KOMBINASI PENGGUNAAN PROBIOTIK MIKROBA RUMEN DENGAN SUPLEMEN KATALITIK PADA PAKAN DOMBA
RANTAN KRISNAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Kombinasi Penggunaan Probiotik Mikroba Rumen dengan Suplemen Katalitik pada Pakan Domba adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor,
Desember 2008
Rantan Krisnan NIM D051060161
ABSTRACT RANTAN KRISNAN. The Combination of Rumen Microbe Probiotics With Catalytic Supplement On Sheep Ration. Under the direction of KOMANG G. WIRYAWAN and BUDI HARYANTO. Biologically, sheep productivity is determined by rumen activities in digesting feedstuff especially fibre. An experiment has been carried out to investigate the effect of combined supplementation of probiotics and catalytic on the sheep performances. The trial was conducted using 16 heads of male young priangan sheep with the average initial body weight of 18 kg in completely randomized design with factorial 2x2 and 4 replications. The first factor was two types of probiotics mixed with catalytic supplement, while the second factor was two level of supplement percentage of mixture probiotics and catalytic at 0.5% and 1.0% of concentrate. The type of probiotics applied was probion and probiotics of buffaloes rumen microbes. The feeding level was set at 3% of body weight based on dry matter and consisting of forage (King grass) to concentrate ratio at 50:50. Results indicated a significantly greater fibre digestion value (NDF) and proportion of acetate molar in the group of sheep added with combination of probiotics of buffaloes rumen microbes and catalytic supplement. The interaction effect of the two factors significantly influenced average daily weight gain and feed conversion. Increasing the supplementation level could reduce IOFC ratio to feed cost at the combining treatment of probion and catalytic supplement. It was concluded that the optimum supplementation level of the combined of rumen microbe probiotics with catalytic supplement on sheep ration was 0.5%. Keywords: probiotic-catalytic supplement, productive performance, sheep.
RINGKASAN RANTAN KRISNAN. Kombinasi Penggunaan Probiotik Mikroba Rumen dengan Suplemen Katalitik pada Pakan Domba. Dibimbing oleh KOMANG G. WIRYAWAN dan BUDI HARYANTO. Hijauan khususnya rumput adalah pakan utama bagi ternak ruminansia termasuk domba. Oleh karena itu produktivitas ternak tersebut secara biologis ditentukan oleh kinerja sistem rumen dalam mencerna bahan pakan terutama serat yang diberikan kepada ternak. Kinerja fermentasi rumen dapat ditingkatkan melalui berbagai pendekatan, antara lain dengan pemberian suplemen mikroorganisme (probiotik) dan faktor pertumbuhan mikroba. Penggunaan probiotik di dalam pakan bertujuan untuk membuat keseimbangan mikroorganisme yang bermanfaat dalam proses degradasi nutrien dalam rumen, sedangkan beberapa mikromineral terutama Zn dan Co berperan penting dalam mendorong aktifitas enzim dalam rumen dan merupakan elemen yang dibutuhkan dalam media rumen sebagai faktor pertumbuhan mikroba. Berdasarkan dua pendekatan ini, maka timbul suatu pemikiran untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan nutrien pakan domba melalui kombinasi penggunaan probiotik dengan faktor pertumbuhan mikroba dalam satu pakan tambahan (feed supplement). Tujuan penelitian ini adalah: 1) Membandingkan dua jenis probiotik yang digunakan yaitu probiotik yang berasal dari cairan rumen kerbau dengan probiotik komersial (probion) dalam campurannya dengan suplemen katalitik, dan 2) Menentukan taraf penambahan yang tepat dari probiotik yang dicampur suplemen katalitik dalam ransum agar diperoleh perfoma ternak domba yang tinggi. Jenis probiotik yang digunakan adalah probion dan probiotik mikroba rumen kerbau. Probion mengandung 17 x109 sel/gram bakteri dan sudah merupakan produk komersil dari Balai Penelitian Ternak Ciawi, sedangkan probiotik mikroba rumen kerbau dibuat sendiri melalui serangkaian pengkajian yang mengutamakan tercapainya karakteristik populasi mikroba rumen yang optimal, baik dilihat dari total bakteri, jumlah bakteri selulolitik maupun jumlah fungi selulolitik. Hasil penelitan pendahuluan menunjukkan bahwa proses anaerob dari perlakuan enrichment (yang diperkaya) merupakan prosedur terbaik untuk menghasilkan kualitas probiotik yang berasal dari cairan rumen kerbau. Suplemen katalitik dibuat dari gelatin sagu yang diperkaya mikromineral Zn dan Co. Uji in-vivo dilakukan menggunakan 16 ekor domba jantan muda jenis priangan dengan bobot badan awal sekitar 18 kg. Rangcangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 2 x 2 dengan empat ulangan dan setiap ulangannya terdiri dari satu ekor domba. Faktor A adalah dua jenis probiotik yang dicampur dengan suplemen katalitik, sedangkan Faktor B adalah dua level persentase penggunaan dari campuran probiotik dengan suplemen katalitik pada konsentrat (0.5% dan 1.0%). Ternak diberi pakan sebanyak 3% dari bobot badan berdasarkan bahan kering dengan imbangan hijauan dan konsentrat yaitu 50:50. Hijauan yang digunakan adalah rumput raja, sedangkan konsentrat disusun atas dedak padi, molasses-coated palm kernel cake, mineral, urea dan garam. Parameter yang diukur meliputi: konsumsi bahan kering
pakan, pertambahan bobot badan harian (pbbh), konversi pakan, kecernaan pakan, karakteristik rumen (pH, NH3, VFA), populasi mikroba rumen (bakteri, protozoa), dan income over feed cost (IOFC). Hasil penelitian menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak nyata (P>0.05) terhadap konsumsi bahan kering pakan, tingkat kecernaan bahan kering dan kecernaan protein kasar. Adanya suplemen katalitik yang diperkaya mineral Zn dan Co memberikan pengaruh yang sama baiknya terhadap kedua probiotik yang digunakan. Perlakuan yang mengkombinasikan mikroba rumen kerbau dengan suplemen katalitik (Kombinasi II) menghasilkan rataan kecernaan NDF yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang mengkombinasikan probion dengan suplemen katalitik (Kombinasi I). Kondisi ini kemungkinan besar berkaitan dengan karakteristik mikroba rumen terutama yang bersifat selulolitik. Dugaan ini berkaitan dengan proporsi molar asetat pada Kombinasi II yang lebih tinggi dibandingkan Kombinasi I. Interaksi kedua faktor perlakuan sangat nyata (P<0.01) terjadi pada nilai pbbh dan konversi pakan. Perlakuan Kombinasi I pada taraf penggunaan 1.0% menghasilkan pbbh yang lebih kecil dibandingkan pada taraf 0.5%. Ada kecenderungan bahwa dengan meningkatnya taraf suplementasi pada perlakuan Kombinasi I akan menghasilkan nilai pbbh dan efisiensi pakan yang semakin rendah, sedangkan pada perlakuan Kombinasi II justru peningkatan taraf suplementasi akan menghasilkan pbbh dan efisiensi pakan yang hampir sama. Hasil ini mengindikasikan level 0.5% merupakan taraf suplementasi terbaik. Nilai pH dan NH3 yang dihasilkan berada pada kisaran normal untuk aktivitas mikroba rumen. Hasil analisis statistik tidak ditemukan perbedaan pengaruh yang nyata terhadap kedua parameter tersebut. Pengaruh yang tidak nyata terjadi juga terhadap konsentrasi VFA total. Namun, perbedaan jenis probiotik dalam campurannya dengan suplemen katalitik (Faktor A) berpengaruh nyata terhadap proporsi molar asam asetat, butirat dan valerat, sedangkan perbedaan taraf penggunaan (Faktor B) nyata berpengaruh (P<0.05) pada proporsi molar asam valerat. Tingginya propoprsi molar asetat pada perlakuan Kombinasi II dibandingkan Kombinasi I berkaitan erat dengan tingkat kecernaan NDF. Adanya kombinasi perlakuan belum mengakibatkan perbedaan populasi bakteri dan protozoa rumen, tetapi kemungkinan ada perbedaan dalam jumlah masingmasing spesies bakteri dan protozoa cairan rumen. Hal ini didasarkan adanya perbedaan tingkat kecernaan nutrien ransum seperti kecernaan NDF dan proporsi molar dari beberapa asam lemak terbang (VFA) parsial. Dilihat dari analisis ekonomis, Kombinasi I pada taraf penggunaan 1.0% nyata mempunyai rasio IOFC yang lebih kecil dibandingkan taraf penggunaan 0.5%, sedangkan pada Kombinasi II menghasilkan rasio IOFC yang sama pada kedua taraf penggunaannya. Secara keseluruhan dapat disimpulkan, yaitu : 1) Interaksi kedua faktor perlakuan berpengaruh terhadap rataan pertambahan bobot badan harian dan konversi pakan. Taraf suplementasi 0,5% campuran probiotik mikroba rumen dengan suplemen katalitik dalam konsentrat domba menunjukkan produktivitas ternak serta nilai ekonomis pakan yang baik, dan 2) Suplementasi campuran probiotik mikroba rumen kerbau dengan suplemen katalitik mampu meningkatkan nilai kecernaan serat (NDF) dan proporsi molar asetat. Kata kunci: probiotik-suplemen katalitik, produktivitas, domba.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB
KOMBINASI PENGGUNAAN PROBIOTIK MIKROBA RUMEN DENGAN SUPLEMEN KATALITIK PADA PAKAN DOMBA
RANTAN KRISNAN
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ternak
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Tesis
: Kombinasi Penggunaan Probiotik Mikroba Rumen dengan Suplemen Katalitik pada Pakan Domba
Nama
: Rantan Krisnan
NIM
: D. 051 060 161
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Komang G. Wiryawan Ketua
Dr. Ir. Budi Haryanto, M.Sc. Anggota
Diketahui Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian : 1 Desember 2008
Tanggal Lulus : 9 Desember 2008
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Dwierra Evvyernie, M.S. M.Sc.
DEDICATION :
To my wife and my daughter (Nia & Kafsina), Whose love, support and encouragement made the long hours of this writing much shorter. © RK
PRAKATA Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Februari sampai Maret 2008 ialah Kombinasi Penggunaan Probiotik Mikroba Rumen dengan Suplemen Katalitik pada Pakan Domba. Pada kesempatan yang berbahagia ini penulis menghaturkan terima kasih yang tulus tidak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat Bapak Dr. Ir. Komang G. Wiryawan sebagai ketua komisi pembimbing, Bapak Dr. Ir. Budi Haryanto, M.Sc. sebagai anggota komisi pembimbing atas kesabaran, penyediaan waktu, keikhlasan selama proses pembimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi Program Magister. Ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Dwierra Evvyernie, M.S. M.Sc. yang telah banyak memberikan saran untuk kesempurnaan tesis ini. Ucapan terima kasih penulis, disampaikan kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jakarta, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor, Kepala Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih Sumatera Utara dan Komisi Pembinaan Tenaga Badan Litbang Pertanian Jakarta, yang telah memberikan kesempatan belajar dan biaya kepada penulis selama mengikuti Program Magister. Penulis menyampaikan terima kasih Kepada Kepala Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Peternakan IPB dan Kepala Laboratorium Balai Penelitian Ternak Ciawi, atas kesempatan yang diberikan untuk penggunaan fasilitas laboratorium dan kandang. Kepada Ibu Nina, Ibu Ida, Ibu Zerni, Ibu Yeni, Bapak Sumanto, Rahmat dan Agus serta staf laboratoriun lainnya, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuannya selama penelitian. Terima kasih juga penulis sampaikan atas kerjasama yang baik kepada Ibu Siska, Windu, Anwar, Lendrawati, Syahrudin, Mba Yanti (almh.) serta temanteman seperjuangan dalam mencari ilmu di Program Pascasarjana IPB. Semoga persahabatan kita akan selalu terjaga dengan baik. Akhirnya, Ucapan terima kasih penulis sampaikan dengan tulus kepada yang tercinta Instriku Nia Rachmawati, S.P. M.Si. dan anakku tersayang Tania Kraesi Cahya Kafsina serta kepada kedua orang tua yang tercinta (Bapak Enceng Tasripin dan Ibu Ecin Kuraesin) dan Mertua tersayang (Bapak Maman Rachman dan Ibu Nonoh Siti Aminah) atas doa dan dorongan semangat yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi Program Magister di IPB. Penulis berharap tesis ini dapat memberikan informasi baru dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang peternakan dan bermanfaat bagi pembaca.
Bogor,
Desember 2008
Rantan Krisnan
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 7 Mei 1979 dari pasangan Bapak Enceng Tasripin dan Ibu Ecin Kuraesin. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dan mempunyai kakak kandung bernama Nandan Rayes Nandanu, S.E. Penulis telah menikah dengan Nia Rachmawati, S.P. M.Si. pada tanggal 6 Maret 2004 dan sekarang telah dikaruniai seorang putri berusia empat tahun bernama Tania Kraesi Cahya Kafsina. Pendidikan TK sampai SMU penulis jalani di kota Ciamis dan lulus SMU pada tahun 1997. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran Bandung lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2003 penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan ditugaskan sebagai staf peneliti di Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih Sumatera Utara. Melalui beasiswa Badan Litbang Pertanian, penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi Program Magister di Program Pascasarjana, Program Studi Ilmu Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xv
PENDAHULUAN ........................................................................................
1
Latar Belakang .......................................................................................... Tujuan Penelitian ...................................................................................... Manfaat Penelitian ..................................................................................... Kerangka Berpikir dan Hipotesis ...............................................................
1 3 3 4
TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
6
Domba Priangan ....................................................................................... Pakan Domba ............................................................................................ Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia ..................................................... Rumen dan Mikroorganisme Rumen ........................................................ Probiotik .................................................................................................... Kebutuhan Mineral untuk Domba ............................................................ Suplemen Katalitik .....................................................................................
6 7 7 9 10 11 13
BAHAN DAN METODE ............................................................................
15
Waktu dan Tempat ..................................................................................... Tahapan Pelaksanaan Penelitian ................................................................ Pembuatan Probiotik ........................................................................... Pencampuran Probiotik dengan Suplemen Katalitik ........................... Uji Biologis Pakan Perlakuan pada Ternak Domba ............................ Rancangan Penelitian ............................................................................... Peubah yang Diukur ..................................................................................
16 16 16 19 20 21 21
HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................
24
Konsumsi Pakan ....................................................................................... Kecernaan Pakan ....................................................................................... Pertambahan Bobot Badan ........................................................................ Konversi Pakan ......................................................................................... Karakteristik Cairan Rumen....................................................................... Income Over Feed Cost (IOFC) .................................................................
24 26 29 31 32 38
KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................................
40
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
41
LAMPIRAN .................................................................................................
46
DAFTAR TABEL Halaman 1. Kebutuhan mineral makro, mikro dan langka pada domba ....................
12
2. Pengaruh perlakuan terhadap rataan populasi mikroba rumen kerbau (sel/ml) pada penelitian pendahuluan ....................................................
19
3. Komposisi campuran probiotik dengan suplemen katalitik ....................
19
4. Susunan dan komposisi kimia serta harga konsentrat penelitian ............
20
5. Pengaruh perlakuan terhadap rataan konsumsi bahan kering (g/e/hr) ....
25
6. Pengaruh perlakuan terhadap kecernaan bahan kering (%) ....................
26
7. Pengaruh perlakuan terhadap kecernaan protein kasar (%) ....................
27
8. Pengaruh perlakuan terhadap kecernaan NDF (%) ................................
28
9. Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan bobot badan harian (g/e/hr)
29
10. Pengaruh perlakuan terhadap konversi pakan .........................................
31
11. Pengaruh perlakuan terhadap pH rumen domba ....................................
32
12. Pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi NH3 (mM) ............................
33
13. Pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi VFA total (mM) .................
34
14. Proporsi molar asam lemak mudah terbang (%) ....................................
35
9
15. Pengaruh perlakuan terhadap populasi bakteri (x 10 sel/ml) domba .... 6
16. Pengaruh perlakuan terhadap populasi protozoa (x 10 sel/ml) domba .
37 37
17. Perbandingan nilai biaya pakan dengan nilai pertambahan bobot badan domba (Rupiah) antar perlakuan ............................................................
39
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka pemikiran metode penelitian ..................................................
15
2. Proses pengenceran berseri dan inokulasi pada media padat ..................
18
3. Rataan konsumsi bahan kering harian selama 12 minggu .................
24
4. Interaksi dua faktor terhadap rataan pbbh selama 12 mg .......................
30
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Komposisisi pembuatan media pengujian mikroba ...............................
46
2. Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap total konsumsi bahan kering pakan (g/e/hr), pertambahan bobot badan harian (g/e/hr) dan konversi pakan ......................................................................................................
47
3. Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap kecernaan bahan kering, kecernaan protein kasar dan kecernaan NDF (%) ..................................
48
4. Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap pH, dan konsentrasi NH3 (mM) rumen domba ...............................................................................
49
5. Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi VFA total (mM) dan proporsi molar VFA parsial (%) .....................................................
50
9
6. Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap populasi bakteri (x 10 sel/ml) dan populasi protozoa (x 106 sel/ml) rumen domba ..............................
52
7. Perhitungan harga ransum penelitian ......................................................
53
PENDAHULUAN Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia yang mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan. Penyebaran ternaknya yang merata di seluruh wilayah serta sistem budi daya yang tidak memerlukan dukungan lahan yang luas, menjadikan ternak tersebut lebih populer di kalangan petani. Disamping potensi pasar lokal, pasar ternak domba cukup terbuka untuk ekspor terutama ke negara di lingkungan Asia Tenggara. Namun demikian, fenomena usaha ternak domba bagi masyarakat petani cenderung masih bersifat usaha sampingan atau belum sepenuhnya berorientasi komersial, sehingga sistem usaha dilakukan tradisional dengan skala pemilikan usaha yang relatif sedikit (Wiradarya 2004). Perbaikan manajemen pakan adalah langkah terpenting dalam pengembangan usaha ternak domba ke arah yang lebih rasional, mengingat pakan merupakan sarana produksi yang sangat penting bagi ternak karena berfungsi sebagai bahan pemacu pertumbuhan. Ketersediaan pakan yang cukup jumlah maupun mutunya secara berkesinambungan menjadi salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pengembangan ternak (Mathius et al. 1997). Hijauan khususnya rumput adalah pakan utama bagi ternak ruminansia, oleh karena itu produktivitas ternak tersebut secara biologis ditentukan oleh kinerja sistem rumen dalam mencerna bahan pakan terutama serat yang diberikan kepada ternak. Secara umum, produktivitas ternak domba di Indonesia relatif rendah, terutama berkaitan dengan kualitas pakan yang juga relatif rendah, ditambah lagi kuantitas yang kemungkinan kurang mampu mencukupi kebutuhan ternak. Pemanfaatan zat gizi oleh ternak ruminansia, khususnya ternak domba dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia zat gizi yang terkandung di dalam bahan pakan tersebut, disamping oleh aktivitas enzimatis mikroba rumen. Nilai nutrisi bahan pakan dinyatakan baik apabila memberikan nilai hayati tinggi yang dapat dilihat dari respon produksi ternak terhadap bahan pakan tersebut. Kinerja fermentasi rumen dapat ditingkatkan melalui berbagai pendekatan, antara lain dengan pemberian suplemen mikroorganisme atau probiotik (Fallon & Harte
1987; Mutsvangwa et al. 1992; Haryanto et al. 1998) dan faktor pertumbuhan mikroba (Hungate & Stack 1982; Thalib 2002). Penggunaan suplemen mikroorganisme (probiotik) sebagai bahan pakan aditif mulai digunakan kembali setelah diabaikan sejak dikembangkannya produk antibiotik pada awal abad 20 (Hobson & Jouany 1988). Kesadaran para konsumen dan pengusaha peternakan terhadap resiko yang ditimbulkan oleh antibiotik, berdampak pada penggunaan probiotik dalam menggantikan peran antibiotik. Probiotik didefinisikan Fuller (1992) sebagai bentuk suplemen mikroba hidup yang memberikan efek menguntungkan terhadap ternak. Suplementasi probiotik dikemukakan Yoon dan Stern (1995) dapat meningkatkan pertambahan bobot hidup dan efesiensi pakan pada penggemukan sapi potong. Hal ini sependapat dengan Winugroho et al. (1995) dan Haryanto et al. (1998) bahwa penggunaan probiotik memberikan pengaruh positif terhadap ternak ruminansia. Umumnya, mikroorganisme utama dalam probiotik adalah biakan jamur seperti Aspergillus oryzae dan Saccharomyces cerevisiae dan bakteri asam laktat seperti Lactobacillus (Yoon & Stern 1995). Sekarang ini telah berkembang probiotik yang berasal dari cairan rumen yang dapat memberikan efek sinergistik terhadap pencernaan serat pakan dalam rumen. Hal ini didasarkan adanya bakteri selulolitik utama pencerna serat pada cairan rumen yaitu; Butyrivibrio fibrisolvens, Bacteroides succinogenes dan Ruminococcus albus (Thalib 2002). Jenis cairan rumen yang digunakan juga beragam yaitu dapat berasal dari cairan rumen sapi, kerbau maupun domba. Suryahadi et al. (1996) melaporkan bahwa cairan rumen kerbau mempunyai daya degradasi selulosa yang lebih tinggi dibanding cairan rumen sapi, baik dalam bentuk multi kultur maupun dalam bentuk kultur murni (Ruminococcus albus). Konsentrasi enzim pemecah serat di dalam rumen merupakan fungsi dari transkripsi DNA yang mengontrol produksi protein dan ketersediaan elemen yang diperlukan di dalam media rumen. Mineral sering disebut berkaitan dengan ketersediaan elemen yang dibutuhkan dalam media rumen sebagai faktor pertumbuhan mikroba. Umumnya ternak ruminansia di Indonesia kekurangan akan mineral terutama Ca, P, Zn, Cu, Se (Little et al. 1989). Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi beberapa mineral tunggal seperti Zn, Cu, Mn
2
ternyata yang memberikan respon terbaik adalah Zn (Supriyati et al. 2000). Mikromineral Zn memegang peranan penting dalam mendorong aktifitas enzim polymerase, sedangkan ketersediaan asam-asam amino yang diperlukan juga sangat menentukan proses produksi protein tersebut. Djajanegara dan Prabowo (1996) melaporkan juga bahwa penggunaan mineral Zn, Co dan Mo dapat meningkatkan kecernaan serat kasar rumput raja. Hasil penelitian Uhi (2005) mendapatkan bahwa suplemen katalitik yang terbuat dari gelatin sagu yang diperkaya dengan Co dan Zn mampu meningkatkan efektivitas degradasi komponen serat pakan di dalam rumen domba. Sementara itu, ketersediaan mikromineral dan energi yang diperlukan untuk merangsang proses sintesis protein oleh mikroba rumen dapat dilakukan melalui suplementasi. Konsentrasi mineral dan carrier yang digunakan akan mempengaruhi efektifitas metabolisme mikroba rumen. Latar belakang inilah yang mendorong suatu penelitian untuk menciptakan kinerja fermentasi rumen lebih baik dalam upaya meningkatkan produktivitas ternak yaitu melalui kombinasi antara substansi katalitik dengan probiotik. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan nutrien pakan domba dengan cara suplementasi probiotik mikroba rumen yang dicampur dengan suplemen katalitik. Sedangkan tujuan khusus penelitian adalah : 1 Membandingkan dua jenis probiotik yang digunakan yaitu probiotik yang berasal dari cairan rumen kerbau dengan probiotik komersial (probion) dalam campurannya dengan suplemen katalitik. 2 Menentukan taraf penambahan yang tepat dari probiotik yang dicampur suplemen katalitik dalam ransum agar diperoleh perfoma ternak domba yang tinggi. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu kombinasi suplemen probiotik dengan substansi katalitik yang mampu meningkatkan produktivitas ternak domba melalui peningkatan efisiensi penggunaan pakan.
3
Kerangka Berpikir dan Hipotesis Secara umum, pakan ruminansia termasuk ternak domba didominasi oleh hijauan terutama rumput yang mengandung serat kasar tinggi. Namun ada sebagian peternak yang memberikan pakan tambahan berupa bijian sebagai pakan penguat, tetapi itupun bukan berasal dari bahan-bahan pakan konvensional, melainkan berasal dari limbah agro-industri yang diidentifikasi mengandung serat kasar tinggi dan berkualitas rendah. Di sisi lain, upaya pencapaian tingkat produksi ternak domba yang sesuai dengan kemampuan genetiknya dapat dilakukan apabila kualitas pakannya baik dan secara kuantitas memenuhi jumlah yang dibutuhkan. Apabila kualitas pakan rendah, seharusnya diberikan kuantitas yang lebih banyak agar diperoleh jumlah zat gizi tercerna cukup sesuai kebutuhannya. Namun hal ini sulit dilakukan apabila kapasitas rumen tidak mampu menampung jumlah pakan yang cukup besar. Upaya menciptakan lingkungan rumen yang ideal untuk proses degradasi dan fermentasi mikroba terhadap bahan organik pakan merupakan strategi yang tepat untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan dengan tingkat produktivitas ternak yang lebih tinggi. Hal ini dapat dilakukan melalui
dua
pendekatan,
yakni
pemberian
suplemen
mikroorganisme
(probiotik) dan faktor pertumbuhan mikroba. Peningkatan degradasi serat dan peningkatan fermentasi mikroba rumen terhadap komponen serat pakan akan mendukung terbentuknya asam lemak mudah terbang (volatile fatty acids) serta adenosin-tri-phosphate (ATP) yang diperlukan sebagai sumber energi bagi ternak. Ketersediaan ATP di dalam rumen juga akan mendorong proses sintesis protein mikroba rumen sehingga akan terbentuk massa mikroba yang lebih besar. Massa mikroba ini akan terbawa aliran digesta ke saluran cerna pasca rumen dan dapat menjadi sumber protein (asam amino) bagi ternak. Dengan demikian, diharapkan akan terjadi proses metabolisme di dalam jaringan tubuh ternak secara optimal sehingga dapat dideposisikan zat gizi (protein dan lemak) dalam jumlah yang optimal. Hal ini berarti akan meningkatkan produktivitas ternak dalam bentuk pertambahan bobot badan yang lebih tinggi.
4
Penggunaan probiotik di dalam pakan bertujuan untuk membuat keseimbangan mikroorganisme yang bermanfaat dalam proses degradasi komponen zat gizi di dalam rumen. Aktivitas enzimatis terhadap degradasi komponen serat dapat meningkat apabila produksi enzim pemecah serat dapat ditingkatkan. Oleh karena itu ketersediaan elemen yang dibutuhkan sebagai faktor pertumbuhan mikroba menjadi sangat penting. Beberapa mikromineral terutama Zn memegang peranan penting dalam mendorong aktifitas enzim dalam rumen dan merupakan elemen yang dibutuhkan dalam media rumen sebagai faktor pertumbuhan mikroba. Dari dua pendekatan tersebut, maka timbul suatu pemikiran untuk mengkombinasikan penggunaan probiotik dengan faktor pertumbuhan mikroba dalam satu pakan tambahan (feed supplement). Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah : 1) penggunaan kombinasi probiotik dengan suplemen katalitik dalam jumlah yang tepat akan meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan domba, dan 2) perbedaan jenis probiotik dan level penggunaan akan memberikan respon yang berbeda terhadap produktivitas domba.
5
TINJAUAN PUSTAKA Domba Priangan Domba termasuk salah satu hewan ruminansia kecil yang banyak dipelihara dan dikembangbiakkan di Indonesia, termasuk sub familia Caprinae. Semua domba yang diternakkan termasuk genus Ovis aries. Ada 4 spesies domba liar yaitu : 1) Moufflon (Ovis musimon) di Eropa dan Asia sebelah barat; 2) Urial (Ovis orientalis) tersebar di Afganistan dan Asia Barat; 3) Argali (Ovis ammon) berkembang biak di Asia Tengah; 4) Bighorn (Ovis canadensis) yang ada di Asia dan Amerika bagian Utara (Subandriyo et al. 2000). Domba priangan merupakan strain domba ekor tipis yang tersebar di daerah Jawa Barat, terutama di daerah Garut sehingga disebut domba garut. Domba priangan mulai dikembangkan pada tahun 1864 melalui persilangan tiga bangsa antara domba lokal (domba ekor tipis jawa), domba merino dan domba Kaapstad (cape) yang diduga berasal dari Afrika Selatan (Devendra & McLeroy 1982). Domba priangan mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan domba ekor tipis jawa, bentuk muka yang cembung dan sering ditemukan domba dengan telinga rumpung (tidak mempunyai daun telinga). Warna wol bermacam-macam yaitu hitam, abu-abu, putih dan belang-belang hitam. Pada bagian pangkal ekornya terdapat sedikit timbunan lemak. Domba betina tidak bertanduk, sedangkan domba jantan memiliki tanduk yang melengkung. Bobot badan domba Priangan betina sebesar 35 – 40 kg, sedangkan bobot badan domba jantan mencapai 50 – 60 kg (Devendra & McLeroy 1982). Domba Priangan memiliki keistimewaan sebagai salah satu domba peridi dunia (Bradford & Inounu 1996). Namun, kondisi pemeliharaan di peternak rakyat yang terbatas khususnya dalam penyediaan pakan mengakibatkan keunggulan sifat peridi tersebut tidak selalu memberikan keuntungan bagi peternak. Keunggulan lain dari domba priangan adalah dapat beradaptasi baik pada kondisi setempat terutama Jawa Barat, umur pubertas dicapai lebih awal dibandingkan domba impor Australia (Sutama 1992), tidak memiliki sifat kawin musiman sehinga dapat beranak sepanjang tahun dan dapat bunting kembali setelah sebulan melahirkan sehingga berpotensi untuk memperpendek jarak kelahiran (Fletcher et al. 1985)
Pakan Domba Domba pada dasarnya adalah ternak pemakan rumput dan berbeda dengan kambing yang cenderung sebagai pemakan semak atau legum. Domba memiliki cara makan yang kurang memilih dibanding ternak kambing, sehingga memungkinkan dapat hidup lebih baik pada daerah yang lebih kering dengan kondisi suplai pakan yang fluktuatif dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Hijauan yang segar atau campuran hijauan dengan konsentrat, hendaknya diberikan pada domba dengan sistem pemeliharaan dikandangkan (Williamson & Payne 1993). Jumlah pakan yang diberikan sekitar 3% dari bobot badan berdasarkan bahan kering (Tomaszewska et al. 1993). Domba mampu mengkonsumsi pakan berserat, biasanya jerami yang telah dipotong-potong (chop). Secara alami, domba senang mengkonsumsi rumputrumputan, namun pemberian pakan yang hanya berupa rumput-rumputan belum dapat memenuhi kebutuhan zat-zat makanan sebagai sumber energi dan protein. Rumput hanya merupakan bahan pakan sumber energi. Penambahan bahan pakan sebagai sumber protein merupakan suatu hal yang mutlak dilakukan jika usaha penggemukan domba berorientasi bisnis. Penambahan sumber protein akan mempercepat pertumbuhan domba dan dalam skala luas mempercepat waktu pemeliharaan sehingga domba bisa dijual lebih cepat (Sodiq & Abidin 2002). Usaha penggemukan domba menuntut ketersediaan pakan yang cukup, baik energi, protein, vitamin dan mineral. Kekurangan energi dapat menyebabkan terjadinya penurunan bobot badan ternak, memperlambat pertumbuhan, menurunkan efisiensi reproduksi dan produksi susu serta dapat meningkatkan mortalitas (Pond et al. 1995). Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia Perut ruminansia terdiri atas empat bagian yaitu retikulum, rumen, omasum, dan abomasum. Retikulum mempunyai tiga kutub penghubung, pertama menuju rumen, kedua menghubungkan dengan oesofagus dan retikuloomasal. Fungsi utama retikulum adalah mengontrol perintah aliran pakan dan membentuk jalan pakan kembali ke oesofagus selama proses ruminasi. Rumen merupakan bagian terbesar perut ruminansia yang merupakan tempat terjadinya proses fermentasi. Omasum berperan dalam penyerapan air dan beberapa asam lemak.
7
Omasum memiliki penghubung bagian depan dengan retikulum dan bagian belakang dengan abomasum. Digesta dipompa dari omasum langsung ke abomasum. Abomasum berhubungan dengan omasum di bagian depan dan usus halus di bagian belakang. Abomasum memproduksi asam dan merupakan bagian saluran pencernaan tempat awal proteolisis. Hasil pencernaan tersebut akhirnya masuk ke dalam sistem peredaran darah (Collier et al. 1984). Pencernaan pada ternak ruminansia merupakan proses yang kompleks, melibatkan interaksi yang dinamis antara makanan, mikroba dan hewan. Pencernaan merupakan proses yang multi tahap. Proses pencernaan pada ternak ruminansia terjadi secara mekanis di mulut, fermentatif oleh mikroba di rumen, dan hidrolitis oleh enzim pencernaan di abomasum dan duodenum hewan induk semang. Sistem fermentasi dalam perut ruminansia terjadi pada sepertiga dari alat pencernaannya. Hal tersebut memberikan keuntungan yaitu produk fermentasi dapat disajikan ke usus dalam bentuk yang lebih mudah diserap. Namun ada pula kerugiannya, yakni banyak energi yang terbuang sebagai CH4 (6-8%) dan sebagai panas fermentasi (4-6%), protein bernilai hayati tinggi mengalami degradasi menjadi NH3, dan mudah menderita ketosis (Sutardi 1976). Aktivitas mikroba dalam proses fermentasi pakan akan tergantung dari kecukupan substrat dan persediaan nitrogen dalam cairan rumen. Hal ini penting untuk mengaktifkan fermentasi dan kecepatan degradasi. Terdapat beberapa faktor pakan yang mempengaruhi kecepatan degradasi dan fermentasi mikroba rumen, diantaranya: 1) perbandingan hijauan dengan konsentrat, 2) proporsi hijauan serat dalam bentuk panjang di dalam ransum, 3) konsentrasi atau jumlah, 4) kualitas bagian ransum yang mudah difermentasi, dan 5) penambahan bahan pakan dengan lemak atau asam lemak (Tamminga 1982). Polisakarida (pektin, xylan, pentosan, selulosa, polisakarida mikroba, pati dan fruktosan) di dalam rumen dihidrolisis menjadi monosakarida (asam uronat, xylosa, arabinosa, glukosa dan fruktosa). Selanjutnya gula-gula bebas mengalami fermentasi oleh bakteri dengan produk VFA terutama asam asetat, asam propionat, asam butirat, CO2 dan CH4 (Brock & Madigan 1991). Sedangkan protein di dalam rumen akan mengalami hidrolisis menjadi asam amino dan oligopeptida. Selanjutnya asam amino mengalami katabolisme lebih lanjut dan
8
menghasilkan amonia, VFA dan CO2 (Sutardi 1976). Amonia digunakan untuk membangun sel mikroba, VFA akan diserap langsung dari rumen dan retikulum untuk dimanfaatkan oleh ternak sebagai sumber energi, sedangkan CO2 dan CH4 dikeluarkan melalui proses eruktasi yang merupakan suatu kehilangan energi (Preston & Leng 1987; Church 1988). Efisiensi penggunaan energi untuk sintesa sel mikroba juga dipengaruhi oleh prekursor nitrogen berupa amonia untuk sintesis protein mikroba (Jouany 1991). Rumen dan Mikroorganisme Rumen Rumen adalah suatu organ khusus pada ternak ruminansia tempat berlangsungnya pencernaan selulosa dan polisakarida tanaman lainnya melalui aktivitas fermentasi mikroba tertentu (Brock & Madigan 1991). Ukuran rumen dan retikulum sangat besar, mencapai 15-22% dari bobot tubuh ternak (Sutardi 1980). Jumlah tersebut meliputi sekitar 75% dari seluruh volume organ pencernaan ternak ruminansia dan memberikan andil 40-70% dari angka kecernaan bahan organik ransum sehingga merupakan bagian yang sangat berperan dalam sistem pencernaan ruminansia (Hvelplund & Madsen 1985). Kondisi dalam rumen adalah anaerobik dengan tekanan osmosis dalam rumen mirip dengan tekanan aliran darah dan suhunya 38 – 42 0C. Rumen tidak menghasilkan enzim pencernaan (enzim selulase), karena tidak terdapat sel-sel kelenjar pada jaringan epitel selaput mukosa, tetapi rumen selalu menerima saliva yang bersifat alkalis dengan karbonat sebagai komposisi utamanya. Saliva yang masuk ke dalam rumen berfungsi sebagai buffer dan membantu mempertahankan pH tetap 6.8. Mikroorganisme rumen cukup beraneka ragam, baik jenis maupum macam substratnya. Namun, bakteri yang terpenting dalam proses fermentasi pakan adalah mikroorganisme yang mampu mendegradasi selulosa dan hemiselulosa, pati, gula, serta protein. Dalam rumen (sapi, kambing, domba dan ruminansia lainnya) dipadati oleh mikroorganisme yang menghasilkan selulase sehingga dapat memecah selulosa, dan menghasilkan D-glukosa, yang kemudian akan difermentasi menjadi asam lemak berantai pendek, karbondioksida, dan gas metan (Lehninger 1982). Populasi bakteri di dalam rumen jumlahnya berkisar antara 109-1010 per ml isi rumen yang terdiri atas obligate anaerob (mayoritas) dan facultative anaerob,
9
sedangkan protozoa yang jumlahnya lebih sedikit dibanding bakteri (105-106), semuanya adalah anaerob (McDonald et al. 1990). Populasi mikroba rumen secara umum ditentukan oleh tipe pakan yang dikonsumsi ternak dan perubahan pakan akan mengakibatkan perubahan populasi dan proporsi dari spesies mikroba untuk mencapai keseimbangan yang baru, karena masing-masing mikroba rumen memiliki spesifikasi dalam menggunakan pakan
(Yokoyama
&
Johnson
1988).
Fibrobacter
succinogenes
dan
Ruminococcus albus merupakan bakteri selulolitik anaerob yang paling banyak terdapat dalam rumen dan yang menghasilkan enzim yang memecah selulosa menjadi gula-gula bebas yang selanjutnya digunakan untuk fermentasi anaerob. Namun bila bahan pakan diganti menjadi ransum tinggi pati, maka bakteri yang berkembang adalah Bacteroides amylophilus, Succinomonas amylolytica yang semula merupakan mikroba minoritas, atau Lactobacilli
dan Streptococcus.
Sedangkan bila ransum tinggi pektin (hay leguminosa), maka bakteri Lachnospira multiparus akan berkembang dalam rumen (Brock & Madigan 1991). Pemanfaatan mikroorganisme cairan rumen sebagai bahan dasar pembuatan probiotik, dewasa ini terus berkembang. Hal ini didasarkan terhadap adanya bakteri selulolitik utama pencerna serat pada cairan rumen yang diharapkan dapat memberikan efek sinergistik terhadap pencernaan serat pakan di dalam rumen. Jenis cairan rumen yang digunakan beragam yaitu dapat berasal dari cairan rumen sapi, kerbau maupun domba. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa cairan rumen kerbau lebih baik dalam mendegradasi serat. Suryahadi et al. (1996) melaporkan bahwa cairan rumen kerbau mempunyai daya degradasi selulosa yang lebih tinggi dibanding cairan rumen sapi yaitu 43.2%/hari (dalam bentuk multi kultur) dan 22.3%/hari (dalam bentuk kultur murni/ Ruminococcus albus), sedangkan cairan rumen sapi hanya dapat mendegradasi selulosa sebesar 16.3%/hari (dalam bentuk multi kultur) dan 12.7%/hari (dalam bentuk kultur murni/ Ruminococcus albus). Probiotik Kata probiotik berasal dari bahasa Yunani yang artinya ”untuk hidup” dan pertama kali istilah probiotik digunakan oleh Lilley dan Stillwell (1965) untuk menjelaskan substansi yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang
10
merangsang pertumbuhan organisme lain. Menurut Crawford (1979) probiotik adalah kultur dari suatu mikroorganisme hidup yang dimasukkan pada ternak melalui pencampuran dalam ransum untuk menjamin ketersediaan populasi bagi organisme di dalam usus. Kultur tersebut mengandung bakteri spesifik, tahan dalam situasi kering dan suhu lingkungan tertentu serta menghasilkan respons optimum dalam dosis tertentu. Fuller (1992) menyatakan bahwa probiotik efektif bila mampu bertahan dengan baik dalam beberapa bentuk kemasan. Karakteristik probiotik yang efektif adalah dapat dikemas hidup dalam skala industri, stabil dan hidup pada kurun waktu penyimpanan lama dan kondisi lapangan, bisa bertahan hidup di dalam usus dan menguntungkan bagi ternak. Lebih lanjut dijelaskan, probiotik dapat mengandung satu atau sejumlah strain mikroorganisme dalam bentuk bubuk, tablet, granula atau pasta dan dapat diberikan kepada ternak secara langsung melalui mulut atau dicampur dengan air maupun pakan. Menurut Leeson dan Summers (1996) probiotik diklasifikasikan dalam dua tipe, yaitu kultur mikroba hidup dan produk mikroba fermentasi seperti yeast. Penggunaan probiotik yang berasal dari cairan rumen pada pakan ternak ruminansia terbukti dapat meningkatkan produksi susu sapi perah, pertambahan bobot hidup, dan efisiensi pakan pada penggemukan sapi potong (Yoon & Stern 1995). Penggunaan probiotik di Indonesia dilaporkan juga dapat memberikan pengaruh positif terhadap ternak ruminansia (Winugroho et al. 1995; Haryanto et al. 1998). Haddadin et al. (1996) menyatakan bahwa probiotik adalah organisme beserta substansinya yang dapat mendukung keseimbangan mikro-flora dalam saluran pencernaan. Penggunaan probiotik di dalam pakan bertujuan untuk membuat keseimbangan mikroorganisme yang bermanfaat dalam proses degradasi komponen zat gizi di dalam rumen (Williams & Newbold 1990). Aktivitas enzimatis terhadap degradasi komponen serat dapat meningkat apabila produksi enzim pemecah serat dapat ditingkatkan (Gong & Tsao 1979), salah satunya adalah melalui suplementasi mikroorganisme atau probiotik. Kebutuhan Mineral untuk Domba Kebutuhan ternak akan mineral antara lain adalah untuk pembentukan dan perbaikan jaringan seperti tulang, rambut, sel-sel darah, produksi susu,
11
pembentukan haemoglobin, menjaga keseimbangan asam basa, mempertahankan tekanan osmotik, mengatur transport zat-zat makanan ke sel-sel serta mengatur permeabilitas membran sel (Underwood 1981). Kebutuhan domba terhadap mineral esensial tergantung pada: jenis dan tingkat produksi, bangsa, proses adaptasi, tingkat konsumsi, interaksi antar mineral dan zat makanan lainnya (Parakkasi 1999). Kebutuhan mineral pada domba dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kebutuhan mineral makro, mikro dan langka pada domba Elemen Mineral makro (% BK) Kalsium (Ca) Fosfor (P) Kalium (K) Klor (Cl) Sulfur (S) Magnesium (Mg) Natrium (Na) Mineral mikro (ppm) Zink (Zn) Besi (Fe) Tembaga (Cu) Mangan (Mn) Mineral langka (ppm) Iodium (I) Kobalt (Co) Molibdenum (Mo) Selenium (Se)
Kebutuhan
Level maksimum
0.20 – 0.80 0.16 – 0.36 0.50 -0.80 0.16 0.14 – 0.26 0.12 – 0.18 0.90 – 0.18
-
30 – 40 30 – 50 7 – 11 20 – 40
750 500 25 1000
0.10 – 0.80 0.10 – 0.20 0.50 0.10 – 0.20
50 10 10 2
Sumber : NRC (1985)
Zink (Zn) Zink (Zn) merupakan mineral mikro yang cukup besar dibutuhkan domba. Jumlah kebutuhannya mencapai 30–40 ppm. Kekurangan Zn pada ternak secara alami dapat menyebabkan parakeratosis dan alopecia. Kekurangan Zn pada anak sapi menyebabkan produksi air liur berlebihan, bulu-bulu menjadi kasar, pembengkakan pada kaki disertai dengan hilangnya bulu dan pecahnya kulit di sekeliling kuku (Underwood 1981). Gejala lain yang muncul akibat defisiensi mineral Zn yaitu pertumbuhan tulang tidak normal; pada domba jantan terjadi gangguan reproduksi yaitu perkembangan testes yang terhambat (testicular atrophy), spermatozoa cacat; pada domba betina akan mengganggu sistem reproduksi secara keseluruhan mulai fase estrus, kelahiran dan laktasi.
12
Mikromineral Zn memegang peranan penting dalam mendorong aktifitas enzim polymerase. Zn mempercepat sintesa protein oleh mikroba melalui pengaktifan enzim-enzim mikroba. Zn diabsorpsi melalui permukaan mukosa jaringan rumen (Arora 1989). Pada konsentrasi rendah (5-10 µg/ml) Zn dapat merangsang
pertumbuhan
ciliata
rumen.
Hasil
penelitian
terdahulu
menunjukkan bahwa penambahan Zn-biokompleks menyebabkan perbedaan efisiensi pemanfaatan pakan, dengan nilai FCR bervariasi antara 8.02 hingga 12.47. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan Zn perlu dilakukan untuk memperbaiki efisiensi pakan. Hasil yang serupa dilaporkan oleh Haryanto (2000) yang menyatakan bahwa penambahan probiotik yang mengandung Zn dapat memperbaiki efisiensi penggunaan pakan. Derajat kecernaan ADF meningkat dengan nilai tertinggi diperoleh pada penambahan 50 ppm Zn. Peningkatan derajat kecernaan serat baik dalam bentuk NDF maupun ADF sejalan dengan peningkatan nilai derajat kecernaan bahan kering. Hal ini membuktikan bahwa suplementasi Zn dapat meningkatkan daya cerna serat (Haryanto et al. 2002). Kobalt (Co) Kobalt merupakan mineral esensial untuk pertumbuhan hewan dan kesehatannya. Mineral ini berperan dalam pembentukan vitamin B12. Anggorodi (1984) menyatakan bahwa untuk pembentukan vitamin B12 dalam rumen dibutuhkan kobalt. Apabila kobalt tidak mencukupi, maka pembentukan B12 akan berkurang dan pertumbuhan bakteri akan terhalang. Co juga merupakan faktor ekstrinsik untuk kemudian membentuk suatu kompleks dengan faktor intrinsik dalam abomasum. Di dalam usus kecil, kompleks tersebut kemudian diabsorpsi. Defisiensi mineral ini mengakibatkan hewan menjadi kurus, malas, nafsu makan berkurang, bobot badan menurun, lemah, anemia, bulu menjadi kasar dan kusam, produksi susu rendah dan kegagalan reproduksi (Parakkasi 1999) Suplemen Katalitik Hijauan pakan ternak di daerah tropis tumbuh cepat pada musim hujan dan cepat pula menjadi dewasa/tua yang banyak mengandung komponen dinding sel.
13
Hijauan yang hijau, banyak mengandung N dan lemak dengan nilai kecernaan tinggi, pada umumnya didapatkan dalam waktu yang tidak terlalu lama selama musim hujan. Karena itu bila tidak ada usaha khusus dalam sistem pemberian makanan (suplementasi) maka produksi ruminan akan rendah. ”Suplemen” adalah bahan pakan yang akan digunakan bersama dengan bahan makanan lain guna memperbaiki keseimbangan zat-zat makanan atau penampilan hewan secara keseluruhan. Penggunaan suplemen tersebut dapat dilakukan dengan cara : 1) tanpa diencerkan terlebih dahulu sebelum dicampur dengan bahan-bahan makanan lain; 2) diberikan secara bebas atau secara terpisah dengan bahan-bahan makanan lain; 3) diencerkan terlebih dahulu dan dicampur dengan
bahan
meningkatkan
makanan kecernaan
lain
menjadi
maksimal
ransum.
dengan
Suplementasi
bertujuan
mengoptimalkan
aktivitas
mikroorganisme rumen. ”Suplementasi katalitik” adalah pemberian bahan pakan dalam jumlah kecil bahan kering ransum dan diharapkan berguna dan memberikan pengaruh yang signifikan tehadap peningkatan produktivitas ruminan (Preston & Leng 1987). Penelitian Uhi (2005) menunjukkan bahwa pemberian suplemen katalitik yang terbuat dari campuran gelatin sagu 98%, amonium sulfat 2%, mineral Co 0.2 ppm dan Zn 35 ppm, terbukti dapat menghasilkan pertambahan bobot badan harian domba sebesar 75.89 g/e/hari dan konsumsi pakan 549 g/e/hari dengan nilai efisiensi penggunaan ransum 0.138. Disamping itu, nilai kecernaan yang dihasilkan (bahan kering, bahan organik, protein, NDF dan ADF) lebih baik, sehingga memberikan dampak yang nyata terhadap konsentrasi VFA parsial, konsentrasi NH3, kenormalan pH rumen, alantoin dan peningkatan populasi mikroba.
14
BAHAN DAN METODE Kerangka pemikiran penelitian ini dijabarkan dalam tahapan kegiatan penelitian seperti pada diagram berikut (Gambar 1).
Pembuatan Suplemen Katalitik
Pembuatan Probiotik
Probiotik I (Probion)
Probiotik II Mikroba Rumen Kerbau (MRK) • Analisis Populasi mikroba rumen (total bakteri, bakteri selulolitik, fungi selulolitik)
Pencampuran Probiotik dengan Suplemen Katalitik
Kombinasi I : (Probion + Suplemen katalitik)
Kombinasi II : (Probiotik MRK + Suplemen katalitik)
Pembuatan Konsentrat (ditambahkan 0.5 % dan 1.0 % Kombinasi I atau II dalam konsentrat)
Uji In-vivo pada Domba • Konsumsi bahan kering • Kecernaan pakan • Pertambahan bobot badan harian • Konversi pakan • Karakteristik rumen (pH, NH3, VFA) • Populasi Mikroba Rumen • Income over feed cost (IOFC)
Gambar 1 Kerangka pemikiran metode penelitian.
Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Laboratorium dan kandang percobaan Balai Penelitian Ternak Bogor dan sebagian di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Peternakan IPB. Waktu pelaksanaan dimulai bulan Februari 2008 sampai dengan Mei 2008. Tahapan Pelaksanaan Penelitian Pembuatan Probiotik Ada dua jenis probiotik yang digunakan dalam penelitian ini, yakni probiotik probion yang mengandung 17 x109 sel/gram bakteri dan sudah merupakan produk komersil dari Balai Penelitian Ternak Ciawi yang dibuat menurut prosedur Haryanto et al. (1998), sedangkan satu lagi adalah probiotik yang dibuat sendiri berasal dari mikroba rumen kerbau (MRK). Probiotik jenis kedua ini dibuat melalui serangkaian pengkajian yang mengutamakan tercapainya karakteristik populasi mikroba rumen yang optimal, baik dilihat dari total bakteri, jumlah bakteri selulolitik maupun jumlah fungi selulolitik. Terdapat dua perlakuan utama pada pembuatan probiotik ini yakni perlakuan enrichment dan perlakuan langsung (tanpa enrichment), yang diulang ke dalam dua proses yaitu aerob dan anaerob untuk masing-masing perlakuan, sehingga diperoleh perlakuan dan proses ulangan mana yang menunjukkan karakteristik populasi rumen terbaik. Tahapan pembuatan dan pengujian probiotik berbasis cairan rumen kerbau ini, sebagian besar mengikuti Widyastuti (2005) dan Lee et al. (2000). Dijelaskan lebih rinci dalam rangkaian kegiatan berikut ini. a. Persiapan Bahan Rumput raja ditimbang bobot segarnya, kemudian dipotong dengan ukuran 3-5 cm dan dijemur dibawah sinar matahari sekitar dua hari. Setelah kering, bahan tersebut (rumput raja) dimasukkan ke dalam oven 60 0C selama ± 24 jam dan ditimbang bobotnya. Selanjutnya bahan dimasukkan ke dalam eksikator dan didinginkan 2-3 jam, kemudian ditimbang bobot kering akhir dan terakhir digiling. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah larutan Mc.Dougall, media pengenceran, media agar dan media define dengan prosedur pembuatan dapat dilihat pada Lampiran 1. Cairan rumen kerbau yang digunakan adalah jenis
16
kerbau lumpur yang diperoleh dari Rumah Potong Hewan milik rakyat yang ada di daerah sekitar Kecamatan Ciampea dan Leuwiliang. b. Tahap Pengkayaan Terdapat dua perlakuan utama dalam pengkajian cairan rumen kerbau sebagai probiotik yakni perlakuan langsung (tanpa diperkaya) dan perlakuan pengayaan
(enrichment).
Kegiatan
pengayaan
ini
dimulai
dengan
mempersiapkan botol serum yang diisi bahan pakan sumber serat (rumput raja) sebanyak 0.5 gram dan larutan McDougall 40 ml setiap botolnya. Untuk perlakuan anaerob, maka ke dalam botol tersebut dialiri gas CO2 dan ditutup dengan karet serapat mungkin, sedangkan untuk perlakuan aerob tidak dialiri gas CO2 dan penutupnya menggunakan kapas. Jumlah botol yang harus disediakan adalah 12 buah botol untuk perlakuan aerob dan 12 botol perlakuan anaerob (10 botol untuk enrichment dan 2 botol untuk yang langsung). Botol yang sudah terisi media tersebut disterilkan dengan autoclave pada suhu 121 0C, tekanan 15 Psi selama 15 menit. Kegiatan selanjutnya adalah memasukkan sebanyak 10 ml cairan rumen kerbau ke dalam botol dan diinkubasi pada suhu 39 0C selama dua hari. Setelah itu dihitung populasi mikroba rumen untuk perlakuan langsung, sedangkan untuk perlakuan pengayaan maka dilakukan penyegaran dengan cara mengambil 10 ml sampel dari botol I diinokulasikan ke dalam botol II. Penyegaran kultur dilakukan setiap dua hari sekali hingga penyegaran ke-4 (hari ke-10). c. Tahap isolasi dan perhitungan populasi mikroba rumen Isolasi bakteri dilakukan dengan cara pengenceran berseri dari sampel/botol hari kedua inkubasi (perlakuan langsung) dan kultur penyegaran ke-4 (perlakuan pengayaan/enrichment). Proses pengenceran dilakukan dengan cara mengambil 0.5 ml dari setiap kultur yang dimasukkan ke dalam media pengenceran hingga 5 seri yaitu 10-2, 10-4, 10-6, 10-8, 10-10. Setelah dilakukan pengenceran, diambil 0.1 ml dari masing-masing tahap pengenceran, untuk ditumbuhkan ke dalam media agar. Media agar dalam tabung dalam keadaan cair, kemudian dipadatkan dan diratakan dengan menggunakan pemutar tabung. Selanjutnya kelima tabung diberi label dan dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 39 0C selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan perhitungan populasi
17
mikroba rumen meliputi total bakteri, bakteri selulolitik dan fungi seluloltik. Adapun prosesnya dapat dilihat pada Gambar 2. 0.5 ml
0.5 ml
0.5 ml
0.5 ml
0.5 ml Media Putih (volume = 4.5 ml)
10-2
10-4
0.1 ml
10-6
0.1 ml
10-8
0.1 ml
10-10
0.1 ml
0.1 ml
Media Padat (volume = 4.9 ml)
Gambar 2 Proses pengenceran berseri dan inokulasi pada media padat. Perhitungan fungi selulolitik juga hampir sama dengan cara perhitungan bakteri, hanya saja berbeda pada media pengenceran berseri yang diambil yaitu 10-3, 10-4, 10-5, 10-6, 10-7. Populasi bakteri dan fungi dihitung dengan rumus sebagai berikut : n Populasi bakteri = -----------------------0.5 x 10 a x 10 -1 Keterangan : n = jumlah koloni bakteri a = faktor pengencer (1,2, 3, 4, dan 5)
Perlakuan yang menunjukkan populasi mikroba rumen terbanyak, akan dipilih sebagai prosedur terbaik dalam pembuatan probiotik berasal dari cairan rumen kerbau. Tahap akhir dari proses pembuatan probiotik berbahan dasar cairan rumen kerbau adalah melakukan sentrifius dengan kecepatan 10000 rpm selama 5 menit dari sampel yang diperoleh dari perlakuan terbaik. Residu yang dihasilkannya kemudian ditambah bahan pengisi (onggok), sehingga populasi bakteri yang diharapkan mencapai 2.9 x109 sel/gram. Hasil penelitian pendahuluan terhadap proses pembuatan probiotik yang berasal dari cairan rumen kerbau disajikan pada Tabel 2 berikut.
18
Tabel 2 Pengaruh perlakuan terhadap rataan populasi mikroba rumen kerbau (sel/ml) pada penelitian pendahuluan Parameter
Proses
Perlakuan Langsung Enrichment
Total Bakteri
Anaerob Aerob
4.1 x1010 2.49 x1010
7.5 x1011 1.26 x1011
Bakteri Selulolitik
Anaerob Aerob
1.02 x1010 5.7 x109
5.12 x1011 5.9 x1010
Fungi Selulolitik
Anaerob Aerob
6.3 x103 -
1.46 x105 1.7 x103
Berdasarkan pengamatan secara numerik terhadap data pada Tabel 2, terlihat rataan populasi mikroba rumen domba optimal ditunjukkan oleh perlakuan enrichment (yang diperkaya) dengan menggunakan proses anaerob. Total bakteri yang dicapai perlakuan tersebut mencapai 7.5 x1011 sel/ml, sedangkan populasi bakteri selulolitik dan fungi selulolitik masing-masing mencapai 5.12 x1011 sel/ml dan 1.46 x105 sel/ml. Hasil ini menjadi tolok ukur dalam penentuan metode yang digunakan untuk pembuatan probiotik yang berasal dari mikroba rumen kerbau. Pencampuran Probiotik dengan Suplemen Katalitik Suplemen katalitik dibuat dengan bahan dasar gelatin sagu yang diperkaya dengan mikromineral esensial untuk perkembangan mikroba rumen spesifik penghasil enzim pemecah serat, dengan tambahan preparat probiotik komersil yaitu Probion (produk Balitnak) dan probiotik yang dibuat sendiri berasal dari mikroba rumen kerbau (MRK). Cara pembuatan suplemen katalitik mengikuti prosedur Uhi (2005) yang dimodifikasi. Sedangkan proses pencampuran probiotik dengan suplemen katalitik mengikuti komposisi sebagai berikut. Tabel 3 Komposisi campuran probiotik dengan suplemen katalitik Komponen Bahan Dasar Gelatin sagu (sebagai carrier)
Komposisi (per gram) 0.5
ZnSO4 7 H2O
Equivalen 35 ppm Zn
CoCl2 6 H2O
Equivalen 0.2 ppm Co
Urea Probion atau probiotik MRK
Equivalen 18 mg 0.5
19
Pembuatan campuran probiotik dengan suplemen katalitik meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah: Sagu (Metroxylon sagu) dibuat menjadi gelatin melalui pemanasan pada suhu sekitar 90°C selama 2-3 menit hingga berwarna kecoklatan. Mineral Co dan Zn serta urea ditambahkan pada gelatin sagu tersebut hingga merata. Setelah itu, didinginkan dan dikeringkan, kemudian dihaluskan. Hasil yang diperoleh dari campuran gelatin dengan mineral tersebut kemudian ditambah dengan probiotik. Uji Biologis Pakan Perlakuan pada Ternak Domba Ransum penelitian terdiri atas 50% BK hijauan dan 50% BK konsentrat. Jumlah pakan yang diberikan sebanyak 3 % dari bobot badan berdasarkan bahan kering. Hijauan yang digunakan adalah rumput raja dengan komposisi kimia menurut hasil analisis Laboratorium Balai Penelitian Ternak Ciawi (2008) adalah sebagai berikut: Bahan kering (15.49%), protein kasar (6.09%), lemak (1.97%), energi kasar (3641 kkal/kg), dan abu (12.79%). Konsentrat disusun atas dedak padi, molasses-coated palm kernel cake (MCPKC) atau bungkil inti sawit yang sudah mengandung molases, mineral, urea dan garam. Susunan dan komposisi kimia dari konsentrat yang digunakan dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 4. Tabel 4 Susunan dan komposisi kimia serta harga konsentrat penelitian Bahan pakan
Dedak padi MCPKC Urea Ultra mineral Garam Campuran probiotik dengan suplemen katalitik Jumlah Komposisi Kimia *) Bahan kering (%) Protein kasar (%) Energi kasar (kkal/kg) Harga konsentrat (Rp/kg)
Suplementasi campuran probiotik dengan suplemen katalitik pada konsentrat Kombinasi I Kombinasi II 0.5% 1.0% 0.5% 1.0% ------------------ % -------------------56 56 56 56 40.5 40 40.5 40 0.5 0.5 0.5 0.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1 1 1 1 0.5
1
0.5
1
100
100
100
100
88.41 13.21 4030 1472
88.32 12.91 4081 1540
88.23 13.33 4047 1472
88.50 12.88 4027 1540
Harga/kg bahan pakan (Rp) 1100 1500 1200 10500 1000 15000
Keterangan : *)
Hasil analisis laboratorium Balai Penelitian Ternak Ciawi (2008) Kombinasi I: Mengandung probion + suplemen katalitik Kombinasi II: Mengandung mikroba rumen kerbau + suplemen katalitik
20
Penelitian in vivo dilakukan menggunakan domba jantan muda Priangan sebanyak 16 ekor, dengan rataan bobot awal 18 kg. Ternak ditempatkan pada kandang individu berukuran 1.2 x 1.0 m2. Pengamatan dilakukan setelah terlebih dahulu dilakukan masa adaptasi selama 3 minggu. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 2 x 2 dengan empat ulangan dan setiap ulangannya terdiri dari satu ekor domba. Faktor A adalah dua jenis probiotik yang dicampur dengan suplemen katalitik, sedangkan Faktor B adalah dua level persentase penggunaan dari campuran probiotik dengan suplemen katalitik pada konsentrat (0.5% dan 1.0%). Total jumlah ternak yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 16 ekor. Analisis data menggunakan sidik ragam (ANOVA). Apabila hasil uji tersebut berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji ortogonal kontras (Steel & Torrie 1991). Model matematik analisis ragam sebagai berikut :
Y ijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk dimana :
Y ijk µ αi βj (αβ)ij εijk
= Nilai pengamatan k pada taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B = Rataan umum = Pengaruh faktor A level ke-i = Pengaruh faktor B level ke-j = Pengaruh interaksi faktor A level ke-i, faktor B level ke-j = Pengaruh galat yang timbul pada pengamatan k yang memperoleh taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B
Peubah Yang Diukur Uji in-vivo dilakukan selama tiga bulan ditambah masa adaptasi tiga minggu. Adapun parameter yang diukur meliputi : a. Konsumsi Pakan Konsumsi bahan kering pakan diukur dari jumlah bahan kering pakan yang diberikan dikurangi dengan bahan kering sisa yang tidak dimakan. Pengukuran dilakukan setiap hari selama penelitian. b. Pertambahan bobot badan Nilai pertumbuhan domba diukur sebagai selisih antara bobot badan akhir dan bobot badan awal dari domba percobaan.
21
c. Konversi Pakan Tujuan pengukuran ini adalah untuk menilai kualitas pakan, dan diukur dengan perhitungan sebagai berikut : Konversi pakan = bahan kering pakan yang dikonsumsi per unit pertambahan bobot badan (Tillman et al. 1991). d. Kecernaan pakan Kecernaan pakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kecernaan pakan semu. Tujuan pengukuran ini adalah untuk menilai daya cerna pakan yang terdiri atas: kecernaan bahan kering (KCBK), kecernaan protein (KCP) dan kecernaan serat deterjen netral (KNDF). Pengamatan kecernaan pakan dilakukan dengan metode koleksi total selama tujuh hari. Koefisien cerna pakan diukur dengan menampung feses selama tujuh hari berturut-turut. Feses ditampung, ditimbang lalu diambil sample sebanyak 10%, dan dikomposit per ternak untuk disimpan pada temperatur -25 0C untuk analisa selanjutnya. Perhitungan koefisien cerna mengacu pada Tillman et al. (1991), yaitu: Zat makanan yang dikonsumsi – Zat makanan dalam feses Kecernaan = --------------------------------------------------------------------------- x 100% Zat makanan yang dikonsumsi
e. Karakteristik rumen (pH, NH3, VFA)
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Pertama, cairan rumen diambil dengan menggunakan Stomach tube. Kemudian cairan rumen dimasukkan sampai ukuran setengah ke gelas piala. Alat pH meter yang akan digunakan dikalibrasi terlebih dahulu dengan pH standar (buffer), kemudian katoda dimasukkan ke dalam cairan rumen dan dilihat nilainya di layar monitor.
NH3 diukur dengan menggunakan metode mikrodifusi Conway (Abdelsamie et al. 1990)
Analisis konsentrasi VFA total dihitung menggunakan metode penyulingan uap (General Laboratory Procedure 1966), sedangkan analisis konsentrasi VFA parsial dilakukan dengan menggunakan teknik kromatografi gas. Cairan rumen domba yang diambil dengan Stomach tube segera disentrifius pada kecepatan 10000 rpm selama 15 menit, untuk diambil supernatannya. Setelah itu sebanyak 2 ml supernatan di pipet ke dalam tabung plastik kecil
22
yang bertutup. Ke dalam tabung tersebut ditambahkan sebanyak 30 mg 5sulphosalicylic acid (C6H3(OH) SO3H 2H2O) lalu dikocok. Kemudian disentrifius dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit, lalu disaring dengan milipore dan diperoleh cairan jernih. Sebanyak 1 µl cairan jernih diinjeksikan ke dalam gas khromatografi, sebelum diinjeksi sampel terlebih dahulu diinjeksi larutan VFA standar. Perhitungan konsentrasi VFA menggunakan rumus : Area sampel C (mM) = -------------------- x konsentrasi standar Area standar dimana C : konsentrasi asam lemak mudah terbang yang diukur
f. Populasi Mikroba Rumen Populasi bakteri rumen dicacah menggunakan metode pencacahan koloni. Bakteri yang dicacah hanya yang hidup. Prinsip perhitungannya adalah cairan rumen diencerkan secara serial lalu dilakukan pembiakan bakteri dalam tabung Hungate selama tujuh hari. Kultivasi bakteri dilakukan pada pH 7, dibuat suasananya anaerob dan pada suhu 39 0C. Media pembiakan yang digunakan adalah non selektif media untuk total bakteri, sedangkan untuk selulolitik dan fungi adalah selobiosa. Sedangkan populasi protozoa rumen dihitung berdasarkan teknik pewarnaan dengan menggunakan Trypan Blue Formalin Salin (TBFS). Prosedur perhitungan populasi mikroba rumen dilakukan menurut Ogimoto dan Imai (1981). g. Income over feed cost (IOFC) Tujuan perhitungan ini adalah untuk mengetahui penerimaan yang diperoleh dari penjualan ternak setelah dikurangi biaya pakan. Beberapa asumsi yang digunakan dalam perhitungan ini meliputi: harga pakan dan pertambahan bobot badan, serta harga jual domba per kg bobot hidup yang berlaku sekarang.
23
HASIL DAN PEMBAHASAN Ada beberapa parameter yang dapat dijadikan gambaran pengaruh pakan perlakuan pada uji biologis terhadap domba, yaitu meliputi: konsumsi pakan, kecernaan pakan, pertambahan bobot badan, efisiensi pakan dan karakteristik rumen. Selama empat bulan percobaan tidak dijumpai kematian pada semua perlakuan. Konsumsi Pakan Konsumsi merupakan tolok ukur menilai palatabilitas suatu bahan pakan. Palatabilitas pakan bagi ternak akan terlihat dari tinggi rendahnya konsumsi pakan tersebut. Berikut ini adalah gambaran tingkat konsumsi pakan selama 12 minggu
Konsumsi BK (gr/e/hr)
penelitian. 600.0 500.0 400.0 300.0 200.0 100.0 0.0
Rumput
Konsentrat
Total Pakan
Kombinasi I (0.5%)
244.5
299.7
544.2
Kombinasi I (1.0%)
249.9
293.5
543.5
Kombinasi II (0.5%)
237.1
291.9
529.0
Kombinasi II (1.0%)
251.2
296.7
547.9
Keterangan : Kombinasi I : Mengandung probion + suplemen katalitik Kombinasi II: Mengandung mikroba rumen kerbau + suplemen katalitik
Gambar 3 Rataan konsumsi bahan kering harian selama 12 minggu. Dari Gambar 3 di atas terlihat konsumsi bahan kering konsentrat lebih besar dibandingkan dengan rumput. Perbandingan tingkat konsumsi kedua jenis pakan tersebut adalah 45.3% rumput : 54.7% konsentrat atau sedikit berbeda dengan yang direncanakan yaitu 50%:50%. Kondisi ini merupakan akibat dari teknik pemberian pakan secara terpisah antara hijauan dengan konsentrat sehingga memberikan kesempatan ternak untuk memilih.
Rataan konsumsi bahan kering pakan selama 12 minggu lebih besar dibandingkan dengan yang dicapai selama uji kecernaan. Perbedaan tersebut disebabkan karakteristik umur, bobot badan serta lingkungan yang berbeda ketika pengambilan data antara uji kecernaan dengan uji performa. Uji kecernaan dilakukan lebih awal yaitu tujuh hari sebelum uji performa. Data konsumsi bahan kering selama uji kecernaan mempunyai relevansi terhadap pembahasan tingkat kecernaan yang lebih tepat. Berikut ini adalah rataan konsumsi bahan kering pakan selama uji kecernaan. Tabel 5 Pengaruh perlakuan terhadap rataan konsumsi bahan kering (g/e/hr) Taraf
Suplementasi campuran probiotik dengan suplemen katalitik pada konsentrat
Rataan
Kombinasi I
Kombinasi II
0.5 %
415.52 ± 65.88
443.04 ± 53.02
429.28 ± 57.28 a
1.0 %
442.62 ± 36.63
462.86 ± 15.33
452.74 ± 28.15 a
Rataan
429.07 ± 51.43 a
452.95 ± 37.65 a
R=Keterangan : Kombinasi I: Mengandung probion + suplemen katalitik Kombinasi II: Mengandung mikroba rumen kerbau + suplemen katalitik Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi penggunaan probiotik dengan suplemen katalitik pada dua taraf suplementasi dalam konsentrat tidak menyebabkan perbedaan konsumsi bahan kering (P>0.05) dan selera makan ternak domba. Kondisi ini menggambarkan bahwa suplemen katalitik tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap aktivitas mikroba rumen, ketika penggunaannya dikombinasikan dengan dua jenis probiotik. Apalagi bahan dasar dari kedua probiotik tersebut mempunyai kemiripan yaitu sama-sama berasal dari cairan rumen. Hanya saja probiotik I berasal dari rumen sapi (probion), sedangkan probiotik II berasal dari rumen kerbau. Pengaruh perlakuan yang tidak nyata terhadap konsumsi bahan kering kemungkinan besar diakibatkan status protein pakan yang hampir sama, mengingat masing-masing perlakuan menggunakan jenis bahan penyusun pakan dan proporsi penggunaan yang hampir sama pula, sehingga memungkinkan tingkat palatabilitas yang tidak jauh berbeda. Wallace dan Newbold (1992)
25
menjelaskan bahwa tingkat palatabilitas dan status protein pakan serta tingkat kecernaan pakan dapat mempengaruhi jumlah konsumsi pakan. Kecernaan Pakan Kecernaan merupakan perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan makanan dalam alat pencernaan. Mikroflora dalam rumen menyebabkan pakan mengalami perombakan sehingga sifat-sifat kimianya berubah secara fermentatif menjadi senyawa lain yang berbeda dengan zat makanan asalnya (Sutardi 1980). Data rataan kecernaan bahan kering dari semua kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Pengaruh perlakuan terhadap kecernaan bahan kering (%) Taraf
Suplementasi campuran probiotik dengan suplemen katalitik pada konsentrat
Rataan
Kombinasi I
Kombinasi II
0.5 %
58.79 ± 2.81
61.06 ± 6.47
59.93 ± 4.78 a
1.0 %
58.89 ± 4.54
59.58 ± 3.34
59.23 ± 3.71 a
Rataan
58.84 ± 3.49 a
60.32 ± 4.83 a
Keterangan : Kombinasi I: Mengandung probion + suplemen katalitik Kombinasi II: Mengandung mikroba rumen kerbau + suplemen katalitik Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Analisis sidik ragam memperlihatkan tidak ada pengaruh perlakuan yang nyata (P>0.05) terhadap nilai kecernaan bahan kering. Kondisi ini kemungkinan besar disebabkan adanya suplemen katalitik yang memberikan pengaruh yang sama terhadap aktivitas mikroba rumen pada setiap kombinasi perlakuan. Berbagai organisme memerlukan mineral untuk pertumbuhannya, termasuk pula mikroorganisme dalam rumen. Church (1988) melaporkan bahwa Zn dibutuhkan oleh mikroba rumen dan merupakan kofaktor sejumlah enzim. Co yang terdapat pada suplemen katalitik juga merupakan mineral esensial untuk perkembangan mikroba rumen terutama berkaitan dengan biosintesis vitamin B12. Kardaya (2000) melaporkan bahwa dengan adanya penambahan Zn dalam pakan, terjadi peningkatan kecernaan pakan yang menunjukkan adanya peningkatan aktivitas pencernaan oleh mikroba rumen. Pengaruh perlakuan yang tidak nyata (P>0.05) terjadi pula pada nilai kecernaan protein seperti yang terlihat pada Tabel 7. Rataan kecernaan protein
26
pada penelitian ini cukup tinggi. Penelitian Uhi (2005) mendapatkan rataan kecernaan protein pakan hanya 37.41% pada domba apabila diberikan suplemen katalitik sebesar 10-30 %. Hasil tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan data pada Tabel 7. Tabel 7 Pengaruh perlakuan terhadap kecernaan protein kasar (%) Taraf
Suplementasi campuran probiotik dengan suplemen katalitik pada konsentrat Kombinasi I Kombinasi II
Rataan
0.5 %
61.16 ± 1.91
57.55 ± 4.57
59.35 ± 3.77 a
1.0 %
58.60 ± 4.59
61.55 ± 5.36
60.08 ± 4.88 a
Rataan
59.88 ± 3.53 a
59.55 ± 5.09 a
Keterangan : Kombinasi I: Mengandung probion + suplemen katalitik Kombinasi II: Mengandung mikroba rumen kerbau + suplemen katalitik Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Nilai kecernaan protein mempunyai hubungan dengan kondisi populasi bakteri cairan rumen terutama yang bersifat proteolitik. Kemungkinan besar proporsi bakteri proteolitik dari masing-masing perlakuan tidak jauh berbeda. Adanya kombinasi antara unsur probiotik dengan suplemen katalitik yang diperkaya mineral Zn dinilai mampu meningkatkan aktivitas bakteri proteolitik yang cukup baik. Larvor (1983) menyatakan Zn sebagai kofaktor metalloenzim banyak melibatkan enzim antara lain DNA polimerase, karboksi peptidase A dan B serta alkalin fosfatase. Enzim-enzim tersebut berperan dalam proliferasi DNA yang selanjutnya berpengaruh pada sintesis protein, proses pencernaan protein dan absorpsi asam amino serta metabolisme energi (Church 1988). Nilai kecernaan bahan makanan erat hubungannya dengan komposisi kimianya, dalam hal ini serat kasar mempunyai pengaruh paling besar terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik. Stensig et al. (1994) melaporkan bahwa tingginya kandungan komponen serat kasar akan memperlambat laju alir pakan dalam saluran pencernaan. Pengaruh perlakuan terhadap nilai kecernaan serat dapat dilihat pada Tabel 8. Hasil analisis sidik ragam terhadap data kecernaan NDF tidak menunjukkan pengaruh interaksi kedua faktor perlakuan. Namun, perbedaan jenis probiotik dalam campurannya dengan suplemen katalitik (Faktor A) menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) terhadap tingkat kecernaan NDF.
27
Tabel 8 Pengaruh perlakuan terhadap kecernaan NDF (%) Taraf
Suplementasi campuran probiotik dengan suplemen katalitik pada konsentrat
Rataan
Kombinasi I
Kombinasi II
0.5 %
52.09 ± 3.27
56,71 ± 6,56
54.40 ± 5.40 a
1.0 %
51.03 ± 3.85
56.06 ± 3.27
53.54 ± 4.26 a
Rataan
51.56 ± 3.35 a
56.38 ± 4.81 b
Keterangan : Kombinasi I: Mengandung probion + suplemen katalitik Kombinasi II: Mengandung mikroba rumen kerbau + suplemen katalitik Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Perlakuan yang mengkombinasikan mikroba rumen kerbau dengan suplemen katalitik (Kombinasi II) menghasilkan rataan kecernaan NDF yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang mengkombinasikan probion dengan suplemen katalitik (Kombinasi I). Kondisi ini kemungkinan besar berkaitan dengan karakteristik mikroba rumen terutama yang bersifat selulolitik. Dugaan ini dipertegas dengan melihat proporsi molar asetat yang dihasilkan perlakuan Kombinasi II yang lebih tinggi dibandingkan Kombinasi I. Hobson (1988) menjelaskan bahwa asam asetat banyak dihasilkan atau merupakan produk utama fermentasi bakteri selulolitik. Hasil penelitian ini selaras dengan Suryahadi et al. (1996) bahwa mikroba cairan rumen kerbau mempunyai daya degradasi selulosa yang lebih baik dibandingkan mikroba cairan rumen sapi. Disamping itu, adanya mineral Zn dan Co pada suplemen katalitik yang dikombinasikan dengan probiotik yang berasal dari mikroba rumen kerbau memberikan pengaruh yang baik terhadap aktivitas enzim selulase mikroba rumen domba. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Kardaya (2000) yang melaporkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas selulase cairan rumen domba akibat suplementasi Zn proteinat 35 ppm dibandingkan kontrol. Hal serupa diungkapkan Djajanegara et al. (1996) bahwa penambahan 5 ppm Zn dapat meningkatkan kecernaan NDF substrat rumput raja secara in vitro. Kecernaan merupakan ukuran tinggi rendahnya kualitas suatu bahan pakan karena umumnya bahan pakan dengan kandungan zat-zat makanan yang mudah dicerna akan tinggi nilai gizinya. Disamping itu, kecernaan bahan pakan mencerminkan tingkat ketersediaan energi bagi ternak, sehingga sering juga
28
digunakan untuk menilai kualitas pakan (Van Soest 1994). Pengamatan secara keseluruhan terhadap nilai kecernaan pada penelitian ini, baik kecernaan bahan kering, kecernaan protein maupun kecernaan serat (NDF) memperlihatkan hasil yang cukup baik. Penelitian Haryanto et al. (2007) dapat dijadikan pembanding, mengingat materi penelitian hampir sama dengan yang digunakan pada penelitian ini, hanya saja perlakuannya tidak diberi suplementasi campuran probiotik dengan suplemen katalitik. Penelitian tersebut mendapatkan hasil kecernaan sebagai berikut: 51.44% kecernaan bahan kering, 44.32% kecernaan protein dan 45.15% kecernaan NDF. Nilai ini masih lebih rendah dibanding data penelitian pada Tabel 6, 7 dan 8. Perbandingan tersebut menunjukkan bahwa perlakuan suplementasi kombinasi probiotik dengan suplemen katalitik pada taraf penggunaan 0.5% hingga 1.0% efektif meningkatkan nilai kecernaan pakan. Hal ini sekaligus menunjukkan adanya peningkatan efektivitas kinerja rumen dalam mencerna dan memfermentasikan bahan pakan.
Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan merupakan manifestasi dari kualitas pakan yang dikonsumsi. Semakin berkualitas suatu pakan, maka pertambahan bobot badan akan semakin tinggi. Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan bobot badan harian (pbbh) dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan bobot badan harian (g/e/hr) Taraf penggunaan
Suplementasi campuran probiotik dengan suplemen katalitik pada konsentrat Kombinasi I
Kombinasi II b
0.5 %
71.73 ± 11.72
1.0 %
59.23 ± 15.29 a
66.07 ± 11.36 ab 69.64 ± 14.17
b
Keterangan : Kombinasi I: Mengandung probion + suplemen katalitik Kombinasi II: Mengandung mikroba rumen kerbau + suplemen katalitik Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 1%.
Hasil analisis sidik ragam terhadap data pertambahan bobot badan harian (pbbh) memperlihatkan pengaruh interaksi kedua faktor perlakuan yang sangat nyata (P<0.01). Perlakuan Kombinasi I pada taraf penggunaan 1.0%
29
menghasilkan pbbh yang lebih kecil dibandingkan pada taraf 0.5%. Kondisi tersebut mengindikasikan suplementasi 0.5% pada perlakuan Kombinasi I dinilai cukup memberikan ketersediaan nutrien untuk pertumbuhan mikroba rumen. Ada dugaan apabila suplementasi ditingkatkan akan menyebabkan terjadinya kompetisi penggunaan nutrien untuk pertumbuhan mikroba rumen, sehingga kemungkinan besar ada sebagian mikroba rumen yang tidak mendapatkan nutrien yang cukup untuk pertumbuhannya. Dugaan tersebut diperjelas dengan melihat rataan kecernaan protein dan NDF serta VFA total pada perlakuan tersebut yang lebih rendah secara numerik dibandingkan perlakuan kombinasi lainnya. Hal ini juga menunjang hasil penelitian sebelumnya bahwa pemberian probiotik (probion) pada tingkat 0.5% dalam konsentrat dinilai sudah cukup optimal, sehingga tidak perlu diberikan pada tingkat yang lebih tinggi (Haryanto et al. 2004). Data pada Tabel 9 menunjukkan kecenderungan bahwa dengan meningkatnya taraf suplementasi pada perlakuan Kombinasi I akan menghasilkan nilai pbbh yang semakin menurun. Berbeda halnya pada perlakuan Kombinasi II ternyata peningkatan taraf suplementasi justru masih berpeluang meningkatkan nilai pbbh. Kecenderungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.
PBB Harian (gr/e/hr)
80
Kombinasi I
75
Kombinasi II
71.73
69.64
70
Linear (Kombinasi II) Linear (Kombinasi I)
65
66.07
60
59.23
55 50 45 0
0.5
1
1.5
Taraf penggunaan (%)
Gambar 4 Interaksi dua faktor terhadap rataan pbbh selama 12 mg. Gambaran di atas ada kaitannya dengan efektivitas kinerja mikroba rumen dalam mendegradasi nutrien pakan menjadi sumber energi. Namun, karena hanya dua ulangan taraf suplementasi yang digunakan pada penelitian ini, menyebabkan tidak dapat diketahui titik optimal kinerja mikroba rumen dalam menghasilkan pertambahan bobot badan harian yang terbaik.
30
Pengamatan secara umum terhadap nilai pbbh pada penelitian ini menunjukkan level 0.5% merupakan taraf suplementasi yang terbaik. Pada taraf suplementasi tersebut, nilai pbbh yang dihasilkan Kombinasi II sedikit lebih kecil dibandingkan Kombinasi I, walaupun perbedaannya tidak nyata secara statistik. Hal ini diduga akibat tidak dilakukan standarisasi mikroba dari kedua probiotik yang digunakan ketika dicampurkan dengan bahan pengisi (carrier). Kombinasi I mengandung populasi mikroba hampir enam kali lebih besar dibandingkan Kombinasi II. Namun, kondisi ini justru membuktikan bahwa perlakuan probiotik yang mengandung mikroba rumen kerbau (Kombinasi II) yang dikemas dengan jumlah mikroba lebih kecil dibandingkan perlakuan probiotik probion (Kombinasi I) mampu menghasilkan pbbh yang hampir sama. Pertambahan bobot badan harian pada penelitian ini dinilai cukup tinggi bila dibandingkan dengan beberapa hasil penelitian yang tidak mendapat perlakuan probiotik maupun suplemen katalitik. Salah satunya adalah penelitian yang dilaporkan Haryanto et al. (2007) pada ternak domba dengan status ternak dan bahan penyusun pakan yang sama, tetapi tidak diberikan tambahan probiotik maupun suplemen katalitik, ternyata menunjukkan pbbh hanya 54.76 g/ekor/hari. Angka tersebut masih lebih kecil sekitar 17.86% dibandingkan pbbh yang dicapai pada penelitian dengan perlakuan probiotik dan suplemen katalitik (Tabel 9). Konversi Pakan Konversi pakan merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi (kg) dengan pertambahan bobot badan (kg). Semakin kecil nilai konversi pakan, maka semakin efisien pakan yang dikonsumsi. Tabel 10 Pengaruh perlakuan terhadap konversi pakan Taraf penggunaan
Suplementasi campuran probiotik dengan suplemen katalitik pada konsentrat Kombinasi I
Kombinasi II
0.5 %
7.76 ± 1.42 b
8.20 ± 1.57 b
1.0 %
9.62 ± 2.35 a
8.11 ± 1.60 b
Keterangan : Kombinasi I: Mengandung probion + suplemen katalitik Kombinasi II: Mengandung mikroba rumen kerbau + suplemen katalitik Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 1%.
31
Hasil analisis sidik ragam terhadap nilai rataan konversi pakan sangat nyata (P<0.01) dipengaruhi oleh adanya interaksi kedua faktor penelitian. Meningkatnya taraf penggunaan campuran probion dan suplemen katalitik pada konsentrat menurunkan efisiensi pemanfaatan pakan. Sedangkan pemberian probiotik mikroba rumen kerbau dan suplemen katalitik menunjukkan efisiensi pakan yang tidak berbeda nyata bila terjadi peningkatan taraf penggunaan. Sebagaimana ditunjukkan data Tabel 7 dan 8, secara numerik perlakuan Kombinasi I pada taraf penggunaan 1.0% menghasilkan tingkat kecernaan protein dan serat kasar (NDF) yang relatif lebih rendah. Hal ini memungkinkan ketersediaan energi yang lebih sedikit untuk pertumbuhan, sehingga pertambahan bobot badan harian yang dihasilkan oleh perlakuan ini nyata lebih rendah. Kondisi inilah yang menyebabkan perlakuan yang mengkombinasikan
probion
dengan
suplemen
katalitik
pada
taraf
penggunaan 1.0% mempunyai nilai efisiensi pakan yang lebih rendah dibandingkan perlakuan kombinasi lainnya. Karakteristik Cairan Rumen Nilai pH cairan rumen merupakan salah satu faktor yang berperanan penting dalam mengatur proses fermentasi dalam rumen, baik dalam mendukung pertumbuhan mikroba rumen maupun dalam menghasilkan produk asam lemak terbang (VFA) dan amonia (NH3). Data Tabel 11 menunjukkan derajat keasaman (pH) cairan rumen domba mendekati netral, berkisar dari 6.76 hingga 6.94. Analisis sidik ragam memperlihatkan tidak ada pengaruh perlakuan (P>0.05) terhadap nilai pH cairan rumen. Tabel 11 Pengaruh perlakuan terhadap pH rumen domba Taraf
Suplementasi campuran probiotik dengan suplemen katalitik pada konsentrat
Rataan
Kombinasi I
Kombinasi II
0.5 %
6.80 ± 0.18
6.84 ± 0.19
6.82 ± 0.17 a
1.0 %
6.76 ± 0.19
6.94 ± 0.11
6.85 ± 0.17 a
Rataan
6.78 ± 0.17 a
6.89 ± 0.16 a
Keterangan : Kombinasi I: Mengandung probion + suplemen katalitik Kombinasi II: Mengandung mikroba rumen kerbau + suplemen katalitik Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5%.
32
Nilai pH pada penelitian ini termasuk dalam kategori yang baik untuk aktivitas mikroba rumen, karena rataan pH rumen yang normal berada pada kisaran antara 6–7 (Yokohama & Johnson 1988; France & Siddon 1993). Kisaran pH yang ideal untuk pencernaan selulosa antara 6.4 – 6.8 (Erdman 1988). Pencernaan serat mulai terhambat bila pH cairan rumen berada dibawah kisaran 6.0-6.2 (Piwonka & Firkins 1996). Kesesuaian nilai pH akan membantu pelekatan bakteri pada dinding sel tanaman dan mendorong aktivitas selulase bakteri. Pelekatan sel bakteri pada substrat merupakan syarat mutlak pada pencernaan selulosa (Grand & Weidner 1992). Beberapa hasil penelitian lain sebagai pembanding dilaporkan bahwa pengamatan pH cairan rumen domba yang diberi pakan jerami padi fermentasi dengan suplementasi zinc organik mendapatkan nilai pH antara 5.93 sampai 6.20 (Haryanto et al. 2005). Sementara itu Sugoro et al. (2005) mendapatkan nilai pH berkisar dari 6.35 hingga 6.56 pada cairan rumen secara in vitro apabila ditambahkan khamir. Uhi (2005) melaporkan kisaran pH cairan rumen domba antara 6.15 hingga 6.85 apabila diberikan suplemen katalitik yang terbuat dari gelatin sagu dengan kandungan mineral 0.2 ppm Co dan 35 ppm Zn ke dalam pakannya. Pada ternak ruminansia sebagian protein yang masuk ke dalam rumen akan mengalami deaminasi oleh enzim proteolitik yang dihasilkan oleh mikroba rumen menjadi amonia (NH3). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan
tidak
terdapat
pengaruh
perlakuan
(P>0.05)
terhadap
konsentrasi NH3 cairan rumen domba seperti terlihat pada Tabel 12. Tabel 12 Pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi NH3 (mM) Taraf
Suplementasi campuran probiotik dengan suplemen katalitik pada konsentrat
Rataan
Kombinasi I
Kombinasi II
0.5 %
5.46 ± 2.89
5.97 ± 3.31
5.71 ± 2.89 a
1.0 %
6.64 ± 1.57
5.26 ± 1.66
5.95 ± 1.66 a
Rataan
6.05 ± 2.24 a
5.62 ± 2.45 a
Keterangan : Kombinasi I: Mengandung probion + suplemen katalitik Kombinasi II: Mengandung mikroba rumen kerbau + suplemen katalitik Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5%.
33
Konsentrasi NH3 yang dihasilkan cukup baik yaitu berkisar antara 5.26–6.64 mM. Menurut Erwanto et al. (1993) bahwa konsentrasi normal NH3 untuk mendukung sintesis protein mikroba rumen berkisar 4-12 mM. Sementara itu, menurut Satter dan Slyter (1974) konsentrasi amonia yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal mikroba rumen secara in vitro seharusnya tidak kurang dari 50mg/liter atau setara 3.57 mM. Menurut Haryanto (1994) konsentrasi amonia dalam rumen ikut menentukan
efisiensi
sintesa
protein
mikroba
yang
akhirnya
akan
mempengaruhi hasil fermentasi bahan organik pakan berupa VFA. Asam lemak mudah terbang atau VFA merupakan produk utama yang dihasilkan oleh fermentasi di dalam rumen. Produk VFA mencerminkan fermentabilitas pakan dan sekaligus merupakan sumber energi utama bagi ternak. Pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi VFA (mM) disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi VFA total (mM) Taraf
Suplementasi campuran probiotik dengan suplemen katalitik pada konsentrat
Rataan
Kombinasi I
Kombinasi II
0.5 %
58.60 ± 6.58
48.75 ± 6.54
53.67 ± 8.04 a
1.0 %
53.03 ± 11.46
50.57 ± 3.35
51.80 ± 7.92 a
Rataan
55.81 ± 9.15 a
49.66 ± 4.91 a
Keterangan : Kombinasi I: Mengandung probion + suplemen katalitik Kombinasi II: Mengandung mikroba rumen kerbau + suplemen katalitik Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0.05) terhadap konsentrasi VFA total. France dan Siddon (1993) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi pola fermentasi dalam rumen adalah: jenis karbohidrat ransum, bentuk fisik ransum, dan jumlah pakan yang dikonsumsi. Jenis karbohidrat dan bentuk fisik ransum penelitian yang relatif sama pada penelitian ini serta tidak berbedanya jumlah ransum yang dikonsumsi, menyebabkan pola fermentasi dalam rumen sama untuk semua perlakuan, sehingga konsentrasi VFA total tidak berbeda. Pola fermentasi yang sama ini berkaitan pula dengan tidak berbedanya pH rumen. Fluktuasi pada pH rumen (Church 1988) menunjukkan adanya perubahan-
34
perubahan dalam kuantitas asam-asam organik yang berakumulasi dalam rumen dan juga saliva yang diproduksi. Konsentrasi VFA berhubungan negatif dengan pH rumen (Church 1988; France & Siddons 1993), berarti peningkatan konsentrasi VFA akan diikuti dengan pH yang menurun. Church (1988) menyatakan bahwa konsentrasi VFA total umumnya memberikan nilai yang kurang akurat dibandingkan dengan proporsi VFA parsialnya. France dan Siddon (1993) mengemukakan selain VFA total, VFA parsial merupakan penentu yang penting dalam penggunaan pakan bagi ternak ruminansia. Rasio asetat-propionat perlu mendapat perhatian karena pengaruhnya cukup luas, baik terhadap fungsi rumen maupun metabolisme jaringan tubuh ternak. Proporsi molar asam lemak mudah terbang (VFA) secara umum mengikuti kondisi normal (Hungate 1966) dimana asetat merupakan komponen terbesar yaitu sekitar 65%, asam propionat 20%, isobutirat 1%, butirat 10%, isovalerat dan valerat dibawah 3% seperti terlihat dalam Tabel 14. Tabel 14 Proporsi molar asam lemak mudah terbang (%) Suplementasi campuran probiotik dengan suplemen katalitik pada konsentrat Kombinasi I Kombinasi II
Rataan
Jenis VFA
Taraf
Asetat **
0.5% 1.0% Rataan
67.36 ± 2.65 68.18 ± 2.36 67.77 ± 2.36 a
72.22 ± 2.04 70.23 ± 2.21 71.23 ± 2.24 b
69.79 ± 3.40 a 69.21 ± 2.38 a
Propionat
0.5% 1.0% Rataan
19.80 ± 2.73 19.40 ± 1.87 19.60 ± 2.18 a
17.58 ± 1.42 19.09 ± 0.77 18.34 ± 1.33 a
18.69 ± 2.34 a 19.24 ± 1.33 a
Isobutirat
0.5% 1.0% Rataan
1.72 ± 0.19 1.57 ± 0.13 1.64 ± 0.17 a
1.26 ± 0.31 1.57 ± 0.23 1.42 ± 0.30 a
1.49 ± 0.34 a 1.57 ± 0.17 a
Butirat **
0.5% 1.0% Rataan
8.94 ± 1.04 9.16 ± 0.68 9.05 ± 0.82 a
7.42 ± 0.99 7.34 ± 1.38 7.38 ± 1.11 b
8.18 ± 1.24 a 8.25 ± 1.40 a
Isovalerat
0.5% 1.0% Rataan
1.44 ± 0.49 1.59 ± 0.32 1.51 ± 0.39 a
1.36 ± 0.39 1.76 ± 1.09 1.56 ± 0.79 a
1.40 ± 0.41 a 1.67 ± 0.75 a
Valerat *
0.5% 1.0% Rataan
0.73 ± 0.56 0.11 ± 0.22 0.42 ± 0.51 a
0.15 ± 0.31 0.00 ± 0.00 0.08 ± 0.22 b
0.44 ± 0.52 a 0.06 ± 0.16 b
Keterangan : Kombinasi I: Mengandung probion + suplemen katalitik Kombinasi II: Mengandung mikroba rumen kerbau + suplemen katalitik Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji * (5% ) dan ** (1%)
35
Perlakuan suplementasi Kombinasi II cenderung menyebabkan proporsi molar asam asetat lebih tinggi dibandingkan suplementasi perlakuan Kombinasi I. Asetat dan propionat serta butirat adalah komponen VFA yang proporsinya cukup besar dalam cairan rumen. Hasil analisis sidik ragam terhadap proporsi molar VFA parsial menunjukkan pengaruh interaksi kedua faktor perlakuan yang tidak berbeda nyata (P>0.05). Namun, perbedaan jenis probiotik dalam campurannya dengan suplemen katalitik (Faktor A) berpengaruh nyata terhadap proporsi molar asam asetat, butirat dan valerat, sedangkan perbedaan taraf penggunaan (Faktor B) nyata berpengaruh (P<0.05) pada proporsi molar asam valerat. Proporsi molar asam asetat pada perlakuan Kombinasi II lebih tinggi dibandingkan perlakuan Kombinasi I, sedangkan proporsi molar asam butirat terjadi sebaliknya yaitu perlakuan Kombinasi I lebih tinggi dibandingkan perlakuan Kombinasi II. Taraf suplementasi 0.5% mengakibatkan proporsi molar asam valerat yang nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan taraf 1.0%. Tingginya proporsi molar asam asetat berkaitan erat dengan tingkat konsumsi hijauan yang cukup tinggi. Data konsumsi rumput pada penelitian ini tidak berbeda nyata, namun nilai kecernaan serat (NDF) yang berbeda nyata kemungkinan besar mengakibatkan proporsi molar asetat pada perlakuan Kombinasi II lebih tinggi dibandingkan perlakuan Kombinasi I. Hal ini mengindikasikan perlakuan yang mendapatkan tambahan campuran probiotik mikroba rumen kerbau dengan suplemen katalitik menyebabkan proses fermentasi mikroba rumen terhadap nutrien serat yang lebih baik dibandingkan perlakuan penambahan campuran probion dengan suplemen katalitik. Parameter lain yang perlu diamati dari karakteristik rumen selain nilai pH, VFA dan NH3 adalah populasi bakteri dan protozoa rumen. Mikroba rumen berpengaruh besar terhadap status nutrisi ternak ruminansia karena berperan pada pencernaan pakan dan sekaligus merupakan sumber zat nutrisi utama yaitu protein bagi ternak ruminan. Kemampuan menyediakan amonia yang cukup untuk pertumbuhan mikroba rumen merupakan salah satu tolok ukur penting dalam mengevaluasi protein pakan untuk ternak ruminansia. Hasil analisis sidik ragam terhadap populasi bakteri dan protozoa cairan rumen (Tabel 15 dan Tabel 16) menunjukkan tidak terjadi pengaruh perlakuan yang nyata (P>0.05). Kondisi ini
36
pula yang mengakibatkan konsentrasi VFA total yang tidak berbeda nyata dari semua perlakuan. Tabel 15 Pengaruh perlakuan terhadap populasi bakteri (x 109 sel/ml) domba Taraf
Suplementasi campuran probiotik dengan suplemen katalitik pada konsentrat
Rataan
Kombinasi I
Kombinasi II
0.5 %
8.31 ± 3.38
7.78 ± 1.65
8.04 ± 2.48 a
1.0 %
9.50 ± 4.62
8.34 ± 3.15
8.92 ± 3.71 a
Rataan
8.90 ± 3.80 a
8.06 ± 2.35 a
Keterangan : Kombinasi I: Mengandung probion + suplemen katalitik Kombinasi II: Mengandung mikroba rumen kerbau + suplemen katalitik Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Tabel 16 Pengaruh perlakuan terhadap populasi protozoa (x 106 sel/ml) domba Taraf
Suplementasi campuran probiotik dengan suplemen katalitik pada konsentrat
Rataan
Kombinasi I
Kombinasi II
0.5 %
1.41 ± 0.89
1.70 ± 1.03
1.56 ± 0.90 a
1.0 %
1.19 ± 0.30
1.38 ± 0.73
1.28 ± 0.52 a
Rataan
1.30 ± 0.63 a
1.54 ± 0.84 a
Keterangan : Kombinasi I: Mengandung probion + suplemen katalitik Kombinasi II: Mengandung mikroba rumen kerbau + suplemen katalitik Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Perbedaan jenis probiotik dalam campurannya dengan suplemen katalitik yang dikombinasikan pada dua taraf penggunaan dalam konsentrat belum mengakibatkan perbedaan populasi bakteri dan protozoa rumen, tetapi kemungkinan ada perbedaan dalam jumlah masing-masing spesies bakteri dan protozoa cairan rumen. Hal ini didasarkan adanya perbedaan tingkat kecernaan nutrien ransum seperti kecernaan NDF dan proporsi molar dari beberapa asam lemak terbang (VFA) parsial. Keduanya dapat dijadikan indikator untuk mengetahui spesies bakteri rumen yang mempunyai aktivitas dominan baik yang bersifat proteolitik maupun selulolitik. Rataan jumlah bakteri rumen pada Tabel 15 berkisar 7.78 x109 sel/ml hingga 9.50 x109 sel/ml, sedangkan rataan jumlah protozoa pada Tabel 16 berkisar 1.19 x106 sel/ml hingga 1.70 x106 sel/ml. Nilai ini berada pada kisaran jumlah
37
bakteri (109 – 1010 sel/ml) dan protozoa (105 – 106 sel/ml) yang umum didapatkan dalam ternak ruminansia (McDonald et al. 1990). Pengamatan empiris terhadap populasi bakteri rumen yang dihasilkan pada penelitian ini jauh lebih tinggi dibandingkan penelitian Uhi (2005) yang mendapatkan rataan populasi bakteri rumen sebesar 4.59 ± 0.16 (x109 sel/ml) pada domba yang diberikan 10% suplemen katalitik. Berbeda halnya dengan kisaran populasi protozoa yang dicapai pada penelitian ini justru lebih kecil dibandingkan dengan penelitian Uhi (2005) yang mendapatkan populasi protozoa sebesar 5.65 x 106 sel/ml. Begitu pula bila dibandingkan dengan penelitian Siregar (2004) yang mendapatkan populasi protozoa sebesar 2.89-6.29 x106 sel/ml. Namun, hasil penelitian ini lebih besar jika dibandingkan dengan hasil penelitian Mardiati (1999) yang mendapatkan populasi protozoa sebesar 1.26-1.45 x105 sel/ml. Perbedaan ini diduga karena ekosistem dan kondisi lingkungan rumen yang tidak sama sebagai akibat perlakuan ransum yang diberikan. Kondisi lingkungan rumen yang kondusif akan mendukung pertumbuhan bakteri rumen yang optimal. Tingginya capaian populasi bakteri rumen pada penelitian ini tidak terlepas dari kondisi pH rumen yang normal yaitu berkisar 6.80 – 6.94. Nilai pH ini ideal untuk pencernaan selulosa oleh bakteri pencerna serat (bakteri selulolitik). Income Over Feed Cost (IOFC) Analisis ekonomis terhadap pakan dinilai sangat penting dalam menentukan usaha produksi ternak, mengingat pakan merupakan biaya paling besar dalam usaha ternak. Perbandingan nilai biaya pakan yang dikeluarkan dengan nilai pertambahan bobot badan domba yang dihasilkan akan menggambarkan tingkat efisiensi ekonomis suatu pakan. Dilihat dari analisis ekonomis pada Tabel 17, ternyata perlakuan yang mendapat suplementasi probion dengan suplemen katalitik (Kombinasi I) pada taraf penggunaan 1.0% nyata mempunyai rasio IOFC yang lebih kecil dibandingkan
taraf
penggunaan
0.5%.
Sedangkan
perlakuan
yang
mengkombinasikan mikroba rumen kerbau dengan suplemen katalitik (Kombinasi
38
II) menghasilkan rasio IOFC yang sama pada kedua taraf penggunaannya. Hal ini berkaitan erat dengan harga ransum dan banyaknya pakan yang dikonsumsi untuk menghasilkan pertambahan bobot badan (g/e/hr). Tabel 17 Perbandingan nilai biaya pakan dengan nilai pertambahan bobot badan domba (Rupiah) antar perlakuan Uraian
A. Biaya Pakan*) : • Rumput (Rp/hari/ekor) • Konsentrat (Rp/hari/ekor) • Total biaya pakan (Rp/hari/ekor)
Suplementasi campuran probiotik dengan suplemen katalitik pada konsentrat Kombinasi I Kombinasi II 0.5 % 1.0 % 0.5 % 1.0 % 157 499 656
161 512 673
153 487 640
162 516 678
B. Penerimaan : • Pbbh (g/hari/ekor) • Nilai pbbh (Rp/hari/ekor)
71,73 1219
59,23 1007
66,07 1123
69,64 1184
C. IOFC (A-B) (Rp/hari/ekor)
563
334
483
506
D. Rasio IOFC
1.86
1.50
1.75
1.75
Keterangan : Kombinasi I : Mengandung probion + suplemen katalitik Kombinasi II: Mengandung mikroba rumen kerbau + suplemen katalitik *) Perhitungan biaya pakan (Rp) dijelaskan pada Lampiran 7 Diasumsikan nilai pbbh sebesar Rp 17.000,- / kg
Peningkatan taraf suplementasi akan diikuti dengan peningkatan biaya pakan dan tentunya diharapkan akan meningkatkan pula tingkat penerimaan. Namun, hasil analisis ekonomis pada Tabel 17 menunjukkan tingkat penerimaan yang menurun sejalan meningkatnya taraf suplementasi pada Kombinasi I, sedangkan pada Kombinasi II dihasilkan tingkat penerimaan yang hampir sama. Hal ini mengindikasikan bahwa level 0.5% merupakan taraf suplementasi yang terbaik dan ekonomis.
39
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan pengamatan terhadap hasil penelitian secara keseluruhan, maka dapat disimpulkan : 1 Interaksi kedua faktor perlakuan berpengaruh terhadap rataan pertambahan bobot badan harian dan konversi pakan. Taraf suplementasi 0,5% campuran probiotik mikroba rumen dengan suplemen katalitik dalam konsentrat domba menunjukkan produktivitas ternak yang baik. 2 Suplementasi campuran probiotik mikroba rumen kerbau dengan suplemen katalitik mampu meningkatkan nilai kecernaan serat (NDF) dan proporsi molar asetat. Saran 1. Untuk mengetahui kesesuaian penggunaan kedua jenis probiotik yang akurat, maka perlu pengujian rasio yang lebih beragam antara hijauan dengan konsentrat (misal: 60:40 atau 70:30). 2. Perlu standarisasi jumlah bakteri dari kedua probiotik yang diberikan. Disamping itu, perlu kajian lebih mendalam terhadap karakteristik mikroba rumen terutama yang bersifat proteolitik dan selulolitik sehingga dapat diketahui proporsinya dalam hubungannya dengan parameter produksi ternak. 3. Perlu dikembangkan teknis pembuatan dan pengemasan yang menjamin kualitas mikroba dalam produk probiotik terutama yang berasal dari cairan rumen kerbau.yang dibuat secara anaerob.
DAFTAR PUSTAKA Abdelsamie RE, Foulkes D, Pickering S, Maccrab GJ, Chaffey G, Inskip M. 1990. A course manual on practical aspects of ruminant nutrition studies. Procedings of Practical Workshop Activities Conducted by The IPBAustralia Project. Bogor: Institut Pertanian Bogor (IPB). Anggorodi R. 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta: Gramedia. Arora SP. 1989. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Bradford GE, Inounu I. 1996. Prolific Sheep for Indonesia. Di dalam: Fahmi MH, editor. Prolific Sheep. England: CAB International. hlm. 109-120. Brock DT, Madigan MT. 1991. Biology of Microorganism. Ed ke-6. New Jersey: Prentice Hall. Church DC. 1988. The Ruminant Animal Digestive Physiology and Nutrition. Prentice Hall. Englewood. New Jersey. Collier W, Rachman B, Supardi, Rahmadi BA, Jurendar AM. 1984. Cropping system and marginal land development in the coastal wetland of Indonesia. Workshop on Research Priorities in Tidal Swamp Rice. Philippines. Crawford JS. 1979. Probiotics in Animal Nutrition. Arkansas Nutr Conf 4: 45-55. Devendra C, McLeroy GB. 1982. Goat and Sheep Production in The Tropics. London: Longman Group Limited. Djajanegara A, Prabowo A. 1996. Pencernaan in-vitro bahan pakan berserat oleh mikroba rumen dengan berbagai tingkat penambahan mineral. Ringkasan Semnas 1 Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak; Bogor 3-4 Juli. hlm. 88. Erdman RA. 1988. Dietary buffering requirement of the lactating dairy cows. J Dairy Sci 71:32—46. Erwanto, Sutardi T, Sastradipradja D, Nur MA. 1993. Effects of ammoniated zeolite on metabolic parameters of rumen microbes. J Trop Agric 5(1):5-6. Fallon RJ, Harte FJ. 1987. The effect of yeast culture inclusion in the concentrate diet on calf performance. J Dairy Sci 70 Supl 1:143. Fletcher IC et al. 1985. Comparison of lambs production from indegenous and exotic X indigenous ewes in Indonesia. Trop Anim Hlth 25:161-167. France J, Siddon RC. 1993. Volatile fatty acids production. Di dalam: Forbes, France J, editor. Quantitative Aspect Ruminant Digestion and Metabolism. CAB International. Fuller R. 1992. Probiotics The Scientific Basis, Chapman and Hall. Cambridge: The University Press. [GLP] General Laboratory Procedure. 1966. Report of Dairy Science. University of Wisconsin. Madison, USA.
Gong CS, Tsao GT. 1979. Cellulase and Biosynthesis Regulation. In Annual Reports on Fermentation Process 3:111. Grand RJ, Weidner SJ. 1992. Digestion kinetics of fiber: influence of in vitro buffer pH varied within observed physiology range. J Dairy Sci 75:10601068. Haddadin MSY, Abdulrahim SM, Hashlamoun EAR, Robinson RK. 1996. The effect of Lactobacillus acidophilus on the production and chemical composition of hen eggs. Poultry Sci 75: 491−494. Haryanto B. 1994. Respons produksi karkas domba terhadap strategi pemberian protein by-pass rumen. J Ilmiah Penelitian Ternak Klepu 1(2). Haryanto B, Thalib A, Isbandi. 1998. Pemanfaatan probiotik dalam upaya peningkatan efisiensi pakan di dalam rumen. Prosiding Semnas Peternakan dan Veteriner. Bogor: Puslitbangnak. hlm. 496-502. Haryanto B. 2000. Penggunaan probiotik dalam pakan untuk meningkatkan kualitas karkas dan daging domba. J Ilmu Ternak dan Veteriner 5(4): 224-228. Haryanto B, Lubis D, Thalib A, Supriyati, Jarmani SN. 2002. Pemanfaatan probiotik (probion) dan mineral (zinc organik) dalam pakan domba [laporan penelitian]. Bogor: Balai Penelitian Ternak. Haryanto B, Supriyati, Jarmani SN. 2004. Pemanfaatan probiotik dalam bioproses untuk meningkatkan nilai nutrisi jerami padi untuk pakan domba. Prosiding Semnas Teknologi Peternakan dan Veteriner; Bogor, 4-5 Agst 2004. Bogor: Puslitbangnak. hlm. 298-304. Haryanto B, Supriyati, Thalib A, Jarmani SN. 2005. Peningkatan nilai hayati jerami padi melalui bioproses fermentatif dan penambahan zinc organik. Prosiding Semnas Teknologi Peternakan dan Veteriner; Bogor, 4-5 Agst 2004. Bogor: Puslibangnak. hlm. 473-478. Haryanto B et al. 2007. Pemanfaatan suplemen Probio-Katalitik untuk ruminansia [laporan akhir kegiatan]. Bogor: Balai Penelitian Ternak, Puslibangnak, Badan Litbang Pertanian. Hobson PN, Jouany JP. 1988. Models, Mathematical and Biological of The Rumen Function. Di dalam: Hobson PN, editor. The Rumen Microbial Ecosystem. London: Elsevier Science Publishers. hlm. 461-511. Hungate RE. 1966. The Rumen and its Microbes. Washington: Academic Press. Hungate RE, Stack RJ. 1982. Phenylpropionic acid: Growth factor for Ruminococcus albus. Appl Environ Microbiol 44:79-83. Hvelplund T, Madsen J. 1985. Amino acid passage to the small intestine in dairy cows compared with estimates of microbial protein and undegaraded dietary protein from analysis on the feed. Acta Aric 2 Supl 25:21-36. Jouany JP. 1991. Defaunation of the rumen. Di dalam: Jouany JP, editor. Rumen microbial metabolism and ruminant digestion. Paris: INRA.
42
Kardaya D. 2000. Pengaruh suplementasi mineral organik (Zn-proteinat dan Cuproteinat) dan amonium molibdat terhadap performans domba lokal [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Larvor P. 1983. The pools of cellular nutrients minerals. Di dalam: Riis PM. Dynamic Biochemistry of Animal Production. Amsterdam: Elsevier. Leeson S, Summer JJ. 1996. Commercial Poultry Nutrition. Ed ke-2. Canada: University of Guelph. Lee SS, Ha JK, Cheng KJ. 2000. Relative contributions of bacteria, protozoa and fungi to in vitro degradation of orchard grass cell walls and their interaction. Appl and Environ Microbiol 6(9):3807-3813. Lehninger. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga. Lilley DM, Stillwell RH. 1965. Probiotics growth promoting factors produced by microorganism. Animal Sci 147: 747-748. Little DA, Supriyati,. Petheram RJ. 1989. Mineral composition of Indonesian ruminant forages. Trop Agric 66(1):33-37. Mathius IW, Lubis D, Wina E, Nurhayati DP, Budiarsana IGM. 1997. Penambahan kalsium karbonat dalam konsentrat untuk domba yang mendapat silase rumput raja sebagai pakan dasar. J Ilmu Ternak dan Veteriner 2:164-169. Mardiati Z. 1999. Substitusi rumput dengan sabut sawit dalam ransum pertumbuhan domba; pengaruh amoniasi, defaunasi dan suplementasi analog hidroksi metionin serta asam amino bercabang [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFO. 1990. Animal Nutrition. Ed ke-4. Hongkong: Longman Group (FE) Ltd. Mutsvangwa T, Edwards IE, Topps JH, Paterson GFM. 1992. The effect of dietary inclusion of yeast culture (yea-sacc) on patterns of rumen fermentation, food intake and growth of intensively fed bulls. Anim Prod 55:35-40. [NRC] National Research Council. 1985. Nutrient Requirements of sheep. Ed ke6. Washington DC: National Academy Press. Ogimoto K, Imai S. 1981. Atlas of Rumen Microbiology. Tokyo: JSSP. Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Piwonka EJ, Firkins JL. 1996. Effect of glucose fermentation on fiber digestion by ruminal microorganism in vitro. J Dairy Sci 79:2196-2206. Pond WG, Church DC, Pond KR. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. Ed ke-4. Canada: John Wiley and Sons. Preston TR, Leng RA. 1987. Matching Ruminant Production System With Available Resources in The Tropics and Sub-Tropics. Ed ke-1. Armidale, Australia: International Colour Production, Penambul Books. hlm. 49-50.
43
Satter LD, Slyter LL. 1974. Effect of ammonia concentration on rumen microbial protein production in vitro. Br J Nutr 32:199-208. Siregar Z. 2004. Peningkatan kinerja pertumbuhan domba persilangan dan lokal melalui suplementasi hidrosilat tepung bulu ayam dan mineral esensial dalam ransum berbasis limbah perkebunan [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sodiq A, Abidin Z. 2002. Penggemukan Domba. Jakarta: Agro-Media Pusaka. Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Jakarta: Gramedia. Stensig T, Weisberg MR, Madsen J, Hvelplund T. 1994. Estimation of voluntary feed intake from in sacco degradation and rate of passage of DM and NDF. Livest Prod Sci 39:49-52. Subandriyo et al. 2000. Pemuliaan bangsa domba sintetis hasil silangan antara domba lokal Sumatera dengan domba Bulu [laporan penelitian]. Bogor: Puslitbangnak, Badan Litbang Pertanian. Sugoro I, Gobel I, Lelananingtyas N. 2005. Pengaruh probiotik khamir terhadap fermentasi dalam cairan rumen secara in vitro. Prosiding Semnas Teknologi Peternakan dan Veteriner; Bogor, 12-13 Sept 2005. Bogor: Puslitbangnak. hlm. 455-460. Supriyati, Yulistiani D, Wina E, Hamid H, Haryanto B. 2000. Pengaruh suplementasi Zn, Cu dan Mn anorganik dan organik terhadap kecernaan rumput secara in vitro. J Ilmu Ternak dan Veteriner 5 (1): 32-37. Suryahadi, Piliang WG, Djuwita I, Widiastuti Y. 1996. DNA Recombinant technique for producing transgenic rumen microbes in order to improve fiber utilization; 1. Isolation and characterization of cellulolytic bacteria. Indonesian Journal of Tropical Agriculture 7 (1). Sutama IK. 1992. Reproductive Development and Performance of Small Ruminants in Indonesia. Di dalam: Ludgate P, Schoiz S, editor. New Program for Small Ruminant Production in Indonesia. Winrock International Institute for Agricultural Development. hlm. 7-14. Sutardi T. 1976. Metabolism of some essential amino acids by rumen microbes with special reference to α-ketoacids [disertasi]. Madison: University of Wisconsin. Sutardi T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi Bogor: Dept. Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan IPB. Tamminga S. 1982. Protein and Energy Supply for High Production of Milk and Meat. Oxford: Pergamon Press. Thalib A. 2002. Pengaruh imbuhan faktor pertumbuhan mikroba dengan tanpa sediaan mikroba terhadap performans kambing peranakan etawah (PE). J Ilmu Ternak dan Veteriner 7(4):220-226.
44
Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Tomaszewska MW, Mastika IM, Djajanegara A, Gardiner S, Wiradarya TR. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Uhi HT. 2005. Suplemen katalitik berbahan dasar gelatin sagu, NPN dan mineral mikro untuk ruminansia di daerah marginal [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Underwood EJ. 1981. The Mineral Nutrition of Livestock. Ed ke-2. England: CAB International. Van Soest PJ. 1994. Nutritional Ecology of The Ruminant. Ed ke-2. Cornell Ithaca and London: University Press. Wallace RJ, Newbold CJ. 1992. Probiotics for ruminant. Di dalam: Fuller R. Probiotics The Scientific Basis. Capman & Hall. Britain. Widyastuti AT. 2005. Isolasi dan uji kemampuan sesulolitik bakteri simbion rayap pendegradasi serat [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, IPB. Williams PEV, Newbold CJ. 1990. Rumen probiosis: The effects of novel microorganism on rumen fermentation and ruminal productivity. Di dalam: Haresign W, Cole DJA, editor. Recent Adv In Animal Nutrition. London: Butterworths. Williamson G, Payne WJA. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Winugroho M, Soedjana AD, Widiawati Y. 1995. Evaluasi pemanfaatan Bioplus dan CYC-100 (Sacharomyces cereviceae) pada sapi ex-import. Prosiding Semnas Fakultas Peternakan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Wiradarya TR. 2004. Tantangan dan peluang peningkatan efisiensi usaha ternak kambing dan domba: Peternakan kambing-domba skala menengah sistem 3 strata (pembibitan, pembiakan dan komersial). Posiding Lokakarya Nasional Kambing Potong; Bogor, 6 Agst 2004. Bogor: Puslitbang Peternakan. hlm. 109-119. Yokoyama MT,. Johnson KA. 1988. Microbiology of The Rumen and Intestine. Di dalam: Church DC, editor. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminant. New Jersey: Prentice Hall. Yoon IK, Stern MD. 1995. Influence of direct-fed microbial on ruminal microbial fermentation and performance of ruminants. Asian Aust J Anim Sci 8(6): 533-555.
45
Lampiran 1 Komposisi pembuatan media pengujian mikroba Kompoisi Madia Putih dalam 100 ml : • Na2CO3 : 0.3 g • Cystein : 0.05 g • Mineral Solusi I : 7.5 ml • Mineral Solusi II : 7.5 ml • Resazurine : 0.05 ml • Aquadest : 100 ml Komposisi Media Kuning Agar dalam 100 ml : • BHI : 3.7 g • Glukosa : 0.05 g • Pati/Starch : 0.05 g • Selobiosa : 0.05 g • Cystcin : 0.05 g • Hemin : 0.5 ml • Resazurine : 0.1 ml • Agar : 3 sendok nidle • Aquadest : 100 ml Komposisi Media Define dalam 100 ml : • Larutan mineral I : K2HPO4 • Larutan Mineral II : K2HPO4, NaCl, MgSO4.7H2O, MnCl2.4H2O2, CoCl2.6H2O, Na2SO4, CaCl2.2H2O • Hemin • Trace element • Sodium sulfate (Na2S) 5% • Resazurine 0.1% • Maltose • Amonium klorida (NH4Cl) • Cassamino acids • VFA • Na2CO3 • Larutan vitamin • Selobiosa • BHI Sumber : Ogimoto dan Imai (1981)
46
Lampiran 2
Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap total konsumsi bahan kering pakan (g/e/hr), pertambahan bobot badan harian (g/e/hr) dan konversi pakan Total konsumsi bahan kering pakan (g/e/hr)
Sumber keragaman Perlakuan Jenis Pkatal (A) Taraf diguna (B) A x B Galat Umum
Derajat bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
F Tabel 5% 1%
3 1 1 1 12 15
4534.348 2280.015 2201.305 53.029 12065.627
1511.450 2280.015 2201.305 53.029 1005.469
1.503 2.268 2.189 0.053
3.49 4.75 4.75 4.75
5.95 9.33 9.33 9.33
Pertambahan bobot badan harian (g/e/hr) Sumber keragaman Perlakuan Jenis Pkatal (A) Taraf diguna (B) A x B Galat Umum
Derajat bebas 3 1 1 1 12 15
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
360.685 22.676 79.719 258.291 296.202
120.229 22.676 79.719 258.291 24.683
F Hitung
F Tabel 5% 1%
4.871 0.919 3.230 10.464
3.49 4.75 4.75 4.75
F Hitung
F Tabel 5% 1%
10.104 4.292 11.716 14.303
3.49 4.75 4.75 4.75
5.95 9.33 9.33 9.33
Konversi pakan Sumber keragaman Perlakuan Jenis Pkatal (A) Taraf diguna (B) A x B Galat Umum
Derajat bebas 3 1 1 1 12 15
Jumlah Kuadrat 8.061 1.141 3.116 3.804 3.191
Kuadrat Tengah 2.687 1.141 3.116 3.804 0.266
5.95 9.33 9.33 9.33
47
Lampiran 3 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap kecernaan bahan kering, kecernaan protein kasar dan kecernaan NDF (%) Kecernaan bahan kering (%) Sumber keragaman Perlakuan Jenis Pkatal (A) Taraf diguna (B) A x B Galat Umum
Derajat bebas 3 1 1 1 12 15
Jumlah Kuadrat 13.232 8.803 1.905 2.524 240.533
Kuadrat Tengah 4.411 8.803 1.905 2.524 20.044
F Hitung 0.220 0.439 0.095 0.126
F Tabel 5% 1% 3.49 4.75 4.75 4.75
5.95 9.33 9.33 9.33
Kecernaan protein kasar (%) Sumber keragaman Perlakuan Jenis Pkatal (A) Taraf diguna (B) A x B Galat Umum
Derajat bebas 3 1 1 1 12 15
Jumlah Kuadrat 45.661 0.431 2.106 43.123 203.695
Kuadrat Tengah 15.220 0.431 2.106 43.123 16.975
F Hitung 0.897 0.025 0.124 2.540
F Tabel 5% 1% 3.49 5.95 4.75 9.33 4.75 9.33 4.75 9.33
F Hitung 1.718 4.989 0.157 0.009
F Tabel 5% 1% 3.49 5.95 4.75 9.33 4.75 9.33 4.75 9.33
Kecernaan NDF (%) Sumber keragaman Perlakuan Jenis Pkatal (A) Taraf diguna (B) A x B Galat Umum
Derajat bebas 3 1 1 1 12 15
Jumlah Kuadrat 96.223 93.126 2.925 0.172 224.001
Kuadrat Tengah 32.074 93.126 2.925 0.172 18.667
48
Lampiran 4 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap pH dan konsentrasi NH3 (mM) rumen domba pH rumen domba Sumber keragaman Ulangan Jenis Pkatal (A) Taraf diguna (B) A x B Galat Umum
Derajat bebas 3 1 1 1 12 15
Jumlah Kuadrat 0.073 0.052 0.004 0.018 0.281
Kuadrat Tengah
F Hitung
0.024 0.052 0.004 0.018 0.023
1.042 2.209 0.167 0.749
F Tabel 5% 1% 3.49 4.75 4.75 4.75
5.95 9.33 9.33 9.33
Konsentrasi NH3 (mM) Sumber keragaman Ulangan Jenis Pkatal (A) Taraf diguna (B) A x B Galat Umum
Derajat bebas 3 1 1 1 12 15
Jumlah Kuadrat 4.511 0.744 0.223 3.544 58.154
Kuadrat Tengah
F Hitung
1.504 0.744 0.223 3.544 4.846
0.310 0.154 0.046 0.731
F Tabel 5% 1% 3.49 4.75 4.75 4.75
5.95 9.33 9.33 9.33
49
Lampiran 5 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi VFA total (mM) dan proporsi molar VFA parsial (%) Konsentrasi VFA total (mM) Sumber keragaman Ulangan Jenis Pkatal (A) Taraf diguna (B) A x B Galat Umum
Derajat bebas 3 1 1 1 12 15
Jumlah Kuadrat 219.983 151.475 14.081 54.428 616.755
Kuadrat Tengah
F Hitung
73.328 151.475 14.081 54.428 51.396
1.427 2.947 0.274 1.059
F Tabel 5% 1% 3.49 4.75 4.75 4.75
5.95 9.33 9.33 9.33
Proporsi molar asam asetat (%) Sumber keragaman Ulangan Jenis Pkatal (A) Taraf diguna (B) A x B Galat Umum
Derajat bebas 3 1 1 1 12 15
Jumlah Kuadrat 57.066 47.798 1.375 7.892 58.524
Kuadrat Tengah
F Hitung
19.022 47.798 1.375 7.892 4.877
3.900 9.801 0.282 1.618
F Tabel 5% 1% 3.49 4.75 4.75 4.75
5.95 9.33 9.33 9.33
Proporsi molar asam propionat (%) Sumber keragaman Ulangan Jenis Pkatal (A) Taraf diguna (B) A x B Galat Umum
Derajat bebas 3 1 1 1 12 15
Jumlah Kuadrat 11.247 6.362 1.216 3.669 39.667
Kuadrat Tengah
F Hitung
3.749 6.362 1.216 3.669 3.306
1.134 1.925 0.368 1.110
F Tabel 5% 1% 3.49 4.75 4.75 4.75
5.95 9.33 9.33 9.33
Proporsi molar asam isobutirat (%) Sumber keragaman Ulangan Jenis Pkatal (A) Taraf diguna (B) A x B Galat Umum
Derajat bebas 3 1 1 1 12 15
Jumlah Kuadrat 0.439 0.210 0.023 0.205 0.553
Kuadrat Tengah
F Hitung
0.146 0.210 0.023 0.205 0.046
3.170 4.552 0.506 4.453
F Tabel 5% 1% 3.49 4.75 4.75 4.75
5.95 9.33 9.33 9.33
50
Proporsi molar asam butirat (%) Sumber keragaman Ulangan Jenis Pkatal (A) Taraf diguna (B) A x B Galat Umum
Derajat bebas 3 1 1 1 12 15
Jumlah Kuadrat 11.249 11.148 0.020 0.081 9.940
Kuadrat Tengah
F Hitung
F Tabel 5% 1%
3.750 11.148 0.020 0.081 0.828
4.527 13.458 0.024 0.098
3.49 4.75 4.75 4.75
5.95 9.33 9.33 9.33
Proporsi molar asam isovalerat (%) Sumber keragaman Ulangan Jenis Pkatal (A) Taraf diguna (B) A x B Galat Umum
Derajat bebas 3 1 1 1 12 15
Jumlah Kuadrat 0.379 0.009 0.304 0.067 2.137
Kuadrat Tengah
F Hitung
0.127 0.009 0.304 0.067 0.178
0.710 0.048 1.705 0.378
F Tabel 5% 1% 3.49 4.75 4.75 4.75
5.95 9.33 9.33 9.33
Proporsi molar asam valerat (%) Sumber keragaman Ulangan Jenis Pkatal (A) Taraf diguna (B) A x B Galat Umum
Derajat bebas 3 1 1 1 12 15
Jumlah Kuadrat 1.288 0.472 0.600 0.217 1.143
Kuadrat Tengah
F Hitung
0.430 0.472 0.600 0.217 0.095
4.508 4.951 6.299 2.274
F Tabel 5% 1% 3.49 4.75 4.75 4.75
5.95 9.33 9.33 9.33
51
Lampiran 6
Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap populasi bakteri (x 109 sel/ml) dan populasi protozoa (x 106 sel/ml) rumen domba Populasi bakteri (x 109 sel/ml) domba
Sumber keragaman Perlakuan Jenis Pkatal (A) Taraf diguna (B) A x B Galat Umum
Derajat bebas 3 1 1 1 12 15
Jumlah Kuadrat 6.329 2.865 3.071 0.394 95.111
Kuadrat Tengah
F Hitung
2.110 2.865 3.071 0.394 7.926
0.266 0.361 0.387 0.050
F Tabel 5% 1% 3.49 4.75 4.75 4.75
5.95 9.33 9.33 9.33
Populasi protozoa (x 106 sel/ml) domba Sumber keragaman Perlakuan Jenis Pkatal (A) Taraf diguna (B) A x B Galat Umum
Derajat bebas 3 1 1 1 12 15
Jumlah Kuadrat 0.538 0.226 0.303 0.010 2.496
Kuadrat Tengah
F Hitung
0.179 0.226 0.303 0.010 0.208
0.863 1.085 1.455 0.048
F Tabel 5% 1% 3.49 4.75 4.75 4.75
5.95 9.33 9.33 9.33
52
Lampiran 7 Perhitungan harga ransum penelitian
Bahan Pakan
Suplementasi campuran probiotik dengan suplemen katalitik pada konsentrat Kombinasi I Kombinasi II 0.5 %
0.5 %
0.5 %
0.5 %
Rumput •
Harga segar, Rp/kg
100 100
•
BK, %
15.5
15.5
15.5
15.5
•
Harga BK, Rp/kg
650
650
650
650
•
Konsumsi BK, g/e/hr
244.50
249.90
237.10
251.20
•
Biaya rumput, Rp/g/e/hr
157.74
161.23
152.97
162.06
100
100
Konsentrat •
Harga segar, Rp/kg
1472
1540
1472
1540
•
BK, %
88.41
88.32
88.23
88.5
•
Harga BK, Rp/g
1665
1744
1668
1740
•
Konsumsi BK, g/e/hr
299.7
293.5
291.9
296.7
•
Biaya konsentrat, Rp/g/e/hr
498.99
511.76
487.00
516.29
656
673
640
678
Total Biaya Pakan, Rp/g/e/hr
53