KECERDASAN SPIRITUAL IBU, KUALITAS PENGASUHAN DAN KREATIVITAS ANAK SEKOLAH DASAR PROGRESIF DAN NON PROGRESIF DI KOTA DEPOK
HANY MARIA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kecerdasan Spiritual Ibu, Kualitas Pengasuhan, dan Kreativitas Anak Sekolah Dasar Progresif dan Non Progresif di Kota Depok adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Hany Maria NIM. I251100121
RINGKASAN HANY MARIA. Kecerdasan Spiritual Ibu, Kualitas Pengasuhan, dan Kreativitas Anak Sekolah Dasar Progresif dan Non Progresif di Kota Depok. Dibimbing oleh EUIS SUNARTI dan DIAH KRISNATUTI. Pembangunan kualitas manusia, termasuk jiwa kreatif yang dibutuhkan oleh perkembangan era ekonomi kreatif saat ini, tidak terlepas dari peran keluarga dan sekolah. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kecerdasan spiritual ibu, kualitas pengasuhan, dan kreativitas anak pada sekolah dasar progresif dan non progresif di Kota Depok. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Tempat penelitian dipilih secara purposive, terdiri atas 4 sekolah. Sekolah dasar yang terlibat dalam penelitian ini merupakan sekolah yang diusahakan memiliki kriteria homogen, memiliki kategori progresif atau non progresif, dan bersedia menjadi contoh dalam penelitan ini dengan rekomendasi dari Kepala Dinas Pendidikan Nasional Kota Depok. Keluarga siswa yang dipilih pada masing-masing sekolah berjumlah 30 dan dipilih secara acak dari kelas 4 dan 5, sehingga total contoh berjumlah 120 keluarga. Data dikumpulkan dengan menggunakan alat bantu kuesioner. Proses pengolahan data meliputi pengeditan, pengkodean, entry ke komputer, dan pengecekan data. Selanjutnya, analisis data dilakukan dengan statistika deskriptif dan analisis statistika inferensial (uji korelasi Pearson, Spearman dan Chi Square, uji beda t-test dan mannwhitney, serta uji regresi linier berganda). Berdasarkan tingkat pencapaian skor, contoh ibu memiliki kecerdasan spiritual separuh dari nilai maksimal yang diharapkan. Dari lima keluarga terdapat empat keluarga yang memiliki stimulasi lingkungan yang optimal dan tiga keluarga yang memliki stimulasi kehangatan yang optimal. Di antara sepuluh contoh siswa terdapat 4 siswa yang memiliki kreativitas figural di atas kategori rata-rata dan 1 di antaranya memiliki kreativitas figural di bawah rata-rata. Satu di antara sepuluh contoh siswa memiliki tingkat kreativitas verbal di atas kategori rata-rata dan 2 di antaranya memiliki tingkat kreativitas verbal di bawah rata-rata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa contoh pada sekolah progresif memiliki keunggulan dibandingkan contoh pada sekolah progresif dalam hal pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, kecerdasan spiritual ibu, kualitas pengasuhan (stimulasi lingkungan keluarga), kreativitas figural dan verbal anak. Stimulasi lingkungan keluarga memiliki hubungan nyata positif dengan pendidikan ayah dan ibu, pendapatan keluarga, dan kecerdasan spiritual ibu. Sedangkan stimulasi kehangatan hanya memiliki hubungan nyata positif dengan produksi pemaknaan pribadi dan ekspansi tingkat kesadaran pada variabel kecerdasan spiritual ibu. Kreativitas figural anak memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan jumlah anak, pendapatan keluarga, serta stimulasi pengalaman anak dan stimulasi aktif pada variabel stimulasi lingkungan keluarga. Kreativitas figural anak pada sekolah non progresif berhubungan nyata dan positif dengan jumlah anak, usia anak, dan urutan kelahiran. Kreativitas figural anak pada sekolah progresif berhubungan nyata dan positif dengan kematangan anak dan berhubungan nyata negatif dengan kecerdasan spiritual ibu. Sedangkan kreativitas verbal memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan pendidikan ibu, pendapatan total
keluarga, stimulasi kehangatan, dan stimulasi pengalaman anak pada variabel stimulasi lingkungan keluarga. Kreativitas verbal anak pada sekolah non progresif berhubungan nyata dan positif dengan pendapatan keluarga, stimulasi lingkungan keluarga, jumlah anak, dan urutan kelahiran. Kreativitas verbal anak pada sekolah progresif berhubungan nyata dan positif dengan gaya pengasuhan yang hangat, pendidikan ibu, serta berhubungan nyata dan negatif dengan keterlibatan ayah. Stimulasi lingkungan keluarga, terutama pada contoh sekolah progresif, dipengaruhi oleh kecerdasan spiritual ibu dan pendapatan keluarga. Sedangkan stimulasi kehangatan dipengaruhi oleh pendidikan ayah dan kecerdasan spiritual ibu. Kreativitas figural anak dipengaruhi oleh jumlah anak dan usia anak. Kreativitas figural anak pada sekolah non progresif dipengaruhi oleh jumlah anak. Kreativitas figural anak pada sekolah progresif dipengaruhi oleh kecerdasan spiritual ibu. Sedangkan kreativitas verbal anak dipengaruhi oleh stimulasi kehangatan dan pendapatan keluarga. Kreativitas verbal anak pada sekolah non progresif dipengaruhi oleh jumlah anak. Kata kunci: kreativitas verbal, kreativitas figural, stimulasi lingkungan keluarga, stimulasi kehangatan, sekolah progresif
SUMMARY HANY MARIA. Mother’s spiritual intelligence, parenting quality, and student’s creativity at progressive and non progressive elementary school in Depok City. Supervised by EUIS SUNARTI and DIAH KRISNATUTI. The aim of this research is to analyze mother’s spiritual intelligence, parenting quality, and student’s creativity at progressive and non progressive elementary school in Depok City. This research involved 120 students and their family that were selected randomly in each school. The samples were chosen from families of students who were studying in 4 schools (fourth and fifth grade in elementary school). Data was collected by completing the questionnaire. Data was analyzed by descriptive, parametric (t-test) and non parametric test (mann whitney test), correlation, and regression analysis. Measurement of student’s creativity consist of figural and verbal creativity test. Measurement of spiritual intelligence is adopted from Spiritual Intelligence Self Report Inventory-24 (SISRI-24). Measurement of parenting quality consist of family environment stimulation and warmth stimulation. Based on scores achievement, mother’s spiritual intelligence has half of the expected maximum value. Among of five families, there are four families that have optimal environmental stimulation, and three families of them possess optimal warmth. Among of ten students, there are 4 students who have a figural creativity above the average category and one of them has a figural creativity below average category. One of the ten students has verbal creativity above the average category and 2 of them have verbal creativity below average category. The result showed that family of progressive school student had higher than family of non progressive school student in parent’s education, family income, mother’s spiritual intelligence, parenting quality (family environment stimulation), student’s figural and verbal creativity. Family environment stimulation has positive correlations with parent’s education, family income, and mother’s spiritual intelligence. Warmth stimulation has positive correlations with mother’s spiritual intelligence (personal meaning production and conscious state expansion). Student’s figural creativity has positive correlations with amount of children, family income, and family environment stimulation (active stimulation and child experience stimulation). Student’s figural creativity in non progressive school has positive correlations with amount of children, child’s age, and level of birth. Student’s figural creativity in progressive school has positive correlation with maturity of child, and has negative correlation with mother’s spiritual intelligence. Student’s verbal creativity has positive correlations with mother’s education, family income, warmth stimulation, and family environment stimulation (child experience stimlulation). Student’s verbal creativity in non progressive school has positive correlations with family income, family environment stimulation, amount of children, and level of birth. Student’s verbal creativity in progressive school has positive correlation with warmth and mother’s education, but has negative correlation with father’s partisipation. Family environment stimulation in progressive school family was influenced by mother’s spiritual intelligence and family income. Warmth
stimulation was influenced by father’s education and mother’s spiritual intelligence. Student’s figural creativity was influenced by amount of children and child’s age. Student’s figural creativity in non progressive school was influenced by amount of children. Student’s figural creativity in progressive school was influenced by mother’s spiritual intelligene. Student’s verbal creativity was influenced by parenting quality (warmth stimulation), and family income. Student’s verbal creativity in non progressive school was influenced by amount of children in famiy. Keywords: figural creativity, verbal creativity, home environment stimulation, warmth stimulation, progressive school
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
KECERDASAN SPIRITUAL IBU, KUALITAS PENGASUHAN, DAN KREATIVITAS ANAK SEKOLAH DASAR PROGRESIF DAN NON PROGRESIF DI KOTA DEPOK
HANY MARIA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji pada Ujian Tertutup:
Dr. Tin Herawati, SP. M.Si.
JudulTesis
Nama NIM
: Kecerdasan Spiritual Ibu, Kualitas Pengasuhan, dan Kreativitas Anak Sekolah Dasar Progresif dan Non Progresif di Kota Depok : Hany Maria : 1251100121 Disetujui oleh Komisi Pembimbing
M.S. Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak
Dekan Sekolah Pascasarj ana
Dr. Ir. Herien Puspitawati, Msc. MSc.
,ggal Uj ian: 3 Juli 2013
Tanggal Lulus:
2 5 SEP 2013
Judul Tesis
Nama NIM
: Kecerdasan Spiritual Ibu, Kualitas Pengasuhan, dan Kreativitas Anak Sekolah Dasar Progresif dan Non Progresif di Kota Depok : Hany Maria : I251100121
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, M.S. Ketua
Dr. Ir. Diah Krisnatuti, M.S. Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Herien Puspitawati, Msc. MSc.
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr.
Tanggal Ujian: 3 Juli 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 ini ialah kreativitas anak, dengan judul Kecerdasan Spiritual Ibu, Kualitas Pengasuhan, dan Kreativitas Anak Sekolah Dasar Progresif dan Non Progresif di Kota Depok. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, M.S. dan Dr. Ir. Diah Krisnatuti, M.S. selaku pembimbing, serta Dr. Tin Herawati, SP. M.Si. yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok, kepala sekolah beserta para guru sekolah dasar yang bersedia terlibat dan membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada suami tercinta, ayah, ibu, keluarga, serta seluruh teman atas segala dukungan, doa, dan kasih sayangnya. Penulis harap karya ilmiah ini dapat menjadi sumbangan ilmu bagi dunia pendidikan Indonesia. Semoga karya ilmiah ini juga bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi pengetahuan bagi para orang tua dalam meningkatkan kualitas pengasuhan terhadap anaknya.
Bogor, September 2013
Hany Maria
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR LAMPIRAN
iii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 2 3 4 4
2 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Kecerdasan Spiritual Kualitas Pengasuhan Kreativitas Sekolah Progresif Sekolah Non Progresif Perkembangan Anak Kelas 4 - 5 SD Kerangka Pemikiran
4 4 5 7 8 10 11 11 12
3 METODE Desain, Lokasi, dan Waktu Teknik Pengambilan Contoh Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional
14 14 14 15 16 19
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Karakteristik Contoh Kecerdasan Spiritual Ibu Kualitas Pengasuhan Kreativitas Anak Hubungan dan Pengaruh Antar Variabel Pembahasan
20 20 21 26 28 30 31 41
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
43 43 44
DAFTAR PUSTAKA
45
LAMPIRAN
49
RIWAYAT HIDUP
58
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
18 19 20 21 22 23 24
Jenis dan cara pengumpulan data Penyusunan uji coba instrument Variabel, skala data, dan kategori pengelompokan Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin anak dan perbedaannya antar tipe sekolah Sebaran contoh berdasarkan usia anak dan perbedaannya antar tipe sekolah Sebaran contoh anak berdasarkan urutan kelahiran dalam keluarga dan perbedaannya antar tipe sekolah Sebaran contoh berdasarkan jumlah anak dalam keluarga dan perbedaannya antar tipe sekolah Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga dan perbedaannya antar tipe sekolah Sebaran contoh berdasarkan usia ayah dan perbedaannya antar tipe sekolah Sebaran contoh berdasarkan usia ibu dan perbedaannya antar tipe sekolah Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ibu dan perbedaannya antar tipe sekolah Sebaran contoh berdasarkan pendidikan terakhir ayah dan perbedaannya antar tipe sekolah Sebaran contoh berdasarkan pendidikan terakhir ibu dan perbedaannya antar tipe sekolah Sebaran contoh berdasarkan pendapatan ayah dan perbedaannya antar tipe sekolah Sebaran contoh berdasarkan pendapatan ibu bekerja dan perbedaannya antar tipe sekolah Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecerdasan spiritual ibu dan perbedaannya antar tipe sekolah Sebaran contoh berdasarkan pencapaian skor pada dimensi kecerdasan spiritual ibu dan perbedaannya antar tipe sekolah Sebaran contoh berdasarkan dimensi stimulasi lingkungan keluarga dan perbedaannya antar tipe sekolah Sebaran contoh berdasarkan tingkat stimulasi lingkungan keluarga dan perbedaannya antar tipe sekolah Sebaran contoh berdasarkan dimensi stimulasi kehangatan dan perbedaannya antar tipe sekolah Sebaran contoh berdasarkan tingkat stimulasi kehangatan dan perbedaannya antar tipe sekolah Sebaran contoh berdasarkan kreativitas figural dan perbedaannya antar tipe sekolah Sebaran contoh berdasarkan kreativitas verbal dan perbedaannya antar tipe sekolah Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kecerdasan spiritual ibu dengan
15 16 17 22 22 22 23 23 24 24 24 25 25 26 26 27
27 28 29 29 30 30 31
25
26
27
28
29
30 31
32
stimulasi lingkungan keluarga Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kecerdasan spiritual ibu dengan stimulasi lingkungan keluarga pada sekolah non progresif Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kecerdasan spiritual ibu dengan stimulasi lingkungan keluarga pada sekolah progresif Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kecerdasan spiritual ibu dengan stimulasi kehangatan Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga, karakteristik anak, kecerdasan spiritual ibu dengan kreativitas figural dan verbal anak Hasil uji regresi karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kecerdasan spiritual ibu terhadap stimulasi lingkungan keluarga Hasil uji regresi variabel-variabel yang mempengaruhi stimulasi kehangatan Hasil uji regresi karakteristik keluarga, karakteristik anak, kecerdasan spriritual ibu, dan kualitas pengasuhan terhadap kreativitas figural Hasil uji regresi karakteristik keluarga, karakteristik anak, kecerdasan spriritual ibu, dan kualitas pengasuhan terhadap kreativitas verbal
33
34
35
35
36
38 39
39
40
DAFTAR GAMBAR 1 2
Kerangka pemikiran hubungan kecerdasan spiritual ibu, kualitas pengasuhan, dan kreativitas anak Teknik pengambilan contoh
13 14
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3
Korelasi Spearman pada keseluruhan contoh Korelasi Spearman pada sekolah non progresif Korelasi Spearman pada sekolah progresif
49 52 55
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan dunia yang begitu cepat dalam segala bidang yang saling terkait, yaitu: ekonomi, sosial, teknologi, pemanasan global, krisis lingkungan hidup, dan sebagainya, menuntut pemerintah Indonesia serius dalam menangani program peningkatan sumberdaya manusia. Kualitas hidup manusia di Indonesia menurut UNDP, yang dinilai dengan HDI (Human Development Index) Indonesia menempati posisi ke 124 dari 187 negara. Posisi ini masih lebih rendah dibandingkan negara-negara tetangga di Asia Tenggara, seperti Singapura, Brunei, Malaysia, dan Filipina. Negara-negara yang akan menguasai masa depan adalah negara yang memiliki keunggulan komparatif dalam sektor creative economy (Megawangi et. al. 2010). Dengan demikian, sumber daya manusia yang dibutuhkan agar Indonesia mampu bersaing pada abad 21 ini adalah manusiamanusia yang memiliki kemampuan yang cepat beradaptasi, cepat berpikir untuk mencari solusi, imajinatif serta penuh ide untuk dapat mengembangkan strategi dan inovasi baru. Sementara, berdasarkan Global Creativity Index (GCI) yang dilaporkan oleh Martin Prosperity Institute (2011), Indonesia memperoleh indeks 0,037 atau peringkat ke- 81 dari 82 negara di dunia. Hal ini menunjukkan tingkat kreativitas bangsa Indonesia masih berada di bawah kemampuan negara-negara Asia lainnya, kecuali Kamboja. Pembangunan kualitas bangsa tidak terlepas dari pembentukan kepribadian individu dari dalam keluarga dan sekolah. Menurut model ekologi Bronfenbrenner (1989), keluarga merupakan institusi pertama dan utamabagi anak dalam memperoleh sosialisasi awal dalam mengembangkan potensi melalui pengembangan konsep diri, penanaman ambisi, dan pengajaran keterampilan, terutama pada fase anak-anak (Sunarti 2006). Peningkatan kualitas sumberdaya manusia dapat diawali dengan meningkatkan kualitas pengasuhan dalam keluarga (Sunarti 2004). Segala perilaku orang tua dan pola asuh yang diterapkan di dalam keluarga pasti berpengaruh dalam pembentukan kepribadian atau kualitas seorang anak (Schikendanz 1995).Salah satu modal orang tua dalam mengasuh anaknya adalah berupa kecerdasan.Kecerdasan terdiri dari 3 ragam cara berpikir, yaitu: berpikir seri (logika formal/otak IQ), berpikir asosiatif (mengenali pola/otak EQ), dan berpikir unitif (menyatukan/otak SQ).Kecerdasan spiritual dapat meningkatkan kinerja seseorangdalam bekerja.Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi pada manusia yang bersifat menyatukan kecerdasan lainnya (Zohar dan Marshall 2000). Hal ini memungkinkan kecerdasan spiritual orang tuamenjadi hal penting dalam meningkatkan kualitas pengasuhan anak, terutama dengan cara menjadi panutan yang dapat menginspirasi anak. Menurut Amabile (1984), seorang anak dapat meningkatkan ekspresi kreatif pada dirinya apabila di lingkungan terdekatnya terdapat panutan yang mampu menginspirasi kehidupan anak tersebut (Papalia et al. 2008). Selain faktor keluarga, pendidikan yang diperoleh oleh anak di sekolah juga menjadi hal penting dalam pembentukan kualitas seorang anak. Berdasarkan Bloom’sTaxonomy (Anderson & Krathwohl 2001), kualitas terendah dalam
2
pembelajaran, pengajaran, dan penilaian adalah dengan mengingat (remember), sedangkan kualitastertingginya adalah menghasilkan kreativitas (create). Menurut Gardner (2011) kreativitas menurun karena adanya kesalahan dalam mendidik anak.Salah satu teori pendidikan yang sedang dikembangkan saat ini adalah pendidikan progresif. Pendidikan progresif memiliki perbedaan pada penyusunan kurikulum sekolah yang variatif berdasarkan tema, sistem penilaian yang mengacu pada proses perkembangan siswa, dan metode pembelajaran yang interaktif terhadap pengalaman dan pengetahuan siswa. Pendidikan progresif menjanjikan hasil yang lebih baik dalam membekali siswa sesuai kebutuhan mereka di masa yang akan datang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Marlinda(2012), mengenai salah satu metode pembelajaran sekolah progresif yang berbasis proyek belajar (project based learning) atau penugasan yang melibatkan berbagai kemampuan siswa, lebih terbukti mampu meningkatkan cara berpikir kreatif siswa daripada metode pembelajaran yang konvensional. Sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan progresif ini dapat menjadi bahan evaluasi bagi sistem pendidikan nasional yang belum mencapai keberhasilan, terutama untuk meningkatkan kreativitas siswa. Depok merupakan kota di Jawa Barat yang cukup banyak memiliki sekolah progresif.Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik pada tahun 2012, kota ini telah berhasil mencapai tiga besar (setelah Yogyakarta dan Jakarta) dalam hal Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index). Dengan kondisi pembangunan manusia dan pendidikan anak di kota Depok tersebut, Penulis tertarik untuk menjadikan kota Depok sebagai lokasi penelitian tentang kecerdasan spiritual ibu dan kreativitas anak ini.
Perumusan Masalah Saat ini, keberhasilan sistem pendidikan di Indonesia masih belum optimal.Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya kesenjangan antara tingkat pendidikan dengan kemampuan bekerja dan menghasilkan karya cipta.Menurut data Badan Pusat Statistik (2012), tingkat pengangguran pada tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan di bawahnya, SD atau SMP. Hal lainnya ditunjukkan pula dengan tingkat kemampuan berwiraswasta yang merupakan sektor yang dapat memperkuat basis ekonomi negara, Indonesia berada pada tingkat ke-10 negara terburuk dalam berbisnis (Grant Thornton’s Global Dynamism Index 2012). Hal ini tidak terjadi jika sistem pendidikan di Indonesia lebih mengutamakan pembentukan kreativitas (to create) daripada sekedar mengingat (to remember) untuk memperoleh nilai yang baik. Pada dasarnya, kreativitas merupakan sifat yang dimiliki oleh setiap orang, namun perkembangan selanjutnya dipengaruhi oleh pengalaman yang seseorang dapatkan. Menurut Gardner (1983), sistem pendidikan yang salah dapat membunuh kreativitas anak-anak sehingga menyisakan potensi sebesar dua persen saja ketika mereka berusia 12 tahun (Megawangi 2009). Menurut Erik Erikson, anak usia 9-12 tahun merupakan anak usia sekolah yang kemungkinan memiliki konsep diri industry (senang bekerja) atau inferiority (merasa tidak berguna) pada
3
perkembangan psikososialnya (Berns 1997). Pada usia di bawah 12 tahun ini, otak anak sedang tumbuh dan berkembang hingga 95%. Apabila terjadi kesalahan dalam mendidik anak hingga usia tersebut, maka pertumbuhan jaringan otak akan terhambat dan akan memberi dampak secara permanen (Megawangi 2009). Salah satu indikator dari pengasuhan yang berkualitas adalah komunikasi yang dapat menjadikan anak merasa diterima oleh orang tuanya (Rohner 1986). Kualitas pengasuhan orang tua semakin teruji dalam mengatasi tugas perkembangan anak pada usia tersebut. Orang tua bisa jadi sabar dan konsisten dalam memberikan stimulasi perkembangan anaknya atau sebaliknya.Hal ini tergantung kapasitas orang tua termasuk kecerdasan spiritual orang tua dalam menghadapi anak mereka. Pada usia tersebut, penerimaan dari lingkungan, seperti sekolah, juga akan mempengaruhi anak dalam membentuk kepribadian mereka. Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat meningkatkan kreativitas anak dibutuhkan penelitian yang dapat menjawab sejauh mana karakteristik anak dan keluarganya, kecerdasan spiritual orang tua yang merupakan modal untuk meningkatkan kinerja, kualitas pengasuhan yang diperoleh anak dari lingkungan rumah, dan tipe pendidikan yang ada di sekolah, dapat meningkatkan kreativitas anak.Dengan demikian, penelitian ini akanmenjawab pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik keluarga dilihat dari aspek sosial ekonomi dan demografinya, kecerdasan spiritual ibu, kualitas pengasuhan, dan tingkat kreativitas anak pada sekolah dasar kelas 4-5 SD di Kota Depok? 2. Apakah terdapat perbedaan karakteristik keluarga, karakteristik anak, kecerdasan spiritual ibu, kualitas pengasuhan, dan kreativitasanak pada keluarga siswa sekolah dasar progresif dan non progresif yang terdapat di Kota Depok? 3. Apakah terdapat hubungan antara karakteristik anak, karakteristik keluarga, kecerdasan spiritual ibu, dankualitas pengasuhan dengan kreativitas anak? 4. Bagaimana pengaruh karakteristik anak, karakteristik keluarga, kecerdasan spiritual ibu, dan kualitas pengasuhan terhadap kreativitas anak?
Tujuan Peneilitian Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis pengaruh karakteristik anak, keluarga, kecerdasan spiritual ibu, dan kualitas pengasuhan terhadap tingkat kreativitas anak pada sekolah progresif dan non progresif di Kota Depok. Tujuan khusus penelitian ini mencakup ; 1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga dilihat dari aspek sosial ekonomi dan demografinya, kecerdasan spiritual ibu, kualitas pengasuhan, dan tingkat kreativitas anak pada kelas 4 – 5 sekolah dasar 2. Membandingkan karakteristik keluarga, karakteristik anak, kecerdasan spiritual ibu, kualitas pengasuhan, dan tingkat kreativitasanak padasekolah progresif dan non progresif yang terdapat di Kota Depok 3. Menganalisis hubungan antara karakteristik anak, karakteristik keluarga, kecerdasan spiritual ibu,dan kualitas pengasuhan, dengan kreativitas anak pada sekolah progresif dan non progresif
4
4.
Menganalisis pengaruh karakteristik anak, karakteristik keluarga, kecerdasan spiritual ibu, dan kualitas pengasuhan, terhadap kreativitas anak pada sekolah progresif dan non progresif.
Manfaat Penelitan Penelitian ini dapat berguna, antara lain; 1. Bagi masyarakat, dapat memahami makna dan peran dari kecerdasan spiritual, kualitas pengasuhan, dan kreativitas terutama pada kelas 4 – 5 SD di Kota Depok, serta mengetahui faktor yang dapat mempengaruhinya. 2. Bagi para peneliti, tulisan ini dapat menjadi gagasan baru untuk mengeksplorasi hubungan dan pengaruh kecerdasan spiritual terhadap dampak dan manfaatnya bagi kehidupan manusia 3. Bagi pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan Nasional, penelitian ini dapat memberi gambaran kreativitas siswa sekolah dasar di kota Depok dan menjadi evaluasi terhadap sistem pembelajaran pada sekolah-sekolah negeri pada umumnya.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membahas tentang kecerdasan spiritual ibu, kualitas pengasuhan, dan kreativitas anak kelas 4 dan 5 pada empat sekolah dasar di Kota Depok. Penelitian ini memiliki keterbatasan waktu dan tempat berdasarkan pengambilan contohnya. Penggunaan kuesioner dalam pengambilan data pada variabel kecerdasan spiritual ibu dan kualitas pengasuhan membuat data yang dihasilkan juga merupakan data persepsi atau berdasarkan cara pandang individu yang berbeda berdasarkan pengalaman dan perasaan mereka.
2 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Berdasarkan UU No. 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, keluarga didefinisikan sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Rice dan Tucker (1976) membagi fungsi keluarga menjadi dua fungsi utama, yaitu fungsi instrumental seperti memberikan nafkah dan memenuhi kebutuhan biologis dan fisik kepada para anggota keluarga, sedangkan fungsi kedua adalah fungsi ekspresif yaitu memenuhi kebutuhan psikologis, sosial, dan emosi serta pemenuhan kebutuhan psikologis seperti kasih sayang, kehangatan, aktualisasi dan pengembangan diri anak. Fungsi instrumental keluarga umumnya dikaitkan dengan peran orang tua sebagai pencari nafkah bagi keluarganya, sementara fungsi ekspresif dikaitkan
5
dengan peran orang tua sebagai pendidik, pengasuh dan pelindung bagi anggota keluarganya. Secara umum teori keluarga yang berkembang dapat dibagi menjadi dua, yaitu teori kontrol eksternal (external control) dan teori kekuatan manusia (the power of people). Teori kontrol eksternal memiliki pandangan bahwa manusia lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar dirinya. Sedangkan teori kekuatan manusia lebih menekankan kepada kekuatan individu untuk menciptakan perilakunya dalam berfikir, berinterpretasi, dan memberikan arti kepada dunia (Sunarti 2006). Salah satu teori kontrol eksternal adalah struktural fungsional. Menurut teori struktural fungsional, keluarga sebagai sebuah institusi yang ada dalam masyarakat memiliki prinsip-prinsip serupa dengan kehidupan sosial masyarakat, yaitu sama-sama memiliki struktur dan fungsi sebagai sebuah sistem yang bersumber dari keragaman. Keberagaman masyarakat baik dari sisi peran maupun status, akan mengarah pada fungsi-fungsi yang menjadikan suatu masyarakat berada pada kondisi seimbang atau stabil.Menurut Ritzer (1985), konsep-konsep utama dalam teori struktural fungsional, yaitu: fungsi (peran), disfungsi (peran yang tidak berjalan optimal), fungsi laten (fungsi yang tidak dikehendaki), fungsi manifestasi (fungsi yang dikehendaki), dan keseimbangan (Equilibrium) atau kestabilan masyarakat. Pengasuhan yang berjalan optimal sebagaimana fungsi yang seharusnya dilakukan dalam sebuah keluarga, akan membentuk keseimbangan dengan pembentukan masyarakat yang berkualitas.
Kecerdasan Spiritual Pada tahun 1988, Sternberg menawarkan teori triarchic tentang kecerdasan manusia yang sukses. Kecerdasan sukses melibatkan keterkaitan seimbang antara tiga kemampuan utama: analitis, kreatif, dan praktis. Kemampuan analitis memungkinkan seseorang untuk mengevaluasi, membandingkan, dan menggabungkan potongan informasi yang berbeda kontras.Kemampuan kreatif, di sisi lain, memungkinkan seseorang untuk membuat atau menciptakan ide-ide baru dan menemukan konsep-konsep baru.Kemampuan praktis memungkinkan orang untuk menerapkan informasi yang telah dipelajari dalam pengaturan berbagai lingkungan (Sternberg 1988). Definisi sukses berarti ditentukan oleh kemampuan seseorang untuk memperkuat masing-masingset kemampuan dan mengoreksi setiap kelemahan (Cianciolo dan Sternberg 2004). Elkind (1988) merujuk spiritualitas sebagai cara individu memahami keberadaan maupun pengalaman yang terjadi pada dirinya. Bagaimana individu memahami keberadaan maupun pengalamannya dimulai dari kesadarannya mengenai adanya realitas transenden (berupa kepercayaan kepada Tuhan atau apapun yang dipersepsikan individu sebagai sosok transenden) dalam kehidupan, dan dicirikan sebagai pandangan atau nilai-nilai yang menjadi pedoman bagi diri sendiri, orang lain secara universal, alam, hidup, dan segala hal yang dipersepsikan sebagai sesuatu yang mutlak. Spiritualitas sering dikaitkan dengan agama, namun agama dan spiritualitas memiliki perbedaan. Mitroff and Denton (1999), dalam penelitiannya membedakan kecerdasan spriritual dengan religiusitas di dalam lingkungan kerja. Religiusitas lebih ditujukan pada hubungannya dengan Tuhan sedangkan
6
kecerdasan spiritual lebih terfokus pada suatu hubungan yang dalam dan terikat antara manusia dengan sekitarnya secara luas. Zohar dan Marshal (2000) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai rasa moral, kemampuan menyesuaikan aturan yang kaku dibarengi dengan pemahaman dan cinta serta kemampuan setara untuk melihat kapan cinta dan pemahaman sampai pada batasannya, juga memungkinkan kita bergulat dengan hal baik dan jahat, membayangkan yang belum terjadi serta mengangkat kita dari kerendahan. Kecerdasan tersebut menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup sesorang menjadi lebih bernilai dan bermakna (Zohar dan Marshal 2000). Berryman (2000) mengungkapkan bahwa kecerdasan spiritual (SQ) dapat memfasilitasi dialog antara pikiran dan emosi, antara jiwa dan tubuh. Dia juga mengatakan bahwa kecerdasan spiritual juga dapat membantu sesorang untuk dapat melakukan transendensi diri. Kecerdasan spiritual muncul karena IQ dan EQ dipandang hanya menyumbangkan sebagian dari penentu kesuksesan sesorang dalam hidup. Ada faktor lain yang ikut berperan yaitu kecerdasan spiritual yang lebih menekankan pada makna hidup dan bukan hanya terbatas pada penekanan agama saja (Hoffmann 2002). Zohar dan Marshall (2000) menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual (SQ) merupakan proses tersier otak yang berpikir unitif. Proses tersier menggabungkan proses yang lebih rendah dari kecerdasan rasional dan emosional (IQ dan EQ) dalam rangka untuk membingkai ulang atau reconceptualize pengalaman seseorang yang dengannya dapat mengubah pemahaman seseorang tentang suatu hal.Kecerdasan tersebut menempatkan perilaku dan hidup seseorang dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup sesorang lebih bernilai dan bermakna (Zohar dan Marshal 2000).Vaughan (2002) menyatakan bahwa kecerdasan spiritual ada sebagai potensi dan kemampuan bawaan manusia yang dapat dikembangkan dengan pelatihan dan pengalaman. Emmons (2000) pertama kali menawarkan lima komponen inti kecerdasan spiritual,yaitu: (a) kapasitas untuk transendensi; (b) kemampuan untuk masuk ke wilayah spiritual pada kesadaran yang tinggi; (c) kemampuan untuk berpartisipasi pada aktivitas sehari-hari, peristiwa, dan hubungan dengan rasa yang suci, (d) kemampuan untuk memanfaatkan sumber-sumber spiritual untuk memecahkan masalah dalam hidup, dan (e) kemampuan untuk terlibat dalam perilaku baik atau untuk menjadi baik (untuk menunjukkan pengampunan, untuk mengekspresikan rasa terima kasih, untuk menjadi rendah hati, untuk menampilkan kasih sayang). Untuk lebih akurat, King (2008) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai satu set kapasitas mental yang berkontribusiterhadap kesadaran, integrasi, dan aplikasi adaptif dari nonmateri dan aspektransenden pada eksistensi seseorang, mengarah ke hasil seperti peningkatan dalam eksistensial, refleksi, makna, transendenpengakuan diri, dan penguasaan rohani. Empat komponen inti yang disarankan untuk menjelaskan kecerdasan spiritual terdiri dari: (1) pemikiran kritis tentang eksistensi, (2) produksi pemaknaan pribadi, (3) kesadaran transendental, dan (4) perluasan tingkatkesadaran.Keempat hal di atas dijelaskan sebagai berikut;
7
1. Pemikiran Kritis tentang Eksistensi (Critical Existential Thinking): kapasitas individu untuk merenungkan sifat eksistensi, realitas, alam semesta, ruang, waktu, kematian, dan hal-hal yang berhubungan dengan keberadaan 2. Produksi Pemaknaan Pribadi (Personal Meaning Production): kemampuan untuk membangun makna pribadi dan tujuan dalam semua pengalaman fisik dan mental, termasuk kemampuan untuk menciptakan dan menguasai tujuan hidup 3. Kesadaran Transendental (Transcendental Awareness): kapasitas individu untuk mengidentifikasi transendental pada diri sendiri, orang lain, dan dunia yang berwujud fisik/materi 4. Ekspansi Tingkat Kesadaran (Conscious State Expansion): kemampuan seseorang untuk memasuki tingkat kesadaran yang lebih tinggi (misalnya saat berdoa, bermeditasi, dan lain-lain).
Kualitas Pengasuhan Pengasuhan sangat menentukan kompetensi anak. Awalnya, status sosial ekonomi digunakan sebagai faktor yang mampu memprediksi pertumbuhan dan perkembangan anak. Namun, kemudian status sosial ekonomi keluarga dinilai gagal menjelaskan keragaman prestasi anak, dan tidak mampu menjelaskan keragaman prestasi anak dalam kelas sosial ekonomi yang sama. Lebih jauh para ahli menemukan bahwa terdapat faktor yang lebih penting dalam menentukan kualitas anak, yaitu tingkat aspirasi orang tua (Sunarti 2004). Orang tua yang efektif dalam pengasuhannya adalah orang tua yang memperlakukan anakdengan hangat, mendukung anak secara positif, menetapkan batasan-batasan dan nilainilai, mengikuti atau memonitor perilaku anak, dan konsistendalam menegakkan aturan-aturan (Sunarti 2004). Dengan demikian, orang tua mampu menyediakan lingkungan yang dibutuhkan oleh tumbuh kembang kualitas anak, yaitu lingkungan yang sehat, aman, nyaman, stabil, dan lingkungan yang tidak tegang (Sunarti 2004). Wyman, Sandler, Wolchik, & Nelson (2000) mencatat bahwa kunci dimensi pengasuhan yang berkualitas, terdiri atas: pengawasan anak, struktur yang konsisten dan disiplin, sikap dan keterlibatan aktif dari orang tua, serta keluarga yang berkomunikasi dengan pola yang jelas. Kualitas pengasuhan yang diakui dapat meningkatkan hasil positif pada anak, terdiri atas 3 stimulasi, yaitu: stimulasi sensitivitas, kognitif, dan kehangatan (Hubbs-Tait2006). Pengasuhan dengan stimulasi sensitivitas mengacu pada perhatian orang tua terhadap emosi, minat, dan kemampuan anak dengan cara menyeimbangkan kebutuhan anak-anak dengan kebutuhan otonomi. Pengasuhan dengan stimulasi kognitif mengacu pada upaya orang tua untuk memperkaya kognitif dan perkembangan bahasa anak-anak mereka dengan melibatkan anak dalam kegiatan yang dapat meningkatkan motivasi belajar dan berbahasa. Pengasuhan dengan stimulasi kehangatan mengacu pada orang tua yang mengekspresikan kasih sayang dan penghormatan terhadap anak-anak mereka dan berpikir untuk mendukung keterampilan belajar anak, seperti penguasaan, keamanan, otonomi, dan self-efficacy. Rohner (1986) menyatakan bahwa dimensi kehangatan dapat diekspresikan ke dalam dua bentuk pengasuhan, antara lain;
8
1. Bentuk penerimaan orang tua (parental acceptance), yaitu tipe pengasuhan orang tua yang menerima kehadiran anak dengan menunjukkan sikap seperti: berkata baik tentang diri anak, bermain dengan anak, terlibat dengan anak, berbicara tentang masalah anak dan mendengarkan perkataan anak, menarik perhatian anak, mencintai dan hangat kepada anak, membuat anak nyaman untuk bicara, menikmati waktu bersama dengan anak, menghargai anak seperti orang dewasa, memuji anak di depan orang 2. Bentuk penolakan orang tua (parental rejection), yaitu tipe pengasuhan orang tua yang memberikan penolakan terhadap keberadaan anak dengan menunjukkan sikap seperti: mempermalukan anak, membuat anak merasa tidak dibutuhkan, tidak dicintai, menghukum anak, cepat marah dan kesal kepada anak, menolak kehadiran anak, memperlakukan anak dengan kasar, melupakan apa yang seharusnya dikerjakan untuk anak. Kualitas pengasuhan dapat diukur dari pemberian kasih sayang dan pemberian stimulasi, sebagaimana dikembangkan oleh Caldwell dan Bradley (1984) melalui pengukuran kualitas pengasuhan di rumah yang kemudian dikenal sebagai HOME (Home Observation and Measurement of Environments).
Kreativitas Berdasarkan kamus Bahasa Indonesia, kreativitas berarti daya cipta atau kemajuan mencipta (Poerwadarminta 1976).Menurut David Campbell, dalam Mangunhardjana (1986) kreativitas adalah kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya baru, berguna dan dapat dimengerti. Sedangkan menurut Baron (1969) dalam Utami Munandar (1999) kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang baru.Begitu pula menurut Haefele (1962) dalam Utami Munandar (1999) kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial.Dalam hal ini kreativitas lebih diartikan pada kemampuan membuat gabungan atau kombinasikombinasi baru dari unsur-unsur yang telah ada sebelumnya, sekalipun dalam bentuk sederhana. Menurut Fox (saintis abad ke-19), kreativitas adalah setiap proses berpikir yang menghasilkan berbagai bentuk atau ekspresi yang orisinal (Megawangi et al. 2010). Kreativitas juga diartikan sebagai kemampuan untuk melihat sesuatu dalam pandangan yang baru dan tidak lazim (Papalia dan Olds 2008). Menurut Drevdahl (Hurlock 1994) kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru, dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya. Ia dapat berupa kegiatan imajinatif atau sintetis pemikiran yang hasilnya bukan hanya perangkuman. Ia mungkin mencakup pembentukan pola baru dan gabungan informasi yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya dan pencangkokan hubungan lama ke situasi baru dan mungkin mencakup pembentukan korelasi baru. Ia mungkin dapat berbentuk produk seni, kesusasteraan, produk ilmiah, atau mungkin bersifat prosedural atau metodologis. Beberapa komponen berpikir divergen (kreatif) menurut Guilford (Yussen & Santrock 1982) terdiri atas;
9
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
8.
Wordfluency, yaitu seberapa mudah dan cepat dengan kata-kata Ideational fluency, yaitu menemukan kategori kata-kata Associational fluency, yaitu menemukan hubungan kata-kata Expressional fluency, yaitu membuat kalimat yang berstruktur dengan menggunakan kata-kata tertentu Spontaneous flexibility, yaitu memberikan jawaban yang unik selain jawaban yang umum Adaptive flexilbility, yaitu menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi Redefinition, yaitu bagaimana menjawab seberapa spesifik benda yang umum bisa digunakan untuk tujuan tertentu.Menentukan apakah suatu pertanyaan benar, suatu rencana sehat, atau suatu tindakan bijaksana, mampu mengambil keputusan terhadap situasi yang terbuka Originality, yaitumampu mengungkapkan beberapa cara yang baru dan unik dalam menggunakan suatu benda, memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri serta mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur.
Tes kreativitas banyak digunakan untuk mengidentifikasi tingkat kemampuan seseorang dalam berpikir kreatif.Penentuan tingkat kreativitas secara objektif dilakukan oleh psikolog dengan menggunakan tes kreativitas verbal dan tes kreativitas figural sebagaimana penjelasan berikut (Munandar 1999); 1. Tes KreativitasVerbal (TKV), berfungsi untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif seseorang yang mencakup aspek kelancaran, kelenturan, dan orisinalitas dalam bentuk verbal. 2. Tes Kreativitas Figural (TKF), berfungsi untuk mengukur aspek fleksibelitas, orsinalitas dan elaborasi dari kemampuan berfikir kreatif dalam bentuk gambar.Aspek fleksibilitas adalah kemampuan memberikan jawaban yang berbeda-beda. Aspek orisinalitas adalah kemampuan memberikan jawaban yang jarang atau langka dan berbeda dengan jawaban anak lain pada umumnya. Sedangkan aspek elaborasi adalah kemampuan memberikan jawaban secara rinci sekaligus mampu memperkaya dan mengembangkan jawaban tersebut. Faktor yang mempengaruhi kreativitas seseorang menurut Santrock (2007), yaitu; 1. Jenis kelamin, anak laki-laki menunjukkan kreativitas yang lebih besar daripada anak perempuan 2. Status sosio ekonomi, anak dari kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi cenderung lebih kreatif daripada anak kelompok sosioekonomi yanglebih rendah 3. Urutan kelahiran, anak yang lahir lebih belakang cenderung lebih bebas sehingga lebih banyak mendapat kesempatan untuk mengembangkan kreativitasnya 4. Jumlah anak dalam keluarga, anak yang lahir dalam keluarga besar dengan kondisi sosio ekonomi yang sama akan menghasilkan anak yang lebih kreatif daripada anak yang berada pada keluarga kecil 5. Pengasuhan dalam keluarga, pengasuhan dengan gaya otoriter cenderung menghambat kreativitas anak.
10
Amabile pada tahun 1984 (dalam Papaliaet.al.2008) menyatakan bahwaatribut dan nilai dalam lingkungan rumah dan sekolah yang dapat meningkatkan ekspresi kreatif anak, yaitu ; 1. Motivasi intrinsik, yaitu melakukan sesuatu untuk kepuasan diri sendiri, bukan karena imbalan 2. Adanya pilihan atau kesempatan untuk memilih tugas yang akan dikerjakan dan kemudian memilih cara mengerjakannya 3. Stimulasi, yaitu memiliki pengalaman yang menstimulasi secara kognitif dan perceptual 4. Panutan inspirasional, yaitu berhubungan dengan orang kreatif yang berfungsi sebagai teladan 5. Kebebasan untuk mengevaluasi, yaitu melakukan tugas tanpa takut dinilai bodoh atau dipandang tidak cakap 6. Independen, yaitu melakukan tugas tanpa merasa diamati oleh orang lain.
Sekolah Progresif Pendidikan progresif berawal sejak adanya paham instrumentalis dan pragmatisme yang dikemukakan oleh William James pada tahun 1842 dan John Dewey pada tahun 1859. Pendidikan berdasarkan paham ini mengutamakan manfaat hidup secara praktis. Dengan demikian, pembelajaran dilakukan dengan melakukan hal yang dapat diterapkan secara langsung dalam kehidupan. Pada tahun 1986, pembelajaran progresif ini diterapkan kembali setelah diketahui bahwa pendidikan secara instan yang hanya mengandalkan kemampuan kognitif, menghasilkan kegagalan dalam membangun cara berpikir siswa yang kritis dan kreatif. Kohn (2008) menyatakan bahwa sekolah progresif dapat dicirikan sebagai berikut; 1. Memperhatikan seluruh kebutuhan anak 2. Melakukan pembelajaran dengan melibatkan komunitas dan lingkungan sekitar 3. Pembelajaran dilakukan dengan pengalaman anak secara langsung, bukan berdasarkan pengalaman orang dewasa atau harapan orang dewasa 4. Terdapat pembelajaran kebersamaan dan bertanggungjawab terhadap pilihan yang dilakukan oleh anak 5. Anak dimotivasi secara intrinsik dengan menumbuhkan keinginan untuk berpikir dan menggali rasa ingin tahu anak terhadap sesuatu, bukan dimotivasi secara ekstrinsik untuk mendapatkan nilai tinggi 6. Pembelajaran dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang mendalam, bukan ditujukan untuk mengetahui berbagai hal yang dilakukan dengan kegiatan hafalan atau latihan 7. Siswa berperan secara aktif menentukan kegiatan pembelajaran yang dilakukan di kelas untuk membangun pemahaman mereka sendiri, bukan hanya sebagai penyerap informasi atau pelaksana kegiatan kelas yang diadakan oleh guru
11
8. Pembelajaran sangat menghargai individu siswa yang unik. Dengan demikian, pendekatan dan metode pembelajaran sangat bervariasi sesuai dengan penerimaan siswa. Sekolah Non Progresif Pendidikan non progresif merupakan pendidikan yang banyak muncul saat terdapat program Head Start oleh Lyndon B Johnson pada tahun 1964. Pendidikan sekolah non progresif dilakukan secara instan, yaitu melalui percepatan kemampuan kognitif siswa, seperti menghafal teori tanpa mengenal kebutuhan siswa dalam belajar. Pendidikan non progresif dilakukan dalam rangka memerangi kebodohan di tengah kondisi masyarakat yang miskin. Sekolah non progresif merupakan sekolah konvensional yang memiliki metode pendidikan sebagai berikut (Megawangi et.al. 2010); 1. Pendekatan satu arah (one-way teaching) Guru cenderung menjadi centered of learning (pusat belajar) bagi siswa dan menggunakan metode ceramah dalam mengajarkan sesuatu kepada siswa. 2. Orientasi rotelearning atau drilling, textbook thinking Anak menghafal atau mengingat materi yang diberikan (low order thinking skill), tetapi kurang memperoleh pengalaman belajar untuk memahami pelajaran dengan baik. 3. Orientasi pada nilai Sekolah non progresif mengukur keberhasilan belajar siswa dengan menggunakan nilai.Siswa cenderung takut untuk bereksplorasi menggunakan metode yang berbeda atau di luar kebiasaan karena takut salah atau memperoleh nlai yang buruk. 4. Materi pembelajaran parsial Materi yang diberikan tidak terintegrasi antar pelajaran. Siswa tidak dapat melihat keterkaitan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, bahkan siswa tidak mengerti apa relevansinya dengan kehidupan nyata. Perkembangan Anak Kelas 4 – 5 SD Banyak pakar yang menjelaskan mengenai perkembangan anak usia 9 – 12 tahun. Anak kelas 4 – 5 SD adalah anak dengan usia antara 9 – 11 tahun. Pada usia tersebut anak berada pada tahap masa usia sekolah (Hurlock 1994) atau masa kanak-kanak akhir (Collins, Madsen, Susman-Stillman 2002). Piaget (Gunarsa 1997) menjelaskan perkembangan anak dari segi kognitif. Anak usia 9 – 12 tahun dapat berpikir secara konkrit dari suatu hal yang bersifat abstrak. Mereka sudah dapat membedakan sesuatu melalui berbagai aspek yang lebih luas (Forman dan George 1983). Sigmund Freud (Gunarsa 1997) melihat perkembangan anak dari segi psikoseksual. Menurutnya, anak usia 9 – 12 tahun berada pada tahap latensi, yaitu anak tidak terlalu memikirkan hal yang berkaitan dengan libido atau keinginan seksualnya. Perhatian mereka teralih dari orang tua ke teman sebaya yang sejenis. Perkembangan moral menurut Kohlberg (Gunarsa 1997), anak usia 9 – 12 tahun pada tahap prekonvensional, yaitu anak menilai suatu perilaku moral
12
berdasarkan konsekuensi secara langsung. Tahapan perkembangan moral lainnya dikemukakan oleh Thomas Lickona (Hurlock 1994) yang mengelompokkan anak usia 9 – 12 tahun berada pada tahap 3 yaitu konfirmasi interpersonal. Pada tahap ini anak sangat mementingkan pemikiran orang lain tentang dirinya sehingga lingkungan sangat mempengaruhi cara pandang anak. Perkembangan psikososial dari Erik Erikson (Gunarsa 1997) menyatakan bahwa anak usia 9 – 11 tahun sedang berada pada tahap kompetensi, yaitu anak sedang membandingkan dirinya dengan lingkungan, sehingga pada tahap ini anak dapat melihat perbedaan kemampuan dirinya sendiri dibandingkan temantemannya. Pada usia ini anak berada pada tahap konsep diri senang bekerja (industry) atau merasa tidak berguna (inferiority). Anak yang merasa usaha mereka diterima dan dihargai oleh lingkungannya akan termotivasi untuk melakukan tugas dengan menyenangkan, sedangkan anak yang merasa usaha mereka diabaikan dan tidak dihargai oleh lingkungannya akan mudah menyerah dan merasa dirinya tidak mampu. Psikolog Urie Bronfenbrenner (1979; 1989; 1995) berpendapat bahwa konteks sosial dari interaksi dan pengalamanindividu menentukan sejauh mana individu dapat mengembangkan kemampuan mereka dan mewujudkan potensi mereka. Ekologi, merupakan studi hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya, termasuk pola-pola sosial dan budaya konsekuen. Menurut model Bronfenbrenner (Berns 1997), terdapat empat struktur dasar, yaitu microsystem, mesosystem, exosystem, dan macrosystem, di mana hubungan dan interaksi terjadi untuk membentuk pola yang mempengaruhi perkembangan manusia (chronosystem).
Kerangka Pemikiran Berdasarkan teori yang diuraikan di atas, penelitian ini akan membahas halhal sebagaimana yang diperlihatkan dalam kerangka pemikiran pada Gambar 1. Tingkat pendidikan orang tua mempunyai korelasi positif dengan pengasuhan anak (Haditono, Knoers, dan Monks 1999). Orang tua dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi umumnya akan lebih dapat memberikan stimulasi lingkungan bagi anak-anaknya dibandingkan orang tua yang tingkat pendidikannya rendah (Hastuti 2011). Pengasuhan dipengaruhi oleh ukuran atau besar keluarga. Semakin besar keluarga menunjukkan interaksi yang lebih dalam dengan anggota keluarga, tetapi interaksi dengan orang tua semakin menurun. Ditemukan pula bahwa pengaruh ukuran besar keluarga terhadap pengasuhan dimediasi oleh pendidikan orang tua, pekerjaan, kelas sosial, keutuhan keluarga, dan orientasi etnis (Blake 1989 diacu dalam Berns 1997). Karakteristik anak yang mempengaruhi pengasuhan orang tua adalah usia, temperamen, jenis kelamin, dan kehadiran anak cacat (Berns 1997). Pengasuhan dan perlakuan orang tua kepada anak yang masih bayi akan berbeda dengan anak yang sudah berusia remaja. Temperamen orang tua mempengaruhi gaya pengasuhan mereka dan bagaimana mereka menanggapi perilaku anak-anak mereka (Lerner 1993 diacu dalam Berns 1997). Orang tua yang aktif akan menjadi tidak sabar dengan bayi yang tidak aktif, orang tua pendiam mungkin merasa
13
terintimidasi oleh anak yang agresif. Dengan demikian, orang tua akan terpengaruh oleh temperamen anak mereka, yang kemudian menyebabkan orang tua menerima atau menolak perilaku anak-anak mereka (Buss & Plomin 1975 diacu dari Berns 1997).
Karakteristik Keluarga - Demografi: Umur ayah/ibu Jumlah Anak - Sosial: Pendidikan ayah/ibu Pekerjaan ayah/ibu - Ekonomi: Pendapatan keluarga
-
Kecerdasan Spiritual Ibu Pemikiran kritis tentang eksistensi Pemaknaan pribadi Kesadaran transendental Ekspansi tingkat kesadaran
Karakteristik Anak - Umur - Jenis kelamin - Urutan kelahiran - Asal Sekolah
Kualitas Pengasuhan di Rumah - Stimulasi Kehangatan - Stimulasi Lingkungan Keluarga
Kreativitas Anak: - Kreativitas Figural - Kreativitas Verbal
Interaksi dengan Lingkungan - Hubungan anak dengan guru - Hubungan anak dengan teman
Karakteristik Lingkungan - Teman - Sekolah / Guru
Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan kecerdasan spiritual ibu, kualitas pengasuhan, dankreativitas anak
14
Orang tua menyediakan lingkungan bersosialisasi yang berbeda untuk anak laki-laki dan perempuan. Orang tua menuntut anak perempuan mereka untuk berperilaku prososial dan kesopanan, sedangkan menuntut anak laki-laki mereka untuk berperilaku mandiri (Power 1989 diacu dalam Berns 1997). Selain itu, semakin bertambahnya usia anak laki-laki, mereka diberi banyak kebebasan dibandingkan anak perempuan, misalnya anak laki-laki diizinkan untuk berada jauh dari rumah tanpa pengawasan yang lebih dibandingkan anak perempuan (Huston 1983 diacu dalam Berns 1997). Dengan demikian, jenis kelamin anak memunculkan pengasuhan yang berbeda.
3 METODE
Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional, yaitu penelitian yang dilakukan pada waktu tertentu. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2012 pada sekolah dasar di Kota Depok.
Teknik Pengambilan Contoh Populasi pada penelitian ini adalah seluruhorang tua dan anaknya yang merupakan siswa sekolah dasar di Kota Depok, dan sampel yang diambil adalahsebagian dari populasi tersebut. Dalam penelitian ini, populasi yang dijadikan sampel diambil secara purposive oleh peneliti, yang terdiri atasempat sekolah, dua merupakan sekolah yang memiliki ciri tipe sekolah progresif dan dua sekolah lainnya memiliki ciri tipe sekolah non progresif. Sekolah Dasar Di Depok Sekolah Non Progresif
Sekolah Progresif
SDN Unggul
SD Berbasis Agama 1
SD Berbasis Agama 2
Kelas 4 Kelas 5 n=30
Kelas 4 Kelas 5 n=30
Kelas 4 Kelas 5 n=30
Gambar 2 Teknik pengambilan contoh
SD Swasta Umum
Kelas 4 Kelas 5 n=30
15
Pendidikan Depok untuk memberikan surat rekomendasi kepada sekolahsekolah yang akan menjadi contoh. Sekolah dasar yang bersedia menjadi contoh dalam penelitan ini terdiri atas sekolah dasar negeri, sekolah dasar swasta umum, dan dua jenis sekolah dasar swasta berbasis agama. Teknik pengambilan contoh siswa dan orang tuanya dilakukan berdasarkan hasil non proporsional random sampling pada keluarga siswa kelas 4 dan 5 pada sekolah dasar yang dipilih. Keluarga siswa yang dipilih secara acak pada masing-masing sekolah berjumlah 30. Dengan demikian, penelitian ini melibatkan 120 keluarga siswa dengan responden terdiri atas anak beserta ibu sebagai pihak yang berperan dalam pengasuhan di rumah. Teknik pengambilan contoh dapat dilihat pada Gambar 2. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas; 1. Karakteristik anak (usia anak, jenis kelamin, dan urutan kelahiran) Tabel 1 Jenis dan carapengumpulan data No 1.
2.
3.
4.
5.
Variabel Indikator Karakteristik Usia ayah Keluarga Usia ibu Jumlah anak Pendidikan ayah Pendidikan ibu Pekerjaan ibu Pendapatan keluarga Karakteristik Tipe sekolah Anak Usia anak Urutan kelahiran Jenis Kelamin Kecerdasan Pemikiran kritis Spiritual Ibu tentang eksistensi Pemaknaan Pribadi Kesadaran transendental Ekspansi tingkat kesadaran Kualitas Stimulasi pengasuhan Kehangatan
Kreativitas
Skala Data Rasio Rasio Ordinal Ordinal Ordinal Nominal Rasio Nominal Rasio Ordinal Nominal Ordinal
Responden Orang tua (ibu)
Ordinal
Anak
Stimulasi Lingkungan
Ordinal
Orang tua (ibu)
Figural Verbal
Ordinal
Anak
Konsep
Anak
Orang tua (ibu)
Adopsi dari SISRI-24
Modifikasi dari PAR (Rohner 1986) Modifikasi dari HOME Inventory untuk anak usia 6 tahun Psikologi Terapan
2. Karakteristik keluarga (usia ayah dan ibu, pendapatan keluarga, pendidikan ayah dan ibu, pekerjaan ibu, dan jumlah anak dalam keluarga)
16
3. Kecerdasan spiritual ibu: terdiri dari 24 item dengan skala ordinal 0-3. Kuesioner ini diadopsi dari Spiritual Intelligence Self Report Inventory-24 (SISRI-24) dari penelitian David Brian King (2008) 4. Kualitas pengasuhanyang diukur oleh; (a) Stimulasi Lingkungan Keluarga: terdiri dari 59 item dengan skala ordinal 0-1, dimodifikasi dari HOME Inventory untuk usia di atas 6 tahun, (b) Stimulasi Kehangatan: terdiri dari 60 item dengan skala ordinal 0-3, dimodifikasi dari Parental Acceptance and Rejection (PAR) yang disusun oleh Rohner 1986. 5. Kreativitas anak diukur dengan tes kreativitas figural (TKF) dan verbal (TKV) oleh psikolog (instrumen merupakan psikotes yang sudah terstandarisasi, baik penggunaan instrumen maupun pengolahan hasilnya). Berdasarkan hasil uji coba instrumen, kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini memiliki reliabilitas yang ditunjukkan pada Tabel 2.Uji coba instrumen penelitian dilakukan kepada 10 orang tua yang berusia 30 – 50 tahun dan 10 orang anak (2 anak dari kelas 4, 6 anak dari kelas 5, dan 2 anak dari kelas 6). Uji coba instrumen yang telah dilakukan membutuhkan waktu kurang lebih 60 menit dengan kemampuan penyelesaian yang berbeda oleh masing-masing anak. Pada umumnya, proses uji coba berjalan dengan lancar. Namun, terdapat beberapa catatan yang diperoleh peneliti untuk memperbaiki pernyataan kuesioner agar dapat lebih dipahami oleh orang tua dan anak. Hal yang menjadi catatan bagi perbaikan kuesioner tersebut misalnya: pernyataan negatif (menggunakan kata tidak) perlu diubah menjadi kalimat positif, kata ‘mengabaikan’, ‘bersikap dingin’ dan ‘mengolok-olok’ perlu diubah menjadi kata ‘tidak peduli / cuwek’ dan ‘mengejek’. Tabel 2 Penyusunan uji coba instrumen No.
Variabel
Jumlah Item
Reliabilitas Akhir
24
Reliabilitas Awal 0,760
Stimulasi Kehangatan
60
0,802
0,802
Stimulasi Lingkungan
59
0,568
0,749
1
Kecerdasan Spiritual ibu
2.
Kualitas pengasuhan
0,760
Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah dikumpulkan diolah melalui proses editing, coding, scoring, entrying, cleaning, dan analyzingdengan menggunakan program statistik (SPSS 17). Lalu data disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif dan inferensial.Proses pengkodean dan skoring serta pengkategorian variabel secara ringkas disajikan pada Tabel 3.
17
Tabel 3 Variabel, skala data, dan kategori pengelompokan No. Variabel 1 Karakteristik Keluarga a. Usia ayah b. Usia ibu c. Jumlah anak d. Pendidikan ayah e. Pendidikan ibu
f. Pekerjaan ibu g. Pendapatan keluarga 2
3. 4.
5.
Karakteristik Anak a. Tipe Sekolah b. Usia anak c. Urutan kelahiran d. Jenis Kelamin Kecerdasan spiritual ibu Kualitas pengasuhan a. Stimulasi Lingkungan b. Stimulasi Kehangatan Kreativitas 1. Figural
2. Verbal
Pengelompokkan 1. Dewasa awal (18-40 tahun), 2. Madya (41-65 tahun), 3. Akhir (>65 tahun) 1. Dewasa awal (18-40 tahun), 2. Madya (41-65 tahun), 3. Akhir (>65 tahun) 1. ≤2 anak, 2. 3-5 anak, 3. >6 anak 1. Dasar: ≤9 tahun, 2. Menengah: 10–12 tahun (tanpa perguruan tinggi), 3. Tinggi: > 13 tahun (diploma/sarjana) 1. Dasar:≤9 tahun, 2. Menengah:10 – 12 tahun(tanpa perguruan tinggi), 3. Tinggi: > 13 tahun (diploma/sarjana) 1. Bekerja, 2. Tidak bekerja 1. 0 s/d 5 juta 2. 5 s/d 10 juta 3. Di atas 10 juta 1. Non progresif, 2. Progresif 1. 9 tahun, 2. 10 tahun, 3. 11tahun 1 dan seterusnya 1. Laki-laki , 2. Perempuan 1.Rendah (di bawah 𝜇 -standar deviasi), 2.Sedang (𝜇 +standar deviasi), 3. Tinggi (di atas 𝜇 +standar deviasi) 1.Rendah (di bawah 𝜇 -standar deviasi), 2.Sedang (𝜇 +standar deviasi), 3. Tinggi (di atas 𝜇 +standar deviasi) 1.Rendah (di bawah 𝜇 -standar deviasi), 2.Sedang (𝜇 +standar deviasi), 3. Tinggi (di atas 𝜇 +standar deviasi) 1.Rendah(69), 2. Borderline (70-79), 3. Di bawah ratarata (80-90), 4. Rata-rata (91-110), 5. Di Atas Rata-rata (111-119), 6. Superior (120-127), 7. Sangat Superior (128) 1.Rendah(69), 2. Borderline (70-79), 3. Di bawah ratarata (80-90), 4. Rata-rata (91-110), 5. Di Atas Rata-rata (111-119), 6. Superior (120-127), 7. Sangat Superior (128)
Uji statistik yang digunakan adalah; 1. Uji Beda t dan Mann-Whitney, digunakan untuk membandingkan adanya perbedaan atau tidak pada karakteristik keluarga, karakteristik anak, kecerdasan spiritual ibu, kualitas pengasuhan, serta kreativitas figural dan verbal anak yang ada pada tipe sekolah progresif dan sekolah non progresif 2. Uji Korelasi Spearman, digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel yang memiliki skala ordinal sebagai skala terendahnya. Hubungan antar variabel-variabel yang akan diuji, yaitu; a. Karakteristik keluarga (usia ayah dan ibu, pendapatan keluarga, pendidikan ayah, pendidikan ibu, dan jumlah anak) dan karakteristik anak (usia anak) dengan kecerdasan spiritual
18
b. Karakteristik keluarga (usia ayah dan ibu, pendapatan keluarga, pendidikan ayah, pendidikan ibu, dan jumlah anak) dan karakteristik anak (usia anak) dengan kualitas pengasuhan yang terdiri atas stimulasi lingkungan dan stimulasi kehangatan c. Karakteristik keluarga (usia ayah dan ibu, pendapatan keluarga, pendidikan ayah, pendidikan ibu, dan jumlah anak) dan karakteristik anak (usia anak) dengan kreativitas anak (figural dan verbal) d. Kecerdasan spiritual ibu dengan kualitas pengasuhan (stimulasi lingkungan dan kehangatan) e. Kecerdasan spiritual ibu dan kualitas pengasuhan (stimulasi lingkungan dan kehangatan) dengan kreativitas anak (figural dan verbal). 3. Uji Regresi, digunakan untuk mengetahui; a. Pengaruh karakteristik anak, karakteristik keluarga, dan kecerdasan spiritual ibu, terhadap kualitas pengasuhan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: 𝑌 1,2 = + 𝛽1𝑋1 + ⋯ + 𝛽8𝑋8 + 𝛾1𝐷1 + 𝛾2𝐷2 + 𝜀 Keterangan : Y1 = Stimulasi Lingkungan X4 = Pendidikan ibu Y2 = Stimulasi Kehangatan X5 = Jumlah anak α = Konstanta β(1-8) = Koefisien regresi X6 = Pendapatan keluarga X1 = Usiaayah(tahun) X7 = Kecerdasan spiritual ibu X2 = Usiaibu(tahun) X8= Usia anak (tahun) X3 = Pendidikan ayah D2 = Jenis kelamin anak (1-2)= Koefisien dummy D2 = 0 untuk laki-laki D1 = Pekerjaan ibu D2 = 1 untuk perempuan D1 = 0 untuk tidak bekerja ε= Error D1 = 1 untuk ibu bekerja b. Pengaruh karakteristik anak,karakteristik keluarga, kecerdasan spiritual ibu, dan kualitas pengasuhanterhadap kreativitas anak (figural dan verbal). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: 𝑌 1,2 = + 𝛽1𝑋1 + ⋯ + 𝛽10𝑋10 + 𝛾1𝐷1 + 𝛾2𝐷2 + 𝜀 Keterangan : Y1 = Kreativitas figural X8 = Pendapatan keluarga Y2 = Kreativitas verbal X9 = Kecerdasan spiritual ibu α = Konstanta X10= Usia anak (tahun) β(1-10)= Koefisien regresi (1-2) = Koefisien dummy X1= Stimulasi Lingkungan D1= Pekerjaan ibu X2 = Stimulasi kehangatan D1= 0 untuk tidak bekerja X3= Usia ayah (tahun) D1 = 1 untuk ibu bekerja X4 = Usia ibu (tahun) D2 = Jenis kelamin anak X5=Pendidikan ayah D2 = 0 untuk laki-laki X6 = Pendidikan ibu D2 = 1 untuk perempuan X7 = Jumlah anak ε= Error
19
Definisi Operasional Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terhubung karena adanya ikatan perkawinan, ikatan darah, dan adopsi yang saling berinteraksi dan melakukan kerja sesuai dengan fungsinya. Karakteristik keluarga adalah variabel yang terdiri atas ciri-ciri keluarga contoh yang diduga berpengaruh terhadap segala perubahan yang terjadi pada diri anak dalam rangka perkembangan anak yang meliputi umur orang tua, besar keluarga, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, dan pendapatan orang tua. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang dapat menggabungkan kecerdasan rasional (Intelligence Quotient) dan kecerdasan emosional (Emotional Quotient) melalui pemikiran terhadap eksistensi kehidupan, pemaknaan kehidupan,kesadaran terhadap kekuatan non fisik (transendental), dan perluasan tingkat kesadaran diri. Pemikiran Kritis tentang Eksistensi (Critical Existential Thinking) adalah kapasitas individu untuk merenungkan sifat eksistensi, realitas, alam semesta, ruang, waktu, kematian, dan hal-hal yang berhubungan dengan keberadaan. Produksi Pemaknaan Pribadi (Personal Meaning Production) adalahkemampuan untuk membangun makna pribadi dan tujuan dalam semua pengalaman fisik dan mental, termasuk kemampuan untuk menciptakan dan menguasai tujuan hidup. Kesadaran Transendental (Transcendental Awareness) adalah kapasitas individu untuk mengidentifikasi kekuatan yang lebih besar daripada diri sendiri, orang lain, dan dunia yang bersifat fisik/materi. Ekspansi Tingkat Kesadaran (Conscious State Expansion) adalah kemampuan seseorang untuk memasuki tingkat kesadaran yang lebih tinggi (misalnya saat berdoa, bermeditasi, dan lain-lain). Kualitas pengasuhan adalah pengasuhan yang dapat memberikan hasil positif terhadap kualitas anak melalui stimulasi kehangatan dan stimulasi lingkungan. Stimulasi Kehangatan adalah perilaku penerimaan yang menunjukkan kehangatan yang diberikan orang tua kepada anak, mencakup mutu ikatan kasih sayangdan perilaku fisik serta verbal yang digunakan orang tua untuk mengungkapkan perasaan penuh kasih. Stimulasi Lingkunganadalah kondisi lingkungan terdekat dengan anak (keluarga dan rumah) yang memberikan contoh bertanggungjawab secara verbal, memberi dorongan untuk kematangan anak, memberikan iklim emosi yang positif, mendorong pengalaman anak dengan penyediaan material, stimulasi anak secara aktif, pengalaman bersama keluarga, keterlibatan ayah, dan kondisi lingkungan fisik. Kreativitas figural adalah kelancaran, kelenturan, orisinalitas, dan elaborasi pada saat berpikir kreatif dalam bentuk gambar. Kreativitas verbal adalah kelancaran, kelenturan, orisinalitas, dan elaborasi pada saat berpikir kreatif dalam bentuk verbal.
20
Sekolah Progresif adalah sekolah yang menerapkan sistem pembelajaran sebagai suatu proses mengembangkan ilmu pengetahuan di mana siswa diberikan pengalaman dan kebutuhan dalam menemukan ilmu itu sendiri. Sekolah Non Progresif adalah sekolah yang menggunakan metode belajar dengan tingkat berpikir yang paling rendah, seperti metode mengajar satu arah dari guru ke siswa, menghafal materi pelajaran, orientasi nilai, dan materi pembelajaran terpisah. Perkembangan anak usia sekolah adalah perkembangan anak-anak pada usia di mana anak sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan ingin diterima oleh lingkungan, dan masa membangun jati diri (industry).
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Sistem pembelajaran yang dilakukan pada sekolah yang dipilih dibagi menjadi dua kategori besar, yaitu sekolah yang menerapkan pendidikan secara progresif dan non progresif (konvensional). Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara pihak sekolah, peneliti mengelompokkan contoh yang berasal dari sekolah negeri dan sekolah swasta berbasis agama pertama ke dalam kategori tipe sekolah non progresif, sedangkan sekolah swasta umum dan sekolah swasta berbasis agama kedua merupakan tipe sekolah yang progresif. Lokasi penelitian pertama dilakukan di SD Negeri yang berlokasi di Kecamatan Pancoran Mas dengan luas 2.639 m2. SD ini termasuk SD Negeri unggulan di kecamatan tersebut. Fasilitas sekolah yang ada pada sekolah ini tergolong lengkap dan terlihat dalam kondisi cukup baik. Jumlah total siswa dan guru dari kelas satu sampai kelas enam adalah 823 siswa dan 27 guru. Satu kelas menampung kurang lebih 40 siswa dan ditangani oleh satu guru. Peneliti memasukkan sekolah ini sebagai sekolah non progresif berdasarkan hasil pengamatan pada sistem pembelajaran yang dilakukan pada sekolah tersebut. Metode pengajaran yang dilakukan oleh guru lebih banyak berceramah atau berkomunikasi satu arah dengan siswa. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru cenderung bertujuan mengajarkan siswa untuk mampu menjawab soal atau tes dengan benar (teaching to the test).Sebagaimana sekolah negeri pada umumnya, sistem penilaian di sekolah ini cenderung menggunakan pemberian motivasi eksternal kepada siswanya dengan memberikan nilai angka dan peringkat prestasi sebagai pembanding, pembelajaran sekaligus sebagai penghargaan atau hukuman yang diberikan kepada siswa-siswinya. Lokasi penelitian kedua bertempat di SD Swasta Berbasis Agama 1 yang berlokasi di Kecamatan Pancoran Mas dengan luas 8.645 m2. Fasilitas sekolah yang ada pada sekolah ini tergolong lengkap dan terlihat dalam kondisi cukup baik. Jumlah total siswa dan guru dari kelas satu sampai kelas enam adalah 899 siswa dan 33 guru. Satu kelas menampung kurang lebih 40 siswa dan ditangani oleh satu guru. Peneliti memasukkan sekolah ini sebagai sekolah non progresif berdasarkan hasil pengamatan pada sistem pembelajaran yang dilakukan pada sekolah tersebut. Metode pengajaran yang dilakukan oleh guru lebih banyak
21
berceramah atau berkomunikasi satu arah dengan siswa. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru cenderung bertujuan mengajarkan siswa untuk mampu menjawab soal atau tes dengan benar (teaching to the test).Sistem penilaian di sekolah ini cenderung menggunakan pemberian motivasi eksternal kepada siswanya dengan memberikan nilai angka dan peringkat prestasi sebagai pembanding, pembelajaran sekaligus sebagai penghargaan atau hukuman yang diberikan kepada siswa-siswinya. Lokasi penelitian ketiga bertempat di SD Swasta Berbasis Agama 2 yang berlokasi di Kecamatan Sukmajaya dengan luas 1.300 m2. Fasilitas pada sekolah ini tergolong lengkap dengan kondisi baik. Jumlah total siswa dan guru dari kelas satu sampai kelas enam adalah 257 siswa dan 38 guru. Satu kelas menampung kurang lebih 20 siswa dan ditangani oleh 2 guru. Peneliti memasukkan sekolah ini sebagai sekolah progresif berdasarkan hasil pengamatan pada sistem pembelajaran yang dilakukan pada sekolah tersebut. Metode pengajaran yang dilakukan oleh guru adalah active learning. Siswa juga diajak berdiskusi tentang materi pelajaran. Pengajaran mengenai agama seperti hafalan dilakukan dengan cara yang menyenangkan, seperti dengan puzzle atau games. Lokasi penelitian keempat bertempat di Sekolah Dasar Swasta Umum yang berlokasi di Kecamatan Cimanggis dengan luas kurang lebih 2.940 m2. Fasilitas pada sekolah ini tergolong lengkap dengan kondisi baik. Jumlah total siswa dan guru dari kelas satu sampai kelas enam adalah 139 siswa dan 29 guru. Satu kelas menampung kurang lebih 20 siswa dan ditangani oleh 2 guru. Peneliti memasukkan sekolah ini sebagai sekolah progresif berdasarkan hasil pengamatan pada sistem pembelajaran yang dilakukan pada sekolah tersebut. Metode pengajaran yang dilakukan oleh guru adalah diskusi, sehingga siswa terlihat aktif di kelas. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru di sekolah bersifat dinamis dan pencelupan ke dalam pengalaman belajar dengan kegiatan berkelompok atau individu. Guru cenderung bertujuan mengajarkan siswa untuk mampu memperoleh pengalaman belajar dengan membuat berbagai hasil karya siswa yang didisplay dalam ruang belajar. Sistem penilaian di sekolah ini cenderung menggunakan pemberian motivasi internal kepada siswanya dengan memberikan laporan perkembangan kemampuan siswa berupa narasi. Guru tidak membandingbandingkan siswa dengan memberikan peringkat prestasi antar siswa. Satu hal yang khas dari sekolah ini adalah sangat memperhatikan karakter pada siswanya melalui metode pembelajaran formal dan informal.
Karakteristik Contoh Karakteristik Anak Jenis Kelamin. Jenis kelamin anak merupakan salah satu faktor yang menentukan sikap orang tua kepada anaknya. Lebih dari separuh contoh siswa (54,2%) dalam penelitian ini berjenis kelamin perempuan dan sisanya sebesar 45,8% berjenis kelamin laki-laki. Pada sekolah progresif, jumlah anak perempuan lebih banyak dibandingkan anak laki-laki, sedangkan jumlah anak perempuan pada sekolah non progresif lebih sedikit dibandingkan anak laki-laki.Jumlah anak perempuan yang menjadi contoh pada sekolah progresif lebih besar daripada sekolah non progresif. Namun, hasil uji beda non parametrik menunjukkan bahwa
22
tidak terdapat perbedaan yang nyata (p0,05) dalam hal jenis kelamin anak yang menjadi contoh pada sekolah progresif dan sekolah non progresif (Tabel 4). Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin anak dan perbedaannya antar tipe sekolah Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan p-value
n 32 28
Non Progresif (%) 53,4 46,6
n 23 37
Progresif (%) 38,4 61,6
n 55 65
Total (%) 45,8 54,2
0,101
Usia Anak. Usia merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat perkembangan dan kematangan anak. Rentang usia anak pada penelitian ini berkisar antara 9 sampai 11 tahun dengan rata-rata usia 10 tahun. Separuh dari contoh anak berusia 10 tahun (51,3%). Selain itu, terdapat 22,5% contoh anak berusia 9 tahun dan 25,8% berusia 11 tahun. Persentase terbesar usia anak pada contoh sekolah progresif dan non progresif adalah 10 tahun. Hasil uji beda t menunjukkan bahwa rata-rata usia siswa yang menjadi contoh pada tipe sekolah progresif dan non progresif tidak berbeda secara nyata (Tabel 5). Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan usia anak dan perbedaan antar tipe sekolah Usia Anak 9 10 11 Rata-rata + SD p-value
Non Progresif n (%) 11 18,4 30 50,0 19 31,6 10,13 + 0,7
n 16 32 12
Progresif (%) 26,6 53,4 20,0 9,93 + 0,686
Total n (%) 27 22,5 62 51,7 31 25,8 10,03+ 0,697
0,117
Urutan Kelahiran. Siswa yang menjadi contoh merupakan anak yang berada pada urutan pertama hingga ke-6 dalam keluarganya. Lebih dari setengah contoh siswa (56,7%) yang menjadi contoh merupakan anak pertama. Hasil uji beda non parametrik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p0,05) antara sekolah progresif dan non progresif dalam hal urutan anak dalam keluarga (Tabel 6). Tabel 6 Sebaran contoh anak berdasarkan urutan kelahiran dalam keluarga dan perbedaannya antar tipe sekolah Anak Ke1 2 3 4 5 6 p-value
n 31 22 6 0 1 0
Non Progresif (%) 51,7 36,7 10,0 0 1,6 0
n 37 14 6 0 2 1 0,466
Progresif (%) 61,6 23,4 10,0 0 3,4 1,6
n 68 36 12 0 3 1
Total (%) 56,7 30,0 10,0 0 2,5 0,8
23
Karakteristik Keluarga Jumlah Anak. Jumlah anak dapat menentukan tingkat hubungan dan kehangatan yang ada dalam keluarga. Sebagian besar keluarga contoh yang terpilih dalam penelitian ini merupakan keluarga kecil yang terdiri atas 2 anak (50%) dan 3 anak (30,8%). Hasil uji beda non parametrik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p0,05) antara sekolah progresif dan non progresif dalam hal jumlah anak dalam keluarga (Tabel 7). Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan jumlah anak dalam keluarga dan perbedaannya antar tipe sekolah Jumlah Anak 1 2 3 4 5 6 p-value
n 5 34 18 1 2 0
Non Progresif (%) 8,4 56,6 30,0 1,6 3,4 0
n 6 26 19 5 3 1 0,202
Progresif (%) 10,0 43,4 31,6 8,4 5,0 `1,6
n 11 60 37 6 5 1
Total (%) 9,2 50,0 30,8 5,0 4,2 0,8
Pendapatan Keluarga. Besar pendapatan menjadi salah satu faktor yang dapat menentukan keputusan keluarga dalam menyekolahkan anaknya.Alokasi pendapatan juga dapat menentukan bentuk atau jenis stimulasi yang diberikan oleh orang tua. Secara keseluruhan, rata-rata pendapatan keluarga contoh adalah Rp. 12.623.100,00. Rata-rata keluarga yang menyekolahkan anaknya di sekolah progresif memiliki pendapatan yang lebih besar dibandingkan keluarga yang menyekolahkan anaknya di sekolah non progresif (Tabel 8). Hasil uji beda t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata pendapatan keluarga yang sangat nyata (p ≤ 0.001) antara sekolah progresif dan non progresif. Keluarga siswa sekolah progresif memiliki pendapatan keluarga yang lebih besar dibandingkan sekolah non progresif. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga dan perbedaannya antar tipe sekolah Pendapatan Keluarga
Non Progresif N (%) 0 s/d 5.000.000 22 36,6 5.000.001- 10.000.000 19 31,7 > 10.000.000 19 31,7 Min-maks (Rp. Juta) 1-30 Rata-rata + SD (Rp.Juta) 9,32 + 6,66 p-value 0,000*** Keterangan: *** nyata pada p ≤ 0.001
Progresif n (%) 5 8,4 11 18,3 44 73,3 3-50 15,93+ 8,26
Total n (%) 27 22,5 30 25,0 63 52,5 1-50 12,62 + 8,18
Karakteristik Orang Tua Usia Ayah.Usia orang tua merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kedekatan anak dengan orang tuanya. Contoh ayah pada sekolah progresif dan sekolah non progresif berusia dewasa madya (41 – 65 tahun) dengan rata-rata usia
24
ayah pada keseluruhan contoh adalah 42,65 tahun. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan secara nyata antara sekolah progresif dan sekolah non progresif dalam hal usia ayah (Tabel 9). Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan usia ayah dan perbedaannya antar tipe sekolah Usia Ayah Dewasa awal Dewasa Madya Dewasa Akhir Min-maks Rata-rata + SD p-value
Non Progresif n (%) 20 33,4 40 66,6 0 0 28-54 42,9+ 5,17
n 23 36 1
Progresif (%) 38,4 60,0 1,6 35-66 42,40+ 5,76
Total (%) 35,8 63,3 0,8 28-66 42,65+5,46
n 43 76 1
0,618
Usia Ibu. Sebagian besar contoh ibu pada sekolah progresif dan non progresif berusia dewasa awal (18 – 40 tahun) dengan rata-rata usia ibu pada keseluruhan contoh adalah 39,54 tahun. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan secara nyata antara sekolah progresif dan sekolah non progresif dalam hal usia ibu (Tabel 10). Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan usia ibu dan perbedaan antar tipe sekolah Usia Ibu Dewasa awal Dewasa Madya Dewasa Akhir Min-maks Rata-rata + SD p-value
Non Progresif n (%) 39 65 21 35 0 0 27-49 39,28+ 4,179
n 34 26 0
Progresif (%) 56,6 43,4 0 32-50 39,80+ 4,037
Total (%) 60,8 39,2 0 27-50 39,54+4,099
n 73 47 0
0,492
Pekerjaan Ibu. Ibu yang tidak bekerja memiliki banyak waktu untuk memberikan stimulasi kepada anaknya dibandingkan dengan ibu yang bekerja di luar rumah.Contoh ibu yang bekerja terdiri atas pegawai negeri, pegawai swasta, wiraswasta, dan lain-lain. Ibu yang bekerja dan tidak bekerja pada keseluruhan contoh memiliki jumlah yang sama. Perbandingan ibu bekerja dengan ibu tidak bekerja pada sekolah progresif adalah 7:5, sedangkan pada sekolah non progresif sebaliknya, 5:7. Hasil uji beda non parametrik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara sekolah progresif dan non progresif dalam hal pekerjaan ibu (Tabel 11). Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ibu dan perbedaannya antar tipe sekolah Pekerjaan Ibu Tidak Bekerja Bekerja p-value
n 35 25
Non Progresif (%) 58,4 41,6 0,068
n 25 35
Progresif (%) 41,6 58,4
n 60 60
Total (%) 50,0 50,0
25
Pendidikan Ayah. Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi bentuk stimulasi yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya. Pendidikan ayah pada contoh dalam penelitian ini berada di antara tingkat SMA sampai pascasarjana (S2 dan S3). Persentase terbesar tingkat pendidikan ayah pada contoh sekolah progresif dan non progresif, atau separuh contoh ayah (55%), berada pada tingkat S1. Contoh ayah dari sekolah progresif yang memiliki tingkat pendidikan sarjana dan pascasarjana adalah 90%, sedangkan dari sekolah non porgresif hanya sebesar 61,7%. Hasil uji beda non parametrik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata (p0,001) antara sekolah progresif dan non progresif dalam hal tingkat pendidikan ayah (Tabel 12). Artinya, tingkat pendidikan ayah siswa sekolah progresif lebih tinggi dibandingkan tingkat pendidikan ayah siswa sekolah non progresif. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan terakhir ayah dan perbedaannya antar tipe sekolah Pendidikan terakhir Non Progresif Progresif Ayah n (%) n (%) SMA 10 16,7 1 1,6 Diploma 13 21,6 5 8,4 S1 28 46,7 38 63,4 S2/S3 9 15,0 16 26,6 p-value 0,001** Keterangan: ** nyata pada p ≤ 0.01
n 11 18 66 25
Total (%) 9,2 15,0 55,0 20,8
Pendidikan Ibu. Pendidikan ibu pada contoh dalam penelitian ini berada di antara tingkat SMP sampai pascasarjana (S2 dan S3). Persentase terbesar tingkat pendidikan ibu pada contoh sekolah progresif dan non progresif, atau hampir separuh contoh ibu (45,8%) berada pada tingkat S1. Contoh ibu dari sekolah progresif yang memiliki tingkat pendidikan sarjana dan pascasarjana adalah 63%, sedangkan pada sekolah non porgresif hanya sebesar 41,7%. Hasil uji beda non parametrik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p0,01) antara sekolah progresif dan non progresif dalam hal tingkat pendidikan ibu (Tabel 13). Artinya, tingkat pendidikan ibu siswa sekolah progresif lebih tinggi dibandingkan tingkat pendidikan ibu siswa sekolah non progresif. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan terakhir ibu dan perbedaannya antar tipe sekolah Pendidikan Terakhir Non Progresif Progresif Ibu n (%) n (%) SMP 1 1,7 0 0 SMA 18 30,0 7 11,7 Diploma 16 26,6 15 25,0 S1 24 40,0 31 51,6 S2/S3 1 1,7 7 11,7 p-value 0,002** Keterangan: ** nyata pada p ≤ 0.01
Total n (%) 1 0,8 25 20,8 31 25,8 55 45,8 8 6,7
Pendapatan Ayah. Rata-rata pendapatan ayah pada keseluruhan contoh adalah Rp. 9.461.666,67. Persentase terbesar pendapatan ayah pada sekolah
26
progresif berada pada kisaran di atas 10 juta rupiah/bulan, sedangkan pada sekolah non progresif berada pada kisaran kurang dari atau sama dengan 5 juta rupiah/bulan. Hasil uji beda t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata pendapatan ayah antara sekolah progresif dan non progresif (Tabel 14). Artinya, contoh ayah yang berada pada sekolah progresif memiliki pendapatan yang lebih besar dibandingkan sekolah non progresif. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan ayah dan perbedaannya antar tipe sekolah Pendapatan Ayah Non Progresif Progresif Total n (%) n (%) n (%) 0 s/d 5.000.000 28 46,6 16 26,7 44 36,7% 5.000.001- 10.000.000 24 40,0 16 26,7 40 33,3% > 10.000.000 8 13,4 28 46,6 36 30,0% Min-maks 0-27.000.000 0-50.000.000 0-50000000 Rata-rata + SD (Rp.Juta) 7,36+ 5,39 11,56+7,68 9,46+ 6,93 p-value 0,001** Keterangan: ** nyata pada p ≤ 0.01
Pendapatan Ibu. Rata-rata pendapatan ibu bekerja pada keseluruhan contoh adalah 6,32 juta rupiah. Pendapatan ibu pada sekolah progresif dan sekolah non progresif memiliki selisih lebih dari 2 juta. Hasil uji beda t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata pendapatan ibu antara sekolah progresif dan non progresif (Tabel 15). Artinya, contoh ibu yang berada pada sekolah progresif memiliki pendapatan yang lebih besar dibandingkan sekolah non progresif. Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan ibu bekerja dan perbedaannya antar tipe sekolah Pendapatan Ibu
Non Progresif n (%) 0 s/d 5.000.000 20 80 5.000.001- 10.000.000 3 12 > 10.000.000 2 8 Min-maks (Rp. Juta) 1,5-20 Rata-rata + SD(Rp.juta) 4,70+ 2,79 p-value 0,005** Keterangan: **nyata pada p ≤ 0.01
Progresif n (%) 15 42,9 12 34,3 8 22,9 1,6-16 7,48+ 4,21
Total (%) 58,3 25 16,7 1,5-16 6,32+3,91
N 35 15 10
Kecerdasan Spiritual Ibu Pengukuran kecerdasan spiritual ibu terdiri atas 4 dimensi, yaitu pemikiran kritis tentang eksistensi, ekspansi tingkat kesadaran, produksi pemaknaan pribadi, dan kesadaran transendental (King 2008). Kecerdasan spiritual ibu yang tersebar pada kategori sedang adalah sebesar 69,2%, dengan 35% merupakan contoh sekolah non progresif dan 34,2% merupakan contoh sekolah progresif (Tabel 16). Hasil uji beda non parametrik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
27
nyata antara sekolah progresif dan non progresif dalam hal tingkat kecerdasan spiritual ibu (p-value=0,072). Tabel 17 menjelaskan bahwa lebih dari separuh contoh ibu (59,06%) telah membiasakan diri dalam menghasilkan makna tentang pribadi mereka, memperluas tingkat kesadaran (57,67%), dan hampir separuh contoh memiliki kesadaran transendental (48,85%), dan berpikir kritis tentang eksistensi kehidupan mereka (45,75%). Pencapaian skor pada setiap dimensi kecerdasan spiritual ibu siswa sekolah progresif lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah non progresif (Tabel 17). Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecerdasan spiritual ibu dan perbedaannya antar tipe sekolah Kategori Rendah Sedang Tinggi p-value
Non Progresif n (%) 12 20.0 42 70.0 6 10.0
n 7 41 12
Progresif (%) 11,6 68,4 20.0 0,072
n 19 83 18
Total (%) 15.8 69.2 15.0
Perbedaan kecerdasan spiritual ibu antara sekolah progresif dan non progresif yang sangat nyata (p-value=0,000) terlihat pada salah satu dimensi kecerdasan spiritual, yaitu ekspansi tingkat kesadaran (Tabel 17). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan ibu yang menyekolahkan anaknya pada sekolah progresif dalam hal meningkatkan kesadaran dirinya lebih tinggi daripada ibu yang menyekolahkan anaknya pada sekolah non progresif. Artinya, ibu yang berasal dari sekolah progresif memiliki kesempatan yang lebih banyak dalam meningkatkan kesadaran dirinya, misalnya dengan beraneka pengalaman yang diperoleh dalam kehidupannya atau waktu yang dimiliki untuk melakukan refleksi dan relaksasi terhadap diri mereka. Pemikiran kritis tentang eksistensi, produksi pemaknaan pribadi, dan kesadaran transendental contoh ibu pada sekolah progresif dan non progresif tidak memiliki perbedaan secara nyata. Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan pencapaian skor pada dimensi kecerdasan spiritual ibudan perbedaannya antar tipe sekolah Dimensi (Skor maksimal)
Non Progresif Rata(%) rata
Progresif Rata(%) rata
Pemikiran kritis 9,22 43,89 10,00 47,62 eksistensi (21) Ekspansi tingkat 7,77 51,78 9,53 63,56 kesadaran (15) Produksi Pemaknaan Pribadi 8,52 56,78 9,20 61,33 (15) Kesadaran 10,23 48,73 10,28 48,97 Transendental (21) Kecerdasan 35.73 49.63 39.02 54.19 Spiritual Ibu (72) Keterangan: ** nyata pada p ≤ 0.01, * nyata pada ≤ 0.05
p-value Rataan
Total Rata- (%) rata
0,179
9,61
45,75
0,000**
8,65
57,67
0,067
8,86
59,06
0,922
10,26
48,85
0,034*
37.38
51.91
28
Kualitas Pengasuhan Stimulasi Lingkungan Keluarga Stimulasi lingkungan keluarga yang pengukurannya dimodifikasi dari HOME Inventory, terdiri atas delapan dimensi pengukuran, yaitu tanggung jawab verbal, stimulasi kematangan anak, iklim emosi positif, stimulasi pengalaman anak, ketersediaan stimulasi aktif, stimulasi pengalaman bersama keluarga, kondisi lingkungan fisik, dan keterlibatan ayah (Caldwell & Bradley 1984).Dalam hal pencapaian skor, rata-rata skor total stimulasi lingkungan adalah 47,39 dari skor 59 sebagai skor maksimum. Hal ini berarti kualitas pengasuhan dalam bentuk stimulasi lingkungan keluarga pada keluarga contoh telah mencapai 80,32 persen (Tabel 18). Tabel 18 juga menunjukkan bahwa keluarga siswa sekolah progresif memiliki skor total stimulasi lingkungan yang lebih tinggi (83,45%) dibandingkan sekolah non progresif (77,20%). Dalam hal pencapaian skor, terdapat perbedaan nyata antara stimulasi lingkungan keluarga sekolah progresif dan non porgresif (Tabel 18). Stimulasi lingkungan keluarga pada sekolah progresif lebih tinggi dibandingkan sekolah non progresif terutama dalam hal stimulasi pengalaman bersama keluarga (pvalue=0,000), stimulasi pengalaman anak (p-value=0,005), tanggung jawab verbal (p-value=0,008), ketersediaan stimulasi aktif (p-value=0,040), dan keterlibatan ayah (p-value=0,048). Sedangkan, dalam hal stimulasi kematangan anak, iklim emosi positif, dan kondisi lingkungan fisikpada contoh keluarga sekolah progresif dan non progresif tidak memiliki perbedaan yang nyata.
Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan dimensi stimulasi lingkungan keluarga dan perbedaannya antar tipe sekolah Non Progresif Progresif pTotal valueRataan RataRataRata(%) (%) (%) rata rata rata TJV (10) 8.08 80.83 8.77 87.67 0,008** 8.43 84.25 K (8) 6.98 87.29 7.00 87.50 0,928 6.99 87.40 IEP (7) 5.67 80.95 5.92 84.52 0,270 5.79 82.74 SPA (8) 5.38 67.29 6.07 75.83 0,005** 5.73 71.56 SA (8) 5.68 71.04 6.20 77.50 0,040* 5.94 74.27 PK (6) 4.13 68.89 4.95 82.50 0,000** 4.54 75.69 KLF (8) 6.60 82.50 6.97 87.08 0,124 6.78 84.79 KA (4) 3.02 75.42 3.37 84.17 0,048* 3.19 79.79 SLK (59) 45.55 77.20 49.23 83.45 0,001** 47.39 80.32 Keterangan: ** nyata pada p ≤ 0.01, * nyata pada p ≤ 0.05 TJV: Tanggung Jawab Verbal SA:Stimulasi Aktif K: Kematangan Anak PK: Pengalaman Keluarga IEP: Iklim Emosi Positif KLF: Kondisi Lingkungan Fisik SPA: Stimulasi Pengalaman Anak KA: Keterlibatan Ayah SLK: Stimulasi Lingkungan Keluarga Dimensi (Skor maksimal)
Berdasarkan sebaran normal, contoh yang memiliki tingkat stimulasi lingkungan keluarga pada kategori tinggi adalah sebesar 20,8% (Tabel 19). Stimulasi lingkungan keluarga yang berkategori tinggi memiliki proporsi lebih
29
besar dibandingkan yang berkategori rendah, terutama pada sekolah progresif.Hasil uji beda non parametrik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara sekolah progresif dan non progresif dalam hal tingkat stimulasi lingkungan keluarga (p-value=0,257). Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan tingkat stimulasi lingkungan keluarga dan perbedaannya antar tipe sekolah Kategori Non Progresif Progresif Total n (%) n (%) n (%) Rendah 11 18,4 5 8,4 16 13.3 Sedang 39 65,0 40 66,6 79 65.8 Tinggi 10 16,6 15 25,0 25 20.8 p-value 0,257 Stimulasi Kehangatan Stimulasi kehangatan diukur dengan dimensi yang terdapat dalam Parental Acceptance and Rejection (PAR) oleh Rohner (1986).Dimensi yang diukur terdiri atas kehangatan, permusuhan, pengabaian, dan penolakan. Adapun skor total stimulasi kehangatan yang digunakan merupakan jumlah skor dimensi parental acceptance (kehangatan) dan skor dimensi parental rejection (permusuhan, pengabaian, dan penolakan) yang hasil skornya dibalik. Rata-rata skor total stimulasi kehangatan adalah 137,76 dari skor 180 sebagai skor maksimum. Hal ini berarti kualitas pengasuhan dalam bentuk stimulasi kehangatan pada keluarga contoh telah mencapai 76,53 persen (Tabel 20). Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan dimensi stimulasi kehangatan dan perbedaannya antar tipe sekolah Dimensi Non Progresif Progresif pTotal Stimulasi value Rata(%) Rata(%) Rata(%) Kehangatan Rataan rata rata rata (Skor maksimal) Kehangatan (60) 40.33 67.22 40.75 67.92 0,827 40.54 67.57 Permusuhan (45) 7.80 17.33 6.33 14.07 0,240 7.07 15.70 Pengabaian (45) 10.10 22.44 9.85 21.89 0,838 9.98 22.17 Penolakan (30) 5.98 19.94 5.50 18.33 0,571 5.74 19.14 Stimulasi 136.45 75.81 139.07 77.26 0,551 137.76 76.53 Kehangatan(180) Hasil uji bedaberdasarkan pencapaian skor menunjukkan bahwa contoh sekolah progresif dan non progresif tidak memiliki perbedaan dalam hal dimensidimensi pada stimulasi kehangatan(Tabel 20). Berdasarkan tingkat stimulasi kehangatan keluarga pada Tabel 21, hasil uji bedajuga menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara contoh sekolah progresif dan non progresif. Contoh yang memiliki tingkat stimulasi kehangatan pada kategori tinggi adalah sebesar 15% (Tabel 21).
30
Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan tingkat stimulasi kehangatan dan perbedaannya antar tipe sekolah Kategori Rendah Sedang Tinggi p-value
Non Progresif n (%) 13 21,7 37 61,7 10 16,6 0,510
n 7 45 8
Progresif (%) 11,6 75,0 13,4
n 20 82 18
Total (%) 16.7 68.3 15.0
Kreativitas Anak Kreativitas anak terdiri atas kreativitas figural dan verbal. Kreativitas figural merupakankemampuan berpikir kreatif seseorang yang mencakup aspek fleksibelitas, orsinalitas dan elaborasi dalam bentuk gambar, sedangkan kreativitas verbal merupakan kemampuan berpikir kreatif seseorang yang mencakup aspek kelancaran, kelenturan, dan orisinalitas dalam bentuk verbal.Hasil pengukuran tingkat kreativitas berdasarkan standar penilaian psikolog, terbagi menjadi 7 kategori, yaitu rendah, borderline, di bawah rata-rata, rata-rata, di atas rata-rata, superior, dan sangat superior. Kreativitas Figural Separuh contoh memiliki tingkat kreativitas figural pada ketegori ratarata.Rata-rata kreativitas figural siswa keseluruhan adalah 108,62 dengan rata-rata kreativitas figural siswa sekolah progresif adalah 113,90 dan rata-rata kreativitas figural siswa non progresif adalah 103,33. Hasil uji beda menunjukkan bahwa siswasekolah progresif memiliki kreativitas figural yang lebih tinggi dibandingkan sekolah non progresif (Tabel 22).Perbandingan jumlah siswa sekolah progresif dan non progresif yang memiliki tingkat kreativitas figural di atas kategori ratarata adalah 5 : 2. Hal ini sesuai dengan teori Amabile (1984) yang menyatakan bahwa lingkungan anak yang penuh stimulasi pengalaman belajar dan menekankan motivasi intrinsik sesuai minat dan keunikan anak sebagaimana yang terdapat pada sekolah progresif, dapat meningkatkan ekspresi kreatif pada pribadi anak (Papalia et al. 2007). Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan kreativitas figural dan perbedaannya antar tipe sekolah Kreativitas Figural
Non Progresif Progresif n (%) n (%) 0 0 0 0 Rendah (69) Borderline (70-89) 0 0 0 0 Di Bawah Rata-Rata (80-90) 6 10,0 2 3,4 Rata-Rata (91-110) 38 63,4 22 36,6 Di Atas Rata-Rata (111-119) 13 21,6 17 28,4 Superior (120-127) 3 5,0 9 15,0 0 0 10 16,6 Sangat Superior (128) p-value 0,000** Keterangan: ** nyata pada p ≤ 0.01, * nyata pada p ≤ 0.05
n 0 0 8 60 30 12 10
Total (%) 0 0 6,7 50,0 25,0 10,0 8,3
31
Kreativitas Verbal Lebih dari separuh contoh (69,2%) memiliki tingkat kreativitas verbal pada ketegori rata-rata. Rata-rata kreativitas verbalcontoh siswa keseluruhan adalah 99,10 dengan rata-rata kreativitas verbal siswa sekolah progresif adalah 102,63 dan rata-rata kreativitas verbal siswa non progresif adalah 95,57. Hasil uji beda menunjukkan bahwa kreativitas verbal siswa sekolah progresif lebih tinggi dibandingkan sekolah non progresif (Tabel 23). Perbandingan jumlah siswa sekolah progresif dan non progresif yang memiliki tingkat kreativitas verbal di atas kategori rata-rata adalah 5 : 1. Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan kreativitas verbal dan perbedaannya antar tipe sekolah Kreativitas Verbal Non Progresif Progresif Total n (%) n (%) n (%) 0 0 0 0 0 0 Rendah (69) Borderline (70-89) 2 3,4 0 0 2 1,7 Di Bawah Rata-Rata (80-90) 16 26,6 6 10,0 22 18,3 Rata-Rata (91-110) 40 66,6 43 71,6 83 69,2 Di Atas Rata-Rata (111-119) 2 3,4 6 10,0 8 6,7 Superior (120-127) 0 0 4 6,6 4 3,3 0 0 1 0,8 1 0,8 Sangat Superior (128) p-value 0,000** Keterangan: ** nyata pada p ≤ 0.01, * nyata pada p ≤ 0.05
Hubungan dan Pengaruh Antar Variabel Hubungan Karakteristik Keluarga dan Karakteristik Anak dengan Kecerdasan Spiritual Ibu Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara dimensi kecerdasan spiritual contoh ibu secara keseluruhan denganusia ayah (p-value ≤0,05) dan usia anak (p-value ≤ 0,05).Produksi pemaknaan pribadi ibu memiliki hubungan yang negatif dengan usia ayah. Artinya, usia ayah yang semakin tinggi seiring dengan semakin rendahnya pengalaman seorang ibu untuk memaknai kehidupannya. Kesadaran transendental ibu berhubungan positif dengan usia anak. Semakin tinggi usia anak dapat meningkatkan kepekaan ibu dalam menghadapi lingkungan sekitarnya. Hasil uji korelasi Spearman,keluarga contoh pada sekolah non progresif menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan spiritual ibu dengankarakteristik anak, yaitu usia anak (p-value ≤ 0,05). Semakin tinggi usia anak, maka kecerdasan spiritual ibu, terutama dalam hal kesadaran transcendental (p-value ≤ 0,01), akan semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa keterikatan dan kepekaan ibu dalam menghadapi lingkungan sekitar semakin meningkat seiring dengan bertambahnyausia anak. Kecerdasan spiritual ibu pada sekolah non progresif tidak berhubungan dengan karakteristik keluarga.
32
Hasil uji korelasi Spearman,keluarga contoh pada sekolah progresif menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang yang signifikan antara pemikiran kritis tentang eksistensi diri ibu denganpendapatan ibu dan pendidikan ayah.Pemikiran kritis tentang eksistensi ibu akan menurun seiring dengan meningkatnya pendapatan ibu (p-value ≤ 0,05). Sedangkan pemikiran kritis tentang eksistensi ibu akan meningkat seiring dengan meningkatnya pendidikan ayah. Kecerdasan spiritual ibu pada sekolah progresif tidak berhubungan dengan karakteristik anak. Hubungan Karakteristik Keluarga, Karakteristik Anak, dan Kecerdasan Spiritual Ibu dengan Stimulasi Lingkungan Keluarga Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara stimulasi lingkungan keluarga dengan pendidikan ayah dan ibu, pendapatan ayah dan ibu, pendapatan keluarga secara keseluruhan, dan dimensi-dimensi kecerdasan spiritual ibu, kecuali kesadaran transendental (Tabel 24). Usia ayah tidak memiliki hubungan secara langsung dengan stimulasi lingkungan keluarga. Namun, usia ayah tampak memiliki hubungan yang nyata dan negatif dengan tanggung jawab verbal. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi usia ayah atau jauhnya rentang usia ayah dan anaknya, maka tanggung jawab verbal dalam keluarga tersebut semakin rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stimulasi lingkungan keluarga memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan tingkat pendidikan orang tua.Semakin tinggi tingkat pendidikan ayah, maka keterlibatan ayah dalam memberikan pengasuhan yang berkualitas semakin tinggi, terutama dalam bentuk stimulasi pengalaman anak dan stimulasi kematangan anak.Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, maka kualitas pengasuhan semakin tinggi dalam bentuk stimulasi pengalaman anak, pengalaman bersama keluarga, tanggung jawab verbal, serta iklim emosi positif dalam keluarga. Stimulasi lingkungan keluarga memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan tingkat pendapatan orang tua.Semakin tinggi pendapatan keluarga, maka kualitas pengasuhan semakin tinggi dalam bentuk stimulasi pengalaman anak, pengalaman bersama keluarga, iklim emosi positif, tanggung jawab verbal, dan kondisi lingkungan fisik.Semakin tinggi pendapatan ibu, maka iklim emosi positif dalam keluarga akan semakin membaik, sedangkan pendapatan ayah meningkat seiring dengan meningkatnya stimulasi pengalaman anak, tanggung jawab verbal, pengalaman bersama keluarga, dan kondisi lingkungan fisik (Tabel 24). Kecerdasan spiritual ibu berhubungan nyata dan positif dengan stimulasi lingkungan keluarga (Tabel 24). Semakin tinggi kecerdasan spiritual ibu, maka kualitas pengasuhan semakin tinggi dalam bentuk tanggung jawab verbal, ketersediaan stimulasi aktif, pangalaman bersama keluarga, iklim emosi positif, dan kematangan anak.Salah satu dimensi kecerdasan spiritual ibu, kesadaran transendental, tidak berpengaruh langsung dengan stimulasi lingkungan keluarga, tetapi berhubungan nyata dan positif dengan kualitas pengasuhan dalam bentuk tanggung jawab verbal dan stimulasi kematangan anak.
33
Tabel 24 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kecerdasan spiritual ibu dengan stimulasi lingkungan keluarga Stimulasi Lingkungan Keluarga Variabel
TJV
K
IEP
SPA
SA
PK
KLF
KA
-.231* -.173 -.094 Usia Ayah .066 -.038 -.035 -.018 .027 Pendidikan .153 .216* .108 .371** .133 .147 .169 .274** Ayah Pendidikan .219* .125 .183* .311** .155 .248** .083 .080 Ibu Pendapatan .218* .108 .162 .297** .122 .218* .233* .099 Ayah Pendapatan .101 -.048 .208* .161 .108 .166 .101 .133 Ibu Pendapatan .241** .068 .291** .326** .150 .252** .254** .153 Keluarga Kecerdasan Spiritual Ibu PKE .381** .286** .067 .147 .332** .121 .014 .097 ** * ** ETK .350 .203 .272 .173 .251** .364** .253** .243** PPP .274** .132 .262** .122 .273** .299** .172 .060 * * KT .207 .227 .158 .033 .046 .152 .015 .073 Total ** ** * ** ** .379 .261 .228 .146 .275 .269 .122 .116 KS Ibu Keterangan: ** nyata pada p ≤ 0.01, * nyata pada p ≤ 0.05 TJV : Tanggung jawab Verbal SA : Stimulasi Aktif K : Kematangan Anak PK : Pengalaman Keluarga IEP : Iklim Emosi Positif KLF : Kondisi Lingkungan Fisik SPA : Stimulasi Pengalaman Anak KA : Keterlibatan Ayah PKE :Pemikiran Kritis tentang Eksistensi PPP: Produksi Pemaknaan Pribadi ETK : Ekspansi Tingkat Kesadaran KT : Kesadaran Transendental SLK : Stimulasi Lingkungan Keluarga KS Ibu : Kecerdasan Spiritual Ibu
Total SLK -.103 .337** .333** .291** .222* .367** .294** .461** .349** .173 .380**
Sekolah Non Progresif. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa stimulasi lingkungan keluarga berhubungan positif dengan pendidikan ayah, pendidikan ibu, dan ekspansi tingkat kesadaran ibu (Tabel 25). Semakin tinggi pendidikan ayah maka stimulasi kematangan anak semakin baik dan keterlibatan ayah dalam pengasuhan semakin tinggi. Semakin tinggi pendidikan ibu maka stimulasi pengalaman anak, stimulasi kematangan anak, dan stimulasi pengalaman bersama keluarga akan semakin tinggi. Stimulasi aktif terhadap anak akan meningkat pada anak seiring dengan meningkatnya pemikiran kritis eksistensi diri ibu, ekspansi tingkat kesadaran, dan produksi pemaknaan pribadi yang dimiliki oleh ibu. Semakin tinggi pendapatan keluarga, pendapatan ayah dan ibu, akan mengakibatkan semakin tingginya stimulasi pengalaman anak. Adapun tanggung jawab verbal dalam keluarga di sekolah non progresif akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia ayah atau semakin jauhnya rentang usia anak dengan ayahnya.
34
Tabel 25 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kecerdasan spiritual ibu dengan stimulasi lingkungan keluarga pada sekolah non progresif Variabel
TJV -.268*
K -,183
Stimulasi Lingkungan Keluarga IEP SPA SA PK KLF -,139 ,051 -,182 -,196 -,050
KA SLK Usia ayah ,041 -,185 Jumlah ,019 ,094 -,030 -,052 ,048 -,120 ,095 -.287* -,025 anak Pendidikan ,106 .417** ,123 ,241 ,098 ,019 ,165 .259* .297* ayah Pendidikan ,067 .270* ,148 .367** ,065 .267* ,009 ,187 .293* ibu Pendapatan ,227 ,141 ,056 .258* ,013 ,250 ,249 ,115 ,214 ayah Pendapatan ,069 -,030 ,215 .269* ,105 ,198 -,028 ,073 ,169 ibu Pendapatan ,187 ,113 ,165 .320* ,026 ,235 ,184 ,145 ,233 keluarga Kecerdasan Spiritual Ibu .400** -,044 ,023 PKE ,220 ,125 ,118 ,134 ,010 ,211 ETK ,043 ,134 ,246 ,183 .281* ,162 .299* ,137 .331** PPP ,083 -,056 .262* ,141 .329* ,244 ,105 -,154 ,217 KS Ibu ,148 ,100 ,239 ,162 .310* ,093 ,111 -,038 ,251 Keterangan: ** nyata pada p ≤ 0.01, * nyata pada p ≤ 0.05 Dummy jenis kelamin: 0=anak laki-laki, 1= anak perempuan TJV : Tanggung jawab Verbal SA : Stimulasi Aktif K : Kematangan Anak PK : Pengalaman Keluarga IEP : Iklim Emosi Positif KLF : Kondisi Lingkungan Fisik SPA : Stimulasi Pengalaman Anak KA : Keterlibatan Ayah SLK : Stimulasi Lingkungan Keluarga PPP: Produksi Pemaknaan Pribadi PKE :Pemikiran Kritis tentang Eksistensi KT : Kesadaran Transendental ETK : Ekspansi Tingkat Kesadaran KS Ibu : Kecerdasan Spiritual Ibu
Sekolah Progresif. Kecerdasan spiritual ibu pada sekolah progresif berhubungan positif dengan tingginya stimulasi lingkungan keluarga terutama dalam hal tanggung jawab verbal, stimulasi kematangan anak, stimulasi pengalaman bersama keluarga, dan keterlibatan ayah (Tabel 26). Adapun dimensi kecerdasan spiritual ibu yang berhubungan positif dengan stimulasi lingkungan keluarga adalah pemikiran kritis tentang eksistensi, ekspansi tingkat kesadaran, dan produksi pemaknaan pribadi.Sedangkan kesadaran transendental tidak berhubungan dengan stimulasi lingkungan keluarga.Pendapatan keluarga memiliki hubungan positif dengan stimulasi lingkungan keluarga. Semakin tinggi pendapatan keluarga, iklim emosi positif dalam keluarga pada sekolah progresif semakin baik. Pendidikan ayah berhubungan positif dengan tingginya stimulasi pengalaman anak, sedangkan pendidikan ibu berhubungan positif dengan tingginya tanggung jawab verbal pada keluarga di sekolah progresif.
35
Tabel 26 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kecerdasan spiritual ibu dengan stimulasi lingkungan keluarga pada sekolah progresif Variabel
TJV ,075
K -,002
Stimulasi Lingkungan Keluarga IEP SPA SA PK KLF ,006 .400** ,065 ,063 ,032
KA SLK Pendidikan ,203 ,128 Ayah Pendidikan .258* -,015 ,158 ,112 ,184 ,069 ,079 -,153 ,201 Ibu .336** Pendapatan ,098 ,022 ,212 ,192 -,009 ,231 -,045 .265* Keluarga Usia Anak ,037 -.272* ,026 ,034 ,055 -,110 -,075 ,086 -,042 ** ** PKE .512 .420 ,000 ,099 ,227 ,139 -,030 ,168 .306* ** * * * ETK .566 .299 ,243 -,019 ,085 .318 ,142 .321 .424** PPP .407** .300* ,232 ,021 ,158 ,252 ,219 .287* .390** * * KT .310 .264 ,211 -,007 ,127 .287* -,019 ,099 ,228 ** ** KS Ibu .568 .404 ,211 ,036 ,175 .308* ,095 .258* .412** Keterangan: ** nyata pada p ≤ 0.01, * nyata pada p ≤ 0.05 TJV : Tanggung jawab Verbal SA : Stimulasi Aktif K : Kematangan Anak PK : Pengalaman Keluarga IEP : Iklim Emosi Positif KLF : Kondisi Lingkungan Fisik SPA : Stimulasi Pengalaman Anak KA : Keterlibatan Ayah SLK : Stimulasi Lingkungan Keluarga PPP: Produksi Pemaknaan Pribadi PKE :Pemikiran Kritis tentang Eksistensi KT : Kesadaran Transendental ETK : Ekspansi Tingkat Kesadaran KS Ibu : Kecerdasan Spiritual Ibu
Hubungan Karakteristik Keluarga, Karakteristik Anak, dan Kecerdasan Spiritual Ibu dengan Stimulasi Kehangatan Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara stimulasi kehangatan dengan dimensi kecerdasan spiritual ibu, yaitu produksi pemaknaan pribadi dan perluasan tingkat kesadaran. Ekspansi tingkat kesadaran berhubungan nyata dan positif dengan stimulasi kehangatan dan berhubungan nyata negatif dengan permusuhan dan pengabaian.Produksi pemaknaan pribadi berhubungan nyata dan positif dengan stimulasi kehangatan dan berhubungan nyata negatif dengan permusuhan dan pengabaian (Tabel 27). Tabel 27 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga, karakteristik anak, kecerdasan spiritual ibu dengan stimulasi kehangatan Stimulasi Kehangatan W H N R Ekspansi Tingkat Kesadaran .163 -.228* -.204* -.042 Produksi Pemaknaan Diri .264** -.246** -.246** -.103 * * Kecerdasan Spiritual Ibu .185 -.193 -.164 .001 Keterangan: ** nyata pada p ≤ 0.01, * nyata pada p ≤ 0.05 W: Kehangatan (Warmth) H: Permusuhan (Hostile) SK: Stimulasi Kehangatan N : Pengabaian (Neglect) R: Penolakan (Rejection) Variabel
SK .210* .278** .178
36
Kecerdasan spiritual ibu berhubungan positif dengan pengasuhan orang tua yang hangat. Pengasuhan yang hangat semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kecerdasan spiritual ibu. Permusuhan pada gaya pengasuhan ibu juga semakin rendah seiring dengan tingginya kecerdasan spiritual ibu (Tabel 27). Hubungan Karakteristik Keluarga, Karakteristik Anak, Spiritual Ibu, Kualitas Pengasuhan dengan Kreativitas Anak
Kecerdasan
Hasil uji korelasi Spearman pada keseluruhan contoh menunjukkan bahwa kreativitas figural siswa memiliki hubungan nyata dan positif dengan beberapa karakteristik anak dan keluarga, yaitu jumlah anak, pendapatan keluarga terutama pendapatan ayah, stimulasi pengalaman anak danstimulasi aktif (Tabel 28).Semakin banyak anak pada keluarga contoh, yang sebagian besar terdiri dari satu hingga tiga anak, maka kreativitas figural anak semakin tinggi.Kreativitas figural semakin tinggi seiring dengan bertambah besarnya pendapatan ayah dan pendapatan keluarga.Dengan tingginya pendapatan keluarga, stimulasi pengalaman anak dapat meningkat. Hal ini yang menyebabkan kreativitas figural anak juga meningkat. Tabel 28 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga, karakteristik anak, kecerdasan spiritual ibu dengan kreativitas figural dan verbal anak Contoh/Variabel Kreativitas Figural Sekolah Non Progresif Jumlah Anak .341** Pendapatan Ayah ,214 Pendapatan Keluarga ,095 Usia Anak .268* Urutan Kelahiran .324* Stimulasi Pengalaman Anak ,074 Pengalaman Keluarga ,115 Stimulasi Lingkungan Keluarga ,029 Sekolah Progresif Pendidikan Ibu ,111 EkspansiTingkatKesadaran -.301* Kecerdasan Spiritual Ibu -.275* Kematangan Anak -.287* Keterlibatan Ayah -,078 Kehangatan ,088 Keseluruhan Contoh Jumlah Anak .246** Pendidikan Ibu .137 Pendapatan Ayah .190* Pendapatan Keluarga .182* Stimulasi Pengalaman Anak .199* Stimulasi Aktif .180* Kehangatan .024 Stimulasi Kehangatan -.028 Keterangan: ** nyata pada p ≤ 0.01, * nyata pada p ≤ 0.05
Kreativitas Verbal .298* .333** .278* -,043 .312* .336** .261* .303* .260* -,151 -,080 -,031 -.315* .261* .176 .240** .304** .354** .306** .116 .225* .202*
37
Kreativitas verbal pada diri anak terlihat semakin tinggi dengan meningkatnya pendidikan ibu, pendapatan ayah, dan pendapatan keluarga.Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa kreativitas verbal juga berhubungan nyata dengan stimulasi kehangatan (p-value 0,05), dan stimulasi pengalaman anak (p-value 0,01). Artinya, kreativitas verbal anak meningkat seiring dengan meningkatnya stimulasi kehangatan dan stimulasi pengalaman anak (Tabel 28). Sekolah Non Progresif. Kreativitas figural anak pada sekolah non progresif semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah anak dalam keluarga, usia anak, dan urutan kelahiran yang semakin bungsu. Menurut Santrock (2007), anak yang dilahirkan belakangan memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk mencoba segala sesuatu yang diinginkannya atau lebih bebas berkreasi dibandingkan dengan kakak-kakaknya. Sedangkan kreativitas verbal anak pada sekolah non progresif berhubungan nyata dan positif dengan pendapatan keluarga terutama pendapatan ayah, jumlah anak, urutan kelahiran, stimulasi lingkungan keluarga terutama stimulasi pengalaman anak dan pengalaman keluarga (Tabel 28). Sekolah Progresif. Kreativitas figural anak pada sekolah progresif akan meningkat seiring dengan rendahnya kecerdasan spiritual ibu, terutama pada dimensi ekspansi tingkat kesadaran. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, maka kreativitas verbal anak akan semakin tinggi.Hubungan antara stimulasi lingkungan keluarga dengan kreativitas figural anak sekolah progresif terlihat pada kematangan anakyang memiliki hubungan nyata dan negatif dengan kreativitas figural. Semakin tinggi kematangan anak, maka kreativitas figural anak semakin rendah. Adapun kreativitas verbal semakin tinggi dengan rendahnya keterlibatan ayah dan semakin meningkat seiring dengan peningkatan gaya pengasuhan yang hangat pada contoh di sekolah progresif (Tabel 28). Pengaruh Kecerdasan Spiritual Ibu, Karakteristik Keluarga, Karakteristik Anak terhadap Stimulasi Lingkungan Keluarga Pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik orang tua dan anak, serta kecerdasan spiritual ibu terhadap stimulasi lingkungan keluarga dianalisis dengan menggunakan regresi linear berganda.Berdasarkan data keseluruhan contoh, model persamaan regresi yang tersusun memiliki koefisien determinasi (Adj. R square) sebesar 0,221 (Tabel 29). Artinya, 22,1 persen varian stimulasi lingkungan keluarga dapat dijelaskan oleh perubahan variabel-variabel yang ada dalam model. Hasil uji regresi linear berganda menunjukkan bahwa variabel yang memiliki pengaruh secara signifikan terhadap stimulasi lingkungan keluarga adalah kecerdasan spiritual ibu dan pendapatan keluarga. Penelitian ini menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual ibu menjadi indikator penting untuk meningkatkan kualitas pengasuhan (=0,355 dan =0,000). Hasil uji regresi linier berganda dengan model regresi yang disusun menunjukkan tidak terdapat variabel yang mempengaruhi stimulasi lingkungan keluarga secara signifikan pada contoh keluarga sekolah non progresif (Tabel 29). Adapun pada sekolah progresif, stimulasi lingkungan keluarga dipengaruhi secara signifikan oleh variabel kecerdasan spiritual ibu dan pendapatan keluarga. Setiap peningkatan satu skor kecerdasan spiritual ibu dapat meningkatan 51,9 persen stimulasi lingkungan keluarga pada contoh di sekolah progresif. Selain itu, setiap
38
peningkatan pendapatan keluarga satu rupiah, akan meningkatkan stimulasi lingkungan keluarga sebesar 33,4 persen. Tabel 29 Hasil uji regresi karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kecerdasan spiritual ibu terhadap stimulasi lingkungan keluarga Variabel Bebas
Non Progresif Progresif Total Sig. (terstan- Sig. (terstan- Sig. (terstandarisasi) darisas) darisasi) (konstanta) .126 .041 .004 Usia Ayah .108 .604 -.099 .641 .055 .688 Usia Ibu -.173 .406 .187 .354 -.019 .887 Pendidikan ayah .267 .152 .003 .984 .202 .059 Pendidikan ibu .091 .614 -.011 .938 .037 .727 Jumlah Anak .021 .884 .012 .923 -.016 .853 Pendapatan Keluarga .055 .750 .334 .018* .197 .047* Usia Anak .045 .768 .025 .846 -.027 .764 Pekerjaan Ibu -.017 .912 -.096 .460 -.032 .723 Jenis Kelamin .081 .589 -.021 .862 .030 .729 Kecerdasan spiritual ibu .234 .143 .519 .000** .355 .000** R Square 0,179 0,370 0,287 Adj. R Square 0,011 0,241 0,221 Sig. 0,404 0,007** 0,000** Keterangan: ** nyata pada p ≤ 0.01, * nyata pada p ≤ 0.05, dummy jenis kelamin: 0=anak laki-laki, 1= anak perempuan dummy pekerjaan ibu: 0=bekerja, 1=tidak bekerja
Pengaruh Kecerdasan Spiritual Ibu, Karakteristik Karakteristik Anak terhadap Stimulasi Kehangatan
Keluarga,dan
Stimulasi kehangatan pada sekolah progresif dan non progresif tidak memiliki perbedaan yang nyata.Dengan demikian, pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik orang tua dan anak, serta kecerdasan spiritual ibu terhadap stimulasi kehangatan dianalisis dengan menggunakan regresi linear bergandaberdasarkan data keseluruhan contoh.Model persamaan regresi yang diperoleh memiliki koefisien determinasi (Adj. R square) sebesar 0,083 (Tabel 30). Artinya, 8,3 persen varian stimulasi kehangatan dapat dijelaskan oleh perubahan pada variabel-variabel yang terdapat di dalam model. Hasil uji regresi dengan model persamaan yang dapat diterima, menunjukkan bahwa pendidikan ayah dan kecerdasan spiritual ibu dapat mempengaruhi stimulasi kehangatan (Tabel 30). Pengaruh Karakteristik Keluarga, Karakteristik Anak, Kecerdasan Spiritual Ibu,Kualitas Pengasuhan terhadap Kreativitas Anak Pengaruh kecerdasan spiritual ibu, karakteristik keluarga, karakteristik anak, stimulasi lingkungan keluarga, dan stimulasi kehangatan terhadap kreativitas anak, baik figural maupun verbal, dianalisis dengan menggunakan regresi linear berganda. Model persamaan regresi yang disusun mengenai kreativitas figural anak, memiliki koefisien determinasi (Adj.R square) sebesar 0,068 (Tabel 31).
39
Artinya, 6,8 persen varian kreativitas figural anak dapat dijelaskan oleh perubahan variabel-variabel yang ada dalam model. Tabel 30 Hasil uji regresi variabel-variabel yang mempengaruhi stimulasi kehangatan Variabel Bebas
Koefisien Sig. (tidak terstandarisasi) (terstandarisasi) (konstanta) 57.671 .121 Pendidikan ayah 6.455 .228 .028* Pendidikan ibu -2.952 -.113 .273 Kecerdasan Spiritual Ibu .525 .186 .047* Usia anak 3.432 .100 .270 Jenis kelamin 7.296 .153 .101 R Square .122 Adj. R Square .083 Sig. .010** Keterangan: ** nyata pada p ≤ 0.01. * nyata pada p ≤ 0.05; Dummy jenis kelamin:0=anak laki-laki, 1= anak perempuan
Hasil uji regresi linear berganda menunjukkan bahwa variabel yang memiliki pengaruh secara nyata terhadap kreativitas figural pada keseluruhan contoh anak adalah jumlah anakdan usia anak (Tabel 31).Kreativitas figural akan meningkat 32 persen setiap pertambahan satu orang anak dalam keluarga, dan meningkat 20 persen seiring dengan kenaikan usia pada masa kanak-kanak akhir ini. Tabel 31 Hasil uji regresikarakteristik keluarga, karakteristik anak, kecerdasan spriritual ibu, dan kualitas pengasuhan terhadap kreativitas figural Variabel Bebas
Non Progresif Progresif Total Sig. (terstan- Sig. (terstan- Sig. (terstandarisasi) darisas) darisasi) .068 .101 .034 -.131 .522 .073 .763 -.062 .681 .096 .639 -.153 .512 .017 .905 .088 .637 .005 .977 -.008 .946 -.085 .632 .270 .096 .147 .217 .298 .040* .233 .119 .320 .001** .022 .897 -.135 .418 .105 .340 .266 .080 .200 .172 .200 .042* .163 .291 .010 .948 .033 .742 -.156 .291 .002 .987 -.014 .886 .091 .575 -.363 .031* -.122 .245 .091 .529 .113 .495 .098 .364
(konstanta) Usia Ayah Usia Ibu Pendidikan ayah Pendidikan ibu Jumlah Anak Pendapatan Keluarga Usia Anak Pekerjaan Ibu Jenis Kelamin Kecerdasan spiritual ibu Stimulasi lingkungan keluarga Stimulasi kehangatan -.077 .616 .126 .378 .020 R Square 0,254 0,226 Adj. R Square 0,063 0,028 Sig. 0,233 0,351 Keterangan: ** nyata pada p ≤ 0.01. * nyata pada p ≤ 0.05 dummy jenis kelamin: 0=anak laki-laki, 1= anak perempuan dummy pekerjaan ibu: 0=bekerja, 1=tidak bekerja
.840 0,162 0,068 0,071
40
Sekolah Non Progresif. Hasil uji regresi linier berganda dengan model regresi yang disusun menunjukkan bahwa variabel yang mempengarui kreativitas figural anak yang bersekolah di sekolah non progresif adalah jumlah anak(Tabel 31). Penambahan satu anak dalam keluarga siswa sekolah non progresif yang sebagian besarnya beranggota keluarga satu hingga tiga anak, dapat meningkatkan kreativitas figural sebesar 29,8 persen. Adapun pada keluarga sekolah progresif yang lebih banyak memiliki jumlah anak 4 hingga 6 dibandingkan sekolah non progresif, tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kreativitas figural anaknya. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat batasan dan faktor sumber daya keluarga lain yang memadai agar jumlah anak dapat mempengaruhi tingginya kreativitas figural anak dalam suatu keluarga. Sekolah Progresif. Hasil uji regresi linier berganda dengan model regresi yang disusun menunjukkan bahwa variabel yang mempengarui kreativitas figural anak yang bersekolah di sekolah progresif adalah kecerdasan spiritual ibu (Tabel 31). Penambahan satu skor kecerdasan spiritual ibu akan berpengaruh terhadap turunnya kreativitas figural anak sebesar 36,3 persen. Ibu pada sekolah progresif memiliki tingkat pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan ibu di sekolah non progresif.Sedangkan terdapat hubungan bahwa semikin tinggi pendapatan ibu, maka pemikiran kritis tentang eksistensi pada diri ibu menjadi semakin menurun.Hal ini dapat menjelaskan bahwa kreativitas figural yang tinggi, berada pada contoh yang memiliki kecerdasan spiritual ibu yang cenderung lebih rendahpada sekolah progresif. Tabel 32
Hasil uji regresikarakteristik keluarga, karakteristik anak, kecerdasan spriritual ibu, dan kualitas pengasuhan terhadap kreativitas verbal
Variabel Bebas
Non Progresif (terstan- Sig. darisasi) .002 .062 .753 -.010 .958 -.294 .108 .141 .409 .327 .020* .277 .090 -.047 .741 .150 .311 .109 .444 -.191 .225 .265 .062
Progresif (terstan- Sig. darisas) .117 .091 .702 -.040 .863 .066 .674 .179 .259 .062 .673 .279 .093 .254 .080 -.144 .323 .090 .506 .069 .669 -.298 .073
Total Sig. (terstandarisasi) .001 .070 .633 -.049 .729 -.033 .774 .142 .221 .173 .065 .284 .008** .093 .329 .004 .965 .100 .285 -.082 .422 .045 .669
(konstanta) Usia Ayah Usia Ibu Pendidikan ayah Pendidikan ibu Jumlah Anak Pendapatan Keluarga Usia Anak Pekerjaan Ibu Jenis Kelamin Kecerdasan spiritual ibu Stimulasi lingkungan keluarga Stimulasi kehangatan .219 .140 .230 .106 .189 R Square 0,309 0,245 Adj. R Square 0,133 0,053 Sig. 0,085 0,266 Keterangan: ** nyata pada p ≤ 0.01. * nyata pada p ≤ 0.05 dummy jenis kelamin: 0=anak laki-laki, 1= anak perempuan dummy pekerjaan ibu: 0=bekerja, 1=tidak bekerja
.048* 0,210 0,121 0,010**
41
Model persamaan regresi yang disusun mengenai kreativitas verbal anak, memiliki koefisien determinasi (Adj.R square) sebesar 0,121(Tabel 32). Artinya, 12,1 persen varian kreativitas verbal anak dapat dijelaskan oleh perubahan variabel-variabel yang ada dalam model. Variabel yang memiliki pengaruh secara nyata dan positif terhadap kreativitas verbal anak adalah pendapatan keluarga dan stimulasi kehangatan (Tabel 32). Kreativitas verbal akan meningkat 28,4 persen setiap terjadi penambahan satu rupaiah pendapatan keluarga, dan meningkat 18,9 persen setiap terjadi peningkatan satu skor stimulasi kehangatan. Hasil uji regresi linier berganda dengan model regresi yang disusun menunjukkan bahwa variabel yang mempengarui kreativitas verbal anak yang bersekolah di sekolah non progresif adalah jumlah anak (Tabel 32). Penambahan satu anak dalam keluarga dapat meningkatkan kreativitas verbal sebesar 32,7 persen. Sedangkan kreativitas verbal anak yang bersekolah di sekolah progresif tidak dipengaruhi oleh variabel yang ada dalam model ini. Pembahasan Kreativitas merupakan salah satu ukuran kualitas anak yang memiliki pengaruh langsung dan tidak langsung. Berdasarkan penelitian Hastuti (2011), pengaruh langsung terhadap perkembangan anak dari lingkungan keluarga adalah kualitas pengasuhan. Pada penelitian ini, kualitas pengasuhan dalam bentuk stimulasi kehangatan berpengaruh terhadap meningkatnya keativitas verbal anak, sedangkan stimulasi pengalaman aktif yang diberikan kepada anak,berhubungan dengan semakin tingginya kreativitas figural anak. Penelitian lain pada tahun 1971 mengenai karakteristik orang tua yang memiliki anak kreatif, dilakukan oleh Dewing dan Taft (1971) menemukan bahwa sikap anak yang kreatif berhubungan dengan semakin tingginya stimulasi lingkungan rumah yang kompleks, tingginya pendidikan orang tua, berhubungan dengan ibu bekerja, dan pengasuhan yang menjunjung sikap keadilan. Selain dipengaruhi oleh kualitas pengasuhan, karakteristik keluarga juga memiliki pengaruh dalam pembentukan anak yang kreatif. Penelitian yang sudah ada sejak tahun 1967, menyatakan bahwa terdapat hubungan antara karakteristik saudara kandung dengan tuntutan untuk menjadi pribadi kreatif dalam mencapai sesuatu (Helson 1967). Penelitian ini juga membuktikan bahwa jumlah anak memiliki pengaruh yang nyata terhadap kreativitas anak. Penelitian ini membuktikan bahwa karakteristik keluarga dan karakteristik orang tua dapat berhubungan atau berpengaruh terhadap kualitas anak.Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, maka kualitas pengasuhan semakin tinggi dalam bentuk stimulasi pengalaman anak, pengalaman bersama keluarga, tanggung jawab verbal, serta iklim emosi positif dalam keluarga.Hal ini sesuai dengan penelitian Zhang (2012) yang menyatakan bahwa pendidikan orang tua memiliki hubungan positif dengan lingkungan keluarga yang aktif, orientasi iklim keluarga yang cerdas, dan keterikatan dalam keluarga. Penelitian ini juga memperkuat penelitian Hastuti (2011) yang menyatakan bahwa pendidikan orang tua, khususnya ibu, mempengaruhi kualitas pengasuhan. Pendapatan ibu yang berhubungan nyata positif dengan iklim emosi positif dalam keluarga, dan pendapatan ayah berhubungan nyata positif dengan stimulasi pengalaman anak, tanggung jawab verbal, pengalaman bersama keluarga, dan kondisi lingkungan
42
fisik, sesuai dengan penelitian dari National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) yang menyatakan bahwa kualitas pengasuhan yang diperoleh anak dari keluarga yang memiliki pendapatan tinggi lebih baik daripada anak dari keluarga yang berpendapatan rendah (Santrock 2007). Penelitian Zhang (2012) juga menemukan bahwa pendapatan keluarga menunjukkan adanya hubungan negatif dengan terjadinya konflik antara ayah-anak, dan berhubungan positif dengan terciptanya lingkungan keluarga yang aktif. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa spiritualitas memiliki hubungan dengan kepuasan seseorang dalam bekerja (Affeldt dan MacDonald 2010). Peningkatan spiritualitas oleh orang tua dalam keluarga, akan memberi manfaat terhadap menurunnya perasaan negatif, mengurangi stress, meningkatkan self efficacy dan kepuasan kerja dalam pengasuhan (Howard et al. 2007). Berdasarkan penelitian Mohammadyari (2012), kecerdasan spiritual orang tua juga berhubungan dengan ketersediaan lingkungan yang nyaman dan hangat, sehingga mampu meningkatkan kesehatan jiwa atau mengurangi kecemasan dan depresi pada anak. Penelitian ini menguatkan bahwa kecerdasan spiritual memang memiliki pengaruh terhadap kinerja orang tua sebagai pengasuh, yang ditunjukkan oleh tingginya stimulasi lingkungan keluarga dan stimulasi kehangatan yang diberikan oleh orang tua yang memiliki kecerdasan spiritual yang lebih tinggi.Penelitian Letiecq (2007) yang menemukan bahwa orang tua (dalam hal ini ayah) yang menganggap spiritual merupakan hal yang sangat penting, berhubungan secara signifikan dan positif dengan keterlibatan orang tua tersebut untuk menerapkan pengasuhan yang hangat, sedangkan orang tua yang menganggap spiritual sebagai hal yang kurang penting, berhubungan signifikan dan positif dengan penerapan kekerasan dan hukuman dalam pengasuhan tanpa memberikan alasan yang jelas kepada anak. Kreativitas anak merupakan kemampuan yang dapat dipengaruhi oleh faktor internal anak dan faktor eksternal atau lingkungan anak. Penelitian ini membuktikan bahwa kreativitas anak dipengaruhi oleh faktor internal dalam diri anak, yaitu usia anak. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi adalah jumlah anak dalam keluarga, pendapatan keluarga, stimulasi kehangatan, dan tipe sekolah progresif atau non progresif yang dijalankan oleh anak.Menurut Santrock (2007), kreativitas anak meningkat seiring dengan semakin banyaknya jumlah anak pada keluarga yang memiliki tingkat sosio ekonomi yang sama. Dengan demikian, banyaknya anak perlu diimbangi dengan sumberdaya yang cukup agar pengembangan kreativitas pada anggota keluarga tidak terhambat. Tingginya kreativitas verbal yang dimiliki oleh sekolah progresif menunjukkan bahwa metode pembelajaran dengan media yang variatif (bukan hanya dengan menggunakan buku) dan pencelupan langsung ke dalam pengalaman belajar (bukan hanya menghafal teori) dapat meningkatkan kemampuan berpikir divergen pada anak, misalnya mampu mendefinisikan kembali pemahaman yang diperoleh (redefinition), mengekspresikan suatu kejadian dengan kata-kata yang lancar (expressional and word fluency), serta mudah atau terbiasa untuk menghubungkan atau mengaitkan satu hal dengan hal lainnya (associational fluency). Berkaitan dengan cara meningkatkan kreativitas menurut Amabile pada tahun 1989 (Papalia et.al. 2008), metode pembelajaran pada tipe sekolah progresif menunjukkan syarat yang sesuai untuk meningkatkan kemampuan kreativitas
43
anak. Hal ini terlihat dari penanaman motivasi secara intrinsik dengan menumbuhkan keingingan anak untuk berpikir. Selain itu, pembelajaran dengan bertanggungjawab terhadap pilihan, tanpa mengharapkan atau mengkhawatirkan nilai yang diperoleh, menjadikan anak lebih independen atau bebas dalam melakukan dan mengevaluasi kreativitas yang dihasilkan dari dalam dirinya (Kohn 2008). Sebaliknya,kesalahan dalam mendidik dapat menurunkan kreativitas anak (Gardner 2011). Jika rasa ingin tahu anak untuk belajar dihambat oleh lingkungannya maka anak akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan ide saat berpikir. Banyaknya literatur dan penelitian tentang pentingnya lingkungan pendidikan yang dapat meningkatkan kreativitas anak (Davies et al. 2013), memberikan penguatan bahwa tipe sekolah progresif memang memiliki pengaruh yang nyata terhadap peningkatan kreativitas anak. Sebaliknya, berdasarkan penelitian Dhingra dan Sharma (2012), sekolah perlu berhati-hati dalam pembuatan kurikulum karena penelitian mereka membuktikan bahwa terdapat penurunan beberapa aspek kreativitas seiring dengan kenaikan kelas pada siswa sekolah dasar terutama yang berjenis kelamin laki-laki. Perbedaan sekolah progresif dan non progresif, baik dari segi pembelajaran maupun kondisi fisik sekolah menjadikan sekolah tersebut memiliki pangsa pasar siswa yang berasal dari karakteristik keluarga yang berbeda pula.Hal ini terutama terlihat pada pendapatan keluarga, pendidikan orang tua siswa, dan kecerdasan spiritual ibu. Pengembangan kualitas sumber daya manusia yang dimulai dengan peningkatan kreativitas anak, perlu dilakukan melalui penyediaan sekolah progresif bagi masyarakat secara luas. Dengan demikian, sekolah progresif tidak hanya dapat dirasakan manfaatnya oleh status ekonomi sosial tertentu. Selain itu, kecerdasan spiritual perlu disebarluaskan kepada masyarakat agar orang tua mampu meningkatkan kualitas pengasuhan mereka.
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Contoh ibu memiliki kecerdasan spiritual separuh dari nilai maksimal yang diharapkan. Dalam hal kualitas pengasuhan, dari lima keluarga terdapat empat keluarga yang memiliki stimulasi lingkungan dan stimulasi kehangatan yang optimal. Di antara sepuluh contoh siswa terdapat 4 siswa yang memiliki kreativitas figural di atas kategori rata-rata dan 1 di antaranya memiliki kreativitas figural di bawah rata-rata. Satu di antara sepuluh contoh siswa memiliki tingkat kreativitas verbal di atas kategori rata-rata dan 2 di antaranya memiliki tingkat kreativitas verbal di bawah rata-rata. Pendapatan keluarga dan pendidikan orang tua siswa sekolah progresif lebih tinggi dibandingkan sekolah non progresif. Contoh ibu pada sekolah progresif memiliki kecerdasan spiritual yang lebih tinggi dibandingkan ibu pada sekolah non progresif, terutama dalam hal ekspansi tingkat kesadaran. Stimulasi lingkungan keluarga pada contoh sekolah progresif lebih tinggi dibandingkan sekolah non progresif terutama dalam hal pengalaman keluarga, stimulasi pengalaman anak, tanggung jawab verbal, dan stimulasi aktif. Dalam hal
44
kreativitas figural dan verbal, siswa sekolah progresif menunjukkan kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan sekolah non progresif. Stimulasi lingkungan keluarga pada total contoh semakin meningkat seiring dengan tingginya pendidikan ayah dan ibu, pendapatan keluarga, pendapatan ayah dan ibu,dan kecerdasan spiritual ibu. Stimulasi lingkungan keluarga pada contoh sekolah non progresif terlihat semakin meningkat siring dengan tingginya pendidikan ayah dan ibu, kecerdasan spiritual ibu, pendapatan keluarga, dan tanggung jawab verbal orang tua menurun seiring dengan bertambahnya usia ayah. Sedangkan pada contoh sekolah progresif, stimulasi lingkungan keluarga semakin meningkat seiring dengan semakin tingginya kecerdasan spiriutal ibu, pendapatan keluarga, pendidikan ayah, dan pendidikan ibu. Adapun stimulasi kehangatan hanya memiliki hubungan nyata positif dengan produksi pemaknaan pribadi dan ekspansi tingkat kesadaran pada variabel kecerdasan spiritual ibu. Kreativitas figural anak pada total contoh terlihat semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah anak, pendapatan keluarga, dan stimulasi pengalaman anak dan stimulasi aktif. Pada contoh sekolah non progresif, kreativitas figural semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah anak, usia anak, dan urutan kelahiran. Sedangkan pada contoh sekolah progresif, kreativitas figural anak meningkat seiring dengan menurunnya kecerdasan spiritual ibu dan kematangan anak. Kreativitas verbal anak pada total contoh menunjukkan peningkatan seiring dengan semakin tingginya pendidikan ibu, pendapatan keluarga, stimulasi pengalaman anak, dan kehangatan orang tua. Pada sekolah non progresif, kreativitas verbal meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan keluarga, stimulasi lingkungan keluarga, bertambahnya jumlah anak, dan urutan kelahiran yang lebih bungsu. Sedangkan pada contoh sekolah progresif, kreativitas verbal meningkat seiring dengan meningkatnya kehangatan dan bertambahnya pendidikan ibu. Kreativitas verbal menurun seiring dengan semakin tingginya keterlibatan ayah. Stimulasi lingkungan keluarga pada contoh sekolah progresifdipengaruhi oleh kecerdasan spiritual ibu dan pendapatan keluarga. Stimulasi kehangatan dipengaruhi oleh pendidikan ayah dan kecerdasan spiritual ibu. Kreativitas figural anak pada keseluruhan contoh dipengaruhi olehjumlah anak dan usia anak. Kreativitas figural anak yang bersekolah pada tipe non progresif dipengaruhi oleh bertambahnya jumlah anak, sedangkan pada contoh sekolah progresif dipengaruhi oleh menurunnya kecerdasan spiritual ibu. Kreativitas verbal anakpada keseluruhan contoh dipengaruhi olehtingginya stimulasi kehangatan dan pendapatan keluarga.Pada sekolah non progresif, kreativitas verbal hanya dipengaruhi oleh banyaknya jumlah anak. Saran Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan utama, antara lain: kreativitas figural dan verbal sekolah progresif lebih tinggi dibandingkan sekolah non progresif, kecerdasan spiritual memiliki pengaruh terhadap kualitas pengasuhan, pentingnya stimulasi kehangatan, stimulasi aktif, pengalaman anak, dan pengalaman keluarga bagi peningkatan kreativitas anak. Dengan adanya temuan tersebut, penulis menyarankan kepada pihak-pihak berikut untuk dapat melaksanakan saran dari hasil penelitian ini.
45
Bagi pemerintah, terutama pusat kurikulum pendidikan nasional beserta semua pihak yang terlibat dalam bidang pendidikan, sebaiknya perlu mengevaluasi metode dan strategi pembelajaran di sekolah-sekolahagar mampu menerapkan sistem pendidikan progresif yang mudah dijangkau oleh masyarakat,yaitu pendidikan yang antara lain bercirikan memiliki pembelajaran yang bermakna (bukan hanya berdasarkan hafalan teori) danmenumbuhkan motivasi belajar secara internal dalam diri siswa (bukan hanya termotivasi oleh nilai yang tinggi). Bagi orang tua, penulis sarankan untuk selalu meningkatkan kecerdasan spiritualnya, memberikan kehangatan atau kedekatan kepada anak, seperti dengan menyediakan waktu spesial untuk berkomunikasi dengan anak, serta memberikan kesempatan anak untuk mengembangkan potensi yang dimiliki anak, seperti dengan mencelupkan anak pada berbagai pengalaman positif dan mengajak anak melakukan kegiatan yang bersifat aktif, stimulasi yang membuat anak-anak memiliki berbagai pengalaman hidup. Selain itu, perlu diingat pula bahwa pengasuhan dan hubungan yang hangat antara orang tua dan anak perlu selalu dilakukan agar fungsi keluarga untuk membangun masyarakat yang lebih luas dapat terlaksana. Bagi lembaga swadaya masyarakat, penulis sarankan untuk membina masyarakat dengan selalu memberikan informasi tentang pengasuhan yang efektif dan bantuan untuk menciptakan lingkungan keluarga yang aman dan nyaman, dan sejahtera. Selain itu, penulis sarankan pula kepada LSM untuk melakukan upaya meningkatkan pengetahuan orang tua terkait stimulasi pengasuhan dan kecerdasan spiritual Bagi peneliti, agar menghasilkan analisis yang lebih baik tentang kelanjutan penelitian ini, peneliti sarankan agar teknik penarikan contoh sekolah dilakukan secara acak dan proporsional sehingga dapat merepresentasikan kondisi siswa dan keluarga-keluarga di wilayah Indonesia. Selain itu, kelanjutan penelitian mengenaikecerdasan spiritual dapat dilakukan pada peran atau bidang kehidupan lainnya
DAFTAR PUSTAKA Affeldt DL, MacDonald DA.2010. The relationship of spirituality to work and organizational attitudes and behaviors in sample of employees from a health care system. The Journal of Transpersonal Psychology. 42(2): 192-208. Anderson LW. Krathwohl DR. 2001. A Taxonomy of Learning, Teaching, and Assessing. New York (US): Longman. Berns RM. 1997.Child, Family, School, Community,Socialization, and Support. Florida (US): Harcourt Brace College Publishers. Berryman JC. 2000. Older mothers and later motherhood. Di dalam: Sherr L. St.Lawrence JS.editor. Women, Health, and the Mind. Chichester (GB): John Wiley. Caldwell BM, Bradley RH. 1984. Home Observation for Measurement of The Environment. Arkansas (US): University of Arkansas. Cianciolo AT, Sternberg RJ. 2004. Intelligence: A brief history. Oxford (GB): Blackwell Publishing.
46
Collins WA, Madsen SD, Susman-Stillman A. 2002.Parenting during middle childhood. Di dalam: Bornstein M. editor. Handbook of Parenting: Children and Parenting.Vol ke-1. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates. Davies D, Jindal-Snape D, Collier C, Digby R, Hay P, Howe A. 2013. Creative learning environment in education-A systematic literature review. Thinking Skills and Creativity8: 80-91. Dewing K, Taft R. 1971. Some characteristic of the parents of creative twelveyear-olds. Research of University of Western Australia and Monash University: 71-85. Dhingra R, Sharma N. 2012. Assessment of divergent thinking ability of school children. International Journal of Academic Research. 4(2): 155-162. Elkind D. 1988.Educating the Very Young: A Call for Clear Thinking.NEA Today 6(2):22-27. Emmons RA. 2000. Is spirituality an intelligence? Motivation, cognition, and the psychology of ultimate concern.The International Journal for the Psychology of Religion.10 : 3-26. Forman, George E. 1983. The child's construction of knowledge: Piaget for teaching. Washington DC (US): National Association for the Education of Young Children. Gardner H. 2011.The Unschooled Mind: How Children Think and How Schools Should Teach. New York: Basic Books. Gunarsa SD. 1997. Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta (ID): BPK Gunung Mulia. Haditono R, Knoers AMP, Monks. 1999. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Hastuti R. 2011. Analisis Nilai Anak. Kualitas Pengasuhan.dan Perkembangan Anak Usia Sekolah pada Keluarga Petani Karet dan Petani Sawit di Kabupaten Bungo. [Skripsi]. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID): IPB. Helson R. 1967. Effect of sibling characteristic and parental values on creative interest and achievement. Institute of Personality Assessment and Research, University of California: 589-607. Hoffman E. 2002.Psychological Testing At Work. New York (US):Mc Graw Hill. Howard CS,Westefeld JS, Olds VS, Ansley T, Laird N, Olds GR. 2007. Spiritually based parenting workshop: an outcome study. Mental Health, Religion, and Culture. 10(4): 417-434. Hurlock EB. 1994. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Ed ke-5.Istiwidayanti.Soedjarwo.penerjemah; Sijabat RM. editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Developmental Psychology: A Life-Span Approach. __________. 1998. Perkembangan Anak. Jilid II. Jakarta (ID): Erlangga [Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak]. 2012. Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2012. Jakarta (ID): CV. Permata Andhika. King David Brian. 2008. Rethinking Claims of Spiritual Intelligence: A Definition. Model.and Measure. Ontario (CA): Trent University. Kohn A. 2008. Progressive Education. Why It’s Hard to Beat.But Also Hard to Find.www.alfiekohn.org/teaching/progressive.htm. [16April 2012].
47
Letiecq BL. 2007. African American fathering in violent neighborhoods: what role does spirituality paly? Journal of Fathering 5(2): 111-128. Mangunhardjana AM. 1986. Membangun Kreativitas. Jakarta (ID) : PT Rineka [Martin Prosperity Institute]. 2011. Creativity and Prosperity: The Global Creativity Index. Toronto (US): Martin Prosperity Institute. Marlinda NLPM. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif dan Kinerja Ilmiah Siswa. [Tesis]. Program Studi Pendidikan IPA. Singaraja (ID): Universitas Pendidikan Ganesha. Maulia E. 2011. Indonesia ranks 124th in 2011 Human Development Index.http://www.thejakartapost.com. [3 April 2012] Megawangi R, Dina WF, Riza, Merdekawati EF. 2010. Seri Pendidikan Karakter: Mencetak Generasi Kreatif. Depok (ID): Indonesia Heritage Foundation. ___________. 2009. Menyemai Benih Karakter. Depok: Indonesia Heritage Foundation. Mitroff LI, Denton EA. 1999.A study of spiritualty in the work place.Sloan Management Review 40(4): 83-92. Mohammadyari G. 2012. Relationship between parent’s spiritual intelligence, level of education and children’s mental health. Procedia-Social and Behavioral Scinces 69: 2114-2118. Munandar SCU. 1999. Kreativitas dan Keterbakatan. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Papalia DE.Old SW. Feldman RD. 2008.Human Development (Psikologi Perkembangan). Jakarta (ID): Kencana Prenada Media Group. Poerwadarminta WJS.1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta (ID): PN Balai Pustaka. Rice AS, Tucker SM. 1976.Family Life Management.New York (US): The Mc.Millan Co. Ritzer G. 1985.Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda (penyadur : Drs. Alimandan) Jakarta (ID): CV Rajawali. Rohner RP. 1986. The Warmth Dimension Foundation of Parental AcceptanceRejection Theory. Beverly Hills.Newbury Park. London. New Delhi : Sage Publication. Santrock JW. 2007. Perkembangan Anak. edisi kesebelas jilid 2. Rahmawati M.A Kuswanti.penerjemah; Hardani W. editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Child Development.elevent edition. Schikendanz J. 1995. Family socialization and academic achievement.Journal of Education.177 (1). Sternberg RJ. 1988. The triarchic mind: A new theory of human intelligence. New York (US): Viking. Sunarti E. 2004. Mengasuh dengan Hati. Tantangan yang Menyenangkan. Jakarta (ID): PT Elex Media Komputindo _________. 2006. Indikator Keluarga Sejahtera: Sejarah Pengembangan, Evaluasi, dan Keberlanjutannya. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia IPB. Hubbs-Tait L, Culp AM, Huey E, Culp RE, Starost H-J, Harper ME.2006. Parenting quality: Confirmation of a higher-order latent constructwith mothers of Head Start children. Early Childhood Research Quarterly.21: 491-506.
48
Vaughan F. 2002. What is spiritual intelligence? Journal of Humanistic Psychology.42:16-33. Yussen SR & Santrock JW. 1982. Child Cevelopment : An Introduction. Second Edition.Lowa (US): Wn. C. Brown Company Publishers. Zhang X. 2012. The Effects of parental education and family income on motherchild relationships, father-child relationships, and family environments in the people’s republic of China.Jounal of Family Process 51(4):483-497. Zohar D. Marshal I. 2000. SQ (Spiritual Intelligence): The Ultimate Intelligence. London (GB): Blomsburry Publishing.
49
Lampiran 1 KORELASI SPEARMAN PADA KESELURUHAN CONTOH Usia Ibu Pendidikan Ayah Pendidikan Ibu Pendapatan Ayah Pendapatan Ibu Pendapatan Keluarga Jumlah Anak Usia Anak Anak Ke Tanggung Jawab Verbal Kematangan Anak Iklim Emosi Positif Stimulasi Pengalaman Anak Stimulasi Aktif Pengalaman Keluarga Kondisi Lingkungan Fisik SLK Keterlibatan Ayah Stimulasi Lingkungan Keluarga Pemikiran Kritis tentang Eksistensi Ekspansi Tingkat Kesadaran Produksi Pemaknaan Pribadi Kesadaran Transendental Kecerdasan Spiritual Ibu Kehangatan Permusuhan Pengabaian Penolakan Stimulasi Kehangatan FIGURAL VERBAL
Usia Ayah .737** -,089 -,172 -,179 -,018 -,147 ,101 .189* .492** -.231* -,173 -,094 ,066 -,038 -,035 -,018 ,027 -,103 -,140 -,179 -.184* -,061 -,157 -,004 ,032 ,003 ,024 ,003 ,006 -,033
Usia Ibu ,100 ,010 -,073 ,075 -,009 ,026 .240** .444** -,051 -,070 -,005 ,070 -,030 ,016 ,042 -,001 ,013 -,040 -,004 -,054 -,011 -,016 ,088 -,019 -,078 -,070 ,097 ,051 -,008
Pendidikan Ayah
Pendidikan Ibu
Pendapatan Ayah
Pendapatan Ibu
Pendapatan Keluarga
.469** .469** ,090 .471** ,106 -,169 -,015 ,153 .216* ,108 .371** ,133 ,147 ,169 .274** .337** ,132 ,156 ,019 -,039 ,057 ,125 -,112 -,150 -,118 ,150 ,107 ,171
.373** .399** .529** -,141 -,077 -.205* .219* ,125 .183* .311** ,155 .248** ,083 ,080 .333** ,132 ,169 ,097 -,011 ,086 -,009 -,013 -,035 -,003 -,001 ,137 .240**
,013 .848** -,002 ,007 -,063 .218* ,108 ,162 .297** ,122 .218* .233* ,099 .291** ,073 ,071 -,019 -,063 ,006 ,073 -,091 -,094 -,101 ,086 .190* .304**
.481** -,117 -,169 -,162 ,101 -,048 .208* ,161 ,108 ,166 ,101 ,133 .222* -,050 ,166 ,043 -,080 ,007 ,053 ,005 -,018 ,041 ,014 ,036 ,127
-,041 -,057 -,158 .241** ,068 .291** .326** ,150 .252** .254** ,153 .367** ,060 ,177 ,030 -,034 ,052 ,088 -,087 -,096 -,067 ,085 .182* .354**
Jumlah Anak
-,110 .462** -,066 ,038 -,021 ,034 ,014 ,085 ,009 -,155 -,015 ,070 ,150 ,042 ,057 ,098 -,098 ,158 ,115 ,079 -,120 .246** ,176
Usia Anak
,106 -,058 -,121 ,011 -,024 -,062 -,044 -,013 ,004 -,061 -,017 ,025 ,137 .208* ,117 ,019 -,092 -,056 -,107 ,057 ,116 ,027
Anak Ke
-,129 -,041 ,047 ,056 ,028 -,042 ,174 -,068 ,010 -,005 -,013 ,045 -,034 ,005 -,029 -,017 ,059 -,095 ,020 ,110 ,041
50
Lampiran 1 KORELASI SPEARMAN PADA KESELURUHAN CONTOH Tanggung Jawab Verbal Kematangan Anak Iklim Emosi Positif Stimulasi Pengalaman Anak Stimulasi Aktif Pengalaman Keluarga Kondisi Lingkungan Fisik SLK Keterlibatan Ayah Stimulasi Lingkungan Keluarga Pemikiran Kritis tentang Eksistensi Ekspansi Tingkat Kesadaran Produksi Pemaknaan Pribadi Kesadaran Transendental Kecerdasan Spiritual Ibu Kehangatan Permusuhan Pengabaian Penolakan Stimulasi Kehangatan FIGURAL VERBAL
.319** ,145 .257** .349** .480** .208* .319** .625** .381** .350** .274** .207* .379** ,135 -,126 -.188* -,065 ,152 ,122 ,155
Kemata ngan Anak ,137 ,140 ,120 .257** .205* ,158 .451** .286** .203* ,132 .227* .261** ,133 -,044 -,147 -,117 ,127 -,082 ,032
Iklim Emosi Positif
.197* .248** .276** .404** .185* .546** ,067 .272** .262** ,158 .228* ,149 -,155 -,137 -,099 ,163 -,029 ,088
Stimulasi Pengalam an Anak
.421** .488** ,172 .229* .630** ,147 ,173 ,122 ,033 ,146 ,124 -.201* -.214* -.212* .212* .199* .306**
Stimulasi Aktif
.462** .235** ,172 .630** .332** .251** .273** ,046 .275** ,083 -,126 -.205* -,143 .182* .180* ,116
Pengalaman Keluarga
.291** .347** .744** ,121 .364** .299** ,152 .269** ,123 -,125 -.232* -,113 .184* ,140 ,132
Kondisi Lingkungan Fisik
SLK Keterlibatan Ayah
Stimulasi Lingkungan Keluarga
.274** .567** ,014 .253** ,172 ,015 ,122 ,116 -,067 -.219* -,132 ,156 ,050 ,099
.531** ,097 .243** ,060 ,073 ,116 ,117 -.214* -.264** -.192* .226* -,079 -,064
.294** .461** .349** ,173 .380** .211* -.213* -.337** -.222* .302** ,093 ,176
Pemikiran Kritis tentang Eksistensi
.496** .458** .500** .811** ,104 -,081 -,075 ,015 ,080 ,019 ,065
51
Lampiran 1 KORELASI SPEARMAN PADA KESELURUHAN CONTOH
Produksi Pemaknaan Pribadi Kesadaran Transendental Kecerdasan Spiritual Ibu Kehangatan Permusuhan Pengabaian Penolakan Stimulasi Kehangatan FIGURAL VERBAL
Ekspansi Tingkat Kesadaran .587** .413** .763** ,163 -.228* -.204* -,042 .210* ,027 ,113
Produksi Pemaknaan Pribadi .488** .764** .264** -.246** -.246** -,103 .278** ,014 ,015
Kesadaran Transendental
.760** ,074 -,125 -,058 ,025 ,063 -,086 -,045
Kecerdasan Spiritual Ibu
.185* -.193* -,164 ,001 ,178 -,023 ,031
Kehangatan
Permusuhan
Pengabaian
Penolakan
-.398** -.811** -.371** .870** ,024 .225*
.596** .774** -.725** ,072 -,107
.589** -.927** ,017 -,166
-.711** ,023 -,107
Stimulasi Kehangatan
-,028 .202*
FIGURAL
.546**
52
Lampiran 2 KORELASI SPEARMAN PADA SEKOLAH NON PROGRESIF Usia Ibu Pendidikan Ayah Pendidikan Ibu Pendapatan Ayah Pendapatan Ibu Pendapatan Keluarga Jumlah Anak Usia Anak Anak Ke Tanggung Jawab Verbal Kematangan Anak Iklim Emosi Positif Stimulasi Pengalaman Anak Stimulasi Aktif Pengalaman Keluarga Kondisi Lingkungan Fisik SLK Keterlibatan Ayah Stimulasi Lingkungan Keluarga Pemikiran Kritis tentang Eksistensi Ekspansi Tingkat Kesadaran Produksi Pemaknaan Pribadi Kesadaran Transendental Kecerdasan Spiritual Ibu Kehangatan Permusuhan Pengabaian Penolakan Stimulasi Kehangatan FIGURAL VERBAL
Usia Ayah .678** -,131 -,115 -,152 ,057 -,082 ,115 ,097 .415** -.268* -,183 -,139 ,051 -,182 -,196 -,050 ,041 -,185 -,111 -,206 -,228 -,104 -,185 -,248 ,206 ,157 ,185 -,219 ,019 -,101
Usia Ibu ,132 ,175 -,047 ,222 ,083 ,063 ,149 .405** -,125 -,024 -,048 ,195 -,170 -,168 ,032 -,069 -,052 -,059 -,100 -,093 -,010 -,073 -,125 ,131 ,022 -,032 -,086 ,049 -,074
Pendidikan Ayah
Pendidikan Ibu
Pendapatan Ayah
Pendapatan Ibu
Pendapatan Keluarga
.548** .411** ,185 .446** ,053 -.265* ,030 ,106 .417** ,123 ,241 ,098 ,019 ,165 .259* .297* -,055 ,027 -,201 -,160 -,176 ,191 -,141 -,218 -,237 ,207 ,000 ,074
.292* .433** .466** -,228 ,011 -,126 ,067 .270* ,148 .367** ,065 .267* ,009 ,187 .293* ,049 ,178 ,103 ,007 ,057 ,090 -,145 -,158 -,196 ,169 -,090 ,072
,225 .907** ,063 ,091 -,008 ,227 ,141 ,056 .258* ,013 ,250 ,249 ,115 ,214 ,005 ,061 -,043 -,060 -,014 ,118 -,238 -,161 -,184 ,150 ,214 .333**
.571** -,018 -,010 -,053 ,069 -,030 ,215 .269* ,105 ,198 -,028 ,073 ,169 ,141 ,156 ,086 ,022 ,121 ,141 -,193 -,182 -,193 ,181 -,167 ,033
,026 ,067 -,028 ,187 ,113 ,165 .320* ,026 ,235 ,184 ,145 ,233 ,076 ,137 -,046 -,057 ,027 ,137 -.264* -,194 -,238 ,188 ,095 .278*
Jumlah Anak
-,114 .547** ,019 ,094 -,030 -,052 ,048 -,120 ,095 -.287* -,025 ,127 ,206 ,067 -,137 ,069 ,062 ,188 ,056 ,106 -,059 .341** .298*
Usia Anak
,059 -,080 ,049 ,023 -,016 -,136 ,103 ,090 -,022 -,024 -,003 ,167 ,246 .402** .269* -,143 -,095 ,031 -,051 -,066 .268* -,043
Anak Ke
-,082 ,021 ,028 ,126 ,034 -,168 ,207 -,178 ,018 ,175 ,006 ,025 -,096 ,047 -,190 ,216 ,219 ,117 -,222 .324* .312*
53
Lampiran 2 KORELASI SPEARMAN PADA SEKOLAH NON PROGRESIF Tanggung Jawab Verbal Kematangan Anak Iklim Emosi Positif Stimulasi Pengalaman Anak Stimulasi Aktif Pengalaman Keluarga Kondisi Lingkungan Fisik SLK Keterlibatan Ayah Stimulasi Lingkungan Keluarga Pemikiran Kritis tentang Eksistensi Ekspansi Tingkat Kesadaran Produksi Pemaknaan Pribadi Kesadaran Transendental Kecerdasan Spiritual Ibu Kehangatan Permusuhan Pengabaian Penolakan Stimulasi Kehangatan FIGURAL VERBAL
.304* ,075 .306* .286* .410** ,119 .278* .563** ,220 ,043 ,083 ,141 ,148 ,163 -,134 -,192 -,148 ,193 ,243 ,247
Kematan gan Anak
,132 .260* ,167 .255* ,197 ,206 .480** ,125 ,134 -,056 ,208 ,100 ,152 -,026 -,143 -,135 ,122 ,085 ,103
Iklim Emosi Positif
.330* .281* .358** .434** ,130 .578** ,118 ,246 .262* ,156 ,239 ,209 -,177 -,234 -,201 ,214 -,169 ,110
Stimulasi Pengalaman Anak
.463** .522** ,164 .274* .692** ,134 ,183 ,141 ,038 ,162 ,198 -,236 -.317* -,241 .273* ,074 .336**
Stimulasi Aktif
Pengalaman Keluarga
.431** ,169 ,103 .603** .400** .281* .329* -,008 .310* .261* -,225 -.327* -,195 .338** ,080 ,178
.331** .296* .729** -,044 ,162 ,244 ,050 ,093 .261* -,181 -.345** -,170 .305* ,115 .261*
Kondisi Lingkungan Fisik
SLK Keterlibatan Ayah
Stimulasi Lingkungan Keluarga
,182 .525** ,023 .299* ,105 ,053 ,111 ,104 -,086 -,211 -,141 ,131 ,027 ,238
.471** ,010 ,137 -,154 ,060 -,038 ,076 -.357** -.312* -.319* .292* -,205 ,052
,211 .331** ,217 ,133 ,251 .295* -.285* -.431** -.344** .399** ,029 .303*
Pemikiran Kritis tentang Eksistensi
.506** .376** .538** .817** ,177 -,083 -,076 -,021 ,129 ,115 ,087
54
Lampiran 2 KORELASI SPEARMAN PADA SEKOLAH NON PROGRESIF
Produksi Pemaknaan Pribadi Kesadaran Transendental Kecerdasan Spiritual Ibu Kehangatan Permusuhan Pengabaian Penolakan Stimulasi Kehangatan FIGURAL VERBAL
Ekspansi Tingkat Kesadaran .484** .420** .724** .275* -.284* -.310* -,130 .313* ,030 ,151
Produksi Pemaknaan Pribadi .421** .687** ,254 -.256* -,208 -,181 .278* ,124 ,011
Kesadaran Transendental
.787** ,160 -,175 -,095 -,074 ,121 ,039 -,045
Kecerdasan Spiritual Ibu
,240 -,210 -,169 -,074 ,213 ,094 ,040
Kehangatan
Permusuhan
Pengabaian
Penolakan
-.403** -.809** -.467** .859** ,007 ,233
.640** .808** -.732** ,109 -,132
.668** -.938** ,065 -,204
-.774** ,060 -,219
Stimulasi Kehangatan
-,066 ,240
FIGURAL
.582**
55
Lampiran 3 KORELASI SPEARMAN PADA SEKOLAH PROGRESIF Usia Ibu Pendidikan Ayah Pendidikan Ibu Pendapatan Ayah Pendapatan Ibu Pendapatan Keluarga Jumlah Anak Usia Anak Anak Ke Tanggung Jawab Verbal Kematangan Anak Iklim Emosi Positif Stimulasi Pengalaman Anak Stimulasi Aktif Pengalaman Keluarga Kondisi Lingkungan Fisik SLK Keterlibatan Ayah Stimulasi Lingkungan Keluarga Pemikiran Kritis tentang Eksistensi Ekspansi Tingkat Kesadaran Produksi Pemaknaan Pribadi Kesadaran Transendental Kecerdasan Spiritual Ibu Kehangatan Permusuhan Pengabaian Penolakan Stimulasi Kehangatan FIGURAL VERBAL
Usia Ayah .793** -,042 -,205 -,110 -,034 -,086 ,124 .259* .544** -,165 -,164 -,031 ,134 ,150 ,185 ,014 ,047 ,064 -,128 -,127 -,131 ,022 -,112 ,202 -,153 -,153 -,117 ,207 ,095 ,083
Usia Ibu ,052 -,191 -,090 -,048 -,113 ,010 .344** .484** ,009 -,094 ,032 -,033 ,122 ,186 ,014 ,092 ,066 -,014 ,062 -,027 ,011 ,030 .272* -,201 -,177 -,097 .269* ,018 -,004
Pendidikan Ayah
Pendidikan Ibu
Pendapatan Ayah
Pendapatan Ibu
Pendapatan Keluarga
,230 .445** -,111 .358** ,068 ,060 -,042 ,075 -,002 ,006 .400** ,065 ,063 ,032 ,203 ,128 .274* ,138 ,170 ,119 ,231 ,058 -,065 -,090 ,022 ,069 -,063 ,061
.324* .301* .477** -,145 -,098 -.276* .258* -,015 ,158 ,112 ,184 ,069 ,079 -,153 ,201 ,179 ,001 ,024 -,015 ,051 -,103 ,181 ,109 ,225 -,181 ,111 .260*
-.293* .748** -,136 ,027 -,046 ,097 ,065 ,177 ,219 ,150 -,017 ,143 -,118 ,173 ,055 -,173 -,106 -,139 -,106 ,043 ,064 -,086 -,045 ,049 -,047 ,071
.341** -,231 -,241 -,225 -,002 -,079 ,158 -,006 ,045 -,004 ,162 ,124 ,113 -.256* -,002 -,057 -,170 -,161 -,030 ,237 ,145 .266* -,150 -,006 ,142
-,226 -,078 -,212 ,098 ,022 .336** ,212 ,192 -,009 ,231 -,045 .265* -,077 -,153 -,079 -,117 -,133 ,028 ,209 ,002 ,143 -,048 -,048 ,219
Jumlah Anak
-,077 .422** -,180 -,003 -,048 ,054 -,060 ,184 -,107 -,069 -,039 -,015 ,021 -,019 ,250 ,079 -,211 ,144 ,138 ,041 -,173 ,152 -,012
Usia Anak
,142 ,037 -.272* ,026 ,034 ,055 -,110 -,075 ,086 -,042 -,004 -,005 ,077 ,005 ,013 ,183 -,113 -,149 -,157 ,195 ,171 ,173
Anak Ke
-,124 -,092 ,079 ,026 ,052 ,159 ,151 ,081 ,116 -,152 ,013 ,081 ,051 -,013 ,104 -.299* -,115 -.342** ,250 -,012 -,176
56
Lampiran 3 KORELASI SPEARMAN PADA SEKOLAH PROGRESIF Tanggung Jawab Verbal Kematangan Anak Iklim Emosi Positif Stimulasi Pengalaman Anak Stimulasi Aktif Pengalaman Keluarga Kondisi Lingkungan Fisik SLK Keterlibatan Ayah Stimulasi Lingkungan Keluarga Pemikiran Kritis tentang Eksistensi Ekspansi Tingkat Kesadaran Produksi Pemaknaan Pribadi Kesadaran Transendental Kecerdasan Spiritual Ibu Kehangatan Permusuhan Pengabaian Penolakan Stimulasi Kehangatan FIGURAL VERBAL
.350** ,161 ,128 .359** .465** ,220 .311* .638** .512** .566** .407** .310* .568** ,102 -,110 -,202 ,000 ,116 -,131 -,065
Kematan gan Anak
,130 ,025 ,060 .279* ,209 ,083 .423** .420** .299* .300* .264* .404** ,117 -,054 -,175 -,080 ,121 -.287* -,031
Iklim Emosi Positif
,025 ,159 ,153 .347** ,187 .491** ,000 ,243 ,232 ,211 ,211 ,093 -,132 -,013 ,020 ,088 ,032 ,036
Stimulasi Pengalaman Anak
.316* .327* ,089 ,092 .449** ,099 -,019 ,021 -,007 ,036 ,088 -,132 -,141 -,208 ,159 ,118 ,169
Stimulasi Aktif
Pengalaman Keluarga
.418** .255* ,224 .629** ,227 ,085 ,158 ,127 ,175 -,092 ,023 -,062 -,091 -,041 ,174 -,038
,131 .320* .670** ,139 .318* ,252 .287* .308* ,004 -,037 -,118 -,048 ,043 -,075 -,246
Kondisi Lingkungan Fisik
SLK Keterlibatan Ayah
Stimulasi Lingkungan Keluarga
.338** .549** -,030 ,142 ,219 -,019 ,095 ,135 -,059 -,228 -,127 ,163 -,028 -,102
.530** ,168 .321* .287* ,099 .258* ,127 -,008 -,182 -,005 ,120 -,078 -.315*
.306* .424** .390** ,228 .412** ,120 -,107 -,235 -,136 ,171 -,024 -,095
Pemikiran Kritis tentang Eksistensi
.526** .525** .468** .802** ,032 -,075 -,071 ,075 ,008 -,170 -,021
57
Lampiran 3 KORELASI SPEARMAN PADA SEKOLAH PROGRESIF
Produksi Pemaknaan Pribadi Kesadaran Transendental Kecerdasan Spiritual Ibu Kehangatan Permusuhan Pengabaian Penolakan Stimulasi Kehangatan FIGURAL VERBAL
Ekspansi Tingkat Kesadaran .664** .473** .810** ,085 -,207 -,124 ,025 ,126 -.301* -,151
Produksi Pemaknaan Pribadi .578** .835** .268* -,237 -.281* -,015 .277* -,203 -,071
Kesadaran Transendental
.758** -,015 -,071 -,017 ,164 -,023 -,207 -,032
Kecerdasan Spiritual Ibu
,139 -,198 -,170 ,076 ,141 -.275* -,080
Kehangatan
Permusuhan
Pengabaian
Penolakan
-.387** -.829** -,241 .894** ,088 .261*
.496** .717** -.694** ,122 -,026
.427** -.895** -,067 -,151
-.584** -,006 ,012
Stimulasi Kehangatan
,025 ,188
FIGURAL
.401**
58
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 1 Desember 1979. Penulis menyelesaikan studi S1-nya di Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), jurusan Administrasi Niagapada tahun 2003. Penulis bekerja pada Yayasan Indonesia Heritage Foundation (IHF) yang berlokasi di Cimanggis, Depok sejak tahun 2005. Sampai saat ini Penulis masih bekerja di tempat tersebut dan diamanahkan untuk melanjutkan S2 pada program studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak di IPB atas dukungan Yayasan tersebut. Penulis menikah dengan Muhammad Ali, S.T. pada tahun 2008. Saat ini penulis memiliki dua orang putri. Putri pertama bernama Hanan Aliya Fauziyyah berusia 4 tahun, sedangkan putri kedua bernama Husna Alifah Fathiyyah yang sekarang berusia 2 tahun 8 bulan.