FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KERACUNAN PESTISIDA PADA TENAGA PENJUAL PESTISIDA DI KOTA BENGKULU Muaiim E) , Juhaidi 2) , dan Agus Widada'} t,2 m
jurusan Kesehatan Lingkungan, Poltekkes KenienKes Bengkulu .11. Indra Girl No 3 Padang Ha.rapan Bengkulu Tefp (0736) 341212 fax 0736 21514,25343 e-mail : poltekkes_bengkuIuLyahoo.com Website www.poltekkes- bengkulu.ac.id Abstrack
Structuring irregular and poor behavior on the entrepreneur / hustler pesticides either directly or indirectly, can lead to the rick of toxicity to the salespeople and the surrounding environment, The purpose of this study to determine the risk, factors that have a relation to the rate of pesticide poisoning on the seller / entrepreneur / dealers (distributors), This study is a survey with a cross-sectional approach. Subjects were all salespeople pesticides in Bengkulu city b y 52 people (total sampling). Statistical analysis using Chi Square frilTowed Logistic Regression with 5'P:SS significance level (p <0. (15). Based on the results of. the majority' (78.85%,1 were poisoned. and normal as many as
(21.15%). (hi Square statistical test results show, there are several risk factors associated namely. knowledge (p = 0.000), attitude (p = 0.01 9, practice (p = 0.040), and the use of personal protective equipment (p = 0.001), whereas the test results Multifariate statistics using Logistic Regression, of hebarapa related factors turned out to he only 2 (two) were significantly associated, namely knowledge (p = 0.006 to OR = 25.596) and the use of personal protective equipment (p = 0.018 to OR = 9.873). The results of'this study it can be concluded that the level of pesticide poisoning pesticide salespeople in Bengkulu city caused by the level of knowledge that is not good (bad) and the lack of complete discharging I pennggunaan personal protective equipment in the handling of pesticides. As a suggestion to reduce the r isk of'poisoning the present and in the future expect the local government, department of'agriculture, and health authorities need to improve education, monitoring, and training on procedures tarpesiicide management is good and right for the seller / manager / employers pesticides. Key words : risk factor, the rate of poisoning, the sellerslenterpreneurldealer pesticide PENDAHULUAN Berkaitandengan dibebaskannya peredaran pestisida di Indonesia oleo Menteri Perdagangan dalam rangka deregulasi ekonomi dan sejalan dengan
program intensifikasi dan ektensifikasi penggunaan pestisida khususnya pada sektor pertan ian tanaman pangan, pestisida mempunvai peranan penting. karena secara langsung maupun tidak langsung dapal digunakan untuk
Mitra Raflesia Vol. 4 No. 1 Januari — Juni 2012
kependudukan; (2) faktor pelayanan kesehatan; (3) faktor perilaku: dan (4) faktor lingkungan.
Hu bu ngan Antara Pengetahu an dengan Tingkat Keracunan Hasil perh itungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat keracunan. subyek penelitian yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang/rendah/tidak baik seban yak 32 orang (61,50%), yang mengalami keracunan ada 31 orang (59,60%), dan normal ada 1 orang (1,90%), sedangkan tingkat pengetahuan cukup/sedanWbaik sebanyak 20 orang (38,50%), yang keracunan ada 10 orang (19,20%), dan normal 10 orang (19,30%) Berdasarkan uji stasistik Chi Square dengan kemakn aa n p<0,05 terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan subyek penelitian dengan tingkat keracunan (p=0,001). Hasil ini sesuai dengan penelitian Sutarni (1992) yang menyatakan terdapat perbedaan berm Ana antara penyemprot herpengetahuan cukup tinggi dibanding dengan penyemprot yang kmengem huan rendah tentang bahaya pestisida. Azwar (1992) dan Notoatmojo (2007) menjelaskan, bahwa seseorang yang bemendidikan, berpengetahuan rendah cenderung akan bersikap rendah dalam penggunaan pestisida, tetapi belum tentu yang berpendidikan tinggi dan memiliki tingkat sikap yang tin gg i akan melakukan praktik yang baik. Sudargo (1997) mengawkan, terjadinya suatu keracunan pestisida pada seseorang, apabi la disertai dengan pengetahuan yang kurang atau rendah tentang penggunaan pestisida akan lebih mudah terjadinya keracunan.
Hubungan Antara Masa Kerja dengan Tingkat Keracunan Berdasarkan lamanya masa kerja subyek penelitian, proporsi tertinggi yang mengalami keracunan pada masa kerja kurang atau sama dengan 5 tahun sehanyak 38 orang (61,50%), sedangkan masa kerja lebih 5 tahun sehanyak 14 orang (26,90%). Hasil uji stasistik ChiSquare dengan kemaknaan p<0,05 tidak ada hubungan yang bemakna antara masa kerja subyek penelitian dengan tingkat keracunan (p=0,460). Hasil ini sependapat dengan hasi I penelitian Dirjoatmojo (1991) dan Suwanti (1997) yang menyatakan lamanya masa kerja dalam penanganw pestisida, balk sebagai petani/penyemproUpekerja/pengguna pestisida tidak berpengaruh terhadap tingkat keracunan. Walaupun tidak adanya hubungan, tetapi hams diwaspadai, karena penggunaan pestisida secara berulang. diprediksi akan mengalami sakit dengan uejala keracunan akut. hal ini sesuai dengan yang dikemukanan Siswanto (1991). bahwa pestisida golongan organofosfat dan karbam at merupakan jenis pestisida yang menyebabkan keracunan akut. Lehi!' lanjut dikatakan paparan pestisida oleh organofosfat dan karbam at akin mengalami penurunan aktivitas cholinesterase dalam plasma dapat berlangsung 1-3 minggu, sedangkan dalam eritrosit bisa sampai 12 minggu atau 3 bulan.
Hu bungan Antara Sikap dengan Tingkat Keracunan
2
Mitra Raflesia Vol. 4 No. I Januari — deni 2012
Hasil perhitungan antara sikap dengan tinakat keracunan. responden y ang mempunyai sikap baik 21 orang yang mengalami keracunan sebanyak 13 orang (25,00%) dan yang normal 8 orang (15.40%) sedangkan yang sikap kurang/tidak baik sebanyak 31 orang (57,60°I° ) yang mengalami keracunan 28 orang (53,80%) dan yang normal 3 orang (5,80%).Berdasarkan uji stasistik Chi.Square dengan kern aknaan p<0,45 terdapat hubungan antara sikap suhyek penelitian dengan tingkat keracunan (p=4,019). Hash 1 ini sesuai dengan dengan penelitian Sudargo (1997) sikap yang rendah cenderung menderita k?racunan dibanding dengan yang memiliki sikap sedang dan tinggi. SeIanjutnya Sarwono (1993) mengatakan perubahan sikap individu dimulai dengan tahap kepatuhan, identitikasi, kemudian menjadi internalisasi. Sesuai pendapat Walgito (1994) , sikap yang ada pada diri seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal (faktor fisiologis dan psikologis) dan faktor eksternal dapat berujud situasi yang dihadapi oleh individu, dan normanorma, hambatan-hambatan atau pendorong-pendorong yang ada dalam nnasyarakat. Dari hasil sikap, pada subyek penelitian proporsi terbanyak pada kategori kurang/rendah, artinya tidak selalu mentaati aturan-aturan yang benar dari mulai mencampur sampai dengan pelaksanaan pewadahan, alasan mereka takut kalau mentaati peraturan yang ada memakan waktu akan lama dan rum it, dan yang mereka lakukan mengikuti perilaku mayoritas kelompoknya, mereka juga beranggapan bahwa yang d1lakukan
itu merupakan suatu hal yang wajar dan biasa dialaminva. Hubuogan Antara Praktik dengan Tingkat Kcracunan Hash i perhitungan antara praktik dengan tingkat keracunan, subyek penelitian yang mempunyai sikap baik sebanyak 33 orang, yang mengalami keracunan sebanyak 23 orang (44,25%) dan yang normal 10 orang (19,25%) sedangkan y ang mempunyai sikap kurarig/tidak baik (buruk) sebanyak 19 orang, yang mengalam i keracunan 18 orang (34,55%) dan yang normal 1 orang (1,95%). Berdasarkan uji stasistik Chi-Square dengan kernaknaan p
Mitra Raflesia Vol. 4 No. 1 Januari —Juni 2012
sebanyak 3 orang dan yang normal 2 orang. Untuk lebih jelasnya dapat di lhat pada gam bar 3.
yang normal 9 orang. sedangkan pada tingkat pendidikan sarjana sebanyak 5 orang, yang mengalami keracunan
SO
A7
38 0 -30 Keracunan n Norma I 0
20
3
10 -
2
5
0 SIT A
Sa4ana
TingkatPendid[kan
Gambar 3. Distribusi Subyek Penelitian Menurut Tingkai Pendidikan Yang Mengalmi Keracunan Pada Penjual Pestisida di Kota Bengkulu
(38,50%)..1ika dibandingkan antara status gizi dengan tingkat keracunan, maka pada gizi normal sebanyak 32 orang, yang mengalami keracunan sebanyak 2i orang dan yang normal 11 orang, Sedangkan yang tidak normal sebanyak 20 orang (100%) mengalami keracunan. Untuk ]ebih jelasnya dapat dilihat pada gam bar 4.
Status G izi
Status gizi subyek penelitian ditentukan dengan menggunakan Indek Masa Tuhuh (IMT). Hasil pengukuran tinggi badan dan herat badan. setelah dilakukan perhitungan diperoleh status gizi subyek penelitian yang no rm al sebanyak 32 orang (61,50%), pada gizi tidak normal sebanyak 20 orang
35
32
30 25
is
E
21
20
20
20
fl
15
n Normal
10
nJumiah
Keracunan
5
Normal
7 Normal
S ta tus
gizi
Gambar 4. Distribusi Subyek Penelitian Menurut Status Gizi Yang Mengalaini Keracunan Pada Penjual Pestisida di Kota Bengkulti
Mitra Raflesia Vol. 4 No. I Januiuri - Juni 2W2
Analisis Bivariat Tabel - I Hasil Tabuiasi Silang Antara Variabel Bebas denganVariabel l erikat (Keracunan) di Kota Benekulu Tahun 201 I Keracunan No
Variahe1
Ya Jml
Ma kerja < 5 tahun
I
>_ 5 tahun Fot aI 2.
Iii. Pengetahuan Baik
Tidak Baik 1oral 3.
4.
5.
13 10 41
J
.l ml
%
Tidak 1 %r
Total
%
P
59,60 19,20 78,80
7 3 10
13,50 7,70 21,20
38 14 52
73.10 26,911 100
0
460
0,
000
0,
019
[0
19.20
10
19,30
20
38,50
31
59,60
I
1.9
31
61.50
41
78,80
11
21.20
52
[00
Sikap Baik
17
25,00
.8
15,40
21
40.40
Tidak Balk To tal
28 41
53.80 78,80
3 11
5,80 21,20
31
59,60 100
Praktik Baik
23
44,25
i0
19,25
33
63,50
Tidak Baik I o1.ai
18 +1
34,55
I
1,95
19
36,50
78.80
II
21,20
52
100
Alai Yelindung Diri Lengkap ( .5)
5
9,60
7
13,aO
12
Kurank en a (< 5 ) Tota1
36 41
6920
4
7.80
46
78.90
78,80
11
21.70
52
100
23,10
0.040
0, 001
Kabupaten Brebes. dan i 419 subyek penelitian, yang rnengalami keracunan sebanyak 106 (25,3%), dan normal sebanyak 313 orang (74,7%). Di Sukoharjo, dan 198 subyek penelitian. yang mengalam i keracunan sebanyak 94 orang (47,5%), dan sebanyak 104 orang (52,5%) normal (Nasrudd in, 2001). Sugiri (2001) melakukan penelitian tentang perilaku tenaga penjual pestisida dan tingkat keracunan dari 61 subyek penelitian, yang rrtengalami keracunan 8 orang (13,10%) sedangkan yang normal sebanyak 53 orang (86,90%) Selanjutnya Suwarni (1997), menyatakan tingkat keracunan pestisida bagi tenaga kerja yang berhubungan dengan pestisida sebagai reflesi dari status kesehatan yang kurang balk berhubungan dengan empat faktor, antara lain: (1) faktor
PEMBAHASAN Tingkat Keracunan Berdasarkan basil pemeriksaan cholinesterase darah dari 52 responden, yang mengalami keracunan sebanyak 41 orang (78,80%) dengan rincian keracunan ringan 22 orang, keracunan scdang 17 orang, dan kearunan berat 2 orang, sedangkan y ang normal sebanyak 11 orang (21,20%). Hasil ini mentinjukkan, bahwa tingkat keracunan pada tenaga kerja penjual pestisida di Kota Bengkulu Tahun 2011 termasuk relatif tinggi bila dihandingkan dengan kasus-kasus keracunan di daerah lain. Suwarni (1997) dan Toto Sudargo (1997) rnelakukan penelitian tentang tingkat keracunan pest isida terhadap tenaga kerja pertanian bawang merah dan cabe di
5
Mitra Ratlesia Vol. 4 No. 1 Januui — Juni 2012
kependudukan; (2) faktor pelayanan kesehatan: (3) faktor perilaku; dan (4) faktor ngkungan.
Hubungan Antara Pengetahuan dengan Tingkat Keracunan Has il perh itungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat keracunan, subyek penelitian yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang/rendahltidak baik sebanyak 32 orang (61,50%), yang mengalami keracunan ada 31 orang (59,60%), dan normal ada 1 orang (1.90%), sedangkan tingkat pengetahuan cukup/sedanWbaik sebanyak 20 orang (38,50%). yang keracunan ada 10 orang (19,20%), dan normal 10 orang (19,30%) Berdasarkan uji stasistik Chi-Square dengan kemaknaan p<0,05 terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan subyek penelitian dengan tingkat keracunan (p=0,001). Hasid ini sesuai dengan penelitian Sutami (1992) yang menyatakan terdapat perbedaan bermakna antara penyemprot bemengetahuan cuk up tinggi di banding dengan penyemprot yang berpengetuhuan rendah tentang bahaya pestisida. Azwar (1992) dan Notoatrnojo (2007) menjelaskan, bahwa sesrang yang bemendidikan, nemengetahuan rendah cenderung akan bersikap rendah dalam penggunaan pestisida, tetapi belum tentu yang berpendidikan tinggi dan memiliki tingkat sikap yang tinggi akan melakukan praktik yang baik. Sudargo (1997) mengatakan, terjadinya suatu keracunan pestisida pada seseorang, apabila dengan pengetahuan yang kurang atau rendah tentang penggunaan pestisida akan lebih mudah terjadinya keracunan.
Hubungan Antara Masa Kerja dengan Tingkat Keracunan Berdasarkan lamanya masa kerja subyek penelitian, proporsi teftinggi yang mengalami keracunan pada masa kerja kurang atau sama dengan 5 tahun sebanyak 38 orang (61,50%), sedangkan masa kerja lebih 5 tahun sebanyak 14 orang (26,90%). Hasid uji stasistik ChiSquare dengan kentaknaan p<0,05 tidak ada hubungan yang bermakna antara masa kerja subyek penelitian dengan tingkat keracunan (p = 0,460). Hasii ini sependapat dengan basil penelitian Dirjoatmojo (1991) dan Suwami (1997) yang menyatakan Eamanya masa kerja dalam penanganan pestisida, sebagai petan i/penyemproVpekerj &pengguna pestisida tidak berpengaruh terhadap tingkat keracunan. Walaupun tidak adanya habungan, tetapi harus diwaspadai, karenapenggunaan pestisida secara berulang, diprediksi akan mengalami sakit dengan gejala keracunan akut, hal ini sesuai dengan yang dikemukanan Siswanto (1991), bahwa pestisida golongan organofosfat dan karbamat merupaan jenis pestisida yang menyebabkan keracunan akut. Lebih lanjut dikatakan paparan pestisida oleh organofosfat dan karbamat akan mengalami penuninan aktivitas cholinesterase dalam pl as ma dapat berlangsung 1-3 minggu, sedangkan dalam eritrosit bisa sampai 12 minggu ata u 3 bulan.
Hubungan Antara Sikap dengan Tingkat Keracunan
6
Miira Raflesia Vol. 4 No. 1 .1anuari — Juni 2012
itu merupakan suatu hal yang wajar dan hiasa dialaminya.
Hasil perhitungan antara sikap dengan tingkat keracunan, responder yang mernpunyai sikap baikk 21 orang y ang mengalami keracunan sebanyak 13 orang (25,00%) dan yang normal 8 orang t 15,40%) sedangkan yang sikap kurang/tidak baik sebanyak 31 orang (57,60%) yang mengalami keracunan 28 orang (53,80%) dan yang normal 3 orang (5,80%).Berdasarkan uji stasistik ChiSquare dengan kemaknaan p
Hubungan Antara Praktik dengan Tingkat Keracunan Hasil perhitungan antara praktik dengan tingkat keracunan, subyek penelitian yang mempunyai sikap baik sebanyak 33 orang, yang mengalami keracunan sebanyak 23 orang (44,25%) dan yang normal 10 orang (19.25%) sedangkan yang mempunyai sikap kurang/tidak baik (buruk) sebanyak 19 orang, yang mengalami keracunan 18 orang (34,55%) dan yang normal I orang (1,95%). Berdasarkan uji stasistik Chi-Square dengan kemaknaan p<0,05 terdapat hubungan antara praktik subyek penelitian dengan tingkat keracunan (p = 0,04), hasil ini sesuai dengan penelitian Munir (1993) mengemukakan bahwa subyek penelitian yang rnemiliki praktik buruk dalam mengelola pestisida semakin besar risiko menderita keracunan pestisida dibanding dengan mereka yang memiliki praktik baik. Sesuai pendapat Notoatmojo (2007), suatu sikap belum secara otomatis terwujud dalam praktik, untuk menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung dan pendorong atau suatu kondisi yang memungkinkan. Sedangkan Smet (1994), praktik men urut Theory of ReasonedActionaklagi dipengaruhi oleh kehendak, kehendak dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif, norma subyektif dipengaruhi oleh keyakinan akan pendapat orang lain serta motivasi untuk mentaati pendapat tersebut.
7
Mitra Raflesia Vol. 4 No. 1 Januari - Juni 2012
Hasil observasi dari praktik penelitian dalam menjual subyek pestiida tidak lagi sesuai dengan anjuran yang telah ada, melainkan mereka berbuat apa adanya sesuai dengan yang biasa mereka lakukan (alami), prinsipnya menjual pestisida cepat laku endek kaw lebih baik laris pembeli dari pada mem entingkan kesehatannya).
adalah Kahan kim is berbahaya (racun), maka cara kerja yang sesuai dengan K3 antara lain: (1) saat inencampur menggunakan sarung tangan karet. alat takar dan pengaduk khusus; (2) s cat menyemprot menggunakan topi. masker, celana panjang, baju lengan panjang, sarung tangan, kaca mata, Jan searah angin; (3) selesai mencampur dan menyemprot, bungkus bekas pestisida dikubur, air bekas cucian alat dibuang pada tempat yang tidak mencemari lingkungan, membersihkan badan (mandi) dan ganti pakaian sebel urn melakukan pekerjaan lain, serta cuci tangan sebelum makan.
Hu bu ngan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dengan Tingkat Keracunan perhitungan antara Hasil penggunaan alat pelindung diri dengan tingkat keracunan, pada subyek penelitian yang penggunakan alat pelindung diri kurang lengkap dari 40 orang, terdapat 36 orang (69,20%) keracunan, dan 4 orang (7,70%) normal. sedangkan yang memakai alat pelindung diri lengkap dari 12 °rang, terdapat 5 orang (9,60%) keracunan dan 7 orang (13,50%) normal. Berdsarkan uji stasistik Chi-Square dengan kemakn (p<0,05) ada hubungan yang bermakna antara penggunaan alat pelindung diri dengan tingkat keracunan (p = 0,001). Depkes, RI (1996) mengatakan, bagi penjamah atau pengguna pestisida yang melakukan penyemprotan di luar gedung (lapangan) jenis perlengkapan alat pelindung diri yang digunakan minimal: (1) pelindung kepala (topi); (2) pelindung pernafasan ( masker); (3) pelindung badan (baju lengan panjang dan celana panjang); (4) pelindung kaki (sepatu booAanvas); (5) pelindung tangan (sarung tngan): dan (6) pelindung mata (goggleikaca mata). Sumdmur (2009), mengatakan pestisida
Menentun Fakior-fakter Risiko yang Berpengaruh Untuk mengetahui kekuatan hubungan faktor-faktor risiko dengan kejadi an keracunan pestisida pada responden, yaitu memasukkan variabel bekas terhadap variabel terikat kedalatn analisis logistic regresstion. Hasil uji logistic regresstion menunjukkan, bahwa, sikap dan praktik yang mulanya berhubungan (p<0,05) setelah uji logistic regresstion tidak ada hubungan. Selanjutnya faktor risiko lainnya yang mempunyai hubungan secara bermakna (p<0,05) dari yang paling kuat sampai lemah terhadap terjadinya keracunan adalah : I). Tingkat Pengetahuan = 0.006 dengan OR = 25,896) Azwar (1992) dan Notoatmojo (2007) m enj e las kan bahwa seseorang yang berpendidi , bemengewhuan rendah cenderung akan hersikap rendah dalam penggunaan pestisida, tetapi belum tentu yang berpendidikan tinggi dan mcmiliki tingkat sikap yang tinggi
8
M itra Raflesia Vol. 4 No. I Ianuari — Juni 2012
akan melakukan praktik yang baik. Sudargo (1997) mengatakan, terjadinya suatu keracunan pestisida pada seseorasig, apabila disFttai dengan pengetahuan yang kurang atau rendah tentang penggunaan pestisida akan lebih mudah terjadinya keracunan. 2). Pakaian pelindung atau alat pelindung diri (p = d,018 dengan DR= 9,873) Pemakaian atau penggunaan alat pelindung din i kurang dari lima macam jenis (kurang lengkap) selamapenanganan/melayani/meraci k pestisida mempunyai risiko tingkat keracunan pestisida bila dibanding dengan yang memakai alat pelindung !ebih dari lima macam jenis (lengkap); pengguna pestisida umuninya kurang/rendah. artinya tidak selalu mentaati aturan yang benar dari mulai pelayanan, mencampur sampai dengan peracikan, alasan mereka takut kalau mentaati peraturan y ang ads akan niemakan waktu lama, dan mereka mengikuti perilaku kondisi lingkungan sosial budaya yang ada dikelompok serta cenderung sesuai dengan apa yang dilakukan sehari-hari pada kclompoknva. mereka juga beranggapan hahwa keracunan pestisida merupakan suatu hal yang wajar dan biasa dialaminya.
penggunaan alai pelindung diri_ Masa kerja tidak ada huhungan. 1-lash l uji statistik !nultifarial (logistik ganda) dari taktor-faktor risiko yang mempunyai hubungan paling kuat sampai yang lemah terhadap tingkat keracunan pestisida sebagai berikut: a) tingkat pengetahuan yang tidak haik mempunyai risiko 25.896 kali keracunan pestisida dibandingkan dengan yg mempunyai pengetahuan baik; b) pengggunaan APD yg tidak lengkap mempunyai risiko 9,873 kali keracunan pestisida dibandingkan dengan yang menggunakan APD lengkap. SARAN Disarankan mengoptimalkan pelatihan, penyuluhan, dan bimbingan serta pemantauan dari lintas sektor dan lintas program dengan dukungan pemerintah daerah, karenta andalan utama untuk daerah Provinsi Bengkulu adalah pertanian; penjual pestisida dianjurkan menggunakan alat pelindung diri sewaktu melakukan penanganan pestisida untuk memperkecil risiko keracunan pestisida, dan dilakukan penelitian lebih lanjut, khusunya tentang pengaruh penggunaan pestisida terhadap lingkungan, hasi1 panen, dan pada pecan i sayuran yang sexing menggunakan pestisida
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN 1-lasi1 pemeriksaan cholinesterase darah pada 52 responden, sebagian besar mengalami tingkat keracunan dan sebagian kecil yang tidak keracunan (normal) . Hasil uji statistik hifariat, faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan tingkat keracunan pestisida adalah pengetahuan , sikap . praktik, dan
KEPUSTAKAAN Azwar, S„ 1992. Sikap Manusia Teori dun Pengukurannya, Edisi 1. Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta Dirdjoatsnodjo, H.,1991. Keracunan Pestisida Organofosfat Pd Penyemprot Perkebunan
9
Mitra Raflesia Vol. 4 No. 1 Januari - Juni 2012
Sayur Sekitar Bandung, M KB XX II1, No. 3. Januari 1991; hal. 118 — 124. Dirjen PPM & PLP Depkes, R. I., I 996 Peraturan perundang-undangan yang dg pestisida, berkaitan Sub.Dit. Pengamanan Pestisida Jkt. Depkes, Hadi, S., 2000. Seri Program Statistik — Versi 2000, Univ. Gadjah Mada. Yogyakarta. Mukono. H.S., 2009. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan, University Airlangga Press. Surabaya. M un ir,F .,1993.H ub TA Pemaparan Pestisida Organofosfat Thdp Aktifitas Cholinesterase Darah Petani Pen vemprot Hama Sayuran di Desa Gondosulu, Kec Tawangmangu, Skripsi, tdk di pub 1 ikasikan. FKMUNDIP. Sing. Notoatmodj o , S., 2005. Dasar-dasar Pendidikan dan Pelatihan, Badan Penerbit Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Jakarta. , Pengantar 2007. Pendidikan Kesehatan dan Emu Perilaku Kesehatan, PT. Andi Offset, Yogyakarta. Nasaruddin, 2001. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Keraeunan Pestisida Pada di Hortikultura Petani Sukoharjo. Tesis, tidak Studi Ilmu diterbitkan. Program Kesehatan Masyarakat Minat Utama FETP-Program
Paseasarjana Universitas Gadjah Mad a. Yogyakarta. Pun., 2002. Tiga Juta Orang di 10 Negara Keracunan Pestisida.Sinar Flarapan, Jkt. Siswanto, A., 1991. Pestisida, Bala i Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (I IIPERKES) dan Ergonomi, Surabaya. Suma'mur, P. K., 2009. Higene Perusahaan & Keselamatan Kerja , Sagung Seto, Jkt. Sub.Dit. Pengamanan Pestisida Depkes, R.1., 1996_ Pengelolaan Pencatatan dan Pelaporan Upaya Pengamanan Pestisida, Malah pd Konsulthsi Teknis Prog PLP di Puslitbang Gizi Bogor, JaBar Suw arn i, A., 1997. Petnaparan dan Tingkat Keracunan Pestisida Pada Tenaga Kerja Pert Bawang Merah dan Cabe Di Brebes-Jawa Kabupaten Tengah, Tesis, tidak diterbitkan. Program Studi Hiperkes-Ilmu Kesehatan Kerja Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Sudargo, T., 1997. Tingkat Keracunan dan Perilaku Petani dalam Menggunakan Pestisida di Kabupaten Brebes, Tesis, tidak diterbitkan. Prog Studi Ilmu Kes Masyarakat Pro gra m P a scasarj an a Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Sugiri., 2001. Perilaku Tenaga Penjual dan Tingkat Pestisida di Keracunannnya Kabupaten Temanggung Jawa
10
Mitra Ra lesia Vol. 4 No. l Januari — J uni 2012
Walgito,B.,1994.Psikologi Sos (Suatu Pengantar), Penerbit Andi
Tengah, Tesis, tidak diterbitkan. Prog Studi fimu
Offset, Yogyakarta.
Kes Masy Prog Pascasarjana Gadjah Mada. Unix Y ogyakarta.
Ii