PENDUGAAN PROPORSI PROTEIN MIKROBA DI DALAM RUMEN DOMBA YANG SEDANG MENYUSUI DENGAN MENGGUNAKAN PERUNUT35S Z. ABIDIN
*
ABSTRAK - ABSTRACT PENDUGAAN PROPORSI PROTEIN MIKROBA DI DALAM RUMEN DOMBA YANG SEDANG MENYUSUI DENGAN MENGGUNAKAN PERUNUT 35S• Inkorporasi sulfur radioaktif dari senyawa Na235S04 ke dalam protein mikroba digunakan untuk menduga proporsi protein mikroba di dalam rumen domba yang sedang menyusui. Tiga ekor domba yang sedang menyusui dan 3 ekor domba yang tidak menyusui (kontrol) digunakan sebagai hewan percobaan. Ransum percobaan terdiri atas campuran 1 : 1 lucerne hay dan wheaten hay sebanKak 1100 gfekorfhari yang diberikan dalam 8 kali pernberian setiapS jam sekali. Larutan Nal S04 diinfuskan melalui canulla ke dalam rumen hewan percobaan dengan dosis 100 uCif ekorfhari dalam 500 ml cairan infus. Contoh digesta dikumpulkan dari rumen dan abomasum 3 kali sehari pada 3 hari terakhir dari proses penginfusan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa total pelaluan senyawa N bukan amonia dari rumen yang herasal dari protein mikroba berkisar antara 71,4% (18.18 gNBAfjam) dan 62,3% (13,97 gNBAfjam) masing-masing pada domba yang menyusui dan kontrol, dan perbedaan tersebut adalah nyata (P< 0,01). Selain itu ternyata bahwa waktu retensi perunut 51Cr-EDTA di dalam rumen secara nyata (P<:O,04) lebih pendek pada domba yang sedang menyusui (8,82 jam) dibanding dengan domba kontrol, yaitu selama 10.91 jam. Dapat disimpulkan bahwa lebih efisiennya sintesis protein mikroba pada saat menyusui sebagian disebabkan oleh lebih cepatnya laju pelaluan digesta dari rumen hewan tersebu t. ESTIMATION OF MICROBIAL PROTEIN PORPORTION IN THE RUMEN OF LACTA· TING SHEEP USING A 35S LABEL. The incorporation of radioactive sulphur from Nal5S04 into mJ:robial protein was used to estimate the proportion of microbial protein in the rumen of lactating sheep. Three lactating and three non-lactating merino sheep were given 1100 g/d of a mixture (1 : 1) of chopped lucerne and wheaten hays in eight meals, one every 3 hours. Na235S04 was infused through a canulla into the rumen of each sheep for six days at a rate of 100 uCifd in 50 ml infusate. Digesta samples were collected from the rumen and abomasum three times a day during the last three days of infestion. The result indicated that in the lactating sheep 71.4% of the total non-ammonia nitrogen flow from the rumen (18.18 gNANfh) was microbial origin, and it was significantly greater fraction (P
• Pusat Aplilwi Iaotop
Radia5i. BATAN
591
PENDAHULUAN Reiersedlaan protein pada h!w~rt rumiftAftMn~nnRnt dit~ntulmn oleh jumlah protein yang sampai di abomasum, baik yang berasal dari pakan atau dari mikroba. Faktor yang mempengaruhi jumlah protein tersebut antara lain komposisi pakan, intensitas sintesis protein mikroba, dan tingkat degradasi protein di dalam rumen. Oleh karena itu informasi tentang proporsi protein di dalam digesta abomasum yang berasal dari rumen atau dari pakan akan sangat membantu dalam penyusunan ransum yang eflsien. Pada masa lalu, studi metabolisme protein mengalami kesulitan antara lain dalam membedakan secara kuantitatif maupun kualitatif protein digesta yang berasal dari mikroba atau daIi pakan. Kesulitan tersebut akhirnya dapat diatasi melalui pengembangan teknik perunut, seperti penggunaan perunut 32p, 35S, 15N, dan lain-lain (1, 2, 3, 4, 5) untuk menandai protein yang disintesis oleh mikroba rumen. Dalam percobaan ini dilakukan penandaan protein mikroba rumen secara in vitro pada domba betina yang sedang menyusui dengan menggunakan perunut 35S seperti yang diuraikan oleh MATHERS dan MILLER (3). Percobaan ini bertujuan untuk memperoleh data tentang intensitas sintesis protein mikroba rumen (dinyatakan dalam jumlah N-bukan amonia yang terdapat di digesta abomasum) dan tingkat degradasi protein pakan pada saat menyusui, karena selama ini informasi tentang ha1 terse but dirasakan masih kurang.
TAT A KERJA Hewan dan Ransum Percobaan. Enam ekor domba betina Merino yang terbagi atas 3 ekor yang sedang menyusui dan 3 ekor yang tidak menyusui digunakan sebagai hewan percobaan. Domba-domba tersebut dilengkapi dengan canula sebanyak 2 buah, yang pertama terdapat di rumen pada bagian dorsal dan yang kedua di abomasum dekat pylorus. Hewan percobaan ditempatkan secara individu dalam kandang metabolis dalam ruangan pemeliharaan yang temperatur dan kelembabannya relatif konstan. Ransum percobaan terdiri dari campuran 1 : 1 lucerne ~ dan wheaten hay sebanyak 1100g/e~or/hari yang dipotong-potong sepanjang kurang lebih 1 - 2 em. Ransum diberikan dalam 8 kali pemberian yaitu setiap 3 jam sekali dengan menggunakan "automatic interval feeder". Air minum se1alu tersedia sepanjang hari dalam ember plastik yang setiap pagi airnya diganti dengan air keran. Selain itu tiap hewan percobaan memperoleh suplementasi campuran mineral dan vitamin seperti pada percobaan yang dilakukan oleh ,WESTON dan HOGAN (6). Cara pemberian ransum tersebut di atas dimaksudkan untuk menciptakan suasana/sistim yang relatif konstan (~steady state system)di dalam rumen hewan percobaan, karena hal ini diperlukan untuk memperoleh data yang representatif dari parameter isi rumen dan kecepatan pelaluan digesta dari rumen. Komposisi kimia ransum yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabe11 dan 2. Aplilazsi Penmut 35S. Larutan Na235S04 diperoleh dari Australian Atomic Energy Commission, Sydney, Australia; digunakan sebagai sumber peru nut 35S 592
untuk menandai protein mikroba di dalam rumen hewan percobaan. Metoda penandaan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu metoda yang diuraikan oleh MATHERS dan MILLER (3). Lamtan Na235S04 diinfuskan ke dalam romen hewan percobaan secara terus menerus selama 6 hari dengan menggunakan pompa peristaltik. Dosis pemberian perunut yaitu sekitar 100 uci/ekor/hari dalam 50 m1 cairan infus, dan bersamaan dengan itu diinfuskan juga pemnut 51Cr-EDTA untuk mempelajari parameter isi romen dan kecepatan pelaluan digesta dari rumen seperti yang dilakukan oleh WESTON dan HOGAN (6). Pengambilan clan IsoIasi Contoh Digesta. Pada 3 bari terakhir dari proses penginfusan larutan perunut dilakukan pengambilan contoh digesta dari rumen dan abomasum. Waktu pengambilan contoh tersebut, yaitu pada saat 30, 90, dan 150 menit setelah makan, atau berturut-turut setelah waktu makan ke I, 2, dan 3 tepatnya pada jam 830, jam 1230, dan jam 1630. Contoh digesta rumen (cairan romen) diambil dengan menggunakan pipet dari beberapa lokasi di dalam rumen dan disaring dengan kain teryline. Sedang contoh digesta abomasum diambil dengan menggunakan selang plastik yang berdiameter ±. 0,3 cm dan juga disaring seperti pada contoh digesta rumen. Contoh-<:ontoh digesta rumen dan abomasum tersebut ditempatkan dalam botol plastik 500 m1 dan disimpan di ruang dingin sampai tiba saat analisis kimianya. Untuk memperoleh fraksi mikroba dari contoh digesta dilakukan isolasi segera setelah pengambilan contoh tersebut. Isolasi dilakukan dengan cara pemusingan bertingkat seperti yang diuraikan di bawah ini : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7.
Pipet 25 ml contoh digesta ke dalam tabung pemusing. Pusing pada suhu 20C dengan kecepatan putaran 1000 g selama 1 menit untuk memisahkan partikel makanan. Ambil supematannya dengan cara menuangkan ke dalam tabung pemusing lain yang kosong dan bersih. Pusing supernatan tersebut pada suhu 20C dengan kecepatan putaran 20.000 g selama 20 menit untuk memperoleh fraksi mikroba (sebagai endapan). Pisahkan supematan dan endapan disuspensikan kembali dengan 25 mllarutan Na2S04 7%. Suspensi yang diperoleh diperlakukan seperti pada butir 4 dan 5 di atas sebagai usaha pencucian/permurnian endapan dari kontaminasi partikel makanan dan 51Cr-EDTA. Proses pencucian ini diulang 3 kali. Endapan yang diperoleh setelah pencucian terakhir disuspensikan kembali dengan 25 mllarutan Na2S04dan dikeringkan dengan cara pengeringan beku dengan alat freeze dryer.
Persiapan Contoh untuk Pencacahan 35S. Pencacahan perunut 35S dilakukan dengan alat pencacah sintilasi cair (liquid scintillation counter) merek Packard, setelah melalui proses persiapan sebagai berikut : --1.
2.
Timbang contoh yang telah dikeringkan dalam freeze dryer masing-masing 500 mg contoh fraksi mikroba dan 300 mg digesta abomasum, dan ditempatkan dalam labu didih bertutup asah. Tambahkan 20 m1 campuran asam performat dan hidrogen peroksida (9 ; 1) 593
3.
lalu sirnpan dalam ruang dingin (40C) selama 16 jam. Tambahkan 3 mllarutan HBr untuk menghilangkan kelebihan asam performat,
lalu uapkan denganalat rotary evaporator sampai mendekati kering. Hidrolisa dengan menambahkan 20 mllarutan HCI 6 N dan mereflaksikannya selama 22 jam, lalu disaring dengan kertas saring. 5. Saringan diuapkan lagi seperti pada butir 3 di atas, kemudian dilarutkan dengan menambahkan 10 in! aqua dest. 6. Saring melalui millipore (0,45 um) kedalam 1abu ukur 25 ml, tambahkan 1 ml larutan jenuh BaCl2 kedalam saringan 1alu tepatkan volume labu dengan aqua dest. Pencacahan dan Analisis Statisti1c. Dipipet 1 mllarutan hasil persiapan contoh di atas (butir 6) ke dalam gelas cacah (counting vial), ke dalamnya ditambahkan 10 mllarutan sintilasi clan disimpan di ruang dingin(4°C) selarna semalam. Contohcontoh tersebut selanjutnya dicacah dengan alat pencacah sintilasi cair merek Packard B Spektrometer model Tri Carbo Peredaman (quenching) yang terdapat pada tiap contoh dikoreksi dengan metode internal standard dan channel ratio. Hasil pencacahan digunakan untuk menghitung jumlah proporsi protein mikroba rumen yang sampai ke abomasum, dan sekaligus menghitung jumlah protein pakan yang terdegradasi di dalam rumen. lumlah proporsi protein (NAN = non-ammonia nitrogen) mikroba di dalam protein digesta abomasum dihitung dengan menggunakan persartlaan sebagai berikut: % Protein mikroba dalam = DIM x 100 % digesta abomasum D = aktivitas jenis 35S di da1am protein digesta abomasum M = aktivitas jenis 35S di dalam protein mikroba 4.
Selanjutnya dapat dihitung persentase protein makanan yang terdapat di dalam digesta abomasum, yaitu : 100 % - % protein mikroba dalam digesta. Data perhitungan jumlah protein makanan yang sampai di abomasum digunakan untuk menduga jumlah protein makanan yang terdegradasi di dalam rumen, yaitu dengan menghitung selisih total protein makanan yang dikonsurnsi dikurangi dengan jumlah protein makanan yang terdapat di dalam digesta abomasum . .Untuk membedakan data percobaan pada domba menyusui dan domba kontrol dilakukan uji t (t test) seperti yang diuraikan oleh STEEL dan TORRIE (7).
HASIL DAN PEMBAHASAN Data pengamatan parameter konsurnsi ransum dan metabolisme rumen pada hewan percobaan disajikan pada Tabel 3. Semua hewan percobaan dalam kondisi baik meskipun te1ah digunakan sejak mu1ai bunting sampai saat menyusui, yaitu pada waktu percobaan ini dilakukan. Fakta ini menunjukkan bahwa aplikasi perunut radioaktif untuk mempelajari metabolisme rumen secara ill. vivo tidak menganggu kelangsungan hidup hewan percobaan pada status fIsiologis yang berberbeda-beda. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata pada
594
jumlah konsumsi ransum baik yang dinyatakan sebagai bahan organik atau sebagai total nitrogen. Hal ini dapat dimengerti karena pemberian makanan diatur pada tingkat mendekati (± 90% ) ad libitum agar hasil pengamatan metabo1isme rumen tidak dipengaruhi oleh jumlah konsumsi ransum, tapi terutama disebabkan oleh perbedaan status fisiologis hewan lercobaan (menyusui dan tidak menyusui). Dalam percobaan ini perunut 5 Cr dalam bentuk senyawa kompleks 51CrEDTA digunakan untuk mempelajari parameter isi rumen, waktu retensi digesta dan 1aju pelaluan digesta. Data basil pengamatan menunjukkan adanya tendensi yang kuat (P < 0,1) bahwa isi rumen domba yang menyusui 1ebih keeil dibanding dengan isi rumen domba yang tidak menyusui. Sebelumnya pada hewan yang sarna dijumpai perbedaan yang sangat nyata (P
waktu retensi digesta di dalam rumen domba menyusui lebih pendek/singkat
595
yang berakibat mengurangi kemungkinan teIjadinya degradasi protein mikroba dan selanjutnya meningkatkan jumlah protein mikroba yang sampai di aboma-
sum. -).
status fisiologis domba menyusui menstimulir aktivitas mikroorganisme di dalam rumen untuk mensintesis protein dan menstimulir keIja otot alat pencernaan untuk lebih cepat mengalirkan basil pencemaan (digesta).
Penulis berpendapat kedua faktor tersebut perlu diteliti lebih lanjut guna memperoleh informasi lebih konkrit, yang akan berguna sekali dalam penyusunan pola pemberian pakan domba pada berbagai status fisiologis yang berbeda. Jumlah protein pakan yang terdegradasi di dalam rumen dihitung berdasarkan selisih total konsumsi N dikurangi dengan N makanan yang masih terdapat di dalam digesta abomasum. Perhitungan ini memberikan gambaran ten tang tingkat degradabilitas protein pakan di dalam rumen. HasH analisis statistik menunjukkan bahwa degradabilitas protein pakan tercatat sebesar 68,3% dan 62,2% masing-masing pada domba menyusui dan kontrol. Data ini membuktikan sekali lagi bahwa aktivitas rnikroorganisme di dalam rumen domba yang menyusui lebih tinggi dibanding pada domba kontrol. Mengingat bahwa kebutuhan protein domba menyusui tidak dapat dipenuhi hanya oleh protein mikroba (11) dan temyata adanya kecenderungan tingginya aktivitas mikroorgarrisme rumen yang dapat mendegradasi protein pakan. Maka dapat disimpulkan perlunya pemberian konsentrat protein yang merniliki kandungan/nilai by-pass protein tinw pada domba menyusui yang diberi ransum seperti pad a percobaan ini. Selanjutnya perlu diteliti kesediaan sumber~umber protein sebagai bahan konsentrat dan cara-cara peningkatan mutunya (antara lain dengan perlakuan awal untuk mengurangi degradabilitasnya di dalam rumen) yang relatif mudah didapat oleh petani temak.
KESIMPULAN DAN SARAN lain:
Dari hasil percobaan ini dapat ditarik beberapa kesimpulan dan saran antara :.
Aplikasi perunut 35S secara!!t vivo untuk menduga produksi protein mikroba di dalam rumen dapat diterapkan juga pada domba yang sedang menyusui tanpa menimbulkan efek sam ping yang negatif. Sintesis protein mikroba rumen temyata lebih efisien pada saat menyusui dibanding kontrol, dan hal ini antara lain disebabkan oleh lebih cepatnya laju pelaluan digesta dari rumen. Strategi pemberian konsentrat protein pada domba yang sedang menyusui perlu memperhatikari faktor kualitatif selain faktor kuantitatif. Faktor kualitatif ditentukan sebagian oleh basil studi metabolisme rumen, dan selanjutnya dapat dipilih bahan konsentrat protein yang relatif dapat memenuhi kedua persyaratan terse but.
UCAP AN TERIMA KASIH Penulis mcngucapkan terima kasih kepada Dr. R.H. Weston dan Dr. J.P: Hogan atas segala petunjuk dan bimbingannya dalam pelaksanaan percobaan ini. Ucapan 596
terima kasih juga ditujukan pada Colombo Plan Australia atas bea siswa yang diberikan dan pada CSIRO Division of Animal Production, Prospect, Australia, atas fasilitas kerja yang disediakan.
DAFTAR PUSTAKA 1. NEVEL, GJ. Van, DEMEYER, OJ., and HENDERlCKX, H.K., "Use of 32p to estimate microbial synthesis in the rumen", Tracer Studies on NonProtein Nitrogen for Ruminant (Froc. Panel Vienna, 1974), IAEA, Vienna (1975)15. 2. WALKER, D.J., and NADER, CJ., Method for measuring microbial growth in rumen content, Appl. Microbiol. 16 (1968) 1124. 3. MATHERS, J.C., and MILLER, EL., Use of35S incorporation for the measuremen t of microbial protein in ruminant digesta, Proc. Nu tr. Soc. 36 (1976) 7A.
4. BALDWIN, R.L., REICHL, J.R., and AL-RABBAT, M.F., "Analysis of rumen microbial growth patterns using 15N-ammonia and computer simulation techniques", Tracer Studies on Non-Protein Nitrogen for Ruminant (Froc. Panel Vienna, 1971), IAEA, Vienna (1972) 43. 5. WELLER, R.A., GRAY, F.V., and PILGRIM, A.F., The conversion of plant nitrogen in the rumen of the sheep, British Journal of Nutrition 12 (1958) 421. 6. WESTON, R.H., and HOGAN, J.P., The digestion of chopper and ground roughage by sheep. I. The movement of digesta through the stomach, Aust. J. Agric. Res. 18 (1967) 789. 7. STEEL, R.G .0., and TORRIE, J .H., Principles and Procedures of Statistics, McGraw-Hill Book Co., Inc., New York (1960). 8. WESTON, R.H., (1978), Komunikasi pribadi. 9. HUME, 1.0., The proportion of dietary protein escaping degradation in the rumen of sheep fed on various protein concentrates, Aust. J. Agric. Res. 25 (1974) 155. 10. HUME.I.D., "Use of 3 5S to estimate the proportion of dietary protein degraded in the rumen", Tracer Studies on Non-Protein Nitrogen for Ruminant (Froc. Panel Vienna, 1974), IAEA, Vienna (1975) 15. 11. KEMPTON, TJ., NOLAN, J.V., and LENG, RA., Principles for the use of non-protein nitrogen and by-pass protein in diets of ruminants, World Animal Review 22 (1977) 2.
597
Tabd 1. Komposisi kimia dari lucerne hay clanwheaten hay yang digunakan dalam percobaan*)
Macam analisis
Lucerne hay
Wheaten hay
dinding sel sellulosa
43,8 28,0
lignin protein kasar karbohidrat terlarut abu
19,1 7,2
64,1 31,0 5,7 4,7 14,0
8;3
8,9
7;3
*) Penentase atas dasar bahan kering.
Tabcl 2. Estimasi komposiJi kimia ransum percobaan yang terdiri dari campuran 1 : 1 lucerne ~ dan wheaten hay. *)
Parameter dinding sel sellulosa lignin protein kasar karbohidrat terlarut bahan organik
% (persentase dari bahan kering)
53,95 29,45 6,50 11,90 10,60 91 ,40
*) Estimasi berdasarkan data komposiJi bahan ransum yang tertera pada Tabe1 1.
598
N makanan (g/jam) Nasal miroba Ln. Ln. Pe1aluan N bukan amonia Domba kontro1konswnsi TabelKonsumsi S.asa1 Hasil pengamatan parameter ransum dan metabolisme rumen pada domba 18,50 62,2 0,89 P<0,05 10,91 20 ,96 5,85 5,66 P
599
DISKUSI
E. SUWADn
:
Menurut pembicara terdahulu (T --6) 35S kurang eukup untuk direkomendasikan (atau lebih baik 32p), sedang menurut Anda pemakaian 3 5S adalahsangat sederhana eara deteksi/analisisnya. Mengingat eara penetapan 35S ini juga sangat diperlukan dalam bidang pertanian (pupuk) atau mungkin dalam bidang mikrobiologi terutama eara penetapan S ini hasil ekstraksi materialnya, apakah Anda dapat membantu eara-cara penetapan baik 35S atau eara ekstraksi S seperti apa yang telah Anda pelajari di Australia.
z. ABIDIN
:
Metode isolasi 35S pada makalah Ibu C. Hendratno berbeda dengan metode isolasi pada makalah ini. Dengan senang hati saya dapat membantu isolasi 35s pada eontoh-contoh pertanian bila dikehendaki. LEO BA TUBARA
1. 2.
Bagaimana metode pengambilan sampel rumen digest a yang dilakukan dalam penelitian ini? Mengapa untuk mendapatkan aktivitas jenis 35S dari digesta (D) tidak diambil daTi duodenum digesta, sedang penyerapan asam amino asal protein pakan dan mikroba terutama terjadi pada duodenum.
z. ABlDIN 1. 2.
600
:
:
Pengambilan sam~el rumen digesta dilakukan dengan menggunakan pipet. Aktivitas jenis 3 S dari digesta (0) diambil dari abomasum karena yang ingin diketahui adalah jumIah protein yang siap untuk diabsorbsi.