATETA Dr. Ir. Sam Herodian, MS dan Rektor IPB Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc atas arahan dan bimbingan serta kesempatan untuk menyelesaikan program ini. Selain itu ucapan terimakasih disampaikan juga kepada Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng dan Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr, sebagai dosen penguji luar komisi pada ujian tertutup, Dr. Akmad Dimyati, MS dan Dr. Ir. Benni H Sormin, MA sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka yang telah memberikan saran dan tanggapan untuk perbaikan penulisan ini. Terimakasih juga disampaikan kepada Ketua Program Beasiswa PPKP-BPPT dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan Nasional, atas dukungan biaya yang diberikan sehingga penelitian ini selesai. Akhir kata, mohon maaf jika terdapat kekurangsempurnaan dalam penulisan disertasi ini. Semoga disertasi ini bermanfaat. Bogor, Januari 2011 Suharjito
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sleman pada tanggal 26 Juli 1970 sebagai anak sulung dari pasangan Suharjono dan Sudarmi. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UGM, lulus tahun 1994. Pada tahun 1998, penulis diterima di Program Studi Teknik Informatika, pada program Pascasarjana ITS dan menamatkannya pada tahun 2000. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian pada Program Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2007, dengan menggunakan beasiswa dari Program PPKP – BPPT. Penulis bekerja sebagai Perekayasa Muda di Pusat Teknologi Agroindustri, Deputi Bidang Agroindustri dan Bioteknologi, BPPT sejak tahun 1994. Selain itu penulis juga pengajar paruh waktu di beberapa perguruan tinggi swasta di Jakarta, seperti Universitas Bina Nusantara dan Institut Bisnis dan Informatika Indonesia pada Program Studi Teknik Informatika, sejak tahun 2001. Selama mengikuti program S3, penulis aktif dalam kegiatan ilmiah seperti Hibah bersaing DIKTI dan Hibah Kompetensi DIKTI bersama-sama dengan dosen pembimbing. Karya ilmiah yang berjudul Model kelembagaan pengembangan industri hilir Kelapa Sawit telah disajikan pada seminar Nasional Manajemen Teknologi VIII di Surabaya pada tahun 2008. Sebuah artikel yang berjudul The evaluation model of the risk in each supply chain stage of the agricultural food crop products, telah dipresentasikan dalam seminar Internasional ISIEM di Bali tahun 2009. Sebuah artikel telah diterbitkan dengan judul identifikasi dan evaluasi risiko manajemen rantai pasok komoditas jagung dengan pendekatan logika fuzzy pada Jurnal Manajemen Vol. 2 Agustus 2010. Artikel lain yang berjudul optimalisasi penentuan jadwal tanam jagung dengan menggunakan integrasi model evaluasi risiko rantai pasok telah diterbitkan pada Jurnal Teknologi Industri Pertanian Vol. XX No.1 April 2010. Kemudian artikel yang berjudul stakeholder dialogue models for agricultural products supply chain risk balancing: Corn pricing negotiation telah disubmit untuk diterbitkan pada Jurnal Internasional Intelligent and Fuzzy Systems. Juga dua artikel ilmiah yang diterbitkan pada Jurnal Agritech-UGM Vol. 31 No.3 Agustus 2011, dan Jurnal Internasional OSCM (Operations and Supply Chain Management) Vol. 3, Issue 3 2010. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari disertasi program S3 penulis.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI............................................................................................................ i DAFTAR TABEL.................................................................................................. iv DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ viii DAFTAR ISTILAH ............................................................................................... ix 1. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2. Tujuan Penelitian......................................................................................... 4 1.3. Manfaat Penelitian....................................................................................... 5 1.4. Perumusan Masalah Penelitian.................................................................... 6 1.5. Ruang Lingkup............................................................................................ 7 2. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 8 2.1. Manajemen Risiko Rantai Pasok................................................................. 8 2.1.1. Kerangka Kerja Manajemen Risiko Rantai Pasok .............................. 13 2.1.2. Evaluasi Risiko Rantai Pasok ................................................................ 20 2.1.3. Pengendalian Risiko Rantai Pasok secara Bersama ........................... 25 2.2. Komoditas Jagung ..................................................................................... 27 2.2.1. Tata Niaga Jagung ................................................................................... 33 2.2.2. Rantai Pasok Jagung ............................................................................... 35 2.3. Sistem Penunjang Keputusan Cerdas........................................................ 36 2.4. Penelitian Terdahulu dan Posisi Penelitian ............................................... 40 3. LANDASAN TEORI ........................................................................................ 44 3.1. Logika Fuzzy dan Analisa Risiko secara Fuzzy ........................................ 44 3.2. Fuzzy Analytical Hierarchy Process (Fuzzy AHP) ................................... 46 3.3. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) .............................................. 50 3.4. Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis (FFMEA).................................. 52 3.4.1. Fungsi Keanggotaan fuzzy FMEA......................................................... 53 3.4.2. Proses Inferensi Fuzzy FMEA ............................................................... 58 3.5. Stakeholder Dialogue dengan Optimasi Non Linier ................................. 58 3.6. Fungsi Regresi Fuzzy ................................................................................ 60 3.7. Fungsi Utilitas Risiko Fuzzy ..................................................................... 63 3.8. Proses Manajemen Risiko ......................................................................... 65 3.9. Soft System Methodology .......................................................................... 68 4. METODE PENELITIAN.................................................................................. 70 4.1. Kerangka Pemikiran.................................................................................. 70 4.2. Tata Laksana Penelitian ............................................................................ 72 4.2.1. Tahapan Penelitian .................................................................................. 72 4.2.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 76 4.2.3. Pengumpulan Data, Informasi dan Pengetahuan ................................ 76 4.3. Teknik-Teknik yang Digunakan................................................................ 77 i
Halaman 4.4. Langkah Pemodelan Sistem....................................................................... 79 4.5. Verifikasi dan Validasi Model................................................................... 80 5. PENDEKATAN SISTEM ................................................................................. 83 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna................................................................... 83 5.2. Identifikasi Permasalahan.......................................................................... 85 5.3. Identifikasi Sistem ..................................................................................... 87 5.4. Analisis Kebutuhan Sistem........................................................................ 91 6. PEMODELAN SISTEM ................................................................................... 96 6.1. Konfigurasi Model..................................................................................... 96 6.2. Sistem Manajemen Basis Model ............................................................... 97 6.2.1. Model Identifikasi Risiko Rantai Pasok ............................................... 98 6.2.2. Model Evaluasi Risiko Rantai Pasok .................................................. 100 6.2.3. Model Agregasi Risiko Rantai Pasok ................................................. 103 6.2.4. Model Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok ..................................... 107 6.2.5. Model Mitigasi Risiko setiap Tingkatan Rantai Pasok .................... 111 6.3. Sistem Manajemen Basis Data ................................................................ 112 6.3.1. Basis Data Identifikasi Risiko Rantai Pasok...................................... 112 6.3.2. Basis Data Evaluasi Risiko Rantai Pasok .......................................... 113 6.3.3. Basis Data Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok .............................. 113 6.3.4. Basis Data Harga Jagung Pada Setiap Tingkatan Rantai Pasok...... 114 6.3.5. Basis Data Mitigasi Risiko Rantai Pasok ........................................... 114 6.4. Sistem Manajemen Basis Pengetahuan ................................................... 114 6.5. Sistem Manajemen Dialog....................................................................... 115 7. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK .......................................................... 116 7.1. Identifikasi Risiko Rantai Pasok.............................................................. 116 7.1.1. Identifikasi Risiko Tingkat Petani ....................................................... 119 7.1.2. Identifikasi Risiko Tingkat Pengepul ................................................. 122 7.1.3. Identifikasi Risiko Tingkat Agroindustri ........................................... 124 7.1.4. Identifikasi Risiko Tingkat Distributor............................................... 127 7.1.5. Identifikasi Risiko Tingkat Konsumen ............................................... 130 7.1.6. Identifikasi Risiko Rantai Pasok Jagung ............................................ 132 7.2. Evaluasi Risiko Rantai Pasok .................................................................. 134 7.2.1. Evaluasi Risiko Tingkat Petani ...................................................... 134 7.2.2. Evaluasi Risiko Tingkat Pengepul ................................................. 136 7.2.3. Evaluasi Risiko Tingkat Agroindustri............................................ 137 7.2.4. Evaluasi Risiko Tingkat Distributor............................................... 139 7.2.5. Evaluasi Risiko Tingkat Konsumen............................................... 140 7.2.6. Evaluasi Risiko Rantai Pasok Jagung ............................................ 142 8. PENGENDALIAN DAN PENYEIMBANGAN RISIKO RANTAI PASOK 144 8.1. Pengendalian Risiko Rantai Pasok .......................................................... 144 8.1.1. Pengendalian Risiko di Tingkat Petani .......................................... 144 8.1.2. Pengendalian Risiko di Tingkat Pengepul ..................................... 147 8.1.3. Pengendalian Risiko di Tingkat Agroindustri................................ 149
ii
Halaman 8.1.4. Pengendalian Risiko di Tingkat Distributor ...................................... 151 8.1.5. Pengendalian Risiko di Tingkat Konsumen ...................................... 152 8.2. Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok...................................................... 154 8.2.1. Stakeholder Dialog Manajemen Risiko Rantai Pasok ...................... 156 8.2.2. Negosiasi Harga Jagung di Tingkat Petani ........................................ 159 8.3. Optimisasi Pola Penjadwalan Tanam dengan Kendala Risiko................ 163 8.3.1. Optimasi dengan Kendala Risiko Kuantitatif .................................... 163 8.3.2. Optimasi dengan Kendala Risiko Kualitatif ...................................... 167 8.3.3. Optimasi dengan Kendala Risiko Gabungan Kuantitatif dan Kualitatif................................................................................................ . 169 9. IMPLIKASI MANAJERIAL .......................................................................... 173 9.1. Implikasi Manajerial Analisis Risiko Rantai Pasok Jagung.................... 173 9.2. Implikasi Manajerial Pengendalian Risiko Rantai Pasok Jagung ........... 174 9.3. Implikasi Manajerial Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok Jagung ....... 175 10. KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 177 10.1. Kesimpulan............................................................................................ 177 10.2. Saran...................................................................................................... 180 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 182 LAMPIRAN........................................................................................................ 189
iii
DAFTAR TABEL Halaman
1. Detail kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Pinto 2006)................ 17 2. Detail kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Rajamani et al. 2006) 19 3. Nilai konsekuensi risiko .................................................................................. 23 4. Produksi jagung di daerah sentra produksi...................................................... 29 5. Produktifitas usaha tani jagung di daerah sentra produksi .............................. 30 6. Produktifitas jagung di beberapa negara produsen jagung dunia .................... 31 7. Atribut dan fungsi keanggotan Fuzzy dengan model TFN .............................. 48 8. Kategori variabel input fuzzy FMEA ............................................................... 55 9. Kategori variabel output fuzzy FMEA ............................................................. 56 10. Penilaian dampak risiko .................................................................................. 66 11. Bobot skala pengukuran risiko ........................................................................ 66 12. Aturan fuzzy IF-THEN evaluasi risiko rantai pasok...................................... 102 13. Hasil pembobotan risiko tingkatan rantai pasok dengan fuzzy AHP ............. 118 14. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko dominan di tingkat petani ... 121 15. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat pengepul ............. 123 16. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat agroindustri......... 126 17. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat distributor ........... 129 18. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat konsumen............ 131 19. Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko rantai pasok......................... 133 20. Hasil evaluasi risiko tingkat petani berdasarkan faktor risiko dominan........ 134 21. Hasil evaluasi risiko tingkat pengepul berdasarkan faktor risiko dominan ... 136 22. Hasil evaluasi risiko tingkat agroindustri berdasarkan faktor risiko dominan ......................................................................................................... 138 23. Hasil evaluasi risiko tingkat distributor berdasarkan faktor risiko dominan . 140 24. Hasil evaluasi risiko tingkat konsumen berdasarkan faktor risiko dominan . 141 25. Hasil evaluasi risiko rantai pasok berdasarkan nilai risiko tingkatannya...... 142 26. Input Excel-Solver pemilihan jadwal panen .................................................. 165 27. Output Excel-Solver pemilihan jadwal panen ............................................... 166 28. Perbandingan output model MILP dan AHP................................................. 170 29. Kombinasi alternatif, total profit dan total risk ............................................. 171
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Pinto 2006) ......................... 15 2. Kerangka tools manajemen risiko rantai pasok (NSW 2005)......................... 16 3. Kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Rajamani et al. 2006) ......... 18 4. Pohon Industri jagung (Suryana & Hermanto 2006) ...................................... 27 5. Alur tataniaga jagung (Sarasutha et al. 2007)................................................. 33 6. Areal tanam dan panen bulanan jagung di Indonesia (Suryana & Hermanto 2006) ............................................................................................................... 34 7. Jaringan rantai pasok total produk/komoditi jagung....................................... 36 8. Struktur model sistem pendukung keputusan cerdas (Phillips-Wren et al. 2009) ............................................................................................................... 39 9. Tahapan evaluasi risiko dengan fuzzy FMEA (Yeh & Hsieh 2007) ............... 53 10. Fungsi keanggotaan fuzzy segitiga .................................................................. 54 11. Fungsi keanggotaan fuzzy trapesium............................................................... 54 12. Fungsi keanggotaan input posibilitas risiko.................................................... 55 13. Fungsi keanggotaan input dampak dan paparan risiko ................................... 55 14. Fungsi keanggotaan fuzzy variabel output RPN.............................................. 56 15. Skema aturan fuzzy FMEA (Puente et al. 2002) ............................................. 57 16. Kerangka pikir penelitian manajemen risiko rantai pasok.............................. 71 17. Langkah pemodelan SPK cerdas pada manajemen risiko rantai pasok .......... 75 18. Langkah-langkah teknik pemodelan sistem .................................................... 80 19. Diagram lingkar sebab akibat.......................................................................... 89 20. Diagram input output ...................................................................................... 91 21. Diagram analisis sistem................................................................................... 92 22. Diagram tujuan sistem .................................................................................... 93 23. Diagram peranan subsistem ............................................................................ 94 24. Konfigurasi model SPK cerdas manajemen risiko rantai pasok ..................... 97 25. Diagram alir model identifikasi variabel dan faktor risiko rantai pasok......... 99 26. Fungsi keanggotaan fuzzy posibilitas risiko .................................................. 100 27. Fungsi keanggotaan fuzzy dampak risiko...................................................... 101 28. Fungsi keanggotaan fuzzy paparan risiko...................................................... 101 29. Fungsi keanggotaan fuzzy output risiko (FRPN)........................................... 102 30. Diagram alir model evaluasi risiko rantai pasok........................................... 103 v
Halaman 31. Diagram alir sub-model agregasi faktor risiko rantai pasok.......................... 105 32. Diagram alir sub-model agregasi risiko tingkatan rantai pasok .................... 106 33. Diagram alir sub-model agregasi risiko total rantai pasok ............................ 107 34. Diagram alir model penyeimbangan risiko rantai pasok ............................... 110 35. Diagram alir model mitigasi risiko tingkatan rantai pasok............................ 112 36. Struktur hierarki fuzzy AHP identifikasi risiko rantai pasok ......................... 117 37. Histogram perbandingan bobot risiko tingkatan rantai pasok komoditas jagung ............................................................................................................ 119 38. Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat petani...................... 120 39. Hasil evaluasi dan identifikasi risiko kualitas di tingkat petani .................... 122 40. Histogram bobot faktor risiko di tingkat pedagang pengumpul .................... 123 41. Hasil evaluasi dan identifikasi risiko harga di tingkat pengepul ................... 124 42. Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat agroindustri ............ 125 43. Hasil evaluasi dan identifikasi risiko mutu di tingkat agroindustri ............... 127 44. Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat distributor............... 128 45. Hasil evaluasi dan identifikasi risiko harga di tingkat distributor ................. 129 46. Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat konsumen ............... 130 47. Hasil evaluasi dan identifikasi risiko kualitas di tingkat konsumen.............. 131 48. Histogram perbandingan bobot faktor risiko rantai pasok komoditas jagung ............................................................................................................ 133 49. Hasil evaluasi risiko di tingkat petani ........................................................... 135 50. Hasil evaluasi risiko di tingkat pedagang pengumpul ................................... 137 51. Hasil evaluasi risiko di tingkat agroindustri .................................................. 138 52. Hasil evaluasi risiko di tingkat distributor..................................................... 140 53. Hasil evaluasi risiko di tingkat konsumen..................................................... 141 54. Hasil evaluasi risiko rantai pasok komoditas jagung .................................... 143 55. Pengendalian risiko di tingkat petani............................................................. 145 56. Mitigasi risiko rendahnya mutu di tingkat petani.......................................... 146 57. Pengendalian risiko di tingkat pengepul........................................................ 147 58. Mitigasi risiko penyusutan di tingkat pengepul............................................. 148 59. Pengendalian risiko di tingkat agroindustri ................................................... 149 60. Mitigasi risiko rendahnya mutu pasokan di tingkat agroindustri .................. 150 61. Pengendalian risiko di tingkat pengecer........................................................ 151
vi
Halaman 62. Mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat pengecer....................................... 152 63. Pengendalian risiko di tingkat konsumen ..................................................... 153 64. Mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat konsumen..................................... 154 65. Representasi fuzzy nilai posibilitas dan dampak risiko ................................. 156 66. Representasi fungsi keanggotaan fuzzy perubahan harga jagung.................. 157 67. Tampilan input nilai risiko pada model penyeimbangan risiko rantai pasok 158 68. Faktor risiko dominan setiap tingkatan rantai pasok jagung......................... 159 69. Tampilan hasil kesepakatan harga dengan penyeimbangan risiko ............... 161 70. Tampilan Excel-Solver untuk solusi model MILP ........................................ 166 71. Struktur hierarchy dari risiko rantai pasok ................................................... 168 72. Nilai bobot setiap elemen alternatif jadwal panen dengan risiko minimal ... 168
vii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Posisi penelitian manajemen risiko rantai pasok........................................... 189 2. Nilai utilitas risiko setiap tingkatan rantai pasok jagung............................... 190 3. Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko rantai pasok jagung ....................... 191 4. Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat petani jagung ............ 192 5. Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat pengepul jagung ....... 193 6. Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat agroindustri............... 194 7. Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat distributor ................. 195 8. Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat konsumen (peternak unggas) .......................................................................................................... 196 9. Struktur hierarki identifikasi faktor risiko setiap tingkatan dengan fuzzy AHP ............................................................................................................... 197 10. Struktur hierarki pemilihan strategi penyeimbangan risiko rantai pasok dengan fuzzy AHP......................................................................................... 197 11. Hasil pembobotan faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok....................... 198 12. Petunjuk instalasi dan pengoperasian sistem manajemen risiko rantai pasok.............................................................................................................. 199
viii
DAFTAR ISTILAH Agroindustri
Didefinisikan sebagai industri yang mengolah hasil pertanian menjadi barang lain bernilai tambah lebih tinggi melalui kemampuan teknologi yang melibatkan aspek fisik, kimia maupun biologi. Boleh dikatakan agroindustri sebagai revolusi nilai tambah yang menyempurnakan keberhasilan di bidang pertanian. Kegiatan agroindustri dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu daur singkat dan daur panjang. Konsep agroindustri mensimbiosakan dua bidang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan proses produksi dan manajemen.
AHP
(Analytical Hierarchy Process) - model pengambilan keputusan yang mampu memecahkan persoalan kompleks secara kuantitatif, oleh Thomas L.Saaty
Dampak
Pengaruh negatif atas suatu risiko yang terjadi
Defuzzyfisikasi
Proses konversi nilai fuzzy ke nilai crips (tunggal)
FAHP
Fuzzy AHP - proses pemecahan masalah dengan pendekatan AHP yang menggunakan data fuzzy
FFMEA
(Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis) – proses FMEA dengan menggunakan data fuzzy
FMEA
(Failure Mode and Effect Analysis) - metodologi untuk menganalisis potensi masalah keandalan pada awal siklus pengembangan produk untuk mengambil tindakan dalam mengatasi masalah, dengan meningkatkan kehandalan melalui desain. FMEA digunakan untuk mengidentifikasi mode kegagalan potensial, mengetahui efeknya pada pengoperasian produk, dan mengidentifikasi tindakan untuk mengurangi kegagalan
FRPN
(Fuzzy Risk Priority Number) – Nilai prioritas risiko dengan data fuzzy
Fungsi utilitas
Fungsi yang menggambarkan tingkat preferensi seorang pengambil keputusan terhadap suatu keadaan tertentu
Fuzzyfikasi
Proses konversi nilai crips ke nilai fuzzy
IDSS
(Intelligent Decision Support System) – Sistem pendukung pengambilan keputusan yang mempunyai kemampuan belajar dan beralasan dalam memberikan solusi
ix
Manajemen rantai pasok
Manajemen aliran bahan, informasi, dan finansial melalui sebuah jaringan kerja organisasi (yaitu pemasok, pengolah, penyedia logistik, pedagang besar/distributor, dan pengecer) yang bertujuan untuk memproduksi dan mengirimkan produk atau jasa untuk pelanggan
Manajemen risiko rantai pasok
Didefinisikan sebagai pendekatan formal dan terstruktur pada seluruh rantai pasok, termasuk mitra rantai pasok dan aktifitas yang bersesuaian dengan tujuan untuk mengenali, mengeksplorasi, menganalisis, mengevaluasi, memperlakukan, mengawasi, meninjau kembali dan mengkomunikasikan risiko rantai pasok yang berhubungan dengan setiap kegiatan rantai pasok, fungsi atau proses sedemikian sehingga memungkinkan perusahaan meminimalisasi kerugian dan memaksimalkan peluang atau kesempatan.
MILP
(Mixed Integer Linear Programming) suatu kerangka kerja yang sangat umum untuk menyelesaikan masalah optimisasi dalam pengambilan keputusan dengan menggunakan variabel diskrit dan kontinu.
Mitigasi risiko
proses identifikasi dan pengurangan pengaruh negatif dari timbulnya risiko
Paparan
Tingkat keterdeksian suatu faktor risiko oleh seorang pengambil keputusan
Penyeimbangan Proses untuk mendistribusikan risiko pada setiap tingkatan risiko rantai pasok dengan skenario tertentu untuk mendapatkan distribusi keuntungan yang sesuai Perlakuan risiko
Tindakan yang diambil terhadap suatu menghindarkan dampak yang ditimbulkannya
Posibilitas
Tingkat kemungkinan timbulnya suatu risiko
Rantai pasok
Merupakan pergerakan fisik bahan baku atau produk, aliran informasi, pergerakan uang, penciptaan dan penjabaran modal intelektual. Rantai pasokan tidak sama dengan istilah logistik karena di dalamnya akan termasuk fungsi pembelian, produksi, pemasaran, keuangan, perekayasaan dan aktivitas pengendalian.
Risiko
Didefinisikan sebagai variasi pada distribusi hasil potensial, kemungkinan kejadian dan nilainya subjektif. Oleh karena itu, risiko bisa mengindikasikan deviasi positif dan negatif dari hasil yang diharapkan.
x
risiko
untuk
Risiko rantai pasok
Didefinisikan sebagai kerusakan yang dikaji dengan kemungkinan terjadinya disebabkan oleh suatu kejadian dalam sebuah perusahaan, dalam rantai pasok atau lingkungannya menimbulkan pengaruh negatif terhadap proses bisnis pada lebih dari satu perusahaan dalam rantai pasok
RPN
(Risk Priority Number) – Nilai prioritas risiko yang diperoleh dari hasil perkalian nilai posibilitas, dampak dan paparan dengan metode FMEA
SCRM
(Supply Chain Risk Management) merupakan suatu bidang manajemen risiko yang mengidentifikasi timbulnya potensi ganguan dalam jaringan rantai pasok secara terus menerus yang menyebabkan kerugian finansial
SPK Cerdas
(Sistem Pendukung Keputusan Cerdas) – sistem penunjang pengambilan keputusan yang dapat memberikan solusi alternatif dan mempunyai kemampuan belajar dan beralasan dalam memberikan solusi karena menggunakan metode cerdas seperti inferensi fuzzy, neural network dan intelligent sistem
SWOT
(Strength Weakness Opportunity and Threat) - sebuah bentuk analisa situasi dan kondisi yang bersifat deskriptif (memberi gambaran), situasi yang sedang dihadapi atau yang mungkin akan dihadapi oleh organisasi
TFN
(Triangular Fuzzy Number) merupakan representasi bilangan fuzzy dengan pendekatan bentuk segitiga
Variable risiko
Parameter yang berpengaruh terhadap timbulnya risiko pada suatu faktor risiko
xi
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Jagung merupakan jenis tanaman serealia yang mempunyai peran strategis
dalam perekonomian nasional, mengingat fungsinya yang multiguna. Jagung dapat dimanfaatkan untuk pangan, pakan, dan bahan baku industri.
Jagung
merupakan bahan makanan pokok utama di Indonesia, yang memiliki kedudukan sangat penting setelah beras. Namun dengan pesatnya perkembangan industri peternakan, jagung merupakan komponen utama (60%) dalam ransum pakan. Diperkirakan lebih dari 55% kebutuhan jagung dalam negeri digunakan untuk pakan, sedangkan untuk konsumsi pangan hanya sekitar 30%, dan selebihnya untuk kebutuhan industri lainnya dan bibit (Kasryno et al. 2008). Dalam perekonomian nasional, jagung penyumbang terbesar kedua setelah padi dalam subsektor tanaman pangan. Sumbangan jagung terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus meningkat setiap tahun, sekalipun pada saat krisis ekonomi. Pada tahun 2000, kontribusi jagung dalam perekonomian nasional mencapai Rp 9,4 trilyun dan pada tahun 2003 meningkat menjadi Rp 18,2 trilyun. Kondisi demikian mengindikasikan besarnya peranan jagung dalam memacu pertumbuhan subsektor tanaman pangan dan perekonomian nasional secara umum. Perluasan areal tanam dan penggunaan benih hibrida dan komposit unggul telah meningkatkan produksi jagung dari 9,35 juta ton pada tahun 2001 menjadi 13,88 juta ton pada tahun 2008, namun belum mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri, sehingga impor masih diperlukan. Produksi jagung nasional diproyeksikan tumbuh 4,63% per tahun. Pada tahun 2015 produksi jagung diharapkan telah mencapai 17,93 juta ton. Peluang peningkatan produksi jagung dalam negeri masih sangat terbuka baik melalui peningkatan produktivitas yang sekarang masih rendah (3,43 t/ha) maupun pemanfaatan potensi lahan yang masih luas utamanya di luar Jawa (Zubachtirodin et al. 2007). Namun dalam pengembangan jagung nasional, masih ditemukan beberapa masalah antara lain: 1) Produksi tidak merata setiap bulannya, sehingga pada waktu tertentu pabrik pakan kekurangan bahan baku jagung, 2) Lemahnya permodalan petani, terutama untuk penyediaan sarana produksi pertanian dan
1
2
pada waktu tertentu beberapa sarana itu sulit diperoleh, 3) Produksi jagung sebagian besar dihasilkan pada musim hujan, sedangkan alat pengering dan gudang sangat terbatas, menyebabkan banyak produksi jagung yang mengalami kerusakan, 4) Belum adanya jaminan harga pada saat panen raya, 5) Lemahnya kelembagaan petani jagung, sehingga harga ditentukan oleh konsumen, tengkulak, dan pengumpul, 6) Masih terbatasnya benih hibrida di tingkat petani merupakan salah satu masalah dalam upaya percepatan peningkatan produksi (Purwanto 2007). Pasokan jagung sangat tergantung pada musim tanam sehingga tanpa sistem penyimpanan yang baik bisa dipastikan akan terjadi pasokan berlebihan pada saat panen raya dan kekurangan pasokan pada saat antara panen atau gangguan cuaca buruk dan serangan hama penyakit. Tingkat harga bervariasi tajam akibat fluktuasi pasokan tersebut, sehingga menimbulkan risiko ketidakpastian harga dan pasokan. Pada saat panen raya, suplai melimpah menyebabkan harga jagung dalam negri jatuh dan mendorong pedagang hasil bumi untuk mengekspor ke luar negri. Sebaliknya pada saat paceklik, harga jagung lokal naik dan mendorong pedagang untuk mengimpor jagung. Apabila ikut diperhitungkan dengan faktor nilai tukar rupiah yang sangat fluktuatif, maka harga jagung bisa menjadi sangat mahal, sehingga menimbulkan risiko produksi. Daya simpan untuk menghindari variasi pasokan dan harga di kalangan produsen masih rendah, sehubungan masih sedikit tersedianya silo penyimpanan dan pengeringan jagung di sentra-sentra produksi jagung. Penyimpanan sederhana yang terlalu lama di tingkat petani atau pengumpul akan meningkatkan kandungan aflatoksin pada jagung yang menurunkan kualitas komoditi tersebut, sehingga menimbulkan risiko mutu produk dan penurunan harga. Oleh karena itu perlu antisipasi keadaan ini dengan penguatan produksi jagung nasional dengan penerapan pasca panen dan peningkatan produktifitas di tingkat petani serta kestabilan pasokan jagung dalam negeri. Disamping itu petani umumnya menjual hasil jagung hanya ke pedagang pengumpul atau ke pasar (pedagang penyalur kota atau pengecer di pasar umum). Dengan demikian, harga yang diterima petani relatif lebih rendah dan fluktuatif. Keadaan ini kurang menguntungkan bagi petani, sebab tidak adanya jaminan
3
harga yang layak (Sarasutha et al. 2007).
Hal ini memunculkan sejumlah
persoalan tidak lancarnya pasokan, tidak proporsionalnya pembagian risiko, nilai tambah dan keuntungan antar pelaku, rendahnya mutu dan keamanan produk, tidak efisiennya biaya sepanjang rantai pasokan serta melonjaknya harga produk. Petani, sebagai penyedia bahan baku adalah pelaku utama yang menderita kerugian dalam distorsi tersebut, yaitu menanggung porsi risiko yang lebih besar dan menerima porsi keuntungan dan nilai tambah yang lebih kecil. Oleh karena itu dibutuhkan suatu model yang dapat digunakan untuk menentukan harga secara bersama-sama dalam jaringan pasokan jagung sehingga tercipta distribusi risiko yang seimbang dengan negosiasi yang adil. Salah satu mekanismenya adalah dengan melakukan manajemen risiko dan penyeimbangan risiko rantai pasok jagung, sehingga tercipta distribusi keuntungan yang seimbang antar tingkatan rantai pasok. Untuk dapat membuat mekanisme penyeimbangan risiko rantai pasok, diperlukan penelitian tetang manajemen risiko rantai pasok dan distribusi jagung nasional dengan melibatkan berbagai stakeholder yang berkepentingan dalam bisnis tersebut.
Karena permasalahan manajemen risiko tersebut melibatkan
berbagai tingkatan pelaku dalam rantai pasok jagung dan bersifat probabilistik dengan ketidakpastian yang tinggi dan dinamis serta tidak terstruktur yang menyangkut risiko yang dihadapi oleh masing masing stakeholder maka perlu pendekatan sistem dalam penyelesaiannya. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dikembangkan suatu metode pengambilan keputusan cerdas dalam manajemen risiko rantai pasok produk/ komoditas jagung dengan menggunakan pendekatan sistem komputasi lunak (Soft Computing) seperti fuzzy logic, fuzzy inference, optimisasi fuzzy dan kecerdasan buatan. Manajemen risiko rantai pasok oleh Chapman et al. (2002) didefinisikan sebagai identifikasi dan manajemen risiko dalam rantai pasok dan risiko ekternalnya melalui pendekatan koordinasi di antara anggota rantai pasok untuk mengurangi terganggunya rantai pasok secara keseluruhan. Manajemen risiko rantai pasok berfokus pada bagaimana memahami dan menanggulangi pengaruh berantai ketika suatu kecelakaan yang besar atau kecil terjadi pada suatu titik dalam jaringan pasokan. Secara umum, proses manajemen risiko rantai pasok
4
terdiri dari identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko dan mitigasi risiko. Identifikasi risiko disarankan sebagai tahapan fundamental dalam proses manajemen risiko (Hallikas et al. 2004; Norrman & Lindroth 2004). Risiko rantai pasok dapat diakibatkan dari satu perusahaan dalam rantai pasok, atau keterhubungan antar organisasi dalam jaringan pasokan, atau antar jaringan pasokan dan lingkungannya, yang akan menyebabkan kerugian finansial secara menyeluruh atau bahkan mengakibatkan berhentinya kegiatan bisnis. Oleh karena itu perlu pengendalian risiko rantai pasok agar dapat menghindarkan akibat berkelanjutan yang dapat terjadi pada setiap titik dalam jaringan pasokan (Karningsih et al. 2007). Penelitian yang sudah pernah dilakukan berkaitan dengan manajemen risiko rantai pasok adalah Hallikas et al. (2002); Jutner et al. (2003); Harland et al. (2003); Cavinato (2004); Chopra dan Sodhi (2004); Christopher dan Peck (2004); Wu et al. (2006); Li et al. (2007) dan Lee (2008). Kebanyakan penelitian ini mendiskusikan manajemen risiko rantai pasok pada bidang manufaktur. Beberapa studi manajemen risiko rantai pasok bidang agroindustri adalah Diersen dan Garcia (1998); Diaz dan Hansel (2007); Jaffee et al. (2008); Deep dan Dani (2009). Akan tetapi kajian tersebut belum mengidentifikasi risiko setiap tingkatan rantai pasok dan melakukan penyeimbangan risiko antar tingkatan. Oleh karena itu penelitian ini berfokus pada masalah tersebut.
1.2.
Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah dihasilkannya sistem penunjang
pengambilan keputusan cerdas untuk menajemen risiko rantai pasok produk atau komoditas jagung yang efektif dan efisien serta responsif guna membantu pemangku kepentingan pada setiap tingkatan rantai pasok untuk membuat keputusan cerdas secara cepat.
Adapun secara khusus tujuan antara dari
penelitian ini adalah: a) Untuk mengembangkan model identifikasi evaluasi dan mitigasi risiko rantai pasok yang efektif dan efisien b) Untuk mengembangkan model manajemen risiko, khususnya dalam hal penyeimbangan risiko rantai pasok produk atau komoditas jagung.
5
c) Mengembangkan basis pengetahuan sistem manajemen risiko rantai pasok produk atau komoditas jagung dengan fokus kajian yang bersifat komprehensif, lintas sektoral dan multi disiplin, sehingga teridentifikasi risiko rantai pasok yang dominan dan prioritas penanganan risiko. d) Mengembangkan
model-model
cerdas
untuk
pengambilan
keputusan
manajemen risiko rantai pasok produk atau komoditas jagung melalui pengembangan model-model yang mampu mengolah pengetahuan yang bersifat kuantitatif dan kualitatif dengan memanfaatkan kemampuan teknik pengambilan keputusan kriteria jamak dan multi hierarki serta soft computing yang mencakup teknik fuzzy inferences dan fuzzy logic. e) Membuat prototipe sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk atau komoditas jagung pada berbagai strata pengambil keputusan dan tingkatan rantai pasok.
1.3.
Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dengan tersedianya sistem manajemen
risiko rantai pasok produk atau komoditas jagung yang dihasilkan dari penelitian ini adalah: a) Dapat digunakan untuk menangani risiko rantai pasok dan mengetahui sumber risiko dan dampak risiko yang ditimbulkannya. b) Model pengukuran risiko yang dihasilkan juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat kejadian risiko dan dampaknya terhadap kinerja rantai pasok secara keseluruhan. c) Untuk meningkatkan kewaspadaan pada semua pelaku rantai pasok terhadap munculnya risiko yang dapat mempengaruhi kinerja rantai pasok secara keseluruhan. d) Dapat mempermudah melakukan pengawasan risiko dan penanganannya sehingga menajemen risiko menjadi lebih efektif dan efisien. e) Dapat membantu pemangku kepentingan dalam membuat perencanaan manajemen rantai pasok dengan pertimbangan meminimalkan risiko dan optimalisasi keuntungan.
6
f) Sistem manajemen risiko rantai pasok produk atau komoditas jagung berbasis web yang dihasilkan dapat diakses oleh setiap stakeholder rantai pasok, sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan akan terjadinya risiko dalam rantai pasok untuk mengantisipasinya secara bersama dan interaktif. g) Strategi dan tindakan penanganan risiko rantai pasok produk dan komoditas jagung, dapat digunakan sebagai salah satu alternatif solusi bagi setiap stakeholder dalam penanganan risiko rantai pasok. h) Memberikan gambaran pengukuran risiko rantai pasok komoditas jagung terhadap petani, pengumpul, agroindustri dan distributor.
1.4.
Perumusan Masalah Penelitian Perancangan sistem penunjang pengambilan keputusan cerdas menajemen
risiko rantai pasok produk atau komoditas jagung membutuhkan analisis yang komprehensif mengenai faktor-faktor terjadinya risiko, tingkat kejadian risiko dan dampak risiko, pelaku yang menghadapi risiko dan bagaimana menghadapi risiko rantai pasok sehingga diperoleh suatu model pengambilan keputusan yang memadai bagi pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok. Beberapa pertanyaan penelitian yang akan dijawab melalui penelitian ini diantaranya adalah: a) Bagaimana bentuk model manajemen risiko serta basis pengetahuan yang diperlukan untuk mendukung manajemen risiko rantai pasok produk atau komoditas jagung yang mudah digunakan oleh setiap pemangku kepentingan. b) Faktor dan sumber risiko rantai pasok komoditas jagung apa saja yang perlu dikendalikan oleh tiap tingkatan rantai pasok. c) Bagaimana mekanisme untuk menyeimbangankan risiko rantai pasok, sehingga tercipta distribusi keuntungan pada setiap tingkatan. d) Tindakan apa saja yang perlu dilakukan untuk menangani risiko rantai pasok produk dan komoditas jagung sehingga tercipta ditribusi risiko rantai pasok yang seimbang e) Bagaimana model sistem penunjang pengambilan keputusan cerdas yang sesuai untuk mendukung pengambilan keputusan manajemen risiko rantai
7
pasok produk atau komoditas jagung sehingga tercipta suatu mekanisme penyeimbangan risiko rantai pasok.
1.5.
Ruang Lingkup Guna memfokuskan penelitian dengan berbagai keterbatasan dan
kendalanya maka penelitian pemodelan sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk atau komoditas jagung mempunyai ruang lingkup sebagai berikut: a) Verifikasi dan validasi model yang dihasilkan dalam penelitian ini digunakan data manajemen risiko rantai pasok jagung di Jawa Tengah. b) Pemodelan manajemen risiko dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif yang berkaitan dengan permintaan (demand), produksi (supply), penggudangan (stocking) dan distribusi jagung untuk mendukung program ketahanan pangan. c) Sistem pendukung keputusan yang akan dirancang merupakan sistem pendukung keputusan manajemen risiko rantai pasok secara vertikal. d) Tingkatan rantai pasok yang dikaji dalam penelitian adalah petani, pengumpul, agroindustri pakan unggas, distributor pakan unggas dan peternak unggas sebagai konsumen.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Manajemen Risiko Rantai Pasok Rantai pasok adalah jaringan pasokan dan permintaan yang mencakup
pemasok, produsen, pengecer besar dan konsumen akhir, dengan tujuan respon cepat dan kerjasama yang efektif dalam pengendalian kualitas dan penurunan biaya. Istilah manajemen rantai pasok (supply chain management) dipopulerkan sebagai pendekatan manajemen persediaan yang ditekankan pada pasokan bahan baku. Isu ini terus berkembang sebagai kebijakan strategis perusahaan yang menyadari bahwa keunggulan bersaing perlu didukung oleh aliran barang dari pemasok hingga pengguna akhir. Menurut Vorst (2004) manajemen rantai pasok adalah keterpaduan antara perencanaan, koordinasi seluruh proses, dan aktivitas bisnis untuk menghantarkan nilai keutamaan produk kepada konsumen sebagai keseluruhan
untuk
memenuhi
kebutuhan
kepuasaan
para
pihak
yang
berkepentingan dalam sistem rantai pasok. Rantai pasok adalah jaringan fisik dan aktivitas yang terkait dengan aliran bahan dan informasi di dalam atau melintasi batas-batas perusahaan. Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2003), rantai pasok adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan produk dan jasanya kepada para konsumennya. Tang (2006) mendefinisikan manajemen rantai pasok sebagai manajemen aliran bahan, informasi, dan finansial melalui sebuah jaringan kerja organisasi
(yaitu
pemasok,
pengolah,
penyedia
logistik,
pedagang
besar/distributor, dan pengecer) yang bertujuan untuk memproduksi dan mengirimkan produk atau jasa untuk pelanggan. Manajemen rantai pasok mencakup koordinasi serta kolaborasi proses dan kegiatan melalui fungsi yang berbeda, seperti pemasaran, penjualan, produksi, perancangan produk, pengadaan, logistik, pembiayaan, dan teknologi informasi dalam jaringan kerja organisasi. Akhir-akhir ini, banyak perusahaan sudah mengkaji bahwa disamping risiko tradisionalnya yang muncul dalam aktifitas bisnisnya, ada risiko baru yang bersumber dari kolaborasi yang ketat dalam jaringan rantai pasok (Giunipero & Eltantawy 2004).
Dalam literature, istilah risiko didefinisikan sebagai suatu
ketidakpastian di masa yang akan datang tentang kerugian (Christopher & Peck
8
9
2004). Risiko adalah ketidakpastian dari kejadian yang akan datang (Olsson 2002). Risiko berarti kemunculan kemungkinan terjadinya suatu hal yang tidak baik (Borge 2001). Risiko adalah ancaman yang terjadi secara internal atau eksternal akan berpengaruh merugikan pada kemampuan untuk mencapai sasaran dan menimbulkan dampak pada nilai capaian. kemungkinan bahwa sesuatu yang tidak baik akan terjadi atau sesuatu yang jelek akan terjadi (Shimell 2002). Risiko adalah setiap sumber kejadian random yang bisa mempunyai dampak berlawanan terhadap nilai pertanggungjawaban asset bersih suatu perusahaan pada pendapatannya dan atau arus kasnya (Culp & Christopher 2002), sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia, risiko adalah kemungkinan terjadinya peristiwa yang dapat merugikan perusahaan. Dalam terori keputusan tradisional, risiko didefinisikan sebagai variasi pada distribusi hasil potensial, kemungkinan kejadian dan nilainya subjektif. Oleh karena itu, risiko bisa mengindikasikan deviasi positif dan negatif dari hasil yang diharapkan.
Akan tetapi, sebuah kajian empiris oleh March dan Shapira
menunjukan bahwa risiko sering menurun pada komponen yang negatif dalam bisnis praktis, sedangkan deviasi positif dianggap sebagai kesempatan atau peluang. Hal yang sama risiko dapat didefinisikan sebagai hasil dari kejadian negatif yang mempunyai kemungkinan terjadi dan menghasilkan sejumlah kerugian (March & Shapira 1987). Definisi risiko menurut Voughan (2008) adalah (1) Risk is the chance of loss (Risiko adalah kans kerugian). Chance of loss berhubungan dengan suatu exposure (keterbukaan) terhadap kemungkinan kerugian. Dalam ilmu statistik, chance dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan munculnya situasi tertentu. (2) Risk is the possibility of loss (Risiko adalah kemungkinan kerugian) Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada diantara nol dan satu. (3) Risk is uncertainty (Risiko adalah ketidakpastian) Uncertainty dapat bersifat subjective dan objective. Subjective uncertainty merupakan penilaian individu terhadap situasi risiko yang didasarkan pada pengetahuan dan sikap individu yang bersangkutan. Risiko rantai pasok dapat didefinisikan sebagai: kerusakan yang dikaji dengan kemungkinan terjadinya disebabkan oleh suatu kejadian dalam sebuah perusahaan, dalam rantai pasok atau lingkungannya menimbulkan pengaruh
10
negatif terhadap proses bisnis pada lebih dari satu perusahaan dalam rantai pasok (Kersten et al. 2007). Bagian pertama dari definisi tersebut menjelaskan dua dimensi yang diperlukan untuk mengkaji risiko: Kemungkinan terjadinya dan penyebab kerusakan. Akan tetapi, berbeda dengan definisi umum dari March dan Shapira pada risiko manajemen, definisi ini tidak mencakup aturan bagaimana kedua dimensi tersebut harus dikombinasikan. Kombinasi dari dimemsi ini sangat bergantung pada tingkah laku individu terhadap risiko. Oleh karena itu sangat berguna bagi pengkaji risiko praktis untuk menggunakan suatu matrik representasi kedua dimensi kemungkinan dan dampaknya. Bagian kedua dari difinisi tersebut berkaitan dengan perbedaan dari risiko rantai pasok dan risiko bisnis umumnya. Oleh karena itu jangkauan risiko yang diperkenalkan yang membedakan antara risiko rantai pasok dengan risiko secara umum. Risiko rantai pasok merupakan risiko yang hanya berpengaruh pada paling sedikit dua perusahaan dalam rantai pasok.
Akan tetapi, tidak
dikaitkan apakah sebuah perusahaan dipengaruhi secara langsung ataupun tidak langsung oleh risiko rantai pasok.
Jika perusahaan melewatkannya sendiri,
kebanyakan risiko internal pada mitra rantai pasoknya, mitra tersebut terpengaruh secara tidak langsung oleh risiko ini, dimana berkonsekuensi terjadinya kerusakan.
Pengaruh ini tidak terbatas pada satu tingkat pada rantai pasok.
Bahkan perusahaan yang hanya terpengaruh secara tidak langsung menyebarkan risiko ini pada anggota lain selanjutnya dalam jaringannya. Perusahaan biasanya tidak dapat menangani risiko rantai pasok tak langsung karena asal usul dari risiko ini diluar dari jangkauan penglihatannya.
Fenomena ini yang menyebabkan
meningkatnya portofolio risiko rantai pasok disebut dalam literature sebagai vulnerability (penyebab terjadinya kerusakan). Tingginya kompleksitas dan ketergantungan merupakan karakteristik dari rantai pasok saat ini.
Globalisasi, e-bisnis, permintaan mengambang dan
bergesernya philosofi bisnis (seperti outsourcing) merupakan beberapa faktor yang membuat anggota rantai pasok menjadi lebih bergantung terhadap yang lain. Sebagai akibatnya rantai pasok menjadi lebih rentan terhadap gangguan. Jika suatu gangguan terjadi pada salah satu pemain rantai pasok, hal ini akan mengganggu keseluruhan jaringan. Risiko dalam rantai pasok dapat diakibatkan
11
dari suatu perusahaan dalam rantai pasok, atau keterhubungan antar organisasi dalam jaringan pasokan, atau antar jaringan pasokan dan lingkungannya, yang akan menyebabkan kerugian finansial secara menyeluruh atau bahkan mengakibatkan berhentinya kegiatan bisnis. Oleh karena itu perlu pengendalian risiko rantai pasok agar dapat menghindarkan akibat berkelanjutan yang dapat terjadi pada setiap titik dalam jaringan pasokan. Manajemen risiko berarti melakukan tindakan yang disengaja untuk merubah kemungkinan yang lebih disukai atau menambah kemungkinan hasil yang lebih baik dan mengurangi kemungkinan hasil yang lebih jelek (Borge 2001). Manajemen risiko adalah proses yang dilakukan organisasi untuk mencoba memastikan bahwa risiko yang muncul adalah risiko yang diinginkan dan perlu dimunculkan untuk menjalankan bisnis utamanya. Sehingga manajemen risiko adalah proses yang dilakukan perusahaan untuk mengidentifikasi risikonya dan kemudian mengambil suatu tindakan yang diperlukan sebelum atau sesudah untuk mengendalikan deviasi timbulnya risiko nyata dari toleransi awal terhadap risiko tersebut (Culp & Christopher 2002).
Sehingga menurut Bredell (2004)
manajemen risiko rantai pasok adalah pendekatan formal dan terstruktur pada seluruh rantai pasok, termasuk mitra rantai pasok dan aktifitas yang bersesuaian dengan tujuan untuk mengenali, mengeksplorasi, menganalisis, mengevaluasi, memperlakukan, mengawasi, meninjau kembali dan mengkomunikasikan risiko rantai pasok yang berhubungan dengan setiap kegiatan rantai pasok, fungsi atau proses sedemikian sehingga memungkinkan perusahaan meminimalisasi kerugian dan memaksimalkan peluang atau kesempatan. Secara umum, proses manajemen risiko rantai pasok terdiri dari identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko dan mitigasi risiko. Identifikasi risiko disarankan sebagai tahapan fundamental dalam proses manajemen risiko (Hallikas et al. 2004; Norrman & Lindroth 2004). Kebanyakan risiko potensial, tidak hanya dalam organisasi tetapi juga antar anggota jaringan pasokan dan antar jaringan pasokan dan lingkungannya harus diidentifikasi.
Risiko yang tidak
teridentifikasi dapat menyebabkan kesalahan arah dalam proses manajemen risiko rantai pasok (seperti: pembuatan rencana mitigasi risiko), menimbulkan tidak
12
tepatnya atau tidak sesuainya strategi untuk mengendalikan risiko-risiko ini dan hal ini dapat menyebabkan kerugian yang lebih besar. Peningkatan tingkat kebergantungan dan kompleksitas dari jaringan rantai pasok saat ini menjadikan rantai pasok secara keseluruhan saat ini menjadi lebih rentan terhadap gangguan. Setiap gangguan yang terjadi dalam salah satu pemain rantai pasok dapat mempengaruhi jaringan rantai pasok secara keseluruhan seperti berhentinya arus informasi dan sumber daya dari hulu ke hilir dalam rantai pasok dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan. Oleh karena itu risiko dalam rantai pasok dapat didefinisikan sebagai terganggunya arus informasi dan sumberdaya dalam jaringan rantai pasok karena adanya penghentian dan variasi yang tidak pasti (Juttner et al. 2003) dan sumber/faktor dari risiko disebabkan oleh risiko yang tidak dapat diramalkan secara pasti (Niwa 1989). Chapman et al. (2002) menyarankan bahwa risiko dalam rantai pasok dapat terjadi dari internal (relasi antara organisasi dengan jaringan pemasok) dan eksternal (antara jaringan pemasok dengan lingkunganya). Manajemen risiko rantai pasok oleh Chapman et al. (2002) didefinisikan sebagai identifikasi dan manajemen risiko dalam rantai pasok dan risiko ekternalnya melalui pendekatan koordinasi di antara anggota rantai pasok untuk mengurangi terganggunya rantai pasok secara keseluruhan. Manajemen risiko rantai pasok berfokus pada bagaimana memahami dan menanggulangi pengaruh berantai ketika suatu kecelakaan yang besar atau kecil terjadi pada suatu titik dalam jaringan pasokan. Selanjutnya hal yang paling penting adalah memastikan bahwa ketika gangguan terjadi, perusahaan mempunyai kemampuan untuk kembali kepada keadaan normal dan melanjutkan bisnisnya. Dua metode utama untuk mengevaluasi risiko rantai pasok adalah metode evaluasi risiko berdasarkan pendapat pakar dan metode evaluasi risiko secara statistik (Klimov & Merkuryev 2006).
Metode evaluasi risiko berdasarkan
pendapat pakar biasanya disebut sebagai model evaluasi risiko kualitatif dan metode evaluasi secara deterministic dan statistic disebut sebagai model evaluasi risiko kuantitatif. Beberapa model evaluasi risiko kualitatif yang telah dilakukan adalah Wu et al. (2006) dan Schoenherr et al. (2008). Kemudian beberapa model kuantitatif manajemen risiko rantai pasok telah juga dikembangkan oleh Nagurney
13
et al. (2005), Xiaohui et al. (2006), Wu et al. (2006) Li et al. (2007) dan Lee (2008). Selain itu telah dikembangkan juga model gabungan antara kualitatif dan kuantitatif seperti yang dilakukan oleh Arisoy (2007) dan Wu dan Olson (2008). Manajemen risiko rantai pasok produk pertanian berbeda dengan manajemen risiko rantai pasok produk manufaktur lainnya karena: (1) produk pertanian bersifat mudah rusak, (2) proses penanaman, pertumbuhan dan pemanenan tergantung pada iklim dan musim, (3) hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi, (4) produk pertanian bersifat kamba sehingga produk pertanian sulit untuk ditangani (Austin 1992; Brown 1994). Sehingga manajemen risiko rantai pasok produk pertanian menjadi lebih sulit dari pada produk manufaktur karena beberapa sumber ketidakpastian dan hubungan yang kompleks antara pelaku dalam rantai pasok yang berkaitan dengan karakteristik produknya.
2.1.1. Kerangka Kerja Manajemen Risiko Rantai Pasok Manajemen risiko rantai pasok sudah menjadi kegiatan yang diharuskan dalam manajemen rantai pasok, agar dapat menghindari atau paling tidak mengurangi terjadinya kegagalan berbisnis yang kelihatannya menjadi hal yang sering terjadi dalam era penuh ketidakpastian saat ini. Menurut Hallikas et al. (2004), proses manajemen risiko yang umum terjadi pada suatu perusahaan terdiri dari empat kegiatan utama yaitu identifikasi risiko, pengkajian risiko, pengambilan keputusan dan implementasi pada kegiatan manajemen risiko dan pengawasan risiko. 1. Identifikasi risiko, dengan mengidentifikasi risiko, pengambil keputusan risiko menjadi memahami tentang kejadian atau fenomena yang menyebabkan ketidakpastian. Fokus utama dari identifikasi risiko adalah mengenali ketidakpastian yang akan terjadi agar dapat mengendalikan skenario ini secara proaktif. 2. Pengkajian risiko, Pengkajian risiko dan memprioritaskannya diperlukan agar dapat memilih tindakan manajemen yang sesuai terhadap faktorfaktor risiko yang teridentifikasi berdasarkan situasi dan kondisi perusahaan.
14
3. Keputusan dan implementasi tindakan manajemen risiko, sangat diperlukan
untuk
menggunakan
metode
manajemen
yang
dapat
memastikan pencegahan secara parsial atau total terhadap risiko yang akan terjadi atau pada saat terjadinya kegagalan, dilakukan dengan mengurangi akibatnya terhadap pengoperasian rantai pasok.
Metode utama untuk
menanggulangi risiko, seperti dalam literature(Culp & Christopher 2002; IRM 2003; Chapman et al. 2002) adalah: a) Menghidari risiko, secara intuisi cara untuk menghindari risiko yang utama adalah tidak mengambil tindakan yang akan berpotensi terjadinya risiko yang dimaksud. b) Mitigasi atau eliminasi risiko, hal ini sering disebut sebagai pendekatan yang baik; sebagai contoh, bisa tidaknya suatu rancangan sistem direvisi agar supaya dapat mengurangi atau mengeliminasi kemungkinan terjadinya risiko tertentu atau konsekuensi yang ditimbulkan jika terjadi. Sebaliknya apakah risiko dapat dieliminasi dengan mempertahankan rancangan yang sama tetapi menggunakan penyelesaian lain yang mungkin, seperti dalam kasus pemilihan pemasok. c) Pengalihan risiko, Sebuah prinsip yang umum dari strategi menajemen
risiko
yang
efektif
adalah
bahwa
risiko
harus
didistribusikan jika mungkin pada semua pihak agar dapat dilakukan pengaturan dengan baik.
Sebagai tindakan ekstrim risiko dapat
dialihkan pada perusahaan asuransi, dengan membayar premi yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya risiko tersebut, dengan melakukan kontrak untuk menyediakan konpensasi terhadap seluruh pelaku yang terpengaruh oleh risiko. d) Penyerapan dan pengumpulan risiko, Ketika risiko (tidak dapat dijustifikasi secara ekonomi) tidak dapat dieliminasi, dialihkan dan dihindari, maka harus diserap. Dalam suatu rantai pasok, hal ini tidak selalu disarankan hanya sebuah perusahaan tertentu untuk menanggung semua risiko yang terserap. Risiko dapat dikurangi dengan melalui mekanisme pengumpulan (pooling) kemungkinan melalui partisipasi
15
dalam sebuah konsursium dari kontraktor, ketika dua atau lebih anggota dapat melakukan pengendalian parsial terhadap kejadian dan akibat dari risiko. 4. Pengawasan risiko, Perusahaan dan lingkungannya tidaklah statik, dan oleh karenanya juga status risiko akan berubah. Faktor-faktor risiko yang dikenali harus dimonitor untuk mengidentifikasi potensi meningkatnya kecenderungan dari kemungkinan dan konsekuensinya. Sebagai akibatnya faktor risiko penting yang baru bisa muncul. Menurut Pinto (2006), proses manajemen risiko yang lebih rinci dapat ditunjukkan pada Gambar 1, yang merupakan kontribusi dari IRM (2003) dan NSW (2005).
1. Menemukan kontek 2. Analisa Risiko 3. Evaluasi Risiko 4. Perlakuan Risiko
Pengawasan Risiko
Pelaporan dan konsultasi internal
Pelaporan dan konsultasi eksternal
Tujuan strategis dan visi perusahaan
Gambar 1 Kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Pinto 2006) Model ini menunjuk semua aspek yang berkaitan dengan manajemen risiko, dari pengkajian risiko sampai pada perlakuan risiko dan komunikasi, diantaranya dengan pangawasan dan tahap konsultasi, yang berinteraksi dengan tahapan lainnya agar supaya dapat mengidentifikasi potensi peningkatan kecenderungan dari faktor risiko yang sudah dikenali dan faktor risiko baru yang signifikan. Elemen yang mendominasi seluruh model ini direpresentasikan sebagai tujuan strategis dan visi perusahaan, yang mengarahkan semua bagian dari blok proses. Setiap keputusan melibatkan sebuah risiko dan keberhasilannya tidak hanya dihasilkan oleh keberutungan (paling tidak dalam jangka waktu panjang): setiap bisnis dalam perusahaan mengandung risiko, oleh karenanya risiko muncul
16
sebagai isu kunci strategis yang berperan dalam perusahaan modern. Kerangka tool manajemen risiko berdasarkan kerangka kerja ini dapat diperlihatkan pada
Penentuan konteks
Model risiko dan mekanisme Query
Identifikasi Risiko
Pengetahuan risiko awal (Repository)
Analisa Risiko
Pengukuran kualitatif dan kuantitatif
Evaluasi Risiko
Sistem penunjang keputusan
Perlakuan Risiko
Rencana mitigasi risiko
Proyek tim yang berfokus pada risiko
Interface interaktif dan kolaboratif
Gambar 2.
Gambar 2 Kerangka tools manajemen risiko rantai pasok (NSW 2005)
Penentuan dan penemuan kontek, Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mendefinisikan: (1) kontek internal untuk memastikan bahwa semua elemen penting diperhatikan dan untuk memastikan bahwa keputusan risiko selalu mendukung tujuan umum dari perusahaan; (2) kontek eksternal (seperti pasar, pesaing, peraturan pemerintah) untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman (SWOT); (3) Obyek bisnis dari proses manajemen risiko (seperti pengenalan produk baru, pemilihan pemasok baru) dan parameter lain yang sesuai (seperti lingkup waktu, kebutuhan sumberdaya, peran dan tanggung jawab); (4) Kriteria risiko untuk menentukan tingkat penerimaan risiko pada kejadian dan aktifitas tertentu. Secara rinci penjelasan dari setiap tahapan yang diperlihatkan pada Gambar 1 dapat dilihat pada Tabel 1.
17
Tabel 1 Detail kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Pinto 2006) No Tahapan 1. Penentuan kontek
2.
Analisis Risiko
3
Evaluasi risiko
4
Perlakuan risiko
Keterangan 1. Kontek internal: tujuan umum perusahaan dalam mendukung keputusan risiko 2. Kontek eksternal: pasar, pesaing, peraturan politik diidentifikasi: dengan SWOT 3. Objek bisnis dari proses manajemen risiko: (pengenalan produk baru, pemilihan pemasok baru) yang berkaitan dengan parameter: waktu, sumber daya, peran dan tanggung jawab 4. Kriteria risiko untuk melihat tingkat penerimaan risiko untuk aktifitas dan kejadian tertentu 1. Tujuan dari tahap ini: identifikasi, penjelasan dan estimasi risiko, agar dapat memilih tindakan manajemen pada faktor risiko yang teridentifikasi. 2. Cara melakukan identifikasi untuk menjawab pertanyaan: a. Apa yang dapat terjadi b. Bagaimana hal ini dapat terjadi c. Mengapa hal ini dapat terjadi 3. Deskripsi risiko bertujuan untuk: menjelaskan struktur risiko, memfasilitasi komunikasi dan penjelasan analisis kelompok 4. Estimasi risiko dapat dilakukan secara kuantitatif, semi kuantitatif atau kualitatif dalam bentuk kemungkinan terjadi dan konsekuensi yang mungkin. 1. Tahapan ini melakukan perbandingan ukuran risiko dengan kritaria risiko yang ditetapkan. 2. Tujuan dari tahap ini adalah untuk memutuskan apakah risiko dapat diterima atau memerlukan perlakuan khusus. 3. Suatu risiko dapat diterima dengan beberapa alasan seperti biaya perlakuan melebihi keuntungan, risiko tingkat rendah, tidak terdapat metode perlakuan 1. Tahapan ini akan mengambil tindakan jika pada tahap sebelumnya risiko tidak dapat diterima 2. Tujuan dari tahap ini adalah mengidentifikasi pilihan alternatif untuk mengurangi konsekuensi atau untuk mengurangi kemungkinan akibat dari risiko 3. Strategi yang biasa dilakukan adalah: pengalihan risiko, mengambil risiko, penurunan risiko dan eliminasi risiko.
Rajamani et al. (2006) secara konseptual mengusulkan bahwa kerangka kerja manajemen risiko mengikuti struktur tradisional dari hierarki strategis, taktis dan operasional, dan diorganisasikan dalam lingkup proses yang berfokus pada
18
perancangan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Secara rinci kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok tersebut dapat diperlihatkan pada Gambar 3. Metode kuantitatif yang digunakan dalam manajemen risiko rantai pasok dengan kerangka kerja yang diperlihatkan pada Gambar 3 dapat dijabarkan sebagaimana terlihat pada Tabel 2. Pendefinisian Tujuan Manajemen Risiko Rantai Pasok
Pendefinisian Team Organisasi Yang Menangani Melakukan Analisa SWOT Terhadap Risiko Rantai Pasok Merancang Rantai Pasok Yang Tepat Dengan Profil Risiko
Langkah strategis
Penentuan Risiko-Risko Yang Akan Ditangani Dalam Rantai
Mengidentifikasi Titik-Titik Kegagalan Pada Jaringan Rantai Membuat Prioritas Titik-Titk Kegagalan Rantai
Langkah Taktis
Mengidentifikasi Alternative Tindakan Pada Setiap Titik Merangking Daftar Alternative Dan Membuat Mendefisinisikan Kriteria Peringatan Risiko
Mengkomunikasikan Kejadian Risiko Dan Dampaknya Berkolaborasi Dalam Membuat Rencana Eliminasi Perbaikan Terus Menerus
Langkah Operasional
Mendeteksi Kegagalan Rantai Pasok Dan Menangkap Kejadiaannya
Gambar 3 Kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Rajamani et al. 2006)
19
Pelaksanaan (operasional)
Rencana (Taktis)
Disain (Strategis
Tabel 2 Detail kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Rajamani et al. 2006) Kegiatan 1. Pendefinisian Tujuan Manajemen Risiko Rantai Pasok 2. Penentuan Risiko-Risko Yang Akan Ditangani Dalam Rantai Pasok 3. Pendefinisian Team Organisasi Yang Menangani Risiko 4. Melakukan Analisa SWOT Terhadap Risiko Rantai Pasok 5. Merancang Rantai Pasok Yang Tepat Dengan Profil Risiko 6. Mengidentifikasi TitikTitik Kegagalan Pada Jaringan Rantai Pasok 7. Membuat Prioritas TitikTitk Kegagalan Rantai Pasok 8. Mengidentifikasi Alternatif Tindakan Pada Setiap Titik Kegagalan 9. Merangking Daftar Alternative Dan Membuat Databasenya 10. Mendefisinisikan Kriteria Peringatan Risiko
11. Mendeteksi Kegagalan Rantai Pasok Dan Menangkap Kejadiaannya 12. Mengkomunikasikan Kejadian Risiko Dan Dampaknya 13. Berkolaborasi Dalam Membuat Rencana Eliminasi Risiko 14. Perbaikan Terus Menerus
output Profile risiko
Bagan organisasi risiko dan peran, tanggungjawab Analisis SWOT
Metode Interview Quisioner dan diskusi
SWOT
Struktur jaringan rantai pasok optimal Daftar kategori titik kegagalan Rangking kegagalan
Simulasi, model matematis dan probabilistik. Brainstorming, diagram sebab akibat titik AHP
Daftar kategori Brainstorming alternatif dan FMEA Rangking alternatif, database risiko Kriteria peringatan risiko, Proses pendefinisian peringatan
AHP, MS Project, MS excel Mekanisme peringatan risiko (alert)
Knowledge base manajemen risiko e-mail, telepon
Groupware
20
Identifikasi dan pengelompokan risiko yang terjadi dalam suatu rantai pasok tergantung pada subject bisnis atau sudut pandang yang dihadapi oleh pengambil keputusan. Sebagai contoh berdasarkan Clouse dan Busch (Klimov & Merkuryev 2006) mengkategorikan risiko rantai pasok menjadi 5 yaitu risiko strategi, risiko permintaan, risiko pasar, risiko implementasi dan risiko kinerja. Adapun Chisthoper dan Peck (2003) mengkategorikan risiko rantai pasok sebagai risiko permintaan, risiko pasokan, risiko lingkungan, risiko pengendalian dan risiko proses.
Sumber risiko proses adalah terjadinya ganguan pada proses
transportasi, komunikasi dan infrastruktur lainnya, sedangkan risiko pengendalian berkaitan dengan bagaimana organisasi mengendalikan proses tersebut seperti kuantitas pesanan, ukuran kapasitas dan kebijakan stok yang aman. Adapun risiko pasokan adalah potensi gangguan arus barang dan arus informasi akibat dari organisasi pemasok (hulu). Kemudian risiko permintaan adalah potensi gangguan arus barang, arus informasi dan arus kas yang diakibatkan oleh organisasi hilir dalam jaringan rantai pasok. Risiko lingkungan adalah dampak dari kejadian lingkungan yang mempengaruhi jaringan hulu dan hilir serta lokasinya yang diakibatkan oleh kejadian alam, sosial budaya, teknologi dan kebijakan pemerintah. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Xiaohui et al. (2006). Lebih detail lagi Schoenherr et al. (2008) telah mengidentifikasi risiko yang dijadikan faktor-faktor untuk memilih tempat offshore dengan AHP pada suatu industri sebanyak tujuh belas (17) macam yaitu risiko komplain standarisasi, risiko kualitas produk, risiko biaya produksi, risiko biaya persaingan, risiko permintaan, risiko pemenuhan pasokan, risiko penggudangan, risiko ketepatan waktu kirim, risiko ketepatan budget pengiriman, risiko pemenuhan pesanan, risiko salah mitra, risiko jarak, risiko pemasok, risiko manajemen pemasok, risiko rekayasa dan inovasi, risiko transportasi, risiko bencana, dan risiko produk asing.
2.1.2. Evaluasi Risiko Rantai Pasok Dua metode utama untuk mengukur risiko rantai pasok adalah metode pengukuran risiko berdasarkan pendapat pakar dan metode pengukuran risiko secara statistik (Klimov & Merkuryev 2006). Menurut Agarwal (2005), telah lama suatu perusahaan mendefisnisikan, memprioritaskan, memitigasi dan
21
mengaudit risiko dengan bantuan pakar dengan pendekatan pengukuran secara subyektif, sedangkan pengukuran dengan pendekatan statistik terbukti lebih bersifat obyektif dan lebih efektif dengan kerangka kerja berdasarkan simulasi dari probabilitas kejadian risiko dan dampak risiko sebagai variabelnya. Pengukuran risiko secara statistik biasanya berdasarkan pada nilai rata-rata, tingkat simpangan, tingkat probabilitas, koefisien risiko dan skala risiko, sehingga muncul suatu nilai ukuran Value at Risk (VaR) pada pengukuran risiko keuangan, dalam penggudangan terdapat nilai IaR (Inventory at Risk), dan DaR (Demand at Risk) sebagai pendekatan yang serupa (Sodhi 2004). Value at Risk (VaR) biasanya digunakan untuk mengukur risiko suatu investasi yang sudah diketahui distribusi probabilitasnya adalah normal. Dengan mengetahui nilai risiko (value at risk) suatu investasi maka investor dengan mudah dapat memperkirakan kemungkinan nilai risiko yang akan ditanggung jika suatu kejadian yang tidak diinginkan terjadi dengan tingkat kepercayaan tertentu. Untuk menghitung value at risk (VaT) digunakan rumus sebagai berikut:
(
)
(1)
r = −1.65 * λˆ + µˆ
(2)
VaT = V0 1 + e
r
Dimana: Vo = Nilai investasi awal
λˆ = Perkiraan nilai simpangan baku investasi µˆ = Perkiraan nilai rata-rata investasi
Selain itu Risiko finansial dapat dinilai dengan menggunakan (1) distribusi probabilitas yaitu model yang menghubungkan berbagai probabilitas terhadap masing-masing hasil tertentu, (2) analisa sensitifitas yaitu pendekatan yang menggunakan beberapa kemungkinan taksiran pendapatan untuk mengetahui variabilitas hasil dengan mengestimasi tingkat pengembalian dari aktiva atau tingkat keuntungan yang diperoleh yang bersifat pesimistik, yang diharapkan dan optimistic (Sunjaya dan Barlian 2001 dalam Santoso 2005). Risiko suatu aktiva dapat diukur secara kuantitatif dengan menggunakan standar deviasi dan koefisien variasi. Standar deviasi merupakan indikator yang
22
paling umum dari risiko suatu aktiva. Nilai tingkat keuntungan yang diharapkan Ê dihitung dengan rumus: n
Eˆ = ∑ Ei Pri i =1
(3)
Dimana: Ê = Nilai keuntungan yang diharapkan E i = Nilai keuntungan pada tahun ke -1 Pr i = Probabilitas dari kejadian hasil tahun ke-1 n = Jumlah hasil yang dipertimbangkan Standar deviasi dari nilai Keuntungan λe dinyatakan dengan rumus:
λe =
n
(
∑ Ei − Eˆ i =1
)
2
Pri
(4)
Dimana: Ê = Nilai keuntungan yang diharapkan E i = Nilai keuntungan pada tahun ke -1 Pr i = Probabilitas dari kejadian hasil tahun ke-1 n = Jumlah hasil yang dipertimbangkan.
λe = Standar deviasi dari nilai keuntungan. Koefisien variasi yaitu pengukuran dispersi relatif untuk membandingkan risiko dari aktiva dengan berbagai harapan tingkat keuntungan yang berbeda. Semakin tinggi koefisien variasi, maka semakin besar tingkat risikonya. Koefisien variasi dihitung dengan rumus: CV =
λe Eˆ
(5)
Dimana: CV = Koefisien variasi Ê = Nilai keuntungan yang diharapkan
λe = Standar deviasi dari nilai keuntungan Model evaluasi risiko rantai pasok yang diusulkan Neureuther dan Kenyon (2008), untuk mengetahui risiko yang berkaitan dengan kegagalan rantai pasok dalam menghasilkan produk yang dijanjikan, struktur dari rantai pasok tersebut
23
beserta dengan produk bagiannya dalam struktur perlu dievaluasi. Nilai risiko ini disebut sebagai konsekuensi risiko (α) yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: (6) Dimana: waktu yang diperlukan suatu rantai pasok untuk menggantikan suatu sub-produk atau, waktu yang diperlukan untuk menangani ganguan dari suatu arus produk, dan mengembalikan pada kondisi penjadwalan normal dengan tingkat kualitas yang sama. = Waktu dari suatu sub-produk gagal diselesaikan sebelum rantai pasok menderita kerugian pada suatu titik kritis pada pelayanan pasarnya. = Konsekuensi risiko dari suatu produk dalam rantai pasok. Dalam kajian ini, nilai konsekuensi dapat diklasifikasikan sebagai vital, dibutuhkan, diperlukan dan diinginkan (Tabel 3). Sebuah konsekuensi bernilai penting (vital) diberikan pada sub-produk jika tidak terdapat pengganti pada barang ini, jika barang tersebut tidak ada maka rantai pasok tidak dapat menghasilkan produk yang dimaksud. Konsekuensi bernilai dibutuhkan diberikan pada sub-produk, jika pengganti dari produk tersebut sukar diperoleh. Suatu konsekuensi bernilai diperlukan (necessary) diberikan pada sub-produk yang mempunyai penggantinya, tetapi penggunaannya akan mengurangi fungsionalitas dan kualitas dari produk yang dihasilkan rantai pasok. Penggunaan dari barang substitusi dari produk dapat menimbulkan perancangan ulang terhadap rantai pasok produk atau jasa tersebut. Suatu nilai konsekuensi diinginkan (desired) diberikan pada sub-produk dimana pengantian dari barang atau penggunaannya tidak memerlukan perancangan ulang atau mengurangi fungsionalitas atau kualitas dari produk yang dihasilkan rantai pasok. Tabel 3 Nilai konsekuensi risiko konsekuensi Penting Dibutuhkan Diperlukan Diinginkan
keterangan Tidak tergantikan Tidak mudah digantikan Mudah digantikan Mudah digantikan
α 1,0 0,6 0,3 0,1
24
Kemudian model yang diusulkan untuk mengukur indek risiko rantai pasok pada setiap tingkatan pelaku adalah: n RI x = α x β x 1 − ∏ (1 − P(sˆ xi )) i =1
(7)
Dimana: RI x = Indek risiko rantai pasok tingkat ke-x. Konsekuensi dari rantai pasok yang harus ditanggung pelaku pada tingkat ke-x ketika produk gagal dipasok. = Persentase nilai tambah yang diberikan oleh pelaku rantai pasok pada tingkat ke-x = Probabilitas kegagalan komponen ke-i dari pelaku tingkat ke-x. Nilai indek risiko berada pada nilai antara nol dan satu. Indeks risiko bernilai nol jika pelaku rantai pasok tidak mempunyai risiko sama sekali, sedangkan nilai risiko sama dengan satu artinya pelaku rantai pasok tersebut sangat berperan dalam kelancaran rantai pasok, atau jika terjadi masalah pada tingkatan ini maka rantai pasok secara keseluruhan akan terganggu. Hasil perhitungan dari model ini dengan digabung dengan perhitungan value at risk kemudian digunakan untuk menilai biaya risiko yang terjadi dan dijadikan sebagai input model optimasi keuntungan. Kemudian model optimasi keuntungan dengan pertimbangan minimisasi risiko pada setiap tingkatan rantai pasok menggunakan model modifikasi dari Nagurney et al. (2005) yaitu: n
n
i =1
i =1
∑ Qi Pi − Fx − ∑ Ci Qi − Rx (Q )
Max Z =
(8)
dengan kedala: Q i ≥ 0, 1 ≤ i ≤ n m
∑F
≤F
x
x =1
n
∑C Q i =1
i
i
≤C
Dimana: Q i = Jumlah unit produksi P i = Harga jual produk F x = Investasi per kegiatan proyek
(9)
(10)
25
C i = Biaya penanganan setiap unit produk R x (Q) = Estimasi biaya menanggung risiko F = Total investasi yang disediakan C = Biaya operasional yang dianggarkan. Dalam model optimasi ini, semua unit dikonversi ke nilai finansial agar memudahkan perhitungan untuk mengoptimalkan keuntungan dengan kriteria jamak (maksimumkan profit dan minimumkan risiko) dikonversi menjadi fungsi optimasi dengan kriteria tunggal (maksimumkan keuntungan).
2.1.3. Pengendalian Risiko Rantai Pasok secara Bersama Sebuah alat manajemen risiko rantai pasok telah diusulkan oleh Harland et al. (2003). Alat ini dimulai dengan pemetaan jaringan pasokan, kemudian mengidentifikasi risiko dan lokasinya pada saat ini, penilaian terhadap risiko, penanganan risiko, membuat strategi penanganan risiko kolaboratif, dan akhirnya, menerapkan strategi risiko jaringan pasokan. Dari alat ini dapat ditemukan bahwa suatu strategi untuk mengelola risiko rantai pasok adalah membentuk sebuah kolaborasi. Untuk membentuk kolaborasi untuk setiap stakeholder rantai pasok dibutuhkan suatu mekanisme untuk mengurangi adanya konflik kepentingan. negosiasi antar stakeholder merupakan hal yang biasa digunakan untuk menghasilkan kesepakatan terhadap konflik. Beberapa penelitian dalam pengembangan negosiasi antara lain adalah: Moon et al. (2009) telah mengkaji negosiasi bilateral formal dalam kontrak pasokan diantara pembeli dan penjual dengan pendapatan dan biaya yang tidak pasti. Mekanisme negosiasi dengan teknologi fuzzy untuk mengotomatisasi proses B2B telah disajikan oleh Rau et al. (2009). Keuntungan dari logika fuzzy untuk mengembangkan mekanisme negosiasi berdasarkan gabungan antara konsep negosiasi kooperatif dan kompetitif telah dikaji oleh Jain dan Deshmukh (2009). Cheng et al. (2006) telah mengkaji negosiasi otomatis pada pasar elektrik (e-market) dengan fungsi utilitas menggunakan agen cerdas otonom. Dalam arti luas, stakeholder dapat dianggap sebagai individu atau kelompok yang memiliki kepentingan atau kepedulian di bidang isu tertentu. Ada berbagai pemangku kepentingan potensial yang dapat sebagai pemerintah atau
26
non-pemerintah, masing-masing mengejar kepentingan baik untuk kelompoknya secara lokal, skala nasional atau global. Dialog interaktif dalam pengambilan keputusan secara bersama merupakan kesempatan untuk membawa keberagaman pemangku kepentingan bersama-sama untuk berdiskusi atau penyelesaian masalah. Stakeholder dialog memberdayakan pihak-pihak yang terlibat dan berusaha untuk mendamaikan dan mengintegrasikan beragam kepentingan untuk mencapai kesepakatan atau konsensus.
Cuppen, et al. (2010) menggunakan
stakeholder dialog untuk menyelesaikan permasalahan ekologi dan lingkungan yang kompleks. Welp, et al. (2006) mengkaji stakeholder dialog untuk mengembangkan ilmu pengetahuan terhadap permasalahan perubahan global dalam kerangka keberlanjutan ilmu pengetahuan. Utilitas merupakan bagian pendapat dari pembuat kebijakan atau indeks kuantitatif dari tanggapan terhadap nilai keuntungan atau kerugian yang diakibatkan oleh kasus yang berisiko. Dalam banyak hal, tingkat preferensi seseorang dapat dipetakan ke nilai utilitas, dimana utilitas yang lebih tinggi berarti preferensinya lebih besar (Wilkes 2008). Penggunaan teori utilitas untuk mengatasi konflik kepentingan antara pihak-pihak yang bersengketa telah dilakukan oleh beberapa studi. Tamura (2002) membangun sebuah fungsi duaatribut disutility terhadap dua kelompok pengambil keputusan yang bertentangan dalam perencanaan sebuah megakota yang aman dan terpercaya. Yang dan Qiu, (2005) mengembangkan suatu model yang berdasarkan risiko utilitas yang diharapkan untuk membentuk model pengambilan keputusan berdasarkan risiko. Ding et al. (2010) telah mengusulkan model analitik yang menggabungkan dua perilaku fungsi utilitas yaitu kualitas dan harga ditinjau dari penilaian relatif terhadap pilihan konsumen. Resolusi konflik untuk membuat keputusan bersama atau kelompok telah banyak dijelaskan oleh beberapa makalah, tetapi resolusi konflik dalam pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok belum banyak dikaji. Penelitian ini mengkaji mekanisme penentuan harga komoditas pertanian menggunakan pendekatan stakeholder dialog untuk mencapai resolusi konflik kepentingan berdasarkan menyeimbangkan risiko rantai pasok menggunakan optimasi fungsi utilitas risiko fuzzy.
27
2.2.
Komoditas Jagung Salah satu komoditas pertanian yang mempunyai posisi sangat strategis
dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah komoditas jagung.
Bagi
masyarakat Indonesia, jagung merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras, dan merupakan bahan baku utama industri pakan ternak yang akhir-akhir ini permintaannya meningkat pesat, seiring dengan semakin pesatnya perkembangan industri ternak. Selain itu jagung juga merupakan bahan baku industri makanan dan industri olahan lainnya. Hampir seluruh bagian dari tanaman jagung mempunyai potensi nilai ekonomis (Gambar 4). Pakan Daun
Kompos Pakan Kulit Kelobot
Kompos Industri rokok
Jagung muda
Pangan Pakan Grit
Pohon Jagung
Pangan Pakan Buah Jagung
Jagung pipilan
Tepung
Pangan
Minyak
Bahan Baku Industri
Kulit Ari
Bahan Baku Industri Pangan
Pati
Etanol
Rambut Pakan Pulp Tongkol
Dextrin Bahan Kimia lain
Kompos Pulp
Bahan bakar
Batang Bahan bakar
Gambar 4 Pohon industri jagung (Suryana & Hermanto 2006)
28
Biji jagung pipilan, sebagai produk utamanya merupakan bahan baku utama (50%) industri pakan, selain dapat dikonsumsi langsung dan sebagai bahan baku industri pangan. Daun, batang, kelobot, tongkolnya dapat dipakai sebagai pakan ternak dan pemanfaatannya lainnya. Demikian juga halnya dengan bagian lainnya jika dikelola dengan baik berpotensi mempunyai nilai ekonomi yang cukup menarik. Kebutuhan jagung di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun dan telah mencapai angka 11,676 juta ton pada tahun 2003 (meningkat sebesar 4,28%/tahun selama kurun waktu 1990-2003). Pada tahun yang sama produksi dalam negeri baru mencapai 10,888 juta ton, sehingga masih diperlukan impor sebesar 1,346 juta ton (11,52% dari total kebutuhan jagung). Peningkatan kebutuhan jagung tersebut terutama dipacu oleh meningkatnya kebutuhan industri pakan yang telah mencapai pangsa sebesar 40,29% dari total kebutuhan jagung nasional pada tahun 2004 atau meningkat sebesar 5,76%/tahun (Suryana & Hermanto 2006). Permintaan jagung untuk industri, terutama industri pakan, telah mendorong peningkatan harga jagung di dalam negeri maupun di pasar international. Harga jagung di pasar dunia pada tahun 2004 adalah 111,8 dolar AS/ton, turun menjadi 98,7 dolar AS pada tahun 2005, naik menjadi 121,9 dolar AS pada tahun 2006 dan mencapai 160,9 dolar AS pada periode Januari-Agustus 2007. Harga jagung diperkirakan akan terus meningkat karena meningkatnya permintaan untuk industri etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN). Harga perdagangan internasional jagung pada bulan Juni 2007 mencapai 165,2 dolar AS/ton dan turun menjadi 151,2 dolar AS/ton pada bulan Agustus 2007 (World Bank 2007). Berdasar perkiraan yang disimulasikan oleh IFPRI (2006) dengan berbagai skenario pertumbuhan biofuel, harga jagung diperkirakan dapat meningkat 20-41% pada tahun 2010 dan 2020, dibandingkan dengan harga pada tahun 2007. Kenaikan harga jagung akan mempengaruhi ketahanan pangan dan industri pakan, dan tentunya juga mempengaruhi pendapatan petani (Kasryno et al. 2008). Pusat produksi jagung dewasa ini antara lain adalah jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, dan Sulawesi Selatan.
Jawa Timur merupakan produsen
jagung utama dengan rata-rata pangsa produksi per tahun 33,99 persen atau 3,322
29
juta ton. Selanjutnya diikuti oleh jawa Tengah dengan pangsa produksi rata-rata 17,76 persen per tahun atau 1,707 juta ton. Propinsi Lampung menempati posisi ketiga dengan pangsa produksi 10,20 persen per tahun atau 1005 ribu ton. Sulawesi Selatan menempati urutan ke empat dengan pangsa 7,31 persen per tahun atau 698,80 ribu ton. Pertumbuhan produksi tertinggi dicapai oleh propinsi Jawa timur dan Lampung, yaitu masing-masing sebesar 10,62 persen dan 17,19 persen per tahun, seperti terlihat pada Tabel 4. Tabel 4 Produksi jagung di daerah sentra produksi Tahun
Lampung
Jawa Tengah
Jawa Timur
Sulawesi Selatan
Indonesia
(000 ton)
(%)
(000 ton)
(%)
(000 ton)
(%)
(000 ton)
(%)
(000 ton)
1998
1111,83
11,05
1781,85
17,71
3765,14
37,43
916,50
9,11
10058,61
1999
1176,49
12,78
1525,28
16,57
3150,87
34,23
652,22
7,09
9204,04
2000
1120,35
11,99
1633,82
17,48
3389,95
36,28
579,83
6,20
9344,83
2001
1122,67
12,01
1553,92
16,62
3529,97
37,77
515,41
5,51
9347,19
2002
989,32
10,25
1505,71
15,60
3692,15
38,24
661,01
6,85
9654,11
2003
1087,75
9,99
1926,24
17,69
4181,55
38,41
650,83
5,98
10886,44
2004
1216,95
10,84
1836,23
16,36
4133,76
36,83
674,72
6,01
11225,24
2005
1439,00
11,49
2191,26
17,50
4398,50
35,12
705,99
5,64
12523,89
2006
1183,98
10,20
1856,02
15,99
4011,18
34,55
696,08
6,00
11609,46
2007
1346,82
10,14
2233,99
16,81
4252,18
32,00
969,31
7,30
13286,17
2008
1351,62
9,74
2355,62
16,97
4415,98
31,81
967,29
6,97
13883,19
Rerata
1005,40
10,20
1707,18
17,76
3322,75
33,99
698,80
7,31
9718,13
Sumber: BPS (1998-2008)
Peningkatan produksi jagung di Indonesia belum diikuti oleh penanganan pascapanen yang baik. Petani kurang mendapatkan informasi tentang kegiatan panen dan pascapanen yang dapat mengurangi biaya dan menekan susut mutu jagung. Karena itu, petani di beberapa wilayah pengembangan jagung masih belum merasakan nilai tambah dengan meningkatnya kualitas produk biji jagung (Firmansyah 2006). Selama kurun waktu 1998-2008 rata-rata produktifitas usaha tani jagung Indonesia baru mencapai 31,63 ku/ha, dengan tingkat pertumbuhan 3,43 persen per tahun.
Sementara di sentra-sentra produksi jagung, pada umumnya
produktifitas usaha tani jagung hampir berimbang, sebagaimana disajikan dalam
30
Tabel 5. Nampak dalam tabel tersebut bahwa produktifitas tertinggi dicapai oleh usaha tani jagung di jawa Timur, yaitu sebesar 28,23 ku/ha, sedangkan yang terendah terjadi di Sulawesi Selatan, yaitu 24,89 ku/ha. Sementara produktifitas usaha tani jagung jawa tengah dan lampung masing-masing mencapai 28,17 ku/ha dan 27,27 ku/ha. Namun bila dilihat dari pertumbuhan produktifitasnya, ternyata paling pesat pertumbuhannya justru di alami oleh petani Sulawesi Selatan, yaitu sebesar 6,01 persen per tahun, yang kemudian diikuti oleh propinsi Lampung dengan pertumbuhan sebesar 3,55 persen/tahun.
Keadaaan ini mungkin
disebabkan oleh selain jawa Timur merupakan daerah tradisionil produsen jagung, juga telah banyak berkembang perusahaan pembibitan jagung, baik jagung komposit maupun jagung hibrida, sehingga persediaan benih jagung unggul relatif lebih banyak.
Tabel 5 Produktifitas usaha tani jagung di daerah sentra produksi Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rerata
Lampung (Ku/Ha) 29,66 29,42 29,3 29,68 30,91 32,88 33,36 34,96 35,59 36,4 36,53 32,61
Jawa Jawa Sulawesi Indonesia Tengah Timur Selatan (Ku/Ha) (Ku/Ha) (Ku/Ha) (Ku/Ha) 27,49 27,92 27,1 26,43 28,04 27,82 27,04 26,63 28,08 28,96 25,9 27,01 29,38 31,08 26,85 28,45 30,4 35,39 32,1 30,88 34,4 35,76 30,44 32,42 35,2 36,21 34,36 33,44 36,75 36,47 34,18 34,54 37,27 36,49 33,73 34,7 39,12 36,86 36,97 36,61 40,31 37,01 36,35 36,83 33,31 33,63 31,37 31,63
Sumber : BPS (1998-2008)
Produktivitas jagung di Indonesia masih sangat rendah, baru mencapai 3,47 t/ha pada tahun 2006, namun cenderung meningkat dengan laju 3,38% per tahun. Masih rendahnya produktivitas menggambarkan bahwa penerapan teknologi produksi jagung belum optimal. Dalam periode 1990 - 2006, produksi jagung rata-rata 9,1 juta ton dengan laju peningkatan 4,17% per tahun.
31
Terindikasi bahwa peningkatkan produksi jagung di Indonesia lebih ditentukan oleh perbaikan produktivitas daripada peningkatan luas panen (laju peningkatan 0,96%) (Zubachtirodin et al. 2007). Selanjutnya jika dibandingkan dengan negara produsen jagung lainnya, usaha tani jagung di Indonesia masih ketinggalan jauh, dibandingkan negara produsen utama jagung yaitu Amerika, Argentina dan MEE. Produktifitas usaha tani jagung Indonesia baru mencapai setengahnya, bahkan dibandingkan dengan Amerika Serikat, baru mencapai sepertiganya (Tabel 6). Selama periode 19982008, rata-rata produktifitas usaha tani jagung Indonesia baru mencapai 3,21 ton/ha, sementara Amerika Serikat, Argentina dan MEE masing-masing telah mencapai 8,84 ton/ha, 6,28 ton/ha dan 5,92 ton/ha. Rata-rata produktifitas jagung dunia mencapai 4,53 ton/ha, jadi sedikit lebih tinggi dibanding Indonesia.
Tabel 6 Produktifitas jagung di beberapa negara produsen jagung dunia Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rerata
Dunia 4,42 4,38 4,27 4,42 4,37 4,47 4,59 4,65 4,65 4,76 4,81 4,53
Produktifitas (ton/ha) Amerika Argentina MEE Serikat 8,44 6,08 5,63 8,40 5,37 6,28 8,59 5,43 5,09 8,67 5,45 6,16 8,16 6,52 6,24 8,92 6,48 5,03 9,00 6,50 6,04 9,12 6,71 6,12 8,97 6,30 5,88 9,31 6,66 6,20 9,66 7,56 6,48 8,84 6,28 5,92
Indonesia 2,65 2,66 2,77 2,85 3,09 3,25 3,34 3,45 3,47 3,66 4,08 3,21
Sumber: USDA (2008)
Peluang peningkatan produksi jagung dalam negeri masih terbuka lebar, baik melalui peningkatan produktivitas karena masih lebarnya perbedaan produktivitas di tingkat petani (3,1 t/ha) dengan di tingkat penelitian (4,5-8,0 t/ha), maupun perluasan areal tanam, terutama pada lahan kering di luar Jawa (Subandi 2004). Sekitar 65% jagung ditanam pada lahan kering pada musim
32
hujan, sehingga pengeringan tongkol jagung sangat bergantung pada sinar matahari. Panen pada musim hujan menyebabkan kadar air jagung cukup tinggi. Kondisi demikian menyebabkan tumbuhnya cendawan Aspergillus sp. yang memproduksi aflatoksin. Untuk mencegah menurunnya mutu biji, jagung tongkol yang dipanen segera dikeringkan Ananto et al. (2005). Penundaan proses pengeringan jagung tongkol menyebabkan kerusakan biji jagung. Semakin lama penundaan proses pengeringan, semakin besar kerusakan biji jagung. Kadar air jagung pada saat dipipil berpengaruh terhadap butir utuh, butir pecah, dan kotoran, terutama pada saat pemipilan dengan mesin pemipil (corn sheller). Makin rendah kadar air, makin tinggi persentase butir utuh, dan makin tinggi persentase kotoran (Ananto et al. 2005). Pemipilan pada saat kadar air jagung tinggi menyebabkan persentase biji pecah tinggi pula. Hasil pengujian di Kediri menggunakan tiga mesin pemipil jagung buatan lokal menunjukkan tingkat kerusakan biji di atas 15% bila pemipilan dilakukan pada kadar air 32,5-35% bb (Tastra et al. 1990). Sekitar 65% pertanaman jagung diusahakan pada lahan kering pada musim hujan, sehingga pada saat panen kadar air biji jagung masih cukup tinggi. Kondisi ini kondusif bagi pertumbuhan cendawan yang menghasilkan mikotoksin pada biji jagung. Syarat umum bagi produk jagung untuk pakan maupun untuk pangan, ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Syarat umum: •
Bebas hama dan penyakit
•
Bebas bau busuk, asam, atau bau asing lainnya
•
Bebas bahan kimia: insektisida dan fungisida
•
Suhu normal
Syarat Khusus: •
Kadar air maksimum (mutu I < 14%, mutu II 14%, mutu III 15%, dan mutu IV 1517%)
•
Butir rusak (mutu I < 2%, mutu II 4%, mutu III 6%, dan mutu IV 8%)
•
Warna lain maksimum (mutu I < 2%, mutu II 3%, mutu III 7%, dan mutu IV 10%)
•
Butir pecah maksimum (mutu I < 1%, mutu II 1%, mutu III 2%, dan mutu IV > 2%)
•
Kadar aflatoksin tidak lebih dari 30 ppb.
33
2.2.1. Tata Niaga Jagung Tiga komponen utama yang mendukung tataniaga jagung adalah produsen, pedagang, dan konsumen. Petani sebagai produsen perlu didukung oleh paket teknologi dan lembaga penyedia sarana produksi yang mampu menyediakan secara lima tepat (tepat waktu, jenis, ukuran, tempat, dan harga). Anjuran paket teknologi jagung sesungguhnya telah disadari manfaatnya oleh petani, yaitu untuk meningkatkan produksi, namun belum sepenuhnya diterapkan karena terbentur masalah pendanaan. Konsekuensinya, produksi belum optimal, baik jumlah maupun mutu, sehingga akan mempersulit pemasaran hasil, terutama untuk tujuan ekspor. Hal lain yang dihadapi petani dalam pemasaran produksi adalah belum dapat menjual langsung kepada pedagang besar (eksportir), PUSKUD, atau pedagang lainnya di kota provinsi (Gambar 5). Petani umumnya menjual hasil jagung hanya ke pedagang pengumpul atau ke pasar (pedagang penyalur kota atau pengecer di pasar umum). Dengan demikian, harga yang diterima petani relatif rendah dan fluktuatif. Keadaan ini kurang menguntungkan bagi petani, sebab tidak adanya jaminan harga yang layak (Sarasutha et al. 2007).
Gambar 5 Alur tataniaga jagung (Sarasutha et al. 2007) Hasil jagung petani, bila dilihat dari distribusinya, sudah mengarah kepada pasar (market oriented). Sebagian besar produksi dijual dan hanya sebagian yang disimpan untuk konsumsi dan benih pada musim tanam berikutnya. Faktor yang mendorong petani untuk menjual cepat hasil jagungnya antara lain adalah: (1) mereka memerlukan uang tunai untuk membayar bunga dan angsuran pokok kredit, (2) memenuhi kebutuhan keluarga, dan (3) keharusan membayar PBB.
34
Berdasarkan data perkembangan harga jagung, pada bulan SeptemberNovember merupakan puncak harga jual tertinggi. Pada bulan SeptemberDesember, kebutuhan (konsumsi) lebih besar dibanding produksi, yang menyebabkan harga jagung naik. Periode tersebut merupakan puncak paceklik, sehingga harga jagung tinggi. Dalam periode Januari-April, produksi lebih tinggi dari kebutuhan sehingga terjadi kelebihan produksi, yang menyebabkan harga jagung cenderung rendah (Nadjamuddin & Noor 1997). Pola tanam jagung di Indonesia secara garis besar dapat diperlihatkan pada Gambar 6.
Gambar 6 Areal tanam dan panen bulanan jagung di Indonesia (Suryana & Hermanto 2006) Dari Gambar 6 terlihat bahwa pola tanam jagung tidak merata sepanjang tahun sehingga kemungkinan terjadinya anjlok harga sangat tinggi pada musim panen raya. Oleh karena itu perlu adanya penjadwalan tanam jagung agar diperoleh kestabilan harga dan kuntinuitas produk. Penerapan inovasi teknologi di tingkat petani masih beragam, bergantung pada orientasi produksi (subsisten, semi komersial, komersial), kondisi kesuburan tanah, risiko yang dihadapi, dan kemampuan petani membeli atau mengakses sarana produksi. Penyebaran penggunaan varietas pada tahun 2005 adalah 22% hibrida, dan selebihnya komposit (unggul dan lokal). Angka ini masih di bawah Thailand yang telah menggunakan benih jagung hibrida hingga 98%, sedangkan Filipina sudah menggunakan benih hibrida 65%. Masih mahalnya benih hibrida dan pertimbangan risiko yang dihadapi, cukup banyak petani yang menanam
35
benih hibrida turunan (F2). Pemakaian benih hibrida merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan produksi jagung (Sarasutha et al. 2007). Untuk mengatasi masalah yang dihadapi, petani perlu didorong untuk memanfaatkan peluang yang ada, di antaranya meningkatkan produktivitas, nilai tambah produksi melalui pengelolaan hasil, dan menempuh alur pemasaran yang pendek, bahkan diupayakan untuk berhubungan langsung dengan industri pangan dan pakan (Yonekura 1995). Alur pemasaran/tataniaga turut menentukan pendapatan petani. Semakin panjang alur tataniaga dari produsen ke konsumen akhir semakin menurun pendapatan yang diperoleh produsen. Untuk memenuhi permintaan industri pengolahan pakan dan makanan, terjadi alur tataniaga jagung antarprovinsi yaitu dari provinsi surplus ke provinsi yang mengalami kekurangan. Pemasaran hasil jagung melibatkan banyak pihak. Karena itu perlu dilibatkan pihak-pihak terkait dalam merumuskan program, mulai dari proses produksi sampai pemasaran. Program tersebut menurut Bahtiar et al. (2002) mencakup: (1) sosialisasi teknologi penyimpanan yang dapat diterapkan petani untuk menghindari ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan, (2) penyediaan sarana produksi (KUD, PT. Pertani, Perum Sang Hyang Seri) secara tepat (tepat jumlah dan jenis, tepat mutu, dan tepat harga dan lokasi), (3) penyediaan kredit usahatani untuk komoditas jagung (BRI), dan (4) penyerapan hasil berdasarkan standar mutu hasil (jaminan harga dari pemerintah/swasta).
2.2.2. Rantai Pasok Jagung Jaringan rantai pasok produk/komoditi jagung terdiri dari produser (petani/gapoktan), collector (pedagang pengumpul tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan propinsi), processor (industri pakan, industri makanan, dan industri lainya seperti etanol), retailer (pengecer besar dan kecil) dan konsumen (peternak unggas), sebagai jaringan rantai pasok total produk/komoditi jagung menurut Vorst (2006) dapat diperlihatkan pada Gambar 7. Dalam rantai pasok tersebut risiko yang sering dihadapi petani/gapoktan jagung adalah penggunaan varietas jagung yang masih menggunakan varietas lokal yang mempunyai tingkat produktifitas rendah, penanganan paska panen yang kurang baik sehingga menurunkan kualitas dan jadwal tanan yang tidak tepat
36
sehingga pada waktu panen raya harga jagung merosot tajam serta gagal panen karena lahan puso (Kasryno 2006). Producer
Collector Importir
Petani/ Gapoktan
Petani/ Gapoktan
Pedagang pengumpul Pedagang pengumpul
Processor
Retailer
Industri pakan
Pengecer
Consumer
Konsumen Industri Makanan
Pengecer
Eksportir
Pengecer
Konsumen
Gambar 7 Jaringan rantai pasok total produk/komoditi jagung Adapun risiko yang sering dihadapi oleh pedagang pengumpul atau kolektor adalah rendahnya mutu jagung karena kebanyakan jagung dipanen pada musim penghujan sehingga proses pengeringannya tidak sempurna dan menyebabkan tumbuhnya jamur. Disamping itu risiko yang dihadapi adalah biaya penyimpanan dan pengeringan tambahan untuk mendapatkan kualitas yang sesuai standard (Kusumaningrum 2008). Adapun dari sisi distributor risiko yang akan dihadapi terutama adalah risiko turunnya kualitas jagung karena penyimpanan dan risiko karena pengangkutan disamping kendala transportasi dan distribusi ke pihak konsumen yaitu industri pakan dan industri pangan. Adapun risiko yang dihadapi pihak prosesor (agroindustri) adalah ketidakpastian pasokan bahan baku sehingga kapasitas produksi tidak tercapai untuk mendapatkan efisiensi produksi yang tinggi. Disamping itu risiko yang dihadapi adalah ketidakpastian harga bahan baku.
2.3.
Sistem Penunjang Keputusan Cerdas Marimin (2007) menyatakan bahwa Decision Support System (DSS)
bermanfaat membantu pengambilan keputusan secara interaktif. Menurut Lucas (1993), DSS sebagai model dari sekumpulan prosedur untuk melakukan
37
pengolahan data dengan tujuan membantu manajer dalam pembuatan keputusan spesifik. Penerapan DSS akan berhasil jika sistem tersebut sederhana dan mudah digunakan, mudah melakukan pengawasan, mudah melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan dan mudah melakukan kegiatan komunikasi dengan berbagai entiti. Menurut Keen dan Morton (1978), tujuan dari Sistem Penunjang Keputusan adalah membantu para pengambil keputusan dalam menyeleksi kriteria untuk proses pengambilan yang pada umumnya bersifat semi struktural. Sifat ini berarti adanya kemampuan untuk menyelaraskan keputusan struktural dengan penilaian yang bersifat subyektif dari masing-masing struktural. Sistem ini hanya membantu dalam proses pengambilan keputusan, keputusan terakhir tetap berada ditangan para pengambil keputusan. Teknik pengambilan keputusan ini dikembangkan hanya untuk meningkatkan efektifitas dalam proses pengambilan keputusan. Efektifitas yang dimaksud mencakup pada identifikasi dari apa yang harus dilakukan dan menjamin bahwa kriteria yang kemudian dipilih adalah relevan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Eriyatno (1999), Sistem Penunjang Keputusan (SPK) adalah pendekatan secara sistematis dalam menentukan teknologi ilmiah yang tepat dalam mengambil keputusan. SPK juga merupakan konsep spesifik dengan menghubungkan sistem informasi terkomputerisasi dimana penggunanya yaitu para pengambil keputusan sehingga terciptanya keoptimalan dalam pengambilan keputusan. Karakterisasi pokok yang melandasi teknik sistem penunjang keputusan yaitu: 1. Interaksi langsung antara komputer dengan pengambil keputusan 2. Adanya dukungan menyeluruh (holistik) dari keputusan bertahap berganda 3. Suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagai bidang antara lain ilmu komputer, ilmu sistem, psikologi, ilmu manajemen, dan intelejensi buatan 4. Mempunyai
kemampuan
aditif
terhadap
perubahan
kondisi
dan
kemampuan berevolusi menuju sistem yang lebih bermanfaat. Intelligent decision support system (IDSS) merupakan pengembangan dari sistem penunjang keputusan dengan menggunakan pengetahuan (aturan-aturan tentang sifat dan unsur suatu masalah) seperti fuzzy systems, neural networks, dan
38
genetic algorithms / algoritma genetik (Sadly 2007). Menurut Dhar dan Stein (1997), Sistem Penunjang Keputusan Cerdas merupakan sebuah Sistem Penunjang Keputusan yang menggunakan teknik-teknik yang muncul di bidang intelijensi buatan (Artificial Intelligent) seperti: seperti fuzzy systems, neural networks, machine learning, dan genetic algorithms (algoritma genetik). Tujuannya adalah untuk membantu pengguna dalam mengakses, menampilkan, memahami, serta memanipulasi data secara lebih cepat dan mudah untuk membantunya dalam mengambil keputusan. Disamping itu sistem penunjang keputusan intelijen adalah sistem pendukung keputusan yang dalam membuat alternatif keputusannya menggunakan berbagai teknik yaitu penelitian operasional lanjut dengan kecerdasan buatan (artificial intelligence), system engineering serta soft computing yang terdiri dari fuzzy system, neural network, dan genetic algorithm (Goenawan 2007). Sehingga dengan sistem penunjang keputusan cerdas dapat digunakan untuk membuat keputusan yang optimal dengan pendekatan kemampuan belajar dan kemampuan penalaran sebuah sistem serta kemampuan beralasan dalam memilih solusi sebagaimana yang dilakukan oleh seorang pakar dalam membuat keputusan sehingga akan diperoleh solusi yang efektif dan konsisten. Menurut Phillips-Wren et al. (2009) struktur sistem pendukung keputusan cerdas dapat digambarkan sebagai diagram input, proses dan output, dimana input sistem terdiri dari sub-sistem data base, sub-sistem model base dan dan sub-sistem knowledge base. Proses sistem terdiri dari sub-sistem organisasi input, sub-sistem strukturisasi permasalahan dan sub-sistem simulasi keadaan serta penentuan solusi terbaik. Output dari sistem pendukung keputusan cerdas berupa laporan solusi, dampak dari peramalan input dan rekomendasi keputusan beserta saran dan penjelasan dampaknya. Poses input output ini mempunyai umpan balik untuk mendapatkan solusi optimal dalam membuat rekomendasi keputusan yang efektif dan efisien sebagaimana dapat diperlihatkan pada Gambar 8.
39 Input unpan balik
Basis Basis Data: Data: Data terkait Data terkait keputusan keputusan Basis pengetahuan: Pengetahuan terkait masalah
Basis Model:
Mengorganisasikan input permasalahan
Status dan bentuk pelaporan
Strukturisasi permasalahan keputusan
Input dan hasil peramalan
Simulasi kebijakan dan keadaan
Keputusan yang direkomendasikan
Model keputusan Metode solusi
Penentuan solusi terbaik
Penjelasan hasil dan saran
Teknologi Komputer
Pembuat Keputusan
Input
Proses
Output unpan balik
Output
Gambar 8 Struktur model sistem pendukung keputusan cerdas (Phillips-Wren et al. 2009) Suatu Sistem Penunjang Keputusan Cerdas diukur berdasarkan tingkat kecerdasannya yang disebut sebagai Tingkat Kerapatan Kecerdasan (Intelligence Density). Tingkat kerapatan kecerdasan merupakan perbandingan antara tingkat kepuasan yang dihasilkan dalam proses pengambilan keputusan dengan jumlah waktu analisis yang dihabiskan seorang pembuat keputusan. Misalnya, seorang pembuat keputusan secara konsisten membuat keputusan dengan kualitas yang sama setelah memeriksa sumber A selama 3 menit dan sumber B selama 30 menit. Maka sumber A dikatakan memiliki 10 kali tingkat kerapatan kecerdasan
40
dibandingkan sumber B (Dhar & Stein 1997). Sehingga Sistem Penunjang Keputusan Cerdas yang baik adalah sistem yang mampu mengasilkan keluaran yang dapat membantu pengambil keputusan menentukan keputusan dengan cepat tanpa mengurangi kualitas keputusan, atau dapat meningkatkan kualitas keputusan dalam rentang waktu yang sama.
2.4.
Penelitian Terdahulu dan Posisi Penelitian Permintaan konsumen telah berubah secara signifikan dalam beberapa
dekade terakhir.
Mereka meminta kepada pasar untuk menyediakan produk
dengan variasi yang lebih banyak dan waktu yang lebih cepat, sementara harga yang kompetitif dan barang yang berkualitas menjadi persyaratan dasar agar supaya dapat berkompetisi di pasar. Kecenderungan ini memaksa perusahaan untuk meresponnya dengan produk yang berharga lebih rendah, kualitas yang lebih baik dan waktu penyediaan yang lebih cepat.
Agar supaya dapat
memenangkan kompetisi ini, perusahaan tidak hanya berfokus pada peningkatan proses organisasi di dalam tetapi juga harus memperhatikan jaringannya secara keseluruhan, mulai dari pemasok sampai pada konsumennya (Pujawan 2005). Identifikasi risiko dalam jaringan rantai pasok secara keseluruhan bukanlah pekerjaan yang mudah berkaitan dengan kompleksitasnya dan ukuran dari jaringan. Penggunaan sistem berbasis pengetahuan telah diaplikasikan dalam manajemen risiko rantai pasok (Karningsih et al. 2007). Beberapa penelitian yang berkaitan dengan identifikasi risiko rantai pasok secara umum adalah Zsidisin (2003); Harland et al. (2003); Cavinato (2004); Christopher dan Peck (2004); Wu et al. (2006). Tetapi hanya terdapat sedikit penelitian yang mendiskusikan risiko tiap tingkatan rantai pasok. Risiko tiap tingkatan rantai pasok perlu diidentifikasi dan dievaluasi, karena adanya risiko tersebut bisa memunculkan risiko lain dalam jaringan rantai pasok ataupun dalam tingkatan itu sendiri. Masih sedikit penelitian yang berkaitan dengan integrasi risiko manajemen kedalam skenario jaringan rantai pasok. Nagurney et al. (2005), menjelaskan suatu mekanisme optimisasi risiko dengan keuntungan dalam transaksi elektronik dan fisik berkaitan dengan model jaringan rantai pasok yang dipengaruhi oleh risiko pada sisi permintaan dan risiko pada sisi pasokan.
Wu et al. (2006)
41
menjelaskan model risiko pada jaringan supplier inbound dalam memilih pemasok dengan kendala risiko menggunakan AHP.
Hallikas et al. (2002)
melakukan analisis dan pengkajian risiko secara detail jaringan rantai pasok dengan lingkungannya menggunakan studi kasus dyadic. Kull dan Closs (2008) mengevaluasi
risiko akibat
kegagalan
rantai
pasokan
dengan
simulasi
penggudangan. Wu et al. (2006) mengembangkan sistem pemilihan pemasok dengan pertimbangan risiko menggunakan AHP. Hal yang serupa dilakukan oleh Schoenherr et al. (2008) yang membuat sistem pemilihan lokasi pemasok bahan baku dengan pertimbangan risiko. Wu dan Olson (2008), mengevaluasi risiko rantai pasok dengan menggunakan beberapa metode pengambilan keputusan kelompok
seperti
Data
envelopment
Analysis
(DEA),
Multiobjectives
Programming (MOP), untuk membuat trade of dalam kendala biaya, mutu dan waktu pengiriman. Beberapa peneliti lain melakukan manajemen risiko yang dengan pembagian informasi yang seimbang dan transparansi dalam jaringan rantai pasok seperti ayng dilakukan oleh Xiaohui et al. (2006), menganalisis risiko perusahaan dengan
pendekatan
pembagian
informasi,
risiko
dalam
pengendalian
penggudangan dalam jaringan rantai pasok perusahaan. Demirkan dan Cheng (2008), mengkaji penggunaan strategi yang berbeda untuk mengoptimalkan tingkat risiko dan pembagian informasi dalam layanan rantai pasok. Kersten et al. (2007) mengusulkan metode manajemen risiko dengan transparasi informasi menggunakan teknologi informasi sebagai alatnya. Adapun beberapa penelitian manajemen risiko rantai pasok produk pertanian adalah: Jaffee et al. (2008) membuat kerangka kerja manajemen risiko produk pertanian dan teknik aplikasinya secara singkat.
Diersen dan Garcia
(1998) telah melakukan penelitian risiko harga terhadap perubahan nilai pasokan kedelai yang akan datang.
Agiwal & Mohtadi (2008) memodelkan metode
mitigasi risiko rantai pasok produk makanan untuk mengoptimumkan biaya yang harus dikeluarkan untuk mengantisipasi risiko kualitas. Diaz dan Hansel (2007) yang memodelkan pembagian risiko dalam pembiayaan agri-bisnis antara petani, agroindustri dan lembaga keuangan dengan berbagai skenario.
42
Penelitian tentang rancang bangun sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas dalam agroindustri yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu adalah: Suprihatini (2003) merancang bangun Sistem Manajemen Ahli Techno-Marketing yang terdiri dari sistem pakar penentuan saran perbaikan proses produksi dan pelayanan purna jual teh, model analisa trend, model comparative performance index, model analisis daya saing, model quality function deployment.
Santoso (2005) mengembangkan SPK M-RISK untuk
manajemen risiko pengembangan agroindustri buah-buahan. Model tersebut terdiri atas enam model utama, yaitu model penentuan produk olahan unggulan, model analisis risiko, model kelayakan finansial, model risiko finansial, madel manajemen risiko dan model manajemen pengendalian.
Kusnandar (2006)
merancang bangun model pengembangan industri kecil jamu dalam bentuk sistem manajemen ahli yanag diberi nama Sains-Jamu. Model terdiri dari sub model pengadaan bahan baku, sub model struktur pengembangan, sub model sumber permodalan, sub model kelembagaan usaha, sub model kelayakan finansial dan sub model sistem pakar strategi bauran pemasaran. Haris (2006) mengkaji model aliansi strategis sistem agroindustri Crumb Rubber. Model tersebut dirancang dalam sistem manajemen ahli yang menempatkan pengusaha agroindustri dan petani sebagai pelaku utama dengan dukungan kelembagaan ekonomi dan kelembagaan pendukung lainnya. Tetapi penelitian pemodelan sistem pendukung keputusan cerdas dalam manajemen risiko rantai pasok produk pertanian belum banyak dilakukan. Kebaharuan dari penelitian ini dapat ditinjau dari beberapa aspek, misalnya dari aspek metodologi, komoditas, jenis risiko, tujuan dan model manajemen risiko rantai pasok yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Penelitian pemodelan evaluasi risiko kualitatif pada produk manufaktur telah dilakukan oleh Wu et al. (2006) dan Schoenherr et al. (2008), sedangkan beberapa model kuantitatif manajemen risiko rantai pasok telah juga dikembangkan oleh Nagurney et al. (2005), Xiaohui et al. (2006), Wu et al. (2006), Li et al. (2007) dan Lee (2008). Selain itu telah dikembangkan juga model gabungan antara kualitatif dan kuantitatif seperti yang dilakukan oleh Arisoy (2007) dan Wu dan Olson (2008). Sistem penunjang pengambilan keputusan (SPK) yang ada selama ini didasarkan
43
pada pemodelan konvesional (operation research dan teknik pendukung hard system methodology lainnya), dalam penelitian ini akan dikembangkan sistem pendukung keputusan cerdas dengan menggunakan pendekatan soft sistem metodologi dan soft computing supaya lebih sesuai dengan sifat permasalahan pengambilan keputusan nyata dalam membuat mekanisme penyeimbangan risiko. Kebanyakan pengembangan sistem manajemen risiko rantai pasok dilakukan dengan pendekatan hard system (misalnya simulasi dan sistem dinamik) dalam penelitian ini akan dikembakan dengan pendekatan soft system. Manajemen risiko rantai pasok (SCM) selama ini lebih banyak dikembangkan dalam bidang manufaktur yang mempunyai sifat tingkat kerusakan sangat rendah, sedangkan dalam penelitian ini akan dikembangkan sistem manajemen risiko rantai pasok pada produk pertanian yang mempunyai karakterisktik mudah rusak dan musiman.
Selama ini sistem manajemen risiko rantai pasok hanya
dikembangkan secara parsial atau sektoral, sedangkan dalam penelitian ini akan dikembangkan sistem manajemen risiko rantai pasok yang terintegrasi dengan membuat suatu sistem penunjang pengambilan keputusan cerdas yang dapat digunakan berdasarkan tingkatan peran pelaku dalam rantai pasok sehingga keputusan yang diperoleh mempunyai tingkat validitas yang lebih tinggi. Disamping itu kebaruan penelitian ini juga dapat dipandang dari segi komoditas produk rantai pasok yang dikaji, karena selama ini belum terdapat model manajemen risiko rantai pasok produk pertanian tanaman pangan yang dapat digunakan untuk membantu stakeholder seperti petani, pengepul, distributor dan agroindustri dalam melakukan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan proses bisnisnya dengan memperhatikan risiko rantai pasok, sehingga diperoleh suatu tindakan yang efektif dan efisien dalam penanganan terhadap risiko yang mungkin akan terjadi, sehingga tercipta suatu sistem yang dapat digunakan oleh banyak pengguna, berbagai tingkatan rantai pasok untuk melakukan pengendalian risiko baik secara individu ataupun secara kelompok.
III. LANDASAN TEORI
3.1.
Logika Fuzzy dan Analisa Risiko secara Fuzzy Logika fuzzy adalah suatu cara untuk memetakan suatu ruang masukan ke
dalam suatu ruang keluaran. Beberapa alasan menggunakan logika fuzzy antara lain mudah dimengerti, sangat fleksibel, memiliki toleransi terhadap data yang tidak tepat, mampu memodelkan fungsi-fungsi non linier yang sangat kompleks, mampu mengakomodir pengalaman para pakar dan menggunakan bahasa alami (Kusumadewi 2003). Pada himpunan fuzzy nilai keanggotaan terletak pada rentang 0 sampai 1. Apabila x memiliki nilai keanggotaan fuzzy µ A [x]=0 berarti x tidak menjadi anggota himpunan A, demikian pula apabila x memiliki nilai keanggotaan fuzzy
µ A [x]=1 berarti x menjadi anggota penuh pada himpunan A. Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy, yaitu: •
Variabel fuzzy merupakan variabel yang hendak dibahas dalam suatu sistem fuzzy. Contohnya permintaan, jumlah produksi, dan sebagainya
•
Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau keadaan tertentu dalam suatu variabel fuzzy. Contohnya permintaan turun, jumlah produksi normal dan sebagainya.
•
Semesta pembicaraan adalah keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy. Semesta pembicaraan merupakan himpunan bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari kiri ke kanan. Contohnya semesta pembicaraan untuk variabel permintaan [0 - 4000].
•
Domain himpunan fuzzy adalah keseluruhan nilai yang diijinkan dalam semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy. Domain merupakan himpunan bilangan real. Dalam logika fuzzy ada dikenal istilah fungsi keanggotaan. Fungsi
keanggotaan adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya (sering juga disebut dengan derajat keanggotaan) yang memiliki interval antara 0 sampai 1. Salah satu cara yang dapat digunakan
44
45
untuk mendapatkan nilai keanggotaan adalah dengan melalui pendekatan fungsi. Ada beberapa fungsi yang telah dikenal dan biasa digunakan yaitu: •
Representasi Linear. Pada representasi linier, pemetaan input ke derajat keanggotaannya digambarkan sebagai suatu garis lurus. Ada 2 keadaan himpunan fuzzy yang linear. Pertama, kenaikan himpunan dimulai pada nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan nol [0] bergerak ke kanan menuju nilai domain yang memiliki derjat keanggotaan lebih tinggi.
•
Representasi Kurva Segitiga. Pada dasarnya merupakan gabungan antara dua garis linear yang membentuk segitiga.
•
Representasi Kurva Trapesium. Pada dasarnya seperti bentuk segitiga, hanya saja ada beberapa titik yang memiliki nilai keanggotaan 1.
•
Representasi Kurva Bentuk Bahu. Daerah yang terletak di tengah-tengah suatu variabel yang direpresentasikan dalam bentuk segi tiga, pada sisi kanan dan kirinya akan naik dan turun.
•
Representasi Kurva-S. Kurva pertumbuhan dan penyusutan merupakan kurva-S atau sigmoid yang berhubungan dengan kenaikan dan penurunan permukaan secara tak linear.
•
Representasi Kurva Lonceng (Bell Curve). Untuk merepresentasikan bilangan fuzzy, biasanya digunakan kurva berbentuk lonceng. Kurva berbentuk lonceng ini terbagi atas 3 kelas, yaitu: o Kurva
π
. Kurva
π
berbentuk lonceng dengan derajat
keanggotaan 1 terletak pada pusat dengan domain (γ), dan lebar kurva (β). o Kurva Beta. Kuva beta didefenisikan dengan 2 parameter, yaitu nilai pada domain yang menunjukkan pusat kurva (γ), dan setengah lebar kurva (β). Salah satu perbedaan mencolok kurva beta dari kurva pi adalah, fungsi keanggotanya akan mendekati nol hanya jika nilai (β) sangat besar. o Kurva Gauss. Kurva gauss juga menggunakan (γ) untuk menunjukkan nilai domain pada pusat kurva, dan (k) yang menunjukkan lebar kurva.
46
Disamping fungsi keanggotaan, ada komponen kedua dari logika fuzzy yaitu aturan-aturan fuzzy (fuzzy rules) yaitu suatu aturan yang memungkinkan menterjemahkan aturan-aturan fuzzy dari kecerdasan manusia menjadi program yang dapat diimplementasikan pada komputer. Terdapat beberapa cara untuk menurunkan aturan fuzzy (Ngai & Wat 2005) antara lain berdasarkan: 1) Pengetahuan pakar atau diturunkan dari ilmu rekayasa yang bersesuaian 2) Sifat/kemampuan operatif yang direkam dan kemudian dilakukan analisa untuk menentukan aturan-aturan tersebut. 3) Penurunan berdasarkan model fuzzy dari sistem atau proses. Teori gugus fuzzy pertama kali hanya dipandang sebagai teknik yang secara matematis mengekspresikan ambiguity dalam bahasa. Teori gugus fuzzy dikembangkan sebagai pengukuran beragam fenomena ambiguity secara matematis yang mencakup konsep peluang. Menurut Marimin (2007), sistem fuzzy merupakan penduga numerik yang terstruktur
dan
dinamik.
Sistem
ini
mempunyai
kemampuan
untuk
mengembangkan sistem intelijen dalam lingkungan yang tidak pasti dan tidak tepat. Sistem ini menduga suatu fungsi dengan logika fuzzy. Logika fuzzy sering menggunakan informasi lengiustik dan verbal.
Dalam logika fuzzy terdapat
beberapa proses, yaitu penentuan gugus fuzzy, penerapan aturan if-then serta proses inferensi fuzzy. Selain diterapkan pada sistem pakar, sistem fuzzy juga diterapkan pada pengambilan keputusan kelompok pada beberapa bidang (Marimin 2007). Dalam analisa risiko, ekspresi tingkat kemungkinan terjadinya risiko dan dampak yang ditimbulkan penilaiannya dinyatakan dalam sistem fuzzy (Schmucker 1986). Anallisis risiko fuzzy tidak hanya memberikan estimasi fuzzy terhadap kemungkinan terjadinya risiko dari sebuah komponen, namun juga memberikan suatu estimasi fuzzy pentingnya masing-masing komponen terdapat totalitas sistem (Schmucker 1986).
3.2.
Fuzzy Analytical Hierarchy Process (Fuzzy AHP) Teori fuzzy merupakan suatu cara pengambilan keputusan menggunakan
pendekatan logika fuzzy dan sangat berguna untuk memecahkan masalah- masalah
47
yang
berhubungan
dengan
hal-hal
yang
mengandung
ketidakpastian
(imprecision). Dengan logika fuzzy dimungkinkan membangun sistem yang lebih merefleksikan data sebenarnya.
Pada umumnya pengembangan metode fuzzy
AHP melalui beberapa tahapan (Jagananthan et al. 2007) sebagai berikut: 1. Pembuatan struktur hierarki Pembuatan struktur hierarki diawali dengan melakukan identifikasi sistem yang bertujuan untuk menemukan pokok permasalahan yang akan diselesaikan, menemukan tujuan yang ingin dicapai dan kriteria-kriteria yang akan digunakan dalam menentukan pilihan alternatif-alternatif yang tersedia. Setelah identifikasi sistem selesai, maka dibuat strutur hierarki dengan melakukan abstraksi antara komponen dan dampak-dampaknya pada sistem. Bentuk abstraksi ini mempunyai hubungan yang saling berkaitan antara tujuan yang ingin dicapai, pihak-pihak yang terkait, kriteria dan alternatif. 2. Penilaian alternatif dan kriteria. Penilaian dilakukan oleh pengambil keputusan dalam bentuk variabel linguistik seperti: sangat baik, sedikit baik sedang, sedikit buruk dan lain-lain. Penentuan nilai fuzzy untuk setiap alternatif dalam bentuk Triangular Fuzzy Number (TFN) akan diperoleh tiga fungsi keanggotaan (under optimistic, most likely dan pessimistic condition). TFN dikembangkan dengan menentukan nilai dari fungsi keanggotaan pessimistic sebagai a, nilai dari fungsi keanggotaan most likeky sebagai b, dan nilai dari fungsi keanggotaan optimistic sebagai c. 3. Fuzzyfikasi terhadap hasil penilaian. Menurut Marimin (2007), fuzzyfikasi pada metode fuzzy AHP adalah proses pengubahan nilai selang rating (berupa batas nilai) yang diberikan oleh penilai menjadi selang dalam bentuk bilangan fuzzy dengan maksud untuk menghilangkan ketidakkonsistenan nilai yang disebabkan oleh selang rating dan bias setiap penilai.
Jagananthan et al. (2007) memberikan fungsi
keanggotaan untuk setiap atribut kepentingan dengan model representasi TFN, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 7.
48
Tabel 7 Atribut dan fungsi keanggotan Fuzzy dengan model TFN Atribut (A elemen baris, B elemen kolom) B Mutlak lebih penting dari A B Sangat jelas lebih penting dari A B Lebih penting dari A B Sedikit lebih penting dari A A Sama Penting dengan B A Sedikit lebih penting dari B A Lebih penting dari B A Sangat jelas lebih penting dari B A Mutlak lebih penting dari B
Fungsi Keanggotaan (1/9, 1/9, 1/7) (1/9, 1/7, 1/5) (1/7, 1/5, 1/3) (1/5, 1/3, 1) (1/3, 1, 3) (1, 3, 5) (3, 5, 7) (5, 7, 9) (7, 9, 9)
4. Defuzzifikasi nilai skor fuzzy Defuzzifikasi dilakukan untuk menentukan satu nilai dari skor fuzzy. Menurut Marimin (2007), defuzzyfikasi merupakan suatu proses pengubahan output fuzzy ke output yang bernilai tunggal (crips).
Terdapat banyak metode
defuzzyfikasi, namun yang banyak digunakan adalah metode centroid dan maksimum. Di dalam metode centroid, nilai tunggal dari variabel output dihitung dengan menemukan nilai variabel dari center of gravity suatu fungsi keanggotaan untuk nilai fuzzy, sedangkan di dalam metode maksimum, satu dari nilia-nilai variabel yang merupakan nilai kepercayaan maksimum gugus fuzzy dipilih sebagai nilai tunggal untuk variabel output. Selain itu defuzzyfikasi dapat dilakukan dengan metode rata-rata geometrik, adapun tahapan defuzzyfikasi tersebut adalah sebagai berikut: •
Menghitung nilai rata-rata geometric dari nilai batas bawah (BB), batas tengah (BT) dan batas atas (BA) dari skor penilaian masing-masing pakar untuk mendapatkan nilai batas bawah, batas tengah dan batas atas agregasi dari penilaian pakar dengan rumus: BB =
•
n
∏ BB n
1
BT =
n
BA =
n
(11)
∏ BT ∏ BA n
1
n
1
Menghitung nilai tunggal (crips) dengan rata-rata geometric dari nilai di atas dengan rumus: N crips =
3
BB * BT * BA
(12)
49
5. Membuat matrik kriteria dan alternatif. Berdasarkan hasil perhitungan nilai tunggal untuk kriteria dan alternatif dari masing-masing kriteria, kemudian dibuat matriknya. Matrik ini nanti digunakan untuk menghitung bobot dengan cara manipulasi matrik. 6. Menghitung bobot kriteria. Bobot kriteria dihitung dengan manipulasi matrik, dengan tahapan sebagai berikut: a. Melakukan perkalian kuadrat terhadap matrik kriteria b. Menghitung jumlah nilai dari setiap baris matrik, kemudian melakukan normalisasi matrik. c. Menghitung jumlah nilai dari setiap baris matrik ternormalisasi. d. Menghentikan proses ini, bila selisih antara jumlah nilai baris matrik normal dari dua perhitungan berturut-turut lebih kecil dari ketelitian yang ditentukan. 7. Menghitung nilai eigen setiap alternatif. Nilai eigen dari setiap alternatif dihitung dengan cara manipulasi matrik yang sama dengan langkah 6 di atas. 8. Menghitung Consistency ratio. Menurut Marimin (2007), Consistency Ratio (CR) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: CR =
CI =
CI RI
(13)
(P − N ) ( N − 1)
(14)
Dimana: CI = Konsistensi Indeks RI = Indeks random yang didapat dari tabel Oardkridge P = Nilai rata-rata konsistensi vektor N = jumlah elemen alternatif atau criteria Nilai indeks random dari tabel Oardkridge adalah: N
1
2
3
4
RI
0,0
0,0
0,58 0,9
5
6
7
8
9
1,12 1,24 1,32 1,41 1,45
10
11
12
1,49
1,51
1,56
50
9. Menghitung skor akhir. Skor akhir dari alternatif dapat ditentukan dengan mengalikan matriks nilai eigen alternatif dengan bobot dari setiap kriteria. 10. Menentukan rangking dari skor akhir. Untuk merangking skor akhir delakukan dengan cara mengurutkan skor alternatif dari nilai tertinggi sampai terendah.
3.3.
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Metode FMEA pertama kali diperkenalkan pada tahun 1940 untuk tujuan
militer oleh angkatan bersenjata Amerika Serikat. Dan kemudian, FMEA digunakan dalam pengembangan roket untuk menghindari kegagalan dalam teknologi roket ketika Amerika Serikat akan mengirim orang pergi ke bulan untuk pertama kalinya. Pengembangan lebih lanjut, metode ini disesuaikan dengan penerapannya dalam industri otomotif seperti Toyota untuk keamanan, peraturan, peningkatan produksi, dan desain. Menurut Puente et al. (2002), FMEA adalah sebuah metode untuk memeriksa penyebab cacat atau kegagalan yang terjadi selama produksi, mengevaluasi prioritas risiko, dan membantu menentukan tindakan yang tepat untuk menghindari masalah yang diidentifikasi. Menurut Yeh dan Hsieh (2007), FMEA digunakan secara luas dalam peningkatan mutu dan alat penilaian risiko di industri manufaktur. Alat ini menggabungkan pengetahuan manusia dan pengalaman untuk: (1) mengidentifikasi potensi kegagalan yang dikenal atau mode dari suatu produk atau proses, (2) mengevaluasi kegagalan suatu produk atau proses dan efeknya, (3) membantu perekayasa untuk melakukan tindakan perbaikan atau tindakan preventif, dan (4) menghilangkan atau mengurangi kemungkinan terjadi kegagalan. FMEA terdiri dari dua jenis, yaitu desain FMEA dan proses FMEA. desain FMEA adalah suatu prosedur untuk mengidentifikasi bahwa bahan-bahan yang benar telah digunakan, untuk mencocokkan spesifikasi pelanggan, dan untuk memastikan
bahwa
peraturan
dikembangkan
harus
dipenuhi
sebelum
menyelesaikan desain produk. Sementara penggunaan proses FMEA berhubungan dengan produksi dan proses perakitan. Di mana, proses FMEA digunakan untuk
51
mengidentifikasi beberapa potensi kegagalan yang dapat disebabkan oleh proses produksi, mesin, metode produksi. Dengan kedua, potensi masalah dapat dipelajari, cacat dapat secara akurat diketahui sebelum produk disampaikan kepada pelanggan, efek pada seluruh sistem dapat dipelajari dan keputusan yang tepat dapat diambil dengan benar. Dalam metode FMEA Konvensional, tiga parameter (keparahan, kejadian, dan deteksi) digunakan untuk menggambarkan masing-masing mode kegagalan menurut penilaian pada skala 1-10. Tingkat keparahan (Severity rating) adalah keseriusan efek kegagalan komponen berikutnya, subsistem, sistem, atau pelanggan. Tingkat Kejadian adalah kemungkinan atau frekuensi kegagalan terjadi dengan 1 merupakan kesempatan paling tidak ada kejadian dan 10 adalah yang ada kejadian tertinggi. Tingkat deteksi adalah ketidakmampuan untuk mendeteksi kegagalan atau probabilitas dari kegagalan tidak terdeteksi sebelum dampak efek terwujud. Secara tradisional, penilaian FMEA dilakukan dengan menggunakan nomor prioritas risiko (RPN). RPN adalah hasil perkalian dari peringkat keparahan (S), kejadian (O), dan deteksi (D). Mode kegagalan memiliki RPN yang lebih tinggi diasumsikan lebih penting dan diberi prioritas lebih tinggi untuk tindakan korektif daripada yang memiliki RPN yang lebih rendah.
Prosedur FMEA Ada tiga tahap yang sangat penting dalam menerapkan FMEA untuk memastikan keberhasilan analisis. Tahap pertama adalah menentukan modus potensi kegagalan. Tahap kedua adalah mencari data untuk menentukan tingkat keparahan, kejadian, dan deteksi. Tahap ketiga adalah memodifikasi desain produk atau proses. Proses detail melakukan FMEA dapat dibagi menjadi beberapa langkah sebagai berikut (Yeh & Hsieh 2007): 1. Identifikasi fungsi sistem atau proses dan bentuk sebuah struktur hierarki, dengan membagi sistem atau proses menjadi beberapa subsistem atau fungsi proses. 2. Tentukan mode kegagalan dari setiap komponen dan dampaknya. Tentukan tingkat keparahan (S) dari masing-masing mode kegagalan masing-masing sesuai dengan efek pada sistem.
52
3. Tentukan penyebab kegagalan mode dan memperkirakan kemungkinan setiap kegagalan terjadi. Tentukan tingkat terjadinya (O) dari masingmasing mode kegagalan sesuai dengan kemungkinan terjadinya. 4. Identifikasi pendekatan untuk mendeteksi kegagalan dan mengevaluasi kemampuan sistem untuk mendeteksi kegagalan sebelum kegagalan terjadi. Tentukan tingkat deteksi (D) dari masing-masing mode kegagalan. 5. Hitung nilai risiko prioritas (RPN) dan tentukan prioritas untuk diperhatikan. 6. Tetapkan tindakan yang perlu disarankan untuk meningkatkan kinerja sistem. 7. Tampilkan laporan FMEA dalam bentuk tabel.
3.4.
Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis (FFMEA) Berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, FMEA
konvensional dianggap oleh banyak peneliti memiliki beberapa kelemahan sebagai alat pengawasan mutu perencanaan. Menurut Xu et al. (2002), dan Yeh & Hsieh (2007), beberapa kelemahannya adalah sebagai berikut: (1) pernyataan dalam FMEA sering subyektif dan kualitatif yang dijelaskan dalam bahasa alamiah. Tentu saja, itu sulit untuk mengevaluasi keandalan dari produk atau proses yang tepat; (2) ketiga tingkat parameter (keparahan, kejadian, dan deteksi) yang diasumsikan memiliki kepentingan yang sama. Sebenarnya, dalam praktiknya bobot kepentingan dari ketiga parameter adalah tidak sama; (3) Nilai RPN yang dihasilkan dari hasil perkalian tingkat S, O, D. Namun, nilai RPN yang sama mungkin menyiratkan representasi risiko yang berbeda. Sebagai contoh, perhatikan dua mode kegagalan yang berbeda masing-masing memiliki nilai 6, 3, 2 dan 3, 4, 3 untuk tingkat S, O, D. Keduanya akan diperoleh nilai RPN 36 dan karena itu memiliki prioritas yang sama untuk diselesaikan. Tetapi dalam kenyataannya, mungkin akan mempunyai risiko yang berbeda. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan itu, metodologi yang didasarkan pada logika fuzzy sering digunakan sebagai alat untuk memanipulasi istilah linguistik yang digunakan secara langsung dalam membuat penilaian yang kritis. Sistem fuzzy adalah sistem berbasis pengetahuan yang dibangun dari keahlian dan pengalaman dalam bentuk
53
aturan fuzzy IF-THEN. Metode inferensi fuzzy FMEA dilakukan dengan menggunakan metode Mamdani. Metode Mamdani sering dikenal sebagai metode Max-Min. Metode ini diperkenalkan oleh Ebrahim Mamdani pada tahun 1975. Untuk mendapatkan output fuzzy, diperlukan empat tahap yaitu: 1. Susun fungsi keanggotaan fuzzy; 2.
Buat aturan berbasis logika fuzzy;
3.
Lakukan proses inferensi fuzzy;
4.
Tahap defuzzyfikasi
Pengetahuan ahli
Input nilai S, O, D,
Fungsi keanggotaan fuzzy
Aturan fuzzy
Fungsi keanggotaan fuzzy
Fuzzyfikasi
Aturan inferensi
Defuzzyfikasi
Output nilai risiko
Proses inferensi fuzzy
Gambar 9 Tahapan evaluasi risiko dengan fuzzy FMEA (Yeh & Hsieh 2007) 3.4.1. Fungsi Keanggotaan Fuzzy FMEA Fungsi keanggotaan adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik input data ke dalam nilai-nilai keanggotaan (sering juga disebut tingkat keanggotaan) yang memiliki interval antara 0 ke 1. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memperoleh nilai keanggotaan adalah melalui sebuah pendekatan fungsi. Lebih lanjut dalam tulisan ini, fungsi keanggotaan yang digunakan adalah fungsi keanggotaan fuzzy segitiga dan trapesium. Seperti terlihat pada Gambar 10 dan 11, domain (x) mewakili nilai tertentu dan µ(x) mewakili nilai fungsi keanggotaannya. Dalam keanggotaan fuzzy segitiga, nilai fungsi keanggotaan adalah nol seperti µ(a) ketika rating tidak termasuk dalam istilah linguistik dan nilai fungsi keanggotaan adalah satu seperti µ(b) ketika rating sepenuhnya milik istilah linguistik. Dengan demikian, fungsi keanggotaan fuzzy segitiga dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:
54
µ(x) 1
0
a
x
c
b
Gambar 10 Fungsi keanggotaan fuzzy segitiga Trapesium pada dasarnya seperti sebuah segitiga, kecuali bahwa ada beberapa poin yang memiliki nilai keanggotaan 1. Oleh karena itu, fungsi keanggotaan fuzzy trapesium dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
µ(x) 1
0
a
b
c
d
x
Gambar 11 Fungsi keanggotaan fuzzy trapesium Pada FMEA konvensional, pemetaan skor keparahan (S), kejadian (O), dan deteksi (D) dilakukan dengan menggunakan istilah linguistik. Berdasarkan alasan itu, aplikasi dari logika fuzzy sangat tepat untuk menampung masalah yang disebabkan FMEA konvensional. Dalam FMEA konvensional, tiga parameter (keparahan, kejadian, dan deteksi) yang digunakan untuk menggambarkan setiap mode kegagalan dinilai dengan variabel input dengan skala 1-10, yang dikelompokkan menjadi lima tingkat kepentingan dari Sangat Rendah "VL" hinga Sangat Tinggi "VH "Pada Tabel 8. Disajikan Input dari fungsi keanggotaan dalam
55
lima tingkatan dalam istilah linguistik untuk keparahan dengan pendekatan ini yang dapat digambarkan pada Gambar 12. Hal yang sama untuk tingkat deteksi atau paparan dan tingkat posibilitas terjadinya dapat ditunjukkan pada Gambar 13.
Tabel 8 Kategori variabel input fuzzy FMEA Nilai input
Kategori
Probabiltas
Dampak
Paparan
1
1
1
Sangat Rendah (VL)
2, 3
2, 3
2, 3
Rendah (L)
4, 5, 6
4, 5, 6
4, 5, 6
Sedang (M)
7, 8
7, 8
7, 8
Tinggi (H)
9, 10
9, 10
9, 10
Sangat Tinggi (VH)
Gambar 12 Fungsi keanggotaan input posibilitas risiko
Gambar 13 Fungsi keanggotaan input dampak dan paparan risiko
56
Kemudian, output variabel adalah nilai RPN, digunakan untuk mewakili prioritas untuk tindakan koreksi dengan skala 1-1000, yang dikategorikan ke dalam sembilan kelas interval, seperti Sangat Rendah "VL", antara Sangat Rendah dan Rendah "VL-L", .dan seterusnya sampai skala Sangat Tinggi "VH" yang digambarkan dalam Tabel 9. Fungsi keanggotaan fuzzy dari variabel output tersebut dapat ditampilkan pada Gambar 14.
Tabel 9 Kategori variabel output fuzzy FMEA Nilai output
Kategori
1 - 50
Sangat rendah (VL)
50 - 100
Sangat rendah-rendah (VL-L)
100 - 150
Rendah (L)
150 - 250
Rendah sedang (L-M)
250 - 350
Sedang (M)
350 - 450
Sedang – Tinggi (M-H)
450 - 600
Tinggi (H)
600 - 800
Tinggi – sangat Tinggi (H-VH)
800 - 1000
Sangat tinggi (VH)
Gambar 14 Fungsi keanggotaan fuzzy variabel output RPN Aturan berbasis Fuzzy Setiap aturan dalam basis pengetahuan fuzzy akan berhubungan dengan hubungan yang kabur. Dalam aturan fuzzy IF-THEN, bagian IF sebagai variabel
57
input fuzzy, dan bagian THEN sebagai variabel keluaran fuzzy. Sebagai contoh, aturan fuzzy IF-THEN dinyatakan sebagai berikut:
Karena masing-masing dari tiga parameter telah dikategorikan ke dalam lima tingkat nilai linguistik, maka jumlah kombinasinya adalah 125 (5x5x5). Semua kombinasi harus dikelompokkan untuk menghasilkan aturan berbasis fuzzy. Basis aturan fuzzy yang diterapkan dalam tulisan ini diadaptasi dari sistem pendukung Keputusan untuk FMEA yang diusulkan oleh Puente et al. (2002). Basis aturan tersebut dapat diilustrasikan pada Gambar 15.
Gambar 15 Skema Aturan fuzzy FMEA (Puente et al. 2002)
58
3.4.2. Proses Inferensi Fuzzy FMEA Mesin inferensi digunakan untuk menggabungkan aturan fuzzy IF-THEN dalam basis aturan dan implikasi fuzzy. Sebelumnya telah disebutkan, bahwa metode inferensi yang digunakan adalah metode Mamdani dalam melakukan inferensi pengambilan keputusan. Untuk mendapatkan kesimpulan. Mesin inferensi minimum menggunakan: (1) operator min untuk "AND" pada sisi-IF dari aturan fuzzy dan operator maks untuk "OR" dari aturan, (2) operator gabungan digunakan untuk mengagregasi kombinasi konsekuensi menjadi aturan tunggal.
3.5.
Stakeholder Dialogue dengan Optimasi Non Linier Istilah ADR (Alternative Dispute Resolution) relatif baru dikenal di
Indonesia, akan tetapi sebenarnya penyelesaian-penyelesaian sengketa secara konsensus sudah lama dilakukan oleh masyarakat, yang intinya menekankan pada upaya musyawarah mufakat, kekeluargaan, perdamaian dan sebagainya. ADR mempunyai daya tarik khusus di Indonesia karena keserasiannya dengan sistem sosial budaya tradisional berdasarkan musyawarah mufakat. Keuntungan ADR mampu menyelesaikan sengketa dalam waktu singkat dan biaya yang lebih murah, karena penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui perundingan yang secara prosedur tidak harus mengikuti jalur hukum. Dilain pihak ADR mempunyai kelemahan yaitu memerlukan mediator yang netral dan tidak berpihak pada salah satu pihak yang berkepentingan. ADR berkembang sebagai
mekanisme
penyelesaian
konflik
karena
masyarakat terhadap proses dan kinerja pengadilan.
adanya
ketidakpuasan
ADR secara umum
digunakan pada resolusi konflik yang melibatkan berbagai pihak dengan bargaining position yang relatif seimbang, melibatkan kepentingan yang bersifat heterogen, dan memiliki komitmen dan kepercayaan berbagai pihak yang berkepentingan. Untuk itu pelaksanaan ADR mensyaratkan “kesukarelaan” dan “itikad baik” dengan mengesampingkan penyelesaian secara pengadilan. Hasil dari kesepakatan, atau kompromi harus dinyatakan dalam kesepakatan tertulis dan bersifat final yang mengikat berbagai pihak yang berkepentingan untuk taat pada peraturan yang disahkan dari hasil kesepakatan.
59
Untuk
menyelesaikan
perbedaan
kepentingan
berbagai
pihak
membutuhkan persyaratan, yaitu: 1) kedua belah pihak yang tidak sejalan harus mematuhi dan tunduk peraturan hasil kesepakatan, 2) industri bersedia mengurangi sebagian keuntungan usaha untuk memberikan kompensasi sesuai hasil kesepakatan, dan 3) masyarakat tidak bertindak sewenang-wenang dan bersedia menerima hasil kesepakatan. Nilai
kesepakatan
diperoleh
berdasarkan
pendekatan
hypothetical
compensation dengan menggunakan regresi non linier berdasarkan tingkat utilitas risiko pelaku rantai pasok terhadap perubahan parameter kesepakatan. Fungsi utilitas risiko petani dalam rantai pasok dapat dirumuskan dengan fungsi regresi non linier sebagai berikut: −β ( x)
U p ( x) = α e
(15)
Fungsi utilitas risiko pelaku lain dalam rantai pasok dapat dirumuskan dengan fungsi sebagai berikut: n
U A ( x) = ∑ wiα e
β ( x)
(16)
i =1
dimana: x = Parameter kesepakatan w i = Bobot kepentingan setiap pelaku dalam rantai pasok yng dapat diperoleh dengan teknik analitik hierarki proses U p (x) = Fungsi utilitas risiko petani yang diperoleh berdasarkan penilaian faktor-faktor risiko dengan pendekatan kemungkinan preferensi tingkat petani. U A (x) = Fungsi utilitas risiko agregasi dari setiap tingkatan lainnya dalam jaringan rantai pasok. Rumus regresi non linier tersebut digunakan untuk memodelkan tingkat utilitas risiko setiap pelaku rantai pasok berdasarkan perubahan parameter kesepakatan. Hasil akhir kesepakatan diperoleh berdasarkan proses interpolasi linier yang menghasilkan tingkat kesalahan terkecil dari perpotongan fungsi U p (x) dan U A (x) pada suatu nilai x tertentu. Lasdon dan Smith (1992) memecahkan nilai kesepakatan dua variabel dari nilai paling bawah dan nilai paling atas melalui program optimasi non linier. Ada
60
beberapa langkah pokok yang harus dilakukan pada penerapan optimasi non linear, yaitu:
1) suatu fungsi/sub routine harus tercatat pada perhitungan
komputer dari fungsi kendala dan fungsi tujuan untuk nilai variabel yang diberikan, 2) terdiri dari sejumlah variabel kendala dengan nilai paling bawah dan nilai paling atas pada variabel, dan 3) pada proses optimasi non linier dilakukan interpolasi atau iterasi, sehingga variabel yang digunakan membutuhkan data kuantitatif untuk menghasilkan data yang realistis. Program pemecahan masalah melalui optimasi non linier dinyatakan dengan rumus tujuan sebagai berikut: Tujuan : Minimize U(x) = U p (x) – U A (x) Kendala: U lbi ≤ U i (x) ≤ U ubi , untuk i = 1, 2, ..., m dan i ≠ p X lbj < X j < X ubj , untuk j = 1,2, ..., n. X adalah vektor pada n variabel, x 1 , ..., x n dan fungsi U 1 , ..., U m semua tergantung pada X.
3.6.
Fungsi Regresi Fuzzy Regresi adalah alat yang komprehensif dan kuat yang dapat digunakan
untuk menemukan dan menganalisis hubungan antara variabel dependen atau disebut juga variabel respon, dan satu atau lebih variabel penjelas juga dikenal sebagai variabel independen. Analisis regresi merupakan metode estimasi yang digunakan untuk menemukan hubungan antara variabel dependen dan independen dan juga digunakan untuk mengestimasi variansi dari kesalahan pengukuran. Analisis regresi fuzzy merupakan perluasan dari analisis regresi klasik di mana beberapa unsur dari model yang diwakili oleh bilangan fuzzy. Model regresi fuzzy merupakan suatu model non-parametrik yang dapat digunakan untuk menjelaskan variasi dari variabel terikat Y dalam hal variasi dari variabel bebas X sebagai Y = f (X) dimana f (X) adalah fungsi linear (Wang & Tsaur 2000). Regresi Fuzzy dapat digunakan untuk menangani masalah regresi dengan jumlah data yang kurang dan adanya hubungan yang samar-samar (vague) antara antara variabel bebas dan variabel terikat(Xue et al. 2005). Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Tanaka pada tahun 1982. Analisis regresi linier pertama dengan model fuzzy menggunakan bilangan fuzzy sebagai koefisien
61
regresi yang dinyatakan dengan interval sebagai nilai keanggotaan (Tanaka et al. 1982). Karena koefisien regresi merupakan bilangan fuzzy, maka nilai Y sebagai variabel dependen yang diperkirakan juga bilangan fuzzy. Chang dan Ayyub (2001) telah menjelaskan tiga pendekatan dalam regresi fuzzy
yaitu
regresi
possibilitas
yang
didasarkan
pada
meminimalkan
ketidakjelasan sebagai kriteria optimal, pendekatan kedua yang didasarkan pada kesalahan kuadrat terkecil sebagai kriteria pengepasan (fitting criteria) dan pendekatan ketiga adalah digambarkan sebagai analisis regresi interval. Untuk pemodelan yang disajikan dalam penelitian ini menggunakan algoritma berdasarkan kesalahan kuadrat terkecil yang dikembagkan oleh Bargiela (2007). Regresi fuzzy possibilistas dari Tanaka dapat direpresentasikan dengan variabel terikat Y sebagai beriku: Y = A 0 + A 1 x 1 + A 2 x 2 + ... .. + + ... + A j x j A k x k
(17)
T
di mana Y adalah output fuzzy, x = [x 1 , x 2 ,. . , X k .] , adalah vektor input variabel bebas dengan nilai riil dan koefisien regresi masing-masing A j , j = 0,. . , K., diasumsikan sebagai bilangan fuzzy segitiga simetris dengan pusat α j dan C j setengah lebarnya, C j ≥ 0. Dalam regresi fuzzy, nilai penyimpangan antara nilai yang diamati (variabel bebas) dan nilai yang estimasi (varibel terikat) diasumsikan akibat dari ketidakjelasan sistem atau kekaburan dari koefisien regresi (Tanaka et al. 1982). Dengan kata lain, menurut teori regresi fuzzy, nilai residual antara pengamatan penduga diakibatkan oleh ketidakpastian parameter dalam model dan bukan oleh kesalahan pengukuran (Tseng & Lin 2005). Model regresi fuzzy dapat diklasifikasikan berdasarkan nilai variabel terikat dan bebas sebagai berikut: a) Data input dan output adalah bukan bilangan fuzzy b) Data input dan output adalah bilangan fuzzy c) Data input adalah bukan bilangan fuzzy tetapi data output adalah bilangan fuzzy (Choi & Buckley 2008). Sebuah perkiraan interval biasanya terdiri dari batas atas dan batas bawah tertentu yang akan diperkirakan nilai yang tidak diketahui berada diantaranya dengan tingkat posibilitas yang ditentukan. Perkiraan interval berkaitan dengan
62
akurasi perkiraan sehubungan dengan target nilai yang diamati (Durga & Dimitri 2006). Penggunaan perkiraan interval dalam mesin pembelajaran adalah sesuai ketika berhadapan dengan fungsi multivariat dimana data yang tersedia sangat tidak tepat dan terbatas serta ketika interaksi variabel tidak pasti, keadaan yang samar-samar. Dengan kata lain fenomena fuzzy sangat tepat dimodelkan dengan hubungan fungsional fuzzy. Penggunaan perkiraan interval dalam mesin pembelajaran dikatakan sebagai teknik regresi linier fuzzy. Sayangnya, regresi linier fuzzy hanya dapat diterapkan ke fungsi linear saja. Namun dalam kenyataannya, banyak fungsi kehidupan nyata tidak mengikuti hubungan yang linear. Kabar baiknya adalah bahwa dimungkin untuk mengubah fungsi non linier menjadi linier dalam beberapa kasus (Wang & Tsaur 2000). Setelah fungsi linear diperoleh untuk membuka hubungan linier tersembunyi di dalamnya, teknik regresi linier fuzzy dapat diterapkan. Namun demikian, output regresi harus diinterpretasikan sesuai dengan proses transformasi yang terlibat. Fuzzy regresi berguna untuk mengestimasi hubungan antara variabel bebas dan terikat bila data yang tersedia sangat terbatas dan kurang tepat dan ketika interaksi antar variabel tidak pasti atau kabur (Wang & Tsaur 2000). Para peneliti telah menunjukkan bahwa kinerja regresi linier fuzzy menjadi relatif lebih baik dibandingkan dengan regresi linier klasik ketika ukuran data relatif kurang dan kecocokan model regresi kurang baik (Wang & Tsaur 2000 ). Jadi regresi linier fuzzy menjadi alternatif yang cukup baik dari pada regresi linier klasik dalam mengestimasi parameter regresi bila terdapat tidak cukup data untuk mendukung analisis regresi statistik dan / atau untuk model regresi yang kurang sesuai yang dikarenakan hubungan yang tidak jelas antara variabel dan spesifikasi model yang kurang baik (Xue et al. 2004). Suatu persamaan regresi linier fuzzy dengan satu variabel dependen dapat dituliskan sebagai berikut: Y = B0 + B1X
(18)
Persamaan (18) dapat diselesaikan dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Bargiela (2007), untuk mendapatkan nilai dari B 0 dan B 1 sebagai berikut:
63
SS xy+ Bˆ1+ = SS xx
(19)
~ ~ Bˆ 0+ = Y − Bˆ1+ X
(20)
Dimana: ~ 1 X L (α ) + X U (α ) X =∫ dα 0 2
(21)
L U 1Y (α ) + Y (α ) ~ Y =∫ dα 0 2
(22)
n 1 ~ SS xx = ∑ ∫ (( X iL (α )) 2 + ( X iU (α )) 2 )dα − 2nX 2
(23)
n 1 ~~ SS xy+ = ∑ ∫ ( X iL (α )Yi L (α ) + X iU (α )YiU (α ))dα − 2nXY
(24)
i =1
i =1
3.7.
0
0
Fungsi Utilitas Risiko Fuzzy Fungsi utilitas merupakan nilai preferensi (preferences value) seseorang
terhadap tingkat risiko dalam membuat keputusan. Fungsi utilitas tersebut dipetakan ke dalam nilai-nilai utilitas, dimana nilai utilitas lebih besar, berarti tingkat preferensinya lebih tinggi (Wilkes 2008). Fungsi utilitas risiko setiap tingkatan rantai pasok dapat direpresentasikan sebagai fungsi regresi non-linear sebagai berikut: U k ( x) = α e
β ( x)
(25)
Dimana U k (x) adalah fungsi utilitas risiko pada tingkat k dalam jaringan rantai pasok dan x adalah harga jagung di tingkat petani. Karena setiap tingkatan rantai pasok memiliki beberapa faktor risiko, fungsi utilitas risiko untuk setiap tingkatan rantai pasok dapat diperoleh dengan menggabungkan faktor-faktor risiko untuk setiap tingkatan rantai pasokan dengan menggunakan rata-rata tertimbang sebagai berikut: n
U k ( x) = ∑ wi Rik ( x) i =1
(26)
64
n
∑w
i
i =1
=1
(27)
Dimana R ik (x) adalah nilai utilitas risiko faktor ke i pada tingkat k dalam jaringan rantai pasok. Dan w i adalah bobot masing-masing faktor risiko yang diperoleh dari analisis dengan menggunakan proses AHP. Nilai utility faktor risiko dapat diperoleh dari nilai utilitas variabel risiko untuk setiap faktor risiko rantai pasok menggunakan metode geometric mean sebagai berikut:
Rik ( x) = m ∏ j =1V jik ( x) m
(28)
Dimana V jik (x) adalah nilai utilitas dari variabel j risiko i faktor risiko untuk tingkat k rantai pasokan dengan harga x. Utilitas nilai variabel risiko yang diperoleh dengan mengalikan nilai kemungkinan dan dampak dari variabel risiko, dengan fungsi sebagai berikut: Vijk ( x) = Pijk ( x) S ijk ( x)
(29)
Dimana P ijk (X) adalah kemungkinan risiko dan S ijk (x) adalah dampak risiko i variabel risiko pada faktor-faktor risiko j dan k tingkat rantai pasokan. Nilai dampak risiko dan kemungkinan risiko ini diukur dengan bilangan fuzzy berdasarkan penilaian oleh para pemangku kepentingan dalam rantai pasokan untuk menilai tingkat risiko berdasarkan perubahan harga jagung di tingkat petani. Berdasarkan persamaan (26), (28) dan (29) akan diperoleh fungsi risiko utilitas fuzzy sebagai berikut: m U k ( x) = ∑ wi m ∏ j =1 Pijk ( x) S ijk ( x) i =1 n
(30)
Dengan mensubstitusikan persamaan (30) ke dalam persamaan (25), maka akan mendapat persamaan berikut:
∑ w ∏ n
i =1
i
m
m j =1
β ( x) Pijk ( x) S ijk ( x) = α e
(31)
65
3.8.
Proses Manajemen Risiko Manajemen risiko adalah suatu proses mengidentifikasi, mengukur risiko,
serta membentuk strategi untuk mengelolanya melalui sumber daya yang tersedia. Strategi yang dapat digunakan antara lain mentransfer risiko pada pihak lain, mengindari risiko, mengurangi efek buruk dari risiko dan menerima sebagian maupun seluruh konsekuensi dari risiko tertentu.
a) Identifikasi risiko Proses ini meliputi identifikasi risiko yang mungkin terjadi dalam suatu aktivitas usaha. Identifikasi risiko secara akurat dan komplet sangatlah vital dalam manajemen risiko. Salah satu aspek penting dalam identifikasi risiko adalah mendaftar risiko yang mungkin terjadi sebanyak mungkin. Teknik-teknik yang dapat digunakan dalam identifikasi risiko antara lain: Brainstorming, Survei, wawancara, informasi historis, kelompok kerja, dana lain-lain.
b) Analisa risiko Setelah melakukan identifikasi risiko, maka tahap berikutnya adalah pengukuran risiko dengan cara melihat potensi terjadinya seberapa besar severity (kerusakan) dan posibilitas terjadinya risiko tersebut. Penentuan posibilitas terjadinya suatu kejadian sangatlah subyektif dan lebih berdasarkan nalar dan pengalaman. Beberapa risiko memang mudah untuk diukur, namun sangatlah sulit untuk memastikan posibilitas suatu kejadian yang sangat jarang terjadi. Sehingga, pada tahap ini sangatlah penting untuk menentukan dugaan yang terbaik supaya nantinya kita dapat memprioritaskan dengan baik dalam implementasi perencanaan manajemen risiko. Kesulitan dalam pengukuran risiko adalah menentukan kemungkinan terjadi suatu risiko karena informasi statistik tidak selalu tersedia untuk beberapa risiko tertentu. Selain itu, mengevaluasi dampak severity (kerusakan) seringkali cukup sulit untuk asset immateriil. Dampak adalah efek biaya, waktu dan kualitas yang dihasilkan suatu risiko. Beberapa contoh dampak yang dikaitkan dengan biaya, waktu dan kualitas dapat diperlihatkan pada Tabel 10.
66
Tabel 10 Penilaian dampak risiko Dampak Sangat rendah
Biaya Dana mencukupi
Waktu agak menyimpang dari target
Rendah
Membutuhkan dana tambahan Membutuhkan dana tambahan Membutuhkan dana tambahan yang signifikan Membutuhkan dana tambahan yang substansial
agak menyimpang dari target Penundaan berdampak terhadap stakeholder gagal memenuhi deadline
Sedang Tinggi
Sangat tinggi
penundaan merusak proyek
Kualitas kualitas agak berkurang namun masih dapat digunakan gagal untuk memenuhi janji pada stakeholder beberapa fungsi tidak dapat dimanfaatkan gagal untuk memenuhi kebutuhan banyak stakeholder proyek tidak efektif dan tidak berguna
Setelah mengetahui posibilitas dan dampak dari suatu risiko, maka kita dapat mengetahui potensi suatu risiko. Untuk mengukur bobot risiko kita dapat menggunakan skala dari 1-5 seperti yang disarankan oleh JISC infoNet, sebagaimana terlihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Bobot skala pengukuran risiko Skala 1 Sangat rendah 2 Rendah
Posibilitas hampir tidak mungkin terjadi kadang terjadi
3 Sedang
mungkin tidak terjadi
4 Tinggi
sangat mungkin terjadi
5 Sangat tinggi
hampir pasti terjadi
Dampak dampak kecil dampak kecil pada biaya, waktu dan kualitas dampak sedang pada biaya, waktu dan kualitas dampak substansial pada biaya, waktu dan kualitas mengancam kesuksesan proyek
c) Pengelolaan risiko Jenis-jenis cara mengelola risiko, dapat dikategorikan dengan berbagai cara sebagai berikut: •
Risk avoidance, yaitu memutuskan untuk tidak melakukan aktivitas yang mengandung risiko sama sekali. Dalam memutuskan untuk melakukannya, maka harus dipertimbangkan potensial keuntungan dan potensial kerugian yang dihasilkan oleh suatu aktivitas.
67
•
Risk reduction, Risk reduction atau disebut juga risk mitigation yaitu merupakan metode yang mengurangi kemungkinan terjadinya suatu risiko ataupun mengurangi dampak kerusakan yang dihasilkan oleh suatu risiko.
•
Risk transfer, yatu memindahkan risiko kepada pihak lain, umumnya melalui suatu kontrak (asuransi) maupun hedging.
•
Risk deferral, Dampak suatu risiko tidak selalu konstan. Risk deferral meliputi menunda aspek suatu proyek hingga saat dimana posibilitas terjadinya risiko tersebut kecil.
•
Risk retention. Walaupun risiko tertentu dapat dihilangkan dengan cara mengurangi maupun mentransfernya, namun beberapa risiko harus tetap diterima sebagai bagian penting dari aktivitas. Beberapa hal yang dapat dilakukan terhadap nilai suatu risiko dikatakan
sebagai penanganan risiko. Konsep penanganan risiko menggunakan beberapa prinsip sebagai berikut: •
High probability, high impact : risiko jenis ini umumnya dihindari ataupun ditransfer ke pihak lain.
•
Low probability, high impact : respon paling tepat untuk tipe risiko ini adalah dihindari. Dan jika masih terjadi, maka lakukan mitigasi risiko serta kembangkan contingency plan.
•
High probability, low impact : respon terhadap risiko ini adalah dengan melakukan mitigasi risiko dan mengembangkan contingency plan
•
Low probability, low impact : efek dari risiko ini dapat dikurangi, namun biayanya dapat saja melebihi dampak yang dihasilkan. Dalam kasus ini mungkin lebih baik untuk menerima efek dari risiko tersebut. Contingency plan: Untuk risiko yang mungkin terjadi maka perlu
dipersiapkan contingency plan seandainya benar-benar terjadi. Contingency plan haruslah sesuai dan proporsional terhadap dampak risiko tersebut. Dalam banyak kasus seringkali lebih efisien untuk mengalokasikan sejumlah sumber daya untuk mengurangi risiko dibandingkan mengembangkan contingency plan yang jika diimplementasikan akan lebih mahal. Namun beberapa skenario memang membutuhkan full contingency plan, tergantung pada proyeknya. Namun jangan
68
sampai tertukar antara contingency planning dengan re-planning normal yang memang dibutuhkan karena adanya perubahan dalam proyek yang berjalan. d) Implementasi manajemen risiko Setelah memilih respon yang akan digunakan untuk menangani risiko, maka saatnya untuk mengimplementasikan metode yang telah direncanakan tersebut. e) Monitoring risiko Mengidentifikasi, menganalisa dan merencanakan suatu risiko merupakan bagian penting dalam perencanaan suatu proyek. Namun, manajemen risiko tidaklah berhenti sampai disana saja. Praktek, pengalaman dan terjadinya kerugian akan membutuhkan suatu perubahan dalam rencana dan keputusan mengenai penanganan suatu risiko. Sangatlah penting untuk selalu memonitor proses dari awal mulai dari identifikasi risiko dan pengukuran risiko untuk mengetahui keefektifan respon yang telah dipilih dan untuk mengidentifikasi adanya risiko yang baru maupun berubah. Sehingga, ketika suatu risiko terjadi maka respon yang dipilih akan sesuai dan diimplementasikan secara efektif.
3.9. Soft System Methodology Soft System Methodology (SSM) dikembangkan oleh (Checkland 1981) sebagai suatu proses pengkajian dan penelitian tindakan untuk memperbaiki situasi masalah yang tidak terstruktur di mana isu-isu yang samar dirasakan tapi tidak jelas. SSM adalah cara yang terorganisasi untuk menangani situasi permasalahan yang dirasakan (permasalahan sosial). Metode ini berorientasi pada tindakan yang mengatur cara berpikir tentang situasi sehingga tindakan yang dapat membawa perbaikan dapat diambil. Metodologi ini cocok untuk resolusi konflik yang timbul dari pandangan yang berbeda, dan karenanya terdapat tujuan yang bertentangan dari berbagai pemangku kepentingan (Daellenbach 1997). Soft Sistem Methodology lebih menekankan pada sistem aktivitas manusia, sebagai contoh keterlibatan manusia dalam suatu kegiatan dengan tujuan tertentu dalam suatu organisasi. Metodologi ini menyediakan jendela sedemikian sehingga kompleksitas interaksi manusia tersebut dapat diselidiki, dijelaskan dan dipahami dengan mudah. Setelah pemahaman tentang situasi yang diselidiki telah tercapai
69
maka metodologi ini memungkinkan mengidentifikasi perubahan yang bersifat sistemik sesuai dengan yang diinginkan (dalam hal ini akan mengurangi beberapa masalah dan permasalahan) dan layak secara budaya (dengannya aktor dalam sistem akan cenderung untuk terlibat dengan perubahan yang diusulkan dan proses perubahan itu sendiri). SSM mendorong pembelajaran dan pemahaman yang diharapkan akan menyebabkan perubahan yang disepakati dan penyelesaian masalah secara bersama (Warwick 2008). Dua ciri karakteristik yang penting bagi pendekatan sistem lunak (soft system) adalah fasilitasi dan strukturisasi. Fasilitasi bertujuan untuk menyediakan lingkungan di mana pelaku atau stakeholder dibimbing dengan benar dalam diskusi atau perdebatan dapat disalurkan. Strukturisasi di sisi lain, berkenaan dengan proses yang mana permasalahan manajemen diatur sedemikian sehingga pemangku kepentingan atau pelaku dapat mengerti, dan akhirnya berpartisipasi dalam perencanaan dan proses pengambilan keputusan. Pendekatan ini dapat dicirikan sebagai non-matematis, menggunakan konsep berbasis sistem, proses dan tekniknya lebih menekankan dialog dan partisipasi dengan klien (Coelho et al. 2010). Kebutuhan untuk memahami interaksi yang kompleks dan dinamis terhadap gagasan, permasalahan dan pandangan yang menjadi ciri masalah sosial telah memunculkan SSM sebagai suatu metode solusi refleksif terhadap permasalahan sosial. Proses model SSM mempunyai tahapan utama proses sebagai berikut: Tahap 1 dan 2 Mencoba untuk membangun gambaran sedetail mungkin (rich picture) terhadap situasi, tahap 3 Berusaha untuk menjelaskan sifat-sifat dari sistem yang dipilih. Tahap 4 Membangun model konseptual dari sistem yang didefinisikan. Tahap 5 Membandingkan model konseptual dengan situasi aktual untuk melakukan konfirmasi pada hal yang dihasilkan dengan para pemangku kepentingan. Tahap 6 Membuat outline kemungkinan perubahan yang diinginkan dan analisa kelayakannya. berdasarkan hasil pada tahap 6.
Tahap 7 Terlibat dalam tindakan
IV. METODE PENELITIAN 4.1.
Kerangka Pemikiran Manajemen risiko rantai pasok produk/komoditas jagung merupakan suatu
proses yang kompleks. Kompleksitas lingkungan tempat keputusan strategis dibuat merupakan pertimbangan utama untuk menggunakan sistem intelijen dalam sistem pengambilan keputusan cerdas yang akan dikembangkan.
Terdapat
beberapa alasan adanya kompleksitas ini yaitu: (1) adanya informasi dan pengetahuan yang mendukung keputusan tidak lengkap, tidak pasti atau tidak tepat atau bahkan tidak konsisten; (2) terdapat berbagai tujuan bahkan tujuan yang bertentangan dan terdapat banyak tipe batasan yang berbeda; (3) terdapat batasan waktu untuk pengambilan keputusan pada lingkungan yang selalu berubah; dan (4) terdapat kecenderungan pada pengambilan keputusan kelompok dimana berbagai tipe konsensus terjadi di dalam prosesnya. Untuk dapat menganalisis dan memodelkan permasalahan yang kompleks dan tidak terstruktur tersebut, dalam penelitian ini akan digunakan metodologi soft sistem (Checkland 1981). Menurut Hallikas et al. (2004), proses manajemen risiko terdiri dari dua tahap utama, yaitu penilaian risiko (risk assessment) yang terdiri dari proses mengidentifikasi, menganalisis, memprioritaskan dan pengendalian risiko (risk control) yang terdiri dari perencanaan manajemen risiko, perencanaan resolusi risiko (risk resolution) dan monitor risiko (risk monitoring), penelusuran (tracking) dan tindakan perbaikan (corrective action). Menurut Chapman et al. (2002) identifikasi dan penilaian risiko merupakan bagian yang paling penting dalam seluruh proses manajemen risiko karena kualitas dari hasil sebuah analisis tergantung sepenuhnya kepada proses identifikasi dan penilaian. Pengukuran risiko dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Oleh karena sumber-sumber risiko mempunyai sifat yang tidak pasti, maka di dalam analisis kualitatif dan kuantitatif selain memerlukan analisis statistik, diperlukan juga analisis lebih lanjut dengan menggunakan analisis posibilitas untuk dapat mengetahui pengaruh ketidakpastian sumber risiko. Variabel dari masing-masing sumber risiko yang mungkin timbul dalam manajemen risiko rantai pasok produk pertanian akan dinilai (assess) secara semi
70
71
kuantitatif berdasarkan tiga kelompok skala kualitas yang merupakan komponen risiko, yaitu berdasarkan konsekuensi (severity), paparan (exposure) dan posibilitas (likelihood) melalui pengisian kuesioner oleh responden dan berdasarkan akuisisi pengetahuan pakar. Konsekuensi (severity) diukur dengan empat kategori yaitu waktu (time), kualitas (quality), biaya (cost) dan keselamatan (safety). Kerangka kerja yang dilakukan dalam penelitian ini akan mengacu pada kerangka kerja yang telah dikembangkan oleh Rajamani et al. (2006), dengan beberapa penyesuaian pada manajemen risiko rantai pasok produk pertanian dan menggunakan kategori dan variabel risiko yang telah diidentifikasi oleh Xiaohui et al. (2006). Dalam penelitian ini identifikasi dan analisis risiko akan dilakukan pada setiap pelaku rantai pasok untuk mendapatkan tingkat risiko masing-masing, kemudian dilakukan agregasi nilai risiko total rantai pasok sehingga mendapatkan ukuran tingkat risiko rantai pasok dan cara penanganan risiko dilakukan secara menyeluruh untuk mendapatkan distribusi dan keseimbangan risiko rantai pasok. Detail dari kerangka pikir penelitian manajemen risiko rantai pasok dapat diperlihatkan pada Gambar 16.
Gambar 16 Kerangka pikir penelitian manajemen risiko rantai pasok
72
4.2.
Tata Laksana Penelitian
4.2.1. Tahapan Penelitian Langkah-langkah
pengembangan
sistem
pendukung
pengambilan
keputusan manajemen risiko rantai pasok adalah: identifikasi faktor-faktor manajemen risiko rantai pasok, pembuatan model manajemen risiko rantai pasok dengan multi objective programming, simulasi model manajemen risiko rantai pasok dengan program dinamik, analisa berbagai skenario manajemen risiko dengan kriteria finansial dan non finansial, pemilihan skenario manajemen risiko dengan memperhatikan profit sharing optimum dan minimisasi risiko gobal dan lokal, pembuatan sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok dan pembuatan rekomendasi tindakan dan kesimpulan. Langkah-langkah tersebut akan dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahap analisis, tahap pemodelan dan tahap perancangan dan implementasi sistem (Gambar 17). Pada tahap pertama dimulai dengan membuat tujuan penelitian dan mempelajari sistem rantai pasok produk pertanian melalui observasi lapang dan wawancara dengan beberapa pihak yang memahami risiko rantai pasok produk pertanian. Studi pustaka dilakukan untuk meningkatkan pemahaman terhadap risiko rantai pasok produk pertanian dan metode yang akan digunakan dalam penelitian. selain itu, juga dilakukan analisis kondisi manajemen risiko rantai pasok produk pertanian yang mencakup aspek nilai tambah, penanganan risiko dan kelembagaan pada masing-masing pelaku dalam rantai pasok.
Analisis
dilakukan untuk mendapatkan data kebutuhan dari setiap stakeholder dalam manajemen rantai pasok untuk mengurangi risiko dan identifikasi konflik kepentingan dalam rantai pasok secara vertikal.
Kajian dilanjutkan dengan
perancangan model kolaborasi perencanaan manajemen risiko rantai pasok produk pertanian pada aspek penyediaan, distribusi dan produksi. Output yang diharapkan pada tahap ini adalah adanya pemetaan (mapping) risiko rantai pasok produk pertanian mulai dari hulu sampai hilir, tersedianya informasi yang lengkap mengenai penanganan risiko, dan kelembagaan pada rantai pasok pertanian, adanya model kolaborasi perencanaan manajemen risiko rantai pasok. Tahap kedua dari penelitian ini adalah pembuatan model sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok untuk
73
mendukung program ketahanan pangan. Model manajemen risiko akan dikembangkan secara kualitatif dan kuantitatif. Model kualitatif menggunakan fuzzy analitik hierarki proses dan fuzzy multi expert multi criteria decision making, sedangkan model kuantitaif menggunakan value at risk dan indek risiko serta algoritma genetika dan multi objectives programming untuk penyeimbangan risiko. Kemudian dilanjutkan dengan verifikasi dan validasi model dengan menggunakan data simulasi pada berbagai skenario. Output dari tahap ini adalah model sistem pendukung keputusan cerdas dengan berbagai skenario yang valid. Tahap ketiga dari penelitian ini adalah perancangan dan implementasi sistem pendukung keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok. Perancangan sistem
dilakukan
dengan
pendekatan
sistem
yang
berorientasi
object
menggunakan alat bantu UML (Unified Modeling Language), sedangkan implementsi sistem dilakukan dengan sistem yang berbasis web dengan menggunakan program java. Output dari tahapan ini adalah sebuah rancangan sistem pendukung keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok yang berorientasi obyek serta perangkat lunak sistem pendukung keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok.
Adapun rincian langkah-langkah kegiatan
penelitian adalah sebagai berikut: 1. Mempelajari sistem rantai pasok produk/komoditas jagung melalui observasi pendahuluan dengan beberapa pihak yang terkait dengan rantai pasok komoditas jagung seperti petani, pengumpul dan industri apakn ternak. Selain itu, studi pustaka dilakukan untuk pemahaman sistem nyata yang dipelajari. Pustaka yang dipelajari berhubungan dengan manajemen risiko rantai pasok dan teknik-teknik yang digunakan dalam manajemen risiko. 2. Wawancara mendalam dengan pengambil keputusan dan survei lapang di obyek studi kasus. Tujuannya adalah mengetahui rangkaian kegiatan rantai pasok dan kendala-kendal manajemen risiko rantai pasok. Pendalaman terhadap pengetahuan para pemangku kepentingan rantai pasok jagung. Beberapa pihak yang diwawancarai adalah petani dan kelompok tani, beberapa pengumpul dan manajer pengadaan bahan baku jagung di industri pakan ternak. Melalui wawancara akan diperoleh gambaran situasi secara
74
menyeluruh terhadap risiko yang dihadapi setiap pelaku dan cara mengatasinya. 3. Merumuskan faktor-faktor risiko dan variabel penentu yang dibutuhkan dalam penilaian tingkat risiko sesuai dengan tingkatan dalam jaringan rantai pasok. Prosedur yang dilakukan melalui wawancara dan studi pustaka hasil-hasil penelitian terkait. Faktor-faktor risiko yang diperoleh akan distrukturisasi secara hierarki sehingga mendeskripsikan keterkaitan antar faktor. 4. Merumuskan basis aturan untuk menterjemahkan hasil penilaian risiko sehingga
rekomendasi
dapat
dikeluarkan
oleh
model.
Rekomendasi
merupakan hasil akuisisi pengetahuan para ahli yang terdiri dari praktisi agroindustri dan dilengkapi melalui studi pustaka penelitian yang terkait. 5. Informasi yang dibutuhkan selanjutnya adalah prakiraan harga jagung pipilan dan persayaratan mutu serta metode pasokan dan penyimpanannya Data yang dibutuhkan adalah data masa lalu yang diperoleh melalui laporan kegiatan industri pakan ternak dan pelaku rantai pasok di lokasi penelitian. 6. Formulasi model matematik untuk penyeimbangan risiko rantai pasok dengan pendekatan manajemen dialog berdasarkan evaluasi risiko setiap tingkatan. Model matematik dirumuskan melalui proses iterative untuk penentuan harga jagung pipilan di tingkat petani dengan memeperhatikan tingkat risiko masing-masing tingkatan dan tingkat utilitas ketersediaan jagung. 7. Merumuskan teknik-teknik penyelesaian untuk setiap formulasi model matematik dan penilaian risiko dalam bentuk program komputer. Pada tahap ini dibangun elemen-elemen dari basis data, basis pengetahuan dan basis model serta hubungan masukan dan keluaran. Keterkaitan ini dibutuhkan untuk menghasilkan keterpaduan. Keterpaduannya diwujudkan dalam bentuk sebuah Sistem Penunjang Keputusan cerdas. 8. Verifikasi model menggunakan data dari obyek studi kasus yaitu industri pakan ternak yang menggunakan bahan baku jagung. Nilai-nilai yang dihasilkan model akan diperiksa kesesuaiannya berdasarkan logika dan kerja komputasi. Pada tahap ini telah dihasilkan program komputer yang terdiri dari basis model, basis data dan basis pengetahuan.
75
9. Validasi model untuk mendapatkan keabsahan dan keyakinan bahwa model mampu bekerja sesuai kebutuhan pengambil keputusan.
Persiapan penelitian
Studi Pendahuluan
Latar belakang dan perumusan masalah
Studi Literatur
Perumusan tujuan penelitian
Identifikasi lingkup permasalahan
Analisa kebutuhan stakeholder manajemen risiko rantai pasok (UML)
Identifikasi konflik kepentingan dan tujuan dalam manajemen risiko rantai pasok produk/komoditas Jagung
Identifikasi jenis risiko dan sumber risiko rantai pasok (fuzzy AHP)
Evaluasi risiko dan dampak risiko serta alternatif penghilangan risiko rantai pasok (fuzzy AHP)
Pengembangan model manajemen risiko pada setiap tingkatan pelaku rantai pasok (Multiobjectives programming)
Pengembangan model agregasi pengukuran risiko rantai pasok secara global (Fuzzy Agregation)
Pengembangan model penyeimbangan risiko (risk balancing) rantai pasok (stakeholder dialog dan fungsi utilitas-regresi fuzzy)
Pengembangan model perlakuan risiko rantai pasok secara lokal dan global (fuzzy inference)
Verifikasi dan validasi model
Pembuatan model basis pengetahuan manajemen risiko rantai pasok
Analisa dan perancangan sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok (UML) Implementasi sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok (web programming) pengujian dan perbaikan sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok
Kesimpulan dan rekomendasi
Gambar 17 Langkah pemodelan SPK cerdas pada manajemen risiko rantai pasok
76
4.2.2
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapangan. Penelitian pemodelan dilakukan di Laboratorium/Bagian Teknik Sistem Industri, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB di Bogor.
Penelitian
lapangan dilakukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai sentra produksi jagung di Indonesia. Penelitian dilakukan mulai bulan Januari 2009 – Desember 2010, untuk mendapatkan informasi, data teknis dan diskusi dengan para narasumber yang terkait. Tambahan data dan informasi yang dibutuhkan dalam pengembangan model dilakukan pada rentang waktu tersebut.
4.2.3. Pengumpulan Data, Informasi dan Pengetahuan Penelitian menggunakan data sekunder dan data primer.
Data sekunder
diperoleh dari laporan kajian terdahulu yang relevan dan jurnal ilmiah serta dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, Departemen Perindustrian, Balai-balai penelitian, asosiasi, data perusahaan yang menjadi obyek kajian, dan pihak-pihak yang relevan. Pengumpulan data primer dilakukan melalui beberapa cara, sebagai berikut : •
Observasi lapangan, yakni melihat secara langsung kegiatan-kegiatan manajemen risiko rantai pasok mulai dari produsen (petani), pedagang pengumpul, prosesor (pengolah), distributor, hingga konsumen.
•
Wawancara, dilakukan untuk memperoleh informasi kendala dan risiko, jumlah produksi dan penjualan, sistem transportasi, distribusi dan pasokan serta hubungan kemitraan antara pemasok dan distributor, dari para stakeholder manajemen risiko rantai pasok yang dikaji.
•
Focus Group Discussion (FGD), meliputi wakil petani/kelompok tani, pedagang pengumpul,
prosesor atau agroindustri, buyer/eksportir,
pemerintah (regulator), dan universitas/lembaga riset teknologi. Pada FGD dilakukan pendalaman terhadap kondisi saat ini untuk memperoleh alternatif-alternatif strategi manajemen risiko rantai pasok. FGD juga melakukan verifikasi dan validasi terhadap model pengukuran risiko rantai pasok.
77
•
Pendapat pakar (expert judgement), dilakukan untuk memperoleh basis pengetahuan melalui wawancara secara mendalam (indepth interview) untuk mengakuisisi pengetahuan dari pakar yang terkait dalam menentukan jenis dan sumber risiko dan pengukuran tingkat risiko dan dampaknya serta keberhasilan penanganan risiko.
•
Brainstorming dengan pakar untuk memodelkan sistem manajemen risiko rantai pasok produk pertanian dengan Fuzzy AHP menggunakan tools criterium decision plus.
•
Pengumpulan informasi dan pengetahuan dari pakar menggunakan metode purposive sampling untuk menentukan pakar yang dilibatkan dalam penelitian.
Pertimbangan-pertimbangan
yang
digunakan
untuk
menentukan pakar adalah kesesuaian pendidikan pakar, pengalaman pakar dan track record kepakarannya. Demikian juga dalam penentuan responden lain yang dilibatkan dalam penelitian ini seperti petani, prosesor, distributor dan konsumen.
4.3.
Teknik-Teknik yang Digunakan
Fuzzy AHP Metode Fuzzy AHP merupakan suatu metode yang dikembangkan dari metode AHP dengan menggunakan konsep fuzzy pada beberapa bagian seperti dalam hal penilaian sekumpulan alternatif dan kriteria.
Fuzzy AHP merupakan
integrasi AHP dengan metode logika fuzzy. Fuzzy AHP digunakan untuk menangani kekaburan vagueness, ambiguitas atau ketidakpastian atribut kepentingan yang diberikan oleh penilai (pakar). Pada AHP konvensional yang dikembangkan oleh Saaty, perbandingan berpasangan dilakukan dengan menggunakan skala numerik (1 – 9) yang bersifat crisp. Fuzzy AHP dalam penelitian ini akan digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur dan mengetahui sumber risiko yang akan dihadapi pada setiap tahapan rantai pasok produk pertanian. Fuzzy Inference System Sistem fuzzy merupakan penduga numerik yang terstruktur dan dinamik. Sistem ini mempunyai kemampuan untuk mengembangkan sistem intelejen
78
dalam situasi yang tidak pasti dan tidak tepat. Sistem ini menduga suatu fungsi dengan logika fuzzy yang pada dasarnya merupakan bagian dari logika boolean yang digunakan untuk menangani konsep derajat kebenaran, yaitu nilai kebenaran antara benar dan salah. Dalam implementasinya, logika fuzzy sering menggunakan informasi linguistik dan verbal (Marimin 2007). Dalam penelitian ini Sistem inferensi fuzzy akan digunakan untuk menduga tingkat risiko dan dampaknya suatu rencana tindakan managemen rantai pasok produk pertanian sehingga dapat memberikan arahan untuk menghindari atau menghilangkan terjadinya risiko tersebut. Fuzzy Agregation, Dalam penelitian ini fuzzy agregation akan digunakan untuk menghitung nilai agregasi risiko rantai pasok dengan pendekatan fuzzy inference system mamdamni. Fuzzy FMEA, Fuzzy FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) digunakan untuk mengukur dan menganalisa variabel risiko setiap faktor risiko dalam setiap tingkatan rantai pasok. Stakeholder Dialogue, Stakeholder dialogue digunakan untuk memodelkan proses penyeimbangan risiko rantai pasok dengan tujuan mencari kesepakatan harga jagung di tingkat petani dengan pendekatan fungsi regresi non linier dari tingkat utilitas risiko setiap tingkatan rantai pasok. Metode iterasi/interpolasi, Metode interpolasi digunakan untuk mencari nilai kesepakatan dengan konsep stakeholder dialogue berdasarkan parameter tertentu dengan input nilai parameter yang diinginkan setiap tingkatan rantai pasok. Metode sistem lunak (soft system methodology), Metodologi ini digunakan untuk melakukan analisis sistem dan pemodelan sistem serta verifikasi dan validasi model pada sistem interaksi sosial yang
79
komplek dalam manajemen risiko rantai pasok produk/komoditas jagung. Khususnya
dalam
memodelkan
sistem
penyeimbangan
risiko
yang
menggunakan pendekatan stakeholder dialog untuk mendapatkan kesepakatan harga jagung di tingkat petani.
4.4.
Langkah Pemodelan Sistem Secara umum, langkah-langkah utama yang harus diikuti untuk
membangun sistem dalam pengembangan sistem penunjang pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok adalah: menganalisa kebutuhan user atau pelaku ditinjau dari kebutuhan setiap pelaku dan kendala yang dihadapi, menganalisa sistem ditinjau dari fungsional dan non-fungsional sistem, pemodelan sistem yang mencakup model basis data, model basis pengetahuan dan model
matematis
solusi
permasalahan,
merancang
bangun
sistem
dan
implementasi serta validasi model dan testing atau pengujian sistem. Menurut Dhar dan Stein (1997), Sistem Penunjang Keputusan Cerdas merupakan sebuah Sistem Penunjang Keputusan yang menggunakan teknikteknik yang ada di bidang intelijensi buatan (Artificial Intelligent) seperti: seperti fuzzy systems, neural networks, machine learning, dan genetic algorithms (algoritma genetik). Tujuannya adalah untuk membantu pengguna dalam mengakses, menampilkan, memahami, serta memanipulasi data secara lebih cepat dan mudah untuk membantunya dalam mengambil keputusan. Sistem penunjang keputusan cerdas yang akan dikembangkan dalam penelitian ini terutama menggunakan pendekatan fuzzy sistem untuk memodelkan analisis dan pengukuran risiko rantai pasok pada setiap tahap/tingkatan rantai pasok. Sistem penunjang pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok yang akan dikembangkan merupakan sistem yang mencakup jenis dan kelompok komoditas bahan pangan khususnya komoditas Jagung, yang meliputi rantai aktivitas pasokan, struktur jaringan dan distribusinya, mekanisme penyediaan, proses peramalan harga dan produksi serta strategi manajemen risiko rantai pasok.
Pada setiap tingkatan rantai pasok, akan dikembangkan model
analisis dan pengendalian risiko dengan pendekatan sistem intelijen untuk
80
pengambilan keputusan kelompok dalam penelitian ini. Adapun penjelasan rinci dari pemodelan sistem tersebut dapat diperlihatkan pada Gambar 18. Mulai Analisa kebutuhan user Analisa Kebutuhan Sistem Tidak
Lengkap? Gugus solusi yang layak Formulasi Model Sistem
Tidak
Cukup? Model Optimal Rancang bangun Sistem
Tidak
Sesuai spesifikasi? Implementasi Sistem Valid?
Tidak
Rekomendasi operasional sistem Selesai
Gambar 18 Langkah-langkah teknik pemodelan sistem 4.5.
Verifikasi dan Validasi Model Kredibilitas sebuah model ditentukan oleh aksebilitas model dihadapan
para pengguna atau pemangku kepentingan. Penerimaan sebuah model oleh pengambil keputusan sebagai pengguna harus diuji melalui proses verifikasi dan validasi. Proses ini akan membuktikan kebenaran model dan penerimaan pengguna
terhadap
kemampuan
dari
model.
Seluruh
rangkaian
dalam
menghasilkan mulai dari pemuatan elemen sistem nyata, pembangunan logika dan
81
penulisan program komputer dengan bahasa pemrograman tertentu akan diperiksa konsistensinya terhadap konsep dan teori yang digunakan. Verifikasi dan validasi model adalah bagian esensial dari proses pengembangan model agar model diterima dan digunakan untuk mendukung pengambilan keputusan. Pertanyaan utama yang sering disampaikan kepada seseorang yang memperkenalkan sebuah model adalah keabsahan model sebelum diterapkan. Verifikasi adalah proses untuk menjamin bahwa model sudah bekerja dengan benar, sedangkan validasi adalah proses menjamin bahwa model memenuhi kebutuhan yang diharapkan dari segi metoda yang digunakan dan hasil yang diperoleh. Verifikasi dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui kebenaran kerja model, selanjutnya divalidasi untuk mengetahui kesesuaian model terhadap peruntukannya (Carson 2002). Verifikasi adalah proses pemeriksaan apakah logika operasional model (program komputer) sesuai dengan logika diagram alur. Kalimat sederhananya, apakah ada kesalahan dalam program? (Hoover et al. 1989). Proses verifikasi dilakukan terhadap setiap modul untuk menguji apakah program dari modul tersebut telah dapat berjalan dengan baik dan benar. Verifikasi dilakukan dengan jalan memberikan data input dengan skenario tertentu kepada setiap modul program, kemudian memeriksa outputnya dengan membandingkannya dengan hasil perhitungan manual. Jika hasilnya masih terdapat kesalahan, maka dilakukan perbaikan terhadap program setiap modul, kemudian dilakukan integrasi terhadap modul untuk membentuk sistem dan kemudian dilakukan verifikasi terhadap sistem hasil integrasi tersebut, sehingga diperoleh suatu sistem yang tepat dan akurat. Validasi model dilakukan untuk menguji apakah model yang sudah dibuat dapat digunakan atau tidak di lapangan atau dalam kehidupan nyata. Validasi adalah proses penentuan apakah model, sebagai konseptualisasi atau abstraksi, merupakan representasi berarti dan akurat dari sistem nyata? (Hoover et al. 1989). Validasi model merupakan langkah untuk menguji apakah model yang telah kita susun dapat merepresentasikan sistem nyata yang diamati secara benar. Model dikatakan valid jika tidak memiliki karakteristik dan perilaku yang berbeda secara signifikan dari sistem nyata yang diamati. Prosedur validasi model tergantung
82
dari sistem yang sedang dimodelkann dan lingkungan pemodelan. Beberapa metode validasi adalah: (1) Metode statistik, (2) Metode Delphi, (3) Perilaku ekstrim. Jika ukuran kinerja sistem nyata cukup tersedia, uji statistik umum seperti uji t digunakan dimana kita menguji hipotesis kesamaan nilai rata-rata. Kadang-kadang uji F juga dapat digunakan untuk menguji kesamaan ragam sistem nyata dengan model. Metode Delphi dikembangkan sebagai pendekatan ke analisis permasalahan ketika sangat sedikit data tersedia atau sistem nyata sedang dipertimbangkan. Dalam metode Delphi, sekelompok ahli terpilih membentuk panel yang akan menghasilkan jawaban konsensus terhadap pertanyaan yang diajukan ke mereka. Dalam lingkungan sistem, panel mungkin terdiri dari manager dan pengguna sistem yang sedang dimodelkan dan pertanyaan adalah tentang perilaku atau kinerja sistem di bawah kondisi operasi tertentu. Teknik validasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode Delphi (expert’s jugement) yaitu dengan meminta pendapat para pakar untuk memberikan penilaian terhadap model yang dibuat dengan mengisi kuisioner dan melakukan diskusi untuk memperbaiki dan menentukan tingkat efektifitas dari sistem dengan mencoba sistem penunjang keputusan dengan input skenario tertentu. Adapun beberapa pakar yang akan dilibatkan dalam proses validasi model ini adalah beberapa pelaku atau praktisi agroindustri produk jagung seperti pakan ternak dan tepung jagung, serta pakar akademisi dan pakar dari lembaga penelitian. Menurut Checkland (1995) dalam Eriyatno dan Sofyar (2007), validasi dalam model yang didekati dengan hard system harus menunjukan secara syahih untuk menggambarkan bagian dari dunia nyata; sedangkan dalam model yang didekati dengan soft system validasi dapat dilakukan dengan pembuktian intelektual atau bisa dikatakan sebagai pembuktian model secara intelektual terhadap prinsip-prinsip yang telah didefinisikan dengan struktur dan konsep intelektual. Dalam penelitian ini validasi model dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap beberapa pakar untuk membuktikan tingkat fungsionalitas model dalam dunia nyata.
V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan masalah yang dimulai dengan identifikasi dan analisis kebutuhan sistem serta diakhiri dengan hasil sistem yang dapat beroperasi secara efektif dan efisien. Pendekatan sistem merupakan suatu metode pemecahan masalah dengan menggunakan abstraksi keadaan nyata atau penyederhaan sistem nyata untuk pengkajian suatu masalah. Pendekatan sistem ini dicirikan dengan adanya metodologi perencanaan atau pengelolaan kegiatan yang bersifat multi disiplin dan terorganisir, penggunaan model matematika, mampu berfikir kuantitatif, penggunaan teknik simulasi dan optimasi, serta diaplikasikan dengan bantuan komputer (Eriyatno 1999).
5.1.
Analisis Kebutuhan Pengguna Model sistem yang dikembangkan harus dapat memenuhi kebutuhan setiap
pelaku manajemen risiko rantai pasok produk agroindustri dalam setiap tingkatan jaringan rantai pasok. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi kebutuhan setiap pelaku atau institusi yang terlibat dan berkepentingan dalam sistem. Berdasarkan hasil studi literatur dan wawancara mendalam terhadap pelaku rantai pasok, komponen pelaku atau institusi yang terlibat beserta dengan kebutuhannya dalam manajemen risiko rantai pasok produk/komoditas jagung adalah: 1.) Petani a) Kemudahan memperoleh informasi dan akses pasar yang lebih luas b) Kemudahan memperoleh modal dengan kridit dari lembaga keuangan c) Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan d) Peningkatan kualitas dan produktivitas e) Harga komoditas yang stabil dan layak f) Tersedianya teknologi budidaya dan pascapanen yang terjangkau g) Kemudahan memperoleh sarana dan prasarana produksi h) Terkendalinya risiko gagal panen
83
84
2.) Pedagang pengumpul (pengepul) a) Kemudahan memperoleh informasi pasar b) Kestabilan harga c) Keutungan yang optimal d) Kontinuitas pasokan bahan baku terjamin e) Peningkatan kondisi sarana dan prasarana distribusi f) Peraturan usaha yang konsisten g) Terkendalinya risiko transportasi 3.) Gapoktan (Gabungan kelompok tani) a) Peningkatan potensi ekonomi masyarakat b) Kelancaran aktifitas simpan pinjam c) Kemudahan akses teknologi budidaya dan pascapanen d) Kemudahan akses informasi harga dan sarana produksi e) Kemudahan melakukan koordinasi antar anggota kelompok tani f) Terkendalinya risiko pinjaman macet 4.) Agroindustri (Industri pakan ternak unggas) a) Keberlanjutan perusahaan terjamin b) Ketersediaan bahan baku yang stabil c) Ketersediaan bahan baku yang berkualitas d) Harga bahan baku yang stabil dan dapat diprediksi e) Kontinuitas produksi f) Margin keuntungan yang tinggi g) Terkendalinya risiko internal dan eksternal h) Kelayakan biaya produksi i) Terjaminnya pemasaran produk 5.) Distributor (Pedagang pengecer) a) Kemudahan distribusi dan pemasaran b) Margin keuntungan yang tinggi c) Peningkatan sarana dan prasarana distribusi d) Terkendalinya risiko distribusi e) Terjaminnya kualitas produk f) Terjaminnya keberlanjutan perusahaan
85
g) Iklim usaha yang kondusif 6.) Konsumen (Peternak unggas) a) Kemudahan akses produk yang berkualitas b) Kestabilan harga produk c) Pasokan produk yang stabil d) Kemudahan akses informasi pasar dan produk e) Produk tersedia dengan kuantitas dan kualitas yang cukup 7.) Lembaga keuangan a) Mendapatkan kepastian usaha pemberian kridit b) Minimnya risiko kridit macet c) Peningkatan penyaluran dana dalam sektor usaha produktif d) Terjaminnya pengembalian investasi yang ditanam 8.) Pemerintah pusat/daerah a) Peningkatan lapangan kerja dan kesempatan berusaha b) Tercipta iklim investasi agroindustri yang kondusif c) Peningkatan pendapatan asli daerah d) Peningkatan taraf hidup masyarakat e) Stabilisasi harga dan pasokan komoditas f) Peningkatan kualitas produk dan komoditas g) Peningkatan daya saing produk agroindustri h) Peningkatan produktivitas petani
5.2.
Identifikasi Permasalahan Permasalahan yang dihadapi pelaku rantai pasok produk agroindustri yang
berkaitan dengan manajemen risiko adalah: a) Adanya variasi kualitas, jumlah dan kontinuitas pasokan bahan baku akibat ketergantungan sektor pertanian terhadap musim. Adanya variasi ini menyebabkan harga bahan baku berfluktuasi, mutu bahan baku dibawah standar dan ketersediaannya tidak kontinyu. Sehingga terjadi penurunan harga yang tajam disaat panen raya yang akan merugikan petani serta penurunan kualitas yang akan merugikan perusahaan agroindustri.
86
b) Adanya variasi mutu bahan baku menimbulkan variasi mutu produk agroindustri sehingga produk agroindustri mempunyai nilai jual yang rendah dan tidak dapat bersaing di pasar global. c) Persaingan guna lahan dengan komoditas lain dan kesadaran penggunaan bibit unggul yang masih rendah sehingga produktifitas jagung masih tertinggal dibandingkan dengan negara lain serta bertani jagung masih dianggap kurang menguntungkan. d) Adanya distorsi informasi dalam rantai pasok sehingga menimbulkan tidak stabilnya harga bahan baku dan produk agroindustri karena tingginya tingkat penggudangan dan biaya penyimpanan. e) Belum terjalinnya kerjasama yang saling menguntungkan antar pelaku rantai pasok produk agroindustri sehingga menimbulkan setiap pihak mempunyai keinginan untuk mengejar keuntungan setinggi-tingginya tanpa memperhatikan risiko yang ditimbulkan terhadap pihak lain. f) Posisi tawar petani dalam menentukan harga komoditas yang rendah sehingga petani tidak mempunyai daya tawar dalam menentukan harga karena akses informasi dan teknologi yang kurang. g) Belum berkembangnya kesadaran petani dalam berorganisasi dan bermitra dengan pihak lain dalam meningkatkan taraf hidup dan peningkatan sumberdaya manusia sehingga belum memberlakukan proses manajemen usaha secara efektif. h) Belum
tersedianya
dukungan
infrastruktur
yang
memadahi
bagi
pengembangan produksi pertanian dan agroindustri guna meningkatkan posisi tawar petani dengan alternatif usaha pendukung. i) Tidak proporsionalnya distribusi risiko dan keuntungan antar pelaku dalam jaringan rantai pasok produk agroindustri sehingga petani menghadapi risiko dan ketidakpastian usaha yang lebih tinggi yang disebabkan oleh gangguan alam, cuaca, hama dan penyakit.
Disamping itu margin
keuntungan dari usaha produksi pertanian lebih rendah dengan usaha pada tingkatan lain dalam rantai pasok tersebut. j) Keterbatasan modal dan kesulitan petani mendapatkan kridit komersial, karena usaha pertanian dan agroindustri dianggap memiliki risiko yang
87
relatif tinggi sehingga menyebabkan peran lembaga keuangan belum beroperasi secara optimal dalam menunjang pengembangan agroindustri.
5.3.
Identifikasi Sistem Dalam memodelkan sistem penunjang pengambilan keputusan manajemen
risiko rantai pasok produk/komoditas jagung perlu dikenali hubungan atau pengaruh antara kebutuhan pelaku dengan permasalahan yang telah teridentifikasi. Identifikasi sistem merupakan mata rantai hubungan antara pernyataan-pernyataan kebutuhan setiap pelaku dalam sistem dengan permasalahan yang telah diformulasikan. Identifikasi sistem dapat digambarkan dalam bentuk diagram sebab akibat dan diagram input output. Diagram lingkar sebab akibat pada prinsipnya menggambarkan hubungan antara komponen di dalam sistem manajemen risiko rantai pasok produk agroindustri.
Hubungan antar komponen tersebut dapat bernilai positif atau
negatif, dapat berlangsung searah dan dapat juga bersifat timbal balik. Diagram sebab akibat ini digunakan sebagai dasar pengembangan model. Adanya manajemen risiko rantai pasok produk agroindustri diharapkan dapat mengantisipasi terjadinya risiko secara preventif dalam hal penanganan risiko di setiap pelaku rantai pasok dan setiap tahapan jaringan rantai pasok untuk meningkatkan kualitas produk dan menjaga kontinuitas pasokan bahan baku. Meningkatnya kualitas bahan baku produk agroindustri akan berkontribusi terhadap peningkatan harga produk dan kualitas produk serta kepuasan konsumen, sehingga dapat terjalin kesinambungan siklus pasokan yang kontinyu dengan didukung penyediaan bibit unggul bagi petani sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan produksi bahan baku agroindustri. Peningkatan produktivitas dapat berkontribusi terhadap peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan petani sehingga petani lebih bergairah dalam penyediaan bahan baku serta memperlancar proses pengembalian pinjaman modal terhadap lembaga keuangan. Manajemen risiko di setiap tingkatan rantai pasok dapat digunakan untuk mengidentifikasi, menganalisa, memprioritaskan, dan menangani risiko yang mungkin terjadi pada pelaku di setiap tingkatan rantai pasok sehingga dapat bertindak dengan lebih efektif dengan mempertimbangkan segala kemungkinan
88
terjadinya risiko untuk menjaga kualitas dan kontinuitas pasokan. Kesadaran akan pentingnya manajemen risiko tersebut juga dapat mengurangi terjadinya distorsi informasi antar pelaku dalam rantai pasok, sehingga setiap pelaku akan bertindak dengan tingkat akurasi perkiraan kebutuhan yang lebih efektif dan efisien dengan tersedianya informasi yang seimbang di antara pelaku rantai pasok. Ketersediaan informasi tersebut perlu ditunjang oleh sarana infrastruktur dan peran pemerintah yang lebih nyata dalam memberikan jaminan usaha yang lebih kondusif sehingga tercipta usaha agroindustri baru yang dapat menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan asli daerah serta devisa negara. Manajemen risiko rantai pasok produk agroindustri diharapkan dapat mengatasi kesenjangan risiko yang tinggi antar pelaku rantai pasok dengan konsep penyeimbangan atau pendistribusian risiko antara pelaku rantai pasok sehingga suatu risiko tidak ditanggung oleh suatu pihak dalam rantai pasok tetapi ditanggung bersama guna meningkatkan kinerja rantai pasok dalam hal peningkatan kualitas dan kontinuitas pasokan dengan pendekatan menjaga kestabilan harga bahan baku.
Dengan konsep harga yang stabil akan
memudahkan semua pihak dalam memperkirakan tindakan yang tepat dalam perencanaan usaha sehingga kepastian usaha tercapai dan jaminan kontinuitas agroindustri. Konsep penyeimbangan risiko dapat dilakukan dengan pendekatan menajemen pengambilan keputusan secara bersama dengan konsep stakeholder dialog yang saling menguntungkan dalam menentukan harga bahan baku di tingkat petani yang menguntungkan petani dan tidak merugikan pihak lain seperti konsumen yaitu industri pakan ternak dan peternak. Pendekatan ini bertujuan untuk mempertahankan kontinuitas pasokan dan meningkatkan kualitas bahan baku dengan menyeimbangkan kepentingan yang berbeda pada setiap tingkatan rantai pasok sebagai contoh petani menginginkan harga yang setinggi-tingginya dengan kualitas yang rendah tetapi pihak lain penginginkan harga yang serendahrendahnya dengan kualitas yang tinggi. Penyeimbangan risiko tersebut dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui risiko dan faktor risiko yang berpengaruh terhadap setiap tingkatan pelaku sehingga setiap pelaku mempunyai konsep yang sama dalam
89
mengantisipasi risiko yang sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Faktor risiko tersebut perlu diidentifikasi dan dianalisa guna menentukan prioritas tindakan yang tepat sesuai dengan permasalahan yang dihadapi sehingga mendapatkan solusi permasalahan yang efektif. Manajemen risiko rantai pasok dapat digambarkan dengan diagram hubungan sebab akibat yang relatif kompleks antar elemen yang perlu dikelola secara terencana dan tepat sasaran guna tercipta suatu model manajemen risiko rantai pasok yang efektif.
Diagram lingkar sebab akibat tersebut dapat
diperlihatkan pada Gambar 19. +
Pasokan jagung
+ Produksi
+
+
-
+
Harga
Produktifitas
Kesejahteraan Petani
permintaan
+
+
-
+
Tarap hidup +
+
Risiko Gagal panen
+
Investor
Bibit unggul +
Teknologi
+
+
Informasi
+
Pinjaman Bank + + Cicilan Utang
-
-
+
Lahan Baru +
tenaga kerja
+ Pabrik pakan & pangan
+ Minat investasi
+
+
+
+
Gambar 19 Diagram lingkar sebab akibat Diagram input output menggambarkan masukan (input) dan keluaran (output) dari model yang akan dikembangkan. Input sistem terbagi menjadi dua yaitu input yang berasal dari luar sistem atau input lingkungan dan input yang berasal dari dalam sistem. Input dari dalam sistem merupakan perubah yang
90
diperlukan oleh sistem dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan keluaran yang dikehendaki. Input dari dalam sistem terdiri dari input terkendali dan input tidak terkendali. Input terkendali dapat meliputi aspek manusia, bahan atau material, energi, modal dan informasi.
Input terkendali ini dapat bervariasi selama
pengoperasian sistem untuk mencapai kinerja sistem atau output yang dikehendaki.
Input tidak terkendali tidak cukup penting peranannya dalam
mengubah kinerja sistem. Input terkendali dari model yang akan dikembangkan meliputi nilai investasi, tingkatan teknologi, sistem distribusi, sistem kemitraan, jenis produk dan bahan baku dan jenis risiko dan faktor risiko. Pengendalian input terkendali menjadi titik kritis keberhasilan sistem dalam mencapai output yang diinginkan sekaligus untuk mengurangi output yang tidak dikehendaki. Input ini menjadi perhatian utama karena input terkendali merupakan input yang dapat dikelola agar keluaran sistem sesuai dengan yang diharapkan. Input tidak terkendali dalam sistem meliputi persaingan usaha, tingkat suku bunga, nilai tukar rupiah, permintaan dan selera konsumen serta harga bahan baku dan produk. Input tidak terkendali ini juga mempengaruhi sistem secara keseluruhan. Output dari sistem terdiri dari dua jenis yaitu output yang dikehendaki dan output yang tidak dikehendaki. Output yang dikehendaki umumnya dihasilkan dari hasil pemenuhan kebutuhan yang ditentukan secara spesifik pada saat dilakukan analisis kebutuhan sistem. Output yang dikehendaki dari sistem yang dimodelkan meliputi kontinuitas pasokan bahan baku, peningkatan kualitas produk, peningkatan produktivitas, peningkatan kesejahteraan petani, dan menurunnya ketergantungan impor. Output yang tidak dikehendaki merupakan hasil samping atau dampak yang ditimbulkan secara bersama-sama dengan output yang dikehendaki. Output tidak dikehendaki meliputi minat investasi agroindustri turun, pasokan bahan baku tidak pasti, biaya produksi meningkat, fluktuasi harga, kridit usaha macet, dan kualitas tidak terpenuhi. Output tidak dikehendaki ini perlu dikendalikan melalui manajemen pengendalian terhadap input yang terkendali sehingga kinerja sistem
91
dapat berjalan seperti yang diharapkan. Diagram input output dari manajemen risiko rantai pasok produk agroindustri dapat diperlihatkan pada Gambar 20. INPUT LINGKUNGAN • • • •
INPUT TIDAK TERKENDALI • • • • •
Globalisasi ekonomi Kondisi sosial budaya Peraturan pemerintah Kondisi politik
Persaingan usaha Tingkat suku bunga Nilai tukar rupiah Harga bahan baku dan produk Permintaan dan selera konsumen
OUTPUT YANG DIKEHENDAKI • • • • •
Kontinuitas pasokan bahan baku Penigkatan kualitas Peningkatan kesejahteraan petani Peningkatan produktifitas Menurunnya ketergantungan impor
MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK PRODUK AGROINDUSTRI
OUTPUT TIDAK DIKEHENDAKI
INPUT TERKENDALI • • • • •
• • • • • •
Nilai investasi Tingkatan risiko dan faktornya Sistem distribusi Sistem kemitraan Jenis produk dan bahan baku
Minat investasi agroindustri turun Biaya produksi meningkat Pasokan bahan baku tidak pasti Fluktuasi harga Kedit usaha macet Kualitas tidak terpenuhi
MANAJEMEN PENGENDALIAN
Gambar 20 Diagram input output 5.4.
Analisis Kebutuhan Sistem Rantai pasok dapat dipandang sebagai sebuah sistem yang mempunyai
elemen-elemen yang teratur, saling berkaitan dan mempunyai tujuan tertentu. Rantai pasok produk/komoditas jagung mempunyai elemen pelaku yang terlibat langsung dalam tingkatan rantai pasok yaitu petani, pengumpul, agroindustri, distributor dan konsumen. Disamping itu terdapat juga elemen pelaku yang tidak terlibat langsung dalam rantai pasok yaitu pemerintah, lembaga keuangan atau bank dan pemangku kepentingan lain sebagai lingkungan dari sistem. Setiap pelaku dalam rantai pasok tersebut mempunyai tujuan dan kepentingan masingmasing yang kadang-kadang bersifat konflik. Untuk mengatasi dan mengelola
92
konflik kepentingan tersebut perlu adanya suatu sistem manajemen risiko, sehingga sistem rantai pasok dapat terkendali dalam usaha mencapai tujuan. Hasil analisis kebutuhan sistem penunjang pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok dengan pendekatan konsep sistem berorientasi obyek dapat diperlihatkan pada Gambar 21.
Gambar 21 Diagram analisis sistem Dari Gambar 21 terlihat bahwa user dari sistem ini terdiri dari enam kelompok pengguna yaitu chanel master yang bertindak sebagai admin dari sistem, dan user pengguna sistem yang dikelompokkan dalam level processor, level collector, level processor, level distributor dan level consumer. Setiap level pengguna mempunyai user interface dan fungsionalitas yang berbeda, tetapi dapat menggunakan sistem dalam kontek untuk mendapatkan informasi dalam pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok secara keseluruhan ataupun sesuai dengan levelnya. Berdasarkan Gambar 21 terdapat empat skenario manajemen risiko rantai pasok yaitu skenario identifikasi faktor-faktor risiko, evaluasi risiko per tingkatan user, penentuan risiko utama, perhitungan nilai risiko agregasi dan pemberian
93
solusi mitigasi risiko baik per tingkatan ataupun secara keseluruhan dalam manajemen risiko rantai pasok.
Setiap skenario tersebut mempunyai tujuan
tertentu. Keterkaitan antar tujuan sistem penunjang pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok ini dapat diperlihatkan pada Gambar 22.
Gambar 22 Diagram tujuan sistem Dari Gambar 22 terlihat bahwa tujuan utama dari manajemen risiko rantai pasok adalah untuk melakukan penyeimbangan risiko setiap tingkatan dalam jaringan rantai pasok yaitu tingkat produser, tingkat collector, tingkat processor, tingkat distributor, dan tingkat consumer. Untuk dapat memperoleh tujuan tersebut dibutuhkan beberapa tujuan antara yaitu identifikasi risiko setiap tingkatan, analisa faktor-faktor risiko dan pengukuran tingkat risiko berdasarkan nilai kemungkinan terjadi risiko dan nilai dampak jika terjadi risiko, kemudian dengan diperolehnya nilai risiko setiap tingkatan dapat diidentifikasi faktor risiko utama yang perlu ditanggulangi atau dilakukan perlakuan tertentu dengan memilih berbagai metode perlakuan yang tepat guna mengurangi dampak dan kemungkinan dari risiko.
Disamping itu analisis risiko juga perlu dilakukan
secara lokal untuk setiap tingkatan dan secara global dalam jaringan rantai pasok. Analisa risiko secara global perlu mengindentifikasi faktor-faktor dan jenis risiko yang mungkin terjadi dalam manajemen rantai pasok yaitu risiko arus barang, risiko arus keuangan, risiko kemitraan dan risiko arus informasi yang digabungkan dengan risiko agregasi dari setiap tingkatan maka akan diperoleh risiko utama dari rantai pasok secara global. Untuk mendapatkan faktor utama tersebut perlu dilakukan pengukuran risiko dari faktor-faktor utamanya yang dilakukan oleh chanel master bersama-sama dengan hasil penilaian risiko dari
94
setiap tingkatan dalam jaringan rantai pasok. Setelah mendapatkan prioritas risiko global akan dilakukan pemilihan tindakan yang tepat guna mengurangi kemungkinan terjadinya risiko dengan berbagai kriteria dari setiap pelaku dalam setiap tingkatan. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dari sistem penunjang pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok ini dapat digambarkan dengan diagram peranan subsistem seperti pada terlihat Gambar 23.
Gambar 23 Diagram peranan subsistem Dari Gambar 23 terlihat bahwa sistem ini terdiri dari empat subsistem yang berperan yaitu subsistem input data, subsistem penilaian risiko, subsistem evaluasi risiko dan subsistem pengambilan keputusan. Subsistem input data digunakan untuk input data risiko baik risiko setiap tingkatan pelaku dan risiko rantai pasok secara global. Subsistem penilaian risiko digunakan untuk untuk mengukur tingkat risiko setiap tingkatan pelaku dengan pendekatan agregasi risiko setiap faktor dalam tingkatan dan melakukan pengukuran risiko rantai
95
pasok secara global dengan terlebih dulu melakukan agregasi pengukuran risiko local untuk mendapatkan risiko total rantai pasok. Subsistem evaluasi risiko digunakan untuk mengevaluasi tingkat risiko dari hasil penilaian risiko baik untuk setiap pelaku ataupun risiko total rantai pasok guna mendapatkan faktor utama yang berpengaruh terhadap risiko utama yang dihadapi oleh masing-masing pelaku sesuai dengan tingkatannya serta mendapatkan faktor utama risiko yang mempengaruhi risiko utama rantai pasok secara global. Subsistem pengambilan keputusan digunakan untuk memilih jenis risiko utama dan faktor utama yang dapat terjadi pada setiap level rantai pasok serta risiko utama yang dapat terjadi dalam jaringan rantai pasok, disamping itu juga dapat digunakan untuk memilih metode mitigasi risiko dan tindakan yang paling tepat untuk menghadapi risiko utama yang muncul dalam setiap tingkatan rantai pasok dan jaringan rantai pasok untuk mendapatkan solusi penyeimbangan risiko rantai pasok dengan tujuan tertentu.
VI. PEMODELAN SISTEM 6.1.
Konfigurasi Model Model sistem penunjang pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko
rantai pasok produk/komoditi jagung dikembangkan dengan menggunakan perangkat lunak komputer yang diberi nama IDSS-SCRM (Inteligent Decision Support System Supply Chain Risk Management). Model dikembangkan dengan menggunakan pendekatan sistem yang berbasis web dengan tujuan untuk dapat membantu setiap pemangku kepentingan jaringan rantai pasok dalam melakukan pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok produk/komoditi jagung. Selain itu dengan model ini diharapkan dapat diperoleh suatu mekanisme komunikasi antar tingkatan dalam jaringan rantai pasok baik langsung ataupun tidak langsung dalam melakukan pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok sehingga akan tercipta suatu rantai pasok yang berkesinambungan dan dapat menyeimbangan tingkat risiko yang ditanggung antar tingkatan pelaku terutama untuk meningkatkan kemampuan pelaku di tingkat petani dalam menanggulangi atau meminimalkan risiko sebagai pelaku atau pihak yang cukup lemah dalam menghadapi risiko. Sistem penunjang pengambilan keputusan ini dikembangkan dengan menggunakan pemrograman berbasis web yaitu PHP dan menggunakan sistem manajemen basis data MySQL. Rincian detail dari kebutuhan perangkat lunak dan perangkat keras dapat dilihat pada Lampiran 13. Sistem IDSS-SCRM merupakan suatu perangkat lunak yang dapat digunakan oleh setiap pelaku dalam setiap tingkatan rantai pasok produk/komoditi jagung yang terbagi atas dua level pengguna yaitu administrator sistem dan pengguna sistem. Administrator sistem merupakan pihak yang dapat melakukan perubahan dan manipulasi data dalam sistem yang terbagi atas tingkatan pelaku ahli (pakar) dan pelaku channel master (pemerintah). Adapun pengguna sistem merupakan pelaku yang mempunyai keterbatasan akses terhadap data sesuai dengan tingkatan dalam rantai pasok yaitu tingkat petani, tingkat pengumpul, tingkat agroindustri, tingkat distributor dan tingkat konsumen. Komponen utama dari sistem IDSS-SCRM terbagi menjadi empat komponen utama yaitu sistem manajemen basis model, sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis
96
97
pengetahuan dan sistem manajemen dialog. Adapun konfigurasi sistem IDSSSCM dapat diperlihatkan pada Gambar 24.
• • • •
• •
Data
Model
Pengetahuan
SISTEM MANAJEMEN BASIS DATA
SISTEM MANAJEMEN BASIS MODEL
SISTEM MANAJEMEN BASIS PENGETAHUAN
Data pelaku dan tingkatan rantai pasok Data hasil identifikasi variabel dan faktor risiko setiap tingkatan Data hasil evaluasi variabel dan faktor risiko setiap tingkatan Data hasil agregasi faktor risiko dan agregasi risiko tingkatan Data penyeimbangan risiko rantai pasok Data mitigasi risiko tingkatan
• • • • • • •
Model identifikasi variabel dan faktor risiko setiap tingkatan Model evaluasi variabel dan faktor risiko setiap tingkatan Model agregasi faktor risiko Model agregasi risiko tingkatan Model agregasi risiko rantai pasok Model penyeimbangan risiko rantai pasok Model mitigasi risiko tingkatan
•
• • • •
Representasi fuzzy nilai dampak, nilai prosibilitas dan nilai paparan risiko Representasi fuzzy nilai output risiko FMEA Inferensi fuzzy evaluasi variabel risiko Inferensi fuzzy agregasi faktor risiko Inferensi IF-Then Rule mitigasi risiko
Sistem pengolah terpusat
SISTEM MANAJEMEN DIALOG
Pengguna
Gambar 24 Konfigurasi model SPK cerdas manajemen risiko rantai pasok 6.2.
Sistem Manajemen Basis Model Sistem manajemen basis model terdiri dari lima model yaitu model
identifikasi risiko, model evaluasi risiko, model agregasi risiko, model penyeimbangan risiko dan model mitigasi risiko setiap tingkatan rantai pasok.
98
6.2.1. Model Identifikasi Risiko Rantai Pasok Model identifikasi risiko rantai pasok bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan variabel-variabel dari setiap faktor risiko yang sangat berpengaruh terhadap setiap risiko tingkatan rantai pasok. Dengan model ini akan diperoleh faktor-faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok beserta dengan variabel-variabel risikonya sehingga setiap tingkatan rantai pasok akan terfokus pada beberapa faktor risiko terpilih tersebut dalam melakukan manajemen risiko rantai pasok. Input model adalah struktur hierarki identifikasi risiko rantai pasok yang meliputi tujuan menajemen risiko rantai pasok, pelaku dan tingkatan rantai pasok, faktor risiko rantai pasok dan variabel risiko rantai pasok. Kemudian dari struktur hierarki ini akan dinilai oleh beberapa ahli (pakar) rantai pasok sehingga akan terpilih beberapa faktor utama (dominan) dari setiap tingkatan rantai pasok. Hasil penilaian pakar akan dimasukan ke dalam basis data identifikasi risiko dengan mengambil empat faktor dengan bobot tertinggi dari hasil pembobotan pakar. Disamping itu input model ini adalah hasil penilaian tingkat posibilitas, tingkat dampak dan tingkat paparan dari setiap variabel risiko untuk dapat di agregasi sehingga diperoleh tingkat risiko setiap faktor. Model ini menggunakan motode fuzzy AHP (analytical Hierarchy Process) untuk menentukan bobot dari setiap faktor risiko dan pemilihan faktor risiko dengan bobot tertinggi dengan input penilaian ahli. Output dari model ini adalah diperolehnya faktor-faktor risiko yang sangat berpengaruh dalam setiap tingkatan rantai pasok, dan variabel-variabel risiko dari setiap faktor tersebut yang kemudian akan diinputkan ke dalam basis data. Disamping itu model ini juga akan menghasilkan bobot variabel dan bobot faktor risiko serta bobot tingkatan rantai pasok yang akan disimpan dalam basis data bobot variabel, bobot faktor dan bobot tingkatan rantai pasok dan akan digunakan sebagai pembobot untuk menghitung nilai agregasi faktor risiko, nilai agregasi risiko tingkatan rantai pasok dan nilai agregasi risiko rantai pasok secara global. Adapun tahapan proses model identifikasi risiko rantai pasok produk/komoditi jagung dapat diperlihatkan pada Gambar 25.
99
Mulai Pembuatan struktur hirarki Penilaian alternatif dan kriteria oleh pakar Fuzzyfikasi terhadap hasil penilaian dengan TFN
Membuat matrik kriteria dan alternative Menghitung bobot kriteria
Menghitung nilai eigen setiap alternative
Menghitung Consistency ratio
Cek konsistensi
Tidak
Ya Agregasi pendapat pakar
Defuzzifikasi nilai skor fuzzy dengan ratarata geometrik
Membuat matrik gabungan penilaian pakar
Menghitung Consistency ratio
Menghitung skor akhir. Pilih 4 alternatif rangking teratas dari skor akhir Selesai
Gambar 25 Diagram alir model identifikasi variabel dan faktor risiko rantai pasok
100
6.2.2. Model Evaluasi Risiko Rantai Pasok Model evaluasi risiko rantai pasok digunakan untuk mengukur tingkat risiko setiap variabel risiko rantai pasok dengan input nilai fuzzy posibilitas, dampak dan paparan risiko. Model menggunakan metode Fuzzy FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) untuk menentukan nilai variabel risiko dari setiap faktor yang sudah terpilih dari pembobotan pakar dengan input tingkat posibilitas, tingkat dampak dan tingkat paparannya. Tingkat penilaian tersebut menggunakan nilai fuzzy dan direpresentasikan dengan metode TFN (Triangular Fuzzy Number) untuk setiap fungsi keanggotaannya.
Kemudian untuk menilai tingkat risiko
variabel digunakan fuzzy inference system mamdani, dengan input variabel linguistik fuzzy posibilitas, dampak dan paparan serta outputnya adalah linguistik fuzzy FRPN (fuzzy risk priority number). Linguistik fuzzy posibilitas mempunyai nilai TP (Tidak Pernah) dengan jangkauan nilai 1-2, SJ (Sangat Jarang) dengan jangkauan nilai 1-3, J (Jarang) dengan jangkauan nilai 2-5, KK (Kadang-Kadang) dengan jangkauan nilai 4-7, S (Sering) dengan jangkuan nilai 6-9, SS (Sangat Sering) dengan jangkuan nilai 810 dan P (Pasti) dengan jangkuan nilai 9-10.
Adapun representasi fungsi
keanggotaan TFN (Triangular Fuzzy Number) dari tingkat posibilitas dapat diperlihatkan pada Gambar 26. TP
SJ
Jarang
Kadang2
Sering
SS
Pasti
1
Posibilitas
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Gambar 26 Fungsi keanggotaan fuzzy posibilitas risiko Dampak dan paparan risiko direpresentasikan dengan nilai linguistik fuzzy PR (Tidak Pernah) dengan jangkauan nilai 1-2, SR (Sangat Rendah) dengan jangkauan nilai 1-3, R (Rendah) dengan jangkauan nilai 2-5, S (Sedang) dengan jangkauan nilai 3-8, T (Tinggi) dengan jangkuan nilai 6-9, ST (Sangat Tinggi)
101
dengan jangkuan nilai 8-10 dan PT (Paling Tinggi) dengan jangkuan nilai 9-10. Adapun representasi fungsi keanggotaan TFN (Triangular Fuzzy Number) dari dampak risiko dapat diperlihatkan pada Gambar 27 dan Gambar 28.
PR
SR
Rendah
Sedang
Tinggi
ST
PT
1
Dampak
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Gambar 27 Fungsi keanggotaan fuzzy dampak risiko
PR
SR
Rendah
Sedang
Tinggi
ST
PT
1
Paparan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Gambar 28 Fungsi keanggotaan fuzzy paparan risiko Output dari penilaian input dampak, posibilitas dan paparan akan direpresentasikan dengan nilai linguistik fuzzy TA (Tidak Ada risiko) dengan jangkauan 1-50, HTA (Hampir Tidak Ada risiko) dengan jangkuan 1-100, SR (Sangat Rendah) dengan jangkauan nilai 100-250, R (Rendah) dengan jangkauan nilai 150-400, S (Sedang) dengan jangkuan nilai 250-550, HT (Hampir Tinggi) dengan jangkauan nilai 400-700, T (Tinggi) dengan jangkauan nilai 550-900, ST (Sangat Tinggi) dengan jangkauan nilai 700-100, dan PT (Paling Tinggi) dengan jangkauan nilai 900-1000. Nilai jangkauan tersebut diperoleh dari nilai RPN (Risk Priority Number) yang merupakan hasil perkalian dari nilai posibilitas, nilai
102
dampak dan nilai paparan dari variabel risiko. Fungsi keanggotaan fuzzy variabel risiko (FRPN) dapat diperlihatkan pada Gambar 29. TA HTA SR
R
S
HT
T
PT
ST
1
Risiko 1
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
Gambar 29 Fungsi keanggotaan fuzzy output risiko (FRPN) Untuk menentukan nilai risiko (FRPN) digunakan fuzzy inference system dengan aturan fuzzy IF-THEN. Banyaknya aturan fuzzy IF-THEN adalah 343, karena menggunakan 3 input dan setiap inputnya mempunyai 7 nilai linguistik fuzzy.
Adapun gambaran kombinasi seluruh aturan fuzzy IF-THEN dapat
dijabarkan dengan menggunakan Tabel 12. Tabel 12 Aturan fuzzy IF-THEN evaluasi risiko rantai pasok No 1 2 3 4 5 6 7 8 … … … 342 343
Posibilitas TP TP TP TP TP TP TP TP … … … P P
Dampak PR PR PR PR PR PR PR SR … … … PT PT
Paparan PR SR R S T ST PT PR … … … ST PT
Risiko TA TA TA TA TA TA TA TA … … … PT PT
103
Mulai Pilih tingkatan rantai pasok Baca faktor risiko terpilih dari basis data Input variabel risiko sesuai faktor Membuat model linguistik fuzzy variabel input dan output Membuat model fuzzy inference Input nilai dampak, prosibilitas dan paparan setiap variabel Hitung inferensi dengan fuzzy rule based mamdani Hitung nilai agregasi output
Defuzzifikasi output nilai risiko Tampil dan simpan nilai variabel risiko Selesai
Gambar 30 Diagram alir model evaluasi risiko rantai pasok Nilai agregasi output dari setiap pakar dalam menilai variabel risiko dilakukan dengan menggunakan metode rata-rata geometrik. Demikian juga proses defuzzyfikasi dilakukan untuk mendapatkan nilai tunggal dari setiap variabel risiko dengan menggunakan metode rata-rata geometrik.
6.2.3. Model Agregasi Risiko Rantai Pasok Model agregasi risiko rantai pasok terdiri dari tiga sub-model yaitu submodel agregasi faktor risiko, sub-model agregasi risiko tingkatan dan sub-model agregasi risiko total rantai pasok. Input dari model ini adalah nilai variabel risiko
104
yang merupakan output dari model evaluasi risiko rantai pasok dan nilai bobot variabel input yang merupakan hasil output dari model identifikasi risiko rantai pasok.
Output dari model ini adalah nilai agregasi variabel risiko untuk
mendapatkan nilai setiap faktor risiko, nilai agregasi faktor risiko untuk mendapatkan nilai risiko setiap tingkatan dan nilai agregasi risiko tingkatan untuk mendapatkan nilai risiko total rantai pasok. Metode agregasi nilai faktor risiko menggunakan rata-rata pembobot variabel risiko dengan rumus sebagai berikut: n
BB = ∑ wi BBi
(32)
i =1 n
BT = ∑ wi BTi
(33)
i =1
n
BA = ∑ wi BAi
(34)
i =1
Dimana nilai batas bawah (BB i ), batas tengah (BT i ) dan batas atas (BA i ) dari nilai fuzzy masing-masing variabel risiko hasil inferensi untuk mendapatkan nilai batas bawah, batas tengah dan batas atas agregasi dari nilai faktor risiko. Adapun jumlah bobot variabel risiko mempunyai nilai sama dengan satu seperti persamaan di bawah. n
∑w i =1
i
=1
(35)
Defuzzyfikasi merupakan suatu proses konversi output fuzzy ke output yang bernilai tunggal (crips), proses defuzzyfikasi dilakukan dengan metode rata-rata geometrik, dengan rumus: N crips =
3
BB * BT * B A
(36)
Karena setiap penilaian risiko tidak hanya dilakukan oleh seorang pelaku rantai pasok, maka perlu juga dilakukan agregasi hasil penilaian dari beberapa hasil penilaian risiko sebelumnya, untuk mendapakan nilai tunggal hasil penilaian akhir.
Proses agregasi penilaian risiko setiap pakar/ahli yang menilai risiko
dilakukan dengan metode rata-rata geometrik dengan menggunakan rumus sebagai berikut: BBi = n
∏ BB n
1
in
(37)
105
BTi = n
∏ BT
BTi = n
∏ BA
n
1
in
n
1
in
(38) (39)
Secara detail sub-model agregasi faktor risiko dapat dijelaskan dengan diagram alir model pada Gambar 31. Mulai Pilih tingkatan rantai pasok Pilih faktor risiko sesuai tingkatan rantai pasok Lakukan penilaian perbandingan variabel risiko Hitung bobot variabel risiko Baca nilai variabel risiko dari basis data Hitung nilai agregasi faktor
Hitung agregasi output penilian pakar Defuzzifikasi output nilai faktor risiko Tampil dan simpan nilai faktor risiko Selesai
Gambar 31 Diagram alir sub-model agregasi faktor risiko rantai pasok Dari Gambar 31 terlihat bahwa untuk melakukan proses agregasi faktor risiko tingkatan rantai pasok, maka perlu terlebih dahulu dilakukan input tingkatan rantai pasok, kemudian baru dilakukan input faktor risiko yang akan dihitung nilainya. Setelah itu maka akan dilakukan perhitungan agregasi nilai faktor risiko tersebut berdasarkan nilai variabel risiko yang sudah dihitung
106
sebelumnya dengan input nilai kemungkinan, dampak dan paparan dari setiap variabel dalam model evaluasi risiko. Kemudian hasil dari perhitungan faktor risiko ini akan ditampilkan nilai faktor risiko setiap tingkatan dalam bentuk grafik yang telah diurutkan secara descending. Kemudian model agregasi risko setiap tingkatan rantai pasok dapat digambarkan dengan diagram alir Gambar 32. Mulai Pilih tingkatan SCM Baca data faktor risiko sesuai tingkatan SCM Baca data bobot faktor risiko dari hasil penilaian fuzzy AHP Hitung nilai agregasi tingkatan SCM
Hitung agregasi output penilian pakar Defuzzifikasi output nilai risiko tingkatan SCM Tampil dan simpan nilai risiko tingkatan SCM Selesai
Gambar 32 Diagram alir sub-model agregasi risiko tingkatan rantai pasok Dari Gambar 32 terlihat bahwa untuk menghitung risiko tingkatan diperlukan input bobot faktor risiko yang dihasilkan dari model identifikasi risiko rantai pasok, disamping itu model ini juga memerlukan input nilai setiap faktor risiko yang dihasilkan dari hasil model agregasi variabel risiko.
Untuk
menghitung nilai agregasi risiko tingkatan digunakan metode agregasi dengan pembobot, sedangkan untuk menghitung agregasi penilaian pakar digunakan metode rata-rata geometrik. Proses defuzzyfikasi dilakukan untuk mendapatkan nilai tunggal dari hasil perhitungan nilai risiko setiap tingkatan rantai pasok. Defuzzyfikasi dilakukan
107
dengan menghitung rata-rata geometrik dari nilai batas bawah, batas tengah dan batas atas dari nilai lingusitik fuzzy TFN (Triangular Fuzzy Number). Untuk mendapatkan nilai risiko rantai pasok total dilakukan perhitungan agregasi nilai risiko setiap tingkatan rantai pasok dari hasil perhitungan model sebelumnya.
Proses agregasi dilakukan dengan metode rata-rata pembobot
dengan menggunakan bobot setiap tingkatan rantai pasok yang diperoleh dengan menggunakan metode fuzzy AHP dalam model identifikasi risiko. Dengan konsep yang sama seperti dalam model agregasi sebelumnya model ini juga melakukan proses defuzzyfikasi dengan metode rata-rata geometric untuk mendapatkan nilai risiko rantai pasok tunggal (crips). Adapun langkahlangkap proses perhiutngan agregasi risiko rantai pasok total dapat diperihatkan pada Gambar 33. Mulai Baca data nilai risiko tingkatan SCM dari basis data Baca data bobot tingkatan SCM dari hasil penilaian fuzzy AHP Hitung nilai agregasi risiko global
Hitung agregasi output penilaian pakar Defuzzifikasi output nilai risiko global Tampil dan simpan nilai risiko global Selesai
Gambar 33 Diagram alir sub-model agregasi risiko total rantai pasok 6.2.4. Model Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok Model penyeimbangan risiko rantai pasok digunakan untuk menentukan harga jagung di tingkat petani dengan memperhatikan risiko setiap tingkatan. Model ini terdiri dari tiga sub model yaitu model perkiraan harga, model
108
stakeholder dialog dan model interpolasi non linier.
Model perkiraan harga
jagung di tingkat petani berdasarkan data input harga jagung dalam dua tahun terakhir. Sub model ini menggunakan metode time series dalam memperkirakan harga jagung. Hasil dari model ini digunakan sebagai input model regresi non linier dalam model stakeholder dialog. Model stakeholder dialog merupakan model yang digunakan untuk melakukan kesepakatan harga jagung di tingkat petani dengan input nilai faktor risiko di setiap tingkatan rantai pasok berdasarkan skenario perubahan harga. Oleh karena itu input dari sub model ini adalah faktor risiko di setiap tingkatan rantai pasok, harga jagung yang diinginkan disetiap tingkatan rantai pasok dan nilai faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok. Output sub model ini adalah harga jagung di tingkat petani sesuai dengan hasil kesepakatan dengan menggunakan interpolasi terhadap fungsi conjoint dari fungsi regresi non linier di tingkat petani dengan fungsi regresi non linier pada tingkat yang lain dalam rantai pasok. Adapun model interpolasi non linier digunakan untuk mencari nilai kesepakatan harga dengan menggunakan fungsi conjoint dengan input harga jagung paling rendah yang diinginkan tingkatan rantai pasok dan harga paling tinggi yang diinputkan suatu tingkatan rantai pasok. Model penyeimbangan risiko untuk mendapatkan kesepakatan harga ini menggunakan asumsi bahwa risiko di tingkat petani cenderung meningkat jika terjadi penurunan harga dan cenderung menurun jika terjadi kenaikan harga. Sebaliknya terjadi pada pihak lain dalam jaringan rantai pasok seperti agroindustri, dan pengumpul akan mempunyai risiko yang cenderung turun jika harga bahan baku turun dan risiko yang cenderung naik jika harga bahan baku naik. Metode yang digunakan dalam model penyeimbangan risiko adalah stakeholder dialog antar pihak-pihak yang berkepentingan dalam manajemen risiko rantai pasok guna mendapatkan nilai konsensus dalam penyeimbangan risiko karena adanya konflik kepentingan yang berbeda dalam penentuan harga di tingkat petani. Konsensus dilakukan dengan melakukan pengukuran risiko dari masing-masing tingkatan rantai pasok dengan skenario perubahan harga jagung di tingkat petani. Hasil dari proses ini akan diperoleh model matematik yang dapat dimodelkan dengan pendekatan regresi non linier fungsi risiko setiap tingkatan rantai pasok dengan variabel independent harga di tingkat petani. Bentuk model
109
matematik regresi non linier tersebut dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut: −β ( x)
U p ( x) = α e
(40)
Setelah diperoleh model matematik dari masing-masing tingkatan rantai pasok kemudian dibuat fungsi conjoint antara pihak petani dengan beberapa pihak yang terlibat dalam jaringan rantai pasok. Fungsi conjoint tersebut merupakan fungsi optimasi yang akan dicari nilai penyelesaiannya dengan menggunakan interpolasi non linier. Adapun bentuk fungsi conjoint tersebut dapat dirumuskan dengan bentuk sebagai berikut: n
H ( x) = U p ( x) − ∑ wiU i ( x)
(41)
i =1
Dimana U p (x) adalah fungsi regresi non linier risiko petani dan U i (x) adalah fungsi regresi non linier dari tingkatan lain dalam jaringan rantai pasok, sedangkan w i adalah pembobot dari tingkatan dalam jaringan rantai pasok yang nilainya diperoleh dari hasil output dari model analisis risiko tingkatan rantai pasok dengan pembatas jumlah nilainya sama dengan satu. n
∑w i =1
i
=1
(42)
Proses interpolasi dilakukan dalam jangkauan (range) harga tertinggi dan harga terendah yang diinginkan setiap pihak yang dalam proses stakeholder dialog sehingga diperoleh harga kesepakatan yang sudah mengakomodasi setiap kriteria risiko dari masing-masing tingkatan rantai pasok. Untuk mendapatkan nilai harga kesepakatan yang sesuai dengan kondisi dan situasi nyata di lapangan maka diperlukan harga acuan dalam melakukan skenario prubahan harga dalam pengukuran risiko. Dalam model ini harga acuan diperoleh dari hasil perkiraan harga jagung di tingkat petani dalam dua tahun terakhir. Proses perkiraan harga dilakukan dengan metode Seasonal Hold-winter’s. Alur model penyeimbangan risiko rantai pasok dapat diperlihatkan pada Gambar 34.
110
Mulai Input tingkatan SCM Baca data bobot dan faktor risiko sesuai tingkatan SCM dari basis data
Hitung nilai peramalan harga jagung
Input fungsi keanggotaan fuzzy perubahan harga
Hitung penurunan dan kenaikan harga sesuai jumlah skenario
Input dampak, prosibilitas dan paparan faktor risiko sesuai skenario
Input Lengkap?
Tidak
Ya Hitung koefisien fungsi exponential A0 dan A1 tingkatan SCM Input harga yang diharapkan tingkatan
Tingkatan Lengkap?
Tidak
Ya Proses kesepakatan stakeholder dialog dengan iterasi fungsi non linier
Tampil harga jagung hasil kesepakatan Selesai
Gambar 34 Diagram alir model penyeimbangan risiko rantai pasok
Dari Gambar 34 terlihat bahwa input model ini adalah tingkatan rantai pasok beserta dengan faktor risiko dalam tingkatan tersebut, nilai harga hasil
111
peramalan dengan metode time series, skenario perubahan harga dari nilai harga peramalan, nilai faktor risiko sesuai dengan skenario perubahan harga dan harga jagung yang inginkan oleh setiap tingkatan rantai pasok. Untuk setiap tingkatan rantai pasok dilakuan pemodelan matematik dengan variabel dependent tingkat risiko dan variabel independen harga jagung. Kemudian model tersebut dilakukan conjoint dengan menggunakan bobot setiap tingkatan dan jangkauan harga terendah dan harga tertinggi untuk mendapatkan nilai kesepakatan.
Nilai
kesepakatan diperoleh dengan interpolasi dalam range harga input sehingga mendapatkan harga kesepakatan yang menghasilkan nilai mendekati nilai nol untuk fungsi conjoint yang dibentuk. Hasil nilai kesepakatan harga di tingkat petani ini dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan harga di masingmasing tingkatan dengan menggunakan asumsi margin tertentu.
6.2.5. Model Mitigasi Risiko setiap Tingkatan Rantai Pasok Model mitigassi risiko tingkatan rantai pasok digunakan untuk melakukan mitigasi atau pengurangan terjadinya risiko setiap tingkatan rantai pasok sesuai dengan tingkat risiko yang diperoleh dari hasil evaluasi risiko dalam model evaluasi risiko setiap tingkatan rantai pasok. Dengan model ini akan diperoleh beberapa alternatif solusi penanganan risiko pada suatu tingkatan rantai pasok jika telah diketahui tingkat risiko dari tingkatan tersebut. Output dari model ini adalah alternatif solusi yang disarakan oleh sistem berkaitan dengan munculnya risiko dari suatu ringkatan rantai pasok. Input dari model adalah tingkatan rantai pasok dan nilai risiko setiap tingkatan yang diperoleh dari model evaluasi risiko rantai pasok. Untuk melakukan pencarian dan pemilihan alternatif solusi mitigasi risiko dilakukan dengan menggunakan inferensi fuzzy yang direpresentasikan dengan metode inferensi fuzzy sugeno. Diagram alir dari model mitigasi risiko rantai pasok dapat dijelaskan dengan menggunakan Gambar 35.
112
Mulai Pilih tingkatan SCM Baca data faktor risiko sesuai tingkatan SCM dari basis data Baca data bobot faktor risiko dari hasil penilaian fuzzy AHP Hitung nilai agregasi tingkatan SCM Tampil nilai risiko tingkatan SCM Temukan solusi mitigasi tingkatan SCM yang tepat dengan rule based Tampilkan rekomendasi solusi mitigasi risiko Selesai
Gambar 35 Diagram alir model mitigasi risiko tingkatan rantai pasok 6.3.
Sistem Manajemen Basis Data Sistem
manajemen
basis
data
digunakan
untuk
menginputkan,
menampilkan dan mengupdate data yang digunakan dalam model sistem. Sistem basis data terdiri dari beberapa subsistem yaitu subsistem basis data identifikasi faktor risiko, subsistem basis data evaluasi risiko, subsistem basis data mitigasi risiko, subsistem basis data harga jagung ditiap tingkatan dan subsistem basis data penyeimbangan risiko rantai pasok.
6.3.1. Basis Data Identifikasi Risiko Rantai Pasok Basis data identifikasi risiko rantai pasok digunakan untuk menginputkan, menyimpan, menampilkan dan mengupdate data yang berkaitan dan digunakan dalam model identifikasi risiko rantai pasok. Data-data yang berkaitan dengan model ini adalah data faktor dan variabel risiko tiap tingkatan, data bobot variabel dan faktor risiko tiap tingkatan serta bobot tingkatan rantai pasok yang diperoleh
113
dari analisis faktor risiko dengan menggunakan metode fuzzy Analytical Hierarchy Process (fuzzy AHP). Data-data ini kemudian digunakan sebagai data input dalam model evaluasi risiko tiap tingkatan rantai pasok.
6.3.2. Basis Data Evaluasi Risiko Rantai Pasok Basis data evaluasi risiko digunakan untuk menginputkan, menyimpan, menampilkan dan mengupdate data yang berkaitan dengan model evaluasi risiko rantai pasok. Data-data yang berkaitan dengan model ini adalah data penilaian risiko variabel oleh pakar pada nilai posibilitas, nilai dampak dan nilai paparan setiap variabel risiko rantai pasok. Kemudian hasil penilaian ini diagregasi untuk mendapatkan nilai tunggal dari setiap variabel risiko, hasil dari data variabel risiko kemudian diagregasi lagi untuk mendapatkan data faktor risiko dan risiko tingkatan rantai pasok yang diperoleh dari hasil perhitungan agregasi faktor risiko. Kemudian hasil evaluasi risiko tingkatan rantai pasok diagregasi untuk mendapatkan risiko rantai pasok total. Dalam basis data ini digunakan data-data dari penilaian pakar yang direpresentaikan dalam nilai fuzzy TFN, oleh karena itu dalam basis data ini juga menyimpan nilai risiko yang direpresentaikan dengan fuzzy TFN yang mempunyai nilai bawah, nilai tengah dan nilai atas.
6.3.3. Basis Data Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok Basis data penyeimbangan risiko rantai pasok digunakan untuk menyimpan, menampilkan, menginputkan dan mengupdate data-data yang berkaitan dengan model penyeimbangan risiko rantai pasok.
Data-data yang
berkaitan dengan model ini adalah data faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok, data penilaian faktor risiko yang berkaitan dengan perubahan harga jagung di tingkat petani, data hasil perhitungan model stakeholder dialog dalam proses penyeimbangan risiko rantai pasok. Disamping itu data yang berkaitan dengan subsistem ini adalah data harga yang diinginkan dari setiap tingkatan rantai pasok dalam melakukan stakeholder dialog penyeimbangan risiko.
114
6.3.4. Basis Data Harga Jagung Pada Setiap Tingkatan Rantai Pasok Basis data harga jagung di tingkat petani merupakan basis data yang digunakan untuk menyimpan harga jagung di tingkat petani dalam dua tahun terakhir. Basis data ini akan digunakan dalam menentukan kesepakatan harga dalam model penyeimbangan risiko rantai pasok dengan menggunakan metode stakeholder dialog. Data ini merupakan data nyata yang diperoleh di lapangan untuk dapat mensimulasikan dan menentukan harga jagung yang sesuai dengan kondisi nyata.
Basis data ini terutama digunakan untuk memprediksi harga
jagung di tingkat petani dengan menggunakan metode season hold winter’s.
6.3.5. Basis Data Mitigasi Risiko Rantai Pasok Basis data mitigasi risiko rantai pasok digunakan untuk menginputkan, menyimpan, menampilkan dan mengupdate data yang berkaitan dengan model mitigasi risiko setiap tingkatan rantai pasok. Data-data yang berkaitan dengan model ini adalah data risiko setiap tingkatan dan data metode dan alternatif strategi mitigasi yang sesuasi dengan tingkat risiko dari setiap tingkatan rantai pasok.
Untuk melakukan mitigasi risiko setiap tingkatan rantai pasok akan
menggunakan model inferensi fuzzy yang direpresentasikan dengan menggunakan aturan inferensi fuzzy sugeno yang terdapat dalam model basis pengetahuan.
6.4.
Sistem Manajemen Basis Pengetahuan Sistem manajemen basis pengetahuan digunakan untuk mendapatkan
solusi yang tepat dari permasalahan yang dihadapi sesuai dengan pendapat beberapa pakar (ahli) yang direpresentasikan dalam basis pengetahuan. Beberapa representasi pengetahuan yang digunakan dalam sistem ini adalah representasi penilaian pakar terhadap posibilitas, dampak dan paparan risiko rantai pasok yang digambarkan dengan fungsi keanggotaan fuzzy segitiga. Selain itu setiap nilai variabel input dan output dari sistem evaluasi risiko juga direpresentasikan dengan menggunakan basis pengetahuan pakar berdasarkan pendekatan logika fuzzy. Logika fuzzy juga digunakan untuk melakukan inferensi atau pengambilan solusi dalam melakukan evaluasi risiko dan mitigasi risiko setiap tingkatan rantai pasok dengan menggunakan aturan fuzzy IF-THEN.
115
6.5.
Sistem Manajemen Dialog Sistem manajemen dialog adalah sistem yang dirancang untuk mengatur
interaksi antara penguna (user) dengan model sistem komputer (aplikasi komputer). Interaksi antara sistem dan pengguna tersebut dapat dilakukan dengan input data, pemilihan variabel input atau pemilihan skenario input sehingga mendapatkan output sistem yang diinginkan pengguna. Untuk memudahkan pengoperasian sistem, digunakan sistem menu sebagai pilihan yang dapat dipilih oleh pengguna dalam mengoperasikan sistem aplikasi model pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok komoditi/produk jagung.
Selain itu sistem ini dapat digunakan oleh banyak
pengguna dengan tampilan yang berbeda berdasarkan tingkatan pengguna sistem. Tingkatan pengguna dalam aplikasi ini dibagi menjadi dua yaitu pengguna biasa dan pengguna admin.
Pengguna biasa terbagi menjadi lima kategori yaitu
pengguna pada tingkat petani, pengguna pada tingkat pengepul, pengguna pada tingkat agroindustri, pengguna pada tingkat distributor dan pengguna pada tingkat konsumen, sedangkan pengguna admin terbagi dua kategori yaitu pengguna admin channel master dan pengguna admin ahli.
Pengguna biasa dapat
melakukan operasi sistem manajemen risiko sesuai dengan tingkatan pengguna, artinya data pada tingkatan yang satu tidak dapat diakses oleh pengguna pada tingkatan yang lain, sedangkan pengguna admin dapat melakukan update seluruh data pada setiap tingkatan rantai pasok, karena pengguna admin merupakan pengguna yang mempunyai hak untuk menjaga dan memelihara fungsionalitas data dan sistem. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam pemodelan sistem manajemen risiko rantai pasok produk/komoditas jagung adalah: kondisi cuaca atau iklim terjadi secara normal dan setiap pelaku rantai pasok sadar akan pentingnya manajemen risiko rantai pasok untuk dapat mengendalikan kemungkinan risiko yang tidak diinginkan. Rantai pasok jagung yang digunakan dalam model ini adalah rantai pasok yang berorintasi pemenuhan kebutuhan jagung untuk pakan ternak sehingga perlu adanya kebutuhan nilai kualitas jagung yang harus dipenuhi ssesuai dengan kriteria untuk bahan baku industri pakan ternak unggas.
VII. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK 7.1.
Identifikasi Risiko Rantai Pasok Berdasarkan hasil studi literatur (Hallikas et al. 2004; Agiwal & Mohtadi
2008) dan brainstorming serta interview mendalam dengan beberapa pakar (akademisi: seorang profesor manajemen rantai pasok, peneliti: Balai Pasca Panen Bogor, praktisi: kepala devisi pengadaan bahan baku industri pakan PT. Charoen Pokphand Indonesia) maka diperoleh struktur hierarki dari fuzzy AHP identifikasi risiko rantai pasok komoditas jagung. Struktur hierarki yang diperoleh terdiri atas empat level yaitu: 1. Level1. Fokus/Goal: Identifikasi faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok komoditas jagung. 2. Level2: Tujuan manajemen risiko rantai pasok komoditas jagung yang menjadi perhatian dalam kajian ini adalah: Untuk meningkatkan kualitas pasokan (T1), Untuk menjamin kontinuitas pasokan yang stabil (T2), Untuk meningkatkan kesejahteraan petani (T3) 3. Level3. Aktor yang merupakan tingkatan rantai pasok komoditas jagung sesuai dengan Vorst (2006) yang terdiri dari: Tingkat Petani (A1), Tingkat Pengepul (A2), Tingkat Agroindustri (A3), Tingkat Distributor (A4), Tingkat Konsumen (A5). 4. Level4. Alternatif faktor risiko yang teridentifikasi dari hasil interview mendalam dengan pakar dan hasil studi literatur adalah: a) Risiko lingkungan, yang diakibatkan oleh bencana alam, hama dan penyakit, kebijakan pemerintah, keamanan, kondisi sosial budaya dan politik, serta produk pesaing. b) Risiko teknologi, yang bersumber dari rendahnya penguasaan teknologi, perkembangan teknologi baru, penggunaan teknologi dan ketersediaan teknologi. c) Risiko harga, yang diakibatkan oleh adanya inflasi, nilai tukar dan bunga bank, fluktuasi harga dan distorsi informasi harga dan pasokan. d) Risiko pasokan yang bersumber dari keberagaman mutu pasokan, loyalitas pemasok, ketidakpastian pasokan dan ketersediaan pasokan.
116
117
e) Risiko transportasi yang diakibatkan oleh pemilihan moda transportasi, ketidakpastian waktu transportasi, keamanan di jalan, dan kerusakan jalan mengurangi mutu produk. f) Risiko pasar yang bersumber dari struktur pasar, fluktuasi harga, penolakan konsumen dan standarisasi mutu di pasar. g) Risiko produksi yang diakibatkan oleh kapasitas produksi, proses produksi, penggunaan teknologi produksi dan mutu bahan baku. h) Risiko informasi yang bersumber dari penggunaan metode peramalan, ketersediaan informasi, distorsi informasi dan metode transfer informasi. i) Risiko kualitas yang diakibatkan oleh musim dan cuaca, metode penyimpanan, variasi mutu pasokan, dan mutu pasokan bahan baku. j) Risiko penyimpanan yang diakibatkan oleh ketidakpastian pasokan, ketidakpastian permintaan, penyusutan dan penurunan mutu serta lokasi geografis. k) Risiko kemitraan yang bersumber dari pemilihan mitra, putusnya jaringan komunikasi, putusnya jaringan transportasi dan komitmen mitra. Struktur tersebut dapat diperlihatkan pada Gambar 36. Goal
Identifikasi faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok
Tujuan
Peningkatan Kualitas pasokan
Tingkat Petani
Aktor
Alternatif
Menjamin kontinuitas pasokan yang stabil
Tingkat Pengepul
Tingkat Agroindustri
Peningkatan kesejahteraan petani
Tingkat Distributor
Tingkat Konsumen
Risiko lingkungan
Risiko transportasi
Risiko Kualitas
Risiko Teknologi
Risiko Pasar
Risiko Penyimpanan
Risiko Harga
Risiko produksi
Risiko kemitraan
Risiko Pasokan
Risiko Informasi
Gambar 36 Struktur hierarki fuzzy AHP identifikasi risiko rantai pasok
118
Dari struktur pada Gambar 36 kemudian dilakukan perbandingan tingkat kepentingan dengan melibatkan beberapa pakar dalam bidang rantai pasok dan pasca panen komoditas jagung sebagaimana disebutkan di atas. Hasil penilaian pakar kemudian dilakukan agregasi untuk mendapatkan suatu nilai tunggal evaluasi risiko rantai pasok komoditas jagung. Hasil evaluasi risiko rantai pasok dengan menggunakan fuzzy AHP dapat dijelaskan dengan menggunakan Tabel 13, sedangkan hasil rinci dari pembobotan risiko setiap tingkatan rantai pasok dapat diperlihatkan pada Lampiran 11. Kemudian hasil pembobotan struktur hierarki analisa risiko rantai pasok dapat diperlihatkan pada Lampiran 9.
Tabel 13 Hasil pembobotan risiko tingkatan rantai pasok dengan fuzzy AHP Aktor Tingkat petani Tingkat pengepul Tingkat Agroindustri Tingkat distributor Tingkat konsumen bobot
kualitas pasokan 0,571 0,145 0,145 0,090 0,049 0,406
kontinuitas pasokan 0,563 0,140 0,136 0,096 0,065 0,265
kesejahteraan petani 0,476 0,187 0,103 0,110 0,124 0,328
bobot tingkatan 0,538 0,157 0,129 0,098 0,078
Dari Tabel 13 terlihat bahwa tujuan peningkatan kualitas pasokan mempunyai bobot tertinggi disusul dengan tujuan peningkatan kesejahteraan petani dan tujuan menjamin kontinuitas pasokan bahan baku komoditas jagung berturut turut dengan bobot nilai 0,406; 0,328 dan 0,265. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam manajemen risiko rantai pasok komoditas jagung mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan kualitas pasokan pada agroindustri, karena dengan peningkatan kualitas tersebut dapat mengurangi terjadinya kerusakan produk dalam tahap penyimpanan dan peningkatan harga sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani.
Kemudian dengan peningkatan
pendapatan petani akan diperoleh tujuan selanjutnya yaitu peningkatan kesejahteraan petani. Dalam rantai pasok yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani akan mendorong lebih banyak petani bertanam jagung sehingga akan meningkatkan pasokan dan akan menjamin kontinuitas pasokan bahan baku. Dari Tabel 13 juga diperoleh nilai bobot risiko setiap tingkatan dalam rantai pasok komoditas jagung, sebagaimana dapat diperlihatkan pada Gambar 37.
119
Risiko Tingkatan 0.600
0.538
Bobot Risiko
0.500 0.400 0.300 0.157
0.200
0.129
0.100
0.098
0.078
Tingkat distributor
Tingkat konsumen
0.000 Tingkat petani
Tingkat pengepul
Tingkat Agroindustri
Gambar 37 Histogram perbandingan bobot risiko tingkatan rantai pasok komoditas jagung Dari Gambar 37 terlihat bahwa risiko di tingkat petani mempunyai bobot nilai yang tertinggi dibandingkan dengan risiko di tingkat lain dalam jaringan rantai pasok. Hal ini dapat disimpulkan bahwa dalam rantai pasok komoditas jagung petani mempunyai kecenderungan menanggung risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkatan yang lain dalam jaringan rantai pasok komoditas jagung sesuai dengan hasil penelitian Sarasutha et al. (2007). Oleh karena itu perlu dikaji lebih mendalam risiko apa saja yang harus dihadapi oleh petani sebagai penanggung risiko tertinggi sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat guna mengantisipasi risiko tersebut baik secara individu maupun secara bersama dalam jaringan rantai pasok.
7.1.1. Identifikasi Risiko Tingkat Petani Analisis risiko pada tingkat petani dilakukan untuk dapat mengetahui faktor dan variabel risiko yang perlu ditangani oleh petani dalam manajemen rantai pasok guna meningkatkan kualitas produk jagung.
Hasil pembobotan
faktor risiko dengan menggunakan fuzzy AHP diperoleh bahwa bobot faktor risiko tertinggi di tingkat petani adalah risiko kualitas, disusul oleh risiko harga, risiko lingkungan, risiko pasokan dan risiko pasar. Distribusi hasil pembobotan faktor risiko pada tingkat petani tersebut dapat diperlihatkan pada Gambar 38. Dari hasil
120
tersebut terlihat bahwa empat faktor dominan risiko yang harus dihadapi oleh petani jagung adalah risiko kualitas, risiko harga, risiko lingkungan dan risiko pasokan.
Tingkat petani 0.230
Bobot Risiko
0.250 0.200 0.150
0.156
0.139
0.084
0.100 0.050
0.137
0.028
0.045
0.058
0.034
0.056
0.033
0.000
Gambar 38 Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat petani Untuk mengetahui lebih dalam sumber atau variabel risiko dari setiap risiko dominan tersebut maka perlu dilakukan kajian mendalam terhadap tingkat kejadian dan dampak dari setiap variabel risikonya. Risiko kualitas pada tingkat petani dipengaruhi oleh musim dan cuaca, proses pasca panen, penggunaan bibit, dan proses budidaya tanaman. Risiko harga di tingkat petani dipengaruhi oleh rendahnya mutu, terjadinya gagal panen, fluktuasi harga dan distorsi informasi harga. Risiko lingkungan di tingkat petani dipengaruhi oleh beberapa variabel yaitu bencana alam, hama dan penyakit, kebijakan pemerintah, dan keamanan/ pencurian. Risiko pasokan di tingkat petani bersumber dari kelangkaan pupuk, ketersediaan lahan, ketersediaan bibit unggul dan pemilihan jadwal tanam. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Kasryno et al. (2008) bahwa risiko yang sering dihadapi petani/gapoktan jagung adalah penggunaan varietas jagung yang masih menggunakan varietas lokal yang mempunyai tingkat produktifitas rendah, penanganan pasca panen yang kurang baik sehingga menurunkan kualitas dan jadwal tanam yang tidak tepat sehingga pada waktu panen raya harga jagung merosot tajam serta terjadinya gagal panen karena lahan puso. Hasil evaluasi variabel risiko terhadap faktor risiko dominan pada tingkat petani dapat dilihat
121
pada Tabel 14. Hasil rinci dari pengukuran risiko setiap variabel pada tingkat petani dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 14 Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko dominan di tingkat petani No
Faktor risiko
1
Risiko Lingkungan
2
Risiko Harga
3
Risiko Pasokan
4
Risiko Kualitas
Variabel risiko Bencana alam Hama dan penyakit Kebijakan pemerintah Keamanan/pencurian Distorsi informasi harga Rendahnya kualitas Gagal panen Fluktuasi harga Ketersediaan bibit unggul Kelangkaan pupuk Jadwal tanam Ketersediaan lahan Musim dan cuaca Pasca panen Proses budidaya Penggunaan bibit unggul
Nilai risiko Sedang Sedang Rendah Sedang Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Sedang Rendah Sedang Sedang Sedang Tinggi Rendah Rendah
Berdasarkan Tabel 14 terlihat bahwa risiko di tingkat petani yang mempunyai tingkat risiko tinggi dan perlu tindakan pengendalian adalah risiko rendahnya kualitas, risiko distorsi informasi harga dan risiko fluktuasi harga. Risiko rendahnya kualitas disebabkan oleh metode pasca panen, penggunaan bibit unggul, metode budidaya dan risiko musim dan cuaca saat dilakukan pasca panen sehingga proses pengeringan tidak dapat dilakukan dengan sempurna.
Oleh
karena itu perlu adanya tindakan untuk mengatasi risiko rendahnya mutu jagung dengan penggunaan metode pasca panen yang tepat dan pemilihan jadwal tanam. Risiko harga di tingkat petani disebabkan adanya distorsi informasi harga dan fluktuasi harga yang tinggi, sehingga petani tidak mempunyai kepastian hasil dari proses bisnisnya.
Oleh karena itu perlu adanya mekanisme yang dapat
memberikan informasi pada setiap tingkatan rantai pasok secara seimbang sehingga tidak terjadi distorsi informasi, selain itu juga perlu adanya suatu mekanisme yang dapat memberikan kepastian pada tingkat petani dalam melakukan proses bisnisnya dengan adanya kepastian harga di tingkat petani sehingga petani dapat bertindak dengan perencanaan yang pasti. Risiko pasokan pada tingkat petani disebabkan oleh proses penjadwalan tanam yang cenderung
122
berdasarkan musim, sehingga akan minimbulkan pasokan yang tinggi pada saat musim panen raya dan akan terjadi kekurangan pasokan pada saat yang lain, disamping itu juga akibat dari kompetisi penggunaan lahan terhadap komoditas lain yang menimbulkan kurangnya ketersediaan lahan. Oleh karena itu perlu adanya suatu mekanisme penggiliran tanam jagung pada suatu wilayah tertentu untuk dapat memberikan kepastian jumlah pasokan jagung sepanjang waktu. Risiko lingkungan pada tingkat petani disebabkan oleh bencana alam, hama & penyakit yang mempunyai tingkat risiko sedang, disamping juga risiko keamanan/pencurian. Hasil verifikasi model identifikasi risiko di tingkat petani pada faktor risiko kualitas dapat dilihat pada Gambar 39.
Gambar 39 Hasil evaluasi dan identifikasi risiko kualitas di tingkat petani 7.1.2. Identifikasi Risiko Tingkat Pengepul Berdasarkan hasil identifikasi risiko pada tingkat pedagang pengumpul dengan menggunakan fuzzy AHP diperoleh empat faktor risiko dominan yang dihadapi oleh pedagang pengumpul dalam rantai pasok komoditas jagung yaitu risiko harga, risiko pasokan, risiko kualitas dan risiko pasar. Bobot risiko tertinggi adalah risiko harga (0,215) kemudian diikuti oleh risiko pasokan, risiko kualitas dan risiko pasar dengan bobot nilai masing-masing sebesar 0,186; 0,163 dan 0,095, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 40.
123
Tingkat pengepul Bobot Risiko
0.250
0.215
0.200
0.186
0.163
0.150 0.100 0.050
0.070
0.063
0.095
0.031
0.052
0.064 0.031
0.029
0.000
Gambar 40 Histogram bobot faktor risiko di tingkat pedagang pengumpul Risiko harga disebabkan oleh distorsi informasi harga, musim panen raya, fluktuasi harga dan nilai tukar. Risiko pasokan disebabkan oleh keberagaman pasokan, loyalitas pemasok, jumlah pasokan dan keberadaan pemasok. Kemudian risiko kualitas disebabkan oleh rendahnya mutu pasokan, penyimpanan, musim & cuaca dan variasi mutu pasokan. Kemudian risiko pasar bersumber dari struktur pasar, bunga bank, penolakan konsumen dan adanya sertifikasi mutu. Adapun nilai lengkap dari hasil evaluasi variabel risiko dari faktor risiko dominan pada tingkat pedagang pengumpul dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat pengepul No
Faktor risiko
1
Risiko Harga
2
Risiko Pasokan
3
Risiko Pasar
4
Risiko Kualitas
Variabel risiko Nilai tukar Panen raya Distorsi informasi harga Fluktuasi harga Keberagamanan pasokan Keberadaan pemasok Loyalitas pemasok Jumlah pasokan Struktur pasar Risiko sertifikasi mutu Bunga bank Penolakan konsumen Variasi mutu pasokan Rendahnya mutu pasokan Penyimpanan Musim dan cuaca
Nilai risiko Sangat Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sangat Rendah Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah
124
Berdasarkan Tabel 15 terlihat bahwa pada tingkat pengepul beberapa risiko yang perlu dilakukan pengendalian adalah risiko rendahnya kualitas pasokan, risiko fluktuasi harga dan risiko penolakan konsumen dan risiko variasi mutu pasokan yang mempunyai nilai risiko sedang. Adanya risiko kualitas karena keberagaman mutu psokan dan rendahnya mutu pasokan menyebabkan pengumpul harus melakukan pengeringan tambahan sebagaimana hasil penelitian dari Miskiyah dan Widaningrum (2008). Disamping itu penolakan konsumen sering dialami oleh pedagang pengumpul karena kualitas yang tidak sesuai standar karena adanya variasi mutu pasokan dan keberagamanan pasokan. Hasil rinci dari pengukuran variabel risiko di tingkat pedagang pengumpul dapat dilihat pada Lampiran 5. Adapun hasil verifikasi model identifikasi risiko di tingkat pengepul pada faktor harga dapat dilihat pada Gambar 41.
Gambar 41 Hasil evaluasi dan identifikasi risiko harga di tingkat pengepul 7.1.3. Identifikasi Risiko Tingkat Agroindustri Hasil analisis risiko pada tingkat agroindustri dengan menggunakan metode fuzzy AHP diperoleh bahwa empat faktor risiko dominan yang harus dihadapi tingkat agroindustri dalam rantai pasok komoditas jagung adalah risiko kualitas, risiko pasokan, risiko harga dan risiko lingkungan. Faktor risiko kualitas mempunyai bobot yang tertinggi yaitu 0,182, diikuti oleh faktor risiko pasokan,
125
harga dan lingkungan yang mempunyai bobot masing-masing sebesar 0,141; 0,107 dan 0,106 sebagaimana dapat diperlihatkan pada Gambar 42.
Bobot Risiko
Tingkat agroindustri 0.2 0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0
0.182 0.141 0.107
0.106
0.076
0.069 0.033
0.101
0.097 0.06
0.027
Gambar 42 Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat agroindustri Risiko kualitas (mutu) pada tingkat agroindustri disebabkan oleh rendahnya mutu pasokan, musim & cuaca, keberagaman mutu pasokan bahan baku dan terjadinya penyusutan dalam penyimpanan bahan baku. Risiko pasokan bersumber dari ketidakpastian pasokan, loyalitas pemasok, pemilihan pemasok dan keberadaan pemasok. Risiko harga disebabkan oleh adanya perubahan nilai tukar, distorsi informasi harga, musim panen raya dan adanya fluktuasi harga bahan baku.
Risiko lingkungan disebabkan oleh bencana alam, hama dan
penyakit, kebijakan pemerintah dan adanya produk pesaing. Hasil detail dari pengukuran variabel risiko di tingkat agroindustri untuk setiap faktor risiko dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil verifikasi dan validasi model identifikasi risiko, diperoleh beberapa variabel risiko di tingkat agroindustri yang perlu tindakan pengendalian sebagaimana terlihat pada Tabel 16. Tindakan pengendalian perlu dilakukan terhadap variabel risiko rendahnya mutu pasokan bahan baku yang mempunyai tingkat risiko tinggi. Variabel risiko ini dapat menimbulkan penurunan kualitas dan risiko penyimpanan yang berpengaruh terhadap mutu produk dan kinerja produksi. Disamping itu variabel risiko lain yang dapat menurunkan kualitas adalah adanya keberagaman mutu pasokan yang mempunyai tingkat risiko
126
sedang. Oleh karena itu perlu tindakan pengendalian untuk mengurangi adanya risiko kualitas ini dengan melakukan kerjasama dengan pemasok terpilih melalui kontrak pengadaan bahan baku sesuai kualitas dan kuantitas tertentu. Akan tetapi dalam melakukan kerjasama tersebut perlu melihat risiko lain yang diakibatkan oleh pemasok atau pasokan yaitu ketidakpastian pasokan dan loyalitas pemasok yang mempunyai tingkat risiko sedang.
Oleh karena itu perlu tindakan
pengendalian risiko terhadap ketidakpastian pasokan dan loyalitas pemasok tersebut dengan cara memilih pemasok yang mempunyai komitmen baik dan memberikan informasi kepastian harga dan permintaan jagung bagi petani untuk dapat
menggairahkan
petani
dalam
menanam
jagung
sehingga
dapat
meningkatkan kepastian pasokan. Adapun beberapa variabel risiko lain yang mempunyai tingkat risiko sedang adalah adanya produk pesaing, distorsi informasi harga bahan baku dan fluktuasi harga bahan baku jagung. Fluktuasi harga terjadi karena ketersediaan bahan baku jagung saat ini cenderung bersifat musiman, sedangkan kebutuhan jagung pada industri pakan ternak bersifat kontinyu sepanjang tahun sehingga akan menimbulkan kelebihan pasokan pada saat panen raya dan kelangkaan pasokan pada saat yang lain. Tabel 16 Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat agroindustri No
Faktor risiko
1
Risiko Lingkungan
2
Risiko Harga
3
Risiko Pasokan
4
Risiko Kualitas
Variabel risiko Bencana alam Hama dan penyakit Kebijakan pemerintah Produk pesaing Distorsi informasi harga Musin panen Nilai tukar Fluktuasi harga Pemilihan pemasok Keberadaan pemasok Loyalitas pemasok Ketidakpastian pasokan Keberagaman mutu pasokan Rendahnya mutu pasokan Metode penyimpanan Musim dan cuaca
Nilai risiko Rendah Sedang Rendah Sedang Sedang Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Sedang Sedang Sedang Tinggi Rendah Rendah
Hasil verifikasi indentifikasi risiko tingkat agroindustri dalam model sistem
pengambilan
keputusan
manajemen
risiko
rantai
pasok
dapat
127
mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko setiap variabel dari faktor risiko dominan yang telah teridentifikasi dengan menggunakan metode fuzzy AHP. Adapun tampilan sistem dalam mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko kualitas di tingkat agroindustri dapat diperlihatkan pada Gambar 43.
Gambar 43 Hasil evaluasi dan identifikasi risiko mutu di tingkat agroindustri 7.1.4. Identifikasi Risiko Tingkat Distributor Empat faktor risiko yang mempunyai bobot tertinggi dari hasil identifikasi risiko dengan menggunakan fuzzy AHP pada tingkat distributor dalam rantai pasok komoditas jagung adalah risiko harga, risiko pasokan, risiko kualitas dan risiko penyimpanan. Faktor risiko harga di tingkat distributor mempunyai bobot yang paling tinggi yaitu sebesar 0,195, kemudian diikuti oleh faktor risiko pasokan dengan bobot sebesar 0,168, sedangkan faktor risiko kualitas dan faktor risiko penyimpanan mempunyai bobot yang hampir sama yaitu berturut-turut sebesar 0,122 dan 0,120. Penjelasan detail dari perbandingan faktor risiko tingkat distributor hasil analisis dapat diperlihatkan pada Gambar 44.
128
Tingkat distributor Bobot Risiko
0.250
0.195
0.200
0.168
0.150 0.074
0.100 0.050
0.122 0.120
0.112 0.041 0.035
0.058
0.040
0.035
0.000
Gambar 44 Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat distributor Berdasarkan Gambar 44 terlihat bahwa risiko dominan di tingkat distributor adalah risiko harga, risiko pasokan, risiko kualitas dan risiko penyimpanan. Risiko harga yang disebabkan oleh adanya fluktuasi harga, distorsi informasi harga, risiko musim panen raya dan nilai tukar rupiah. Risiko pasokan disebabkan oleh jumlah pemasok, distorsi informasi pasokan, keberadaan pemasok dan komitmen mitra pemasok. Risiko kualitas disebabkan oleh peyimpanan, musim & cuaca, rendahnya mutu pasokan dan keberagaman mutu pasokan, sedangkan risiko penyimpanan adalah adanya penyusutan, metode penyimpanan atau penggudangan, kapasitas transportasi dan kuantitas pasokan. Hasil rinci dari pengukuran variabel risiko untuk setiap faktor risiko di tingkat distributor dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil analisis variabel risiko terhadap faktor risiko dominan tersebut diperoleh beberapa risiko yang perlu dilakukan tindakan pengendalian di tingkat pengecer atau distributor yaitu risiko harga yang diakibatkan oleh risiko fluktuasi harga dan risiko pasokan yang diakibatkan oleh risiko distorsi informasi pasokan dan risiko kualitas yang diakibatkan oleh penyimpanan. Hasil rinci dari analisis variabel risiko pada faktor risiko dominan di tingkat distributor dapat dilihat pada Tabel 17.
Tindakan pengendalian risiko yang dapat dilakukan di tingkat
distributor adalah melakukan kerjasama penjualan produk dengan beberapa pengecer untuk mengurangi penyimpanan dilakukan pada satu tempat sehingga
129
kualitas dapat terjaga dan memudahkan akses informasi pasar. Hasil verifikasi sistem pengambilan keputusan dalam analisis risiko di tingkat distributor terhadap faktor risiko harga dapat dilihat pada Gambar 45. Tabel 17 Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat distributor No 1
2
3
4
Faktor risiko
Variabel risiko Nilai tukar Distorsi informasi harga Risiko Harga Musin panen Fluktuasi harga ketidakpastian pasokan Risiko Pemilihan pemasok Pasokan Komitmen pemasok Jumlah pasokan Variasi mutu pasokan Rendahnya mutu pasokan Risiko Penyimpanan Kualitas Musim Kapasitas transportasi Metode penyimpanan Risiko Penyimpanan Kuantitas pasokan Penyusutan
Nilai risiko Sangat Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah Sangat Rendah Rendah
Gambar 45 Hasil evaluasi dan identifikasi risiko harga di tingkat distributor
130
7.1.5. Identifikasi Risiko Tingkat Konsumen Hasil identifikasi risiko di tingkat konsumen dengan menggunakan fuzzy AHP diperoleh bahwa empat faktor risiko yang mempunyai bobot tertinggi adalah risiko kualitas, risiko pasokan, risiko harga dan risiko lingkungan. Faktor risiko kualitas mempunyai bobot yang paling tinggi sebesar 0,188, kemudian diikuti oleh faktor risiko pasokan dan risiko harga yang mempunyai bobot masingmasing sebesar 0,177 dan 0,163. Kemudian bobot faktor risiko lingkungan di tingkat konsumen adalah sebesar 0,132 sebagaimana dapat diperlihatkan pada Gambar 46.
Bobot Risiko
Tingkat konsumen 0.200 0.180 0.160 0.140 0.120 0.100 0.080 0.060 0.040 0.020 0.000
0.163
0.188
0.177
0.132 0.087 0.028
0.035
0.078 0.027
0.055 0.030
Gambar 46 Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat konsumen Berdasarkan Gambar 46 terlihat bahwa empat faktor risiko dominan di tingkat konsumen adalah risiko kualitas, risiko pasokan, risiko harga dan risiko lingkungan. Risiko kualitas atau mutu disebabkan oleh rendahnya mutu pasokan, variasi mutu pasokan, musim & cuaca dan metode penyimpanan. Risiko pasokan disebabkan oleh ketidakpastian jumlah pasokan, keberadaan pemasok, loyalitas pemasok dan jumlah pemasok. Risiko harga dipengaruhi oleh fluktuasi harga, distorsi informasi harga, nilai tukar dan musim panen. Adapun risiko lingkungan disebabkan oleh bencana alam, hama dan penyakit, produk pesaing dan kebijakan pemerintah. Hasil detail dari pengukuran variabel risiko untuk setiap faktor risiko di tingkat konsumen dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil analisis mendalam terhadap setiap variabel risiko dari faktor risiko dominan tersebut diperoleh
131
beberapa risiko yang perlu tindakan pengendalian di tingkat konsumen yaitu risiko fluktuasi harga, distorsi informasi harga, variasi mutu pasokan dan risiko ketidakpastian pasokan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 18. Tampilan sistem verifikasi model identifikasi dan evaluasi variabel risiko terhadap faktor risiko kualitas di tingkat konsumen dapat dilihat pada Gambar 47.
Tabel 18 Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat konsumen No
Faktor risiko
1
Risiko Lingkungan
2
Risiko Harga
3
Risiko Pasokan
4
Risiko Kualitas
Variabel risiko Bencana alam Kebijakan pemerintah Keamanan/pencurian Sosial budaya dan politik Nilai tukar Distorsi informasi harga Musin panen Fluktuasi harga Jumlah pemasok Keberadaan pemasok Loyalitas pemasok Ketidakpastian pasokan Variasi mutu pasokan Rendahnya mutu pasokan Penyimpanan Musim dan cuaca
Nilai risiko Rendah Sangat Rendah Rendah Sangat Rendah Rendah Sedang Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah
Gambar 47 Hasil evaluasi dan identifikasi risiko kualitas di tingkat konsumen
132
7.1.6. Identifikasi Risiko Rantai Pasok Jagung Hasil agregasi risiko rantai pasok terhadap risiko setiap tingkatan rantai pasok komoditas jagung diperoleh empat faktor risiko dominan yang perlu diperhatikan dalam manajemen risiko rantai pasok komoditas jagung yaitu risiko kualitas, risiko pasokan, risiko harga dan risiko lingkungan.
Risiko kualitas
mempunyai bobot yang paling tinggi dalam manajemen risiko rantai pasok komoditas jagung karena komoditas jagung saat ini paling banyak digunakan sebagai bahan baku industri pakan dan dalam industri tersebut mempunyai persyaratan kualitas yang cukup ketat dalam hal kandungan aflatoksin dan kadar air (Miskiyah & Widaningrum 2008). Selain itu risiko harga juga dipentingkan dalam rantai pasok karena komoditas jagung mempunyai harga yang cenderung fluktuatif akibat dari ketersediaan jagung yang musiman, sehingga pasokannya juga fluktuatif, di lain pihak kebutuhan jagung pada industri pakan menuntut adanya ketersediaan jagung yang kontinyu sepanjang tahun baik dalam kuantitas ataupun kualitas. Untuk itu perlu adanya antisipasi terhadap konflik tersebut sehingga diperoleh suatu rantai pasok yang berkesinambungan.
Risiko
lingkungan juga perlu diperhatikan dalam rantai pasok komoditas jagung karena adanya ketidakpastian dari isu-isu sosial dan politik dapat mempengaruhi kelancaran pasokan selain itu juga adanya hama penyakit dari jagung juga bisa menimbulkan gangguan dalam jaringan rantai pasok. Berdasarkan hasil identifikasi faktor risiko dominan pada rantai pasok jagung dengan menggunakan metode fuzzy AHP diperoleh bahwa faktor risiko kualitas mempunyai bobot risiko yang paling tinggi yaitu sebesar 0,203, kemudian diikuti oleh faktor risiko harga dan faktor risiko pasokan yang masing-masing mempunyai bobot risiko sebesar 0,163 dan 0,149. Faktor risiko lingkungan mempunyai bobot sebesar 0,115. Adapun penjelasan rinci dari faktor risiko rantai pasok jagung tersebut dapat diperlihatkan pada Gambar 48. Kemudian hasil rinci dari pengukuran variabel risiko pada setiap faktor risiko rantai pasok produk/komoditi jagung dapat dilihat pada Lampiran 3, sedangkan hasil analisis variabel risiko untuk setiap faktor risiko dominan pada rantai pasok jagung dapat dilihat pada Tabel 19.
133
Rantai pasok jagung Bobot Risiko
0.250
0.203
0.200 0.150
0.163
0.088
0.100 0.050
0.149
0.115 0.034
0.050
0.060
0.039
0.069 0.032
0.000
Gambar 48 Histogram perbandingan bobot faktor risiko rantai pasok komoditas jagung Tabel 19 Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko rantai pasok No Faktor risiko 1
Risiko Lingkungan
2
Risiko Harga
3
Risiko Pasokan
4
Risiko Kualitas
Variabel risiko Bencana alam Hama & penyakit Kebijakan pemerintah Sosial budaya dan politik Nilai tukar Distorsi informasi harga Musin panen Fluktuasi harga Keberagaman pasokan Keberadaan pemasok Loyalitas pemasok Ketidakpastian pasokan Variasi mutu pasokan Rendahnya mutu pasokan Penyimpanan Musim
Nilai risiko Rendah Sedang Rendah Rendah Sedang Sedang Rendah Sedang Sedang Rendah Rendah Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah
Berdasarkan Tabel 19 terlihat bahwa variabel risiko rantai pasok yang perlu dilakukan tindakan pengendalian adalah risiko lingkungan yang berkaitan dengan timbulnya hama dan penyakit, risiko harga yang diakibatkan oleh perubahan nilai tukar rupiah, fluktuasi harga dan distorsi informasi harga antar pelaku rantai pasok yang masing-masing mempunyai tingkat risiko sedang. Disamping itu risiko pasokan yang disebabkan oleh adanya keberagaman pasokan dan ketidakpastian pasokan juga mempunyai tingkat risiko sedang, sehingga perlu
134
tindakan pengendalian.
Berkaitan dengan risiko kualitas dalam rantai pasok
jagung perlu antisipasi terhadap adanya variasi mutu pasokan bahan baku dan rendahnya mutu pasokan bahan baku yang mempunyai tingkat risiko sedang.
7.2.
Evaluasi Risiko Rantai Pasok Evaluasi risiko rantai pasok dilakukan untuk mengetahui tingkat risiko
setiap tingkatan rantai pasok dengan melakukan agregasi tingkat risiko dari setiap faktor risiko dominan yang telah teridentifikasi dalam pembahasan sebelumnya. Evaluasi dilakukan dengan melakukan agregasi tingkat risiko dominan dari setiap tingkatan rantai pasok dengan menggunakan bobot faktor risiko dominan yang diperoleh dari analisis faktor risiko dengan menggunakan fuzzy AHP. Tingkat risiko setiap faktor risiko diperoleh dari agregasi tingkat risiko dari variabel risiko untuk setiap faktor risiko. 7.2.1. Evaluasi Risiko Tingkat Petani Berdasarkan hasil evaluasi variabel risiko untuk setiap faktor risiko dominan di tingkat petani yang terlihat pada Tabel 14, dapat diperoleh nilai risiko setiap faktor risiko di tingkat petani dengan melakukan agregasi nilai risiko setiap variabel risikonya. Hasil evaluasi risiko pada tingkat petani diperoleh bahwa risiko harga mempunyai nilai risiko tinggi yang merupakan nilai risiko yang paling tinggi di antara keempat faktor risiko dominannya. Kemudian diikuti oleh risiko kualitas, risiko pasokan dan risiko lingkungan yang masing-masing mempunyai tingkat risiko sedang.
Hasil evaluasi risiko di tingkat petani
berdasarkan faktor risiko dominannya diperoleh bahwa risiko tingkat petani dalam jaringan rantai pasok jagung adalah sedang. Secara rinci hasil agregasi pengukuran risiko di tingkat petani dapat dilihat pada Tabel 20. Adapun hasil verifikasi model evaluasi risiko tingkat petani dapat dilihat pada Gambar 49. Tabel 20 Hasil evaluasi risiko tingkat petani berdasarkan faktor risiko dominan Faktor risiko tingkat petani Risiko Lingkungan Risiko Harga Risiko Pasokan Risiko Kualitas
Bobot 0,210 0,236 0,207 0,347
Nilai risiko Sedang Tinggi Sedang Sedang
Risiko tingkat petani Sedang
135
Gambar 49 Hasil evaluasi risiko di tingkat petani Dari Gambar 49 terlihat bahwa risiko utama yang dihadapi petani dalam rantai pasok produk/komoditas jagung adalah risiko kualitas karena proses pasca panen yang kurang baik dan karena musim atau cuaca karena biasanya musim panen raya terjadi pada musim penghujan sehingga petani sangat kesulitan dalam hal pengeringan untuk dapat memenuhi standar kualitas yang dipersyaratkan industri. Untuk mengatasi masalah ini petani perlu diberikan pengetahuan dan pemahaman yang cukup baik dalam hal pasca panen yang meliputi pemanenan seperti pemilihan waktu panen yang tepat, pengeringan dan pemipilan agar mendapatkan jagung pipil yang berkualitas. Di samping itu risiko yang cukup krusial pada tingkat petani adalah risiko fluktuasi harga akibat kurangnya akses informasi pasar. Risiko ini terjadi akibat dari kebiasaan petani yang menanam jagung secara tradisional artinya tidak menggunakan jadwal tanam yang memperhatikan kebutuhan dan ketersediaan jagung pasar, sehingga harga jagung cenderung fluktuatif karena ketersediaannya yang tidak pasti dan tersedia melimpah pada saat panen raya. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan memilih jadwal tanam yang tepat serta penggiliran jadwal tanam antar kelompok tani sehingga ketersedian jagung di pasar akan terkendali sesuai dengan permintaan pasar.
136
7.2.2. Evaluasi Risiko Tingkat Pengepul Berdasarkan hasil evaluasi variabel risiko untuk setiap faktor risiko dominan di tingkat pedagang pangumpul sebagaimana terlihat pada Tabel 15, dapat diperoleh nilai risiko setiap faktor risiko di tingkat pedagang pengumpul dengan melakukan agregasi nilai risiko setiap variabel risikonya. Hasil evaluasi risiko pada tingkat pengepul (pedagang pengumpul) diperoleh bahwa risiko kualitas mempunyai nilai risiko sedang yang merupakan nilai risiko yang paling tinggi di antara keempat faktor risiko dominannya. Sedangkan tingkat risiko dari faktor risiko dominan yang lain di tingkat pedagang pengumpul yaitu risiko harga, risiko pasokan dan risiko pasar masing-masing bernilai sama yaitu rendah. Oleh karena itu hasil evaluasi risiko di tingkat pedagang pengumpul berdasarkan faktor risiko dominannya diperoleh bahwa risiko tingkat pengepul dalam jaringan rantai pasok jagung adalah rendah. Secara rinci hasil agregasi pengukuran risiko di tingkat pedagang pengumpul dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21 Hasil evaluasi risiko tingkat pengepul berdasarkan faktor risiko dominan Faktor risiko tingkat pengepul Risiko Harga Risiko Pasokan Risiko Pasar Risiko Kualitas
Bobot 0,326 0,282 0,144 0,247
Nilai risiko Rendah Rendah Rendah Sedang
Risiko tingkat pengepul Rendah
Berdasarkan Tabel 21 terlihat bahwa risiko kualitas pada tingkat pedagang pengumpul merupakan risiko yang harus dilakukan tindakan pengendalian. Risiko kualitas tersebut diakibatkan oleh rendahnya mutu pasokan jagung dari petani dan adanya variasi mutu pasokan jagung yang diperoleh dari petani. Dengan adanya kondisi tersebut dapat mengakibatkan penolakan konsumen jagung karena mutu yang tidak sesuai standar. Untuk mengatasi risiko tersebut biasanya pedagang pengumpul melakukan pengeringan tambahan terhadap jagung yang diperoleh dari petani sebelum dijual ke industri pakan ternak. Sedangkan faktor risiko lainya relatif bernilai rendah sehinga tidak perlu dilakukan tindakan pengendalian karena risiko tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap kinerja
137
pedagang pengumpul. Adapun hasil tampilan sistem pendukung pengambilan keputusan di tingkat pedagang pengumpul untuk mengevaluasi risikonya dapat diperlihatkan pada Gambar 50.
Gambar 50 Hasil evaluasi risiko di tingkat pedagang pengumpul Risiko yang paling dominan di tingkat pedagang pengumpul adalah adanya variasi mutu pasokan bahan baku jagung. Untuk mengatasi risiko tersebut biasanya pedagang menggunakan metode pembelian dengan variasi harga sesuai mutu jagung dari petani. Namun dengan cara ini sering merugikan pihak petani karena kurangnya pengetahuan tentang mutu di pihak petani, sehingga petani sering dibohongi oleh pihak pedagang pengumpul dengan menyamaratakan berbagai kualitas dengan kualitas yang rendah.
7.2.3. Evaluasi Risiko Tingkat Agroindustri Berdasarkan hasil evaluasi variabel risiko untuk setiap faktor risiko dominan di tingkat agroindustri sebagaimana terlihat pada Tabel 16, diperoleh nilai risiko setiap faktor risiko di tingkat agroindustri dengan melakukan agregasi nilai risiko setiap variabel risikonya. Hasil evaluasi risiko di tingkat agroindustri diperoleh bahwa tingkat risiko keempat faktor risiko dominannya yaitu risiko lingkungan, risiko harga, risiko pasokan dan risiko kualitas mempunyai nilai yang
138
sama yaitu sedang. Oleh karena itu hasil evaluasi risiko di tingkat agroindustri berdasarkan faktor risiko dominannya diperoleh bahwa risiko tingkat agroindustri dalam jaringan rantai pasok jagung adalah sedang. Secara rinci hasil agregasi pengukuran risiko di tingkat agroindustri dapat dilihat pada Tabel 22. Kemudian hasil verifikasi tampilan sistem pengambilan keputusan evaluasi risiko di tingkat agroindustri dapat dilihat pada Gambar 51. Tabel 22 Hasil evaluasi risiko tingkat agroindustri berdasarkan faktor risiko dominan Faktor risiko tingkat agroindustri Risiko Lingkungan Risiko Harga Risiko Pasokan Risiko Kualitas
Bobot 0,198 0,200 0,263 0,340
Nilai risiko Sedang Sedang Sedang Sedang
Risiko tingkat agroindustri Sedang
Gambar 51 Hasil evaluasi risiko di tingkat agroindustri Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan pihak agroindustri pakan ternak diperoleh bahwa risiko kualitas pada tingkat agroindustri dipengaruhi oleh mutu pasokan bahan baku yang relatif rendah. Risiko harga dipengaruhi oleh risiko fluktuasi harga bahan baku yang relatif tinggi. Kemudian risiko pasokan dipengaruhi oleh risiko keberagaman mutu pasokan yang menimbulkan permasalahan dalam penggudangan dan penyimpanan karena produk yang rusak
139
akan cenderung untuk mengkontaminasi produk yang tidak rusak jika ditampung pada tempat yang sama. Untuk mengatasi risiko tersebut dapat dilakukan dengan mengadakan kontrak pembelian dengan pihak pengumpul dengan persyaratan kualitas tertentu.
Tetapi dalam kenyataan di lapangan hal ini tidak dapat
dilakukan karena komitmen mitra dalam kontrak tersebut yang relatif rendah sehingga proses pengadaan bahan baku yang dilakukan pihak agroindustri adalah pembelian dengan persyaratan kualitas tertentu terhadap pihak pedagang pengumpul dan akan menolak jika pasokan tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan.
7.2.4. Evaluasi Risiko Tingkat Distributor Berdasarkan hasil evaluasi variabel risiko untuk setiap faktor risiko dominan di tingkat distributor sebagaimana terlihat pada Tabel 17, diperoleh nilai risiko setiap faktor risiko di tingkat distributor dengan melakukan agregasi nilai risiko setiap variabel risikonya. Hasil evaluasi faktor risiko di tingkat distributor diperoleh bahwa tingkat risiko keempat faktor risiko dominannya yaitu risiko harga, risiko pasokan, risiko kualitas dan risiko penyimpanan mempunyai nilai yang sama yaitu rendah. Oleh karena itu hasil evaluasi risiko di tingkat distributor berdasarkan agregasi faktor risiko dominannya diperoleh bahwa risiko tingkat distributor dalam jaringan rantai pasok jagung adalah rendah. Secara rinci hasil agregasi pengukuran risiko di tingkat distributor dapat dilihat pada Tabel 23. Kemudian hasil verifikasi tampilan sistem pengambilan keputusan evaluasi risiko di tingkat distributor dapat dilihat pada Gambar 52. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan beberapa pihak distributor komoditas jagung, diperoleh bahwa beberapa risiko yang perlu diperhatikan di tingkat distributor adalah risiko harga karena adanya fluktuasi harga dan distorsi informasi pasokan dengan permintaan. Disamping itu juga adanya risiko penyimpanan karena terjadinya penyusutan produk untuk mengatasi hal ini biasanya pihak distributor melakukan kerjasama dengan pelanggan dan prosessor (agroindustri) dalam penjualan produk dengan peningkatan komitmen serta kepercayaan pada pelanggan.
140
Tabel 23 Hasil evaluasi risiko tingkat distributor berdasarkan faktor risiko dominan Faktor risiko tingkat distributor Risiko Harga Risiko Pasokan Risiko Kualitas Risiko Penyimpanan
Bobot
Nilai risiko
Risiko tingkat distributor
0,322 0,278 0,202 0,198
Rendah Rendah Rendah Rendah
Rendah
Gambar 52 Hasil evaluasi risiko di tingkat distributor 7.2.5. Evaluasi Risiko Tingkat Konsumen Berdasarkan hasil evaluasi variabel risiko untuk setiap faktor risiko dominan di tingkat konsumen sebagaimana terlihat pada Tabel 18, dapat diperoleh nilai risiko setiap faktor risiko di tingkat konsumen dengan melakukan agregasi nilai risiko setiap variabel risikonya. Hasil evaluasi risiko pada tingkat konsumen (peternak unggas) diperoleh bahwa risiko harga mempunyai nilai risiko sedang yang merupakan nilai risiko yang paling tinggi di antara keempat faktor risiko dominannya. Sedangkan tingkat risiko dari faktor risiko dominan yang lain di tingkat konsumen yaitu risiko lingkungan, risiko pasokan dan risiko kualitas masing-masing bernilai sama yaitu rendah. Oleh karena itu hasil evaluasi risiko di tingkat konsumen berdasarkan faktor risiko dominannya diperoleh bahwa risiko tingkat konsumen (peternak unggas) dalam jaringan rantai pasok jagung adalah
141
rendah. Secara rinci hasil agregasi pengukuran risiko di tingkat konsumen dapat dilihat pada Tabel 24. Kemudian tampilan hasil verifikasi sistem pengambilan keputusan evaluasi risiko di tingkat konsumen dapat dilihat pada Gambar 53. Tabel 24 Hasil evaluasi risiko tingkat konsumen berdasarkan faktor risiko dominan Faktor risiko tingkat konsumen Risiko Lingkungan Risiko Harga Risiko Pasokan Risiko Kualitas
Bobot
Nilai risiko
Risiko tingkat konsumen
0,200 0,247 0,268 0,285
Rendah Sedang Rendah Rendah
Rendah
Gambar 53 Hasil evaluasi risiko di tingkat konsumen Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan beberapa konsumen (peternak unggas) diperoleh bahwa faktor risiko yang mempunyai nilai tertinggi adalah risiko harga yang dipengaruhi oleh adanya fluktuasi harga bahan baku komoditas jagung. Untuk mengatasi adanya risiko tersebut dilakukan kerjasama dalam rantai pasok komoditas jagung guna menentukan kesepakatan harga bersama yang saling menguntungkan. Karena dengan adanya fluktuasi harga akan menyulitkan dalam peramalan produksi, penjadwalan dan penentuan harga produk.
Sehingga dengan adanya kesepakatan harga secara bersama akan
142
diperoleh suatu kepastian harga dan kepastian dalam melakukan proses bisnis selanjutnya.
7.2.6. Evaluasi Risiko Rantai Pasok Jagung Evaluasi risiko rantai pasok komoditas jagung dilakukan dengan cara melakukan agregasi nilai risiko setiap tingkatan rantai pasok yaitu risiko petani, risiko pedagang pengumpul (pengepul), risiko agroindustri, risiko distributor (pengecer) dan risiko konsumen dengan menggunakan bobot risiko tingkatan yang diperoleh dari analisis risiko rantai pasok menggunakan fuzzy AHP yang telah dibahas sebelumnya.
Berdasarkan hasil evaluasi risiko setiap tingkatan
rantai pasok tersebut diperoleh bahwa risiko tingkat petani dan risiko tingkat agroindustri adalah sedang, dengan bobot risiko masing-masing sebesar 0,538 dan 0,129.
Kemudian risiko tingkat pengepul, tingkat distributor dan tingkat
konsumen mempunyai tingkat risiko yang sama yaitu rendah dengan bobot risiko tertingginya adalah tingkat pengepul yaitu 0,157 diikuti dengan bobot tingkat distributor dan bobot tingkat konsumen masing-masing sebesar 0,098 dan 0,078. Oleh karena itu hasil agregasi pengukuran risiko rantai pasok berdasarkan risiko dari masing-masing tingkatan rantai pasok adalah sedang.
Secara rinci hasil
perhitungan agregasi risiko rantai pasok dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25 Hasil evaluasi risiko rantai pasok berdasarkan nilai risiko tingkatannya Tingkatan rantai pasok jagung Tingkat petani Tingkat pengepul Tingkat agroindustri Tingkat distributor Tingkat knsumen
Bobot 0,538 0,157 0,129 0,098 0,078
Risiko tingkatan Sedang Rendah Sedang Rendah Rendah
Risiko rantai pasok jagung
Sedang
Nilai risiko rantai pasok komoditas jagung pada tingkat petani dan agroindustri mempunyai nilai yang sama yaitu sedang, kemudian nilai risiko tingkat pengepul, tingkat distributor dan tingkat konsumen mempunyai nilai yang sama yaitu dengan tingkat risiko rendah.
Oleh karena itu untuk dapat
mengendalikan risiko rantai pasok komoditas jagung secara keseluruhan perlu pengendalian risiko di tingkat petani dan di tingkat agroindustri secara tepat.
143
Beberapa risiko yang perlu diperhatikan pada kedua tingkat tersebut adalah risiko rendahnya mutu pasokan dan risiko fluktuasi harga, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 19. Oleh karena itu perlu adanya suatu mekanisme untuk mengatasi risiko tersebut secara bersama sehingga akan tercipta suatu rantai pasok yang berkesinambungan dengan risiko yang terkendali.
Kemudian hasil tampilan
sistem dalam verifikasi model pengukuran risiko rantai pasok dapat dilihat pada Gambar 54. Kemudian petunjuk pengoperasian sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko ini dapat dilihat pada Lampiran 12.
Gambar 54 Hasil evaluasi risiko rantai pasok komoditas jagung Berdasarkan hasil analisis risiko tersebut, telah menunjukan bahwa pendekatan fuzzy AHP dan fuzzy FMEA dapat digunakan untuk memodelkan suatu mekanisme dalam menganalisis risiko rantai pasok secara keseluruhan dan secara aggregate untuk setiap tingkatan rantai pasok jagung. Namun model ini belum dapat menunjukan hubungan antar variabel risiko ataupun antar faktor risiko dalam jaringan rantai pasok, karena suatu variabel risiko dapat menimbulkan penyebab munculnya risiko yang lain. Oleh karena itu perlu tindak lanjut penelitian untuk dapat mengatasi kelemahan tersebut.
VIII. PENGENDALIAN DAN PENYEIMBANGAN RISIKO RANTAI PASOK 8.1.
Pengendalian Risiko Rantai Pasok Untuk dapat mengatasi risiko rantai pasok perlu ditentukan tindakan yang
tepat untuk menanganinya baik secara individu pada setiap tingkatan rantai pasok ataupun secara bersama dalam jaringan rantai pasok. Penentuan tindakan yang tepat untuk dilakukan dalam manajemen risiko rantai pasok mengacu pada hasil identifikasi dan evaluasi risiko rantai pasok yang telah dilakukan dalam bab sebelumnya. Beberapa tindakan mitigasi risiko yang dijelaskan dalam bagian ini merupakan proses mitigasi yang dapat dilakukan pada setiap tingkatan rantai pasok dan dilakukan secara bersama. Proses mitigasi pada setiap tingkatan rantai pasok dilakukan dengan memberikan solusi alternatif penanganan risiko berdasarkan prioritas risiko hasil evaluasi.
Kemudian mitigasi risiko secara
bersama dilakukan dengan menggunakan pendekatan koordinasi antar pelaku rantai pasok dalam penentuan harga jagung di tingkat petani dengan pendekatan stakeholder dialog penyeimbangan risiko rantai pasok.
Selain itu untuk
melakukan mitigasi risiko fluktuasi pasokan diberikan dengan memberikan rekomendasi optimisasi penjadwalan pola tanam jagung di tingkat petani.
8.1.1. Pengendalian Risiko di Tingkat Petani Pengendalian risiko di tingkat petani dilakukan pada variabel risiko yang mempunyai nilai risiko sedang ke atas. Risiko di tingkat petani yang mempunyai nilai risiko tinggi adalah risiko rendahnya mutu, risiko distorsi informasi harga, risiko pasca panen dan risiko jadwal tanam. Risiko rendahnya mutu disebabkan oleh proses pasca panen yang kurang tepat seperti proses pemipilan, proses pengeringan dan proses pemanenan yang belum memperhatikan mutu produk sehingga hasilnya kurang optimal. Oleh karena itu tindakan untuk mengendalikan risiko ini adalah dengan memperbaiki metode dan proses pasca panen seperti penggunaan alat pemipil yang tepat, waktu pemanenan yang sesuai dan melakukan pengeringan secara optimal. Risiko pasca panen dan risiko rendahnya mutu jagung saling berkaitan karena akibat dari pasca panen yang kurang tepat 144
145
menghasilkan mutu yang rendah. Disamping itu risiko jadwal tanam juga dapat mempengaruhi risiko pasca panen dan mutu produk, karena dengan penggunaan jadwal tanam yang kurang tepat akan menghasilkan proses pemanenan yang terjadi di musim penghujan sehingga menyebabkan proses pengeringan tidak dapat dilakukan dengan optimal yang akan mempengaruhi mutu produk. Risiko distorsi informasi harga dapat menyebabkan terjadinya kesenjangan keuntungan antar pelaku rantai pasok, dan biasanya petani sebagai pihak yang lemah cenderung menanggung risiko ini, karena kurangnya akses informai pasar. Untuk mengatasi risiko ini dapat dilakukan dengan penentuan harga secara bersama antar tingkatan rantai pasok dengan dukungan kelembagaan yang kuat, sehingga semua pihak dapat mengakses informasi yang sama akan permintaan dan pasokan jagung. Risiko lain di tingkat petani yang perlu dilakukan pengendalian adalah risiko fluktuasi harga, risiko kelangkaan pupuk dan ketersediaan lahan yang masing-masing mempunyai nilai risiko sedang, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 55.
Gambar 55 Pengendalian risiko di tingkat petani Untuk mengantisipasi adanya risiko fluktuasi harga di tingkat petani dapat dilakukan dengan jalan melakukan dialog antar pelaku rantai pasok untuk membuat kesapakatan harga, atau membuat kerjasama antar pelaku dalam rantai
146
pasok
dengan
pembagian
keuntungan
yang
seimbang.
Untuk
dapat
mengimplementasikan proses tersebut dapat dilakukan dengan pembuatan sistem informasi harga yang dapat diakses oleh setiap pelaku rantai pasok, sehingga proses kesepakatan harga dapat tercapai, dengan mekanisme rinci akan dijelaskan pada sub bab berikutnya. Pengendalian risiko ketersediaan lahan dapat dilakukan dengan jalan membuat pola jadwal tanam dan penggiliran tanam antar komoditas secara tepat, dengan didukung adanya sistem informasi pasokan dan permintaan jagung nasional.
Model pembuatan jadwal tanam yang optimal dengan tujuan
memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan risiko akan dijelaskan pada sub bab berikutnya. Disamping itu dapat juga dilakukan dengan ekstensifikasi lahan pertanian terhadap lahan marjinal dan hutan.
Hasil verifikasi sistem untuk
memberikan solusi pengendalian risiko yang perlu dilakukan di tingkat petani pada rendahnya mutu dapat dilihat pada Gambar 56.
Gambar 56 Mitigasi risiko rendahnya mutu di tingkat petani Untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan adanya risiko gagal panen di tingkat petani dapat dilakukan dengan mekanisme asuransi pertanian. Disamping itu mekanisme ini juga dapat digunakan untuk mengurangi risiko lingkungan lain seperti bencana alam dan serangan hama dan penyakit serta perubahan iklim yang
147
mempunyai ketidakpastian tinggi sebagaimana dikemukakan oleh Sumaryanto dan Nurmanaf (2007).
8.1.2. Pengendalian Risiko di Tingkat Pengepul Beberapa variabel risiko di tingkat pedagang pengumpul (pengepul) yang perlu dilakukan tindakan pengendalian adalah risiko variasi mutu pasokan, risiko penolakan konsumen akibat tidak memenuhi standar mutu, risiko rendahnya mutu pasokan dan risiko fluktuasi harga, dengan nilai risiko masing-masing adalah sedang sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 57. Risiko variasi mutu pasokan bahan baku jagung dari petani sangat beragam karena setiap petani tidak mempunyai pengetahuan yang sama terhadap mutu jagung, selain itu adanya tindakan yang kurang terpuji untuk meningkatkan bobot jagung dengan adanya campuran dengan kotoran atau karena proses pasca panen yang tidak dilakukan secara baik. Oleh karena itu perlu tindakan pengendalian adanya variasi mutu pasokan bahan baku tersebut dengan cara melakukan kerjasama dengan beberapa kelompok tani dalam usaha mendapatkan jagung dengan mutu yang lebih baik dan seragam pada suatu standar kualitas tertentu.
Gambar 57 Pengendalian risiko di tingkat pengepul Tindakan yang dapat diusulkan untuk mengatasi risiko fluktuasi harga adalah melakukan kontrak kerjasama dengan pemasok dengan standar kualitas dan harga tertentu, atau penentuan harga secara bersama-sama dengan stakeholder
148
dialog untuk membuat kesepakatan harga yang berorientasi pada pembagian keuntungan yang seimbang. Tindakan yang diusulkan untuk mengatasi risiko rendahnya mutu pasokan adalah melakukan kontrak kerjasama pengadaan bahan baku dengan standar kualitas tertentu, melakukan kerjasama antar pelaku rantai pasok dengan pembagian keuntungan yang seimbang dan membina pemasok untuk dapat memasok dengan standar kualitas tertentu dengan membuat aturan insentif dan disindentif. Selain itu juga dapat dilakukan dengan membuat sistem informasi rantai pasok yang dapat diakses oleh setiap tingkatan rantai pasok dengan diberlakukan kerjasama yang saling menguntungkan.
Hasil verifikasi
model mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat pedagang pengumpul dapat dilihat pada Gambar 58.
Gambar 58 Mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat pengepul Berdasarkan Gambar 58 terlihat bahwa beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi adanya risiko fluktuasi harga di tingkat pedagang pengumpul adalah 1) melakukan kontrak kerjasama pengadaan bahan baku dengan standar kualitas tertentu, 2) pembagian keuntungan yang seimbang antar pelaku rantai pasok dan 3) penentuan harga jagung di tingkat petani secara bersama dengan pendekatan stakeholder dialog.
Kontrak kerjasama dapat
dilakukan antara pedangang pengumpul dengan kelompok tani, dimana sebagai kelompok tani akan memebrikan jaminan mutu pasokan bahan baku dari petani sedangkan pihak pedagang akan memebrikan jaminan pemasaran dengan harga
149
yang layak. Dalam kerjasama tersebut tentu saja harus didukung dengan tujuan yang dapat memberikan pembagian keuntungan secara seimbang dan juga perlu adanya kelembagaan yang dapat memberikan mekanisme untuk dapat melakukan kesepakatan baik dalam pembagian keuntungan ataupun dalam penentuan harga.
8.1.3. Pengendalian Risiko di Tingkat Agroindustri Berdasarkan hasil analisis risiko di tingkat agroindustri diperoleh beberapa variabel risiko yang perlu tindakan pengendalian yaitu risiko rendahnya mutu pasokan dan risiko keberagaman mutu pasokan yang mempunyai nilai risiko tinggi. Disamping beberapa variabel risiko yang mempunyai nilai risiko sedang yaitu risiko fluktuasi harga, risiko distorsi informasi harga, risiko adanya produk pesaing, risiko ketidakpastian pasokan, risiko rendahnya komitmen pemasok dan risiko adanya hama dan penyakit yang terjadi di tingkat petani, seperti dapat dilihat pada Gambar 59.
Gambar 59 Pengendalian risiko di tingkat agroindustri Pengendalian risiko di tingkat agroindustri difokuskan pada risiko yang mempunyai nilai risiko tinggi yaitu keberagaman mutu pasokan dan mutu pasokan yang rendah. Beberapa alternatif tindakan pengendalian risiko rendahnya mutu pasokan dan keberagaman mutu pasokan adalah melakukan kontrak kerjasama dengan pemasok dalam pengadaan bahan baku agroindustri dengan standar
150
kualitas dan kuantitas tertentu dan kontrak pemberian bibit unggul dan pembelian jagung dengan kerjasama yang saling menguntungkan. Tindakan yang dapat diusulkan untuk mengatasi risiko fluktuasi harga adalah melakukan kontrak kerjasama dengan pemasok dengan standar kualitas dan harga tertentu, atau penentuan harga secara bersama-sama untuk membuat kesepakatan harga yang berorientasi pada pembagian keuntungan yang seimbang antar pelaku rantai pasok. Verifikasi sistem mitigasi risiko pada tingkat agroindustri terhadap variabel risiko rendahnya mutu pasokan dapat dilihat pada Gambar 60.
Gambar 60 Mitigasi risiko rendahnya mutu pasokan di tingkat agroindustri Tindakan yang sering dilakukan untuk mengatasi adanya risiko ketidakpastian pasokan adalah dengan melakukan penyimpanan bahan baku, akan tetapi dengan tindakan tersebut akan menimbulkan risiko baru yaitu risiko penyusutan. Untuk mengatasi risiko penyusutan di tingkat agroindustri adalah memperbaiki
proses
peramalan
permintaan,
produksi
dan
penjadwalan,
melakukan kontrak kerjasama pengadaan bahan baku dengan standar kualitas dan kontrak pembagian keuntungan yang seimbang antar pelaku rantai pasok. Alternatif ini juga dapat digunakan untuk mengatasi beberapa risiko lain yang mempunyai nilai sedang seperti risiko fluktuasi harga, risiko kuantitas pasokan, risiko peramalan dan risiko penyimpanan. Risiko musim panen dapat diatasi dengan memperbaiki proses peramalan permintaan, produksi dan penjadwalan,
151
selain itu dapat juga menggunakan metode penyimpanan (stocking) bahan baku untuk menghindari kelangkan pasokan. Sesuai hasil validasi dengan pihak agroindustri, untuk mengendalikan risiko di tingkat agroindustri beberapa alternatif yang sering dilakukan adalah 1) Melakukan kontrak kerjasama pengadaan bahan baku dengan standar kualitas tertentu dan kuantitas pasokan jagung, 2) Memperbaiki proses peramalan permintaan, produksi dan penjadwalan, 3) Melakukan stocking bahan baku untuk menghindari kelangkaan pasokan jagung, 4) Pembagian keuntungan yang seimbang antar pelaku rantai pasok.
Pembagian keuntungan yang seimbang
tersebut dapat dilakukan dengan penyediaan bibit unggul ataupun membuat kesepakatan harga yang saling menguntungkan (Lampiran 10).
8.1.4. Pengendalian Risiko di Tingkat Distributor Risiko yang perlu tindakan pengendalian di tingkat distributor adalah risiko adanya ketidakpastian pasokan, risiko terjadinya fluktuasi harga dan risiko penurunan kualitas akibat penyimpanan yang masing-masing mempunyai nilai risiko sedang, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 61.
Gambar 61 Pengendalian risiko di tingkat pengecer Hasil
validasi
dengan
pakar,
diperoleh
bahwa
tindakan
untuk
mengendalikan adanya risiko ketidakpastian pasokan adalah dengan penyediaan informasi permintaan dan ketersediaan jagung yang mudah diakses oleh setiap pelaku rantai pasok, sehinga setiap tingkatan rantai pasok dapat mengetahui
152
informasi harga, informasi pasar, informasi pasokan dan informasi permintaan dan pasar jagung. Dengan konsep ini maka setiap pelaku akan mendapatkan informasi yang sama sehingga proses kerjasama dan transaksi bisnis rantai pasok akan dilakukan dengan transparan dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Tindakan pengendalian risiko ini juga dapat diterapkan untuk mengatasi terjadinya fluktuasi harga dengan jalan meningkatkan kerjasama dan kontrak penjualan dengan standar kualitas dan kuantitas tertentu sesuai kesepakatan harga secara bersama.
Tindakan ini juga dapat mengurangi risiko kualitas sebagai
akibat penyimpanan yang terlalu lama, karena dengan tersedianya informasi pasar yang akurat dan mudah diakses menyebabkan terjadinya risiko penumpukan stok berkurang. Adapun tampilan sistem pengendalian risiko fluktuasi harga di tingkat distributor (pengecer) dapat dilihat pada Gambar 62.
Gambar 62 Mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat pengecer 8.1.5. Pengendalian Risiko di Tingkat Konsumen Pada tingkat konsumen dalam rantai pasok komoditas jagung, risiko yang perlu dilakukan tindakan pengendalian adalah risiko fluktuasi harga, risiko distorsi informasi harga, risiko variasi mutu pasokan dan risiko ketidakpastian pasokan yang mempunyai tingkat risiko sedang, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 63.
Risiko fluktuasi harga pada tingkat konsumen terjadi karena
komoditas jagung ketersediaanya adalah musiman, sehingga pada saat musim
153
panen raya cenderung harga jagung turun dan harga jagung akan naik setelah panen raya selesai. Dengan adanya fenomena ini pihak konsumen harus berupaya untuk mengendalikan risiko tersebut dengan beberapa cara yaitu 1) Memperbaiki proses peramalan permintaan, produksi dan penjadwalan, 2) Penyediaan informasi kebutuhan dan ketersediaan jagung yang mudah diakses oleh setiap pemangku kepentingan rantai pasok, dan 3) Melakukan kontrak kerjasama pengadaan bahan baku dengan standar kualitas tertentu dan kuantitas pasokan jagung. Fluktuasi harga juga dapat menyebabkan timbulnya risiko lain seperti risiko distorsi informasi harga yang terjadi karena dengan adanya perubahan harga yang sering terjadi akan menimbulkan adanya informasi yang tidak sampai ke setiap tingkatan rantai pasok, sehingga ada pihak atau pelaku dalam jaringan rantai pasok yang tidak mengetahui adanya perubahan harga tersebut akan dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan pada pihak yang lain yang telah mengetahui perubahan harga dengan cara tidak memberikan informasi perubahan harga tersebut.
Gambar 63 Pengendalian risiko di tingkat konsumen Risiko ketidakpastian pasokan dapat terjadi karena komoditas jagung bersifat musiman, sehingga ketersediaannya bergantung pada musim yang cenderung akan terus berubah. Selain itu ketidakpastian pasokan juga dapat terjadi karena belum adanya mekanisme penggunaan jadwal tanam yang memperhatikan kondisi permintaan dan pasokan dengan menggunakan informasi pasar yang pasti, sehingga akan tercipta suatu kondisi yang dapat memberikan kuantitas pasokan
154
yang pasti di suatu wilayah pada masa tertentu. Untuk mengatasi risiko ketidakpastian pasokan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu melakukan kontrak kerjasama pengadaan bahan baku dengan standar kualitas dan kuantitas tertentu, menjalin kontrak kerjasama dengan pemasok yang mempunyai loyalitas tinggi dan melakukan kontrak kerjasama dengan pembagian keuntungan yang seimbang antar pelaku rantai pasok. Kemudian untuk mengatasi adanya variasi mutu pasokan dapat dilakukan dengan kerjasama antar pelaku rantai pasok dengan standar kualitas tertentu dengan konsep pembagian keuntungan yang seimbang. Dengan pendekatan ini dimungkinkan juga untuk dapat mengatasi risiko ketidakpastian pasokan dan rendahnya mutu pasokan. Adapun hasil verifikasi dan validasi sistem mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat konsumen dapat dilihat pada Gambar 64.
Gambar 64 Mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat konsumen 8.2.
Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok Stakeholder dialog model adalah model yang digunakan untuk membuat
negosiasi harga jagung di tingkat petani dengan nilai utilitas input faktor risiko pada tiap tingkat rantai pasok berdasarkan skenario perubahan harga. Oleh karena itu, masukan dari sub model merupakan faktor risiko pada setiap tingkatan rantai pasok produk/komoditas jagung, harga jagung yang diinginkan di setiap tingkatan rantai pasok dan nilai utilitas faktor risiko dari setiap tingkatan rantai pasok.
155
Output dari model adalah harga jagung di tingkat petani sesuai dengan hasil kesepakatan. Harga kesepakatan diperoleh secara otomatis dengan melakukan interpolasi terhadap fungsi conjoint regresi fuzzy non-linear pada tingkat petani dengan fungsi regresi fuzzy non-linear pada tingkatan lain dalam rantai pasok. Model penyeimbangan risiko rantai pasok dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan kesepakatan harga di tingkat petani menggunakan asumsi bahwa utilitas nilai risiko di tingkat petani cenderung naik ketika harga jagung turun dan akan cenderung turun jika terjadi kenaikan harga jagung di tingkat petani. Namun, pada tingkatan yang lain dalam jaringan rantai pasok produk atau komoditas jagung, seperti agroindustri atau pedagang pengumpul (pengepul) akan memiliki nilai utilitas risiko yang cenderung turun ketika harga jagung di tingkat petani turun dan nilai utilitas risiko cenderung naik ketika harga jagung naik. Model penyeimbangan risiko akan digunakan untuk melakukan kesepakatan harga secara bersama antara pelaku rantai pasok dengan filosofi bahwa akan terjadi keseimbangan utilitas risiko antara pihak petani dengan pihak lain selain petani pada suatu harga tertentu pada saat terjadi kesepakatan harga. Hal ini dilakukan karena pada umumnya dalam rantai pasok komoditas jagung atau produk pertanian yang lain, petani merupakan pihak yang lemah dan cenderung mempunyai risiko yang lebih tinggi dan mendapatkan keuntungan yang lebih rendah dari pada pihak lain dalam jaringan rantai pasok. Oleh karena itu perlu adanya suatu mekanisme yang dapat mengurangi tingkat risiko di pihak petani dengan mekanisme penyeimbangan risiko rantai pasok sehingga petani akan mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi. Metode yang digunakan dalam menyeimbangkan risiko rantai pasok adalah stakeholder dialog antara pihak-pihak terkait dalam manajemen risiko rantai pasok untuk mendapatkan nilai kesepakatan (consensus) penyeimbangan risiko terhadap adanya konflik kepentingan dalam penentuan harga di tingkat petani. Konsensus dilakukan dengan memberikan input nilai utilitas risiko untuk setiap tingkatan rantai pasok terhadap perubahan harga jagung di tingkat petani. Proses ini akan dimodelkan dengan menggunakan fungsi regresi fuzzy non-linear terhadap utilitas risiko dari setiap tingkatan rantai pasok dengan harga jagung di tingkat petani sebagai variabel independennya.
156
Fungsi regresi fuzzy digunakan dalam pemodelan ini, karena nilai utilitas risiko sebagai variabel dependen dan nilai harga sebagai variabel independen adalah merupakan bilangan fuzzy. Nilai utilitas setiap faktor risiko dinilai dengan tingkat kemungkinan risiko dan dampak risiko dalam bentuk bilangan fuzzy. Fungsi
keanggotaan
dari
bilangan
fuzzy
untuk
setiap
direpresentasikan menggunakan bilangan fuzzy segitiga (TFN).
faktor
risiko
Representasi
fungsi keanggotaan fuzzy terhadap tingkat kemungkinan risiko adalah Tidak ada (N) dengan rentang nilai [1, 1, 2], Sangat Rendah (VL) dengan rentang nilai [1, 2, 3], Rendah (L) dengan rentang nilai [2, 3, 4], Sedang Rendah (ML) dengan rentang nilai [3 4,25, 5,5], Sedang (M) dengan rentang nilai [4 5,5, 7], Sedang Tinggi ( MH) dengan rentang nilai [5,5 6,75, 8], Tinggi (H) dengan rentang nilai [7, 8, 9], Sangat Tinggi (VH) dengan berbagai nilai [8 9, 10], dan Hampir pasti (AC) dengan rentang nilai [9 10, 10]. Representasi fungsi keanggotaan TFN (Triangular Fuzzy Number) dari tingkat kemungkinan risiko dan dampak risiko dapat diperlihatkan pada Gambar 65. N
VL
L
ML
1
2
3
4
M
MH
H
VH
AC
7
8
9
10
Membership value
1
5
6
Gambar 65 Representasi fuzzy nilai posibilitas dan dampak risiko 8.2.1. Stakeholder Dialog Manajemen Risiko Rantai Pasok Penyeimbangan risiko rantai pasok dilakukan dengan membuat fungsi utilitas risiko tiap tingkatan rantai pasok dengan menggunakan skenario perubahan harga secara fuzzy. Fungsi keanggotaan perubahan harga jagung dapat direpresentasikan dengan nilai Penurunan Sangat Tinggi (VHD) dengan rentang nilai [50%, 50%, 60]%, Penurunan Tinggi (HD) dengan rentang nilai [50%, 60%, 70% ], Penurunan sedang (MD) dengan rentang nilai [60%, 70%, 80]%, Penurunan Rendah (LD) dengan rentang nilai [70%, 80%, 90]%, Penurunan Sangat Rendah (VLD) dengan rentang nilai [80%, 90%, 100]%, Normal (N) dengan rentang nilai [90%, 100%, 110]%, Kenaikan Sangat Rendah (VLI) dengan rentang nilai [100% , 110%, 120%], Kenaikan Rendah (LI) dengan rentang nilai
157
[110%, 120%, 130]%, Kenaikan Sedang (MI) dengan rentang nilai [120%, 130%,] 140%, Kenaikan Tinggi (HI) dengan rentang nilai [120%, 130%, 140%], dan Kenaikan Sangat Tinggi (VHI) dengan rentang nilai [130%, 140%, 150]%. Fungsi keanggotaan skenario perubahan harga jagung di tingkat petani dapat direpresentasikan dengan menggunakan TFN (Triangular Fuzzy Number) seperti dapat dilihat pada Gambar 66. VHD
HD
MD
LD
VLD
N
VLI
LI
MI
HI
VHI
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
Membership value
1
50
(%)
Gambar 66 Representasi fungsi keanggotaan fuzzy perubahan harga jagung Proses negosiasi harga dilakukan dengan menciptakan fungsi conjoint berdasarkan fungsi utilitas risiko dari setiap stakeholder untuk mendapatkan persamaan berikut: n
H ( x) = U p ( x) − ∑ QkU k ( x)
(43)
k =1
Dimana H(x) adalah fungsi conjoint utilitas risiko fuzzy untuk negosiasi harga pada rantai pasok jagung, U p (x) adalah fungsi utilitas risiko di tingkat petani, U k (x) adalah fungsi utilitas risiko pada tingkat k dalam rantai pasok dan Q k adalah bobot dari tingkatan ke k pada rantai pasok, yang diperoleh dari analisis dengan fuzzy AHP. Nilai x pada persamaan (43) tersebut dapat ditentukan dengan mencari nilai minimum fungsi H(x) berdasarkan nilai α dan β dari persamaan regresi linier fuzzy.
Persamaan (43) tersebut dapat diselesaikan dengan
menggunakan interpolasi linier untuk meminimalkan H(x) sebagai berikut: β p ( x)
H ( x) = α p e
n
− ∑ Qk α k e
βk ( x)
k =1
dengan kendala: X0 <x <X1. n
∑Q k =1
k
=1
(44)
158
Dimana X 0 adalah harga penawaran terendah dan X 1 adalah harga tawaran tertinggi dalam negosiasi harga dengan menggunakan stakeholder dialog dalam rantai pasok. Langkah pertama dari Stakeholder dialog adalah memasukkan aktor yang terlibat dalam negosiasi harga dengan menggunakan stakeholder dialog. Kemudian, dari masing-masing stakeholder masukan faktor risiko yang telah diidentifikasi sebelumnya dengan menggunakan empat faktor risiko dominan bersama dengan variabelnya. Kemudian ditentukan fungsi keanggotaan fuzzy dari variabel risiko dan faktor risiko untuk setiap tingkatan rantai pasok, dan fungsi keanggotaan fuzzy perubahan harga jagung di tingkat petani. Untuk setiap skenario perubahan harga, inputkan nilai variabel risiko dengan memberikan nilai dampak risiko dan kemungkinan risiko dalam bilangan fuzzy. Nilai Utility variabel risiko diperoleh dengan mengalikan nilai dampak dan nilai kemungkinan. Kemudian dengan menggunakan harga jagung saat ini dan harga jagung yang diinginkan di setiap tingkatan rantai pasok dan menggunakan persamaan (44) serta menggunakan interpolasi linier akan diperoleh nilai kesepakatan harga di tingkat petani. Tampilan sistem untuk melakukan penyeimbangan risiko rantai pasok dalam penentuan harga jagung di tingkat petani secara bersama dengan stakeholder dialog dapat dilihat pada Gambar 67.
Gambar 67 Tampilan input nilai risiko pada model penyeimbangan risiko rantai pasok
159
8.2.2. Negosiasi Harga Jagung di Tingkat Petani Dalam bagian ini akan dijelaskan verifikasi model penyeimbangan risiko rantai pasok menggunakan stakeholder dialog untuk menentukan harga jagung pada tingkat petani dengan kendala risiko yang dihadapi oleh masing-masing stakeholder. Hasil identifikasi risiko pada setiap tingkatan rantai pasok dapat digambarkan dalam struktur hierarki seperti ditunjukkan pada Gambar 68.
Environment risks (R1) Supply risks (R2) Farmer risks Quality risks (R3) Supply risks (R5) Price risks (R4) Quality risks (R6) Collector risks Supply risks (R9) Environment risks (R10) Supply chain risk identification
Market risks (R7) Price risks (R8)
Processor risks Price risks (R11) Price risks (R13) Quality risks (R12)
Supply risks (R14)
Distributor risks Quality risks (R15) Supply risks (R17) Storage Risks (R16) Price risks (R18) Consumer risks Quality risks (R19) Environment risks (R20)
Gambar 68 Faktor risiko dominan setiap tingkatan rantai pasok jagung Stakeholder dialog dilakukan dengan menggunakan faktor risiko yang telah diidentifikasi pada setiap tingkatan rantai pasok dengan menggunakan metode fuzzy AHP, sebagaimana telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya. Setiap pemangku kepentingan (stakeholder) dalam rantai pasok jagung menginputkan nilai utilitas risiko pada setiap faktor risiko dominan untuk menegosiasikan harga jagung di tingkat petani berdasarkan skenario perubahan harga jagung di tingkat petani. Nilai utilitas risiko untuk setiap tingkatan rantai pasok sebagai pemangku kepentingan dapat dilihat dalam Lampiran 2. Dengan menggunakan nilai utilitas risiko dan input harga jagung di tingkat hasil peramalan sampai saat ini sebesar Rp.3000/Kg maka akan diperoleh fungsi regresi non-linear fuzzy berdasarkan fungsi utilitas risiko dari setiap tingkatan
160
rantai pasok. Fungsi utilitas risiko fuzzy di tingkat petani dapat direpresentasikan sebagai berikut: U
F
( x ) = 18.23549
e-0.000383 X
(45)
Dengan menggunakan prosedur yang sama fungsi utilitas risiko fuzzy pada tingkat pedagang pengumpul dapat direpresentasikan sebagai berikut: U
Col
( x ) = 0.940473
e0.000545X
(46)
Fungsi utilitas risiko fuzzy pada tingkat agroindustri (prosesor) dapat direpresentasikan sebagai berikut: U
P
( x ) = 1.192086
e0.000489X
(47)
Fungsi utilitas risiko fuzzy pada tingkat distributor dapat direpresentasikan sebagai berikut: U
D
( x ) = 0.794616
e0.000590X
(48)
Dan fungsi utilitas risiko fuzzy pada tingkat konsumen dapat direpresentasikan sebagai berikut: U
Cus
( x ) = 0.725807
e0.000624X
(49)
Penentuan harga jagung dapat dilakukan negosiasi secara bilateral atau multilateral antara setiap tingkatan rantai pasok produk/komoditas jagung. Sebagai contoh fungsi conjoint dari fungsi utilitas risiko dengan bobot yang sama untuk setiap tingkatan rantai pasok dalam negosiasi harga secara multilateral dapat direpresentasikan dengan persamaan berikut: H ( X ) = 18.23549
e-0.000383 X
− ( 0.940473
e0.000545X + 1.192086 e0.000489X + 0.794616 e0.000590X + 0.725807
e0.000624X ) / 4
(50)
Oleh karena itu, dengan menggunakan interpolasi linier dan menggunakan nilai awal x adalah input nilai harga penawaran tertinggi sebesar Rp.3500/Kg dan harga penawaran terendah sebesar Rp.2700/Kg, maka akan diperoleh nilai harga hasil negosiasi sebesar Rp.3187/Kg.
161
Fungsi konjoin untuk negosiasi harga secara bilateral antara petani dan prosesor dapat direpresentasikan dengan persamaan berikut: H ( X ) = 18.23549
-0.000383 X
e
− 0.940473
e0.000545X
(51)
Oleh karena itu, dengan menggunakan interpolasi linier dan menggunakan input harga penawaran tertinggi sebesar Rp.3500/Kg dan harga penawaran terendah sebesar Rp.2500/Kg akan didapatkan harga kesepakatan antara kedua belah pihak sebesar Rp.3128/Kg. Adapun hasil verifikasi sistem penyeimbangan risiko hasil kesepakatan harga dapat dilihat pada Gambar 69.
Gambar 69 Tampilan hasil kesepakatan harga dengan penyeimbangan risiko Hasil negosiasi harga dengan pertimbangan penyeimbangan risiko rantai pasok tersebut lebih besar dari perkiraan harga awal, hal ini berarti bahwa mekanisme ini telah menunjukkan adanya pergeseran nilai risiko dari tingkat petani ke pihak lain dalam rantai pasok sesuai dengan kendala penyeimbangan risiko pada rantai pasok produk/komoditas jagung. Selain itu, nilai negosiasi harga yang diperoleh menggunakan proses ini lebih besar dari nilai harga yang dinegosiasikan dengan menggunakan metode rata-rata yaitu sebesar Rp.2500/Kg. Dengan kata lain model telah menunjukan hasil yang dapat menyeimbangkan risiko setiap tingkatan rantai pasok dengan memberikan nilai harga yang dapat memberikan distribusi keuntungan yang seimbang sesuai dengan tingkat risiko yang dihadapi.
162
Validasi model dilakukan dengan wawancara mendalam dengan pelaku rantai pasok produk/komoditas jagung dan pakar rantai pasok untuk mengetahui tingkat fungsionalitas model dapat diaplikasikan oleh pengguna, dan penerimaan mekanisme yang perlu dilakukan dalam implementasi model.
Hasil evaluasi
tingkat penerimaan model penyeimbangan risiko rantai pasok dengan pendekatan penentuan harga di tingkat petani menunjukkan bahwa model dapat diterima oleh pelaku rantai pasok dalam penggunaan model tersebut sebagai sarana untuk melengkapi mekanisme penentuan harga saat ini dengan sistem HPS (Harga Patokan Setempat) yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk menjaga stabilitas harga di tingkat petani. Dengan model ini penentuan harga di tingkat petani dilakukan secara bersama dengan pendekatan stakeholder dialog sehingga diperoleh kesepakatan harga.
Untuk mengawasi dan mengendalikan hasil
kesepakatan harga tersebut perlu adanya kelembagaan yang dapat mengelola proses kesepakatan harga secara bersama dan mengkoordinasikan proses tersebut sehingga dapat diterima oleh setiap pelaku rantai pasok.
Kelembagaan
pemerintah yang dilibatkan dalam model ini adalah Badan Ketahanan Pangan yang berada di Kementrian Pertanian sebagai pengendali harga jagung di tingkat petani di setiap Propinsi.
Implementasi nyata di tingkat petani untuk
menanggulangi adanya perbedaan penguasaan teknologi informasi dengan penggunaan teknologi internet dapat dilakukan dengan melibatkan penyuluh pertanian dalam pemberdayaan petani akan penggunaan teknologi internet sebagai tempat untuk mendapatkan informasi secara cepat. Untuk mengimplementasikan model ini perlu diperhatikan beberapa asumsi dan keterbatasan model yaitu model pengukuran risiko sangat terpengaruh oleh kondisi baik yang berupa waktu, tempat dan jenis komoditi.
Asumsi yang
diperlukan dalam model ini adalah kondisi sosial politik berjalan normal, tidak terjadi perubahan iklim secara mendadak dan komoditas rantai pasok mempunyai sifat mudah rusak, dan mempunyai kecenderungan harga yang fluktuatif. Asumsi lainnya adalah proses kuantifikasi risiko setiap tingkatan rantai pasok menggunakan bilangan fuzzy dengan jangkauan 1 s/d 10 dan jangkauan skenario perubahan harga yang digunakan adalah penurunan dan kenaikan harga maksimal sebesar 50% dari kondisi normal.
163
8.3.
Optimisasi Pola Penjadwalan Tanam dengan Kendala Risiko Permasalahan terjadinya fluktuasi harga jagung sangat berisiko baik bagi
petani sebagai pemasok ataupun industri pakan ternak sebagai pengguna dalam melakukan perkiraan produksi. Oleh karena itu perlu adanya suatu mekanisme penjadwalan tanam jagung yang optimal sehingga dapat menjaga pasokan jagung secara merata sepanjang tahun untuk menghindari terjadinya fluktuasi harga. Dengan adanya model manajemen risiko rantai pasok untuk mengoptimalkan jadwal tanam komoditas jagung dengan pertimbangan minimalisasi risiko rantai pasok dan maksimalisasi keuntungan, dapat bermanfaat untuk menjaga ketersediaan pasokan jagung merata sepanjang tahun, sehingga harga jagung terkendali.
Model dapat digunakan oleh petani dalam membuat keputusan
penentuan jadwal tanam optimal, sehingga pasokan jagung terkendali dan petani mempunyai posisi tawar yang lebih baik dalam penentuan harga jagung di tingkat petani.
8.3.1. Optimasi dengan Kendala Risiko Kuantitatif Untuk membuat model penjadwalan dengan tujuan untuk memaksimalkan keuntungan, maka beberapa parameter yang perlu diperhatikan adalah biaya tetap, biaya variabel, harga produk, kuantitas produk, estimasi bunga bank untuk menghitung nilai uang saat ini, biaya tak terduga dan jadwal terpilih. Biaya tetap yang diperhitungkan dalam kasus ini meliputi biaya sewa lahan, biaya depresiasi dan kontrak kerjasama. Adapun biaya variabel meliputi biaya tenaga kerja, biaya penyediaan benih unggul, biaya pemupukan dan biaya operasional peralatan termasuk biaya transportasi dan komunikasi. Biaya-biaya tersebut diperhitungkan per hektar lahan, sehingga kuantitas produk yang dihasilkan dapat diestimasi untuk satuan hektar dengan menggunakan nilai produktifitas lahan dari suatu varietas jagung. Kemudian nilai harga ditentukan berdasarkan harga rata-rata yang diperoleh pada suatu periode tanam masa lalu dengan mengacu pada penelitian dari Zubachtirodin et al. (2007). Model yang diusulkan untuk mendapatkan jadwal optimal dengan fungsi obyektif maksimalisasi keuntungan adalah sebagai berikut:
164
12
Max Z = ∑ (Qi Pi − Bt i − Bvi − Ri Qi Pi )S i Di
(52)
i =1
dengan pembatas: 12
∑ Bt S i =1
i
i
12
∑ Bv S i =1
i
i
≤ BT
(53)
≤ BV
(54)
S i ∈ {0,1} Qi ≥ 0
∀i ∈ I dan Pi ≥ 0
Ri , Di ∈ [0,1]
∀i ∈ I ∀i ∈ I
dimana: I = Himpunan bulan yang akan dialokasikan sebagai jadwal panen jagung yaitu 1...12 (Januari ... Desember). Q i = Kuantitas atau jumlah produksi per hektar yang dipanen pada bulan ke-i P i = Harga produk per kg yang diproduksi pada bulan panen ke-i Bt i = Biaya tetap yang diperlukan untuk dapat melakukan panen pada bulan ke-i Bv i = Biaya variabel yang diperlukan agar dapat melakukan panen bulan ke-i R i = Biaya tak terduga yang diperlukan pada bulan ke-i dalam persen yang merepresentasikan biaya untuk mengantisipasi risiko panen bulan ke-i D i = Nilai diskon yang diberikan untuk melakukan panen bulan ke-i S i = Variabel bernilai biner yang berkaitan dengan pemilihan bulan panen yang terpilih dengan nilai sama dengan 1 jika terpilih dan sama dengan nol jika tidak terpilih. Model di atas merupakan model MILP (Mixed Integer Linear Programming) karena ada parameter model mempunyai nilai biner yaitu nol atau satu, sedangkan variabel yang lain nilainya bisa diskrit atau kontinyu. Contoh variabel yang bernilai kontinyu adalah variabel R i yaitu persentase risiko dan D i yaitu nilai diskon dimana nilai varibel ini berada pada rentang antara nol dan satu, sedangkan variabel yang bernilai diskrit yaitu total kuantitas (Q i ) yang merepresentasikan jumlah produk yang diproduksi atau dipanen pada bulan ke i. Untuk memverifikasi model ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Excel-Solver. Input nilai dari model dihasilkan berdasarkan survai lapang
165
pada penanaman jagung seluas 1 Ha dengan biaya tetap dan biaya tidak tetap serta biaya tak terduga sebagai akibat dari risiko yang mungkin terjadi. Sealin itu penerimaan didasarkan pada hasil yang diperoleh masa lalu berdasarkan pada bulan panen terntentu. Untuk melakukan optimisasi penjadwalan maka perlu input kendal yaitu total biaya tetap dan biaya variabel yang akan dialokasikan dalam model. Rincian dari nilai input tersebut dapat terlihat pada Tabel 26.
Tabel 26 Input Excel-Solver pemilihan jadwal panen Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember kendala
Biaya Tetap (Rp.000) 1.200 1.200 1.200 1.200 1.200 1.200 1.200 1.200 1.200 1.200 1.200 1.200 ≤ 4.800
Biaya Variabel (Rp.000) 1.450 1.450 1.450 1.450 1.350 1.350 1.350 1.350 1.550 1.550 1.550 1.550 ≤ 7.000
Penerimaan (Rp.000) 5.325 5.325 5.325 5.325 5.502,5 5.680 5.857,5 6.035 6.212.5 6.212.5 6.212,5 6.212,5
Biaya tak terduga (%) 12 12 12 10 10 10 10 10 10 12 12 12
Nilai-nilai biaya tak terduga didasarkan pada tingkat risiko yang mungkin terjadi bila panen dilakukan pada musim hujan sehingga menyebabkan kualitas produk jagung turun karena pengeringannya kurang optimal serta bulan-bulan dimana terjadi penurunan harga jagung yang cukup tajam karena panen raya sehingga pasokan jagung meningkat dan peningkatan harga jagung karena kelangkaan pasokan pada bulan tidak musim panen (Firmansyah 2006). Untuk memilih waktu tanam yang tepat, diandaikan modal yang dialokasikan sebesar Rp.4,8 juta sebagai total biaya tetap dan juga biaya operasional yang disediakan adalah Rp.7 juta sebagai total biaya variabel yang digunakan sebagai pembatas model agar dapat terpilih jadwal optimal. Perintah Excel-Solver untuk menyelesaikan permasalahan ini dapat diperlihatkan pada Gambar 70.
166
Gambar 70 Tampilan Excel-Solver untuk solusi model MILP Berdasarkan Gambar 72 terlihat bahwa variabel keputusan berada pada sel D5 s/d D16 yang dibatasi dengan nilai binary, sehingga hasil dari nilai keputusan ini adalah pemilihan bulan yang optimum jika nilai variabel pada bulan tersebut bernilai satu. Hasil verifikasi model dengan menggunakan Excel-Solver diperoleh keuntungan maksimum sebesar Rp.9.487.275,- jika dialokasikan model tetap sebesar 4,8 juta dan biaya variabel sebesar 5,8 juta sebagaimana terlihat pada Tabel 27. Tabel 27 Output Excel-Solver pemilihan jadwal panen Bulan Juli Agustus September Oktober
Variabel keputusan 1 1 1 1 Total Kendala
Biaya Tetap (Rp.000) 1.200 1.200 1.200 1.200 4.800 <= 4.800
Biaya Variabel Profit (Rp.000) (Rp.000) 1.350 2.313,49 1.350 2.449,28 1.550 2.415,06 1.550 2.309,45 5.800 9.487,28 <= 7.000
Berdasarkan Tabel 27 tersebut terlihat bahwa dengan input investasi tertentu diperoleh jadwal panen optimal yaitu bulan Juli, Agustus, September dan Oktober sebagai bulan panen yang akan menghasilkan nilai keuntungan optimal. Kalau dilihat dari nilai keuntungan per bulan maka bulan panen yang paling menguntungkan
adalah
pada
bulan
Agustus
dengan
nilai
keuntungan
Rp.2.449.275,- Oleh karena itu bulan Agustus ini merupakan bulan yang terpilih sebagai bulan panen yang akan memberikan keuntungan maksimum.
Untuk
menentukan jadwal tanam dapat dilakukan penarikan mundur dari nilai optimal
167
ini dengan asumsi masa tanam jagung adalah tiga setengah bulan maka jadwal tanam yang paling optimum dilakukan pada bulan April-Mei. Untuk mengimplementasikan proses jadwal tanam ini dapat dilakukan dengan penggiliran jadwal tanam antar kelompok tani jagung sehingga ketersedian jagung akan merata sepanjang tahun dan tidak terjadi fluktuasi harga pada saat panen raya.
8.3.2. Optimasi dengan Kendala Risiko Kualitatif Sebagaimana dijelaskan sebelumnya risiko rantai pasok dapat dievaluasi secara kualitatif dan kuantitatif, berdasarkan formulasi model sebelumnya telah diperoleh suatu nilai optimal dengan pertimbangan secara kuantitatif yaitu keuntungan secara finansial dalam memilih jadwal tanam jagung. Cakupan risiko rantai pasok yang sangat luas, maka perlu dimodelkan dengan pertimbangan dari berbagai faktor, untuk itu dalam pemodelan ini akan digunakan AHP untuk mengevaluasi risiko pemilihan jadwal tanam dengan risiko minimum. Pertama-tama dilakukan identifikasi risiko yang mungkin terjadi dan akan dihadapi oleh petani dalam proses produksi dan penanaman jagung. Beberapa risiko yang teridentifikasi dalam kajian ini dapat dikelompokan menjadi empat kategori yaitu risiko alamiah, risiko produksi, risiko pasokan dan risiko permintaan atau pasar. Komponen risiko dalam kelompok risiko alamiah yang dianalisa dalam kajian ini meliputi risiko dominan yang sering dihadapi petani dan menimbulkan kerusakan yaitu risiko banjir, risiko kekeringan dan risiko hama tanaman. Kemudian elemen risiko yang masuk dalam kategori risiko produksi yang dianalisa dalam kajian ini adalah risiko penggunaan teknologi, risiko pengeringan, risiko penyimpanan, dan risiko transportasi. Kategori risiko pasokan yang dikaji meliputi elemen risiko ketersedian lahan, risiko ketersediaan modal risiko pasokan bibit unggul dan risiko pasokan pupuk. Selanjutnya kategori risiko permintaan atau pasar mempunyai elemen-elemen risiko fluktuasi harga dan risiko penurunan harga saat panen raya. Identifikasi risiko dalam kajian ini mengacu pada risiko yang telah dijabarkan oleh Schoenherr el al. (2008) dengan berbagai modifikasi sesuai dengan permasalahan pemilihan jadwal tanam. Struktur hierarki dari risiko rantai
168
pasok yang teridentifikasi tersebut untuk mengevaluasi pemilihan jadwal tanam optimal dapat diperlihatkan pada Gambar 71. Fokus
Faktor
Kriteria
Alternatif
Hama Januari Risiko alam
Banjir Februari kekeringan Maret Teknologi April Penyimpanan Mei
Risiko produksi Pengeringan
Juni Transportasi
Pemilihan jadwal panen jagung untuk meminimalkan risiko
Juli Modal
Agustus
Lahan September
Risiko pasokan Bibit unggul
Oktober Pupuk November Harga Risiko pasar
Desember Panen raya
Gambar 71 Struktur hierarchy dari risiko rantai pasok Dalam pemilihan jadwal tanam optimal dilakukan dengan survai pakar sebagaimana dijelaskan dalam metodologi dengan bantuan perangkat lunak Expert Choice 2000 dengan asumsi bahwa jadwal yang dipilih merupakan jadwal penilaian risiko pada bulan panen untuk menyesuaikan dengan model sebelumnya dalam menilai risiko kuantitatif. Nilai-nilai bobot risiko rantai pasok hasil penilaian pakar pada bulan panen tertentu dapat diperlihatkan pada Gambar 72.
Gambar 72 Nilai bobot setiap elemen alternatif jadwal panen dengan risiko minimal
169
Berdasarkan Gambar 72 terlihat bahwa bobot nilai alternatif risiko tertinggi adalah jadwal panen yang dilakukan pada bulan Februari dengan nilai bobot nilai risiko 0,137 dan diikuti bulan Januari dengan nilai bobot nilai risiko 0,121. Bulan tersebut mempunyai risiko tertinggi karena pada bulan-bulan ini curah hujan cukup tinggi sehingga menyulitkan proses pasca panen jagung yaitu penyimpanan dan pengeringan di samping itu pada bulan ini cenderung udara lembab yang menyebabkan kualitas pasca panen jagung yang rendah karena tingginya kandungan air.
Nilai alternatif jadwal panen dengan bobot risiko
terendah ada pada bulan September dengan nilai 0,46, sehingga jika target dari penjadwalan panen adalah untuk memilih bulan dengan tingkat risiko terendah maka pilihan akan jatuh pada bulan September. Berdasarkan hasil pemilihan sebelumnya alternatif jadwal panen yang terpilih berdasarkan optimalisasi keuntungan diperoleh bulan Agustus sebagai alternatif terbaik, dan hal ini berbeda dengan hasil pemilihan alternatif jadwal panen berdasarkan kriteria minimalisasi risiko secara kualitatif yang jatuh pada bulan September sebagai alternatif terbaik. Oleh karena itu perlu adanya kajian lanjutan untuk menentukan alternatif yang terbaik berdasarkan kedua kriteria tersebut. Dalam sub-bab selanjutnya akan dijelaskan metode untuk menyelesaikan permasalahan ini.
8.3.3. Optimasi dengan Kendala Risiko Gabungan Kuantitatif dan Kualitatif Setelah menggunakan MILP dan AHP untuk mendapatkan solusi optimum berdasarkan pertimbangan faktor risiko tangible dan intangible dalam rantai pasok jagung, maka tantangan selanjutnya adalah mengintegrasikan solusi tersebut untuk mendapatkan solusi terbaik dalam membuat pola penjadwalan. Solusi dari model MILP biasanya akan terjadi konflik terhadap solusi dari model AHP, karena dalam banyak kasus untuk memaksimumkan keuntungan biasanya dilakukan dengan penurunan biaya atau penekanan biaya yang akan menyebabkan peningkatan nilai risiko. Oleh karena itu perlu dibuat atau dikembangkan model optimisasi tujuan jamak untuk membuat trade-off dari kedua solusi ini (Kostikas & Fragakis, 2004).
170
Langkah untuk mengintegrasikan kedua solusi dapat dilakukan dengan membuat kombinasi semua solusi optimal yang diperoleh dari model MILP, kemudian dicari nilai optimal berdasarkan tujuan memaksimalkan keuntungan dan nilai optimal berdasarkan tujuan meminimalkan risiko. Untuk mendapatkan total risiko minimum dapat dicari dengan menggunakan persamaan (43) berikut. Minimumkan total risiko π 1 (x), dengan:
π 1 (x ) = ∑ Ri bi
(55)
dimana: R i = Nilai bobot risiko dari alternatif ke-i yang terpilih b i = Nilai biner dari alternatif yang terpilih Adapun rumus untuk mendapatkan total keuntungan dilakukan dengan mendapatkan nilai maksimum dari total keuntungan hasil kombinasi yang dapat dicari dengan persamaan (44) berikut. Maksimumkan total profit π 2 (x), dimana:
π 2 (x ) = ∑ Pi bi
(56)
dimana: P i = Nilai keuntungan dari alternatif ke-i yang terpilih Berdasarkan hasil perhitungan verifikasi model evaluasi risiko secara kuantitatif dan kualitatif sebelumnya telah diperoleh bahawa nilai solusi masingmasing model jika dilakukan perbandingan akan mendapatkan solusi jadwal panen optimum yang berbeda, yaitu dengan kriteria keuntungan maksimum diperoleh jadwal panen bulan Agustus, sedangkan dengan kriteria risiko minimum diperoleh jadwal panen optimum bulan September, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28 Perbandingan output model MILP dan AHP Bulan Juli Agustus September Oktober
Hasil MILP profit 2.313,49 2.449,28 2.415,06 2.309,45
Hasil AHP risk 0,059 0,049 0,046 0,066
171
Berdasarkan nilai output model di atas, kemudian dibuat kombinasi hasil untuk dapat menghitung nilai total risiko dan total keuntungan optimal, sehingga dapat ditentukan jadwal panen yang sudah menggunakan kedua kriteria tersebut. Hasil perhitungan kombinasi dari total risiko dan total keuntungan dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29 Kombinasi alternatif, total profit dan total risk Kombinasi Alternatif Juli - Agustus Juli - September Juli - Oktober Agustus - September Agustus - Oktober September - Oktober
Total Profit Total Risk 4.762,76 0,108 4.728,55 0,105 4.622,94 0,125 4.864,34 0,095 4.758,73 0,115 4.724,51 0,112
Berdasarkan Tabel 22 terlihat bahwa nilai total profit tertinggi diperoleh dari hasil kombinasi bulan panen Agustus-September dan nilai total risiko terendah juga diperoleh pada hasil kombinasi tersebut, sehingga dapat disimpulkan bahwa pilihan alternatif terbaik yang memenuhi kedua kriteria yaitu minimalisasi risiko dan maksimalisasi keuntungan diperoleh pada bulan Agustus dan bulan September sebagai bulan panen jagung yang optimal. Oleh karena itu dengan asumsi proses penanaman jagung dilakukan rata-rata selama tiga setengah bulan maka jadwal tanam optimal yang disarankan dengan model integrasi risiko rantai pasok secara kualitatif dan kuantitatif adalah bulan April-Mei. Berdasarkan hasil validasi model diperoleh bahwa bulan April-Mei merupakan awal bulan dari musim kemarau atau berakhirnya musim hujan, sehingga pada bulan itu merupakan yang baik untuk menanam jagung ditinjau dari agroklimat, karena hujan sudah jarung terjadi sehingga pada saat panen akan dapat melakukan proses pasca panen secara efisien untuk mendapatkan kualitas yang lebih baik. Untuk mengimplementasikan pola penjadwalan ini dapat dilakukan dengan penyediaan informasi pasar, pasokan dan permintaan jagung serta ketersediaan lahan yang tepat bagi petani dengan dilakukannya koordinasi antar kelompok tani dalam menentukan pola penjadwalan tanam secara bergiliran
172
dalam suatu wilayah tertentu atau kombinasi pola tanam dengan komoditas lain seperti padi dan palawija untuk mendapatkan keuntungan maksimal dalam suatu siklus tanam pada suatu musim tertentu. Koordinasi penentuan pola penjadwalan harus melibatkan konsumen jagung seperti industri pakan ternak yang paling banyak menyerap pasokan jagung dari petani, sehingga pasokan dapat terkendali sepanjang tahun untuk dapat mendapatkan kestabilan harga. Koordinasi dapat diterapkan dengan melibatkan lembaga yang sudah ada yaitu gabungan kelompok tani (gapoktan) dan koperasi petani dalam upaya untuk melakukan penggiliran jadwal tanam agar memberikan pasokan jagung yang kontinyu sepanjang tahun dengan kuantitas tertentu. Oleh karena itu perlu adanya penelitian lanjutan untuk mengembangkan model kelembagaan yang tepat dalam upaya untuk dapat mengimplementasikan pola penjadwalan yang tepat guna menjaga pasokan jagung di suatu wilayah tertentu. Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah untuk menentukan risiko rantai pasok dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang sangat bergantung pada tingkat pengetahuan pakar terhadap wilayah tersebut. Disamping itu dalam memodelkan sistem ini juga menggunakan asumsi tidak terjadi perubahan iklim yang ekstrim, tidak terjadi bencana alam seperti banjir, kekeringan, gunung meletus dan adanya wabah penyakit atau hama yang menyerang lahan pertanian. Model sangat bergantung pada kondisi setempat dan juga waktu dan tujuan manajemen risiko yang dirancang. Sedangkan keterbatasan model ini adalah penggunaan metode kualitatif menuntut untuk mengkuantifikasi hasil kualitatif dari hasil analisis risiko rantai pasok di suatu wilayah yang akan berbeda dengan wilayah lain bergantung pada waktu, kondisi masyarakat dan struktur pasar yang berlaku dalam rantai pasok. Hasil validasi model penentuan jadwal tanam di Kabupaten Grobogan menunjukkan bahwa model dapat diaplikasikan di daerah tersebut dan sesuai dengan kondisi di lapangan berdasarkan wawancara mendalam dengan beberapa pihak yang telibat dalam rantai pasok komoditas jagung.
IX. IMPLIKASI MANAJERIAL 9.1.
Implikasi Manajerial Analisis Risiko Rantai Pasok Jagung Implikasi manajerial manajemen risiko rantai pasok yang dapat diusulkan
dari penelitian ini adalah perlu adanya suatu mekanisme yang tepat untuk dapat mengidentifikasi risiko rantai pasok agar diperoleh gambaran yang jelas akan kemungkinan terjadinya risiko dan penyebabnya sehingga pihak manajemen dapat melakukan tindakan ataupun mengantisipasi akan terjadinya risiko dalam melakukan proses bisnisnya. Selain itu untuk dapat memfokuskan tindakan yang tepat dalam menganalisis risiko rantai pasok perlu adanya evaluasi setiap risiko yang telah diidentifikasi, sehingga akan diperoleh suatu alternatif tindakan yang dapat dipilih oleh pihak manajemen dalam mengantisipasi adanya risiko secara cepat, tepat dan efektif. Untuk melakukan identifikasi risiko dan evaluasi risiko yang telah diidentifikasi sebaiknya melibatkan semua pihak yang berkepentingan dalam manajemen risiko rantai pasok komoditas jagung. Salah satu cara yang cukup efisien adalah dengan menggunakan teknologi informasi yang saat ini telah berkembang dengan pesat yaitu teknologi yang berbasis internet. Karena dengan teknologi tersebut setiap pihak yang berkepentingan dapat saling berhubungan tanpa harus bertemu dan bertatap muka secara langsung untuk dapat menyelesaikan masalah secara bersama dalam kaitan dengan manajemen risiko rantai pasok. Untuk itu dalam penelitian ini telah dikembangkan suatu prototipe sistem manajemen risiko yang berbasis web yang dapat digunakan oleh setiap pihak yang berkepentingan dalam manajemen risiko rantai pasok komoditas jagung dalam hal mengidentifikasi, mengevalusi, dan memitigasi risiko rantai pasok yang dapat dilakukan secara bersama dengan pendekatan diskusi kelompok dengan fokus dan tujuan tertentu (focus group discussion). Dengan mekanisme tersebut telah teridentifikasi beberapa risiko dominan yang harus diantisipasi oleh setiap tingkatan rantai pasok komoditas jagung. Risiko yang sering terjadi dalam rantai pasok komoditas jagung di tingkat petani adalah rendahnya mutu dan fluktuasi harga.
Oleh karena itu untuk dapat
membuat suatu rantai pasok komoditas jagung yang berkelanjutan harus berupaya
173
174
untuk dapat mengendalikan risiko tersebut. Untuk melakukan pengendalian dan analisis risiko secara bersama dalam jaringan rantai pasok perlu adanya kelembagaan yang dapat digunakan sebagai wadah dalam melakukan manajemen risiko rantai pasok secara berkelanjutan.
9.2.
Implikasi Manajerial Pengendalian Risiko Rantai Pasok Jagung Dengan adanya mekanisme pengendalian risiko setiap tingkatan rantai
pasok, maka setiap pelaku rantai pasok dapat mengetahui dan mendapatkan alternatif tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko yang terjadi atau akan terjadi sehingga setiap pelaku rantai pasok dapat membuat suatu perencanaan tindakan yang tepat guna meminimalkan risiko.
Mekanisme
pengendalian risiko dalam sistem ini memberikan solusi terhadap risiko-risiko yang mempunyai nilai sedang ke atas dan tidak memberikan alternatif solusi terhadap risiko yang tidak terlalu signifikan untuk diatasi, oleh karena itu setiap pelaku dapat lebih fokus pada risiko yang memang sangat berpengaruh terhadap kelancaran bisnis rantai pasok. Beberapa solusi yang diberikan dalam pengendalian risiko merupakan solusi yang harus dikerjakan secara bersama dalam jaringan rantai pasok, oleh karena itu perlu adanya suatu mekanisme untuk dapat menghubungkan setiap tingkatan rantai pasok agar setiap pelaku rantai pasok dapat berkomunikasi dan berinteraksi secara aktif dalam usaha membuat kesepakatan atau berkoordinasi guna mengoptimalkan kelancaran pasokan dan menjaga kesinambungan rantai pasok komoditas jagung. Disamping itu proses analisis risiko rantai pasok dapat dilakukan secara bersama-sama untuk mendapatkan nilai dan sumber risiko yang benar-benar berpengaruh terhadap kelancaran rantai pasok, sehingga setiap pelaku rantai pasok dapat saling bertukar pengetahuan dan informasi guna mendapatkan solusi pengendalian risiko yang optimal. Alternatif solusi pengendalian risiko didasarkan pada risiko-risiko hasil analisis risiko yang dilakukan secara bersama dengan menggunakan pendekatan agregasi berbagai pendapat pelaku rantai pasok untuk dapat membuat suatu nilai yang telah mengakomodasi semua kepentingan tingkatan rantai pasok, oleh karena itu hasil analisis risiko yang diperoleh telah mencerminkan risiko yang
175
perlu ditanggulangi secara bersama dalam jaringan rantai pasok, sehingga dapat memberikan solusi yang tepat. Solusi dari hasil kesepakatan secara bersama tersebut perlu ditindaklanjuti secara bersama untuk mendapatkan hasil yang optimal. Oleh karena itu diperlukan kemauan dari setiap pelaku rantai pasok untuk melaksanakan hasil kesepakatan dengan baik dan jujur dalam bertindak baik secara individu ataupun kelompok. Implikasi manajerial atas penentuan jadwal tanam jagung untuk mengantisipasi risiko ketidakpastian pasokan dan fluktuasi harga adalah perlu adanya suatu sistem kelembagaan yang dapat mengatur proses penjadwalan tanam pada suatu wilayak tertentu dengan konsep penggiliran tanam. Disamping itu perlu adanya penguatan di tingkat petani dengan penigkatan pengetahuan dan pemberian informasi yang seimbang terhadap harga, pasokan dan permintaan jagung sesuai dengan kondisi nyata, sehingga tingkat petani dapat membuat keputusan yang tepat dalam melakukan proses bisnisnya.
9.3.
Implikasi Manajerial Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok Jagung Implikasi manajerial penyeimbangan risiko rantai pasok produk/komoditas
jagung adalah perlu adanya pelaku rantai pasok yang bertanggungjawab untuk dapat mengimplementasikan dan mengawasi hasil kesepakatan harga yang diperoleh dalam proses penyeimbangan risiko, sehingga solusi tersebut dapat dijalankan dengan baik dan dengan komitmen yang tinggi oleh setiap pemangku kepentingan rantai pasok. Salah satu kelembagaan yang dapat diusulkan dalam pengawasan tersebut adalah andanya lembaga independen yang beranggotakan seluruh tingkatan rantai pasok dengan pemrakarsa dari pemerintah pusat/daerah. Disamping itu juga perlu adanya kemauan dari setiap tingkatan rantai pasok untuk membagi risiko dan keuntungannya sebagai konsekuensi dari hasil kesepakatan bersama dalam penyeimbangan risiko rantai pasok. Selain itu implikasi manajerial dari penyeimbangan risiko rantai pasok adalah perlu adanya kesepakatan dari masing-masing pihak untuk menentukan waktu pelaksanaan proses negosiasi dalam penentuan harga jagung di tingkat petani, sehingga masing-masing pihak mempunyai kepentingan yang sejalan dalam upaya untuk dapat menyeimbangkan risiko rantai pasok guna mendapatkan
176
jaringan rantai pasok yang berkelanjutan. Dalam upaya tersebut perlu adanya fasilitator yang dapat mengarahkan dan memberikan gambaran dan alasan akan pentingnya melakukan penyeimbangan risiko rantai pasok. Fasilitator tersebut dapat dilakukan oleh lembaga yang diusulkan sebelumnya, seperti lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi atau lembaga penelitian. Untuk dapat melakukan penyeimbangan risiko rantai pasok secara efektif dan efisien, perlu adanya pemahaman mengenai pentingnya manajemen risiko dan pengendalian risiko dalam rantai pasok kepada setiap pelaku rantai pasok, sehingga setiap pelaku pada setiap tingkatan rantai pasok mempunyai kesadaran yang sama, untuk dapat mengatasi terjadinya risiko yang mungkin timbul dan kemungkinan dapat mengatasinya secara bersama. Dengan kesadaran ini maka setiap pelaku rantai pasok akan selalu berusaha untuk bertindak dengan kesadaran akan munculnya risiko dan berusaha untuk meminimalkan risiko tersebut. Model penyeimbangan risiko yang diusulkan dari penelitian ini dapat digunakan secara bersama-sama oleh setiap pelaku rantai pasok dalam upaya untuk menentukan harga secara otomatis dengan pertimbangan distribusi risiko secara seimbang antar tingkatan rantai pasok. Dengan konsep penyeimbangan risiko tersebut secara tidak langsung akan memberikan distribusi keuntungan yang seimbang dalam rantai pasok komoditas jagung. Oleh karena itu perlu adanya pemahaman yang baik terhadap konsep distribusi keuntungan dan distribusi risiko dalam jaringan rantai pasok jagung. Model penyeimbangan risiko rantai pasok komoditas jagung ini juga dapat memberikan kontribusi praktis dalam manajemen risiko rantai pasok komoditas lain yang mempunyai risiko yang serupa yaitu tingginya fluktuasi harga dan tidak meratanya pembagian keuntungan antar pelaku rantai pasok. Selain itu dengan adanya model ini juga dapat memberikan kontribusi teoritis dalam penelitian penyeimbangan risiko rantai pasok serta manajemen risiko rantai pasok dalam upaya untuk mendapatkan distribusi keuntungan dan risiko yang seimbang. Namun dalam model ini baru dilakukan penyeimbangan risiko terhadap perubahan harga, oleh karena ini dapat dilakukan penelitian lanjutan penyeimbangan risiko terhadap perubahan kualitas, nilai tambah atau yang lain.
X. KESIMPULAN DAN SARAN 10.1.
Kesimpulan Penelitian ini telah berhasil merancang model sistem penunjang
pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditi jagung yang diberi nama IDSS-SCRM (Inteligent Decision Support System Supply Chain Risk Management). Model dikembangkan dengan menggunakan pendekatan sistem yang berbasis web dengan tujuan untuk dapat membantu setiap pemangku kepentingan jaringan rantai pasok dalam melakukan pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok produk/komoditi jagung. Sistem dapat digunakan untuk melakukan analisis risiko, mitigasi risiko dan penyeimbangan risiko pada setiap tingkatan rantai pasok dan juga dapat memberikan alternatif solusi pengendalian risiko terhadap setiap risiko yang mempunyai kemungkinan membahayakan dalam setiap tingkatan ataupun jaringan rantai pasok secara umum. Disamping itu telah dimodelkan juga optimasi pola penjadwalan tanam jagung dengan tujuan untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan risiko dalam rantai pasok komoditas jagung.
Sistem dimodelkan dengan
pendekatan soft system dan hard system metodologi menggunakan beberapa gabungan teknik seperti logika dan inferensi fuzzy, fuzzy AHP, fuzzy FMEA, fuzzy regresi, interpolasi linier, MLIP dan weighted sum optimization. Kebaruan dari penelitian ini dapat dikategorikan menjadi dua hal yaitu yang pertama adalah telah dikembangkan suatu model penyeimbangan risiko rantai pasok produk/komoditas jagung untuk melakukan negosiasi harga dengan menggunakan pendekatan stakeholder dialog berbasis web, yang kedua adalah telah dikembangkan suatu sistem pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok yang dapat digunakan untuk menganalisis risiko setiap tingkatan rantai pasok dan mekanisme pengendalian risiko yang ditimbulkannya.
Negosiasi
penentuan harga jagung dengan stakeholder dialog dapat dilakukan secara bilateral ataupun multilateral antar tingkatan rantai pasok untuk menyeimbangkan risiko dengan menggunakan fungsi utilitas risiko dari setiap tingkatan rantai pasok. Fungsi utilitas risiko di tingkat petani cenderung turun jika harga jagung naik. Berlawanan dengan fungsi utilitas risiko pada tingkat agroindustri yang
177
178
cenderung meningkat jika harga bahan baku naik, sehingga dapat dibentuk sebuah fungsi conjoint antara kedua fungsi utilitas risiko tersebut untuk mendapatkan titik kesepakatan bersama atau yang disebut sebagai titik keseimbangan.
Untuk
melakukan analisis risiko rantai pasok, pertama-tama dilakukan identifikasi risiko terhadap dua belas faktor risiko dengan empat puluh delapan variabel risiko guna mendapatkan beberapa variabel dominan disetiap tingkatan rantai pasok. Verifikasi dan validasi model dilakukan terhadap rantai pasok komoditas jagung yang berada di kabupaten Purwodadi propinsi Jawa Tengah sebagai produsen jagung terbesar di Indonesia dengan melibatkan beberapa pedagang pengumpul dan industri pakan ternak. Hasil verifikasi model diperoleh bahwa dalam rantai pasok produk/komoditas jagung petani mempunyai risiko yang paling tinggi jika dibandingkan risiko pada tingkat pedagang pengumpul, risiko agroindustri, risiko distributor dan risiko konsumen. Tingkat risiko petani dan agroindustri hampir sama yaitu sedang, namum berdasarkan hasil pembobotan risiko, bobot risiko petani lebih tinggi dari pada bobot risiko agroindustri, sedangkan tingkat risiko pedagang pengumpul, distributor dan konsumen hampir sama yaitu rendah. Nilai agregasi risiko rantai pasok komoditas jagung adalah sedang. Pada rantai pasok komoditas jagung, risiko kritis yang perlu ditanggulangi adalah risiko rendahnya mutu pasokan bahan baku, risiko fluktuasi harga dan pasokan bahan baku, serta risiko distorsi informasi dalam jaringan rantai pasok. Untuk mengatasi dan mengantisipasi adanya risiko-risiko dalam manajemen rantai pasok komoditas jagung dapat dilakukan dengan cara melakukan kontrak kerjasama antar pihak yang berkepentingan dengan pembagian risiko dan keuntungan yang seimbang antar pelaku rantai pasok. Berdasarkan hasil identifikasi faktor dan variabel risiko setiap tingkatan rantai pasok produk/komoditas jagung diperoleh bahwa faktor risiko tertinggi di tingkat petani adalah risiko kualitas, disusul oleh risiko harga, risiko lingkungan, dan risiko pasokan. Faktor risiko utama yang dihadapi oleh pedagang pengumpul adalah risiko harga, diikuti oleh risiko pasokan dan risiko kualitas. Adapun faktor risiko dominan yang dihadapi tingkat agroindustri adalah risiko mutu, diikuti oleh risiko pasokan, risiko harga dan risiko lingkungan. Kemudian pada tingkat distributor faktor risiko tertingginya adalah risiko harga, diikuti oleh risiko
179
pasokan, risiko kualitas dan risiko penyimpanan. Selanjutnya faktor risiko dominan di tingkat konsumen adalah risiko kualitas, risiko pasokan, risiko harga dan risiko lingkungan. Namun berdasarkan hasil validasi, tidak semua variabel risiko dalam setiap faktor risiko tersebut mempunyai kemungkinan yang membahayakan dan perlu antisipasi pengendalian. Variabel risiko yang cukup membahayakan di tingkat petani adalah risiko rendahnya kualitas, risiko distorsi informasi dan risiko fluktuasi harga yang mempunyai tingkat risiko tinggi, disamping terdapat sepuluh variabel lain yang berisiko sedang. Variabel risiko di tingkat agroindustri yang perlu penanganan dan pengendalian adalah risiko rendahnya mutu pasokan dan variasi mutu pasokan yang mempunyai tingkat risiko tinggi, disamping terdapat sembilan variabel lain yang berisiko sedang. Pada tingkat pengepul terdapat empat variabel yang berisiko sedang, yaitu risiko kualitas pasokan yang rendah serta beragam, risiko fluktuasi harga dan risiko peramalan. Kemudian pada tingkat distributor terdapat tiga variabel yang berisiko sedang yaitu risiko perkiraan penjualan, risiko akses informasi dan risiko distorsi informasi. selanjutnya pada tingkat konsumen terdapat dua variabel yang berisiko sedang yaitu risiko fluktuasi harga dan risiko ketidakpastian pasokan. Beberapa alternatif strategi yang diusulkan untuk mengendalikan risiko rantai pasok berdasarkan hasil penelitian ini adalah 1) Melakukan kontrak kerjasama pengadaan bahan baku dengan standard kualitas dan kuantitas tertentu, 2) Penyediaan informasi kebutuhan dan ketersediaan jagung yang mudah diakses oleh setiap pemangku kepentingan rantai pasok, 3) Memperbaiki proses peramalan permintaan, produksi dan penjadwalan, dan 4) Pembagian keuntungan yang seimbang antar pelaku rantai pasok. Disamping itu adanya mekanisme asuransi pertanian dapat menarik petani terhadap pengembangan komoditas jagung sehingga risiko kerugian akibat permasalahan lingkungan dapat ditanggulangi untuk meningkatkan ketersediaan jagung nasional dan mengurangi jagung impor. Hasil
verifikasi
model
negosiasi
harga
dengan
pertimbangan
penyeimbangan risiko rantai pasok menghasilkan nilai harga yang lebih besar dari pada perkiraan harga awal, hal ini berarti bahwa mekanisme ini telah menunjukkan adanya pergeseran nilai risiko dari tingkat petani ke pihak lain
180
dalam rantai pasok sesuai dengan kendala penyeimbangan risiko pada rantai pasok produk/komoditas jagung. Dengan kata lain model telah menunjukan hasil yang dapat menyeimbangkan risiko setiap tingkatan rantai pasok dengan memberikan nilai harga yang dapat memberikan distribusi keuntungan yang seimbang sesuai dengan tingkat risiko yang dihadapi. Kemudian hasil validasi model dengan menggunakan metode face validation diperoleh bahwa model dapat diterapkan sebagai sarana untuk membuat kesepakatan harga jagung di tingkat petani dengan pertimbangan risiko setiap pelaku rantai pasok untuk melengkapi mekanisme penentuan Patokan Harga Setempat (HPS) yang berlaku saat ini. Hasil optimasi pola penjadwalan tanam jagung dapat disimpulkan bahwa berdasarkan perhitungan risiko kualitatif dalam manajemen rantai pasok dengan menggunakan metode AHP diperoleh bulan September sebagai bulan panen yang mempunyai risiko rantai pasok minimum.
Kemudian berdasarkan hasil
perhitungan risiko rantai pasok secara kuantitatif dengan metode MILP diperoleh bulan Agustus sebagai bulan panen yang dapat memberikan keuntungan produksi maksimum. Selanjutnya hasil integrasi dari kedua model dengan menggunakan metode weigted sum diperoleh bulan panen dengan nilai pareto adalah Agustus dan September. Dengan masa tanam jagung kurang lebih tiga setengah bulan maka jadwal tanam optimal dengan kriteria maksimalisasi keuntungan dan minimalisasi risiko bagi petani jagung adalah pada bulan April dan Mei. Dengan hasil ini telah menjelaskan bahwa model yang diusulkan dapat mengintegrasikan pertimbangan faktor risiko tangible dan intagible untuk mendapatkan pilihan penjadwalan tanam jagung yang optimum.
10.2.
Saran Saran tindak lanjut dari penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian
lanjutan terhadap mekanisme implementasi nyata dari pembagian keuntungan dan pembagian risiko yang seimbang antar pelaku rantai pasok guna mendapatkan jaringan rantai pasok yang berkesinambungan. Hal tersebut berkaitan dengan model kelembagaan, penanggungjawab dan tahapan implementasi, manajemen pengendalian serta pengawasan yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan pengoperasian
sistem.
Karena
beberapa
kendala
dalam
model
masih
181
menggunakan asumsi logis dari perubahan harga yang akan berpengaruh terhadap tingkat risiko yang timbul dalam rantai pasok, belum memperhatikan kendala teknis, organisasi, lingkungan dan sosial. Oleh karena itu perlu adanya tindak lanjut penelitian pengembangan model sistem kelembagaan yang dapat mengimplementasikan manajemen risiko rantai pasok khususnya dalam rangka penyeimbangan risiko dan distribusi keuntungan dalam jaringan rantai pasok. Selain itu tindak lanjut yang dapat dilakukan untuk menyempurnakan dan melanjutkan kajian ini adalah bahwa model yang dikembangkan baru menyelesaikan permasalahan multiobjective dengan dua kriteria yaitu risiko dan keuntungan, oleh karena itu model dapat dikembangkan lebih lanjut untuk permasalahan dengan kriteria yang lebih dari dua misalnya dengan penambahan kriteria kualitas dan waktu tunggu. Selain itu model yang diusulkan hanya mengoptimalkan tindakan yang dapat dilakukan dalam suatu tingkatan tententu dalam jaringan rantai pasok dan belum dapat mengoptimalkan tindakan yang mencakup seluruh tingkatan rantai pasok, oleh karena itu perlu dikembangkan suatu mekanisme untuk dapat mengoptimalkan setiap tingkatan rantai pasok jagung.
Kemudian penelitian juga belum dapat mengidentifikasi adanya
hubungan antar risiko dari setiap variabel risiko yang telah diidentifikasi. Oleh karena itu perlu adanya tindak lanjut penelitian yang dapat mengetahui sumber risiko dan keterhubungan antar risiko sehingga memudahkan pengendaliannya. Penelitian penyeimbangan risiko rantai pasok ini dapat dilanjutkan untuk membuat model negosiasi dengan pendekatan stakeholder dialog menggunakan beberapa tujuan seperti peningkatan kualitas, bagi hasil, harga yang wajar dan distribusi nilai tambah dengan menggunakan regresi fuzzy multiatributes sebagai penduga fungsi utilitas risiko untuk setiap pengambil keputusan pada setiap tingkatan rantai pasok. Selain itu pengembangan model juga dapat dikaitkan dengan adanya mekanisme asuransi pertanian untuk mengurangi risiko di tingkat petani yang cukup tinggi sehingga akan tercapai peningkatan pasokan jagung dalam negri karena peningkatan minat petani pada komoditas jagung.
DAFTAR PUSTAKA Agiwal S, Mohtadi H. 2008. Risk mitigating strategies in the food supply chain. Paper prepared for presentation at the American Agricultural Economics Association Annual Meeting. Orlando, FL, July 27-29, 2008. Agarwal S. 2005. Managing risk in supply chain. Supply & Demand Chain Executive. August. Ananto E, Astanto, Sutrisno. 2005. Peran alsintan penanganan panen dan pascapanen jagung di lahan pasang surut Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian. Arisoy O. 2007. Integrated Decision Making in Global Supply Chains and networks, [Disertation] The Graduate Faculty of the School of Engineering, University of Pittsburgh. Austin JE. 1992. Agroindustrial Project Analysis. John Hopkins University Press. USA. Bargiela A, Pedrycz W, Nakashima T. 2007. Multiple regression with fuzzy data. Fuzzy Sets and Systems. 158:2169 – 2188. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. data produktifitas dan produksi jagung di Indonesia. Borge D. 2001. The book of risk. New York: Wiley. Bredell RD. 2004. Supply Chain Risk Management: A Logistics Perspective [Thesis]. Johannesburg: Faculty Of Economic And Management Sciences. Rand Afrikaans University. Brown JE. 1994. Agroindustrial Investment and Operations. World Bank Publications. USA. Carson II JS. 2002. Model verification and validation. In Proc. 2002 Winter Simulation Conf., ed. E. Yucesan, CH. Chen, JL. Snowdon, JM. Charnes, 52-58. Piscataway, New Jersey: IEEE. Cavinato JL. 2004. Supply chain logistics risk: from the back room to the board room. Int J Physical Distribution & Logistic Management 34 (5):383-387. Chang YHO, Ayyub BM. 2001. Fuzzy regression methods A comparative assessment. Fuzzy Sets Syst., 119(2):187–203. Chapman P, Christopher M, Juttner U, Peck H, Wilding R. 2002. Identifying and managing supply-chain vulnerability. Logistics & transport focus: J Institute of Logistics and Transport 4:59-64. Checkland P. 1981. Systems Thinking, Systems Practice, Chichester: John Wiley and Sons. Cheng C, Chan C, Lin K. 2006. Intelligent agents for e-marketplace: Negotiation with issue trade-offs by fuzzy inference systems. Decision Support Systems. 42:626– 638. Choi SH, Buckley JJ. 2008. Fuzzy regression using least absolute deviation estimators. Soft Comput. 12:257–263.
182
183
Chopra S, Sodhi MS. 2004. Managing risk to avoid supply chain breakdown, MIT Sloan Management Review. Christopher M, Peck H. 2004. Building the Resilient Supply Chain. Int J Logistics Management, 15:1 - 13. Coelho, D.; Antunes, CH.; Martins, AG. 2010. Using SSM for structuring decision support in urban energy planning, Technological and Economic Development of Economy 16(4): 641–653. Culp, Christopher L. 2002. The Art of Risk Management – Alternative Risk Transfer, Capital Structure, and the Convergence of Insurance and Capital Markets, New York:John Wiley & Sons, Inc. Cuppen E, Breukers S, Hisschemöller M, Bergsma E. 2010. Analysis Q methodology to select participants for a stakeholder dialogue on energy options from biomass in the Netherlands. Ecol Economics. 69:579–591. Daellenbach H. 1997. Multiple criteria decision-making within Checkland´s So" Systems Methodology, in Clímaco, J. (Eds.). Multicriteria Analysis: Proceedings of the XI International Conference on Multiple Criteria Decision Making. Springer, Berlin, 51–60. Deep A, Dani S. 2009. Managing Global Food Supply Chain Risks: A Scenario Planning Perspective, POMS 20th Annual Conference. Orlando, Florida, POMS Abstract Number: 011-0371. Demirkan H, Cheng HK. 2008. The risk and information sharing of application services supply chain. Eur J Operational Research 187:765–784. Dhar V, Stein R. 1997. Intelligence Decision Support Methods: The Science of Knowledge Work. United States of America: Pearson Prentice Hall, Inc. Diaz LC, Hansel JE. 2007. Making Risk sharing models work with farmers, agribusinesses and financial institutions. International Conference on Rural Finance Research: Moving Results into Policies and Practice. FAO. Rome. Italy. Pp. 1-55. Diersen MA, Garcia P. 1998. Risk measurement and supply response in the soybean complex. Proceedings of the NCR-134 Conference on Applied Commodity Price Analysis, Forecasting, and Market Risk Management. Chicago, IL. [http://www.farmdoc.uiuc.edu/nccc134]. Ding M, Ross Jr. W, Rao V. 2010. Price as an Indicator of Quality: Implications for Utility and Demand Functions. J Retailing. 86 (1):69–84. Durga L, Dimitri P. 2006. Machine Learning Approaches for Estimation of Prediction Interval for the Model Output, Neural Networks Special Issue, pp. 1-11. Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB Press. Bogor. Eriyatno, Sofyar F. 2007. Riset Kebijakan Metode Penelitian Untuk Pascasarjana. IPB Press. Bogor. Firmansyah IU. 2006. Permasalahan pascapanen jagung di tingkat petani dan pedagang. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Makassar,
184
29-30 September 2005. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. pp. 369308. Giunipero LC, Eltantawy RA. 2004. Securing the upstream supply chain: a risk management approach. Int J Physical Distribution & Logistics Management 34 (9):698–713. Goenawan DA. 2007. Rancang bangun sistem intelijen bisnis untuk agroindustri teri nasi (stolephorus spp) kualitas eksport berskala usaha menengah [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institute pertanian Bogor. Hallikas J, Virolainen VM, Tuominen M. 2002. Risk analysis and assessment in network environment: A dyadic case study. Int J Production Economics 78:45-55. Hallikas JI, Karvonen U, Pulkkinen VM, Virolainen, Tuomine M. 2004. Risk management processes in supplier networks, Int J Production Economics. 90:47-58. Haris U. 2006. Rekayas Model Aliansi Strategis Sistem Agroindustri Crumb Rubber [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Harland C, Brenchley R, Walker H. 2003. Risk in supply networks. J Purchasing & Supply Management.1(1):51–62. Hoover, Stewart V, Perry, Ronald F. 1989.Validation of Simulation Models:The Weak/Missing Link, Proceedings of the 1989 Winter Simulation Conference. Indrajit RE, Djokopranoto R. 2003. Konsep Manajemen Supply Chain, Cara Baru. Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. Jakarta: Grassindo. [IRM] Institute of Risk Management. 2003. A risk management standard, IRM London. Jagananthan S, Erinjeri JJ, Ker JI. 2007. Fuzzy analytic hierarchy process based group decision support system to select and evaluate new manufacturing technologies. Int J Advanced Manufacturing Technology 32:1253-1262. Jain V, Deshmukh S. 2009. Dynamic supply chain modeling using a new fuzzy hybrid negotiation mechanism. Int J Production Economics. 122:319–328. Jaffee S, Siegel P, Andrews C. 2008 Rapid agricultural supply chain risk assessment: Conceptual framework and guidelines for application. Commodity Risk Management Group Report. ARD World Bank. Jüttner U, Peck H, Christopher M. 2003. Supply chain risk management: outlining an agenda for future research. Int J Logistics : Research & Applications. 6 (4):197-210. Karningsih PD, Kayis B, Kara S. 2007. Development of knowledge based system for supply chain risk identification in multi-site & multi-partners global manufacturing supply chain. Proc. of the 13th Asia Pacific Management Conference, Australia. pp 466-471. Kasryno F. 2006. Suatu penilaian mengenai prospek masa depan jagung di Indonesia. Makalah Disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung, 29-30 September 2005. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.
185
Kasryno F, Pasandaran E, Suyamto, Adnyana MO. 2008. Gambaran Umum Ekonomi Jagung Indonesia. http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/ bjagung/satu.pdf [10 Januari 2009]. Keen PGW, Morton MSS. 1978. Decision support systems : an organizational perspective. Reading, Mass:Addison-Wesley Pub. Co. Kersten W, Hohrath P, Böger M. 2007. An Empirical Approach To Supply Chain Risk Management: Development Of A Strategic Framework. Proceeding POMS2007 Conference. Klimov RA, Merkuryev YA. 2006. Simulation model for supply chain reliability evaluation. Technological and Economic Development of Economy 14(3): 300–311. Kostikas K, Fragakis C. 2004. Genetic programming Applied to Mixed integer Programming. Pp.113-124. In Genetic Programming. Ed. By Kijzer et al, Berlin, Heidelberg: Spriger. Kull T, Closs D. 2008. The risk of second-tier supplier failures in serial supply chains: Implications for order policies and distributor autonomy. Eur J Operational Research 186:1158–1174. Kusnandar. 2006. Rancang Bangun Model Pengembangan Industri Kecil Jamu. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kusumadewi S. 2003. Artificiall Intelligence : Teknik dan Aplikasinya. Yogyakarta : Graha Ilmu. Kusumaningrum HD. 2008. Aflatoxin contamination in production chain of maize product in Java and its relevance to Risk Assessment, Seafast center Bogor 25th June 2008. Lasdon LS, Smith S. 1992. Solving large sparse nonlinear programs using GRG. ORSA J. on Computing 4:2-15. Lee TYS. 2008. Supply Chain Risk Management. Int J Information and Decision Sciences. 1(1):98–114. Li J, Hong SJ. 2007. Towards a New Model of Supply Chain Risk Management: the Cross-Functional Process Mapping Approach. Int J Electronic Customer Relationship Management. 1(1):91–107. Lucas. 1993. Analisis Desain dan Implementasi Sistem Informasi. Edisi ketiga. Jakarta: Erlangga. Marimin. 2007. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Edisi ke 2. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. March JG, Shapira Z. 1987. Managerial Perspectives on Risk and Risk Taking. Management Science 33:1404. Miskiyah, Widaningrum. 2008. Pengendalian Aflatoksin pada pascapanen jagung melalui penerapan HACCP. J Standarisasi. 10(1):1-10. Nadjamuddin A, Noor MN. 1997. Dinamika permintaan-penawaran jagung dan pengaruhnya terhadap harga di Sulawesi Selatan. Kumpulan Seminar Mingguan Hasil Penelitian Jagung dan Serealia Lain. 1(1):29-41.
186
Nagurney A, Cruz JM, Dong J. 2005. Global Supply Chain Networks and Risk Management: A Multi-Agent Framework, publish in Multiagent-Based Supply Chain Management, B. Chaib-draa and J. P. Muller, Editors, Springer, Berlin, Germany, pp 103-134. Neureuther BD, Kenyon G. 2008. A model for evaluating supply chain risk, POMS 19th Annual Conference, La Jolla, California, USA. Ngai EWT, Wat FKT. 2005. Fuzzy decision support system for risk analysis in ecommerce development. Decision Support Systems 40: 235– 255. Niwa K. 1989. A Knowledge-based risk management in engineering.United States:John Wiley & Sons Inc. Norrman A, Lindroth R. 2004. Categorization of supply chain risk and risk management. In Brindley, C. (Ed.) Supply Chain Risk. Hampshire, England:Ashgate Publishing Ltd. [NSW] Small Business. 2005. Risk management guide for small business, Department of State and Regional Development (http://www.smallbiz.nsw.gov.au). Olsson C. 2002. Risk Management in Emerging Markets: How to Survive and Prosper, Financial Times/ Prentice Hall. Phillips-Wren G, Mora M, Forgionne GA, Gupta JND. 2009. An integrative evaluation framework for intelligent decision support systems. Eur J Operational Research 195:642–652. Pinto R. 2007. A General Framework for Supply Chain Risk Management, Published on Risk central.org, http://www.riskcentral.org [12 Jan 2009]. Pujawan IN. 2005. Supply Chain Management, Surabaya, Indonesia: Guna Widya. Puente J, Pino R, Priore P, De La Fuente D. 2002. A decision support system for applying failure mode and effect analysis, Int J Quality and Reliability Management. 19:137-150. Purwanto S. 2007. Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung. Teknik Produksi dan Pengembangan. Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Rajamani D, Sriskandarajah C, Pickens T, Hameed S. 2006. A Framework for Risk Management in Supply Chains, Working paper Managing Risk in Supply Chains, Center for Intelligent Supply Networks (C4ISN). Rau H, Chen T, Chen C. 2009. Develop a negotiation framework for automating B2B processes in the RosettaNet environment using fuzzy technology. Computers & Industrial Engineering 56:736–753. Sadly M. 2007. Kajian Pemanfaatan Teknologi Knowledge-based Expert System di dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam. http://www.beritaiptek.com [2 Jan 2008]. Santoso I. 2005. Rekayasa model manajemen risiko untuk pengembangan agroindustri buah-buahan secara berkelanjutan [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
187
Sarasutha IGP, Suryawati, Margaretha SL. 2007. Tata Niaga Jagung, Teknik Produksi dan Pengembangan. Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Shimell, P. 2002. The Universe of Risk, Pearson Education, Harlow. Sodhi MS. 2004. A Tactical Supply Chain Risk Management Model. Inspired by Asset-Liability Management, http://papers.ssrn.com/sol3/ Delivery.cfm/SSRNID910579code642908.pdf [10 Jan 2009]. Schoenherr T, Rao TVM, Harrison TP. 2008. Assessing supply chain risks with the analytic hierarchy process: Providing decision support for the offshoring decision by a US manufacturing company. J. of Purchasing and Supply Management, doi:10.1016/j.pursup.2008.01.008. Schmucker KJ. 1986. Fuzzy Sets, Natural Language Computations and Risk Analysis, Rockville: Computer Science Press, MD. Subandi. 2004. Peran inovasi dalam produksi jagung. Seminar Inovasi Pertanian. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Sumaryanto, Nurmanaf AR. 2007 Simpul-Simpul Strategis Pengembangan Asuransi Pertanian Untuk Usahatani Padi Di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi. 25 (2): 89 – 103. Suprihatini R. 2003. Rancang bangun sistem produksi dalam agroindustri teh Indonesia [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Suryana A, Hermanto. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Jagung. Jakarta:Badan Litbang Pertanian. Tamura H. 2002. Modeling Ethical Conflict Resolution for Planning a Safe, Secure and Reliable (SSR) Megacity. 2nd IIASA-DPRI Meeting on Integrated Disaster Risk Management: Megacity Vulnerability and Resilience (IDRM 2002), IIASA http://www.iiasa.ac.at/Research/RMS/ dpri2002/Papers/Tamura.pdf). Tang CS. 2006. Perspective in Supply Chain Risk Management. Int J Production Economics. 103:451-458. Tanaka H, Uejima S, Asai K. 1982. Linear regression analysis with fuzzy model, IEEE Trans. Systems Man Cybernet. 12:903–907. Tastra IK, Ginting E, Merx R. 1990. Determination of the optimum moisture content for shelling maize using local sheller. Internal Technical Report. ATA 272/NRC-MARIF. Tseng FM, Lin L. 2005. A Quadratic Interval Logit Model for Forecasting Bankruptcy”, Omega, 33(1):85-91. [USDA] United State Department of Agriculture. 2008. Yield of corn production. Vorst JGAJ van der. 2004. Supply Chain Management: Theory and Practice. The Emerging World of Chains & Networks. T. Camps, P. Diederen, G. J. Hofstede, B.Vos (Eds). Elsevier, Hoofdstuk. Vorst JGAJ van der. 2006. Performance Measurement in Agrifood Supply Chain Networks: An Overview. Quantifying the Agri-Food Supply Chain. C.
188
Ondersteijn ÂJ, Wijnands R, Huirne, O. van Kooten. Springer Science Business Media. Bab 2:13-24. Wang HF, Tsaur RC. 2000. Resolution of fuzzy regression model, Eur J Oper. Res. 126:637–650. Warwick J. 2008. A Case Study Using Soft Systems Methodology in the Evolution of a Mathematics Module. In The Montana Mathematics Enthusiast, 5 (2&3): 269-290. Welp M, Vega-Leinert A, Stoll-Kleemann S, Jaeger C. 2006. Science-based stakeholder dialogues: Theories and tools. Global Environmental Change , 16 (Science-based stakeholder dialogues are structured communication processes linking scientists with societal actors, such as). PP.170–181. Wilkes J. 2008. Utility fuctions, prices, & negotiation. Dalam R. Buyya, & K. Bubendorfer, Market Oriented Grid and Utility Computing. John Wiley & Sons, Inc. World Bank. 2007. Commodity prospect April 2007. World Bank, Washington D.C. Wu D, Olson DL. 2008. Supply chain risk, simulation, and vendor selection. Int J Production Economics doi:10.1016/j.ijpe.2008.02.013. Wu T, Blackhurst J, Chidambaram V. 2006. A model for inbound supply risk analysis. Computers in Industry 57(4):350–365. Xiaohui W, Xiaobing Z, Shiji S, Chenf W. 2006. Study on risk analysis of supply chain enterprises, J Systems Engineering and Electronics.17(4):781-787. Xu K, Tang LC, Xie M, Ho SL, Zhu ML. 2002. Fuzzy assessment of FMEA for engine system, Reliability Engineering and System Safety. 75:17-29. Xue Y, et al. 2005. Fuzzy regression method for prediction and control the bead width in the robotic arc-welding process, J Math Process Technology. 164– 165:1134–1139. Yandra A, Marimin, Jamaran I, Eriyatno, Tamura H. 2007. An Integration Of Multi-Objective Genetic Algorithm And Fuzzy Logic For Optimization Of Agroindustrial Supply Chain Design. Proceedings of the 51st Annual Meeting of the ISSS. Yang J, Qiu W. 2005. A measure of risk and a decision-making model based on expected utility and entropy. Eur J Oper Res. 164:792–799. Yeh RH, Hsieh MH. 2007. Fuzzy assessment of FMEA for a sewage plant. J the Chinese Institute of Industrial Engineers. 24:505-512. You F, Wassick JM, Grossmann IE. 2008. Risk management for a global supply chain planning under uncertainty: Models and Algorithms. http://egon.cheme.cmu.edu/Papers/RiskMgmtDow.pdf [5 jan 2009]. Zsidisin GA. 2003. A grounded definition of supply risk. J Purchasing and Supply Management 9 (5–6):217–224. Zubachtirodin, Pabbage MS, Subandi. 2007. Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung, Teknik Produksi dan Pengembangan. Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.
LAMPIRAN Lampiran 1 Posisi penelitian manajemen risiko rantai pasok Penelitan Zsidisin (2003) Tang (2005) Nagurney et al. (2005) Wu et al. (2006) Xiaohui et al. (2006) Klimov & Merkuryev (2006) Kull & Closs (2008) Karningsih et al. (2007) Yandra et al. (2007) Schoenherr et al. (2008) You et al. (2008) Li et al. (2007) Demirkan & Cheng (2008) Lee (2008) Agiwal & Mohtadi (2008) Penelitian ini (2009)
Pendekatan Sistem 1 2 x x x x x x
1
x x
Metode Manajemen Risiko 2 3 4 x x x x x
x x x x
x
x x x
x x x x x
x
x
x x x x
x
x
x x
5
x x
x
Jenis Model 1 2 x x x x x x
x
x x x
x x
Objectives Model 1 2 x x x x x x x x x x
x x x x x x
x x x x
x x x x x x
x
x x x x x
Jenis Risiko 1 x x x x x x
2
x x
x x x x
3 x x x
4
x x
x
5
x x x
x x
x
x x
x x x
x x x x x
6
Produk Dan Lingkup 1 2
x x
x
x
x
x
x x
x
x
x
x x
x x
x x
Keterangan: Pendekatan sistem: 1. Hard System Methodology, 2. Soft System Methodology Metode manajemen risiko: 1.Analitik, 2.Deterministik, 3.Stokastik, 4.Sistem Pakar, 5.Simulasi Jenis model: 1.Kualitatif, 2.Kuantitatif Objective: 1.Tunggal, 2.Majemuk Jenis risiko: 1.Risiko Pasokan, 2.Risiko Produksi, 3.Risiko Permintaan, 4.Risiko Informasi,5.Risiko Kemitraan, 6.Risiko Financial Produk dan lingkup: 1.Produk Pertanian, 2.Global
189
Lampiran 2 Nilai utilitas risiko setiap tingkatan rantai pasok jagung Risiko petani Risiko pengepul Risiko agroindustri Risiko distributor Risiko konsumen Skenario perubahan harga R1 R2 R3 R4 R1 R2 R3 R4 R1 R2 R3 R4 R1 R2 R3 R4 R1 R2 R3 R4 Turun Sangat AC AC AC AC L VL VL VL VL L VL L VL VL VL VL VL VL VL VL Tinggi AC VH AC VH L L L VL L L L L VL L L VL L VL VL L Turun Tinggi VH VH VH VH ML ML L L ML ML ML ML L L ML L L L L L Turun Sedang VH H VH H ML ML ML L ML ML ML ML ML ML ML L ML L ML ML Turun rendah Turun Sangat H H H MH M M ML ML M M M M M ML M ML ML ML ML ML Rendah MH MH MH M M MH M ML M M M M M M M M M M M M Tetap Naik Sangat MH MH M M MH MH M M MH MH MH M M M MH M M MH MH MH Rendah M M ML ML MH H MH MH MH MH MH MH MH MH MH MH MH H H MH Naik Rendah ML ML ML ML H H MH MH H H H H H MH H H H H H H Naik Sedang ML L L L H VH H H H H VH H VH H H VH VH VH VH VH Naik Tinggi Naik Sangat L L VL VL VH AC VH VH VH VH VH VH VH VH VH VH AC AC VH VH Tinggi Keterangan: Ri = Risiko ke i AC = Hampir Pasti, VH = Sangat Tinggi, H = Tinggi, MH = Sedang-Tinggi, M=Sedang, ML=Sedang-Rendah, L=Rendah, VL=SangatRendah
190
Lampiran 3 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko rantai pasok jagung No 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Faktor risiko
Variabel risiko Bencana alam Risiko Hama & penyakit Lingkungan Kebijakan pemerintah Sosial budaya dan politik Penguasaan teknologi Risiko Perkembangan teknologi baru Teknologi Ketersediaan teknologi Penggunaan teknologi Nilai tukar Distorsi informasi harga Risiko Harga Musin panen Fluktuasi harga Keberagaman pasokan Risiko Keberadaan pemasok Loyalitas pemasok Pasokan Ketidakpastian pasokan Kerusakan infrastruktur jalan Risiko Ketidakpastian waktu angkut Transportasi Pungutan liar/keamanan Jarak angkut Struktur pasar Risiko sertifikasi mutu Risiko Pasar Bunga bank Nilai tukar Kapasitas mesin Mutu bahan baku Risiko Perkiraan produksi Produksi Proses produksi Kurangnya akses informasi Risiko Kesalahan informasi Risiko peramalan Informasi Distorsi informasi Variasi mutu pasokan Risiko Rendahnya mutu pasokan Kualitas Penyimpanan Musim Kapasitas gudang Metode penyimpanan Risiko Penyimpanan Kuantitas pasokan Penyusutan Melanggar kontrak kerjasama Putusnya jaringan komunikasi Risiko Putusnya jaringan transportasi Kemitraan Rendahnya komitmen mitra
Posibilitas Dampak R S S S R R R R R R R R R SR R R S R S S R S S T R S R R R R R S R R R R R R R R R R R R S R R R R S R S R R R R R R R R R R R R S S S S R S R S R R R S R R R R R R R R R S SR R
Keterangan: SR = Sangat Rendah, R = Rendah, S = Sedang, T = Tinggi, ST = Sangat Tinggi
191
Paparan SR R SR R R R R R S R R S R SR R R SR R R R R R R R R R R R R R R R S R R R R SR R R R R R R
192
Lampiran 4 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat petani jagung No Faktor risiko 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Variabel risiko Bencana alam Risiko Hama dan penyakit Lingkungan Kebijakan pemerintah Keamanan/pencurian Penguasaan teknologi Risiko Perkembangan teknologi baru Teknologi Ketersediaan teknologi Penggunaan teknologi Distorsi informasi harga Rendahnya kualitas Risiko Harga Gagal panen Fluktuasi harga Ketersediaan bibit unggul Risiko Kelangkaan pupuk Jadwal tanam Pasokan Ketersediaan lahan Kerusakan infrastruktur Risiko Ketidakpastian waktu angkut Transportasi Jarak transportasi Moda transportasi Struktur pasar Risiko sertifikasi mutu Risiko Pasar Metode pembayaran Penolakan pasar Kesalahan penjadwalan Pasca panen Risiko Penggunaan bibit Produksi Proses budidaya Kurangnya akses informasi Risiko Distorsi informasi Kesalahan estimasi Informasi ketersediaan informasi Musim dan cuaca Risiko Pasca panen Kualitas Proses budidaya Penggunaan bibit unggul Cuaca dan musim Metode penyimpanan Risiko Penyimpanan Jamur Penyusutan Model kerjasama Ketersediaan mitra Risiko Komitmen mitra Kemitraan Sosial budaya
Posibilitas Dampak S T S ST S R S S S R R R S SR R S ST S ST ST R ST T ST S S S S S S S S S S S R R S R S R S R S S S SR R S S R S R S R S S S S S R S S S S S T T R S R R R S S T S R R S R S S R R S SR S
Keterangan: SR = Sangat Rendah, R = Rendah, S = Sedang, T = Tinggi, ST = Sangat Tinggi
Paparan R R SR R R R R R S S S S S SR R S SR R R R R R S R S S R R R R R R S S R S R SR R R R R R R
193
Lampiran 5 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat pengepul jagung No Faktor risiko 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Variabel risiko Bencana alam Risiko Kebijakan pemerintah Lingkungan Keamanan/pencurian Sosial budaya dan politik Penguasaan teknologi Risiko Perkembangan teknologi baru Teknologi Ketersediaan teknologi Penggunaan teknologi Nilai tukar Panen raya Risiko Harga Distorsi informasi harga Fluktuasi harga Keberagamanan pasokan Risiko Keberadaan pemasok Loyalitas pemasok Pasokan Jumlah pasokan Kerusakan infrastruktur jalan Risiko Waktu angkut Transportasi Pungutan liar/keamanan Jarak angkut Struktur pasar Risiko sertifikasi mutu Risiko Pasar Bunga bank Penolakan konsumen Kapasitas gudang Risiko pengeringan Risiko Metode penyimpanan Produksi Metode pengiriman Distorsi informasi Risiko Kesalahan estimasi ketersediaan informasi Informasi Metode akses informasi Variasi mutu pasokan Risiko Rendahnya mutu pasokan Kualitas Penyimpanan Musim Kapasitas transportasi Metode penyimpanan Risiko Penyimpanan Kuantitas pasokan Penyusutan Model kerjasama Ketersediaan mitra Risiko Komitmen mitra Kemitraan ketersediaan infrastruktur
Posibilitas Dampak SR R SR R R R PR R SR R SR SR R R R R SR R R R S R S S R S R R S R R R SR R R S R R R R R S R R SR R S S S R R S R S R R R R R S S R S R S S S S R S R S S S R S R S R S R R R SR R S R S
Keterangan: SR = Sangat Rendah, R = Rendah, S = Sedang, T = Tinggi, ST = Sangat Tinggi
Paparan PR R R SR SR SR SR R SR R R S R SR R R R R R SR R R SR S R R SR R SR R SR SR R R R R R R R S SR SR R R
194
Lampiran 6 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat agroindustri No Faktor risiko 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Variabel risiko Bencana alam Risiko Hama dan penyakit Lingkungan Kebijakan pemerintah Produk pesaing Penguasaan teknologi Risiko Perkembangan teknologi baru Teknologi Ketersediaan teknologi Penggunaan teknologi Distorsi informasi harga Musin panen Risiko Harga Nilai tukar Fluktuasi harga Pemilihan pemasok Risiko Keberadaan pemasok Loyalitas pemasok Pasokan Ketidakpastian pasokan Kerusakan infrastruktur jalan Risiko Ketidakpastian waktu angkut Transportasi Pungutan liar/keamanan Jarak angkut Struktur pasar Risiko sertifikasi mutu Risiko Pasar Bunga bank Penolakan konsumen Kapasitas mesin Mutu bahan baku Risiko Perkiraan produksi Produksi Proses produksi Kurangnya akses informasi Risiko Kesalahan informasi Risiko peramalan Informasi Distorsi informasi Keberagaman mutu pasokan Risiko Rendahnya mutu pasokan Kualitas Metode penyimpanan Musim dan cuaca Kapasitas gudang Metode penyimpanan Risiko Penyimpanan Penyusutan Penjadwalan Model kerjasama Ketersediaan mitra Risiko Komitmen mitra Kemitraan Kerusakan infrastruktur
Posibilitas Dampak R S S S SR S S S S R R R R R S R S R R S R S S S R R R S S S S S S R R S R S S R S R S S S R S S S S S S R R R R R S S R S S SR S T S T T R S S R R S R S S S R S R S R S S S SR S
Keterangan: SR = Sangat Rendah, R = Rendah, S = Sedang, T = Tinggi, ST = Sangat Tinggi
Paparan PR R R S R R S R S R R S S R S S R SR R R SR SR R SR SR SR R S R R S R S S R R R R S R R R SR R
195
Lampiran 7 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat distributor No Faktor risiko 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Variabel risiko Bencana alam Risiko Kebijakan pemerintah Lingkungan Keamanan/pencurian Sosial budaya dan politik Penguasaan teknologi Risiko Perkembangan teknologi baru Teknologi Ketersediaan teknologi Penggunaan teknologi Nilai tukar Distorsi informasi harga Risiko Harga Musin panen Fluktuasi harga ketidakpastian pasokan Risiko Pemilihan pemasok Komitmen pemasok Pasokan Jumlah pasokan Kerusakan infrastruktur jalan Risiko Waktu angkut Transportasi Pungutan liar/keamanan Jarak angkut Struktur pasar Risiko sertifikasi mutu Risiko Pasar Bunga bank Penolakan konsumen Kapasitas gudang Perkiraan penjualan Risiko Metode penyimpanan Produksi Metode pengiriman Kesalahan estimasi Risiko Kesalahan estimasi ketersediaan informasi Informasi Metode akses informasi Variasi mutu pasokan Risiko Rendahnya mutu pasokan Kualitas Penyimpanan Musim Kapasitas transportasi Metode penyimpanan Risiko Penyimpanan Kuantitas pasokan Penyusutan Model kerjasama Ketersediaan mitra Risiko Komitmen mitra Kemitraan Kerusakan Jaringan
Posibilitas Dampak PR R SR SR R R SR SR SR SR SR SR SR PR SR R R SR R R S SR S S S S R R R S R S SR SR SR R R R R SR R R R R R SR R S SR R S S R S R SR SR S R R R S S R R S R R S S S R R R R R SR R S R R S SR R SR S SR R
Keterangan: SR = Sangat Rendah, R = Rendah, S = Sedang, T = Tinggi, ST = Sangat Tinggi
Paparan SR SR R SR SR PR SR SR SR SR R S R SR R SR SR SR SR SR R R SR R SR R R R R R R R R R S R SR SR SR R R R R R
196
Lampiran 8 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat konsumen (peternak unggas) No Faktor risiko 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Variabel risiko Bencana alam Risiko Kebijakan pemerintah Lingkungan Keamanan/pencurian Sosial budaya dan politik Penguasaan teknologi Risiko Perkembangan teknologi baru Teknologi Ketersediaan teknologi Penggunaan teknologi Nilai tukar Distorsi informasi harga Risiko Harga Musin panen Fluktuasi harga Jumlah pemasok Risiko Keberadaan pemasok Loyalitas pemasok Pasokan Ketidakpastian pasokan Kerusakan infrastruktur jalan Risiko Ketidakpastian waktu angkut Transportasi Pungutan liar/keamanan Jarak angkut Struktur pasar Risiko sertifikasi mutu Risiko Pasar Bunga bank Nilai tukar Kapasitas mesin Mutu bahan baku Risiko Perkiraan produksi Produksi Proses produksi Kurangnya akses informasi Risiko Kesalahan informasi Risiko peramalan Informasi Distorsi informasi Variasi mutu pasokan Risiko Rendahnya mutu pasokan Kualitas Penyimpanan Musim dan cuaca Kapasitas gudang Metode penyimpanan Risiko Penyimpanan Kuantitas pasokan Penyusutan Melanggar kontrak kerjasama Putusnya jaringan komunikasi Risiko Putusnya jaringan transportasi Kemitraan Rendahnya komitmen mitra
Posibilitas Dampak PR S SR R SR S SR SR R R SR R SR SR SR SR R R S S R R S S R S R S R R S S R R SR SR R SR R R R SR R SR R R R R R R R S R R R R R S R R R R R S S S R R R R R R SR SR R SR R R R R SR R PR S PR S SR SR
Keterangan: SR = Sangat Rendah, R = Rendah, S = Sedang, T = Tinggi, ST = Sangat Tinggi
Paparan R SR SR SR SR R SR SR R R R S R R R S R SR SR SR R R R R SR R SR R R SR R R R R R R SR SR R R R R R SR
197
Lampiran 9 Struktur hierarki identifikasi faktor risiko setiap tingkatan dengan fuzzy AHP Goal
Identifikasi faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok jagung
Tujuan
Peningkatan Kualitas pasokan (0,406)
Tingkat Petani (0,538)
Aktor
Faktor risiko
Menjamin kontinuitas pasokan yang stabil (0,265)
Tingkat Pengepul (0,157)
Tingkat Agroindustri (0,129)
Peningkatan kesejahteraan petani (0,328)
Tingkat Distributor (0,098)
Tingkat Konsumen (0,078)
Risiko lingkungan (0,290)
Risiko transportasi (0,036)
Risiko Kualitas (0,139)
Risiko Teknologi (0,032)
Risiko Pasar (0,071)
Risiko Penyimpanan (0,057)
Risiko Harga (0,145)
Risiko produksi (0,051)
Risiko kemitraan (0,032)
Risiko Pasokan (0,107)
Risiko Informasi (0,040)
Lampiran 10 Struktur hierarki pemilihan strategi penyeimbangan risiko rantai pasok dengan fuzzy AHP Goal
Tujuan
kriteria
Alternatif
Pemilihan strategi penyeimbangan risiko rantai pasok jagung
Peningkatan Kualitas pasokan (0,146)
Risiko Petani (0,447)
Kontrak jual/beli jagung dengan kualitas strandard (0,195)
Menjaga kontinuitas pasokan stabil (0,186)
Risiko Pengepul (0,132)
Pengaturan harga jagung di tingkat petani (0,209)
Risiko Agroindustri (0,192)
Penyediaan modal dengan kridit lunak bagi petani (0,165)
Peningkatan kesejahteraan petani (0,667)
Risiko Distributor (0,087)
Kontrak pembagian keuntungan antar pelaku rantai pasok (0,304)
Risiko Konsumen (0,143)
Kontrak penyediaan bibit unggul dan pembelian jagung (0,128)
198
Lampiran 11 Hasil pembobotan faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok Faktor Risiko Risiko Lingkungan Risiko Teknologi Risiko Harga Risiko Pasokan Risiko Transportasi Risiko Pasar Risiko Produksi Risiko Informasi Risiko Kualitas Risiko Penyimpanan Risiko Kemitraan bobot
Tingkat petani
Tingkat pengepul
Tingkat Tingkat Tingkat Agroindustri distributor konsumen
Rantai pasok
0,139
0,063
0,106
0,041
0,132
0,115
0,028 0,156 0,137
0,031 0,215 0,186
0,069 0,107 0,141
0,035 0,195 0,168
0,028 0,163 0,177
0,034 0,163 0,149
0,045 0,084 0,058 0,034 0,230
0,070 0,095 0,052 0,031 0,163
0,033 0,076 0,097 0,060 0,182
0,074 0,112 0,058 0,040 0,122
0,035 0,087 0,027 0,078 0,188
0,050 0,088 0,060 0,039 0,203
0,056
0,064
0,101
0,120
0,055
0,069
0,033 0,538
0,029 0,157
0,027 0,129
0,035 0,098
0,030 0,078
0,032
199
Lampiran 12 Petunjuk instalasi dan pengoperasian sistem manajemen risiko rantai pasok Untuk melakukan instalasi sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditas jagung diperlukan perangkat keras dan perangkat lunak sebagaimana dapat dilihat pada Tabel L1 dan Tabel L2. Tabel L1 Kebutuhan perangkat keras (hardware) implementasi sistem Perangkat keras Server Client 848 AMD atau Intel sekelasnya Intel Pentium 3 1. Processor 4 GB 1 GB 2. Memory 3. Hardisk 320 GB 80 GB 4. VGA card 256 warna 256 warna Tabel L2 Kebutuhan perangkat lunak (software) implementasi sistem Perangkat keras Server Client 1. Sistem Operasi Windows XP, Windows Windows XP, Windows 2007 2007 MySQL 2. Data base Engine Apache, PhpTriad 3. Application Engine Mozilla 2.5 atau Mozilla 2.5 atau Internet 4. Browser Internet Explorer Explorer Instalasi dilakukan pada komputer di sisi server dan komputer di sisi client. Pada sisi server beberapa perangkat lunak yang perlu diinstal adalah sistem operasi, seperti Windows XP, Windows 2007 atau Linux, mesin aplikasi sebagai server dan aplikasi basis data serta aplikasi browsing internet. Mesin aplikasi yang perlu diinstal adalah PhpTriad yang sudah merupakan gabungan dari aplikasi server Php dan database server dengan menggunakan MySQL. Aplikasi untuk browsing internet yang dapat digunakan adalah Internet Explorer atau Mozilla fire Fox. Kemudian pada sisi client yang perlu diinstal adalah aplikasi browsing saja, misalnya Internet Explorer atau Mozilla fire Fox.. Setelah proses instalasi PhpTriad di komputer server selesai maka akan terdapat folder Apache di dalam hardisk komputer server. Tahap berikutnya adalah menempatkan file-file aplikasi sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas dalam direktori yang sesuai agar aplikasi dapat dijalankan. File aplikasi PHP ditempatkan dalam folder Htdocs dalan folder Apache. Kemudian file basis data MySQL ditempatkan dalam folder MySQL/Data dalam folder Apache tersebut. Untuk mengoperasikan sistem, pertama-tama perlu dijalankan aplikasi server basis data dan server aplikasi di komputer server. Untuk menjalankan aplikasi server dapat dilakukan dengan cara mengklik Start, kemudian All Programs, pilih PhpTriad, kemudian Apache console dan pilih Start Apache. Setelah itu dapat dijalankan basis data server dengan cara mengklik Start, kemudian All Programs, pilih PhpTriad, kemudian MySQL dan pilih MySQL-D. Setelah kedua aplikasi tersebut dijalankan, maka aplikasi sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditas siap dijalankan baik dari sisi server ataupun dari sisi client dengan menggunakan Internet Explorer ataupun Mozilla Fire Fox. Untuk menjalankan sistem dengan
200
menggunakan localhost dapat dipanggil dengan menggunakan alamat website http://localhost/risikoscm/ sehingga akan tampil tampilan awal aplikasi sistem sebagaimana dapat dilihat pada Gambar P1. Untuk mengoperasikan aplikasi sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditas jagung dapat mengikut langkah-langkah sebagai berikut: A. Langkah awal pengoperasian sistem Tampilan awal dari sistem dapat diperlihatkan pada Gambar P1. Sebelum dapat mengoperasikan sistem user/pengguna terlebih dulu harus mendaftarkan dengan mengisi form pendaftaran pengguna (Gambar P3). Tetapi kalau sudah terdaftar sebagai pengguna dapat langsung menginputkan nama dan password. Kalau login berhasil maka akan tampil tampilan sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar P2. Dalam Gambar P2 tersebut terlihat menu-menu sebagai berikut: Home, Identifikasi risiko, Evaluasi risiko, Risiko SCM, Penyeimbangan risiko, Pengendalian risiko dan Logout. Menu Home digunakan untuk melihat tampilan awal, jika penggunanya adalah admin maka di dalam home akan muncul histogram nilai risiko rantai pasok, tetapi jika penggunanya bukan admin maka di dalam home akan menampilkan detail dari identitas pengguna tersebut. Menu Identifikasi risiko digunakan untuk melakukan input variabel dan faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok dan menampilkan hasil perhitungan risiko setiap variabel risiko. Menu Evaluasi risiko digunakan untuk menghitung nilai faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok dan menambahkan faktor risiko setiap tingkatan. Menu Risiko SCM digunakan untuk menghitung dan menampilkan tingkat risiko setiap tingkatan rantai pasok yang ditampilkan dalam bentuk histogram. Menu penyeimbangan risiko digunakan untuk melakukan negosiasi harga jagung di tingkat petani dengan pertimbangan risiko setiap tingkatan rantai pasok dengan menggunakan skenario perubahan harga jagung. Menu Pengendalian risiko digunakan untuk melakukan mitigasi risiko setiap tingkatan rantai pasok sesuai dengan tingkat risiko hasil evaluasi risiko sebelumnya. Menu Logout digunakan untuk keluar dari system.
Gambar P1. Halaman login pengguna
201
Gambar P2. Halaman awal login pengguna (petani)
Gambar P3 form pendaftaran pengguna B. Langkah evaluasi risiko setiap tingkatan rantai pasok Setelah pengguna berhasil login, maka dapat melakukan identifikasi dan evaluasi risiko sesuai dengan tingkatan pengguna dengan mengklik menu identifikasi risiko maka akan tampil tampilan seperti terlihat pada Gambar P4. Untuk menginputkan variabel risiko penggna dapat mengklik menu tambah varibel risiko, sehingga tampil seperti terlihat pada Gambar P6. Untuk dapat menginputkan variabel risiko, terlebih dulu harus menginputkan faktor risiko untuk setiap tingkatan rantai pasok sebagaimana terlihat pada Gambar P5.
202
Gambar P4 Tamiplan identifikasi risiko setiap tingkatan rantai pasok Pada Gambar P4, pengguna dapat memilih tingkatan rantai pasok yang akan diidentifikasi risikonya, kemudian memilih faktor risiko yang sudah diinputkan untuk dapat menginputkan variabel risiko ataupun menginputkan nilai risiko setiap variabel tersbut sebagaimana dapat diperlihatkan pada Gambar P7.
Gambar P5 Form input Faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok Untuk menginputkan faktor risiko, pengguna harus memilih tingkatan rantai pasok (SCM) dengan mengklik menu Combobox Tingkatan dalam SCM, kemudian input faktor risiko dan keterangan faktor risiko. Jika selesai, klik tombol simpan, maka input berhasil. Input akan gagal atau diminta input lagi jika ada bagian yang tidak diisi.
203
Gambar P6 Form input variabel risiko setiap faktor risiko Jika input faktor risiko berhasil, maka pengguna dapat menginputkan variabel risiko dengan memilih tingkatan SCM dengan menekan menu Combobox Pilih Tingkatan SCM, sehingga setelah terpilih combobox faktor risiko dapat diklik untuk dapat memilih faktor risiko mana yang akan ditambahkan variabel risikonya. Selanjutnya tuliskan variabel risiko dan keterangannya, kemudian setelah selasai klik tombol simpan.
Gambar P7 Form input nilai risiko setiap variabel risiko Untuk menginputkan nilai risiko, dapat dilakukan dengan mengklik nilai Dampak, nilai kemungkinan dan nilai paparan sesuai dengan tingkat risiko suatu variabel yang diinginkan misalnya tinggi, sedang atau rendah. Kemudian klik simpan jika sudah selesai, sebagaimana terlihat pada Gambar P7.
204
Gambar P8 Tampilan pilihan tingkatan rantai pasok Untuk menampilkan nilai risiko hasil evaluasi variabel risiko suatu tingkatan rantai pasok, pertama-tama pilih tingkatan rantai pasok sebagaimana terlihat pada Gambar P8, kemudian pilih faktor risiko pada tingkatan hasil pemilihan sebelumnya sebagaimana terlihat pada Gambar P9.
Gambar P9 Tampilan pilihan faktor risiko tingkat petani Pada Gambar P9 di atas dipilih tingkatan rantai pasoknya adalah petani dengan faktor risiko harga, maka hasil evaluasi variabel risikonya akan terlihat pada Gambar P10.
205
Gambar P10 Tampilan Hasil evaluasi variabel risiko pada risiko harga di tingkat petani Kemudian untuk menampilkan hasil evaluasi faktor risiko suatu tingkatan, pilih menu evaluasi risiko, kemudian pilih tingkatan rantai pasok yang diinginkan sebagaimana terlihat pada Gambar P8. Kemudian hasil evaluasi risiko akan ditampilak sebagaimana terlihat pada Gambar P11.
Gambar P11 Tampilan hasil evaluasi faktor risiko tingkat petani Untuk menampilkan hasil evaluasi faktor risiko pada tingkatan yang lain, dapat dilakukan dengan memilih atau mengganti nilai pilihan pada combobox pilih tingkatan. Kemudian untuk menampilkan hasil evaluasi risiko setiap tingkatan rantai pasok dapat dilakukan dengan mengklik menu Risiko SCM, sehingga akan tampil tampilan sistem sebagaimana terlihat pada Gambar P12.
206
Gambar P12 Tampilan hasil evaluasi risiko setiap tingkatan rantai pasok C. Langkah penyeimbangan risiko rantai pasok dengan skenario penentuan harga jagung di tingkat petani Untuk menjalankan proses penyeimbangan risiko rantai pasok, pertama-tama klik menu penyeimbangan risiko, sehingga akan terlihat tampilan seperti Gambar P13. Dengan tampilan tersebut pengguna diminta untuk memilih tingkatan sesuai dengan tingkatan yang inginkan, kemudian akan tampil form untuk dapat menginputkan nilai risiko sesuai dengan skenario perubahan harga tertentu. Misalkan dipilih tingkat konsumen maka tampil form skenario perubahan harga yang akan menimbulkan risiko di tingkat konsumen, sebagaimana terlihat pada Gambar P14.
Gambar P13 Tampilan awal penyeimbangan risiko rantai pasok
207
Kemudian dalam Gambar P14, diharapkan pengguna yaitu konsumen untuk menginputkan nilai risiko untuk setiap perubahan harga yang terjadi dengan mengklik menu input nilai untuk setiap faktor risiko. Form input risiko untuk suatu perubahan harga dapat diperlihatkan pada Gambar P15.
Gambar P14 Tampilan skenario perubahan harga dalam penyeimbangan risiko Dari Gambar P14 terlihat bahwa terdapat beberapa menu input nilai yang dapat diklik untuk menginputkan tingkat risiko dari setiap perubahan harga yang terjadi. Dalam hal ini pengguna harus menginputkan semua nilai risiko untuk setiap perubahan harga sebelum melangkah ke tahap perikutnya.
Gambar P15 Form input tingkat risiko atas perubahan harga dalam penyeimbangan risiko
208
Jika pengguna telah menginputkan semua tingkat risiko sesuai dengan kondisi yang dihadapi secara lengkap, maka akan tampil tampilan sistem sebagaimana terlihat pada Gambar P16.
Gambar P16 Tampilan risiko setiap perubahan harga dalam penyeimbangan risiko Proses yang sama perlu dilakukan untuk setiap tingkatan yang akan mengadakan negosiasi atau kesepakatan harga. Setelah semua tingkatan menginputka nilai utilitas risiko yang dihadapi sesuai dengan skenario perubahan harga, maka menu proses kesepakatan harga pada Gambar P16 dapat diklik, sehingga akan tampil form sebagaimana terlihat pada Gambar P17.
Gambar P17 Form input harga yang diinginkan dan tampilan harga kesepakatan Dari Gambar P17, terlihat bahwa jika pelaku suatu tingkatan belum menginptukan harga yang diinginkan atau diharapkan pada tingkat petani, maka diminta untuk
209
menginpukannya, disamping itu juga akan tampil tingkatan-tingkatan yang lain yang sudah selesai menginputkan utilitas risiko dan harga yang diinginkan. D. Langkah pengendalian risiko rantai pasok Untuk melakukan pengendalian risiko rantai pasok dapat dilakukan dengan mengklik menu pengendalian risiko, sehingga tampil seperti Gambar P18.
Gambar P18 Tampilan mitigasi risiko untuk memilih tingkatan rantai pasok Untuk melihat risiko apa saja yang perlu dilakukan pengendalian, pada Gambar P18 plih menu Combobox Pilih tingkatan, misalnya dipilih nilai tingkatan petani, maka akan tampil sebagaimana terlihat pada Gambar P19.
Gambar P19 Tampilan variabel risiko yang perlu pengendalian di tingkat petani Pada Gambar P19 di atas untuk setiap variabel risiko terdapat menu tindakan mitigasi/input tindakan, hal ini terjadi karena pengguna dalam tampilan tersebut adalah admin, tetapi jika penggunanya bukan admin maka akan tampil sebagaimana terlihat pada Gambar P20.
210
Gambar P20 Tampilan variabel risiko yang perlu pengendalian di tingkat konsumen Dari tampilan program pada Gambar P19, jika diklik tindakan mitigasi maka akan tampil sebagaimana terlihat pada Gambar P21. Tetapi sebagai admin juga dapat menginputkan dan mengubah tindakan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan risiko dengan tampilan sebagaimana terlihat pada Gambar P22.
Gambar P21 Tampilan alternatif pengendalian risiko
Gambar P21 dapat ditampilkan oleh setiap pengguna, sedangkan Gambar P22 hanya dapat ditampilkan oleh admin (Pakar dan Channel master).
211
Gambar P22 Form input alternatif pengendalian risiko oleh admin
I. PENDAHULUAN................................................................................................ 1 1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4 1.3. Manfaat Penelitian .................................................................................... 5 1.4. Perumusan Masalah Penelitian ................................................................. 6 1.5. Ruang Lingkup ......................................................................................... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 8 2.1. Manajemen Risiko Rantai Pasok .............................................................. 8 2.1.1. 2.1.2. 2.1.3.
2.2.
Komoditas Jagung................................................................................... 27
2.2.1. 2.2.2.
2.3. 2.4.
Kerangka Kerja Manajemen Risiko Rantai Pasok .................................... 13 Evaluasi Risiko Rantai Pasok .................................................................... 20 Pengendalian Risiko Rantai Pasok secara Bersama .................................. 25 Tata Niaga Jagung ..................................................................................... 33 Rantai Pasok Jagung.................................................................................. 35
Sistem Penunjang Keputusan Cerdas...................................................... 36 Penelitian Terdahulu dan Posisi Penelitian ............................................. 40
III. LANDASAN TEORI ...................................................................................... 44 3.1. Logika Fuzzy dan Analisa Risiko secara Fuzzy ...................................... 44 3.2. Fuzzy Analytical Hierarchy Process (Fuzzy AHP)................................. 46 3.3. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ............................................ 50 3.4. Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis (FFMEA) ............................... 52 3.4.1. 3.4.2.
3.5. 3.6. 3.7. 3.8. 3.9.
Fungsi Keanggotaan fuzzy FMEA ............................................................. 53 Proses Inferensi Fuzzy FMEA ................................................................... 58
Stakeholder Dialogue dengan Optimasi Non Linier............................... 58 Fungsi Regresi Fuzzy .............................................................................. 60 Fungsi Utilitas Risiko Fuzzy ................................................................... 63 Proses Manajemen Risiko ....................................................................... 65 Soft System Methodology ........................................................................ 68
IV. METODE PENELITIAN ................................................................................ 70 4.1. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 70 4.2. Tata Laksana Penelitian .......................................................................... 72 4.2.1. 4.2.2 4.2.3.
4.3. 4.4. 4.5.
Tahapan Penelitian .................................................................................... 72 Lokasi dan Waktu Penelitian..................................................................... 76 Pengumpulan Data, Informasi dan Pengetahuan ....................................... 76
Teknik-Teknik yang Digunakan ............................................................. 77 Langkah Pemodelan Sistem .................................................................... 79 Verifikasi dan Validasi Model ................................................................ 80
V. PENDEKATAN SISTEM ................................................................................ 83 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna ................................................................ 83 5.2. Identifikasi Permasalahan ....................................................................... 85 5.3. Identifikasi Sistem .................................................................................. 87 5.4. Analisis Kebutuhan Sistem ..................................................................... 91 VI. PEMODELAN SISTEM ................................................................................. 96 6.1. Konfigurasi Model .................................................................................. 96
212
213
6.2.
Sistem Manajemen Basis Model ............................................................ 97
6.2.1. 6.2.2. 6.2.3. 6.2.4. 6.2.5.
6.3.
Sistem Manajemen Basis Data ............................................................. 112
6.3.1. 6.3.2. 6.3.3. 6.3.4. 6.3.5.
6.4. 6.5.
Model Identifikasi Risiko Rantai Pasok.................................................... 98 Model Evaluasi Risiko Rantai Pasok ...................................................... 100 Model Agregasi Risiko Rantai Pasok ..................................................... 103 Model Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok .......................................... 107 Model Mitigasi Risiko setiap Tingkatan Rantai Pasok ........................... 111 Basis Data Identifikasi Risiko Rantai Pasok ........................................... 112 Basis Data Evaluasi Risiko Rantai Pasok ............................................... 113 Basis Data Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok.................................... 113 Basis Data Harga Jagung Pada Setiap Tingkatan Rantai Pasok.............. 114 Basis Data Mitigasi Risiko Rantai Pasok ................................................ 114
Sistem Manajemen Basis Pengetahuan ................................................ 114 Sistem Manajemen Dialog ................................................................... 115
VII. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK .......................................................116 7.1. Identifikasi Risiko Rantai Pasok .......................................................... 116 7.1.1. 7.1.2. 7.1.3. 7.1.4. 7.1.5. 7.1.6.
7.2.
Identifikasi Risiko Tingkat Petani........................................................... 119 Identifikasi Risiko Tingkat Pengepul ...................................................... 122 Identifikasi Risiko Tingkat Agroindustri ................................................ 124 Identifikasi Risiko Tingkat Distributor ................................................... 127 Identifikasi Risiko Tingkat Konsumen ................................................... 130 Identifikasi Risiko Rantai Pasok Jagung ................................................. 132
Evaluasi Risiko Rantai Pasok ............................................................... 134
7.2.1. 7.2.2. 7.2.3. 7.2.4. 7.2.5. 7.2.6.
Evaluasi Risiko Tingkat Petani ............................................................... 134 Evaluasi Risiko Tingkat Pengepul .......................................................... 136 Evaluasi Risiko Tingkat Agroindustri..................................................... 137 Evaluasi Risiko Tingkat Distributor ....................................................... 139 Evaluasi Risiko Tingkat Konsumen ........................................................ 140 Evaluasi Risiko Rantai Pasok Jagung ..................................................... 142
VIII. PENGENDALIAN DAN PENYEIMBANGAN RISIKO RANTAI PASOK.................................................................................................................144 8.1. Pengendalian Risiko Rantai Pasok ....................................................... 144 8.1.1. 8.1.2. 8.1.3. 8.1.4. 8.1.5.
8.2.
Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok ................................................... 154
8.2.1. 8.2.2.
8.3.
Pengendalian Risiko di Tingkat Petani ................................................... 144 Pengendalian Risiko di Tingkat Pengepul .............................................. 147 Pengendalian Risiko di Tingkat Agroindustri ......................................... 149 Pengendalian Risiko di Tingkat Distributor ............................................ 151 Pengendalian Risiko di Tingkat Konsumen ............................................ 152 Stakeholder Dialog Manajemen Risiko Rantai Pasok............................. 156 Negosiasi Harga Jagung di Tingkat Petani ............................................. 159
Optimisasi Pola Penjadwalan Tanam dengan Kendala Risiko ............. 163
8.3.1. 8.3.2. 8.3.3.
Optimasi dengan Kendala Risiko Kuantitatif ......................................... 163 Optimasi dengan Kendala Risiko Kualitatif ........................................... 167 Optimasi dengan Kendala Risiko Gabungan Kuantitatif Dan Kualitatif 169
IX. IMPLIKASI MANAJERIAL .........................................................................173 9.1. Implikasi Manajerial Analisis Risiko Rantai Pasok Jagung ................. 173 9.2. Implikasi Manajerial Pengendalian Risiko Rantai Pasok Jagung ........ 174 9.3. Implikasi Manajerial Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok Jagung .... 175
214
X. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 177 10.1. Kesimpulan ............................................................................................. 177 10.2. Saran ....................................................................................................... 180 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 182 LAMPIRAN ........................................................................................................ 189
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8
Posisi penelitian manajemen risiko rantai pasok ............................................ 189 Nilai utilitas risiko setiap tingkatan rantai pasok jagung ................................ 190 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko rantai pasok jagung ......................... 191 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat petani jagung .............. 192 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat pengepul jagung ......... 193 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat agroindustri ................ 194 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat distributor ................... 195 Nilai evaluasi faktor dan variabel risiko pada tingkat konsumen (peternak unggas) ........................................................................................................ 196 9 Struktur hierarki identifikasi faktor risiko setiap tingkatan dengan fuzzy AHP ..................................................................................................................... 197 10 Struktur hierarki pemilihan strategi penyeimbangan risiko rantai pasok dengan fuzzy AHP................................................................................................... 197 11 Hasil pembobotan faktor risiko setiap tingkatan rantai pasok ...................... 198 12 Petunjuk instalasi dan pengoperasian sistem manajemen risiko rantai pasok ..................................................................................................................... 199
215
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29.
Detail kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Pinto 2006) ........................... 17 Detail kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Rajamani et al. 2006) ........... 19 Nilai konsekuensi risiko ............................................................................................. 23 Produksi jagung di daerah sentra produksi ................................................................. 29 Produktifitas usaha tani jagung di daerah sentra produksi.......................................... 30 Produktifitas jagung di beberapa negara produsen jagung dunia ............................... 31 Atribut dan fungsi keanggotan Fuzzy dengan model TFN ......................................... 48 Kategori variabel input fuzzy FMEA .......................................................................... 55 Kategori variabel output fuzzy FMEA ........................................................................ 56 Penilaian dampak risiko .............................................................................................. 66 Bobot skala pengukuran risiko ................................................................................... 66 Aturan fuzzy IF-THEN evaluasi risiko rantai pasok ................................................. 102 Hasil pembobotan risiko tingkatan rantai pasok dengan fuzzy AHP ........................ 118 Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko dominan di tingkat petani............... 121 Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat pengepul......................... 123 Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat agroindustri .................... 126 Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat distributor ....................... 129 Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko di tingkat konsumen ....................... 131 Hasil evaluasi varibel risiko pada faktor risiko rantai pasok .................................... 133 Hasil evaluasi risiko tingkat petani berdasarkan faktor risiko dominan ................... 134 Hasil evaluasi risiko tingkat pengepul berdasarkan faktor risiko dominan .............. 136 Hasil evaluasi risiko tingkat agroindustri berdasarkan faktor risiko dominan.......... 138 Hasil evaluasi risiko tingkat distributor berdasarkan faktor risiko dominan ............ 140 Hasil evaluasi risiko tingkat konsumen berdasarkan faktor risiko dominan ............ 141 Hasil evaluasi risiko rantai pasok berdasarkan nilai risiko tingkatannya ................. 142 Input Excel-Solver pemilihan jadwal panen ............................................................. 165 Output Excel-Solver pemilihan jadwal panen ........................................................... 166 Perbandingan output model MILP dan AHP ............................................................ 170 Kombinasi alternatif, total profit dan total risk......................................................... 171
216
DAFTAR GAMBAR
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49.
Kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Pinto 2006)..................................... 15 Kerangka tools manajemen risiko rantai pasok (NSW 2005) .................................... 16 Kerangka kerja manajemen risiko rantai pasok (Rajamani et al. 2006) ..................... 18 Pohon Industri jagung (Suryana & Hermanto 2006) .................................................. 27 Alur tataniaga jagung (Sarasutha et al. 2007) ............................................................ 33 Areal tanam dan panen bulanan jagung di Indonesia (Suryana & Hermanto 2006) .. 34 Jaringan rantai pasok total produk/komoditi jagung .................................................. 36 Struktur model sistem pendukung keputusan cerdas (Phillips-Wren et al. 2009) ...... 39 Tahapan evaluasi risiko dengan fuzzy FMEA (Yeh & Hsieh 2007) ........................... 53 Fungsi keanggotaan fuzzy segitiga.............................................................................. 54 Fungsi keanggotaan fuzzy trapesium .......................................................................... 54 Fungsi keanggotaan input posibilitas risiko ............................................................... 55 Fungsi keanggotaan input dampak dan paparan risiko ............................................... 55 Fungsi keanggotaan fuzzy variabel output RPN ......................................................... 56 Skema aturan fuzzy FMEA (Puente et al. 2002)......................................................... 57 Kerangka pikir penelitian manajemen risiko rantai pasok ......................................... 71 Langkah pemodelan SPK cerdas pada manajemen risiko rantai pasok ...................... 75 Langkah-langkah teknik pemodelan sistem ............................................................... 80 Diagram lingkar sebab akibat ..................................................................................... 89 Diagram input output.................................................................................................. 91 Diagram analisis sistem .............................................................................................. 92 Diagram tujuan sistem ................................................................................................ 93 Diagram peranan subsistem........................................................................................ 94 Konfigurasi model SPK cerdas manajemen risiko rantai pasok................................. 97 Diagram alir model identifikasi variabel dan faktor risiko rantai pasok .................... 99 Fungsi keanggotaan fuzzy posibilitas risiko ............................................................. 100 Fungsi keanggotaan fuzzy dampak risiko ................................................................. 101 Fungsi keanggotaan fuzzy paparan risiko ................................................................. 101 Fungsi keanggotaan fuzzy output risiko (FRPN) ...................................................... 102 Diagram alir model evaluasi risiko rantai pasok ...................................................... 103 Diagram alir sub-model agregasi faktor risiko rantai pasok..................................... 105 Diagram alir sub-model agregasi risiko tingkatan rantai pasok ............................... 106 Diagram alir sub-model agregasi risiko total rantai pasok ....................................... 107 Diagram alir model penyeimbangan risiko rantai pasok .......................................... 110 Diagram alir model mitigasi risiko tingkatan rantai pasok....................................... 112 Struktur hierarki fuzzy AHP identifikasi risiko rantai pasok .................................... 117 Histogram perbandingan bobot risiko tingkatan rantai pasok komoditas jagung..... 119 Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat petani ................................. 120 Hasil evaluasi dan identifikasi risiko kualitas di tingkat petani ............................... 122 Histogram bobot faktor risiko di tingkat pedagang pengumpul ............................... 123 Hasil evaluasi dan identifikasi risiko harga di tingkat pengepul .............................. 124 Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat agroindustri ....................... 125 Hasil evaluasi dan identifikasi risiko mutu di tingkat agroindustri .......................... 127 Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat distributor .......................... 128 Hasil evaluasi dan identifikasi risiko harga di tingkat distributor ............................ 129 Histogram perbandingan bobot faktor risiko di tingkat konsumen .......................... 130 Hasil evaluasi dan identifikasi risiko kualitas di tingkat konsumen ......................... 131 Histogram perbandingan bobot faktor risiko rantai pasok komoditas jagung .......... 133 Hasil evaluasi risiko di tingkat petani ...................................................................... 135
217
218
50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72.
Hasil evaluasi risiko di tingkat pedagang pengumpul .............................................. 137 Hasil evaluasi risiko di tingkat agroindustri ............................................................. 138 Hasil evaluasi risiko di tingkat distributor ................................................................ 140 Hasil evaluasi risiko di tingkat konsumen ................................................................ 141 Hasil evaluasi risiko rantai pasok komoditas jagung ................................................ 143 Pengendalian risiko di tingkat petani ........................................................................ 145 Mitigasi risiko rendahnya mutu di tingkat petani ..................................................... 146 Pengendalian risiko di tingkat pengepul ................................................................... 147 Mitigasi risiko penyusutan di tingkat pengepul ........................................................ 148 Pengendalian risiko di tingkat agroindustri .............................................................. 149 Mitigasi risiko rendahnya mutu pasokan di tingkat agroindustri.............................. 150 Pengendalian risiko di tingkat pengecer ................................................................... 151 Mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat pengecer .................................................. 152 Pengendalian risiko di tingkat konsumen ................................................................. 153 Mitigasi risiko fluktuasi harga di tingkat konsumen ................................................ 154 Representasi fuzzy nilai posibilitas dan dampak risiko ............................................. 156 Representasi fungsi keanggotaan fuzzy perubahan harga jagung ............................. 157 Tampilan input nilai risiko pada model penyeimbangan risiko rantai pasok ........... 158 Faktor risiko dominan setiap tingkatan rantai pasok jagung .................................... 159 Tampilan hasil kesepakatan harga dengan penyeimbangan risiko ........................... 161 Tampilan Excel-Solver untuk solusi model MILP .................................................... 166 Struktur hierarchy dari risiko rantai pasok ............................................................... 168 Nilai bobot setiap elemen alternatif jadwal panen dengan risiko minimal ............... 168