Departemen Pendidikan Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Lampung Jl. Soemantri Brojonegoro No.1 Gedung Meneng Bandar Lampung
ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN 1998-2007
(Skripsi)
Oleh :
Nama NPM Jurusan Konsentrasi Pembimbing
: Ema Wati : O511021056 : Ekonomi Pembangunan : Ekonomi Perencanaan Pembangunan : Rahmat, S.E. : Arivina Ratih YT, S.E., MM.
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2010
ABSTRAK ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN 1998-2007 Oleh EMA WATI Sejak diberlakukannya pelaksanaan otonomi daerah yang terhitung pada 1 januari 2001 menempatkan setiap pemerintah daerah menjadi pemegang kunci dalam rangka keberhasilan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan ekonomi regional. Dalam proses pembangunan ekonomi biasanya akan diikuti oleh proses perubahan struktur ekonomi. Selama ini sektor pertanian masih dianggap mampu menjadi sektor andalan dalam kontribusinya terhadap pendapatan baik di tingkat nasional maupun regional. Pengembangan sektor pertanian merupakan salah satu strategi dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Kabupaten Lampung Tengah memiliki potensi yang mendukung kemajuan sektor pertanian. Namun seiring berjalannya waktu peranan sektor pertanian semakin menurun yang mencerminkan suatu proses transformasi struktural. Menurunnya peranan sektor pertanian ini salah satunya disebabkan oleh terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan struktur ekonomi Kabupaten Lampung Tengah selama periode 1998 hingga 2007 serta mengetahui bagaimana kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian daerah Kabupaten Lampung Tengah. Dalam analisis data dan pembahasan digunakan analisis shift share untuk melihat perubahan/pergeseran struktur ekonomi, Location quotient (LQ) untuk melihat sektor basis dan non-basis serta kontribusi sektor pertanian. Secara sektoral komponen Pertumbuhan Nasional (Nr) berpengaruh positif terhadap perubahan PDRB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir Kabupaten Lampung Tengah, sektor-sektor ekonomi yang mengalami pergeseran paling tinggi adalah sektor pertanian (Proportional shift = -17.691,42), sektor industri pengolahan (Proportional shift = -14.834,760) dan sektor bangunan (Proportional shift = -960,309). Sementara itu komponen keunggulan kompetitif (Dr) secara sektoral berpengaruh positif terhadap perubahan PDRB. Sektor yang memiliki keunggulan kompetitif adalah sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Ini terlihat dari nilai differential shift yang positif. Sedangkan sektor yang kurang memiliki keunggulan kompetitif adalah sektor pertambangan, sektor angkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa.
Hasil perhitungan metode Location quotient (LQ), sektor-sektor yang termasuk dalam sektor basis dengan indikasi nilai LQ lebih dari satu (LQ>1) selama periode analisis adalah sektor industri pengolahan dengan LQ rata-rata sebesar 1,14, sektor pertanian dengan LQ rata-rata sebesar 1,13 dan sektor bangunan dengan LQ rata-rata sebesar 1,02. Sedangkan yang termasuk dalam sektor non-basis adalah sektor angkutan dan komunikasi (LQ = 0,44), sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (LQ = 0,76), sektor pertambangan (LQ = 0,82), sektor perdagangan, hotel dan restoran (LQ = 0,88), sektor listrik, gas dan air bersih (LQ = 0,93), dan sektor jasa-jasa (LQ = 0,96). Kontribusi sektor pertanian jika dilihat dari hasil LQ menunjukkan perkembangan yang selalu meningkat sejak tahun 1998 hingga 2003. Lalu pada tahun 2004 sektor pertanian cenderung mengalami fluktuasi. Akan tetapi, secara keseluruhan kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian menunjukkan hasil yang baik karena selama periode ini sektor tersebut mampu menjadi sektor basis di Kabupaten Lampung Tengah.
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Otonomi daerah yang diberlakukan di Indonesia diatur dalam UU No.33 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah memberikan kewenangan kepada setiap daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan rumah tangganya sendiri. Otonomi ini bertujuan untuk memberikan motivasi kepada pemerintah daerah dalam mengelola potensi sumber daya yang dimiliki sehingga pembangunan daerah dapat bersaing sehat dengan daerah lainnya demi kemajuan bersama.
Pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut maka masyarakat dan pemerintah daerahnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah (Arsyad:109).
Daerah-daerah di Indonesia memiliki kekayaan alam dan sumber daya manusia yang berbeda jumlah dan kualitasnya hal ini dikarenakan oleh perbedaan letak geografis daerah yang bersangkutan. Perbedaan tersebut menyebabkan pembangunan sektor-sektor ekonomi di setiap daerah harus disesuaikan dengan potensi dan prioritas yang dimiliki oleh tiap daerah yang bersangkutan. Dengan demikian, penentuan sektor andalan/unggulan untuk dikembangkan adalah satu hal penting dalam suatu perencanaan pembangunan daerah.
Secara konseptual, sektor andalan pembangunan ekonomi nasional ialah sektor yang diharapkan mampu menjadi mesin penggerak utama dalam pembangunan ekonomi (engine of development) dalam rangka mewujudkan tujuan nasional secara berkelanjutan. Pertumbuhan yang tinggi merupakan syarat keharusan (necessary condition), sedangkan stabilitas yang mantap merupakan syarat kecukupan (sufficient condition) dalam mewujudkan tujuan pembangunan ekonomi sehingga sektor andalan haruslah mampu memacu pertumbuhan ekonomi dengan stabilitas yang tinggi dan dapat tumbuh secara berkelanjutan (Syam dan Dermoredjo: 2000).
Sektor pertanian selama ini masih memegang peranan penting baik di tingkat nasional maupun regional, namun peranan tersebut cenderung menurun sejalan dengan peningkatan pendapatan per kapita yang mencerminkan suatu proses transformasi struktural (Ikhsan dan Armand: 1993). Transformasi struktural sendiri merupakan proses perubahan struktur perekonomian dari sektor pertanian ke sektor industri atau jasa, dimana masing-masing perekonomian akan mengalami transformasi yang berbeda-beda.
Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional antara lain adalah menyediakan kebutuhan bahan pangan, menyediakan bahan baku industri, sebagai pasar potensial bagi produk-produk yang dihasilkan oleh industri, sumber tenaga kerja dan pembentukan modal yang diperlukan bagi pembangunan sektor lain, sumber perolehan devisa (Kuznets 1964, dikutip dari tulisan Harianto : 2007).
Agroindustri sebagai subsistem pertanian mempunyai potensi sebagai pendorong pertumbuhan kawasan ekonomi karena memiliki peluang pasar yang lebih luas
dan nilai tambah (value added) yang besar. Disamping itu, pengembangan agroindustri dapat menjadi pintu masuk (entry point) proses transformasi struktur ekonomi dari pertanian ke industri. (Habibie, Nono dan Wardani,1995, dikutip dari tulisan Mukhyi).
Sampai dengan tahun 1991 sektor pertanian masih merupakan sektor unggulan Indonesia dalam penciptaan PDB, namun sejak tahun 1992 peran sektor ini mulai tergeser oleh sektor industri dan terus menurun peranannya, walaupun besaran absolut sektor pertanian meningkat. Hingga tahun 2006 nilai sektor pertanian mengalami fluktuasi. PDB pada triwulan pertama tahun 2006 meningkat sebesar 2,14 dibandingkan tahun 2005 pada triwulan empat. Pertumbuhan PDB triwulan empat tahun 2005 dan triwulan pertama tahun 2006 ini terjadi pada sektor pertanian 3,21%, konstruksi 3,14%, pengangkutan dan komunikasi 5,03%, keuangan-real estate-jasa perusahaan 1,84%, pertambangan dan penggalian 2,23%, industri pengolahan 1,10%, listrik, gas dan air bersih 3,48% dan sektor jasa jasa 1,55%. (http://www.bps.go.id).
Hal yang sama juga terjadi di Propinsi Lampung, dimana sumbangan sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) telah menyusut tiap tahunnya. Struktur ekonomi Propinsi Lampung masih didominasi sektor pertanian, ini terlihat dari share PDRB sektor pertanian terhadap total PDRB triwulan II-2009, yang mencapai 41,4 persen (www.bi.go.id/NR/rdonlyers/../).
Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung dengan luas wilayah 4.789,82 km2 mengalami pertumbuhan ekonomi cukup maju. Kabupaten Lampung Tengah juga merupakan penyumbang PDRB
terbesar kedua untuk Propinsi Lampung setelah Kota Bandar Lampung beberapa tahun terakhir ini. Tabel 1. Peranan Sektor Pertanian di Daerah Otonom Prop. Lampung Tahun 2002-2007 (persen) Peranan Perubahan Kabupaten/Kota 2002-2007 2002 2003 2004 2005 2006 2007 1.Lampung Barat 62,80 62,80 61,72 62,35 61,04 60,66 -0,43 2.Tanggamus 52,64 52,00 52,41 52,50 52,39 53,13 0,10 3.Lampung 49,57 48,72 46,57 46,70 44,52 43,36 -1,24 Selatan 4.Lampung Timur 43,49 41,11 41,33 38,09 37,74 38,01 -1,10 5.Lampung 49,11 48,77 47,94 47,23 46,00 44,93 -0,84 Tengah 6.Lampung Utara 43,94 41,09 37,25 33,94 32,90 31,77 -2,43 7.Way Kanan 60,80 60,15 57,65 54,89 49,87 48,87 -2,39 8.Tulang Bawang 34,08 42,64 42,74 43,29 44,08 45,44 2,27 9. Pesawaran - 49,96 49,91 10.Bandar 5,05 5,14 5,21 4,96 5,49 5,95 0,18 Lampung 11. Metro 19,53 16,49 15,36 14,38 13,62 12,52 -1,40 Sumber : BPS Propinsi Lampung
Dari Tabel 1 terlihat bahwa selama periode 2002-2007 kontribusi sektor pertanian di seluruh kabupaten/kota di Propinsi Lampung secara rata-rata cenderung menurun kecuali Tulang Bawang yang meningkat dengan rata-rata peningkatan sebesar 2,27 %. Sedangkan kabupaten lain yang mengalami penurunan di atas 1 persen antara lain adalah Kabupaten Lampung Selatan (1,24 %), Lampung Timur (1,10 %), Lampung Utara (2,43%), Way Kanan (2,39%), dan Kota Metro (1,40%). Sedangkan Kabupaten Lampung Tengah mengalami penurunan sebesar 0,84 %.
Visi Kabupaten Lampung Tengah adalah terwujudnya Lampung Tengah sebagai kawasan agribisnis yang berwawasan lingkungan, religius dan keragaman budaya dengan salah satu misinya yaitu mengembangkan sistem pertanian berbasis
agribisnis dan perekonomian kerakyatan yang didukung dunia usaha. Hal ini menunjukkan bahwa struktur perekonomian kabupaten tersebut masih bertumpu pada sektor pertanian.
Dalam proses pelaksanaan sistem produksi pertanian, lahan pertanian merupakan faktor utama yang harus terjamin kelestariannya dimana luas dan produktivitas lahan harus ditingkatkan untuk mengimbangi kebutuhan penduduk yang terus meningkat. Kenyataanya, pembangunan pertanian Kabupaten Lampung Tengah menghadapi permasalahan struktural, yaitu penyempitan luas pemilikan dan penguasaan lahan pertanian yang antara lain disebabkan oleh konversi penggunaaan lahan pertanian untuk kebutuhan lainnya.
Penyempitan luas penguasaan lahan pertanian ini misalnya saja pada lahan sawah yang diandalkan sebagai penghasil bahan pangan utama cenderung menurun luas bakunya akibat konversi ke non-pertanian. Hal ini terbukti dari menurunnya luas lahan sawah selama sepuluh tahun terakhir yaitu pada tahun 1998 luas lahan sawah fungsi mencapai 86.033 Ha dan pada tahun 2007 luasnya menurun hingga 49.575 Ha (BPS Kabupaten Lampung Tengah : 2007).
Penelitian Abdurachman Adimihardja di Balai Penelitian Tanah tentang Strategi Mempertahankan Multifungsi Pertanian Di Indonesia menemukan bahwa gencarnya pembangunan sektor non-pertanian juga turut mempengaruhi konversi lahan pertanian dimana para pengusaha di sektor non-pertanian juga membutuhkan lahan yang siap pakai terutama ditinjau dari karakteristik biofisik dan asesibilitas yang umumnya terpenuhi oleh lahan pertanian beririgasi (Adimihardja, 2006 : 99).
Gencarnya pembangunan sektor baik sektor pertanian maupun non-pertanian bisa ditunjukkan oleh besarnya jumlah pengusaha berdasarkan Tanda Daftar Perdagangan (TDP) menurut sektor seperti tabel di bawah ini.
Tabel 2. Banyaknya Pengusaha Berdasarkan TDP Menurut Sektor Yang Diterbitkan Dinas Perdagangan dan Perindustrian Di Kabupaten Lampung Tengah 2002-2006 Tahun No Sektor Usaha 2002 2003 2004 2005 2006 1. Pertanian 9 5 7 2. Pertambangan & Penggalian 3. Industri Pengolahan 22 69 82 103 212 4. Listrik, Gas & air minum 1 1 5. Bangunan 24 8 1 2 6. Perdagangan & hotel 325 275 451 576 628 7. Angkutan,Penggudangan 3 1 10 16 19 dan komunikasi 8. Keuangan 2 2 14 10 4 9. Jasa sosial kemasyarakatan 20 24 2 2 8 10. Kegiatan lainnya 7 5 1 Jumlah 404 358 569 714 879 Sumber : Dinas Perdagangan Dan Perindustrian Kabupaten Lampung Tengah
Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa peningkatan pengusaha berdasarkan TDP selama tahun 2002-2006 di sektor non-pertanian khususnya sektor perdagangan dan hotel dan sektor industri lebih banyak dibandingkan dengan sektor pertanian. Hal ini berarti akan mempengaruhi luas penggunaan lahan untuk pembangunan sektor-sektor yang ada dan akan mempengaruhi perkembangan sektor pertanian yang merupakan penyumbang PDRB terbesar di Kabupaten Lampung Tengah .
Karena berbagai faktor yang terjadi dalam suatu proses pembangunan daerah dan perkembangan sektor pertanian tersebut maka penulis tertarik untuk lebih mengetahui bagaimana pergeseran struktur ekonomi yang terjadi di Kabupaten Lampung Tengah dengan menggunakan analisis shift share dengan indikator nilai
tambah sektor dalam PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Oleh karena itu, penulisan ini saya beri judul "Analisis Perubahan Struktur Ekonomi Kabupaten Lampung Tengah Tahun 1998-2007”.
B. Permasalahan Dengan melihat latar belakang di atas maka permasalahan yang akan dikemukakan dalam penulisan ini adalah : 1. Bagaimana perubahan struktur ekonomi Kabupaten Lampung Tengah tahun 1998 sampai dengan tahun 2007 berdasarkan analisis shift share? 2. Bagaimana kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Lampung Tengah Tahun 1998-2007?
C. Tujuan penelitian 1. Mengetahui apakah terjadi suatu pergeseran/perubahan struktur ekonomi Kabupaten Lampung Tengah tahun 1998-2007 yang ditandai dengan menurunnya peranan sektor pertanian dan meningkatnya peranan sektor industri, perdagangan dan jasa. 2. Mengetahui besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Lampung Tengah Tahun 1998-2007.
D. Kerangka Pemikiran Prof.Simon Kuznets dalam ML.Jhingan (2000:57) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dan
penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya. Dengan adanya pembangunan ekonomi diharapkan akan tercipta pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan berkelanjutan. Namun pertumbuhan ekonomi ini tidak terlepas dari faktor-faktor pendukung, diantaranya sumber kakayaan alam, jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja, barang-barang modal dan teknologi, serta sistem sosial dan sikap masyarakat.
Perekonomian negara sedang berkembang umumya berorientasi pada sektor pertanian, dengan tingkat produktivitas, pendapatan, tabungan dan investasi yang rendah (ML.Jhingan, 2000:365). Dengan menaikkan output dan produktivitas pertanian, sektor pertanian dapat memberikan sumbangan bersih kepada industrialisasi negara itu. Dengan perkembangan sektor pertanian ini diharapkan produksi pangan dan hasil ekspornya akan semakin besar serta memberikan penerimaan devisa yang meningkat dan perluasan sektor perekonomian lainnya. Selain itu, sektor pertanian masih diharapkan menjadi sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar untuk mengimbangi laju pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Perluasan sektor perekonomian juga akan memacu terjadinya transformasi perekonomian yang mempunyai dampak positif dan negatif. Seperti yang dituliskan Michael.P.Todaro bahwa upaya menyesuaikan struktur pertanian dalam rangka memenuhi tuntutan atau permintaan bahan pangan yang semakin meningkat itu juga meliputi perubahan-perubahan yang mempengaruhi seluruh struktur sosial, politik, dan kelembagaan masyarakat pedesaan.
Proses transformasi perekonomian yang diharapkan adalah transformasi perekonomian yang matang atau seimbang secara berkelanjutan. Hal ini berarti
bahwa penurunan pangsa relatif sektor pertanian dalam perekonomian diiringi atau diimbangi oleh penurunan persentase tenaga kerja di sektor pertanian dan semakin tingginya pangsa relatif sektor industri dan jasa diikuti oleh peningkatan persentase tenaga kerja yang berada di bawah sektor industri dan jasa.
Untuk mengetahui bagaimana kondisi perekonomian di Kabupaten Lampung Tengah perlu diketahui kinerja masing-masing sektor yang ada. Oleh karena itu di dalam penelitian ini digunakan analisis shift share dan location quotient (LQ). Analisis shift share pertama kali dikembangkan oleh Daniel B. Creamer (1943). Analisis ini digunakan untuk menganalisis perubahan ekonomi suatu variabel regional sektor/industri dalam suatu daerah. Analisis Shift-share juga merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui perubahan dan pergeseran sektor atau industri pada perekonomian regional maupun lokal. Sedangkan analisis LQ digunakan untuk mengetahui suatu sektor apakah termasuk dalam sektor basis atau sektor non-basis.
Dengan melihat gambaran kerangka pikir di atas, penulis ingin mengetahui apakah terjadi suatu pergeseran struktur ekonomi di Kabupaten Lampung Tengah selama jangka waktu 1998-2007 dan mengetahui besarnya peranan sektor pertanian dalam memberikan kontribusi terhadap PDRB kabupaten.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembangunan Ekonomi Pembangunan (development) merupakan suatu proses perubahan yang terus menerus menuju perbaikan di segala bidang kehidupan masyarakat dengan bersandar pada seperangkat nilai-nilai yang dianutnya, yang mengarahkan mereka untuk mencapai keadaan dan tingkat kehidupan yang didambakan. Pembangunan tidak identik dengan pembangunan ekonomi. Aspek dan dimensi pembangunan sangat luas meliputi semua bidang dan semua sektor dan daerah sehingga akan membuka jalan bagi pertumbuhan ekonomi dan mendahului atau bebarengan dengan perubahan sosial. Pembangunan ekonomi hendaknya diarahkan pada pengembangan potensi sumber daya, inisiatif, daya kreasi dan kepribadian dari setiap warga masyarakat. Dalam proses ini, pada hakekatnya merupakan proses transformasi sosial maka perlu dipelihara “pertimbangan segitiga” antara perubahan, ketertiban, dan keadilan, dengan cara tertentu yang akan memperkokoh kebebasan manusia dalam masyarakat (Soedjatmoko, 1984 : 19).
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sadono Sukirno, 1985:13). Jadi, pembangunan ekonomi mempunyai 3 sifat penting, dimana pembangunan ekonomi merupakan :
1. Suatu proses, yang berarti merupakan perubahan yang terjadi terus menerus 2. Usaha untuk menaikkan tingkat pendapatan per kapita 3. Kenaikkan pendapatan per kapita itu harus berlangsung dalam jangka panjang
Michael P.Todaro mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup perubahan struktur, sikap hidup dan kelembagaan, selain mencakup peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan distribusi pendapatan dan pemberantasan kemiskinan (Irawan dan M.Suparmoko,1992:5). Todaro mengatakan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh 3 nilai pokok (Lincolin Arsyad, 1993:5), yaitu : 1. Berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (basic needs). 2. Meningkatnya rasa harga diri (Self esteem) masyarakat sebagai manusia. 3. Meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih (freedom from servitude) yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia.
Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Keberhasilan pembangunan perekonomian di suatu wilayah seringkali diukur melalui tingkat pertumbuhan ekonomi yang dapat dicapai wilayah tersebut. Menurut Boediono dalam Sutarno dan Mudrajad K (2003:1), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Jadi persentase pertambahan output itu haruslah lebih tinggi dari persentase pertumbuhan jumlah penduduk dan ada kecenderungan dalam jangka panjang bahwa pertumbuhan itu akan berlanjut.
Menurut teori ekonomi klasik yang muncul pada akhir abad ke-18 dipelopori oleh Adam Smith berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi disebabkan karena faktor kemajuan teknologi dan perkembangan jumlah penduduk. Kemajuan teknologi tergantung pada pembentukan modal. Dengan adanya akumulasi modal akan memungkinkan dilaksanakannya spesialisasi sehingga produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan dan pada akhirnya akan meningkatkan kemakmuran /kesejahteraan penduduk.
Inti dari ajaran Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan seluas-luasnya dalam menentukan kegiatan ekonomi apa yang dirasanya terbaik untuk dilakukan. Menurutnya, sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan efisiensi, membawa ekonomi pada kondisi full employment, dan menjamin pertumbuhan ekonomi sampai tercapai posisi stasioner (stationary state, (Robinson Tarigan, 2003). Sedangkan menurut Teori Harrod-Domar yang dikembangkan oleh Roy F.Harrod (1948) di Inggris dan Evsey D.Domar (1957) di Amerika Serikat, membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut: g=K=n dimana : g = Growth (tingkat pertumbuhan output) K = Capital (tingkat pertumbuhan modal) n = Tingkat pertumbuhan angkatan kerja Agar terjadi keseimbangan maka antara tabungan (S) dan investasi (I) harus terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk
menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh v (capital output ratio = rasio modal output), (Robinson Tarigan, 2003).
Teori Sektor (Sector Theory Of Growth) Setiap wilayah mengalami perkembangan meliputi siklus jangka pendek dan jangka panjang. Faktor-faktor dalam analisis perkembangan jangka pendek yang umumnya digunakan adalah penduduk, tenaga kerja, upah, harga, teknologi dan distribusi penduduk. Sedangkan laju pertumbuhan jangka panjang biasanya diukur menurut keluaran (output) dan pendapatan.
Salah satu teori pertumbuhan wilayah yang paling sederhana adalah teori sektor yang dikembangkan berdasarkan hipotesis Clark Fisher (Rahardja Adisasmita, 2005). Pemikiran Fisher, bahwa kenaikan pendapatan per kapita akan dibarengi oleh penurunan dalam proporsi sumber daya yang digunakan dalam sektor pertanian (sektor primer) dan kenaikan dalam sektor industri manufaktur (sektor sekunder) dan kemudian dalam sektor jasa (sektor tersier). Laju pertumbuhan dalam sektor yang mengalami perubahan (sector shift) dianggap sebagai determinan utama dari perkembangan suatu wilayah.
Alasan dari perubahan atau pergeseran sektor tersebut dapat dilihat dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Pada sisi permintaan, yaitu elastisitas pendapatan dari permintaan untuk barang dan jasa yang disuplai oleh industri manufaktur dan industri jasa adalah lebih tinggi dibandingkan untuk produk-produk primer. Maka pendapatan yang meningkat akan diikuti oleh perpindahan (realokasi) sumberdaya dari sektor primer ke sektor manufaktur dan jasa.
Sisi penawaran yaitu relokasi sumber daya tenaga kerja dan modal dilakukan sebagai akibat dari perbedaan tingkat pertumbuhan produktivitas dalam sektorsektor tersebut. Kelompok sektor-sektor sekunder dan tersier menikmati kemajuan yang lebih besar dalam tingkat produktivitas. Hal ini akan mendorong peningkatan pendapatan dan produktivitas yang lebih cepat (kombinasi keduaduanya misalnya dalam skala ekonomi).
Suatu perluasan dari teori sektor ini adalah teori tahapan (stages theory) yang menjelaskan bahwa perkembangan wilayah adalah merupakan suatu proses evolusioner internal dengan tahapan-tahapan sebagai berikut : 1. Tahapan perekonomian subsistem swasembada dimana hanya terdapat sedikit investasi atau perdagangan. Sebagian besar penduduk bekerja pada sektor pertanian. 2. Dengan kemajuan transportasi di wilayah yang bersangkutan akan mendorong perdagangan dan spesialisasi. Industri pedesaan masih bersifat sederhana untuk memenuhi kebutuhan petani. 3. Dengan bertambah majunya perdagangan antar wilayah, maka wilayah yang maju akan memprioritaskan pada pengembangan sub sektor tanaman pangan, selanjutnya diikuti oleh sub-sub sektor peternakan dan perikanan. 4. Industri sekunder berkembang pada permulaan mengolah produk-produk primer, kemudian diperluas dan makin lebih berspesialisasi. 5. Pengembangan industri tersier (jasa) yang melayani permintaan dalam wilayah maupun luar wilayah. (H.Rahardja Adisasmita, 2005:31-32).
Istilah pertumbuhan ekonomi dan perkembangan ekonomi sering digunakan secara bergantian. Beberapa pakar ekonomi, Schumpeter dan Ursula Hicks membedakan antara pertumbuhan ekonomi dan perkembangan ekonomi pada negara sedang berkembang. Menurutnya, perkembangan ekonomi ialah perubahan secara spontan dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya, sedangkan pertumbuhan ekonomi ialah perubahan jangka panjang secara perlahan-lahan dan mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk. Menurut A.Madison, di negara-negara maju kenaikan dalam tingkatan pendapatan biasanya disebut pertumbuhan ekonomi, sedang di negara miskin ia disebut perkembangan ekonomi (M.L.Jhingan, 2000 : 4-5). Menurut Prof.Bonne, pembangunan memerlukan dan melibatkan semacam pengarahan, pengaturan, dan pedoman dalam rangka menciptakan kekuatan bagi perluasan dan pemeliharaan, sedang ciri pertumbuhan spontan merupakan ciri perekonomian maju dengan kebebasan usaha (Rahardjo.A, 2005: 205). Apabila kita ingin mengetahui pertumbuhan ekonomi yang terjadi di suatu wilayah, indikator umum yang dapat digunakan adalah Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi di wilayah tersebut dicerminkan dari berapa persen perkembangan atas nilai PDRB yang terjadi pada tahun tersebut dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
B. Pendapatan Regional (Regional Income) Pendapatan regional didefinisikan sebagai nilai produksi barang-barang dan jasajasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam suatu wilayah selama satu tahun (Sukirno, 1985). Sedangkan menurut Tarigan (2004), pendapatan
regional adalah tingkat pendapatan masyarakat pada suatu wilayah analisis. Beberapa konsep dan definisi yang dipakai dalam pendapatan regional/nilai tambah antara lain : 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan total keseluruhan dari nilai tambah (value added) yang timbul akibat adanya aktivitas ekonomi di suatu wilayah (Badan Pusat Statistik). Data PDRB menggambarkan potensi sekaligus kemampuan suatu daerah untuk mengelola sumber daya yang dimiliki dalam suatu proses produksi, sehingga besarnya PDRB yang dihasilkan suatu daerah sangat tergantung pada potensi sumber daya alam dan faktor produksi yang tersedia. Perubahan pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari perkembangan PDRB. Laju pertumbuhan pada suatu tahun tertentu dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Gt = Ket
–
x 100 %
: Gt
= tingkat pertumbuhan ekonomi
PDRBt
= PDRB pada tahun t
PDRBt-1 = PDRB sebelum tahun t
PDRB disajikan atas dasar harga berlaku (current year price) dan atas dasar harga konstan (base year price). PDRB atas dasar harga berlaku mempunyai kaitan erat dengan pendapatan perkapita dan dapat digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan akan dapat menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi daerah dari tahun ke tahun.
PDRB Atas Dasar Harga Konstan dan Berlaku a. PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) Perhitungan atas dasar harga konstan artinya nilai barang dan jasa yang dihitung berdasarkan pada tahun dasar, perhitungan berdasar harga konstan telah menghilangkan pengaruh harga/inflasi, sehingga dapat menunjukkan nilai riil. Tahun yang dijadikan patokan harga disebut tahun dasar untuk penentuan harga konstan. Jadi, kenaikan pendapatan hanya disebabkan oleh meningkatnya jumlah fisik produksi, karena harga dianggap tetap/konstan (R.Tarigan, 2004:21). b. PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) PDRB atas dasar harga berlaku menghitung nilai dari seluruh produk barang dan jasa di suatu wilayah berdasarkan harga yang berlaku dalam tahun yang bersangkutan (http://www.jatimprov.go.id). Nilai PDRB yang lebih besar menunjukan tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi. PDRB atas dasar harga berlaku, mencerminkan kemampuan wilayah dalam menghasilkan barang dan jasa (akhir). PDRB Atas Dasar Harga Pasar Adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian wilayah itu. Nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara (intermediate cost). Nilai tambah bruto mencakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan, dan pajak tidak langsung neto. Nilai tambah inilah yang menggambarkan tingkat kemampuan menghasilkan pendapatan di suatu wilayah. Produk Domestik Regional Neto (PDRN) atas Dasar Harga Pasar Adalah PDRB atas dasar harga pasar dikurangi dengan penyusutan.
PDRN atas Dasar Biaya Faktor Adalah PDRN atas dasar harga pasar dikurangi pajak tak langsung neto. Pajak tak langsung meliputi pajak penjualan, bea ekspor, bea cukai, dan pajak lainlain kecuali pajak pendapatan dan pajak perseroan. Pendapatan regional neto adalah produk domestik regional neto atas dasar biaya faktor dikurangi aliran dana yang mengalir keluar ditambah aliran dana yang masuk. Pendapatan perseorangan (Personal Income) dan Pendapatan Siap Dibelanjakan (Disposible Income) Adalah apabila pendapatan regional (regional income) dikurangi pajak pendapatan perusahaan (corporate income taxes), keuntungan yang tidak dibagikan (undistributed profit), iuran kesejahteraan social (social security contribution), ditambah transfer yang diterima oleh rumah tangga pemerintah, bunga netto atas utang pemerintah.
2. Metode Perhitungan Pendapatan Regional Metode perhitungan pendapatan regional menurut Robinson Tarigan dapat dilakukan melalui 2 metode, yaitu: a. Metode Langsung Metode langsung adalah perhitungan dengan menggunakan data daerah/data asli yang menggambarkan kondisi daerah dan digali dari sumber data yang ada di daerah itu sendiri. 1. Pendekatan Produksi
Adalah penghitungan nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu kegiatan/sektor ekonomi dengan cara mengurangkan biaya antara dari total nilai produksi bruto sektor atau subsektor tersebut. Berbagai unit kegiatan usaha sesuai dengan karakteristik barang dan jasa yang dihasilkannya masing-masing dapat dikelompokkan ke dalam 9 lapangan usaha / sektor. Sembilan sektor tersebut adalah: 1. Pertanian; 2. pertambangan dan penggalian; 3. industri pengolahan; 4. listrik, gas, dan air bersih; 5. konstruksi/bangunan; 6. perdagangan, hotel, dan restoran; 7. trasportrasi dan komunikasi; 8. keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan 9. jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah. Pendekatan ini banyak digunakan untuk memperkirakan nilai tambah dari sektor/kegiatan yang produksinya berbentuk fisik/barang, seperti pertanian, pertambangan dan industri sebagainya. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi (output) dan nilai biaya antara (intermediate cost) yaitu bahan baku/penolong dari luar yang dipakai dalam proses produksi. Penghitungan dengan cara produksi, yang dihitung hanyalah nilai tambah (value added) yang diciptakan, sehingga dapat dihindari berlakunya penghitungan dua kali dan akan menunjukkan sumbangan yang sebenarnya dari tiap sektor.
2. Pendekatan Pendapatan Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi diperkirakan dengan menjumlahkan semua balas jasa yang diterima faktor produksi, yaitu upah, gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung netto. Metode pendekatan pendapatan banyak dipakai pada sektor jasa, tetapi tidak dibayar setara harga pasar, misalnya sektor pemerintahan. Hal ini disebabkan kurang lengkapnya data dan tidak adanya metode yang akurat yang dapat dipakai dalam mengukur nilai produksi dan biaya antara dari berbagai kegiatan jasa, terutama kegiatan yang tidak mengutip biaya. 3. Pendekatan Pengeluaran Pendekatan dari segi pengeluaran adalah menjumlahkan nilai penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri. Jika dilihat dari segi penggunaan maka total penyediaan/produksi barang dan jasa itu digunakan untuk: 1) Konsumsi rumah tangga 2) Konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung 3) Konsumsi pemerintah 4) Pembentukan modal tetap bruto (investasi) 5) Perubahan stok 6) Ekspor neto
b. Metode Tidak Langsung Metode tidak langsung adalah suatu cara mengalokasikan produk domestik bruto dari wilayah yang lebih luas ke masing-masing bagian wilayah, misalnya mengalokasikan PDB Indonesia ke setiap provinsi dengan menggunakan alokator tertentu (Robinson Tarigan, 2004:18-24). Alokator yang dapat digunakan yaitu :
1) Nilai produksi bruto atau neto setiap sektor/subsektor 2) Jumlah produksi fisik 3) Tenaga kerja 4) Penduduk, dan 5) Alat ukur tidak langsung
C. STRUKTUR EKONOMI INDONESIA Struktur perekonomian adalah komposisi peranan masing-masing sektor dalam perekonomian baik menurut lapangan usaha maupun pembagian sektoral ke dalam sektor primer, sekunder dan tersier. Struktur ekonomi sebuah negara dapat dilihat dari berbagai sudut tinjauan (Dumairy, 1996:46), antara lain : 1. Tinjauan makro sektoral 2. Tinjauan keruangan 3. Tinjauan penyelenggaraan kenegaraan 4. Tinjauan birokrasi pengambilan keputusan Berdasarkan tinjauan makro sektoral, sebuah perekonomian dapat berstruktur misalnya agraris (agricultural), industrial, atau niaga (commercial), tergantung pada sektor produksi apa/mana yang menjadi tulang punggung perekonomian yang bersangkutan. Berdasarkan tinjauan keruangan (spasial), suatu perekonomian dapat dinyatakan berstruktur kedesaan/tradisional dan berstruktur kekotaan/modern. Hal ini tergantung pada apakah wilayah perdesaan dengan teknologinya yang tradisional yang mewarnai kehidupan perekonomian itu, atau apakah wilayah perkotaan dengan teknologinya yang sudah relatif modern yang mewarnainya.
Jika ditinjau secara makro sektoral, struktur ekonomi Indonesia sesungguhnya masih dualistis. Sumber mata pencaharian utama sebagian besar penduduk masih sektor pertanian. Dalam kaitan ini berarti struktur tersebut masih agraris. Akan tetapi penyumbang utama pendapatan nasional adalah sektor industri pengolahan. Dalam kaitan ini berarti struktur tersebut sudah industrial. Semua itu berarti bahwa secara makro-sektoral ekonomi Indonesia baru bergeser dari struktur yang agraris ke struktur yang industrial. STRATEGI PEMBANGUNAN YANG SEIMBANG ATAU TIDAK SEIMBANG (Balanced Or Unbalanced Growth Strategy) Strategi pembangunan yang seimbang adalah melaksanakan pembangunan sektor pertanian dan sektor industri secera serentak dan serempak. Sektor industri selain memberikan lapangan pekerjaan juga meningkatkan nilai tambah (value added) terhadap produk yang dihasilkan. Pembangunan sektor pertanian dan sektor industri akan akan memperkokoh struktur perekonomian suatu wilayah. Dalam strategi pembangunan yang tidak seimbang, yang harus diperhatikan adalah pemilihan bidang usaha atau sektor yang dapat memberikan daya imbas menumbuhkan bidang usaha atau sektor-sektor lainnya dalam perkonomian.
STRATEGI PEMBANGUNAN YANG BERORIENTASI KE DALAM DAN KE LUAR (Inward Looking Development And Outward Looking Development) Strategi pembangunan berorientasi ke dalam ditujukan untuk memajukan sektor industri di dalam wilayah untuk menggantikan perdagangan yang mendatangkan barang dan jasa yang berasal dari luar wilayah. Landasan penerapan strategi ini adalah kondisi dan potensi wilayah-wilayah pada umumnya di negara berkembang yang merupakan penghasil produk atau komoditas sektor primer (sektor pertanian dalam arti luas). Dalam jangka panjang nilai tukar produksi sektor primer lebih rendah dibandingkan produk sektor industri. Harga produk industri naik lebih
cepat dibandingkan produk primer, oleh karena itu perlu dikembangkan pembangunan sektor industri (kecil dan menengah) untuk menggantikan barangbarang industri yang didatangkan dari luar wilayah. Sebaliknya, strategi pembangunan yang berorientasi keluar menganggap bahwa perdagangan ke luar wilayah merupakan motor pertumbuhan. Perekonomian di dalam wilayah dikembangkan kearah pembangunan industri untuk melayani pasar di luar wilayah.
D. Peranan Sektor Pertanian Dalam Pembangunan ekonomi Indonesia merupakan negara pertanian/agraris sehingga pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang bekerja pada sektor pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian. Sektor pertanian yang dimaksudkan dalam konsep pendapatan nasional menurut lapangan usaha atau sektor produksi ialah pertanian dalam arti luas. Di Indonesia, sektor pertanian terbagi menjadi lima subsektor (Dumairy, 1996:204), antara lain : 1. Subsektor tanaman pangan/ bahan makanan Subsektor ini juga sering disebut subsektor pertanian rakyat karena tanaman pangan biasanya diusahakan oleh rakyat, maksudnya bukan oleh perusahaan atau pemerintah. Subsektor ini mencakup komoditas bahan makanan seperti padi, jagung, ketela pohon, kacang tanah, kedelai, sayur dan buah-buahan. 2. Subsektor perkebunan Subsektor perkebunan dibagi atas perkebunan rakyat dan perkebunan besar. Hasil-hasil tanaman perkebunan rakyat terdiri antara lain atas karet, kopra, teh, tembakau, cengkeh, kapuk, kapas, cokelat dan berbagai rempah-rempah.
Tanaman perkebunan besar meliputi karet, teh, kopi, kelapa sawit, cokelat, kina, tebu, rami, berbagai serat dll. 3. Subsektor kehutanan Subsektor kehutanan terdiri atas tiga macam kegiatan yaitu penebangan kayu, pengambilan hasil hutan lain dan perburuan. 4. Subsektor peternakan Subsektor peternakan mencakup kegiatan beternak itu sendiri dan pengusahaan hasil-hasilnya. Subsektor ini meliputi ternak-ternak besar dan kecil, telur, susu segar, wool dan hasil pemotongan hewan. Untuk menghitung produksi subsektor ini, BPS mendasarkannya pada data pemotongan, selisih stok atau perubahan populasi dan ekspor neto. 5. Subsektor perikanan Subsektor perikanan meliputi semua hasil kegiatan perikanan laut, perairan umum, kolam, tambak, sawah dan keramba serta pengolahan sederhana atas produk-produk perikanan (pengeringan dan pengasinan). Sektor pertanian tidak dipandang sebagai sektor yang pasif yang mengikuti sektor industri, tetapi sebaliknya. Sumbangan sektor pertanian pada pembangunan ekonomi terletak dalam hal : 1) Menyediakan surplus pangan yang semakin besar kepada penduduk yang semakin meningkat 2) Meningkatkan permintaan akan produk industri dan dengan demikian mendorong keharusan diperluasnya sektor sekunder dan tersier 3) Menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang modal bagi pembangunan melalui ekspor hasil pertanian terus menerus
4) Meningkatkan pendapatan desa untuk dimobilisasi pemerintah 5) Memperbaiki kesejahteraan rakyat pedesaan Di negara terbelakang produksi pangan mendominasi sektor pertanian. Jika output meningkat karena produktivitas meningkat, maka pendapatan para petani akan meningkat. Kenaikan pendapatan per kapita akan sangat meningkatkan permintaan pangan.
Kenaikan daya beli daerah pedesaan, sebagai akibat kenaikan surplus pertanian merupakan perangsang kuat terhadap perkembangan industri. Meningkatnya daya beli daerah pedesaan sebagai hasil perluasan output dan produktivitas pertanian akan cenderung menaikkan permintaan barang manufaktur dan memperluas ukuran pasar. Ini akan menyebabkan perluasan di sektor industri, permintaan akan input seperti pupuk, peralatan, traktor akan mendorong perluasan sektor industri lebih jauh lagi.
Selain itu, sektor perhubungan dan angkutan akan berkembang luas pada waktu surplus pertanian akan diangkut ke daerah perkotaan dan barang manufaktur diangkut ke daerah pedesaan. Dalam jangka panjang perluasan sektor sekunder dan tersier akan berbentuk kenaikan keuntungan di sector tersebut. Oleh Kuznets, hal ini disebut dengan ‘kontribusi produk’ sektor pertanian yang memperbesar pertumbuhan output netto total perekonomian dan pertumbuhan output per kapita (M.L.Jhingan 2000 : 363).
Pembangunan pertanian berkelanjutan diimplementasikan ke dalam rencana pembangunan jangka panjang Departemen Pertanian seperti yang tertuang dalam
visi jangka panjangnya yaitu terwujudnya sistem pertanian industrial berdaya saing, berkeadilan dan berkelanjutan guna menjamin ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat pertanian. Untuk mencapai visi Pembangunan Pertanian tersebut, Departemen Pertanian mengemban misi yang harus dilaksanakan periode 2005-2009 adalah: 1. Mewujudkan birokrasi pertanian yang profesional dan memiliki integritas moral yang tinggi. 2. Mendorong pembangunan pertanian yang tangguh dan berkelanjutan. 3. Mewujudkan ketahanan pangan melalui peningkatan produksi dan penganekaragaman konsumsi. 4. Mendorong peningkatan peran sektor pertanian terhadap perekonomian nasional 5. Meningkatkan akses pelaku usaha pertanian terhadap sumberdaya dan pelayanan. 6. Memperjuangkan kepentingan dan perlindungan terhadap petani dan pertanian Indonesia dalam sistem perdagangan domestik dan global.
Sebagian besar negara sedang berkembang mengkhususkan diri pada produksi barang pertanian untuk diekspor. Begitu output dan produktivitas barang-barang yang dapat diekspor membesar, ekspor akan naik dan selanjutnya akan memperbesar penerimaan devisa sehingga tak dapat dipungkiri kenyataan bahwa sektor pertanian mencakup 40-60% dari pendapatan nasional, laju pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan tidak dapat dicapai dan dipertahankan kecuali apabila tercipta surplus pertanian. Dengan demikian bahwa sektor pertanian sangat mendukung dalam pembangunan ekonomi suatu negara.
E. Analisis Shift Share Analisis shift-share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Metode itu dipakai untuk mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada tingkat daerah yang lebih tinggi atau nasional. Analisis tersebut dapat digunakan untuk mengkaji pergeseran struktur perekonomian daerah dalam kaitannya dengan peningkatan perekonomian daerah yang bertingkat lebih tinggi. Perekonomian daerah yang didominasi oleh sektor yang lamban pertumbuhannya akan tumbuh di bawah tingkat pertumbuhan perekonomian daerah di atasnya. Analisis Shift-share dikembangkan oleh Daniel B. Creamer (1943). Analisis shift share dapat menggunakan variabel lapangan kerja atau nilai tambah. Apabila menggunakan nilai tambah maka sebaiknya menggunakan data harga konstan. Data yang biasa dipergunakan untuk analisis shift-share adalah pendapatan per kapita (Y/P), PDRB (Y) atau Tenaga kerja (e) dengan tahun pengamatan pada rentang tertentu. Dalam menjelaskan pertumbuhan ekonomi dan pergeseran struktural suatu perekonomian daerah ditentukan oleh tiga komponen: 1. Provincial share, dipakai untuk mengetahui pertumbuhan atau pergeseran struktur perekonomian suatu daerah (kab/kota) dengan melihat nilai PDRB daerah pengamatan pada periode awal yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian daerah yang lebih tinggi (propinsi). Hasil perhitungan ini akan menggambarkan besarnya peranan wilayah propinsi yang mempengaruhi
pertumbuhan perekonomian daerah kabupaten. Jika pertumbuhan kabupaten sama dengan pertumbuhan propinsi maka peranannya terhadap propinsi tetap.
2. Proportional (Industry-Mix) Shift, adalah pertumbuhan nilai tambah bruto suatu sektor i dibandingkan total sektor di tingkat propinsi. Analisis proportional shift dilakukan dengan membandingkan suatu sektor sebagai bagian dari perekonomian daerah dengan sektor tersebut sebagai bagian dari perekonomian nasional.
Komponen ini menunjukkan apakah aktivitas ekonomi pada sektor tersebut tumbuh lebih cepat atau lebih lambat dibandingkan pertumbuhan aktivitas ekonomi secara nasional. Pengaruh bauran industri akan positif apabila pertumbuhan variabel regional suatu sektor lebih besar daripada pertumbuhan variabel regional total sektor di tingkat nasional. Sebaliknya bauran industri akan negatif apabila pertumbuhan variabel regional suatu sektor lebih kecil dibandingkan pertumbuhan variabel tersebut di tingkat nasional.
Nilai positif atau negatif tersebut akan menunjukkan tingkat spesialisasi suatu sektor, yaitu tumbuh lebih cepat atau lebih lambat terhadap perekonomian nasional. Jadi, suatu daerah yang memiliki lebih banyak sektor-sektor yang tumbuh lebih cepat secara nasional akan memiliki pengaruh bauran industri yang positif dan demikian juga sebaliknya.
3. Differential Shift (Sd), adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi daerah (kabupaten) dengan nilai tambah bruto sektor yang sama di tingkat propinsi. Suatu daerah dapat saja memiliki keunggulan dibandingkan daerah lainnya karena
lingkungan dapat mendorong sektor tertentu untuk tumbuh lebih cepat. Differential Shift menjelaskan tingkat kompetisi suatu aktivitas/sektor tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor tersebut secara nasional. Komponen ini mengukur perubahan dalam suatu industri di suatu daerah karena adanya perbedaan antara pertumbuhan industri di daerah tersebut dengan pertumbuhan industri tersebut secara nasional. Differential Shift yang bernilai positif menunjukkan bahwa aktivitas sektor tersebut kompetitif.
Menurut Glasson (1977), mengkaji lebih jauh bahwa kedua komponen shift (Sp dan Sd) ini memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan internal. Sp merupakan akibat pengaruh unsur-unsur eksternal yang bekerja secara nasional(propinsi), sedangkan Sd adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja di dalam daerah yang bersangkutan (Paul Sitohang, 1977).
Apabila nilai Sd maupun Sp bernilai positif, menunjukkan bahwa sektor yang bersangkutan dalam perekonomian di daerah menempati posisi yang baik untuk daerah yang bersangkutan. Sebaliknya bila nilainya negatif menunjukkan bahwa sektor tersebut dalam perekonomian masih memungkinkan untuk diperbaiki dengan membandingkannya terhadap struktur perekonomian propinsi (Harry W. Richardson, 1978:2002), ( http://one.indoskripsi.com/node/6040). Salah satu pendekatan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu daerah (menurut Richardson) adalah : G=R+S
atau G = R + Sp + Sd
……………………. (1)
Dimana : G = Regional Economic Growth R = Regional Share S = Shift , yang terdiri dari : Sp = Proportional Shift dan Sd = Differential Shift.
Untuk sektor-sektor yang memiliki differential shift yang positif maka sektor tersebut memiliki keunggulan dalam arti komparatif terhadap sektor yang sama di daerah lain. Dan untuk sektor-sektor yang memiliki proportional shift positif berarti bahwa sektor tersebut terkonsentrasi di daerah dan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya. Apabila negatif maka tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lambat (BAPPENAS, 2003: 36).
Keunggulan Analisis Shift Share a. Analisis shift share adalah sederhana, tetapi secara mudah memberikan gambaran kepada kita akan perubahan struktur ekonomi yang terjadi. b. Bagi seorang pemula dalam mempelajari struktur perekonomian akan terbantu dengan cepat. c. Gambaran pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur yang diberikan cukup akurat.
F. Location Quotient (LQ) Location Quotient (kuosien lokasi) atau LQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut secara nasional. Secara umum rumus LQ sebagai berikut : LQ = Dimana : xi : Nilai tambah sektor i di suatu daerah PDRB : Produk Domestik Regional Bruto
Xi
: Nilai tambah sektor i secara nasional
PNB
: Produk Nasional Bruto atau GNP
Istilah wilayah nasional dapat diartikan untuk wilayah induk/wilayah atasan. Misalnya, apabila diperbandingkan antara wilayah kabupaten dengan provinsi, maka provinsi memegang peran sebagai wilayah nasional, dan seterusnya (Robinson Tarigan, 2003:78). Untuk penghitungan LQ di wilayah Kabupaten Lampung Tengah ini digunakan rumus sebagai berikut : LQ = Keterangan : LQ : Nilai Location Quotient vi
: PDRB sektor i di Kabupaten Lampung Tengah
vt
: PDRB Total di Kabupaten Lampung Tengah
Vi
: PDRB sektor i di Propinsi Lampung
Vt
: PDRB Total di Propinsi Lampung
Perhitungan LQ dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan diantaranya: 1. Pendekatan Lapangan Kerja/Tenaga Kerja 2. Pendekatan Nilai Tambah Apabila nilai LQ > 1: maka sektor tersebut merupakan sektor basis di kota yang menjadi wilayah studi. Berpotensi untuk ekspor, artinya spesialisasi kota/kabupaten lebih tinggi dari tingkat propinsi. Apabila nilai LQ < 1: maka sektor tersebut bukan merupakan sektor basis (non basis) di kota yang menjadi wilayah studi, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya lebih rendah dari tingkat propinsi. Apabila nilai LQ=1, berarti tingkat spesialisasi di kabupaten sama dengan tingkat propinsi.
III.
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian 5. Jenis dan Sumber Data a. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yakni data nilai tambah PDRB Kabupaten Lampung Tengah dan Propinsi Lampung tahun 1998 hingga 2007 yang terdapat didalam buku Kabupaten Lampung Tengah Dalam Angka dan Lampung Dalam Angka. Selain itu, data lainnya diperoleh dengan mempelajari berbagai literatur, karya ilmiah, monografi Kabupaten Lampung Tengah dan yang berkaitan dengan penelitian ini. b. Sumber data diperoleh dari Kantor Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung, BPS Kabupaten Lampung Tengah melalui penelitian yang dilakukan dengan metode dokumentasi serta dari internet.
6. Alat Analisis Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Analisis deskriptif kualitatif. Analisis kualitatif dipergunakan untuk menjelaskan, menggambarkan dan menafsirkan data dan hasil penelitian dengan susunan kata dan kalimat untuk menjawab permasalahan (M.Singarimbun dan S. Effendi, 1995). Analisis deskriptif dan atau tabulasi dengan melalui tabel-tabel, grafik seperti data-data dari BPS, internet dan instansi terkait.
b. Analisis kuantitatif Analisis kuantitatif adalah analisis yang menggunakan alat analisis bersifat kuantitatif. Alat analisis yang bersifat kuantitatif adalah alat analisis yang menggunakan model-model, seperti model matematika (misalnya fungsi multivariate), model statistik dan ekonometrik. Hasil analisis disajikan dalam bentuk angka-angka yang kemudian dijelaskan dan diinterpretasikan dalam suatu uraian (Iqbal Hasan, 2002:98).
Analisis kuantitatif dengan menggunakan alat analisis Shift-share. Analisis ini digunakan untuk menghitung perubahan pertumbuhan (pergeseran) sektor/ subsektor yaitu pergeseran dari sektor pertanian ke sektor industri. Teknik analisis shift-share ini membagi pertumbuhan sebagai perubahan (D) suatu variabel wilayah, seperti jumlah tenaga kerja, nilai tambah, pendapatan atau output, selama kurun waktu tertentu menjadi pengaruh-pengaruh: pertumbuhan nasional (N), industry mix (bauran industri) (M) dan keunggulan kompetitif. Pengaruh pertumbuhan nasional disebut pengaruh pangsa (share), pengaruh bauran industri disebut proporsional shift atau bauran komposisi, dan akhirnya pengaruh keunggulan kompetitif dinamakan pula differential shift atau regional share. Itulah sebabnya disebut teknik shift-share (Prasetyo Soepomo,1993).
Apabila kita hendak melihat pengaruhnya terhadap seluruh wilayah analisis maka angka untuk masing-masing sektor harus ditambahkan. Persamaan untuk seluruh wilayah sebagai berikut (Robinson Tarigan, 2004:80-82): Δ Er = ( Nr + Pr + Dr )
………………………… (1)
dimana : Nr t
=
{E r, i, t-n (EN,t/E N, t-n) – E r, i, t-n}
Pr, t
=
[{(E N, i, t / E N, i, t-n) – (E N, t /E N, i, t-n)} x E r, i, t-n ]
D r,t
=
[E r, i, t – {(E N, i, t / EN, i, t-n) x E r, i, t-n }]
Keterangan : Dari rumus diatas untuk menghitung nilai shift share Kabupaten Lampung Tengah dengan variabel nilai tambah adalah dengan rumus sebagai berikut : Gr
: Yr,t – Yr,t-n : (Nr + Pr + Dr)
Nr
: {Yr,i,t-n (Yt/Yt-n) – Yr,i,t-n}
(P + D)r
: Yr,t - (Yt/Yt-n) – Yr,i,t-n : (ΔYr – Nr)
Pr
: ∑ [{(Yi,t/Yi,t-n) – ( Yt/Yt-n)} x Yr,i,t-n ]
Dr
: ∑ [Yr,i,t – {(Yi,t/Yi,t-n) x Yr,i,t-n)}]
Dimana : Gr Nr (P + D)r Pr Dr Yr Y t t-n i r Catatan
: Perkembangan PDRB Total Kabupaten Lampung Tengah : Komponen Share di Kabupaten Lampung Tengah : Komponen Net Shift di Kabupaten Lampung Tengah : Proportional Shift Kabupaten Lampung Tengah : Differential Shift Kabupaten Lampung Tengah : PDRB Total Kabupaten Lampung Tengah : PDRB Total Propinsi Lampung : Tahun : Tahun Awal : Sektor pada PDRB : Region atau wilayah analisis : Simbol E (employment/tenaga kerja) diganti dengan simbol Y (PDRB) karena data yang diteliti adalah PDRB (nilai tambah).
Persamaan diatas menunjukkan bahwa peningkatan nilai tambah suatu sektor di tingkat daerah dapat diuraikan (decompose) atas 3 bagian (Sjafrizal, 2008:91-92): 1. Regional Share (Nr) adalah merupakan komponen pertumbuhan ekonomi daerah yang disebabkan oleh faktor luar yaitu peningkatan kegiatan ekonomi daerah akibat kebijaksanaan nasional yang berlaku pada seluruh daerah. 2. Proportionality Shift (Mixed Shift) (Pr) adalah komponen pertumbuhan ekonomi daerah yang disebabkan oleh struktur ekonomi daerah yang baik, yaitu berspesialisasi pada sektor yang pertumbuhannya cepat seperti sektor industri. 3. Differential Shift (Competitive Shift) (Dr) adalah komponen pertumbuhan ekonomi daerah karena kondisi spesifik daerah yang bersifat kompetitif. Unsur pertumbuhan inilah yang merupakan keuntungan kompetitif daerah yang dapat mendorong pertumbuhan ekspor daerah. Dengan menghitung persamaan tersebut akan dapat diketahui komponen atau unsur pertumbuhan yang mana telah mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Nilai masing-masing komponen dapat saja negatif atau positif, tetapi jumlah keseluruhan akan selalu positif, bila pertumbuhan ekonomi juga positif.
Location Quotient (LQ) Perhitungan LQ menggunakan rumus sebagai berikut (Ghalib 2005 : 169) :
LQ =
………………… (4)
Keterangan : LQ : Nilai Location Quotient vi
: PDRB sektor i di Kabupaten Lampung Tengah
vt
: PDRB Total di Kabupaten Lampung Tengah
Vi
: PDRB sektor i di Propinsi Lampung
Vt
: PDRB Total di Propinsi Lampung
B. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Tengah a. Letak Geografi Secara geografis wilayah Kabupaten Lampung Tengah terletak di tengahtengah propinsi Lampung dengan luas wilayah 4.789,82 Km2. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada 104o35’-105o50 Bujur Timur dan 4o30’-4o15’ Lintang Selatan. Iklimnya tropis-humid dengan temperatur rata-rata 26°C28°C. Ketinggian sebagian besar wilayah yaitu 15-65 meter dpl dan kemiringan lereng 0-2% (92,29%). Jenis tanahnya didominasi oleh jenis latosol dan podsolik. Ibu kota Kabupaten Lampung Tengah terletak di Kecamatan Gunung Sugih. Batas-batas wilayah administratif Kabupaten Lampung Tengah, yaitu: - Sebelah Utara dengan Kabupaten Lampung Utara dan Tulang Bawang - Sebelah Selatan dengan Kabupaten Pesawaran - Sebelah Timur dengan Kabupaten Lampung Timur dan Kotamadya Metro - Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Lampung Barat
Secara Topografi Lampung Tengah dapat dibagi atas 5 (Lima) bagian: • Daerah Topografi Berbukit Sampai Bergunung
• Daerah Topografi Berombak Sampai Bergelombang • Daerah Dataran Alluvial • Daerah Rawa Pasang Surut dan Daerah River Basin
b. Penduduk Keadaan penduduk Kabupaten Lampung Tengah terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Komposisi penduduk menurut mata pencaharian terdiri dari: • Sektor primer (pertanian, pertambangan dan penggalian) sebanyak 76,2% • Sektor sekunder (industri pengolahan, listrik, gas, air bersih, bangunan) sebanyak 9,3%. • Sektor tersier (perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan,jasa-jasa) sebanyak 14,5%.
Dengan bertambahnya jumlah penduduk setiap tahun maka akan mempengaruhi pola penggunaan tanah atau lahan yang ada. Hal ini dikarenakan oleh penggunaan tanah merupakan hasil dari kegiatan penduduk yang ada di atasnya. Tabel 3. Luas Penggunaan Lahan Di Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2007 No Penggunaan Tanah Luas Lahan (Ha) 1. Lahan sawah 72.788 2. Ladang/ huma 59.930 3. Tegalan / Kebun 70.273 4. Lahan Perkebunan 115.563 5. Lahan hutan (negara/rakyat) 47.898 6. Pekarangan 38.370 7. Rawa yang tidak ditanami 1.079 8. Padang rumput/penggembalan 4 9. Lahan Tidur/alang-alang/semak 1.925 Sumber : Lampung Tengah Dalam Angka 2008
Penggunaan lahan terluas di Kabupaten Lampung Tengah yaitu sebagai lahan perkebunan seluas 115.563 Ha. Lalu diikuti oleh lahan sawah seluas 72.788 Ha,
tegalan seluas 70.273 Ha, ladang/huma seluas 59.930 Ha dan lahan hutan seluas 47.898 Ha. Tabel 4. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Lampung Tengah, Tahun 1997-2007 Laju Jumlah Penduduk Tahun Pertumbuhan Laki-laki Perempuan Jumlah (%) 1997 1.001.176 964.377 1.965.553 1998 517.273 494.779 1.012.052 - 48,5 1999 518.058 496.026 1.014.084 0,20 2000 533.931 512.251 1.046.182 3,16 2001 538.570 512.646 1.051.216 0,48 2002 554.331 517.266 1.071.597 1,94 2003 567.848 530.099 1.097.947 2,45 2004 574.022 535.862 1.109.884 1,09 2005 571.129 555.777 1.126.906 1,53 2006 578.178 567.963 1.146.141 1,70 2007 593.746 566.475 1.160.221 1,23 Sumber : Badan Pusat Statistik Lampung Tengah
Dari tabel 4 di atas dapat dilihat terjadi penurunan jumlah penduduk yang sangat drastis di tahun 1998 sebesar 953.501 jiwa yang sebelumnya di tahun 1997 jumlah penduduk mencapai 1.965.553 jiwa, hal ini bertepatan dengan terjadinya krisis moneter yang menimpa Indonesia. Mungkin sebagian besar penduduk Kabupaten Lampung Tengah pada waktu itu bermigrasi ke daerah lain pasca krisis. Selanjutnya dari tahun 1998 hingga tahun 2007 rata-rata jumlah penduduknya sebesar 1.083.623 jiwa dengan rata-rata laju pertumbuhan dari tahun 1998-2007 sebesar 1,38 % per tahun. Laju pertumbuhan penduduk yang tertinggi terjadi pada tahun 2000 yaitu sebesar 3,16 %, sedangkan laju pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 1999 yaitu sebesar 0,20 %.
Gambar 1. Diagram perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Lampung Tengah Tahun 1998-2007
Sumber : Badan Pusat Statistik Lampung Tengah
Wilayah Kabupaten Lampung Tengah terdiri dari 27 kecamatan, diantaranya sebagai berikut : 1. Kecamatan Padang Ratu 2. Kecamatan Selagai Lingga 3. Kecamatan Pubian 4. Kecamatan Anak Tuha 5. Kecamatan Anak Ratu Aji 6. Kecamatan Kalirejo 7. Kecamatan Sendang Agung 8. Kecamatan Bangun Rejo 9. Kecamatan Gunung Sugih 10.Kecamatan Bekri 11.Kecamatan Bumi Ratu Nuban 12.Kecamatan Trimurjo 13.Kecamatan Punggur 14.Kecamatan Kota Gajah
15. Kecamatan Terbanggi Besar 16. Kecamatan Seputih Agung 17. Kecamatan Way Pengubuan 18. Kecamatan Terusan Nunyai 19. Kecamatan Seputih Mataram 20. Kecamatan Bandar Mataram 21. Kecamatan Seputih Banyak 22. Kecamatan Way Seputih 23. Rumbia 24. Bumi Nabung 25. Kecamatan Seputih Surabaya 26. Kecamatan Bandar Surabaya 27. Kecamatan Seputih Raman
Tabel 5. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama Di Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2007 Kegiatan utama
A. Angkatan Kerja - Bekerja - Mencari Pekerjaan B. Bukan Angkatan Kerja - Sekolah - Rumah Tangga - Lainnya
Jumlah Angkatan Kerja 546.588
Persentase 100,00
493.533
90,29
53.055
9,71
388.467
100,00
166.887
42,96
174.501
44,92
47.079
12,12
Jumlah
935.055
Sumber : BPS Kabupaten Lampung Tengah
Pada tahun 2007, dimana jumlah penduduk Kabupaten Lampung Tengah sebanyak 1.160.221 jiwa memiliki jumlah angkatan kerja sebesar 546.588 jiwa yang terdiri dari 493.533 jiwa yang bekerja dan 53.055 jiwa yang mencari pekerjaan. Sedangkan yang tergolong bukan angkatan kerja sebesar 388.467 jiwa. Sektor pertanian merupakan salah satu dari 9 sektor yang paling berkembang pesat di Kabupaten Lampung Tengah, mencakup kegiatan pengusahaan dan pemanfaatan mahluk biologis untuk memenuhi kebutuhan hidup atau sebagai bahan baku dalam proses produksi. Kegiatan tersebut meliputi bercocok tanam, pemeliharaan ternak, budidaya dan penangkapan ikan, penebangan kayu dan pengambilan hasil hutan, perburuan binatang liar serta kegiatan jasa pertanian. Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor : Sub sektor tanaman bahan makanan, Sub sektor perkebunan, Sub sektor peternakan, Sub sektor perikanan Sektor Kehutanan.
c. Pendidikan Berdasarkan partisipasi sekolah dapat dilihat pada tabel berikut di bawah ini : Tabel 6. Partisipasi Sekolah Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2007 Tingkat Pendidikan Jumlah % (Orang) SD (Usia 7-12) 135.701 96.7 SLTP (Usia 13-15) 46.426 81.5 SLTA (Usia 16-18) 22.001 43.4 Sumber : Lampung Tengah Dalam Angka 2007
Tabel 7. Jumlah Sekolah dan Daya tampung Tingkat Pendidikan Jumlah Sekolah TK 246 SD/ MI 794 SMP/ MTs. 238 SMU/ SMK/ MA 121
Daya Tampung 152.226 62.900 20.243
Sumber : Lampung Tengah Dalam Angka 2007
Jumlah Guru : SD dan MI : 8.173 orang, SLTP dan MTs : 4.927 orang dan SLTA/MA dan SMK : 2.466 orang.
d. Kesehatan Perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat terlihat dengan menurunnya tingkat kematian ibu sebesar 16 kasus (77,75/100.000 kelahiran hidup), menurunnya kasus kematian bayi menjadi 67 kasus tahun 2005 dari 20.579 kelahiran hidup (3,3/1.000 kelahiran hidup), menurunnya kasus Demam Berdarah (DBD) dari 64 penderita pada tahun 2004 menjadi 58 kasus pada tahun 2005, Angka Gizi Kurang pada balita menurun menjadi 8,4%, Angka Gizi Buruk menurun 1,4%, Gizi Baik meningkat menjadi 90,2%. Usia Harapan Hidup masyarakat Kabupaten Lampung Tengah meningkat dari 67,3 pada tahun 2003 menjadi 67,8 pada tahun 2004.
e. Kelembagaan Pemerintahan Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah dipimpin oleh seorang Kepala Daerah, yang dalam menjalankan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab kepada DPRD Kabupaten Lampung Tengah. Selain itu, dalam menjalankan tugas, kewajiban, dan kewenangannya Kepala Daerah dibantu oleh perangkat daerah yang secara kelembagaan terdiri dari Sekretaris Daerah (3 Asisten, 12 Bagian), 5 Badan, 14 Dinas, 2 Kantor, 1 Sekretariat DPRD, 27 Kecamatan (10 Kelurahan, 276 Kampung).
f. Hasil Sektor Ekonomi 1) Pertanian dan Perkebunan Pada tahun 2007, komoditas tanaman pangan dan palawija yang menghasilkan produksi terbesar adalah ubi kayu yaitu sebesar 2.305.125 ton dengan luas tanam 96.529 ha. Sedangkan padi sawah yang memiliki lahan tanam terluas yaitu 105.516 ha hanya menghasilkan produksi sebesar 540.075 ton. Selanjutnya, jagung merupakan komoditas terbesar ketiga yang memiliki produksi sebanyak 438.618 ton. Sedangkan komoditas yang memiliki produksi terkecil yaitu kacang hijau dan kedelai sebesar 1.000 ton dan 1.100 ton. Tabel 8. Produksi Tanaman Pangan dan Palawija Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2007 Komoditas
Luas Tanam (ha)
Padi Sawah Padi Ladang Jagung Kedelai Ubi Kayu Ubi Jalar Kacang.Tanah Kacang Hijau Sumber : Sekilas Lintas Kabupaten Lampung Tengah
105.516 18.385 92.833 1.062 96.529 980 2.959 1.945
Produksi (ton) 540.075 55.417 438.618 1.100 2.305.125 10.391 3.088 1.000
Tabel 9. Pencapaian Produksi Komoditas Sayuran Tahun 2007 Luas Tanam Produksi Komoditas (Hektar) (Ton) Petsai/sawi 123 1.860 Kacang panjang 759 15.252 Cabe besar 605 10.811 Cabe rawit 170 3.179 Tomat 303 6.578 Terung 527 19.464 Buncis 99 1.917 Ketimun 552 17.474 Labu siam 6 76 Kangkung 452 10.034 Bayam 421 7.542 Semangka 572 123.379 Belewah 6 166 Sumber : Sekilas Lintas Kabupaten Lampung Tengah
Tabel 10. Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Di Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2005-2007 Produksi (Ton)
Luas Areal (Ha) Komoditas 2005
2006
2007
2005
2006
2007
Aren Cabe Jawa
49,50 9,25
49,50 9,25
51 9,75
111,70 2,10
112,00 2,10
Cengkeh
10,25
10,25
10,25
2,00
2,00
2,5
Jambu mente
18,75
18,75
16,75
2,14
2,85
3,35
Kakao
3.267,81
3.267,81
4.561,72
1.360,29
1.360,29
2.575,97
Kapuk
484,50
253,00
218,5
44,66
83,83
157,65
Karet
884,25
2.715,15
4.352,75
187,25
445,33
430,7
Kelapa dalam
16.670,95
12.487,20
12.160,95
9.217,86
8.808,05
8.431,54
Kelapa hibrida
1.512,75
941,25
941,25
613,68
613,68
613,69
Kelapa sawit
8.843,49
10.838,35
12.410,07
65.734,65
81.798,70
131.312,45
Kopi
1.664,15
1.680,75
1.686,75
940,68
940,68
1.076,86
Lada
1.101,50
1.174,50
1.274,5
252,94
693,70
764,7
Nilam
-
-
43
-
-
4,3
Pinang
-
-
49
-
-
14,5
78.469,95
94.863,21
145.524,51
Jumlah
34.517,15
33.445,76
37.786,24
Sumber : Sekilas Lintas Kabupaten Lampung Tengah
136 0,3
Tabel 10 menunjukkan luas areal dan produksi tanaman perkebunan rakyat sejak tahun 2005 sampai 2007. Komoditas unggulannya antara lain kelapa sawit, kelapa dalam, kakao, kopi dan kelapa hibrida. Kelapa sawit merupakan komodtas pertama yg memiliki produksi terbesar yaitu 65.734,65 ton pada tahun 2005 dan meningkat sebesar 54.422,2 ton yaitu menjadi 131.312,45 ton pada tahun 2007. Peringkat kedua yaitu diduduki oleh kelapa dalam, walaupun memiliki luas areal tanam lebih luas dari pada kelapa sawit namun hasil produksinya di bawah kelapa sawit yaitu sebesar 8.431,54 ton, jumlah produksi ini menurun dimana pada tahun 2005 memiliki produksi 9.217,86 ton. Kemudian diikuti kakao memiliki jumlah produksi sebesar yang meningkat dari 1.360,29 ton pada tahun 2005 menjadi 2.575,97 ton pada tahun 2007.
2) Peternakan dan Perikanan Tabel 11. Pencapaian Populasi Ternak di Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2007 Jenis Ternak Sapi Potong Kerbau Kambing Domba Babi Ayam Buras Ayam Ras Petelur Itik Ayam Ras Daging
Populasi Ternak (ekor) 139.687 9.614 120.259 14.466 24.334 1.478.923 305.580 69.465 899.288
Sumber : Sekilas Lintas Kabupaten Lampung Tengah
Produksi daging yang dicapai sebesar 16.188,52 ton. Sedangkan produksi telur sebesar 3.780,34 ton. Konsumsi hasil ternak masyarakat Lampung Tengah: -
Daging sebesar 4,94 Kg/Kapita/Tahun
-
Telur mencapai 3,89 Kg/Kapita/Tahun
-
Protein hewani 2,8 Gr/Kapita/Hari
Produksi usaha perikanan Kabupaten Lampung Tengah sebesar 15.090,79 ton, dengan perincian: -
Kolam
= 1.727,26 ton
-
Perairan Laut
= 8.076,27 ton
-
Mina Padi
= 545,78 ton
-
Perairan Umum
= 4.644,49 ton
-
Tambak
= 96,99 ton
3. Perdagangan Kabupaten Lampung Tengah memiliki potensi untuk sektor perdagangan dimana hasil dari pertanian dan industri pengolahannya makin meningkat. Tabel 12. Jumlah Nilai dan Volume Ekspor Perdagangan Tahun 2007 Jenis Komoditas Nenas Kaleng MSG Juice Nenas Tepung Tapioka Asam Sitrat Kertas Budaya Tetes Minyak Sawit Bungkil Sawit Bungkil Kopra Minyak Kelapa RBD Stearin Minyak Fatty Acid Etanol Crude Jumlah
Volume Eksport (ton) 212.388,34 884,53 36,910,23 451,25 9.984,77 3.041,21 180.874,84 210.012,84 95.180,46 5.070,28 9.235,73 47.282,25 8.056,32 38.221,24 857.594,29
Nilai Eksport (US $) 161.530,081 865,514 34.064,157 500,986 8.000,732 1.054,368 93.723,388 99.683,429 6.536,709 419,673 5.698,439 22.975,615 2.885,169 42.941,698 480.879,958
Sumber : Sekilas Lintas Kabupaten Lampung Tengah
Dari jenis komoditas yang dihasilkan, nenas kaleng mempunyai volume ekspor terbesar yaitu 212.388,34 ton dengan nilai ekspor sebesar US $161.530,081, diikuti minyak sawit dengan volume ekspor sebesar 210.012,84 ton dengan nilai ekspornya
US $ 99.683,429. Nilai ekspor dari semua komoditas yang dihasilkan menambah pendapatan daerah dan akan meningkatkan kemajuan pembangunan ekonomi daerah.
4. Pertambangan Hasil sektor pertambangan di kabupaten Lampung Tengah bisa dilihat dari berbagai jenis, luasan dan lokasi tambang berikut ini: a) Marmer 3 36.240.000,- m pada luasan 100 Ha. Terdapat di Kec. Bangun Rejo b) Granit 3 2.008.800.000,- m pada luasan 3.017 Ha. Terdapat di Kec Padang Ratu & Kali Rejo. c) Andesit 3 251.827.000,- m pada luasan 1.231Ha. Terdapat di Padang Ratu. 3
d) Felspart 391.112.000,- m pada luasan 1.643 Ha. Terdapat di Padang Ratu. e) Pasir 3 873.000,- m pada luasan 1.147 Ha. Terdapat di Padang Ratu, Seputih Mataram, Seputih Raman, Gunung Sugih, Terbanggi Besar, Seputih Banyak. f) Diorit 3 5.000.000,- m pd luasan 5Ha.Terdapat di Padang Ratu. g) Batu Kapur 3 46.240.000,- m pada luasan 211 Ha.Terdapat di Padang Ratu. h) Lempung 3 34.494.000,- m pada luasan 1.231 Ha.Terdapat di Seputih Mataram, Rumbia, Terbanggi Besar, Seputih Surabaya. i) Pasir Kuarsa 2.990.000,- ton pada luasan 600 Ha.Terdapat di Gunung Sugih, Rumbia, Seputih Surabaya. j) Pasir Batu 345.000,- ton pada luasan 547 Ha.Terdapat di Padang Ratu.
g. Ketenagakerjaan Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting dalam kemajuan pembangunan, kualitas SDM yang tinggi akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja makin meningkat seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk. Jumlah tenaga kerja paling besar terserap oleh lapangan usaha perdagangan besar dan eceran yakni sebesar 75.165 jiwa, kedua oleh lapangan usaha industri pengolahan sebesar 61.691 jiwa dan ketiga oleh jasa pendidikan sebesar 19.968 jiwa. Sedangkan lapangan usaha yang menyerap tenaga kerja terkecil yakni sektor listrik,gas dan air bersih hanya sebesar 243 jiwa. Jika dilihat dari rata-rata jumlah tenaga kerja per usaha maka sektor jasa pendidikan yang memiliki nilai terbesar yaitu 11,66 %. Tabel 13. Rata-rata Jumlah Tenaga Kerja Per Perusahaan Menurut Kategori Lapangan Usaha di Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2006 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Kategori Lapangan Usaha Pertambangan & penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Konstruksi Perdagangan Besar & Eceran Akomodasi & Makan Minum Transportasi,Pergudangan & Komunikasi Perantara Keuangan Real Estate,Usaha Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial JasaKemasyarakatan,Sosbud,Hibu ran & Perorangan Lainnya Jasa Perorangan yang Melayani RT Jumlah
Jumlah Tenaga Kerja 1.817 61.691 243 2.033 75.165 12.905
Jumlah Rata-rata Jumlah Usaha / Tenaga Kerja Per Perusahaan Usaha/Perusahaan 552 3,29 1.472 4,95 45 5,40 758 2,68 47.841 1,57 8.213 1,57
12.012
8.451
1,42
2.384
359
6,64
3.355
1.579
2,12
19.968 2.526
1.712 910
11,66 2,78
11.309
6.721
1,68
289
240
1,20
205.697
89.853
2,29
Sumber : Hasil Pengolahan Listing Sensus Ekonomi 2006
IV. HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Shift Share Sektor-sektor Ekonomi Secara umum beberapa sektor di Kabupaten Lampung Tengah dan Propinsi Lampung mengalami pergeseran perkembangan. Tingkat pergeseran yang terjadi di Propinsi Lampung mempengaruhi peranan sektor tersebut di wilayah kabupaten dan kota. Analisis perubahan atau pergeseran sektor Kabupaten Lampung Tengah dengan metode Shift Share adalah sebagai berikut. Tabel 14. Hasil Analisis Shift Share Kabupaten Lampung Tengah Tahun 1998-2007 Tahun Nr Gr Pr Dr 1998-1999 1999-2000 2000-2001 2001-2002 2002-2003 2003-2004 2004-2005 2005-2006 2006-2007 Rata-rata
488.112,832 200.503,422 134.786,832 205.194,719 228.462,663 212.477,241 178.549,927 232.897,724 294.003,381 243.381,050
11.288,361 14.280,141 18.691,898 -38.467,389 -19.187,954 5.290,255 12.024,148 810,609 -7.586,438 -317,374
2.145,805 206.020,434 48.017,308 12.067,724 13.188,747 39.091,726 39.496,770 38.606,34 20.624,115 46.584,330
501.547 420.805 201.496 178.794 222.464 256.859 230.071 272.317 307.040 287.932,556
Sumber : BPS Lampung Tahun 1998-2007 (diolah)i
Berdasarkan Tabel 14, jika dilihat dari hasil komponen Gr dan Nr menunjukkan bahwa selama periode 1998-2007, pertumbuhan PDRB Kabupaten Lampung Tengah lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB Propinsi Lampung. Hal ini terlihat dari rata-rata nilai Gr (pertumbuhan PDRB total Kabupaten Lampung Tengah) lebih besar dari nilai rata-rata Nr (komponen share), dimana Gr sebesar 287.932,556 dan Nr sebesar 243.381,050.
Nilai proportional shift (Pr) Kabupaten Lampung Tengah selama tahun 1998 hingga tahun 2007 nilainya ada yang positif dan ada juga yang negatif. Apabila nilai rata-rata Pr positif maka Kabupaten Lampung Tengah berspesialisasi pada sektor yang sama dengan sektor yang tumbuh cepat di perekonomian propinsi Lampung. Sedangkan apabila nilai rata-rata Pr negatif maka Kabupaten Lampung Tengah berspesialisasi pada sektor yang sama dengan sektor yang tumbuh lambat di perekonomian Propinsi Lampung. Jika dilihat dari Tabel 14, menunjukkan bahwa selama periode 1998-2007 nilai rata-rata Pr (proportional shift) adalah negatif yaitu sebesar -317,374. Sedangkan bila dilihat dari nilai Dr (differential shift), secara rata-rata selama periode 1998-2007 memberikan pengaruh yang positif yaitu sebesar 46.584,33. Nilai positif ini menunjukkan bahwa secara umum aktivitas sektor ekonomi di Kabupaten Lampung Tengah tersebut bersifat kompetitif dan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan sektor ekonomi yang sama di Propinsi Lampung. Tabel 15. Analisis Shift Share Per Sektor (Sektoral) Kabupaten Lampung Tengah Tahun 1998-2007 Rata-rata Nr
Rata-rata Pr
Rata-rata Dr
119.827,727
-17.691,419
51.548,155
152.535,778
1,1303653
3.964,484
9.001,616
-10.081,958
2.899,000
0,8271504
Industri Pengolahan
38.683,936
-14.834,760
8.239,557
31.908,222
1,1464171
Listrik,Gas dan Air
878,894
-11,660
729,239
1.591,556
0,9329728
Bangunan Perdagangan,Hotel dan Restoran Angkutan dan Komuniksi
12.373,236
-960,309
9.790,982
21.146,667
1,0274959
34.754,551
-785,776
3.805,346
37.587,222
0,8850539
5.838,343
3.324,019
-1.668,070
7.427,333
0,4471056
Keu,Persw dan JS Prshn
8.488,229
14.205,747
-2.585,206
19.302,222
0,7616640
18.571,649
7.435,167
-13.193,716
12.757,333
0,9644723
Sektor Pertanian Pertambangan
Jasa-jasa
Sumber : BPS Lampung Tahun 1998-2007 (diolah)
Rata-rata Gr
Rata-rata LQ
Berdasarkan hasil analisis shift share per sektor di Kabupaten Lampung Tengah, nilai rata-rata pertumbuhan tiap sektor bersifat positif. Sektor yang pertumbuhannya paling tinggi adalah sektor pertanian dengan nilai rata-rata Gr sebesar 152.535,778, lalu diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 37.587,222, kemudian sektor industri pengolahan sebesar 31.908,222. Sedangkan sektor yang pertumbuhannya paling lambat adalah sektor listrik, gas dan air bersih dengan nilai rata-rata sebesar 1.591,556.
Sektor-sektor yang memiliki nilai rata-rata komponen proportional shift yang positif diantaranya adalah sektor pertambangan dengan nilai Pr sebesar 9.001,616, sektor angkutan dan komunikasi dengan nilai Pr sebesar 3.324,019, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan nilai Pr sebesar 14.205,747 dan sektor jasa-jasa dengan nilai Pr sebesar 7.435,167. Sektor-sektor tersebut tumbuh dengan cepat dibandingkan dengan sektor yang sama di tingkat provinsi. Sedangkan sektor-sektor yang memiliki nilai rata-rata komponen Pr yang negatif diantaranya yaitu sektor pertanian dengan nilai Pr sebesar -17.691,420 ; sektor industri pengolahan dengan nilai Pr sebesar -14.834,760 ; sektor listrik, gas dan air bersih dengan nilai Pr sebesar -11,660 ; sektor bangunan dengan nilai Pr sebesar -960,309 dan sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai Pr sebesar -785,776 . Sektor-sektor yang memiliki nilai bauran industri negatif tersebut cenderung tumbuh dengan lambat.
Sektor-sektor yang memiliki nilai Dr yang positif diantaranya adalah sektor pertanian dengan nilai Dr sebesar 51.548,155 ; sektor industri pengolahan dengan nilai Dr sebesar 8.239,557 ; sektor listrik,gas dan air bersih dengan nilai Dr
sebesar 729,239 ; sektor bangunan dengan nilai Dr sebesar 9.790,982 ; sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai Dr sebesar 3.805,346. Sektor-sektor tersebut merupakan sektor yang pertumbuhannya cepat sehingga berpotensi dalam memacu pertumbuhan PDRB Kabupaten Lampung Tengah. Sedangkan sektor-sektor yang memiliki nilai rata-rata differential shift yang negatif diantaranya adalah sektor pertambangan dengan nilai Dr sebesar -10.081,95 ; sektor angkutan dan komunikasi dengan nilai Dr sebesar -1.668,070 ; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan nilai Dr sebesar -2.585,206 dan sektor jasa-jasa dengan nilai Dr sebesar -13.193,71. Sektor-sektor yang memiliki nilai Dr negatif tersebut pertumbuhannya relatif lambat dibandingkan di tingkat propinsi.
B. Analisis Per Sektor (Sektoral) Kabupaten Lampung Tengah 1. Sektor Pertanian Sektor pertanian sangat berperan dalam perekonomian Kabupaten Lampung Tengah. Selama tahun 1998 hingga tahun 2007, peranan sektor pertanian mengalami fluktuasi bahkan cenderung menurun tiap tahunnya, tetapi sektor ini tetap memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan daerah dimana ratarata kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Lampung Tengah adalah sebesar 49,64%. No Aspek 1 Pr 2
3
Parameter Negatif
Dr
Positif
LQ
>1
Sumber : BPS Lampung
Makna Tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lambat Sektor tersebut memiliki keunggulan dalam arti komparatif terhadap sektor yang sama di daerah lain. Sektor basis
Grafik 1 Perkembangan Pr Sektor Pertanian 150,000.00 100,000.00
Nilai Pr
50,000.00 0.00 -50,000.00
-100,000.00 -150,000.00
1998- 1999- 2000- 2001- 2002- 2003- 2004- 2005- 20061999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Nilai Pr 90,932 -99,37 -62,14 -80,46 -33,16 11,061 14,633 9,692. -10,39
Nilai Pr sektor pertanian selama sepuluh tahun terakhir mengalami fluktuasi. Sejak tahun 1999, nilai Pr sektor pertanian menurun drastis dari 90.932,96 menjadi sebesar -99.372,69 namun pada tahun 2003 nilai Pr meningkat menjadi sebesar 11.061,11. Secara rata-rata nilai Pr menunjukkan nilai yang negatif yaitu sebesar -17.691,42. Hal ini berarti bahwa sektor pertanian mempunyai tingkat pertumbuhan yang lambat. Walaupun pertumbuhannya relatif lambat tetapi sektor tersebut memiliki keunggulan komparatif dan memiliki daya saing yang kuat untuk berkembang. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata differential shift sektor yang positif yaitu sebesar 51.548,15 selama sepuluh tahun terakhir.
Pada tahun 1999, nilai Dr meningkat tajam menjadi 304.225,51 dari tahun sebelumya sebesar -9.144,98. Tahun 2000 nilai Dr mengalami penurunan menjadi sebesar 159.779,92, kemudian meningkat kembali pada tahun 2002 namun
cenderung menurun sejak tahun 2003 hingga tahun 2007 sebesar -16.917,75.
Grafik 2 Perkembangan Dr Sektor Pertanian 350,000.00 300,000.00
Nilai Dr
250,000.00 200,000.00 150,000.00 100,000.00 50,000.00 0.00 -50,000.00
1998- 1999- 2000- 2001- 2002- 2003- 2004- 2005- 20061999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Nilai Dr -9,144 304,22 159,77 17,819 22,228 1,746. -925.6 -14,87 -16,91
Grafik 3. Perkembangan LQ Sektor Pertanian 1.4
Nilai LQ
1.2 1
0.8 0.6 0.4 0.2 0
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Nilai LQ 0.9814 0.9714 1.0961 1.1717 1.19 1.2043 1.1932 1.1796 1.1632 1.1527
Sejak tahun 1998 hingga tahun 2003 nilai LQ selalu naik, tapi pada tahun 2004 nilai LQ sektor ini cenderung menurun. Namun bila dilihat secara keseluruhan selama tahun 1998-2007, rata-rata nilai LQ masih positif yaitu sebesar 1,13.Nilai LQ yang positif ini berarti bahwa sektor pertanian dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Lampung Tengah dan sektor ini berpotensi untuk ekspor ke daerah lainnya. 2. Sektor Industri Pengolahan
No Aspek 1 Pr
Parameter Negatif
2
Dr
Positif
3
LQ
>1
Makna Tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lambat Sektor tersebut memiliki keunggulan dalam arti komparatif terhadap sektor yang sama di daerah lain. Sektor basis
Sumber : BPS Lampung
Sektor yg memiliki nilai rata-rata Pr negatif terbesar kedua adalah sektor industri pengolahan yaitu sebesar -14.834,76. Hal ini berarti bahwa sektor pertanian dan sektor industri pengolahan mengalami pergeseran paling tinggi. Sektor industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar 15,58% terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Lampung Tengah selama periode 1998-2007. Pertumbuhan sektor pertanian akan mendorong berkembangya agroindustri.
Agroindustri yang berkembang tersebut adalah industri yang mengolah bahan baku primer yang dihasilkan oleh sektor pertanian. Selain itu, agroindustri yang berkembang juga agroindustri yang menghasilkan input bagi sektor pertanian seperti pupuk, obat/ pestisida, mesin-mesin pertanian dll. Hal inilah yang turut mendorong berkembangnya sektor industri pengolahan di Kabupaten Lampung Tengah. Berkembangnya agroindustri juga mengakibatkan semakin tumbuhnya infrastruktur perdesaan dan perkotaan, serta semakin meningkatnya kemampuan manajerial sumber daya manusia. Oleh karena itu sektor industri sangat penting sekali bagi perkembangan ekonomi suatu daerah.
Nilai rata-rata komponen Pr selama periode 1998-2007 menunjukkan nilai yang negatif yaitu sebesar -14.834,76. Nilai negatif ini menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan mengalami pertumbuhan yang relatif lambat. Namun sektor ini memiliki nilai Dr yang positif yaitu sebesar 8.239,55 yang berarti bahwa sektor
ini memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan karena memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki memiliki keunggulan komparatif dibanding sektor lainnya. Grafik 4. Perkembangan Pr Sektor Industri Pengolahan 50000
Nilai Pr
0 -50000 -100000 -150000 -200000
19981999
19992000
20002001
20012002
20022003
20032004
20042005
20052006
20062007
Nilai Pr -167213 32693
14315
-931
-10269
-2521
872
-3278
2820
Nilai Pr (proportional shift) sektor industri pengolahan mengalami peningkatan pada tahun 1999 menjadi sebesar 32.693,15, lalu cenderung menurun hingga tahun 2001 menjadi sebesar -931,46 dan kemudian mengalami fluktuasi di tahun berikutnya hingga tahun 2007. Sedangkan nilai Dr sektor industri pengolahan juga mengalami fluktuasi. Nilai Dr positif pada tahun 2003, 2005, 2006 dan 2007.
Grafik 5. Perkembangan Dr Sektor Industri Pengolahan 140000 120000 100000 NilaiDr
80000
60000 40000 20000 0 -20000 -40000
19981999
19992000
20002001
20012002
20022003
20032004
20042005
20052006
20062007
Nilai Dr 127762 -14264 -25709 -16020 1873.3 -15838 5060.5 8334.2 2957.3
Grafik 6. Perkembangan LQ Sektor Industri Pengolahan 1.6 1.4
Nilai LQ
1.2
1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Nilai LQ 1.026 1.345 1.232
1.16
1.138 1.143 1.105 1.101 1.105 1.106
Rata-rata nilai LQ sektor industri pengolahan selama periode 1998-2007 adalah sebesar 1,146. Karena nilai LQ sektor ini lebih dari 1 (LQ>1) menunjukkan bahwa sektor ini merupakan sektor basis dan sangat berpotensi untuk lebih dikembangkan di Kabupaten Lampung Tengah karena juga merupakan sektor yang memiliki keunggulan kompetitif. 3. Sektor Bangunan
Kontribusi sektor bangunan terhadap PDRB Kabupaten Lampung Tengah adalah sebesar 6,01% selama periode 1998-2007. Peranan sektor bangunan selalu meningkat setiap tahunnya selama sepuluh tahun terakhir ini. No Aspek 1 Pr
Parameter Negatif
2
Dr
Positif
3
LQ
>1
Makna Tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lambat Sektor tersebut memiliki keunggulan dalam arti komparatif terhadap sektor yang sama di daerah lain. Sektor basis
Sumber : BPS Lampung
Grafik 7. Perkembangan Pr Sektor Bangunan 20000 15000
Nilai Pr
10000 5000 0 -5000 -10000 -15000 -20000
19981999
19992000
20012002
20022003
20032004
20042005
20052006
20062007
Nilai Pr -13413 18390.1 -482.77 3606.37 -3417.9 -4832.3 -2809.8 -3850.7
Nilai rata-rata Pr yang negatif menunjukkan bahwa sektor ini mengalami pertumbuhan yang lambat. Nilai tersebut adalah sebesar -960,309. Perkembangan Pr sektor bangunan mengalami naik turun, dimana pada tahun 2000 nilainya mencapai -482,76 lalu meningkat menjadi 3.606,36 di tahun 2001.
Grafik 8. Perkembangan Dr Sektor Bangunan 50000 40000
Nilai Dr
30000 20000 10000 0 -10000 -20000
19981999
19992000
20002001
20012002
20022003
20032004
20042005
20052006
20062007
Nilai Dr 769.593 -8324.6 -279.81 45720.2 -246.3 21307 14487.1 10909.6 3776.1
Sedangkan untuk nilai differential shift sektor ini bersifat positif yang artinya sektor ini mampu untuk berkembang karena memiliki daya saing dan keunggulan komparatif di Kabupaten Lampung Tengah. Differential Shift sektor bangunan adalah sebesar 9.790,98. Selain memiliki nilai Dr yang positif, sektor ini juga memiliki nilai Gr terbesar keempat yaitu sebesar 21.146,667.
Grafik 9. Perkembangan LQ Sektor Bangunan 1.4 1.2
Nilai LQ
1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
1998
1999
2000
Nilai LQ 0.927 0.928 0.826
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
0.81 1.0354 1.0358 1.1986 1.1692 1.2044 1.216
Kondisi LQ pada sektor ini relatif stabil, ini terlihat dari peningkatan pada tiap tahunnya dengan rata-rata selama tahun 1998 hingga 2007 adalah sebesar 1,02.
Nilai LQ sektor ini lebih dari satu, maka sektor bangunan ini termasuk sektor basis. Sektor ini menjadi sektor basis di Kabupaten Lampung Tengah, selain kepadatan penduduknya yang tersebar di seluruh kecamatan di kabupaten ini menjadikan kebutuhan akan perumahan atau pemukiman menjadi tinggi, sektor bangunan digunakan untuk kegiatan industri maupun sarana penunjang lainnya.
4. Sektor Perdagangan, Hotel dan restoran Sektor ketiga yang mengalami pergeseran yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai Pr sebesar -785,776. Rata-rata distribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Lampung Tengah selama tahun 1998-2007 adalah sebesar 14,01 %. Perhitungan berdasarkan analisis shift share selama tahun 1998-2007 menunjukkan bahwa nilai rata-rata Pr untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran adalah negatif yaitu sebesar 785,776. No Aspek 1 Pr
Parameter Negatif
2
Dr
Positif
3
LQ
<1
Makna Tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lambat Sektor tersebut memiliki keunggulan dalam arti komparatif terhadap sektor yang sama di daerah lain. Sektor non-basis
Sumber : BPS Lampung
Angka yang negatif ini berarti bahwa sektor tersebut mengalami pertumbuhan yang relatif lambat. Nilai Pr cenderung berfluktuasi, dimana pada tahun 1998 nilai Pr adalah sebesar 37.381,79 lalu menurun menjadi -34.262,22 di tahun 2000. Tahun 2001 Pr meningkat kembali menjadi sebesar 11.039,89 dan kemudian mengalami naik turun di tahun selanjutnya.
Grafik 10. Perkembangan Pr Sektor Perdagangan,Hot & Resto
Nilai Pr
50000
40000 30000 20000 10000 0 -10000 -20000 -30000 -40000
19981999
Nilai Pr 37382
19992000
20002001
20012002
20022003
20032004
20042005
20052006
20062007
-1372 -34262 11040
-8792
-9915 8607.3 694.17 -10454
Sedangkan untuk nilai rata-rata differential shift menunjukkan nilai yang positif yaitu sebesar 3.805,346. Nilai positif ini menunjukkan bahwa sektor ini memiliki daya saing untuk berkembang dan menunjukkan bahwa aktivitas sektor tersebut kompetitif.
Grafik 11. Perkembangan Dr Sektor Perdagangan,Hot & Resto 60000 40000
Nilai Dr
20000 0 -20000 -40000 -60000 -80000
19981999
19992000
20002001
20012002
20022003
20032004
20042005
20052006
20062007
Nilai Dr -41005 -55400 34850.7 5330.25 25916 38039.1 -1572.2 7331.67 20757.8
Rata-rata nilai LQ sektor perdagangan,hotel&restoran selama periode 1998-2007 adalah sebesar 0,88. Nilai LQ < 0 ini berarti bahwa sektor ini bukan merupakan sektor basis. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun sektor ini memiliki potensi
untuk berkembang akan tetapi sektor ini belum mampu menjadi sektor basis di Kabupaten Lampung Tengah. Walaupun termasuk dalam sektor non-basis tetapi sektor ini semakin berkembang pesat di Kabupaten Lampung Tengah yang ditunjukkan dengan makin banyaknya tempat perdagangan yang didirikan. Oleh karena itu, kemungkinan sektor ini untuk menjadi sektor basis cukup besar dan perlu pengembangan lebih baik lagi. Grafik 12. Perkembangan LQ Sektor Perdagangan, Hot & Resto 1.2 1 Nilai LQ
0.8 0.6 0.4 0.2 0
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Nilai LQ 0.9982 0.9175 0.7696 0.8147 0.8285 0.869 0.9155 0.9033 0.9055 0.9287
5. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Nilai rata-rata Pr menunjukkan nilai yang negatif yaitu sebesar -11,66. Nilai Pr selama periode 1998-2007 mengalami fluktuasi. Nilai Pr yang negatif ini menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor listrik, gas dan air bersih relatif lambat. No Aspek 1 Pr
Parameter Negatif
2
Dr
Positif
3
LQ
<1
Makna Tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lambat Sektor tersebut memiliki keunggulan dalam arti komparatif terhadap sektor yang sama di daerah lain. Sektor non-basis
Sumber : BPS Lampung
Sedangkan untuk nilai rata-rata differential shift (Dr) menunjukkan nilai yang positif yaitu sebesar 729,24. Nilai positif ini berarti bahwa sektor listrik, gas dan
air bersih memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang tinggi untuk berkembang di Kabupaten Lampung Tengah. Kondisi LQ sektor listrik,gas dan air bersih menunjukkan nilai kurang dari satu. Hal ini berarti bahwa sektor tersebut merupakan sektor non basis. Meskipun nilainya negatif akan tetapi nilai LQ sektor ini cenderung meningkat tiap tahunnya.Bahkan sejak tahun 2005 nilai LQ mencapai lebih dari satu yaitu sebesar 1,08, pada tahun 2006 nilai LQ sebesar 1,2 dan tahun 2007 nilai LQ sebesar 1,25. Hal ini menunjukkan bahwa ada potensi dari sektor ini untuk tumbuh menjadi sektor basis di Kabupaten Lampung Tengah. Hal ini dikarenakan oleh sektor tersebut mempunyai peranan yang vital dalam mendukung sistem kehidupan manusia dan merupakan penunjang seluruh kegiatan ekonomi dan infrastruktur yang mendorong aktivitas produksi serta pemenuhan kebutuhan masyarakat Kabupaten Lampung Tengah.
6. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Perkembangan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan juga menunjukkan kondisi yang stabil karena kontribusinya cenderung selalu meningkat dari tahun 1998 hingga tahun 2007. Jika dilihat dari nilai proportional shift menunjukkan nilai yang positif yaitu sebesar 14.205,74. Hal ini berarti bahwa sektor ini mengalami pertumbuhan yang relatif cepat di Kabupaten Lampung Tengah.
Selama periode 1998-2007, keadaan aspek Prportional Shift (Pr), differential shift (Dr) dan Location Quotient (LQ) Kabupaten Lampung Tengah untuk sektor
keuangan,persewaan dan jasa perusahaan, sektor jasa-jasa, sektor angkutan dan komunikasi dan sektor pertambangan memiliki parameter yang sama. No Aspek 1 Pr
Parameter Positif
2
Dr
Negatif
3
LQ
<1
Makna Tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif cepat Sektor tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif Sektor non-basis
Sumber : BPS Lampung
Sedangkan nilai Dr menunjukkan nilai yang negatif yaitu rata-ratanya selama periode 1998-2007 adalah sebesar -2.585,206. Nilai positif ini mengindikasikan bahwa sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan kurang berpotensi untuk berkembang karena tidak kompetitif atau tidak memiliki daya saing yang kuat. Nilai Pr dan Dr untuk sektor ini cenderung mengalami fluktuasi tiap tahunnya. Walaupun daya saing sektor ini tidak begitu baik akan tetapi sektor ini mampu untuk tumbuh cepat dibanding sektor lainnya. Rata-rata nilai LQ sektor ini selama periode 1998-2007 adalah sebesar 0,76. Karena nilai LQ sektor ini kurang dari satu (LQ<1) maka sektor ini merupakan sektor non-basis. Hal ini menunjukkan bahwa sektor ini kurang berkembang di Kabupaten Lampung Tengah.
7. Sektor Jasa-jasa Rata-rata kontribusi sektor jasa-jasa terhadap pembentukan PDRB adalah sebesar 7,46%. Secara keseluruhan rata-rata nilai Pr sektor jasa menunjukkan nilai yang positif yaitu sebesar 7.435,167. Hal ini menunjukkan bahwa sektor ini merupakan sektor yang mampu untuk tumbuh relatif cepat di Kabupaten Lampung Tengah. Oleh karena itu, sektor ini diharapkan mampu menarik para investor sehingga kerjasama pemerintah dan pihak swasta perlu ditingkatkan dalam memajukan
kegiatan usaha di sektor jasa tersebut. Salah satunya yaitu dengan menyediakan jasa pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap pembentukan PDRB di Kabupaten Lampung Tengah. Sedangkan untuk nilai differential shift sektor ini menunjukkan nilai yang negatif yaitu sebesar -13.193,71. Ini berarti bahwa sektor ini tidak memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang lemah untuk berkembang. Sejak tahun 1998 nilai Dr selalu meningkat dari -59.627,07 menjadi sebesar 6.598,13 pada tahun 2002. Kondisi LQ sektor jasa-jasa secara keseluruhan selama periode 1998-2007 adalah sebesar 0,96. Selain itu, nilai LQ cenderung menurun tiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa sektor jasa-jasa bukan merupakan sektor basis di Kabupaten Lampung Tengah.
8. Sektor Angkutan dan Komunikasi Berdasarkan hasil analisis shift share sebelumnya, tiga sektor terakhir yang memiliki pertumbuhan terendah dibanding dengan sektor lainnya diantaranya adalah sektor angkutan dan komunikasi, sektor pertambangan dan sektor listrik, gas dan air bersih. Untuk sektor angkutan dan komunikasi pertumbuhannya relatif cepat, hal ini terlihat dari nilai rata-rata Pr yang positif yaitu sebesar 3.324,02. Sumbangan sektor angkutan dan komunikasi terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Lampung Tengah selama periode 1998-2007 adalah sebesar 2,42%. Hasil perhitungan differential shift (Dr) sektor angkutan & komunikasi menunjukkan nilai yang negatif yaitu sebesar -1.668,07, nilai ini mengindikasikan bahwa sektor
tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang baik untuk berkembang. Kondisi LQ sektor angkutan dan komunikasi selama periode 1998-2007 adalah sebesar 0,44. Nilai LQ yang kurang dari satu (LQ<1) ini berarti sektor angkutan dan komunikasi belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Lampung Tengah dan berpotensi impor dari daerah lain.
9. Sektor Pertambangan Selama sepuluh tahun terakhir ini sektor pertambangan memberikan rata-rata kontribusi sebesar 1,6% terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Lampung Tengah. Nilai ini sangat kecil dibandingkan dengan peran sektor lainnya terhadap perekonomian daerah. Nilai Pr yang positif yaitu sebesar 9.001,61 menunjukkan bahwa sektor ini mengalami pertumbuhan yang cepat di Kabupaten Lampung Tengah. Akan tetapi nilai Dr sektor ini menunjukkan nilai yang negatif yang berarti bahwa sektor ini tidak memiliki daya saing yang tinggi atau tidak memiliki keunggulan komparatif. Nilai negatif juga menunjukkan bahwa sektor tersebut dalam perekonomian masih memungkinkan untuk diperbaiki dengan membandingkannya terhadap struktur perekonomian propinsi. Selain itu, kondisi LQ sektor pertambangan juga menunjukkan nilai yang kecil yaitu kurang dari satu (LQ = 0,82). Hal ini berarti bahwa sektor ini bukan merupakan sektor basis di Kabupaten Lampung Tengah.
C. Perbandingan Hasil Analisis Shift Share Kabupaten Lampung Tengah Tahun 1998-1999 dan Tahun 2006-2007
Hasil analisis shift share menunjukkan bahwa selama tahun 1998-2007, nilai PDRB sektoral Kabupaten Lampung Tengah telah mengalami perubahan/ perkembangan. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh komponen share (Nr), bauran industri/ proportional shift (Pr), dan keunggulan kompetitif/differential shift (Dr).
Tabel 16. Hasil Analisis Shift Share Kabupaten Lampung Tengah Tahun 1998-1999 Pergeseran Struktur Ekonomi
Komponen Sektor
Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik,Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan,Hotel & Resto Angkutan & Komunikasi Keu,Persw & JS Prshn Jasa-jasa Jumlah Prosentase terhadap Gr
Komponen Proportional Differential Share Shift Shift (Perkembangan) (Nr) (Pr) (Dr) Gr 220.779,015 90.932,965 -9.144,980 302.567,000 9.386,443 -5.076,353 617,909 4.927,999 88.427,835 -167.213,346 127.761,511 48.976,000 1.772,565
242,358
-609,924
1.404,999
22.793,816
-13.413,410
769,593
10.149,999
76.639,313
37.381,790
-41.005,103
73.016,000
10.624,399
-3.479,113
-6.212,287
932,999
14.612,168 43.077,277 488.112,832 97,32
18.716,679 53.196,791 11.288,361 2,25
-10.403,846 -59.627,068 2.145,805 0,43
22.925,001 36.647,000 501.547 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Lampung (diolah)
Tabel 17. Hasil Analisis Shift Share Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2006-2007 Pergeseran Struktur Ekonomi
Komponen Sektor
Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik,Gas dan Air Bersih
Komponen Proportional Share Shift (Nr) (Pr) 146.099,285 -10.399,530 4.479,355 -6.753,081 42.848,112 2.819,623 1.230,003
877,490
Differential Shift (Dr) -16.917,754 4.202,726 2.957,265
(Perkembangan) Gr 118.782,001 1.929,000 48.625,000
1.188,507
3.296,000
Bangunan Perdagangan,Hotel & Resto Angkutan & Komunikasi Keu,Persw & JS Prshn Jasa-jasa Jumlah Prosentase terhadap Gr
17.541,225
-1.832,322
3.776,097
19.485,000
41.852,132
-10.453,981
20.757,850
52.156,001
6.813,468 13.323,401 19.816,342 294.003,322 95,75
2.173,933 20.448,395 -4.466,963 -7.586,438 -2,47
1.166,599 2.444,204 1.048,621 20.624,115 6,72
10.154,000 36.216,000 16.398,000 307.040 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Lampung (diolah)
Jika dilihat dari perbandingan antara Tabel 16 dan Tabel 17, terdapat perbedaan antara nilai shift share tahun 1998-1999 (periode awal) dengan tahun 2006-2007 (periode akhir). Pada periode awal, perkembangan ekonomi Kabupaten Lampung Tengah adalah sebesar 501.547 yang dipengaruhi oleh tiga komponen shift share diantaranya adalah komponen share (Nr) sebesar 488.112,83 ; komponen proportional shift (Pr) sebesar 11.288,36 dan komponen differential shift sebesar 2.145,80. Sedangkan pada periode akhir, perkembangan ekonomi Kabupaten Lampung Tengah sangat menurun dibandingkan periode awal yakni menjadi sebesar 307.040 yang terdiri dari komponen Nr sebesar 294.003,32 ; komponen Pr sebesar -7.586,43 dan komponen Dr sebesar 20.624,11. Pengaruh komponen share terhadap perkembangan ekonomi kabupaten tetap memiliki prosentase tertinggi walaupun nilainya menurun pada periode akhir yaitu sebesar 95,75 %.
Pengaruh komponen proportional shift (Pr) pada periode akhir mengalami penurunan yang tinggi dibandingkan periode awal. Pada periode awal nilai komponen Pr adalah sebesar 11.288,36 atau memberikan pengaruhnya sebesar 2,25 % terhadap perkembangan ekonomi, sedangkan pada periode akhir, komponen Pr adalah sebesar -7.586,43 atau mempengaruhi sebesar -2,47 %. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran struktur ekonomi. Nilai Pr yang
negatif pada periode akhir menggambarkan bahwa PDRB Kabupaten Lampung Tengah cenderung mengarah pada perekonomian yang tumbuh relatif lambat.
Sektor yang mengalami peningkatan nilai Pr yang positif antara lain adalah sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor angkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa serta sektor bangunan juga mengalami peningkatan walaupun nilainya negatif pada akhir periode. Sedangkan sektor yang mengalami penurunan tingkat pertumbuhan atau memiliki pengaruh pergeseran proporsional yang negatif pada periode akhir antara lain adalah sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor jasa-jasa serta sektor pertambangan yang tetap saja memiliki nilai Pr negatif baik pada periode awal maupun akhir. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertambangan tidak memiliki tingkat pertumbuhan yang baik untuk berkembang di Kabupaten Lampung Tengah.
Sebaliknya, pengaruh komponen keunggulan kompetitif (Dr) menjadi makin lebih baik terhadap perkembangan sektor di Kabupaten Lampung Tengah. Pada tahun 1998-1999, komponen Dr mempunyai nilai positif sebesar 2.145,805 juta rupiah atau 0,43 % dan pada tahun 2006-2007 komponen differential shift juga menunjukkan nilai yang positif yaitu sebesar 20.624,115 juta rupiah atau sebesar 6,72 %. Nilai ini mengindikasikan bahwa keunggulan kompetitif yang dihasilkan akan menambah perkembangan perekonomian Kabupaten Lampung Tengah. Sektor yang dianggap kompetitif pada periode awal diantaranya adalah sektor pertambangan, sektor industri pengolahan dan sektor bangunan. Sektor-sektor tersebut memiliki nilai differential shift yang positif. Namun pada periode akhir,
sektor-sektor yang dianggap kompetitif adalah semua sektor kecuali sektor pertanian. Hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan perekonomian Kabupaten Lampung Tengah semakin maju karena hampir semua sektor yang ada memiliki keunggulan kompetitif. Walaupun memiliki kontribusi yang paling besar terhadap perekonomian daerah tetapi sektor pertanian mengalami pertumbuhan yang menjadi cenderung lambat sehingga menurun peranannya. Hal ini terlihat dari nilai komponen proportional shift dan differential shift sektor pertanian yang negatif. Oleh karena itu, secara umum telah terjadi pergeseran struktur ekonomi di Kabupaten Lampung Tengah yaitu bergesernya peranan sektor pertanian digantikan oleh kemajuan sektor-sektor ekonomi lainnya terutama sektor industri pengolahan yang terus meningkat perkembangan dan peranannya terhadap perekonomian daerah.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan alat analisis yang digunakan serta hasil penelitian dan pembahasan, kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil analisis Shift Share Kabupaten Lampung Tengah tahun analisis 1998 – 2007 bila dilihat dari komponen share (Nr) atau efek pertumbuhan nasional menunjukkan bahwa total laju pertumbuhan sektor sektor ekonomi melalui data PDRB Kabupaten Lampung Tengah adalah positif. Aktivitas sektor pertanian di Kabupaten Lampung Tengah memberikan kontribusi tertinggi 243.381,050 juta rupiah dan diikuti oleh sektor industri pengolahan sebesar 38.683,936 juta rupiah, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 34.754,551 juta rupiah.
Bila dilihat dari komponen bauran industri/proportional shift (Pr) menunjukkan bahwa total laju pertumbuhan sektor -sektor ekonomi adalah negatif. Nilai negatif tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Lampung Tengah memiliki lebih banyak sektor-sektor yang tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan sektor di tingkat propinsi.
Sektor yang berkembang paling lambat adalah sektor pertanian dengan nilai Pr yaitu sebesar -17.691,419 dan sektor industri pengolahan dengan nilai Pr yaitu sebesar -14.834,760. Hal ini berarti kedua sektor tersebut mengalami pergeseran paling tinggi. Pergeseran sektor pertanian terjadi karena adanya desakan perkembangan sektor lain serta karena berkurangnya lahan pertanian. Lahan pertanian telah banyak berubah fungsi sebagai perumahan maupun ruko-ruko untuk kegiatan perdagangan barang dan jasa, sebagai bangunan walet dan aktivitas ekonomi lainnya.
Pengaruh komponen keunggulan kompetitif/differential shift di Kabupaten Lampung Tengah tahun 1998 - 2007 menunjukkan nilai positif yang berarti sektor-sektor perekonomian Kabupaten Lampung Tengah lebih bersifat kompetitif dibandingkan dengan perekonomian Propinsi Lampung. Terdapat lima sektor ekonomi yang mempunyai keunggulan komparatif. Sektor-sektor tersebut adalah sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Sektor yang termasuk dalam sektor basis ekonomi di Kabupaten Lampung Tengah selama periode 1998-2007 adalah sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor bangunan. Sedangkan sektor yang termasuk dalam non-basis adalah sektor pertambangan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa.
2. Kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian Kabupaten Lampung Tengah dilihat dari hasil Location Quotient selama tahun 1998-2007 menunjukkkan hasil yang baik walaupun mengalami fluktuasi. Hal ini terlihat sejak tahun 2000 sektor pertanian mampu menjadi sektor basis di Kabupaten Lampung Tengah namun sejak tahun 2004 hingga 2007 nilai LQ sektor ini cenderung menurun. Secara keseluruhan, sektor pertanian merupakan sektor unggulan yang telah memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian Kabupaten Lampung Tengah.
B. Saran 1. Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah dalam mengembangkan potensi daerahnya harus mempertimbangkan aspek keunggulan kompetitif sektorsektor ekonomi yang bersangkutan. Untuk itu penetapan skala prioritas sektor–sektor perekonomian mana saja yang memberikan peluang peningkatan nilai tambah (value added) perlu mendapat prioritas utama, dalam hal ini yaitu sektor pertanian. Salah satu strategi dalam memacu pertumbuhan sektor pertanian adalah dengan memperbaiki struktur penguasaan lahan berupa perluasan areal pertanian dan pengembangan agribisnis sebagai subsistem pertanian yang mampu memberikan pendapatan daerah yang lebih besar. Terutama dalam pengembangan tanaman pangan dan holtikultura yang merupakan subsektor penyumbang pendapatan terbesar terhadap pertanian di Kabupaten Lampung Tengah.
2. Dalam melakukan pengembangan suatu sektor perekonomian hendaknya tidak mengabaikan sektor pendukungnya. Diantaranya yaitu perlu adanya upaya
untuk memaksimalkan potensi sektor industri pengolahan dan sektor bangunan. Begitu pula dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor listrik, gas dan air bersih perlu untuk dikembangkan lebih baik lagi untuk tumbuh menjadi sektor unggulan.
3. Pemerintah daerah juga perlu untuk lebih memberdayakan dan meningkatkan sektor-sektor ekonomi non-unggulan, seperti sektor jasa-jasa, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, sektor angkutan dan komunikasi serta sektor pertambangan. Hal ini dikarenakan keempat sektor tersebut mengalami pertumbuhan yang positif selama periode ini dan apabila dikembangkan akan memberikan kontribusi guna menyokong pembangunan ekonomi regional.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mukhyi, Mohammad. Analisis Peranan Subsektor Pertanian dan Sektor Unggulan Terhadap Pembangunan Kawasan Ekonomi Propinsi Jawa Barat: Pendekatan Analisis IRIO. Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma Jakarta,
[email protected]. Adimihardja, Abdurachman. 2006. Strategi Mempertahankan Multifungsi Pertanian Di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. Bogor. Adisasmita, H Rahardjo. 2005. Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Graha Ilmu. Yogyakarta. Arsyad, Lincolin. 1993. Pengantar Perencanaan Pembangunan. Edisi Pertama Media Widya Mandala.Yogyakarta. Allafa. 2008. Analisis Differential Shift terhadap Tata Guna Lahan. http://one.indoskripsi.com/node/6040. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2003. Modul Isian Daerah Untuk SIMRENAS. Jakarta. http://www.bappenas.go.id. Badan Pusat Statistik. 1999-2008. Lampung Tengah Dalam Angka . BPS. Bandar Lampung. Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga. Jakarta. Ghalib, Rusli. 2005. Ekonomi Regional. Pustaka Ramadhan. Bandung. Harianto. 2007. Peranan Pertanian Dalam Ekonomi Pedesaan. Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pros_2007-MU_Harianto. Iqbal, Hasan. 2002. Metodelogi Penelitian Dan Aplikasinya. Ghalia Indonesia. Jakarta. Jhingan.M.L. 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Kuncoro, Mudrajad dan Sutarno. 2003. Pertumbuhan Ekonomi Dan Ketimpangan Antar Kecamatan Di Kabupaten Banyumas 1993-2000.Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 8 No. 2, Desember 2003 Hal: 97 – 110. http://journal.uii.ac.id/index.php/JEP/article/viewFile/630/560 Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian.LP3ES. Jakarta.
Muljana,B.S. 2001. Perencanaan Pembangunan Nasional. Universitas IndonesiaPress. Jakarta Ropingi. Aplikasi Analisis Shift Share Esteban-Marquillas Pada Sektor Pertanian Di Kabupaten Boyolali.Universitas Negeri Sebelas Maret. Surakarta. http://ejournal.unud.ac.id/?module=detailpenelitian&idf=7&idj=48&idv =180&idi=43&idr=117. Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Baduose Media. Padang. Sukirno,Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan. Bima Grafika. Jakarta. Sukirno,Sadono. 2004. Teori Pengantar Makro Ekonomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Suparmoko,M.& Irawan. 1992. Ekonomika Pembangunan Edisi 5. BPFE. Yogyakarta. Suryana, Achmad. 2005. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Andalan Pembangunan Nasional. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Anjak_2005_IV_pdf. Syam, Amiruddin dan Saktyanu K.Dermoredjo.2000.Kontribusi Sektor Pertanian Dalam Pertumbuhan dan Stabilitas Produk Domestik Bruto. http://socaami-saktya-kontribusisektor pertanian(1).pdf Tarigan,Robinson. 2003. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. PT Bumi Aksara. Jakarta. Teguh, Muhammad. 2001. Metodologi Penelitian Ekonomi,Edisi Kedua. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Todaro,Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Erlangga. Jakarta. Trapsilo, Budi. 2004. Analisis Kontribusi Subsektor Perkebunan (Komoditas Kopi) Terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung. Skripsi FE Unila. Bandar Lampung. Kondisi ekonomi makro regional. 2009. www.bi.go.id/NR/rdonlyers/KERprovinsiLampungTrwII2009.Pdf. Mencapai Target Pembangunan Ekonomi Dengan Menjaga Stabilitas Indikator Ekonomi. 2004. http://www.jatimprov.go.id/dbfile/bidlahta/20080513164849_target_pemb angunan_economi_bpde_2004.pdf