1
KINERJA DINAS KESEHATAN KOTA BOGOR TAHUN 2014 MENUJU BOGOR KOTA SEHAT
dr. Rubaeah,M.Kes (Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor) Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setingggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator yaitu indikator angka harapan hidup, angka kematian dan status gizi masyarakat Pembangunan manusia adalah sebuah proses pembangunan yang bertujuan agar manusia mempunyai kemampuan di berbagai bidang, khususnya dalam bidang kesehatan, pendidikan dan pendapatan. Keberhasilan pembangunan manusia dapat diukur melalui tiga hal yaitu umur panjang dan sehat, berpengetahuan dan memiliki kehidupan yang layak. Umur panjang dan sehat direpresentasikan dengan indikator angka harapan hidup ; pendidikan direpresentasikan dengan indikator angka melek huruf; serta kehidupan yang layak direpresentasikan dengan indikator kemampuan daya beli. Semua indikator yang merepresentasikan ketiga indikator pembangunan manusia
terangkum dalam suatu nilai
tunggal yaitu Indeks Pembangunan Manusia (Human
Development Index). Dinas Kesehatan merupakan salah satu SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang mengupayakan indikator umur panjang dan sehat masyarakat Kota Bogor melalui berbagai upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif melalui Visi “Masyarakat Kota Bogor Sehat dan Mandiri”. Tercapainya Visi tersebut bukan semata-mata hasil kerja Dinas Kesehatan akan tetapi merupakan hasil kerja seluruh sektor yang didukung oleh peran serta seluruh masyarakat. Adapun masyarakat Kota Bogor sehat dan mandiri yang ingin dicapai adalah masyarakat yang ditandai oleh situasi penduduknya yang hidup dalam lingkungan yang sehat dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Lingkungan sehat yang diharapkan adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat, serta perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan.
2 Perilaku sehat yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Kemampuan masyarakat yang diharapkan adalah yang mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu tanpa adanya hambatan, baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi. Pelayanan kesehatan yang bermutu yang dimaksudkan disini adalah pelayanan kesehatan yang memuaskan pemakai jasa pelayanan serta yang diselenggarakan sesuai dengan standar dan etika profesi. Diharapkan dengan terwujudnya lingkungan dan perilaku hidup sehat serta meningkatnya kemampuan masyarakat maka derajat kesehatan perorangan, keluarga, dan masyarakat dapat ditingkatkan secara optimal. Selanjutnya untuk dapat mewujudkan Visi tersebut, ditetapkan 4 Misi pembangunan kesehatan Kota Bogor sebagai berikut : 1.
Menyediakan pelayanan kesehatan yang bermutu, dan terjangkau
2.
Menggerakkan kemandirian masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan lingkungan
3.
Meningkatkan kualitas sumberdaya kesehatan yang profesional dan amanah
4.
Meningkatkan peran serta masyarakat dalam jaminan pemeliharaan kesehatan yang mandiri
Berikut ini kegiatan-kegiatan yang telah diupayakan oleh Dinas Kesehatan Kota Bogor Tahun 2014 untuk mencapai Visi dan Misi tersebut di atas : KEGIATAN SERTIFIKASI ISO 9001:2008 DI PUSKESMAS KOTA BOGOR SERTA OPTIMALISASI PUSKESMAS RAWAT INAP Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai salah satu fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) memiliki peranan penting dalam sistem kesehatan nasional, khususnya subsistem upaya kesehatan. Puskesmas harus ditata kelola dengan baik agar dapat meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan kualitas pelayanan dalam rangka meningkatkan derajat masyarakat serta menyukseskan program jaminan sosial nasional (JKN). Upaya kesehatan yang dilaksanakan di Puskesmas menitik-beratkan pelayanan pada sasaran masyarakat luas. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat, maka Puskemas harus tersertifikasi, terstandarisasi dan terakreditasi dengan baik sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.75 tahun 2014. Akreditasi juga sebagai syarat Puskesmas untuk menjadi FKTP yang terdaftar pada Badan Penyenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan berhak melaksanakan program JKN. Sebagai penguat penerapan akreditasi Puskesmas, Kota Bogor telah melakukan assesment standarisasi Puskesmas sesuai dengan yang tertuang dalam
Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2010-2014 Kota Bogor Urusan Kesehatan, pada
3 Program Standarisasi Pelayanan Kesehatan. Sasaran Program ini adalah meningkatkan akses layanan dan kualitas layanan kesehatan melalui Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO. Penetapan telah melaksanakan SMM ISO berdasarkan audit yang dilakukan oleh badan sertifikasi. Kota Bogor sudah memiliki 12 (duabelas) Puskesmas yang menerapkan SMM ISO 9001:2008. Melalui proses pembenahan yang cukup panjang, maka audit ekstenal keduabelas puskesmas tersebut dapat terlaksana sehingga berhak memperoleh sertifikatnya. Dimulai pada tahun 2011 yaitu Puskesmas Bogor Selatan, Puskesmas Bogor Timur dan Puskesmas Bogor Tengah oleh Badan Sertifikasi Worldwide Quality Assurance (WQA) SEA dan Sukofindo. Kemudian Puskesmas Tegal Gundil, Puskesmas Kedung Badak dan Puskesmas Semplak pada tahun 2012 oleh Worldwide Quality Assurance (WQA) APAC. Dilanjutkan dengan Puskesmas Pasir Mulya, Puskesmas Sindang Barang dan Puskesmas Tanah Sareal pada tahun 2013 oleh Tüv Nord. Selanjutnya Puskesmas Gang Kelor, Puskesmas Cipaku dan Puskesmas Mekarwangi, yang terakreditasi ISO pada tahun 2014 oleh Trans Pacific Sertification Ltd. (TCL). Masyarakat sendiri telah merasakan dampak dari SMM ISO ini yaitu pelayanan menjadi lebih mudah, lebih ramah dan lebih cepat. Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, bertanggung-jawab memberikan layanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat. Pada kasus tertentu yang membutuhkan layanan tindak lanjut, emergensi/kedaruratan medik dan atau perawatan, pasien harus dirujuk ke pusat rujukan medis dan keperawatan, untuk dilakukan stabilisasi kasus dalam persiapan merujuk ke Rumah Sakit yang lebih mampu. Oleh karena itu layanan tindak lanjut perlu dilaksanakan. Sebagai pengembangan untuk penerapan layanan, maka diselenggarakan Puskesmas Perawatan atau Puskesmas Rawat Inap (Ranap). Tanggal 26 Mei 2014, telah diresmikan tiga Puskesmas Rawat Inap yaitu Puskesmas Pasir Mulya, Puskesmas Tanah Sareal dan Puskesmas Mekarwangi. Ketiga Puskesmas ini menjadi harapan bagi masyarakat Kota Bogor di wilayahnya dalam memenuhi kebutuhan kesehatan terutama untuk perawatan. Selanjutnya, ketiga Puskesmas ini juga telah bersinergi dengan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat, sehingga diharapkan tidak ada lagi masyarakat yang tidak memperoleh pelayanan kesehatan bahkan ditolak untuk dirawat oleh fasilitas pelayanan kesehatan. Pada tanggal 27 November 2014 diresmikan puskesmas baru untuk rawat inap yaitu Puskesmas Bogor Utara, sehingga saat ini Kota Bogor telah memiliki emapat Puskesmas Rawat Inap yang beroperasi dengan baik. Hal ini terbukti dengan meningkatnya antusias masyarakat di Kota Bogor untuk mendapatkan layanan rawat Inap. Bahkan Puskesmas Mekarwangi pada bulan Desember 2014 telah mengalami peningkatan pasien menjadi 14 orang pasien perbulan. Dan diikuti oleh ketiga Puskesmas yang lain.
4 Program Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin dan Peningkatan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) di Kota Bogor Program pelayanan kesehatan masyarakat miskin dan peningkatan Jamkesda merupakan salah satu program prioritas Pemerintah Kota Bogor dalam upaya menanggulangi kemiskinan dari sektor kesehatan dengan sasaran penduduk miskin di Kota Bogor di luar kuota Jamkesmas yang belum terlindungi oleh jaminan kesehatan. Program Jamkesda merupakan pengembangan dari program pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin di luar kuota Jamkesmas yang pada awalnya dilaksanakan bagi penduduk dengan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang diterbitkan oleh Kecamatan. Dalam upaya untuk mendapatkan data dasar sasaran kepesertaan penerima program Jamkesda, maka pada tahun 2010 dilaksanakan Pendataan Keluarga Untuk Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Daerah di Kota Bogor yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Bogor dan lintas sektor terkait di wilayah Kelurahan dan Kecamatan. Melalui proses pengolahan data serta pencocokan dan penelitian data yang dilaksanakan pada tahun 2011 maka dengan SK Walikota Bogor Nomor 440.45 – 179 Tahun 2012 ditetapkan sasaran peserta penerima program Jamkesda di Kota Bogor berjumlah 221.072 jiwa. Dari data dasar kepesertaan tersebut di atas, pada bulan Mei 2013 kartu Jamkesda telah dicetak dan didistribusikan ke Kecamatan dan Kelurahan untuk selanjutnya didistribusikan pada 166.454 peserta di wilayah Kota Bogor. Untuk mendapatkan data sasaran peserta penerima sasaran program yang mendekati kebenaran dan tidak terduplikasi dengan jaminan kesehatan lain, maka pada tahun 2013 dan 2014 dilaksanakan proses updating data yang dilaksanakan oleh Tim Updating Data Tingkat Kelurahan dan Kecamatan. Sampai dengan saat ini sasaran penerima program Jamkesda meliputi penerima kartu Jamkesda dan penduduk miskin yang belum terdata dalam data dasar Jamkesmas maupun Jamkesda masih dapat menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu dari Kelurahan. Manfaat yang dapat diterima baik oleh peserta Jamkesda maupun pengguna Surat Keterangan Tidak Mampu adalah pelayanan kesehatan sesuai dengan indikasi medis untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diantaranya meliputi rawat jalan dan rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas) dan rawat jalan dan rawat inap kelas III dan ruang khusus (HCU,ICU,NICU,PICU, dll) di fasilitas kesehatan tingkat lanjut (rumah sakit). Prosedur pelayanan kesehatan bagi peserta Jamkesda dan SKTM melalui mekanisme pelayanan kesehatan terstruktur dan berjenjang dengan persyaratan:
Peserta Jamkesda menunjukkan kartu Jamkesda di fasilitas kesehatan tingkat pertama (Puskesmas)
5
Jika dibutuhkan pelayanan spesialistik sesuai dengan indikasi medis, peserta Jamkesda akan dirujuk ke Rumah Sakit yang bekerja sama dengan Pemerintah Kota Bogor.
Dalam keadaan darurat, peserta Jamkesda dapat langsung ke Unit Gawat darurat Rumah Sakit (tanpa rujukan).
Pendanaan pelayanan kesehatan program Jamkesda di Kota Bogor bersumber dari APBD Propinsi Jawa Barat dan APBD Kota Bogor menunjukkan tren peningkatan biaya pelayanan kesehatan dari tahun 2010-2013 dan tren penurunan sejak dilaksanakannya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mulai 1 Januari 2014 seperti dapat dilihat pada grafik di bawah dibawah ini:
Jumlah Biaya Pelayanan Kesehatan bagi Peserta Jamkesda Periode 2010-2014
Jumlah Biaya ( Rp)
25,000,000,000 APBD I
20,000,000,000
APBD II
15,000,000,000 10,000,000,000 5,000,000,000 2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Tahun
Peningkatan alokasi anggaran Program Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin dan Peningkatan Jamkesda berdampak pada meningkatnya akses penduduk miskin pada pelayanan kesehatan seperti dapat dilihat pada grafik dibawah ini: Jumlah Kasus dari Peserta Jamkesda di Puskesmas dan Rumah Sakit Periode 2010/2014
35000
30685
Kasus di Puskesmas
30000 25000
18986 17019
20000
13042
15000 8764
10000 3630
3225
5000 0
0
0
2010
2011
2012
0 2013
2014
6 Dengan dilaksanakannya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan mulai 1 Januari 2014 maka program
Jamkesda yang diselenggarakan oleh seluruh pemerintah kabupaten/kota wajib terintegrasi ke dalam program JKN selambatnya akhir tahun 2016. Sejalan dengan hal tersebut maka Pemerintah Kota Bogor secara bertahap pada tahun 2014 mulai mendaftarkan dan membayarkan iuran penduduk miskin/peserta Jamkesda
sebanyak 32.431 jiwa ke BPJS Kesehatan dan selanjutnya
sampai dengan tahun 2016 diharapkan seluruh peserta Jamkesda Kota Bogor telah didaftarkan ke BPJS Kesehatan. Melalui program JKN diharapkan dapat diwujudkan perlindungan kesehatan bagi seluruh penduduk miskin di Kota Bogor yang pada akhirnya mempunyai daya ungkit terhadap derajat kesehatan penduduk Kota Bogor. Kelurahan Siaga sebagai Wadah Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat Pengembangan Kelurahan Siaga Aktif merupakan program lanjutan dan akselerasi dari program pengembangan
Desa
Siaga
sesuai
1529/Menkes/SK/X/2010. Kelurahan rangka
percepatan pencapaian
Keputusan
Siaga
tujuan
merupakan
pembangunan
Menteri upaya milenium
Kesehatan yang
RI
strategis
(Millenium
Nomor dalam
Development
Goals). Lima dari delapan tujuan tersebut berkaitan langsung dengan kesehatan, yaitu memberantas kemiskinan dan kelaparan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV dan AIDS, penyakit lainnya serta melestarikan lingkungan hidup. Kelurahan Siaga menjadi salah satu wujud kemandirian dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan, dimana individu, keluarga, kelompok dan masyarakat diharapkan peduli, tanggap, dan mampu mengenali, mencegah serta mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi secara mandiri, sehingga derajat kesehatannya meningkat. Pengembangan Kelurahan Siaga diarahkan pada upaya memfasilitasi proses belajar mengajar masyarakat
dalam memecahkan
masalah-masalah kesehatannya. Pengembangan Kelurahan Siaga pada hakekatnya merupakan bagian dari urusan pemerintah yang menjadi kewajiban dan kewenangan kota yang diserahkan pengaturannya kepada kelurahan dan menjadi tanggung jawab Pemerintahan Kelurahan. Oleh karena kelurahan Siaga merupakan upaya pembangunan kelurahan, maka program ini memerlukan peran aktif dari berbagai pihak mulai dari pusat, provinsi, kota, kecamatan, sampai kelurahan. Pemerintah memiliki sejumlah tanggung jawab untuk merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina/memfasilitasi, serta mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Saat ini, 68 Kelurahan di Kota Bogor sudah menjadi Kelurahan Siaga Aktif dan sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2014 telah dikembangkan juga 244 RW Siaga Aktif. Kelurahan/RW Siaga Aktif yang dikembangkan di Kota Bogor tersebut sudah dapat mengakses pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas/Pustu atau sarana kesehatan lainnya), mampu mengembangkan UKBM (Upaya
7 Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat) meliputi pemantauan penyakit, kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan dan perilaku), melaksanakan kedaruratan kesehatan, penanggulangan bencana dan penyehatan lingkungan serta masyarakatnya menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Perkembangan Posyandu di Kota Bogor Posyandu merupakan jenis UKBM yang paling memasyarakatkan dewasa ini. Posyandu meliputi 5 program prioritas (KB, KIA, Gizi, Imunisasi dan Penanggulangan Diare) yang terbukti mempunyai daya ungkit besar terhadap penurunan angka kematian ibu dan bayi. Saat ini (tahun 2014) Kota Bogor memiliki 960 buah Posyandu yang tersebar di 68 Kelurahan dengan tingkat kemandirian sebagai berikut yaitu pratama (0%), madya
(43,96%), purnama (43,54%), mandiri (12,5%).
Adapun jumlah kader aktif yang melaksanakan keposyanduan saat ini berjumlah 5.269 orang, sehingga rata-rata Posyandu di Kota Bogor memiliki kader aktif sebanyak 5 sampai 6 orang. Jumlah kader posyandu ini di beberapa Posyandu dengan program pengembangan
lebih dari 1 (ada
Posbindu lansia, Kelas Ibu, Kelas Gizi,dll) kemungkinan memiliki kader lebih dari 5 orang. Berikut ini perkembangan tingkat kemandirian Posyandu di Kota Bogor Tahun 2014 :
Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Kota Bogor PHBS menjadi salah satu kriteria pentahapan Kelurahan Siaga Aktif. Pemberdayaan masyarakat untuk ber PHBS harus dimulai dari rumah tangga, karena rumah tangga yang ber PHBS merupakan aset dan modal pembangunan kesehatan di masa depan yang perlu dijaga, dilindungi dan ditingkatkan kesehatannya. Beberapa anggota rumah tangga mempunyai masa rawan terkena penyakit menular dan penyakit tidak menular, oleh karena itu untuk mencegah penyakit tersebut, anggota rumah tangga perlu diberdayakan untuk melaksanakan PHBS. PHBS di rumah tangga diarahkan untuk memberdayakan setiap keluarga atau anggota rumah tangga agar tahu, mau, dan mampu menolong diri sendiri di bidang kesehatan dengan
8 mengupayakan lingkungan yang sehat, mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan yang dihadapi, memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan yang ada, serta berperan aktif mewujudkan kesehatan masyarakatnya dan mengembangkan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat. Ada 10 (sepuluh) indikator PHBS rumah tangga yang harus dilaksanakan oleh seluruh anggota rumah tangga yaitu : 1) Persalinan oleh tenaga kesehatan 2) Bayi diberi ASI Ekslusif 3) Balita ditimbang setiap bulan 4) Menggunakan air bersih 5) Cuci tangan pakai air bersih dan sabun 6) Menggunakan jamban sehat 7) Memberantas jentik nyamuk di rumah 8) Makan sayur dan buah setiap hari 9) Melakukan aktifitas fisik setiap hari 10) Tidak merokok di dalam rumah Untuk mewujudkan rumah tangga ber PHBS, upaya-upaya yang telah dilakukan diantaranya penyuluhan kesehatan baik secara langsung ke masyarakat, melalui seminar atau talkshow melalui media/radio, sosialisasi melalui media (poster, leaflet, stiker,banner,dll), kampanye kesehatan, mobile wawar, demonstrasi cuci tangan pakai sabun, gerakan serentak PSN dengan 3 M Plus, lomba-lomba penerapan PHBS di wilayah, dll. Berdasarkan hasil survei PHBS rumah tangga di Kota Bogor tahun 2014 yang telah dilakukan oleh kader kesehatan di masing-masing wilayah, diperoleh hasil capaian rumah tangga ber PHBS Kota Bogor adalah 62,1%. Hasil tersebut masih jauh dari target yaitu 85% rumah tangga ber PHBS tahun 2014. Perlu dilakukan berbagai terobosan dan inovasi dengan bersumberdaya masyarakat, swasta serta didukung oleh Pemerintah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam ber PHBS. Berikut ini capaian Rumah Tangga ber PHBS dan capaian indikator PHBS Tingkat Kota Bogor Tahun 2014 :
9
Dokumentasi Kegiatan Penerapan PHBS
Upaya Mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Bogor Kebiasaan merokok sudah meluas di hampir semua kelompok masyarakat di Indonesia dan di Kota Bogor khususnya serta cenderung meningkat, terutama di kalangan anak dan remaja sebagai akibat gencarnya promosi rokok di berbagai media massa. Hal ini memberi makna bahwa masalah merokok telah menjadi semakin serius, mengingat merokok beresiko menimbulkan berbagai penyakit atau gangguan kesehatan yang dapat terjadi baik pada perokok itu sendiri maupun orang lain di sekitarnya yang tidak merokok (perokok pasif) terutama bagi bayi dan anak-anak yang memiliki kerentanan tinggi apabila tidak memperoleh perlindungan yang memadai. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah-langkah pengamanan rokok bagi kesehatan dan juga membatasi ruang gerak para perokok, diantaranya melalui penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Hak untuk menghirup udara bersih tanpa paparan asap rokok telah menjadi perhatian dunia. WHO memprediksi penyakit yang berkaitan dengan rokok akan menjadi masalah kesehatan dunia. Dari tiap 10 orang dewasa yang meninggal, 1 diantaranya meninggal disebabkan asap rokok. Dari data terakhir WHO di tahun 2004 ditemui sudah mencapai 5 juta kasus kematian setiap tahunnya serta 70% terjadi di negara berkembang, termasuk didalamnya di Asia dan Indonesia. Di tahun 2025 nanti, jumlah perokok dunia 650 juta makan akan ada 10 juta kematian per tahun.
10 Rendahnya kesadaran masyarakat tentang bahaya merokok menjadi salah satu alasan sulitnya penetapan KTR, yang ditunjukkan dengan mulai merokok pada kelompok 5-9 tahun. Konsumsi rokok paling tinggi terjadi pada kelompok umur 15-24 tahun dan konsumsi terendah kelompok umur 75 tahun ke atas. Hal ini berarti kebanyakan perokok adalah generasi muda atau usia produktif. Masalah merokok sampai saat ini masih menjadi masalah nasional yang perlu secara terus-menerus diupayakan penanggulangan, karena menyangkut berbagai aspek permasalahan dalam kehidupan, yaitu aspek ekonomi, sosial, politik, utamanya aspek kesehatan. Diperkirakan lebih dari 40,3 juta anak tinggal bersama dengan perokok dan terpapar asap rokok di lingkungannya. Sedangkan kita tahu bahwa anak yang terpapar asap rokok dapat mengalami peningkatan resiko terkena bronkitis, pneumonia, infeksi telingan tengah, asma serta kelambatan pertumbuhan paru-paru. Kerusakan kesehatan dini ini dapat menyebabkan kesehatan yang buruk pada masa dewasa. Orang dewasa bukan perokok pun yang terus-menerus terpapar juga akan mengalami peningkatan resiko kanker paru dan jenis kanker lainnya. Penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) merupakan salah satu upaya Pemerintah dalam rangka pengamanan terhadap bahaya rokok, membatasi ruang gerak para perokok, serta melindungi perokok pasif. Hal tersebut seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 115 ayat (1) dan Pasal 115 ayat (2) dimana Pemerintah Daerah wajib menetapkan dan menerapkan KTR di wilayahnya. Kawasan Tanpa Rokok adalah tempat atau ruangan yang dinyatakan
dilarang
untuk
merokok,
memproduksi,
menjual,
mengiklankan,
dan/atau
mempromosikan rokok. Sejak tahun 2009 Kota Bogor telah mempunyai Peraturan Daerah No 12 Tahun 2009 tentang KTR (Kawasan Tanpa Rokok) serta Peraturan Walikota Bogor No. 7 tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) tentang KTR. Ada 8 (delapan) kawasan yang ditetapkan sebagai KTR sesuai Peraturan Daerah tersebut, yaitu : tempat umum, tempat kerja, tempat ibadah, tempat bermain anak dan/atau berkumpulnya anak-anak, kendaraan angkutan umum, lingkungan tempat proses belajar mengajar, sarana kesehatan, dan sarana olah raga. Penerapan dan Penegakan Perda Nomor 12 tahun 2009 telah dimulai sejak bulan Mei 2010 yaitu 1 (satu) tahun setelah sosialisasi Perda KTR kepada masyarakat Kota Bogor, melalui kegiatan kampanye anti rokok, aksi simpatik, sidak KTR, tindak pidana ringan (tipiring), penguatan peran masyarakat, pembentukan komunitas warga tanpa rokok, monitoring dan evaluasi ke 8 (delapan) kawasan tanpa rokok, konseling berhenti merokok di 24 Puskesmas di Kota Bogor, dll. Pada setiap fase pengembangan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok tidak jarang ditemui hambatan yang perlu diatasi, mulai dari ketiadaan teladan dari aparat pemerintah, ketidaktahuan masyarakat akan bahaya asap rokok orang lain sampai adanya mitos keliru yang ditiupkan oleh pihak pihak yang tidak setuju dengan kawasan tanpa rokok. Berbagai mitos antara lain adalah: hak azasi perokok
11 yang mensyaratkan pembuatan ruang merokok di dalam gedung kawasan tanpa rokok, pemasangan ventilasi dan filtrasi udara yang dianggap efektif menghilangkan racun asap rokok orang lain dan kekhawatiran akan kerugian sektor bisnis karena menurunnya pelanggan akibat kawasan tanpa rokok. Pemerintah merupakan faktor penentu dalam keberhasilan dan kepatuhan pelaksanaan kawasan tanpa rokok. Tanpa adanya contoh dan keteladanan dari aparat pemerintah, masyarakat akan cenderung tidak peduli. Sebagai teladan bagi masyarakat, aparat pemerintah perlu memahami dengan benar bahaya asap rokok orang lain dan manfaat peraturan kawasan tanpa rokok yang memberikan perlindungan 100% serta pengertian atas hak untuk hidup sehat. Pada gilirannya, udara yang 100% bebas dari asap rokok orang lain di tempat-tempat umum tertutup, tempat kerja dan kendaraan umum, dll. akan menjadi norma baru yang sehat dan lebih bermartabat. Kawasan Tanpa Rokok tidak melarang pimpinan/karyawan/pengunjung/tamu untuk merokok tetapi mengatur etika merokok, merokok pada tempat yang telah ditentukan, melindungi perokok pasif, menciptakan lingkungan kerja yang bersih, sehat dan nyaman serta mencegah perokok pemula. Hasil monitoring KTR yang telah dilakukan oleh Tim Pembina KTR Kota secara rutin 2 kali/tahun ke 8 (delapan) kawasan menunjukkan tingkat kepatuhan sebesar 85,9%, ada peningkatan 9,4% dibandingkan hasil monitoring bulan Desember 2013 (76,5%). Beberapa kawasan menunjukkan peningkatan kepatuhan yaitu tempat proses belajar mengajar, tempat bermain anak, tempat ibadah, paasar modern, tempat pelayanan kesehatan, rumah makan, hotel,tempat kerja, dan tempat olah raga. Sedangkan kawasan yang mengalami penurunan diantaranya yaitu pasar tradisional (69,2%/2013 menjadi 54,5%/2014), tempat hiburan (50%/2013 menjadi 24,1%/2014) dan beberapa kawasan lainnya seperti tempat wisata dan terminal mengalami penurunan kepatuhan. Tindak pidana ringan (tipiring), monitoring dan sidak KTR yang telah dilakukan pada rentang Mei 2010 s.d. Desember 2014 membuktikan bahwa penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Bogor masih belum optimal terlihat dengan masih ditemukannya pelanggar KTR di 8 Tatanan, seperti ditemukan orang merokok di KTR, tidak ada tanda KTR, penyediaan tempat merokok yang belum sesuai Peraturan Walikota, ada penjualan dan promosi rokok di area KTR, belum berjalannya tim pengawas internal di masing-masing kawasan serta serta belum berjalannya sistem pelaporan berjenjang dari 8 Kawasan ke Tingkat Kota. Upaya untuk mewujudkan KTR di Kota Bogor merupakan tanggung jawab seluruh komponen, baik individu, kelompok, masyarakat maupun pemerintah. Komitmen bersama sangat dibutuhkan dalam keberhasilan penerapan KTR. Oleh sebab itu, pengembangan KTR perlu diwujudkan bersama. Selain itu hal yang lebih penting lagi adalah bahwa upaya-upaya yang kita lakukan pada hakekatnya adalah untuk menyelematkan generasi muda sebagai penerus bangsa. Mari kita lindungi anak-anak kita dari bahaya asap rokok. Jauhkan mereka dari iklan-iklan dan promosi rokok dan jadilah kita sebagai orangtua yang meneladani mereka untuk hidup sehat tanpa rokok.
12 Dokumentasi Kegiatan Penerapan KTR
Pembinaan Kesehatan Keluarga di Kota Bogor Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Kota Bogor , kesehatan dan keselamatan ibu melahirkan menjadi salah satu tolak ukur penting. Kota Bogor telah berhasil menurunkan jumlah kematian ibu dalam proses yang berhubungan dengan persalinannya. Tahun 2014 Kota Bogor telah dapat menurunkan jumlah kematian ibu lebih dari 50% nya. Saat ini tercatat 6 orang ibu meninggal. Angka ini hanya ditunjukkan oleh 4 kota saja di Jawa Barat, sehingga termasuk kota dengan angka kematian ibu terendah. Capaian ini merupakan hasil upaya pemantauan kehamilan ibu sebanyak lebih dari 90 % dari total ibu hamil se Kota Bogor ( 21467 ibu hamil). Melalui pemantauan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga-tenaga profesional baik dari sarana kesehatan pemerintah (RSUD dan Puskesmas) maupun dari sarana kesehatan swasta (RS swasta, Rumah bersalin, Bidan praktek mandiri). Pelayanan kesehatan ibu dan anak oleh tenaga kesehatan disertai pula dengan upaya peningkatan peran serta masyarakat antara lain dengan pemanfaatan buku Kesehatan Ibu dan Anak (buku KIA pink), program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi dengan stiker P4K, kelas ibu hamil serta kemitraan antara paraji dan bidan. Upaya pemantauan kesehatan pada ibu hamil ini juga dapat memberikan hasil menurunnya kematian bayi sebesar 15%. Sehingga pada tahun ini tercatat jumlah kematian bayi hanya 43 bayi. Upaya-upaya pelayanan persalinan yang aman secara signifikan dapat menurunkan jumlah kematian ibu dan bayi. Kemudian perlindungan kesehatan pada bayi dan balita dilakukan melalui pemberian imunisasi, Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan pemberian ASI ekslusif. Penanganan masalah gizi juga dapat menurunkan kasus-kasus gizi balita seperti gizi buruk/gizi kurang kira-kira 20% nya dari kasus tahun sebelumnya, dimana penyebabnya sebagian karena cacat/penyakit turunan (seperti jantung
13 dan cerebal palsy) juga diakibatkan masih kurangnya pemahaman ibu balita dalam menerapkan pola asuh dan pola makan balitanya. Selanjutnya upaya lain dalam meningkatkan kualitas ibu hamil adalah pemberian pendidikan kesehatan pada remaja khususnya remaja putri tentang kesehatan reproduksi , penanggulan anemia dan pergaulan sehat. Sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kesehatan remaja yang tentunya akan berpengaruh pada status kesehatan pada saat menjadi ibu hamil dan melahirkan. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular di Kota Bogor Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular yang telah dilakukan adalah sebagai berikut : 1.
Kegiatan Imunisasi
Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah penyakit PD3I yang dilakukan melalui beberapa kegiatan yaitu pemberian imunisasi Hepatitis B, BCG, DPT, Polio, dan Campak pada 19.679 bayi, pertemuan linsek BIAS (Bulan Imunisasi Anak sekolah) di 6 kecamatan, evaluasi manajemen program bagi 48 orang petugas puskesmas, dan konsolidasi pelayanan imunisasi dengan 25 Rumah Sakit dan Rumah Bersalin Hasil pencapaian kegiatan sebagai berikut : No
Uraian
2012
1. 2. 3. 4. 5.
Imunisasi BCG Imunisasi DPT-HB3 Imunisasi Polio-4 Imunisasi Campak Desa/Kelurahan UCI
103,5% 100,5% 99,5% 99,3% 100%
Tahun 2013 98,4% 94,9% 94,2% 95% 100%
2014 (s/d Nov) 91,9% 89,9% 89,3% 88,8% 95,5%
Meskipun pencapaian cakupan imunisasi tahun 2014 lebih rendah dibanding tahun 2013, akan tetapi cakupan pada masing-masing antigen yaitu BCG, DPT-3, Polio-4 dan campak pada bayi tetap lebih tinggi dari target yang sudah ditetapkan (target UCI per antigen =80%), dan target kelurahan UCI tingkat kota juga sudah melebihi target yang diharapkan yaitu 95,5% (target UCI tingkat Kota =95%). Dalam pelaksanaan di lapangan, kadang masih terdapat hambatan yang ditemui yaitu masih ada ibu atau masyarakat yang belum melakukan imunisasi atau melakukan imunisasi tetapi tidak rutin terutama di Kecamatan Bogor Selatan dan Kecamatan Bogor Utara disebabkan secara geografis sulit dijangkau serta masih adanya kelompok masyarakat yang menolak imunisasi karena masih menganggap imunisasi tidak sesuai dengan budaya setempat. Sehingga perlu dilakukan upaya peningkatan pelayanan imunisasi dengan penyuluhan tentang pelayanan imunisasi pada bayi dan balita didaerah sulit terjangkau melalui pendekatan dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat,
14 pelayanan puskesmas keliling atau mengunjungi rumah sasaran (sweeping) serta peningkatan peran serta masyarakat.
2. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBD Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD di Kota Bogor dilakukan melalui beberapa kegiatan yaitu Pencanangan Gertak PSN oleh Walikota Bogor diikuti dengan kegiatan gerakan serentak di seluruh wilayah Kota Bogor dengan melibatkan 1000 orang kader PSN, pelatihan bagi 64 orang kader Jumantik DBD di RW endemis DBD, pemberian honorarium untuk kader jumantik di 159 RW endemis DBD, sosialisasi penggerakan PSN dan larvasida bagi 90 Instansi dan TTU (Tempat-Tempat Umum), sosialisasi penggunaan ovitrap, penyediaan 360 alat test diagnosis cepat DBD, penyediaan 2893 alat perangkap nyamuk (ovitrap), penyediaan sarana PSN (insektisida dan larvasida), penyediaan 5.000 leaflet DBD dan 10.000 stiker, pemantauan ovitrap di rumah endemis DBD, fogging focus pada 300 fokus dan foging sebelum masa penularan di daerah dengan kasus tinggi dan sering berulang. Hasil pencapaian kegiatan sebagai berikut : No 1. 2. 3. 4. 5.
Uraian Jumlah kasus Jumlah yang meninggal Persenatse kasus yang ditangani Persentase kematian akibat DBD Angka Bebas Jentik
2012 1011 2 100% 0,0019 93,61%
Tahun 2013 752 8 100% 0,010 93,56%
2014 669 8 100% 0,010
Kasus DBD pada tahun 2014 sebanyak 669 orang dan semua penderita telah ditangani (100%) yaitu melalui penyelidikan epidemiologi, penyuluhan, pemberian larvasida, PSN dan
fogging focus
kepada penderita dengan daerah yang memenuhi kriteria hasil penyelidikan epidemiologi serta pengobatan dan perawatan oleh rumah sakit. Kasus DBD pada tahun 2014 mencapai 669 orang dengan kematian 0,010 (Case Fatality Rate=CFR). Apabila dibandingkan dengan tahun 2013 terdapat penurunan kasus akan tetapi kasus kematian (CFR) sama. Hambatan yang ditemui yaitu kondisi lingkungan dengan perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat masih rendah dalam PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dan masih adanya persepsi yang salah bahwa fogging adalah pencegahan utama DBD, belum maksimalnya Pokja dan Pokjanal DBD di Kelurahan dan kecamatan dalam menggerakan PSN di masyarakat. Sehingga perlu terus dilakukan upaya peningkatan mendorong masyarakat dan lembaga yang sudah dibentuk dan dilatih di (Pokja, Pokjanal, anggota gerakan pramuka dan sekolah) untuk melakukan kegiatan penyuluhan, pemberian larvasida dan PSN terutama di RW-RW dengan kasus tinggi dan sering
15 berulang, peningkatan tatalaksana kasus, pemantauan penggunaan ovitrap untuk menangkap dan mengendalikan nyamuk.
3. Pemberantasan Penyakit TB Paru Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit TB Paru dilakukan melalui beberapa kegiatan yaitu peningkatan
pengelolaan program TB Paru di 24
puskesmas dalam bentuk monitoring dan evaluasi pada kepala puskesmas, petugas pengelola program TB paru dan petugas laboratorium, sosialisasi program TB komprehensif bagi dokter BPS dan RS, pelacakan pada 48 penderita TB mangkir, pemberian insentif pencegahan infeksi dan pengobatan TB Paru di Puskesmas bagi 51 dokter dan 51 petugas pengelola petugas TB Paru , pelaksanaan OJT (On the Job Training) bagi petugas puskesmas dalam penatalaksanaan penderita TB MDR ( Multi Drug Resisten/ Resisten beberapa obat TB paru), pengiriman spesimen dan sampel follow up TB MDR, serta pengobatan bagi penderita Resisten Obat TB Paru (TB MDR) di puskesmas. Hambatan yang ditemui yaitu masih ada penderita yang tidak patuh dalam minum obat dan kemungkinan adanya resistensi obat pada penderita yang patuh minum obat, penderita ada yang drop out karena tidak patuh minum obat, pindah belum semua PMO mendapat pelatihan, belum semua rumah sakit dan dokter praktek swasta melaksanakan pengobatan TB paru dengan pendekatan sistem DOTS. Sehingga perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan pengawasan untuk patuh minum obat untuk menekan penderita dengan Multi Drug Resisten (MDR). Upaya penemuan terhadap kasus TB MDR pun terus dilakukan. Tahun 2014 ini di Kota Bogor terdapat kasus TB MDR sebanyak 17 orang dan semuanya sedang dalam pengobatan di Puskesmas. Jumlah penderita TB MDR di Kota Bogor yg ditemukan meningkat dibanding tahun 2013 yang hanya 5 orang. Petugas puskesmas yang menangani pasien TB MDR melaksanakan OJT (On The Job Training) di RS Persahabatan Jakarta dan terus berkoordinasi dengan RS Persahabatan Jakarta dalam upaya pengobatan pasien TB MDR.
4.
Surveilans Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan pengamatan terhadap penyakit dan faktor risikonya
agar tidak terjadi kejadian luar biasa atau wabah dilakukan melalui beberapa kegiatan yaitu peningkatan pengelolaan surveilans oleh petugas di 24 puskesmas dan 9 rumah sakit dalam bentuk pengamatan 12 penyakit berpotensi wabah dan penyakit terpadu puskesmas melalui manual dan online, pelatihan surveilans on line dan EWARS (Early Warning Alert Response System) bagi 24 petugas Puskesmas dan 9 RS, pelatihan pelacakan/ kejadian luar biasa dan keracunan makanan bagi 24 petugas puskesmas, peningkatan surveilan AFP (Acute Flacid Paralysis) bagi 2 Rumah Sakit yaitu RS Karya Bhakti dan RS PMI Bogor, pengamatan penyakit pada jemaah haji pada saat pengantaran dan penjemputan ke Embarkasi sampai dengan 14 hari pasca kepulangan dari Arab Saudi dengan
16 pengumpulan K3JH, penyelidikan epidemiologi/pelacakan 3 kasus AFP dan 40 suspek campak, serta intervensi kegiatan atau investigasi pada penyakit yang mengalami peningkatan kasus atau wabah. Hasil pencapaian kegiatan Tahun 2014 sebagai berikut : 1. Pelaporan penyakit berpotensi wabah oleh petugas Surveilan Puskesmas dan Rumah Sakit tahun 2014 No 1. 2.
Uraian Puskesmas Rumah Sakit
2013 Kelengkapan Ketepatan 99,2% 91,7% 88,9% 87%
s/d Nop 2014 Kelengkapan Ketepatan 96% 98% 75% 85%
2. Cakupan AFP dan KLB tahun 2014 No
Uraian
1.
Acute Flacid Paralysis (AFP) rate per 100.000 penduduk <15 tahun Cakupan desa/kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan epidemiologi <24 Jam
2.
2012 125%
Tahun 2013 166,7%
2014 166,7%
100%
100%
0%
Pencapaian kelengkapan dan ketepatan laporan penyakit berpotensi wabah dari puskesmas dan rumah sakit sudah mencapai target yaitu kelengkapan laporan puskesmas 96% (target 80%), ketepatan laporan puskesmas 98% (target 80%) dan ketepatan laporan rumah sakit 85% (target 80%), akan tetapi kelengkapan laporan rumah sakit belum mencapai target yaitu 75% (target 80%). Dibandingkan dengan pencapaian tahun yang lalu, kelengkapan dan ketepatan laporan puskesmas dan rumah sakit mengalami peningkatan. Untuk pencapaian penemuan AFP sudah mencapai target 166,7% (target 100%). Pada tahun 2014 di Kota Bogor tidak terjadi kejadian luar biasa atau wabah. Selain itu dari hasil pengamatan penyakit berpotensi wabah dan kondisi saat ini tetap perlu diwaspadai adanya peningkatan penyakit berpotensi wabah seperti DBD,ISPA, Diare.
5.
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit HIV/AIDS
Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah dan mengendalikan penularan HIV/AIDS di Kota Bogor dilakukan melalui beberapa kegiatan yaitu pemeriksaan klien (Jan s/d Okt 2014) sebanyak 17.873 orang di klinik VCT (Volunteery Conseling Test) di 26 lokasi (RS Marzuki Mahdi, LAPAS Paledang dan 24 Puskesmas di Kota Bogor) dan mobile VCT, pemeriksaan CD4 ke laboratorium kepada 180 orang yang sudah terinfeksi HIV untuk mendapatkan akses pengobatan ARV (Anti Retroviral Virus), Kegiatan lainnya adalah layanan metadon di Puskesmas Therapy Rumatan Methadon (PTRM), layanan Preventif Mother To Child Treatment (PMTCT) dan Care Suport Treatment (CST) di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi.
17 Untuk meningkatkan pengetahuan dan mencegah terjadinya penularan HIV/AIDS di masyarakat dilakukan kegiatan penyuluhan komprehensif terutama pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu pada 500 mahasiswa di 5 Perguruan Tinggi di Kota Bogor, dan Pelatihan HIV AIDS bagi 129 orang guru sekolah lanjutan Kota Bogor. Hasil pencapaian kegiatan sebagai berikut : N o 1. 2. 3. 4.
5.
6.
7.
Uraian Prevalensi HIV/AIDS (persen) dari total populasi Prevalensi HIV/AIDS (persen) dari total populasi usia 15-49 tahun Penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko tinggi Persentasi populasi laki-laki usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS Persentase populasi perempuan usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS Proporsi jumlah penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS : Menikah Tidak menikah Proporsi penduduk terinfeksi HIV lanjut yang memiliki akses pada obat-obatan anti retroviral
2012 0,1% 0,5%
Tahun 2013 0,2% 0,19%
40,6%
22%
18%
68,4%
-
56%
-
2014 0,2% 0,19%
-
45,4%
Beberapa kendala yang ditemui dalam pencapaian tersebut sebagai berikut : Penemuan kasus masih sulit dikarenakan faktor sosial budaya dan stigma dari masyarakat. Kemauan kelompok risiko untuk memeriksakan HIV ke sarana kesehatan masih kurang. Sulit untuk menjangkau sasaran pada populasi kunci Kemauan wanita penjaja seks (WPS) untuk menggunakan kondom kurang karena kondom tidak nyaman, kualitas kondom tidak baik - Pasien belum siap untuk minum obat Anti Retro Viral (ARV) karena disesuaikan dengan kriteria. -
Sehingga perlu dilakukan upaya kegiatan peningkatan pelayanan kepada orang yang terinfeksi HIV, meningkatkan pengetahuan dan sosialisasi bagi masyarakat kelompok risiko tinggi usia 15-24 tahun dan meningkatkan pengetahuan guru sekolah lanjutan tentang HIV/AIDS.
6. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit ISPA Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit ISPA terutama pneumonia pada balita dilakukan melalui penemuan 8.458 kasus pneumonia balita, pelatihan penemuan ISPA dan Diare bagi 200 orang kader posyandu, dan peningkatan kualitas petugas dalam bentuk bimbingan teknis dan evaluasi pengelolaan kegiatan serta tatalaksana kasus kepada 24 pengelola program, perawat dan kepala puskesmas.
18 Hasil pencapaian kegiatan sebagai berikut : No
Uraian
1.
Persentase penemuan pneumonia balita Persentase penanganan kasus ISPA balita
2.
2012 80,4% 100%
Tahun 2013 s/d nov 2014 78,6% 6381 ( 75,44%) 100% 6381 (100%)
Hambatan yang ditemui yaitu kepatuhan dalam penerapan manajemen terpadu balita sakit. Sehingga perlu terus dilakukan upaya konsolidasi atau pertemuan bagi pengelola progam P2 ISPA puskesmas, peningkatan pengetahuan kader posyandu tentang pneumonia, dan penyediaan sarana penunjang yaitu ARI Timer dan sarana penyuluhan tentang ISPA/Pneumonia.
7.
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Diare Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit diare
terutama
pada balita dilakukan melalui penemuan 21.991 kasus pada semua golongan umur,
peningkatan kualitas petugas dalam bentuk bimbingan teknis dan evaluasi pengelolaan kegiatan dan tatalaksana kasus kepada
24 pengelola program, perawat dan kepala puskesmas. Hasil
pencapaian kegiatan sebagai berikut :
No
Uraian
1.
Persentase penemuan penderita diare
2. Hambatan
Tahun 2012 92,8%
2013 96,7%
2014 25.062 (113,9%) 25.062 (100%)
Persentase penanganan kasus diare 100%. 100% balita yang ditemui yaitu kepatuhan dalam penerapan manajemen terpadu balita sakit.
Sehingga perlu terus dilakukan upaya kegiatan evaluasi program bagi pengelola program P2 Diare , peningkatan pengetahuan kader posyandu tentang penemuan dan tatalaksana diare, dan penyediaan sarana penyuluhan tentang diare.
8. Eliminasi Filariasis Kegiatan ini pertama kali dilaksanakan pada tahun 2006 bertujuan untuk mengurangi atau eliminasi penyakit filariasis (kaki gajah) di Kota Bogor yang dilakukan selama 5 tahun dari tahun 2007-2011. Pada tahun 2011 merupakan tahun terakhir kegiatan pemberian obat masal pencegahan filariasis. yang selanjutnya akan dilakukan surveilans survei untuk mendapatkan sertifikasi dari WHO bebas Filariasis. Bentuk kegiatan ini diawali dengan survey darah jari kemudian dilanjutkan Transmission Assesment Survei (TAS) pada anak sekolah kelas I-II SD/MI yang dilaksanakan dalam jangka waktu 2 tahun sekali dalam kurun waktu 6 tahun (2012-2016). Pada tahun 2012 telah dilakukan survey darah jari di 4 kelurahan yaitu Kelurahan Empang, Kelurahan Baranangsiang, Kelurahan Tanah Baru, dan
19 Kelurahan Sukadamai dengan jumlah sampel sebanyak 2.039 sampel, dan Transmission Assesment Survei (TAS ) pada anak sekolah dasar kelas I sampai dengan kelas II di 40 sekolah terpilih dengan hasil kegiatan sebagai berikut :
Dari hasil pemeriksaan mikroskopis sediaan SDJ di 24 Puskesmas sebanyak 2039 sampel diketahui hasil negatif ini berarti angka prevalensi MF Rate sebesar 0 % atau ≤ 1 %. Untuk memastikan hasil pemeriksaan mikroskopis dilakukan cross check terhadap 10 % sediaan negatif atau sebanyak 204 sampel ke Balai Pengembangan Laboratorium Kesehatan Bandung. Hasil pemeriksaan cross check di BPLK menunjukkan hasil negatif (MF rate 0%). Berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis pertama di puskesmas dan cross check di BPLK Bandung diketahui semua sediaan negatif selanjutnya dilakukan Transmission Assesment Survei (TAS) di 40 SD/MI terpilih dengan jumlah sampel sebanyak 1684 sampel. Dari hasil TAS dengan pemeriksaan menggunakan Rapid Diagnostic Test (RDT) diketahui dari 1684 sampel semua sampel hasilnya negatif.
Pada tahun 2014 ini telah dilaksanakan sosialisasi TAS filariasis tahap II kepada 55 orang lintas program dan lintas sektor, dan refrehing TAS Filariassis tahap II bagi 72 orang petugas puskesmas, dilanjutkan dengan dilaksanakannya Transmission Assesment Survei (TAS) yang kedua kali pada 1684 orang anak dari 40 sekolah kelas I-II SD/MI terpilih di Kota Bogor. Dari hasil TAS kedua ini dengan pemeriksaan menggunakan Rapid Diagnostic Test (RDT) juga diketahui dari 1684 sampel semua sampel hasilnya negatif.
9.
Pencegahan dan Pemberantaan Penyakit Kusta
Kegiatan pencegahan dan penularan penyakit kusta tahun 2014 dilakukan dalam kegiatan survei kusta pada anak sekolah dan pemeriksaan pada 24 orang kontak serumah penderita kusta. Adapun penemuan penderita baru pada tahun 2014 ini adalah sebanyak 13 orang yang terdiri dari 12 orang dewasa dengan type MB, 1 orang dewasa dengan type PB, dengan 3 orang diantaranya sudah cacat tingkat II. Semua penderita tersebut sudah diobati (100%). Dalam kegiatan survei kusta pada anak sekolah yang dilaksanakan di 48 Sekolah Dasar di Kota Bogor, telah diperiksa sekitar 4080 orang siswa dari kelas 1 dan 2 ternyata tidak ditemukan adanya penderita kusta, begitu pula pada survey anak sekolah di tahun-tahun sebelumnya. Hal ini menunjukan bahwa penularan kusta di Kota Bogor masih bisa dikendalikan dengan baik, sehingga upaya–upaya penanganan selanjutnya difokuskan pada pengobatan terhadap penderita dan penjaringan terhadap kontak serumah ataupun kontak satu sekolah dengan penderita. Selain itu perlu ditingkatkannya upaya penemuan dini penderita sehingga kasus kecacatan pada kusta dapat diturunkan.
20 Peningkatan Kualitas Lingkungan melalui STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) Kota Bogor sejak dulu terkenal dengan kota sejuk dan nyaman. Bagaimana kondisi sekarang? Beberapa program yang terkait dengan peningkatan kesehatan lingkungan telah dilaksanakan oleh berbagai dinas dan instansi salah satunya pembuatan Biopori yang telah dicanangkan oleh bapak Walikota Bogor. Dinas Kesehatan didalamnya ada seksi kesehatan lingkungan yang melaksanakan beberapa program peningkatan kesehatan Lingkungan salah satunya adalah STBM. Kegiatan STBM ini bermitra dengan IUWASH. STBM adalah suatu pendekatan partisipatif yang mengajak masyarakat untuk menganalisa kondisi sanitasi mereka melalui suatu proses pemicuan, sehingga masyarakat dapat berpikir dan mengambil tindakan untuk meninggalkan kebiasaan buang air besar mereka yang masih di tempat terbuka dan sembarang tempat. Pendekatan yang dilakukan dalam STBM menyerang/menimbulkan rasa ngeri dan malu pada masyarakat tentang kondisi lingkungannya. Melalui pendekatan ini kesadaran akan kondisi yang sangat tidak bersih dan tidak nyaman ditimbulkan. Dari pendekatan ini juga ditimbulkan kesadaran bahwa sanitasi (kebisaan BAB di sembarang tempat) adalah masalah bersama karena dapat berimplikasi kepada semua masyarakat sehingga pemecahannya juga harus dilakukan dan dipecahkan secara bersama. Prinsip pendekatan STBM adalah non subsidi. Masyarakat akan di“bangkitkan” kesadarannya bahwa masalah sanitasi adalah masalah masyarakat sendiri dan bukan masalah pihak lain. Dengan demikian yang harus memecahkan permasalahan sanitasi adalah masyarakat sendiri. Diharapkan dengan bermula dari STBM, kemudian dilanjutkan dengan program kesehatan lainnya seperti program kampanye cuci tangan, dan program kesehatan lainnya, peningkatan kesehatan masyarakat melalui perilaku hidup bersih dan sehat dapat terwujud. Dukungan subsidi sanitasi mendorong ketergantungan masyarakat, sehingga keberlanjutan melemah program yang dirancang sendiri oleh masyarakat, akan meningkatkan rasa percaya diri dan tanggung jawab dari masyarakat. Bagaimana kondisi kesehatan lingkungan di Kota Bogor? Hasil pemeriksaan kualitas air non perpipaan, secara fisika dan kimia air di Kota Bogor baik masih sesuai dengan peraturan permenkes no 416/menkes/per/ix/1990 tentang persyaratan air bersih> Hasil pemeriksaan Mikrobiologi 32.3 % tercemar. Artinya dari 3 sumur 1sumur sudah tercemar. Pencemaran ini terjadi karena septiktank yang belum memenuhi syarat kesehatan, dekat dengan sungai yang tercemar karena masyarakat membuang tinja dari jamban ke sungai. Masyarakat yang memiliki jamban dengan septiktang mencapai 73.4 %. Angka ini didapat dari hasil survey sanitarian. Belum divalidasi kembali dengan periode penyedotan. Idealnya septiktang yang baik 3-5 tahun sudah penuh dan harus disedot. Sisanya 26,6 % masih memiliki jamban cubluk dan sebagian tidak memiliki septiktang langsung dibuang kesungai.
21 Kondisi ini harus dirubah, model pendekatan yang dipakai adalah STBM. STBM dimulai pada tahun 2012 dengan lokasi 5 kelurahan. Tahun 2013 pada 5 kelurahan dan tahun 2014 pada 20 kelurahan. Kelurahan yang sudah melaksanaan STBM telah memiliki fasilitator yang berasal dari Puskesmas, Kelurahan, kader. Diharapan mereka menjadi natural leader di wilayahnya. Proses pemicuan telah dilaksanaan di 40 kelurahan. Progres STBM di Kota Bogor sudah ada perubahan perilaku walaupun sampai tahun 2014 ini belum ada kelurahan yang ODF (Open defication Free). Jumlah keluarga yang terpicu dapat mengakses sanitasi layak sebesar 9531 KK yang tersebar di 40 kelurahan. Progres ini luar biasa bila dihitung uang yang telah dikeluarkan untuk membangun sanitasi, jika 1 septiktang rata-rata Rp 3.000.000. Swadaya masyarakat untuk membangun sanitasi layak sebesar Rp. 28,593,000,000.00 selama 3 tahun program STBM. Mengingat program STBM ini dapat meningkatkan swadaya masyarakat., masyarakat merasa sebagai pelaku yang terlibat dalam membangun lingkungan sehat sehingga program ini keberlanjutan lebih kuat. Program yang dirancang sendiri oleh masyarakat, akan meningkatkan rasa percaya diri dan tanggung jawab dari masyarakat. Harapannya gaung STBM ini disampaikan oleh semua pemangku kebijakan, tokoh masyarakat, dan ada peraturan yang memberi sangsi tegas kepada warga yang membuang tinja atau kotoran ke sungai.
Dokumentasi Pelatihan fasilitator STBM
Dokumentasi Pemicuan dan FGD
22 Peningkatan Kualitas Makanan Jajanan di Kota Bogor Keamanan makanan merupakan kebutuhan masyarakat, karena makanan yang aman akan melindungi dan mencegah terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan lainnya. Keamanan makanan pada dasarnya adalah upaya hygiene sanitasi makanan, gizi dan safety. Salah satu sasaran pengembangan di bidang keamanan pangan adalah terjaminnya pangan yang dicirikan oleh terbebasnya masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan. Sasaran program keamanan pangan adalah: (1) Menghindarkan masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan, yang tercermin dari meningkatnya pengetahuan dan kesadaran produsen terhadap mutu dan keamanan pangan; (2) Memantapkan kelembagaan pangan, yang antara lain dicerminkan oleh adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur keamanan pangan; dan (3) Meningkatkan jumlah industri pangan yang memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan. Gambaran keadaan keamanan pangan selama tiga tahun terakhir secara umum adalah: (1) masih ditemukan beredarnya produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan; (2) masih banyak dijumpai kasus keracunan makanan; (3) masih rendahnya tanggung jawab dan kesadaran produsen serta distributor tentang keamanan pangan yang diproduksi/diperdagangkannya; dan (4) masih kurangnya kepedulian dan pengetahuan konsumen terhadap keamanan pangan. Salah satu upaya pemerintah untuk melindungi pangan masyarakat adalah dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang pedoman persyaratan hygiene sanitasi makanan jajanan. Dengan adanya keputusan Menteri Kesehatan tersebut diharapkan penjaja makanan dapat memproduksi makanan yang aman untuk kesehatan. Di Kota Bogor hasil pemeriksaan terhadap makanan jajanan anak sekolah tahun 2011 tercemar bakteri colli 27% , 2012 tercemar bakteri colli 25,21% dan tahun 2013 tercemar bakteri colli 20.2 %. Tahun 2014 naik 37,6% tercemar bakteri colli. Pada pemeriksaan salmonela tahun 2014 terdapat 3.2 % tercemar salmonela. Pada tahun 2014 makanan yang tercemar meningkat, hal ini disebabkan pengambilan sampel diambil pada makanan yang beresiko. Hasil pengujian sampel tersebut membuktikan masih ada makanan yang tidak aman di sekolah sehingga perlu dilakukan pembinaan ke penjaja makanan dan guru UKS. Kegiatan pelatihan dan pembinaan makanan jajanan sangat efektif meningkatkan mutu makanan anak sekolah. Berikut ini tempat pengolahan makanan lain di Kota Bogor yang dibina dan telah memiliki sertifikat laik higiene sanitasi sebagai berikut :
23 NAMA JASABOGA
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Aditia Atika Toko Astari Andira Catering ADZA Gayatri intisari Raya Catering Jaya Citra Catering Kenanga Catering Lamira Catering RosA Catering Rumah Bumbu Kembang Honje (CV Kertapraja)
ALAMAT Gang mangga kdng halang Cibuluh Komp KOPEM Rt 01/Rw 3 Kd Halang Villa Bogor Indah E2/25 Jl Taman Cimanggu Perikanan Rt 03/01 Bogor Jl. Ketapang Blok D No.1 Budi Agung jl Batara Kampung Bubulak Rt 03/03 Ciluar Jl. A Yani no 629 Bogor Jl. Layungsari III no 24 Rt 03/16 jl Myr Okingjayaatmaja no 9 Bogor Jl. Tazmania Raya no 2/100 Tanah Baru jl. Bogor Baru Blok C no 20-22 Bogor Bukit Cimanggu Villa Blok Q7 no 15 Bogor
Yuki Catering
Jl Bogor Baru Raya Blok A VI Bogor Komp Unitex Jl Mawar II/17 Sindang sari
15
Citra catering
Villa Bogor Indah E2/13
16
Citra abadi sejati;L;L
Bogor Baru AIX No.11
17
Dahlia
Jl. Ahmad Yani No.4
18
Families
Jl.Raya Semplak No.283
19
Garnis catering
Jl pamikul tegal gundil
20
Kartika
Jl. Citarum Blok A III/16A Bogor Baru
21
Kemiku
Vila Citra G2 /10,Bantarjati
22
Manna
Jl. Bagar Pati Raya No.11 Indraprasta
23
Musdzalifah pratama CV
jl Cilendek Timur rt 003/007 no 25
24
Pantasteiik
Perum Bogor Baru F5/No.9 Bogor
25
Pasadena
Jl. Arimbi IV No.10 Komplek Indraprasta I
26
Riand
Jl. Flyover Pondok Raya Komp.IPB
27
Rolika
Jl. Raya Semplak No.549
28
Ros
Jl. Raya Tajur Gunung Gede No.29,Bogor
29
Tiga Selaras
Jl. Bhayangkara No.25 RT.002/03
14
No. Telepon
0251-8661055 81382419963 81802981161 0251-8341739 81911951122
81281200948
811910105 0251-8322360
0251-8311171
0251-344158
025 1-314442
24 30
Yuki
Komplek Unitex Jl. Mawar II/17
31
zumar
Komplek haji tanah Baru
Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PPTM) Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyakit yang bukan disebabkan oleh proses infeksi (tidak infeksius) sehingga tidak menularkan kepada orang lain. Penyakit tidak menular akhir-akhir ini menjadi trend dan meningkat terus jumlah kasusnya karena berbagai faktor yaitu diantaranya pengaruh transisi epidemiologi, transisi lingkungan, transisi demografis, ekonomi, sosial budaya (lifestyle, modernisasi), dll. Selain itu penyakit tidak menular menjadi masalah kesehatan masyarakat karena peningkatan PTM berdampak negatif pada ekonomi dan produktivitas bangsa, pengobatan PTM seringkali memakan waktu lama dan memerlukan biaya besar serta beberapa jenis PTM adalah penyakit kronik dan/atau katastropik yang dapat mengganggu ekonomi penderita dan keluarganya dengan salah satu dampak PTM adalah terjadinya kecacatan termasuk kecacatan permanen. Beberapa penyakit tidak menular yang saat ini sedang mendapat perhatian dari Pemerintah Kota Bogor melalui Dinas Kesehatan untuk dikendalikan dan dilakukan pencegahan yaitu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (seperti penyakit jantung koroner, hipertensi,stroke), diabetes mellitus, kanker, penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) dan ganguan akibat kecelakaan dan kekerasan. Ada faktor resiko yang memicu terjadinya penyakit tidak menular. Faktor resiko adalah suatu kondisi yang secara potensial berbahaya dan dapat memicu terjadinya PTM pada seseorang atau kelompok tertentu. Berikut ini adalah beberapa faktor resiko penyakit tidak menular yang harus diwaspadai oleh masyarakat Kota Bogor supaya terhindar dari penyakit tidak menular yaitu :
Konsumsi garam berlebih Konsumsi lemak berlebih Kurang konsumsi sayur dan buah Kurang aktifitas fisik Obesitas Komsumsi alkohol Konsumsi rokok Dll.
Saat ini seluruh Puskesmas di Kota Bogor (24 Puskesmas) sudah dapat melayani dan menangani kasus-kasus penyakit tidak menular, termasuk tersedia klinik jantung-paru, klinik kanker di beberapa Puskesmas (diantaranya Puskesmas Bogor Timur, Bogor Tengah dan Tanah sareal) serta klinik perawatan bagi penderita akibat dampak asap rokok lengkap dengan konseling berhenti merokok bagi masyarakat yang ingin berhenti merokok tetapi kesulitan dan memerlukan bantuan orang lain. Selain itu dikembangkan juga PTM yang terintegrasi dengan Posbindu, di mana sasaran Posbindu mendapat pemeriksaan kesehatan dan laboratorium untuk deteksi faktor resiko penyakit jantung-
25 paru dan pembuluh darah. PTM yang terintegrasi Posbindu melibatkan kader-kader kesehatan sebagai pelaksana dengan pendampingan tenaga kesehatan dari Puskesmas setempat. Berikut ini adalah upaya-upaya yang dilakukan Seksi PPTM dalam upaya pengendalian penyakit tidak menular di Kota Bogor sebagai berikut :
Penyebarluasan informasi tentang pencegahan dan pengendalian faktor resiko PTM melalui media cetak dan elektronik Melaksanakan workshop dan seminar tentang pengendalian PTM Sosialisasi tentang PTM ke berbagai elemen dan organisasi kemasyarakatan, termasuk TP PKK Pelatihan petugas Puskesmas dan kader Posbindu tentang pencegahan dan penanggulangan PTM Deteksi aktif dan pasif faktor resiko PTM di Puskesmas dan Posbindu Deteksi dini kanker serviks dan payudara dengan IVA dan CBE Deteksi faktor resiko kecelakaan lalu lintas Dll.
Dokumentasi kegiatan pengendalian PTM
Akhirnya upaya pengendalian PTM dan upaya-upaya kesehatan lainnya tidak akan berhasil jika hanya dilakukan oleh insan kesehatan saja. Oleh karena itu dukungan dan komitmen seluruh jajaran lintas sektor pemerintah, swasta, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan dan seluruh lapisan masyarakat sangat diharapkan. @@@@@@@@@