ISSN: 2302-920X Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud Vol 18.1 Januari 2017: 285-293
Kidung Nderet Analisis Struktur dan Nilai Putu Apriliani Subawa Putri1*, I Wayan Suteja2, L.P. Puspawati3 Program Studi Sastra Bali Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana 1 [
[email protected]] 2[
[email protected]] 3 [
[email protected]] *Corresponding Author
[123]
Abstract Research "Kidung Nderet Analysis of Structures and Values" aims to dissect and describe aspects of literature who built it. The literary work is built upon a structure consisting of plot, character and characterization, setting, theme and mandate. In addition, this study also aims to describe the values contained in the Kidung Nderet. The theory used in this research is the structural theory that provides an assessment of value. Structural theory related to the structure at the level of literary works of kidung. The theory used is the theory proposed by Nurgiyantoro. The theory will be used in the research literature concerning aspects include: plot, character and characterization, setting, theme and mandate. Value study helps explain the values contained in the Kidung Nderet. The method used in three stages, that is stage data provision by using the method of reading which is supported by the technique of recording and translation techniques. The next stage of data analysis using qualitative descriptive-analytic techniques. And the stage presentation of the results of data analysis used informal methods, supported by deductive and inductive techniques. Kidung Nderet building structure includes plot, character and characterization, setting, theme and mandate. That structures into a single entity in order to build a theme consisting of major themes, namely misuse of office, and minor themes, namely war. These themes can build character so that the groove is formed. While values include: common values, values of leadership, the value of heroism and magical value. Keywords: structure, values, Kidung, Nderet
1. Latar Belakang Sastra Bali Purwa (klasik) adalah warisan sastra Bali yang mengandung nilai-nilai tradisional masyarakat pendukungnya. Dalam hal ini, nilai-nilai tersebut dapat dianggap sebagai unsur-unsur budaya asli atau cermin dari pola kehidupan tradisional dari masyarakat pendukungnya. Secara umum, dilihat dari segi isi, sastra Bali Purwa mencerminkan kehidupan masyarakat Bali tradisional. Sedangkan dilihat dari segi bentuknya, sastra Bali Purwa memiliki bentuk yang khas sebagai ciri kedaerahannya (Granoka, 1981: 1). Sehubungan dengan hal tersebut yang diangkat sebagai obyek penelitian adalah Kidung Nderet (selanjutnya disingkat dengan KN). Secara lebih spesifik, kidung di Bali memiliki
285
ISSN: 2302-920X Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud Vol 18.1 Januari 2017: 285-293
bagian-bagian: (1) pangawit yaitu pembuka, (2) pamawak yaitu bagian yang pendek, (3) panawa yaitu bagian yang panjang, dan (4) pangawak yaitu bagian utama dari kidung. Ditinjau dari segi metrum yang digunakan, karya sastra kidung dapat dibedakan menjadi dua, yaitu karya sastra kidung yang menggunakan metrum macapat dan karya sastra kidung yang menggunakan metrum tengahan (Agastia, 1994: 8). Beberapa kekhasan dalam KN membuat ketertarikan tersendiri untuk mengkaji Kidung ini secara mendalam terutama pada segi struktur dan nilai. Di samping itu, sepengetahuan penulis KN belum pernah dipakai sebagai objek kajian dalam penelitian. Untuk itulah naskah KN dipakai sebagai bahan kajian pada penelitian ini. Kidung biasanya berupa nyanyian ketuhanan yang tidak bisa dilepaskan dari ritual yadnya, setiap upacara yadnya tertentu pasti menggunakan gegendingan (kidung) tertentu pula. Hal ini berbeda dengan KN. KN adalah kidung yang membicarakan masalah politik dan perang yang terjadi di Mengwi. Selain itu KN juga menceritakan tentang identitas seseorang yaitu Gusti Agung Nderet yang datang dari Keramas ke Mengwi untuk merubah sistem tata kelola pemerintahan kerajaan Mengwi. Dalam pengkajian KN dibedah dari segi struktur yang meliputi struktur forma dan struktur naratif. Setelah pembedahan dari segi struktur KN kemudian dilanjutkan dengan pembedahan mengenai nilai karya ini. 2. Pokok Permasalahan 1) Bagaimanakah struktur yang membentuk Kidung Nderet ? 2) Nilai-nilai apa sajakah yang terkandung dalam Kidung Nderet ? 3. Tujuan Penelitian (1) Tujuan Umum Secara umum penelitian ini memberikan gambaran yang jelas dalam memahami karya sastra kidung, sebagai warisan budaya bangsa dan pelestarian budaya nasional melalui pengembangan kebudayaan daerah. Penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mengenal, menikmati karya sastranya, dengan harapan agar masyarakat dapat memperdalam rasa cinta terhadap kebudayaan Bali itu sendiri. (2) Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengetahui unsur-unsur yang membentuk Kidung Nderet. 286
ISSN: 2302-920X Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud Vol 18.1 Januari 2017: 285-293
2) Mengetahui nilai-nilai yang terkandung di dalam Kidung Nderet. 4. Metode Penelitian Metode dan teknik dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, antara lain sebagai berikut ini: (1) Tahap Penyediaan Data, (2) Tahap Analisis Data, (3) Tahap Penyajian Hasil Analisis Data. (1) Tahap Penyediaan Data Tahap penyediaan data diawali dengan langkah menyediakan naskah KN yang ditemukan di Pusat Dokumentasi Kebudayaan Bali sebagai objek penelitian. Metode yang digunakan dalam tahap pengumpulan data kidung ini adalah metode membaca berulang-ulang (heuristik). Dalam menerapkan metode membaca, tentunya dibantu dengan teknik pencatatan, yaitu teknik yang berfungsi untuk mencatat semua data (data dari UPT lontar Fakultas Ilmu dan Budaya Universitas Udayana serta data dari Pusat Dokumentasi Kebudayaan Bali). Penelitian ini juga didukung dengan teknik terjemahan. Teknik terjemahan dilakukan dengan mengalih bahasakan teks KN yang berbahasa Bali kedalam bahasa Indonesia. Dalam hal ini terjemahan dilakukan secara idiomatis dan harfiah. Terjemahan harfiah merupakan terjemahan dengan mengutamakan padanan kata atau ekspresi di dalam bahasa sasaran, yang mempunyai rujukan atau makna yang sama dengan kata atau ekspresi dalam bahasa sumber. Terjemahan idiomatis merupakan terjemahan yang berusaha menyampaikan makna teks bahasa sumber dalam bentuk bahasa sasaran yang wajar, baik tata bahasa maupun pilihan katanya (Suryawinata dan Hariyanto, 2003:40, 43). (2) Tahap Analisis Data Analisis data merupakan tahap pengolahan data. Tahap pertama pengolahan data adalah memeriksa data yang telah terkumpul, kemudian dianalisis menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif secara keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikan dalam bentuk deskripsi. Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya (Ratna, 2004: 46-47). Dalam tahapan ini didukung dengan teknik deskriptif-analitik. Secara etimologis deskripsi dan analisis berarti menguraikan. Meskipun demikian, analisis tidak semata-mata menguraikan melainkan juga memberikan pemahaman dan 287
ISSN: 2302-920X Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud Vol 18.1 Januari 2017: 285-293
penjelasan secukupnya (Ratna, 2004: 53). Teks KN dideskripsikan sehingga dapat diketahui unsur-unsur yang terkandung didalamnya kemudian dilakukan dengan melakukan analisis sesuai dengan permasalahan yang akan dikaji. (3) Tahap Penyajian Hasil Analisis Tahap penyajian analisis data merupakan tahap terakhir. Setelah data diolah dengan maksimal, maka tahapan dilanjutkan pada penyajian hasil analisis dengan metode informal. Menurut Sudaryanto (1993: 145), metode informal adalah cara penyajian hasil pengolahan data dengan menggunakan kata-kata atau kalimat biasa sebagai sarana. Kata-kata atau kalimat dalam penyajian hasil menggunakan bahasa Indonesia. Selain itu, proses penyajian hasil analisis data dibantu dengan menggunakan teknik deduktif dan induktif. Teknik deduktif yaitu teknik menyajikan data dengan mengungkapkan hal-hal yang bersifat umum kemudian memberikan penjelasan yang bersifat khusus. Teknik induktif berbanding terbalik dengan teknik deduktif, artinya penyajian data disusun dari hal-hal yang bersifat khusus kemudian dikemukakan hal-hal yang bersifat umum. 5. Hasil dan Pembahasan Struktur Kidung Nderet Struktur Kidung Nderet meliputi struktur forma dan struktur naratif. a. Struktur Forma Kidung Nderet Struktur forma Kidung Nderet meliputi: ragam bahasa, gaya bahasa dan metrum. (1) Ragam bahasa Ragam bahasa pada Kidung Nderet menggunakan sor singgih basa Bali menurut J. Kersten SVD (dalam Putra Suarjana, 2008: 84-93) yang dikelompokkan menjadi golongan atas dan golongan bawah.
(2) Gaya bahasa Gaya bahasa atau majas pada Kidung Nderet meliputi; (1) majas perumpamaan, (2) majas simbolik, (3) majas simile. (3) Metrum Metrum kidung disebut metrum tengahan dan prinsip dasarnya sama dengan metrum dalam puisi Jawa Modern yang dinamakan metrum macapat. 288
ISSN: 2302-920X Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud Vol 18.1 Januari 2017: 285-293
Adapun ciri-ciri umumnya yaitu 1) jumlah baris dalam setiap bait tetap sama selama belum ganti metrumnya. Keanekaan terjadi karena metrum tertentu yang dipakai. Semua metrum mempunyai lebih dari empat baris 2) jumlah suku kata dalam setiap baris tetap, tetapi panjang baris itu dapat berubah menurut kedudukannya dalam bait. Dipandang dari sudut ini, maka setiap metrum tertentu memperlihatkan polanya sendiri. 3) Sifat sebuah vokal dalam suku kata yang menutup setiap baris juga ditentukan oleh metrum. Dengan demikian persajakan kidung memperlihatkan semacam rima yang sama (Zoetmulder, 1983: 142). Adapun metrum tengahan yang didalamnya termasuk juga metrum demung mempunyai empat aturan yaitu : kawitan bawak (pendek), kawitan dawa (panjang), pengawak bawak, dan pengawak dawa. Dalam KN menggunakan demung kulang-kaling. Demung kulang-kaling semacam varian demung dengan pengawak panjang, sehingga tembangnya tidak mengikuti tembangnya itu, demung kulang-kaling memiliki tembangnya sendiri dan suku katanya tidak tetap, seperti yang terlihat pada kutipan bait pertama dalam KN yaitu: “Samodhana ne mangurit, duh ampura, dening kaliwating dusun, pupuh nyalah gending, twara kadi pupuh Malat, anak pradnyan tuah linglung, mangarencana tembang, dadi Demung Kulang-kaling, dening sastran-nyane tuna, punika mangkin katuju” terjemahan : Mohon
izinkanlah
menulis
ini,
aduh
maafkanlah,
karena
terlalu
bodoh/kampungan, nyanyian yang menyalahi aturan guru lagu. Tidak seperti Kidung Malat, orang pintar hanya saja bingung, dalam menciptakan sebuah nyanyian, maka menjadilah Demung Kulang-kaling, karena ilmu pengetahuannya masih kurang, itulah sekarang yang menjadi tujuan. Kutipan bait pertama dalam KN jelas menyatakan bahwa pupuh demung kulang-kaling “sastranya kurang (dalam hal ini yang disebut sastra adalah suku katanya yang kurang)”. Dalam penghitungannya, pengawak demung panjang adalah 77 atau 78 suku kata, namun pada demung kulang-kaling berkisar 73-76 suku kata, sehingga kemungkinan tembangnya dibuat sendiri.
289
ISSN: 2302-920X Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud Vol 18.1 Januari 2017: 285-293
b. Struktur Naratif Kidung Nderet Struktur naratif Kidung Nderet meliputi: alur/plot, tokoh dan penokohan, latar, tema dan amanat. (1) Alur/plot Dalam KN alur yang digunakan yaitu alur lurus, namun dipertengahan cerita diselipkan juga sorot balik (flashback) dari beberapa tokoh yang ada. (2) Tokoh dan Penokohan Tokoh dan penokohan dalam KN menekankan pada penggambaran watak yang dapat dijelaskan baik secara fisiologis, sosiologis dan psikologisnya. Tokoh Gusti Agung Nderet adalah tokoh utama, tokoh Made Tibung, Raja dan I Kamoning sebagai tokoh sekunder. Sedangkan beberapa tokoh yang tidak dapat dijangkau dari penggambaran perwatakannya hanya disebutkan namanya saja. (3) Latar Latar dalam KN mencakup latar tempat dan latar waktu. Latar tempat pada KN meliputi kerajaan/istana, desa, rumah, kuburan dan lain sebagainya, sedangkan pada latar waktu ditampilkan secara berurutan dari subuh, pagi, siang, sore dan malam hari. (4) Tema Didalam penentuan tema KN digunakan penelusuran berdasarkan tema utama (mayor) dan tema tambahan (minor). Tema mayor dalam KN adalah penyelewengan jabatan, sedangkan tema minornya adalah peperangan. (5) Amanat KN merupakan sebuah karya sastra yang penuh dengan keserakahan dan sifat iri hati. Keserakahan tersebut terlihat pada tokoh Agung Nderet yang karena ulahnya menimbulkan tatanan pemerintahan kerajaan Mengwi menjadi kacau, tatanan menjadi rusak. Dari penggambaran keserakahan Agung Nderet, pengarang ingin menyampaikan amanat bahwa di dalam hidup ini kita berpikir, bertindak, berbuat harus sesuai dengan kata hati. Kita harus puas dengan potensi diri sendiri karena potensi setiap orang berbeda-beda. Sadar atau tidak, setiap orang pasti punya keahlian yang tidak dimiliki orang lain. Di dalam pergaulan hendaknya ucapan dengan tabiat atau watak harus sesuai. Jangan pernah mengeluh walaupun dalam kekurangan, tetaplah berpegang teguh pada kebenaran. 290
ISSN: 2302-920X Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud Vol 18.1 Januari 2017: 285-293
Nilai Kidung Nderet Nilai-nilai yang terkandung dalam Kidung Nderet meliputi nilai kebersamaan, nilai kepemimpinan, nilai kepahlawanan dan nilai magis. a.
Nilai Kebersamaan Dalam KN nilai kebersamaan terlihat pada strategi perang dalam
menghimpun kekuatan untuk mengalahkan perbuatan Agung Nderet. Strategi perang dalam KN dijabarkan menjadi tiga yaitu strategi perang Made Tibung, strategi pengerahan masa dan strategi menghimpun tiga daerah untuk menyerang Mengwi. b. Nilai Kepemimpinan Dalam KN, nilai kepemimpinan terlihat pada tata kelola pemerintahan kerajaan Mengwi. Tata kelola pemerintahan kerajaan Mengwi dahulu dipimpin oleh Sayu Oka. Setelah memerintah sudah lama, Sayu Oka sudah tua dan wafat. Putra beliau Gusti Agung Putu Agung yang menggantikan. c.
Nilai Kepahlawanan Nilai kepahlawanan dalam KN terlihat pada keberanian Made Tibung
membela rakyat Padangluah untuk ikut turun berperang melawan Mengwi. Nilai kepahlawanan juga terlihat pada tokoh I Kamoning yang telah mengingatkan Raja tentang peperangan serta pemberian kedudukan terdahulu. d. Nilai Magis Nilai magis yang terdapat dalam KN dapat dilihat dari adanya kekuatan magis yang dimiliki oleh Gusti Nderet untuk menghasut Raja agar jabatan Made Tibung diberikan kepadanya. 6. Simpulan Berdasarkan hasil uraian mengenai Kidung Nderet analisis struktur dan nilai, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Kidung Nderet menggunakan 1 puh yaitu puh demung kulang-kaling. Satuan bentuk dari Kidung Nderet meliputi ragam bahasa, gaya bahasa, metrum Kidung Nderet. Unsur ragam bahasa Kidung Nderet menggunakan sor singgih basa Bali yang dikelompokkan menjadi golongan atas dan golongan bawah. Unsur gaya bahasa atau majas terdapat majas perumpamaan, simbolik dan simile.
291
ISSN: 2302-920X Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud Vol 18.1 Januari 2017: 285-293
Satuan isi pada Kidung Nderet mencakup alur/plot, tokoh dan penokohan, latar, tema dan amanat. Alur yang digunakan Kidung Nderet adalah alur lurus, namun dipertengahan cerita diselipkan sorot balik (flashback) dari beberapa tokoh yang ada. Dalam Kidung Nderet terdapat begitu banyak tokoh yang dimunculkan oleh pengarang, namun beberapa diantaranya tidak diceritakan secara jelas. Tokoh Gusti Agung Nderet adalah tokoh utama dalam Kidung Nderet, sedangkan tokoh Made Tibung, Raja Mengwi dan I Kamoning adalah tokoh sekunder. Beberapa tokoh komplementer (tambahan) hanya muncul untuk menunjang jalannya cerita. Unsur latar dalam Kidung Nderet mencakup latar tempat dan latar waktu. Penentuan tema dalam Kidung Nderet menggunakan tema utama (mayor) dan tema tambahan (minor). Dalam Kidung Nderet yang menjadi tema mayor adalah “penyelewengan jabatan” dan tema minor adalah “peperangan”. Amanat yang ingin disampaikan oleh pengarang adalah di dalam hidup ini kita berpikir, bertindak, berbuat harus sesuai dengan kata hati. Jangan pernah iri kepada orang lain. Kita harus puas dengan potensi diri sendiri karena potensi setiap orang berbeda-beda. Sadar atau tidak, setiap orang pasti punya keahlian yang tidak dimiliki orang lain. Di dalam pergaulan hendaknya ucapan dengan tabiat atau watak harus sesuai. Jangan pernah mengeluh walaupun dalam kekurangan, tetaplah berpegang teguh pada kebenaran. Nilai-nilai yang terkandung dalam KN meliputi; (1) nilai kebersamaan (2) nilai kepemimpinan (3) nilai kepahlawanan dan (4) nilai magis. Daftar Pustaka Agastia, Ida Bagus Gede. 1994. Kesusastraan Hindu Indonesia (Sebuah Pengantar). Denpasar: Yayasan Dharma Sastra. Granoka, Ida Wayan Oka. 1981. Dasar-dasar Analisis Aspek Bentuk Sastra Paletan Tembang. Denpasar: Universitas Udayana. Putra Suarjana, I Nyoman. 2008. Sor Singgih Basa Bali. Denpasar: PT. Tohpati Grafika Utama. Ratna, I Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Grafitipress.
292
ISSN: 2302-920X Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud Vol 18.1 Januari 2017: 285-293
Sudaryanto. 1993. Metode dan aneka teknik analisis bahasa: pengantar penelitian wahana kebudayaan secara linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Suryawinata, Zuchridin dan Sugeng Hariyanto. 2003. Translation Bahasan Teori dan Penuntun Praktis Menerjemah. Jogjakarta: Kanisus.
293