KERENTANAN ANAK DAN KESEJAHTERAAN ANAK PADA KELUARGA PETANI
DANISYA PRIMASARI
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kerentanan Anak dan Kesejahteraan Anak Pada Keluarga Petani adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2015 Danisya Primasari NIM I24100034
ABSTRAK DANISYA PRIMASARI. Kerentanan Anak dan Kesejahteraan Anak Pada Keluarga Petani. Dibimbing oleh HERIEN PUSPITAWATI. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kerentanan dan kesejahteraan anak pada keluarga petani, mengidentifikasi tipologi kerentanan dan kesejahteraan anak pada keluarga petani, dan menganalisis hubungan karakteristik keluarga, karakteristik anak dengan kerentanan anak dan kesejahteraan anak. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga petani yang memiliki anak kelas 4 dan 5 SD yang bertempat tinggal di Desa Sindangjaya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur dengan contoh sebanyak 35 anak. Pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan metode probability sampling dengan teknik random sampling. Hasil menunjukkan bahwa kerentanan internal pada keluarga petani tergolong rendah, kerentanan eksternal anak tergolong rendah, dan kesejahteraan anak pada keluarga petani tergolong rendah. Tipologi kerentanan anak dan kesejahteraan anak pada keluarga petani termasuk dalam Tipe 1 dan Tipe 4. Terdapat hubungan negatif signifikan antara besar keluarga dan urutan anak dengan kesejahteraan anak, namun tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara karakteristik keluarga dan anak dengan kerentanan anak. Kata kunci: kerentanan internal anak, kerentanan eksternal anak, kesejahteraan anak, keluarga petani
ABSTRACT DANISYA PRIMASARI. Vulnerability of Children and Child Well-being among Farmer Families. Supervised by HERIEN PUSPITAWATI. This reseacrh aimed to identified vulnerability and well-being of children in a family of farmers, identified the typology of vulnerability and well-being of children in the family farmer, and analyze the relationship between family characteristics, characteristics of children with the vulnerability of children and child well-being. The population in this research are family farmers who have children 4 and 5 th grade who reside in the village Sindangjaya, District Cipanas, Cianjur with a sample of 35 children. Sampling was conducted using probability sampling method with random sampling techniques. The results showed that the internal susceptibility to family farmers is low, relatively low external vulnerability child, and child well-being on farm families is low. Typology vulnerability of children and the well-being of children in a family of farmers included in Type 1 and Type 4. There was a significant negative correlation between family size and order of the child with the child's welfare, but found no significant relationship between the characteristics of families and children with children's vulnerability. Keywords: internal vulnerability of children, external vulnerability of children, child well-being, family farmers.
KERENTANAN ANAK DAN KESEJAHTERAAN ANAK PADA KELUARGA PETANI
DANISYA PRIMASARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Science pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi : Kerentanan Anak dan Kesejahteraan Anak Pada Keluarga Petani Nama : Danisya Primasari NIM : I24100034
Disetujui oleh,
Dr Ir Herien Puspitawati, M Sc, M Sc Dosen Pembimbing
Diketahui oleh,
Prof Dr Ir Ujang Sumarwan, M Sc Ketua Departemen Ilmu keluarga dan Konsumen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala kenikmatan dan kemudahan serta segala karunia-Nya. Rasa syukur juga penulis haturkan pada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi motivator kehidupan bagi penulis sehingga dalam menyusun penulisan karya ilmiah yang berjudul “Kerentanan Anak dan Kesejahteraan Anak Pada Keluarga Petani” dapat diselesaikan dengan baik. Pembuatan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu terima kasih penulis ucapkan kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan karya ilmiah ini. Atas bantuannya, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Herien Puspitawati. M.Sc., M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu, ilmu-ilmu serta pengalamannya untuk membimbing penulis dalam penulisan karya ilmiah ini. 2. Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si selaku dosen pemandu seminar, Dr. Ir. Diah K. Pranadji, MS selaku dosen penguji I dan Dr. Megawati Simanjuntak, SP, Msi selaku dosen penguji II atas kritik dan saran untuk penyempurnaan karya ilmiah ini. 3. Alfiasari, SP, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis, memberikan masukan dan semangat selama penulis menyelesaikan pendidikan S1. 4. Seluruh dosen Ilmu Keluarga dan Konsumen yang telah memberikan banyak sekali ilmu dan isnpirasi kepada penulis. 5. Kepala Desa Sindangjaya, Kepala Sekolah SDN Sindanglaya, serta Kepala Sekolah SDN Suryakancana yang telah memberikan izin serta dukungan dalam proses pengambilan data dan informasi responden. 6. Kedua orang tua, ayahanda Daniel Herniadi dan Ibunda Anis Surtiani serta saudara penulis Ibar Donny Rosyadhi atas segala jerih payah, do‟a, kesabaran, semangat, saran serta kasih sayangnya tak akan pernah terbalas yang senantiasa diberikan demi keberhasilan penulis. 7. Teman-teman satu tim penelitian penulis, Dwi Puspita Sari, Nurul Izmah, Ilma Permadani Hidayat, kak Salsabila Khotibatunnisa, dan mba Vivi Irzalinda serta teman-teman IKK 47 yang membantu, bekerjasama, memberikan masukan, dan memberikan motivasi penulis selama menyelesaikan penulisan ini. 8. Kepada semua pihak yang belum disebutkan, yang telah memberikan kontribusi dalam menyelesaikan usulan penelitian ini, penulis ucapkan terima kasih. Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan segala informasi yang terdapat didalammnya. Bogor, Januari 2015 Danisya Primasari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
4
KERANGKA PEMIKIRAN
12
METODE PENELITIAN
15
Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian
15
Jumlah dan Cara Pemilihan Responden
15
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
16
Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian
18
Pengolahan dan Analisis Data
19
Definisi Operasional
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
21
Karakteristik Anak
23
Karakteristik Keluarga
23
Kerentanan Anak
27
Kesejahteraan Anak
31
Tipologi Kerentanan Anak dan Kesejahteraan Anak
34
Hubungan antara Karakteristik Keluarga dan Karakteristik Anak dengan Kerentanan Anak dan Kesejahteraan Anak
37
Pembahasan Umum
39
SIMPULAN DAN SARAN
41
DAFTAR PUSTAKA
41
LAMPIRAN
47
RIWAYAT HIDUP
56
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Jenis variabel, satuan, skala, dan responden Sebaran karakteristik anak Sebaran usia, lama pendidikan, dan pekerjaan ayah dan ibu Sebaran tipe petani, dan besar keluarga Sebaran pendapatan dan pengeluaran keluarga Sebaran kepemilikan aset keluarga Persentase item nilai kerentanan internal anak Sebaran dimensi kerentanan internal anak secara umum Persentase item nilai kerentanan eksternal anak Sebaran dimensi kerentanan eksternal anak secara umum Persentase item nilai kesejahteraan subjektif anak Sebaran dimensi kesejahteraan subjektif anak Sebaran tipologi kerentanan anak dan kesejahteraan anak Matriks tipologi kerentanan anak dan kesejahteraan anak Koefisien korelasi Pearson karakteristik keluarga dan karakteristik anak terhadap kerentanan internal anak dan kesejahteraan anak
16 23 24 25 26 27 28 29 30 31 33 34 36 37
38
DAFTAR GAMBAR 1 2 3
Kerangka pemikiran karakteristik keluarga, karakteristik anak, kerentanan anak dan kesejahteraan anak Metode penarikan contoh Tipologi kerentanan anak dan kesejahteraan anak
14 15 35
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Kronologis sampling Peta lokasi penelitian Data kualitatif arti keluarga Data kualitatif arti anak Daftar responden berdasarkan tipologi kerentanan Anak dan kesejahteraan anak Koefisien korelasi karakteristik keluarga, karakteristik anak, kerentanan internal anak, dan kesejahteraan anak Kondisi pertanian Desa Sindangjaya
48 49 50 51 52 54 55
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Anak yang rentan terjadi karena anak tidak memiliki akses yang sangat terbatas terhadap kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, tidak memperoleh sanitasi yang baik, dan kurangnya perhatian kasih sayang, cinta, bimbingan dan dukungan dari (Skinner et al. 2004). Kemiskinan akan menimbulkan permasalahan pada anak, salah satunya adalah kerentanan anak. Keluarga dan anak-anak yang rentan memiliki sumberdaya yang terbatas seperti pendidikan, kesempatan kerja, dan hambatan untuk memperoleh pelayanan sosial lainnya (Zambrana & Dorrington 1998). Kerentanan dapat dilihat sebagai penyebab kemiskinan, sebagai alasan mengapa orang miskin tetap miskin, atau sebagai dampak dari kemiskinan (Permana 2008). Menurut Engle, Castle, & Menon (1996) menyatakan tantangan yang dihadapi anak-anak sekarang adalah perubahan zaman, termasuk peningkatan urbanisasi, kekerasan politik, kekerasan pada anak, perubahan bentuk keluarga, dan dibeberapa daerah telah mengalami penurunan pasokan makanan yang memadai. Kerentanan anak memiliki peningkatan yang mencolok akibat ketegangan emosional dan kurang mampunya anak untuk beradaptasi secara sosial (Tembong 2006). Keterbatasan ekonomi dan pengetahuan orang tua di perdesaan dalam memberikan bimbingan dan pengawasan pada anaknya, menimbulkan dampak anak menjadi putus sekolah dan terpaksa harus memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, sehingga anak membantu mencari nafkah bagi keluarganya dengan bekerja disekitar lingkungan anak atau bahkan sampai ke luar kota (Anshor & Ghalib 2010). Pengentasan kemiskinan merupakan salah satu prioritas pembangunan Pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kemiskinan menjadi 8 hingga 10 persen pada tahun 2014 (UNICEF Indonesia 2013). Salah satu tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) yaitu berusaha membangun kehidupan dan kesejahteraan perempuan dan anak-anak menjadi lebih baik, khususnya melalui peningkatan harapan hidup, penurunan kemiskinan, peningkatan kesehatan, gizi dan akses terhadap pendidikan. Menurut Undangundang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 8 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara. Menurut UndangUndang Nomor 4 Tahun 1979, Kesejahteraan anak adalah suatu tatanan kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial. Perundang-undangan nasional, baik Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan Undang-Undang 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, telah menyatakan pentingnya pengasuhan anak oleh orang tua dan keluarga (Kemensos 2011). Kesejahteraan anak memerlukan perhatian khusus, pertama karena masalah kesejahteraan anak tidak hanya berdampak pada saat sekarang saja, tetapi akan memiliki dampak pada masa depan anak-anak. Kedua, karena anak-anak merupakan salah satu kelompok yang paling menderita karena
2 kemiskinan, dan yang ketiga karena masih kurangnya informasi langsung tentang kehidupan anak (Fernandes et al. 2010). Pada usia sekolah dasar, anak akan mengalami tahapan penting dalam pembentukan kepribadiannya. Hurlock (1980) juga mengatakan bahwa masa usia anak sekolah dasar, merupakan masamasa penting karena kondisi-kondisi yang menimbulkan kebahagiaan pada masa ini dan akan terus menciptakan kebahagiaan pada tahun-tahun selanjutnya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat bagaimana kerentanan dan kesejahteraan anak pada keluarga petani di Desa Sindangjaya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Perumusan Masalah Kehadiran seorang anak merupakan keberkahan yang luar biasa bagi sebuah keluarga yang telah menjalani kehidupan rumah tangga. Anak merupakan salah satu golongan penduduk yang berada dalam situasi kerentanan dalam kehidupan dilingkungan masyarakat. Kehidupan anak dipandang sangat lemah karena memiliki ketergantungan terhadap orang tuanya. Jika orang tua lalai dalam menjalankan tanggung jawabnya, maka anak akan menghadapi masalah baik itu fisik, psikologi dan sosial (BPS 1996). Kondisi demikian akan mengganggu proses tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan yang tidak wajar pada anak, menjadikan anak mengalami gangguan dalam proses belajar tentang status dan peranannya bagi kehidupan. Menurut Kumpulainen (2006) kerentanan merupakan salah satu permasalahan yang dapat membahayakan kondisi individu, komunitas, ataupun suatu daerah. Simanjuntak (2010a) menyatakan bahwa pendekatan subjektif dilihat berdasaarkan pemahaman penduduk mengenai standar hidup dan bagaimana mereka mengartikannya. Dengan demikian penduduk akan mempunyai pandangan sendiri mengenai arti kesejahteraan yang mungkin dapat berbeda dengan pandangan objektif. Kesejahteraan keluarga akan memengaruhi kehidupan anak yang berdampak pada kesejahteraan anak. Hastuti (2009) menyatakan bahwa kualitas anak pada saat ini, merupaakan produk dari hasil proses pembentukan yang terjadi selama berada dalam keluarganya. Tahun 2012 UNICEF Indonesia mengeluarkan laporan tahunan, sebanyak 2,3 juta anak usia 7 sampai 15 tahun di Indonesia tidak bersekolah. Sebanyak 42% anak putus sekolah di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kebanyakan anak yang putus sekolah sewaktu masa transisi dari SD ke SMP 1 . Kemendikbud (2013) menggambarkan pada tahun 2007, dari 100 persen anak-anak yang masuk SD, yang melanjutkan sekolah hingga lulus hanya 80 persen, sedangkan 20 persen lainnya putus sekolah. Diketahui bahwa 80 persen yang lulus SD, hanya sekitar 60 persen yang melanjutkan ke SMP maupun sekolah tingkat lainnya, kemudian dari jumlah tersebut yang sekolah hingga lulus sekitar 48 persen. Sementara itu, dari 48 persen tersebut, yang melanjutkan ke SMA tinggal 21 persen dan berhasil lulus 10 persen, sedangkan yang melanjutkan ke SMP dari 61 persen menjadi 70 persen, dan yang masuk ke perguruan tinggi menjadi 4,4 persen. Mendikbud menyatakan, secara nasional angka partisipasi kasar (APK) sudah cukup baik, tetapi masih 1
Pikiran Rakyat Online. 2014. Di Pulau Jawa, 42% Anak Putus Sekolah [Internet]. [Diakses 2014 November 16].Tersedia pada: http://www.pikiran-rakyat.com/node/289284
3
terdapat kabupaten-kabupaten yang masih dibawah rata-rata nasional. Demikian juga angka putus sekolah masih cukup besar, dijenjang SD dari kelompok ekonomi paling rendah masih ada 13 persen secara nasional yang tidak tamat SD, artinya anak putus sekolah sebelum tamat, sementara dari mereka yang lulus SD sebesar 87,0 persen hanya 56,7 persen yang melanjutkan ke jenjang sekolah menengah SMA/Sederajat (Kemendikbud 2013). ILO (International Labour Organization) memperkirakan terdapat 152 juta pekerja anak yang berusia antara 5 hingga 14 tahun. Menurut Amelia (2013) sebagian besar dari pekerja anak berasal dari kelompok-kelompok yang terpinggirkan dalam masyarakat dan datang dari keluarga yang hidup dalam kemiskinan. Untuk konteks Indonesia, per 2013 Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan ada 4,7 juta jiwa pekerja anak. Dilihat dari lokasi kerja, dari total pekerja anak, terdapat 1,1 juta anak yang bekerja di kawasan perkotaan dan lainnya, 2,3 juta pekerja anak di perdesaan. Permasalahan tersebut merupakan beberapa contoh yang ditimbulkan akibat rendahnya kesejahteraan keluarga yang berdampak pada anak. Untuk menanggulangi kerentanan anak serta meningkatkan kesejahteraan anak maka diperlukan kajian mengenai kerentanan anak dan kesejahteraan anak. Berdasarkan hal tersebut, maka masalah yang akan diteliti yaitu: 1. Bagaimana kerentanan dan kesejahteraan anak pada keluarga petani? 2. Bagaimana tipologi kerentanan dan kesejahteraan anak pada keluarga petani? 3. Bagaimana hubungan karakteristik keluarga, karakteristik anak terhadap kerentanan anak dan kesejahteraan anak? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kerentanan anak dan kesejahteraan anak pada keluarga petani di Desa Sindangjaya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi kerentanan anak dan kesejahteraan anak pada keluarga petani 2. Mengidentifikasi tipologi kerentanan anak dan kesejahteraan anak pada keluarga petani 3. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga, karakteristik anak dengan kerentanan anak dan kesejahteraan anak.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat mengenai kerentanan anak dan kesejahteraan anak pada keluarga petani. Penelitian ini merupakan sarana untuk mengembangkan diri dari ilmu yang telah didapatkan selama perkuliahan serta dapat memberikan tambahan
4 pengetahuan atau referensi bagi penelitian selanjutnya. Berdasarkan informasi tersebut, penelitian ini dapat menjadi acuan penelitian-peneilitian selanjutnya terkait kerentanan anak dan kesejahteraan bagi anak. Bagi pemerintah dan instansi diharapkan dapat membuat kebijakan yang dapat mendukung kesejahteraan anak. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan diharapkan dapat menambah wawasan, pengalaman, ilmu pengtahuan serta aplikasinya khususnya dalam bidang ilmu keluarga. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai kehidupan keluarga terutama anak.
TINJAUAN PUSTAKA Teori Struktural Fungsional Pendekatan struktural fungsional adalah pendekatan teori sosiologi yang di terapkan dalam sebuah institusi keluarga. Struktural fungsional pada prinsipnya berkisar pada beberapa konsep, namun yang paling penting adalah konsep fungsi dan konsep struktur. Menurut Puspitawati (2012), penganut pandangan teori struktural-fungsional melihat system sosial sebagai suatu sistem yang seimbang, harmonis dan berkelanjutan. Pendekatan stuktural-fungsional menekankan pada keseimbangn system yang stabil dalam keluarga dan kestabilan sistemsosial dalam masyarakat. Pendekatan teori struktural fungsional dapat digunakan untuk menganalisis peran anggota keluarga agar dapat berfungsi dengan baik untuk menjaga keutuhan keluarga dan masyarakat (Newman dan Grauerholz 2002). Puspitawati (2012) menyatakan bahwa pendekatan teori struktural-fungsional dapat digunakan dalam menganalisis peran keluarga agar dapat berfungsi dengan baik untuk menjaga keutuhan keluarga dan masyarakat. Teori struktural fungsional ini memandang bahwa masyarakat merupakan sebuah sistem yang terdiri dari beberapa bagian atau subsistem yang saling berintegrasi satu dengan yang lainnya. Adanya perubahan diawali oleh tekanan-tekanan yang kemudian terintegrasi dan berakhir pada titik keseimbangan yang selalu berlangsung tidak sempurna, teori ini melihat adanya ketidakseimbangan yang abadi layaknya sebuah siklus untuk mewujudkan keseimbangan yang baru. Menurut Ihromi (2004) masyarakat menurut pendekatan strukturalfungsional dipandang sebagai suatu sistem yang dinamis, yang memiliki subsistem atau bagian-bagian yang saling berhubungan. Puspitawati (2012) menyatakan bahwa keseimbangan dalam keluarga serta kestabilan sistem sosial merupakan hal yang ditekankan pada pendekatan struktural fungsional. Keseimbangan keluarga dapat terwujud apabila subsistem yang ada dalam keluarga tersebut dapat bekerja secara maksimal dan bertindak sesuai norma dan nilai-nilai yang telah diterapkan (Ihromi 2004). Megawangi (1999) menjelaskan bahwa struktur dalam keluarga mencakup tiga elemen utama yang saling terkait dan merupakan satu kesatuan: 1) Status sosial yaitu sebagai identitas dan kepemilikan dalam sistem individu serta merupakan gambaran hubungan timbal balik antar individu dengan status sosial yang berbeda, 2) Fungsi sosial merupakan peran dan fungsi masing-masing sosial yang berbeda-beda, 3) Norma
5
sosial yang berperan dalam mengatur tingkah laku individu dalam kehidupan sosialnya. Kerentanan Anak I.
Definisi kerentanan anak 1. Anak rentan dipandang sebagai seseorang yang tidak memiliki akses yang sangat terbatas terhadap kebutuhan dasar, mereka masih memiliki kedua orang tua tetapi hak anak tidak terpenuhi oleh kedua orang tuanya. Kerentanan yang kontekstual bagi anak merupakan anak yang tidak terpenuhi kebutuhan dasar dan terdapat masalah di lingkungan anak (Skinner et al. 2004). 2. Anak-anak rentan adalah kondisi yang dapat mengancam kesejahteraan anak pada masa sekarang sampai masa depan anak yang berasal dari lingkungan dimana anak dibesarkan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kerentanan anak adalah tidak terpenuhinya kebutuhan dasar anak seperti emosional, fisik, sosial, perkembangan dan / atau budaya anak ketika berinteraksi di rumah atau di komunitas yang lebih luas. (Bannett 2012). 3. Anak yang rentan adalah indivdu yang hidup dalam keadaan dengan risiko yang tinggi untuk perkembangan dan pertumbuhan anak sehingga anak tidak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal (The President‟s Emergency Plan for AIDS Relief 2006). 4. Kerentanan anak adalah sejauh mana seorang anak dapat menghindari atau memodifikasi dampak dari ancaman keamanan. Hal ini menggambarkan bagaimana usia masing-masing anak, fisik, intelektual dan sosial, emosional fungsi perilaku / peran dalam keluarga dan kemampuan untuk melindungi dirinya sendiri berkontribusi atau mengurangi kemungkinan bahaya yang mengancam anak (IHS for the Ohio Child Welfare Trainning Program 2011). 5. Mothers reported that vulnerable children also had more somatic problems and were more aggressive, destructive, and poorly socialized. Perrin et al. described the vulnerable children in their study as having difficulties with dicipline, self control and peer realtions and also having internalizing and somatic complaints (De Ocampo et al. 2003). II. Konsep kerentanan anak 1. Konsep kerentanan tidak hanya terbatas pada individu seperti anak-anak, tetapi sering digunakan untuk merujuk juga ke rumah tangga (Smart 2003). 2. Menurut Sunarti et al. (2009) konsep kerentanan yang pada awalnya berkembang dalam disiplin ilmu-ilmu sosial seperti bidang psikologi, sosiologi, dan komunikasi, serta digunakan dalam unit analisis mikro (individu, keluarga, dan masyarakat), kemudian dikembangkan dan diperluas konsepnya pada tataran institusi dan kerentanan kawasan. Demikian pula komponennya diperluas dengan memasukkan kerentanan fisik dan lingkungan. 3. Vulnerable Populations Models (VPM) digunakan sebagai kerangka teoritis untuk membimbing perawatan dan tindak lanjut dari risiko tinggi pada bayi prematur. VPM digunakan untuk menindak lanjuti morboditas dan mortalitas pada kerentanan bayi prematur. Penggunaan VPM
6 menawarkan model evaluasi yang berhubungan dengan risiko relatif (risiko prenatal, biofisiologis, dan risiko psikososial), ketersediaan sumberdaya (status sosial ekonomi, pendidikan ibu, dan perawatan prenatal), dan status kesehatan (Purdy 2008). 4. The literature is replete with descriptions from numerous diciplines identifying the use of vulnerable with people at risk for adverse healthrelated outcomes. This term has been useful for generating nursing theory on conceptualizing vulnerable populations (Flaskerud & Winslow 1998), aiding health-related research conducted with the Vulnerable Populations Models (VPM) as a framework. From the field of family and community medicine, researchers examining sociologic stressors determined that neither exposure nor vulnerability to daily stressors explained socioeconomic differences in daily health (Gryzwacz, Almeide, Neupert, & Ettner 2004). Thus, being more vulnerable was not specifically associated with poorer health status. However, better education and higher socioeconis status may have altered health status. (Purdy 2008). 5. The “Ten Elements of Mental Health Promotion and Demotion.” A conceptual mental health model developed by MacDonald dan O’Hara (1998), was used as a guide to identify mental health promoting and demoting factors. Promoting factors include interplay of environmental quality, self-esteem, emotional processing, self-management, and social participation. Demoting factors include environmental deprivation, emotional abuse, emotiional negligence, stress, and social alienation (Krikpatrick et al. 2012). 6. The concepts of child vulnerability and parent overprotectiveness and their relationship to medical problems during the neonatal perios, developmental outcomes and later behavior problems in the child. The assumption has been made that persistent parental anxiety about the child’s vulnerability may cause the child to defiantly react with risky or dangerous behavior against the lack of parental confidence (De Ocampo et al. 2003). III. Indikator kerentanan 1. Menurut Skinner et al. (2004) terdapat 12 indikator individu untuk menentukan kerentanan pada anak diantaranya: Problem emosional dan psikologis; setiap cacat fisik atau mental atau kesulitan jangka panjang lainnya yang akan membuat anak sulit untuk melakukan sesuatu secra mandiri; penyakit menahun; penyalahgunaan pada tingkat fisik atau emosional; tidak ceria, kusam, tidak semangat di kelas, menyedihkan, pakaian kotor dan robek, sering mengantuk; Menggunakan obat terlarang, misalnya: lem, alkohol, rokok; Mengabaikan tugas sekolah, tidak sekolah secara teratur (bolos), tidak taat peraturan sekolah; Tidak mendapatkan makanan sehat yang cukup dan terus menerus menunjukkan tanda-tanda kelaparan; Tidak tidur dengan baik; Kebersihan yang buruk atau tidak merawat diri dengan baik; Tidak memiliki pakaian atau memakai pakaian kotor sepanjang waktu; Tidak mendapatkan kasih sayang, cinta, bimbingan dan dukungan dari orangterdekat.
7
IV.
2. Kondisi keluarga yang membuat kerentanan pada anak Skinner et al. (2004): Pengasuh tidak mau atau bersedia untuk merawat anak-anak; Orang tua pemabuk, miskin, dan emosional terganggu; Anggota keluarga ada yang cacat atau sakit parah baik fisik maupun mental; Rumah tangga terlalu banyak anggota keluarga, salah satunya jumlah anak-anak terlalu banyak untuk pengasuh; Orang tua bercerai; Keluarga atau pengasuh yang kasar, pengasuh tidak mengetahui cara pengasuhan yang baik; Kurangnya sumberdaya keuangan untuk melakukan perawatan yang memadai bagi anak; Kurangnya bimbingan dan arahan dari orang tua, 3. Lingkungan tempat tinggal anak yang mempengaruhi kerentanan anak Skinner et al. (2004): Terdapat lingkungan yang berbahaya bagi anak; Anak tidak memiliki fasilitas yang memadai sebagai seorang anak, misalnya: fasilitas pendidikan dan bermain anak; Lingkungan yang tidak aman, seperti pemukiman yang kurang layak, banyaknya kejahatan, dan kurangnya toilet; Tingginya tingkat kemiskinan; Terdapatnya komunitas gengter dan penggunaan narkoba 4. Menurut Sunarti et al. (2009) terdapat beberapa indikator kuantitatif kerentanan sosial ekonomi pada tingkat individu yang sering digunakan, yaitu diantaranya: Usia (dibawah 5 tahun dan diatas 65 tahun), pendapatan, gender, status kerja, jenis tempat tinggal, rumah tempat tinggal sendiri atau berkelompok dengan keluarga besar, tenure / beban kerusakan bangunan rumah terkait apakah rumah milik pribadi, sewa, atau kredit, asuransi kesahatan; asuransi rumah (dan isi); kepemilikan kendaraan (negatif), kecacatan, dan status tabungan / hutang. 5. Terdapat tiga cara pengkategorian kerentanan anak dari berbagai intervensi menurut lembaga The President‟s Emergency Plan for AIDS Relief, OGAC (2006): 1) Level anak – Memastikan penyediaan intervensi inti yang menciptakan peluang bagi anak-anak yang rentan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan norma-norma dalam komunitas mereka dan dalam budaya mereka 2) Level keluarga / Pengasuh – Melatih dan memberikan dukungan langsung kepada pengasuh untuk meningkatkan kemampuan mereka untuk dapat merawat anak-anak yang rentan. 3) Level sistem – Membangun kapasitas lokal, regional, dan nasional untuk memperkuat struktur dan jaringan yang mendukung perkembangan anak yang sehat, untuk mengumpulkan dan menggunakan informasi, dan untuk mengembangkan respon kebijakan dan program yang mengarah pada perawatan yang komprehensif dan efektif untuk kerentanan anak. Faktor yang memengaruhi kerentanan anak 1. Terdapat 3 masalah yang dapat mempengaruhi kerentanan pada anak Skinner et al. (2004): - Masalah materi, kurangnya akses anak terhadap kebutuhan dasar seperti keuangan, makanan, pakaian, tempat tinggal, kesehatan dan pendidikan.
8
-
2.
3.
4.
5.
6.
- Masalah emosional, kurangnya rasa peduli, cinta, dukungan, dan kurang dapat menahan emosi. - Masalah sosial, termasuk kurangnya teman sebaya anak, tidak adak model peran yang dapat diikuti oleh anak, kurangnya bimbingan ketika anak mengalami kesulitan, dan risiko di lingkungan terdekat anak. Faktor yang memengaruhi kerentanan anak adalah kematian orang tua; penyakit kronis orang tua; kecacatan anak; kemiskinan; perumahan yang buruk; akses ke layanan (pendidikan, kesehatan, pelayanan kesehatan); Pakaian yang tidak memadai (Skinner et al. 2004). Sumber internal: Calkins menyatakan bahwa bawaan khusus untuk anak mencakup sistem Psycologis neiroregulatory, sifat tempramental, dan komponen kognitif. Sumber eksternal: Calkins menyatakan bahwa pengembangan regulasi emosional meliputi interaksi awal dengan pengasuh. (Calkins 1994 dalam Duncan dan Caughy 2009). Para ahli sosial menyepakati beberapa faktor utama yang berpengaruh terhadap kerentanan sosial, diantaranya adalah kurangnya akses terhadap sumberdaya (informasi, pengetahuan, dan teknologi), terbatasnya akses terhadap kekuatan dan keterwakilan politik, modal sosial, koneksi dan jejaring sosial, adat kebiasaan dan nilai budata (Cutter, Susan l, Bryan J. Boruff, dan W. Lynn Shirley 2003 dalam Sunarti et al. 2009) Keprihatinan tentang kesehatan anak yang berkaitan dengan penyakit yang serius yang sebelumnya pernah di rasakan anak, orang tua tahut bahwa anaknya akan meninggal, dan kesulitan menetapkan batasan perilaku anak secara signifikan terkai dengan kerentanan anak yang tinggi. Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang ditandai dengan kombinasi kerentanan yang tinggi dan perlindungan orang tua yang overprotective memiliki tingkat keparahan stres untuk anak dan orang tua (Thomasgard dan Metz 1999). AIDS orphas suffered more psychological dis tress than nonorphans in both short-term and long-term studies. Depression, anxiety, and withdrawal from society inhibited the normal grieving process and contributed to greater anxiety and other internal and external sympptoms of distress (Li et al 2008; Nyamukapa et al. 2008). Common factors that affect the psychological well-being of AIDS orphans have been categorized into the following themes: bereavement, caregiving, new homes, belonging, contact with extended family, abuse, poverty, access to services, school and peers, physical safety, crime, stigme and gossip, and positive activities (Cluver & Gardner 2007). Cluver and Orkin (2009) and Li et al. (2008) found a particularly strong relationship be\tween negative mental health and poverty. They also identified the following factoers that contributed to negative mental health status: food insecurity, AIDS-related stigma, bullying, vulnerability to sexually transmitted diseases, and multiple death in the family (Kirkpatrick 2012). Kerentanan baik individu atau tingkat masyarakat tergantung pada berbagai faktor, seperti kepadatan penduduk, pembangunan ekonomi,
9
V.
ketersediaan pangan, status kesehatan, lingkungan dan kondisi geografis dan kualitas ketersediaan pelayanan sosial (UNICEF 2011) 7. Orang tua yang merasakan anak mereka rapuh, akan kesulitan untuk memisahkan diri dari anak tetapi orang tua tidak menunjukkan untuk melindungi anak mereka. Masalah kesehatan selama periode neonatal tidak berhubungan dengan kerentanan yang dirasakan anak. (De Ocampo et al. 2003).Keterlambatan perkembangan dan kerentanan yang dirasakan oleh anak yang usianya lebih tua akan cenderung berkurang dari waktu ke waktu. Tidak ada hubungan antara variabel status sosial ekonomi rendah dan kerentanan yang dirasakan anak (De Ocampo et al. 2003). 8. Anak-anak yang lebih tua dinilai memiliki masalah yang lebih internal seperti depresi atau kecemasan, tetapi tidak ada hubungan yang signifikan antara nilai CVS dan perilaku eksternal (De Ocampo et al. 2003). 9. Anak-anak sangat rentan terhadap dampak kekerasan dan penelantaran sehingga anak membutuhkan perlindungan (Daniel 2010). Kerentanan anak berpengaruh terhadap variabel lain 1. Kerentanan pada anak dapat menyebabkan peningkatan stres bagi orang tua (IHS for the Ohio Child Welfare Trainning Program 2011). 2. Kerentanan anak dapat mempengaruhi perkembangan kognitif anak seperti anak menjadi stres, anak menjadi kurang berkompeten, dan kepekaan anak terhadap lingkungan menjadi berkurang (Guralnick 1998) 3. Kesalahan dalam pola asuh akan mengganggu anak-anak dalam tahap perkembangan, kurang untuk mendapatkan kesehatan baik fisik maupun psikologi dengan baik sehingga dapat menimbulkan kerentanan pada anak (Bruskas 2008). 4. Anak-anak yang dikategorikan rentan mengalami peningkatan yang signifikan dalam masalah perilaku dan kesehatan (Forsyth et al. 1996).
Kesejahteraan Anak I.
Definisi kesejahteraan anak 1. Kesejahteraan secara umum dipahami sebagai kualitas kehidupan masyarakat yang dinamis ketika seseorang dapat memenuhi tujuan pribadi dan sosial mereka. Hal ini dipahami baik dalam kaitannya dengan ukuran objektif, seperti pendapatan keluarga, sumberdaya pendidikan dan status kesehatan, dan indikator subjektif seperti kebahagiaan, persepsi kualitas hidup dan kepuasan kehidupan (Statham dan Chase 2010). 2. Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan yang mencakup aspek kualitas hidup anak di dalam keutuhan satuan keluarga dan budaya bangsa yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial ke arah perkembangan pribadi untuk terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya (BPS 1996).
10
II.
III.
3. Kesejahteran psikologis didiefinisikan sebagai ada atau tidak adanya gejala tekanan psikologis, seperti kecemasan yang berlebihan dan suasana hati yang tidak menentu (Wong et al. 2009). 4. Well being has been defined by individual characteristics of an inherently positive state (happiness). It has also been defined on a continuum from positive to negative, such as how one might measure self-esteem. Well being can also be defined in terms of one’s context (standard living), absence of wellbeing (depression), or in a collective manner (shared understanding). Well being could be defined and operationalized at the individual level within a specific domain (physical, social, cognitive, or psychological) or at the environmental context (Pollard & Lee 2003). Konsep kesejahteraan anak 1. Konsep-konsep seperti „kesejahteraan‟, „kepuasan hidup‟, dan „ kualitas hidup‟ sering digunakan secara bergantian, dan menggabungkan aspek objektif dan subjektif dari kehidupan seseorang. Fakta yang dapat diamati seperti pendapatan keluarga, struktur keluarga, prestasi pendidikan, status pendidikan dan perasaan masing-masing individu tentang hal-hal tentang kehidupan secara umum (Statham dan Chase 2010). 2. Social indicators were written in the late 1960s and early 1970s, and can trace to these origins the different conceptual approaches to developing child well being indicators that exist today. For example, Campbell and Converse (1972) were concerned with developing objective indicators of the quality of life, such as aspirations, expectations, and life satisfaction, whereas (Lippman 2007). 3. As in the study of ecological models has evolved to recognize the importance of the interaction between the individual and their environmental (Bronfonbrenner 1998), so too have several recent child well being indicator efforts focused on capturing the interaction of children and their environments (Lippman 2007). Indikator kesejahteraan anak 1. Empat dimensi kesejahteraan anak yang terdapat dalam Statham dan Chase (2010): 1) Kehidupan rumah (ukuran hubungan anak dengan orang tua mereka); 2) Orientasi pendidikan (ukuran seberapa baik anak melakukan di sekolah), 3) Nilai diri yang rendah (Satu indikator kesejahteraan subjektif atau kurangnya kesejahteraan), dan perilaku berisiko (sebagai ukuran pengambilan risiko atau perilaku anti sosial). 2. Menurut Badan Pusat Statistik (1996) pemilihan indikator-indikator didasarkan 3 aspek utama yaitu aspek kelangsungan hidup (survival), aspek perkembangan (development), dan aspek perlindungan (protection) 3. Empat dimensi kesejahteraan anak menurut Moore et al (2008) untuk pengembangan individu anak dapat dilihat dari: 1) Fisik. Kesejahteraan fisik mengacu pada status biologis individu termasuk kesehatan mereka secara keseluruhan dan fungsi, berat badan, dan keterlibatan dalam perilaku gaya hidup sehat.
11
IV.
2) Psikologis. Status mental dan emosional individu termasuk bagaimana mereka berpikir tentang diri mereka sendiri dan masa depan mereka, bagaimana mereka menangani dan mengatasi situasi dan bebas dari masalah yang kompromi adaptasi fungsional mereka. 3) Sosial. Sosial kesejahteraan meliputi beberapa elemen yang berhubungan dengan seberapa baik individu mampu bergaul dalam ekologi sosial. Ini termasuk keterampilan sosial dasar, keterlibatan dalam kegiatan konstruktif, kemampuan untuk dapat berhubungan secara emosional dengan orang dan terlalu berteman. 4) Pendidikan. Kesejahteraan kognitif dan pendidikan meliputi keterampilan yang berkaitan dengan kemampuan seorang anak untuk belajar, mengingat dan cukup untuk usia mereka. Struktur tumbuh dan berkembang dengan pengalaman baru dan memungkinkan anak-anak untuk mengelola lingkungan mereka. Sebuah tugas perkembangan utama bagi anak-anak adalah untuk dapat menerapkan keterampilan kognitif mereka untuk menjadi produktif dan terlibat di sekolah. 4. Indikator kesejahteraan anak menurut Pollard dan Lee (2003) terdapat lima dimensi untuk menentukan kesejahteraan anak diantaranya: kesejahteraan fisik, psikologis, kognitif, sosial dan ekonomi. Dimensi sosial hanya mencakup perspektif sosiologis, dimensi psikologis mencakup indikator yang berhubungan dengan emosi, kesehatan mental, penyakit mental. Dimensi kognitif mencakup indikator yang dianggap intelektual atau terkalit dalam sekolah. 5. Lippman (2007) recommended the following domains for indicators of children’s well being: health, socioemotional status and functioning, moral and ethical attitudes and behavior, intellectual status and functioning, and other capacities such as music, art, mechanical, and athletic. In addition to child well being indicators, they recommended a separate group of indicators on resources, both within the home and extended family, and outside the home and family. 6. Empat dimensi kesejahteraan anak menurut Statham dan Chase (2010): 1) Kehidupan rumah, hubungan antar anak dan orang tua; 2) Orientasi pendidikan (Seberapa baik anak lakukan di sekolah); 3) Nilai diri yang rendah (indikator kesejahteraan subjektif atau kurangnya kesejahteraan); dan Perilaku yang berisiko (perilaku anti sosial). Faktor yang memengaruhi kesejahteraan anak 1. Faktor risiko biasanya berada pada tingkat individu, keluarga, sekolah, kelompok sebaya, dan lingkungan masyarakat luas (Wong et al. 2009). Tingkat keluarga, kualitas hubungan antara orang tua dan anak merupakan faktor penting yang mempengaruhi perkembangan anak dan remaja. Hubungan dekat dengan orang tua akan meningkatkan perasaan anak dari dukungan dan rasa aman, dan konflik antar generasi akan berkurang. Hubungan sekolah dan persahabatan juga sangat berpengaruh dalam perkembangan anak-anak dan remaja usia sekolah. Kurangnya dukungan dari teman sebaya, misalnya tidak memiliki teman, putus dari hubungan menjalin tali kasih laki-laki dan perempuan merupakan faktor yang mempengaruhi kesehatan anak terutama remaja dan meningkatkan
12
V.
sifat anti sosial terhadap anak. Hubungan antar guru dan murid di sekolah akan meningkatkan akademik siswa dan kesehatan psikologis siswa akan lebih baik. Penelitian lain menemukan bahwa terdapatnya bullying di sekolah akan menjadikan psikologis anak menjadi buruk dan prestasi akademik anak menurun. 2. Faktor keluarga memainkan peranan penting dalam menentukan kesehatan mental anak. Tiga aspek lingkungan keluarga yang penting dalam menentukan kesehatan mental anak yaitu dukungan sosial, pengasuhan pengelolaan tekanan psikologis, dan fungsi keluarga. Fungsi yang baik di masing-masing aspek (tinggi dukungan sosial, rendah tekanan psikologis, dan tingginya kehangatan) dalam keluarga akan menciptakan lingkungan keluarga yang positif. Kurang berjalannya fungsi keluarga yang baik akan menghasilkan lingkungan keluarga yang rentan (Thompson et al. 2007) Kesejahteraan anak memengaruhi variabel lain 1. Belajar erat kaitannya dengan kesejahteraan. Hubungan posotif antara belajar dan kesejahteraan menunjukkan perubahan dari masa kanakkanak ke remaja. Hubungan positif antara kesejahteraan dengan orang tua erat kaitannya dengan peningkatan waktu bersama (Statham dan Chase 2010). 2. Anak-anak yang berusia 8 sampai 12 tahun kesejahteraan anak dapat tercapai apabila hubungan interpersonal dengan keluarga dan temanteman (termasuk hewan peliharaan), dan kegiatan positif atau hal-hal yang harus dilakukan berjalan sesuai tahap perkembangannya. Ada perbedaan yang terlihat antara anak-anak, orang tua dan guru dilihat dari apa yang paling penting bagi kesejahteraan anak (Sixmith et al. 2007).
KERANGKA PEMIKIRAN Pendekatan grand theory yang digunakan pada penelitian ini adalah teori struktural-fungsional yang menekankan bahwa dalam kehidupan keluarga harus mempunyai aturan atau fungsi agar mencapai keseimbangan sehingga keluarga dapat merasakan kebahagiaan (Puspitawati 2012). Keluarga merupakan institusi pertama dan utama dalam pengembangan sumberdaya manusia. Untuk menjalankan perannya tersebut maka keluarga harus berfungsi dengan baik. Berdasarkan teori struktural-fungsional, kerentanan anak belum optimalnya fungsi keluarga dalam memfasilitasi kebutuhan anak. Kerentanan merupakan potensi yang merugikan bagi individu atau keluarga, sehingga dapat menurunkan kesejahteraan individu atau keluarga (Mealli et al. 2006). Salah satu faktor kerentanan yang berpotensi membahayakan perkembangan anak yaitu kesulitan dalam berinteraksi dan proses perkembangan anak yang kurang tepat (Daniel 2010). Menurut Skinner et al. (2004) dan Bannett (2012) kerentanan anak dapat terjadi karena kebutuhan dasar anak seperti emosional, fisik, sosial, dan perkembangan interaksi anak di keluarga dan lingkungan tidak terpenuhi, sehingga anak tidak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal (The President‟s Emergency Plan for AIDS Relief 2006). Kerentanan pada anak dapat
13
menimbulkan kesulitan dalam emosinya seperti cepat merasa marah, mimpi yang buruk, merasa khawatir, tidak senang atau sedih, dan merasa sendirian (Kirkpatrick et al. 2012). Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan yang mencakup aspek kualitas hidup anak di dalam keutuhan satuan keluarga dan budaya bangsa yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial ke arah perkembangan pribadi untuk terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya (BPS 1996). Upaya untuk menciptakan kesejahteraan anak perlu memerhatikan faktor-faktor yang dapat memengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan baik individu maupun masyarakat dipengaruhi oleh kepadatan penduduk, pembangunan ekonomi, ketersediaan pangan, status kesehatan, lingkungan dan kondisi geografis (UNICEF 2011). Faktor lainnya berasal dari keadaan luar diri anak. Teori Bronfenbrenner mengatakan salah satu faktor luar berasal dari lingkungan keluarga dan masyarakat. Keluarga merupakan salah satu lingkungan terdekat bagi anak, sehingga keluarga menjadi salah satu bagian penting untuk menciptakan kesejahteraan anak. Faktor yang individu yang tumbuh dalam kemiskinan dan memiliki masalah kesehatan yang cukup serius seperti masalah kesehatan sehingga menyebabkan individu tersebut rentan. Sebagian besar anak rentan yang di asuh oleh pengasuhnya memiliki perasaan kebingungan, ketakutan, kekhawatiran, kehilangan, kesedihan, kecemasan dan stres (Bruskas 2008). Menurut Skinner et al. (2004) permasalahan yang dapat mempengaruhi kerentanan pada anak yaitu masalah materi, emosional, dan sosial. Calkins (1994) dalam Duncan dan Caughy (2009) sumber kerentanan internal anak mencakup psikologis, tempramental dan kognitif serta sumber kerentanan eksternal anak berupa interaksi awal dengan pengasuh. Faktor risiko yang dapat memengaruhi kesejahteraan anak berada pada tingkat individu, keluarga, sekolah, kelompok teman sebaya, dan lingkungan mayarakat (Wong et al. 2009). Karakteristik keluarga yang terdiri atas usia orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan dan pengeluaran keluarga, besar keluarga serta aset merupakan landasan struktural keluarga dalam menjalankan fungsifungsi keluarga. Karakteristik anak yang terdiri usia anak, jenis kelamin, dan urutan kelahiran anak. Kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
14
Karakteristik Keluarga - Usia Ayah dan Ibu - Pendidikan Ayah dan Ibu - Pekerjaan Ayah dan Ibu - Pendapatan Keluarga - Pengeluaran Keluarga - Besar Keluarga - Aset
Pengasuhan Orang tua
Karakteristik Anak - Usia Anak - Jenis Kelamin - Urutan Kelahiran
Kerentanan Anak Internal
Kesejahteraan Anak Kerentanan Anak Eksternal
Karakteristik Lingkungan - Keluarga - Masyarakat
Keterangan: = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang diteliti = Hubungan yang tidak diteliti Gambar 1 Kerangka pemikiran
15
METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Strategi Nasional (Stranas) yang berjudul “Analisis Gender tentang Strategi Hidup Keluarga, Investasi dan Kualitas Anak dalam Mencapai Target Millenium Development Goals (MDGs) pada Petani Dataran Tinggi” yang diketuai oleh Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc. dengan anggota Dr. Ir. Ma‟mun Sarma, MS, M.Ec dan Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA. Disain pada penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu dengan mengobservasi banyak orang dalam satu periode waktu tertentu dan tidak berkelanjutan. Lokasi penelitian yaitu di Desa Sindangjaya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa jumlah petani di Jawa Barat tergolong tinggi dan Kabupaten Cianjur merupakan kawasan pertanian dataran tinggi. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Juni 2014. Jumlah dan Cara Pemilihan Responden Populasi pada penelitian ini adalah keluarga petani yang memiliki anak kelas 4 dan 5 SD yang tinggal di Desa Sindangjaya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Responden pada penelitian ini adalah ibu dan anak. Penentuan responden dilakukan secara random sampling dengan kriteria ibu memiliki anak kelas 4 dan 5 SD, pekerjaan orang tua sebagai petani, dan bersedia untuk dijadikan sampel. Jumlah contoh pada penelitian ini adalah 35 anak. Berikut adalah kerangka pengambilan contoh pada penelitian pada Gambar 2: Kabupaten Cianjur
Purpossive Alasan: provinsi sentra produksi sayuran
Desa Sindangjaya Kecamatan Cipanas
SDN. Sindanglaya 107 siswa
63 siswa
Purpossive Alasan: desa sentra produksi sayuran
SDN. Suryakancana 48 siswa
Jumlah 84
Jumlah populasi di 2 SD
21 siswa
n = 35
Random Sampling dengan SPSS
Keterangan: Siswa berasal dari keluarga petani
Gambar 2 Metode penarikan contoh
16 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari wawancara langsung dengan anak dan ibu serta menggunakan alat bantu berupa kuesioner terstruktur. Data sekunder diperoleh dari absensi siswa kelas 4 dan 5 SDN Sindanglaya dan SDN Suryakancana, Desa Sindangjaya yang orang tuanya bekerja sebagai petani dan literatur lainnya seperti buku-buku, artikel, internet, dan literatur-literatur lainnya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga atau instansi pemerintahan serta bahan pustaka yang diambil dari hasil penelitian terdahulu. Secara detail variabel, satuan, skala, dan responden disajikan pada Tabel 1 Tabel 1 Jenis variabel, skala, dan kategori data Jenis Variabel Data Karakteristik Keluarga
Alat & Cara Pengukuran
Skala Data
Usia Ayah dan ibu
Rasio (tahun)
Lama Pendidikan Ayah dan ibu
Rasio (tahun)
Pekerjaan Ayah dan ibu
Primer Tipe Petani
Kuesioner dengan wawancara tertulis
Gustiana (2012) 1. Petani pemilik 2. Petani penyewa 3. Petani penggarap 4. Buruh tani
Rasio (Rp) Rasio (Rp)
Rasio (orang)
Besar Keluarga
BKKBN (1996) 1. Keluarga kecil (≤ 4 orang) 2. Keluarga sedang (5-6 orang) 3. Keluarga besar (≥ 7 orang)
Ordinal 0=Tidak; 1= Ya
Aset
Umur Anak
1= Petani; 2= Bukan Petani; 3= Tidak Bekerja/Ibu Rumah Tangga Ibu
Nominal
Kategori data
Hurlock (1980) 1. Dewasa awal (1840 tahun) 2. Dewasa madya (41-60 tahun) 3. Dewasa akhir (>60 tahun Yanti (2013) 1. 1-6 tahun 2. 6,1-9 tahun 3. 9,1-12 tahun 4. > 12 tahun
Nominal
Pendapatan Keluarga Pengeluaran Keluarga
karakteristik Anak Jenis Kelamin Anak
Responden
Kuesioner dengan wawancara
Nominal Rasio
1= Laki=laki; 2= Perempuan
17
Jenis Data Primer
Primer
Primer
Primer
Primer
Sekunder
Variabel
Urutan Anak
Alat & Cara Pengukuran tertulis
Kelahiran
Kerentanan Internal Anak
Kuesioner dengan wawancara tertulis mengacu kepada Skinner et al. (2004) dan Bannett (2012)
Kerentanan Eksternal Anak
Kuesioner dengan wawancara tertulis Skinner et al. (2004) dan Bannett (2012)
Kesejahteraan Subjektif Anak
Kuesioner dengan wawancara tertulis mengacu kepada Campbel A, Cinverse PE, dan Rodgers WL (1976) dalam Puspitawati (2012)
Tipologi Kerentanan Anak dan Kesejahteraan Anak
Cara melakukan tipologi mengacu kepada McCubbin dan McCubbin (1987) dalam Farhood (2004)
Data status pekerjaan orang tua (sebagai petani atau non petani)
SDN. Sindanglaya dan SDN. Suryakancana
Skala Data (tahun) Rasio(urut an ke-) Ordinal 1=Tidak pernah; 2=Kadangkadang; 3=Cukup sering; 4=Sering sekali (19 item) Ordinal 1=Tidak pernah; 2=Kadangkadang; 3=Cukup sering; 4=Sering sekali (13 item)
Ordinal (11 item)
Responden
Kategori data
Anak
Anak
1= Rendah (≤75%) 2= Tinggi (>75%)
Ibu
1= Rendah (≤75%); 2= Tinggi (>75%)
Anak
1= Rendah (≤75%); 2= Tinggi (>75%)
1= Tipe 1 (kerentanan rendah, kesejahteraan tinggi); 2= Tipe 2 (kesejahteraan dan kerentanan tinggi); 3= Tipe 3 (kerentanan tinggi, kesejahteraan rendah) 4=Tipe 4 (kesejahreaan dan kerentanan rendah)
18 Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian Sebelum melakukan pengolahan maka diperlukan cara untuk mengukur dan menilai variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Pengukuran dan penilaian variabel penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Karakteristik Keluarga Karakteristik keluarga diukur dengan menggunakan pertanyaan terstruktur kepada ibu. Pertanyaan tersebut meliputi usia suami dan istri, lama pendidikan suami dan istri, pekerjaan suami dan istri, besar keluarga, pendapatan dan pengeluaran keluarga per bulan, serta asset keluarga yang dimiliki berupa rumah, lahan kebun atau sawah, ternak kecil, ternak besar dan motor. b. Karakteristik Anak Karakteristik anak diukur dengan menggunakan sejumlah pertanyaan kepada anak. Pertanyaan tersebut meliputi jenis kelamin, kelas, usia dan urutan kelahiran anak. c. Kerentanan Anak Kerentanan anak diukur dengan menggunakan konsep Skinner et al (2004). Jumlah item pernyataan sebanyak 19 item, Kerentanan anak diukur melalui dua sisi, yaitu internal dan eksternal. Kerentanan internal anak menggunakan kuesioner dengan jumlah pertanyaan 19 item. Jumlah pertanyaan 19 item tersebut, kemudian dilakukan uji validasi isi dengan jumlah 17 item pertanyaan yang valid. Masing-masing pernyataan disediakan 4-jawaban dengan skor 1 untuk jawaban “tidak pernah”, skor 2 untuk jawaban “kadang-kadang”, Skor 3 untuk jawaban “cukup sering”, dan skor 4 untuk jawaban “sering sekali”. Kerentanan eksternal anak menggunakan kuesioner dengan jumlah pertanyaan 13 item, kemudian dilakukan uji validasi isi dengan jumlah 8 item pertanyaan yang valid. Masing-masing pertanyaan disediakan 2 jawaban dengan skor 0 untuk jawaban “Tidak” dan 1 untuk jawaban “Ya”. Kerentanan anak diambil dari dua sisi, yaitu internal dan eksternal yang telah di uji validitas dan reabilitasnya dengan Cronbach’s alpha untuk kerentanan internal anak sebesar 0,869 sedangkan untuk kerentanan eksternal anak sebesar 0,429. Skor yang diperoleh akan ditransformasikan ke dalam bentuk indeks dan kemudian dikelompokkan menjadi dua, yaitu rendah dan tinggi. Variabel isi untuk kerentanan internal anak berkisar antara -0,054 sampai 0,826 dan untuk variabel isi kerentanan eksternal anak berkisar antara -0,084 sampai dengan 0,631. Rumus indeks yang digunakan adalah sebagai berikut: 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 =
Keterangan: Indeks Nilai aktual Nilai maksimal Nilai minimal
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙 𝑥 100% 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙
= skala nilai 0-100 = nilai yang diperoleh responden = nilai tertinggi yang seharusnya dapat diperoleh responden = nilai terendah yang seharusnya dapat diperoleh responden
Setelah diperoleh indeks setiap variabel, kemudian indeks dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu “rendah” dan “tinggi” diukur menggunakan cut off
19
yakni kategori “rendah” memiliki nilai ≤75% dan kategori “tinggi” memiliki nilai >75,1% d. Kesejahteraan Anak Kesejahteraan anak diperoleh menggunakan kuesioner Puspitawati 2012 yang dimodifikasi dari Campbell A, Converse PE, dan Rodgers WL (1976). Jumlah pernyataan sebanyak 11 item, kemudian dilakukan uji validasi isi dengan jumlah 10 item pertanyaan yang valid. Masing-masing pernyataan akan digambarkan oleh angka dari satu sampai tujuh. Semakin kecil skor pernyataan (mendekati satu), artinya perasaan yang dirasakan semakin negatif. Sebaliknya, jika skor pernyataan semakin besar, artinya perasaan yang dirasakan semakin positif. Sehingga diperoleh nilai minimum sebesar dan maksimum sebesar 77. Nilai Cronbach’s alpha kesejahteraan anak sebesar 0,719. Variabel isi umtuk kesejahteraan anak berkisar antara 0,068 sampai 0,681. Rumus indeks yang digunakan adalah sebagai berikut: 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 =
Keterangan: Indeks Nilai aktual Nilai maksimal Nilai minimal
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙 𝑥 100% 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙
= skala nilai 0-100 = nilai yang diperoleh responden = nilai tertinggi yang seharusnya dapat diperoleh responden = nilai terendah yang seharusnya dapat diperoleh responden
Setelah diperoleh indeks setiap variabel, kemudian indeks dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu “rendah” dan “tinggi” diukur menggunakan cut off yakni kategori “rendah” memiliki nilai ≤75% dan kategori “tinggi” memiliki nilai >75,1%. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS for Windows versi 16.0. Datadata yang telah diperoleh diolah melalui tahapan editing, coding, scoring, entry data, dan analisis data. Data primer dianalisis secara deskriptif dan inferensial mencakup karakteristik anak, karakteristik keluarga, kerentanan internal anak, kerentanan eksternal anak, dan kesejahteraan subjektif anak. Data inferensial yaitu uji korelasi pearson. Instrumen kerentanan internal dan eksternal anak menggunakan modifikasi indikator Skinner et al. (2004) dan Bannett (2012). Sementara itu, intrumen kesejahteraan subjektif anak menggunakan Campbel A, Cinverse PE, dan Rodgers WL (1976) dalam Puspitawati (2012) yang telah dimodifikasi. Instrumen tipologi kerentanan anak dan kesejahteraan anak menggunakan McCubbin dan McCubbin (1987) dalam Farhood (2004) yang telah dimodifikasi. Penilaian variabel-variabel pada penelitian ini diberi skor sesuai dengan skala yang digunakan. Variabel kerentanan internal anak diukur dengan pernyataan-pernyataan yang menggunakan skala likert. Skala likert yang digunakan untuk kerentanan anak internal terdiri dari empat skala (1= tidak pernah sekali, 2= kadang-kadang, 3=
20 cukup sering, 4= sering sekali), kerentanan anak eksternal diukur dengan pernyataan-pernyataan yang menggunakan skala guttman yang terdiri dari dua skala (0= tidak dan 1= Ya), dan kesejahteraan anak diukur dengan pernyataanpernyataan yang menggunakan skala diferensial semantik yang terdiri dari tujuh skala. Pengkategorian untuk variabel kerentanan anak, kesejahteraan subjektif anak, dan tipologi kerentanan anak dan kesejahteraan anak dilakukan berdasarkan nilai skor kemudian ditransformasikan dalam bentuk indeks, dengan rumus: 𝐈𝐧𝐝𝐞𝐤𝐬 =
𝐬𝐤𝐨𝐫 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐜𝐚𝐩𝐚𝐢 × 𝟏𝟎𝟎 𝐬𝐤𝐨𝐫 𝐭𝐞𝐫𝐭𝐢𝐧𝐠𝐠𝐢
Secara keseluruhan kerentanan internal dan eksternal anak, kesejahteraan subjektif anak, tipologi kerentanan anak dan kesejahteraan anak, dikelompokkan menjadi dua kelompok a. Rendah : ≤ 75,0 b. Tinggi : > 75,1 Analisis statistik yang digunakan untuk mengolah data pada penelitian ini adalah: 1. Uji Cronbach Alpha digunakan untuk uji kekonsistenan antar item pertanyaan 2. Analisis deskriptif mencakup rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum dan minimum dilakukan untuk menyajikan berbagai variabel yang diteliti dalam kuesioner 3. Uji Korelasi Pearson mengetahui hubungan antar variabel. Rumus Korelasi Pearson, yaitu: 𝐫=
𝐧 ∑𝐱𝐲 − ∑𝐱 − ∑𝐲 √( 𝐧∑𝐱𝟐 − (∑𝐱)𝟐 𝐧∑𝐲 𝟐 − (∑𝐲)𝟐)
Keterangan: r = koefisien korelasi pearson X = variabel bebas Y = variabel terikat
Definisi Operasional Contoh adalah keluarga petani yang memiliki anak berusia 9-12 tahun, kelas 4-5 SD yang berdomisili di Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur Karakteristik keluarga adalah gambaran mengenai keluarga yang terdiri dari besar keluarga, usia ayah dan ibu, lama pendidikan ayah dan ibu, pendapatan dan pengeluaran keluarga, pekerjaan ayah dan ibu, serta asset. Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah Pekerjaan ayah dan ibu adalah jenis kegiatan yang dilakukan oleh ayah dan ibu yang dapat menambah pemasukan pendapatan untuk memebuhi kebutuhan keluarga.
21
Pendapatan keluarga adalah jumlah pendapatan yang diterima keluarga baik itu dari ayah, ibu, maupun anggota keluarga lainnya, serta dinyatakan dalam rupiah per bulan. Pengeluaran keluarga adalah jumlah pengeluaran makanan dan non-makanan yang dikeluarkan oleh keluarga tidak termasuk konsumsi untuk usaha dan untuk pemberian yang dinyatakan dalam rupiah per bulan. Aset adalah barang-barang yang dimiliki keluarga yang dapat ditukarkan dengan uang ketika dibutuhkan yang terdiri dari rumah, lahan kebun atau sawah, ternak kecil, ternak besar, dan motor. Karakteristik anak adalah gambaran mengenai diri anak yang terdiri dari usia, jenis kelamin, dan urutan kelahiran. Usia anak adalah satuan waktu dihitung berdasarkan tanggal lahir anak serta masih berstatus sebagai siswa di sekolah dasar. Urutan kelahiran anak adalah status ketika anak lahir menjadi anggota keluarga sebagai anak tunggal, anak sulung, anak tengah, atau anak bungsu. Kerentanan anak adalah suatu kondisi dimana individu tidak memiliki atau akses yang sangat terbatas terhadap kebutuhan dasar seperti emosional, fisik, sosial, perkembangan dan budaya mereka ketika bertemu di rumah maupun di komunitas yang lebih luas. Kerentanan internal anak adalah suatu kondisi dimana individu memiliki keterbatasan dalam mengakses kebutuhan dasar seperti emosional dan sosial Kerentanan eksternal anak adalah suatu kondisi dimana individu memiliki keterbatasan akses dalam perkembangan sosial dari keluarga maupun lingkungan sosial sehingga dapat menimbulkan bahaya bagi kondisi individu. Kesejahteraan subjektif anak adalah tingkat kepuasan contoh terhadap keadaan dirinya baik secara psikologis, ekonomi dan sosial berdasarkan persepsinya (subjektif).
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Sindangjaya yang merupakan inti pusat pertumbuhan kawasan Agropolitan di kawasan Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Proponsi Jawa Barat. Menurut Data SIAK propinsi Jawa Barat memiliki luas 35.377.76 Km2 dan didiami penduduk sebanyak 46.497.175 juta jiwa. Menurut Database SIAK Provinsi Jawa Barat Tahun 2011 Kabupaten Cianjur merupakan kabupaten terbanyak ke empat setelah Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Garut di Provinsi Jawa Barat. Jumlah kepala keluarga di Kabupaten Cianjur sebanyak 730.104 keluarga dengan jumlah penduduk laki-laki 1.356.993 juta jiwa (51,56%) dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 1.274.903 juta jiwa (48,44%) dengan total jumlah penduduk Kabupaten Cianjur sebanyak 2.631.896 juta jiwa (5,58%).
22 Desa Sindangjaya berada di wilayah Cianjur Utara dengan topografi wilayah sebagian besar berbukit atau bergunung-gunung. Desa Sindangjaya dipilih sebagai Daerah Inti Pusat Rintisan Agropolitan karena memiliki keunggulan di sektor pertanian khususnya hortikultura. Jenis tanaman hortikultura yang menjadi komoditas utama di Desa Sindangjaya adalah wortel, bawang daun dan pokcoi. Pola tanaman yang digunakan di desa tersebut umumnya tumpangsari, hal ini dulakukan untuk mengurangi risiko kerugian yang dialami oleh para petani. Desa Sindangjaya secara geografis memiliki batas-batas wilayah , yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Desa Cimacan, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sindanglaya, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sukabumi, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sukatani. Desa Sindangjaya sebagai desa percontohan memiliki luas wilayah sebesar 512 ha, dengan luas wilayah yang digunakan untuk pertanian sayur-sayuran 321 ha. Desa Sindangjaya terdiri dari lima dusun. Total Rukun Warga (RW) berjumlah 9 RW dan total Rukun Tetangga (RT) berjumlah 45 RT. Desa Sindangjaya dihuni oleh 3.022 Kepala Keluarga dengan jumlah penduduk keseluruhan 11.448 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki berjumlah 5.975 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 5.509 jiwa, dan hanya 35 Keluarga yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Desa Sindangjaya merupakan desa di daerah dataran tinggi yang terletak pada ketinggian 1.100-1.350 meter diatas permukaan laut. Kisaran suhu pada Desa Sindangjaya antara 21°C-24°C. Banyaknya curah hujan yang diterima adalah 3.000 mm/tahun dengan jumlah hari hujan per tahun rata-rata 186 hari. Jenis tanah di Desa Sindangjaya adalah andosol dan regosol, dengan kemiringan tanah antara 0°-30° dan pH tanah 5,5-7,5. Berdasarkan letak dan kondisi geografis desa di atas, maka wilayah seperti ini sangat cocok untuk pengembangan dan budidaya tanaman hortikultura, diantaranya wortel, bawang daun, dan pokcoi. Usia produktif penduduk Desa Sindanjaya memiliki mata pencaharian atau pekerjaan yang beragam, namun pekerjaan yang paling banyak digeluti oleh penduduk berada pada sektor pertanian. Sebagian besar penduduk Sindangjaya 91.943 orang) bekerja pada sektor pertanian atau petani. Jenis pekerjaan penduduk lainnya di seluruh sektor yaitu bekerja sebagai karyawan (149 orang), wiraswasta (1.297 orang), pertukangan (48 orang), buruh tani (598 orang), dan pensiunan (52 orang). Jumlah penduduk menurut kelompok tenaga kerja yaitu 20-26 tahun sebanyak 1.655 orang dan usia 27-40 tahun sebanyak 2.727 orang. Desa Sindangjaya merupakan daerah sayuran yang cukup potensial dan cukup pesat perkembangannya, disamping sebagai daerah tujuan wisata, desa ini juga cukup strategis dalam pemasaran prosuk sayuran ke Daerah Ibu Kota Jakarta dan sekitarnya. Adanya potensi yang besar dari daerah ini dalam bidang pertanian khususnya produk sayuran dan hortikultura, maka terbentuklah Kelompok Tani Padajaya. Kelompok tani ini bermula dari kerjasama antara pemerintah desa, petani, dan Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur serta Kelompok Tani Padajaya. Kelompok Tani Padajaya terdiri pada tanggal 15 juli 2002, didirikan oleh sembilan orang perwakilan para petani di daerah Padajaya.
23
Hasil Karakteristik Anak Jenis kelamin anak, usia anak, dan urutan kelahiran anak Karakteristik anak pada penelitian ini adalah siswa Kelas 4 dan 5 SDN Sindanglaya dan SDN Suryakancana di Desa Sindangjaya, Kecamatan Cipanas. Karakteristik anak pada penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia anak, dan urutan kelahiran anak. Sebanyak 51,4 persen jenis kelamin anak pada penelitian ini adalah perempuan dan sisanya (48,6%) berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan kelompok usia anak, proporsi terbesar berada pada usia 11 tahun. Kemudian, sebanyak 25,7 persen anak merupakan urutan kelahiran ke dua. Sebaran karakteristik anak dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Sebaran karakteristik anak Kategori Jenis kelamin anak Laki-laki Perempuan Total Usia Anak (tahun) 10 11 12 13 Total Rata-Rata±SD (tahun) Urutan Kelahiran Anak Anak ke-1 Anak ke-2 Anak ke-3 Anak ke-4 Anak ke-5 Total Rata-Rata±SD (urutan ke- )
n
%
17 18 35
48,6 51,4 100,0
11 16 6 2 35
31,4 45,7 17,1 5,7 100,0 11±0,857
7 9 9 7 3 35
20,0 25,7 25,7 20,0 8,6 100,0 3±1,250
Karakteristik Keluarga Usia, lama pendidikan, dan pekerjaan ayah dan ibu Rataan usia ayah adalah 46 tahun dengan rentang usia 33 sampai 60 tahun. Sementara itu, rataan usia ibu adalah 39 tahun dengan rentang usia 28 sampai 56 tahun. Usia ayah termasuk pada kelompok usia madya dan usia ibu termasuk pada kelompok usia dewasa awal. Hal ini menunjukkan bahwa usaha tani yang dilakukan oleh keluarga dilakukan oleh petani yang berusia produktuf. Tingkat pendidikan ayah dan ibu akan berpengaruh terhadap cara dan pola pikir untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup dengan kondisi sosial ekonomi yang tidak menentu (Simanjuntak 2010). Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa rataan lama pendidikan ayah adalah 6 tahun, dengan rentang lama pendidikan adalah 0
24 sampai 12 tahun. Selain itu, rataan lama pendidikan ibu adalah 5 tahun dengan rentang lama pendidikan ibu adalah 0 sampai 6 tahun. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat dapat mengakibatkan rendahnya tingkat kesejahteraan. Tingginya tingkat pendidikan yang ditempuh oleh masyarakat merupakan sarana untuk mencapai kehidupan yang lebih berkualitas dan memudahkan seseorang untuk mendapatkan kehidupan yang layak dan memberikan penghasilan yang mencukupi keluarga (Simanjuntak 2010b). Seluruh pekerjaan ayah 100% bermata pencaharian utama atau memiliki pekerjaan sebagai petani. Tiga dari tujuh ibu tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga. Sebaran usia, lama pendidikan, dan pekerjaan ayah dan ibu dapat di lihat pada Tabel 3. Tabel 3 Sebaran usia, lama pendidikan, dan pekerjaan ayah dan ibu Variabel
Ayah n
Ibu %
n
%
22 13 0 35
62,9 37,1 0,0 100
Usia Ayah dan Ibu (tahun)* Dewasa Awal (18-40) 14 40,0 Dewasa Madya (41-60) 21 60,0 Dewasa Akhir (>60) 0 0,0 Total 35 100 Min-Max (tahun) 33-60 Rata-rata±SD (tahun) 46±8 Lama Pendidikan Ayah dan Ibu (tahun) 1-6 (tahun) 33 94,3 6,1-9(tahun) 1 2,9 9,1-12 (tahun) 1 2,9 >12 (tahun) 0 0 Total 35 100 Min-Max (tahun) 0-12 Rata-rata±SD (tahun) 6±2,026 Pekerjaan Ayah dan Ibu Petani 35 100,0 Bukan petani 0 0,0 Tidak bekerja (Ibu 0 0,0 rumah tangga) Total 35 100,0 Keterangan: * digolongkan berdasarkan Hurlock (1980)
28-56 39±8 35 0 0 0 35
100 0 0 0 100 0-6 5,3±1,840
12 2 21
34,3 5,7 60,0
35
100,0
Tipe petani dan besar keluarga Status petani dalam usaha tani menurut Soeharjo dan Patong dalam Gustiana (2012) ada empat tipe, yaitu: 1) Petani pemilik merupakan petani yang memiliki lahan sendiri, lahan tersebut bisa dikerjakan sendiri atau mempekerjakan orang lain; 2) Petani penyewa yaitu petani yang menyewa lahan orang lain untuk dijadikan sebagai usaha pertanian; 3) Petani penggarap yaitu petani yang mengelola tanah milik orang lain dengan pendapatan hasil pertanian menggunakan sistem bagi hasil; 4) Buruh tani merupakan petani yang mengerjakan tanah milik orang lain dengan sistem upah. yaitu petani pemilik, petani penyewa, petani penggaran, dan buruh petani. Sesuai kriteria sampel, maka empat dari tujuh keluarga petani memiliki lahan perkebunan sendiri atau sebagai pemilik kebun yaitu petani yang memiliki lahan sendiri untuk diusahakan sebagai usaha tani, dan sisanya (20,0%) sebagai
25
buruh tani. Berdasarkan pada Tabel 4 kurang dari separuh keluarga contoh (48,6%) termasuk dalam kategori keluarga sedang (5-6 orang) dengan rata-rata besar keluarga 6 orang. Jumlah keluarga paling sedikit pada penelitian ini adalah 3 orang sedangkan jumlah keluarga paling banyak adalah 9 orang. Sebaran tipe petani dan besar keluarga dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Sebaran pekerjaan ayah dan ibu, tipe petani, dan besar keluarga Varibel
n
%
28
80,0
0 0 7 35
0,0 0,0 20,0 100,0
Tipe Petani
Petani pemilik Petani penyewa Petani penggarap Buruh Tani Total
Besar keluarga (orang)* ≤ 4 orang 7 5-6 orang 17 >6 orang 11 Total 35 Min-Max (orang) Rata-rata±SD (orang) Keterangan: * digolongkan berdasarkan BKKBN 1996
20,0 48,6 31,4 100,0 3-9 6±1,43
Pendapatan dan pengeluaran keluarga Menurut Sumarwan (2002) pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seseorang dari pekerjaan yang telah dilakukannya dalam mencari nafkah. Pendapatan keluarga merupakan jumlah dari seluruh pendapatan yang diperolah dari setiap anggota keluarga. Pendapatan ini berasal dari ayah, ibu, dan anggota keluarga lain baik dari pekerjaan utama (petani) maupun dari pekerjaan lainnya. Hasil analisis menunjukkan hampir seluruh keluarga (91,4%) memiliki pendapatan per kapita sebesar kurang dari Rp500.000 dengan rata-rata pendapatan per kapita sebesar Rp231.000. Pengeluaran dapat digunakan sebagai indikator pendapatan keluarga yang dapat menggambarkan kondisi keuangan keluarga (Sumarwan 2002). Kondisi pengeluaran keluarga lebih besar daripada pendapatan adalah suatu hal yang wajar karena pendapatan merupakan salah satu sumberdaya keluarga yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, misalnya dengan cara meminjam atau berhutang. Hasil analisis menunjukkan sebagian besar keluar\ga mengeluarkan biaya untuk kebutuhan sehari-hari berkisar kurang dari Rp500.000 dengan rata-rata pengeluaran per kapita keluarga per bulan sebesar Rp248.554. Salah satu penyebab keluarga tidak sejahtera adalah rendahnya pendapatan keluarga yang diterima. Pendapatan buruh tani pada Juli 2014 sebesar Rp44.569 per hari (BPS 2014). Dengan demikian pendapatan buruh tani selama satu bulan sekitar Rp1.337.070. Sehingga pendapatan perkapita buruh tani dengan kondisi sebagai keluarga besar (6 orang) sebesar Rp222.845. Apabila dibandingkan dengan Garis Kemiskinan (GK) BPS untuk daerah perdesaan di Indonesia pada September 2013, yaitu sebesar Rp275.779 per kapita per bulan. Maka dapat dikatakan bahwa keluarga berada dalam kondisi kemiskinan. Hasil analisis
26 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan keluarga per kapita petani per bulan lebih kecil dari pada pengeluaran per kapita keluarga. Hal ini sejalan dengan Simanjuntak (2010b) yang menyatakan bahwa keluarga petani untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan menutupi kekurangan kebutuhan maka keluarga maka keluarga melakukan peminjaman dan bantuan dari kerabat atau pemerintah. Sebaran rata-rata pendapatan dan pengeluaran per kapita keluarga dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran rata-rata pendapatan dan pengeluaran per kapita keluarga Kategori
n
%
Pendapatan (Rp kapita per bulan)* <500.000 34 97,1 500.000,1-1.000.000 1 2,9 1.000.000,1-1.500.000 0 0,0 >1.500.000,1 0 0,0 Total 35 100,0 Min-Max (Rp) 11.166-1.000.000 Rata-rata ± SD (Rp) 231.000± 192.300 Pengeluaran (Rp kapita per bulan)* <500.000 32 91,4 500.000,1-1.000.000 3 8,6 1.000.000,1-1.500.000 0 0 >1.500.000,1 0 0 Total 35 100,0 Min-Max (Rp) 80.500-552.250 Rata-rata ± SD (Rp) 248.554±115.515 Keterangan: * Penggolongan pendapatan dan pengeluaran mempertimbangkan UMR Kabupaten Cianjur sebesar Rp1.500.000
Kepemilikan aset keluarga Aset adalah salah satu sumberdaya atau kekayaan yang dimiliki oleh keluarga yang dapat berupa uang maupun nonuang (Hartoyo dan Aniri 2010). Pada penelitian ini aset dibagi menjadi lima kelompok yaitu rumah, lahan kebun atau sawah, ternak kecil, ternak besar dan motor. akan berperan sebagai alat pemuas kebutuhan. Oleh karena itu keluarga yang memiliki aset lebih banyak cenderung lebih sejahtera jika dibandingkan dengan keluarga yang memiliki aset terbatas (Iskandar et al. 2010). Rumah merupakan kebutuhan penting bagi setiap keluarga (Simanjuntak 2010b). Sebuah rumah yang permanen atau milik sendiri dapat menjadi tempat penyatuan kembali bagi seorang anak yang telah berpisah dengan keluarganya (Torrico 2009). Berdasarkan kepemilikan aset pada Tabel 6 diketahui bahwa sebagian besar keluarga (85,7%) memiliki rumah dengan status kepemilikan milik keluarga dan sebanyak 14,3% keluarga tinggal di tempat keluarga besarnya atau mengontrak. Lebih dari separuh responden (62,9%) memiliki lahan kebun atau sawah. Lahan tersebut biasanya ditanami sayuran pokcoi, daun bawang, wortel, lobak, dan tanaman hias potong yang kemudian hasilnya dijual kepada tengkulak (pedagang perantara petani). Sekitar tiga perempat dari jumlah responden (74,3%) dan sebagian besar responden (97,1%) tidak memiliki ternak kecil seperti ayam, bebek, atau kambing dan ternak besar seperti sapi. Sebanyak (60,0%) responden memiliki kendaraan pribadi seperti motor karena harga kendaraan motor sudah dapat terjangkau oleh responden.
27
Kendaraan motor digunakan responden untuk mengakses kebutuhan pertanian dan keperluan lainnya. Berikut sebaran kepemilikian aset keluarga dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran kepemilikan aset keluarga (n=35) Variabel Rumah Lahan kebun/sawah Ternak kecil Ternak besar Motor
Memiliki
Tidak memiliki
n
%
n
%
30 22 9 1 22
85,7 62,9 25,7 2,9 62,9
5 13 26 34 13
14,3 37,1 74,3 97.1 37,1
Kerentanan Anak Kerentanan internal anak Kerentanan internal yang terdapat pada anak petani berupa permasalahanpermasalahan yang diduga muncul dalam kehidupan sehari-hari anak seperti permalasahan emosional dan sosial. Indikator kerentanan anak pada Tabel 7 menunjukkan bahwa kerentanan internal anak petani rata-rata skor tertinggi yaitu anak merasa tidak semangat atau bosan (2,46). Hal ini menunjukkan bahwa anakanak petani masih kurang untuk dapat memotivasi dirinya untuk dapat semangat. Sebagian anak mengaku bahwa mereka tidak terlalu semangat dalam melakukan kegiatan belajar. Menurut Woolfolk (2004) siswa yang termotivasi untuk belajar merupakan sisiwa yang cenderung untuk menemukan aktifitas belajar yang berarti dan bermanfaat, serta berusaha untuk mendapatkan manfaat dari pembelajaran tersebut. Pendapat lain menambahkan, bahwa motivasi belajar mempunyai peranan dalammeningkatkan gairah, merasa senang, semangat untuk belajar, dan berfungsi sebagai pendorong usaha dalam mencapai prestasi (Sprinthall & Sprinthall, 1990). Namun demikian dalam masyarakat makna belajar tereduksi menjadi hanya berupa aktifitas di dalam kelas, harus ada buku, guru, dan siswa serta target-target yang harus dikuasai. Dengan pemahaman ini, maka kata belajar menjadi sangat membosankan yang dimunculkan bukan motivasi dalam diri anak, tetapi hanya motivasi untuk memenuhi standar yang ditetapkan. Kemudian terdapat 25,7 persen anak yang berpikir untuk bunuh diri. Persentasi ini cukup tinggi untuk anak usia sekolah. Anak-anak yang memiliki pemikiran untuk bunuh diri mengaku bahwa anak merasa dirinya tertekan dengan keadaan keluarganya, sering merasa putus asa, tidak banyak yang dibanggakan dan tidak bisa apa-apa atau tidak berguna. Pemikiran bunuh diri dapat muncul ketika seseorang sudah mengalami depresi yang cukup tinggi dan tidak mampu untuk mengelola dengan baik pemikiran tersebut (Marliana 2012). Selain itu pada indikator kerentanan internal sosial anak yang bolos sekolah memiliki rata-rata yang cukup tinggi (1,60). Menurut Mealli et al. (2006) anak yang tidak menghadiri sekolah akan memiliki potensi yang merugikan seperti drop out dari sekolah dan pekerja anak atau keduanya secara bersamaan. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak yang putus sekolah di lingkungan anak cenderung sebagai pekerja anak seperti sebagai kuli panggul, bekerja di kebun.
28 Tabel 7 Persentasi item nilai kerentanan internal anak No
Indikator
Emosional 1 Saya merasa putus asa dalam menghadapi masalah hidup 2 Saya seperti orang yang gagal 3 Saya merasa tidak banyak yang dibanggakan 4 Saya merasa tidak bisa apa-apa/tidak berguna 5 Saya merasa gugup atau jantung berdebar-debar 6 Saya mudah tersinggung 7 Saya berpikir untuk bunuh diri 8 Berguncang hebat tubuh saya 9 Saya mudah menagis 10 Berperasaan tertekan 11 Saya merasa kesepian dan sendiri 12 Saya merasa sedih dan kelabu 13 Tidak semangat dan bosan 14 Merasa ingin cepat marah 15 Pergi dari rumah Sosial 16 Berkelahi dengan teman 17 Bolos sekolah 18 Memukul/menyerang orang 19 Duduk-duduk di pinggir jalan menggangu orang
Tidak pernah (1) n %
Jawaban KadangCukup kadang sering (2) (3) n % n %
Sering sekali (4) n %
25
71,4
2
5,7
5
14,3
3
30
85,7
3
8,6
0
0,0
16
45,7
8
22,9
5
24
68,6
8
22,9
14
40,0
5
14
40,0
26
Rata-rata skor (1-4)
Modus
8,6
1,60
1
2
5,7
1,26
1
14,3
6
17,1
2,03
1
2
5,7
1
2,9
1,43
1
14,3
9
25,7
7
20,0
2,26
1
3
8,6
8
22,9
10
28,6
2,40
1
74,3
0
0,0
0
0,0
9
25,7
1,77
1
18
51,4
2
5,7
3
8,6
12
34,4
2,26
1
18 18
51,4 51,4
6 7
17,1 20,0
1 3
2,9 20,0
10 7
28,6 20,0
2,09 1,97
1 1
11
31,4
6
17,1
10
28,6
8
22,9
2,43
1
13
37,1
6
17,1
8
22,9
8
22,9
2,31
1
11
31,4
7
20,0
7
20,0
10
28,6
2,46
1
23
65,7
2
5,7
2
5,7
8
22,9
1,86
1
30
85,7
1
2,9
0
0,0
4
11,4
1,37
1
21
60,0
2
5,7
0
0,0
12
34,3
2,09
1
24
68,6
5
14,3
2
5,7
4
11,4
1,60
1
28
80,0
3
8,6
0
0,0
4
11,4
1,43
1
32
91,4
0
0,0
0
0,0
3
8,6
1,26
1
Kerentanan internal anak dilihat berdasarkan dua dimensi, yaitu emosional dan sosial. Emosi merupakan salah satu faktor kerentanan yang dapat memunculkan perasaan tidak baik apabila kurang dapat dikelola (Ehring et al. 2010). Hasil analisis menunjukkan bahwa kerentanan internal yang tertinggi pada anak petani adalah rata-rata dimensi yang terkait dengan emosional anak (31,71).
29
Artinya, anak sudah dapat untuk mengatur perilaku emosional anak. Hal ini dapat dilihat cukup rendahnya indikator emosional yang dipenuhi oleh anak. Menurut Cutter et al. (2003) kerentanan internal sosial merupakan faktor yang dapat menyebabkan kerentanan karena timbulnya ketidaksetaraan antar individu sehingga menimbulkan respon saling menyakiti atau menjatuhkan satu sama lainnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa kerentanan sosial anak berada dalam kategori rendah (91,4), hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anak tidak melakukan hal-hal yang dapat merugikan orang lain seperti berkelahi dengan teman, memukul atau menyerang orang lain, dan duduk di pinggir jalan untuk mengganggu orang lain. Tabel 8 Sebaran dimensi kerentanan anak internal secara umum (n=35) Kategori Rendah (≤ 75)
Dimensi**
Emosional Sosial
Tinggi (> 75)
n
%
n
%
34 32
97,1 91,4
1 3
2,9 8,6
Min-Maks (0-100)
Ratarata*±SD
0-75 0-100
31,71±21,49 19,63±28,72
Total 35 100,0 0 0,0 Keterangan: *) Nilai indeks (Skor 0-100) **) Secara detail item pernyataan disediakan pada Tabel 7
Kerentanan eksternal anak Kerentanan eksternal yang terdapat pada anak petani berupa permasalahan-permasalahan yang diduga muncul dalam kehidupan sehari-hari anak yang berasal dari keluarga dan lingkungan. Hasil analisis item kerentanan eksternal anak menunjukkan bahwa indikator tertinggi yang dapat menimbulkan kerentanan eksternal bagi anak dari lingkungan adalah rata-rata banyak remaja yang tidak melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (0,97) dan pernikahan usia dini (0,89). Kemudian dari keluarga rata-rata tertinggi adalah keluarga yang memiliki anak remaja mewajibkan anaknya untuk mencari penghasilan tambahan keluarga (0,71). Hal ini di karenakan kondisi perekonomian keluarga petani yang rendah, sehingga keluarga lebih memilih untuk tidak menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi dan memilih untuk memperbolehkan anak mereka untuk mencari penghasilan sendiri. Namun tetapi keluarga tidak mengizinkan anak remajanya untuk mencari pengahasilan di luar negeri. Keluarga mengaku bahwa keluarga tidak ingin untuk jauh atau terpisah lebih jauh dengan anaknya. Bagi keluarga yang memiliki anak perempuan lebih memilih untuk menikahkan anaknya dalam usia yang relatif muda. Selain itu terdapat 77,1 persen anak di lingkungan sekitar anak yang putus sekolah karena drop out. Menurut Yuda (2012) berdasarkan pengamatan anak yang putus sekolah disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu ekonomi, minat anak yang kurang, perhatian orang tua yang rendah, budaya, fasilitas belajar kurang, ketiadaan sekolah atau sarana, dan cacat atau kelainan jiwa. Berdasarkan faktor tersebut, faktor yang lebih dominan anak menjadi putus sekolah adalah faktor ekonomi. Berdasarkan penelitian Yuda (2012) menyatakan bahwa sebanyak 36% anak menjadi putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
30 tinggi karena ketidak mampuan keluarga anak untuk membiayai segala proses yang dibutuhkan selama menempuh pendidikan atau sekolah. Tabel 9 Persentasi item nilai kerentanan eksternal anak No
Indikator
Keluarga 1 Keluarga mengizinkan setiap anggota keluarga untuk bekerja jika tidak sekolah 2 Keluarga selalu mendorong setiap anggota keluarganya untuk bekerja ke luar negeri 3 Keluarga mewajjibkan setiap anggota keluarga yang telah berusia remaja untuk mencari penghasilan tambahan Lingkungan 4 Apakah terdapat lingkungan penjualan manusia (perempuan) di sekitar rumah 5 Apakah terdapat anak-anak yang putus sekolah karena dropout atau dikeluarkan dari sekolahnya di sekitar rumah 6 Apakah banyak remaja yang tidak melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi 7 Pernikahan di usia dini sudah terbiasa dilakukan oleh penduduk sekitar 8 Terdapat anak-anak yang di tinggalkan orang tuanya bekerja keluar kota atau negeri 9 Banyak penduduk sekitar yang bekerja manjadi buruh migran ke luar kota atau luar negeri 10 Tidak terdapat lapangan pekerjaan di sekitar lingkungan rumah 11 Gaya hidup para remaja di sekitar lingkungan rumah yang cenderung konsumtif/boros 12 Lingkungan sekitar dapat membawa pengaruh negatif kepada anggota keluarga dalam menjalankan aktivitas seharihari Terdapat banyak anak yang 13 putus sekolah dan pengangguran yang banyak di lingkungan masyarakat
Jawaban Tidak (0) Ya (1) n % n %
Rata-rata Skor (0-1)
Modus
20
57,1
15
42,9
0,43
0
29
82,9
6
17,1
0,17
0
10
28,6
25
71,4
0,71
1
34
97,1
1
2,9
0,03
0
8
22,9
27
77,1
0,77
1
1
2,9
34
97,1
0,97
1
4
11,4
31
88,6
0,89
1
18
51,4
17
48,6
0,49
0
23
65,7
12
34,3
0,34
0
10
28,6
25
71,4
0,71
1
8
22,9
27
77,1
0,77
1
32
91,4
3
8,6
0,09
0
14
40,0
21
60,0
0,60
1
31
Keluarga dalam penelitian ini juga pada dasarnya mempunyai harapan yang besar terhadap anak-anaknya untuk hidup yang lebih baik dan sejahtera dengan menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Namun, untuk mencapai harapan-harapan tersebut memerlukan usaha dan biaya yang tidak sedikit untuk dapat membiayai pendidikan anak. Kerentanan eksternal anak dilihat berdasarkan dua dimensi, yaitu keluarga dan lingkungan. Hasil analisis menunjukkan bahwa kerentanan eksternal yang tertinggi pada anak petani adalah rata-rata dimensi yang terkait dengan lingkungan anak (56,57). Hal ini menunjukkan terdapat lingkungan sekitar anak petani dapat membahayakan bagi kondisi anak remaja yang tidak melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Pernikahan usia dini, remaja yang bersifat boros, dan tidak adanya lapangan pekerjaan sehingga banyaknya pengangguran di sekitar lingkungan anak. Lingkungan tempat tinggal anak yang mempengaruhi kerentanan anak menurut Skinner et al. (2004) yaitu lingkungan yang tidak aman seperti pemukiman yang kurang layak, banyaknya kejahatan, dan kurangnya fasilitas yang memadai sebagai seorang anak, misalnya fasilitas pendidikan dan bermain anak. Kemudian hasil analisis terkait dengan keluarga menunjukkan bahwa kerentanan eksternal anak termasuk dalam kategori rendah (91,4%). Hal ini menunjukkan bahwa kerentanan anak yang berasal dari keluarga tidak membuat kondisi anak berada dalam keadaan berbahaya. Kualitas hubungan antara orang tua dan anak merupakan faktor yang penting untuk perkembangan anak dan remaja. Menurut Wong et al. (2009) hubungan dekat antara orang tua dan anak akan meningkatkan perasaan anak dari dukungan dan rasa aman, dan konflik antar generasi akan berkurang. Tabel 10 Sebaran dimensi kerentanan anak eksternal secara umum (n=35) Kategori Rendah (≤ 75)
Dimensi** n
Tinggi (> 75) %
n
Min-Maks (0-100)
Ratarata*±SD
0-100 30-90
43,46±29,87 56,57±15,71
%
Keluarga 32 91,4 3 8,6 Lingkungan 31 88,6 4 11,4 Total 31 88,6 4 11,4 Keterangan: *) Nilai indeks (Skor 0-100) **) Secara detail item pernyataan disediakan pada Tabel 9
Kesejahteraan Anak Kesejahteraan anak adalah suatu tatanan kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial (Undang-undang nomor 4 tahun 1979). Kesejahteraan anak dapat dilihat dari perasaan bahagia atau puas yang dirasakan oleh anak terhadap kehidupan anak, baik terkait dengan psikologis, ekonomi, dan sosial. Dalam penelitian ini anak-anak yang dapat dikatakan sejahtera adalah anak-anak yang cenderung memiliki kepercayaan diri yang baik, menikmati kehidupannya, merasa berguna bagi keluarga dan sesama, memiliki banyak teman, mandiri, penuh semangat, memiliki kesempatan yang baik, merasa puas dan bahagia, kebutuhan ekonomu anak tercukupi dan anak berprestasi di sekolah.
32 Sedangkan anak-anak yang tidak sejahtera adalah anak-anak yang merasa dirinya minder, tidak dapat menikmati kehidupannya, tidak bergina, merasa kesepian, selalu merepotkan, merasa putus asa, tidak memiliki banyak pilihan atau pasrah, tidak merasa puas dan bahagia, kesulitan dalam hal ekonomi dan bermasalah di sekolahnya. Indikator kesejahteraan anak dimensi sosial menunjukkan bahwa anak cenderung berprestasi di sekolahnya. Hal ini sejalan dengan penelitian Statham dan Chase (2010) yang menyatakan bahwa belajar erat kaitannya dengan kesejahteraan anak, belajar dan kesejahteraan dapat menunjukkan perubahan dari masa kanak-kanak ke remaja. Pada dimensi ekonomi dan sosial memiliki rataan tertinggi. Jika dilihat secara keseluruhan maka indikator mengenai kesulitan ekonomi pada dimensi ekonomi. memiliki rataan skor 4,74, yang artinya anak mengaku bahwa keluarga mereka tidak mengalami kesulitan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan keluarga dalam hal ekonomi cenderung cukup baik, sesuai dengan pernyataan Nadiya (2013) yang menyatakan bahwa kesejahteraan keluarga yang baik akan meningkatkan kesejahteraan anak yang baik pula. Pada dimensi psikologi rataan indikator tertinggi yaitu anak memiliki harapan dan semangat yang cukup baik. Rataan terendah pada dimensi psikologis adalah pada indikator anak merasa dirinya tidak bahagia dan tidak memiliki banyak pilihan atau cenderung pasrah terhadap keadaan. Hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan psikologis anak dapat di pengaruhi oleh kualitas pengasuhan orang tua. Menurut Thompson et al. (2007) menyatakan bahwa faktor keluarga berperan penting dalam menentukan psikologis anak, hal ini dapat dilihat dari dukungan sosial keluarga yang tinggi, rendahnya tekanan yang ditimbulkan keluarga, dan tingginya kehangatan yang diciptakan dalam keluarga. Selain anak tidak merasakan kebahagiaan dan cenderung pasrah, dalam penelitian ini juga ditemukan anak menjadi cenderung minder, merasa kesepian, dan merasa tidak puas. Secara detail dapat dilihat persentase item nilai kesejahteraan anak pada Tabel 11.
33
Tabel 11 Persentasi item nilai kesejahteraan subjektif anak No
8
Saya tidak banyak pilihan 9 Saya sgt tidak puas 10 Saya menderita Dimensi ekonomi 7 Saya sulit ekonomi Dimensi sosial Saya 11 bermasalah di sekolah
Modus
4,83
7
5,23
7
4,74
7
5,09
7
4,83
7
5,66
7
4,71
7
5,37
7
n
%
n
%
n
%
8
22,9
2
5,7
1
2,9
3
8,6
1
2,9
3
8,6
17
48,6
1
2,9
3
8,6
3
8,6
3
8,6
7
20,0
6
17,1
12
34,3
2
5,7
4
11,4
5
14,3
5
14,3
4
11,4
4
11,4
11
31,4
3
8,6
1
2,9
2
5,7
4
11,4
9
25,7
6
17,1
10
28,6
6
17,1
0
0,0
3
8,6
6
17,1
4
11,4
2
5,7
14
40,0
1
2,9
2
5,7
2
5,7
3
8,6
5
14,3
4
11,4
18
51,4
6
17,1
3
8,6
1
2,9
3
8,6
5
14,3
6
17,1
11
31,4
3
8,6
3
8,6
2
5,7
3
8,6
2
5,7
3
8,6
19
54,3
6
17,1
3
8,6
3
8,6
3
8,6
4
11,4
0
0,0
16
45,7
Saya bahagia
4,71
7
1
2,9
8
22,9
4
11,4
3
8,6
1
2,9
6
17,1
12
34,3
Terpenuhi ekonomi
4,74
7
3
8,6
2
5,7
3
8,6
4
11,4
5
14,3
4
11,4
14
40,0
Saya berprestasi sekolah
5,11
7
1
Pernyataan
Dimensi Psikologis 1 Saya malu/minder 2 Saya tidak nikmat 3 Saya tidak berguna 4 Saya kesepian/kosong 5 Saya merepotkan 6 Saya putus asa
Rata-rata skor (1-7)
Jawaban 4 n %
2
3
5
6
7
Pernyataan
n
%
n
%
n
% Tegar/Percaya diri Menikmati Berguna sekali Sangat Betah/terbebas Mandiri Penuh harap/semangat Banyak kesempatan Sangat Puas
di
34 Menurut Moore et al. (2008) kesejahteraan anak dapat diartikan anak yang telah memiliki status biologis individu (gaya hidup sehat dan kesehatan secara keseluruhan seta fungsinya), kesehatan psikologis individu (bagaimana individu berpikir tentang keadaan mereka sendiri dan bagaimana mereka bergaul dalam lingkungan sosial, termasuk kemampuan mengatasi situasi menjadi bebas dari masalah yang ada), kesehatan sosial (mengacu pada keterampilan dasar dalam mengikuti kegiatan yang konstruktif, serta kemampuan untuk dapat berhubungan secara emosional dengan keluarga, teman, dan lingkungan), dan pendidikan atau intelektual (keterampilan yang berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk belajar, mengingat, mampu menerapkan keterampilan kognitif dan terlibat dengan sekolah) yang baik. Tabel 12 terlihat bahwa kesejahteraan subjektif anak dimensi psikologis termasuk dalam kategori rendah (65,7%) sedangkan pada dimensi ekonomi dan sosial kesejahteraan subjektif anak cenderung tinggi (51,4%). Hal ini menunjukkan bahwa anak petani cenderung belum merasakan kebahagiaan dan kepuasan pada dirinya. Cukup banyaknya anak yang berada dalam dimensi psikologi dengan kategori rendah karena ada beberapa indikator yang tidak dapat dipenuhi oleh anak, sehingga perolehan skor kesejahteraan menjadi rendah. Pada indikator anak tidak memiliki banyak pilihan dan tidak bahagia memiliki nilai rataan skor terendah, yang artinya anak merasa tidak memiliki banyak pilihan dan menderita sehingga anak belum mampu untuk mengutarakan perasaan yang dirasakannya. Hal ini kurang terbukanya anak terhadap kedua orang tuanya sehingga anak mengalami kesulitan dalam mengutarakan perasaan kurang baik yang sedang dialaminya. Tabel 12 Sebaran dimensi kesejahteraan subjektif anak (n=35) Kategori Rendah (≤ 75)
Dimensi** n
Min-Maks (0-100)
Tinggi (> 75) %
n
Ratarata*±SD
%
Psikologi 23 65,7 12 34,3 29-100 Ekonomi 17 48,6 18 51,4 0-100 Sosial 17 48,6 18 51,4 0-100 Total 25 71,4 10 28,6 Keterangan: *) Nilai indeks (Skor 0-100) **) Secara detail item pernyataan disediakan pada Tabel 11
66,57±18,96 62,11±36,20 68,37±34,09
Tipologi Kerentanan Anak dan Kesejahteraan Anak Tipologi kerentanan dan kesejahteraan anak pada penelitian ini dilihat berdasarkan sebaran kategori kerentanan anak dengan kesejahteraan subjektif anak, yaitu kerentanan anak tinggi dan kerentanan anak rendah dengan kesejahteraan anak tinggi dan kesejahteraan anak rendahyang dibedakan atas Tipe 1, Tipe 2, Tipe 3, dan Tipe 4. Keempat tipologi tersebut dimodifikasi dari tipologi model T-Double ABCX dari family adjustment and adaptation oleh McCubbin dan McCubbin (1987) dalam Farhood (2004). Model tipe kerentanan anak dan kesejahteraan anak akan tercapai melalui dua tingkatan (rendah dan tinggi) antara
35
dimensi kerentanan dan dimensi kesejahteraan anak. Dimensi kerentanan anak didefinisikan sebagai suatu kondisi belum terpenuhinya kebutuhan dasar anak seperti fisik, emosional, sosial, dan perkembangan interaksi anak di lingkungan keluarga dan masyarakat (Skinner et al. (2004) dan Bannett (2012)). Sementara itu, kesejahteraan subjektif anak didefinisikan sebagai suatu kondisi tingkat kepuasan anak terhadap keadaan dirinya baik secara psikologis, ekonomi dan sosial berdasarkan persepsinya (subjektif). Skema tipologi kerentanan anak dan kesejahteraan anak dapat dilihat pada Gambar 3. KS 2 (>75,1)
Tipe 1
Tipe 2
25,7%
0,0%
KR 1 (≤75)
KR 2 (>75,1) Tipe 4
Tipe 3
74,3%
0,0%
KS 1 (≤75) Keterangan: KR1= kerentanan rendah (≤ 75; skor 0-100) KR2= kerentanan tinggi (>75,1; skor 0-100) KS1=kesejahteraan rendah(≤ 75; skor 0-100) KS2= kesejahteraan tinggi (>75,1; skor 0-100) *Secara detil tipologi kerentanan anak dan kesejahteraan anak disajikan pada Lampiran 5. Gambar 3 Tipologi kerentanan anak dan kesejahteraan anak Tipologi kerentanan anak pada penelitian ini dilihat berdasarkan sebaran kategori kerentanan anak dengan kesejahteraan anak yang ada pada keluarga petani, yaitu kerentanan anak rendah dan kerentanan anak tinggi dengan kesejahteraan anak tinggi dan kesejahteraan anak rendah. Tipologi kerentanan anak dan kesejahteraan anak pada penelitian ini dibedakan atas empat tipe yaitu: 1) Tipe 1, merupakan tipe saat kerentanan anak rendah sedangkan kesejahteraan anak tinggi. Hal ini berarti bahwa anak mampu mengatasi permasalahanpermasalahan dalam diri anak atau anak sudah mampu menganggap suatu masalah sebagai suatu yang sangat berat dan tidak mengganggu kesenangan anak serta merasa puas dan bahagia dengan keadaan diri anak maupun sekitar anak; 2) Tipe 2, merupakan tipe saat kerentanan anak dan kesejahteraan anak tinggi yang dapat diartikan meskipun anak memiliki permasalahan terhadap dirinya, namun
36 anak tersebut tetap merasakan kebahagiaan dan kepuasan sehingga kesejahteraan anak tetap terjaga; 3) Tipe 3, merupakan tipe saat kerentanan anak tinggi sedangkan kesejahteraan anak rendah, hal ini berarti pada diri anak banyak terjadi permasalahan-permasalahan yang tidak dapat anak atasi sehingga anak merasa tidak puas dan tidak bahagia dengan keadaan mereka; 4) Tipe 4, merupakan tipe saat kerentanan anak dan kesejahteraan anak rendah, artinya anak mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada akan tetapi anak belum merasakan kebahagiaan dan kesenangan dengan kondisi dirinya dan lingkungan sekitar anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh anak dalam tipologi kerentanan pada anak termasuk ke dalam Tipe 4 yaitu kerentanan anak rendah dan kesejahteraan anak rendah dengan presentase 74,3 persen. Permasalahan-permasalahan yang terjadi pada anak dianggap sebagai suatu hal yang dapat diatasi oleh anak tetapi anak belum merasakan kebahagiaan pada dirinya. Terdapat 25,7 persen anak termasuk ke dalam Tipe 1 yaitu kerentanan anak rendah dan kesejahteraan anak tinggi, dalam hal ini anak-anak cenderung sudah dapat mengatasi permasalahan pada diri anak sehingga anak sudah dapat merasakan kebahagiaan dan kepuasan pada dirinya. Tabel 13 Sebaran tipologi kerentanan anak dan kesejahteraan anak Tipe 1 2 3 4 Total
Kerentanan anak
Kesejahteraan anak
n
%
Rendah Tinggi Tinggi Rendah
Tinggi Tinggi Rendah Rendah
9 0 0 26 35
25,7 0,0 0,0 74,3 100
Berdasarkan matriks karakteristik keluarga dan anak berdasarkan tipe tipologi pada Tabel 14 usia ayah Tipe 1 dan Tipe 4 termasuk dalam kategori usia madya. Usia ini tergolong usia yang produktif untuk mencari nafkah, proporsi terbesar jenis pekerjaan ayah pada Tipe 1 dan Tipe 4 merupakan sebagai petani dalam hal ini tipe petani keluarga adalah petani pemilik. Usia ibu pada Tipe 1 termasuk dalam kategori usia dewasa awal, sedangkan usia ibu pada Tipe 4 merupakan usia dewasa madya. Proporsi terbesar jenis pekerjaan ibu pada Tipe 1 dan Tipe 4 merupakan petani. Rata-rata lama pendidikan ayah pada Tipe 1 selama 7 tahun dan ibu selama 5 tahun serta lama pendidikan ayah dan ibu pada Tipe 4 selama 5 tahun. Hal ini dapat di katakan bahwa lama pendidikan orang tua pada setiap tipe adalah rendah. Besar keluarga pada Tipe 1 dan Tipe 4 termasuk dalam katehori keluarga sedang dengan jumlah anggota keluarga 5-6 orang. Hasil analisis matriks karakteristik keluarga berdasarkan tipologi dapat disimpulkan bahwa anak-anak yang berada pada Tipe 1 merupakan kerentanan anak rendah sedangkan kesejahteraan anak tinggi, berasal dari keluarga petani pemilik dengan pendapatan per kapita per bulan lebih kecil daripada pengeluaran per kapita per bulan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Puspitasari (2012) menunjukkan bahwa pengeluaran keluarga per bulan berhubungan positif signifikan dengan kesejahteraan objektif keluarga. Hal tersebut menunjukkan bahwa keluarga akan lebih sejahtera ketika pengeluaran keluarga tinggi, sehingga keluarga yang sejahtera akan menciptakan anak yang sejahtera pula. Proporsi
37
pengeluaran keluarga dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan suatu masyarakat (Mangkuprawira 2009 dalam Firdaus 2008). Anak pada Tipe 4 merupakan anak yang mampu mengatasi permasalahan yang ada dalam diri anak namun tetapi anak masih belum merasakan kebahagiaan dan kepuasan terhadap kehidupan anak. Anak-anak yang berada pada Tipe 4 berasal dari keluarga petani pemilik dengan pendapatan per kapita per bulan lebih tinggi daripada pengeluaran per kapita. Pendidikan ayah dan ibu yang rendah yang rendah dapat menurunkan kesejahteraan anak tetapi kedua orang tua tetap bisa memberikan perlindungan dan kasih sayang mereka terhadap anak mereka. Pekerjaan petani yang tidak seharian berada di kebun sehingga waktu luang orang tua untuk anak cenderung lebih banyak. Tabel 14 Matriks karakteristik keluarga berdasarkan tipe tipologi Variabel
Tipe 1 (n= 9)
Rata-rata usia Ayah 43 tahun Ibu 36 tahun Proporsi pekerjaan terbesar Ayah Petani Ibu petani Tipe petani Petani pemilik Rata-rata pendidikan Ayah 7 tahun Ibu 5 tahun Rata-rata pendapatan 224.000 keluarga (kapita per bulan) Rata-rata pengeluaran 310.495 keluarga (kapita per bulan) Rata-rata besar 5 orang keluarga
Tipe 2 (n= 0)
Tipe 3 (n= 0)
Tipe 4 (n= 26)
-
-
47 tahun 40 tahun
-
-
Petani Petani Petani pemilik
-
-
5 tahun 5 tahun
-
-
234.000
-
-
223.777
-
-
6 orang
Hubungan antara Karakteristik Keluarga dan Karakteristik Anak dengan Kerentanan Anak dan Kesejahteraan Anak Hasil korelasi antara besar keluarga dengan kesejahteraan anak berhubungan negatif signifikan. Artinya, semakin besar jumlah anggota keluarga maka kesejahteraan anak akan semakin rendah. Menurut Muflikhati et al. (2010) keluarga dengan jumlah anggota keluarga yang lebih besar cenderung tidak sejahtera dibandingkan dengan keluarga yang jumlah anggota keluarganya lebih sedikit. Kemudian urutan kelahiran anak berhubungan negatif signifikan dengan kesejahteraan anak. Artinya, semakin besar urutan kelahiran anak maka kesejahteraan anak semakin rendah, begitu pula sebaliknya semakin kecil urutan kelahiran anak maka kesejahteraan anak semakin meningkat. Hurlock (1980)
38 menyatakan anak-anak, remaja maupun orang dewasa dari bermacam posisi urutan kelahiran menunjukkan bahwa urutan kelahiran dapat menjadi faktor dalam menentukan penyesuaian pribadi dan sosial yang dilakukan individu sepanjang kehidupannya. Sementara itu, usia ayah dan ibu keluarga berhubungan negatif tidak signifikan dengan kesejahteraan anak. Artinya, semakin tinggi atau semakin tua usia ayah dan ibu maka kesejahteraan anak semakin menurun. Menurut Hurlock (1980) semakin tinggi usia seseorang maka permasalahan yang dihadapi akan semakin banyak sehingga kebahagiaan yang dirasakan akan semakin berkurang. Lama pendidikan ayah dan ibu berhubungan positif tidak signifikan dengan kesejahteraan anak. Artinya, semakin tinggi pendidikan ayah dan ibu maka kesejahteraan anak semakin tinggi. Philips (2002) menyatakan bahwa Anak yang berasal dari orang tua yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan meningkatkan kualitas dan kesejahteraan anak yang tinggi dibandingkan anak yang berasal dari orang tua yang berpendidikan rendah. Tabel 15 Koefisien korelasi Pearson karakteristik keluarga, karakteristik anak dengan kerentanan anak dan kesejahteraan anak Korelasi Pearson Variabel Karakteristik keluarga Usia Ayah (tahun) Usia Ibu (tahun) Lama pendidikan ayah (tahun) Lama pendidikan ibu (tahun) Besar keluarga (orang) Pendapatan keluarga (per kapita) Karakteristik anak Usia anak (tahun) Urutan kelahiran anak (ke-) Kerentanan Internal anak (skor 0-100) Kesejahteraan anak (skor 0-100) Ket:*nyata pada p-value<0,05
Kerentanan anak
Kesejahteraan subyektif anak
0,079 0,093 0,240 0,112 -0,088 0,095
- 0,277 -0,295 0,275 0,060 -0,338* -0,015
-0,157 -0,126 0,223
0,048 -0,385* 0,223 -
Kemudian, usia anak berhubungan positif tidak signifikan dengan kesejahteraan anak. Artinya, semakin tinggi usia anak maka kesejahteraan anak meningkat. Menurut Sixmith et al. (2007) kesejahteraan anak berusia 8 sampai 12 tahun tercapai apabila hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman-teman (termasuk hewan peliharaan), dan kegiatan positif atau hal-hal yang harus dilakukan berjalan sesuai tahap perkembangannya. Hasil pada Tabel 15 di atas juga menunjukkan variabel karakteristik keluarga dan karakteristik anak tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kerentanan anak. Hal ini sesuai dengan penelitian De Ocampo et al. (2003) yang menyatakan tidak ada hubungan antara demografi orang tua (pendidikan ayah dan ibu, usia ayah dan ibu, dan status sosial ekonomi) dengan kerentanan anak. Usia ayah dan ibu, lama pendidikan ayah dan ibu berhubungan pendapatan keluarga dan usia anak berhubungan positif namun tidak signifikan dengan kerentanan anak. Artinya, semakin tinggi usia ayah dan ibu maka kerentanan anak semakin meningkat. Kemudian, semakin tinggi pendidikan yang ditempuh oleh ayah dan ibu maka kerentanan anak semakin tinggi, begitu pula sebaliknya semakin rendah
39
pendidikan ayah dan ibu maka kerentanan anak semakin rendah. Selain itu, pedapatan yang diterima oleh keluarga semakin tinggi akan meningkatkan kerentanan pada anak. Selain itu, besar keluarga, usia anak dan urutan kelahiran anak Pembahasan Umum Penelitian ini menggunakan pendekatan teori struktural fungsional. Struktural fungsional menganggap bahwa setiap keluarga merupakan sistem yang terdiri dari subsistem-subsistem yang saling berhubungan dan menjadi satu kesatuan (Megawangi 1999). Pendekatan teori struktural fungsional dapat digunakan untuk menganalisis peran anggota keluarga agar dapat berfungsi dengan baik untuk menjaga keutuhan keluarga dan masyarakat (Newman dan Grauerholz 2002). Salah satu aspek penting dari perspektif struktural fungsional adalah bahwa setiap keluarga tang sehat jasmani dan rohani terdapat pembagian tugas atau peran fungsi keluarga yang jelas, fungsi tersebut tersusun dalam struktur hirarkis yang harmonis, dan adanya komitmen terhadap pelaksanaan peran atau fungsi tersebut. Struktur keluarga dalam penelitian ini merupakan keluarga lengkap yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Ayah merupakan kepala keluarga sekaligus sebagai pencari nafkah utama, seluruh jenis pekerjaan ayah pada penelitian ini adalah sebagai petani, sebagian kecil ibu membantu mencari nafkah tambahan seperti bertani juga berdagang dan sebagian besar istri berkewajiban sepenuhnya terhadap keluarganya, sedangkan anak-anak melaksanakan kewajibannya untuk membantu pekerjaan orang tua baik itu membantu tugas rumah tangga maupun dalam hal bertani serta memperoleh hak untuk menuntut ilmu dan diberikan cinta kasih sayang serta perlindungan dari orang tuanya. Berdasarkan karakteristik keluarga dapat dikatakan bahwa keluarga petani relatif lebih tradisional. Hal ini terlihat dari banyaknya jumlah anggota keluarga pada keluarga petani sehingga keluarga petani termasuk dalam tipe extended family, peran seuami sebagai main breadwinner dan peran istri sebagai ibu rumah tangga, tempat kerja dan tempat tinggal yang relatif berdekatan, serta anak menurut pada kedua orang tua dan istri sangat penurut pada suami. Terdapat keluarga petani yang kurang dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga serta kurangnya perawatan kebutuhan dasar pada anak seperti kesehatan fisik dan psikososial sehingga dapat menimbulkan keguncangan dalam keluarga salah satunya kerentanan pada anak. Arti keluarga menurut responden dalam penelitian ini memiliki makna bahwa keluarga merupakan tempat berbagi suka dan duka, tempat membangun masa depan bersama-sama, kebanggaan bagi setiap anggota keluarga, memiliki kesenangan, kebahagiaan dan mampu membimbing keluarga untuk dapat hidup lebih baik. Berdasarkan makna keluarga tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga petani dalam penelitian ini masih menganggap keluarga sebagai hal yang sangat penting dan barharga. Latar belakang budaya merupakan salah satu faktor pentingnya sebuah keluarga. Keluarga pada penelitian ini umumnya berlatar belakang budaya sunda yang memiliki karakteristik masyarakat yang lemah lembut, halus perkataan, ramah, berpegang dalam keimanan dan ketakwaan, saling menghormati, dan saling menghargai. Keluarga petani dalam penelitian ini termasuk ke dalam sistem morfostatik yaitu sistem dengan menjaga stabilitas serta
40 memiliki batasan-batasan terhadap pengasuh dari luar dan memberikan feedback yang negatif. Keluarga dengan sistem ini cenderung tertutup (closed system), yakni lebih mementingkan pertukaran internal dari pada pertukaran di luar sistem, seperti menggunakan tenaga kerja dari anggota keluarga sendiri dari pada menggunakan bantuan dari orang lain (Deacon dan Firebaugh 1988). Arti anak menurut responden adalah anak adalah segalanya bagi orang tua, orang tua memiliki harapan yang tinggi terhadap anak diantaranya orang tua ingin anak-anak mereka bertanggung jawab, mendidik anaknya hingga sekolah yang tinggi, menjadi orang yang sukses untuk bangsa dan negara, sukses dalam pendidikan, pekerjaan dan masa depan anak. Berdasarkan makna anak bagi keluarga tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga memiliki harapan yang baik untuk anaknya. Anak petani dalam penelitian ini termasuk ke dalam kategori dengan kerentanan anak rendah dan kesejahteraan anak rendah atau termasuk pada Tipe 4 yaitu anak yang mampu mengatasi permasalahan yang ada dalam diri anak namun tetapi anak masih belum merasakan kebahagiaan dan kepuasan terhadap kehidupan anak. Meskipun ayah dan ibu memiliki pendidikan yang rendah dan pekerjaan ayah sebagai petani, tetapi kedua orang tua tetap bisa memberikan perlindungan dan kasih sayang mereka terhadap anak mereka. Hal ini tidak sejalan dengan Anthony et al. (2003) yang menyatakan pendidikan orang tua yang rendah akan meningkatkan kerentanan pada anak. Hal ini berlawanan dengan hasil penelitian karena rata-rata masyarakat perdesaan seperti keluarga petani khususnya keluarga tradisional pada umumnya tingkat pendidikannya rendah. Namun tetapi meskipun orang tua petani memiliki tingkat pendidikan yang rendah, orang tua masih dapat meluangkan banyak waktu untuk anak-anak mereka. Waktu merupakan salah satu komponen investasi untuk anak (Bryant dan Zink 2006). Pekerjaan petani yang tidak seharian berada di kebun sehingga waktu luang orang tua untuk anak cenderung lebih banyak. Memberikan waktu luang orang tua untuk anak adalah waktu untuk melakukan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan yang baik dari orang tua akan menjadikan anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal ini dapat menurunkan kerentanan anak pada fisik dan psikologis anak karena orang tua, terutama ibu untuk mengontrol keadaan anak secara fisik maupun mental anak. Selain itu dapat dilihat bahwa fungsi keluarga pada keluarga petani dapat berjalan dengan baik, hal ini sejalan dengan Thompson et al. (2007) yang menyatakan bahwa fungsi keluarga yang baik dapat meningkatkan kesehatan mental anak, sehingga anak dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada dalam diri anak sendiri. Keterbatasan pada penelitian ini yaitu kerentanan anak dan kesejahteraan anak hanya dilihat berdasarkan sudut pandang dan persepsi anak dan ibu, tidak berdasarkan pernyataan dari seluruh anggota keluarga. Penelitian ini baru melihat kerentanan anak di dimensi emosional dan sosial sedangkan dimensi lainnya belum dimasukkan, begitu pula kesejahteraan anak hanya melihat dari dimensi psikologis, ekonomi dan sosial. Sehingga belum menunjukkan hasil secara menyeluruh. Karakteristik contoh dalam penilitian ini juga kurang beragam. Pernyataan-pernyataan dalan kuesioner yang digunakan juga masih belum spesifik atau masih terlalu umum sehingga belum bisa dilihat faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan anak.
41
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kerentanan internal anak keluarga petani menunjukkan bahwa anak petani tergolong rendah. Hal ini menunjukkan bahwa anak mampu mengatasi permasalahan pada diri anak seperti emosional dan sosial. Kerentanan eksternal anak keluarga menunjukkan bahwa anak petani berada dalam kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa anak petani tidak berada dalam lingkungan sosial yang membuat anak menjadi rentan dari keluarga maupun masyarakat sekitar. Kesejahteraan subjektif anak pada keluarga petani menunjukkan bahwa anak petani tergolong rendah. Hal ini menunjukkan bahwa anak belum dapat merasakan kebahagiaan dan kepuasan dalam dirinya. Tipologi kerentanan anak da kesejahteraan anak termasuk pada Tipe 4 yaitu kerentanan anak rendah dan kesejahteraan anak tergolong rendah. Hal ini menunjukkan meskipun anak petani sudah mampu untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada pada emosional dan sosial anak, tetapi anak belum merasakan kebahagiaan dan kepuasan pada dirinya. Namun terdapat keluarga yang termasuk pada Tipe 1, yakti kerentanan anak rendah dan kesejahteraan anak tinggi.. Tidak ada satupun anak petani yang berada pada tipe kerentanan anak dan kesejahteraan anak pada Tipe 2 dan Tipe 3. Semakin besar jumlah anggota keluarga dan semakin besar urutan kelahiran anak, maka kesejahteraan subjektif anak akan menurun. Tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel keluarga dan anak dengan kerentanan anak. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa semakin tinggi kerentanan anak maka kesejahteraan subjektif anak akan rendah, begitu pun sebaliknya tetapi hubungan antar keduanya tidak signifikan. Saran Dari hasil penelitian ini dapat disarankan yaitu pertama, perlunya program perlindungan anak dari kerentanan anak dan peningkatan kesejahteraan anak oleh pemerintah atau dinas pendidikan, dinas sosial, dan dinas yang berhubungan dengan perlindungan anak. Hal ini untuk menunjang isi UU No23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dan UU No.4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak. Kedua, perlu adanya sosialisasi, penyuluhan atau pemberdayaan, dan pendampiangan kepada keluarga terkait program keluarga berencana agar dapat meningkatkan kesejahteraan anak. Ketiga, populasi pada penelitian ini memiliki karakteristik contoh yang homogen, sehingga pemilihan lokasi pada penelitian selanjutnya diharapkan memiliki karakteristik contoh yang berbeda, misalnya petani dataran tinggi dan petani dataran rendah.
DAFTAR PUSTAKA Amelia L. 2014. Stop Pekerja Anak sebagai Perlindungan Terhadap Anak [Internet]. [Diakses 2014 Desember 3]. Tersedia pada: http://theindonesianinstitute.com/stop-pekerja-anak-sebagai-perlindunganterhadap-anak/
42 Anonim. 2014. Di Pulau Jawa, 42% Anak Putus Sekolah [Internet]. [Diakses 2014 November 16]. Tersedia pada: http://www.pikiranrakyat.com/node/289284 Anshor MU, Ghalib A. 2010. Parenting With Love. Bandung (ID): Mizania Anthony KK, Gil KM, Schanberg LE. 2003. Brief Report: Parental Perceptions of Child Vulnerability in Children With Chronnic Illness. Journal of Pediatric Psychology. 28(3):185-190 Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional [BKKBN]. 1996. Opini Pembangunan Keluarga Sejahtera. Jakarta (ID): BKKBN Badan Pusat Statistik [BPS]. 1996. Indikator Kesejahteraan Anak dan Pemuda 1996. Jakarta (ID): BPS Badan Pusat Statistik [BPS]. 2013. Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan 19702013 [Internet]. [Diunduh 2014 Desember 04]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_sub yek=23¬ab=7 Badan Pusat Statistik [BPS]. 2014. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. Jakarta (ID): BPS Bannet HP. 2012. The White paper for Vulnerable Child Volume I [Internet]. [Diunduh 2014 juli 24]. Tersedia pada: http://www.msd.govt.nz/documents/about-msd-and-our-work/workprogrammes/policy-development/white-paper-vulnerable-children/whitepaper-for-vulnerable-children-volume-1.pdf Bryant WK, Zink CD. 2006. The Economic Organization of the Household, Second Edition. New York (US): Cambridge Univ Pr. Bruskas D. 2008. Children in Foster Care: A Vulnerable Population at Risk. Journal of Child and Adolescent Psychiatric Nurshing. 21(2):70-77 Cutter SL, Boruff BJ, Shirley WL. 2003. Social Vulnerability to Environmental Hazards. Social Science Quarterly. 84(2):242-261. Daniel B. 2010. Concepts of Adversity, Risk, Vulnerability and Resilience: a Discussion in the Context of the „Child Protection System‟. Social Policy & Society. 9(2):231-241 De Ocampo AC, Macias MM, Saylor CF, Kartikaneni LD. 2003. Caretaker Perception of Child Vulnerability Predicts Behavior Problems in NICU Graduates. Child Psychiatry and Human Development. 34(2): 83-96 Deacon R, Firebaugh F. 1988. Family Resource Management: Principles and Applications, 2nd Edition. Boston: Allyn and Bacon, Inc. De Duncan AF, Caughy MO. 2009. Parenting Style and the Vulnerable Child Syndrome. Journal of Child and Adolescent Psychiatric Nurshing. 22(4):228-234 Ehring T, Caffier BT, Gross JJ, Schnulle J, Fischer S. 2010. Emotion Regulation and Vulnerability to Depression: Spontaneous Versus Instructed Use of Emotion Suppression and Reappraisal. American Psychological Association. 10(4):563-572.
43
Engle PL, Castle S, Menon P. 1996. Child development: vulnerability and resilience [Internet]. [Diunduh 2014 Oktober 23]. Tersedia pada: http://ageconsearch.umn.edu/bitstream/97309/2/child%20development.pdf Farhood LF. 2004. The impact of low stress on the health of Lebanese families. Research an Theory for Nursing Practice: An International Journal. 18(2/3). Fernandes L, Mendes A, Teixeira AAC. 2010. FEP Working Papers: A Review Essay on Child Well-Being Measurment: Uncovering The Paths for Future Research [Internet]. [Diunduh 2014 Februari 20]. Tersedia pada: www. Fep.up.pt/investigacao/workingpapers/ 10.12.20_wp 396. pdf Firdaus. 2008. Hubungan antara tekanan ekonomi, manajemen keuangan, dan mekanisme koping dengan kesejahteraan keluarga wanita pemetik teh [Skripsi]. Bogor (ID): Institut pertanian Bogor Forsyth BWC, Horwitz SM, Leventhal JM, Burger J, Leaf PJ. 1996. The child Vulnerability Scale: An Instrument to Measure Parental Perceptions of Child Vulnerability. Journal of Pediatric Psychology. 21(1):89-101. Guralnick MJ. 1998. Effectiveness of Early Intervention for Vulnerable Children: A Developmental Perspective. American Journal on Mental Retardation. 102(4):319-345 Gustiana WD. 2012. Persepsi orang tua tentang pendidikan menengah dan alokasi pengeluaran untuk pendidikan pada keluarga petani di Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hastuti D. 2009. Pengasuhan: Teori dan Prinsip Serta Aplikasinya di Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Hartoyo, Aniri NB. 2010. Analisis tingkat kesejahteraan keluarga pembudidaya ikan dan nonpembudidaya ikan di Kabupaten Bogor. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 3(1): 64-73 Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan. Edisi ke-5. Jakarta (ID): Erlangga. Ihromi TO. 2004. Bunga Rampai, Sosiologi Keluarga. Ihromi TO, editor. Jakarta: Buku Obor. Institute for Human Services [IHS] for the Ohio Child Welfare Trainning Program. 2011. Assessing Child Vulnerabilities [Internet]. [Diunduh 2014 Juli 18]; Tersedia pada: http://www.ocwtp.net/PDFs/CAPMIS/D.%20Child%20Vulnerabilities%2 0Reading.pdf Iskandar, Hartoyo, Sumarwan U, Khomsan A. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Keluarga [Internet]. [Diunduh 2014 Agustus 26]. Tersedia pada: http://ujangsumarwan.blog.mb.ipb.ac.id/files/2010/07/2006-UJANGSUMARWAN-FAKTOR-KESEJAHTERAAN-KELUARGA-INFOKESEHATAN-MASYARAKAT-FKM-USU.pdf Kementrian Pendidikan dan Budaya [KEMENDIKBUD]. 2013. Mendikbud Ajak Buka Posko untuk Kurangi Siswa Putus Sekolah [Internet]. [Diakses 2014 November 26]. Jakarta (ID). Tersedia pada: http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/node/1037
44 Krikpatrick SM, Rojjanasrirat W, South BJ, Sindt JA, Williams LA. 2012. Assessment of Emotional Status of Orphans and Vulnerable Children in Zambia. Journal of Nurshing Scholarship. 44(2): 194-201 Kumpulainen S. 2006. Vulnerability Concepts in Hazard and Risk Assessment. Geological Survey of Finland, Special Paper. 42:65-75 Lippman LH. 2007. Indicators and Indicies of Child Well-Being: A Brief American History. Social Indicators Research. 83:39-53 Marliana S. 2012. Bunuh Diri sebagai Pilihan Sadar Individu: Analisa Kritis Filosofis Terhadap Konsep Bunuh Diri Emile Durkheim [Skripsi]. Depok (ID): Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Program Studi Filsafat, Universitas Indonesia. Mealli F, Pudney S, Rosati F. 2006. Measuring the economic Vulnerability of Children in Developing Countries. An application to Guatemala [Internet]. [Diunduh 2013 Desember 03]. Tersedia pada: https://www.iser.essex.ac.uk/files/iser_working_papers/2006-28.pdf Megawangi R.1999. Membiarkan berbeda; Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Jakarta (ID): mizan. Moore KA, Theokas C, Lippman L, Bloch M, Vandivere S, O‟hare W. 2008. A Microdata Child Well-Being Index: Conceptualization, Creation, and Findings. Child Indicators Research. 1: 17-50 Muflikhati I, hartoyo, Sumarwan U, Fahrudin A, Puspitawati H. 2010. Kondisi sosial ekonomi dan tingkat kesejahteraan keluarga: kasus di wilayah pesisir Jawa Barat. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 3(1).1-10. Nadiya A. 2013. Hubungan Antara Kesejahteraan Keluarga dengan Kesejahteraan Anak pada Keluarga Petani [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Newman DM, Grauerholz L. 2002. Sociology of families. Thousand Oaks, CA: Pine Forge Press. Permana R. 2008. West Java Disaster Reduction Studies Centre: Mengatasi Bencana sama dengan Mengatasi Kemiskinan [Internet]. [Diunduh 2014 Desember 17]. Tersedia pada: http://wjdrsc.wordpress.com/2008/04/20/mengatasi-bencana-mengatasikemiskinan/ Philips KR. 2002. Parent work and child well being in low income families, urban institute [Internet]. [Diunduh 2014 November 30]. Tersedia pada: http://www.urban.org/uploadedpdf/acf3d39.pdf Pollard EL, Lee PD. 2003. Child Well-Being: A Systematic Review of The Literature. Social Indicators Research. 61(1):59-78 Purdy IB. 2004. Vulnerable: A Concept Analysis. Nurshing Forum. 39(4): 25-33 Puspitasari N. 2012. Peran gender, kontribusi ekonomi perempuan dan kesejahteraan keluarga petani hortikultura [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Puspitawati H. 2012. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. Bogor: IPB Press. 2013. Pengantar Studi Keluarga. Bogor: IPB Press.
45
Simanjuntak M. 2010a. Faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan keluarga dan prestasi belajar anak pada keluarga penerima program keluarga harapan (PKH)[Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. . 2010b. Karakteristik Demografi, Sosial, dan Ekonomi Keluarga Penerima Program Keluarga Harapan (PKH). Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 3(2):101-113 Sixmith J, Gabhainn SN, Fleming C, O‟Higgins S. 2007. Childrens‟, Parents‟, and Teachers‟ Perceptions of Child Wellbeing. Health Education. 107(6): 511523 Skinner D, Tsheko N, Munyati SM, Segwabe M, Chibatamoto P, Chandiwana SMB, Nkoma N, Tlou S, Chitiyo G. 2004. Defining Orphaned and Vulnerable Children [Internet]. [Diunduh 2014 Februari 17]. Tersedia pada:https://www.k4health.org/sites/default/files/Defining%20Orphaned% 20and%20Vulnerable%20Children%20%20Defining%20Orphaned%20an d%20Vulnerable%20Children%20-%20Entire%20eBook.pdf Sprinthall, N.A, Sprinthall, R.C, 1990, Educational Psychology: A Developmental approach ed.5. New York: Mc. Grawhill. Statham J, Chase E. 2010. Childhood Wellbeing: A brief overview [Internet]. [Diunduh 2014 April 13]. Tersedia pada: https://www.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/ file/183197/Child-Wellbeing-Brief.pdf Sumarwan U. 2002. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Sunarti E. 2004. Mengasuh dengan Hati. Jakarta (ID): PT. Elex Media Komputindo .2009. Indikator Kerentanan Keluarga Petani dan Nelayan Untuk Pengurangan Resiko Bencana di Sektor Pertanian [Internet]. [Diunduh 2014 April 20]; Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/53266/Indikator%2 0Kerentanan.pdf?sequence=1 Tembong GP. 2006. Smart Parenting. Jakarta (ID): PT. Alex Media Komputindo The President‟s Emergency Plan for AIDS Relief, OGAC. 2006. Orphans and Other Vulnerable Children Programming Guidance for United States Government In-Country Staff and Implementing Partners [Internet]. [Diunduh 2014 februari 14]. Tersedia pada: http://www.pepfar.gov/documents/organization/83298.pdf Thomasgard M, Metz WP. 1999. Parent-child relationship disorders: What do the child Vulnerability Scale and the Parent Protection Scale Measure?. Clinical Pediatrics. 38(6): 347-354 Thompson R, Lindsey MA, English DJ, Hawley KM, Lambert S, Browne D. 2007. The Influence of Family Environment on Mental Health Need and Service Use Among Vulnerable Children. Child Welfare. 86(5): 57-74 Torrico R. 2009. From Poverty to Child Welfare Involment: The Critical Role of Housing in Family Stability [Internet]. [Di unduh 2014 Desember 6 ]. Tersedia pada: http://www.socialworkers.org/practice/children/2009/sept2009.pdf
46 UNICEF. 2011. Children and Climate Change: Children‟s Vu;nerability to Climate Change and Disaster Impacts in East Asia and the Pacific [Internet]. [Diunduh 2014 Desember 05]. Tersedia pada: http://www.unicef.org/media/files/Climate_Change_Regional_Report_14_ Nov_final.pdf . 2012. Ringkasan Kajian Perlindungan Anak [Internet]. [Diunduh 2014 September 24]. Tersedia pada: http://www.unicef.org/indonesia/id/A7__B_Ringkasan_Kajian_Perlindungan.pdf . 2013. Konferensi Kemiskinan Anak dan Perlindungan Sosial membawa harapan baru bagi Anak Indonesia [Internet]. [Diinduh 2014 Desember 17]. Tersedia pada: http://www.unicef.org/indonesia/id/media_21386.html Woolfolk, A.E, 2004, Educational Psychology 9thed. United State of America: Mc. Grawhill Wong FKD, Chang YL, He XS. 2009. Correlates of Psychological Wellbeing of Children of Migrant Workers in Shanghai, China. Social Psychiat Epidemiol. 44:815-824. Yanti L. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Asuransi Jiwa di Kota Makassar [Skripsi]. Makassar (ID): Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Hasanudin. Yuda DCK. 2012. Penyebab Anak-Anak Putus Sekolah dan Cara Penanggulangannya [Skripsi]. Malang (ID): Jurusan Pendidikan Luar sekolah, Universitas Negeri Malang Zambrana RE, Dorrington C. 1998. Economic and Social Vulnerability of Latino Children and Families by Subgroup: Implications for Child Welfare. Child Welfare League of America. 82(1):5-27.
47
LAMPIRAN
48 Lampiran 1 Kronologis sampling Contoh diambil berdasarkan data sekunder dari dua sekolah yaitu SDN Sindanglaya dan SDN Suryakancana dengan melihat data absensi kelas siswasiswi kelas 4 dan kelas 5 dengan orang tua sebagai petani dan buruh (yang diasumsikan sebagai buruh petani). Pengambilan data sekunder tersebut dilakukan pada tanggal 22 April 2014 dengan jumlah responden 155 siswa (81 laki-laki dan 74 perempuan), setelah data siswa didapat kemudian dilakukan metode simple random sampling sehingga didapatkan 30 siswa laki-laki dan 30 siswa perempuan untuk pengambilan data STRANAS. Alamat responden berada pada Kp. Padajaya, Kp. Lengkong, Kp. Kemang, Kp. Pakalongan, Kp. Ciketug, Kp. Cihurang, Kp. Pasir Haur, dan Kp. Pasir Buntu. Pada saat melakukan penelitian ternyata lokasi responden Kp. Ciketug, Kp. Cihurang, Kp. Pasir Haur dan Kp. Pasir Buntu sangat jauh dari tempat peneliti menginap dan jauh dari lokasi sekolah, sehingga peneliti melakukan sampling random ulang dengan alamat responden di Kp. Padajaya, Kp. Lengkong, Kp. Kemang, dan Kp. Pakalongan. Seiring waktu peneliti melakukan pengambilan data di lokasi tersebut ternyata terdapat beberapa responden yang meninggal, pindah sekolah, anak dan ibu tidak ingin di wawancarai, orang tua yang ternyata bukan sebagai petani atau buruh tani, serta ibu yang meninggal dan bekerja di luar kota. Sehingga jumlah responden di lokasi awal peneliti sampling berkurang, kemudian peneliti melakukan penambahan sampling di daerah Kp. Ciketug dan Kp. Cihurang. Setelah pengambilan data untuk Stranas sudah selesai dilakukan, kemudian peneliti melakukan simple random sampling kembali untuk data penelitian skripsi peneliti sebanyak 35 respondon secara acak laki-laki dan perempuan.
49
Lampiran 2 Peta lokasi penelitian
Keterangan: = Lokasi penelitian
50 Lampiran 3 Data kualitatif arti keluarga No Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Arti Keluarga Keluarga adalah kebahagiaan Segalanya ada di keluarga Membimbing Menyenangkan Tempat suka dan duka Menyenangkan dan membanggakan Kebahagiaan Tempat suka dan duka Kadang mengesalkan, kadang menyenangkan Tempat suka dan duka Baik Kebahagiaan Biasa saja Baik Tempat berbagi suka dan duka Keluarga adalah tempat berbagi Tempat berbagi Tempat berbagi suka dan duka Keluarga sebagai kebanggaan Menyenangkan Keluarga adalah berharga Tempat berbagi suka dan duka Keluarga itu penting Menyenangkan Alhamdulillah baik Tempat berbagi suka dan duka Bahagia-bahagia saja Tempat curahan hati Hidup rukun dan sederhana Tempat berbagi suka dan duka Membawa kebagiaan Keluarga adalah segalanya Ada kesenangan terhadap anak Bersama-sama membangun masa depan
Arti keluarga menurut responden, keluarga merupakan tempat berbagi suka dan duka, tempat membangun masa depan bersama-sama, kebanggaan bagi setiap anggota keluarga, memiliki kesenangan, kebahagiaan dan mampu membimbing keluarga untuk dapat hidup lebih baik.
51
Lampiran 4 Data kualitatif arti anak No Responden
Arti anak perempuan
Arti anak laki-laki
1
Membantu orang tua, menjadi orang pintar Sukses Menikah dengan orang kaya Sukses Bekerja Sekolah yang tinggi dan bekerja Sekolah tinggi Bisa menyenangkan Sekolah tinggi, sukses Menjadi petani Sukses Sukses Apa saja yang penting baik Yang baik-baik Sekolah yang tinggi Bekerja Sukses berarti sekali, pintar Sukses Anak yang baik
Membantu orang tua, menjadi orang pintar Sukses Sekolah tinggi Sukses Kerja Sekolah yang tinggi dan bekerja Sekolah tinggi Bisa menyenangkan Kerja Kerja Sukses Kerja Apa saja yang penting baik Yang baik-baik Sekolah yang tinggi Sukses Sukses Sukses Jadi pengusaha Sukses Sholeh, kerja yang bagus dan sekolah tinggi Sukses Tanggung jawab keluarga, sekolah tinggi Kerja Sukses kerja Sukses, tidak seperti orang tuanya Sukses Sukses Mudah-mudahan sukses
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Sukses Membantu orang tua, menjadi anak yang penurut Sukses berpendidikan tinggi Ingin anak sekolah Sukses, membanggakan orang tua Sukses, tidak seperti orang tuanya Sangat berarti, menggapai cita-cita Sukses Sukses Mudah-mudahkan sukses untuk bangsa dan negara Bagus buat masa depan Kesenangan untuk sekolah tinggi
Sukses punya perusahaan Ingin mendidik anak ke pesantren Sekolah yang tinggi
Arti anak menurut responden adalah anak adalah segalanya bagi orang tua, orang tua memiliki harapan yang tinggi terhadap anak diantaranya orang tua ingin anak-anak mereka bertanggung jawab, mendidik anaknya hingga sekolah yang tinggi, menjadi orang yang sukses untuk bangsa dan negara, sukses dalam pendidikan, pekerjaan dan masa depan anak.
52 Lampiran 5 Daftar responden berdasarkan tipologi kerentanan dan kesejahteraan anak No responden
Kerentanan internal anak Nilai Kategori*
Kesejahteraan anak Nilai
Kategori*
Tipe Tipologi ** (1-4)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
70,18 73,68 50,88 40,35 52,63 19,30 10,53 38,60 5,26 43,86 17,54 61,40 5,26 38,60 19,30 8,77 1,75 47,36 17,54 64,91 29,82 12,28 3,51 21,05 64,91 22,81 14,04 26,32 5,26 40,35 35,09 28,07 0 26,32 17,54
89,39 93,94 71,21 53,03 69,70 48,48 60,61 65,15 53,03 62,12 54,55 68,18 36,36 54,55 72,73 56,06 57,58 53,03 98,48 86,36 74,24 81,82 80,30 59,09 86,36 39,39 100 45,45 69,70 68,18 45,45 34,85 93,94 100 54,55
T T R R R R R R R R R R R R R R R R T T R T T R T R T R R R R R T T R
1 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 1 4 1 1 4 1 4 1 4 4 4 4 4 1 1 4
R R R R R R R R R R R R R R R R R R R R R R R R R R R R R R R R R R R
Keterangan: *) Rendah: ≤ 75 (Skor 0-100); Tinggi: > 75 (Skor 0-100) **) Tipe 1: n= 10 (25,7%); Tipe 2: n= 0 (0,0%); Tipe 3: n= 0 (0,0%); Tipe 4: n= 25 (74,5%)
53
Lanjutan Lampiran 5 KS 2 (>75,1)
Tipe 1
Tipe 2
25,7%
0,0%
KR 1 (≤75)
KR 2 (>75,1) Tipe 4
Tipe 3
74,3%
0,0%
KS 1 (≤75) Keterangan: KR1= kerentanan rendah (≤ 75; skor 0-100) KR2= kerentanan tinggi (>75,1; skor 0-100) KS1=kesejahteraan rendah(≤ 75; skor 0-100) KS2= kesejahteraan tinggi (>75,1; skor 0-100) *Secara detil tipologi kerentanan anak dan kesejahteraan anak disajikan pada Lampiran 5.
Tipe tipologi yang terbaik dalam penelitian ini adalah Tipe 1 yaitu kerentanan anak rendah dan kesejahteraan anak tinggi. Artinya, anak-anak yang berada dalam Tipe 1 merupakan anak-anak yang sudah dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada pada diri anak sehingga anak sudah dapat merasakan kebahagiaan dan kepuasan pada diri anak. Kemudian, Tipe tipologi yang terburuk dalam penelitian ini adalah Tipe 3 yaitu kerentanan anak tinggi dan kesejahteraan anak rendah. Artinya, anak-anak yang berada dalam Tipe 3 merupakan anak-anak yang tidak dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada pada diri anak sehingga anak merasa tidak bahagia dan tidak puas pada apa yang dimiliki anak.
54
Lampiran 6 Koefisien korelasi karakteristik keluarga dan anak, kerentanan anak dan kesejahteraan anak 1
2
3
4
5
6
7
8
1
1
2
0,880**
1
3
-0,373*
-0,446**
1
4
-0,345*
-0,417*
0,577**
1
5
0,375*
0,391*
-0,096
-0,177
1
6
-0,108
-0,104
-0,297
0,080
-0,206
1
7
-0,037
-0,063
-0,005
0,155
0,160
-0,043
1
8
0,549**
0,531**
-0,002
0,190
0,623**
-0,120
0,157
1
9
0,079 -0,277
0,093 -0,295
0,240 0,275
0,112 0,060
-0,088 -0,338*
0,095 0,015
-0,157 0,048
-0,126 -0,385*
10
Ket:*nyata pada p-value<0,05;**nyata pada p-value <0,01
Keterangan : 1= Usia ayah; 2= Usia ibu; 3= Lama pendidikan ayah; 4= Lama pendidikan ibu; 5= Besar keluarga; 6= Pendapatan keluarga (per kapita); 7= Usia anak;
8= Urutan kelahiran anak; 9= Kerentanan interrrnal anak; 10= Kesejahteraan anak
9
10
1 0,223
0,223 1
55
Lampiran 7 Keadaan pertanian Desa Sindangjaya
Kondisi rumah dan pertanian pada saat panen wortel
Kondisi sekolah SDN Sindanglaya (kiri) dan SDN Suryakancana (kanan)
Kondisi lahan pertanian yang digunakan anak-anak untuk bermain
56
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Daniel Herniadi dan Ibu Anis Surtiani yang dilahirkan pada tanggal 26 April 1992 di Jakarta.Penulis memiliki seorang adik lak-laki yang bernama Ibar Donny Rosyadhi. Penulis mengawali pendidikan formal di SD Muhammadiyah 12 Pamulang tahun 1998-2004. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta Selatan pada tahun 2004-2007 kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di MAN 4 Jakarta pada tahun 2007-2010. Pada tahun 2010 penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia. Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis mengikuti kegiatan himpunan mahasiswa di Ilmu Keluarga dan Konsumen (HIMAIKO) periode 2012-2013 sebagai bendahara umum. Selain itu penulis mengikuti kegiatan kepanitiaan pada Masa Perkenalan Departemen 2012 sebagai koordinator lapangan tata ketertiban dan juga penulis mengikuti kepanitian dalam kepengurusan HIMAIKO 2012-2013 sebagai anggota divisi publikasi pada kegiatan FNC (Family and Consumer Day) 2014.