HUBUNGAN ANTARA KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN KESEJAHTERAAN ANAK PADA KELUARGA PETANI
AILA NADIYA
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan antara Kesejahteraan Keluarga dengan Kesejahteraan Anak pada Keluarga Petani adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2013 Aila Nadiya NIM I24090019
ABSTRAK AILA NADIYA. Hubungan antara Kesejahteraan Keluarga dengan Kesejahteraan Anak pada Keluarga Petani. Dibimbing oleh ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI. Kesejahteraan merupakan suatu keadaan yang relatif tercukupi. Kesejahteraan keluarga terkait dengan kesejahteraan anak, karena keluarga merupakan institusi pertama dan utama dalam menumbuh kembangkan anak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kesejahteraan keluarga dan kesejahteraan anak pada keluarga petani. Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga petani yang memiliki anak usia 6-12 tahun dan masih berstatus sekolah. Responden dipilih secara acak sebanyak 100 keluarga. Kesejahteraan keluarga diukur dengan menggunakan indikator secara objektif dan subjektif. Berdasarkan kesejahteraan objektif keluarga menurut BPS, hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 20 persen keluarga yang terkategori miskin. Kesejahteraan subjektif (ayah dan ibu), sebagian besar (75 dan 77 persen) terkategori rendah, sedangkan 57 persen anak memiliki kesejahteraan terkategori sedang. Berdasarkan hasil uji Pearson, terdapat hubungan negatif signifikan antara besar keluarga, pekerjaan ayah dan ibu dengan kesejahteraan keluarga. Terdapat hubungan positif signifikan antara pendidikan ayah, pendapatan dan pengeluaran keluarga, serta aset dengan kesejahteraan keluarga. Selanjutnya terdapat hubungan positif signifikan antara pendidikan ibu dan kesejahteraan subjektif ibu dengan kesejahteraan anak. Kata kunci: kesejahteraan anak, kesejahteraan objektif keluarga, kesejahteraan subjektif ayah, kesejahteraan subjektif ibu
ABSTRACT AILA NADIYA. Correlation between Family Well-Being and Child Well-Being on Farm Families. Supervised by ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI. Well-being is a situation that is relatively adequate. Family well-being is related to child welfare, because a family is the first and primarily foundation for children development. This study is aimed to analyze the relationship between family well-being with child well-being of farm families. Samples of this research were farm families whose children aged 6-12. The samples consisting of 100 families were chosen randomly. Family well-being was observed based on objective and subjective view. Based on family objective well-being by BPS, the results showed that only 20 percent of family was categorized poor families. Almost all (75 & 77 percent) families subjective well-being (father and mother) was categorized low well-being. In addition, 57 percent of child had a medium well-being. Based on the Pearson Correlation test, there is negative significantly associated between family size, father’s and mother occupation with family well-being. There is positive significantly associated between father’s education, family income per month, expenditure per month, and assets. Futhermore, there is positive significantly associated between mother’s education and mother’s subjective well-being with child well-being. Keywords: child well-being, family objective well-being, father subjective well-being, mother subjective well-being
HUBUNGAN ANTARA KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN KESEJAHTERAAN ANAK PADA KELUARGA PETANI
AILA NADIYA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi: Hubungan antara kesejahteraan keluarga dengan kesejahteraan anak pada keluarga petani Nama : Aila Nadiya NIM : 124090019
Disetujui oleh
Dr. Ir. Istiglaliyah Muflikhati, M.Si Pembimbing
Tanggal Lulus:
2 0 DEC 20 13
Judul Skripsi: Hubungan antara kesejahteraan keluarga dengan kesejahteraan anak pada keluarga petani Nama : Aila Nadiya NIM : I24090019
Disetujui oleh
Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Prof. Dr. Ir.Ujang Sumarwan, M.Sc Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitan yang berjudul Hubungan antara Kesejahteraan Keluarga dengan Kesejahteraan Anak pada Keluarga Petani. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyusun proposal penelitian ini. 2. Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, MS selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingannya selama penulis belajar di Ilmu Keluarga dan Konsumen. 3. Orang tua, papa (Ali Zainuddin) dan mama (Rosmahayati) serta kedua kakak dan keluarga besar di Jakarta yang selalu memberikan dukungan dan doanya. 4. Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS dan Neti Herawati, SP. M.Si selaku dosen penguji sidang. 5. Bapak Rukmanta, selaku sekretaris Desa Ciaruteun Ilir serta Bapak Bastari dan keluarga yang telah memberikan ijin dan membantu selama pengambilan data. 6. Keluarga petani Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor yang telah bersedia menjadi responden penelitian. 7. Kepada teman-teman Nurhartanti, Noor Aspasia, Rahmi Maidah, Susanti Kartikasari, Novi, Ika, Dina, dan IKK 46 yang selalu membantu dan bersama-sama memberikan semangat serta motivasi. 8. Teman-teman, khususnya Rahmi Damayanti, Susanti, dan Nurul Aida, yang telah membantu mengoreksi penulisan dan memberikan semangat serta motivasi. 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas segala kontribusinya dalam penelitian ini. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, walaupun demikian penulis tetap mengharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.
Bogor, Desember 2013 Aila Nadiya
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
KERANGKA PEMIKIRAN
3
METODE
5
Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian
5
Jumlah dan Cara Pemilihan Responden
5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
5
Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian
6
Pengolahan dan Analisis Data
7
Definisi Operasional
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
9
Karakteristik Keluarga dan Anak
9
Kesejahteraan Keluarga
10
Kesejahteraan Anak
14
Hubungan antar Variabel
15
Pembahasan
17
Keterbatasan Penelitian
21
SIMPULAN DAN SARAN
21
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
24
RIWAYAT HIDUP
30
xi
DAFTAR TABEL Tabel 1 Variabel, satuan, skala, dan responden
6
Tabel 2 Sebaran keluarga berdasarkan karakteristik keluarga dan karakteristik anak
9
Tabel 3 Sebaran keluarga berdasarkan kriteria BPS
10
Tabel 4 Sebaran keluarga berdasarkan kriteria SPSI
11
Tabel 5 Sebaran keluarga berdasarkan pertanyaan dalam indikator SPSI
12
Tabel 6 Sebaran kesejahteraan subjektif ayah dan ibu berdasarkan kelompok petani
13
Tabel 7 Rataan skor kesejahteraan subjektif berdasarkan dimensi
13
Tabel 8 Uji beda kesejahteraan subjektif ayah dan ibu
14
Tabel 9 Sebaran kesejahteraan anak berdasarkan kelompok petani
14
Tabel 10 Rataan skor kesejahteraan anak berdasarkan dimensi
14
Tabel 11 Sebaran kesejahteraan anak menurut kesejahteraan BPS
15
Tabel 12 Hasil uji korelasi Pearson karakteristik keluarga, karakteristik anak, kesejahteraan objektif keluarga, KSA, dan KSI
16
Tabel 13 Hasil uji korelasi Pearson karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kesejahteraan objektif keluarga dengan kesejahteraan anak
16
Tabel 14 Hasil uji korelasi Pearson antara kesejahteraan subjektif keluarga dengan kesejahteraan anak
17
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Kerangka pemikiran
4
Gambar 2 Teknik penarikan contoh
5
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Hubungan antar variabel
24
Lampiran 2 Jumlah per item kepuasan ayah dan ibu
26
Lampiran 3 Jumlah per item kesejahteraan anak
27
Lampiran 4 Skor a simple poverty scorecard for Indonesia
28
Lampiran 5 Kondisi rumah dan pertanian Desa Ciaruteun Ilir
29
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan 39.96 persen dari total penduduknya bekerja di sektor pertanian dan paling banyak dilakukan oleh penduduk Indonesia (BPS 2013). Akan tetapi, penelitian Butar-Butar (2008) menunjukkan bahwa kepala keluarga yang bekerja di sektor pertanian tergolong miskin. Berdasarkan data BPS (2013), sebagian besar (63.21 persen) penduduk miskin di Indonesia tinggal di daerah perdesaan. Menurut teori struktural fungsional, keluarga merupakan sebuah sistem yang kehidupannya dipengaruhi dan memengaruhi sistem lainnya, sehingga keluarga harus mampu memelihara stabilitas agar keberlangsungan sistem tetap terjaga (Winton dalam Sunarti 2006). Salah satu contoh keluarga yang belum mampu menjaga keseimbangan sistem adalah keluarga miskin. Keluarga miskin ditandai dengan ketidakmampuannya dalam memenuhi kebutuhan dasar (Kuncoro dalam Butar-Butar 2008). Sementara itu, kebutuhan dasar merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia seperti makan, rumah, pakaian, kesehatan, dan pendidikan (Butar-Butar 2008). Kemiskinan membawa dampak terhadap kehidupan keluarga, salah satunya kesejahteraan anak. Schor El dalam Pollard & Lee (2003) menyatakan bahwa “children’s health and well-being is directly related to their families’ ability to provide their essential physical, emotional, and social needs”. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sunarti et al. (2005), bahwa semakin tinggi tekanan ekonomi keluarga, semakin rendah kualitas perkawinan, pengasuhan anak, kecerdasan emosi anak, dan prestasi belajar anak. Selanjutnya Puspitawati dan Sarma (2012) manyatakan ketika keluarga dapat menjalankan peran dan fungsinya secara maksimal dalam melindungi dan membina anak-anaknya, dapat dipastikan terbentuklah suatu masyarakat yang teratur, berbudaya, bermartabat, dan sejahtera. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979, kesejahteraan anak adalah suatu tatanan kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial. Kesejahteraan anak memerlukan perhatian khusus, pertama karena masalah kesejahteraan anak tidak hanya berdampak pada saat sekarang saja, tetapi akan memiliki dampak pada masa depan anak-anak. Kedua, karena anak-anak merupakan salah satu kelompok yang paling menderita karena kemiskinan, dan yang ketiga karena masih kurangnya informasi langsung tentang kehidupan anakanak (Fernandes et al. 2010). Pada usia sekolah dasar, anak akan mengalami tahap penting dalam pembentukan karakter dan kepribadiannya. Jika anak merasa tidak mampu dalam mengembangkan dirinya, baik pada aspek akademik maupun non-akademik maka akan berkembang perasaan inferiority (Nurrohmaningtyas 2008). Hal tersebut akan berakibat pada kehidupan anak selanjutnya, anak akan selalu merasa bahwa dirinya tidak akan mampu dalam melakukan sesuatu. Hurlock (1980) juga mengatakan bahwa masa anak usia sekolah dasar, merupakan masa-masa penting karena kondisi-kondisi yang menimbulkan kebahagian pada masa ini akan terus memberikan kebahagian pada tahun-tahun berikutnya.
2
Di Indonesia sudah banyak dilakukan penelitian mengenai kesejahteraan keluarga, diantaranya mengaitkan karakteristik keluarga seperti, besar keluarga (Hartoyo & Aniri 2010; Muflikhati et al. 2010) serta pendidikan ayah dan ibu (Firdaus 2008; Kusumo 2009) dengan kesejahteraan keluarga. Selanjutnya penelitian Iskandar (2007) mengaitkan manajemen sumberdaya keluarga dengan kesejahteraan keluarga. Sebaliknya, penelitian yang mengaitkan antara kesejahteraan keluarga dengan kesejahteraan anak masih jarang dilakukan. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan penelitian mengenai hubungan antara kesejahteraan keluarga dengan kesejahteraan anak. Perumusan Masalah Salah satu penyebab keluarga tidak sejahtera adalah rendahnya pendapatan yang diterima. Pendapatan buruh tani pada Januari 2012 sebesar Rp28 582/hari1. Dengan demikian pendapatan buruh tani selama satu bulan sekitar Rp857 460. Sehingga pendapatan perkapita buruh tani dengan kondisi sebagai keluarga kecil (besar keluarga sebanyak 4 orang) sebesar Rp214 365. Apabila dibandingkan dengan Garis Kemiskinan (GK) BPS untuk daerah perdesaan di Indonesia pada Maret 2013, yaitu sebesar Rp253 273 per kapita per bulan, maka petani bisa dikatakan termasuk ke dalam kategori miskin. Sejalan dengan hasil penelitian Iskandar (2007) bahwa semakin tinggi pendapatan dan aset keluarga, maka peluang untuk sejahtera juga lebih tinggi. Kesejahteraan keluarga tidak hanya diukur secara objektif, tapi juga secara subjektif. Pendekatan secara objektif diukur dengan menggunakan indikator yang relatif baku, sedangkan Rambe (2004) dan Simanjuntak (2010) mengatakan bahwa pendekatan subjektif dilihat berdasarkan pemahaman penduduk mengenai standar hidup mereka dan bagaimana mereka mengartikannya. Dengan demikian, penduduk mungkin mempunyai pandangan sendiri mengenai arti kesejahteraan yang mungkin bisa berbeda dengan pandangan objektif. Kesejahteraan keluarga akan memengaruhi kehidupan anak yang akan berdampak pada kesejahteraan anak. Seperti yang dinyatakan oleh Hastuti (2009) bahwa kualitas anak pada saat ini, merupakan produk dan hasil dari proses pembentukan yang terjadi selama berada dalam keluarganya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kualitas anak sangat tergantung dengan kualitas keluarga. Hartoyo (1998) juga mengatakan bahwa anak yang berasal dari keluarga miskin akan memiliki kemungkinan mengalami hambatan perkembangan karena keterbatasan waktu dan finansial. Seperti yang dikatakan oleh Bapedda Jawa Barat dalam Simanjuntak (2010) bahwa banyak anak keluarga miskin yang putus sekolah atau tidak melanjutkan ke SMP/MTs yang menyebabkan kualitas generasi penerus dari keluarga miskin senantiasa rendah dan akhirnya terperangkap dalam lingkaran kemiskinan. Sama halnya dengan yang disampaikan Puspitawati dan Sarma (2012) bahwa dari 40 siswa yang putus sekolah, 75 persen diantaranya menyebutkan bahwa tidak mempunyai biaya sekolah untuk melanjutkan pendidikan. Faktor sosial ekonomi keluarga juga menjadi penyebab utama anak menjadi terlantar, karena ketidakmampuan ekonomi orang tua untuk memenuhi 1
Muspriyanto. 2012. [diunduh pada 20 Maret 2013 14:22]. Tersedia pada: http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/03/11/179899/Petani-Menipis-di-NegeriAgraris.
3
hak anak seperti pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan yang layak (Hastuti 2009). Jumlah anak terlantar di Kabupaten Bogor pada tahun 2012 sebanyak 6 999 jiwa dan menduduki peringkat kedua se-Jawa Barat dan jumlah gizi buruk balita di Kabupaten Bogor pada tahun 2011 sebanyak 3 307 jiwa (BPS Provinsi Jawa Barat 2013). Permasalahan tersebut merupakan beberapa contoh yang ditimbulkan akibat rendahnya kesejahteraan keluarga yang berdampak kepada anak. Untuk dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga dan anak maka diperlukan kajian mengenai kesejahteraan keluarga dan kesejahteraan anak. Berdasarkan hal tersebut, maka masalah yang akan diteliti yaitu: 1. Bagaimana kesejahteraan keluarga petani baik secara objektif maupun subjektif? 2. Bagaimana kesejahteraan anak pada keluarga petani? 3. Apa saja faktor yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga petani baik secara objektif maupun subjektif? 4. Bagaimana hubungan karakteristik keluarga dan anak dengan kesejahteraan anak pada keluarga petani? 5. Bagaimana hubungan antara kesejahteraan keluarga (objektif dan subjektif) dengan kesejahteraan anak pada keluarga petani? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mengetahui kesejahteraan keluarga dan kesejahteraan anak pada keluarga petani. Tujuan Khusus 1. Menganalisis kesejahteraan keluarga pada keluarga petani baik secara objektif maupun subjektif 2. Menganalisis kesejahteraan anak pada keluarga petani 3. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga petani baik secara objektif maupun subjektif 4. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga dan anak dengan kesejahteraan anak pada keluarga petani 5. Menganalisis hubungan antara kesejahteraan keluarga (objektif dan subjektif) dengan kesejahteraan anak pada keluarga petani Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemerintah, yang hasilnya dapat dijadikan acuan dan masukan dalam membuat program untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan kesejahteraan anak. Bagi instansi pendidikan, diharapkan dapat memperkaya literatur khususnya kesejahteraan keluarga dan kesejahteraan anak.
KERANGKA PEMIKIRAN Kesejahteraan anak merupakan suatu kondisi ketika pertumbuhan dan perkembangan anak secara rohani, jasmani, maupun sosial berjalan dengan baik. Upaya untuk menciptakan kesejahteraan anak, perlu memerhatikan faktor-faktor
4
yang dapat memengaruhinya. Faktor tersebut bisa berasal dari dalam diri anak sendiri, seperti usia, jenis kelamin, urutan kelahiran, dan tingkat pendidikan. Faktor lainnya berasal dari luar diri anak. Teori ekologi Bronfenbrenner mengatakan salah satu faktor luar berasal dari lingkungan keluarga. Hal tersebut karena anak dikelilingi oleh berbagai unsur lingkungan. Keluarga merupakan salah satu lingkungan terdekat bagi anak, sehingga dapat dikatakan bahwa keluarga menjadi salah satu bagian penting untuk menciptakan kesejahteraan anak. Contoh lingkungan keluarga seperti karakteristik keluarga dan kesejahteraan keluarga baik itu objektif maupun subjektif. Keluarga yang sejahtera secara objektif maka keluarga tersebut akan mampu memenuhi kebutuhan setiap anggota keluarganya sehingga dapat menciptakan kesejahteraan bagi anggota keluarga, salah satunya anak. Kesejahteraan subjektif dilihat dari dua sisi, yaitu ayah dan ibu. Berdasarkan fungsi keluarga Rice and Tucker (1995) dalam Hastuti (2009) membagi fungsi keluarga menjadi dua, yaitu fungsi instrumental dan ekspresif. Fungsi instrumental merupakan fungsi yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan biologis dan fisik yang biasanya dilakukan oleh ayah. Fungsi ekspresif merupakan fungsi yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan psikologis, sosial, dan emosi yang biasanya dilakukan oleh ibu. Dengan demikian, baik ayah maupun ibu sama-sama memiliki peran yang penting dalam memengaruhi kesejahteraan anak. Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian Clair 2012 dan Hoy et al. 2012 mengatakan bahwa terdapat hubungan antara kepuasan hidup orang tua dengan kepuasan hidup anak. Menciptakan kesejahteraan keluarga perlu memerhatikan faktor-faktor yang dapat memengaruhinya. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, kesejahteraan keluarga berhubungan dengan beberapa faktor seperti usia ayah dan ibu (Elmanora 2011), besar keluarga (Hartoyo & Aniri 2010), pendidikan ayah dan ibu (Butar-Butar 2008), pekerjaan ayah dan ibu (Butar-Butar 2008), pendapatan (Elmanora 2012), pengeluaran (Firdaus 2008), dan aset (Iskandar 2007) serta karakteristik anak dapat memengaruhi kesejahteraan keluarga. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini menghasilkan hipotesis 1) karakteristik keluarga berhubungan dengan kesejahteraan keluarga (objektif dan subjektif) dan anak, 2) karakteristik anak berhubungan dengan kesejahteraan subjektif keluarga dan kesejahteraan anak, serta 3) kesejahteraan keluarga (objektif dan subjektif) berhubungan dengan kesejahteraan anak (Gambar 1).
-
Karakteristik Keluarga Usia ayah dan ibu Besar keluarga Pendidikan ayah dan ibu Pekerjaan ayah dan ibu Pendapatan keluarga Pengeluaran keluarga Aset Karakteristik Anak - Usia - Jenis kelamin - Tingkat pendidikan
Kesejahteraan Objektif Keluarga - BPS - A Simple Poverty Scorecard for Indonesia Kesejahteraan Subjektif Keluarga - Ayah - Ibu
Gambar 1 Kerangka pemikiran
Kesejahteraan Anak
5
METODE Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung dengan topik kesejahteraan keluarga petani. Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study yang dilakukan di Kampung Ciaruteun Ilir dan Kampung Wangunjaya, Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pemilihan kampung dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan bahwa jumlah penduduk di kedua kampung merupakan jumlah penduduk terbanyak di Desa Ciaruteun Ilir. Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai Oktober 2013 yang terdiri dari penyusunan proposal, pengambilan data, analisis data, dan penulisan penelitian dengan pengambilan data dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2013. Jumlah dan Cara Pemilihan Responden Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah keluarga petani lengkap yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang masih berstatus sebagai siswa sekolah dasar berusia 6-12 tahun. Responden terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang berjumlah 100 contoh yang dihitung menggunakan rumus Slovin dengan tingkat kesalahan 9 persen. Secara ringkas teknik penarikan contoh dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Kabupaten Bogor
Kecamatan Cibungbulang Desa Ciaruteun Ilir (N= 351)
Kp Ciaruteun Ilir N= 81
Kp Wangunjaya N= 41
n= 66
n= 34
n= 100
Purposive berdasarkan jumlah penduduk miskin terbanyak
Purposive Purposive berdasarkan produktivitas pertanian yang cukup tinggi dan jumlah penduduk cukup banyak Purposive berdasarkan jumlah penduduk terbanyak
Proporsional Simple random sampling
Gambar 2 Teknik penarikan contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari BPS dan pemerintah setempat mengenai gambaran umum dan sosiodemografi lokasi penelitian. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung dengan menggunakan alat bantu kuesioner yang terdiri dari data karakteristik keluarga, karakteristik anak, kesejahteraan keluarga yang dilihat secara objektif dan subjektif, dan
6
kesejahteraan anak. Secara rinci variabel, satuan, skala, dan responden disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Variabel, satuan, skala, dan responden Variabel Karakteristik keluarga - Usia - Besar keluarga - Lama pendidikan - Pekerjaan ayah - Pekerjaan ibu - Pendapatan - Pengeluaran - Aset Karakteristik anak - Usia - Jenis kelamin - Urutan kelahiran - Tingkat pendidikan Kesejahteraan objektif keluarga - Indikator BPS - Indikator a simple poverty scorecard for Indonesia Kesejahteraan subjektif Kesejahteraan anak
Satuan
Skala
Tahun Orang Tahun [1]Petani pemilik, [2]Petani bukan pemilik [1]Bekerja, [2]Tidak bekerja Rupiah/bulan Rupiah/bulan Rupiah
Rasio Rasio Rasio Ordinal
Responden
Ayah atau Ibu
Ordinal Rasio Rasio Rasio
Tahun [1]Laki-laki, [2]Perempuan -
Rasio Nominal Ordinal Ordinal
Kapita/bulan
Ordinal
Skor
Rasio
Skor Skor
Rasio Rasio
Ibu atau Anak
Ayah atau Ibu
Ayah dan Ibu Ibu dan Anak
Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian Sebelum melakukan pengolahan maka diperlukan cara untuk mengukur dan menilai variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Pengukuran dan penilian variabel penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut: a.
Kesejahteraan Keluarga Kesejahteraan keluarga diukur melalui dua sisi, yaitu objektif dan subjektif. Kesejahteraan objektif menggunakan indikator BPS dan a simple poverty scorecard for Indonesia (Chen & Schreiner 2009). Kesejahteraan subjektif menggunakan kuesioner yang dimodifikasi oleh peneliti. Pengukuran kesejahteraan objektif berdasarkan indikator BPS, yaitu dengan cara membandingkan pendapatan per kapita keluarga dengan garis kemiskinan perdesaan untuk daerah Indonesia pada bulan Maret 2013, yaitu sebesar Rp253 273. Jika pendapatan per kapita ≤Rp253 273 maka keluarga tersebut termasuk kategori miskin. Jika pendapatan per kapita Rp253 274 sampai Rp506 645 maka keluarga tersebut termasuk kategori hampir tidak miskin. Jika pendapatan per kapita ≥Rp506 646 maka keluarga tersebut termasuk kategori tidak miskin. Indikator a simple poverty scorecard for Indonesia menggunakan 10 item pertanyaan dengan masing-masing pertanyaan memiliki bobot nilai yang berbeda (Lampiran 4). Jika total nilai yang diperoleh mendekati nol maka keluarga tersebut memiliki kemungkinan besar berada di bawah garis kemiskinan, sedangkan jika total nilai yang diperoleh mendakati 100 maka kecil kemungkinan keluarga tersebut berada di bawah garis kemiskinan (Chen & Schreiner 2009).
7
Kesejahteraan subjektif keluarga menggunakan kuesioner dengan jumlah pernyataan sebanyak 40 item yang dimodifikasi dari Iskandar (2007), Puspitawati (2009), dan Fistianty (2012). Kesejahteraan subjektif terbagi menjadi 5 dimensi, yaitu fisik (6 pernyataan), ekonomi (15 pernyataan), sosial (9 pernyataan), psikologis (5 pernyataan), dan spiritual (5 pernyataan). Masing-masing pernyataan disediakan 5 jawaban dengan skor 1 untuk jawaban “sangat tidak puas”, skor 2 untuk jawaban “tidak puas”, skor 3 untuk jawaban “biasa saja”, skor 4 untuk jawaban “puas”, dan skor 5 untuk jawaban “sangat puas”. Kesejahteraan subjektif diambil dari dua sisi, yaitu ayah dan ibu yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya dengan Cronbach’s alpha untuk kesejahteraan ayah sebesar 0.874 sedangkan untuk kesejahteraan ibu sebesar 0.892. Skor yang diperoleh akan ditransformasikan ke dalam bentuk indeks dan kemudian dikelompokkan menjadi 3, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. b. Kesejahteraan Anak Kesejahteraan anak diperoleh menggunakan kuesioner Microdata Child Well-Being Index (Moore et al. 2008) dan dimodifikasi oleh peneliti. Indikator ini menggunakan dimensi fisik (9 pertanyaan), psikologis (6 pertanyaan), sosial (11 pertanyaan), dan pendidikan/intelektual (6 pertanyaan). Sehingga jumlah pertanyaan sebanyak 32 pertanyaan. Masing-masing pertanyaan disediakan dua jawaban dengan skor 1 untuk jawaban “tidak” dan 2 untuk jawaban “ya”. Sehingga diperoleh nilai minimum sebesar 32 dan maksimum sebesar 64. Nilai Cronbach’s alpha kesejahteraan anak sebesar 0.342. Pertanyaan dimensi fisik nomor 3, 4, dan 5, dimensi psikologis nomor 4, dimensi sosial nomor 9, 10, dan 11, serta dimensi pendidikan nomor 1, 2, dan 3 skornya dikonversi. Selanjutnya skor yang diperoleh dijumlahkan, sehingga akan didapatkan total skor. Skor yang diperoleh akan ditransformasikan ke dalam bentuk indeks dan kemudian dikelompokkan menjadi 3, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Berikut ini cut off yang digunakan untuk mengelompokkan kesejahteraan subjektif keluarga dan anak berdasarkan Khomsan (2000), yaitu: a. Rendah : 0% - 59% b. Sedang : 60% - 80% c. Tinggi : 81% - 100% Pengolahan dan Analisis Data Data yang terkumpul akan dianalisis secara deskriptif dan inferensia melalui proses editing, coding, entrying, scoring, dan cleaning data. Selanjutnya data dianalisis sesuai dengan tujuan dari penelitian. Berikut ini analisis yang digunakan: a. Analisis deskriptif. Analisis ini digunakan untuk menjelaskan karakteristik keluarga (besar keluarga, usia ayah dan ibu, lama pendidikan ayah dan ibu, pekerjaan ayah dan ibu, pendapatan dan pengeluaran keluarga, serta aset), karakteristik anak (usia, jenis kelamin, urutan kelahiran, dan tingkat pendidikan), kesejahteraan keluarga, dan kesejahteraan anak. b. Uji beda Independent Sample T-Test. Uji ini digunakan untuk melihat perbedaaan kesejahteraan keluarga pada keluarga petani pemilik dan petani bukan pemilik.
8
c. d.
Uji beda Paired Sample T-Test. Uji ini digunakan untuk melihat perbedaan kesejahteraan subjektif ayah dan ibu. Uji korelasi Pearson. Uji ini digunakan untuk menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga dan anak dengan kesejahteraan objektif keluarga, kesejahteraan subjektif ayah dan ibu, dan kesejahteraan anak. Definisi Operasional
Karakteristik keluarga adalah gambaran mengenai keluarga yang terdiri dari besar keluarga, usia ayah dan ibu, lama pendidikan ayah dan ibu, pendapatan dan pengeluaran keluarga, pekerjaan ayah dan ibu, serta aset. Usia ayah dan ibu adalah satuan waktu yang dihitung berdasarkan tanggal lahir dan dinyatakan dalam tahun. Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Lama pendidikan ayah dan ibu adalah lamanya ayah dan ibu menempuh pendidikan formal yang dinyatakan dalam tahun. Pekerjaan ayah dan ibu adalah jenis kegiatan yang dilakukan oleh ayah dan ibu yang dapat menambah pemasukan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pendapatan keluarga adalah jumlah pendapatan yang diterima keluarga baik itu dari ayah, ibu, maupun anggota keluarga lainnya, serta dinyatakan dalam rupiah per bulan. Pengeluaran keluarga adalah jumlah pengeluaran makanan dan non-makanan yang dikeluarkan oleh keluarga tidak termasuk konsumsi untuk usaha dan untuk pemberian yang dinyatakan dalam rupiah per bulan. Aset adalah barang-barang yang dimiliki keluarga yang dapat ditukarkan dengan uang ketika dibutuhkan yang terdiri dari kendaraan, ternak, alat elektonik, alat rumah tangga, dan mebel serta dinyatakan dalam rupiah. Karakteristik anak adalah gambaran mengenai diri anak yang terdiri dari usia, jenis kelamin, urutan kelahiran, dan tingkat pendidikan anak. Usia anak adalah satuan waktu dihitung berdasarkan tanggal lahir anak serta masih berstatus sebagai siswa di sekolah dasar. Jenis kelamin anak adalah status anak yang dikelompokkan menjadi laki-laki dan perempuan. Urutan kelahiran anak adalah status ketika anak lahir menjadi anggota keluarga sebagai anak tunggal, anak sulung, anak tengah, atau anak bungsu. Tingkat pendidikan anak adalah lamanya anak telah menempuh pendidikan formal. Kesejahteraan objektif keluarga adalah kondisi ketika keluarga dapat memenuhi kebutuhannya yang diukur dengan membandingkan jumlah pendapatan keluarga per kapita dengan garis kemiskinan BPS yang dinyatakan dalam kapita per bulan dan menggunakan indikator a simple poverty scorecard for Indonesia. Kesejahteraan subjektif keluarga adalah kondisi ketika keluarga merasakan kepuasan dalam dimensi fisik, ekonomi, sosial, psikologis, dan spiritual. Kesejahteraan anak adalah kesejahteraan yang menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan dari segi fisik, psikologis, sosial, dan pendidikan anak.
9
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Cibungbulang merupakan salah satu kecamatan di Wilayah Kabupaten Bogor yang memiliki luas sekitar 32.42 Km2 dan berada pada ketinggian tanah ±300 meter di atas permukaan laut. Desa Ciaruteun Ilir merupakan salah satu dari 15 desa yang terdapat di Kecamatan Cibungbulang. Desa Ciaruteun Ilir memiliki 4 dusun yang terbagi ke dalam 10 Rukun Warga (RW), yaitu Kampung Pabuaran, Tegal Salam, Ciaruteun Ilir, Tutul, Munjul, Muara Jaya, Wangun Jaya, Cikarang, Padati Mondok, dan Bubulak. Sepuluh RW tersebut dibagi menjadi 35 Rukun Tetangga (RT) dengan jumlah penduduk sebanyak 10 140 orang serta jumlah petani sebanyak 3 104 orang. Karakteristik Keluarga dan Anak Karakteristik keluarga Rata-rata usia ayah adalah 42.54 tahun dan ibu adalah 37.43 tahun (Tabel 2). Berdasarkan kategori usia menurut Papalia et al. (2009), maka rata-rata usia ayah berada ditahap dewasa madya (41-65 tahun) dan rata-rata usia ibu berada ditahap dewasa muda (20-40 tahun). Rata-rata lama pendidikan ayah 5.48 tahun dan ibu 5.64 tahun (Tabel 2), lebih dari separuh ibu (53 persen) dan 45 persen ayah memiliki pendidikan tamat SD. Rata-rata besar keluarga adalah 5 orang dengan jumlah minimum dalam satu keluarga sebanyak 3 orang dan maksimum sebanyak 9 orang, sebanyak 54 persen keluarga memiliki besar keluarga sebanyak 4 orang. Berdasarkan kriteria BKKBN, maka termasuk kategori keluarga kecil. Tabel 2 Sebaran keluarga berdasarkan karakteristik keluarga dan karakteristik anak Variabel Karakteristik keluarga - Usia ayah (tahun) - Usia ibu (tahun) - Lama pendidikan ayah (tahun) - Lama pendidikan ibu (tahun) - Besar keluarga (orang) - Pendapatan per bulan (Rp) - Pendapatan per kapita (Rp) - Pengeluaran per bulan (Rp) - Pengeluaran per kapita (Rp) - Aset (Rp) Karakteristik anak - Usia anak (tahun) - Lama pendidikan anak (tahun)
Minimum
Maksimum
Rataan
±
SD
28 24 0 0 3 516 667 112 667 941 031 185 033 8 901 833
63 61 12 16 9 9 708 333 2 314 583 6 419 833 1 117 007 282 651 417
42.54 37.43 5.48 5.64 5 2 834 584 623 145 2 164 888 473 690 35 986 362
± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
7.689 7.171 2.435 2.460 1.236 2 026 294.32 447 276.32 825 709.33 178 958.65 34 575 712.55
6 1
12 6
9.79 3.52
± ±
1.653 1.685
Sebanyak 55 persen ayah bekerja sebagai petani pemilik, 40 persen bekerja sebagai petani penggarap, dan 5 persen bekerja sebagai buruh. Hampir satu per tiga ibu (30 persen) tidak bekerja. Sisanya (70 persen) ibu memiliki pekerjaan di luar rumah yang terbagi menjadi dua bidang, bidang pertanian dan non-pertanian. Jenis pekerjaan yang dilakukan ibu di bidang pertanian seperti mengikat sayur dan membantu ayah bekerja di kebun sebanyak 54 persen, sedangkan ibu yang bekerja di bidang non-pertanian seperti pedagang, karyawan, guru, membantu kelahiran, pembantu rumah tangga, kader posyandu, dan memberikan kredit sebanyak 16
10
persen. Lebih dari separuh ayah (57 persen) memiliki pekerjaan tambahan seperti pedagang, buruh bangunan, ojek, supir, peternak, dan mengontrakkan lahan. Pendapatan rata-rata keluarga selama satu bulan sebesar ±Rp2 834 584 dengan rata-rata pengeluaran keluarga selama satu bulan sebesar ±Rp2 164 888. Rata-rata aset (tidak termasuk tabungan dan kepemilikan lahan) yang dimiliki sebesar ±Rp35 986 362 (Tabel 2). Karakteristik anak Karakteristik anak terdiri dari usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian, Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata usia anak adalah 9.79 tahun dan 27 persen anak berusia 11 tahun. Sebanyak 53 persen anak berjenis kelamin laki-laki dan 47 persen berjenis kelamin perempuan. Sebanyak 27 persen anak berada ditingkat kelas 5 SD. Kesejahteraan Keluarga Kesejahteraan Objektif Kesejahteraan objektif dapat dilihat dengan menggunakan standar tertentu yang relatif baku, seperti pendapatan per kapita dengan mengasumsikan terhadap tingkat kebutuhan fisik untuk hidup layak (Sunarti 2006). Penelitian ini melihat kesejahteraan objektif dengan menggunakan indikator BPS dan indikator a simple poverty scorecard for Indonesia. a. Indikator BPS BPS menetapkan kriteria dalam menentukan status kemiskinan, yaitu dengan menggunakan garis kemiskinan. Keluarga dikatakan miskin, jika pendapatan per kapita yang diperoleh berada di bawah garis kemiskinan. Garis Kemiskinan (GK) yang digunakan merupakan GK Indonesia pada Maret 2013 yaitu sebesar Rp253 273. Berdasarkan Tabel 2, pendapatan per kapita minimum sebesar ±Rp112 667 dan maksimum sebesar ±Rp2 314 583. Tabel 3 Sebaran keluarga berdasarkan kriteria BPS Kategori Miskin (≤Rp253 273) Hampir miskin (Rp253 274 – Rp506 645) Tidak miskin (≥Rp506 646) Total Rata-rata (Rp/bln/kap) p-value
Petani pemilik n % 9 16.4 10 18.2 36 65.4 55 100.0 737 089
Petani bukan pemilik n % 11 24.4 20 44.5 14 31.1 45 100.0 483 879 0.004**
Total n % 20 20.0 30 30.0 50 50.0 100 100.0 623 145
ket : *)signifikan pada p<0.05; **)signifikan pada p<0.01
Pada penelitian ini, keluarga dengan pendapatan per kapita di bawah GK sebanyak 20 persen. Artinya bahwa, sebanyak 1 dari 5 keluarga termasuk ke dalam kategori miskin. Berdasarkan uji beda, terdapat perbedaan yang signifikan pada pendapatan per kapita antara petani pemilik dan keluarga petani bukan pemilik. Rata-rata skor pendapatan per kapita petani pemilik (Rp737 089) lebih tinggi dibandingkan petani bukan pemilik (Rp483 879). Kelompok petani bukan pemilik memiliki persentase jumlah lebih banyak yang tergolong kategori miskin (Tabel 3).
11
b.
Indikator A Simple Poverty Scorecard for Indonesia (SPSI) SPSI digunakan untuk memperkirakan tingkat kemiskinan dengan melihat skor yang diperoleh keluarga (Chen & Schreiner 2009). Semakin kecil total skor (mendekati nol) yang diperoleh mengindikasikan bahwa keluarga tersebut memiliki kemungkinan besar untuk mengalami masalah kemiskinan. Berdasarkan hasil uji beda, terdapat perbedaan yang signifikan pada rata-rata skor SPSI antara petani pemilik dengan petani bukan pemilik. Rata-rata skor SPSI petani pemilik lebih tinggi (44.44) dari pada petani bukan pemilik (38.76) (Tabel 4). Sebanyak 30.91 persen kelompok petani pemilik memiliki skor di atas 50, sedangkan pada kelompok petani bukan pemilik hanya 15.56 persen. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah kelompok keluarga petani pemilik memiliki kemungkinan mengalami masalah kemiskinan lebih kecil dibandingkan kelompok keluarga petani bukan pemilik. Perbedaan antara petani pemilik dan petani bukan pemilik terlihat dari beberapa indikator yang berada di dalam SPSI. Indikator SPSI memiliki skor yang berbeda dan beberapa item pertanyaan memiliki skor yang cukup tinggi (Lampiran 4). Tabel 4 Sebaran keluarga berdasarkan kriteria SPSI Skor 0-10 11-20 21-30 31-40 41-50 51-60 61-70 71-80 Total Rata-rata (Skor) p-value
Petani pemilik Petani bukan pemilik n % n % 0 0.00 1 2.22 1 1.82 3 6.67 6 10.90 4 8.89 14 25.46 18 40.00 17 30.91 12 26.67 13 23.63 7 15.56 2 3.64 0 0.00 2 3.64 0 0.00 55 100.00 45 100.00 44.44 38.76 0.020*
Total n
%
1 4 10 32 29 20 2 2 100
1.00 4.00 10.00 32.00 29.00 20.00 2.00 2.00 100.00 41.85
ket : *)signifikan pada p<0.05; **)signifikan pada p<0.01
Pada kelompok petani pemilik, sebanyak 32.8 persen dalam satu keluarga memiliki 3 atau lebih anggota keluarga yang memiliki pekerjaan, sedangkan pada petani bukan pemilik hanya sebanyak 22.2 persen. Semakin banyak jumlah anggota keluarga yang bekerja akan menaikkan skor dan pertanyaan ini memiliki skor yang cukup tinggi. Selanjutnya pertanyaan yang memiliki skor yang cukup tinggi yaitu mengenai lantai rumah. Pada kelompok petani pemilik, seluruhnya sudah menggunakan lantai yang bukan tanah, sebaliknya pada kelompok petani bukan pemilik masih ada yang menggunakan lantai berupa tanah. Begitu juga dengan kepemilikan kulkas dan kendaraan bermotor, akan memberikan kontribusi skor yang cukup tinggi. Pada kelompok petani pemilik hampir setengah memiliki kulkas (43.6 persen) dan kendaraan bermotor (49.1 persen). Sedangkan pada kelompok petani bukan pemilik hanya 24 persen dan 26.7 persen yang memiliki kulkas dan kendaraan bermotor (Tabel 5). Kesejahteraan Subjektif Kesejahteraan subjektif keluarga dilihat berdasarkan dua sisi, yaitu ayah (KSA) dan ibu (KSI). Nilai minimum KSA sebesar 38 dan nilai maksimum sebesar 74. Berdasarkan uji beda tidak terdapat perbedaan antara KSA dan KSI (Tabel 6). Rata-rata KSA (54.59) dan KSI (53.90). Nilai minimum KSI sebesar 34
12
dan nilai maksimum sebesar 69. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar ayah dan ibu (75 dan 77 persen) merasa kurang sejahtera (Tabel 6). Tabel 5 Sebaran keluarga berdasarkan pertanyaan dalam indikator SPSI No
Indikator
1
Jumlah anggota keluarga - ≥6 orang - 5 orang - 4 orang - 3 orang Jumlah anggota keluarga yang masih sekolah - Tidak semua/tidak ada anak usia 5-18 tahun - Semua Jumlah anggota keluarga yang memiliki pekerjaan - Satu atau dua - Tiga - Empat atau lebih Sumber air minum - Sungai - Sumur - PAM/PDAM Kepemilikan toilet - Tidak ada - Ada, toilet jongkok Lantai rumah - Tanah - Bukan tanah Langit-langit rumah - Bambu/tidak ada - Beton, kayu, gips, asbes Kepemilikan kulkas - Tidak ada - Ada Kepemilikan kendaraan bermotor - Tidak ada - Ada Kepemilikan televisi - Tidak ada - Ada
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Petani pemilik n %
Petani bukan pemilik n %
13 13 25 4
23.6 23.6 45.5 7.3
9 11 20 5
20.0 24.4 44.4 11.1
20 35
36.4 63.6
16 29
35.6 64.6
37 15 3
67.3 27.3 5.5
35 8 2
77.8 17.8 4.4
1 54 0
1.8 98.2 0.0
0 44 1
0.0 97.8 2.2
28 27
50.9 49.1
28 17
62.2 37.8
0 55
0.0 100
2 43
4.4 95.6
31 24
56.4 43.6
36 9
80.0 20.0
30 25
54.6 45.4
34 11
75.6 24.4
28 27
50.9 49.1
33 12
73.3 26.7
1 54
1.8 98.2
7 38
15.6 84.4
Berdasarkan Tabel 7 rata-rata skor yang diperoleh pada masing-masing dimensi berada di bawah skor 60, sehingga menyebabkan banyaknya ayah dan ibu yang merasa kurang sejahtera. Jika dilihat berdasarkan indikator masing-masing dimensi, baik ayah maupun ibu masih banyak yang merasa kurang puas dengan beberapa indikator yang menyebabkan perolehan skor kesejahteraan subjektif menjadi rendah. Pada dimensi fisik, ayah dan ibu kurang puas dengan fasilitas dan kebersihan lingkungan rumah. Pada dimensi ekonomi, ayah dan ibu kurang puas dengan harga barang saat ini karena mahal. Pada dimensi sosial ayah merasa kurang puas dengan komunikasi dengan keluarga luas dan ibu merasa kurang puas dengan keterlibatan dalam kegiatan dilingkungan tempat tinggal. Pada dimensi psikologis, ayah merasa kurang puas dengan pekerjaan yang dilakukannya saat ini dan ibu merasa kurang puas dengan pengelolaan alokasi waktu. Pada dimensi spiritual, baik ayah dan ibu merasa kurang puas dengan kondisi masa depan.
13
Tabel 6 Sebaran kesejahteraan subjektif ayah dan ibu berdasarkan kelompok petani Kesejahteraan Subjektif Ayah
Ibu
Kategori
Rendah (<60) Sedang (60-80) Tinggi (>80) Total Rata-rata (Skor) p-value Rendah (<60) Sedang (60-80) Tinggi (>80) Total Rata-rata (Skor) p-value
Petani pemilik n % 37 67.3 18 32.7 0 0.0 55 100.0 55.92 41 74.6 14 25.4 0 0.0 55 100.0 55.33
Petani bukan pemilik n % 38 84.4 7 15.6 0 0.0 45 100.0 52.97 0.051 36 80.0 9 20.0 0 0.0 45 100.0 52.15 0.036*
Total
p-value
n % 75 75.0 25 25.0 0 0.0 100 100.0 54.59 77 77.0 23 23.0 0 0.0 100 100.0 53.90
0.437
ket : *)signifikan pada p<0.05; **)signifikan pada p<0.01
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada KSA antara keluarga petani pemilik dengan keluarga petani bukan pemilik (Tabel 6) dengan rata-rata skor KSA pada kelompok petani pemilik (55.92) dan kelompok petani bukan pemilik (52.97). Sebaliknya, terdapat perbedaan yang signifikan pada KSI antara kelompok petani pemilik dengan kelompok petani bukan pemilik. Rata-rata skor KSI pada kelompok petani pemilik lebih tinggi (55.33) dari pada kelompok petani bukan pemilik (52.15). Tabel 7 Rataan skor kesejahteraan subjektif berdasarkan dimensi Dimensi Ayah -Fisik -Ekonomi -Sosial -Psikologis -Spiritual Ibu -Fisik -Ekonomi -Sosial -Psikologis Spiritual
Pemilik Min-max Rataan
Bukan pemilik Min-max Rataan
Total Min-max
Rataan
29.17-75.00 30.00-73.33 35.00-82.50 35.00-80.00 30.00-75.00
54.77 54.06 55.41 61.18 54.18
33.33-79.17 30.00-68.33 30.00-67.50 25.00-80.00 35.00-75.00
53.52 47.41 52.72 57.67 53.56
29.17-79.17 30.00-73.00 30.00-82.50 25.00-80.00 30.00-75.00
54.21 51.07 54.20 59.60 53.90
33.33-75.00 28.33-73.33 30.56-75.00 35.00-75.00 35.00-85.00
52.35 51.79 56.62 61.18 54.73
25.00-66.67 28.33-68.33 38.89-75.00 25.00-75.00 30.00-75.00
48.98 47.89 55.43 57.67 50.78
25.00-75.00 28.33-73.33 30.56-75.00 25.00-75.00 30.00-85.00
50.83 50.03 56.08 59.60 52.95
ket : *)signifikan pada p<0.05; **)signifikan pada p<0.01
Berdasarkan hasil uji sebelumnya (Tabel 6), tidak terdapat perbedaan kesejahteraan subjektif ayah dan ibu. Hal tersebut disebabkan hanya satu dimensi saja yang berbeda antara ayah dan ibu, yaitu dimensi fisik (Tabel 8) Perbedaan tersebut dapat dilihat dari indikator yang berada pada dimensi fisik. Hanya 14 persen ibu yang mengaku puas dengan fasilitas rumah yang dimiliki keluarga, sedangkan 28 persen ayah mengaku puas. Selanjutnya, hanya 13 persen ibu mengaku puas dengan kondisi kebersihan lingkungan rumah, sedangkan 27 persen ayah mengaku puas.
14
Tabel 8 Uji beda kesejahteraan subjektif ayah dan ibu Dimensi
P-value 0.012* 0.414* 0.113* 1.000* 0.437*
Fisik Ekonomi Sosial Psikologis Spiritual
Kesejahteraan Anak Kesejahteraan anak merupakan suatu kondisi dimana pertumbuhan dan perkembangan jasmani, rohani, maupun sosial anak dapat berjalan secara optimal. Capaian kondisi tersebut tidak hanya dari usaha anak sendiri, namun terdapat faktor eksternal yang juga memengaruhinya, yakni keluarga, termasuk pekerjaan orang tua. Rata-rata nilai kesejahteraan anak sebesar 77.97 dengan nilai minimum sebesar 53 dan nilai maksimum sebesar 93. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah (57 persen) responden anak, kesejahteraannya termasuk kategori sedang (Tabel 9). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kesejahteraan anak keluarga petani pemilik dan anak keluarga petani bukan pemilik (Tabel 9). Tabel 9 Sebaran kesejahteraan anak berdasarkan kelompok petani Kategori Rendah (<60) Sedang (60-80) Tinggi (>80) Total Rata-rata (Skor) p-value
Petani pemilik n % 3 5.5 29 52.7 23 41.8 55 100.0 77.74
Petani bukan pemilik n % 0 0.0 28 62.2 17 37.8 45 100.0 78.26 0.733
Total n
% 3 3.0 57 57.0 40 40.0 100 100.0 77.97
ket : *)signifikan pada p<0.05; **)signifikan pada p<0.01
Cukup banyaknya anak yang memiliki kesejahteraan dengan kategori sedang karena ada beberapa indikator yang tidak dapat dipenuhi oleh anak, yang menyebabkan perolehan skor kesejahteraan menjadi rendah. Pada Tabel 10 terlihat bahwa rataan kesejahteraan anak dimensi pendidikan memiliki rataan terendah. Jika dilihat secara keseluruhan maka indikator mengenai kesulitan belajar pada dimensi pendidikan memiliki persentase terendah, yang artinya sebanyak 90 persen anak mengaku mengalami kesulitan belajar pada beberapa mata pelajaran. Pada dimensi fisik persentase terendahnya terdapat pada indikator anak mau makan berbagai jenis makanan sehat, yaitu sebanyak 82 persen. Pada dimensi psikologis, sebanyak 75 persen anak mengaku sudah mampu mengutarakan perasaan yang dirasakannya. Pada dimensi sosial, sebanyak 63 persen anak mengaku suka mengejek temannya. Tabel 10 Rataan skor kesejahteraan anak berdasarkan dimensi Dimensi Fisik Psikologis Sosial Pendidikan
Pemilik Min-max Rataan 55.56-88.89 82.22 33.33-100.00 86.06 45.45-90.91 73.89 50.00-83.33 68.79
Bukan pemilik Min-max Rataan 66.67-88.89 85.43 33.33-100.00 84.81 36.36-100.00 73.54 50.00-100.00 69.26
Total Min-max Rataan 55.56-88.89 83.67 33.33-100.00 85.50 36.36-100.00 73.73 50.00-100.00 69.00
P-value 0.036** 0.712** 0.819** 0.855**
Tabel 11 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada kesejahteraan anak antara keluarga miskin dengan tidak miskin. Baik pada
15
keluarga miskin (60 persen) dan tidak miskin (56.2 persen), persentase terbanyak kesejahteraan anak terkategori sedang. Baik pada anak keluarga petani pemilik dan keluarga tidak miskin terdapat anak yang kesejahteraannya terkategori rendah. Hal tersebut karena anak tidak mampu memenuhi indikator kesejahteraan seperti, anak menggosok gigi kurang dari dua kali sehari, anak memiliki penyakit menahun (kulit), anak tidak mau makan berbagai jenis makanan yang sehat, anak kurang percaya diri, anak kurang mampu bergaul dengan teman sebayanya, anak pernah tinggal kelas (karena sakit), anak mengalami kesulitan belajar, dan orang tua kurang membantu anak dalam mengatasi kesulitan belajar. Tabel 11 Sebaran kesejahteraan anak menurut kesejahteraan BPS BPS Kesejahteraan anak
Miskin n
Rendah (<60) Sedang (60-80) Tinggi (>80) Total p-value
% 0 12 8 20
0.0 60.0 40.0 100.0 0.785
Tidak Miskin n % 3 3.8 45 56.2 32 40.0 80 100.0
Total n 3 57 40 100
% 3.0 57.0 40.0 100.0
ket : *)signifikan pada p<0.05; **)signifikan pada p<0.01
Hubungan antar Variabel Faktor-faktor yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga a. Objektif (indikator a simple poverty scorecard for Indonesia) Berdasarkan Tabel 12, besar keluarga dan pekerjaan ayah berhubungan negatif signifikan dengan kesejahteraan objektif. Hal tersebut menunjukkan bahwa kesejahteraan objektif akan semakin meningkat ketika besar keluarga yang dimiliki sedikit dan ayah bekerja sebagai petani pemilik, sedangkan pendidikan ayah, pendapatan dan pengeluaran keluarga, serta aset berhubungan positif signifikan dengan kesejahteraan objektif. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingginya pendidikan ayah, pendapatan dan pengeluaran keluarga, serta aset yang dimiliki akan meningkatkan kesejahteraan objektif. b.
Subjektif Berdasarkan Tabel 12, pendapatan dan pengeluaran keluarga, aset, serta kesejahteraan objektif berhubungan positif signifikan dengan KSA. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingginya pendapatan dan pengeluaran keluarga, aset, dan kesejahteraan objektif yang dimiliki akan meningkatkan KSA. Tabel 12 juga menjelaskan bahwa, pekerjaan ayah dan ibu berhubungan negatif signifikan dengan KSI. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi ayah yang bekerja sebagai petani pemilik dan ibu tidak bekerja, akan meningkatkan KSI. Sebaliknya, pekerjaan ibu berhubungan positif tapi tidak signifikan dengan KSA. Terdapat juga hubungan positif signifikan antara pendapatan dan pengeluaran keluarga dengan KSI. Artinya, pendapatan dan pengeluaran yang tinggi akan meningkatkan KSI.
16
Tabel 12 Hasil uji korelasi Pearson karakteristik keluarga, karakteristik anak, kesejahteraan objektif keluarga, KSA, dan KSI Variabel Karakteristik keluarga - Usia ayah (tahun) - Usia ibu (tahun) - Besar keluarga (orang) - Lama pendidikan ayah (tahun) - Lama pendidikan ibu (tahun) - Pekerjaan ayah (0: pemilik, 1: bukan pemilik) - Pekerjaan ibu (0: tidak bekerja,1: bekerja) - Pekerjaan tambahan ayah (0: tidak ada, 1: ada) - Pendapatan keluarga (Rp/bln) - Pengeluaran keluarga (Rp/bln) - Aset (Rp) Karakteristik anak - Usia (tahun) - Jenis kelamin (0: laki-laki; 1: perempuan) - Lama pendidikan (tahun) Kesejahteraan objektif - Indikator BPS (Rp/bln/kap) - Indikator SPSI (skor)
Kesejahteraan objektif
KSA
KSI
-0.033** 0.096** -0.544** 0.240** 0.140** -0.232** 0.036** 0.118** 0.256** 0.269** 0.223**
0.120** 0.080** -0.150** 0.061** -0.061** -0.196** 0.089** 0.062** 0.239** 0.300** 0.288**
-0.099** -0.116** 0.029** 0.117** 0.054** -0.021** -0.226** 0.028** 0.214** 0.197** 0.106**
-
-0.023** -0.064** 0.010**
-0.019** -0.144** 0.137**
-
0.269** 0.435**
0.219** 0.181**
ket : *)signifikan pada p<0.05; **)signifikan pada p<0.01
Hubungan antara karakteristik keluarga dan anak dengan kesejahteraan anak Berdasarkan Tabel 13, lama pendidikan ibu berhubungan positif signifikan dengan kesejahteraan anak. Hal tersebut menunjukkan bahwa ibu yang memiliki pendidikan tinggi akan meningkatkan kesejahteraan anak. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pekerjaan ibu dan usia anak berhubungan negatif tidak signifikan dengan kesejahteraan anak. Selanjutnya jenis kelamin anak berhubungan positif tapi tidak signifikan dengan kesejahteraan anak. Tabel 13 Hasil uji korelasi Pearson karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kesejahteraan objektif keluarga dengan kesejahteraan anak Variabel Karakteristik keluarga - Usia ibu (tahun) - Besar keluarga (orang) - Lama pendidikan ayah (tahun) - Lama pendidikan ibu (tahun) - Pekerjaan ayah (0: pemilik, 1: bukan pemilik) - Pekerjaan ibu (0: tidak bekerja,1: bekerja) - Pendapatan keluarga (Rp/bln) - Aset (Rp) Karakteristik anak - Usia (tahun) - Jenis kelamin (0: laki-laki; 1: perempuan) - Lama pendidikan (tahun) Kesejahteraan objektif - Indikator BPS - Indikator SPSI ket : *)signifikan pada p<0.05; **)signifikan pada p<0.01
Kesejahteraan anak -0.022** 0.016** 0.142** 0.231** 0.035** -0.069** 0.013** 0.106** -0.015** 0.120** 0.034** 0.067** 0.129**
17
Hubungan antara kesejahteraan keluarga dengan kesejahteraan anak Berdasarkan Tabel 13, baik kesejahteraan objektif indikator BPS maupun indikator SPSI, berhubungan positif tapi tidak signifikan dengan kesejahteraan anak. Berbeda dengan kesejahteraan subjektif keluarga, Tabel 14 menunjukkan bahwa KSA berhubungan tapi tidak signifikan dengan kesejahteraan anak. Hal tersebut karena hanya ada satu dimensi saja yang berhubungan signifikan dengan kesejahteraan anak, yaitu KSA dimensi ekonomi dengan dimensi psikologis anak. Selanjutnya KSI berhubungan positif signifikan dengan kesejahteraan anak pada dimensi ekonomi, sosial dan spiritual. Artinya, bahwa anak akan semakin sejahtera ketika kesejahteraan ibu pada dimensi ekonomi, sosial, dan spiritual meningkat. Tabel 14 Hasil uji korelasi Pearson antara kesejahteraan subjektif keluarga dengan kesejahteraan anak Kesejahteraan Subjektif Ayah - Fisik - Ekonomi - Sosial - Psikologis - Spiritual Ibu - Fisik - Ekonomi - Sosial - Psikologis Spiritual
Fisik -0.028** 0.086** -0.007** -0.193** -0.091** 0.087** 0.025** -0.071** 0.019** 0.095** -0.025** 0.077**
Kesejahteraan anak Psikologis Sosial 0.085** 0.147** ** 0.034 -0.003** ** 0.213 0.176** ** -0.005 0.140** ** -0.082 0.129** ** 0.159 0.107** ** 0.210 0.249** ** 0.048 0.187** ** 0.306 0.281** ** 0.136 0.148** ** 0.054 0.160** ** 0.239 0.157**
Pendidikan -0.017** 0.081** -0.050** -0.038** -0.065** -0.013** 0.072** -0.065** 0.096** 0.127** 0.001* 0.108*
Total 0.094** 0.168** 0.168** -0.010** -0.042** 0.149** 0.257** 0.059** 0.332** 0.215** 0.091** 0.263**
ket : *)signifikan pada p<0.05; **)signifikan pada p<0.01
Pembahasan Kesejahteraan dapat menggambarkan kepuasan seseorang karena mengonsumsi pendapatan yang telah diperoleh (Ibrahim 2007). Penelitian ini mengukur kesejahteraan secara objektif dan subjektif. Pengukuran kesejahteraan objektif menggunakan indikator BPS dan a simple poverty scorecard for Indonesia (SPSI). BPS menggunakan konsep kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar untuk mengukur kemiskinan. Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach) (BPS 2013). Keluarga dikatakan miskin apabila pendapatan per kapita yang diperoleh berada di bawah garis kemiskinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan indikator BPS, sebagian besar keluarga telah memiliki pendapatan di atas garis kemiskinan. Adanya anggota keluarga lain yang turut membantu bekerja di sektor publik seperti ibu, dapat membantu keluarga menambah pendapatan. Hal ini sesuai dengan SPSI, semakin banyak anggota keluarga yang bekerja maka akan mengurangi kemungkinan keluarga tersebut untuk mengalami masalah kemiskinan. Selain itu, ayah juga memiliki pekerjaan tambahan selain di sektor pertanian. Hasil penelitian ini tidak seperti yang dikatakan Witrianto (2005) bahwa secara umum petani yang bertempat tinggal di perdesaan dan di daerah-daerah yang padat penduduk akan hidup di bawah garis kemiskinan.
18
Sebaliknya, berdasarkan indikator SPSI menunjukkan sebagian besar keluarga memiliki kemungkinan besar mengalami masalah kemiskinan. Adanya perbedaan tersebut karena indikator BPS melihat status kemiskinan berdasarkan pendapatan yang diperoleh dan besar keluarga, sedangkan indikator SPSI dengan melihat kondisi keluarga, tempat tinggal, dan kepemilikan aset (seperti motor dan televisi). Iskandar (2007) mengungkapkan bahwa perumahan dan lingkungan dapat dijadikan indikator kesejahteraan rakyat karena semakin baik fasilitas yang dimiliki maka dapat diasumsikan bahwa rumah tangga yang menempatinya akan semakin sejahtera. Hal tersebut karena aset merupakan salah satu sumber daya atau kekayaan yang dapat dijadikan alat pemuas kebutuhan. Pernyataan tersebut didukung dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa aset berhubungan positif signifikan dengan kesejahteraan objektif keluarga. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kesejahteraan objektif keluarga berdasarkan indikator SPSI berhubungan negatif dengan besar keluarga dan pekerjaan ayah. Keluarga akan lebih sejahtera ketika jumlah anggota keluarga yang dimiliki sedikit. Hasil ini sejalan dengan penelitian Elmanora (2011); Hartoyo & Aniri (2010); Muflikhati et al. (2010) yang menyatakan bahwa jumlah anggota keluarga yang lebih banyak akan memiliki beban kebutuhan yang lebih besar (Hartoyo & Aniri 2010). Ayah yang bekerja sebagai petani pemilik juga akan lebih sejahtera. Berdasarkan hasil penelitian, petani pemilik memiliki pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan petani bukan pemilik, sehingga petani pemilik akan lebih sejahtera dibandingkan petani bukan pemilik. Pendapatan yang tinggi memungkinkan keluarga untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara pendapatan keluarga dengan kesejahteraan objektif keluarga. Lama pendidikan ayah berhubungan positif signifikan dengan kesejahteraan objektif keluarga. Hal tersebut menunjukkan bahwa keluarga akan semakin sejahtera secara objektif ketika pendidikan ayah semakin tinggi. Hal ini karena ayah lebih mampu dalam mengelola sumber daya yang dimiliki keluarga dan memiliki kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dengan tingkat pendapatan yang lebih baik (Firdaus 2008; Kusumo 2009). Sesuai dengan hasil penelitian Puspitasari (2012), penelitian ini juga menunjukkan bahwa pengeluaran keluarga per bulan berhubungan positif signifikan dengan kesejahteraan objektif keluarga. Hal tersebut menunjukkan bahwa keluarga akan lebih sejahtera ketika pengeluaran keluarga tinggi. Pendapatan yang tinggi cenderung memiliki pengeluaran yang tinggi pula. Porsi pengeluaran dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan suatu masyarakat (Mangkuprawira 2009 dalam Firdaus 2008). Selain diukur secara objektif, kesejahteraan dapat diukur secara subjektif. Kesejahteraan subjektif adalah kepuasan yang dirasakan seseorang terhadap semua materi atau perilaku yang dilakukannya untuk mencapai tujuan hidup (Puspitawati 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesejahteraan subjektif ayah (KSA) berhubungan positif dengan pendapatan dan pengeluaran keluarga serta aset. Ayah akan merasa lebih sejahtera ketika pendapatan dan pengeluarannya tinggi. Ketika pendapatan yang diperoleh tinggi, maka beban ayah dalam memenuhi kebutuhan keluarganya berkurang, karena ayah merupakan pencari nafkah utama dalam keluarga. Selanjutnya, ayah akan merasa lebih sejahtera ketika aset yang dimiliki banyak. Hal tersebut karena aset dapat
19
dijadikan sebagai alat pemuas kebutuhan. Didukung dengan hasil penelitian, bahwa banyak ayah yang merasa kurang puas dengan fasilitas rumah. Hal tersebut juga menjadi salah satu yang menyebabkan skor KSA menjadi rendah. Selanjutnya, ayah akan merasa sejahtera ketika secara objektif keluarga tergolong kategori sejahtera atau tidak miskin. Keluarga yang sejahtera secara objektif menunjukkan bahwa keluarga tersebut memiliki kemungkinan kecil mengalami masalah kemiskinan dan memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya, sehingga beban yang dirasakan ayah dalam memenuhi kebutuhan keluarganya berkurang. Kesejahteraan subjektif ibu (KSI) berhubungan negatif signifikan dengan pekerjaan ibu. Ibu akan merasa lebih sejahtera ketika ibu sebagai ibu rumah tangga. Hal tersebut diduga karena ibu ingin lebih memfokuskan waktunya untuk keluarga dan mengurus rumah tangga. Ibu yang bekerja akan mengurangi waktunya untuk mengurus keluarga yang dapat menimbulkan kurangnya interaksi dengan keluarga. Hal ini ditunjukkan dengan hasil penelitian bahwa sebagian besar ibu yang bekerja mengaku tidak puas dengan hubungan yang harmonis antar anggota keluarga, komunikasi dengan pasangan, dan komunikasi dengan anak. Ibu yang bekerja akan memiliki tuntutan melebihi kapasitas dalam menanganinya, karena adanya keterbatasan waktu dalam sehari untuk melakukan semua aktivitas yang cenderung tidak terbatas. Selain itu, adanya tumpang tindih antara pekerjaan di luar rumah dengan pekerjaan di rumah (Puspitawati 2009). Berbeda dengan KSA, ibu yang bekerja dapat secara tidak langsung meningkatkan KSA. Hal tersebut dikarenakan ibu yang bekerja dapat menambah pendapatan keluarga, sehingga dapat mengurangi beban ayah dalam memenuhi kebutuhan anggota keluarga. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ketika ayah bekerja sebagai petani pemilik, pendapatan dan pengeluaran keluarga tinggi akan meningkatkan KSI. Hal ini ditunjukkan dengan hasil penelitian bahwa keluarga petani pemilik memiliki pendapatan yang lebih tinggi dan sebagian besar ibu yang berasal dari petani pemilik puas dengan pendapatan yang diperoleh. Pada penelitian ini, anak dikatakan sejahtera apabila skor yang diperoleh >80 persen, hampir setengah anak memiliki kesejahteraan dengan kategori sedang. Banyaknya anak yang terkategori sedang karena ada beberapa indikator yang tidak dipenuhi oleh anak. Indikator tersebut seperti anak tidak mau makan berbagai jenis makanan sehat seperti sayur. Sementara itu, anak pada usia sekolah dasar merupakan masa pertumbuhan yang membutuhkan asupan gizi yang cukup. Salah satu sumber asupan gizi berasal dari sayur. Sayuran merupakan salah satu makanan yang mudah didapatkan di daerah tersebut, karena komoditi utama pada daerah tersebut adalah sayur. Indikator selanjutnya adalah banyak anak yang merasa kesulitan dalam belajar. Berdasarkan tugas perkembangan Erik erikson, pada tahap ini anak sedang memasuki tahap perkembangan industry versus inferiority. Pada tahap ini, ketika anak tidak mampu mengembangkan diri baik dalam bidang akademik maupun non-akademik, maka akan muncul perasaan inferiority (rendah diri). Terdapat banyak faktor yang memengaruhi kesejahteraan anak, diantaranya faktor internal dan eksternal. Berdasarkan teori ekologi Bronfenbenner, lingkungan keluarga merupakan salah satu faktor yang berperan dalam kehidupan anak. Contoh lingkungan keluarga seperti usia ayah dan ibu, pendidikan ayah dan ibu, pekerjaan ayah dan ibu, pendapatan dan pengeluaran keluarga, serta aset yang
20
dimiliki. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa kesejahteraan anak berhubungan positif signifikan dengan lama pendidikan ibu. Hal tersebut menunjukkan bahwa anak akan lebih sejahtera ketika memiliki ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Perempuan adalah aktor pencetak sumber manusia, aktor utama dalam pendidikan karakter anak, dan pelaksana sosialisasi kemandirian anak (Puspitawati 2013). Oleh karena itu pendidikan perempuan sangat penting agar dapat melaksanakan tugas-tugas tersebut. Philips (2002) menyatakan bahwa pendidikan orang tua berpengaruh terhadap outcome anak. Anak yang berasal dari orang tua yang memiliki pendidikan lebih tinggi biasanya akan memiliki kualitas dan kesejahteraan yang lebih tinggi dibandingkan anak yang berasal dari orang tua yang berpendidikan rendah. Sejalan dengan penelitian Clair (2010), hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa KSI berhubungan positif signifikan terhadap kesejahteraan anak. Hal tersebut menunjukkan bahwa anak akan lebih sejahtera ketika memiliki ibu dengan kesejahteraan subjektif yang tinggi. Hal ini karena seorang anak dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan sosial secara langsung, salah satunya adalah orang tua (Hastuti 2009). Selain itu, anak lebih sering berinteraksi dengan ibu dibandingkan dengan ayah. Seringnya berinterkasi dengan ibu karena berdasarkan fungsi keluarga, peran mengasuh anak dominan dilakukan oleh ibu. Kesejahteraan anak baik pada kelompok miskin dan tidak miskin sebagian besar terkategori sedang. Hal tersebut menunjukkan bahwa bukan hanya ekonomi yang menjadi faktor penentu kesejahteraan anak tapi terdapat faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini, seperti alokasi waktu pengasuhan (Engel et al. dalam Hastuti 2009). Selain itu disebutkan juga bahwa konflik keluarga, lemahnya ikatan emosi kepada orang tua, disorganisasi atau perpecahan keluarga, dan kelemahan berkomunikasi antar keluarga akan menentukan bagaimana kualitas anak akan terbentuk (Hastuti 2009). Hasil penelitian Asih (2012) menunjukkan bahwa anak perempuan memiliki kesejahteraan lebih tinggi, karena anak perempuan lebih bisa mengembangkan komponen kesejahteraannya lebih baik pada usia ini. Pada penelitian ini hanya menunjukkan adanya hubungan yang positif tapi tidak signifikan antara jenis kelamin dengan kesejahteraan anak. Semakin bertambahnya usia maka tugas perkembangan yang harus dipenuhi semakin banyak. Sehingga untuk mencapai kesejahteraan akan semakin sulit. Pada penelitian ini, hanya menunjukkan adanya hubungan yang negatif tapi tidak signifikan antara usia anak dengan kesejahteraan anak. Selanjutnya, anak akan lebih sejahtera ketika ibu tidak bekerja. Hal tersebut disebabkan ibu yang bekerja akan memiliki kegiatan yang tumpang tindih antara pekerjaan di luar rumah dengan pekerjaan di rumah. Dengan demikian, waktu ibu untuk mengasuh dan berinteraksi dengan anak akan berkurang. Penelitian Asih (2012) menunjukkan bahwa interaksi antara orang tua dan anak akan membantu meningkatkan kesejahteraan anak. Interaksi antara orang tua dan anak akan mewujudkan hubungan diadik yang merupakan dasar dari kualitas hubungan antar anggota keluarga yang membuat setiap anggota keluarga merasa puas dan bahagia dalam hidupnya.
21
Keterbatasan Penelitian 1. Penelitian ini mengukur kesejahteraan anak pada usia 6-12 tahun, namun rentang tersebut terlalu jauh. Sedangkan Hurlock membagi masa sekolah dasar menjadi dua fase, yaitu masa kelas rendah (6 atau 7 tahun sampai 9 atau 10 tahun), dan masa kelas tinggi (9 atau 10 tahun sampai kira-kira 13 tahun), serta memiliki tugas perkembangan yang berbeda. 2. Pengukuran kesejahteraan anak sebaiknya ditanyakan ke anak saja, agar benarbenar menggambarkan kesejahteraan anak.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan indikator BPS, sebagian besar keluarga petani terkategori tidak miskin. Lain halnya dengan hasil a simple poverty scorecard for Indonesia yang menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga memiliki kemungkinan mengalami masalah kemiskinan. Kesejahteraan subjektif ayah dan ibu sebagian besar terkategori rendah, sedangkan sebagian besar kesejahteraan anak terkategori sedang. Kesejahteraan objektif keluarga akan semakin baik ketika jumlah anggota keluarga yang dimiliki sedikit, ayah bekerja sebagai petani pemilik, ayah memiliki pendidikan yang tinggi, pendapatan dan pengeluaran keluarga yang tinggi, serta aset yang dimiliki semakin tinggi. Ayah akan merasa lebih sejahtera ketika pendapatan dan pengeluaran keluarga tinggi, aset yang dimiliki semakin tinggi serta sejahtera secara objektif. Ibu akan merasa lebih sejahtera ketika ayah bekerja sebagai petani pemilik, ibu tidak bekerja, serta pendapatan dan pengeluaran keluarga semakin tinggi. Sebaliknya, anak akan lebih sejahtera ketika ibu memiliki pendidikan yang tinggi dan ketika ibu merasa lebih sejahtera. Orang tua sangat berperan dalam meningkatkan kesejahteraan anak, khususnya ibu. Pemerintah melalui organisasi setempat seperti PKK dan posyandu, dapat membantu keluarga meningkatkan kesejahteraan anak dengan memberikan penyuluhan. Penyuluhan mengenai manajemen waktu ibu dalam mengasuh, mengurus rumah tangga, dan bekerja. Selanjutnya mengenai cara mengatasi kesulitan belajar anak dan meningkatkan nafsu makan anak. Untuk penelitian kesejahteraan anak selanjutnya, sebaiknya memisahkan usia anak pada masa sekolah dasar menjadi 2 fase dan ditanyakan langsung kepada anak.
DAFTAR PUSTAKA Asih RDSCI. 2012. Pengaruh interaksi orang tua dan anak terhadap kesejahteraan anak pada keluarga nelayan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor BPS. 2013. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. Jakarta (ID):BPS. [BPS Jawa Barat] Badan Pusat Statistika Provinsi Jawa Barat. 2013. Jawa Barat Dalam Angka 2013. Jawa Barat: BPS Butar-Butar D. 2008. Analisis sosial ekonomi rumah tangga kaitannya dengan kemiskinan di perdesaan (studi kasus di Kabupaten Tapanuli Tengah). Jurnal Perencanaan & pembangunan Wilayah. 4(1): 6-16. Chen S, Schreiner M. 2009. A Simple Poverty Scorecard for Indonesia [internet]. [diunduh 2013 Maret 12].
22
Clair A. 2012. The relationship between parent’s subjective well-being and the life satisfaction of their children in Britain. Journal Child Ind Res. 5:631650. Elmanora. 2011. Kesejahteraan keluarga, gaya pengasuhan, dan perkembangan sosial emosi anak usia sekolah pada keluarga petani kayu manis di Tamia, Kerinci, Jambi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fernandes L, Mendes A, Teixeira AAC. 2010. FEP Working Papers: A Review Essay On Child Well-being Measurement: Uncovering The Paths For Future Research. Porto (PT): Universidade De Porto. Firdaus. 2008. Hubungan antara tekanan ekonomi, manajemen keuangan, dan mekanisme koping dengan kesejahteraan keluarga wanita pemetik teh [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fistianty S. 2012. Kesejahteraan keluarga dan keterampilan hidup anak usia 2-6 tahun pada keluarga Suku Tengger [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hartoyo. 1998. Investing in children: study of rural families in Indonesia [disertasi]. Blacksburg: Virginia tech university. Hartoyo, Aniri NB. 2010. Analisis tingkat kesejahteraan keluarga pembudidaya ikan dan nonpembudidaya ikan di Kabupaten Bogor. JIKK. 3(1): 64-73. Hastuti D. 2009. Pengasuhan: Teori Dan Prinsip Serta Aplikasinya Di Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hoy BD, Suldo SM, Mendez LR. 2012. Links between parent’s and children’s level of gratitude, life satisfaction, and hope. Journal Happiness Study. DOI 10.1007/s10902-012-9386-7. Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Tentang Kehidupan. Istiwidayanti & Soedjarwo, penerjemah; Ridwan Max Sijabat, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Developmental Psychology: A Life-Span Approach. Ed ke-5. Ibrahim H. 2007. Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga di Kabupaten Lembata, NTT [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Iskandar A. 2007. Analisis praktek manajemen sumberdaya keluarga dan dampaknya terhadap kesejahteraan keluarga di Kabupaten Bogor [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Gizi. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kusumo RAB. 2009. Peran gender dalam strategi koping dan pengambilan keputusan serta hubungannya dengan kesejahteraan keluarga petani padi dan hortikultura di daerah pinggiran kota. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Moore KA, Theokas C, Lippman L, Bloch M, Vandivere S, O’hare W. 2008. A microdata child well-being index: conceptualization, creation, and findings. J Child Ind Res. 1:17-50. Muflikhati I, Hartoyo, Sumarwan U, Fahrudin A, Puspitawati H. 2010. Kondisi sosial ekonomi dan tingkat kesejahteraan keluarga: kasus di wilayah pesisir Jawa Barat. JIKK. 3(1).1-10. Nurrohmaningtyas S. 2008. Pengaruh gaya pengasuhan dan model sekolah terhadap kecerdasan emosional dan motivasi belajar siswa sekolah dasar [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
23
Papalia DE, Olds SW, Feldman RD. 2009. Perkembangan Manusia. Marswendy B, penerjemah; Widyaningrum R, editor. Jakarta (ID): Salemba Humanika. Terjemahan dari: Human Development. Ed ke-10. Pemerintah Republik Indonesia. 1979. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Philips KR. 2002. Parent Work and Child Well-Being in Low-Income Families, Urban Institute. [internet]. [Diunduh 3 Oktober 2013]. Tersedia pada http://www.urban.org/publications/310509.html. Pollard EL, Lee PD. 2003. Child well-being: a systematic review of the literature. Journal Social Indicators Research. 61: 59-78 Puspitasari N. 2012. Peran gender, kontribusi ekonomi perempuan dan kesejahteraan keluarga petani hortikultura [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Puspitawati H. 2009. Pengaruh strategi penyeimbangan antara aktivitas pekerjaan dan keluarga terhadap kesejahteraan keluarga subjektif pada perempuan bekerja di Bogor: analisis Structural Equation Modelling. JIKK. 2(2):111121. ___________. 2013. Pengantar Studi Keluarga. Bogor: IPB Press. Puspitawati H, Sarma M. 2012. Sinergisme Keluarga Dan Sekolah. Bogor (ID): IPB Press. Rambe A. 2004. Alokasi pengeluaran rumah tangga dan tingkat kesejahteraan (kasus di Kecamatan Medan Kota, Sumatera Utara) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Santrock J. 2002. Perkembangan Masa Hidup. Benedictine Widyasinta, penerjemah, Novietha I. Sallama, editor. Jakarta Erlangga. Terjemahan dari: Life Span Development. Ed ke-13. Simanjuntak M. 2010. Faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan keluarga dan prestasi belajar anak pada keluarga penerima program keluarga harapan (PKH) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sunarti E, Tati, Atats SN, Noorhaisma R, Lembayung DP. 2005. Pengaruh tekanan ekonomi keluarga, dukungan sosial, kualitas perkawinan, pengasuhan, dan kecerdasan emosi anak terhadap prestasi belajar anak. J Media Gizi & Keluarga. 29 (1):34-40. Sunarti E. 2006. Indikator Keluarga sejahtera: sejarah pengembangan, evaluasi, dan keberlanjutannya [naskah akademik]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Witrianto. 2005. Hubungan Saling Ketergantungan antar Petani dan Pedagang Perantara di Perdesaan Minangkabau. Makalah: Antropologi Ekonomi. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
24
LAMPIRAN Lampiran 1 Hubungan antar variabel a.
Hubungan karakteristik keluarga dengan karakteristik keluarga dan kesejahteraann objektif umur usia lama pendidikan lama ayah ibu ayah pendidikan ibu .794** 1 -.351** -.314** 1
usia ibu lama pendidikan ayah lama pendidikan ibu -.221* -.106 pekerjaan ayah -.279** -.269** pekerjaan ibu .169 .159 pekerjaan tambahan -.153 -.316** ayah besar keluarga .174 .080 Pendapatan/bl .042 .035 pendapatan/kapita -.012 .003 kategori -.105 -.117 pendapatan/kapita pengeluaran pangan .161 .210* pengeluaran non .195 .171 pangan pengeluaran/bl .210* .202* pengeluaran/kapita .105 .146 aset .145 .202* simple poverty -.033 .096 scorecard for Indonesia
b.
pekerjaan pekerjaan pekerjaan ayah ibu tambahan ayah
besar pendapatan pendapatan kesejahteraan keluarga /bl /kap BPS
pengeluaran pangan
pengeluaran non pangan
.388** .078 -.186 .064
1 .051 -.203* -.136
1 -.022 .177
1 .048
1
-.149 .039 .076 .213*
-.018 .009 .034 .069
-.038 -.278** -.283** -.101
-.050 -.146 -.132 -.109
-.003 .056 .054 .071
1 .071 -.218* -.187
1 .938** .451**
1 .483**
1
-.162 .097
.094 .195
-.196 -.344**
.036 -.144
-.096 .022
.226* .255*
.590** .658**
.495** .549**
.236* .275**
1 .582**
1
-.030 .053 -.087 .240*
.159 .188 .004 .140
-.314** -.278** -.248* -.232*
-.087 -.074 -.062 .036
-.039 -.054 -.017 -.118
.266** -.367** .123 -.544**
.714** .632** .266** .256*
.603** .739** .207* .436**
.298** .402** -.024 .376**
.850** .668** .221* .160
.916** .688** .383** .284**
pengelua pengelua aset ran/bl ran/kap
1 .773** .349** .269**
1 .223* 1 .615** .223*
Hubungan karakteristik anak dengan karakteristik keluarga dan kesejahteraan objektif keluarga umur ayah
jenis kelamin .033 anak umur anak .235* urutan kelahiran .468** kelas anak .168
lama lama pekerjaan besar pekerja pekerja pendapata pendapata pengeluaran pengeluaran pengeluaran pengeluaran usia ibu pendidikan pendidika tambahan keluarg an ayah an ibu n/bl n/kapita pangan non pangan /bl /kapita ayah n ibu ayah a .084 .119 .089 .034 -.083 -.072 -.013 .027 .015 .029 .055 .054 .054 .240* .441** .117
-.108 -.218* .064
.001 -.192 .129
-.056 -.224* -.089
-.044 .398** -.031
-.135 -.097 -.201*
-.002 -.074 -.114
-.111 .082 .006
-.104 .090 .065
.022 .186 .033
-.029 .130 -.050
-.003 .177 -.003
.013 .208* .101
aset
SPSI
.069
.129
.021 .247* -.168
.012 .098 .127
SPSI
1
25
c.
Hubungan karakteristik keluarga dan kesejahteraan objektif keluarga dengan kesejahteraan subjektif orang tua dan kesejahteraan anak
ksa_fisik ksa_ekonomi ksa_sosial ksa_psikologis ksa_spiritual ksa_total ksi_fisik ksi_ekonomi ksi_sosial ksi_psikologis ksi_spiritual ksi_total ka_fisik ka_psikologis ka_sosial ka_pendidikan ka_total
d.
umur lama pendidikan lama pekerjaa pekerjaa pekerjaan besar pendapata pendapata pengeluaran pengeluaran pengeluaran pengeluaran usia ibu aset ayah ayah pendidikan ibu n ayah n ibu tambahan ayah keluarga n/bl n/kapita pangan non pangan /bl /kapita * ** * ** -.067 -.032 .121 .128 -.057 .069 .065 -.089 .137 .150 .203 .262 .255 .298 .251* .175 .118 .017 -.028 -.317** .032 -.008 -.116 .254* .288** .251* .349** .342** .421** .290** .231* .184 .029 -.105 -.147 .020 -.038 -.059 .149 .158 .039 .254* .173 .198* .200* .119 .042 -.019 -.146 -.159 .155 .115 -.126 .176 .207* .128 .223* .209* .266** .039 -.001 -.003 .075 -.084 -.032 .038 .078 -.158 .157 .177 .038 .142 .102 .183 .055 .120 .080 .061 -.061 -.196 .089 .062 -.150 .239* .269** .186 .338** .300** .378** .228* .014 -.045 -.071 -.077 -.185 -.060 -.078 -.063 .108 .157 .007 .089 .083 .149 -.082 .053 -.013 .093 .042 -.186 -.204* -.046 .094 .224* .205* .136 .327** .287** .221* .173 -.133 -.076 .144 .161 -.063 -.184 .133 .092 .144 .133 .031 .217* .144 .104 .177 -.154 -.143 .037 .033 -.157 -.190 .032 .040 .174 .164 .054 .183 .147 .119 .060 -.144 -.150 .232* .041 -.194 -.197* .064 -.063 .145 .162 -.024 .121 .068 .109 .062 -.099 -.116 .117 .054 -.210* -.226* .028 .029 .214* .219* .056 .252* .197* .187 .106 -.165 -.137 .112 .120 .210* -.067 .082 .104 -.143 -.168 -.034 -.125 -.104 -.132 .072 -.024 -.021 .156 .236* -.037 .064 .012 -.030 .001 .052 .008 -.038 -.008 .036 .079 .200* .188 -.112 -.036 -.014 -.011 .040 -.048 .032 .098 .109 .074 .102 .171 .066 -.207* -.129 .175 .199* .018 -.195 -.079 .060 .085 .096 .150 .044 .095 .108 .039 -.059 -.022 .142 .231* .035 -.069 .011 .016 .013 .067 .105 -.004 .052 .103 .106
.333** .449** .236* .297** .260** .435** .171 .252* .202* .013 .062 .181 -.111 .139 .161 .031 .129
Hubungan karakteristik anak dengan kesejahteraan subjektif orang tua ksa_fisik
jenis kelamin anak umur anak urutan kelahiran kelas anak
e.
SPSI
-.064 -.023 .152 -.022
ksa_ekonomi .035 -.033 .046 -.039
ksa_sosial -.072 -.051 .113 .067
ksa_psikologis
ksa_spritual
-.048 -.018 .055 -.032
ksa_total
-.089 .042 -.021 .078
-.064 -.023 .096 .010
Hubungan karakteristik anak dengan kesejahteraan anak
jenis kelamin anak umur anak urutan kelahiran kelas anak
ka_fisik ka_psikologis ka_sosial Ka_pendidikan .003 -.022 .173 .143 -.008 -.148 .223* -.056 -.095 -.016 .145 -.023 -.179 .037 .241* -.096
ka_total .120 -.015 .018 .034
ksi_fisik
ksi_ekonomi
ksi_sosial
-.160 .043 .056 .188
-.093 .056 -.002 .221*
-.215* -.045 -.134 .014
ksi_psikologis ksi_spiritual -.119 -.097 -.071 .000
.032 -.017 .042 .098
ksi_tota l -.144 -.019 -.030 .137
26
Lampiran 2 Jumlah per item kepuasan ayah dan ibu Pernyataan
Kondisi rumah Fasilitas rumah yang dimiliki Pakaian yang diperoleh keluarga Kesehatan masing-masing anggota keluarga Kondisi kebersihan lingkungan rumah Kemudahan dalam mengakes pelayanan KB Pendapatan yang diperoleh saat ini Konsumsi makanan yang diperoleh selama ini Kemampuan membiayai kesehatan Kemampuan membiayai pendidikan anak-anak Pemenuhan fasilitas pendidikan anggota keluarga Bantuan dalam membiayai pendidikan anak Pemenuhan biaya hidup anak Pemenuhan kebutuhan sehari-hari Bantuan dalam membiayai kebutuhan makan Harga barang-barang saat ini Perbandingan jumlah anggota keluarga dengan pemenuhan kebutuhan hidup Kemampuan memberikan bantuan pada fakir miskin/anak terlantar/orang jompo Kemampuan untuk membelikan pakaian baru bagi anggota keluarga minimal 1 tahun sekali Kemampuan untuk membeli peralatan rumah tangga ketika diperlukan Kepemilikan alat bantu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan Hubungan yang harmonis antar anggota keluarga Komunikasi dengan pasangan Komunikasi dengan anak Komunikasi dengan keluarga luas Kondisi jumlah anak yang dimiliki sekarang Pembagian tugas antar anggota keluarga Dukungan pasangan dalam menjalankan tugas masing-masing Hubungan dengan tetangga Keterlibatan dalam kegiatan dilingkungan tempat tinggal
Ayah B n % n % Dimensi Fisik 19 34.55 14 31.11 19 34.55 9 20.00 27 49.09 21 46.67 26 47.27 19 42.22 16 29.09 11 24.44 31 56.36 28 62.22 Dimensi Ekonomi 22 40.00 9 20.00 28 50.91 15 33.33 26 47.27 13 28.89 24 43.64 12 26.67 32 58.18 17 37.78 31 56.36 20 44.44 19 34.55 7 15.56 22 40.00 11 24.44 29 52.73 12 26.67 4 7.27 4 8.89 P
T
Ibu B
P
T
n
%
n
%
n
%
n
%
33 28 48 45 27 59
33 28 48 45 27 59
14 9 28 21 8 24
25.45 16.36 50.91 38.18 14.55 43.64
13 5 14 17 5 22
28.89 11.11 31.11 37.78 11.11 48.89
27 14 42 38 13 46
27 14 42 38 13 46
31 43 39 36 49 51 26 33 41 8
31 43 39 36 49 51 26 33 41 8
20 21 22 16 23 26 10 15 22 2
36.36 38.18 40.00 29.09 41.82 47.27 18.18 27.27 40.00 3.64
9 19 14 13 15 20 8 8 19 2
20.00 42.22 31.11 28.89 33.33 44.44 17.78 17.78 42.22 4.44
29 40 36 29 38 46 18 23 41 4
29 40 36 29 38 46 18 23 41 4
16
29.09
8
17.78
24
24
11
20.00
8
17.78
19
19
12
21.82
9
20.00
21
21
12
21.82
9
20.00
21
21
26
47.27
16
35.56
42
42
23
41.82
19
42.22
42
42
18
32.73
6
13.33
24
24
8
14.55
6
13.33
14
14
33
60.00
21
46.67
54
54
24
43.64
18
40.00
42
42
Dimensi Sosial 27 49.09 21 28 50.91 25 25 45.45 20 22 40.00 15 37 67.27 25 37 67.27 23
46.67 55.56 44.44 33.33 55.56 51.11
48 53 45 37 62 60
48 53 45 37 62 60
22 24 23 20 41 32
40.00 43.64 41.82 36.36 74.55 58.18
13 15 16 13 28 18
28.89 33.33 35.56 28.89 62.22 40.00
35 39 39 33 69 50
35 39 39 33 69 50
44
80.00
27
60.00
71
71
24
43.64
22
48.89
46
46
26
47.27
21
46.67
47
47
15
27.27
10
22.22
25
25
33
60.00
19
42.22
52
52
14
25.45
15
33.33
29
29
Dimensi Psikologis Perasaan aman dari gangguan kejahatan seperti penodongan, perampokan, pemerasan Perasaan mengenai pekerjaan yang sekarang dilakukan Perasaan mengenai pengelolaan alokasi waktu untuk bekerja, mengurus rumah, rekreasi, dll. Keadaan mental responden Keadaan mental keluarga Menjalankan ibadah sesuai dengan agama masingmasing Kitab suci yang dimiliki Keamanan dalam menjalankan ibadah Suasana hari raya dalam keluarga Kondisi masa depan
39
70.91
24
53.33
63
63
36
65.45
20
44.44
56
56
28
50.91
14
31.11
42
42
28
50.91
17
37.78
45
45
24
43.64
24
53.33
48
48
21
38.18
18
40.00
39
39
31 56.36 23 51.11 33 60.00 29 64.44 Dimensi Spiritual
54 62
54 62
30 30
54.55 54.55
18 23
40.00 51.11
48 53
48 53
15
27.27
11
24.44
26
26
9
16.36
8
17.78
17
17
20 47 31 11
36.36 85.45 56.36 20.00
27 39 17 5
60.00 86.67 37.78 11.11
47 86 48 16
47 86 48 16
24 43 32 7
43.64 78.18 58.18 12.73
23 37 19 3
51.11 82.22 42.22 6.67
47 80 51 10
47 80 51 10
P: petani pemilik, B: Petani bukan pemilik, T: Total
27
Lampiran 3 Jumlah per item kesejahteraan anak Petani pemilik
Indikator
n
%
Petani bukan pemilik n %
Total n
%
Dimensi Fisik Anak minimal menggosok gigi 2 kali sehari Anak melakukan kontrol kesehatan mulut 6 bulan sekali Anak memiliki keterbatasan fisik (alat gerak dan mental) Anak memiliki penyakit menahun (contoh asma dan diabetes) Anak memiliki keterbatasan panca indra Anak mau makan berbagai jenis makanan sehat Anak tidur 8 jam dalam sehari Anak melakukan olahraga minimal 1 minggu sekali Anak menonton maksimal 3 jam dalam sehari Dimensi Psikologis Anak terlihat tidak depresi Orang tua mengetahui ketika anak sedang merasa depresi atau gelisah Anak mampu mengutarakan perasaan yang dirasakannya Anak menunjukkan emosi yang dirasakan dengan perbuatan Anak percaya diri akan kemampuan yang dimilikinya Orang tua mendukung anak mengembangkan kemampuannya Dimensi Sosial Anak memiliki hubungan yang dekat dengan orang tua Anak mudah berkomunikasi dengan orang tua Anak mampu bekerja sama dalam kegiatan berkelompok Anak meminta izin kepada orang tua ketika pergi atau pulang Anak mau membantu orang tua Anak bisa bergaul dengan anak seusianya Anak mengetahui ketika orang tua atau temannya sedang sedih Anak mampu menyelesaikan secara mandiri mengenai masalahnya dengan orang lain Anak tidak suka mengejek temannya Anak tidak suka mengganggu temannya Anak mudah untuk diajak berdiskusi Dimensi Pendidikan Orang tua tidak pernah dipanggil ke sekolah karena perilaku bermasalah anak Anak tidak pernah tinggal kelas Anak tidak mengalami kesulitan belajar Orang tua membantu anak dalam mengatasi kesulitan belajar Dalam sehari anak meluangkan waktu untuk membaca Orang tua mendukung anak untuk berprestasi
48 0 0 3 0 40 52 55 50
87.27 0.00 0.00 5.45 0.00 72.73 94.55 100.00 90.91
41 0 0 1 0 42 42 45 42
91.11 0.00 0.00 2.22 0.00 93.33 93.33 100.00 93.33
89 0 0 4 0 82 94 100 92
89 0 0 4 0 82 94 100 92
51 44
92.73
41 34
91.11
92
92
78
78
75 86 84 98
75 86 84 98
43 46 45 55
80.00 78.18 83.64 81.82 100.00
32 40 39 43
75.56 71.11 88.89 86.67 95.56
54 50 51 50 43 54 30
98.18 90.91 92.73 90.91 78.18 98.18 54.55
43 39 39 34 41 45 28
95.56 86.67 86.67 75.56 91.11 100.00 62.22
97 89 90 84 84 99 58
97 89 90 84 84 99 58
34
61.82
28
62.22
62
62
21 32 28
38.18 58.18 50.91
16 25 26
35.56 55.56 57.78
37 57 54
37 57 54
55
100.00
44
97.78
99
99
47 4 39 30 52
85.45 7.27 70.91 54.55 94.55
40 6 33 22 42
88.89 13.33 73.33 48.89 93.33
87 10 72 52 94
87 10 72 52 94
28
Lampiran 4 Skor a simple poverty scorecard for Indonesia Pertanyaan 1.
Jumlah anggota keluarga
2.
Jumlah anggota keluarga yang berusia 518 tahun dan masih sekolah
3.
Minggu lalu, jumlah anggota keluarga yang berusia 11 tahun atau lebih yang bekerja
4.
Sumber air minum keluarga
a. b. c. d. e. f. a. b. a. b. c. d. a. b. c.
5.
Tipe toilet yang dimiliki keluarga
a. b.
6.
Lantai rumah
7.
Langit-langit/loteng rumah
8.
Kepemilikan kulkas
9.
Kepemilikan kendaraan bermotor
10. Kepemilikan televisi
Nilai jawaban
Jawaban
c. a. b. a. b. a. b. a. b. a. b.
Enam orang atau lebih Lima orang Empat orang Tiga orang Dua orang Satu orang Tidak semua, atau tidak ada anak usia 5-18 tahun Semua Tidak ada Satu atau dua orang Tiga orang Empat orang atau lebih Sumber air minum umum, sungai, air hujan, dan lainnya Fasilitas umum, pipa, atau sumur bor Perusahaan Air Minum (PAM) Toilet jongkok dan tidak ada di rumah Toilet jongkok dan ada di rumah Toilet duduk Tanah Bukan tanah Bambu, lainnya, atau tidak ada loteng Beton, kayu, gips, atau asbes Tidak ada Ada Tidak ada Ada Tidak ada Ada
0 7 13 21 26 37 0 3 0 6 7 10 0 4 9 0 1 5 0 6 0 4 0 12 0 9 0 5
29
Lampiran 5 Kondisi rumah dan pertanian Desa Ciaruteun Ilir
Kondisi atap rumah responden
Kondisi rumah responden
Kondisi pertanian Desa Ciaruteun Ilir
Salah satu sekolah di Desa Ciaruteun Ilir
30
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak terakhir dari pasangan Bapak Ali Zainuddin dan Ibu Rosmahayati yang dilahirkan pada tanggal 21 Oktober 1991 di Jakarta. Penulis memiliki dua orang kakak yang bernama Aina Fatiya dan Adi Ibadurrahman. Penulis mengawali pendidikan formal di MI At-Taufieq tahun 1997-2003. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 15 Jakarta Selatan pada tahun 2003-2006 kemudian pendidikan Sekolah Mengengah Atas di SMAN 37 Jakarta Selatan pada tahun 2006-2009. Pada tahun 2009 penulis diterima menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia. Selama menjadi mahasiswi IPB, penulis mengikuti kegiatan organisasi yang ada di kampus yaitu menjadi sekretaris Divisi Family Club pada Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen Institut Pertanian Bogor (HIMAIKO IPB) periode 2010-2011. Pada periode kepengurusan HIMAIKO selanjutnya, yaitu tahun 2011-2012, penulis menjadi sekretaris umum. Penulis juga menjadi anggota FORSIA BEM FEMA pada tahun 2010-2011. Selain itu penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan kepanitian seperti MPKMB pada tahun 2011, Masa Perkenalan Departemen sebagai ketua divisi pendamping anggota kelompok dan Masa Perkenalan Fakultas sebagai anggota divisi pendamping anggota kelompok serta berbagai kegiatan HIMAIKO.