104
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, Volume 8, Nomor 1, Januari 2016, hlm. 104–111
KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KELOMPOK BERBASIS NILAI-NILAI BUDAYA LONTO LEOK UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN INTERPERSONAL SISWA Fabianus Hadiman Bosco Prodi PGSD STKIP St. Paulus, Jl. Jend. A. Yani, No.10 Ruteng-Flores 86508 e-mail:
[email protected]
Abstract: The Effectiveness of Group Guidance based on Cultural Values Lonto Leok toward the Improvement of Students’ Interpersonal Intelligence. This research is aimed at producing a model of group counseling service based on cultural values Lonto Leok which is effective for enhancing students’ interpersonal intelligence. The study is designed in research and development method. The research was conducted at SMAN 1 Langke Rembong. 10 students were purposively chosen as the samples. The model of group counseling service is based on the cultural values of Lonto Leok that is the process by which individuals are guided through teacher’s guidance and counselling in order to communicate and cooperate well. The results of this study prove that the group-counselling model in terms of the cultural values of Lonto Leok is effective toward the improvement of the students’ interpersonal intelligence. Wilcoxon test results showed that the value of the smallest number of levels is 0. The value of t table with N=10, at 5% level of error for one tail test is 8. This means that the smallest number of levels = 0 < T table = 8. Ho is rejected and Ha accepted . Hence, there is a significant difference at the level of interpersonal intelligence pre- and post treatment. It can be concluded that the model can elevate the students’ interpersonal intellegence. Keywords: intelligence interpersonal, group counseling based on the cultural values of lonto leok Abstrak: Keefektifan Bimbingan Kelompok Berbasis Nilai-Nilai Budaya Lonto Leok Untuk Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Siswa. Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan model bimbingan kelompok berbasis nilai-nilai budaya Lonto Leok yang efektif untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa. Metode Penelitian: Educational Research and Development. Model bimbingan kelompok berbasis nilai-nilai budaya Lonto Leok yang dikembangkan merupakan proses pemberian bantuan oleh guru bimbingan dan konseling kepada individu melalui suasana kelompok dengan berlandaskan pada nilai-nilai budaya Lonto Leok, yang dapat membantu anggota kelompok untuk saling berkomunikasi dan bekerjasama dengan baik. Tempat penelitian SMAN 1 Langke Rembong, Sampel 10 siswa dipilih secara purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model bimbingan kelompok berbasis nilai-nilai budaya Lonto Leok terbukti efektif untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa. Hasil uji Wilcoxon menunjukan bahwa jumlah jenjang yang terkecil nilainya adalah 0. Nilai T tabel dengan N = 10, taraf kesalahan 5% untuk tes satu fihak (one tail test) nilainya adalah 8. Ini berarti jumlah jenjang terkecil = 0 < dari T tabel = 8, sehingga Ha diterima dan Ho ditolak, yang berarti ada perbedaan yang signifikan tingkat kecerdasan interpersonal sebelum diberi perlakuan dan setelah diberi perlakuan. Dari hasil penelitian penelitian, dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok berbasis nilai-nilai budaya lonto leok terbukti efektif untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa. Kata Kunci: kecerdasan interpersonal, bimbingan kelompok berbasis nilai-nilai budaya lonto leok
PENDAHULUAN Pendidikan mempunyai pengaruh yang penting untuk pengembangan potensi dalam kehidupan
individu di masa depan, yaitu pengembangan potensi individu seoptimal mungkin dalam aspek fisik, intelektual, emosional, sosial dan spiritual, sesuai
104
Bosco, Keefektifan Bimbingan Kelompok Berbasis ...
dengan tahap perkembangan serta karakteristik lingkungan fisik dan lingkungan sosio-budaya di mana individu itu hidup. Karena itu pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan individu dalam seluruh aspek kehidupan dan penghidupan. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 3 secara tegas dinyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan merupakan aset yang tak ternilai bagi individu dan masyarakat. Pendidikan tidak pernah dapat dideskripsikan secara gamblang hanya dapat mencatat banyaknya jumlah siswa, personel yang terlibat, harga bangunan, dan fasilitas yang dimiliki. Pendidikan memang menyangkut itu semua, namun lebih dari itu semuanya. Pendidikan merupakan proses yang esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita pribadi individu (Yusuf, 2009:2). Dalam lingkup pendidikan formal, sekolah merupakan suatu sistem yang komponen-komponen di dalamnya terintegrasi dan kolaborasi dengan baik sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masingmasing. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen sekolah yang ikut bersama-sama dengan komponen sekolah lainnya untuk mensukseskan penyelengaraan pendidikan. Keberhasilan sekolah dalam mencapai visi dan misinya sangat dipengaruhi oleh sinergi diantara komponen-komponen tersebut. Bimbingan dan konseling merupakan upaya pemberian bantuan oleh guru bimbingan konseling (konselor) kepada siswa dengan menggunakan prosedur dan cara yang sistematis agar setiap individu yang dilayani mampu menunjukan sikap sosial dengan individu yang lainnya. Salah satu bentuk layanan yang diberikan kepada siswa dalam bimbingan dan konseling adalah layanan bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok merupakan bantuan terhadap individu yang dilaksanakan dalam situasi kelompok. Nuhrisan (2009: 17) mengatakan bahwa Bimbingan kelompok dapat berupa penyampaian informasi ataupun aktifitas kelompok yang membahas masalah-masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan sosial. Sementara itu, mc.Daniel (dalam Prayitno dan Amti, 2004:310)
105
menyatakan bahwa telah lama dikenal bahwa berbagai informasi berkenaan dengan orientasi siswa baru, pindah program dan peta sosiometri siswa serta bagaimana mengembangkan hubungan antarsiswa dapat disampaikan dan dibahas dalam bimbingan kelompok. Layanan bimbingan kelompok merupakan salah satu layanan yang diberikan guru bimbingan konseling pada siswa dalam rangka membantu mereka melalui suasana interaksi dan komunikasi anatarpribadi dalam kelompok untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan terhadap nilai-nilai kehidupan dan tujuan hidup, serta untuk belajar menghilangkan sikap-sikap dan perilaku tertentu. Bimbingan kelompok adalah salah satu kegiatan yang memanfaatkan kekuatan kelompok dengan jumlah anggota kelompok yang dibatasi sehingga nuansa psikopedagogis tetap terkontrol dengan baik oleh masing-masing anggota terutama pemimpin kelompok. Karena nuansa psikopedagogis menjadi hal penting maka suasana yang tercipta akan sangat menolong setiap anggota kelompok untuk saling menghargai dan lebih berani dan leluasa menyampaikan pendapat secara bertanggungjawab. Gunarsa (2000:41), mengemukakan bahwa dengan kegiatan kelompok, maka siswa belajar berpartisipasi dengan sebaik-baiknya. Pengembangan bakat-bakat dan penyaluran dorongan-dorongan dapat tertampung dalam kegiatan kelompok. Siswa juga belajar berfikir dan belajar bertanggung jawab. Pada umumnya suatu kegiatan bersama-sama akan lebih baik hasilnya daripada bila dilakukan sendiri. Sementara itu, Gibson dan Marianne (2011:275) menjelaskan bahwa istilah bimbingan kelompok mengacu pada aktivitas-aktivitas kelompok yang berfokus kepada penyediaan informasi atau pengalaman lewat aktivitas kelompok yang terencana atau terorganisir. Tujuan bimbingan kelompok adalah untuk memberi informasi dan data untuk mempermudah pembuatan keputusan dan tingkah laku. Selain itu, tujuan yang ingin dicapai dalam layanan bimbingan kelompok adalah pengembangan pribadi, pembahasan topik-topik atau masalah-masalah umum secara luas dan mendalam yang bermanfaat bagi anggota kelompok sehingga terhindar dari permasalahan yang berkaitan dengan topik atau masalah yang dibahas (Wibowo, 2005:18). Berkaitan dengan manfaat layanannya, Winkel dan Hastuti (2007:565) menyebutkan manfaat layanan bimbingan kelompok adalah mendapat
106
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, Volume 8, Nomor 1, Januari 2016, hlm. 104–111
kesempatan untuk berkontak dengan banyak siswa; memberikan informasi yang dibutuhkan oleh siswa; siswa dapat menyadari tantangan yang akan dihadapi; siswa dapat menerima dirinya setelah menyadari bahwa teman-temannya sering menghadapi persoalan, kesulitan dan tantangan yang kerapkali sama; dan lebih berani mengemukakan pandangannya sendiri bila berada dalam kelompok; diberikan kesempatan untuk mendiskusikan sesuatu secara bersama; lebih bersedia menerima suatu pandangan atau pendapat bila dikemukakan oleh seorang teman daripada yang dikemukakan oleh seorang konselor. Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok dapat memungkinkan guru bimbingan dan konseling (konselor) beserta sejumlah peserta didik secara bersama-sama, melalui dinamika kelompok, memperoleh berbagai bahan dari nara sumber tertentu, terutama dari konselor dan atau membahas secara bersama-sama pokok bahasan tertentu yang berguna untuk menunjang pemahaman dalam kehidupan sehari-hari baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga, dan masyarakat. Melalui wawancara dengan guru Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri 1 Langke Rembong, masih ada siswa dalam pergaulan baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat kurang mampu menyesuaikan diri dengan orang lain dan lingkungan, kurang mampu untuk berelasi dengan siswa yang lain dengan baik, kurang berempati, kurang mampu memahami orang lain dan kurangnya kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain, kurang mampu berkomunikasi secara efektif, serta kurang mampu mendengarkan secara efektif. Gejala tersebut diasumsikan bahwa perilaku-perilaku yang ditampilkan siswa merupakan indikator dari rendahnya kecerdasan interpersonal siswa. Selain itu, berdasarkan data yang diperoleh dengan cara menyebarkan skala kecerdasan interpersonal pada siswa kelas XI IPS tahun ajaran 2013/ 2014 SMA Negeri 1 Langke Rembong, menunjukan bahwa kodisi kecerdasan interpersonal siswa di SMA Negeri 1 Langke Rembong 8.8% siswa memiliki kecerdasan interpersonal rendah, 83.3% siswa memiliki kecerdasan interpersonal sedang dan 7.9% siswa memiliki kecerdasan interpersonal yang tinggi. Individu atau remaja yang kecerdasan interpersonalnya tinggi adalah individu yang dapat berhubungan dan bekerjasama secara baik dengan orang lain. Gardner (2003:24) mengemukakan kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami
orang lain: apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja, bagaimana bekerja sama dengan mereka. Berkaitan dengan kehidupan remaja, Hurlock (2009:213) menyatakan bahwa salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubugan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan dengan lawan jenis dan dalam hubungan dengan sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Remaja senantiasa hidup dalam tata lingkungan fisik, psikis dan spiritual yang di dalamnya diadakan hubungan timbal balik sejak remaja itu dilahirkan. Dan dalam hubungan timbal balik itu tentulah terjadi saling mempengaruhi antara remaja dan lingkungan pada umunya. Uraian di atas memberikan gambaran bahwa yang menonjol dan senantiasa menjadi masalah sosial dewasa ini salah satunya adalah masih ada siswa/remaja yang belum mampu berhubungan serta bekerja sama secara maksimal dengan orang lain. Berkaitan dengan hal tersebut, pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam mencegah maupun mengatasi masalah-masalah yang ada melalui layanan bimbingan konseling yaitu bimbingan kelompok. Selain upaya melalui pendidikan, eksistensi budaya lokal juga turut membantu menjawab tantangan zaman khususnya bagi kaum remaja (siswa). Dalam mencapai konsekwensi daya saing sumber daya manusia, faktor utamanya adalah pemahaman dan penghayatan terhadap budaya. Budaya juga dapat memberikan sentuhan bagi peningkatan kualitas kehidupan baik secara perorangan maupun secara kelompok. Berkenaan dengan konsep budaya, para ahli dan peneliti mendefinisikan budaya dari sudut pandang yang berbeda-beda. Para peneliti seperti Mead, Benedict, Hofstede dan yang lainnya telah menawarkan beberapa definisi yang menarik tentang budaya sebagai sekumpulan sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku yang dimiliki bersama sekelompok orang, yang dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya lewat bahasa atau beberapa sarana komunikasi lain (Matsumoto, 2008:5). Kata budaya sendiri bermakna semua caracara hidup yang dilakukan orang dalam suatu masyarakat. Dalam budaya tertentu dimaksudkan keseluruhan cara hidup bersama dari sekelompok orang, yang meliputi bentuk mereka berpikir, berbuat
Bosco, Keefektifan Bimbingan Kelompok Berbasis ...
dan merasakan yang diekspresikan, misalnya dalam kepercayaan, hukum, bahasa, seni, adat istiadat, juga dalam bentuk produk-produk benda seperti rumah, pakaian, dan alat-alat. Dari definisi-definisi yang diuraikan di atas telah menjadi jelas bahwa budaya adalah sesuatu yang luas dan kompleks. Karena itu, Geertz (dalam Hasan, 2011:20) memandang bahwa budaya adalah jalinan makna (fabric of meaning) dalam pengertian bahwa manusia menafsirkan pengalaman mereka untuk memandu tindakannya. Dengan kata lain, budaya terdiri dari struktur makna (structure of meaning) yang hadir secara sosial, tempat manusia saling berkomunikasi, dan tak terpisahkan dari wacana sosial yang bersifat simbolik. Dari penjelasan-penjelasan tentang budaya di atas maka, dapat disimpulkan bahwa budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Berkenaan dengan budaya Lonto Leok, secara harafiah lonto leok berarti duduk melingkar. Maksudnya, duduk bersama untuk membicarakan dan menyelesaikan segala persoalan di kampung (beo). Konsep lonto leok bertolak dari bentuk rumah adat yang kerucut. Oleh karena itu, biasanya para warga yang duduk di dalamnya selalu duduk melingkar (lonto leok) sesuai dengan bentuk rumah tersebut. Secara realis konsep lonto leok berarti pertemuan atau rapat yang dihadiri oleh warga kampung untuk mengurus segala masalah di kampung tersebut. Berkaitan dengan nilai budaya, Nggoro (2006: 71) menjelaskan tentang istilah “hae reba” menurut budaya di Manggarai adalah suatu hubungan kekerabatan yang dibangun atas dasar kenalan, persatuan, persaudaraan, keakraban, kekeluargaan, baik dalam hal pengorbanan materi, spiritual dan tenaga, pikiran dalam rangka urusan keluarga seperti: acara perkawinan, pendidikan, dan kematian. Senada dengan itu Janggur, (2010:135), layaknya kebudayaan di seantero nusantara, rumah adat Manggarai juga kaya nilai. Nilai-nilai ini mendasari kehidupan bersama serta mewarnai seluruh aktivitas sosial orang Manggarai. Budaya lonto leok yang sering dilaksanakan dalam Mbaru Gendang (rumah adat) merupakan salah satu bukti bahwasannya nilai sosial demokrasi bukanlah hal yang asing di tanah Manggarai. Mbaru gendang itu sendiri sesungguhnya menyimbolkan demokrasi. Dua prinsip utama yang ada di dalamnya adalah bantang cama reje leleng (permusyawarahan) dan kope oles todo kongkol (kesejahteraan sosial).
107
Dalam hubungan dengan nilai-nilai dimaksud adanya keistimewaan yang dimiliki dalam sikap hidup bermasyarakat yakni hubungan antar sesama selalu dijunjung tinggi melalui falsafah “Nai ca anggit tuka ca leleng, bantang cama reje lele” yang artinya satu hati, satu tujuan, berjalan bersama, bermusyawarah serta memikul tanggung jawab secara bersama-sama). Falsafah ini mengandung makna yang sangat mendalam dimana semua manusia memiliki kesamaan derajat di dunia tanpa ada perbedaan. Nilai-nilai tersebut telah terkover seluruh tata krama masyarakatnya yang sangat penting bagi segala tingkah laku dalam kehidupan masyarakat baik secara individu maupun kelompok. Model bimbingan kelompok berbasis nilai-nilai budaya Lonto Leok yang dikembangkan merupakan proses pemberian bantuan oleh guru bimbingan dan konseling kepada individu melalui suasana kelompok dengan berlandaskan pada nilai-nilai budaya Lonto Leok, yang dapat membantu anggota kelompok untuk saling berkomunikasi dan bekerjasama dengan baik. Dalam pelaksanaan bimbingan kelompok berbasis nilai-nilai budaya Lonto Leok, guru bimbingan dan konseling (konselor) harus memiliki kompetensi khusus yakni memiliki wawasan yang luas tentang budaya Lonto Leok khususnya nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya serta dapat mengamalkan dalam kehidupan baik di sekolah maupun dalam masyarakat. METODE Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan atau research and development. Sugiyono (2010:407) menjelaskan metode penelitian dan pengembangan atau Research and development adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Prosedur pengembangan model dalam penelitian ini meliputi enam tahap yakni (1) persiapan pengembangan model hipotetik (telaah kondisi objektif di lapangan, kajian teori, kajian hasil penelitian), (2) merancang model hipotetik, (3) uji kelayakan model hipotetik, (4) perbaikan model hipotetik (5) uji coba lapangan / uji empirik, (6) menyusun model akhir. Penelitian pengembangan ini dilakukan di SMA Negeri 1 Langke Rembong. Subyek uji coba pada penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Langke Rembong kelas XI IPS dengan jumlah 10 siswa. Pengambilan sampel menggunakan metode random sampling.
108
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, Volume 8, Nomor 1, Januari 2016, hlm. 104–111
Data dalam penelitian ini terbagi atas dua yakni data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif untuk mengkaji pelaksanaan layanan bimbingan kelompok di lapangan melalui wawancara serta lembar validasi ahli dan praktisi untuk menilai kelayakan model hipotetik yang akan diuji cobakan. Data kuantitatif diperoleh dengan menggunakan skala kecerdasan interpersonal. Data ini berupa hasil uji statistik yang terdiri dari uji validitas, reliabilitas dan uji efektifitas. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil studi pendahuluan yang dilaksanakan untuk memperoleh data awal dan data empiris tentang gambaran pelaksanaan layanan bimbingan kelompok di SMA Negeri 1 Langke Rembong dan gambaran tentang kecerdasan interpersonal siswa melalui wawancara dengan guru bimbingan dan konseling serta melalui penyebaran skala psikologi kepada siswa, secara rinci berkenaan dengan: (1) Pelaksanaan bimbingan kelompok di SMA Negeri 1 Langke Rembong dan (2) gambaran umum kecerdasan interpersonal siswa di SMA Negeri 1 Langke Rembong. Berdasarkan hasil kajian empirik pada studi pendahuluan lapangan diketahui bahwa: (1) Layanan Bimbingan kelompok di SMA Negeri 1 Langke Rembong telah dilaksanakan namun belum maksimal, dikarenakan beberapa hambatan baik dari segi alokasi waktu, tenaga maupun sarana dan prasarana yang kurang memadai (2) Hasil studi pendahuluan tentang kondisi kecerdasan interpersonal siswa yang dilakukan pada seluruh siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Langke Rembong diketahui bahwa, 8.8% siswa memiliki kecerdasan interpersonal rendah, 83.3% siswa memiliki kecerdasan interpersonal sedang dan 7.9% siswa memiliki kecerdasan interpersonal yang tinggi. Data klasifikasi tersebut dapat dilihat dalam tabel 1 berikut ini:
bimbingan kelompok yang disusun secara sistematis sehingga pelaksanaan layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa belum dapat dilaksanakan, (6) Guru Bimbingan dan Konseling membutuhkan sebuah model layanan bimbingan kelompok yang praktis dan efektif untuk mencegah dan mengatasi masalah siswa secara khusus meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa. Dari beberapa hal di atas, peneliti merasa perlu mengembangkan sebuah model layanan bimbingan kelompok berbasis budaya Lonto Leok yang praktis, tepat dan efektif sesuai dengan kondisi siswa agar bimbingan kelompok dapat dilaksanakan di Sekolah untuk membantu meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa. Upaya tersebut untuk memudahkan guru bimbingan dan konseling dalam melaksanakan layanan bimbingan kelompok. Dengan demikian, diharapkan dengan tersusunnya model bimbingan kelompok berbasis nilai-nilai budaya Lonto Leok dapat membantu guru bimbingan dan konseling dalam melaksanakan bimbingan kelompok yang praktis khususnya dalam lingkup daerah Manggarai yang sebagian besar masyarakatnya hidup dan mengetahui seluk beluk budaya Lonto Leok. Kerangka dasar model layanan bimbingan kelompok berbasis nilai-nilai budaya Lonto Leok untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa terdiri dari tiga bagian, yakni panduan umum, panduan pelaksanaan, serta panduan praktis. Panduan umum dalam kerangka dasar model hipotetik terdiri dari (a) rasional, (b) visi dan misi, (c) tujuan, (d) target intervensi, (e) isi model, dan (f) komponen model hipotetik. Panduan pelaksanaan dalam kerangka dasar model hipotetik, terdiri dari (a) pengantar, (b) materi/topik dan tujuan (c) media dan (d) rincian pelaksanaan model. Sedangkan panduan praktis dalam kerangka dasar model hipotetik berisi panduan operasional layanan bimbingan kelompok pada setiap sesi pertemuan.
Tabel 1. Data Kecerdasan interpersonal Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Langke Rembong Kriteria Skor Jumlah
Rendah 19
Sedang 179
Tinggi 17
Total 215
Persentase
8,8
83,3
7,9
100
(3) Dari data hasil penelitian pendahuluan tersebut menunjukkan perlunya upaya bantuan bagi siswa agar mereka dapat berkembang secara optimal (4) Layanan bimbingan kelompok dengan basis nilai-nilai budaya Lonto Leok belum pernah dilaksanakan (5) Tidak tersedianya program
Bosco, Keefektifan Bimbingan Kelompok Berbasis ...
Selanjutnya, kerangka dasar layanan bimbingan kelompok berbasis nilai-nilai budaya Lonto Leok untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa akan divalidasi atau di uji kelayakannya guna mendapatkan model yang rasional dan mudah di terapkan. Alasan mendasar dari kegiatan uji kelayakan adalah untuk memantapkan kesesuaian dan kelayakan model bimbingan kelompok berbasis nilai-nilai budaya Lonto leok yang dikembangkan untuk diimplementasikan (uji lapangan) di SMA Negeri 1 Langke Rembong yang menjadi sasaran atau tempat penelitian. Singkatnya secara operasional, proses uji kelayakan dimaksudkan untuk memantapkan: 1) kelengkapan dan keutuhan model; dan 2) kelayakan model yang telah dirumuskan untuk diterapkan disekolah. Untuk mencapai hasil yang maksimal maka model bimbingan kelompok berbasis nilai-nilai budaya Lonto Leok ini telah divalidasi oleh dua ahli bimbingan dan konseling yang masing-masing memiliki kualifikasi akademik S3 Bimbingan Konseling. Aspek yang yang dinilai oleh validator ahli terdiri dari sembilan aspek, antara lain: Rasional, tujuan, asumsi, target intervensi, tahap-tahap pelaksanaan, kompetensi penunjang pemimpin kelompok, materi layanan, evaluasi dan indikator keberhasilan dari model yang dikembangkan. Selain melalui validasi ahli, model ini juga divalidasi oleh empat orang praktisi Bimbingan dan Konseling. Aspek yang dinilai dalam validasi praktisi adalah kontribusi model
109
terhadap pencapaian tujuan pendidikan dan tujuan bimbingan dan konseling, peluang keterlaksanaan, kemuampuan konselor dalam menerapkan model, kesesuaian model dengan karateristik siswa, kepraktisan model untuk dipahami, dan peluang keterjalinan kerjasama dalam pelaksanaan model. Hasil uji Keefektifan model bimbingan kelompok berbasis nilai-nilai budaya Lonto Leok terlihat pada peningkatan kecerdasan interpersonal siswa yang dapat dilihat dari perbandingan antara tingkat kecerdasan interpersonal siswa sebelum diberikan layanan bimbingan kelompok (skor pre-test) dan sesudah diberikan layanan bimbingan kelompok (skor post-test). Berdasarkan data kecerdasan interpersonal siswa, maka kategori rendah dan sedang dipilih sebanyak 10 siswa untuk dianalisis lebih lanjut. Untuk memperjelas maka data-data yang dimaksud secara rinci dipaparkan pada tabel 2. Hasil uji keefektifan model bimbingan kelompok berbasis nilai-nilai budaya Lonto Leok untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa untuk skor total antara pree-test dan post-test akan diuraikan dengan menggunakan uji beda Wilcoxon. Untuk memperjelas maka akan diuraikan pada tabel 3. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4 untuk uji Wilcoxon jumlah jenjang yang terkecil nilainya adalah 0. Nilai T tabel dengan N = 10, taraf kesalahan 5% untuk tes satu fihak (one tail test) nilainya adalah 8. Ini berarti jumlah jenjang terkecil = 0 < dari T tabel = 8, sehingga Ha diterima dan Ho
Tabel 2. Hasil Kondisi Awal (Pree- Test) Tingkat Kecerdasan Interpersonal Siswa Pada Masing-Masing Anggota Kelompok
110
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, Volume 8, Nomor 1, Januari 2016, hlm. 104–111
Tabel 3. Hasil Kondisi Akhir Tingkat Kecerdasan Interpersonal Siswa Pada Masing-Masing Anggota Kelompok
Tabel 4. Uji Wilcoxon Pretest dan Postes terhadap Tingkat Kecerdasan Interpersonal Siswa Pada Skor Total No.
AK
Pre Tes X1
Pos Tes X2
Selisih (X2-X1)
Jenjang
1
50
9
2
54
10
10
0
3
45
4
4
0
4
48
7,5
7,5
0
5
46
5
5
0
6
48
7,5
7,5
0
7
40
3
3
0
8
38
2
2
0
9
47
6
6
0
10
31
1
1
0
55
0
Jumlah
Tanda Jenjang + 9 0
Bosco, Keefektifan Bimbingan Kelompok Berbasis ...
ditolak. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok berbasis nilai-nilai budaya Lonto Leok efektif untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa di SMA Negeri 1 Langke Rembong. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian bahwa model bimbingan kelompok berbasis nilai-nilai budaya Lonto Leok untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa merupakan sebuah model yang praktis, efektif dan mudah dilaksanakan karena sesuai dengan kebutuhan siswa yang berlatar belakang budaya Lonto Leok. Berdasarkan hasil tes psikologi melalui penyebaran skala kecerdasan interpersonal kepada seluruh siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Langke Rembong maka diperoleh gambaran bahwa, 8.8 % siswa memiliki kecerdasan interpersonal rendah, 83.3% siswa memiliki kecerdasan interpersonal sedang dan 7.9% siswa memiliki kecerdasan interpersonal yang tinggi. Model bimbingan kelompok berbasis nilai-nilai budaya Lonto Leok untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa terbukti efektif. Hal ini ditunjukkan dengan perubahan tingkat kecerdasan interpersonal sebelum diberikan perlakuan (pree-test) yakni dengan skor total sebesar 53,2% dan setelah diberikan perlakuan (post-test) dengan perolehan skor total sebesar 79,8%. Terjadi perubahan dengan jumlah skor 26,6%. Hasil perhitungan uji Wilcoxon menunjukan bahwa jumlah jenjang yang terkecil nilainya adalah 0. Nilai T tabel dengan N = 10, taraf kesalahan 5% untuk tes satu fihak (one tail test) nilainya adalah 8. Ini berarti jumlah jenjang terkecil = 0 < dari T tabel = 8, sehingga Ha diterima dan Ho ditolak. Simpulan dari penelitian ini adalah model bimbingan
111
kelompok berbasis nilai-nilai budaya Lonto Leok efektif untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa. DAFTAR RUJUKAN Gardner, H. 2003. Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk). Batam: Interaksara. Gibson, R.L., dan M.H. Mitchell. 2011. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Diterjemahkan dari; Introduction to Counseling and Guidanse. First publisher 2008 by Pearson Prentice Hall.Pearson education, Inc, Upper Saddle River, New Jersey. Gunarsa, Y.S. 2004. Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. Hasan, S.S. 2011. Pengantar Cultural Studies. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA. Hurlock, E.B. 2009. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga. Janggur, P. 2010. Butir-Butir Adat Manggarai. Ruteng Flores: Yayasan Siri Bongkok. Matsumoto, D. 2008. Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nggoro, A.M. 2006. Budaya Manggarai Selayang Pandang. Ende: Nusa Indah. Nuhrisan, A.J. 2009. Stategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Refika Adita. Prayitno & Amti, E. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) No. 20 Tahun 2003 Wibowo, M.E. 2005. Konseling Kelompok Perkembangan. Semarang: UNNES PRESS. Winkel, W.S., & Hastuti, S. 2007. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Gramedia Yusuf, S., & Nurihsan A.J. 2009. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya.