Kerangka Acuan
A. Latar Belakang Perubahan iklim yang dipicu pemanasan global disebabkan peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca (GRK). Tingginya konsentrasi gas-gas tersebut disebabkan berbagai aktivitas manusia, khususnya di negara-negara industri, yang memproduksi gas buang (emisi) dalam jumlah tinggi dan sepanjang kurun waktu relatif cepat, menggunakan suatu model global pembangunan yang rakus bahan bakar fossil, rakus air, rakus lahan, rakus bahan mentah, rakus buruh murah serta senantiasa melibatkan kekerasan. Model global tersebut ditularkan dan dicangkokkan oleh negara-negara industri maju kepada negara-negara berkembang, yang sebagian besar berada di sabuk tropika dan memiliki sumber-sumber kekayaan alam, untuk berperan sebagai simpul penyedia (supply hub) melalui beragam cara. Jelas bahwa negara-negara industri kaya adalah pihak yang paling bertanggungjawab atas perubahan iklim. Itu pula sebabnya Kerangka Kerja PBB untuk Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) mengelompokkan negara-negara tersebut sebagai Negara Annex yang memiliki kewajiban menurunkan tingkat emisi GRK mereka. Sementara negara-negara berkembang berhak untuk memilih jalan mereka sendiri keluar dari model global pembangunan yang telah terbukti gagal. Kenyataannya, UNFCCC justru menjadi wadah yang secara terus menerus mencairkan tuntutan dan kewajiban Negara-negara Annex melalui mekanisme keuangan yang menyesatkan. Inilah argumen dasar tentang keadilan iklim. Potret kongkret perubahan iklim sudah dirasakan warga di kampung-kampung. Di Jawa 346.808 hektare sawah terancam raib karena naiknya permukaan laut akibat dampak perubahan cuaca ekstrem. Lebih dari itu,sejumlah kota di Jawa dan 750 pulau negeri ini pun terancam tenggelam (Kompas, 20/7/10). Padahal, sekitar 41,6 juta penduduk Indonesia tinggal di daerah dengan ketinggian kurang dari 10 mdpl. Kenyataan tersebut menguatkan prediksi dampak perubahan iklim menimbulkan ancaman meluasnya kemiskinan, terutama di kalangan petani dan nelayan kecil. Jeffrey Sachs dalam The End of Poverty (2005) menyimpulkan, investasi pada kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur diperkirakan bisa mengatasi (perangkap) kemiskinan, tapi degradasi lingkungan, pemanasan bumi dan perubahan iklim pada skala lokal, regional, dan global berdampak meniadakan manfaat investasi tersebut. Sayangnya perundingan internasional di bawah UNFCCC tidak serius mempertimbangkan kegentingan di atas. Gambaran tersebut juga terlihat pada kesungguhan dan keseriusan Negara merespon dampak perubahan iklim. Keterlibatan pemerintah baru sekedar mengikuti arah kerumunan perundingan yang tidak ada urusannya dengan potret krisis di dalam negeri. Justru kesepakatan yang dibuat semakin telah menempatkan posisi masyarakat pada keadaan yang sangat beresiko karena tingginya tingkat ketidakpastian kesepakatan tersebut.
Ironik bahwa apa yang ditempuh di meja perundingan internasional tidak menjadi prioritas para wakil rakyat, anggota dewan yang terhormat di Senayan. Para anggota dewan yang terhormat tidak memahami dan tidak memiliki kemampuan mengaitkannya dengan agenda-agenda mendesak di dalam negeri tentang pengurusan dan penanganan krisis air, pangan dan energi yang terus menerus dialami rakyat. Perubahan iklim memperburuk keadaan tersebut dimana penanganan yang dilakukan lewat meja perundingan internasional tidak ada kaitannya dengan langkah sederhana yang memberdayakan rakyat menangangi krisis yang dialami. Dewan Nasional Perubahan Iklim, DNPI, yang seharusnya mengemban tugas membuka mata para pembuat dan pelaksana kebijakan justru larut dalam hiruk pikuk komodifikasi solusi perubahan iklim lewat mekanisme pembiayaan dan perdagangan karbon, baik di bawah kerangka UNFCCC maupun melalui mekanisme pasar. Keselamatan warga bukan prioritas utama dalam pengurusan perubahan iklim. Dalam pandangan ekologi politik, persoalan perubahan iklim tidak bisa dilepaskan dari perkara kesungguhan dan keseriusan kekuasaan politik untuk keluar dari jeratan ketergantungan pada model global pembangunan serta mengendalikan kekuasaan modal yang mengoperasikanya dengan mengutamakan keselamatan rakyat dan keberlanjutan fungsi-fungsi alam. Dalam konteks itulah, CSF merasa berkepentingan untuk mengkonsultasikan hal di atas dan mendudukan-ulang prinsip-prinsip HELP (keselamatan manusia, utang ekologis, land tenure, dan produksi-konsumsi) dalam keadilan iklim yang telah diusung selama lebih dari empat tahun. Bahkan sebelum itu CSF terpanggil dan bersungguh-sungguh untuk membuka lebih luas ruang-ruang bertutur dan berbincang dengan melibatkan unsur masyarakat sipil lain, seperti organisasi masyarakat, pers dan media, serta akademisi. B. Tujuan: 1. Mendudukkan-ulang konteks keadilan iklim melalui perluasan ruang tutur dan ruang bincang masyarakat sipil tentang perubahan iklim yang disebabkan oleh model global pembangunan yang rakus bahan bakar fossil, rakus air, rakus lahan, rakus bahan mentah, rakus buruh murah serta senantiasa melibatkan kekerasan. . 2. Menjahit-ulang beragam perspektif kalangan masyarakat sipil tentang kewajiban negara menjamin perlindungan rakyat agar mampu memenuhi keselamatan, mempertahankan daya pulih produktifitas mereka, serta kemampuan rakyat menjaga keberlanjutan fungsi-fungsi alam. C. Konsultasi Publik Konsultasi Keadilan Iklim Masyarakat Sipil Indonesia dilakukan menggunakan pendekatan Diskusi Terfokus. Diskusi Terfokus ini akan menggali, merekam dan mengkonsolidasi beragam perspektif, pengalaman, pemikiran, serta gagasan terkait dengan model global pembangunan dan perubahan iklim sesuai rujukan pengetahuan masing-masing. Konsolidasi pemahaman dan pengetahuan tersebut akan menjadi landasan bagi CSF merumuskan dan mengkampanyekan prinsip-prinsip keadilan Iklim.
Bekerja sama dengan relawan StoS Festival sepanjang bulan Maret 2011 untuk menggelar proses konsultasi publik dalam empat (4) kali putaran dengan sasaran berbeda. Mereka adalah (1) Kelompok masyarakat sipil (di luar anggota CSF); (2) Ormas, khususnya ormas keagamaan dan sosial; (3) kelompok media; dan (4) kelompok pemuda. Kegiatan konsultasi publik ini akan digelar pada tanggal 22 dan 23 Maret 2011. D. Waktu Dan Tempat WAKTU Selasa / 22 Maret 2011 09.00 – 13.00 WIB : Konsultasi public Bersama MEDIA 14.00 – 18.00 WIB : Konsultasi public Bersama NGO Selasa / 23 Maret 2011 09.00 – 13.00 WIB : Konsultasi public Bersama ORMAS 14.00 – 18.00 WIB : Konsultasi public Bersama Kelompok Muda TEMPAT Ruang Rapat Kantor Institute Hijau Indonesia Jalan Komp. Bumi Asri C3, Liga Mas Perdatam Pancoran Jakarta Selatan E. Penyelenggara Acara Konsultasi Publik Ini sepenuhnya di selenggarakan oleh Forum Masyarakat Sipil Untuk Keadilan Iklim bekerja sama dengan South Community.
F. PESERTA A.
Kelompok NGO 1. ICW 2. Institut pelangi perempuan 3. MPBI 4. Humanitarian Forum Indonesia 5. WWF 6. Institut Hijau Indonesia 7. Koalisi Perempuan Indonesia 8. Kalyanamitra 9. Kapal Perempuan 10. Perempuan Mahardika 11. SPI 12. Masyarakat Transparasi Indonesia
13. YLBHI 14. LBH Jakarta 15. Kontras 16. Imparsial 17. Institut Global Justice 18. ANBTI 19. Human Right Working Group (HRWG) 20. Indonesia Legal Rountable (ILR) 21. INFID 22. IKOHI 23. The Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) 24. KRHN 25. Migrant Care 26. LBH Masyarakat 27. PATTIRO 28. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) 29. FITRA 30. The Wahid Indtitu 31. YAPPIKA B.
Kelompok ormas keagamaan dan Social 1. PBNU 2. Muhammadiyah 3. HMI 4. GMKI 5. PGI 6. JPIC 7. PMKRI 8. PMII 9. GMNI 10. Pembebasaan 11. LMND 12. Front Mahasiswa Nasional 13. KAMMI 14. SATMA ( Satuan pelajar dan mahasiswa) 15. KNPI 16. Kosgoro 17. Pemuda Pancasila 18. PRP 19. Pemuda Panca Marga 20. KWI 21. Aliansi Buruh Menggugat 22. KPPI
C. 1. 2. 3. 4.
Kelompok media TEMPO Kompas Media Indonesia Republika
5. Jakarta Globe 6. Investor Daily 7. Jakarta Post 8. Bisnis Indonesia 9. Rakyat Merdeka 10. Koran Jakarta 11. Sinar Harapan 12. Antara 13. KBR 68H 14. Metro TV 15. TV One 16. Trans TV 17. Trans 7 18. TVRI 19. MNC TV 20. RCTI 21. SCTV 22. Tempo TV 23. DaaI TV 24. Green Radio 25. Radio Elshinta 26. Trijaya FM 27. Sonora FM 28. RRI 29. VHR Media 30. DA’i TV D. Kelompok Pemuda 1. Youth MDGS 2. Sobat padi 3. Slankers 4. Bike to work 5. KOPHI 6. Solar generation 7. OPSI - Abin 8. Palang merah Indonesia Jakarta timur – adi 9. Changes jurnal perempuan –astra 10. AIESEC Indonesia – 11. GP UI 12. Garuda Youth Comunity 13. FKHI (Forum kampus Hijau Indonesia ) 14. SPEAK – ANTI KORUPSI 15. PKNI 16. HMIKUI 17. Aliansi Remaja independen 18. JCC Mercy corp 19. Kartini sejati Boxing Club 20. Jaringan sahabat korban 21. YAPPIKA
22. IYF – INDONESIAN Youth Forum on Climate Changes 23. IYC – Indonesian youth conference 24. LEAD Indonesia 25. Green Concep 26. Green map 27. Soulam 28. Jakarta Green Monster 29. Sahabat Musium