Seminar Nasional Peternakan dan Veertner 1997
KARAKTERISTIK PERFORMAN NUTRISI, MIKROBA RUMEN, MORFOLOGI DARAH DAN DINAMIKA POPULASI KERBAU LUMPUR DI PULAU JAWA A. R. SIREGAR, K. DIWYANTO, E. BASUNo, A. THALIB, T. SARTIKA, R.H. MATONDANG, J. BESTARI, M. ZULBARDI, M. SITORUS, T. PANGGABEAN, E. HANDIWIRAWAN, Y. WIDIAWATI clan N. SUPRIYATNA Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor 16002
RINGKASAN Telah dilakukan suatu penclitian untuk melengkapi data dasar dalam rangka memahami dinamika. populasi kerbau lumpur yang terus menurun di pulau Jawa. Pengamatan diiakukan pada dua lokasi yaitu Desa Bulu Agung, Kecamatan Pesanggaran di Kabupaten Banyuwangi mewakili wilayah dengan populasi kerbau sangat menurun clan Desa Pulo, Kecamatan Ciruas clan Desa Sidamukti Kecamatan Baros di Kabupaten Serang sebagai wilayah dengan populasi kerbau masih bertahan . Dikumpulkan pula data kerbau dari Taman Nasional Baluran sebagai lokasi konservasi kerbau. Data yang clikumpulkan meliputi karakter performan, karakter morfologi kerbau, informasi nutrisi, morfologi darah, keragaman genetik, karakteristik mikroba nimen. dan dinamika populasi kerbau lumpur . Hasil penclitian menunjukkan bahwa karakter morfologi kerbau di daerah Serang dan Banyuwangi tidak jauh berbeda . Begitu jugs kerbau-kerbau dari Taman Nasional Baluran tidak berbeda jauh clan telah berbaur dengan kerbau setempat. Warna dominan adalah abu-abu dengan warns khas putih pada leper dan warns merah untuk kerbau bule yang jumlahnya sangat sedikit . Garis punggung umumnya cekung (72,2%) dan lurus (27,8%). Temperamen umumnya jinak 36,4%, biasa (normal) 50,0% dan hanya 13,6% yang dikatagorikan garang . Di Desa Bulu Agung 93,3% peternak mengatakan kerbaunya garang. Hal ini berhubungan dengan kerbau yang berasal dari penangkaran dari Taman Nasional Baluran maupun kerbau yang berasal dari Australia yang memang masih berasal dari kerbau liar. Ukuran tubuh kerbau di daerah Banyuwangi ternyata lebili besar.dari di daerah Serang. Pada umur di atas 5 tahun ukuran kerbau betina di daerah Banyuwangi dibandingkan di daerah Serang bobot badan rataan 432,6 _+ 40,0 vs 330,9 _+ 46,3. kg, panjang badan 127,6 _+ 30,3 vs 123,6 _+ 8,9 cm, tinggi pundak 129,9 _+ _5, I vs 123,8 _+ 6,7 cm, alain dada 79,1 ± 5,2 vs 81,1 _+ 4,3 cm, lingkar dada 188,1 _+ 7,6 vs 163,7 _+ 9,4 cm, lebar pinggul 38,3 +_ 5,5 vs 42,6 _+ 4,4, panjang telinga 24,4 _+ 1,9 vs 24,5 _+ 3,2 cm, clan panjang tanduk 45,3 _+ 5,6, vs 40,7 _+ 8,1 cm. Kelihatannya kerbau Serang lebih bulat tetapi lebih pendek . Daya pencernaan nnnen kerbau untuk jerami clan rtunpul Gajah dari kerbau dari Banyuwungi clan Serang adalah untuk rumput Gajah 52,14 vs 50,69 +_ 1,55% clan untuk jerami padi 43,80 vs 42,64 + 2,28%. Ekosistem rumen kerbau di daerah Serang adalah dengan pH 6,64 + 0,20. bakteri 4,34 + 555
Seminar NasionalPeternakan don Veteriner 1997
1,32 (109), protozoa 6,18 (105/ml), NH3 = 243,81 _+ 32,24 (mg/1) . Sedangkan untuk daerah Banyuwangi kondisinya untuk parameter yang lama adalah 6,61, 9,12, 1,63 dan 238,0 . Kelihatannya bahwa jumlah bakteri pada rumen kerbau di Banyowangi lebih tinggi . Pengamatan terhadap keragaman genetik kerbau lumpur telah ditakukan dengan mempelajari polimorfisme protein .darah plasma Transferrin (Tf), plasma Albumin (Alb) dan sel darah merah Haemoglobin (Hb). Metode elektroforesis secara vertikal dengan gel akrilamid 8% (gel-pemisah) dan 4% (gel-penggertak) digunakan untuk melihat adanya polimorfisme pada setiap lokus . Sampel darah yang digunakan sebanyak 56 sampel berasal dari Serang (populasi terbesar di Jawa Barat) dan 38 sampel berasal dari Banyuwangi (populasi terbesar di Jawa Timur). Sampel darah dipisahkan antara plasma dan sel darah merahnya kemudian dianalisa. Hasil analisa menunjukkan terdapatnya polimorfisme pada ke 3 lokus baik pada sampel yang berasal dari Serang maupun Banyuwangi. Lokus Transferrin dikontrol oleh 4 autosomal kodominan allel TfB; Tf, Tf dan Tf. Lokus Albumin dikontrol oleh 3 autosomal kodominan allel AlbA, A16B dan Albs dan lokus Haemoglobin dikontrol oleh 2 autosomal Kodiminan allel Hb^-dan HbB: Hasil perhitungan frekwensi gen pada setiap lokus antara populasi kerbau di Jawa Barat dan Jawa Timur secara statistik tidak berbeda nyata (P<0,05) . Frekwensi gen lokus transferrin untuk masing=masing allel adalah Tf$ (0,0357 vs 0,0263), Tf- (0,1696 vs0,3421), Tf(0,4464'vs 0.4342) dan TfE (0,3482 vs 0,1974 . Frekwensi gen lokus Albumin pada setiap allel (Jawa' Barat vs Jawa Timur) masing-masing adalah AlbA (0,0804 vs 0,1579), AlbB (0,4554 vs 0;3553) dan Albs (0,4642 vs 0,4868). Untuk lokus Haemoglobin, frekwensi gen masing-masing allel HbA (0,6071 vs 0,9921) dan HbB (0,3929 vs 0,4079) . Uji keragaman genetik antara kerbau lumpur di Serang dan Banyuwangi ditunjukkan oleh nilai Heterosigositas dari ketiga lokus: terlihat cukup tinggi dan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Nilai Heterosigositas untuk populalsi kerbau lumpur di Jawa Barat sebesar 0,5677 _+ 0,0483 dan nilai Heterosigositas populasi kerbau lumpur di Jawa Timur sebesar 0,5813 +_ 0,0534. Pada penetitian ini dapat disimpulkan bahwa keragaman genetik kerbau lumpur, di Serang dan Banyuwangi masih cukup beragam . dan pada ke-2 populasi tersebut tidak menunjukkan keragaman yang berbeda, dengan kata lain kedua populasi kerbau lumpur di Serang dan Banyuwangi masih mempunyai jarak, genetik yang dekat yang ditunjukkan oleli nilai D (Distance) sebesar 0,02747 . Penambahan molasses blok pads kerbau dara di daerah Serang.sebanyak 200 gr per ekor per hari selama 132 hari menunjukkan pertambahan bobot badan lebih baik dari kontrol yaitu di desa Pulo 164,3 _+ 23,9 vs 131,9 _+ 22,7 gr dan di desa Sidamukii 184,9 + 14,8 vs 149,3 _+ ;26,2 gr untuk molasses blok dengan komposisi 2,5%, 25% molasses, 20% jagung, 8% garam, 6% urea, 5% semen dan 1% mineral . Penambahan molasses blok di daerah Banyuwangi memberikan: hasil yang lebih baik pada perlakuan A dengan PBB 0,516 _+ 0,255 kg, perlakuan B = 0,476_+ 0,154 kg dan kontrol 0,227 _+ 0,000 kg. Uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan antara perlalaian dan kontrol . Kata kunci : Kerbau lumpur, karakieristik dinamika populasi
PENDAHULUAN Ternak Kerbau di Indonesia merupakan aset nasional dan milik petani yang cukup besar . Pada Tahun 1994 populasi kerbau di Indonesia adalah 3.109.000 ekor yang menghasilkan 3,65% dari produksi daging nasional (DIRJEN PETERNAKAN, 1996) . Kerbau memberikan pula andil besar 556
SennnarNasionalPerernakon don Veleriner 1997
dalam pencapaian swasembada bergs sebagai ternak kerja. Kerbau jbga menghasilkan kulit menunjang industri, mengliasilkan susu yang diolah secara tradisional memperbaiki gizi rakyat clan menghasilkan pupuk menjaga kelestarian clan kesuburan tanah. Fungsi ekonomi kerbau bagi petani masih dilengkapi sebagai fungsi tabungan dalam memupuk modal. Begitu juga fungsi kerbau sebagai ternak untuk acara adat, ritual serta olah raga diberbagai daerah. Perkembangan populasi, produksi clan prodttktivitas kerbau di Indonesia masih kurang baik, termasuk perbaikan mute genetiknya masih tertinggal jauh dari ternak lainnya . . Ternak kerbau di Indonesia sebagian besar dipelihara pada usahatani kecil di pedesaan . Untuk kondisi dernikian menuntt CHALATAKHANA (1985) program pemuliaan sebaiknya diarahkan pada tujuan ganda (dual purpose) . Tujuan ganda yang paling mendesak untuk Indonesia adalah produksi daging clan susu sebagai bahan dasar perbaikan gizi masyartkat. Pennintaan clan penawuran daging clan susu sernakin tidak berimbang sehingga import tidak dapat dihindari, malah setup tahun semakin membesar. Kerbau di Puhu Jawa mengalami penurunan populasi yang cukup memperihatinkan. Akan tetapi penurunan populasi kerbau di Pulau Jawa ticlak merata. Di Jawa Barat populasi kerbau masih bertahan . Di Taman Nasional Baluran bahkan sapi Bali kalah perkembangannya dari kerbau . Perkembangan kerbau di Taman Nasional Baluran yang cukup baik menyebabkan dilakukannya pengurangan populasi dengan menangkap kerbau Baluran . menclomestikasi clan clipeliharakan pada petani di sekitaniva. Untuk meningkatkan produktivitas kerbau penelitian dasar inengenai karakteristik genetik vang dililiat dari morfologi . karakteristik protein darah, penampilan mikroba rumen serta faktor-faktor performan biologis lainnya serta faktor performan produksi usaha peternakan kerbau perlu diamati lebili rinci . Karakteristik awal ini sangat perlu karena walaupun kerbau yang ada di Indonesia sebagian bestir adalah kerbau Lumpur (.cwanlp buffalo) telah muncul berbagai tipe kerbau spesifik menunit agroekosistem yang membentuknya . Di Toraja ada kerbau tedong bonga, di daerah Alabio ada kerbau rawa, di Tapanuli Selatan ada kerbau Binanga clan di Maluku ada kerbau Moa. Disamping itu di daerah taman Nasional Baluran di dapatkan pula kerbau liar . Kerbau yang begitu lama berkembang clan dipelihara pada suatu agroekosistem yang spesifik telah terseleksi secara alamiah clan mengliasilkan tipe kerbau yang berkarakter spesifik . Keragaman genetik kerbau ini perlu dispesifikasi clan dijaga kelestariannya sumber plasma nuftah dengan suatu sister konservasi yang jelas. Plasma nuftah ini sangat diperlukan dalam rekayasa genetik dintasa depan untuk tnendapatkan kerbau dengan sifat yang diinginkan sesuai kebutulian dalam mengoptimasikan penggunaan kerbau dalam memasuki kebutulian manusia . Untuk melihat permasalahan yang dihadapi perkembangan kerbau di Pulau Jawa, perlu dilakukan karakterisasi clan potensi genetik yang berkaitan dengan potensi agroekosistem . Pengembangan kerbau di Indonesia secara terus-menerus didukung oleh pemerintah. I-W ini cliwujudkan dalarn program vaksinasi, program penggadultan kerbau pads petani, yang dilaksanakan seperti Sumba kontrak . Perbaikan bibit diNvtijudkan dengan menclatangkan kerbau Murrah di sekitar Medan clan . terakhir ini menclatangkan :pejantan Murrah clan memproduksi frozen semen kerbau yang disebarkan dengan cars IB. Untuk peningkatan populasi dimasukkan pula kerbau dari Australia yang diambil sari kerbau liar di Australia Utara . Untuk mempertaltankan plasma nuftah kerbau pemerintah juga nrenjaga keberadaan kerbau liar di Taman Nasional, Baluran . Perkembangan kerbau liar disini cukup baik sehingga terpaksa dilakukan pcnjaringan . .Kerbau dari Taman Nasional Baluran kenrudian clitangkar clan digadulikan pada petani sekitar lokasi .
SeminarNasionalPeternakan dan Veteriner 1997
Perkembangan kerbau yang begitu lambat masih memerlukan tindakan-tindakan baru untuk meningkatkan produktivitas maupun antara produknya . MATERI DAN METODE Penelitian mengenai karakteristik dan konservasi keunggulan genetik kerbau di Pulau Jawa dimaksudkan untuk mengantisipasi gejala penurunan populasi. kerbau . Gejala di lapang menunjukkan kerbau dikalahkan oleh sapi. Hal ini memerlukan data dasar mengenai karakter kerbau dan sejauh mana keunggulan genetik kerbau masih beradaptasi dengan perubahan, agoroekosistem yang berkembang cepat . Penelitian, dilaktdcan dengan memilih dua Kabupaten di Jawa yaitu Kabupaten Serang di Jawa Barat dan Kabupaten Banyuwangi di Jawa Timur. Kabupaten Serang inewakili propinsi Jawa Barat yang populasi kerbaunya cukup bertahan. Kabupaten Banyuwangi mewakili propinsi Jawa Timur dengan penurunap pulasi kerbau cukup besar dan di daerah Banyuwangi terdapat Taman Nasional Baluran %_;kana kerbau berkembang, melebihi daya tampung sehingga ads pengeluaran clan dijinakkan untuk dipeliliara petani setempat . Pengamaatan dilakukan pada performan kerbau, produktivitas dan dinamika populasi, pengamatan keragaman genetik melalui protein darah, pengamatan mikroba rumen, pakan dan nutrisi serta pengamatan pada data perkembangan populasi kerbau di Taman Nasional Baluran . Performan kerbau dilakukan pengukuran bobot badan, panjang badan, lingkar dada, tinggi pundak, dalam dada, lingkar dada, panjang telinga, panjang tanduk, warns, bentuk tanduk, garis punggung dan temperamen kerbau. Pengamatan karakter mikroba rumen dilakukan dengan mengambil contoh cairan rumen dari rumah potong dalam keadaan segar dari kerbau yang diketahui berasal dari lokasi pengamatan . Cairan rumen dalam keadaan segar disimpan dalam tabung"tabung in-vitro secara anaerobik, kemudian disimpan dalam box inkubator bersuhu 39°C. Setiap sampel rumen kerbau dicatat asal desanya . Jumlah sampel yang diambil adalah untuk setiap kecamatan sebanyak yang dapat di kolAsi selama 10 hari pengambilan sampel dan setiap keomatan semaksimal mungkin diperoleh secara tripels ataupun minimal duplo. Di daerah Banyuwangi cairan rumen diambil melalui mulur kerbau karena tidak ada kerbau daerah ini yang dipotong. Pengujian cairan rumen dilakukan pads a.
Uji aktivitas dan ekosistem rumen mencakup kecernaan rmninal badan kering pH VFA dan laktat (Kromotograph gas) populasi protozoa (universal whatlok di bawah mikroskop) NH3 (cawan Conway) populasi bakteri (kultur "roll tube")
-b. Identifikasi : test warns dan morfologi (mikroskopis) Pengamatan pakan clan nutrisi dilakukan dengan mendata pakan yang digunakan peternak dan mengambil contoh untuk dianalisa proximate . Dilakukan pula suatu uji pembdrian molasses 558
Seminar Nasionol Peternakan dan Veteriner 1997
. block pada kerbau muda di Serang dan pada kerbau dewasa di Banyuwangi. Uji pemberian molasses blok di Serang menggunakan 30-ekor kerbau dara diberikan UMB (A), UMB (B) dan kontrol selama 110 hari. Bobot6adan kerbau ditimbang pada awal dan akhir pemberian UMB.. Di Banyuwangi pemberian molasses block (UMB) dilakukan pada 39 ekor kerbau betina umur 2-4 tahun dengan rataan bobot badan 357,1 +_ 78,1 kg dan 9 ekor kerbau jantan umur 2-3 tahun dengan bobot badan awal 282,3 _+ 24;9 kg. Semua kerbau berasal dari penangkaran kerbau asal Taman Nasional Baluran . Perlakuan adalah dua macam UMB (A dan B) dan kontrol tanpa UMB. Data dianalisa dengan rancangan kelompok menurut petunjuk STEEL dan ToRRIE (1980). Sebanyak 94 sampel darah kerbau lumpur yang berasal dari daerah Serang (Jawa Barat) 56 sampel, dare dari daerah Banyuwangi (Jawa Timur) sebanyak 38 sampel digunakan untuk melihat keragaman genetik melalui polimorfisme protein darah. Pengambilan sampel di daerah tersebut didasarkan.padajumlah populasi kerbau terbanyak yang mewakili kedua propinsi tersebut. Sampel darah diambil per individu dan diberi heparin sebagai anti koagulan, kemudian dipisahkan antara plasma dan sel darah merahnya . Sel darah merah dicuci dengan larutan garam isotonik sebanyak 3 kali. Sampel plasma dan sel darah merah yang sudah bersih disimpan pada suhu -20°C sampai dianalisa . Elektroforesis vertikal dengan gel akrilamid sebesar 8% untuk gel pemisah dan 4% untuk gel penggertak digunakan untuk mendeteksi pola pita protein transferrin (Tf), albumin (Alb) dan haemoglobin (Hb) dengan metode yang digunakan berdasarkan GAHNE el al. (1977) dan OGfA dan MARKERT (1979) yang dimodifikasi Laboratorium Pemuliaan dan Genetika, Fapet IPB. Dalam analisa ini menggunakan buffer Tris-Glycine dengan pH 8,3 untuk buffer elektroda dan buffer Tris-HC I dengan pH 6,8 untuk buffer gel. Pewarna yang digunakan untuk transferrin clan albun-tin digunakan amido black sedangkan untuk Haemoglobin digunakan pewarna pnceou . Elektroforesis dijalankah dengan kekuatan arus (constant current) sebesar 15 mA untuk tranferrin dan albumin dan 20 mA untuk haemoglobin . Elektroforesis dijalankan selama 3-4 jam . Hasil elektroforesis memperlihatkan fenotipe dari masing-masing lokus, pembacaan fenotipe dilakukan secara visual dan frekwensi gen untuk setiap allel pads lokus yang sama kemudian dapat dihitung. Untuk menentukan keragaman genetik dilakukan dengan menghitung nilai heterosigositas berdasarkan rumus NEt (1987) sebagai berikut H = 1 - Egi 2 , dimana qi adalah frekwensi gen ke-i. Pendugaan jarak genetik antara dua populasi dihitung berdasarkan metode taksonomi numerik NEt (1987) sebagai berikut Djk = - log.
7- qijqij (E g 2 ij x Wik)y2
Dimana : DJk = Jarak genetik antara populasi ke-J dan popuasi ke-k Gij= Frekwensi allel i pada populasi ke-j . qik = Frekwensi allel i pada popuasi ke-k Uji statistik t-test digunakan untuk mengetahui ada tidaknya 'perbedaan keragaman genetik antara 2 populasi yang dihitung berdasarkan perbedaan frekwensi gen dan heterosigositas pada ke 2 populasi .
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil daerah pengamatan Daerah pengamatan di Proptnsi Jawa Timur adalah desa Bulu Agung, Kecamatan Pasanggaran, Kabupaten Banyuwangi . Desa Bulu Agung luasnya 40 kMZ memiliki -lahan sawah 475 Ha, dengan penanaman padi dua kali panen seluas 252 Ha dan dengan panen sekali 184 Ha dan lahan kering 3565 Ha. Tanaman utama selain padi adalah jeruk, tebu, cabe dan lainnya 34 Ha. Desa ini dihuni oleh 7.601 jiwa penduduk dengan jumiah rumah tangga (RT) 1891 . Sebagian besar penduduk desa ini adalah petani (1746 RT), kerajianlindustri 100 RT, perdagangari 33 RT dan 12 RT usaha lainnya. Jelas bahwa desa ini adalah daerah dengan bahan utama adalah lahan kdring 2,04 Ha dan sawah 0,27 Ha per KK . Kecamatan Pasanggaran memiliki kerbau dan sapi yang hampir sama. Walaupun kecamatan ini ads program Village Breeding Centre kerbau. Populasi kerbau Kecamatan Pasanggaran tahun 1995 adalah 2.787 ekor. Di Kabupaten Serang Pengamatan dilakukan di desa Pulo, Kecamatan Ciruas clan desa, Sidamukti, Kecamatan Barros . Desa Pulo ads didataran rendah (< 50 m dpl) dan desa Sidamukti dataran sedang (50-100 m dpl) . Desa Pulo dengan areal 133,32 Ha memiliki sawah 109,85 Ha dan lahan kering 23,40 Ha. Penduduknya adalah 4.502 jiwa dengan 947 rumah tangga. Desa Sidamukti dengan lugs 96,359 Ha memiliki sawah 49,169 Ha dan tanah kering 47,19 Ha. Penduduknya 2.622 jiwa terdiri dari 486 RT. Desa Pulo memiliki kerbau 327 ekor dan desa Sidamukti 150 ekor. Pemeliharaan kerbau diketiga desa pengamatan dilakukan dengan intensif dimana kerbau dibuatkan kandang, pakan diaritkan . Populasi kerbau dikedua desa ini adalah 327 ekor clan 150 ekor, jelas bahwa peternakan kerbau di desa pengamatan ini adalah komoditi tambalian dalam usahatani campuran dengan skala usaha yang cukup kecil . Keragaman performan kerbau KaraMer morfologi kerbau di daerah Serang clan Banyuwangi tidak jauh berbeda. Begitujugs ; kerbau-kerbau dari Taman Nasional Baluran tidak berbeda jauh clan telah berbaur dengan kerbau setempat. Warna dominan adalah abu-abu dengan warns khas putih pada leher dan warns merah'' untuk kerbau bule yang jumlahnya sangat sedikit . Garis punggung umumnya cekung (72,2%) dan lurus (27,8%) . Temperamen umumnya jinak (36,4%), normal 50,0% dan ads 13,6% yang dikatagorikan garang . Di desa Bulu Agung 93,3% peternak mengatakan kerbaunya garang . Hal ini berhubungan dengan kerbau yang berasal dari, penangkaran dari Taman Nasional. Baluran maupun kerbau yang berasal dari Australia yang memang berasal dari kerbau liar. Warna moncong kerbau adalah hitam. Warns tanduk dan kuku jugs hitam. Sedangkan warns bulu ekor umumnya hitam clan sedikit berwarna abu-abu (18%). Tanduk saat muda berbentuk lurus' kemudian makin tua makin melengkung. Bentuk tanduk yang abnormal juga didapatkan yaij melengkung kearah bawah . Ukuran tubuh kerbau pads umur dewasa temyata lebih besar di daerah Banyuwangi daripad4 di daerah Serang seperti pads Tabel 4 dan 5. Kerbau di daerah Serang lebih bulat tetapi -lebi , pendek . MERKENS (1921) melaporkan tinggi gumba kerbau di Bogor untuk umur G-8 adalah 125,1 (116-129 cm), di Priangan 125,0 (120-131 cm), di Pekalongan 127,3 (123-131 cm) clan di KudW 127,2 (125-130 cm) . Tinggi pundak kerbau di Jawa Timur (Desa Bulu Agung) sedikit lebih tinggi Untuk lingkaran dada clan panjang bahan MERKENS (1921) juga melaporkan untuk Bogor 178,; 560
Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1997
(170,7-190,8 cm) clan 140,4 (130,5-150,6 cm), Priangan 183,0 (165-201 cm) clan 146,0 (132-156 cm), Pekalongan 176,1 (169-184 cm) clan 148,3 (141-155 cm) clan di Kudus 187,0 (183-195 cm) clan 137,2 (132-140 cm). Panjang badan kerbau menurut data MERKENS tersebut lebih panjang dari kerbau yang ada sekarang baik di Serang maupun di Banyuwangi . Akan tetapi kalau dilihat variasi yang begitu besar perbedaan tersebut tidak akan nyata . Dari sini dapat dilihat bahwa variasi performan kerbau cukup besar. Hal ini disebabkan ticlak adanya seleksi clan variasi dari kondisi manajemen yang tinggi. Produktivitas kerbau yang masih rendah adalah wajar karena perbaikan mutu genetik melalui seleksi memang sangat minimal . Tabel 1 . Ukuran badan kerbau rnenurut umurclan kelamin di Desa Bulu Agung Ukuran Betina 1 . Panjang tanduk 2. Panjang badan 3 . Tinggi pundak 4 . Dalam dada 5 . Lingkar dada 6 . Lebar pinggul 7. Panjang telinga 8. Bobot badan
1 Tahun
2 Tahun
26,6± 5,6 110,6+ 6,2 117,6+ 3,0 66,0+ 2,4 160 .2+11 .8 35,4 + 2,7 23.0+ 1,2 281,2 +45,3
36,2+ 7,7 124,0 _+12,5 128,0+ 5,2 73,2+_ 3,6 174 .2+12.8 35,6+_ 5,0 23 .6+ ,0 388.4 +55,6
'
4 Tahun 40,6+ 126,8+ _ 127,5+ 77,6+ 181 .0+ 35,9 + 24,3 _+ 404,8+
7,0 8,5 3,1 3,8 7,7 1,6 2,3 43 .4
> 5 Tahun 45,3 _+ 5,6 127,6+30,3 129,2+ 5,1 79,1 _+ 5,2 188,1 _+ 7,6 38,3 _+ 5,5 24,4+ 1,9 432 1 6+40,4
Tabel 2. Ukuran badan kerbau menunit unntr clan kelamin di claerah Serang Ukuran Jantan 1 . Panjang tanduk (cm) 2. Panjang badan (cm) 3 . Tinggi pundak (cm) 4 . Dalam,dada (cm) 5 . Lingkar dada (cm) 6. Lebarpinggul (cm) 7. Panjang telinga (cm) 8. Bobot badan (kg) Betina 1 . P. Tanduk (cm) 2. P.*Badan (cm) 3 . T. Pundak (cm) 4. Dalam dada (cm) 5. Lingkar dada (cm) 6. Lebar pinggul (cm) 7 . P. Telinga (cm) 8. Bobot badan (kg)
1 Tahun 61 82 54 108 25 18 80 6,8 19,4+6,8 101,3+14,2 114 .7+5,1 5,1 71,7 +_ 5,3 150,0+ 16,5 33,1 +5,8 22,3+2,8 172,1+47.1
2 Tahun
4 Tahun
> 5 Tahun
23,5+ 6,0 100,8 + 14,4 114,3 + 7,1 73,8+ 7,1 146,3 + 13,1 42,8+14,2 23,0+ 4,1 216,5+26,8
24,9+ 6,1 118,6 + 14,1 115,8+ 1,6 82,3+ 8,5 165,1 + 17,0 32,2+ 3,4 23,7+ 4,0 284,3+41,3
33,0+ 6,5 127,6+ 9,4 121,0+ 8,2 87,8+ 12,7 177,0+23,5 36,7+ 5,9 _ 1,9 25,3+ 352,9+48,3
25,9 +'8,1 106,1 _+ 11,3 113,3 _+ 7,2 73,6+10,6 10;6 145,1 +_ 17,8 34,7+7,5 7,5 23,0+0,6 216,0+70,7
26.2+9,3 128,7+9,5 118,3 +7,6 76.6+6,7 153,3 _+ 13,3 7,5 40,7+7,5 24,0+1,7 272,0+28,8
8,1 40,7+8,1 123,6+8,9 123,8 +6,7 81,1+4,3 9,4 163,7+9,4 42,6 _+ 4,4 24,5+3,2 350,9+46,3
Seminar Nasional Peternakan dan,Veteriner 1997
Pakan dan nutrisi
Kondisi pakan dan nutrisi adalah gambaran biofisik agroekosistem dimana kerbau dipelihara . Dari contoh nunput lapangan yang dibenkan peternak kerbau komposisinya adalah seperti Tabel 3 . Untuk melihat sejaiilunana penambahan pakan tambahan berpengaruh'pada kondisi kerbau maka dilakukan percobaan pemberian molasses block pada kerbau batk di Serang maupun di Banyuwangi Tabel 3. Proporsi hijauan yang diberikan sebagai pakan kerbau di Desa Bulu Agung Persentase
Nama hijauan
NO. 1.,
Diguaria Sp.
39,6
2.
Thtambangan
33,9
3.
Setaria Sp.
13,1
4.
Cypenus Sp.
6.4
5.
Cynodon Sp.
5,9
6.
Borresia oluta
0,6
7.
Oxalis comiculata
0,4
8.
Phyllanthusninuri
0,1 100,0
Jumlah
Hasil percobaan pemberian molasses block pada kerbau di -Banyuwangi adalah seperti pada; Tabel 4. Tabel 4. Bobot badan awal, akhir dan PBB kerbau yang diberikan UMB di daerah Banyuwangi Perlakuan Kerbau Betina Molasses A Molasses B
Kontrol Kerbau Jantan Molasses A Molasses B Kontrol
Bobot Awal (kg) 367,9+92,2
Bobot Akhir (kg) 411,3+92,9
PBB (gram) 394 ;3 ± 120,3
390,1+60,9 369,9 + 70,4
428,6+72,1 409,5 + 77,0
351 ;1 ± 191,4 387,3+1 84,2
286,3+20,0
320,0++8,0 300,0 + 33,6
518,0 + 254 ;6 475,8+54, 3
256,0+21,8 309,0
334;0
227,0
Pemberian molasses block 1,25 kg per ekor selama 110 hari tidak memberikan pengaru~ nyata pada pertambahan bobot badan kerbau. Begitu juga pemberian molasses block di daeral Serang adalah seperti pads Tabel 5.
562
SeminarNasionalPeternakandan Peteriner1997
Tabel 5. Rataan bobot badan kerbau yang diberikan molasses block di Desa Pulo dan Sidamukti di daerah Serang . Perlakuali Desa Pulo Molasses Molasses Kontrol Desa Sidamukti Molasses Molasses Kontrol
Bobot Awal (kg)
Bobot Akhir (kg)
PBB (kg)
A B
315,0+33 1 3 308,9+22,9 299,3+24,3
337,3+33,6 324,8+25,9 316,7+22,1
464,0+23,9 120,4+23,4 131,9+22,7
A B
306,5+24,8 310,7+23,1 305,8+17,3
330,9+24,6 326,9+25,5 325,5+19,8
184,9+14,8 122,7+23,9 149,3+26,2
Dinamika populasi di Pulau Jawa Perkembangan kerbau di Jawa + Bali selama 70 tahun terakhir populasi kerbau yang semula bertumpuk di Pulau Jawa menurun sangat drastis, sedangkan di luar Jawa bertambah cukup besar seperti terlihat pada Tabel 6. Tabel 6. Perkembangan populasi kerbau di Pulau Jawa+ Bali dan luar Jawa Daerah
eko r
1921
%
1981
1991
Jawa + Bali
2.178,946
66,6
ekor 1 .498,400
%
ekor
54,5
990,619
29,9
LuarJawa
1.094,750
33,3
1 .251,000
45.5
2.320,063
Indonesia
70,1
3.273,696
100,0
2.749,400
100,0
3.310.682
100,0
Sumber : MERKENS, 1927 dan Buku Statistik Peterakan, 1994
Selama 70 tahun di Pulau Jawa+ Bali populasi kerbau menurun 36,7% dan di seluruh Indonesia populasi kerbau hanya naik 1,13%. Dinamika populasi kerbau di Indonesia menurut Ditjen Peteinakan selama periode 1989-1993 adalah seperti Tabel 7. Angka-angka ini tentu bervariasi antara lokasi, baik antara propinsi maupun antara di Jawa dan luar Jawa. CHAI,ATAKHANA (1994) yang membandingkan pertumbuhan populasi kerbau antar negara asia menunjukkan bahan pertambahan populasi dapat mencapai 9,0% di Cina pada tahun 1960/1970 . Dinamika populasi kerbau. di Indonesia digambarkan seperti pada Tabel 7. Tabel 7. Dinamika populasi ternak kerbau dalarn Pelita V (1989 - 1993) Hal 1. Tingkat kelahiran (%) 2. Pemotongan (%) 3 . Kematian (%) 4. Pertumbuhan (%) Somber : Buku Statistik Peterakan, 1994
1989 13,5 9,0 3,0 1,5 -,
1990 13,8 9,3 3,0 1,5
1991 14,1 9,6 3,0 1,5
1992 14,4 9,9 3,0 1,5
1993 14,7 10,2 3,0 1,5
563
SeminarNasionalPeternakan dan Veteriner 1997
Tabel 8. Perkembangan populasi kerbau di Pulau Jawa (1989 - 1993) Propinsi DKI Jabar Jateng DIJ Jafm Total
1989
1990' .
1991
1992
1 .378 494 .494 296 .514 14.938 185 .540 992 .864
1.378 500.955' 286.944 15.068 184 .222 . 988 .572 .
1.378 506 .353. 281 .624 13.974 176.705 980.034
652 525 .281 278 .144 11 .012 . 171 .328 986 .390
1993 652 529 .108 251 .741 10.687 177 .000 696.188
Dinamika populasi kerbau ini sangat dipengaruhi oleh reproduksi kerbau yang rendah dan i pertumbulian pennintaan akan daging yang cepat sehingga pemotongan bertambah tinggi. : Perkembangan populasi kerbau di Jawa dapat pula digambarkan seperti pada Tabel 8 . Dari Tabel 8 dapat dililktt bahwa di' Pulau Jawa secara menyeluruh populasi kerbau masih menurun. Akan tetapi penurunan terbesar terjadi di Jawa Timur, sedangkan di Jawa. Barat malah ' terjadi peningkatan populasi. Kondisi ini terjadi semakin nyata sejak adanya Ongolisasi di Pulau Jawa. Sapi Ongole lebih berkembang karena sebagai tenaga kerja lebih baik dari kerbau clan reproduksinya juga lebih tinggi. Walaupun tidak ada pengaruh pertumbuhan bobot badan oleh pertambahan molasses blok tetapi ada kecendenmgan perbaikan dengan molasses blok A sedangkan molasses blok B malah lebih jelek dari kontrol . Perbedaan molasses blok' ini adalah pada balm jagung dan tepung tapioka. Molasses blok B dengan balian tepung tapioka ternyata lebih jelek dari analisis blok A dengan bahan jagung . Di sini dapat dilihat ballwa penggunaan urea lebill efektif dikombinasikan dengan jagung daripada dengan tepung tapioka sebagai sumber karbohidrat yang dapat digunakan langsung . Dinamika populasi Secara makro populasi kerbau di Propinsi Jawa Timur terus menyusut sedangkan di Propinsi Jawa Barat tetap bertambah walaupun cukup kecil seperti terlihat pada Tabel 9. Tabel 9. Populasi kerbau di Jatim, Banyuwangi Pesanggaran dan Jabar, Serang dan Pulo Daerah
1987
1988
1999
1990
1991
1992
1993
l . Jatim 217 .644 186.750 258 .450 164 .322 176.709 171 .328 166.491 2. Banyuwangi 33 .387 27.302 27.857 28.894 29.165 20.789 24 .907 4 .401 3. Pesanggaran - . 4.230 4 .796 4.137 4 . Jabar 406 .538 491 .513 494 .494 500 .955 506 .353 525 .281 529 .108 5 . Serang 66.466 - 68.353 67.989 1 .847 1 .854 6. Ciruas 1 .095 1 .101 7. Baros
56 4
1994
1995
62.715 1 .699 1 .005
57.101 1.548 914
SeminarNasional Peternakan clan Veteriner 1997
Di daerah Banyuwangi pada iokasi pengamatan ditentukan sebagai lokasi untuk - program Village Breeding Centre untuk kerbau. Kerbau bantuan -dari Australia clan kerbau hasil peningkatan dari Taman Nasional Baluran digaduhkan pada peternak kerbau di daerah ini . Perkembangan populasi kerbau di kedua desa pengamatan di Serang dapat dibandingkan dengan penelitian PETHEwAf et a/. (1992) seperti pada Tabel 10. Di desa Pulo clan desa Sidamukti dalam kurun waktu 14 tahun terjadi peningkatan populasi sebesar 6,68% clan 47,06%. Kepadatan penrluduk di desa Pulo bertambah 30,0% clan di desa Sidamukti bertambah 88,8%. Kepadatan kerbau dilihat .dari Juas areal di desa Pulo bertambah sedikit (1,3%) tetapi di desa Sidamukti bertambah cukup bear (235,(%). Peningkatan populasi kerbau di kedua desa tersebut karena tidak menclapat saingan dari pemeliharaan sapi sepefti di Jawa Timur karena penduduk yang lebih senang memelihara kerbau . Disamping itu adanya pertambahan lahan yang ticlak digarap yaitu di desa Pulo 29,4% clan di desa Sidamukti 56,0% . Perluasan lahan yang tidak garap ;ini tentu memberi peluang penyediaan pakan yang, lebih baik. Disamping itu belum ada saingan kerbau dalam fungsi tenaga kerja di sawah dari penggunaan traktor . Kedua desa belum berkembang mekanisasi pertanian dalam pengolahan sawah. Tabel 10 . Perkembangan populasi clan kepadatan kerbau di desa Pulo clan Sidamukti, Kabupaten Semng (1982 - 1996) Hal 1 . Populasi Kerbau Jantan Betina Total 2. Jumlah Pemeliharaan 3. Rataan pemilikan 4. Luas wilayah 2) 5. Kependudukan per km2 penduduk 6. Kepadatan kerbau (ekor/km 2) - wilayah - Luas lahan yang tidak digarap 7. Kepadatan kerbau (ekor/100 penduduk)
Pulo
1982
1996
Sidamukti
Pulo
110 196 306 239 1,30
2 100 102 100 1,00
23 304 327 234 1,40
20 130 150 115 1,30
4,44
5,83
4,31
2,24
810
500
1053
75 85
20 75
76 110
67 117
34
73
57
Sidamukti
Dinamika populasi kerbau di Kabupaten Banyuwangi dipengaruhi pula oleh program pengembangan kerbau khususnya sistem gaduhan yang dapat dibagi 4 yaitu : (1) program gaduhan kerbau dari Taman Nasional Baluran, (2) program Banpress dengan kerbau clan Australia, (3) program gaduhan dana APBD Tingkat I clan (4) gaduhan atas inisiatip peternak setempat. Kerbau gaduhan dari Australia masuk pada tahun 1984/1985 . Pada taboo 1995 kerbau asal Australia berjumlah 342 ekor terdiri dari 52 ekor jantan clan 254 betina, kelahiran 19 ekor jantan clan 17 ekor betina. Gaduhan dari APBD pads tahun 1995 berjumlah 90 ekor (31 ekor jantan clan 565
Seminar Nasional Peternakan dan Yetertner 1997
59 ekor betina) . Disamping itu dinamika populasi juga dipengaruhi oleh program 113. Hasil IB kerbau selama 3 tahun adalah seperti Tabel 11. Tabel 11. Hasil program IB .untuk kerbau Jumlah 1B 679 438 297
Tahun 1993 1994 1995
ekor 34 71
Kelehiran
°1a 5,0 16,0 16,0
49
Taman Nasional Baluran dengan luas 25 .000 Ha yang memiliki padang savana alamiah seluas 10 .000 Ha (40% dari arc-al) memiliki potensi jumlah kerbau yang dipelihara secara bebas. Kerbau di Tanian Nasional Baluran diperkirakan berasal dari desa-desa sekitarnya. Dari dokumen yang ada tidak ada indikasi bahwa asal kerbau tersebut dilepas dengan sengaja. Dalam pengembangannya populasi kerbau tersebut terus meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 1984 yaitu sekitar 1.293 .ekor. Perkembangan populasi kerbau di Taman Nasional Baluran adalah seperti Tabel 12. Tabel 12. Perkembangan populasi kerbau di Taman Nasional Baluran Tahun 1936 1977 1980
Populasi (ekor) 150 275 546
Tahun . 1981 1985 1987 .
Populasi (ekor) 1293 1262 1053
Tahun 1989 1990 1992
.
Populasi (ekor) 946 1207 923
Pengurangan populasi kerbau dilakukan dengan penangkapan dan kernudian ditangkarkan kepada petani . Penangkapan . kerbau'dari Tamara Nasional Baluran telah dilakukan tahun 1985, 1991 dan 1992 . Penangkapan dan penangkaran kerbau asal Baluran terakhir dilakukan sebanyak 281 - 411 ekor. Pengurangan ini dilakukan imtuk menjaga keseimbangan terutama dengan populasi sapi Bali (Banteng) yang kelihatannya kalah dari,kerbau. Dilihat dari perkembangan populasi' kerbau , di Tamara Nasional Baluran masih dapat ditingkatkan peranannya sebagai suatu daerah konservasi genetik kerbau yang bersifat produktif. Keragaman mikroba rumen
Dengan cairan rumen yang diambil dari eontoh kerbau d Serang dan Banyuwangi dlakukan pengukuran kecernaan rurninal jerami padi dan rumput Gajah sclama 96 jam inkubasi . Hasil, kecernaan yang diperoleh adalah seperti Tabel 13. Kecernaan bahan kering oleh cairan rumen kerbau di Banyuwangi sedikit lebih tinggi dari di Serang untuk jerami padi maupun rumput Gajah. Akan tetapi hal ini tidak sampai memberikan perbedaan yang nyata. Dibandingkan dengan hasil beberapa penelitian maka kecernaan DlD cairan rumen kerbau di Serang maupun Banyuwangi ini adalah normal . I
566
SeminarNasionalPeternakon don Veteriner /992
Tabel 13, Rataan kecernaan bahan kering (DMD) substrat bahan pakan selama 96 jam inkubasi Lokasi
Contoh
Serang Banyuwangi
%DMD (rata-rata) Jerami padi R Gajah
12 2
42,64+2,28 43,80
50,69+1,55 52,14
Ekosistem rumen dari contoh cairan rumen kerbau di Serang dan Banyuwangi adalah seperti pada Tabe1 14. Tabel 14. Ekosistem rumen kerbau di Serang dan Banyuwangi Daerah Serang Banyuwangi
Contoh 12
2
6,64 + 0,20 6,61
Bakteri (l0y/ml)
4,34 + 1,32 9,12
Protozoa (10`/tnl) 6,18+ 2,01 1,63
NH, (mg/L)
VFA (tng/lOOtn1)
Laktat
238.00
234,32
ND
243,81+ 32,24 294;42 t 41,59
ND
Keterangan : ND : tidak terdeteksi
Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa cairan rumen kerbau di Banyuwangi lebilt tinggi bakteri tetapi lebih rendah protozoa . Sedangkan pH dan NH3 adalah sama. Bakteri darn seluruh contoh (darn Serang dan Banyuwangi) memperlihatkan tiga bentuk yaitu rod, cocci dan closteridial . Seluruhnya memperlihatkan hasil tes warna gram negatif Beberapa spesies yang terdapat dalam rumen kerbau dari Serang dan Banyuwangi. umumnya tergolong protozoa entodiomorphid . Spesies yang terdapat dalam rumen kerbau dari Serang adalah Entodinium parvum, E . bursa, E. indicunt, E. candatum, E. Longinucleatum dan E. pasterovesicudatum dan dari Banyuwangi Entodinium parvutn, E. simplex., Diplodinium fabellum, Isotricha intestinalis dan I. prostoma . Keragaman morfologi darah Hasil pengamatan genotipik,-dari lokus transferin terlihat bahwa di dalam satu lokus terdapat beberapa allel yang polimorfik (multiple allel) . Pada kedua lokasi diperoleh 4 autosomal kodominan allel yang sama yaitu allel B, C, D dan E (Tabei 15). Hasil elektroforesis menunjukkan bahwa bentuk allel yang momozygot jarang ditemukan, kebanyakan b6rbentuk heterosigot sebesar 96% di Serang (Jaws . Barat) dan 92% di Banyuwangi (Jaws, Timur) . Hal ini menandakan bahwa rnasih beragamnya variasi genetik kerbau lumpur di ke 2 wilayah tersebut. Hal yang sama dikemukakan MUKHERJEE, el al (1991) bahwa ternak kerbau di Asia Tenggara mempunyai fenotipe luar yang serupa, tetapi mempunyai keragaman genetik yang cukup besar. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa frekuensi gen dari maising-masing allel pada lokus transferrin di Serang dan Banyuwangi tidak menunjukkan perbedaan nyata (P > 0,05) . Hal ini menandakan bahwa pada ke 2 populasi tersebut menunjukkan keragaman genetik yang satna, dews kata lain dengan tidak adanya pemedaan komposisi genetik yang menyolok. Dikemukakan AmANO et al. (1981) bahwa keragaman genetik antara populasi kerbau Lumpur di Jawa Barat, Stunatera Barat,
Seminar NasionalPeternakan don Veteriner 1997
Toraja clan Ujung Pandang mempunyai keragaman genetik yang hampir sama. Dikemukakan pula bahwa jarak genetik antara sesama kerbau lumpur mempunyai jarak genetik yang dekat . Tabel 15. Distribusi fenotipe clan frekuensi gen transferrin (Tf) plasma darah; kerbau lumpur di. . Serang clan Banyuwangi Lokasi
.
Jumlah (ekor)
BC
CC
Serang
56
4
Banyuwangi
38
2
Fenotip
Fr kiienci Gen C D
E
CD
DE
B
2
11
39
0,0357
0,1696
0,4464
0,3483
3
18
15
0,0263
0,3421
0,4342
0,1974
Tabel 16. Distribusi fenotip clan frekuensi gen albumin (Alb) plasma darah kerbau lumpur di Serang clan Banyuwangi Lokasi
Junilali (ekor)
AA
AB
Serang
56
0
0
9
38
0
0
2
Banyuwangi
BC
CC
A
Frekuensi Gen B
C
4
43
0
0,0804
0,4554
0,4642
1
25
0
0,1579
0,3553
0,4868
Fenotip AC BB
Bila dilihat dari lokus albumin (Alb), hasil elektroforesis menunjukkan bahwa terdapatnya I variasi fenotipe lokus albumin dengan kombinasi beberapa allel (multiple allel) yaitu terdapat 3 autosomal kodominan allel A, B clan C pada kedua lokasi (Tabel 16). Am.aNo et al. (1981) juga mendapatkan 3 autosomal kodominan allel pada lokus albumin. Seperti halnya pada lokus transferrin, pada albumin pun mempunyai allel yang heterosigot lebih banyak dibandingkan dengan allel yang homosigot (92,8 vs 97,4%) pada lokasi Serang maupun Banyuwangi . Hasil uji 1 statistik mengenai keragaman genetik yang dihitung .berdasarkan perbedaan frekwensi gen pada masing-masing allel juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara 2 populasi (Serang clan Banwwangi). Tabel 17 . Distribusi fenotip clan frekuensi gen haemoglobin (Hb) sel darah merah kerbau lumpur di Serang clan Banyuwangi Lokasi Serang Banyuwangi
Jumlah (ekor)
AA
Fenotip AB
BB
14 38
3 9
11 27
2
Frekuen d Gen A B 0,6071 0,5921
0,3929 0,4079
Pada lokus haemoglobin, hasil elektroforesis mdmperlihatkam adanya diallelic plymorphism (2 allel yang polimorfrk) yaitu 2 autosomal kodominan allel A clan allel B (Tabel 17) . Hasil uji stati$fk pada frekwensi gen lokus haemoglobin pun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P > 0,05) ., Frekwensi gen lokus haemoglobin pada masing-masing lokasi sebagai berikut : allel A (0,6071 vs 0,5921) clan allel B (0,3929 vs 0,4079) .
568
Seminar Nasional Peiernakan don Vereriner 1997
Tabel 18. Nilai beerosigositas (H) protein plasma Tf, Alb dan sel darah merah Hb dan jarak genetik kerbau lumpur di Serang dan Banyuwangi Lokasi Serang Banyuwangi Jarakgenetik (D)
Heterosigositas (H) Tf 0,6495 0,6548
Alb 0;5707 0,6119 -
Hb 0,4771 0;4830 - -
Htotal 0,5677 0,5813
Jarak genetik (D)
t 0,0483 f 0,0534
0,02747
Keragaman genetik kerbau lumpur yang dihitung dari nilai heterosigositas transferrin, albumin dan haemoglobin pada ke 2 lokasi terlihat masih cukup tinggi, yaitu sebesar 0,5677 dan 0,5813 masing-masing untuk lokasi Serang dan Banyuwangi (label 18). Hal ini menandakan bahwa keragaman genetik kerbau lumpur pada 2 lokasi tersebut masih cukup beragam . Hasil uji statistik menunjukkan bahwa keragaman genetik antar 2 populasi tidak berbeda nyata, yang berarti bahwa kerbau lumpur pada 2 lokasi tersebut mempunyai jarak genetik yang dekat yang ditunjukkan oleh. nilai D (distance) sebesar 0,02747 . Hal yang sama dikemukakan MUKHERJEE et al. (1991) bahwa hubungan jarak genetik kerbau lumpur di Asia Tenggara tidak menunjukkan perbedaan yang nyata . Begitu pula AMANo et al. (1981) mengemukakan hal yang sama bahwa jarak genetik antara kerbau lumpur di Jawa Barat, Sumatera Barat, Toraja dan Ujung Pandang mempunyai jarak genetik yang dekat, sedangkan jarak genetik antara kerbau lumpur dan kerbau f murrah mempunym Jarak genetik yang jauh .
Jarak genetik antar populasi atau breed yang berbeda diperlukan untuk meningkatkan pengaruh heterosis pada program persilangan, tetapi SANGHUAYAPRAI et al. (1994) mengemukakan bahwa pada perkawinan silang antara kerbau lumpur dengan kerbau murrah I terdapat masalah dalam hal perbedaan jumlah kromosomnya, kerbau lumpur (2n = 48) sedangkan kerbau murrah (2n = 50) . Perbedaan jumlah kromosom ini menyebabkan turunannya tidak stabil dan sulit .dalam pembentukan bangsa baru. KESIMPULAN DAN SARAN 1.
Pemeliharaan kerbau di Pulau Jawa belum banyak berubah dari cara-cars tradisional baik masalah perkawinan, pemberianpakan dan manajemennya .
2.
Penurunan populasi kerbau di Jawa Timur masih terus berlanjut sedangkan di Jawa Barat bertahan . Penurunan ini terutama karena produktivitas kerbau rendah dan fungsinya sebagai tenaga kerja berubah serta digantikan oleh sapi . Di Jawa Barat populasi, kerbau bertahan karena kesenangan peternak dan program Ongolisasi kurang didorong pemerintah .
3.
Karakter morfologi kerbau di, Jawa Timur dan Jawa Barat hampir sama. Sedangkan ukuran kerbau di Jawa Barat agak lebih bulat tetapi pendek .
4.
Pemberian molasess blok yang sedikit dan jangka waktu pendek kurang memberikan pengaruh nyata pads pertumbuhan kerbau muda.
5.
Keraganian genetik kerbau lumpur masih cukup beragam sedangkan jarak genetiknya masih dekat (D = 0,02747) .
Seminar Nasional Peternakan dan Vetenner 1997
Disarankan untuk secara kontinyu melengkapi data kerbau ini dari semua disiplin ilmu untuk menetukan perbaikan produktivitasnya secara bertahap dan komprehensif
DAFTAR PUSTAKA AMANo, T ., KATSUMATA, S . SuzuKl, K . NOZAWA . Y . KAWAMOTO, T . NAtvIIKAWA, H. MARTOJO, I.K . ABDULGANI dan H. NADJIB . 1981 . Morphological and genetical Survey of water Buffalous in Indonesia. The Origin and Phylogeny of Indonesia Native Livestock . Part 11 (Report by grant-in-Aid for Overseas Scientific Survey, No . 504353) . Page : 31 - 54 . CHANTALAKHANA , C . 1985 . Breeding and inprovement of draught buffalo and cattle for small forms In . J .W Copland (Ed) . Draught Animal Power for Production. Proc . International Workshop Held at James,' Cook University, Townsville, Old, Australia 10-16 July 1985 pp. 101 - 108 . ACIAR Proceedings Series No 10 . Canbura . FtsKER, M. 1970 . Colour and Colours Variations in the Swamp Buffalo . Zeitsckriff for Tierruchtturg and Zuchtungsbiologis 86 : . 258 - 262 . GAHNE, B ., R.K . JUNEJA dan J . GROLMUS . 1977 . Horizontal polyacrylamid gradient gel electrophoresis for the Simultaneous phenotyping of transferrin, albumin and post-albumin in the blood plasma of cattle : Anim . Blood Grps . Biochem . Genet . 8 :127 - 137 . MERKENS, J . 1927 . Bijdrage rot De kensis Van Din Karbouw En de karbouwenteelt in Nederland Oast-Indie Dinkkerij F .A . Schotanus K. Jens, Uncelut .
I
MUKHERJEE, T .K ., J .S .F . BAKER, S .G . TAN, O .S . SALVARAJ, J .M. PANANDM, Y . YUSHARYATI dan SREETARAM 1991 . Genetic realatiouships . Among population of Swamp buffalo in Southeast Asia . In : N .M . Tulloh (Ed) . Buffalo and Goats in Asia : Genetic Diversity and Us Application . Proc . Seminar, Kuala 3440, Aciar Proceeding Series No 34, Canbura, Australia. MUKJERJEE, T .K ., J .S .F . BAKER, S .G . TAN, O.S . SALVARAJ, J .M. PANANDM, Y . YUSHARYATI dan SREETARAM 1991. Genetic relationships among population of swamp buffalo in Southeast Asia . In : N .M. Tulloh (Ed). Buffalo and Goats in Asia : Genetic diversity and use aplication . Proc . Sem . Kuala 34-40, Aciar Proceeding Series No . 34, Canberra, Australia . NEI, M . 1987. Molecular evolutionary genetic . Columbia University Press, New York . OGITA, Z . and C .L MARKEi . 1979 . A . miniaturized system for electroforesis on polyacrylamide gels:, Analytical Biochemistry . 99 : 233-241 : PETHERAM, . R .J ., C . LIEM, YAYAT PRIYATMAN dan MATJiURmi . 1982 . Studi Kesuburan Kerbau Pedesaan Kabupaten Serang, Jawa Barat . Laporan No . 1, Balai Penelitian Ternak, Bogor. 1 ;