KINERJA INDUSTRI AGRO TAHUN 2010 DAN PROGRAM KERJA TAHUN ANGGARAN 2011 TERKAIT DENGAN PROGRAM PENGEMBANGAN ENAM KELOMPOK INDUSTRI PRIORITAS Disampaikan Pada Rapat Kerja Kementerian Perindustrian RI Di Hotel Bidakara, 28 Februari – 1 Maret 2011
I. PENDAHULUAN 1.
Industri Agro merupakan industri andalan masa depan, karena didukung oleh sumber daya alam yang cukup potensial yang berasal dari sektor pertanian, perikanan/kelautan, peternakan, perkebunan dan kehutanan, produksi CPO pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 20 juta ton, kakao 0,65 juta ton dan karet 2,5 juta ton.
2.
Pemanfaatan sumber daya alam sebagai bahan baku industri agro akan mempunyai efek berganda yang luas, seperti : 1). penguatan struktur industri, 2). Peningkatan nilai tambah, 3). pertumbuhan sub sektor ekonomi lainnya, 4). pengembangan wilayah industri, 5). proses alih teknologi, 6). perluasan lapangan kerja, 7). penghematan devisa, 8). perolehan devisa, 9). peningkatan penerimaan pajak bagi pemerintah.
3.
Pemanfaatan sumber daya alam sebagai bahan baku industri agro belum maksimal, dan sebagian besar bahan baku diekspor dalam bentuk primer (bahan mentah).
2
II. KINERJA INDUSTRI AGRO TAHUN 2010 1. Realisasi Pertumbuhan Industri Pengolahan Periode 2005 - 2010 Realisasi Pertumbuhan (%) No
LAPANGAN USAHA 2005 INDUSTRI PENGOLAHAN
2006
2007
2008
2009
2010
4.60
4.59
4.67
3.66
2.11
4.53
2.75
7.21
5.05
2.34
11.29
2.73
(0.92)
(0.66)
(1.74)
3.45
(1.46)
(3.50)
1
Makanan, Minuman dan Tembakau
2
Brg. kayu & Hasil hutan lainnya.
3
Kertas dan Barang cetakan
2.39
2.09
5.79
(1.48)
6.27
4
Pupuk, Kimia & Barang dari karet
8.77
4.48
5.69
4.46
1.51
5.17
5
Semen & Brg. Galian bukan logam
3.81
0.53
3.40
(1.49)
(0.63)
2.16
6
Tekstil, Brg. Kulit & Alas Kaki
1.31
1.23
(3.68)
(3.64)
0.53
1.74
7
Logam Dasar Besi & Baja
(3.70)
4.73
1.69
(2.05)
(4.53)
2.56
8
Alat Angk., Mesin & Peralatannya
12.38
7.55
9.73
9.79
9
Barang lainnya
2.61
3.62
(2.82)
(0.96)
1.64
(2.94) 10.35 3.13
2.98
Sumber : BPS di olah
3
Tahun 2010 merupakan tahun yang berat bagi industri agro. Hal ini disebabkan : karena meningkatnya harga beberapa bahan baku industri agro seperti minyak nabati, gandum, gula dan kacang-kacangan akibat adanya perubahan iklim yang ekstrem dan akibat kenaikan harga minyak dunia; Kenaikan harga bahan baku tersebut, tidak mudah untuk diteruskan ke konsumen, mengingat daya beli konsumen belum mendukung, sehingga pertumbuhan industri makanan minuman da tembakau pada tahun 2010 hanya mencapai 2,73% dibawah pertumbuhan industri non migas yang mencapai 4,5%:
4
Naiknya nilai tukar rupiah yang berakibat menurunnya daya saing ekspor produk agro. Di samping itu, ekonomi di beberapa negara tujuan ekspor produk sektor industri agro belum sepenuhnya pulih seperti Amerika Serikat dan Eropa, sehingga ekspor beberapa produk agro mengalami penurunan. Hal ini juga berdampak pada pertumbuhan industri yang berorientasi ekspor seperti furniture, bahkan mengalami pertumbuhan yang negatif. Disamping permasalahan klasik yang masih dihadapi, beberapa permasalahan tersebut di atas menyebabkan peran industri agro pada PDB industri non migas juga mengalami penurunan. Hal ini dapat terlihat pada grafik dan tabel di bawah ini.
5
2. Peranan Industri Agro Terhadap PDB Non Migas Kontribusi Industri Agro Pada PDB Sektor Industri Non Migas Tahun 2009
Industri alat angkut, mesin dan peralatan; 27,3%
Industri barang lainnya; 0,8%
Industri tekstil, barang kulit & alas kaki; 9,2%
Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya, 28.14, (28%)
Industri Agro; 44,3%
Industri logam dasar, besi dan baja; 2,1% Industri semen & bahan galian non logam; 3,4%
Kontribusi Industri Agro Pada PDB Industri Non Migas Tahun 2010
Industri pupuk, kimia & barang dari karet; 12,9%
Industri Barang Lainnya, 0.76, (1%)
Industri Agro, 44.17, (44%)
Industri Logam Dasar Besi dan Baja, 1.94, (2%)
Industri Semen dan Barang Galian Bukan Logam, 3.29,( 3%)
Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet, 12.73, (13%)
Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki, 8.97, (9%)
6
3. Kinerja Ekspor Industri Agro dan Penyerapan Tenaga Kerja Perkembangan Nilai Ekspor Industri Agro 2009-2010 NO.
KELOMPOK KOMODITI
1 2 3
Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Industri Minuman dan Tembakau TOTAL IND. AGRO
Nilai : US$ Juta TAHUN % 2009 2010 2009-2010 14.537,03 14.367,66 (1,2) 5.147,29 5.053,50 (1,8) 1.262,80 745,19 (41,0) 20.947,12 20.166,35 (3,7)
Sumber : BPS diolah
Perkembangan Tenaga Kerja Industri Agro 2009-2010 NO.
KELOMPOK KOMODITI
1 2 3
Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Industri Minuman dan Tembakau TOTAL IND. AGRO
TAHUN 2009 1.407.786 525.086 994.243 2.927.115
2010 1.398.560 536.679 980.245 2.915.484
(Orang) % 2009-2010 (0,7) 2,2 (1,4) (0,4)
Sumber : BPS diolah
7
III. PERMASALAHAN DAN SASARAN PENGEMBANGAN 1. Permasalahan
Belum memadainya infrastruktur untuk mendukung pengembangan klaster industri agro; Masih adanya beberapa Perda yang memberatkan bagi pertumbuhan industri; SDM di bidang pengembangan industri agro masih kurang; Masih rendahnya minat investor di bidang industri agro selain belum memadai infrastruktur dan bahan baku diekspor dalam bentuk mentah, juka karena masih kurang menariknya insentif investasi dibandingkan dengan negara lain; Kecenderungan ekspor bahan mentah yang tidak mendorong pengembangan industri hilir pertanian Prosedur perpajakan yang dirasakan masih kurang lancar R & D yang masih lemah; Suku bunga bank yang relatif tinggi 8
2. Sasaran Pengembangan Memperkuat struktur industri dengan mendorong investasi di bidang industri hilir agro; Meningkatkan daya saing industri agro melalui Fasilitasi penyediaan infrastruktur baik fisik (seperti pelabuhan, jalan dan rel KA) maupun non fisik (seperti Pusat Reset dan sekolah khusus) serta infrastruktur khusus (seperti terminal kayu dan tangki timbun) Meningkatkan pemanfaatan kapasitas produksi melalui fasilitasi penyediaan bahan baku, pasokan listrik dan gas bumi untuk industri agro; Pengembangan investasi baru, melalui promosi investasi dan usulan pemberian insentif untuk investasi di bidang industri agro tertentu maupun di daerah terntentu; 9
Sasaran Pengembangan (lanjutan ...........) 5. Meningkatkan penguasaan pasar dalam negeri dan ekspor, melalui pameran/promosi; 6. Mengembangkan keragaman produk seperti diversifikasi produk bahan baku pangan untuk substitusi gandum (Mocal/mocaf); 7. Meningkatkan mutu produk industri agro dengan melakukan pelatihan/workshop cara produksi yang baik, HACCP serta meningkatkan jumlah produk industri agro untuk diberlakukan SNI wajib. Di samping itu, melakukan lomba desain untuk produk furniture; 8. Mengembangkan R & D baik di bidang teknologi proses, teknologi produk dan rancang bangun peralatan pabrik. 10
IV. PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI AGRO TERCAPAINYA SASARAN PERTUMBUHAN INDUSTRI AGRO
KLASTER
INDUSTRI BUAH
INDUSTRI KELAPA SAWIT INDUSTRI FURNITURE
INDUSTRI KELAPA
INDUSTRI KARET
INDUSTRI TEMBAKAU
INDUSTRI PULP KERTAS
INDUSTRI KOPI
INDUSTRI HASIL LAUT
INDUSTRI GULA
INDUSTRI OLAHAN SUSU
INDUSTRI KAKAO
FOKUS
12 KLASTER AGRO
MENINGKATNYA DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA
RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KLASTER
11
PROGRAM POKOK TAHUN 2011 NO
PROGRAM
KEGIATAN
OUTPUT
LOKASI
1
Pengembangan klaster Industri Agro
Fasilitasi pengembangan klaster industri agro melalui dana dekonsentrasi di 11 lokus pengembangan
11 klaster industri agro (CPO, kakao, kopi, gula, buah, susu, kelapa, hasil laut, furniture, kertas, dan tembakau
Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Riau, Kaltim, Lampung, Sulsel, Sulut, NTB & Maluku
2
Peningkatan Standar Industri
Menyusun dan merevisi SNI produk industri agro khususnya yg lebih dari 5 thn.
Penyusunan dan revisi 28 SNI komoditi IA dan 4 SNI Wajib
Jakarta
3
Pembinaan dan Pemanfaatan Teknologi Industri
• Fasilitasi Pengembangan Industri Karet Hulu creppe, pengolahan kopi, pengepres kertas bekas, Pengolahan Buah dan Proses air minum, dan rumput laut.
6 unit mesin
Kalbar, Jabar, Sulteng, Sumsel dan Jateng
• Peningkatan Mutu Susu Olahan Berbasis Susu Segar Dalam Negeri
7 cooling unit
Jabar, Jateng dan Jatim
12
PROGRAM POKOK TAHUN 2011 (Lanjutan) NO
PROGRAM
KEGIATAN
OUTPUT
LOKASI
• Peningkatan efisiensi pengolahan tembakau virginia flue cured dengan bahan bakar selain minyak tanah
50 buah tungku pengering tembakau
NTB
4
Peningkatan iklim usaha industri
• Kajian Bantuan Mesin dan Peralatan Minyak Goreng
1 laporan studi kelayakan
NAD
5
Peningkatan penggunaan produksi DN
Sosialisasi P3DN produk IA
Diketahuinya %-tase penggunaan produk DN pada perusahaan IA
Jakarta
6
Pengembangan kawasan industri
• Feasibility study pusat pengembangan klaster industri rumput laut, buah, kopi dan kelapa
4 buah FS
Sulteng, Maluku, Jatim, Sulsel, Sumsel, NAD, Sulut dan Kep. Riau
13
V. ENAM FOKUS PENGEMBANGAN INDUSTRI No
Kelompok Industri
Jenis Industri
1
Industri Padat Karya
Tekstil, Alas Kaki, Kulit, Furniture
2
IKM
Fesyen, Kerajinan, batu mulia, keramik, minyak atsiri, dll
3
Industri Barang Modal
Permesinan, Galangan Kapal
4
Industri berbasis SDA
Makanan dan minuman, CPO, Kakao, Karet, Baja & Alumunium Hulu, Rumput Laut
5
Industri Pertumbuhan tinggi
Otomotif, elektronika dan Telematika
6
Industri Prioritas Khusus
Industri Gula, Industri Pupuk, Industri Petrokimia
Dari 6 Fokus Kelompok Industri, Pada Industri Agro terdapat 3 Fokus, antara lain : 1. Pengembangan Industri Padat Karya : Industri Furniture 2. Pengembangan Industri Berbasis SDA : CPO, Makanan dan Minuman, Kakao dan Rumput Laut 3. Pengembangan Industri Prioritas Khusus : Industri Gula 14
VI. FOKUS PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO A. Industri Berbasis Padat Karya 1. FURNITURE Industri furniture merupakan salah satu industri berbasis kayu/rotan yang memiliki nilai tambah paling tinggi dan menyerap banyak tenaga kerja serta memberikan kontribusi yang cukup penting terhadap perekonomian, baik dalam bentuk kontribusi pada PDB maupun dalam perolehan devisa (ekspor). Walaupun daya saing industri ini pada tahun-tahun terakhir mengalami penurunan, namun industri ini cukup strategis untuk dikembangkan. Industri furniture di Indonesia tersebar hampir di seluruh propinsi, dengan sentrasentra yang cukup besar terletak di Jepara, Cirebon, Sukoharjo, Surakarta, Klaten, Pasuruan, Gresik, Sidoarjo, Jabodetabek, dan lain-lain. Perlu dilakukan upaya-upaya strategis dalam rangka meningkatkan kembali kinerja industri furniture, agar mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan mampu memberikan peningkatan kontribusi dalam perolehan devisa (ekspor) secara lebih signifikan.
15
a. Permasalahan Utama •
Terbatasnya pasokan bahan baku kayu/rotan dengan harga yang relatif mahal, yang disebabkan oleh : semakin menurunnya kemampuan pasok bahan baku kayu/rotan dari hutan alam, masih terbatasnya pasokan bahan baku dari hutan tanaman, pengaturan birokrasi peredaran dan tataniaga kayu/rotan yang belum optimal, masih maraknya praktek illegal logging dan illegal trade, dll.
•
Masih lemahnya kemampuan SDM dibandingkan dengan negara pesaing terutama di bidang desain dan teknik produksi (termasuk finishing).
•
Masih lemahnya daya saing produk furniture Indonesia yang disebabkan antara lain oleh tingginya bunga bank, infrastruktur kurang memadai dan masalah permodalan.
•
Makin membanjirnya furniture impor di pasar dalam negeri, sebagai akibat berlakunya pasar bebas AFTA dan CAFTA.
•
Tuntutan masalah lingkungan yang makin ketat di negara-negara tujuan ekspor, seperti : sertifikasi bahan baku, The USA Lacey Act di USA, REACH di negara-negara Uni Eropa, dan lain-lain.
16
b. Hal-hal Yang Telah Dilakukan Tahun 2010 1) 2) 3) 4)
Pelatihan SDM bidang furniture, meliputi desain, finishing dan Teknik produksi; Pembangunan terminal bahan baku kayu di Kendal - Jawa Tengah dan Bitung – Sulawesi Utara; Revisi dan penyusunan SNI produk furniture; Fasilitasi pusat desain furniture di Jepara;
Tahun 2011 1) 2) 3)
4) 5) 6)
Bersama dengan Ditjen IKM dan instansi terkait lainnya, melakukan promosi pasar produk furniture di luar negeri Fasilitas pusat desain furniture kayu di Jepara dan furniture rotan di Cirebon Penyusunan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) ind. Furniture (6 judul) Peningkatan kompetensi SDM furniture bidang disain. Peningkatan kompetensi SDM furniture bidang teknologi proses (Finishing) Kajian FS Pembangunan Terminal Kayu Terpadu di Jawa Timur 17
B. Industri Berbasis SDA 1. KELAPA SAWIT Indonesia merupakan negara produsen Minyak Mentah Sawit (CPO & CPKO) terbesar di dunia, dengan produksi CPO pada tahun 2010 mencapai 22,5 juta ton (CPO dan CPKO) dan pada tahun 2020 ditargetkan akan mencapai 40 juta ton; Berdasarkan Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008, tentang Kebijakan Industri Nasional, industri pengolahan kelapa sawit (turunan MSM) merupakan salah satu prioritas untuk dikembangkan dan mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi, seperti industri oleofood, oleochemical, energi dan pharmaceutical.
Pemanfaatan CPO selama ini digunakan oleh industri dalam negeri sebagai bahan baku industri turunan CPO yang hanya 18 jenis produk yaitu industri pangan (antara lain minyak goreng, margarin, shortening, CBS, Vegetable Ghee) dan industri non pangan yaitu oleokimia (antara lain fatty acids, fatty alcohol, dan glycerin) dan biodiesel. 18
a. Permasalahan Utama 1. Belum memadainya infrastruktur secara umum seperti pelabuhan, jalan dan transportasi, termasuk energi (gas bumi dan listrik) 2. SDM di bidang pengembangan industri hilir CPO masih kurang 3. Masih belum memadainya Litbang untuk pengembangan industri hilir kelapa sawit 4. Masih rendahnya minat investor di bidang industri hilir kelapa sawit
19
b. Hal-hal Yang Telah Dilakukan Tahun 2010 1)
2) 3)
Pencanangan pembangunan klaster industri berbasis pertanian, oleochemical di 3 (tiga) lokasi yaitu : Maloy (Kalimantan Timur), Dumai dan Kuala Enok (Riau), dan Sei Mangkei (Sumatera Utara); Sudah ada kajian pembangunan infrastruktur (rel kereta api, jalan dan pelabuhan) untuk mendukung pengembangan klaster industri hilir kelapa sawit di Sei Mangke; Sudah dilakukan kajian FS, DED, Business Plan dan AMDAL untuk pengembangan industri hilir kelapa sawit di Sei Mangke, Dumai, Kuala Enok dan Maloy
Tahun 2011 1)
Finalisasi revisi PP No. 62 tahun 2008 Fasilitas insentif untuk industri hilir kelapa sawit dalam bentuk tax allowance. Industri hilir kelapa sawit tertentu yang diusulkan untuk mendapatkan insentif (terlampir),
2)
Promosi Investasi Industri Hilir Kelapa Sawit Sei Mangke dan Dumai di dalam negeri dan luar negeri,
3)
Koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka pembangunan infrastruktur di 3 lokasi (Sei Mangke, Dumai, dan Maloy)
4)
Mengusulkan untuk Penetapan Sei Mangke sebagai Kawasan Ekonomi Khusus;
5)
Usulan restrukturisasi BK CPO dan turunannya, sehingga perbedaan BK CPO dengan produk hilirnya menjadi signifikan.
20
2. KAKAO Indonesia merupakan produsen nomor 3 di dunia dengan total produksi pada tahun 2009 mencapai 0,6 juta ton atau + 15% dari produksi kakao dunia (4 jt ton).
Ekspor kakao setiap tahunnya mencapai 80% dari total produksi nasional. Pada tahun 2020 jumlah produksi industri kakao diprediksi akan mencapai 2 juta ton. Produk turunan kakao yang potensial untuk dikembangkan di masa mendatang adalah : cocoa liquor, cocoa cake, cocoa butter, cocoa powder, makanan olahan dan minuman cokelat.
21
a. Permasalahan Utama 1. Utilisasi kapasitas produksi industri olahan kakao masih rendah (40%) 2. Belum berkembangnya industri hilir yang mengolah biji kakao khususnya non pangan 3. Terbatasnya R&D untuk diversifikasi produk olahan kakao dan masih rendahnya pemanfaatan fasilitas R & D, 4. Rendahnya konsumsi coklat di dalam negeri 60 gram/kapita/tahun sedangkan negara lain seperti Malaysia dan Singapura sudah mencapai diatas 500 gram/kapita/tahun. 5. Kurangnya pembangunan infrastruktur di sentra-sentra produksi biji kakao (akses jalan dan pelabuhan) seperti : Mamuju, Pantoloan, Kolaka dan Palopo. 6. Produktivitas on farm masih rendah (rata-rata 600 kg/Ha) 7. Sistem perdagangan biji kakao di tingkat petani dikuasai eksportir asing 8. Mutu biji kakao masih rendah (kadar kotoran, jamur, serangga) dan tidak difermentasi
22
b. Hal-hal Yang Telah Dilakukan Tahun 2010 1. Pemberlakuan Bea Keluar atas Ekspor Biji Kakao 2. Penerapan secara wajib SNI biji kakao fermentasi 3. Bantuan mesin peralatan pengolahan kakao di Sulteng dan Sulsel 4. Fasilitasi dan koordinasi pengembangan klaster industri kakao.
Tahun 2011 1. Revisi PP 62 tahun 2008 terkait dengan pemberian insentif investasi di bidang industri pengolahan kakao (pasta, butter, cake dan powder) 2. Fasilitasi dan koordinasi pengembangan klaster industri kakao
23
3. RUMPUT LAUT
Indonesia merupakan salah satu penghasil potensial rumput laut di dunia dengan produksi rumput laut basah sebesar 2.574.000 ton pada tahun 2009. Potensi lahan yang tersedia di Indonesia cukup besar yaitu lebih dari 1,38 Juta hektar dan baru termanfaatkan sekitar 222.000 hektar. Saat ini Indonesia merupakan eksportir rumput laut terpenting di Asia, namun masih dalam bentuk rumput laut kering, dan baru sebagian kecil diolah dalam bentuk bahan setengah jadi atau bahan jadi. Rumput laut memiliki aplikasi untuk lebih dari 500 jenis “end products”, Serta relatif lebih ekonomis dibandingkan zat additive sejenis lainnya antara lain gelatin dan gums. Produk rumput laut yang mempunyai nilai tambah yang tinggi dan potensial untuk dikembangkan seperti : Alkali Treated Carragenen, Semi Refined Carragenan agar-agar dan alginat. 24
a. Permasalahan Utama 1. Kondisi infrastruktur yang belum memadai seperti jalan, jembatan, alat angkut, sistem dan telekomunikasi, pelabuhan; 2. Masih kurang berkembangnya lembaga-lembaga penelitian 3. Keterbatasan suplai bahan baku dan penolong untuk industri pengolahan rumput laut
4. Umumnya teknologi industri pengolahan rumput laut masih sederhana dan industrinya skala kecil menengah 5. Suku bunga perbankan relatif masih tinggi dibandingkan di negara lain;
25
b. Hal-hal Yang Telah Dilakukan Tahun 2010 1) Melakukan kajian kebijakan pengembangan industri pengolahan hasil laut. 2) Pemberian bantuan mesin dan peralatan industri pengolahan rumput laut untuk Kabupaten Rote Ndao dan Waingapu, NTT serta Kabupaten Palopo Sulawesi Selatan. 3) Melakukan kajian Grand Strategy Industri Pengolahan Rumput Laut dengan BPPT, Komisi Rumput Laut dan beberapa dunia usaha dibidang rumput laut olahan. 4) Melakukan kerjasama dengan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) dalam rangka Percepatan Pembangunan Ekonomi Masyarakat pada daerah tertinggal di 7 propinsi.
Tahun 2011 1) Kajian FS pengembangan klaster industri rumput Laut di Maluku dan Sulteng
2) Bantuan mesin/peralatan pengolahan rumput laut di Sulawesi Tengah 3) Telah dilakukan kesepakatan 5 Menteri dan Kepala BKPM untuk pengembangan industri pengolahan rumput laut. 26
C. Industri Prioritas Khusus 1. G U L A Gula merupakan salah satu komoditi penting dalam perekonomian nasional karena dibutuhkan oleh masyarakat sebagai konsumsi langsung (GKP) dan sebagai bahan baku industri Industri makanan dan minuman (GKR).Industri gula Indonesia pernah mencapai puncak produksi pada tahun 1929 sebesar 3 juta ton yang dihasilkan oleh 179 PG yang didukung dengan areal 200 ribu ha atau tingkat produktivitas gula 15 ton/ha dan menempatkan Indonesia menjadi negara pengekspor ke 2 di dunia setelah Kuba. Namun sejak 1930 dengan adanya resesi dunia (Malaise) dan disusul dengan perang dunia II dan perang kemerdekaan, sebagian besar pabrik gula mengalami kehancuran yang kemudian pada saat kemerdekaan tersisa pabrik gula sebanyak 55 unit yang beroperasi dan kemudian di nasionalisasi 1957. Setelah nasionalisasi pemerintah mulai membenahi pabrik gula disamping merehabilitasi pabrik yang ada juga mendirikan pabrik-pabrik yang baru baik di Jawa maupun di luar jawa. Saat ini terdapat 61 PG, 48 PG berada di Jawa dan 13 PG di luar Jawa yang tersebar di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Selatan dan Gorontalo. Dari jumlah PG tersebut di atas, 51 (lima puluh satu) PG milik pemerintah dan 10 (sepuluh) PG milik swasta.
27
a. Permasalahan Utama 1. Rendahnya tingkat produktivitas gula yang saat ini hanya mencapai kisaran 6 ton/ha.
2. Pengembangan pabrik-pabrik baru di luar Jawa dengan adanya otonomi daerah ketersediaan areal terkendala oleh sulitnya proses penguasaan lahan. 3. Di sisi off-farm dengan bertambahnya umur pabrik terjadi penurunan efisiensi pabrik yang memerlukan penggantian peralatan yang terkendala oleh terbatasnya ketersediaan dana investasi.
28
b. Hal-hal Yang Telah Dilakukan Tahun 2010 1) Menyusun Rencana Aksi Revitalisasi Industri Gula Nasional, 2) Menyusun Business Plan Pendirian Industri Gula Baru
3) Pelaksanaan audit kapasitas industri gula rafinasi 4) Pemberian bantuan peralatan/mesin dan keringanan pembiayaan. Tahun 2011 1) Pemberian keringanan peralatan pabrik gula,
pembiayaan
pembelian
mesin/
2) Pelaksanaan auditing teknologi industri gula eksisting 3) Koordinasi dalam rangka pelaksanaan rencana aksi 4) Fasilitasi dan koordinasi dalam rangka pengembangan lahan baru untuk perkebunan tebu dan pabrik gula. 29
VII. PENUTUP 1. Pengembangan industri agro memerlukan komitmen dan dukungan dari seluruh pihak (stake holder) yang terlibat, baik dari instansi Pemerintah Pusat, Daerah dan Dunia Usaha. 2. Pengembangan industri hilir agro akan meningkatkan nilai tambah dan mempunyai multiplier effect yang berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. 3. Hal-hal yang masih perlu mendapat perhatian khusus : – Peningkatan infrastruktur – Peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan – Pengembangan teknologi di bidang proses dan mesin peralatan pabrik – Peningkatan SDM
30
31
31
Lampiran
RENCANA AKSI PENGEMBANGAN INDUSTRI PRIORITAS 1. Rencana Aksi Furniture No
Program
Target
1.
Pengamanan pasokan bahan baku kayu/rotan
Tersedianya bahan baku kayu dan rotan secara kontinyu (5 juta m3)
Rencana Aksi • • • • • •
Peningkatan mutu bahan baku
• • •
2.
Peningkatan Kompetensi SDM
Meningkatnya kemampuan SDM dibidang teknologi dan desain (100 org/thn)
Melakukan pembinaan teknis terhadap kegiatan produksi bahan baku rotan setengah jadi di PPRT ( Palu, Katingan dan Pidie Aceh) Melakukan peningkatan SDM bidang teknologi produksi di daerah Sulawesi Tengah Kalimantan Tengah dan Aceh Melakukan pembinaan teknis terhadap kegiatan penyediaan bahan baku kayu di Terminal Kayu Kendal dan Bitung Melakukan study terhadap pembangunan terminal bahan baku kayu di Jawa Timur Membangun terminal bahan baku kayu di Jawa Timur Kajian FS pembangunan industri Pengolahan kayu yang menggunakan bahan baku kayu alternatif dari kelapa sawit Sosialisasi dan penerapan teknologi pemanfaatan bahan baku alternative dari kayu sawit Usulan larangan ekspor bahan baku. Riset dan uji coba penggunaan bahan baku kayu dan rotan dari jenis yang belum banyak dipakai.
• Diklat SDM bidang teknik produksi pengolahan rotan dan furniture kayu. • Diklat peningkatan kompetensi SDM furniture bidang desain • Diklat peningkatan SDM Furniture bidang teknis finishing furniture • Diklat bidang manajemen peningkatan pasar.
Waktu Pelaksanaan 2011 – 2014
2011- 2014
2011-2014
2011 2012 2011
2012- 2014
2011 2011-2014 2011 – 2014
2011 – 2014 2011 – 2014 2012 – 2014
No 3.
4.
Program Pengembangan Pusat Desain Furniture Kayu dan Rotan
Pengembangan Pasar
Target
Rencana Aksi
Berkembangnya kegiatan Pusat Desain Furniture Kayu di Jepara dan Pusat Desain Furniture Rotan di Cirebon (2 pusat di 2 daerah)
• Menyelenggarakan lomba desain furniture • Pembuatan Desain-desain baru furniture dan prototip • Pembuatan Direktori/buku hasil karya desain • Penyelenggaraan pendampingan terhadap pengembangan desain di perusahaan berskala kecil menengah • Menyelenggarakan workshop terhadap pengembangan desain yang ada
2011 - 2014 2011 – 2014
• Mengikuti pameran-pameran di dalam negeri • Mengikuti event event pameran internasional di Eropa, Amerika dan China • Kampanye/promosi produk furniture sebagai green product • Pembangunan showroom permanen di beberapa negara konsumen terbesar produk furniture. • Melaksanakan seminar dan konferensi pers tentang produk furniture Indonesia. • Sosialisasi P3DN terkait pengadaan penggunaan furniture dikantor pemerintah/ BUMN/ BUMD. • Sosialisasi penggunaan furniture produk dalam negeri
2011-2014
Meningkatkan pangsa pasar produk furniture di dalam dan luar negeri
Waktu Pelaksanaan
2012 2011 - 2014
2011
2011- 2014 2011- 2012 2013
2011,2013,2014 2011-2012
2012-2013
No 5.
Program Koordinasi pengembangan klaster furniture
Target
Rencana Aksi
Mensinergikan langkah dan kebijakan diantara pemangku kepentingan (12 kali koordinasi/thn)
• Fasilitasi pengembangan terminal bahan baku kayu di Kendal melalui dekonsentrasi ke daerah • Melakukan koordinasi dengan pemangku kepentingan tentang pengembangan iklim usaha industri furniture • Melakukan rapat pertemuan dengan Kementerian Kehutanan tentang Sertifikasi Legalitas Bahan Bahan Baku Kayu bagi industri furniture. • Melakukan rapat dengan Kementerian Perdagangan dan Asosiasi tentang tata niaga ekspor bahan baku kayu dan rotan • Melakukan rapat koordinasi dengan instansi terkait tentang pengembangan standar
Waktu Pelaksanaan 2011 – 2014 2011 – 2014 2011 – 2012
2011 – 2014 2011 – 2014
2. RENCANA AKSI PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR KELAPA SAWIT A. KAWASAN INDUSTRI SEI MANGKE RENCANA AKSI
Industri Hilir Kelapa Sawit di Sei Mangkei Target Invest asi
Rp 15 Triliun (PMDN & PMA)
Luas Area
1.400 Ha
No
Kegiatan
Volum e
Jadwal
Instansi
1.
Pembangunan Jalan Kereta Api Lintas Bandar Tinggi ke Kuala Tanjung
18,5 Km
2011-2013
Kemenhub, PT KAI
2.
Pembangunan jalan Kereta Api dari Kawasan Sei Mangkei ke Stasiun Perlanaan
(6 Km)
2011-2013
Kemenhub, PT. KAI
3.
Pelebaran jalan dari Kawasan Sei Mangkei ke Kota Lima Puluh
(17 Km)
2011
Kemenhub, PT. KAI
4.
Pembangunan Fly Over dan jembatan
2 buah
2011-2013
PU, Kemenhub
5.
Insentif untuk pengembangan SDM dan kegiatan riset industri (R&D)
1 Peratura n
2010
Kemenko Perekonomian, BKPM, Kemenperin
6.
Menyusun Payung Hukum pemberian fasilitas Tax Holiday
1 Peratura n
2011
BKPM, Kemenkeu,
36
B. KAWASAN INDUSTRI DUMAI RENCANA AKSI No
Kegiatan
Volu me
Jadw al
1.
Pembangunan infrastruktur jalan: jalan tol Pekanbaru - Dumai; jalan lingkar propinsi Riau; jalan negara lintas timur; jalan negara lintas timur - barat
354 km
2011-2014
Kemenhub, Pemda, Kemen PU
2.
Pembangunan dan peningkatan pelabuhan laut utama di Pelintung, Dumai
1 pelabuhan
2011-2014
Kemenhub, Pelindo
3.
Pembangunan jaringan KA meliputi jalur : ruas Dumai Pekanbaru - Muaro; ruas Rantau Prapat - Duri - Dumai; ruas Pekanbaru - Rengat - Kuala Enok; ruas Pekanbaru - Siak - Tanjung Buton; Ruas Pekanbaru Bangkinang - Ujung Batu - Duri; Ruas Siak - Sungai Pakning
2011- 2014
Kemenhub, PT. KAI
4.
Pembangunan instalasi pengolahan air bersih
2011-2014
PU, Pemda
5.
Pembangunan pembangkit listrik meliputi : PLTA Lubuk Ambacang, PLTU Peranap/Cerenti, PLTG
Pengembangan Industri Kelapa Sawit - RIAU Target Investa si
Rp 30 Triliun (PMDN & PMA)
Luas Area
1000 Ha (Existing) 10.000 Ha (2020)
3 pembangkit listrik
2014
37
Instansi
Kemen ESDM, Pemda, PLN
C. KAWASAN INDUSTRI MALOY
RENCANA AKSI N o
Pengembangan Industri Kelapa Sawit, Maloy - Kaltim Target Investa si
Rp 35 triliun (PMDN
Luas Area
14.000 Ha s.d tahun 2020
Kegiatan
Volume
Jadwa l
Instansi
1.
Pembangunan dan Peningkatan Pelabuhan di Maloy
1 paket pelabuhan Maloy
20102012
KemenPU, Kemenhub, Pemda
2.
Pembangunan jalan untuk mendukung infrastruktur klaster industri hilir sawit
1 paket pengemban gan jalan akses
20102012
Kemenhub, KemenPU, Pemda,
3.
Pembangunan pembangkit listrik dan alternatifnya (tenaga biomassa sawit atau PLTBS )
1 pembangkit
20112013
KemenESDM Pemda, PLN
4.
Pembangunan instalasi pengolahan limbah, pengolahan air bersih beserta jaringannya dan sarana jalan, parit serta penghijauan
3 Paket
20112012
KemenPU, Pemda
5.
Penguatan dan peningkatan kapasitas Research Lembaga penelitian Daerah di bidang kelapa sawit
1 Paket
20102014
Kemenperin, Kemenristek BPPT
6.
Penyiapan SDM di bidang
1 Paket
2010-
Kemendiknas
Daftar cakupan produk Hilir Kelapa Sawit yang Diusulkan untuk mendapatkan insentif penanaman Modal NO
KBLI
1
10412
2
10432
3
10490
4
20115
5
38211
CAKUPAN PRODUK Industri margarine
DAERAH/ PROVINSI Seluruh Propinsi Kecuali Pulau Jawa
PERSYARATAN
• Industri yang terintegrasi dalam satu wilayah, berbahan baku CPO, dan minyak nabati lainnya menjadi produk padatan (KBLI 10490) • Permodalan ≥ Rp. 50 M dan/atau Tenaga Kerja Minimal 100 orang Industri Minyak goreng sawit curah NAD dan Seluruh Propinsi • Industri yang terintegrasi dalam satu wilayah dan/atau kemasan bermerk dan/atau di luar Pulau Jawa dan mulai dari proses pemurnian CPO, pemisahan, kemasan sederhana Sumatera dan packing minyak goreng sawit (curah, kemasan bermerk dan/atau kemasan sederhana) (KBLI 10490) • Permodalan ≥ Rp. 50 M dan/atau Tenaga Kerja Minimal 100 org Shortening (vanaspati) dan Speciality fats Seluruh Propinsi Kecuali • Industri yang terintegrasi dalam satu wilayah, Pulau Jawa berbahan baku CPO, CPKO dan minyak nabati lainnya menjadi produk padatan(KBLI 10490). • Permodalan ≥ Rp. 50 M dan/atau Tenaga Kerja Minimal 100 org - Industri oleokimia (fatty acids, fatty Sumut, Riau, Jambi, • Industri yang terintegrasi dalam satu wilayah esters, fatty alcohol, fatty nitrogen Lampung, Bengkulu,, dengan industri yang berbahan baku CPO, compound, glycerine, methyl ester Kalbar, Kaltim, Kalteng, CPKO, dan minyak nabati lainnya (KBLI 10490) dan/atau turunannya) Kalsel, NAD, Papua dan • Tenaga Kerja : >100 org dan/atau Investasi: ≥ - Industri Bioenergi (Industri Biodiesel, Papua Barat, Sumatera Rp. 300 M Biooil, dan Bioetanol Anhidrat Barat, Sumatera Selatan - Industri Biolube Pengelolaan limbah organik (sludge) Seluruh Propinsi Kecuali Mandiri atau Terintegrasi dengan Industri PKS pabrik kelapa sawit (PKS) yan Pulau Jawa (KBLI 10431 yang terintegrasi dengan industri hilir menghasilkan biogas bahan baku KBLI 10432, 10490, 10412, dan/atau 20115) produksi listrik dan/atau gas hidrogen
3. Rencana Aksi Kakao No
Program
Target
Rencana Aksi
Waktu Pelaksanaan
1.
Bahan Baku
Optimalisasi pemanfaatan bahan baku
• Mengintegrasikan hasil produksi kebun kakao rakyat untuk menjadi bahan baku industri kakao yang dapat diandalkan. • Meningkatkan mutu biji kakao fermentasi
2011-2014
2.
Peningkatan Litbang Industri Kakao
Meningkatkan diversifikasi industri hilir kakao
• Sosialisasi diversifikasi produk hilir kakao untuk pangan dan non pangan • Meningkatkan peran litbang di bidang pengolahan dan pengemasan. • Penyediaan Balai-Balai atau Unit Pelayanan Teknis untuk pelatihan Sumber daya Manusia Bidang pengolahan kakao. • Kerjasama dengan Philipina untuk riset, SDM dan teknologi
2011-2014
3.
Pengembangan Pasar
Meningkatkan pangsa pasar industri hilir kakao di dalam dan luar negeri
• Sosialisasi peningkatan konsumsi coklat di dalam negeri • Membangun produk yang memiliki daya saing tinggi. • Membangun Merk Produk Industri Pengolahan Kakao Nasional di pasar internasional. • Membangun produk dapat diminati oleh pasar dalam negeri. • Diversifikasi pasar ekspor produk kakao olahan.
2011-2014
No
Program
Target
Rencana Aksi
Waktu Pelaksanaan
4.
Bidang Infrastruktur
Meningkatkan Infrastruktur Untuk Pengembangan Industri Hilir Kakao
• Pembangunan sarana pelabuhan • Pembangunan transportasi darat • Penyediaan tenaga listrik dan gas bagi industri kakao dan coklat olahan
2011-2014
5.
Promosi Investasi
Meningkatkan investasi industri hilir kakao
• Pameran Dalam dan Luar Negeri • Meningkatkan kerjasama multilateral melalui forum Asean Cocoa Club, ICCO dalam pengembangan industri kakao
2011-2014
4. Rencana Aksi Rumput Laut No
Program
1.
Pengembangan Kawasan Industri
2.
3.
4.
Target
Rencana Aksi
Waktu Pelaksanaan
Terfasilitasinya pembangunan infrastruktur kawasan industri rumput laut di Kawasan Timur Indonesia
• Bantuan mesin dan peralatan pengolahan rumput laut (SC dan RC) di Sulteng. • Penyusunan FS KI rumput laut di NTT, Bali, Sulteng , Sultra dan Maluku • Penyusunan DED KI rumput laut di NTT, Bali, Sulteng, Sultra, dan Maluku • Fasilitasi bantuan alat pengolahan rumput laut di NTT, Bali, Maluku dan Sultra
2011
Pengembangan pasar dan promosi investasi
Meningkatnya pangsa pasar industri rumput laut di dalam negeri dan luar negeri
• Pameran di dalam dan luar negeri • Workshop/seminar dan sosialisasi industri pengolahan rumput laut • Penyusunan profil investasi
2011-2014 2012-2014
Pengembangan Litbang
Meningkatnya nilai tambah rumput laut dan diversifikasi produk turunan rumput laut
• Penyusunan master plan Centre of Excellent pengembangan industri rumput laut olahan • Penelitian pengembangan dibidang diversifikasi industri olahan rumput laut.
2012
Bertambahnya investasi baru dan perluasan usaha
• Kajian pengenaan Bea Keluar ekspor rumput laut • Review peraturan yang menghambat pengembangan industri olahan rumput laut • Penyusunan regulasi fiskal/tarif
2011-2014 2011-2014
Peningkatan Investasi Iklim Usaha dan Penataan Regulasi
2011-2014 2012-2014 2013-2014
2012-2014
2011-2014
2011-2014
No
Program
5.
Pembinaan dan pengembangan
6.
Standarisasi dan Peningkatan Mutu
7.
Infrastruktur
Target
Meningkatnya penerapan standar mutu sesuai persyaratan internasional
Rencana Aksi
Waktu Pelaksanaan
• Grand Strategi Pengembangan budidaya dan industri pengolahan rumput laut • Terpetakannya lokasi pengembangan industri pengolahan rumput laut • Pengembangan industri pengolahan rumput laut menjadi industri ATC • Mendorong kerjasama kemitraan antara kelompok nelayan dengan industri pengolahan rumput laut.
2011-2014
• Meningkatkan jaminan mutu dan keamanan produk industri pengolahan rumput laut (GMP, HACCP, ISO 22000 dan sertifikasi halal) • Penerapan standar mutu produk olahan rumput laut sesuai persyaratan internasional
2011-2014
• Koordinasikan perencanaan pembangunan infrastruktur yang terintegrasi dalam mendukung pengembangan industri rumput laut.
2011-2014
5. Rencana Aksi Industri Gula No
1.
Program
Restrukturisasi Permesinan PG Existing
Target
• • •
Pemantapan kapasitas produksi Peningkatan kapasitas terpasang Peningkatan efisiensi produksi
Rencana Aksi
• •
•
2.
Fasilitasi Pembangunan Pabrik Gula Baru
• •
3.
4.
Audit PG
Teknologi
Pengembangan dan Pengawasan Pasar
• •
Pemberian keringanan pembiayaan pembelian mesin/peralatan gula Penyusunan Revisi Peraturan Menteri Perindustrian Tentang Program Restrukturisasi Mesin/Peralatan Pabrik Gula dan Petunjuk Teknis Direktur Jenderal. Kegiatan pendukung (Konsultan Managemen & Monitoring dan Lembaga Penilai Independen)
Waktu Pelaksanaan 2011-2014
Peningkatan kapasitas produksi industri gula nasional Meningkatkan daya saing
Pengkajian, pembahasan, koordinasi, monitoring dan evaluasi pelaksanaan rencana aksi revitalisasi industri gula oleh Tim Revitalisasi Industri Gula
2011-2014
Alokasi impor raw sugar Debottlenecking dan peningkatan efisiensi PG Existing.
•
2011-2014
Pemenuhan kebutuhan gula rafinasi untuk IKM dan industri rumah tangga serta pengendalian pendistribusiannya
•
Pelaksanaan Audit Teknologi Industri Gula Rafinasi Pelaksanaan Audit Teknologi Pabrik Gula Existing
• Survey dan Verifikasi Kebutuhan Gula Rafinasi Untuk Industri Kecil dan Menengah
2011-2014