Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
NILAI NUTRISI TONGKOL JAGUNG YANG DIFERMENTASI MENGGUNAKAN MIKROBA RUMEN SEBAGAI SUMBER INOKULAN (Nutritive Value of Fermented Corn Cob Using Rumen Microbes as Source of Inoculant) Dwi Yulistiani, Haryanto B Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
[email protected]
ABSTRACT This study was conducted to evaluate the possibility of using rumen microbes as inoculant in fermenting corn cob in aerob condition. The rumen microbes was cultured using batch culture method from Tilley dan Terry (1963). Study was conducted in laboratorium scale, rumen fluid as microbe source was collected from sheep fed on elephant grass basal diet. Results shows that inoculant made from leaf or stalk of corn stover or whole corn stover was not able to increase nutritive value of corn cob. The protein content of femented corn cob increased from 0,94 to 2% however this increase was only marginal and still considered to be low quality feed. Cell wall component (NDF, ADF and lignin) was also increased after fermentation. The lignin content was increased by 25%. This increase in turn will affect its digestibility. In vitro dry matter and organic matter digestibility of fermented corn cob from maize stover leaf substrate was lower than untreated corn cob. While inoculant from maize stalk incubated for 4 days gave similar digestibility of fermented corn cob to untreated corn cob. Microbial population in medium from various substrate was very low (only 1000 per ml medium) for normal population. This might be the reason of lower digestibility of fermented corn cob. Key Words: Words: Corn Cob, Fermentation, Nutritive Value, Rumen Microbes ABSTRAK Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi kemungkinan pemanfaatan mikroba rumen sebagai sumber inokulan untuk memfermentasi tongkol jagung secara aerob. Mikroba rumen di kulturkan menggunakan batch culture. Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium. Cairan rumen sebagai sumber mikroba diambil dari rumen domba yang diberi pakan dasar rumput Gajah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulan yang dikulturkan dengan substrat dari daun ataupun batang jagung maupun jerami tanaman jagung tidak dapat meningkatkan nilai nutrisi tongkol jagung difermentasi. Kandungan protein tongkol jagung yang difermentasi meningkat dari 0,9 menjadi 2% namun demikian peningkatan ini hanyalah merjinal dan masih dianggap berkualitas rendah. Komponen dinding sel (NDF, ADF dan lignin) juga meningkat setelah fermentasi. Kandungan lignin meningkat 25%. Peningkatan ini berpengaruh terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik dari tongkol jagung yang difermentasi dimana kecernaan BK dan BO lebih rendah dari tongkol jagung kontrol. Sedangkan inokulan yang diinkubasikan dengan batang jagung selama 4 hari menghasilkan kecernaan BK dan BO tongkol jagung fermentasi sama dengan tongkol jagung kontrol. Populasi mikroba di medium pembiakan cairan rumen dari berbagai substract juga sangat rendah (dibawah populasi normal), sehingga kemungkinan menyebabkan rendahnya kecernaan tongkol jagung yang terfermentasi. Kata Kunci: Tongkol Jagung, Fermentasi, Nilai Nutrisi, Mikroba Rumen
PENDAHULUAN Salah satu limbah pertanian tersebut adalah tongkol jagung sebagai hasil samping dari pemipilan biji jagung. Jagung merupakan salah
368
satu komoditas tanaman pangan strategis nasional yang dikembangkan secara intensif melalui program dan kegiatan pembangunan nasional. Peningkatan produksi jagung dari tahun 2005-2009 adalah sebesar 11,58% yaitu
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
dari 12 juta ton menjadi 19,44 juta ton (Statistik Pertanian 2009). Peningkatan produksi jagung pipil ini menyebabkan peningkatan juga pada hasil samping dalam bentuk tongkol jagung. Sehingga sangat potensial untuk dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia. Namun hasil samping ini belum dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan pakan ternak. Dilain pihak produktivitas ternak ruminansia di Indonesia masih terkendala dengan ketersediaan bahan pakan baik dalam hal kualitas maupun kuantitas secara kontinyu sepanjang tahun. Dimana pada musim kemarau terjadi kekurangan ketersediaan hijauan rumput. Hal ini diperparah dengan ketersediaan lahan untuk penanaman hijauan pakan ternak yang semakin berkurang. Akibat dari semua ini adalah rendahnya tingkat produktivitas ternak ruminansia. Tongkol jagung berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber serat pengganti rumput pada pakan ternak ruminansia. Akan tetapi kandungan nutrisinya rendah, yaitu kadar proteinnya hanya 4,64%, dengan kadar lignin (>10%) dan celulose yang tinggi (Brandt dan Klopfenstein 1984; Aregheore 1995; Yulistiani et al 2012). Tongkol jagung mengandung serat yang tinggi sehingga untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak perlu diolah yang salah satunya melalui fermentasi menggunakan rumen mikroba sebagai starter. Tongkol jagung yang difermentasi dengan cairan rumen secara anaerob (disilase) mampu meningkatkan nilai nutrisi tongkol jagung (Adeyemi dan Familade 2003). Probion yang merupakan starter dari isi rumen juga dimanfaatkan untuk memfermentasi jerami padi dan mampu meningkatkan nilai nutrisi jerami padi (Haryanto 2009). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan metoda pembuatan starter dari cairan rumen untuk memfermentasi tongkol jagung dan mengetahui perubahan nilai nutrisinya setelah difermentasi dengan starter yang diperoleh. MATERI DAN METODE Penumbuhan mikroba rumen pencerna serat dilakukan secara in vitro menggunakan batch culture yang dimodifikasi dari metode Tilley dan Terry (1963). Cairan rumen untuk percobaan skala laboratorium diambil dari domba yang diberi pakan dasar rumput raja.
Cairan rumen kemudian dicampur dengan larutan buffer untuk media fermentasi. Dalam media tersebut diinkubasikan substrat daun jagung yang mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi (11%) dan kandungan serat lebih rendah dibandingkan dengan tongkol jagung (60 vs 80%). Dalam 500 ml media akan diinkubasikan 5 gr substrat dan dinkubasikan selama 2 hari, 4 hari dan 6 hari setiap periode waktu inkubasi diulang tiga kali. Untuk melihat populasi mikroba terutama fibrolitik mikroba setiap waktu habis inkubasi diambil sub-sampel dan dihitung populasi mikroba yang ada dalam media. Sisa media dicampur dengan carrier (onggok atau tongkol jagung) sebagai starter atau sumber inokulan yang kemudian digunakan untuk memfermenasi tongkol jagung dengan lama waktu fermentasi 21 hari secara aerob. Untuk melihat aktivitas mikroba dalam starter maka starter tersebut dibiakan dalam media agar untuk mikroba fibrolitik secara anaerob dan dilihat populasinnya. Hasil bioproses tongkol jagung dengan starter dianalisa kandungan nutrisinya dan kecernaannya secara in vitro. HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi kimia tongkol jagung yang difermentasi dengan menggunakan medium dengan subtrat dari berbagai bagian dari tanaman jagung (Tabel 1). Dari Tabel tersebut terlihat bahwa kandungan protein kasar tongkol jagung yang difermentasi dengan starter yang menggunakan substrat dari daun jagung, kandungan proteinnya meningkat dua kali lipat (100%) pada berbagai lama waktu inkubasi dibandingkan dengan tongkol jagung kontrol yang kandungan proteinnya hanya 0,94%. Pada substrat yang lain juga terjadi kenaikan kandungan protein kasar, akan tetapi peningkatan ini masih lebih rendah dibandingkan dengan dari substrat daun jagung, kecuali pada substrat campuran batang dan daun dengan waktu inkubasi 4 hari. Meskipun terjadi kenaikan kandungan protein kasar pada tongkol jagung yang sudah difermentasi namun demikian kenaikan protein kasar ini masih rendah untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak ruminansia, karena minimal protein kasar bahan pakan untuk mencukupi kebutuhan nitrogen mikroba rumen
369
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Tabel 1. Komposisi kimia tongkol jagung yang difermentasi dengan menggunakan mikroba rumen Jenis substrat
Lama inkubasi (hari)
Daun
Batang
Campuran batang dan daun
2 4 6 2 4 6 2 4 6
Uji statistik Jenis substrat Waktu inkubasi Interaksi: substrat x lama inkubasi Tongkol jagung kontrol
agar terjadi aktivitas selulolisis adalah 8% (Preston dan Long 1984). Kandungan energi kasar pada tongkol jagung terfermentasi hanya sedikit berubah dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan komponen dinding sel (NDF, ADF dan lignin) tongkol jagung terfermentasi juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan kontrol. Kandungan NDF pada substrat daun dengan lama inkubasi 2 dan 6 hari meningkat 2 unit (3,57%) dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan dinding sel ini mungkin disebabkan karena isi pada tongkol jagung dimanfaatkan oleh mikroba inoculant untuk pertumbuhan mikroba tersebut. Kecernaan in vitro bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO) tongkol jagung terfermentasi lebih rendah dibandingkan drngan kontrol kecuali pada fermentasi menggunakan subtrat dari batang yang diinkubasi selama 4 hari dan fermentasi yang menggunakan jerami jagung semua (Tabel 2) dimana kecernaannya sama dengan kontrol. Hasil kecernaan penelitian ini berlawanan dengan hasil yang dilaporkan oleh Adeyemi dan Familade (2003) dimana fermentasi secara kedap udara tongkol jagung menggunakan cairan perasan isi rumen dapat meningkatkan kadar protein dari 3,3% menjadi 10,11% dan dapat menurunkan kadar serat kasar tongkol jagung. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan cara fermentasi. Pada
370
PK 1,93 2,17 2,25 1,61 0,99 1,37 1,757 2,51 1,69 ** TN ** 0,94
Komposisi kimia (%) NDF ADF 86,7 47,3 84,4 46,6 87,4 49,8 85,6 48,0 86,0 50,3 85,1 47,0 85,2 47,5 84,1 47,5 84,6 46,6 TN ** ** 84,5
TN TN ** 44,2
Lignin 9,87 10,00 11,40 9,95 10,30 10,60 9,68 10,90 10,60 TN TN TN 8,8
penelitian ini fermentasi dilakukan secara aerob sehingga kemungkinan aktivitas mikroba rumen yang secara alaminya pada keadaan an aerob, aktivitasnya menjadi terhambat pada kondisi aerob. Disamping itu, juga peningkatan protein pada tongkol jagung terfermentasi Tabel 1 juga masih belum optimal untuk mendukung proses selulolitik mikroba. Populasi bakteri selulolitik dalam medium inkubasi substrat ditampilkan pada Tabel 3, terlihat bahwa populasi bakteri selulolitik sangat rendah sekali (hanya sepuluh ribu per mililiter medium padahal untuk terjadinya fermentasi dinding sel yang optimal diperlukan populasi bakteri selulolitik sebanyak 100 juta per ml. Karena kondisi secara anaerob populasi mikroba ini sudah rendah sehingga menyebabkan aktivitas fermentasi yang rendah sehingga akibatnya kecernaan tongkol jagung terfermentasi juga rendah. Berlawanan dengan kondisi di medium, populasi bakteri selulolitik pada starter/inoculant yang sudah dicampur dengan carrier onggok lebih tinggi dibandingkan dengan di medium inkubasi hal ini mengindikasikan adanya peningkatan populasi bakteri selulolitik namun demikian aktivitasnya masih belum mampu meningkatkan kecernaan tongkol jagung yang difermentasi dengan starter dari mikroba rumen.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Tabel 2. Kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik tongkol jagung yang difermentasi dengan menggunakan mikroba rumen Variabel Jenis substrat
Lama inkubasi (hari)
KCBK (%)
KCBO (%)
EM (Kkal/kg)
2
30,8
29,5
948,3
4
31,5
30,0
960,7
6
31,5
30,1
977,9
2
30,7
29,8
986,5
4
37,4
36,8
1230,9
6
33,8
34,0
1094,1
2
35,1
34,1
1115,8
4
32,4
31,7
1031,6
6
37,8
37,1
1206,9
Jenis substrat
**
**
**
Waktu inkubasi
TN
TN
**
Interaksi: substrat x lama inkubasi
**
**
**
37,4
36,7
1160,0
Daun
Batang
Campuran batang dan daun
Uji statistik
Tongkol jagung kontrol
Tabel 3. Populasi bakteri selulolitik pada medium inkubasi in vitro dan starter untuk fermentasi tongkol jagung Jenis substrat
Lama inkubasi (hari)
Medium
Starter
2
0,099 x 104
6,25 x 108
Daun
Batang
Daunbatang
4
2.465 x 104
13 x 108
6
0,0004 x 104
1250 x 108
2
3,1 x 104
0,56 x 108
4
0,615 x 104
0,165 x 108
6
0,0028 x 104
0,15 x 108
2
3,38 x 104
0,18 x 108
4
0,018 x 104
2,8 x 108
6
0,008 x 104
0,47 x 108
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Penggunaan mikroba rumen untuk memfermentasi tongkol jagung secara aerob belum mampu meningkatkan nilai nutrisi tongkol jagung. Diperlukan penelitian lebih lanjut agar didapatkan metoda yang tepat untuk memanfaatkan mikroba rumen sebagai sumber inokulan dalam memfermentasi tongkol jagung untuk meningkatkan kualitasnya
Adeyemi OA, Familade FO. 2003. Replacement of maize by rumen filtrate fermented corn-cob in layer diets. Bioresource Technol. 90:221-224. Aregheore EM. 1995.Effect of sex on growth rate, voluntary feed intake and nutrient digestibility of West African Dwarf goats fed crop residue rations. Small Rum Res 15:217-221.
371
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Brandt Jr RT, Klopfenstein TJ. 1986. Evaluation of alfalfa-corn cob associative action. I. Interactions between Alfalfa Hay and Ruminal Escape Protein on Growth of Lambs and Steers, J Anim Sci. 63:894-901. Haryanto B. 2009. Inovasi teknologi pakan ternak dalam system integrasi tanamak-ternak bebas limbah (SITT-BL mendukung upaya peningkatan produksi daging. Orasi Pengukuhan Profesor riset. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian Preston TR, Long RA. 1984 Supplementation of diet based on fibran residue and by-product in
372
straw and other fibran by-product a feed. Sundstel F and Owew E. Elsevier. pp 305339. Tilley JM, Terry RA. 1963. A two-stage technique for the in vitro digestion of forage crops. Brit J Nutr. 18:104-111. Yulistiani D, Puastuti W, Supriati EW. 2012. Pengaruh berbagai pengolahan terhadap nilai nutrisi tongkol jagung: Komposisi kimia dan kecernaan In Vitro. JITV. 17:59-66.