Seminar NasionafPeternakan dan Veteriner 1997
MANFAAT PROBIOTIK DALAM PENINGKATAN EFISIENSI FERMENTASI PAKAN DI DALAM RUMEN BUDI HARYANTo, I-W . MATHIUs, D . LUBIs dan M . MARTAWIDIAYA
Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Ciawi-Bogor 16002
RINGKASAN Degradasi komponen serat dipengaruhi oleh aktivitas ensimatis mikroba rumen pemecah . serat Proses ini sangat penting dalam menentukan efisiensi pemanfaatan komponen serat untuk produksi ternak ruminansia. Penelitian in-vitro telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan probiotik kedalam media inkubasi terhadap karakteristik degradasi komponen serat (neutral detergent fiber--NDF) dari contoll fraksi daun rumput raja (Pennisetum purpuphoides) . Pada penammatan pendahuluan didapatkan bahwa penambahan probiotik dapat meningkatkan nilai kecernaan hingga waktu inkubasi 24 jam sebesar 8,1% dibandingkan kontrol . Pada penelitian selanjutnya didapatkan laju kecernaan komponen serrat _yang, lebih cepat hingga waktu inkubasi 24 jam; sementara nilai cerna setelah waktu inkubasi 48 jam tidak menunjukkan perbedaan . Waktu lag cenderung lebih singkat apabila probiotik ditambahkan pads media inkubasi . Kandungan amonia di dalam media inkubasi lebih tinggi apabila probiotik .ditambahkan pads media inkubasi. Disimpulkan bahwa probiotik yang digunakan mempunyai pengaruh stimulasi terhadap degradasi komponen serat. Kata kunci : Probiotik, degradasi, serat
PENDAHULUAN Peranan mikroorganisme rumen dalam proses degradasi dan fermentasi komponen pakan sangat menentukan ketersediaan nutrien untuk proses produksi ternak . Hal ini berkaitan dengan aktivitas ensimatis yang bervariasi yaitu selulolitik, proteolitik, lipolitik, amilolitik dan lain-lain . Produksi (biosintesis) ensima selulolitik diatur melalui proses induksi-represi (GoNG dan TsAo, 1979) dan peningkatan produksi diduga dapat dilakukan melalui penambahan populasi mikroba pemecah serat . Pembuatan bahan campuran mikroba rumen dengan mikroba pemecah serat dari sumber lain (misalnya kompos) dikenal sebagai probiotik. Menurut definisi FULLER (.1989) probiotik adalah pakan aditif dalam bentuk mikroba hidup yang dapat mempengaruhi keseimbangan mikroba didalam saluran cerna ternak . Di Amerika definisi probiotik diperluas mencakup kultur mikroba hidup, ensima, ekstrak kultur mikroba maupun kombinasi dari berbagai balian tersebut (YooN dan STERN, 1995) . Manfaat probiotik sebagai pakan aditif pads ternak ruminansia rnasih beragam . HARYANTo et al. (1994) mendapatkan respon pertatnbalian berat bahan domba yang lebih tinggi dengan pekambalian probiotik pada tingkat 0,5% dalam pakan konsentrat dibandingkan tanpa penggunaan probiotik . WILLIAMS et al. (1987) menunjukkan bahwa penggunaan kultur ragi (yeast culture) dalam pakan 635
SeminarNasional Peternakan dan Vetertner 1997
domba jugs memberikan pertambahan berat badan harian yang lebih . .tinggi dibandingkan tanpa yeast culture dalam pakan . Sementara itu WAGNER et al. (1990), ADAMS et al. (1981) dan MIR (1992) melaporkan bahwa penggunaan yeast culture ~tidak berpengaruh terhadap konsumsi bahan keying pakan, pertambahan berat badan maupun efisiensi pemanfatan pakan. YOON dan STERN (1995) menunjukkan bahwa dari berbagai hasil penelitian hanya sekitar 40% yang melaporkan respon produksi yang positif terhadap suplementasi mikroba dalam pakan (direct-fed-microbials=DFM) . Kandungan serat dalam pakan ternyata mempengaruhi efektivitas probiotik yang digunakan. Penggunaan probiotik yang lebih tinggi (1,0% dalam pakan) tidak memberikan pengaruh yang lebih baik daripada 0,5% apabila kandungan serat pakan (NDF) "rang dari 26%-(SUHARTO et al., 1994) . Penambahan Saccharomvces cerevisiae dapat meningkatkan jumlah nitrogen bukan amonia (non-ammonia nitrogen=NAN) yang dapat mencapai intestine (WILLIAMS et al ., 1989 ; CARRO et al., 1992), demikian pula Aspergillus orizae (GOMEZ-ALARCON et al., 1986) . Hal ini diduga disebabkan adanya stimulasi pertumbuhan bakteria anaerob tertentu didalam rumen (DAWSON et al., 1990; ERAsmus et al., 1992), disamping adanya penekanan produksi metana (CH 4) (WILLIAMS, 1988) dan mungkin pula peningkatan pemanfaatan NH3 rumen untuk sintesis protein mikroba (WILLIAMS dan NEWBOLD, 1990) . Penambahan Saccharomyces cerevisiae atau Aspergillus orizae cenderung meningkatkan penggunaan asam laktat oleh Selenomonas ruminantium sehingga kadar asam laktat dalam rumen, terutama pada ternak yang mendapatkan pakan konsentrat tinggi, menjadi lebih rendah dengan dampak pH rumen mendekati netral (NISBET dan MARTIN, 1990; 1991) . Efisiensi pemanfaatan zat pakan, terutama komponen serat, merupakan fungsi dari kuantitas komponen serat yang dikonsumsi, kecepatan degradasi serta -nilai kecernaan potensial, waktu retensi di dalam rumen, aktivitas mikroba pemecah serat (populasi mikroba dan produksi ensima fibrolitik) dan absorpsi produk fermentasi mikroba rumen untuk proses metabolisme di dalam jaringan tubuh ternak . Respon ternak dapat dilihat dari pertambahan berat badan, produksi susu atau produk lain sebagai manifestasi dari deposisi nutrien hasil metabolisme . Efisiensi pemanfaatan zat pakan akan lebih tinggi apabila dari satu satuan konsumsi zat pakan tersebut dapat dihasilkan deposisi nutrien yang lebih tinggi didalam jaringan tubuh ternak maupun dalam bentuk produk . ternak yang disekresikan,, misalnya susu. Peningkatan efisiensi pemanfaatan zat pakan dimaksudkan untuk memaksimalkan potensi sumberdaya yang tersedia dalam upaya menghasilkan produk ternak yang berkualitas dengan cara efisien biologis. MATERI DAN METODE Pembuatan probiotik Bahan probiotik yang digunakan dalam penelitian ini merupakan campuran antara sumber mikroba pemecah serat yang didapatkan dari isi rumen sapi dan kompos, siap pakai dari kotoran domba . Isi rumen sapi diperoleh dari Rumah Potong Hewan (RPH) Kotamadya Bogor, sedangkan kompos didapatkan dari desa di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah . Proporsi isi rumen sapi dan kompos dalam campuran yang diinkubasikan adalah 5 : 4 kemudian ditambahkan air secukupnya 636
SeminarAlasional Peternakan dan Leteriner 1997
sehingga media tersebut berbentuk "slurry" . Selanjutnya campuran tersebut diinkubasikan secara anaerob pada temperatur ruang selama 14 hari. Hasil inkubasi disaring, kemudian dikeringmataharikan, kemudian di oven pada suhu 70-80 °C selama 48 jam . Bahan campuran tersebut yang sudah kering selanjutnya digiling dan disaring melalui saringan berdiameter 1 mm dan disimpan dalam kantong plastik tertutup . Bahan ini merupakan campuran berbagai mikroba pemecah serat yang kemudian digunakan pada tahap penelitian selanjutnya . Penelitian .keeernaan in-vitro Pengamatan pengaruh penggunaan probiotik terhadap kecernaan komponen serat (neutral detergent fiber=NDF) dilakukan dengan dua tahapan . Tahap pertama adalah pengamatan pendahuluan . Pengamatan ini dimaksudkan untuk menentukan tingkat penggunaan probiotik yang lebih tepat yang akan digunakan dalam penelitian selanjutnya . Pada tahap ini, probiotik ditambahkan pada media inkubasi in-vitro (metode GOERING dan VAN SOEST, 1970) . Tingkat penambahan probiotik bervariasi dari nol (kontrol) sampai dengan 1 .0% dengan skala kenaikan 0,1% dari kandungan selulosa dalam media inkubasi, sehingga terdapat 10 tingkat penggunaan probiotik yang diamati . Pengamatan kecernaan serat in-vitro ini dilakukan pada beberapa interval waktu yaitu 0, 2. 4, 8, 12 dan 24 jam . Sumber serat yang digunakan dalam media inkubasi adalah daun rumput raja (King grass = Penniseium purpuphoides) umur 45 hari pemotongan. Setelah inkubasi, dilakukan Analisa serat untuk menentukan residu NDF yang masih ada . Nilai kecernaan NDF dihitung sebagai (NDF sampel - NDF residu)/NDF sarripel dikalikan 100%. Pada tahap kedua, penelitian in-vitro dilakukan dengan tingkat penambahan probiotik 0 ; 0,25; 0,50 dan 0.75% kedalam media inkubasi, sementara waktu inkubasi dilakukan selama 0, 2, 4, 6, 10, 14, 24, 36 dan 48 jam . Analisa serat dilakukan menurut prosedur GOERING dan VAN SoEST (1970) yang dimodifikasi VAN SOEST dan ROBERTSON (1980). Kadar amonia dalam media inkubasi ditentukan menggunakan metode mikrodifusi (CONWAY, 1957) . Kecepatan degradasi komponen serat (NDF) dihitung menggunakan persamaan regresi antara transformasi logaritma natural residu serat dengan waktu inkubasi . Nilai kecernaan potensial (potentially digestible NDF) dari sampel daun rumput raja ini drtsumsikan sebesar 80% dari total kandungan NDF. Data dianalisa statistik menggunakan rancangan faktorial 4 x 8 (STEEL dan TORRIE, 1980) menggunakan prosedur General Linear Model (SAS,1987). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan pendahuluan penggunaan probiotik dalam media inkubasi . in-vitro untuk mempelajari pengaruhnya terhadap degradasi dan kecernaan komponen serat (NDF) dirangkum dalam Tabel 1 . Perhitungan laju kecernaan cerna (rate of digestion) komponen NDF, dengan asumsi bahwa 80% fraksi NDF adalah tingkat potensial yang dapat dicerna (poienfolly digestible fraction) menunjukkan variasi dari 4.49 'Ydjam sampai dengan 5,68 1/,/jam pada media yang ditambah dengan probiotik, dibandingkan 4,41 %Jjam pada media tanpa penambahan probiotik . Hasil pengamatan pendahuluan terhadap degradasi komponen serat (NDF) secara in-vitro didapatkan rataan peningkatan nilai kecernaan pads waktu inkubasi 24 jam sebesar 8,1% dibanding-kan nilai kecernaan kontrol (tanpa pengamatan probiotik) apabila penambahan probiotik diberikan antara 0,1 sampai 1,0%. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas ensimatis mikroba pemecah serat dapat 63 7
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 7997
ditingkatkan dengan adanya penambahan probiotik . Peningkatan aktivitas tersebut kemungkinan merupakan akibat peningkatan, populasi mikroba pemecah serat di dalam :media inkubasi, atau peningkatan produksi ensima pemecah serat (selulase, hemiselulase) sebagai akibat rangsangan probiotik. WALLACE (1994) menyebutkan bahwa secara in-vivo, meskipun variasi respon ternak terhadap pemanfaatan pakan aditif mikroba (microbial feed additives) masih cukup besar, -namun pada umumnya penambahan probiotik dapat meningkatkan produktivitas sebesar 7-8%, terutama melalui peningkatan konsumsi pakan (WILLIAhts dan NEWBOLD, 1990) . MARTIN dan NISBET (1992) serta WALLACE dan NEWBOLD (1993) menunjukkan adanya peningkatan jumlah bakteri selulolitik sementara NISBET dan MARTIN (1990, 1991 dan 1993) menunjukkan adanya stimulasi terhadap bakteri _yang dapat memanfaatkan asam laktat dengan adanya asam-asam dikarboxilat . Tabel 1 . Laju kecepatan cerna dan nilai kecepatan komponen serat (NDF) dengan penambahan probiotik Parameter
0
O,l
0,2
- Tin 0,3
t Penambahan Probiotik, % 0,4 0,5 0,6 0,7
0,8
0,9
1,0
Waktu lag, jam
1 .78
1,84
1,74
1,50
2,23
2,71
2,54
1,14
2,07
2,61
1,52
Kecepatan cerna, 0/cojam
4,41
5,68
4,83
4,51
5,28
4,76
5,51
4,49
5,11
5,24
4,49
Nilai cerna, %6 jam
2 .31
4,82
2,61
5,12
3 .71
, 6,80
8,79
. 5,21
5,84
6,15
7,56
10 jam
35,9
42,3
33,1
43,1
38,7
28,1
30,0
34,4
22,8
23,6
30,8
24 jam
64,1
73,0
68,9
64,0
71,1
67,6
73,0
66,1
72,3
71,9
65,6
Laju kecepatan cerna komponen serat (NDF) dapat ditingkatkan antara 1,81 sampai dengan 28,80% dibandingkan kontrol apabila probiotik ditambahkan padsmedia inkubasi, terutama selama 24 jam pertama . Hal ini menggambarkan bahwa dalam periode yang sama, penambahan probiotik dapat mempercepat proses degradasi NDF yang pada giliran selanjutnya akan mempengaruhi proses fermentasi polisakarida tersebut oleh mikroba rumen sehingga dihasilkan asam lemak mudah terbang (volatile fatty acids=VFA) yang lebih cepat. Hal ini berarti bahwa ketersediaan energi untuk proses metabolisme jaringan tubuh ternak dapat diharapkan akan berlangsung lebih awal dan meningkatkan produktivitas ternak . Waktu lag, yaitu waktu yang diperlukan untuk prows awal mulai terjadi degradasi, nampak bervariasi untuk setiap penambahan probiotik, dan pads beberapa perlakuan cenderung lebih singkat apabila probiotik ditambahkan pada media inkubasi. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa probiotik membantu proses pelekatan mikroba (microbial attachment) pada komponen serat lebih cepat sehingga prows degradasi ensimatis mikroba berlangsung lebih awal. Ktmo et al. (1992) menunjukkan bahwa pelekatan mikroba pada komponen (substrat) serat ini, merupakan prakondisi terjadinya degradasi . Pada tahap selanjutnya dilakukan pengamatan in-vitro kecernaan komponen serat (NDF) dengan 4 tingkat penambahan probiotik kedalam media inkubasi, yaitu 0; 0,25; 0,50 dan 0,75% dari junllaii selulosa didalanl media inkubasi, dengan waktu inkubasi selama 0, 2, 4, 6, 10, 14, 24, 36 dan 48 dam . Hasil pengamatan menunjukkan adanya kecepatan cerna komponen serat yang lebiit tinggi, terutama 1lingga waktu inkubasi 24 jam, apabila ditambahkan probiotik kedalam media inkubasi. Rangkuman hasil pengamatan ini ditunjukkan dalam Tabel 2.
638
Seminar NasionalPeternakan dan Veteriner 1997
Hasil penelitian 'in-vitro tahap kedua menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan untuk mulai proses degradasi komponen serat bervariasi dari 1,34 sampai dengan 1,73 jam (Tabel 2). Didapatkan pula hasil perhitungan waktu lag yang mendekati 0 atau negatif yang secara logik tidak mungkin terjadi . Kemungkinan terjadi proses pelarutan (solubilasi) komponen isi sel yang sangat cepat sehingga pada inkubasi 2 jam sudah didapatkan nilai kecernaan sebesar 6-17%. Laju kecepatan cerna (degradasi) komponen serat cenderung lebih cepat dengan adanya penaunbahan probiotik pada media inkubasi. terutama hal iiii terjadi untuk periode 24 jam penama. Kecernaan sampai dengan 48 jam inkubasi tidak berbeda (P>0,05) antar peliautan, dengan kisaran antara 58,89 dan 60,70 %. Gambar 2 menunjukkan perbedaan kurva degradasi komponen serat antar pelaauuan dalam waktu inkubasi 24 jam, yang selanjutnya mencapai tingkat yang sama setelah waktu inkubasi 48 jam. Tabel 2. Laju kecernaan clan karakteristik kecernaan komponen serat (NDF) Parameter
Tingkat Penambahan Probiotik,% 0,25 0,50
0
Waktu lag, jam Laju kecernaan,,%°/jam Nilai cerna, 24 jam 48 jam
1,73 3,32
1,45 2,53
42,57 60,70
45,10 58,88
,
0,75
1,34 2,92
1,42 3,18
48,42 59,22
45,24 59,11
Degradasi protein dapat ditunjukkan oleh kandungan amonia didalam media inkubasi. Proses pemecahan molekul protein menjadi rangkaian asam-asam amino yang dilanjutkan dengan proses deaminasi menghasilkan amonia dan gugus karboxilat. Kandungan amonia dalam media inkubasi bervariasi dari 8,75 sampai dengan 16,25 mM sesuai dengan waktu inkubasi. SATTER dan SLYTER (1974) menunjukkan bahwa pada kondisi in-vitro, kandungan amonia sebesar 3,94 MM adalah optimal untuk pertumbuhan mikroba rumen. Konsentrasi amonia dalam media inkubasi sebagai ganiWran adanya degradasi protein ditunjukkan dalam Tabel 3. Tabel 3. Konsentrasi amonia didalam media inkubasi (mM) Waktu inkubasi (jam)
0
2 14 24 48
8,75 14,00 13,00 16,25
Tingkat Penambahan Probiotik .% 0,25 0,50 10,25 12,75 15,50 14,75
10,75 13,50 13,25 14,25
0,75 10,25 12,75 14,50 12,25
Penambahan probiotik yang menyebabkan kandungan amonia dalam media inkubasi yang lebih tinggi setelah inkubasi 2 dan 24 jam, menunjukkan bahwa probiotik yang digunakan inempunyai aktivitas stimulasi terhadap degradasi protein pula. 63 9
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997
KES MPULAN DAN SARAN Dari basil pengamatan in-vitro terhadap karakteristik degradasi komponen --serat -afgai akibat dari penambahan probiotik dalam me4ia inkubasi, dapat disimpulkan bahwa: (1) probiotik yang digunakan dalam penelitian iii dapat merangsang degradasi komponen serat; (2) pengaruh probiotik nampaknya tedadi secara cepat ysitu selama 24 jam pertama dari maserinkubasi, dan (3) ada kecenderungan perangsangan proteolitik oleh probiotik . Disarankan perlunya pemantapan proses pembuatan probiotik sehingga didapatkan -probiotik yang lebih spesifik dan terarah fungsinya. DAFTAR PUSTAKA ADAMS, D.C ., M.L . GALYEAN, H.E . KIESLING, J.D .WALLAcE and M.D. FINKNER. 1981 . Influence of viable yeast culture, sodium bicarbonate and monensin on liquid dilution rate, rumen fermentation and feedlot performance of growing steers and digestibility in lambs . J. Anim .Sci . 53 :780-789 . CARRO, M.D ., P. LEBSIEN and K. RoHR. 1992 . Effects of yeast culture on rumen fermentation, digestibility and duodenal flow in dairy cows fed a silage based diet. Livestock Production Science. 32 :219-229 . WAY, E.J . 1957. Microdiffusion analysis and volumetric error. 4th ed. Cosby Lock-wood and Son Ltd. London . P. 98 .
DAWSON, K.A ., K.E . NEWMAN and J .A . BOLING . 1990 . Effect s of microbial supplements containing yeast and lactobacilli on roughage fed ruminal microbial activities. J. Anim . Sci. 68:3392-3398 . ERAsmus, L.J ., P.M . BOTHA and A. KISTN$R. 1992 . Effect of yeast culture supplement on production, rumen fermentation, and duodenal nitrogen flow in dairy cows .J.Dairy Sci. 75 :3056-3065 . Fua.LER, R. 1989 . A review: Probiotics in manand animals. J. Appl . Bacteriol. 66:365-378 .
GOERING , H.K. and P.J . VAN SOEST. 1970 . Forage fiber analysis (apparatus, reagents,procedures and some applications).USDA Agric. Handbook . No.379 . Washington, D.C . USA . GomEz-ALARcoN, R., J.T. HuBER, G.E . MGGINBoTHAm and R.WANDEuEy. 1986 . Effect of feeding a culture ofA. oryzae on rumen and total tract digestion in dairy cows . J. Dairy Sci. 69 (Suppl . 1):188. GONG, C.S . and G.T . TSAO . 1979 . Cellulase and biosynthesis regulation . Ann. Reports on Fermentation Processes. Vol. 3:111-140 . HARYANTo, B., K. DIWYANTO, ISBANDI and SuHARTo. 1994 . Effects of probiotic supplement on the growth and carcass yield of sheep. Proc . 7th AAAP Animal Science Congress . Denpasar . Bali. Indonesia. Vol. II :549-550 . Kum H., Y.W . Ho, N. ABDuLLAH, S. JALALuDIN and K-J. CHENG. 1992 . . Rumen microflora and its significance to ruminant feeding in the tropics. Proc . 25th International Symposium on Tropical Agriculture Research . TARC Series No . 25 : 144-154. MARTIN, S.A. and D.J . NISBET . 1992 . Effect of direct-fed mierobials on rumen microbial fermentation . J. Dairy Sci . 75 :1736-1744 . MIR, P.S . and Z. MIR. 1992 . Effect of addition of live-yeast cultures. (Saccharomyces cerevisiae) on feed digestibility, degradability in the rumen and performance of steers . J. Anim . Sci 70 (Suppl . f) : 309. NISBET, D.J . and S.A . MARTIN . 1990 . Effect of dicarboxylic acids and Aspergitlus oryzae fermentation extract on lactate uptake by the rlminal bacterium Selenomonas ruminantium. Appl . Environ. Microbiol. 56 : 3515-3518.
64 0
Seminar Nasional Peiernakan dam Veteriner 1997
NISBET, D.J. and S.A . MARTIN . 1991 . Effect of Saccharomyces cerevisiae culture on lactate utilization by the rumnal bacterium Selenomonas ruminantium . J. Anim . Sci. 69 :462811633 . NISBET, D.J . and S.A . MARTIN . 1993 . Effect s of fumarate, L-malate and Aspergillus oryzae fermentation extract on D-lactate utilization by the ruminal bacterium Selenomonas ruminantium . Curr. Microbiol . 26 :133 . SATTER, L.D . and L.L . SLYTER . 1974 . Effect o¬ammonia concentration on rumen microbial protein production in-vitro . Br .J . Nutr . 32 : 199-208. STEEL, R.G .D . and J.H . ToRRIE . 1980 . Principles and Prosedures of Statistics . McGraw-Hill Book Co. New York . SuI-IARTO, B. HARYANTo and D. ZAINIJDDIN . 1995 . Pemanfaatan probiotik dalam pakan untuk meningkatkan efisiensi produksi temak. Laporan Hasil Penelitian . Fak. Pertanian. UNS. Bekerjasana dengan P4N Badan Litbang Pertanian. VAN
P.J . and J.$ . ROBERTSON. 1980 . System of analysis for evaluating fibrous feeds. Proc. Standardization of analytical methodology for feeds. Pigden, W.J ., C.C . Balch and M. Graham (eds). IDRC 134e . Ottawa . Canada . pp 49-60.
SOEST,
WAGNER, D.G ., J. QuiNoNEZ and L.J. Buses. 1990 . The effect of corn - or wheat-based diets and yeast culture on performance, ruminal pH, and volatile fatty acids in dairy calves . Agri-Practice. 11 :7-12. WALLACE, R.J . 1994. Ruminal mirobiology, biotechnology, and ruminant nutrition: Progress and problems . J. ._ Anim .Sci .72:2992-3003 . WALLACE, R.J . and C.J . NEWBOLD: 1993 . Rumen fermentation and its manipulation : the development of yeast cultures as feed additives. In T.P .Lyons (ed.) Bioteclmology in the Feed Industry.p. 173. Alltech Technical Publications . Nicholasville. KY . USA. WILLIAms, P.E .V . and C .J . NEWBOLD. 1990 . Rumen probiosis: The effects of novel microorganisms on rumen fermentation and ruminant productivity. p. 211 . In Haresign, W. and D.I .A. Cole (eds .) . Recent Advances in Animal Nutrition. Butterworths .London. WILLIAMs, J.E ., S. GREBING, S.J .MILLER and L. GIEsEKE. 1987 . The influence of supplemental yeast culture and blood acid-base status in wetter lambs exposed to elevated ambient temperature . J.Anitn.Sci . (Suppl. 1) :156 . WiLLIAms, P.E .V. 1988 . Understandin g the biochemical mode of action of yeast culture. In , T.P . Lyons (ed.) Biotechnology in the feed industry . Altech technical publications . Nicholsville, Kentucky. USA. WILLIAms, P .E .V .;' AVALK£R and J.C . MACRAE . 1989 . Rumen probiosis:the effects of addition of yeast culture (viable yeast (Saccharornyces cerevisiae} plus growth medium) on duodenal protein flow in wetter sheep. Proc .Nutr.Soc . 49 :I28A. YooN, I.K . and M.D. STERN. 1995 . Influence of direct-fed microbials on ruminal microbial fermentation and performance of ruminants: A review. AJAS 8:533-555 .