KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA INSTRUKSI JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : INS-002/G/9/1994 TENTANG TATA LAKSANA BANTUAN HUKUM JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang
a. bahwa dalam rangka peningkatan pelaksanaan tugas Bantuan Hukum di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara kepada lnstansi Pemerintah atau Lembaga Negera ternyata bahwa lnstruksi Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : INS- 02/Q/12/ 1992 tanggal 7 Desember 1985 beserta lampirannya perlu mendapat revisi ; b. Bahwa sehubungan dengan itu, dipandang perlu menetapkan Tata Laksana Bantuan Hukum yang baru sebagai penggantinya.
Mengingat
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia ; 2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1991 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia ; 3. Keputusan Jaksa Agung Rl Nomor : KEP-035/J.A/ 3/1992 tanggal 25 Maret 1992 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia;
MENGINTRUKSIKAN : Kepada
Seluruh jajaran Kejaksaan di Indonesia meliputi : 1. Kejaksaan Agung R I. · 2. Kejaksaan Tinggi. 3. Kejaksaan Negeri. 4. Cabang Kejaksaan Negeri.
Untuk
1.Melaksanakan pemberian bantuan hukum dalam bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (TUN), berdasarkan Tata Laksana Bantuan Hukum sebagaimana terlampir dalam lnstruksi ini. 2.lnstruksi ini berlaku sejak tanggal dikeluarkan dan untuk dilaksanakan dengan seksama dan, penuh tanggung jawab.
Dikeluarkan di : Jakarta Pada tanggal : 1 September 1994 A.N JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG MUDA PERDATA DAN TATA USAHA NEGARA ,
SUHADIBROTO, SH.
LAMPIRAN INSTRUKSI JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : INS-002/G/9/1994 TANGGAL 1 SEPTEMBER 1994 TENTANG TATA LAKSANA BANTUAN HUKUM
BAB I PENDAHULUAN 1.
Untuk melaksanakan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1991, Keppres Nomor 55 Tahun 1991 dan Kepja Nomor : KEP-035/J .A/3/1992, dirasa perlu menetapkan tata laksana kerja dalam rangka operasionalisasi tugas dan wewenang JAM DATUN.
2.
Tata laksana kerja, khususnya yang berkaitan dengan tugas dan wewenang bantuan hukum yang ada dirasakan tidak lagi mencukupi kebutuhan.
3.
Oleh karenanya perlu ditetapkan tata laksana pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan yang ada dengan berpegang pada asas tertib, sederhana dan hasil guna yang optimal.
BAB II DASAR HUKUM 1. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia; 2. Undang Undang Nomor 14 Tahun 1970, tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan kehakiman ; 3. Undang Undang Nomor 1/Drt/1951 tentang Tindakan-Tindakan Sementara untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan dan Acara Pengadilan Sipil ; 4. Burgelijk Wetboek (Stb. 1847-23) - Buku ketiga tentang Verbinten is; 5. H.I.R (Stb. 1941-44), sepanjang mengenai Hukum Acara Perdata 6. R.Bg (Stb. 1927-227) sepanjang mengenai Hukum Acara Perdata; 7. K.B Nomor 72 tanggal 27 April 1922 (S. 1922-522) tentang Jaksa selaku Wakil Negara di depan Pengadilan ; 8. Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Rl; 9. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara ; 10. Undang Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum ; 11. Keppres Nomor 55 Tahun 1991 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia ; 12. Kepja Nomor Kep-035/J. A/3/1992 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Kejaksaan
Republik Indonesia.
BAB Ill PENGERTIAN Yang dimaksud dengan Bantuan Hukum adalah pemberian jasa hukum kepada lnstansi Pemerintah atau Lembaga Negara atau BUMN atau Pejabat Tata Usaha Negara untuk bertindak sebagai kuasa pihak dalam perkara Perdata atau Tata Usaha Negara, berdasar kan Surat Kuasa Khusus.
BAB IV PELAKSANAAN BANTUAN HUKUM DALAM KASUS PERDATA DAN TATA USAHA NEGARA. Kejaksaan dengan Surat Kuasa Khusus dapat memberikan bantuan hukum kepada lnstansi Pemerintah atau Lembaga Negara, baik dalam kedudukan selaku penggugat atau tergugat dalam kasus Perdata, atau sebagai tergugat dalam kasus Tata Usaha Negara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 1.
MEWAKILI INSTANSI PEMERINTAH ATAU LEMBAGA NEGARA SELAKU PENGGUGAT ATAU TERGUGAT. 1 .1 lnstansi Pemerintah atau Lembaga Negara dapat mengajukan permintaan bantuan hukum kepada Kejaksaan , baik sebagai penggugat maupun tergugat dalam kasus perdata atau sebagai tergugat dalam kasus tata usaha negara. Permintaan tersebut disampaikan secara tertulis dengan melampirkan : a. Surat Kuasa Khusus Hak Substitusi dari lnstansi yang bersangkutan sesuai dengan tingkatannya. b. Bahan-bahan yang essensiil seperti; copy surat gugatan, surat-surat, aktaakta, peraturan perundang-undangan dan lain-lain yang diperlukan dalam pokok materi sengketa . 1.2 Untuk melaksanakan bantuan hukum tersebut, diterbitkan Surat Kuasa Khusus
dengan hak substitusi oleh : a. Jaksa Agung atau Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara kepada Jaksa pada Kejaksaan Agung atau Kepala Kejaksaan Tinggi. b. Kepala Kejaksaan Tinggi kepada Jaksa pada Kejaksaan Tinggi atau Kepala Kejaksaan Negeri. c. Kepala Kejaksaan Negeri kepada Jaksa pada Kejaksaan Negeri atau Kepala Cabang Kejaksaan Negeri. d. Kepala Cabang Kejaksaan Negeri kepada Jaksa pada cabang Kejaksaan Negeri.
1.3 Pengendalian dan pembinaan dalam penanganan kasus didaerah dilakukan oleh
Kepala Kejaksaan Tinggi dan ditingkat pusat oleh Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara . 1.4 Jaksa yang tampil di persidangan Pengadilan Perdata dan Tata Usaha Negara
(PTUN) adalah Jaksa Pengacara Negara. 2.
INSTANSI KEJAKSAAN SELAKU TERGUGAT ATAU PENGGUGAT. 2.1 Dalam hal Kejaksaan menghadapi gugatan yang dilakukan oleh seorang atau
badan hukum : Bila ·yang digugat adalah Kejaksaan Agung maka Jaksa Agung memberi kuasa kepada Jaksa pada Kejaksaan Agung atau kepada Kepala Kejaksaan Tinggi dengan hak substitusi . 2) Bila yang digugat adalah Kejaksaan Tinggi maka Kepala Kejaksaan Tinggi member i surat kuasa kepada Jaksa pada Kejaksaan Tinggi atau kepada Kepala Kejaksaan Negeri atau Kepala Cabang Kejaksaan Negeri dengan hak subsitusi. 3) Bila yang digugat adalah Kejaksaan Negeri maka Kepala Kejaksaan Negeri memberi surat kuasa kepada Jaksa pada Kejaksaan Negeri atau Kepala Cabang Kejaksaan Negeri dengan hak subsitusi. 4) Bila yang digugat adalah Cabang Kejaksaan Negeri maka Kepala . Cabang Kejaksaan Negeri memberi kuasa kepada Jaksa pada Cabang Kejaksaan Negeri. 1)
2.2 Bila
Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri , atau Cabang Kejaksaan Negeri menghadapi gugatan dari seseorang atau badan hukum maka kesempatan pertama membuat laporan kepada Pimpinan sesuai jalur hierarki , mengenai telah terjadinya gugatan tersebut.
2.3 Dalam hal Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri , Cabang Kejaksaan Negeri
akan melakukan gugatan sesuai dengan wewenang berdasarkan ketentuan perundang-undangan tertentu, maka wajib memberikan laporan kepada Pimpinan sesuai jalur hierark i, untuk mendapat persetujuan atau petunjuk. 3.
PROSEDURE PEMBERIAN KUASA Pada prinsipnya semua permintaan bantuan hukum Kejaksaan oleh lnstansi Pemerintah atau Lembaga diterima kecuali bantuan hukum terhadap perbuatan pribadi. b. Terhadap setiap permintaan bantuan hukum , dibuat a.
yang ditujukan kepada Hukum Negara dapat pidana atau perbuatan telaahan yang memuat
analisa hukum yang lengkap guna dan mengantisipasi kasus yang bersangkutan c. lnstansi Pemerintah atau Lembaga Negara diluar Kejaksaan dalam kedudukannya sebagai tergugat atau penggugat, dapat memberi kuasa kepada Kejaksaan ditempat kedudukan te rgugat atau penggugat . d. Dalam hal yang menjadi tergugat atau penggugat adalah Presiden , Menteri/Pejabat Negara setingkat Menteri, maka Surat Kuasa Khusus dengan hak subsitusi diberikan kepada Jaksa Agung Rl atau Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara.
4.
PENYELESAIAN PERKARA 4.1 Penyelesaian diluar Pengadilan.
Pada prinsipnya perkara Perdata maupun perkara Tata Usaha Negara yang ditangani Kejaksaan dapat diusahakan untuk diselesaikan diluar Pengadilan, Dalam pelaksanaannya, agar diperhatikan hal-hal sebagai berikut : a.
Dilakukan diskusi dengan pihak pemberi kuasa tentang materi sengketa, untuk mendapatkan masukan yang dibutuhkan.
b.
Dilakukan pendekatan dengan pihak lawan berperkara, dengan terlebih dahulu mengupayakan penguasaan materi secara mantap yang mencakup kasus posisi, alat bukti lengkap yang diperlukan dan hal-hal lain yang relevan. Sebagai tindak lanjut pendekatan tersebut diupayakan untuk melakukan negosiasi dengan pihak lawan berperkara, bila perlu dengan mengikut sertakan pihak pemberi kuasa.
c.
Bila dalam negosiasi tersebut dicapai kesepakatan perdamaian, maka kesepakatan yang dicapai tersebut dituangkan dalam Akta Perdamaian yang ditandatangani para pihak dalam bentuk Akta Notaris atau Akta Dibawah Tangan yang dilegalisasikan pada Notaris. Pemberi kuasa harus terlebih dahulu memberi persetujuan t erhadap isi kesepakatan/perdamaian.
d.
Bila dalam negosiasi tersebut tidak dapat dicapai kesepakatan perdamaian, penyelesaian kasus tersebut tetap dilakukan melalui Pengadilan.
e.
Pelaksanaan kegiatan tersebut Pimpinan melalui jalur hierarki.
huruf
b,c dan d dilaporkan kepada
4.2 Penyelesaian melalui Pengadilan.
Terhadap perkara yang diselesaikan melalui Pengadilan, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1) Dalam kedudukan sebagai Penggugat. - Mempersiapkan diri dengan penguasaa dan pendalaman materi
-
-
-
-
-
sengketa termasuk kelengkapan bukti-bukti yang diperlukan. Melakukan upaya pemantapan dengan mengadakan konsultasi dan diskusi dengan Pemberi Kuasa, dalam . hal ini dengan Biro Hukum atau satuan kerja yang pa ling mengetahui permasalahannya. Melangkapi diri dengan Surat Kuasa Khusus , sesuai dengan model yang telah ditentukan. Dalam hal Kejaksaan mewakili beberapa lnstansi Pemerintah atau Lembaga Negara secara bersamaan dengan materi perkara yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain atau berhubungan erat, maka masingmasing lnstans i Pemerintah atau Lembaga Negara tersebut memberi Kuasa Khusus secara tersendiri kepada Kejaksan Gugatan harus memuat : a. ldentitas para pihak; b. Dalil-dalil konkrit/dasar serta alasan dari tuntutan (Fundamentum Petendi) ; c. Hubungan hukum antara Tergugat dan Penggugat. d. Tuntutan/Petitum. Penggugat mendaftarkan surat gugatannya kepada Kepaniteraan Pengadilan dan surat gugatan harus memenuhi peraturan bea materai. Pada waktu memasukkan gugatan, Penggugat harus membayar biaya perkara, yang meliputi : a. Biaya Kantor Kepaniteraan ; b. Biaya panggilan dan pemberitahuan kepada para pihak; c. Dan biaya lain-lain. Biaya perkara sepenuhnya dibebankan kepada pemberi kuasa.
2) Dalam kedudukan sebagai Tergugat. - Mempersiapkan diri dengan penguasaan dan pendalaman materi sengketa dengan mempelajari gugatan secara seksama dan mengumpulkan bukti-bukti yang dapat mematahkan gugatan. - Melakukan upaya pemantapan dengan mengadakan konsultasi dan diskusi dengan pemberi kuasa, dalam hal ini dengan Biro Hukum atau satuan kerja yang paling mengetahui permasalahannya. - Melengkapi diri dengan Surat Kuasa Khusus , sesuai dengan model yang telah ditentukan. - Menyiapkan diri untuk melakukan eksepsi dan bila perlu menarik pihak ketiga atau orang lain sebagai Tergugat (invrijwaring), menyusun jawaban , menyusun gugatan rekonvensi dan tindakan hukum lain sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku. - Dalam hal Kejaksaan mewakili beberapa lnstansi Pemerintah atau Lembaga Negara secara bersamaan dengan materi perkara yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain atau berhubungan erat, maka masingmasing lnstansi Pemerintah atau Lembaga Negara tersebut memberi Kuasa Khusus secara tersendiri kepada Kejaksaan .
5.
PERSIDANGAN Sebagai kesiapan untuk tampil di depan sidang Pengadilan, perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan penting dalam beracara, antara lain sebagai berikut: 1) Jaksa yang mewakili Tergugat atau Penggugat adalah merupakan pihak. 2)
Jaksa yang ditunjuk selaku Kuasa Khusus baik selaku Tergugat maupun Penggugat harus hadir pada sidang pertama.
3)
Sebagai akibat dari tidak hadirnya Tergugat tanpa diserta i alasan yang sah , t idak mengirim wakil dan sudah dipanggil dengan patut , maka gugatan Penggugat dapat diterima dengan putusan verstek , kecuali kalau ternyata oleh Pengadilan Negeri dinyatakan bahwa gugatan itu melawan hukum.
4)
Sebagai Penggugat tidak datang menghadap di. Pengadilan Negeri pada hari yang ditentukan padahal ia sudah dipanggil dengan patut, atau tidak pula menyuruh orang lain menghadap untuk mewakilinya, maka surat gugatannya dapat dinyatakan gugur dan Penggugat dihukum membayar biaya perkara.
5) Jika kedua belah pihak menghadap akan tetapi tidak dapat didamaikan,
maka surat gugatan yang dimasukkan dibacakan oleh pihak pihak . 6)
Atas gugatan Penggugat, Tergugat diberi kesempatqn untuk memberi jawaban di muka Pengadilan baik secara lisan maupun tertulis.
7)
Apabila proses terjadi secara tertulis, maka terhadap jawaban Tergugat, Penggugat diberi kesempatan untuk memberi tanggapan yang disebut replik.
8)
Terhadap replik dari Penggugat, Tergugat dapat memberikan tanggapannya yang disebut duplik.
9)
Tahapan selanjutnya adalah pembuktian, guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain.
10) Sebelum putusan diberikan oleh Pengadilan Negeri, masing masing pihak
diberi kesempatan untuk menyampaikan kesimpulan atas jawab-menjawab serta pembukt ian yang sudah diberikan sebelumnya . 11) Para p i h a k y a n g
berperkara dapat mengusahakan diselesa ikannya perkara secara damai dan perdamaian ini diperkuat dengan putusan hakim (dading). Instansi pemberi SKK harus diikut sertakan dalam proses perdamaian ini. Terhadap putusan perdamaian tidak dapat diajukan permohonan ban ding. Sekalipun demikian, jika didalam suatu perdamaian didapatkan adanya
kekeliruan dalam menghitung , pihak yang dirugikan dapat menuntut agar kekeliruan tersebut diperbaiki (vide pasal 1864 KUH Perdata) . 6.
UPAYA HUKUM Beberapa upaya hukum yang perlu diperhatikan dalam Pengadilan, yaitu :
beracara
disidang
6.1 PERLAWANAN (Verzet).
-
-
-
-
Upaya hukum ini disediakan bagi Tergugat yang dikalahkan dalam putusan verstek, putusan dimana Tergugat tidak hadir pada persidangan pertama. Putusan verstek yang mengabulkan gugatan Penggugat diberitahukan kepada Tergugat dengan penjelasan bahwa Tergugat berhak mengajukan perlawanan kepada Pengadilan Negeri yang memeriksa perkaranya. Perlawanan dapat dilakukan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak pemberitahuan diterima tergugat. Perlawanan diajukan seperti mengajukan gugatan biasa. Tergugat yang mengajukan perlawanan tetap dalam kedudukan sebagai Tergugat seperti dalam perkara yang telah diputus verstek, dan terlawan tetap sebagai Penggugat. Jika Penggugat tidak datang pada sidang yang ditentukan, Penggugat dipanggil sekali lagi, dan jika tidak juga datang maka p e r k a r a n y a terus diperiksa dan diputus secara contradictoir, dengan membatalkan putusan verstek, serta menyatakan mengadili lagi d e n g a n menolak gugatan Penggugat. Terhadap putusan ini Penggugat dapat mengajukan banding. Tergugat yang tidak dapat datang pada sidang yang ditentukan, maka putusan verstek dapat dijatuhkan untuk yang kedua kalinya. Terhadap putusan verstek yang kedua kalinya, Tergugat tidak dapat mengajukan perlawanan lagi, tetapi dapat mengajukan permohonan banding.
6.2 DERDENVERZET DAN INTERVENSI
-
-
-
Derdenverzet adalah perlawan pihak ketiga yang bukan pihak dalam perkara yang bersangkutan karena merasa dirugikan.Misalnya barang yang disita dalam suatu perkara bukan milik Tergugat tetapi milik pihak ketiga. Perlawanan diajukan kepada Pengadilan Negeri yang melakukan penyitaan yaitu dengan menggugat pihak-pihak yang berperkara semula seperti membua gugatan biasa. Pihak ketiga yang mengajukan perlawanan disebut Pelawan dan pihak-pihak yang digugat disebut Terlawan. Pihak yang mengajukan perlawanan terhadap suatu putusan tidak.cukup
-
-
hanya mempunyai kepentingan saja, tetapi harus nyata dirugikan hak perdatanya. Perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga tidak mencegah atau menangguhkan pelaksanaan putusan, kecuali · Ketua Pengadllan Negeri memerintahkan supaya pelaksanaan putusan ditunda menantikan/menunggu putusan Pengadilan Negeri dalam perkara derdenverzet. Intervensi adalah campur tangan dalam satu perkara, jika perkara tersebut merugikan pihak yang melakukan intervensi. Perlawanan dan intervensi dilakukan oleh Kejaksaan jika di dalam satu perkara didapatkan adanya kepentingan Negara yang dirugikan.
6.3 BANDING - Atas putusan Pengadilan Negeri, masing-masing pihak dapat mengajukan permohonan banding apabila putusan Pengadilan Negeri tersebut dianggap kurang benar atau kurang adil. - Jaksa yang mewakili Tergugat atau Penggugat dapat mengajukan permohonan banding dengan mencantumkan alasan-alasan yang kuat untuk permohonan banding. - Dalam hal Jaksa bertindak selaku Penggugat mengajukan banding maka Jaksa harus membuat memori banding, namun apabila Tergugat mengajukan banding maka Jaksa harus membuat kontra memori banding, - Jika Jaksa bertindak selaku Tergugat mengajukan banding maka harus membuat memori banding, sebaliknya apabila Penggugat menyatakan banding maka Jaksa harus membuat kontra memori banding. - Permohonan banding harus diajukan kepada Panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan dalam waktu 14 (empat belas) hari, terhitung mulai hari berikutnya dari hari pengumuman putusan kepada yang berkepentingan. - Penyampaian memori banding dan atau kontra memori ban ding secepatnya diserahkan sebelum dilakukan pemeriksaan oleh Pengadilan Negeri 6.4 K AS AS I - Jaksa sebagai pihak yang berperkara dapat mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung terhadap penetapan dan putusan Pengadilan Banding melaui Panitera Pengadilan tingkat pertama yang telah memutus perkaranya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapaan Pengadilan yang dimaksud diberitahukan . - Jaksa harus membuat dan menyampaikan memori kasasi/ risalah kasasi, yang tidak lain adalah merupakan penjelasan permohonan kasasi, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah mengajukan permohonan pemeriksa kasasi. Permohonan · kasasi harus memuat alasan-alasan kasasi sebagaimana dietapkan dalam Undang-
-
-
-
undang , yaitu Pengadilan Tinggi : a. Tidak berwenang atau melampaui batas kewenangan. b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku. c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang - undangan yang mengancam kelalaian tersebut dengan batalnya putusan yang bersangkutan. Keberatan-keberatan tersebut harus ditujukan terhadap putusan Pengadilan Banding. Dalam Pengajuan permohonan kasasi Pemohon wajib menyampaikan memori kasasi dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan dimaksud dicatat dalam buku daftar. Panitera dari Pengadilan yang memutus perkara dalam tingkat pertama memberikan tanda terima atas penerimaan memori kasasi, dan Jaksa wajib menyimpan tanda terima tersebut. Pihak lawan berhak mengajukan Surat jawaban terhadap memori kasasi kepada Panitera yang bersangkutan dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi.
6.5 PENINJAUAN KEMBALI - Terhadap putusan perkara yang telah mempunyai kekuatan hukum (in kracht van gewijsde) dapat diajukan permohonan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut apabila ditemukan fakta-fakta baru yang dapat dinilai sebagai alasan sebagaimana tercantum dalam pasal 67 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985. - Tenggang waktu untuk mengajukan permohonan Peninjauan Kembali adalah dalam waktu enam bulan setelah putusan Mahkamah Agung diberitahukan kepada para pihak. 6.6 KASASI DEMI KEPENTINGAN HUKUM. Disamping upaya hukum biasa dikenal upaya hukum luar biasa yaitu kasasi demi kepentingan hukum. - Kasasi demi kepentingan hukum dapat diajukan setiap saat , untuk kepentingan hukum dan putusannya tidak merugikan para pihak; - Pengajuan kasasi demi kepentingan umum hanya dapat dlakukan oleh Jaksa Agung, sedangkan Jaksa dapat mengajukan usul kasasi demi kepentingan hukum kepada Jaksa Agung melalui jalur hierarki. 7. LAIN- LAIN
A . Dengan Tata Laksana Bantuan Hukum ini, maka : 7.1 Surat Jaksa Agung Muda Bidang Operasi tanggal 26 Januari 1977 Nomor : B-499/C.3 /1977 tentang Kejaksaan mewakili Pemerintah Rl dalam soal-soal perdata;
7.2 Surat Jaksa Agung Muda Bidang Operasi tanggal 18 April 1977 Nomor :
7.3 7.4
7.5
7.6
7.7
7.8
B.2060/C.3/4/1977 tentang Kejaksaan mewakili Pemerintah Rl dalam soalsoal perdata; lnstruksi Jaksa Agung Rl Nomo : INS-03/PIDUM/5/1985 tanggal 29 Mei 1985 tentang Tata Laksana Bantuan Hukum; Surat Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Nomor : B-866/1989 tanggal 14 Desember 1989 perihal Revisi Surat Edaran Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Nomor : B-798/Epb/1 0/1987 tanggal 26 Oktober 1987; Surat Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Nomor: B-90/E/Epb/5/1990 tanggal 16 Mei 1990 perihal Permintaan Surat Pesetujuan Untuk Mewakili lnstansi Pemerintah dalam perkara perdata ; Surat Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Nomor: R31/E/5/1991 tanggal 6 Mei 1991 pe rihal permintaan bantuan hukum mewakili Tergugat dalam Peradilan Tata Usaha Negara (TUN); Surat Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Nomor : B- 118/ E.5/ Epb.2/ 12/85 tangga l 12 Desember 1985 perihal Pengiriman Kasus/ Perkara Perdata yang akan diwakili oleh Kejaksaan atau Kejaksaan sebagai Tergugat maupun Penggugat dalam bentuk telaahan sebelum Surat Kuasa Khusus/Surat Persetujuan Jaksa Agung Rl diterbitkan . Surat Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Nomor : B-798/ E/ Epb/ 10/1987 t anggal 26 Oktober 1987 perihal Pemberian bantuan hukum kepada lnstans i Pemerintah/Lembaga Negara . Dinyatakan tidak berlaku lagi. .
B. Petunjuk dalam Tata Laksana Bantuan Hukum ini berlaku secara mutatis mutandis dalam pemberian bantuan hukum di forum Arbitrase . BAB V PELAPORAN
Setiap penyelesa ian kasus/ bantuan hukum baik diluar maupun melalui Pengadilan , oleh Kepala cabang Kejaksaan Negeri / Kepala Kejaksaan Negeri wajib dilaporkan kepada Pimpinarn melalui jalur yang hierarki, sesuai dengan bentuk laporan yang telah ditentukan. BAB VI PENUTUP Tata Laksana Bantuan Hukum ini merupakan petunjuk singkat guna membantu Jaksa sebagai Kuasa Khusus dalam, menangani dan menyelesaikan perkara perdata atau tata usaha negara.
Jakarta , 1 September 1994 An . JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG MUDA PERDATA DAN TATA USAHA NEGARA.
SUHADIBROTO, SH.