PROGRAM KERJA TAHUN 2014, ISU STRATEGIS DAN PROGRAM PRIORITAS DITJEN INDUSTRI AGRO DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO Disampaikan pada: Rapat Kerja Kemenperin ~ Jakarta, 5-7 Februari 2014
PEMBAHASAN I.
LATAR BELAKANG
II.
KINERJA INDUSTRI AGRO
III. PROGRAM KERJA TAHUN 2014 IV. ISU-ISU STRATEGIS V.
PROGRAM PRIORITAS
VI. PENUTUP VII. PENUTUP 2 2
I. LATAR BELAKANG
3 3
I. LATAR BELAKANG Industri Agro merupakan industri andalan masa depan, karena didukung oleh sumber daya alam yang cukup potensial yang berasal dari sektor pertanian, perikanan/kelautan, peternakan, perkebunan dan kehutanan, produksi minyak sawit mentah (CPO dan CPKO) pada tahun 2012 lebih dari 25 juta ton, kakao sekitar 0,8 juta ton dan karet sekitar 3 juta ton. Pulp & Kertas (16,8 juta ton) No. 9 di Dunia
CPO & CPKO (25,5 juta ton) No.1 di Dunia Kakao (0,8 juta ton) No.3 di Dunia
Kelapa (3,3 Juta Ton) No. 1 Di Dunia
Karet (3,04 Juta Ton) No.2 di Dunia
Kopi (750 Ribu Ton) No. 3 di Dunia
Teh (136 ribu Ton) No.9 di Dunia
Rotan (143 ribu Ton) No.1 Di Dunia Gula (5,6 Juta Ton) No.3 di Dunia
Di samping itu, industri agro juga membutuhkan bahan baku impor, yaitu yang tidak tersedia di dalam negeri atau tersedia namun jumlah tidak memenuhi yang terbatas, seperti (data tahun 2012):
Tepung Terigu (Impor 480 ribu ton)
Susu (Impor 2 jutaTon)
Daging Sapi (Impor 40 ribu ton)
4 4
I. LATAR BELAKANG Pemanfaatan SDA sebagai bahan baku industri agro akan mempunyai efek berganda yang luas, seperti : 1). penguatan struktur industri, 2). Peningkatan nilai tambah, 3). pertumbuhan sub sektor ekonomi lainnya, 4). pengembangan wilayah industri, 5). proses alih teknologi, 6). perluasan lapangan kerja, 7). penghematan devisa, 8). perolehan devisa, 9). peningkatan penerimaan pajak bagi pemerintah.
Potensi yang besar didukung pula oleh bonus demografi Indonesia, dengan jumlah penduduk 238 juta orang, jumlah masyarakat kelas menengah + 45 juta orang dengan 42% hidup di perkotaan dan pendapatan per kapita + US$ 3.200, yang merupakan potensi tenaga kerja dan pasar di dalam negeri.
5 5
II. KINERJA INDUSTRI AGRO
6 6
A. PERTUMBUHAN INDUSTRI AGRO Pertumbuhan Industri Tahun 2007 – 2013 (TW III) LAPANGAN USAHA 1). Makanan, Minuman dan Tembakau
2007
2008
2009
2010
2011
TW III 2012 2013 (KUM) 3,45 7,74
5,05
2,34
11,22
2,78
9,14
2). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki
-3,68
-3,64
0,60
1,77
7,52
4,19
6,02
3). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya.
-1,74
3,45
-1,38
-3,47
0,35
-2,78
8,20
4). Kertas dan Barang cetakan
5,79
-1,48
6,34
1,67
1,40
-5,26
3,74
5). Pupuk, Kimia & Barang dari karet
5,69
4,46
1,64
4,70
3,95
10,25
3,66
6). Semen & Brg. Galian bukan logam
3,40
-1,49
-0,51
2,18
7,19
7,85
2,80
7). Logam Dasar Besi & Baja
1,69
-2,05
-4,26
2,38
13,06
6,45
10,30
8). Alat Angk., Mesin & Peralatannya
9,73
9,79
-2,87
10,38
6,81
6,94
10,04
-2,82
-0,96
3,19
3,00
1,82
-1,00
-4,00
Industri Agro
4,38
1,92
9,17
2,01
7,29
5,18
3,87
Industri Non Migas
5,15
4,05
2,56
5,12
6,74
6,40
6,22
Produk Domestik Bruto (PDB)
6,35
6,01
4,63
6,22
6,49
6,23
5,83
9). Barang lainnya
* Sumber: BPS diolah Kemenperin 7 7
B. KONTRIBUSI INDUSTRI AGRO Kontribusi Industri Agro pada PDB Industri Non Migas Tahun 2012 - 2013 Kontribusi Industri Agro pada PDB Industri Non Migas Tahun 2012
TW III Tahun 2013
Barang lainnya; 0,63%
Alat Angk. Mesin & Peralatanny a; 27.81%
Industri Agro; 45,43%
Logam Dasar Besi & Baja; 1,87% Semen & Brg Galian bukan Pupuk, Kilogam; mia & 3,42% Barang dari karet; 11.80%
Tekstil, Brg Kulit & Alas Kaki; 9,03%
* Sumber: BPS diolah Kemenperin
8 8
C. KINERJA EKSPOR INDUSTRI AGRO Kinerja Ekspor Industri Agro Tahun 2012 - 2013
(Nilai : US$ Juta)
Tahun CABANG INDUSTRI Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Industri Minuman dan Tembakau Industri Agro
2009 2010 27,890.54 17,654.69 3,365.91 8,826.94 496.19 699.13 31,752.64 27,180.76
2011 22,826.66 13,122.29 838.58 36,787.53
2012 19,527.79 25,726.09 1,728.59 46,982.47
2013 (Agustus) 7,457.50 5,250.08 1,252.86 13,960.44
* Sumber: BPS diolah Kemenperin
9 9
IiI. PROGRAM KERJA TAHUN 2014
10 10
A. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN Perpres No. 28 Tahun 2008 “Kebijakan Industri Nasional” (Industri Agro merupakan Salah Satu Industri Andalan Masa Depan) Strategi : Hilirisasi dan Diversifikasi Fokus : Kebijakan Fiskal dan Penyediaan Infrastruktur (termasuk Listrik dan Gas Bumi) Jangka Panjang : - Peningkatan R & D dan SDM - Pengembangan Mesin Pengolahan
TERCAPAINYA SASARAN PERTUMBUHAN
KLASTER INDUSTRI KAKAO INDUSTRI BUAH
FOKUS
12 Klaster Industri Agro
INDUSTRI KELAPA
INDUSTRI KELAPA SAWIT INDUSTRI FURNITURE INDUSTRI KARET
INDUSTRI TEMBAKAU
INDUSTRI PULP KERTAS
INDUSTRI KOPI
INDUSTRI HASIL LAUT
INDUSTRI GULA
INDUSTRI OLAHAN SUSU
MENINGKATNYA DAYA SAING INDUSTRI AGRO
RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KLASTER
11 11
B. SISTEM AGROBUSINESS – AGROINDUSTRY
Produktivitas
Industri (UU No. 3/2014)
* Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah Bahan Baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri
12
C. SASARAN PENGEMBANGAN Kualitatif : 1. Memperkuat struktur industri dengan mendorong investasi di bidang industri hilir agro, melalui promosi investasi dan pemberian insentif & disinsentif; 2. Meningkatkan daya saing industri agro melalui Fasilitasi penyediaan infrastruktur baik fisik (seperti pelabuhan, jalan dan rel KA) maupun non fisik (seperti Pusat Riset dan sekolah khusus) serta infrastruktur khusus (seperti terminal kayu dan tangki timbun) 3. Meningkatkan pemanfaatan kapasitas produksi melalui fasilitasi penyediaan bahan baku, pasokan listrik dan gas bumi untuk industri agro; 13 13
Sasaran Pengembangan (lanjutan ...........)
4. Meningkatkan penguasaan pasar dalam negeri dan ekspor, melalui pameran/promosi; 5. Mengembangkan keragaman produk seperti diversifikasi produk bahan baku pangan untuk substitusi tepung gandum; 6. Meningkatkan mutu produk industri agro dengan melakukan pelatihan/workshop cara produksi yang baik, HACCP serta meningkatkan jumlah produk industri agro untuk diberlakukan SNI wajib. Di samping itu, melakukan lomba desain untuk produk furniture; 7. Mengembangkan R & D baik di bidang teknologi proses, teknologi produk dan rancang bangun peralatan pabrik. 14
14 14
Sasaran Pengembangan (lanjutan ...........)
Kuantitatif : 1. Target Pertumbuhan Industri Agro Tahun 2010-2014 ( %)
Tahun
Rata-rata, %
CABANG INDUSTRI 2010
2011
2012
2013
2014
2010-2014
Makanan, Minuman dan Tembakau
6,64
7,92
8,15
8,90
10,40
8,40
Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya
1,75
2,75
2,79
3,40
3,70
2,88
Kertas dan Barang Cetakan
4,20
4,50
4,80
5,30
5,50
4,86
Sumber : Renstra Kementerian Perindustrian
15
Sasaran Pengembangan (lanjutan ...........)
2. Target Perkembangan Nilai Ekspor Industri Agro 2010-2014
Nilai : US$ juta
CABANG INDUSTRI Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Industri Minuman dan Tembakau Industri Agro
2010 11.464,12 13.819,69 2.789,33 28.073,14
2011 11.905,49 15.823,55 3.075,24 30.804,28
Tahun 2012 12.363,85 18.117,96 3.390,45 33.872,26
2013 12.839,86 20.745,06 3.737,97 37.322,89
2014 13.334,19 23.753,09 4.121,11 41.208,39
Trend, % 2010-2014 3,85 14,50 10,25 5,72
Sumber : BPS diolah Pusdatin dan Ditjen Ind. Agro – Kemenperin RI
16
D. PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2014 Program dan Kegiatan Ditjen Industri Agro Tahun 2014 NO.
PROGRAM/KEGIATAN PROGRAM REVITALISASI DAN PENUMBUHAN INDUSTRI AGRO Pusat Dekon
1
Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Pusat Dekon
2
Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Minuman dan Tembakau Pusat Dekon
3
Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan
4
Pusat Dekon Penyusunan dan Evaluasi Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Agro Pusat Dekon
ANGGARAN (Rp.) 268.303.300.000 250.803.300.000 17.500.000.000 36.918.300.000 31.418.300.000 5.500.000.000 43.018.300.000 39.518.300.000 3.500.000.000 139.835.400.000 135.335.400.000 4.500.000.000 48.531.300.000 44.531.300.000 4.000.000.000
17 17
Program dan Kegiatan Tahun 2014 (lanjutan ...........)
Kegiatan Pusat, meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pengembangan Klaster Industri Agro Revitalisasi Industri Gula Pengembangan Standar (Penyusunan dan Revisi SNI untuk 25 komoditi) Fasilitasi dan Koordinasi Peningkatan Iklim Usaha dan Kerjasama Internasional Partisipasi Ditjen Industri Agro pada Sidang dan Pameran Dalam Negeri maupun Luar Negeri Bantuan Mesin dan Peralatan Dalam Mendukung Pengembangan Klaster Industri Agro. Fasilitasi dan Koordinasi Penyusunan Program dan Rencana Kerja Ditjen Industri Agro Monitoring dan Evaluasi Pengembangan Industri Agro 18 18
Program dan Kegiatan Tahun 2014 (lanjutan ...........) Kegiatan Daerah (Dana Dekonsentrasi), meliputi: NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
KLASTER
PROVINSI Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Sumatera Utara Lampung Riau Sulawesi Utara Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Kalimantan Timur Nusa Tenggara Barat Maluku NAD Sumatera Barat Sumatera Selatan Bali Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Sulawesi Tenggara Papua Jambi
Klaster Klaster Klaster Klaster Klaster Klaster Klaster Klaster Klaster Klaster Klaster Klaster Klaster Klaster Klaster Klaster Klaster Klaster Klaster Klaster Klaster
Industri Pulp dan Kertas dan Pengolahan Buah Industri Pengolahan Kayu dan Pengolahan Susu Industri Berbasis Tebu Industri Berbasis MSM (CPO) Industri Pengolahan Kopi Industri Berbasis MSM (CPO) & Pengolahan Kelapa Industri Pengolahan Kelapa Industri Pengolahan Kakao Industri Pengolahan Kakao Industri Berbasis MSM (CPO) Industri Pengolahan Tembakau Industri Pengolahan Hasil Laut Industri Pengolahan Kopi Industri Pengolahan Kakao Industri Pengolahan Kopi Industri Pengolahan Kopi Industri Berbasis MSM (CPO) Industri Berbasis MSM (CPO) Industri Pengolahan Kakao Industri Berbasis MSM (CPO) Industri Berbasis Karet
19 19
Kegiatan Tahun 2014 (lanjutan ...........)
NO. 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
PROVINSI Bengkulu Bangka Belitung Kepulauan Riau Banten D.I. Yogyakarta Kalimantan Selatan Gorontalo Sulawesi Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Utara Papua Barat
INDUSTRI UNGGULAN Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Industri Agro Unggulan Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Industri Agro Unggulan Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Industri Agro Unggulan Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Industri Agro Unggulan Pengembangan Industri Furniture Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Industri Agro Unggulan Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Industri Agro Unggulan Pengembangan Industri Rotan Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Industri Agro Unggulan Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Industri Agro Unggulan Pengembangan Industri Pakan Ternak
20 20
LOKUS PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI AGRO
Klaster Kopi NAD
Klaster CPO
Klaster CPO
Klaster CPO dan Kelapa
Sumut
Kaltim
Kep. Riau
Klaster Kelapa
Riau
Sulut
Klaster Karet
Sumbar
Gorontalo
Jambi
Kalteng
Babel
Klaster Kakao Bengkulu
Maluku Utara
Kalbar
Sulteng
Klaster Kakao
Kalsel
Sumsel
Sulsel Lampung
Klaster Kopi Banten
Papua
Jateng
Klaster Ikan/Rumput Laut
Jatim
Jabar
Bali DI Yogya
Papua Barat
Sultra
Klaster Kakao
DKI Jakarta
Klaster Buah & Kertas
Maluku
Klaster CPO NTB
Klaster Susu & Furniture
NTT
Klaster Gula
Klaster Tembakau
21 21
IV. ISU-ISU STRATEGIS PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO
22 22
A. ISU-ISU STRATEGIS PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO 1. Masih adanya permasalahan klasik yang hingga kini belum tuntas, seperti terbatasnya infrastruktur (jalan, pelabuhan, listrik dan gas bumi) yang berdampak pada biaya logistik dan distribusi, serta akses terhadap bahan baku. 2. Terganggunya suplai dan meningkatnya harga komoditas pangan dunia akibat dampak gejolak nilai tukar USD. Sementara itu, sebagian besar bahan baku industri agro masih tergantung impor, seperti gandum, gula, kedelai, daging dan susu. Kenaikan harga bahan baku tersebut, tidak mudah untuk diteruskan kepada konsumen, mengingat daya beli konsumen belum mendukung. 3. Konsumen berpendidikan dan berwawasan lebih tinggi sehingga lebih menuntut akan produk-produk agro yang berkualitas tinggi, sehat/aman dan halal dikonsumsi. 4. Terganggunya pemasaran produk industri agro dalam negeri oleh produk ilegal dan produk impor kualitas rendah dengan harga murah. 5. Permasalahan perburuhan (UMP, demo), dan kenaikan biaya energi. 23 23
A. ISU-ISU STRATEGIS PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO 6. Adanya kampanye negatif oleh NGO asing terhadap produk turunan minyak sawit dan pulp kertas di Eropa dan Amerika Serikat. 7. Ketergantungan terhadap mesin/peralatan dari impor, sehingga meningkatkan biaya inventory peralatan (spare part) dari impor. 8. Adanya hambatan non tarif barrier di beberapa negara tujuan eksor antara lain sertifikasi eko label. 9. Semakin berkurangnya pasokan kayu dari hutan alam sebagai akibat dari tidak dilakukannya reboisasi secara optimal serta adanya konversi lahan hutan alam menjadi perkebunan dan pertambangan. PERHATIAN KHUSUS : DAMPAK AKAN MULAI DIBERLAKUKANNYA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC/MEA) TAHUN 2015 24 24
B. UPAYA-UPAYA YANG SUDAH DILAKUKAN 1. Memperkuat struktur industri dengan mendorong investasi melalui hilirisasi agro, melalui promosi investasi dan usulan pemberian insentif untuk investasi di bidang industri agro tertentu maupun di daerah tertentu, serta disinsentif (BK Kakao dan CPO, dan larangan ekspor bahan baku rotan). 2. Mengurangi beban biaya logistik dan distribusi, dengan berpartisipasi aktif mengusulkan perbaikan infrastruktur (seperti pelabuhan dan jalan) dan efisiensi pelayanan (jasa pelabuhan, transportasi). 3. Mengurangi ketergantungan impor dan kurangnya bahan baku industri agro, dengan fasilitasi dan koordinasi dengan instansi terkait (sektor on farm) untuk peningkatan produktivitas dan efisiensi on farm, mendorong pengintegrasian antara hulu dengan hilirnya, pembatasan ekspor produk primer, serta diversifikasi penggunaan bahan baku alternatif produk agro. 4. Meningkatkan penguasaan pasar dalam negeri dan ekspor, melalui pameran/promosi; 25 25
B. UPAYA-UPAYA YANG SUDAH DILAKUKAN 5. Meningkatkan mutu produk industri agro dengan melakukan pelatihan/workshop cara produksi yang baik, HACCP serta meningkatkan jumlah produk industri agro untuk diberlakukan SNI wajib. Di samping itu, melakukan lomba desain untuk produk furniture; 6. Meningkatkan produktivitas SDM dan R & D industri agro, baik di bidang teknologi proses, produk dan manajemen, untuk efisiensi dan peningkatan daya saing industri agro. 7. Untuk mencegah masuknya produk ilegal makanan dan minuman, diusulkan agar impor produk mamin wajib melalui jalur merah, mengefektifkan pengawasan early warning dan peningkatan pengawasan barang beredar. 8. Untuk mengantisipasi adanya hambaran non tarif barrier (sertifikasi eko label), industri pengolahan kayu perlu didorong untuk penerapan Standar Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). 26 26
V. PROGRAM PRIORITAS INDUSTRI AGRO
27 27
A. PROGRAM PRIORITAS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Hilirisasi Industri Hilir Berbasis Agro, Migas dan Bahan Tambang Mineral
Industri hilir kelapa Industri hilir Industri hilir karet kakao sawit
Peningkatan Daya Saing Industri Berbasis SDM, Pasar Domestik & Ekspor
Industri Tekstil, Pakaian jadi dan alas kaki
Pengembangan Industri Kecil dan Menengah
Industri furniture
Industri mesin perkakas/ peralatan pabrik
Fesyen
Industri petrokimia
Industri elektronika konsumsi dan peralatan telekomunikasi
Kerajinan
Industri gula Industri Industri pupuk logam dasar berbasis tebu
Industri kendaraan bermotor
Industri perkapalan
Animasi dan Konten Multimedia 28 28
B. PROGRAM PRIORITAS DITJEN INDUSTRI AGRO 1. Perpres No. 28/2008 tentang Kebijakan Industri Nasional 2. Inpres No. 1/2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional 3. Permenperin Tahun 2010 tentang Roadmap Pengembangan Industri
STRATEGI HILIRISASI INDUSTRI AGRO
- KELAPA SAWIT - KAKAO -FURNITUR/ROTAN -GULA
Hilirisasi adalah istilah untuk mendorong pengembangan industri hilir yang menggunakan bahan baku SDA potensial di Indonesia, baik SDA yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan.
1. MENINGKATKAN NILAI TAMBAH
TUJUAN
2. MEMPERKUAT STRUKTUR INDUSTRI 3. MENYEDIAKAN LAPANGAN KERJA 4. MENCIPTAKAN PELUANG USAHA 29 29
1. INDUSTRI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT LATAR BELAKANG • Berdasarkan Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008, tentang Kebijakan Industri Nasional, industri pengolahan kelapa sawit (turunan MSM) merupakan salah satu prioritas untuk dikembangkan dan mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi, seperti industri oleofood, oleochemical, energi dan pharmaceutical. • Pemanfaatan CPO selama ini digunakan oleh industri dalam negeri sebagai bahan baku industri turunan CPO yang masih terbatas yaitu industri pangan (antara lain minyak goreng, margarin, shortening, CBS, Vegetable Ghee) dan industri non pangan yaitu oleokimia (antara lain fatty acids, fatty alcohol, dan glycerin) dan biodiesel.
30 30
KINERJA INDUSTRI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT No
Uraian
Satuan
2008
2009
2010
2011
2012
2013*
22.8
23.3
25.4
26.3
27.8
27.8
78
81
85
89
93
95
22.300.000
25.400.000
26.500.000
27.200.000
28.000.000
28.500.000
2.390.000 5.250.000
2.430.000 5.300.000
2.520.000 5.590.000 Produksi
2.650.000 5.600.000
2.700.000 5.670.000
2.800.000 5.700.000
Ton
1.400.000
1.552.000
1.650.000
17.300.000
17.400.000
17.450.000
Ton Kilo Liter (KL)
1.105.000 2.485.000
1.150.000 1.195.000 2.550.000 2.685.000 Konsumsi
1.250.000 2.750.000
1.300.000 2.800.000
1.350.000 2.850.000
Ton
3.550.000
4.750.000
4.875.000
5.350.000
5.500.000
5.575.000
225.000 695.000
235.000 715.000
240.000 728.000
245.000 735.000
250.000 750.000
260.000 763.000
Ton
9.350.000
10.150.000
10.850.000
11.350.000
11.900.000
12.050.000
Ton Kilo Liter (KL) Ton Orang
1.005.000 2.010.000
1.010.000 2.018.000
1.015.000 2.020.000
1.030.000 2.035.000
1.050.000 2.050.000
1.070.000 2.065.000
273.000
280.000
287.000
325.000
330.000
330.000
Trilyun 1 Investasi Rupiah 2 Jumlah Unit Usaha Unit 3 Kapasitas Produksi Minyak Goreng Ton Sawit Oleokimia Ton Biodiesel Kilo Liter (KL) 4
Minyak Goreng Sawit Oleokimia Biodiesel 5
Minyak Goreng Sawit Oleokimia Biodiesel
Ton Kilo Liter (KL)
6
Minyak Goreng Sawit Oleokimia Biodiesel 7 Impor 8 Tenaga Kerja
Ekspor
* Untuk tahun 2013 data masih bersifat Prognosa Sumber : BPS diolah Pusdatin Kemenperin 2013 31 31
HAL-HAL YANG SUDAH DILAKUKAN 1. Pemberian Insentif Investasi Tax Allowance untuk Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di DaerahDaerah Tertentu (PP 1 tahun 2007 jo PP 62 tahun 2008 jo PP 52 tahun 2011) untuk Seluruh Lingkup Bidang Usaha Industri Hilir Kelapa Sawit Industri Hilir Kelapa Sawit tertentu (yang dianggap pioneer) dapat memperoleh insentif Tax Holiday sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas pembebasan Pajak Penghasilan Badan. Pembebasan Bea Masuk atas Impor Mesin serta Barang dan Bahan untuk Pembangunan atau Pengembangan Industri dalam rangka Penanaman Modal (PMK 76 tahun 2012).
32
HAL-HAL YANG SUDAH DILAKUKAN (LANJUTAN) 2. Restrukturisasi Bea Keluar CPO dan Produk Turunannya (PMK 75 Tahun 2012) Restrukturisasi Bea Keluar (BK) CPO dan produk turunannya diperlukan untuk : Menjamin ketersediaan bahan baku minyak sawit bagi industri domestik; Mengamankan pasokan serta harga minyak goreng di dalam negeri; Mendukung Program Nasional Hilirisasi Industri Kelapa Sawit Prinsip Restrukturisasi: BK CPO & CPKO dikenakan setelah produsen CPO memperoleh keuntungan, (Batas bawah dikenakan BK CPO adalah pada saat harga CPO lebih besar dari US$ 750/ton, sementara biaya produksi CPO sekitar US$ 500/ton). Tarif Bea Keluar produk Hilir lebih rendah daripada produk hulunya, sehingga akan mendorong tumbuhnya industri turunan MSM yang lebih hilir di dalam negeri. Tarif BK Minyak Goreng cukup rendah, dengan Tarif Bea Keluar Minyak Goreng Kemasan lebih rendah daripada Produk Curah mendukung program National Branding. Tambahan cakupan produk yang dikenakan Bea Keluar untuk produk Hydrogenated, bungkil, PFAD sebagai bahan baku industri. 33
HAL-HAL YANG SUDAH DILAKUKAN (LANJUTAN) 3. Pengembangan Kawasan Industri Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Kawasan Industri Sei Mangkei (Sumatera Utara), Dumai – Kuala Enok (Riau) , dan Maloy (Kalimantan Timur) Pendirian Pusat Inovasi Industri Hilir Kelapa Sawit di Kawasan Industri Sei Mangkei Sumut.
4. Promosi Investasi dan Anti Negative Campaign Partisipasi aktif dalam Promosi Investasi dan Anti Negative Campaign serta follow up/fasilitasi calon investor potensial (Dalam dan Luar Negeri) di bidang usaha Industri Hilir Kelapa Sawit. 34
HASIL YANG SUDAH DICAPAI 1. Utilisasi kapasitas produksi industri minyak goreng dalam negeri meningkat dari semula hanya 45% pada tahun 2010 menjadi lebih dari 70% pada tahun 2012. 2. Terjadi pergeseran tren ekspor yang semula didominasi oleh produk hulu (minyak sawit mentah/CPO dan CPKO) menjadi produk hilir (oleofood dan oleochemical). Persentase volume ekspor produk hulu dan produk hilir dalam kurun waktu tahun 2007 – 2012 sebagai berikut: NO.
URAIAN
2007
PERSENTASE VOLUME EKSPOR (%) 2008 2009 2010 2011
2012
1
Produk Hulu (CPO dan CPKO)
51,54
57,80
59,54
60,35
53,28
37,93
2
Produk Turunan CPO (Oleofood dan Oleochemical)
48,46
42,20
40,46
39,65
46,72
62,07
Total
100
100
100
100
100
100
35
HASIL YANG SUDAH DICAPAI (LANJUTAN) 3. Masuknya investasi lebih dari 24 Triliun Rupiah di sektor industri pengolahan minyak sawit (termasuk dalam KBLI 10432, 10490, 10412, 20115), sehingga pemanfaatan CPO sebagai bahan baku cenderung meningkat. Contoh Beberapa Perusahaan yang Menanamkan Investasinya Di Bidang Industri Turunan CPO Perusahaan
Produk
Nilai Investasi
Sinar Mas Group
Integrated Oleofood/Oleochemical
Rp.4,7 Triliun
Musim Mas Group
Integrated Oleochemical
Rp. 2,2 Triliun
Wilmar Group
Integrated Oleochemical /Biodiesel
Rp.3,2 Triliun
Domba Mas (Bakrie Group)
Fatty Acid & Fatty Alcohol
USD 180 Juta
PTPN III
Kawasan Industri dan Oleokimia
Salim Ivomas Pratama
Oleofood
Rp. 1,3 Triliun
Asian Agri Group
Oleofood
Rp. 1,4 Triliun
Unilever
Oleochemical
Rp. 1,2 Triliun
Golden Hop
Oleofood
Rp. 12 triliun
Rp. 3 Triliun (partnership)
36
2. INDUSTRI FURNITUR (ROTAN) LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara penghasil rotan terbesar di dunia. Diperkirakan 85% bahan baku rotan di seluruh dunia dihasilkan oleh Indonesia, sisanya dihasilkan oleh Negara lain seperti : Philipina, Vietnam dan negara-negara Asia lainnya.Rotan merupakan bahan baku dari alam yang ramah lingkungan, karena rotan hidup di pepohonan. Jika rotan tumbuh dengan baik artinya hutan lestari, oleh karena itu produk olahan rotan termasuk produk ramah lingkungan (green product). Industri pengolahan kayu yang berada dibawah binaan Kementerian Perindustrian adalah industri hilir yang mengolah lebih lanjut hasil produksi industri primer hasil hutan, yaitu meliputi industri wood working, furniture kayu dan industri pulp/kertas. Sedangkan industri primer hasil hutan yang mengolah langsung kayu bulat sesuai dengan PP 34 Tahun 2002 merupakan binaan Kementerian Kehutanan. 37
KINERJA INDUSTRI FURNITURE (ROTAN)
NO.
KETERANGAN
TAHUN 2010
2011
2012
2013
1.
Kapasitas Produksi
3.400.000 M3
3.401.000 M3
3.405.000 M3
3.406.000 M3
2.
Produksi
2.000.000 M3
2.200.000 M3
2.300.000 M3
2.305.000 M3
3.
Utilisasi
58,82%
64,69%
67,54%
67,67%
4.
Ekspor
1.4 Milyar USD
1.2 Milyar USD
1.2 Milyar USD
1.25 Milyar USD
5.
Unit Usaha
912
912
912
912
6.
Investasi
Rp. 7.3 Trilyun
Rp.7.3 Trilyun
Rp. 7.3 Trilyun
Rp. 7.3 Trilyun
7.
Tenaga Kerja
430.674
432.700
432.700
432.700
Sumber : BPS diolah oleh Pusdatin Kemenperin 2013
38
HAL-HAL YANG SUDAH DILAKUKAN 1) Dalam rangka pelaksanaan kebijakan pelarangan ekspor bahan baku rotan seperti yang diatur Permendag No.35/M-DAG/PER/11/2011 tentang Ketentuan Ekspor Rotan dan Produk Rotan. Kebijakan ini mengatur tentang rotan yang dilarang ekspor. 2) Khusus untuk mengantisipasi “issue” penumpukan rotan akibat sebagian rotan yang sebelumnya diekspor . a) Meningkatkan pemanfaatan produk rotan seperti furnitur untuk instansi Pemerintah dengan pengiriman Surat Menteri Perindustrian kepada Kementerian lainnya maupun kepada Gubernur. Selanjutnya surat tersebut sudah ditindaklanjuti dengan surat Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur dan Bupati/Walikota; b) Mengembangkan industri pengolahan rotan di daerah sumber bahan baku. Dalam tahap awal, dengan pengadaan meja dan kursi untuk sekolah melalui CSR perusahaan, sedang dipersiapkan pula pengiriman transmigran terampil dari daerah produsen barang jadi ke daerah penghasil bahan baku rotan; c) Meningkatkan peran resi gudang untuk menampung bahan baku rotan. 3) Telah disusunnya RSNI Furniture sebanyak 2 judul. 4) Telah dilakukannya kajian Feasibility Study (FS) pengembangan industri rotan didaerah sumber bahan baku rotan di Sulawesi Barat. 5) Telah dilakukan pengembangan Disain melalui kegiatan lomba disain furniture yang diikuti oleh 205 desainer serta dilakukan Klinik Disain di sentra industri furniture rotan di Cirebon yang diikuti sebanyak 25 perusahaan dan Klinik Disain di sentra industri furniture kayu di Jepara yang diikuti sebanyak 30 perusahaan. 39
HAL-HAL YANG SUDAH DILAKUKAN (LANJUTAN) 6) Telah dilaksanakan pelatihan di bidang desain dan teknologi proses produksi furniture di Pidie Aceh (25 orang), Katingan Kalimantan Tengah (25 orang), Makassar Sulawesi Selatan (25 orang), Palu Sulawesi Tengah (25 orang), Sukoharjo Jawa Tengah (45 orang) dan Mamuju Sulawesi Selatan (40 orang) sebanyak total 185 orang pengrajin mebel kayu dan rotan. 7) Telah dilakukan promosi dan pameran dalam rangka pengembangan pasar furniture di dalam negeri maupun luar negeri antara lain : a) The International Furnishing Show IMM di Cologne Jerman; b) High Point Market di North Carolina Amerika Serikat; c) The China International Furniture Expo di Shanghai China; d) International Furniture Fair Indonesia (IFFINA) 2013 di Jakarta International Expo; e) Trade Expo Indonesia 2013 di Jakarta International Expo; f) Pameran Produksi Indonesia 2013 di Bandung Jawa Barat; g) Pameran Produk Furniture dan Interior di Plaza Industri Kemenperind Jakarta.
40
3. INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO LATAR BELAKANG • Produk turunan kakao yang potensial untuk dikembangkan di masa mendatang adalah : cocoa liquor, cocoa cake, cocoa butter, cocoa powder, makanan dan minuman olahan dari cokelat. • Kapasitas produksi industri pengolahan kakao meningkat signifikan dari 560.000 ton tahun 2011 meningkat menjadi 660.000 ton (naik 17,8%) dengan kenaikan produksi dari 250.000 ton pada tahun 2011 meningkat menjadi 400.000 pada tahun 2012 (naik 60%). • Berkembangnya industri pengolahan kakao turut mendorong berkembangnya industri hilir cokelat seperti Nestle, Mayora, Indolakto, dan Unilever dengan investasi mencapai Rp. 3,0 Triliun.
41
KINERJA INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO No. 1.
URAIAN
SATUAN
TAHUN 2008
2009
2010
2011
2012
2013*
3.
Jumlah Perusahaan Unit Usaha Jumlah Tenaga Kerja Orang Juta Jumlah Investasi Rupiah
4.
Kapasitas
Ton
345.000
345.000
345.000
560.000
660.000
720.000
5.
Produksi
Ton
163.483
125.000
150.000
250.000
400.000
520.000
6.
Utilisasi
%
47,4
36,2
43,5
44,6
60,6
72,22
7.
Ekspor Ton
120.048
81.992
126.000
224.000
178.275
190.155
US$.000
387.782
295.103
453.600
806.400
551.814
603.514
Ton
12.541
10.102
10.607
11.137
19.827
20.435
US$.000
16.481
19.398
20.368
21.368
93.534
95.728
2.
Volume Nilai 8
15
15
15
16
16
18
4.000
4.000
4.000
4.300
4.300
4.500
1.500.000
1.500.000
1.500.000
2.000.000
3.000.000
3.500.000
Impor Volume Nilai
Sumber : BPS diolah Pusdatin Kemenperin 2013 * Untuk tahun 2013, data mulai dari periode Januari s/d Oktober 2013
42
HAL-HAL YANG SUDAH DILAKUKAN 1. Insentif Fiskal Industri Pengolahan Kakao Tax Allowance untuk Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (PP 1 tahun 2007 jo PP 62 tahun 2008 jo PP 52 tahun 2011) Pembebasan Bea Masuk atas Impor Mesin serta Barang dan Bahan untuk Pembangunan atau Pengembangan Industri dalam rangka Penanaman Modal (PMK 176 tahun 2009) Industri kakao dapat memperoleh insentif investasi Tax Holiday sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan dengan persyaratan merupakan industri pionir, rencana penanaman modal Rp. 1 Trilyun dan telah berproduksi secara komersial. 2. Kebijakan Bea Keluar Dasar Hukum: PMK No. 67 Tahun 2010 Jo PMK No 75 Tahun 2012 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar telah mendorong pengembangan industri kakao olahan dalam negeri dan peningkatan kapasitas produksi dan investasi. Ekspor biji kakao dikenakan Bea Keluar mulai April 2010. 3. Pencanangan Kebangkitan Industri Kakao dan Cokelat Nasional di Bandung, dengan diresmikannya 14 industri pengolahan kakao dan cokelat (8 industri mengalami perluasan, 1 industri baru dan 5 industri beroperasi kembali).
43 43
HAL-HAL YANG SUDAH DILAKUKAN (LANJUTAN) 4) Pencanangan Hari Kakao Indonesia yang ditetapkan pada setiap tanggal 16 September 2013. 5) Bantuan mesin dan peralatan industri pengolahan cokelat di Padang Pariaman (Sumatera Barat), dan Palu (Sulawesi Tengah). 6) Pelaksanaan Cocoa Day Tahun 2013 di Mall Taman Anggrek Jakarta. 7) Penyusunan Rancangan SNI Cokelat dan Produk-Produk Cokelat 8) Penyusunan RSKKNI Industri Pengolahan Kakao bidang produksi. 9) Fasilitasi dan sinkronisasi pengembangan klaster industri pengolahan kakao. 10) Peningkatan konsumsi kakao nasional per kapita per tahun sebesar 40% dari 250 gr tahun 2012 menjadi 350 gram tahun 2013. 11) Pelatihan Pengolahan Cokelat kepada 36 calon wirausaha baru 12) Bantuan mesin dan peralatan pengolahan cokelat di Balai Diklat Industri Makasar Sulawesi Selatan dalam rangka penguatan SDM industri pengolahan cokelat. 13) Pengawasan Peredaran Cocoa Shell Powder dalam rangka penerapan SNI Wajib Kakao Bubuk. 14) Peresmian PT. Barry Callebaut Comextra Indonesia di Makasar dan PT. Cargill Indonesia di Surabaya 15) Indonesia menjadi tuan rumah sidang ICCO sidang ke-87 di Bali. 44
HASIL – HASIL YANG TELAH DICAPAI 1. Penurunan ekspor biji kakao dan peningkatan ekspor kakao olahan • Ekspor biji kakao Jan-Mei 2012 mengalami penurunan sebesar 29,9% dibandingkan dengan ekspor tahun 2011, dari 97,3 ribu ton menjadi 74,9 ribu ton • Ekspor Kakao Olahan Jan-Mei 2012 mengalami peningkatan sebesar 38,3% dibandingkan dengan ekspor tahun 2011, dari 55,6 ribu ton menjadi 90,3 ribu ton.
Sumber : Pusdatin Kemenperin
45
HASIL – HASIL YANG TELAH DICAPAI (LANJUTAN) 2. Penurunan impor kakao olahan menurun sebesar 1,32% pada tahun 2012 dibanding tahun 2011 ini dikarenakan biji kakao dalam negeri sudah mulai terserap industri hilir kakao sebesar 22,42% pada tahun 2012 dibanding tahun 2011 .
2. Beroperasinya 5 (Lima) industri pengolahan kakao yang sudah mati suri yaitu PT. Effem Indonesia, PT. Jaya Makmur Hasta, PT. Unicom Kakao Makmur Sulawesi, PT. Davomas Abadi, dan PT. Maju Bersama Cocoa Industries. 2. Meningkatnya kapasitas produksi 8 (Delapan) industri pengolahan kakao dan cokelat yaitu PT. General Food Industry, PT. Bumitangerang Mesindotama, PT. Cocoa Ventures Indonesia, PT. Tedja Sekawan, PT. Kakao Mas Gemilang, PT. Gandum Mas Kencana, PT. Frey Abadi Indotama, dan PT. Sekawan Karsa Mulia yang semula 188.875 ton menjadi 281.950 ton. 46
4. INDUSTRI GULA LATAR BELAKANG • Revitalisasi industri gula 2010-2014 merupakan salah satu program prioritas Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II dengan target tercapainya swa-sembada gula nasional pada 2014. • Pada tahun 2014 diharapkan produksi gula nasional mencapai 5,7 juta ton terdiri dari 2,96 juta ton Gula Kristal Putih (GKP) dan 2,74 juta ton Gula Kristal Rafinasi (GKR) yang akan diperoleh dari pembenahan PG existing (revitalisasi off-farm) yang didukung revitalisasi on-farm (intensifikasi perkebunan tebu yang ada) dengan kontribusi 3,57 juta ton serta pembangunan perkebunan tebu baru (ekstensifikasi lahan) dan pembangunan PG baru dengan target 2,13 juta ton. • Dasar hukum Kementerian Perindustrian melaksanakan program revitalisasi industri gula yaitu INPRES No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional.
47 47
KINERJA INDUSTRI GULA 2013 Perusahaan/Pabrik Gula Jawa : PTP Nusantara IX (Persero) PTP Nusantara X (Persero) PTP Nusantara XI (Persero) PT RNI PT PG Madu Baru PT Kebon Agung PT IGN PT Pakis Baru Jumlah BUMN Jumlah Swasta Total Jawa Luar Jawa PTP Nusantara II (Persero) PTP Nusantara VII (Persero) PG Bone *) PG Camming PG Takalar PT Gunung Madu Plantations PT Sugar Group PT PG Gorontalo PT Pemuka Sakti Manis Indah PT LPI (PG. Komering) Jumlah BUMN Jumlah Swasta Total Luar Jawa Jumlah BUMN Jumlah Swasta Total Indonesia
Luas (Ha)
Tebu ProduktiProduksi vitas (Ton) (Ton/Ha)
Rendemen(%)
Hablur (GKP) ProduktiProduksi vitas (Ton) (Ton/Ha)
33,922.0 73,738.3 70,860.5 57,926.8 7,100.0 31,290.5 2,491.0 7,500.0 236,447.6 48,381.5 284,829.1
2,284,067 5,752,221 5,618,453 4,503,131 520,000 2,226,317 171,490 550,000 18,157,872 3,467,807 21,625,679
67.3 78.0 79.3 77.7 73.2 71.1 68.8 73.3 76.8 71.7 75.9
7.58 8.31 8.04 8.23 7.40 7.60 7.24 7.50 8.12 7.54 8.02
173,046.0 478,004.1 451,988.6 370,570.5 38,496.0 169,295.0 12,410.0 41,250.0 1,473,609.2 261,451.0 1,735,060.2
5.1 6.5 6.4 6.4 5.4 5.4 5.0 5.5 6.2 5.4 5.9
9,415.8 26,792.3 3,850.5 4,540.5 3,398.7 26,358.7 62,224.8 7,770.0 10,600.0 11,626.0 47,997.8 118,579.5 166,577.3 284,445.5 166,961.0 451,406.5
655,447 1,904,199 209,166 203,535 147,812 2,071,027 4,629,900 563,889 837,647 820,553 3,120,159 8,923,016 12,043,175 21,278,031 12,390,823 33,668,854
69.6 71.1 54.3 44.8 43.5 78.6 74.4 72.6 79.0 70.6 65.0 75.2 72.3 74.8 74.2 74.6
6.41 7.81 6.30 7.34 5.50 9.21 9.20 7.20 8.50 8.52 7.27 8.95 8.51 7.99 8.55 8.20
41,992.8 148,705.6 13,177.5 14,939.3 8,135.4 190,842.3 425,950.8 40,600.0 71,200.0 69,931.0 226,950.5 798,524.1 1,025,474.6 1,700,559.7 1,059,975.1 2,760,534.8
4.5 5.6 3.4 3.3 2.4 7.2 6.8 5.2 6.7 6.0 4.7 6.7 5.8 5.6 6.3 5.9
Sumber : Dewan Gula Indonesia tahun 2013 48
KINERJA INDUSTRI GULA 2012 Perusahaan Gula/PG
Luas Areal (Ha)
Produksi Tebu Jumlah Ton/Ha (Ton)
JAWA PTP Nusantara IX (Persero) 32.917,8 2.191.467,9 PTP Nusantara X (Persero) 73.758,1 6.271.546,6 PTP Nusantara XI (Persero) 72.224,6 5.193.927,1 PT RNI Group 57.342,7 4.768.874,0 PT Madu Baru 6.991,9 513.109,0 PT Kebon Agung 31.970,7 2.340.438,8 PT IGN 1.685,7 110.000,0 PT Pakis Baru 7.151,9 505.726,5 Jumlah BUMN 236.243 18.425.816 Jumlah Swasta 47.800 3.469.274 JUMLAH JAWA 284.044 21.895.090 LUAR JAWA PTP Nusantara II (Persero) 11.028,0 704.006,5 PTP Nusantara VII (Persero) 24.703,0 1.653.800,0 PTP Nusantara XIV (Persero) : 13.500,0 626.117,3 PT Gunung Madu Plantation 26.500,0 2.060.000,0 PT Sugar Group 62.145,0 4.519.247,5 PT Gorontalo 7.938,0 579.595,0 PT Pemuka Sakti Manis Indah 10.906,0 817.950,0 PT Laju Perdana Indah 11.235,1 869.988,3 Jumlah BUMN 49.231,0 2.983.923,8 Jumlah Swasta 118.724,1 8.846.780,8 JUMLAH LUAR JAWA 167.955,1 11.830.704,6 Jumlah BUMN 285.474,2 21.409.739,4 Jumlah Swasta 166.524,3 12.316.055,1 JUMLAH INDONESIA 451.998,5 33.725.794,5 Sumber : Perusahaan-perusahaan Gula diolah di Set.DGI 2012
Ren demen (%)
Produksi Hablur Jumlah Ton/Ha (Ton)
66,6 85,0 71,9 83,2 73,4 73,2 65,3 70,7 78,0 72,6 77,1
7,46 7,50 7,70 7,71 7,00 7,37 6,51 7,19 7,85 7,26 7,76
163.519,9 515.149,0 400.085,8 367.572,0 35.917,6 172.394,9 7.161,0 36.372,8 1.446.327 251.846 1.698.173
4,97 6,98 5,54 6,41 5,14 5,39 4,25 5,09 6,12 5,27 5,98
63,8 66,9 46,4 77,7 72,7 73,0 75,0 77,4 60,6 74,5 70,4 75,0 74,0 74,6
5,90 7,35 5,89 8,70 9,20 6,50 7,95 7,63 6,70 8,64 8,15 7,69 8,25 7,89
41.506,0 121.549,5 36.853,9 179.220,0 415.770,8 37.674,0 65.000,0 66.380,1 199.909,4 764.044,9 963.954,3 1.646.236,1 1.015.891,2 2.662.127,4
3,76 4,92 2,73 6,76 6,69 4,75 5,96 5,91 4,06 6,44 5,74 5,77 6,10 5,89
49
HAL-HAL YANG SUDAH DILAKUKAN 1.
2. 3. 4. 5.
Telah direalisasikan bantuan keringanan pembiayaan mesin/peralatan di 5 Perusahaan Gula yaitu PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, PT. PG Rajawali I dan PT. PG Rajawali II kepada 46 Pabrik Gula dengan nilai bantuan Rp. 53,3 Miliar. Telah selesai dilakukan Audit Teknologi pada tahun 2013 terhadap 16 PG existing terpilih. Telah dilaksanakannya groundbreaking PG Glenmore dengan kapasitas 5.000 TCD expandable 8.000 TCD di Banyuwangi – Jawa Timur. Telah dilaksanakannya Konsultasi Bimbingan Sistem Manajemen Mutu pada tahun 2013 terhadap 16 PG eksisting terpilih. Telah dilaksanakannya Fasilitasi Penerapan Sistem Manajemen Keamanan Pangan ISO 22000:2008 terhadap 46 PG BUMN.
50 50
VI. USULAN KEBIJAKAN
51 51
USULAN KEBIJAKAN UNTUK PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO 1. Optimalisasi Insentif Fiskal: Tax Holiday, Tax Allowance, BMDTP, Pembebasan PPnBM, Bea Masuk; 2. Optimalisasi pemanfaatan pasar Amerika dan Jepang yang mulai pulih terutama untuk consumer goods dan mencari pasar-pasar tujuan ekspor baru, misalnya Timur Tengah, Afrika, Eropa Timur, dan Amerika Latin; 3. Peningkatan upaya pengendalian impor melalui kebijakan non-tariff barrier, seperti: penerapan SNI Wajib terhadap industri agro, serta mengoptimalkan instrumen anti dumping dan safeguards; 4. Dalam mendukung Program Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), diperlukan adanya sanksi yang tegas kepada unit kerja dalam instansi pemerintah/BUMN/swasta yang tidak memenuhi persyaratan komponen lokal yang dipersyaratkan sehingga penerapan P3DN dapat lebih maksimal. 5. Prioritas penyediaan infrastruktur, terutama dalam mendukung pusat-pusat pertumbuhan industri, seperti percepatan pembangunan perluasan pelabuhan dan jaringan transportasi, baik kereta api maupun jalan tol;
52 52
USULAN KEBIJAKAN UNTUK PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO 7. Jaminan pasokan gas dan listrik untuk kebutuhan industri dalam negeri, baik sebagai bahan baku maupun energi; 8. Barang dan Jasa Termasuk EPC (Engineering Procurement Construction) Dalam Negeri Yang Sudah Proven, Wajib Dipakai oleh Proyek-proyek Pemerintah dan BUMN; 9. Perjanjian Kerjasama Internasional yang dititikberatkan pada Peningkatan Investasi; 10. Perumusan Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) industri makanan, minuman dan tembakau serta industri hasil hutan dan perkebunan; 11. Pemberlakuan penerapan secara wajib SNI dan pertimbangan teknis untuk 109 produk industri (makanan dan minuman); 12. Pemberian insentif untuk industri hijau, khususnya penggunaan teknologi ramah lingkungan bagi penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), serta industri yang menghasilkan produk ramah lingkungan (eco product) pada industri agro.
53 53
VII. PENUTUP
54 54
PENUTUP
1. Pertumbuhan industri agro yang sebagian besar merupakan produk “consumer goods” diprediksikan akan tetap baik dan masih menjadi andalan sektor industri pengolahan non migas, didukung oleh kuatnya permintaan di dalam negeri yang diakibatkan oleh semakin meningkatnya konsumen kelas menengah di dalam negeri. 2. Namun dengan semakin besar dan terbukanya pasar di dalam negeri juga menjadi daya tarik dan menimbulkan ancaman masuknya produk agroindustri dari negara lain, oleh karena itu diperlukan upaya-upaya yang serius dalam meningkatkan daya saing produk agroindustri, dengan mengatasi permasalahan-permasalahan seperti infrastruktur, kompetensi dan produktivitas tenaga kerja disertai tuntutan kenaikan upah, iklim investasi dan teknologi, serta kondisi kelembagaan birokrasi.
55 55
56 56