PENGGUNAAN 32p dan 35S SEBAGAI PENANDA PADA PENGUKURAN PEMBENlUKAN MASSA MIKROBA RUMEN KERBAU
C. Hendratno* ABSTRAK - ABSTRACT PENGGUNAAN S2p DAN SSg SEBAGAI PENANDA PADA PENGUKURAN PEMBEN· TUKAN MASSA MIKROBA RUMEN KERBAU. Telah dilakukan pengukuran pembentukan massa mikroba dengan mcnggunakan 32p dan 35S dalam cairan rumen yang diambil dari kerbau yang dipotong di "jagal". Ternyata bahwa tidak terdapat perbedaan antar individu hewan, pada kandungan fosfor maupun sulfur dalam mana mikroba ataupun cairan rumen, demikian pula konsentrali N-NH3 dalam rumen menl1I\iukkan'tidak adanya perbedaan. S~baliknya terdapat variaai antar hewan yang cukup beaar pada inkolporasi S2p dan S5S ke dalam massa mikroba sedang recovery radioaktif pada penggunaan fOifor adalah 76,40% dibanding dengan 69,75% pada penggunaan sulfur. Inkorporasi N masing-masing adalah 8,21 mg/j dibanding dengan 6,36 mg/j yang didukung oleh sintesis protein sebesar 28,04 ml,/j/l00 ml dan 21,00 mg/j/l00 ml. Hasilpcngamatan ini menunjukkan bahwa penggunaan 3 p ternyata lebih efektif dibanding dengan 35S• TIlE USE OF 32p AND 35S AS MARKER IN TIlE MEASUREMENT OF RUMINA!. MICROBIAL MASS OF BUFF A!.OES. Radioactive phOlphor and sulphur were used as marker to measure the synthesis of microbial mass in the rumen liquors of buffaloes slaughtered in a 'slaughter hOUle. Results indicated no differences in the P and S content of the microbial mass as wdl as NH3-N concentration in the rumen liquor. However, a comiderable variation among animals were found in radioactive P and S incorporation in microbial mass. The radioactive P recovery was ?6.4()fo_as compared to 69.75% for radioactive S. As the results, the N incorporation calculated from the two isotopic techniques were 8.21 mg/h and 6.36 mg/h respectivdy which were in correspond to the rumen microbial protein synthesis of 28.04 mg/h/l 00 ml and 21.00ofm~h/l that 3 S. 00 ml. These results suggested that the Ule of 3 2p is more effective compared to
PENDAHULUAN Usaha untuk meningkatkan protein yang berasal dari mikroba dalam rumen merupakan strategi untuk menanggulangi masalah yang terdapat pada penggunaan bahan pakan dengan kandungan unsur nutrisi yang tidak seimbang. Perkembagan mikroba di dalam rumen merupakan manifestasi dari proses pencernaan atau degradasi ransum yang dikonsumsi oleh hewan. Setelah terbentuk di dalam rumen, mikroba disalurkan ke usus halus dan setelah dicernakan diserap asam amino (1).
• PUlat Aplikaai Isotop dan Radiasi, BATAN
609
DEMEYER dIck. (2) mengemukakan gambaran komposisi bakteri rumen. Persentase unsur-unsur tertentu dalam komponen bakteri dapat dijadikan dasar untuk pendugaan kegiatan bakteri tersebut di dalam rumen. Beberapa metode untuk mengukur sintesis protein atau massa mikroba telah dikembangkan oleh ELSHAZLY dan HUNGATE (3), WALKER dan NADER (4), dan VAN NEVEL dan DEMEYER (5), walaupun temyata setiap metode memiliki keunggulan maupun kelemahan tertentu/HENDERICKX dIck. (6) menyatakan bahwa produksi ATP secara teoritis dapat dipengaruhi oleh proses fermentasi pakan di dalam rumen sehingga dapat menyebabkan variasi basil pengukuran yang cukup besar. Metode yang sering digunakan untuk menduga kegiatan mikroba di dalam rumen adalah metode l.ang dikembangkan oleh VAN NEVEL dan DEMEYER (5) dengan menggunakan 2p dan oleh WALKER dan NADER (4) yang menggunakan 35S sebagai penanda. Kedua metode ini menggunakan isotop yang memancarkan sinar beta yang dapat dideteksi walaupun terinkorporasi dalam massa mikroba dalam jumlah yang ked!. Unsur P terdapat pada komponen DNA dan RNA di dalam inti sel mikroba (2) sedang unsur S terikat langsimg pada asam amino dari komponen protein mikroba. Sebagai radioisotop, kedua unsur terse but memiliki karakteristik tertentu, yaitu waktu paruh (rn) yang relatif pendek dan energi sinar beta yang dipancarkan (7, 8). Dalammakalah ini dilaporkan basil percobaan yang membandingkan keefek· tifan 32p dan 35S sebagai penanda untuk mengikuti perubahan massa mikroba dalam rumen.
BAHAN DAN METODE Pendugaan sintesis sel mikroba dengan 32p dilakukan melalui inkorporasi 32p ke dalam sel. Untuk itu digunakan contoh cairan rumen sebanyak 25 ml yang dirnasukkan ke dalam Erlenmeyer. Contoh dalam Erlenmeyer I digunakan untuk penetapan N dan P dalam bahan kering mikroba dan kandungan P dalam cairan di luar sel mikroba ~ex). Contoh dalam labu Erlenmeyer II digunakan untuk penetap· an inkorporasi 3 P ke dalam sel mikroba (C) yang diperlukan untuk menghitung total P yang terinkorporasi dalam sel mikroba (Pi) dari hubungan : Pi = C x Pex St setelah penambahan NaH32P04 sebanyak 1,2 x 102 cpm (St) yang diinkubasi selama 2 jam pada suhu 390C dan keadaan anaerobik (5). Pendugaan sintesis protein mikroba rumen dengan menggunakan 35S dilakukaS melalui inkorporasi 35S dalam massa sel mikroba. S total yang terinkoorporasi ke dalam protein (Si) dihitung dengan menggunakan persamaan yang diajukan oleh WALKER dan NADER (4)sebagai berikut:
t. R1 . Si •• 610
sex. k
R~- R~
di mana t ialah waktu inkubasi (menit); ~~ yaitu jumlah 35S yang terlnkorporasi dalam protein mikroba pada waktu t (cpm); sex ialah kandungan sulfur dalam cairan rumen di luar massa mikroba; k adalah konstante laju pengenceran radioak· tivitas dalam cairan; sedang R5. dan R~ masing-masing adalah radioaktivitas dalam cairan rumen di luar massa mikroba pada 0 dan t menit. Contoh cairan rumen sebanyak 109 digunakan untuk penetapan tiap unsur dalam persamaan ini. yang dimasukkan dalam botol vaksin 50 mI, yang diinkubasi pada suhu 390C se1ama 30 menit dalam keadaan anerobik.Pada akhir 30 menit ke dalam botol vaksin dimas ukkan 1arutan Na235S sebanyak 1,6 x 106 cpm kemudian diinkubasi lagi selama. 30, 60, 90, dan 120 menit untuk penetapan k, R~ dan R~ sedang pengukuran aktivitas 35S dilakukan menurut BLAIR dan CROFT (9). Selanjutnya Rf ditetapkan menurut WALKER dan NADER (4) dan JOHNSON dan NISHITA (10). S ditetapkan pada cairan rumen yang tidak diberi larutan Na235S, dengan menggunakan metode RAHIM dkk. (11). Cairan rumen didapatkan dari 20 ekor kerbau di "jagal" segera setelah dipotong pada jam 1.00 dini hari dan setelah rumen dipisahkan dari isi abdomen yang lain. Cairan rumen diambil dan dimasukkan ke dalam termos dan kemudian dibawa ke laboratorium. Di laboratorium, cairan rumen disaring melalui 4 lapis kasa pembalut, kemudian diinkubasi pada suhu 390 - 400C dengan aliran gas C02 untuk mempertahankan kondisi yang serupa dengan kondisi dalam rumen. Hasil pengukuran pembentukan massa mikroba dengan menggunakan 32p dan 35S diuji dengan uji T.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan fosfor yang terdapat dalam kandungan rumen di luar massa mikroba (Tabel 3) ternyata 1ebih rendah dibanding dengan yang dikemukakan oleh VAN NEVE, dan DEMEYER (2) pada domba yang disebabkan karena perbedaan jenis hewan ataupun pakan yang dikonsumsi. Kandungan S juga menunjukkan hasil yang berbeda dengan yang didapatkan oleh WALKER dan NADER (4) yang mencapai 0,5 - 1,5 mg/100 ml. Kandungan fosfor, sulfur, dan nitrogen yang terdapat dalam bahan kering massa mikroba (Tabe13) juga berbeda dcngan hasil yang dikemukakan peneliti-peneliti terdahulu (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa komposisi unsur mikroba juga dipengaruhi oleh perlakuan yang dialami hewan percobaan. Di lain pihak kandungan fosfor, sulfur, dan nitrogen pad a contoh-<:ontoh pada penelitian ini tidak berbeda, yang berarti bahwa komposisi unsur dalam massa mikroba antar kerbau-kerbau ini adalah sarna. Justru pada inkorporasi 32p maupun 35S terlihat variasi yang cukup besar di antara contoh-<:ontoh yang sarna (Tabe14). Variasi ini dapat disebabkan oleh~ pada mikroba ~ada waktu perlakuan ataupun teknik pengukuran. Recovery 2p pada Tabel 5 ternyata lebih tinggi dibanding dengan 35S karena mengalarni proses yemisahan secara kimiawi yang lebih sederhana, demikian pula sifat radioisotoi3lp yang dapat dideteksi dengan metode CERENKOV (8). Recovery 5S pada pengamatan ini adalah 69,75% (Tabel 5) yang juga pernah
611
didapatkan oleh WALKER dan NADER (4) dan merupakan akibat pengaliran dan penangkapan H2S yang kurang sempuma. Ternyata setelah diadakan penyempurnaan pada sistem Uu mala rocoyofY dnpat diting1\~t1w\ menj~Q.i~6 - 99% (4). Selain aliran gas juga sifat 3SS sebagai sumber radioisotop pemancar beta berenersi rendah (Tabel 2), memerlukan perlakuan khusus, seperti pemrosesan contoh yang akan dicacah dan sangat bergantung pada fasilitas yang tersedia dalam laboratorium
(7,8). Di lain pihak, sebagai unsur dalam komponen bahan kering mikroba (Tabell), S terikat sebagai molekul protein sedang P terdapat dalam molekul DNA dan RNA pada inti sel. Kandungan N yang merupakan unsur utama dalam molekul protein dapat ditetapkan melalui inkorporasi fosfor maupun sulfur melalui rasio N/P dan N/S (Tabel 5). Inkorporasi N dalam mikroba merefleksikan perubahan yang disebabkan oleh perbandingan kandungan protein dan karbohidrat dalam ransum, yang juga digambarkan oleh konsentrasi N-NH3 dalam rumen. Ternyata bahwa N-NH3 dalam contoh-contoh cairan rumen, tidilk banyak bervariasi (Tabel 3), yang menunjukkan bahwa kondisi rumen antar hewan-hewan ini dapat dianggap sarna. Inkorporasi N dan sintesis protein mikroba yang dihitung melalui inkorporasi fosfor dalam sel mikroba ternyata lebih tinggi daripada yang dihitung melalui inkorporasi sulfur.
KESIMPULAN Penggunaan 32p dan 35S sebagai penanda, ternyata keduanya mempunyai kelemahan. Sebagai unsur yang berperanan maka S langsung terinkorporasi pada protein, sedang P tida!c. Sebagai hasil akhir pengamatan ini ternyata bahwa inkorporasi N yang didapatkan dari hasil pengamatan dengan pen~unaan 32p adalah lebih tinggi dibanding yang didapatkan melalui penggunaan 3 S. Demikian pula halnya dengan sintesis protein mikroba.
UCAP AN TERIMA KASm Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Nyonya Titin Maryati dan Saudara Hasan Ashari yang telah membantu dalam analisis contoh cairan rumen, pada pimpinan pejagalan Mampang yang telah mengizinkan digunakan fasilitasnya untuk mengadakan pengamatan ini.
DAFTAR PUS TAKA 1. LENG, R.A., KEMPTON, TJ., and NOLAN, J.Y., Non-protein nitrogen and bypass protein in ruminal diets, Australian Meat Research Committee 33 (1977) 2. 612
2. DEMEYER, D.L, HENDERICKX, H.K., and NEVEL, CJ. van, The nitrogen metabolism in the rumen, Department of Nutrition and Hygiene (200fHM/ FM), Faculty of Agriculture Science, Gent, Belgium (1972). 3. EL-SHAZLY, K., and HUNGATE, RE., Method for measurement diaminopilemic acid in total rumen contents and its application to the estimation growth, Appl. Microbiol. 14 (1977) 27. 4 . WALKER, DJ., and NADAER, C J., Measurement of growth of rumen microbes, Appl. Microbiol.16 (1968) 1124. 5. NEVEL, CJ. van. and DEMEYER, D.L, "The use of32p to estimate microbiol synthesis in the rumen", 6th Symposium on Energy Metabolism of the EAAP, Stuttgart, Gennany (1973). 6. HENDERICKX, H.K., DEMEYER, Dl., and NEVEL, C.J. van, ''Problems in estimating microbial protein synthesis in the rumen", Tracer Studies on Non-Protein Nitrogen for Ruminants (Proc. Panel Vienna, 1971), IAEA, Vienna (1972) 57. 7. FITGERALD, J J., Applied Radiation Protection and Control, Vol. I, Gordon and Breach; London (1969). 8. IAEA, Laboratory Training Manual on the Use of Nuclear Techniques in Animal Research (Technical Reports Series No. 193), IAEA, Vienna (1979). 9. BLAIR, GJ., and CROFT, T.C., A quantitative and radioactive sulfur (35S) liquid scintillation counting method for determining soil and plant sulfur, Soil Science 107 (1977) 277. 10. JOHNSON, CR., and NISHlTA, H., Microestimation of sulphur in plant materials, soils and irrigation waters, Anal. Chern. 24 (1952) 730. 11. RAHIM, SA., SALIM, A.Y., and SHERREF, S., Absorptiometric determination of trace amounts of sulphide ion in water, Analyst 98 (1973) 851.
613
-~ 0\
0,40 %H %S %N 49,3 %0 %Ash %P 12,0 0/£ 4,1 4,0 17,0 16,6 6,2 64,4 67,0 25,5 6,32 65,5 4,80 20,6 11,3 11,5 18,7 6,8 44,7 76,5 76,7 0,9 35,2 10,1 16,9 9,6 3,7 38,1 10,0 3,7 1,9 44,5 30,66 10,72 0,94 9,0 46,16 9,5 69,9 39,8 20,2 7,1 876,5 ,7 31,2 16,2 3,4 35,6 . 53,1
4,8 0,4 0,2 0,1 2,0 1,0 1,9 100,0 33,4 7,6 47,9
Tabel 1. Komposisi bahan dalam bakteri rumen.
VAN NEVEL dan DEMEYER (2)
%DM
Tabel 2.1,710Seluruh Ciri-ciri radionuklida MeV sasaran Seluruh Efektif 0,167 9,0 257,0 76,1 Bio1ogi Tulang 600,0 0,167Waktu paruh 13,5 Organ (hart) TIpe Energy yang Tb Te 87.1 14,3 f344,4 t3
Tulang dipancarkan
tubuh tubuh
Tp Radio-
Tabel g. Kandungan fosfor, sulfur, nitrogen dalam bahan kering mikroba dan kandungan fosfor. sulfur, dan N-NHg dalam cairan lUIJIen.
Koefisien 4,0% 6,6% 8,8% 9,3% 7,8% 2,7% 8,8% Bahan kering mikroba (9 mg/ 100 ml) Fosfor variasi
403,00 27,00 8,62 2,49 1,07 29,84 mg/l00 ml 0,38
615
ikroba
Tabel 4. 32p dan 35S dalam mana rnikroba dan dalam cairan di luar massa rnikroba.
cpm x 10-4
3,2
32p dalam mikroba (C) NaH232P04 35S dalam mikroba (Rr)
123,6 6,9 52,4 164,6
35S dalam cairan di lual mikroba (~O) Na235S
Koeeflsien variasi 10,7 6,1 8,7 13,7 5,8
Tabd 5. Inkorporasi P dan S dalam massa rnikroba. recovery 32p dan 35S• inkorporasi N dalam rnikroba, dan sintesis protein mikroba.
-
S 69,75b 6,36b 21,00b O,23b P<0,05 P< P
616
P 0,69a 76,40a 28,04a 8,21a
DISKUSI
L.A. SOFY AN : Menurut Anda metode 355 lebih tepat dari metode dengan menggunakan 32p, akan tetapi hasil penelitian Anda menunjukkan bahwa metode dengan menggunakan 32p lebih baik. Apa sebabnya demikian? C. HENDRA lNO : Memang menggunakan 5 untuk mengukur terutama sintesis protein mikroba adalah tepat karena 5 lan~ung terikat pada protein, sedanJ P hanya merupakan unsur dari inti bakteri, DNA-RNA. Tetapi pada penggunaan 55 terdapat beberapa kesulitan, yaitu : proses pemisahan 5 secara kimiawi, penangkapan H25, dan pada persiapan untuk pencacahan aktivitas radiasi. B. SUDARYANTO: Mohon penjelasan tentang analisis statistiknya, yang mana yang dimaksud dengan perlakuan dalam penelitian ini? . C. HENDRAlNO
:
Perlakuan dalam penelitian ini adalah f:ngukuran massa mikroba dengan dua cara, dengan metode yang menggunakan 3 5. Hasil pengukuran dengan kedua cara itu dibandingkan dan diuji dengan uji T. L. BATUBARA : Diduga bahwa dengan menggunakan teknik in ~ terjadi akumulasi produk fermentasi, apakah dengan demikian kecepatan pembentukan massa mikroba dengan menggunakan 32p dan 355 tidak dipengaruhi? C. HENDRA lNO : Pendugaan Anda adalahbenar, untuk mencegah perubahati dari ekosistem rumen, maka perlu diusahakan adanya pengeluaran hasil produk fermentasi dalam sistem in vitro. Di samping itu waktu pengamatan in!!!!2. dibatasi. K. MA'SUM : Dalam rumen terdapat beberapa jenis mikroorganisme (bakteri dan protozoa) manakah yang 1ebih responsif penggunaan 32p dan 355 ini pada mikroorganisme tersebut?
617
C. HENDRA1NO :
M\\\IQQij~~my temyata sanrt responsif terhadap penambahan atau pengurangan unsur P dan S, karena keduanya merupakan unsur yang terdapat dalam mikroorganisme itu dan diperlukan untuk pembentukannya. Bakteri terutama sangat dipengaruhi oleh perubahan kadar unsur dalam lingkungannya, karena waktu perkembangannya adalah lebih cepat dibanding dengan protozoa. Di dalam cairan rumen, protozoa dapat dipisahkan dengan cara bertingkat, 3000 rpm untuk pemisahan protozoa setelah itu 12000 rpm untuk bakteri.
618