E/kJ'1f
If7'! tJ //cL PENETASAN SEMI ALAMI TELUR PENYU SISIK (Eretmoche~vs
imbricnta) DI PULAU SEGAMAT BESAR
KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
OLEH: DENDY WISNlJHAMIDAHARISAKTI E 31.0789
,HlIWSA'i h:OJ\SERVASI SliMBERDAYA IIlTAN FAKliLTAS KEHlITANAN I'iSTITliT PERTANIAN BOGOR 1999
Dendy Wisnuhamidaharisakti.· E 31.0789. Penetasan Semi Alami Telur Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) Di Pulau Segamat Besar Kabupaten Lampung Tengah. Dibawah bimbingan Ir. Agus Prj),ono, MS. dan Drs. Ismu Sutanto Suwelo.
RINGKASAN Penyu sisik (Eretmochelvs imbricata) merupakan salah satu jenis penyu yang mempunyai nilai komersil lebih dibandingkan dengan jenis penyu lainnya. Pemanfaatan penju sisik tidak terbatas pada daging dan telurnya. kulit sisik (tortoise shell) penyu sisik juga dapat dimanfaatkan untuk souvenir yang mempunyai nilai lebih tinggi bila dibandingkan dcngan karapas penyu hijau atau penju lainnya karena lebih tebal dan warna karapasnya indah. Manfaat yang sangat besar dari penyu laut ini yang eenderung mendorong masyarakat berlomba-lomba untuk menangkap induk penyu dan berburu telur di pantai-pantai lokasi peneluran. Jika pemanfaatan yang berlcbihan tersebut tidak diimbangi oleh usaha pelestarian maka kelestarian populasi penyu tidak dapat dipertahankan. Pulau Segamat Besar merupakan tempat konsentrasi peneluran penyu sisik dan mcrupakan sumber telur utama (70 %) dari kegiatan penangkaran penyu sisik Taman Nasional Kepulauan Seribu khususnya di Pulau Pramuka. Untuk menjaga kclestarian penyu sisik di habitat aslinya (Pulau Segamat Besar) maka dilakukan kegiatan pembinaan populasi. yaitu kegiatan penetasan telur pemu
sisik 5ccara semi alami dan pcnetasan secara alami serta diikuti dcngan pelepasan anak penyu (tukik) Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kcberhasilan penetasan telur penyu sisik pada sarang semi alami dcngan kedalaman yang berbeda. yaitu .kedalaman 10. 20 dan 30 em di Pulau Segamat Bcsar. Desain penclitian yang digunakan adalah rancangan aeak lengkap untuk mengetahui tingkat kcberhasiIan pcnetasan pacta sarang semi alami dan uji X:! (chi-square) untuk mcmbandingkan
tingkat kcberhasilan penetasan semi alami dan alami. Berdasarkan hasil anal isis tanah sarang menunjukkan pada sarang semi ala mi. tekstur tanah untuk permukaan didominasi pasir berukuran halus sampai sangat halus dan tekstur tanah pada dasar sarang. yaitu pada kedalaman 10. 20 dan 30 em didominasi pasir yang berukuran kasar dan halus. Scdangkan pada sa rang alami. tekstur tanah pada pennukaan didominasi pasir berukuran kasar dengan persenta,e rata-rata sebesar 43.16 %. Untuk tckstur tanah pada dasar sarang alami didominasi pasir kasar dengan persentase rata-rat~ 39.50 %. Pcnyusun Ickstur tanah terdiri dari pasir. debu dan liat. Komposisi tekstur tanah dan ukuran
pasir sangat mencntukan dalum perscnlase kcbcrhasilan penctasan. Tekstur tanah sarang pacta sa rang alami dan semi alami komposisi lcrbcsar adalah pasir. sedangkan debu dan hat sangat keciI Tinggi rendahnya kadar air sangat erat kaitannya dengan panas yang diterima olch pennukaall dan dasar sa rang. Oleh karena itu kadar air tanah sarang berpengaruh terhadap suhu sarang dan keiembaban, Pcnnukaan mcmiliki kadar air terendah scbcsar 21. 96 0/0. sarang dengan kcdalaman 20 em memiliki kadar air scbesar 27.5 .. % dan sarang dengan kedalaman 30 em mcmikili kadar air terbesar. yaitu 29.74 %. Mengingat lokasi sarang alami yang tersebar di sckcliling Pulau Segamat Besar dan banyak ditcmukan dibawah pohon yang teduh serta kedalaman sarang yang lebih dalam. yaitu 30-13 em dengan rata-rata 37 ... 3 em. maka kadar air tanah sarang alami lebih tinggi
baik pcrmukaan maupun dasar sarang. yaitu scbcsar 28.32 o/{. dan 30.50 (Yo daripada sarang semi alami. yaitu sebesar 21.96 % dan 27.37 % yang terletak pada lokasi tcrbuka. Pada selang kcpereayaan 95 %. nilai kisaran suhu permukaan sebesar 28.36°C :+: 7.87°C. kedalaman 10 em sebesar 30.02°e-:+: 3.25°C. kedalaman 20 em sebesar 30.1 °C :+: 2.010C dan kedalaman 30 em scbesar 29.09°C:+: 1.30°c. Nilai pendugaan selang menunjukkan besar kceilnya
fluktuasi yang terjadi pada setiap kedalaman, semakin kecil nibi pendugaan selangnya maka suhu akan lebih stabil Berdasarkan bsil pengamatan masa in1:ubasi pada sarang semi alami menunjukkan bahwa pacta kedalaman 30 em memiliki masa inkubasi paling panjang, yaitu 60-63 hari dengan rata-rata 61.5 hari dan masa inkubasi terpendek terjadi pada sarang dengan kedalaman 10 dan 20 em dengan rata-rata masing 58 hari dan 57,5 hari. Lamanya masa inkubasi dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban selain itu juga dipengaruhi faletor lingkungan, seperti curah hujan, lamanya penyinaran matahari dan ketersediaan 0, dalam sarang. Perbedaan masa inkubasi dipengaruhi oleh perbedaan pemanasan telur-telur di setiap kectalaman. Pada kedalaman sarang !O dan 20 em pemanasan yang dialami oleh telur-telur lebih tinggi sehingga proses embrionik berlangsung lebih cepat. Bertambah dalamnya sarang menyebabkan masa inkubasi berlangsung lebih panjang. Jika dibandingkan dengan masa inkubasi pacta sarang alami. masa inkubasi sarang semi alami lcbih pendek, yaitu 57-63 hari dengan rata-rata 58.8 hari, sedangkan masa inkubasi pada sa rang alami lebih panjang, yaitu 58-65 hari dengan rala-
rata 61.2 hari. Perbedaan masa inkubasi ini dipengaruhi oleh lokasi sarang alami dan sarang semi alami. Berdasarkan hasil uji slalislik pada laraf beda nyala I % (F<x 0.01) perlakuan kedalaman sarang memberikan hasil lidak berbeda nyata. Hal ini berarti faktor perbedaan kedalaman sarang 10 sampai 30 em lidak berpcngaruh terhadap keberhasilan penetasan lelur penyu sisik. Telapi jika dilihat dari hasil rata-rala persenlase keberhasilan penelasan menunjukkan balma pada kedalaman 20 em eenderung memiliki persenlase rata-rata yang lebih linggi, yaitu 66 % dibandingkan persentase keberhasilan penelasan pada kedalaman }O em, yailu sebesar 62 % dan kedalaman 10 em sebesar 56 %. Perbedaan persenlase kebcrhasilan penelasan secara semi alami diduga bcrkailan dengan suhu tanah sarang yang digunakan dalam proses penetasan telur penyu sisik tersebut. Kondisi tekstur lanah sarang sangat bcrpcngaruh terhadap linggi rendahnya suhu sa rang. Kedalaman!O em memiliki persenlase keberhasilan penetasan telur lerendah, hal ini diduga karena pada kedalaman sarang 10 em memiliki fluktuasi suhu yang tinggi, artinya selang antara suhu sarang terendah dengan suhu sa rang tertinggi berbeda jauh, yaitu ± 3.25°C, dengan raw-rala 30.02°C sehingga kisaran suhu sarang adalah 26.77°C sampai 33.27° C, Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedalaman 20 em memiliki persenlase kebcrhasilan yang eenderung lebih tinggi bila dibandingkan dengan kedalaman sarang iO em dan kedalaman sarang 30 em. Pada kedalaman 20 em memiliki suhu sarang sebcsar }0.01 °C ± 2.01 °C dengan kisaran suhu antara 28.00 ° C sampai 32.03°C, Kisaran suhu lersebut lermasuk dalam kisaran suhu optimal dalam penelasan tclur pemu. Ini scsuai dcngan Marquez (1990) yang rnenyatakan bahwa
$uhu optimal untuk penctasan tclur pcn)u sisik sec.lra semi alanu acilllah 28°C - 32 C danjdca suhu C1
sclaill3 masa inkubasi jauh lcbih rendah atau lebih tinggi dari suhu oplimal lerscbul maka hasil
pcnetasan 2kan kurang dari 50 %. Dcngan kondisi suhu yang dcmikian. maka perkembangan cmbrio dalam Iclur akan !cbih baik. Sedangkan kedalaman }O em, suhu sarang !cbih rendah dan !cbih stabil dengan range suhu yang lebih sempit. yailu 29.09°C ± 1.30°C dan kisaran sUhunya anlara 27.78°C sampai 30.39°C, Kestabilan suhu dan rendahnya suhu sarang pada kedalaman 30 em diduga karena IckSlur lanah
dasar sarang didominasi oleh pasir berukuran hulus. yaitu sebesar 46.73 'Xl dan mcmiliki kadar air lanah yang eukup tinggi. yailu 29.74 % dibandingkan kadar air lanah pada kedalaman sa rang 10 dan 20 cm. Walaupun memiliki suhu yang lebih stabil lelapi rata-rata persenlasc kcbcrhasilan penclasannya !cbih rcndah jika dibandingkan dengan kedalaman 20 em, yailu 62 %. Disamping ilu suhu juga mcmpengaruhi panjang pendeknya masa inkubasi lelur dalam sarang. Suhu pada kedalaman 30 em relalif rendah. hal ini menyebabkan masa inkubasi menjadi lebih lama sehingga telur-Ielur dalam sarang banyak yang membusuk. Berdasarkan hasil uji X' (chi-square) pada lami' beda nyala 5 % (X' 0.05) menunjukkan
bah\va persentase kcberhasllan penelasan tclur pell)'ll sisik seam semi alami dengan kedalaman 10.
20 dan 30 cm tidak berbeda nyata'dengan persentase keberhasilan penetasan telur penyu sisik secara alami. Jika dibandingkan antara hasil rata-rata persentase keberhasilan penetasan secara semi alami pada masing-masing kedalaman dengan rata-rata persentase keberhasilan penetasan secara alami sebesar 62.76 %, maka kedalaman 20 cm memiliki persentase keberhasilan penetasan tertinggi. Hal ini diduga karena pada sarang alami memiliki suhu yang lebih rendah dan kadar air !anah yang lebih tinggi baik permukaan maupun dasar sarang. yaitu 28.32 % dan 30.50 % bila dibandingkan dengan kadar air !anah pada sarang semi alami, yaitu sebesar 21.96 % dan 27.37 %. Kondisi demikian mempengaruhi lama masa inkubasi pada sarang alami. Disamping itu, sarang alami terletak pada batas pasang tcrtinggi, sehingga telur-telur pada sarang alami terkena percikan air laut yang menyebabkan kegagalan dalam penetasan. Selain itu faklor penyebab perbedaan keberhasilan penetasan telur penyu sccara semi alami tergantung pada pengambilan dan pengangkutan telur dari sarang alami ke sarang semi alami serta fakior dari lelur itu sendiri. Oleh karena itu penanganan yang knrang hati-hali akan dapat merusak embrio dalam telur dan dapat mengakibatkan kematian. Kegialan pengelolaan di Pulau Segamal Besar terhadap populasi peIl}ll sisik. anlara lain pencarian dan pengangkutan tclur kc Pulau Pramuka. penelasan telur pen)'u sisik secara alami dan penandaan (lagging) pen)ll yang mcndarat dan bcrtelur.
PENETASAN SEMI ALAMI TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PULAU SEGAMAT BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
SKRIPSI Sebagai salah sa/II ,Iyarat III1/uk memperoleh gelar Sarjalla Kehllianan pada Fakultas KehlllanGiI Insii/ll/ Per/anian Bogor
Oleh.
DENDY WISNUHAMIDAHARISAKTI E 31.0789
JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTAN:AN BOGOR 1999
Judul Skripsi
Penetasan Semi Alami Telur Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) Di Pulau Segamat Besar Kabupaten Lampung Tengah
Nama Mahasiswa
Dendy Wisnuhamidaharisakti
NomorPokok
E 31.0789
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. A!!us Privono. MS. T gl. '7 ~u,tu, IC)C)9
Drs. Ismu Sutanto Suwelo Tgl.
Mengetahui,
Tanggallulus: 3 Juli 1999
d- A9~1tv$
1999
RIWAYATHIDUP Penulis dilahirkan di Banyuwangi pada 13nggal 20 Desemocr 1975. Penlilis adalah anak keliga dari keluarga Bapak Soewardi Oeloenggono dan Ibu Tilik Suhani J enjang pendidikan yang pernah dialami penlilis adalah : I.
Taman Kanak-kanak Peniwi BanYliwangi. lahun 1981 dan hIlus lahun 1982
2.
Sckolah Dasar Ncgcri I Brandong Lamongan. lahun 1982 dan luIlis tahun 1988
3.
Sekolah Mcncngah Penama Ncgeri Paciran Lamongan.lahun 1988 danluIlis tahun 1991
4.
Sckolah Menengah Atas Negeri 2 Pekalongan. lahun 1991 dan luilis tahun 1994
5.
Mellgikuti pendidikan tinggi di Inslitllt Penanian Bogor pada lahun 1994 dan tahun 1995
pcnulis masuk mcnjadi mahasiswi Fakultas Kehutanan. Jurusan Konserv3si Sumbcrdaya HUlan. AdapUll kegiatan akadcmis intra kurikuler yang pernah diikuli penulis sclama mengikuli pendidikan linggi di Fakultas Kehulanan IPB adalah :
1.
Praktek Umlllll Kehutanan pada tahun 1996. di Cikiong-Purwakarta-Cikole. Jawa Barat
2
Pmktck Umum Pengclolaan HUlan pada lahun 1997. di KPH Ngawi. Jawa Timur
3.
Praktek Kcrja Lapang pada tahun 1998. di INHUTANI V. Lampung. Scbagai salah salu syarat ullluk mcmperalch gelar SaIjana Kchulanan. penulis mclakukan
pcnelitian dan menu lis skripsi dcngan judul
~"Pcnctasan
Semi Alami Tclur Pcnyu Sisik
(Eretmochelys imhricata) Oi Pulau Scgamat Bcsar Kabupatcn Lampung Tcngah". dibawah
bimbingan Ir. Agus Priyono. MS. dan Drs. Ismu Sulanlo SlIwclo.
KATA PENGANTAR Puji syukur atas Kehadirat Allah SWT atas limpahan raluuat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul "Penetasan Semi Alami Tclur Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) Di Pulau Segamat Besar Kabupaten Lampung Tengah", Dalam kesempatan inL penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1.
Ayahanda Soewardi Oeloenggono dan Ibunda Titik Suharti serta kakakku, Mbak Denok, Mas Didie!' Mas Amrozi dan Si Kecil Angga, atas doa dan reslu serta dorongan moril dan materil yang selaiu diberikan unluk kemajuan dan keberhasilan penulis
2,
Ir Agus Priyono, MS. dan Drs. Ismu Sutanlo Suwclo. selaku dosen pembimbing yang lelah
mcmberikan bimbingan kcpada pcnulis selama penelitian dan penyusunan skripsi 3.
Yayasan Nasional Bina Samudera atas banluan dan kerjasama yang diberikan selama penulis
melaksanakan pcnciitian dan pen)llsunan skripsi 4.
Dr Ir. Kumia SOf'.·an dan Ir. Nana Mulyana Arifjaya. MS. sclaku dosen penguji yang lclah
mcmberikan masukkan bcrupa kritik dan sarannya 5.
Para pelugas navigasi (Pak Tala. Pak Yahya dan Pak Diman) serta Mas RobL Mas Wahid dan Sofyan atas banluan yang diberikan sclama penelilian
6.
Teman scpcneIitian penulis. Slam dan Egi atas bantuan dan pcrhatiannya selama penelitian
7.
Wi'. Anggil. Rini. Bayu. Balok dan leman-leman KSH
'31
alas kebersamaan dan
kckompakkannya sclama ini 8.
Warga ASTRJ yang centil-centil BaciL Tanlc. Enlung. Mbak Eva. Mbak Hartik. Lince. Tilik. Onah. Ciko. Norce. Adek. Idul dan Yana alas rasa kekeluargaan. dukungan dan rame-ramenya
9.
Scmua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan salu per satu alas masukan, saran dan bantuan dalam Ilicnyclcsaikan pc:11)llsunan skripsi. Akhir kala. pcnulis mcngharapkan agar skripsi ini dapat mcnmllbah W3W3saa bagi pcmbaca
scrta bermanfaat bagi scmua pihak.
Bogar. Juli 1999 Pcnulis
DAFTAR lSI Halama" DAFfARISI ......... . DAFfAR TABEL
l.
11
DAFfAR GAMBAR
iii
DAFfAR LAMPIRAN
IV
PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan Penelitian C. Manfaat Penelitian
1
2 2
II. METODOLOGI PENELITIAN A.
Keadaan Umum Lokasi I. Letak dan Luas Kawasan 2. Iklim 3. Topografi 4. Flora dan Fauna
3 3 4 4 4
B.
Dcsain PcncIilian Waktu Penclitian 2. Rancangan Percobaan 3. Bahan dan Aiat ...... . 4. Bcntuk Sarang dan Lokasi Pcnctasan 5. Parametcr yang Diukur 6. Analisis Data
4 4
4 5 5 6
7
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A.
B.
Lingkungan Fisik I. Ukuran Pasir dan Kadar Air Tanah Sarang 2. Suhu dan KeIembaban Sarang . F~ncta<;:an
I. 2. C.
9
9 12
Semi Alami .. Masa Inkubasi Pcrscntasc Kcbcrhasilan Pcnctasan Tclur
Kcgiatan PcngeIoIaan
IS 15 Pcn~vu
Sisik
17
22
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KcsimpuIan
27
B.
27
Saran
DAFfAR PUSTAKA
28
LAMPIRAN
30
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel I. Rincian alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan penetitian ........................................................................................................... .
5
Tabel2. Klasifikasi tanah menurut Sistem USDA ............. .
7
Tabel 3. Ukuran pasir sarang semi alami pada permukaan, kedalaman 10. 20 dan 30 em .................................................................... .
9
Tabel4. Persentase rata-rata tekstur pasir pada sarang alami dan sarang sClui alarni ..... ,................ ,............................. .
10
Tabel 5. Komposisi pasir. debu dan liat pada sarang alami dan sarang semi alami ................................................... .
10
Tabel6. Kadar air tanah pada permukaan dan dasar sarang semi alami penyu sisik .................................................. .. ............ ..
II
Tabel 7. Suhu rata-rata sarang semi alami penyu sisik
12
Tabel 8. Kelembaban rata-rata sarang semi alami telur penyu sisik
14
Tabel9. Masa inkubasi telur penyu sisik .......... ..
16
Tabel 10. Masa inkubasi pada sarang alami penyu sisik
17
Tabel II. Persentase keberhasilan penetasan telur penyu sisik seeara semi alami ....
17
Tabe112. Persentasc keberhasilan penetasan telur pen)'ll sisik seeara alami .
20
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Lokasi penelitian,PuIau Segamat Besar
3
Gambar 2.
Bentukdan ukuran sarang semi alami penyu sisik ................... '.....................
6
Gambar 3.
Tempat penanaman telur penyu seeara semi alami ...........................................
6
Gambar4.
Grafik fluktuasi suhu pada berbagai kedalaman sarang
13
Gambar 5.
Hubungan antara kedalaman dengan suhu, kelembaban dan kadar air tanah sarang .........................................................
15
Gambar 6.
Tukik mati dalam sarang ............................ " .................. .......... ...... ........ .........
19
Gambar?
Telur yang tidak menetas dan cangkang telur yang menetas
22
Gambar 8.
Lokasi penetasan telur penyu sisik secara semi alami di Pulau segamat Besar .................................................................................
22
Jejak penyu sisik di Pulau Segamat Kedl ........ .......... ................ ...... ...............
23
Gambar 10, Rumput yang roboh bekas dilalui penyu sisik "",,""'......................................
24
Gambar 11. Pencarian sarang penyu sisik dengan eara ditusuk menggunakan kayulbesi ........................................... """""." .. "."."."".".""..
24
Gambar 12. Pengangkutan telur penyu sisik dari sarang alami ke sarang semi alami dengan menggunakan ember plastik ........ ,...................................
25
Gambar 13. Tukik yang baru keluar dari sarang alami .... ...... ............ ...... .......... ................
25
Gambar 14. Pelepasan tukikke Iaut pada umur satu hari """"" ........................ ,.......... ,.. ".
26
Gambar 15. Kegiatan penandaan (lagging) ................ ,.......................... , .................. ,........
26
Gambar 9.
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Peta lokasi penelitian
31
Lampiran 2.
Ukuran pasir permukaan sarang a1ami penyu sisik eli Pulau Segamat Besar ...............................................................................
32
Ukuran pasir dasar sarang alami penyu sisik eli Pulau Segamat Besar ...........................................................................
32
Kadar air tanah permukaan dan dasar pada sarang alami penyu sisik eli Pulau Segamat Besar ............................................................
32
Lampiran 5.
Data pengu)...'uran suhu ................................................................................
33
Lampiran 6.
Data kelembaban .........................................................................................
34
Lampiran 7.
Data hasil transformasi persentase penetasan telur penyu sisik secara semi alami ......................................................................
35
Analisis sielik ragam data hasil transformasi persentase penetasan telur penyu sisik secara semi alami .. ........... ..... ..... .............
35
Data hasil transformasi persentase penetasan telur penyu sisik secara alami .. .......... ........ ............ ............ .......... ................
35
Lampiran 3. Lampiran 4.
Lampiran 8. Lampiran 9.
Lampiran 10. Hasil perhitungan chi-square persentase penetasan telur penyu sisik secara alami dan semi alami ...................... .......... .....................
35
Lampiran 11.
36
Segitiga tekstur tanah menurut USDA ........... ............ .......... .................. .....
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan daerah perairan yang luas dan memiliki keanekaragaman yang tinggi dalam flora dan fauna. Salah satu jenis satwa yang banyak ditemukan di perairan Indonesia adalah penyn laut. Penyn laut mernpakan salah satu jenis satwaliar yang menjadi sorotan karena mengalami penurullan populasi yang sangat tajam. Ancaman terhadap keIestariall satwa langka ini secara terns menerus dapat menyebabkan punahuya satwa ini di masa mendatang, terntamajellis-jenis yang secara alami populasinya tidak banyak (Suwelo dan Somantri, 1990). Oi Indonesia terdapat 6 jenis penyn, yaitu penyn hijau (Chelonia mydas), penyn belimbing (Dermochelys coreaceae), penyn tempayan (Caretta caretta), penyn sisik (Erelmochelys imbricata), penyn pipih (Natator depressa) dan penyn lekang (Lepidochelys olivacea). Semuajenis penyn diatas diallggap langka dan telah dilindungi.
Oalam Red Data Book IUCN (International Union for
Conservation Nature and Natural Resources) telah dieatat dalam kategori Endangered, actively threatened with extinction, yang artinya binatang illi berada dalam ambang bahaya karena mudah teraneam punah (Nuitja, 1992). Penyu sisik mernpakan salah satu jell.is penyn yang mempunyai nilai komersil lebih dibandingkan dellgan penyn lainnya.
Pemanfaatan penyn sisik tidak terbatas pada daging dan
telurnya, kulit sisik (tortoise shell) penyn sisik juga dapat dimanfaatkan untuk souvenir yang mempunyai nilai lebih tinggi bila dibandingkan dengan karapas penyn h.ijau atau jenis penyn lainnya karena lebih tebal dengan motif dan warna karapasnya indah. Selain itu tulang penyn yang sudah dihancurkan dapat digunakan sebagai campuran pakan ternak dan pupuk buatan, disampiug lemak penyn yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan eampuran kosmetik. Manfaat yang sangat besar dari penyn laut ini yang cenderung mendorong masyarakat berlomba-Iomba untuk menangkap induk penyn dan berburu telur di pantai-pantai lokasi penelura". Jika pemaufaatall yang berlebihall ini tidak diimbangi oleh usaha pelestarian maka kelestarian populasi penyn tidak dapat dipertahaukan. Upaya pelestarian yang telah dilakukan adalah berupa pembinaan populasi dan habitat penyn di lokasi-Iokasi peneluran pen}u. Pembinaan populasi penyn mellcakup pelletasan telur secara semi alami, pemeliharaan, penangkaran dan pelepasan anak penyn (tukik).
Sedangkan untuk
pembinaan habitat penyn mencakup pemeliharaan dan perlindungan terhadap habitat pen}u. Budidaya/penallgkaran penyu sisik (breeding/rearing) bertujuan untuk menjamin kelestarian dari jenis tersebut dan juga akan menjaminkelestarian pemanfaatallllya (Sinulingga, 1990).
2
Pulau Segamat Besar merupakau tempat konsentrasi pen~luran penyu sisik dan merupakan sumber telur utama (70 %) dari kegiatan penangkaran penyu sisik Taman Nasional Kepulauan Seribu yang ada di Pulau Pramuka.
Untuk menjaga kelestarian penyu sisik di habitat aslinya (Pulau
Segamat Besar) maka dilakukan kegiatan pembinaan populasi, yaitu kegiatan penetasan telur penyu sisik secara semi alami dan penetasan secara alami serta diikuti dengan pelepasan anak penyu (tukik).
B. Tujuan Penclitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan penetasan telur penyu sisik pada sarang senti alami dengan kedalaman yang berbeda, yaitu kedalaman 10,20 dan 30 em. C. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ilti diharapkan dapat memberikan masukan dalam usaha penangkaran penyu sisik, seltingga populasi penyu sisik di alam tetap lestari.
II. METODOLOGI PENELITIAN
A.
Keadaan Umum Lokasi
I.
Letak dan Luas Kawasan
Lokasi penelitian adalah Pulau Segamat Besar termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Tengah Propinsi Lampung. Secara geografis Pulau Segamat Besar bcrada pada posisi 105 0 41'40" - 105 0 45'30" Bujur Timur dan 5°G'40" - 0 0 40' 15" Lintang Selatan.
Pulau Segamat Besar bcrbatasan dengan bcbcrapa kecamatan, yaitu Kecamatan Way Jepara di sebclah Utara. Kccamatan Jabung di scbclah Selatan, Kccamatan Jabung dan Kecamatan Snkacl1na di sebclah Barat dan di sebelah Timnr bcrbatasan dengan Laut Jawa. Pulau Segamat terdiri dari Pulau Segamat Besar dan Pulan Segamat KeciL masingmasing memiliki lnas 6 Ha dan 2 Ha. Menurut peta Tatu Guna Hutan Kesepakatan Propinsi Lampnng. lokasi daratan Pulan Segamat Besar dan Pulau Scgamat Kecil tcrmasuk wi];l)'ah kcrja cabang Resort BKSDA Way Kambas Lampung Tcngah. Scdangkan dalam pembagian wilayah kerja DIlJen Perhubungan Laut. Pnlau Segamat Besar berada di bawah pengawasan Distrik Nayigasi Tanjung Priok Jakarta.
G:tIllbar I Lokasl penelitian. Pulau Scgamat Besa,
4
2.
lld!m Daerah PuIau Segamat Besar berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson memiliki iklim Tipe C, dimana sepanjang tahun mempunyai musim hujan dan musim kering. Pada umunmya musim hujan te!jadi antara bulan Desember sampai luli sedangkan musim kering te!jadi pada bulan Agustus dan September.
3.
TOl'ografi Pulau Segamat Besar memiliki topografi datar dengan kelerengan 0 - 8 %. Hampir semua bagian pantai yang mengelilingi Pulau Segamat Besar digunakan penyn sebagai lokasi mendarat dan bertelur. Kondisi pantai Pulau Segamat Besar yang sangat landai dengan jenis pasir dan ditutupi hutan pantai yang relatif masih utuh dan tidak dihuni oleh pendudnk sangat cocok sebagai lokasi penyu mendarat dan bertelur.
-I.
Flora dan Fauna Jenis "egetasi yang mendominasi di Pulau Segamat Besar adalah jenis vegetasi hutan pantai. Salah satu jenis vegetasi yang mendominasi adalah bakau-bakau (Rhizophora stilosa) yang terdapat di sebelah Utara sepanjang 150 m. lenis "egetasi hutan pantai lainnya, antara lain kelapa (Cocos nucifera), pandan (Pandanus sp.), waru Iaut (Hibiscus tiliaceus), nyamplung (Calophyllum inophyllum), ketapang (Terminalia catappa) dan cemara laut (Casuarina equisetifolia).
Satwa yang ditemukan di Pulau Segamat Besar antara lain penyn sisik (Eretmochelys imbricata), penyn hijau (Chelonia mydas), elang laut (Haliaetus sp.), dara laut (Sterna sp.) dan
monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Pulau Segamat Besar dikelilingi oleh hamparan terumbu karang yang merupakan habitat penyn sisik (E,retmoche(ys imbricata) dan juga kaya dongan berbagei jenis ikan hias dan ikan karang yang menghuni tcrumb karong. B. Desain Penetitian I.
Waktu Penetitian Penelitian dilakukan selama tiga bulan yang dimulai pada awal Mei sampai awal Juli 1998.
:!.
Rancangan Percobaan
Sesuai dongan tujuan penelitian. penelitian dilakukan pada sarang semi alami. yaitu sarang pen}TI yang sengaja dibuat pada lokasi yang telah dipindahkan ke bagian atas pantai (supratidal), dongan maksud agar telur-telur yang terdapat di dalamnya terkontrol dan terkendali dari gangguan-gangguan.
5
Telur penyu yang akan ditanam pada sarang semi alami berasal dari sarang alami. Pengambilan telur dari sarang alami dilakukan sesaat setelah telur dikeluarkan dari penyu betina.
Untuk mengetahui pengaruh kedalaman sarang terhadap persentase keberhasilan
penetasan telur penyu sisik, digunakan raneangan acak lengkap. Kedalaman sarang semi alami yang digunakan sebagai media penetasan adalah 10, 20 dan 30 em masing-masing sebanyak tiga sarang dan setiap sarang berisi 50 butir telur penyu sisik. Pengamatanjuga dilakukan pada sarang alami sebanyak lima sarang, hanya saja dalam pengamatan ini tidak membedakan kedalaman sarang.
Pengamatan pada sarang alami
digunakan sebagai kontrol untuk membandingkan tingkat keberhasilan penetasan telur penyu pada sarang semi alami dengan tingkat keberhasilan penetasan telur penyu pada sarang alami. Untuk membandingkan tingkat keberhasilan penetasan semi alami dan alami menggunakan uji
X' (chi-square). 3.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah telur pen}u sisik yang berasal dari sarang peneluran penyu sisik di Pulau Segamat Besar. Alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut : Tabel I. Rineian alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian .No" I 2 3 4 5 6 7 8
9 ~.
Alat Termometcr Tanah Tennometer Udara Meteran Penyaring Pasir Bambu Higrometer Lampu Senter Kamera Alat Tulis
1%
.... .Keaunaau· . . mengukur suhu dalam sarang mengukur suhu pada lapisall permukaan pasir mengu],ur kedalaman sarang mengukur diameter pasir tempnt label sarang kelembaban
-
alal penerang
.
dokumcntasi pencatatan data
Akurasi O,I"C 0,1"C 0,1 em 0,001 mm -
.
""
".
Bentuk Sarang dan Lokasi Penetasan Dalam penelitian inL kedalaman yang digunakan dalam sarang semi alami adalah 10, 20 dan 30 em, sedanglcan diameter lubang sarang adalah 20 em (Gambar 2).
6
Diameter Sarang (20 ern)
Kedalarnan Sarang (lO, 20, 30 em)
20cm
Gambar 2. Bentuk dan ukuran sarang semi alami penyu sisik Lokasi penetasan semi alami dipagar dengan kawat atau bambu setinggi I m, yang bertujuan untuk melindungi telur dari predator (Gambar 3). Adapun pemilihan dan pembuatan lokasi penetasan senti alami yang didasarkan kriteria WATS (1983), sebagai beriknt:
a
Keterangan :
a
b
di atas pennukaan tanah setinggi :.0 111 tertanam di tallah sedalam 0.5 m
Gambar 3. Tempat penanaman telur penyu secara semi alami
5,
Parameter Yang Diukur Parameter-parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah sebagai beriknt : I. Persentase penetasan Diukur berdasarkan perbandingan antara jumlah telur yang menetas dengan jumJah semua telur yang ditetaskan dalam sarang.
7
Jumlah telur menetas % pen<:'tasan = -o----:--:---::----:-----:--:-----x I 00% JWllfah total tefur dalam sorang 2. Pengukuran suhu dan kelembaban sarang Pengnkuran suhu dan kelembaban sarang dilaknkan pada lapisan 0 em (kelembaban tidak diuknr), 10, 20 dan 30 em. Waktu pengnkuran adalah puknl 06.00, 12.00, 18.00 dan 24.00
WIB.
Pengukuran dilaknkan pada awal penanaman telur sampai telur-telur tersebut
menetas, dengan selang waktu penguknran selama satu minggn. Selain itu juga dilaknkan pellgamatan isi sarang (pada akhir masa iuknbasi) apabUa terdapat teIur yang telah menetas. 3. Pengnkuran Diameter Pasir Berkaitan dengan pengarohnya terhadap perubahan suhu dan kelembaban untuk setiap sarang selama penelitian, maka dilaknkan pengnkuran diameter pasir dan kemudian menentukan presentase diameter pasir tersebut. Tabel2. K1asifikasi tanah menurut sistem United State Departement ofAgriculture (USDA)
Sang.! kasar
2.00-1.00
6.
I I
Klasifikasi Diameter Butiran Tarulh (nun)·' Pasir .. .. .. 'Kasar I·. Sedang. .. ·.Halus: . J_ S8lIgOt htilus 0.25-D.IO I 0.10-D.05 1.00-D.50 I 0.50-D.25
Debu
.
,
0.05-0.002
Li.t .
.... < 0.002
Analisis Data Untuk mengetahui pengaruh kedalaman sarang terhadap keberhasilan penetasan telur penyu sisik pada sarang semi alami, maka dilaknkan penghitungan dengan menggunakan Raneallgan Aeak Lengkap pada selang kepereayaan 99 % dan 95 %. Rumus Ranc.ngan Acak Lcngkap: Y IJ = /J + <Xl + &ij Keterangan : I, 2, 3 (kcdalam.n sarang, yaitu 10, 20 dan 30 em) J 1,2,3 (jumlah sarang untuk rnasing-masing kedalaman) Yij: Telur yang berhasil mcnctas dari sarang ke-j yang rnemperolch perlakuan kc-i /.l Nilai tengah umurn (rata-rata populasi) telur yang berhasil menetas OJ
&ij
Pengaruh perlakuan ke-i Pcngaruh galat percobaan pada sarang ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i
Untuk data suhu. analisis data yang dignnakan sarna seperti analisis data pada keberhasilan penetasan telur penyu sisik pada sarang semi alami.
Dan untuk
/luktuasi suhu pada masing-masing kedalaman dilakukan pendugaan selang.
menge",t_~~
.--",
8
Pendugaan selang :
S ........................... .
X+/ -
°A',n_l
2: x' - (2:
x
X)'/n
n - 1
Pada sarang alanti yang merupakall kontrol (pemballding) tingkat keberhasilall penetasan dihitung secara kualitatif.
Dan Ulltnk membandingkan tingkat keberhasilan
pelletasan semi alauri dengan alami menggunakan uji X' (chi-square).
Menurut Mulyono
(1991) langkah-langkah pengujian dengan X' seeara umum sebagai berikut : 1. Hipotesis
HO: HI:
tingkat keberhasilan penetasan telur penyn secara alanti tidak berbeda dengan senti alami tingkat keberhasilan penetasan telur penyn seeara alami berbeda dengan senti alauri
2. Derajat Bebas
db= k-l dimana k : banyaknya kategori (keiompok)
3. Nilai Test Statistik Menurut K. Pearson
X'=
:L(fo- fe)' fe
dimana fo: frekuensi sampel (observasi)
fe: frekucnsi ekspek'1asi jika 110 benar
4. Kriteria Uji > X' tabel: terima H,
lib X' hitung
[
~
X2 tabel: terima Ho
Apabila jumlah kategori < 2 (derajat bebas ~ 1) maka perlu mengoreksi nilai X'. Untnk memperbaiki nilai X' digunakan Koreksi Yateo', dengan runms :
X' =
:L (Ifa - fel- 0,5)' fe
ill.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lingkungan Fisik 1.
Ukuran Pasir dan Kadar Air Tanah Sarang Pasir merupakan media yang digunakan untnk menetaskan telur penyu. Pasir yang digunakan adalah pasir dengan komposisi jenis dan ukuran tertentu.
Dalam penelitian ini
klasifikasi tanah yang dipakai adalah sistem USDA (United States Departement ofAgriculture). Berdasarkan hasil analisis laboratorium ukuran pasir sarang semi alami dapat dilihat pada Tabcl3. Tabel3. Ukuran pasir sarang semi alami pada permukaan, kedalaman 10,20 dan 30 em ,Kedal81Ilan(cm)·
: ..~l·.-:_!:·~l;:·U;.-):
. '. _,
.•..•.•• ,..... " •.•. ·'"U1.iirail pasir.{% I .•
ISaiJgat Kasaf '. •.
';PennUkaan' 1.••1.10..... ;•• ··.·.20.--: .,-. I·······.·· ·30 :....
2.48 4.57 3.36 2.12
Kasar.·· 11.51 21.88 19.82 18.52
'. • • • • • • . '.
·iSedmig~:. ·;H .• Halas.
15.84 14.23 14.99· 14.56
32.48 42.54 44.85 46.73
.'
.Sanga! Halus 37.69 16.78 16.98 18.07
Pada sarang semi alami, ukuran pasir untuk pennukaan didominasi pasir berukuran halus sampai sangat halus (persentase terbesar). Sedangkan ukuran pasir pada dasar sarang. yaitu pada kedalaman 10, 20 dan 30 em didominasi pasir yang berukuran kasar dan halus. Perbedaan ukuran pasir pennukaan sarang dengan ukuran pasir dasar sarang diduga karena lokasi penetasan semi alami ini sebelumnya merupakan tempat tumbuhnya alang-alang sehingga tanah permukaan sarang banyak mengandung unsur-unsur organik dan warna tanah eendenmg kehitaman. Sedangkan pada sarang alami, ukuran pasir pada pemlukaan didominasi pasir berukuran kasar dengan persentase rata-rata sebesar 43.16 %.
Untnk mengetahui rineian
ukuran pasir permukaan setiap sarangnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Untnk ukuran pasir pada dasar sarang alami didominasi pasir kasar dengan persentase rata-rata 39.50 %. Ukuran pasir dasar sarang unlnk masing-masing sarang dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari hasil persentase tersebul, ukuran pasir pennnkaan dan ukuran pasir dasar hampir tidak terdapat perbedaan tetapi pasir dasar sarang lebih halus dibandingkan dengan ukuran pasir permukaan sarang.
Persentase ukuran pasir rata-rata pada sarang alami dan sarang scmi alami dapat
dilihat pada Tabcl 4.
10
Tabel 4. Persentase rata-rata' ukuran pasir pada sarap,g alami dan sarang semi alami
Dari Tabel 4 terlihat bahwa terdapat perbedaan ukuran pasir penunkaan pada sarang alami dan sarang semi alami. Perbedaan ini karena letak sarang alami menyebar di sekeliling Pnlau Segamat Besar. Sarang alami tersebut ada yang ditemnkan pada gugus pecahan koral dengan pasir sangat kasar, seperti pasir pada sarang nomor 5 (Lampiran 2) dan ada juga yang ditemnkan pada lokasi hutan.
Lokasi sarang alami yang menyebar tersebut memungkinkan
jenis dan ukuran pasir yang lebih beragam dibandingkan pada sarang semi alami yang terdapat pada satu lokasi. Begitu pula halnya dengan ukuran pasir dasar sarang. Untuk pasir dasar pada sarang alami, persentase ukuran pasir didominasi pasir kasar sebesar 39.50 % dan pasir halus sebesar 29.14 % sedangkan pada dasar sarang semi alami didominasi pasir kasar sebesar 20.07
% dan pasir halus sebesar 44.71 %. Walaupun kedua sarang tersebut memiliki kisaran ukuran pasir dasar yang sarna, yaitu kasar sampai halus tetapi sarang semi alami memiliki pasir yang lebih hal us. Tabel 5. Komposisi pasir, debu dan liat pada sarang alami dan sarang semi alami
.,
.Sarang
--,,' ,
;--'
. .'. .
.
"Permlikaan' " .' ,',,' Alami ., ,. """, SenIiAlami , , ; DlISar ,"i", ·• .. Alami·· . SemiAlami ,"
,
.
Pasir 87.79 94.86 86.59 93,58
Tekstur (%) . Debu 7.88 3.28 6.34 3.65
'.
.Liat 4.34 1.86 7.07 2.77
Penyusun tekstur tanah terdiri dari pasir. debu dan liat menentukan porositas tanah sehingga berpengaruh terhadap rambatan suhu dan kelembaban tanah. Komposisi tekstur tanah tersebut juga akhirnya menentukan dalam persentase keberhasilan penetasan.
Tekstur tanah
sarang pada sarang alami dan semi alami komposisi terbesar adalah pasir, sedangkan debu dan liat sangat kecil (Tabel 5). Tekstur tanah yang demikian lebih dikenal sebagai tanah podsoiL Komposisi debu dan lim yang rendah memungkinkan pasir tidak lengket ketika penyu menggali lubang untuk sarang. Dan jika pada sarang didominasi liat atau tanah maka teIjadi penempelan lapisan tanah pada kulit telur, sehingga menghalangi proses embriologis pada telur bahkan
1!
mungkin dari tanah yang menempel tersebut terdapat bakteri pembusuk yang merusak kulit telur. Dengan demikian telur kemungkinan dapat menetas sangat keeil. Hasil penelitian Nuiga (1982) menyatakan bahwa persentase keberhasilan penetasan telur penyu hijau (Chelonia mydas) dengan media penetasan yang berbeda (dibagi 3 kelompok) memberikan hasil yang berbeda pula. Kelompok I dengan media pasir alami mempunyai persentase penetasan sebesar 98 % sampai 100 %, kelompok II dengan media penetasan pasir 75 % dan tanah 25 % persentase penetasan sebesar 70 % sampai 78.3 % dan kelompok III dengan media penetasan pasir 50 % dan tanah 50 % memiliki persentase penetasan 0 %. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi pasir sanga! mempengaruhi persen!ase keberhasilan penetasan !elur penyu. Pasir selalu dalam keadaan basah atau kering. Pasir dikatakan basah jika mempunyai kadar air yang tinggi dan pasir dikatakan kering jika mempunyai kadar air rendah. Besamya kadar air tanah pada sarang semi alami dapat dilihat pada Tabel6. Tabel 6. Kadar air tanah pada pennukaan dan dasar sarang semi alami penyu sisik
Dari Tabel 6 terlihat bahwa kadar air akan semakin meningkat dengan semakin dalamnya sarang. Permukaan memiliki kadar air terendah sebesar 21. 96 % dan sarang dengan kedalaman 30 em memiliki kadar air terbesar, yaitu 29.74 %. Tinggi rendahnya kadar air sangat erat kai!annya dengan panas yang di!erima oleh permukaan dan dasar sarang.
Oleh
karena itu kadar air tanah sarang berpengaruh terhadap suhu dan kelembaban sarang. Sarang alami memiliki kedalaman antara 30-43 em dengan rata-rata 17 43 em. Kadar air pada permukaan sebesar 24.26 % - 30.55 % dcngan rala-rata 28.32 % dan kadar air pada dasar sarang sebesar L7.54 % - 34.30 % dcngan rata-rata 30.50 % (Lampiran 4). Mcnginga! lokasi sarang alami yang tersebar di sekeliling Pulau Segamat Besar dan banyak ditemukan dibawah pohon yang teduh, kadar air tanah sarang alami lebih tinggi baik permukaan maupun dasar sarang, yaitu sebesar 28.32 % dan 30.50 % daripada sarang semi alami. yai!u sebesar 21.96 % dan 27.37 % yang terletak pada lokasi terbuka.
12
2.
Suhu dan Kelembaban Sar.u.g Suhu sarang merupakan perpaduan antara suhu lingkungan dengan metabolisme yang berasal dari proses embrionik. Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu sarang antara lain suhu permukaan sa rang (suhu Iingkungan), suhu telur selama masa inkubasi, tekstur tanah dan ukuran pasir. Suhu rata-rata sarang semi alami penyu sisik pada empat waktu pengukuran di Pulau Segamat 8esar dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel7. Suhu rata-rata sarang semi alami penyu sisik
>,w:ucru,;,. ,. L ,.,,> ..... ,'.
iii> ·.··.i: .·i.······ Subll(~C»ii
·,,~~llglJ!c~~F~iiiiPW'~iii;>f' 06.00.,· .'. .:;;;>J2;00·,';.· ". .
'IS.OO' .. 24.00.. '_"Rata~rata ~,
26.46 33.35 27.30 26.33 28.36
29.15 30.43
..i··
. . •. '..... ....'~~Cl1li.i Ii 29.74 29.96
30.98
30.69
29.52 30.02
29.66 30.01
.
.....
30cm '"
29.12 29.09 29.11 29.04 29.08
Hasil pengukuran suhu sarang menunjukkan bahwa pada siang hari (pukul 12.00) permukaan (kedalaman 0 em) memiliki suhu yang paling tinggi, yaitu sebesar 33.35°C dan suhu mengalami penurunan dengan semakin dalamnya sarang (Tabel 7). Penurunan sullu ini dimungkinkan karena dasar sarang yang lebih dekat dengan permukaan, yaitu sarang dengan kcdalaman 10 em memungkinkan rambatan panas dari permukaan tanah mempengaruhi suhu lapisan tanah bagian dalam, sehingga pada siang hari suhu pada kedalaman 10 em lllenjadi lebih panas. yaitu sebesar 30.43°C daripada kedalaman 20 em sebesar 29.96°C dan kedalaman 30 em sebesar 29.09°C. Hal ini sependapat dengan Lakitan (1994) yang menyatakan bahwa
suhu permukaan tanah akan lebih tinggi dibandingkan suhu pada lapisan tanah yang lebih dalam.
Pada siang hari permukaan tanah akan menerima dan sekaligus mcnyerap sinar
lllatahari secara langsung, akibatnya suhu permukaan meniilgkat.
Panas yang discrap oleh
permukaan tanah terscbut sesaat kemudian dirambatkan ke lapisan tanah yang lebih dalam. Setelah teIjadi intensitas cahaya maksimum, yaitu tereapai pada saat berkas eahaya jatuh tegak lurus, yakni pada waktu tengah hari, maka akan mengalami penurunan suhu. Pada Tabel 7 di atas terliha! bahwa pada waktu pengukuran pukul 06.00, 18.00 dan 24.00 suhu permukaan tanah lebih rendah daripada suhu pada lapisan tanah di bawahnya. Pada waktu pengukuran tersebut permukaan sangat sedikit dan tidak lagi menerillla panas, permukaan kehilangan panas terlebih dulu sehingga suhu .permukaan lebih rendah daripada suhu pada lapisan yang lebih dalam.
13
Perbedaan suhu samng jelas terlihat pada siang hari dan malam harj. Perbedaan ini disebabkan karena banyak sedikitnya intensitas eahaya yang diterima aleh permukaan tanah. Cahaya tersebut (berupa panas) sebagian dipantulkan kembali dan sebagian diserap oleh tanah. Pada malam hari ketika permukaan tanah tidak lagi mendapat panas, maka panas akan dirambatkan kembali dari lapisan tanah yang lebih dalam ke permukaan. Pada tengah malam (pukul 24.00) suhu dengan kedalaman 20 em memiliki suhu paling tinggi, yaitu sebesar 29.66°C dan kedalaman 30 em sebesar 29.04°C.
Pada sarang dengan
kedalaman 10 em proses perambatan panas ke permukaan lebih eepat dan juga lebih eepat menerima perubahan yang te!jadi pada permukaan tanah. Sedangkan pada kedalaman 30 em panas yang diterima tidak sebesar seperti pada kedalaman 10 dan 20 em, disamping itu pada kedalaman 30 em kadar air tanahnya lebili tinggi. - ...
SuhU 34 33
---------.---.---------.-~
; r----:::------:----,
i -..- Permukaan'l ; _+_10 em '--20em ---30em
32
i
31 30
,j
*"---J.:-:::::::"'_-
I
I
29~-r----~~----~-'~-------28 27 26· 25+----------r--------~--------~
6:00
12:00
18:00
0:00
Waktu
Gambar 4. Grafik fluktuasi suhu pada berbagai kedalaman sarang Pada Gambar 4 menunjukkan bahwa permukaan tanah memiliki 'iariasi suhu yang besar. dengan kata iain flukluasi suhunya lebih besar jika dibandingkan pada lapisan tanah dibawahnya. Menurul Suwelo dan Kunljoro (1969) menyatakan bahwa semakin kedalam suhu lanah menunjukkan semakin lelap sepanjang hari bila dibandingkan dengan lapisan permukaan yang memperlihatkan fluktuasi yang keras antara maksimum di siang hari dan minimum pada lengah malam. Variasi suhu yang besar ditunjukkan dengan adanya nilai range suhu yang lebar. Jadi jika nilai pendugaan selang makin kecil maka variasi suhu juga akan lidak berarti. dengan kala lain suhu pada lapisan tanah yang bersangkulan lebih stabi!. Fluktuasi suhu yang tinggi pada permukaan lanah disebabkan oleh beberapa fakior antara lain inlensilas eahaya dan kondisi lingkungan, seperti angin. curah hujan, respirasi tumbuhan dan faktor lingkungan lainnya.
Hasil pengamatan selama penelitian, dalam salu hari le!jadi perubahan euaca yang
14
, ekstrim. ,Perubahan euaca ini sangat mempengaruhi subu sarang terutama pada sarang-sarang yang dasamya dekat dengan permukaan.
± 30.1°C ±
Pada selang kepereayaan 95 %, nilai kisaran suhu permukaan sebesar 28.36 ° C
7.87°C, kedalaman 10 em sebesar 30.02°C
± 3.25°C,
kedalaman 20 em sebesar
2.01 °C dan kedalaman 30 em sebesar 29.09°C ± 1.30°C. Berdasarkan nilai-nilai tersebut terlihat bahwa nilai kisaran suhu terkecil terjadi pada kedalaman 30 em, ini berarti hahwa kedalaman 30 em memiliki kemantapan suhu dibandingkan pada lapisan di atasnya. Hal ini sesuai dengan Nuitja (1982) bahwa dengan semakin dalamnya sarang variasi suhu semakin keei!. Pada Gambar 4, grafik suhu pada kedalaman 30 em hampir membentuk garis lurus.
Sarang dengan kedalaman 30 em tidak banyak dipengaruhi aleh
perubahan sulm yang terjadi di permukaan tanah. Selain itu media tanah sarang semi alami juga memungkinkan fluktuasi suhu yang lebih stabil karena ukuran pasir yang hal us. Disamping itu juga karena kandisi tanah yang selalu dalam keadaan basah sepanjang hari. Menurut Zulfakar (1996) kadar air dalam tanah sarang berfungsi untuk mempertahankan suhu dalam sarang sehingga suhu sarang relatif stabil. Dalam pengukuran suhu selalu dikaitkan dengan kelembaban. Besamya kelembaban berbanding terbalik dengan besamya suhu, semakin tinggi nilai kelembaban maka suhunya akan semakin rendah dan semakin dalam lapisan tanah maka kelembabannya akan semakin tinggi. Kelembaban tanah adalah hanyaknya kandungan uap air yang terdapat dalam tanah. Berdasarkan hasil pengukuran kelembaban rata-rata pada sarang semi alami dengan kedalaman berbeda, didapat bahwa pada kedalaman 30 em memiliki kelembaban rata-rata tertinggi dan kedalaman sarang 10 em memiliki kelembaban rata-rata terendah (Tabel 8). Tabel 8.
Kelembaban rata-rata sarang semi alami telur penyu sisik
Waktu Pengukuran 6.00 12.00 18.00 .' .24.00 '.: Rata-rata
-'
lOem 91.75 91.35 92.20 92.55 91.96
Kelembaban (%) .' 20cm 92.15 91.75 92.20 92.60 92.18
30cm 92.35 91.80 92.45 92.65 92.31
Tanah memiliki pori-pori yang berfungsi sebagai alat sirkulasi udara dan air. Air yang terdapat dalam tanah berasal dari air tanah dan air hujan yang merembes masuk ke dalam tanah melalui pori-pori tanah. Dalam tanah. air dan udara berakumulasi sehingga terjadi uap air. Kandungan uap air banyak terdapat pada lapisan tanah yang jauh dari pennukaan. Pengaruh suhu permukaan tanah terhadap suhu sarang pada sarang dengan kedalaman 30 em sangat kecil
15
sekali, menyebabkan renctahnya suhu sarang sehingga kelembaban sarang meningkat. Disamping itu dalam menyerap panas maupun dingin relatif lebih lambat jika dibandingkan dengan kedalaman yang lebih dangkal sehingga panas yang masuk tidak sebesar pada lapisan tanah di atasnya. Oleh karena itu sarang dengan kedalaman 30 em memiliki kelembaban yang tinggi, yaitu 92.31 %. Sedangkan pada kedalaman 10 em, dasar sarang lebih dekat dengan pemmkaan sehingga memiliki suhu yang tinggi, akibat lainnya adalah kelembabannya rendal!, yaitu sebesar 91. 96 %. Untuk memperjelas hubungan antar faktor-faktor lingkungan dapat dilihat pada Gambar 5. Pada gambar nampak ballWa tinggi rendahnya suhu sarang akan berpengaruh terhadap kelembaban sa rang dan kadar air tanah sarang.
100 .--i'i---------Fj----.----.--:,j-........., 90 80 70
+--C~------~------~=-~ +-~~------~------~=r~ +--F~-------~-------~~~
60+-~~---------~=_----------~~
50+-4:1----------4:~--------4:!~ 40~~h.------~~~------~~~
30
20 10
o 10
20
30
Kedalaman sarang (em)
Gambar 5. Hubungan antara kedalaman dengan suhu, kelcmbaban dan kadar air tanah sarang
B. Penetasan Semi Alami I.
Masa Inkubasi Menurut Ewert (1976) masa inkubasi adalah periode perkembangan embrio sejak telur diletakkan di pasir sampai tukik keluar dari dalam sarang.
Masa inkubasi telur bervariasi
tergantung tempat dan waktu peneluran. Masa inkubasi telur penyu sisik berkisar antara 40-70 hari
(Suwelo~.
ill. 1980).47-7'< hari (Marquez, 1990).
Hasil pengamatan masa inkubasi telur penyn sisik pada sarang semi alami di Pulau Segamat Besar dapat dilihat pada Tabel 9.
16
Tabel9. Masa inkubasi telur penyu sisik
Berdasarkan hasil pengamatan masa inkubasi pada sarang semi alami menunjukkan bahwa pada kedalaman 30 em memiliki masa inkubasi paling panjang, yaitu 60-{;3 hari dengan rata-rata 61.5 hari dan masa inkubasi terpendek teIjadi pada sarang dengan kedalaman 10 dan 20 em dengan rata-rata masing-masing 58 dan 57.5 hari. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hutabarat (1992) yang menyatakan bahwa masa inkubasi penyu sisik pada sarang dengan kedalaman 20 em adalah 58 hari dan pada sarang dengan kedalaman sarang 50 em adalah 61 hari. Menurut Anwari (1986) masa inkubasi pada sarang semi alami hanya dipengaruhi oleh kedalaman sarang. Lamanya masa inkubasi juga dipengaruhi oleh [aletor lingkungan. seperti eurah hujan dan lamanya penyinaran matahari. lika eurah hujan tinggi maka masa inkubasi akan semakin panjang. karena telur kurang menerima panas sehingga proses metabolisme telur akan bertambah lama. Selama masa inkubasi, telur mengalami perkembangan embrio. Proses perkembangan embrio dalam sarang dipengaruhi oleh ketersediaan 0, dan suhu inkubasi. Terhambatnya pertukaran gas dapat mengakibatkan rendahnya keberhasilan penetasan dan memeperpanjang masa inkubasi (Yntema dan Mrosovsky, 1979).
Dengan demikian masa
inkubasi juga mempengaruhi keberhasilan penetasan, dengan semakin lamanya masa inkubasi telur, maka persentase keberhasilan penetasan semakin keeil. Perbedaan masa inkubasi yang teIjadi sangat dipengaruhi oleh perbedaan pemanasan yang dialami oleh telur-telur di setiap kedalaman.
Pada kedalaman sarang 10 dan 20 em
pemenasan yang dialami oleh telur-telur lebih tinggi sehingga proses embrionik berlangsung lebih eepal. Dan dengan bertambahnya kedalaman. masa inkubasi berlangsung lebih panjang, sebagai akibat suhu yang lebih rendah karena kadar air tanah yang tinggi dan adanya rembesan air hujan sehingga proses embrionik lebih panjang. Masa inkubasi pada sarang alami penyu sisik di Pulau Segamat Besar dapat dilihat pada Tabel 10.
17
TabellO. Masa inkubasi
pacta sara.ng alami penyu sisik
Jika dibanelingkan dengan masa inkubasi pada sarang alami eli Pulau Segamat Besar. masa inkubasi sarang semi alami lebih pendek, yaitu 57-63 hari dengan rata-rata 58.8 hari. sedangkan masa inkubasi pada sarang alami lebih panjang. yaitu 58-65 hari dengan rata-rata 61.2 hari (Tabel 10). Perbedaan masa inkubasi ini elipengaruhi oleh lokasi sarang alami dan sarang semi alami. Lokasi sarang alami banyak elitemukan eli bawah pahon yang relatif teduh. sehingga cahaya matahari yang sampai ke permukaan tanah sangat sedikit. Lain halnya dengan sarang semi alami yang terletak pada lokasi bebas naungan. sehingga cahaya matahari secara langsung mengenai permukaan tanah. 2.
Persentase Keberhasilan Penetasan Telur Penyu Sisik Hasil pengamatan perbedaan kedalaman sarang terhadap persentase keberhasilan penetasan telur penyu sisik secara semi alami eli Pulau Segamat Besar dapat dilihat pada Tabel II.
Tabel II. Persentase keberhasilan penetasan telur penyu sisik secara semi alami 'KedaJaman 5:!flU1ll (em)
".
.
. '
Gaga!
I
24 28 32 31
26 22 18 19
2
35
15
I
18
2
44
32 6
J
2 3
20 30
.
,
Menetas
'"
. '.' 10 .,
lwn1ahTelur
U1angan
.
.".
, . "> •
. Total 50 SO
50 50 50 50 50
<','
. \~~~~.
Keberbilsilafi'(%) > ..
Rata-rota
('lIoJ .-
48 56 64
62 70 36 88
56 66 62
Berdasarkan hasil uji statistik pada taraf beda nyata I % (Fcx 0.01) perlakuan kedalaman sarang memberikan hasil tidak berbeda nyat. (LamJliran 8). Hal ini berarti faktor perbedaan kedalaman sarang 10 sampai 30 em tidak berpengaruh terhadap keberhasilan penetasan telur penyu sisik
Tetapi jika elilihat dari hasil rata-rata persentase keberhasilan
penetasan mellunjukkan bahwa pada kedalaman 20 em eenderung memiliki persentase rata-rata
18
yang lebih tinggi, yaitu 66
%dibandingkan persentase keberhasilan penetasan pada kedalaman
30 em, yaitu sebesar 62 % dan kedalaman 10 em sebesar 56 % (Tabelll). Perbedaan persentase keberhasilan penetasan secara semi alami diduga berkaitan dengan suhu tanah sarang yang digunakan dalam proses penetasan telur penyu sisik tersebut. Marquez (1990) menyatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan penetasan telur penyu seeara umum, tetapi ada dua faktor utama yang berpengaruh secara langsung terhadap keberhasilan penetasan dan masa inkubasi telur penyu selama berada pada sarang semi alami, yaitu suhu dan kelembaban. Telah diuraikan di atas bahwa suhu sarang dan kelembaban berkaitan dengan tekstur tanah dan ukuran pasir sarang. Kondisi tekstur tanah dan ukuran pasir sarang sangat berpengaruh terhadap tinggi rendalmya suhu sarang. Kedalaman 10 em memiliki persentase keberhasilan penetasan telur terendah, hal ini diduga karena pada kedalaman sarang 10 em memiliki fluktuasi suhu yang tinggi, artinya selang antara suhu sarang terendah dengan suhu sarang tertinggi berbedajauh, yaitu ± 3.25°C, dengan rata-rata 30.02°C sehingga kisaran suhu sarang adalah 26.77°C sampai 33.27°C. Dengan kondisi suhu yang demikian, dapat berakibat fatal terhadap perkembangan embrio dalam sarang. Jika suhu terlalu rendah maka proses embriologis telur dalam sarang terhambat karena suhu sarang di sekitar telur tidak sesuai dengan suhu yang dibutuhkan telur dalam masa perkembangannya dan akibatnya telur akan menjadi busuk. Apabila suhu sarang tinggi maka pemanasan yang dialami oleh telur-telur dalam sarang juga lebih tinggi sehingga proses embriologis berlangsung lebih eepat. Hal ini akan memperpendek masa inkubasi, seperti pemyataan Mustika (1987), proses pembentukan organ-organ kepala, mata, eelah insang, anggota tubuh dan karapas dapat berlangsung eepat pada suhu pengeraman yang lebih tinggi, yaitu pada suhu 31 ° C bila dibandingkan pada suhu yang lebih rendah, yaitu pada suhu 25 ° C. Tetapi jika kondisi suhu sarang terlalu tinggi, yaitu 33.27°C akan merusak jaringan embrio di dalam telur sehingga menyebabkan kematian pada embrio. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedalaman 20 em memiliki persentase keberhasilan yang eenderung lebih tinggi bila dibandingkan dengan kedalaman sarang 10 dan 30 em. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hutabarat (1992) tentang penetasan telur penyu sisik seeara semi alami pada empat kedalaman, yaitu 20, 30, 40 dan 50 em di Kepulauan Seribu, menunjukkan bahwa persentase keberhasilan peneta&an tertinggi sebesar 84.7 % pada kedalaman sarang 20 em dan persentase keberhasilan terendah sebesar 53.5 % te!jadi pada kedalaman sarang 50 em. Pada kedalaman 20 em memiliki suhu sarang sebesar 30.01 °C
±
2.01 °C dengan kisaran suhu antara 28.00°C sampai 32.03°C. Kisaran suhu tersebut tennasuk dalam kisaran suhu optimal dalam penetasan telur penyu. lni sesuai dengan Marquez (1990)
19
yang menyatakan bahwa suhu optimal untuk penetasan telur penyu sisik secara semi alami adalah 28 ° C - 32 ° C dan jika suhu selama masa inkubasi jauh lebih rendah atau lebih tinggi dari suhu optimal tersebut maka hasil penetasan akan kurang dati 50 %. Dengan kondisi suhu
yang demikian, maka perkembangan embtio dalam telur akan lebih baik. Sedangkan kedalaman 30 em, suhu sarang lebih rendah dan lebih stabil dengan range suhu yang lebih sempit, yaitu 29.09°C
± l.30°C dan kisaran suhunya antara 27.78°C sampai
30.39°C. Kondisi ini kurang mendnkung pertumbuhan embtio dalam telur yang membutuhkan rangsangan suhu yang lebih hangal.
Kestabilan suhu dan rendahnya suhu sarang pada
kedalaman 30 em diduga karena nkuran pasir dasar sarang didominasi oleh pasir berukuran halus, yaitu sebesar 46.73 % dan memiliki kadar air tanah yang enkup tinggi, yaitu 29.74 % dibandingkan kadar air tanah pada kedalaman sarang 10 dan 20 em. Ukuran pasir yang halus dan lembab ini lebih mantap dalam menjaga perubahan suhu, sehingga panas yang ditetima akan disimpan dalam waktu yang enkup lama. Pada ukuran pasir halus, udara yang masuk dan keluar sangat keeil. artinya pertukaran udara yang terjadi sangat kecil, dan didnkung dengan kandungan air pasir yang enkup tinggi maka kondisi suhu sarang relatif lebih stabil. Walaupun memiliki suhu yang Iebih stabil tetapi rata-rata persentase keberhasilan penetasannya lebih rendah jika dibandingkan dengan kedalaman 20 em, yaitu 62 %.
Disamping itu suhu juga
mempengaruhi panjang pendekuya masa inkubasi telur dalam sarang. Suhu pada kedalaman 30 em relatif rendah, hal ini lllenyebabkan masa inkubasi menjadi lebih lama sehingga telur-telur dalam sarang banyak yang membusuk. Dan dengan makin panjangnya masa inkubasi maka menyebabkan banyaknya tukik yang mati dalam sarang, hal ini karena terbatasnya sumber makanan dalam sarang yang hanya berasal dati kuning telur yangjumlahnya terbatas.
Gambar 6. Tukik mati dalam sarang
20
Persentase keberhasilan penetasan penyu sisik secara alami yang digunakan sebagai kontrol dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Persentase keberhasilan penetasan telur penyu sisik secara alami
Berdasarkan hasil uji X' (chi-square) pada taraf beda nyala 5 % (X' 0.05) menunjukkan bahwa perscntase keberhasilan penetasan telur penyu sisik secara semi alami dengan kedalaman 10 em. 20 em dan 30 em tidak berbeda nyata dengan persentase kcberhasilan penelasan telur penyu sisik secara alami. Hasil perhitungan X' dapat dilihal pada Lampiran 10.
Jika diperhalikan dari hasil rata-rata persentase keberhasilan secara semi alami pada masing-masing kedalaman dengan rata-rata persentase keberhasilan secara alami. kedalaman 20 em memiliki persentase keberhasilan tertinggi. Hal ini diduga karena pada sarang alami memiliki suhu yang lebih rendah dan kadar air tanah yang lebih tinggi baik permukaan maupun dasar sarang. yaitu 28.32 % dan 30.50 % bila dibandingkan dengan kadar air tanah pada sarang semi clami. yaitu sebesar 21.96 % dan 27.37 %. lamanya masa inkubasi pada sarang alami.
Dengan kondisi demikian mcnyebabkan
Disamping itu juga, sarang alami terletak pada
batas pasang tertinggi, sehingga telur-telur pada sarang alami terkena pereikan air laut yang menyebabkan kegagalan dalam penetasan. Selain itu faklor penyebab perbedaan keberhasilan penelJisan lelur penyu tergantung pada pcngambilan dan iY_ngangkutan telur dari sarang alami ke sarang semi alami. Pcagambilan lelur dilakukan pada keesokan harinya, dimana kondisi telur dalam keadaan yang sangat peka terhadap goncangan. Menurut Soedono (1985), telur yang diletakkan oleh induk pcnyu setelah selang waklu antara 0 sampai 2 jam, telur masih dalam keadaan toleran terhadap perubahan posisi. karena mala tunas masih mampu menuju ke pennukaan. Setelah lebih dari 2 jam, telur sangat peka terhadap fakior luar dan bila lerusik maka cmbrio akan mengalami kemalian.
Dalam penelitian ini pengangkutan telur dilakukan dengan menggunakan ember
plastile, hal ini diduga sewaklu penganp.kutan telur dari sarang alami kc sarang semi alami mengalami perubahan posisi embrio dalam telur. Stadia telur merupakan tahapan yang paling
21
1emah di dalam rangkaian siklus genus chelonia (Harless dan Morloc~ 1979). Oleh karena itu penanganan yang kurang hati-hati alean d.1pat merusak embrio dalam telnr dan dapat mengakibatkan kematian. Disamping itu kondisi telur ilu sendiri merupakan faletor penting dalam keberhasilan penetasan. Dari hasil penelitian didapat bahwa pada kedalaman 30 em, memiliki persentase keberhasilan terendah, yaitu 36 % dan sekaligus persentase keberhasilan tertinggi sebesar 88 %. Hasil pembongkaran sarang, terlihat bahwa pada kedalaman 30 em u1angan I yang mempunyai persentase terendall, banyak ditemukan telnr yang gagal menetas dan berbau busuk. Telnr yang gagal menetas dan berbau busuk tersebut diduga karena embrio mengalami kematian yang terjadi pada saat pengumpulan telnr atau pemindahan telur dari sarang alami ke sarang semi alami.
Bustard (1972). telur dengan janin yang mati dapat te!jadi sebelum atau sesudah
peletakkan telur ke dalam sarang. Dan juga ditemukan telnr-telur yang tidak berembrio. hal ini dimungkinkan telur-telur tersebut sudah tidak berembrio dari sejak dikeluarkan oleh induknya. Telnr-telur yang demikian walaupun ditanam tetap tidak akan menetas sehingga akan memperkecil persentase penetasan. Ada juga ditemukan telur yang berukuran abnormal (sangat kecil). telur ini bila ditetaskan tidak akan berhasil menetas, kruena umumnya telur-telnr yang berhasil menetas adalah telur yang memiliki ukuran normal, bentuknya bula!. kulit telur berwarua putih dan tid.1k terlalu kerns. Persentase keberhasilan penetasan telur secara semi alami tidak hanya dipengaruhi oleh faletor-faletor di atas, tetapi ada faletor lain yang sangat mempengaruhinya, antara lain pred.1tor. Sarang semi alami relatif lebih aman daripada sarang a1ami, baik dari gangguan predator maupun gangguan dari a1am seperti pasang surut air laut. Sarang semi alami yang dibuat di Pulau Segamat Besar juga tidak terlepas darl gangguan pred.1tor. Hal ini dikarenakan lokasi sa rang semi a1anli yang tidak begitu tertutup sehingga mempennudah predator untuk masuk. Predator yang banyak ditemukan di lokasi penetasan semi a1anti ad.1lah kepiting dan semut. Dari hasil pembongkaran saTang menm\iukkan bahwa pada sarang dengan ked.1laman 10 em telur-telur penyu banyak yang mati akibat gigitan semnt. lni tcrlihat dan bekas lubang (Iubang kecil-kecil) yang terdapat pada eangkang telur.
Sedanglean pada kedalaman 20 em
sangat sedikit telur yang mati akibat semut dan pada kedalaman 30 em hampir tidak ditemulean telm yang mati akibat gigitan senm\. Hal ini disebabkan kmena pada kedalaman 10 em yang relatif deleat dengan perumleaan. sehingga semut masih dapat menembus tanah sedangkan pada kedalaman 20 em d.1n 30 em semut mengalami kesulitan untuk mencapai telur. Ada juga telm yang ditemukan mati akibat bekas gigitan kepiting.
Kepiting memasukkan kedua eapitnya
dengan melubangi eangkang telur dan menghisap isi telur. jilea telur mati akibat kepiting mal",
22
akan sangat mudah dikenali karena terdapat bekas cupit pada cangkang, seperti dua lubang
yang sarna.
Gambar 7. Telur yang tidak menetas dan cangkang telur yang menelas
Gambar 8. Lokasi penelasan tclur penyu sisik secaro semi alami di Pulau Segamal 8esar
C. Kcgiatan Pengclolaan Pulau Segamal Bcsar mempakan daeroh konsenlrasi peneluran penyu sisik. POlcnsinya yang besar me!\iadikan Pulau Segamal Besar sebagai sumber lelur penyu sisik yang ulama (70 %) dari kegialan penangkaran peny'! sisik di Kepulauan Seribu. ),ailu di Pulau Pramuka. yang mempakan pro)'ek kerjasama anlaro PHPA (Perlindungan Hulan dan Pcleslarian A1am) dengan JBA (Japan Bekk" :lssociation).
Berkailan dengan hal lersebul. maka di Pulau Segamal Besar dilakukan
23
kegiatan pengelolaan terhadap populasi telur ke Pulan Prarnulm, penetasan teluI
pen)~t pen)~l
sisik, yaitu rneliputi pencarian telur, pengangkutan sisik sec1ra alami dan penandaan (fagging)
pen)~t
yang mendarat dan bertelur. Kegiatan pencarian telur dan pengangkutan telur merupakan rangkaian dari kegiatan penangkaran penyu sisik di Pulau Pramuka. Pencarian telnr penyn sisik tidak hanya dilakukan di Pulau Segamat tetapi juga dilakukan di pulau-pulau Kepulauan Seribu yang rnerupakan ternpat peneluran
pen)~l
periode.
Adapun telur penyu sisik yang diarnbil untuk ditetaskan di Pulau Prarnuka adalah telur-
sisik.
Hal ini untuk rnemenuhi target telnr yang harus ditetaskan dalarn satu
telur yang berumur 0 hari (sesaat setelah dikeluarkan oleh indukuya) sarnpai berurnur 5 hari dalarn sarang.
Dalarn pencarian telur diperlukan orang-orang yang berpengalarnan.
rnernpennudah dalarn rnengetahui ada tidakuya sarang
pen)~L
Hal ini untnk
Terkadang sarang pen)11 sisik di
Pulau Segmnat Besar sulit diternukan karena berada pada lokasi yang tertutup rurnput/sernak atau rnasnk ke dalarn hutan.
Untuk mengetahui ada tidaknya sarang penyu sisik bisa diketahui dari
beberapa tanda yang biasa diternukan, seperti jejak pen)'u sisik yang terdapat di pasir, rerurnputan yang roboh dan belms lubang badannya (body pit). Langk.1h selanjutnya adalah rnencari letak sarang pen)~l
sisik sebenamya berada.
menggunakan
ka)~l
Pengalaman petugas PHPA. dalarn mencari telur pen}11
atau besi yang dipakai untnk mengetahui letnk sarang yang sebenamya, dengan
cara ditusuk-tusuklmn ke dalam tanah yang diperkirakan terdapat sarang.
Gambar 9. Jejak penyu sisik di Pulau Seganlat Kecil
24
Gambar 10. RUmpUl yang roboh bekas dilalui pen)~1 sisik
Garubar II. Penc.1rian sarang pen)1t sisik dengan eara ditusllk-tusuk menggunakan kayu/besi Tclur penyll sisik yang diperoleh ditempatkan dalam ember plastik yang tertlllllp dan dengan menggunakan media pasir alami. Sebeillm telur dimasttkkan dalam ember. terlebih dllill dasar ember diberi dedauan yang bertujuan agar kelembaban dalam ember letap teIjaga.
Setelah kegiatan
penearian dan pemindahan telur selesai maka telur-telllr dibawa ke Pulall Pramllka. Alat transportasi yang biasa digunakan untuk mengangkut telur adalah speed boof.
Dengan alat angkutan ini
memberikan resiko yang tinggi terhadap keberhasilan penetasan telur pen)11 sisik, karena kemllngkinan pembahan posisi lelur akibal goncangan lcbih besar dan mengakibatkan embrio dalam telur banyak yang mati.
25
Gambar 12. Pengangkutan telur penyu sisik dari sarang alami ke sarang semi alami dengan menggunakan ember plastik Telur peny'll sisik yang terdapat di Pulau Segamat Besar, selain dibawa ke Pulau Pramuka juga ditetaskan secara alami di Pulau Segamat Besar.
Telur-telur yang ditetaskan sceara alami
terscbut bertujuan untuk mengetahui masa inkubasi dan persentase keberhasilan penetasannya di alamo
Penghitungan persentasc keberhasilan penetasan telur pcnyu dilakukan sceara bersamaan
setelah sarang-sarang alami tersebut menetas oleh star ahh PHPA. Persentase penetasan telur pen)'ll dipcroleh dari hasil pembongkaran sarang.
Sedangkan pcngontrolan selama masa inkubasi
diserahkan kepada petugas navigasi, sehingga dapat diketahui masa inkubasi masing-masing sarang. Keg;atan sclanjutnya setelah telur penyu menetas adalah pelepasan tukik ke laut. Pelcpasan tukik dilakukan pada umur satu hari.
Gambar 13. Tukik yang barn keluar dan sarang alami
26
Gambar 14. Pelepasan tukik ke laut pada umur satu hari Salah satu kegiatan yang telah dilakukan di Pulau Segamat Besar adalah penandaall (tagging) terhadap penyu yang mendarat dan bertelur di Pulau Segamat Besar.
Bahan penandaan
(tagging) yang digunakan ada dua macam, yaitu dari plastik dan dari aluminium. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui populasi pen;lI sisik di Pulau Segamat Besar dan untuk mengetahui berapa kali seekor penyu sisik bertelur dalam satu musim bertelur serta berapa lama waktu yang dibutuhkan antara peneluran pertama dengan peneluran kedua, peneluran kedua dengan peneluran ketiga dan selanjutnya dalam satu musim bertelur. Tetapi kegiatan ini sulit dilakukan karena faktor waktu, tenaga dan lokasi Pulau Segamat Besar yang sulit dilalui jika te!jadi pasang air laut.
Gambar 15. Kegiatan penandaan (tagging)
,
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulau Berdasarkan hasil uji statistik, persentase keberhasilan penetasan telur penyu sisik (Eretmochelys imbricala) pada kedalaman 10, 20 dan 30 em tidak berbeda nyata. Tetapi dilihat dari
persentase rata-rata keberhasilan penetasan terlihat bahwa kedalaman 20 em memiliki persentase keberhasilan yang eenderung lebih baik dibandingkan kedalaman 10 dan 30 em. Tingkat keberhasilan penetasan telur penyu sisik secara semi alami dengan kedalaman sarang 20 em lebih tinggi dari tingkat keberhasilan penetasan secara alami. Faktor-faktor yang mendukung keberhasilan penetasan seeara semi alami selain terkontrolnya subu dan kelembaban sarang juga terhindar dari ancaman predator dan gangguan alam lainnya. Kegiatan pengelolaan yang telah dilakukan di Pulau Segamat Besar antara lain pengurupulan dan pengangkutan telur ke Pulau Pramuka,
peneta~an
telur penyu sisik secara alami
dan semi alami serta penandaan (lagging) penyu yang mendarat dan bertelur. B. Saran Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disarankan hal-hal sebagai berikut : I.
Mengingat status Pulau Segamat Besar yang milik perorangan, maka pada instansi terkait diharapkan Pulau Segamat Besar dijadikan sebagai kawasan yang dilindungi, sehingga kondisi pulau yang tidak berpenduduk tersebut tetap te!jaga keutuhannya sebagai habitat penyu sisik.
2.
Perlu dilakukan penetasan semi alami seeara pemmnen di Pulau Segamat Besar. sehingga dapat meningkatkan persentase penetasan telur penyu sisik di habitat aslinya.
3.
Perlu diadakan penjagaan yang lebih intensif di sekitar Pulau Segamat Besar, mengingat semakin menunmnya populasi penyn sisik akibat banyal,:nya tclur penyu sisik yang diambil oleh nelayan untuk dijual dan dikonsumsi.
4.
Untuk menjaga kelestarian popua;i penyu sisik di Pulau Segamat Besar, perlu terus dilakukan usaha penetasan telur seeara semi alami dengan kedalaman sarang 20 em.
DAFTAR PUSTAKA Anwari, P.W. 1986. Studi Masa Inkubasi dan Keberhasilan Penetasan Telur Peuyu Hijau (Chelonia mydas) Secara Semi Alami di Pautai Citirem Suaka Margasatwa Cikepuh Jawa Barat (karya ilmiah). Fakultas Perikanan IPB. Bogor. Bustard, R. 1972. Sea Turtle, Natural History and Conservation. Collin, London. Direktorat JeuderaJ Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Sub Balai Konservasi Sumberdaya Alam. 1990. Program Pembangunan Penangkaran Penyu Sisik (Eretmochelys imbncota) di Indonesia (Laporan). Departemen Kehutanan dan Nippon Turtle Shell Associated Federation. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Sub Balai Konservasi Sumberdaya Alam. 1997. Laporan Penilaian Potensi Kawasan Konservasi Perairan Di Pulau Segamat dsk. Propinsi Lampung. Departemen Kehutanan-Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam-Direktorat Bina Kawasan Snaka Alam dan Konservasi Flora Fauna. Jakarta. Hakim, N ; M.Y. Nyakpa; A. M. Lubis; S. G. Nugroho; M.R SauJ; MA Diha; G.B. Hong dan H.H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung. Harless dan Morlock. 1979. Turtle, Perspectives and Research. Jouh and Sons. New York. HasbuJIah, M.H. 1995. Pengaruh Naungan dan Kedalaman Sarang Semi Alami Terhadap Keberhasilan Penetasan dan Masa Inkubasi Telur Penyu Lekang (Lepidochelys oliacea Eschscboltz) di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi Selatan (karya ilmiah). Jurusan Biologi Uniersitas Nasional Jakarta. Jakarta. Hutabarat, H.P. 1992. Studi Awal Keberhasilan Penetasan dan Masa Inkubasi Telur Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata Linnaeus, 1766) di Empat Kedalaman Sarang Semi Alami Di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Fakultas Biologi Universitas Nasional (Skripsi). Jakarta. Lakitan. B. 1994. Dasar-Dasar K1imatologi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Marquez, M.R. 1990. Sea Turtle of The World. An Annotated and Illustrated Catalogue of Sea Turtle Spesies Knoe to Data. FAO Fisheries Synopsis No. 125, Vol. II. Rome. Mortimer, JA 1990. The Hawksbill Turtle in The Republic of Seychelles, Its Status and Management. Abstract The Nagasaki International Symposium on The Resource Management of The Hawksbill Turtle. Nagasaki. Mrosovsky dan Yntema. 1979. Incubation Temperatures and Sex Ratio in Hatcling Loggerhead Turtle, A Preliminnary, Marine Turtle. New Letter. Mulyono, S. 1991. Statistika Untuk Ekonomi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Mustika, I. 1989. Diferensiasi Gonad Betina dan Jantan Embrio Penyu Hijau (Chelonia mydas) yang di Inkubasi Pada Suhu Tinggi dan Rendah. Jurusan BioIogi ITB. Bandung.
29
Nuitja, I.N.S. 1982. IIikubasi dan Keberhasi1an Penetasan DaIam Inkubasi Buatan Terhadap TeIur Penyn Daging, Chelonia mydas L. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogar. 1992. Biologi dan Ekologi PeIestarian Penyn Laut. IPB Press. Bogor. Priyono, A. 1985. Pengelolaan Penyn Laut di Pantai Sukamade Taman Nasional Mern Betiri Jawa Timur. Skripsi Manajemen Sumberdaya Perairan FakuItas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 1989. Pengelolaan Habitat dan Sanva Penyn Laut. Media Konservasi Vol. II (2) Januari 1989; hIm: 33-38. Sinulingga, B. 1990. Penangkaran Penyn Sisik (Eretmochelys imbricata) Sebagai Salah Satu Upaya Pelestarian Alam. Bogar Forestry Training Center. Center for Forestry Education and Training Ministry of Forestry. Bogor. Soedono, RVJ. 1985. Pedoman Pelaksanaan Penangkaran Telur Penyu Laut (II) Proyek Pembinaan Latihan Kehutanan di Ciawi. Ciawi, Bogor. Suwelo, I.S; F. Abdurahman; D.A. Hidayat; D. Dulhajah; R. Effendi dan Kuncoro. 1980. Studi Habitat dan Populasi Penyn Sisik (Eretmoche(vs imbricata) Di Pulau Belitung. Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam. Bogar. Suwelo,I.S., Widodo, S.R. dan A. Somantri. 1991. Penyn Sisik Di Indonesia. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Departemen Kehutanan. Bogor. Witzell, W.N.. 1983. Synopsis of Biological Data on The Hawksbill Turtle, Eretmoche(vs imbricata (Linn. 1766). FAO Fisheries Synopsis No. 137. Rome. Zulfakar. 1996. Studi Habitat Peneluran Penyn Sisik (Eretmochelys ·imbricata) Di Pulau Dapur Kccamatan Toboali Kabupaten Bangka Propinsi Sumatera Selatan. Jurnsan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kchutanan IPB (skripsi). Bogor.
LAMPIRAN·
32
Lampiran 2. Ukuran pasir perinukaan sarang alami penyu sisik di Pulau Segamat Besar
Keterangan : SK: K : S : H : SH:
Sangat kasar Kasar Sedang Halus Sangat halus
Lampiran 3. Ukuran pasir dasar sarang alami peny'U sisik di Pulau Segamat Besar
Keterangan:
SK: K : S : H : SH:
Sangat kasar Kasar Sedang Halus Sangat halus
Lampiran 4. Kadar air tanah permukaan dan dasar pada sarang alam! penyu sisik di Pulau Segamat Besar .....
.'
.
SaralJg" Kadar air TPerinilkaan
{%}
JDiiSar .
1 29.77 34.3
2 30.55 29.74
3 30.15 27.54
4 26.85 32.46
5 24.26 28.44
Rata-rata 28.32 30.50
33
Lampiran 5. Data PenguJairan Suhu
34
Lampiran 6. Data Kelembaban .
35
Lampiran 7. Data hasil transformasi persentase penetasan telur penyu sisik secara semi alami
Lampirall 8. Analisis sidik ragam data hasil transformasi persentase pelletasan telur penyu sisik secara semi alami
Fbit < Ftab, maka persentase keberhasilan penetasan telur penyn sisik tiap kedalaman tidak berbeda nyata
Lampiran 9. Data hasil transformasi persentase penetasan telur penyu sisik secara alami
.. 4
63.08
HasiltransfoiiDasi arc s in .Jp e r~c n t~sc- :,:
57.23
55.73
... <.5
42.03
53.21
40.4
46.83
Lampiran 10: Hasil perhitungan chi-square persentase penetasan telur penyn sisik secara alami dan semi alami 10 Persen~.<
em
20
em
30cm'
Alami
.JuinIah
X 2hit
X"(O.05}
.
nelletasan.(Oi)
48.45 54.33 51.94 52.42 207.14 51.79 51.79 51.79 51.79 0.3481 7.815 X2hlt < X2(O.05), maka tenma Ho, yaltu tmgkat keberhasllan penetasan telur penyn slslk secara alami tidak berbeda dengan keberhasilan penetasan telur seeara semi alami
Ei<.·
36
Lampiran 11,. Segitiga tekstur ta'nah menurut USDA
UAT 100%
100%
DEBU
(
•
•
•
•
•
Kandungan paslr (%)
Balal ke{as tek.stlK
Batas ktHaa besar butk
31
, .... '0'"
.'" "'"
PETA S~KA
".
USULAN
".
MARJ3ASATWA PULAU SEOAMAT DATI II. LAMPU"H,' ~ELATAt~
J:::ABUPAT[H
PROPINSI DATI I. LAIoCPUNQ LUA!
± 2.aoo
:-{A
I: loa.coo
-
.-
,.-'
t" .........
"'''1)'' \.' .. 1' ..... , •• ,
,,, • • • • •
~
••• , •• \.._, __ • ~._ •• , .1 to_' 11.', •• " •••• .. l •• • ._ •••• (., __ , , .• _ •• _.... .... __ . . . . . . . . . . '".,0\100
-~
~
"
.. ,' .-
'0.'
1)1. ,.VLAU IIIIIAWA!'
.. - " •• ,. r l ........ . '.'lO '.1 leoe,",
~-
,"
c·
'-,~
i'
f '\
.-", -.-
/
..
"
"
.... -
o
.......
Loknsi Pulau Segamat Bcsar
.....
-,-
...- I I