PENGARUH POLA ASUH DISIPLIN DAN SPIRITUAL, SERTA KECERDASAN SPIRITUAL IBU TERHADAP KARAKTER ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI PERDESAAN
RETY PUSPITASARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Pengaruh Pola Asuh Disiplin dan Spiritual, serta Kecerdasan Spiritual Ibu terhadap Karakter Anak Usia Sekolah Dasar di Perdesaan” adalah benar karya saya. Karya ini berdasarkan arahan dari komisi pembimbing. Tesis ini belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang dikutip dari hasil karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis yang saya buat kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2016 Rety Puspitasari NIM I251130011
RINGKASAN RETY PUSPITASARI. Pengaruh Pengaruh Pola Asuh Disiplin dan Spiritual, serta Kecerdasan Spiritual Ibu terhadap Karakter Anak Usia Sekolah Dasar di Perdesaan. Dibimbing oleh DWI HASTUTI dan TIN HERAWATI. Perkembangan moral individu tidak terlepas dari karakter yang dimilikinya. Individu dapat dikatakan berkarakter apabila individu mengetahui moral, merasakan moral, dan melakukan moral, sehingga individu dapat melakukan kebaikan berdasarkan moral. Kondisi karakter anak Indonesia mengalami penurunan, hal tersebut dapat terlihat dari anak usia sekolah dasar yang melakukan tindakan-tindakan yang buruk, seperti tawuran, bullying, kriminalitas, pencabulan, pemerkosaan, dan perilaku lainnya. Perilaku tersebut merupakan tindakan yang tidak berkarakter. Ini terjadi kemungkinan dampak dari kondisi lingkungan yang diterima oleh anak baik lingkungan keluarga maupun lingkungan lainnya. Karakter penting dibentuk oleh keluarga sebagai pengasuh utama anak usia sekolah dasar. Anak usia sekolah dasar masih mengalami perkembangan moral pada tahap berikutnya sehingga penting pengasuhan karakter dilakukan pada usia ini, karena akan berdampak dalam jangka panjang sampai anak menjadi dewasa. Orangtua melalui perannya membentuk karakter anak usia sekolah dasar melalui proses pengasuhan yang positif. Proses pengasuhan positif dapat dilihat dari pola asuh disiplin dan pola asuh spiritual, serta dapat dilihat melalui kecerdasan spiritual ibu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pola asuh disiplin dan spiritual, serta kecerdasan spiritual ibu terhadap karakter anak usia sekolah dasar di perdesaan. Penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian hibah kompetensi tahun 2015 dengan judul “Model Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga Perdesaan Berbasis Family and School Partnership” yang diketuai oleh Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc. dan anggotanya Alfiasari SP., M.Si. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive di perdesaan wilayah Kabupaten Bogor. Penarikan contoh pada penelitian dengan menggunakan proportional random sampling dengan jumlah 125 responden. Pengambilan data dilakukan melalui teknik wawancara dengan bantuan kuesioner. Data dianalisis dengan analisis deskriptif, uji independent ttest, dan uji regresi. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari pola asuh disiplin dan spiritual ibu antara anak laki-laki dan anak perempuan. Terdapat perbedaan yang signifikan antara karakter anak laki-laki dengan anak perempuan. Tidak terdapat perbedaan kecerdasan spiritual ibu pada anak lak-laki dan anak perempuan. Karakter anak perempuan lebih baik dari anak laki-laki. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa pendapatan, pola asuh disiplin induktif, pola asuh spiritual, kecerdasan spiritual ibu berpengaruh terhadap karakter anak. Kata kunci : pola asuh disiplin, pola asuh spiritual, kecerdasan spiritual ibu, karakter anak.
SUMMARY RETI PUSPITASARI. The Effect of Discipline and Spiritual Parenting Pattern, and Mother Spiritual Quotient on Character of School-Age Children In Rural Area. Supervised by DWI HASTUTI and TIN HERAWATI. Moral development of individual is inseparable from the character. It is said that individual with good character is one with good moral knowing, moral feeling, and moral acting. The condition of children character in Indonesia has decreased, it can be seen from the children in elementary school who conducted bad things such as fights, bullying, crime, sexual abuse, rape, and other bad behaviors. This could be happens because they have bad experience from their environment as in family environment. Character is formed by the family as the primary caretaker of the child. Children in elementary school are still in the process of moral development, so it‟s important to help children to have good characters. Parents can help children to have good characters through positive parenting. Positive parenting can be seen from discipline and spiritual parenting pattern, and spiritual quotient from mothers. The purpose of this study was to analyze the effect of discipline and spiritual parenting pattern, and parent spiritual quotient on character of school age children in rural area. This study was part of a grant research of " Character Education Model of Children in Rural Family with Family and School - Based Partnership" chaired by Dr. Ir. Dwi Hastuti, Msc. and Alfiasari SP, MSc. as a member. This study was conducted in Ciasihan and Ciasmara, Pamijahan, Bogor. The sample consisted of 125 respondents and selected by using proportional random sampling method. Data were collected through interview with questionnaire as research tool. Data were analyzed with descriptive analysis, independent t-test and regression test. There were no significant differences of discipline and spiritual parenting pattern based on child‟s gender. There were significant differences of character based on child‟s gender. There were no significant differences of mother‟s spiritual quotient based on child‟s gender.This study found that girls have better character than boys. Regression analysis showed that family income, parenting pattern of inductive discipline, parenting pattern of spiritual, and mother spiritual quotient were affecting child‟s character. Keywords: child‟s character, parenting pattern of discipline, parenting pattern of spiritual, mother spiritual quotient
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH POLA ASUH DISIPLIN DAN SPIRITUAL, SERTA KECERDASAN SPIRITUAL IBU TERHADAP KARAKTER ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI PERDESAAN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc.
PRAKATA
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Subhanahuwataala atas segala karunia-Nya sehingga penulisan usulan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pola Asuh Disiplin dan Spiritual, serta Kecerdasan Spiritual Ibu terhadap Karakter Anak Usia Sekolah Dasar di Perdesaan” telah diselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu penulis sejak menjadi mahasiswa pascasarjana hingga dapat menyelesaikan studi, yaitu kepada: 1. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Tin Herawati, S.P., M.Si. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan wawasan pengetahuan yang amat bermanfaat bagi tersusunnya tesis ini. 2. Tim Penelitian Hibah Kompetensi tahun 2015 dengan judul “Model Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga Perdesaan Berbasis Family and School Partnership” yakni, kepada Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc., Alfiasari SP, M.Si., yang telah mengikutsertakan penulis dalam penelitian tersebut, sehingga mampu mengumpulkan data penelitian tesis. 3. Tak ada kata yang dapat mengambarkan rasa terima kasih pada suami tercinta, Kakanda Mochamad Ade Nugraha, SP., ME. atas doa, dukungan, cinta, dan kasih sayangnya yang tak terhingga. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua anak-anak tersayang Mohammad Arsyad Izzadin dan Mohammad Akmal Nasrullah atas semangat dan dukungannya. 4. Keluarga Bapak dan Ibu RT, Pemerintah Desa dan masyarakat di Desa Ciasihan dan Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. 5. Saudari Leni Novitasari, S.Si, Zervina Rubyn Devi Situmorang, S.Si, dan teman-teman tim HIKOM sebagai enumerator dalam penelitian. 6. Teman-teman PS IKA angkatan 2013 dan staf administrasi PS IKA atas dukunganya selama penyelesaian tesis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Aamiin Ya Allah.
Bogor, Januari 2016 Rety Puspitasari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 2 3 3
2. TINJAUAN PUSTAKA Teori Ekologi Bronfenbrenner Teori Perkembangan Moral Kohlberg Pola Asuh Dispilin Pola Asuh Spiritual Kecerdasan Spiritual Karakter Anak Usia Sekolah Dasar
4 4 5 5 6 7
3. KERANGKA PEMIKIRAN
11
4. METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Prosedur Pengambilan Contoh Cara Pengumpulan Data Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional
13 13 13 14 15 16
5. KARAKTERISTIK KELUARGA DAN KARAKTERISTIK ANAK
18
6. PENGARUH POLA ASUH DISIPLIN DAN POLA ASUH SPIRITUAL IBU TERHADAP KARAKTER ANAK USIA SEKOLAH DASAR Pendahuluan Metode Hasil Pembahasan Simpulan Daftar Pustaka
23 24 26 32 35 35
7. PENGARUH KECERDASAN SPIRITUAL IBU TERHADAP KARAKTER ANAK USIA SEKOLAH DASAR
Pendahuluan Metode Hasil Pembahasan Simpulan Daftar Pustaka
38 41 42 46 49 49
8. PEMBAHASAN UMUM
52
9. SIMPULAN DAN SARAN
55
10. DAFTAR PUSTAKA
57
LAMPIRAN
62
DAFTAR TABEL
4.1 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6.1 Sebaran contoh berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi, dan koefisien uji beda variabel pola asuh disiplin antara anak laki-laki dan anak perempuan 6.2 Sebaran contoh berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi, dan koefisien uji beda variabel pola asuh spiritual antara anak laki-laki dan anak perempuan 6.3 Sebaran contoh berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi, dan koefisien uji beda variabel karakter antara anak laki-laki dan anak perempuan 6.4 Koefisien korelasi karakteristik keluarga dan anak, pola asuh disiplin, dan pola asuh spiritual yang berpengaruh terhadap karakter 6.5 Koefisien regresi karakteristik keluarga dan anak, pola asuh disiplin, dan pola asuh spiritual yang berpengaruh terhadap karakter 7.1 Sebaran kecerdasan spiritual ibu berdasarkan kategori, nilai rata-rata, dan perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan 7.2 Sebaran kecerdasan spiritual ibu berdasarkan kategori, nilai rata-rata pada indikator kecerdasan spiritual dan perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan 7.3 Sebaran contoh karakter anak berdasarkan kategori perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan 7.4 Sebaran contoh karakter anak perdimensi berdasarkan kategori, nilai rata-rata, dan standar deviasi perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan 7.5 Nilai koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan anak, kecerdasan spiritual ibu dengan karakter anak laki-laki dan anak perempuan 7.6 Koefisien regresi karakteristik keluarga dan anak, kecerdasan spiritual ibu terhadap karakter anak usia sekolah dasar
14 26
28
29
30
31
42
43
44
44
45
46
DAFTAR GAMBAR 2.1 Komponen karakter baik Thomas Lickona 3.1 Kerangka berpikir
8 12
4.1 Kerangka pengambilan contoh dalam penelitian
13
DAFTAR LAMPIRAN 1. Koefisien korelasi karakteristik keluarga 2. Koefisien korelasi karakteristik keluarga dan karakteristik anak dengan pola asuh disiplin dan spiritual, kecerdasan spiritual, dan karakter 3. Koefisien korelasi anatara kecerdasan spiritual dengan pola asuh spiritual 4. Koefisien korelasi karakteristik keluarga dan karakteristik anakkecerdasan spiritual dengan karakter 5. Skor hasil pernyataan persepsi anak 5.1 Pola asuh disiplin 6. Skor hasil pernyataan 6.1 Pola asuh spiritual 7. Skor pernyataan hasil kecerdasan spiritual ibu 8. Skor pernyataan hasil Karakter anak 9. Sumber acuan jurnal 10. Riwayat Hidup
63 63
63 64
64 66 68 71 75 78
1
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nilai moral sudah seharusnya diberikan orangtua kepada anak karena dapat menjadi budi pekerti dan watak batiniah yang digunakan dalam menghadapi situasi atau keadaan dengan cara yang bermoral (Lickona, 2013). Nilai moral membentuk karakter, yang menjadi fondasi penting dalam terbentuknya masyarakat beradab dan sejahtera (Megawangi, 2009). Anak adalah sebagai generasi penerus bangsa, sehingga anak harus tumbuh dan berkembang dengan baik dan matang secara moral. Anak yang matang secara moral akan mampu menilai sesuatu yang baik atau buruk dalam menghadapi setiap keadaan, sehingga terhindar dari perilaku tidak bermoral. Anak yang berperilaku sesuai moral adalah anak yang berkarakter. Lickona (2013) mengatakan sesorang yang berkarakter adalah yang mengetahui kebaikan, menginginkan kebaikan, dan melakukan kebaikan. Anak yang berkarakter adalah anak yang matang secara emosi dan spiritual (Megawangi, 2009). Kematangan emosi dan spiritual seorang anak didapat melalui pengalaman bersama keluarga. Orangtua selalu dihadapkan pada perilaku anak dalam menegakkan aturan sehingga orangtua perlu melakukan disiplin. Disiplin dapat mempengaruhi nilai-nilai pada anak dan sering muncul ketika anak-anak menghadapi konflik antara keinginan mereka sendiri dan standar moral yang berlaku. Orang tua yang berulang kali menggunakan cara tertentu dari disiplin akan membantu anak dalam mengembangkan emosi, yang diperlukan dalam menyeimbangkan keinginan anak dan orang lain dalam berperilaku moral Hoffman (2000). Kebutuhan dasar setiap individu adalah ditanamkannya moral dan spiritual karena sebagai landasan penting dalam keyakinannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa (Hastuti, 2015). Secara alami anak memiliki kecintaan terhadap kebaikan (Megawangi, 2009), maka melalui pola asuh spiritual, orangtua membimbing anak agar berperilaku baik. Kebaikan didorong dan dirangsang oleh orangtua secara terus-menerus melalui pelukan, kehangatan, dan kasih sayang agar kebaikan itu akan terus berkembang menjadi perilaku. Melalui medan energi, memori yang dimiliki manusia apabila diulang terus-menerus akan terbentuk pola dan kebiasaan yang akhirnya akan menjadi karakter (Sheldrake, 1987). Peran ibu dalam mengasuh anak terlihat dari kuantitas dan kualitas yang diberikan kepada anak (Hastuti, 2015). Ibu memberikan kualitasnya melalui interaksi bersama anak sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Ibu akan menghadapi berbagai perilaku anak, terutama perilaku yang melanggar aturan moral. Ibu harus dapat menangani dan memperbaiki perilaku anak yang melanggar melalui interaksi. Kondisi ibu harus dalam keadaan stabil dapat mengatasi situasi tanpa menyakiti anak. Terutama saat ibu menghadapi periode anak usia sekolah dasar yang merupakan masa anak mengadopsi standar moral orangtua sehingga anak ingin mendapatkan penilaian baik dari orangtuanya. Lickona (1983) mengatakan anak usia sekolah dasar adalah fase balas membalas, yaitu anak akan menyukai seseorang yang baik kepadanya dan akan membenci
2
orang yang tidak baik kepadanya. Karena itu, kecerdasan spiritual ibu menjadi penting dalam membentuk pemahaman nilai-nilai pada anak. Menurut Iglesias (2010) agama dan spiritual orang tua memiliki pengaruh terhadap pemahaman nilai-nilai anak. Kecerdasan spiritual merupakan landasan yang dibutuhkan dalam memfungsikan kecerdasan emosi dan kecerdasan intelektual secara efektif. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa (Zohar dan Marshall, 2001). Ibu akan lebih arif dan menyadari tentang nilai-nilai dan kreatif menemukan nilai-nilai baru. Menurut penelitian, spiritual dapat memberikan pengaruh pada pola asuh orangtua (Arca, 2007). Berdasarkan pemaparan, penanaman nilai moral anak melalui pola asuh disiplin dan spiritual, serta kecerdasan spiritual ibu sudah seharusnya anak berperilaku sesuai moral. Namun kenyataannya, masih banyak perilaku anak yang yang bertentangan dengan moral. Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia Januari 2011- Maret 2015 menunjukkan jumlah kasus anak setiap tahunnya mengalami kenaikan. Beberapa kasus di antaranya, 1797 kasus pada bidang pendidikan (tawuran pelajar, bullying, pungli), 991 kasus bidang pornografi dan cybercrime (kejahatan seksual online, pornografi dan media sosial), dan 5901 kasus anak yang berhadapan dengan hukum (kekerasan fisik, pembunuhan, pencurian, kecelakaan lalu lintas, penculikan, aborsi, dan kepemilikan senjata tajam). Perilaku buruk yang dilakukan oleh anak dikarenakan rendahnya kesadaran moral (Lickona, 2001). Karena itu, perlunya orangtua melakukan penanaman karakter pada anak, karakter yang berkualitas dibentuk sejak kecil, agar anak terhindar dari pribadi yang bermasalah saat dewasa (Megawangi, 2009).
Masalah Penelitian
Pola asuh disiplin merupakan teknik atau cara yang dilakukan oleh orangtua dalam mendorong anak untuk berperilaku baik (Hastuti, 2015). Patrick et al.(2012) menyatakan bahwa pola asuh disiplin orangtua berhubungan dengan meningkatnya identitas moral. Identitas moral merupakan komitmen individu terhadap moral, sehingga sesuatu yang dilanggar komitmen moral individu akan merasa terancam integritas dirinya (Santrock, 2012). Multiple Indicator Cluster Survey (MICS) pada program UNICEF di kabupaten terpilih di salah satu Propinsi di Indonesia melakukan survei dengan sampel 6000 rumah tangga (1000 setiap kabupaten) dan ibu atau pengasuh dari anak usia 2-14 tahun menemukan bahwa ibu masih menggunakan pola asuh disiplin penegasan dan jumlahnya di atas 80 persen di setiap kabupaten. Karakter merupakan perilaku yang baik dalam melakukan tindakantindakan yang benar berhubungan dengan diri sendiri maupun orang lain (Lickona, 2013). Saat ini, kondisi karakter anak usia sekolah dasar di Indonesia cukup memprihatinkan, hal itu dapat terlihat dari beberapa kasus yang sudah dilaporkan kepada kepolisian. Di Kabupaten Bogor misalnya, ada kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anak usia sekolah dasar setiap tahun di antaranya pencabulan, persetubuhan, dan perkosaan (data Polres Kabupaten Bogor 20102014). Hasil penelitian mengenai karakter terhadap 100 sampel anak di kabupaten
3
dan kota Bogor menemukan bahwa karakter anak di perdesaan lebih rendah dibandingkan di perkotaan (Dewanggi, 2014). Spiritual merupakan hal dasar yang dibutuhkan oleh setiap individu karena keyakinannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kondisi spiritual yang baik dapat membantu keluarga dalam menerapkan nilai-nilai yang baik. Hasil studi Herawati (2012) terhadap keluarga di Kabupaten Bogor menemukan bahwa tidak sepenuhnya orangtua memberikan spiritual terhadap anak karena orangtuanya sendiri masih jarang melakukan spiritual keagamaan. Hasil pemaparan yang dijelaskan, maka permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian yaitu (1) manakah dimensi pola asuh disiplin yang paling berpengaruh terhadap karakter, (2) manakah di antara pola asuh disiplin atau pola asuh spiritual yang berpengaruh terhadap karakter, (3) apakah terdapat hubungan antara pola asuh spiritual dengan kecerdasan spiritual ibu, (3) apakah terdapat perbedaan antara pola asuh disiplin dan pola asuh spiritual pada anak laki-laki dan perempuan (4) serta adakah pengaruh kecerdasan spiritual ibu terhadap karakter.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian adalah menganalisis pengaruh pola asuh disiplin dan spiritual, serta kecerdasan spiritual Ibu terhadap karakter anak usia sekolah dasar di perdesaan. Tujuan khusus penelitian adalah : 1. mengidentifikasi karakteristik keluarga dan anak, pola asuh disiplin dan spiritual, kecerdasan spiritual ibu, dan karakter anak, 2. menganalisis perbedaan pola asuh disiplin dan spiritual ibu, kecerdasan spiritual ibu, dan karakter antara anak laki-laki dan perempuan, 3. menganalisis hubungan pola asuh disiplin dan spiritual, kecerdasan spiritual ibu dengan karakter anak, 4. menganalisis pengaruh pola asuh disiplin dan pola asuh spiritual ibu, serta kecerdasan spiritual ibu terhadap karakter anak.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat membantu orangtua dalam pembentukan karakter anak, terutama dalam keterampilan mengasuh anak melalui pola asuh disiplin, pola asuh spiritual, dan kecerdasan spiritual ibu. Penelitian ini memberikan informasi tentang pola asuh disiplin, pola asuh spiritual, dan kecerdasan spiritual yang dilakukan ibu di perdesaan. Bagi pemerintah, penelitian dapat dimanfaatkan untuk menjadi sebuah acuan di dalam pembuatan kebijakan pendidikan karakter dan meningkatkan sumber daya manusia sebagai aset negara. Bagi penelitian selanjutnya, penelitian dapat menjadi sumber acuan untuk melakukan penelitian yang lebih dalam lagi mengenai karakter, khususnya penelitian dalam bidang ilmu keluarga dan perkembangan anak.
4
2. TINJAUAN PUSTAKA
Teori Ekologi Bronfenbrenner Keluarga adalah tempat pertama anak untuk dididik dan dibesarkan (Megawangi, 2009). Oleh karenanya, keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan anak. Anak melakukan interaksi bersama keluarga serta lingkungan masyarakat di sekelilingnya. Teori yang mendasari penelitian ini adalah teori ekologi Bronfenbrenner. Teori ekologi mengedepankan faktor lingkungan, dengan pengaruh sistem lingkungan terhadap perkembangan (Santrock, 2012). Sistem ini diidentifikasi dalam lima sistem lingkungan, yaitu mikrosistem, mesosistem, eksosistem, makrosistem, dan kronosistem (Hastuti, 2015). Pertama, lingkungan mikro tempat anak tinggal yaitu keluarga, teman sebaya, sekolah, dan tetangga. Anak berinteraksi langsung dengan orang tua, guru, teman seusia, dan orang lain. Di lingkungan ini, anak paling banyak berinteraksi untuk berkembang membentuk pola dan kebiasaan hidup sehari-hari. Kedua mesosistem adalah hubungan antara pengalaman dalam keluarga dengan pengalaman di sekolah, keluarga dan teman sebaya. Ketiga eksosistem terjadi saat pengalaman dikaitkan dengan lingkungan sosial dan individu tidak memiliki peran aktif dalam konteks individu itu sendiri. Keempat makrosistem adalah budaya tempat individu tinggal. Kelima, kronosistem adalah peristiwa lingkungan dan transisi dari rangkaian kehidupan dan keadaan sosiohistoris (Santrock, 2012; Puspitawati, 2012; Hastuti, 2015).
Teori Perkembangan Moral Kohlberg Kohlberg (1977) berpandangan bahwa pada dasarnya setiap orang bermoral, yang perkembangannya dibagi dalam beberapa tahap sebagai berikut. Pra konvensional terdiri dari dua tahap, yaitu heteronom (anak bersikap egosentris sehingga mereka beranggapan bahwa perasaannya dapat dimengerti oleh orang lain. Perilaku moral dihubungkan dengan hukuman, apapun yang dihargai merupakan perbuatan yang baik, dan apapun yang dihukum merupakan perbuatan yang buruk) dan individual (kondisi anak mulai paham bahwa orang lain memiliki kebutuhan dan cara pandang yang berbeda. Perilaku dinilai baik apabila dapat memenuhi kepentingan individu. Timbal balik merupakan suatu kebutuhan). Konvensional terdiri dari dua tahap, yaitu interpersonal comformity (ekspektasi-ekspetasi antarpribadi timbal balik, keselarasan hubungan dan antarpribadi. Rasa percaya diri, kasih sayang dan kesetiaan dihargai dan dipandang sebagai dasar dari penilaian moral. Moral baik menurut anak jika mereka disukai oleh orang lain) dan law and order (moral dikatakan baik apabila ditetapkan sesuai hukum (sah dan legal) yang berlaku di masyarakat. Hukum atau aturan harus dipatuhi, walaupun tidak adil. Hukum atau aturan harus dipatuhi karena untuk menjaga tatanan sosial di masyarakat). Pasca konvensional terdiri dari dua tahap, yaitu kontrak sosial dan hak individual (validitas hukum harus diubah apabila tidak dapat mempertahankan dan
5
melindungi hak dan nilai dasar dari manusia) dan prinsip-prinsip etika universal (individu mengembangkan kode moral internal yang berdasarkan nilai-nilai universal dan hak-hak manusia yang mendahului aturan dan hukum sosial. Dihadapkan pada konflik antara hukum dan hati nurani, maka nurani yang akan diikuti walaupun berisiko).
Pola Asuh Disiplin Secara persuasif orangtua melakukan pengasuhan melalui gaya dan strategi disiplin (Wilson dan Morgan, 2004). Hoffman (2000) menemukan adanya pengaruh pengasuhan disiplin orangtua terhadap nilai-nilai pada anak. Orangtua menghadapi perilaku anak yang tidak dapat diduga setiap harinya terutama ketika anak sudah berada di lingkungan sosial. Oleh karena itu, orangtua penting melakukan pendisiplinan kepada anak. Pendisiplinan yang dilakukan orangtua merupakan interaksi bersama anak yang dilakukan melalui beberapa teknik disiplin dengan mengasuh dan mengajarkan anak mengenai perilaku. Orangtua menegakkan aturan ketika anak melakukan kesalahan sehingga cara yang diberikan harus tepat. Anak-anak membutuhkan banyak pelatihan dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan moral. Orang tua cukup membutuhkan waktu dalam memberikan instruksi moral pada anak-anak. Ada tiga teknik utama yang digunakan oleh orang tua dalam menyampaikan aturan-aturan moral yang melibatkan emosi (Hoffman 2000), yaitu induktif (penjelasan), power assertion (penegasan), dan love withdrawl (mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal). Induktif adalah teknik yang dilakukan dengan cara berkomunikasi dan penalaran yang jelas dalam menetapkan standar anak taat. Strategi ini bentuknya lebih demokrasi. Secara luas, disiplin induktif adalah penawaran yang diberikan orangtua dengan alasan mengapa anak perlu mengubah tingkah lakunya. Hoffman (2000) berpendapat bahwa orientasi induktif adalah dengan cara orangtua menunjukkan implikasi dari tindakan anak terhadap orang lain, terutama pentingnya dalam meningkatkan internalisasi nilai-nilai. Powerassertive (penegasan) adalah teknik yang digunakan secara tegas dalam mengubah anak ketika anak melakukan kenakalan, meliputi ancaman secara fisik, kontrol pada anak berupa material yang berupa hukuman, penghapusan hak istimewa sehingga anak dapat mengubah perilakunya. Cara disiplin ini biasanya menggunakan fisik, seperti memukul, menendang, mencubit, menampar, mendorong, dan lainnya. Love withdrawl (mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal) adalah metode atau cara yang dilakukan dengan mengabaikan, mengisolasi, atau menyatakan ketidaksukaan langsung pada anak sehingga anak akan membawa perubahan perilaku.
Pola Asuh Spiritual Anak penting untuk diberikan penanaman spiritual oleh orangtua karena spiritual merupakan kebutuhan yang mendasar bagi individu dalam keyakinannya
6
terhadap Tuhan. Anak akan memiliki landasan yang penting dalam menjalankan kehidupannya. Dengan demikian, pola asuh spiritual orangtua akan membimbing dan mengarahkan anak untuk berperilaku baik dalam kondisi dan tempat anak berada (Hastuti, 2015). Ada faktor alami dan lingkungan yang mempengaruhi seorang anak (Megawangi, 2009). Ibu yang kondisinya baik saat mengandung dan setelah melahirkan akan menghasilkan hormon yang berpengaruh pada otak. Hormon ini akan menentukan perilaku pengasuhan pada ibu, hormon ini akan memprogram sistem metabolisme pada anak, yang nantinya akan mempengaruhi anak setelah dewasa, terutama pada anak perempuan. Melalui sosok seorang ibu, seorang anak mendapatkan energi baru dalam mengarungi dan mengeksplorasi kehidupannya (Megawangi, 2014). Secara alami anak telah memiliki kebaikan, apabila kebaikan itu didorong melalui pola asuh spiritual yang baik, kemungkinan perilaku anak akan dipengaruhi. Ahli biologi Sheldrake (1987) mengatakan kesadaran kita terhubung ke bidang kolektif yang disebut bidang morfik. Setiap anggota kelompok dapat memberikan kontribusi terhadap bidang morfik kolektif sehingga kesadaran bidang morfik ini dapat diterima oleh setiap individu. Sheldrake (1987) mempercayai bahwa bidang morfik berisi informasi untuk rencana pembangunan sebuah organisme hidup. Sheldrake (1987) mengatakan bahwa semua organisme mempunyai bentuk resonansi sendiri, sebuah medan yang eksis baik di dalam dan sekitar organisme itu, yang memberinya informasi dan bentuk yang disebut morphogenetic. Morphogenetic melihat bahwa makhluk hidup berinteraksi secara erat dengan medan yang berhubungan dengan mereka, menghubungkan mereka dengan akumulasi ingatan pengalaman masa lalu dari spesies tersebut. Tetapi medan ini menjadi lebih spesifik, membentuk medan di dalam medan, dengan setiap pikiran bahkan setiap organ tubuh mempunyai resonansi dan sejarah uniknya sendiri, menstabilkan kehidupan tersebut dengan gambaran dari pengalaman masa lampau.
Kecerdasan Spiritual Spiritual asalnya dari bahasa latin spiritus, artinya sesuatu yang dapat memberikan kehidupan dan vitalitas pada sebuah sistem. Spiritual didefinisikan sebagai pemberian makna, nilai-nilai, dan berbagai niat yang mendasari apa yang kita lakukan. Spiritual dapat dipandang sebagai peningkatan yang dimiliki seseorang tentang kehidupan, dengan melakukan pertanyaan pada diri sendiri, mengapa kita melakukan dan mencari cara untuk melakukannya sehingga menjadi lebih baik. Spiritual ini harus dapat menimba makna, nilai, tujuan, dan motivasi, dan itu semua dapat dijangkau melalui kecerdasan spiritual. Zohar dan Marshall (2001) mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, cerdas menempatkan perilaku pada kehidupan dalam kontek makna yang lebih luas, kecerdasan dalam menilai bahwa tindakan seseorang akan bermakna dibandingkan dengan yang lain. Kecerdasan spriritual adalah dasar dan fungsi yang efektif yang diperlukan dalam kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosi (EQ). Kecerdasan spiritual akan memberikan kemampuan dalam
7
membedakan mana perilaku yang baik dan buruk. Kecerdasan spiritual mengarahkan manusia untuk lebih kreatif dan menyatukan dalam mengatasi kesenjangan diri dengan yang lainnya. Tanda-tanda kecerdasan spiritual yang baik menurut Zohar dan Marshall (2001) sebagai berikut. a. Kemampuan bersikap fleksibel (beradaptasi spontan dan aktif), dapat beradaptasi dalam situasi atau keadaan dimana pun berada, dengan tidak terkungkung pada paradigma yang telah ditetapkan, dengan memahami paradigma tersebut dengan membuat suatu perubahan. b. Kemampuan memiliki kesadaran yang tinggi, menyadari masalah itu, menyadari betapa sedikitnya yang saya ketahui tentang saya, sehingga saya harus bertekad untuk melakukan kegiatan sehari-hari yang sederhana dan dapat meningkatkan komunikasi saya dengan diri saya sendiri. c. Kemampuan menghadapi dan mengatasi permasalahan, memanfaatkan spontanitas yang mendalam yang merupakan karunia kecerdasan spiritual bawaan, sehingga menghadapi secara jujur dengan mengambil tanggung jawab atas peranan saya di dalamnya. d. Kemampuan untuk hidup berkualitas memiliki visi dan nilai, visi utama terlihat nyata dengan mengilhami apa yang dilakukan, sedangkan nilai yang mendalam adalah menyelamatkan kehidupan, meningkatkan kualitas hidup, dan seterusnya. e. Kemampuan untuk tidak melakukan yang dapat merugikan, kita menyadari diri kita yang dalam pusat pribadi, yang berakar pada pusat eksistensi itu sendiri, sehingga seseorang yang spiritualnya cerdas akan mengetahui ketika dia menyakiti orang lain berarti dia menyakiti dirinya sendiri. f. Kemampuan menghubungkan setiap bagian dalam mencapai keberhasilan (holistik). g. Kemampuan untuk selalu bertanya dalam mendapatkan jawaban yang paling dasar. h. Kemampuan independensi terhadap lingkungan sanggup untuk berbeda dan bertahan dengan keyakinan sendiri, mampu menentang orang banyak, berpegang pada pendapat yang tidak populer, jika itu memang benar-benar diyakininya.dapat Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi manusia yang dapat dipakai untuk mengambil makna, nilai, tujuan terdalam dan motivasi tertinggi sehingga dapat menggunakannya dalam proses berfikir, membuat keputusan dan segala sesuatu yang patut dilakukan. Kecerdasan spiritual memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan semua kecerdasan baik intelektual dan emosi, sehingga kecerdasan spiritual mampu menjadikan makhluk yang benar-benar utuh secara intelektual, emosional dan spiritual. Kecerdasan spiritual adalah kemampuan internal bawaan otak dan jiwa manusia yang sumbernya inti alam semesta sendiri.
Karakter Anak Usia Sekolah Dasar Orangtua harus mengajarkan nilai-nilai sebagai dasar dalam pembentukan karakter (Lickona, 2008). Karakter merupakan sebuah gerak dialektis dalam proses konsolidasi individu yang dinamis sehingga hasilnya karakter kepribadian
8
stabil. Istilah karakter dianggap sama dengan kepribadian yaitu ciri, karakteristik, atau sifat yang khas dari seseorang yang merupakan bentukan dari lingkungan yang diterimanya (Koesoema, 2007).
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Perasaan Moral Hati nurani Harga diri Empati Mencintai hal yang baik 5. Kendali diri 6. Kerendahan hati 1. 2. 3. 4.
Pengetahuan Moral Kesadaran moral Pengetahuan nilai moral Penentuan perspektif Pemikiran moral Pengambilan keputusan Pengetahuan pribadi
Tindakan Moral 1. Kompeten 2. Keinginan 3. Kebiasaan
Gambar 1 Komponen Karakter Baik Thomas Lickona
Lickona (2012) memberikan pemikiran bahwa karakter memiliki tiga bagian yang saling berhubungan satu sama lainnya yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral. Karakter yang baik adalah mengetahui halhal yang baik, menginginkan hal-hal yang baik, dan melakukan tindakan yang baik. Ketiga hal tersebut akan mewakili karakter yang kita inginkan sesuai dengan moral. Pengetahuan moral, memiliki enam aspek sebagai tujuan pendidikan karakter, yaitu kesadaran moral, menggunakan pemikiran untuk melihat situasi yang memerlukan penilaian moral dan memahami informasi dari permasalahan, mengetahui nilai moral berarti mengetahui sebuah nilai dalam memahami cara dalam menerapkan nilai dalam berbagai situasi, penentuan perspektif, kemampuan dan mengambil sudut pandang orang lain, melihat situasi, dengan membayangkan apa yang harus dilakukan dengan bereaksi, berpikir, dan merasakan permasalahan, pemikiran moral melibatkan pemikiran moral yang melibatkan pemahaman apa artinya moral, pengambilan keputusan, mampu berpikir dalam melakukan tindakan melalui permasalahan moral sehingga ahli dalam mengambil keputusan, pengetahuan pribadi, mengetahui tentang diri sendiri adalah jenis pengetahuan moral yang sulit untuk diperoleh sehingga diperlukannya pengembangan karakter. Perasaan moral, merupakan sisi emosional dari karakter, terdiri dari hati nurani memiliki sisi, yaitu kognitif (mengetahui yang benar), emosional (melakukan yang benar), harga diri, menilai diri dan menghargai diri sendiri,
9
dengan tidak terpengaruh oleh orang lain, empati, identifikasi atau pengalaman yang seolah-olah dialami oleh diri sendiri dengan masuk dalam diri orang lain, mencintai hal baik, mengikutsertakan pada sifat yang benar-benar tertarik pada sesuatu yang baik, kendali diri, menahan diri agar tidak mengikuti apa yang ingin diri lakukan, kerendahan hati, sisi afektif pengetahuan individu. Tindakan moral, merupakan hasil dari dua bagian karakter, terdiri dari kompetensi, kemampuan mengubah penilaian dan perasaan moral dalam tindakan yang moral yang efektif, keinginan, tindakan untuk melakukan yang baik karena gerakan energi moral dalam melakukan yang kita pikirkan, kebiasaan, pengalaman yang diulangi dalam melakukan kebaikan dilakukan secara berulangulang sehingga bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Nilai-nilai moral menurut Lickona (2012) adalah sebagai berikut. Rasa hormat yaitu menunjukkan penghargaan terhadap diri orang lain selain diri kita sendiri. Tiga hal yang menjadi pokoknya adalah menghormati diri sendiri, menghormati orang lain, dan menghormati apapun bentuk kehidupan dan lingkungan dengan saling menjaga. Menghormati diri sendiri, yaitu memperlakukan diri sendiri sebagai manusia yang memiliki nilai sehingga kita akan menjaga diri untuk tidak dirusak oleh sesuatu yang berbahaya, misalnya narkoba, merokok, dan lainnya. Menghormati orang lain, yaitu memperlakukan orang lain dengan baik sebagaimana memperlakukan diri sendiri dengan baik karena orang lain memiliki hak dan nilai yang tinggi sama dengan diri kita sendiri. Tanggung jawab merupakan bentuk lanjutan dari penghormatan kita terhadap orang lain. Memberikan respon kepada orang lain dengan memberikan perhatian terhadap apa yang orang lain inginkan sehingga ada tanggung jawab yang positif untuk saling menjaga.Tanggung jawab merupakan sikap saling membutuhkan dengan tidak mengacuhkan orang lain yang ditimpa kesulitan. Kejujuran berhubungan dengan manusia agar tidak merugikan orang lain dengan berbuat kecurangan, penipuan, dan pencurian. Toleransi merupakan sikap dalam memiliki kesetaraan dan tujuan untuk mereka yang memiliki pemikiran, ras, dan keyakinan berbeda-beda. Kebijaksanaan merupakan hal-hal yang dilakukan dalam menghindari sesuatu yang membahayakan diri baik secara fisik maupun moral. Disiplin diri membentuk kita untuk tidak merasa puas dengan sesuatu yang kita dapatkan dengan mengembangkan kemampuan yang dimiliki dan bekerja keras dalam menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain dan diri sendiri. Tolong menolong, sikap peduli sesama, kerja sama merupakan hal yang membantu kita dalam melakukan tanggung jawab yang membimbing kita untuk berbuat kebaikan dengan hati. Keberanian merupakan sikap yang membentuk kita untuk menghormati hak orang lain saat kita berhadapan dalam tekanan yang memaksa untuk bergabung dengan orang lain dalam ketidakadilan. Sikap ini membentuk kita untuk bersikap tegas dan positif terhadap orang lain. Demokratis merupakan nilai yang mendidik kita untuk memahami dan menghargai nilai-nilai demokrasi. Manusia memiliki kesadaran hidup sehingga dengan kesadaran yang dimilikinya akan memudahkan manusia untuk hidup lebih baik dalam berperilaku. Perilaku akan mengantarkan manusia pada kehidupan berkarakter. Setiap orang memiliki kesadaran moral dan rasa yang terbentuk dari interaksi yang mereka
10
bawa sejak awal bersama pengalaman dengan keluarganya. Hal ini untuk membedakan derajatnya dengan orang lain. Moral akan membentuk perilaku manusia dan membuat penilaian dari perilaku orang lain. Simpati, Tanggung Jawab, dan Wewenang merupakan perasaan sentimen tentang kemanusiaan, kita akan merasakan penderitaan yang terjadi. Kita akan merasa bertanggung jawab akan hal itu. Tapi kita tidak merasakan penderitaan orang lain, kita merasa tidak bertanggung jawab akan hal yang terjadi. Jika kita menganggap simpati dan keadilan penting, kita akan berkorban untuk membantu dengan berbuat baik demi kepentingan yang diperlukan. Simpati dan keadilan dianggap penting, kita akan selalu berbuat baik, walaupun disakiti (Wilson, 1993). Keadilan didefinisikan sebagai pembagian sama dalam meminimalkan konflik, sehingga mendapat keuntungan yang sama. Aturan tentang keadilan muncul pada sebagian besar dari keinginan mementingkan diri sendiri: untuk mendapatkan perhatian, mendorong kerjasama, atau menyelesaikan perbedaan pendapat (Wilson, 1993). Rasa keadilan pada manusia diwujudkan pada tiga konsep, yaitu ekuitas, orang memiliki kontribusi yang sama terhadap hasil, timbal balik orang yang memberikan sesuatu kepada orang lain berhak untuk mendapatkan kembali, ketidakberpihakan orang menghakimi orang lain harus dapat adil dan jeli terhadap aturan yang telah disepakati di awal. Setiap orang berusaha untuk menahan diri dan mengontrol dirinya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kontrol diri merupakan kemampuan seseorang secara berhati-hati mengejar kepentingannya sendiri. Pengendalian diri merupakan permasalahan seseorang yang dihadapkan pada pilihan antara kesenangan sesaat dan nilai yang didapat dalam jangka panjang. Menjadi saleh tidaklah cukup bagi seseorang untuk mengontrol diri. Perlunya usaha yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan nilai/kebajikan dalam jangka panjang. Kontrol diri merupakan moral yang dilakukan sebagai simpati dan keadilan. Kewajiban adalah sifat untuk menghargai walaupun tanpa imbalan dengan resiko ketakutan terhadap hukuman. Menjadi orang yang bermoral bukan hanya dengan menghormati kewajiban tetapi dengan menghormati alasan kepentingan untuk melakukan hal itu. Motivasi kita untuk menghargai kewajiban dengan melibatkan sesuatu hal yang benar disebut kesetiaan. Kewajiban merupakan kesediaan orang untuk menghargai kewajibannya tanpa adanya imbalan sosial untuk melakukannya. Membantu merupakan suatu kewajiban tanpa melihat latar belakang yang dibantunya, walaupun yang dibantunya membuat marah. Semua yang dilakukan berdasarkan hati nurani. Hati nurani merupakan pemahaman terhadap kewajiban moral, dari sisi kognitif untuk mengetahui apa yang benar, dan sisi emosional merasa wajib untuk melakukan apa yang benar
3. KERANGKA PEMIKIRAN Penelitian menggunakan pendekatan teori ekologi Bronfenbrenner (1994), yaitu anak dipengaruhi oleh lingkungan keluarga sebagai lingkungan terdekat yang membentuk pola kebiasaannya dalam sehari-hari ketika anak berinteraksi dengan lingkungan di rumah, sekolah, dan teman sebayanya. Aplikasi teori ada pada pola asuh disiplin dan spiritual, serta kecerdasan spiritual ibu kepada anak. Penelitian ini pun menggunakan pendekatan teori pola asuh disiplin Hoffman, teori morphic field, teori kecerdasan spiritual Danah dan Zohar untuk melihat pengaruh keluarga terhadap karakter anak. Anak berada di dalam lingkungan keluarga yang merupakan kelompok sosial dan bagian dari lingkungan masyarakat yang mempengaruhi orangtua dalam melakukan tugas-tugasnya. Hal ini seperti yang digambarkan Brofenbrenner (1994) bahwa anak mendapatkan pengalaman dan melewati masa perkembangan melalui interaksi dengan orang dan lingkungan yang ada di sekitarnya. Karena itu, keluarga memiliki peran penting memberikan pengasuhan dalam mengajarkan nilai-nilai agar anak berkarakter. Karakter pada anak penting untuk diteliti terutama pada masa anak usia sekolah dasar karena masa ini anak sudah memasuki masa sekolah dimana anak akan berinteraksi selain keluarganya yaitu bersama teman sebayanya (Santrock, 2012). Pada masa ini, tahapan anak akan menyukai orang lain yang baik kepadanya, dan membenci kepada orang yang tidak baik kepadanya (Hastuti, 2015). Sebagai individu, orangtua harus memiliki kecerdasan spiritual karena dapat menggambarkan kualitas hidup individu. Kecerdasan spiritual akan membantu manusia menjalani hidup dalam tingkatan makna yang lebih dalam (Zohar dan Marshall, 2001). Kondisi spiritual yang baik diperlukan dalam keluarga karena akan mampu membantu keluarga dalam menerapkan nilai-nilai yang baik (Sinaga, 2007 dalam Herawati, 2012). Sebagaimana pada karakteristik keluarga kecerdasan spiritual berhubungan dengan usia, penelitian menemukan semakin tinggi usia individu maka kecerdasan spiritualnya akan lebih baik. Tidak berbeda dengan jenis kelamin yang memiliki hubungan dengan kecerdasan spiritual (Singh dan Sinha, 2013). Kemampuan keluarga dalam pengasuhan tidak terlepas dari keadaan ekonomi dan merupakan faktor yang berhubungan dengan kemampuan spiritual ibu dalam melakukan praktik pengasuhan (Bert, 2011). Spiritual memiliki hubungan dengan harga diri individu, sehingga orangtua sebagai individu dengan harga diri akan lebih optimis dalam menghadapi kehidupan (Tabitha, 2014). Orangtua dengan spiritual yang baik akan menjalankan agamanya ketika berhubungan dengan perilaku anak (Bert, 2011). Kecerdasan spiritual yang tinggi berhubungan dengan ciri orangtua yang mengasuh dengan penuh kasih sayang (Zohar dan Marshall, 2001). Spiritual atau agama yang orangtua miliki akan mempengaruhi praktik pengasuhan (Syakarani, 2004; Arca, 2007), sehingga pola asuh spiritual itu akan berpengaruh terhadap nilai-nilai moral pada anak (Iglesias, 2010). Ada beberapa pola dalam pengasuhan yang menunjukkan pada aspek tertentu sehingga kebutuhan anak secara fisik dan nonfisik terpenuhi (Hastuti, 2015). Salah satunya adalah pola asuh disiplin, Hoffman membagi pola asuh disiplin menjadi tiga cara, yaitu induktif (penjelasan), penegasan (powerassertion), dan mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal
11
12
(lovewithdrawl). Pola asuh disiplin ini berhubungan dengan karakter anak terutama dengan harga diri (Renk et al., 2005). Harga diri merupakan sisi emosional dari karakter (Lickona, 2013). Karakteristik keluarga yang berhubungan dengan pola asuh disiplin adalah pendapatan dan pendidikan (Helpenny et al., 2009). Karakteristik anak yang mempengaruhi pola asuh disiplin orangtua adalah jenis kelamin (Winskell et al., 2014). Secara alami seorang anak memiliki kecintaan terhadap kebaikan, maka melalui pola asuh spiritual ibu, kecintaan kebaikan itu diharapkan akan terus ada dan tidak berubah sehingga anak berkarakter. Ibu merupakan energi baru untuk anak dalam mengarungi kehidupannya (Megawangi, 2009). Sheldrake (1987) mengatakan bahwa semua organisme memiliki bentuk resonansi sendiri, sebuah medan yang eksis baik di dalam dan sekitar organisme itu, yang memberinya informasi dan bentuk yang melihat bahwa makhluk hidup berinteraksi secara erat dengan medan yang berhubungan dengan mereka, menghubungkan mereka dengan akumulasi ingatan pengalaman masa lalu. Karakteristik keluarga yang berhubungan dengan pola asuh spiritual adalah pendapatan. Karakteristik anak yang berhubungan dengan pola asuh spiritual adalah jenis kelamin. Dalam pola asuh, ditemukan hubungan antara pola asuh disiplin dengan perilaku anak (Johnson, 1994; Renk et al., 2005 ; Mc Kinney, 2011; Patrick dan Gibbs, 2012; Winskell, 2014). Hoffman (2000) dalam penelitiannnya menemukan bahwa disiplin induktif berhubungan dengan perilaku empati.
Budaya
Kecerdasan Spiritual Ibu a. Fleksibel b. Kesadaran tinggi c. Bijaksana d. Adaptasi e. Visi dan nilai f. Bermanfaat g. Holistik h. Rasa ingin tahu i. Teguh pendirian
Karakteristik keluarga a. Pendidikan b. Pendapatan c. Besar Keluarga d. Usia
Pola Asuh Spiritual a. Tuhan b. Personal c. Sosial Pola Asuh Disiplin a. Induktif (penjelasan) b. Penegasan (powerassertion) c. Mengabaikan/ menyudutkan dengan kata verbal (lovewithdrawl)
Karakter Anak a. Pengetahuan moral b. Perasaan moral c. Tindakan moral
Karakteristik anak a. Usia b. Jenis Kelamin
Gambar 2 Kerangka Berpikir Pengaruh Pola Asuh Disiplin dan Spiritual, serta Kecerdasan Spiritual terhadap Karakter Anak Usia Sekolah Dasar
13
4. METODE
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Pemilihan tempat dilakukan secara purposive di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor yang diwakili oleh Desa Ciasihan dan Desa Ciasmara. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan di perdesaan dengan alasan hasil penelitian terdahulu menemukan bahwa karakter anak di perdesaan memerlukan perhatian yang lebih. Pengambilan data penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2015.
Prosedur Pemilihan Contoh Populasi penelitian ini adalah anak usia sekolah dasar yang duduk di kelas 4 dan 5 yang tinggal bersama kedua orangtuanya di dua desa yang terpilih. Total populasi berjumlah 357 dari dua desa yang terpilih yaitu 142 di Desa Ciasihan dan 215 di Desa Ciasmara. Pengambilan sampel diambil dengan menggunakan proportional random sampling, sehingga didapat 50 sampel di desa Ciasihan, dan 75 sampel di desa Ciasmara, total keseluruhan sampel yakni 125 responden. Kerangka penarikan contoh pada penelitian disajikan dalam Gambar 5. Kabupaten Bogor
Purposive
Kecamatan Pamijahan
Purposive
Desa Ciasihan
Desa Ciasmara
Purposive
SD Negeri Ciasihan Kelas 4-5
SD Negeri Ciasmara Kelas 4-5
Purposive
N = 142
N = 215
50
75
Proportional
random sampling
Gambar 3 Kerangka pengambilan contoh dalam penelitian
Cara Pengumpulan Data Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan hanya pada satu waktu tertentu dan tidak berkelanjutan (single period in time) dan merupakan bagian dari Penelitian hibah kompetensi tahun 2015 dengan judul “Model Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga Pedesaan Berbasis Family
14
and School Partnership” yang diketuai oleh Dr. Ir. Dwi Hastuti, MSc. dan anggotanya Alfiasari, SP., MSi. Data yang dikumpulkan adalah data primer yang didapat melalui wawancara meliputi karakteristik keluarga, karakteristik anak, pola asuh disiplin, pola asuh spiritual, kecerdasan spiritual, dan karakter anak. Jenis dan cara pengumpulan data disajikan lengkap dalam Tabel 1. Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data Variabel
Skala data
Karakteristik keluarga Usia Ayah Usia Ibu Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Jumlah Anggota Keluarga Karakteristik anak Jenis kelamin Usia Pola Asuh disiplin Induktif Penegasan (powerassertion) Mengabaikan/menyudutk an dengan kata verbal (lovewithdrawl) Pola asuh spiritual Tuhan Personal Sosial
Jumlah pertanyaan dan Skala
Konsep Instrumen
Rasio Rasio Rasio Nominal Rasio Rasio Nominal Rasio
Ordinal
14 butir 15 butir
mengembangkan DDI (The Dimension of Discipline Inventory) (Straus, Murray A, 2011)
12 butir (Skala likert 1-4) Ordinal
Kecerdasan Spiritual
Ordinal
Karakter Anak Pengetahuan moral Perasaan moral Tindakan moral
Ordinal
16 butir 27 butir 9 butir (Skala likert 1-4) 56 butir(Skala likert 1-4)
22 butir 19 butir 16 butir (Skala likert 1-4)
mengembangkan Brief Multidimensional Measure of Religiousness/Spirituality (Idler, 1999) mengembangkan Brief Multidimensional Measure of Religiousness/Spirituality (Idler, 1999) mengembangkan instrumen dari Values in action Youth oleh Peter & Seligman (2004)
Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian Karakteristik keluarga yang diukur meliputi usia ayah dan ibu, lama pendidikan ayah dan ibu, pendapatan keluarga, dan besar keluarga. Usia ayah dan ibu diukur berdasarkan tahun. Usia ayah dan ibu diukur berdasarkan tahun, lalu dikelompokkan berdasarkan Santrock (2012) yaitu dewasa awal (20-30an), dewasa menengah (40an-60), dewasa akhir (>60). Pendidikan orangtua dikelompokkan menjadi tidak sekolah (0 tahun), tidak tamat SD (0-5 tahun), tamat SD (6 tahun), tamat SMP (9 tahun), tamat SMA (12 tahun), tamat D1/D2/D3 (1315 tahun), tamat S1/S2/S3 (>16 tahun). Pekerjaan orangtua dikelompokkan
15
menjadi tidak bekerja, petani pemilik, petani penyewa, petani penggarap, petani buruh harian, pegawai swasta, pedagang, buruh, dan lainnya. Pendapatan keluarga dikelompokkan menjadi miskin (< Rp 271 970) dan tidak miskin (> Rp 271 970). Besar keluarga dikelompokkan menjadi kecil (< 4), sedang (5-7), dan besar (>7). Karakteristik anak yang diukur meliputi jenis kelamin dan usia anak. Realibilitas kuesioner sebagai berikut. 1. Pola asuh disiplin sebagai berikut. a. Dimensi induktif dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,849, b. Dimensi penegasan (powerassertion) dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,796, c. Dimensi mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal (lovewithdrawl) dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,790. 2. Pola asuh spiritual dengan nilai Cronbach’s alpha 0,961, a. Tuhan dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,943 b. Personal dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,910 c. Sosial dengan nilai Cronbachs’s alpha 0, 744 3. Kecerdasan spiritual dengan nilai Cronbach’s alpha 0,950, 4. Karakter anak sebagai berikut. a. Pengetahuan moral dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,930 b. Perasaan moral dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,904 c. Tindakan moral dengan nilai Cronbachs’s alpha 0,866
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahap kegiatan yaitu editing, coding, entering, dan cleaning. Editing dilakukan dengan meneliti kelengkapan, pengisian, keterbacaan tulisan, kejelasan dari jawaban, konsistensi dari jawaban yang satu dengan lainnya, kerelevansian jawaban, serta keragaman dari data. Coding dilakukan dengan menyusun kode sebagai panduan dalam memasukkan dan mengolah data. Data dientry dan dicleaning, lalu data dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Analisis deskriptif mencakup nilai rata-rata, nilai maksimum dan minimum pada data kuantitatif. Penskoran dibuat secara konsisten, lalu skor yang telah diperoleh diindeks terlebih dahulu. Indeks indikator adalah mentransformasikan nilai skor variabel ke dalam interval 0–80 agar nilai skor tersebut mudah diinterpretasikan. Variabel yang nilai skornya ditransformasikan kedalam indeks adalah : skor pola asuh disiplin, pola asuh spiritual, kecerdasan spiritual dan karakter anak. Rumus indeks indikator sebagai berikut : Indeks Indikator = skor yang diperoleh - skor minimum x 100% Skor maksimal-skor minimum Analisis inferensia digunakan dalam menjawab tujuan penelitian sebagai berikut. 1. Uji beda T-test. Uji beda T-test digunakan untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara pola asuh disiplin, pola asuh spiritual, kecerdasan spiritual, dan karakter anak menurut jenis kelamin anak.
16
2. Uji Korelasi. Uji korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan pola asuh disiplin, pola asuh spiritual, dan kecerdasan spiritual dengan karakter anak. 3. Uji regresi. Uji regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh pola asuh disiplin, pola asuh spiritual, dan kecerdasan spiritual terhadap karakter anak. Y = c + β 1X1 + β 2X2 + β 3X3 + ........................+ β 11X13 + e Keterangan : Y C X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 β1-13 E
= = = = = = = = = = = = = = = = =
Karakter anak Konstanta Jenis kelamin anak (0=laki-laki, 1=perempuan), Usia anak (tahun), Usia Ayah (tahun), Usia Ibu (tahun), Lama pendidikan Ibu (tahun), Lama pendidikan Ayah (tahun), Jumlah anggota keluarga (orang), Pendapatan perkapita keluarga (rupiah/bulan), Pola asuh disiplin induktif (Skor) Pola asuh disiplin powerassertive (Skor) Pola asuh disiplin lovewithdrawl (Skor) pola asuh spiritual (Skor) kecerdasan spiritual (Skor) Koefisien regresi error.
Definisi Operasional Karakteristik keluarga adalah keadaan atau ciri dari keluarga berdasarkan usia orang tua (ayah dan ibu), pendidikan orang tua, pekerjaan orangtua, dan pendapatan keluarga. Karakteristik anak adalah keadaan atau ciri yang melekat pada anak dilihat dari usia dan jenis kelamin Pola asuh disiplin adalah metode yang dilakukan ibu dalam untuk membentuk ketaatan, kepatuhan, melalui cara induktif, penegasan, atau pemberian konsekuensi Penjelasan (Inductive) adalah cara yang dilakukan ibu dalam mengubah perilaku anak sesuai moral dengan penggunaan komunikasi dan penalaran yang jelas dalam menetapkan standar ketaatan anak Penegasan (powerassertion)adalah cara yang dilakukan ibu dalam mengubah perilaku anak dengan menggunakan ancaman seperti memukul, mencubit, dan lainnya. Mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal (lovewithdrawl) cara yang dilakukan ibu dalam mengubah perilaku anak dengan mengabaikan, mengisolasi, atau menyatakan ketidaksukaan langsung pada anak untuk membawa perubahan perilaku anak. Pola asuh spiritual adalah bimbingan spiritual yang diajarkan Ibu terhadap anak dalam menghadapi setiap keadaan dalam kehidupan sehari-hari
17
Kecerdasan spiritual adalah kemampuan ibu dalam memahami makna dan nilai dalam kehidupan keluarga, sehingga ibu dapat keluar dari permasalahan yang dihadapinya, kecerdasan spiritual ibu dilihat dari kemampuannya bersikap fleksibel, kesadaran tinggi, bijaksana, adaptasi, visi dan nilai, bermanfaat, holistik, rasa ingin tahu, dan teguh pendirian. Fleksibel adalah tidak takut pada sesuatu yang baru dengan berusaha memahami keadaan lingkungan yang berbeda dari biasanya. Kesadaran tinggi adalah menyadari apa yang terjadi dengan keadaan tanpa mengeluh atau menjadi lemah. Bijaksana adalah mampu menghadapi dan memanfaatkan penderitaan. Adaptasi adalah mampu menghadapi dan melampaui rasa sakit. Visi dan nilai adalah menyelamatkan kehidupan, menigkatkan kualitas kehidupan, memperbaiki taraf kesehatan, pendidikan, komunikasi, memenuhi dasar manusia, melestarikan alam, memulihkan kesadaran, dan kebanggaan untuk membantu. Bermanfaat adalah enggan untuk melakukan kerugian Holistik adalah melihat keterkaitan dengan berbagai hal Rasa ingin tahu adalah untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar Teguh pendirian adalah memiliki pendirian pada sesuatu yang dianggap benar oleh diri sendiri walaupun banyak yang menantang. Karakter adalah perilaku anak tentang moral baik Pengetahuan moral adalah pemahaman anak dalam mengetahui moral yang baik, Perasaan moral adalah emosi anak dalam memiliki hati untuk merasakan moral Tindakan moral adalah anak melakukan moral baik setelah mengetahui dan merasakan moral baik.
18
5. KARAKTERISTIK KELUARGA DAN ANAK
Karakteristik Keluarga Usia Orangtua Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar usia ayah (64,0%) berusia pada dewasa menengah (40-59 tahun) dengan rata-rata usia ayah secara keseluruhan 44,02 tahun. Penelitian menemukan bahwa usia ibu sebagian besar (56%) berusia pada dewasa awal (< 39 tahun) dengan rata-rata usia ibu secara keseluruhan 37,81 tahun (Tabel 1). Tabel 1 Sebaran contoh berdasarkan kelompok usia orangtua Usia Dewasa awal (< 39 tahun) Dewasa menengah (40-59 tahun) Dewasa akhir (> 60 tahun) Total Min-Maks (tahun) Rata-rata+standardeviasi
Ayah
Ibu
„n 38 80
% 30,4 64,0
n 70 55
% 56,0 44,0
7 125
5,6 100
0 125
0 100
27-70 44,02+8,97
23-55 37,81+7,60
Besar Keluarga Besar keluarga merupakan banyaknya anggota keluarga dari responden termasuk ayah dan ibu. Hasil menemukan sebagian besar keluarga contoh (54,4%) merupakan keluarga sedang (5-7 orang) dengan rata-rata jumlah anggota keluarga contoh adalah lima orang (Tabel 2). Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Besar Keluarga Kecil (< 4 orang) Sedang (5-7 orang) Besar (>7 orang) Total Min-Maks (orang) Rata-rata+standardeviasi
Jumlah 46 68 11 125
Persentase % 36,8 54,4 8,8 100 1-10 5,18+1,38
Pendidikan Orangtua Orangtua responden memiliki latar belakang pendidikan yang beragam. Hasil menemukan hampir dari sebagian contoh pendidikan ayah (4,0%) tidak sekolah, (27,2%) tidak tamat SD, (48,0%) tamat SD, (14,4%) tamat SMP, (5,6%) tamat SMA, dan (0,8%) tamat diploma. Hasil menemukan hampir dari sebagian contoh pendidikan Ibu (4,0%) tidak sekolah, (35,2%) tidak tamat SD, (46,4%) tamat SD, (12,0%) tamat SMP, (1,6%) tamat SMA, dan (0,8%) tamat diploma.
19
Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan orangtua Pendidikan Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat D1/D2/D3 Tamat S1/S2/S3 Total Min-Maks (tahun) Rata-rata+standardeviasi
Ayah „n 5 34 60 18 7 1 0 125
Ibu % 4,0 27,2 48,0 14,4 5,6 0,8 0 100
n 5 44 58 15 2 1 0 125
0-16 6,14+2,70
% 4,0 35,2 46,4 12,0 1,6 0,8 0 100 0-16 6,00+2,28
Pekerjaan Orangtua Pekerjaan orangtua responden beragam, hasil menemukan lebih dari seperempat pekerjaan ayah (38,4%) adalah pedagang, kurang dari seperempat pekerjaan ayah sebagai petani (19,2%) dan lebih dari seperempat perkerjaan ayah adalah buruh (26,4). Berbeda dengan pekerjaan ibu, lebih dari setengah (55,2%) menjadi ibu rumah tangga, ibu sebagai petani (10,4%) dan ibu yang melakukan pekerjaan lainnya (24,8%) (Tabel 4). Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orangtua Jenis pekerjaan Tidak bekerja Petani Pegawai swasta Pedagang Buruh Lainnya (pembantu, ojek dll.) Total
Ayah
Ibu
„n 1 24 6 48 33 13
% 0,8 19,2 4,8 38,4 26,4 10,4
n 69 13 0 10 2 31
% 55,2 10,4 0 8,0 1,6 24,8
125
100
125
100
Pendapatan Pendapatan memiliki pengaruh dalam keluarga (Brooks, 2001), yaitu ikut menentukan keputusan bagi keluarga dalam memberikan kebutuhan anak baik secara fisik maupun non fisik. Penelitian ini menemukan rata-rata pendapatan keluarga secara keseluruhan adalah Rp 562 777,00. Hasil penelitian menemukan lebih dari separuh keluarga (72,0%) berada pada kategori tidak miskin. Hal tersebut dilihat dari Garis Kemiskinan Kabupaten Bogor (2013), yaitu berada pada rentang lebih dari Rp 271 970 (Tabel 5).
20
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita Pendapatan Perkapita Miskin (< Rp 271 970) Tidak Miskin (> Rp 271 970) Total Min-Maks (tahun) Rata-rata+standardeviasi
Jumlah 35 90 125
Persentase % 28,0 72,0 100 50000-6000000 562 777+670 952
Karakteristik Anak Jenis kelamin Jenis kelamin anak merupakan faktor yang dapat mempengaruhi orangtua dalam bersikap saat mengasuh anak. Hasil penelitian menemukan lebih dari separuh anak (56%) berjenis kelamin laki-laki dan lebih dari seperempat anak (44%) berjenis kelamin perempuan.
Usia Anak Setiap anak memiliki tahap perkembangan yang berbeda dan usia adalah salah satu faktor yang dapat mengetahui tahap perkembangan dari seseorang. Hasil penelitian menemukan bahwa rentang usia anak laki-laki berkisar antara 10 sampai 15 dengan rata-rata adalah 11,24 tahun. Usia anak perempuan berkisar antara 9 sampai 12 tahun dengan rata-rata adalah 10,73 tahun. Persentase usia anak laki-laki yang terbesar adalah (44,3%) 11 tahun dan anak perempuan yang terbesar (49,1%) adalah 11 tahun (Tabel 6). Tabel 6 Sebaran contoh usia anak Usia 9 10 11 12 13 15 Total Min-Maks (tahun) Rata-rata+standardeviasi
Laki-laki „n 0 15 31 18 5 1 70
Perempuan % 0 21,4 44,3 25,7 7,1 1,4 100
10-15 11,24+0,970
n 13 17 27 8 0 0 55
% 5,5 30,9 49,1 14,5 0 0 100 9-12 10,73+0,781
Urutan Anak Anak laki-laki yang dijadikan contoh adalah anak pada urutan 1 sampai 10 dan anak perempuan yang dijadikan contoh adalah anak pada urutan 1 sampai 7 di dalam keluarganya. Lebih dari seperempat anak laki-laki (27,1%) merupakan anak urutan pertama dan lebih dari seperempat anak perempuan (34,5%) menempati urutan kedua dalam urutan kelahiran di keluarganya (Tabel 7). Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan.
21
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan urutan kelahiran dalam keluarga Usia 1 2 3 4 5 6 7 8 10 Total Min-Maks (tahun) Rata-rata+standardeviasi p- value
Laki-laki „n 19 15 9 11 4 6 4 1 1 70
Perempuan % 27,1 21,4 12,9 15,7 5,7 8,6 5,7 1,4 1,4 100
n 10 19 10 5 7 3 1 0 0 55
1-10 3,17+2,113
% 18,2 34,5 18,2 9,1 12,7 5,5 1,8 0 0 100 1-7 2,87+1,576
0,384
22
6. ARTIKEL 1
PENGARUH POLA ASUH DISIPLIN DAN POLA ASUH SPIRITUAL IBU TERHADAP KARAKTER ANAK USIA SEKOLAH DASAR (The Effect of Mother’s Parenting Pattern of Discipline and Spiritual on Character of Primary School Age Children) Rety Puspitasari, Dwi Hastuti, Tin Herawati
Abstrak Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh pola asuh disiplin dan pola asuh spiritual ibu terhadap karakter anak usia sekolah dasar. Desain menggunakan cross sectional, lokasi penelitian dipilih purposive di Kecamatan Pamijahan, Desa Ciasihan dan Ciasmara, Kabupaten Bogor. Anak dipilih secara proportional random sampling, 50 anak dari Desa Ciasihan dan 75 anak dari Desa Ciasmara. Data dikumpulkan melalui wawancara. Tidak ada perbedaan nyata pola asuh disiplin dan spiritual ibu antara anak laki-laki dan anak perempuan. Karakter anak dan pola asuh disiplin penegasan (powerassertion) terdapat perbedaan nyata antara anak laki-laki dan anak perempuan. Pola asuh disiplin memiliki nilai ratarata rendah dan pola asuh spiritual memiliki nilai rata-rata sedang. Hasil menemukan lama pendidikan ibu, pola asuh disiplin induktif, dan pola asuh spiritual pada dimensi Tuhan berhubungan positif signifikan dengan karakter, sedangkan pola asuh disiplin mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal berhubungan negatif signifikan dengan karakter anak. Faktor yang berpengaruh positif signifikan terhadap karakter anak adalah pendapatan perkapita, jenis kelamin, pola asuh disiplin induktif, dan pola asuh spiritual. Kata kunci : disiplin, spiritual, induktif, penegasan, lovewithdrawl, anak usia sekolah dasar
Abstract This study aimed to analyze The effect of Mother’s Parenting Pattern of Discipline and Spiritual toward Character of Primary School Age Children. This study was conducted in Ciasmara and Ciasihan villages. Samples were selected by proportional random sampling method, 50 children from Ciasihan and 75 from Ciasmara were used in the study. Data was collected through interviews with questionnaire as the tools. There were not significant differences of the parenting pattern of discipline and spiritual between boys and girls. There were significant differences of the parenting pattern of discipline powerassertion and character between boys and girls. Parenting pattern of discipline inductive were low and pattern of spiritual were middle. Results found that high maternal education, parenting pattern of discipline inductive and spiritual of god has a positive correlation with the character of children, and parenting of discipline
23
lovewithdrawl has a negative correlation with the character of children. Results of multiple linear regression analysis found that family income, the child gender, parenting pattern of discipline inductive, parenting pattern of spiritual were positively affection child’s character. Keyword : discipline, spiritual, induktive, powerassertion, lovewithdrawl, school age children
PENDAHULUAN Salah satu tahap perkembangan yang akan dilewati oleh manusia yaitu tahap anak usia sekolah dasar, tahap anak berkumpul dan berkelompok dengan teman. Anak ingin diterima oleh teman sebayanya sebagai anggota dengan menyesuaikan diri dan standar yang dimiliki oleh kelompoknya, sehingga hubungan timbal balik menjadi penting dalam hubungan pertemanan. Hubungan pertemanan akan positif maupun negatif, semua bergantung pada pengalaman anak selama pengasuhan orangtuanya. Sebagaimana Sangawi et al. (2015) mengemukakan pengasuhan anak yang negatif bersama orangtuanya akan menyebabkan perilaku anak bermasalah. Perilaku dapat dilihat ketika anak mendapatkan tekanan dari teman, sebagaimana Karina et al. (2013) mengatakan pengaruh dan tekanan negatif dari teman sebaya menyebabkan anak semakin rentan terlibat dalam perilaku negatif contohnya bullying. Kasus yang dilakukan anak usia sekolah dasar di Indonesia sudah cukup memprihatinkan. Data KPAI tahun 2011-2015 melaporkan ada 15.857 kasus anak yang di antaranya adalah kasus anak usia sekolah dasar sebagai pelaku. Tantangan terbesar orangtua dalam mengasuh anak adalah mempersiapkan anak ketika masuk dalam lingkungan sosial. Berdasarkan pada teori ekologi, keluarga merupakan lingkungan terdekat anak yang menjadi tempat anak untuk berkembang membentuk pola dan kebiasaan (Santrock, 2012). Oleh karena itu, pentingnya orangtua memberikan nilai-nilai moral pada anak melalui pola asuh disiplin. Hoffman (2000) menyatakan bahwa orang tua berusaha secara persuasif melakukan pengasuhan melalui gaya disiplin dengan mengeksplorasi pengaruh pengasuhan disiplin tentang nilai-nilai pada anak. Disiplin sering muncul ketika anak-anak menghadapi konflik antara keinginan mereka sendiri dan standar moral yang berlaku sehingga orang tua berulang kali menggunakan cara tertentu dari disiplin yang membantu anak dalam mengembangkan emosi mereka (misalnya, empati) yang diperlukan dalam menyeimbangkan keinginan anak dan orang lain dalam berperilaku moral. Penerapan metode disiplin yang tepat oleh orangtua akan memberikan kesempatan anak untuk mengembangkan moral dan terhindar dari perilaku negatif (Patrick dan Gibbs, 2007). Spiritual merupakan pengalaman individu yang melibatkan pencarian dalam menemukan tujuan, makna, kekuasaan, dan hubungan yang lebih besar daripada diri, sumber transenden, atau alam semesta (Iglesias, 2010). Menurut teori morphic field, perilaku berasal dari resonansi medan morphic yang dibentuk secara terus-menerus dan menjadi pola kebiasaan dan pola kebiasaan itu akan membentuk karakter (Sheldrake, 1987). Orangtua memberikan kasih sayang dan kehangatan secara terus menerus dengan spiritual yang dimilikinya, sehingga anak
24
dapat merasakan spiritual tersebut. Spiritual akan menjadi pola atau kebiasaan bagi anak sehingga menjadi karakter. Anak yang memiliki spiritual tinggi memungkinkan tidak akan berperilaku negatif (Wijayanati dan Uyun, 2010). Lickona (2001) mengatakan karakter mengalami pertumbuhan yang membuat suatu nilai menjadi budi pekerti, sebuah watak batin yang digunakan dalam merespon situasi melalui cara dengan penuh moral. Karakter merujuk pada aspek-aspek kepribadian yang dipelajari melalui pengalaman, pelatihan, atau proses sosialisasi. Karakter merupakan hal-hal yang dilakukan seseorang dalam belajar bagaimana harus bersikap dalam situasi sosial atau interpersonal yang membentuk perilaku berdasarkan pada kebutuhan untuk dilihat dengan cara yang positif, seperti moral atau berbudi luhur, tapi bagian lain berkaitan dengan bagaimana orang ingin melihat dan merasakan tentang mereka (Miller, 2005). Nilai-nilai baik yang dimiliki individu akan menunjukkan perilaku berkarakter (Lickona, 2001). Hasil studi menunjukkan bahwa pola asuh disiplin berhubungan dengan karakter anak. Penelitian di Amerika terhadap 116 siswa perempuan melalui persepsi menunjukkan bahwa orangtua menggunakan strategi dalam memperbaiki perilaku anak. Pengasuhan disiplin ibu yang melibatkan penegasan berhubungan dengan depresi, kecemasan, dan harga diri anak (Renk et al., 2005). Anak mempersepsikan orangtua melakukan disiplin penegasan mempunyai karakter yang rendah. Penelitian ini menarik untuk diteliti lebih lanjut apakah pola asuh disiplin dengan dimensi lainnya dapat berhubungan dan berpengaruh dengan karakter. Orangtua memainkan peran secara harmonis dan holistik untuk anak (Runcan dan Goian, 2014). Sebagaimana hasil studi di Amerika menunjukkan salah satu peran orangtua adalah praktik pengasuhan spiritual orangtua yang berpengaruh pada anak dalam memahami nilai-nilai (Iglesias, 2010).
TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan 1) menganalisis perbedaan pola asuh disiplin, pola asuh spiritual dan karakter antara anak laki-laki dan anak perempuan, 2) menganalisis hubungan karakteristik keluarga, pola asuh disiplin dan pola asuh spiritual dengan karakter anak usia sekolah dasar, 3) menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, pola asuh disiplin dan pola asuh spiritual terhadap karakter anak usia sekolah dasar.
METODE Penelitian ini menggunakan desain Cross sectional Study dengan metode wawancara. Lokasi penelitian adalah di Desa Ciasihan dan Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat yang merupakan bagian dari penelitian hibah kompetensi tahun 2015 dengan judul “Model Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga Perdesaan Berbasis Family and School Partnership” yang diketuai oleh Dr. Ir Dwi Hastuti, MSc. dan anggotanya
25
Alfiasari, SP., MSi. Penentuan lokasi dipilih secara purposive. Pengambilan data dilakukan dari bulan Mei hingga Juni 2015. Populasi penelitian adalah anak usia sekolah dasar kelas 4 dan 5. Pengambilan contoh diacak secara proportional random sampling. Hasil acak adalah 50 anak Desa Ciasihan, 75 anak Desa Ciasmara, yang selanjutnya terpilih menjadi responden. Data penelitian terdiri dari karakteristik keluarga, karakteristik anak, pola asuh disiplin, pola asuh spiritual, dan karakter anak. Karakteristik keluarga terdiri atas usia orangtua (ayah dan ibu), lama pendidikan orangtua (ayah dan ibu), pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga. Kesejahteraan keluarga diukur dengan garis kemiskinan Kabupaten Bogor tahun 2013 yaitu Rp 271 970 perkapita/bulan. Karakteristik anak terdiri atas jenis kelamin dan usia anak. Pola asuh disiplin diukur dengan mengembangkan instrumen DDI (The Dimension of Discipline Inventory) (Straus, 2011). Alat ukur pola asuh disiplin telah diuji dengan nilai reliabilitas dengan koefisien Cronbach’s alpha yang memadai (induktif, α =0,849; penegasan (powerassertion), α =0,796; mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal (lovewithdrawl), α =0,790). Pola asuh disiplin ibu berdasarkan atas jawaban responden dari 41 pernyataan (induktif = 14 pernyataan, penegasan = 15 pernyataan, dan pemberian konsekuensi = 12 pernyataan) dengan pilihan jawaban tiap pertanyaan dengan menggunakan skala Likert mulai 1 hingga 4 (1= tidak pernah, 2= kadang-kadang, 3= sering, dan 4=selalu). Pola asuh spiritual diukur dengan mengembangkan instrumen Brief Multidimensional Measure of Religiousness/ Spirituality (Idler, 1999). Alat ukur pola asuh spiritual telah diuji dengan nilai reliabilitas dengan koefisien Cronbach’s alpha yang memadai (Tuhan α=0,943, personal α=0,910, sosial α=0,744). Pola asuh spiritual menggunakan skala Likert mulai 1 hingga 4 (1= tidak pernah, 2= kadang-kadang, 3= sering, dan 4=selalu). Pernyataan untuk pola asuh spiritual terdiri dari 52 pernyataan (Tuhan = 16 pernyataan, personal = 27 pernyataan, sosial = 9 pernyataan). Karakter anak diukur dengan mengembangkan instrumen Values in action Youth dari Peterson dan Seligmen (2004). Alat ukur karakter telah diuji dengan nilai reliabilitas dengan koefisien Cronbach’s alpha yang memadai (pengetahuan moral α=0,930, perasaan moral α=0,904, tindakan moral α=0,866). Karakter anak berdasarkan atas jawaban responden dari 57 pernyataan (pengetahuan moral 22 pernyataan, perasaan moral 19 pernyataan, tindakan moral 16 pernyataan) dengan pilihan jawaban tiap pernyataan dengan menggunakan skala Likert mulai 1 hingga 4 (1= tidak pernah, 2= kadang-kadang, 3= sering, dan 4=selalu). Data diolah dengan menggunakan Microsoft Excel dan SPSS 16.0 for Windows. Data dianalisis secara statistik dekriptif, uji beda, uji korelasi, dan uji regresi linier berganda.
26
HASIL
Pola Asuh Disiplin Pola asuh disiplin adalah cara atau metode yang dilakukan orangtua dalam menurunkan perilaku yang tidak pantas dalam memenuhi keinginan anak (Locke & Prinz, 2002). Lebih dari separuh anak laki-laki (64,3%) dan anak perempuan (61,8%) menerima pola asuh disiplin induktif dalam kategori rendah dan hasil menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata pola asuh disiplin induktif antara anak laki-laki dan anak perempuan. Hampir seluruh anak laki-laki (95,7%) dan seluruh anak perempuan (100%) menerima pola asuh disiplin penegasan (powerassertion) dalam kategori rendah. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan nyata pada pola asuh disiplin penegasan antara anak laki-laki dengan anak perempuan. Seluruh anak laki-laki (100%) dan anak perempuan (100%), menerima pola asuh disiplin mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal dalam kategori rendah. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata pola asuh disiplin mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal ibu antara anak laki-laki dengan anak perempuan. Keseluruhan pola asuh disiplin yang ibu berikan kepada anak laki-laki (100%) dan anak perempuan (100%) pada kategori rendah (Tabel 1). Penelitian ini menemukan nilai rata-rata pola asuh disiplin induktif ibu pada anak perempuan (59,64) lebih baik dibandingkan anak laki-laki (54,10). Nilai rata-rata pola asuh disiplin penegasan (powerassertion) ibu pada anak perempuan (16,45) lebih rendah dibandingkan anak laki-laki (22,6). Nilai rata-rata pola asuh disiplin mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal ibu pada anak perempuan (17,56) lebih rendah dibandingkan anak laki-laki (17,73) (Tabel 1). Keseluruhan dimensi pola asuh disiplin ibu menunjukkan bahwa nilai rata-rata masih rendah. Tabel 1 Sebaran contoh berdasarkan kategori, nilai rata-rata, standar deviasi, dan koefisien uji beda variabel pola asuh disiplin Kategori
Anak Laki-laki Rata-rata+ (%) Standar deviasi
Anak Perempuan Ratarata+ (%) Standar deviasi
Induktif Rendah (indeks< 60) 64,3 61,8 54,10+20,26 59,64+20,05 Sedang (indeks 60-80) 24,3 14,5 Tinggi (indeks >80) 11,4 23,6 Total 100 100 Penegasan (powerassertion) Rendah (indeks< 60) 95,7 100 22,6+14.6 16,45+10.83 Sedang (indeks 60-80) 4,3 0 Tinggi (indeks >80) 0 0 Total 100 100 Mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal (lovewithdrawl) Rendah (indeks< 60) 100 100 17,73+4,67 17,56+5,17 Sedang (indeks 60-80) 0 0 Tinggi (indeks >80) 0 0 Total 100 100
P value
0,130
0,010*
0,852
27
Lanjutan Tabel Anak Laki-laki Rata-rata+ (%) Standar deviasi
Kategori
Anak Perempuan Ratarata+ (%) Standar deviasi
Pola asuh disiplin Rendah (indeks< 60) 100 94,5 29,31+9,07 30,89+12,46 Sedang (indeks 60-80) 0 5,5 Tinggi (indeks >80) 0 0 Total 100 100 Keterangan : *Signifikan pada p<0.05; **Signifikan pada p<0.01
P value
0,415
Hasil menunjukkan bahwa nilai rata-rata pola asuh disiplin yang ibu berikan kepada anak perempuan (30,89) lebih baik dibandingkan anak laki-laki (29,31) (Gambar 1). Gambar 1 Nilai rata-rata pola asuh disiplin ibu antara anak laki-laki dan anak perempuan 31,5 31 30,5 30 29,5 29 28,5
30,89
29,31
anak laki-laki
anak perempuan
Pola Asuh Spiritual Hasil menunjukkan lebih dari separuh anak laki-laki (54,3%) dan anak perempuan (56,4%) menerima pola asuh spiritual dalam kategori sedang (Tabel 2). Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pola asuh spiritual yang diberikan pada anak laki-laki dan anak perempuan. Hasil menunjukkan pola asuh spiritual ibu dalam keterkaitan dengan Tuhan pada anak laki-laki (45,7%) dalam kategori tinggi dan anak perempuan (54,5%) dalam kategori sedang. Pola asuh spiritual yang keterkaitannya dengan personal (diri) pada anak laki-laki (45,7%) dan anak perempuan (50,9%) dalam kategori sedang. Pola asuh spiritual yang keterkaitannya dengan sosial pada anak laki-laki (38,6%) dalam kategori rendah dan anak perempuan (49,1%) dalam kategori sedang.
28
Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi, dan koefisien uji beda variabel pola asuh spiritual antara anak laki-laki dan anak perempuan Kategori
Anak Laki-laki (%)
RataAnak Ratarata+Standar Perempuan rata+Standar deviasi (%) deviasi
Tuhan Rendah (indeks< 60) 11,4 5,5 78,04 Sedang (indeks60-80) 42,9 54, 5 + 16,89 Tinggi (indeks >80) 45,7 40,0 Personal Rendah (indeks< 60) 28,6 32,7 67,57 Sedang (indeks60-80) 45,7 50,9 +14,41 Tinggi (indeks >80) 25,7 16,4 Sosial Rendah (indeks< 60) 38,6 41,8 67,00 Sedang (indeks60-80) 35,7 49,1 +15,81 Tinggi (indeks >80) 25,7 9,1 Pola asuh spiritual Rendah (indeks< 60) 15,7 20,0 70,73 Sedang (indeks60-80) 54,3 56,4 +14,68 Tinggi (indeks >80) 30 23,6 Keterangan : *Signifikan pada p<0.05; **Signifikan pada p<0.01
P value
76,42 + 16,56
0,591
64,98 + 12,51
0,293
62,15 + 12,84
0,067
68,02 + 12,65
0,279
Hasil menunjukkan bahwa nilai rata-rata pola asuh spiritual mengenai eksistensinya kepada Tuhan, kepercayaan atau mencintai Tuhan, dan kepatuhannya kepada Tuhan yang ibu berikan kepada anak laki-laki (78,04) lebih baik dibandingkan anak perempuan (76,42). Nilai rata-rata pola asuh spiritual personal mengenai kesabaran diri, menghargai, dan sikap baik/amanah dalam diri yang ibu berikan pada anak laki-laki (65,57) lebih baik dibandingkan anak perempuan (64,98). Nilai rata-rata pola asuh spiritual sosial mengenai persahabatan yang ibu berikan pada anak laki-laki (67,00) lebih baik dibandingkan anak perempuan (62,15) (Gambar 2). Keseluruhan dimensi pola asuh spiritual yang ibu berikan menunjukkan bahwa nilai rata-rata sedang. Gambar 2 Nilai rata-rata pola asuh spiritual ibu antara anak laki-laki dan anak perempuan 100 80
78,04
65,57
67
76,42
64,98
62,15
60
Tuhan
40
Personal Sosial
20 0 anak laki-laki
anak perempuan
29
Karakter Hasil menunjukkan lebih dari seperempat pengetahuan moral anak lakilaki (45,7%) dan anak perempuan (56,4%) dalam kategori tinggi. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) pengetahuan moral antara anak laki-laki dengan anak perempuan. Hasil menunjukkan lebih dari separuh anak laki-laki (52,9%) memiliki perasaan moral dalam kategori sedang dan lebih dari seperempat anak perempuan (45,5%) memiliki perasaan moral dalam kategori tinggi. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) perasaan moral antara anak laki-laki dan anak perempuan. Hasil menunjukkan lebih dari seperempat anak laki-laki (37,1%) dan anak perempuan (45,5%) memiliki tindakan moral dalam kategori sedang. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan tindakan moral antara anak laki-laki dan anak perempuan. Secara keseluruhan nilai rata-rata karakter anak perempuan (76,95) lebih baik dibandingkan anak laki-laki (71,09) (Tabel 3). Hasil pun menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan karakter anak laki-laki dengan anak perempuan. Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan kategori, nilai rata-rata dan standar deviasi, dan koefisien uji beda variabel karakter antara anak laki-laki dan anak perempuan Anak Laki-laki Kategori (%)
Ratarata+Standar deviasi
Anak Perempuan (%)
Pengetahuan moral Rendah (indeks< 80) 17,1 7,3 Sedang (60- 80) 37,1 73,36+19,12 36,4 Tinggi (indeks >80) 45,7 56,4 Total 100 100 Perasaan moral Rendah (indeks< 80) 17,1 10,9 Sedang (60- 80) 52,9 71,11+16,76 43,6 Tinggi (indeks >80) 30, 0 45,5 Total 100 100 Tindakan moral Rendah (indeks< 80) 31,4 14,5 Sedang (60- 80) 37,1 68,17+19,43 45,5 Tinggi (indeks >80) 31,4 40,0 Total 100 100 Karakter Rendah (indeks< 80) 24,3 7,3 Sedang (60- 80) 45,7 71,09+13,153 45,5 Tinggi (indeks >80) 30,0 47,3 Total 100 100 Keterangan : *Signifikan pada p<0.05; **Signifikan pada p<0.01
Ratarata+Standar deviasi
P value
80,04+12,48
0,027*
75,33+14,89
0,499
74,53+14,99
0,048*
76,95+13,15
0,013*
30
Hubungan antara karakteristik keluarga, karakteristik anak, pola asuh disiplin, dan pola asuh spiritual dengan Karakter Anak Analisis korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan positif signifikan antara lama pendidikan ibu (r= 0,260, p<0,05) dengan karakter anak (laki-laki). Hal ini berarti semakin tinggi pendidikan Ibu, maka karakter anak akan semakin baik. Analisis korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan positif signifikan antara pendapatan perkapita (r= 0,285, p<0,05) dengan karakter anak perempuan. Hal ini berarti semakin tinggi pendapatan, maka karakter anak (perempuan) akan semakin baik. Hasil menunjukkan tidak adanya hubungan antara, usia ayah, usia ibu, lama pendidikan ayah, jumlah anggota keluarga, dan usia anak dengan karakter anak. Sementara itu, pola asuh disiplin induktif menunjukkan adanya hubungan yang positif signifikan (r= 0,357, p<0,01) dengan karakter anak laki-laki dan (r= 0,298, p<0,05) karakter anak perempuan. Hal ini berarti semakin tinggi ibu menggunakan pola asuh disiplin induktif, maka karakter anak akan semakin baik. Pola asuh disiplin mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal menunjukkan adanya hubungan negatif signifikan (r = -0,285, p<0,05) dengan karakter anak laki-laki. Hal ini berarti semakin ibu menggunakan pola asuh disiplin mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal, maka karakter anak akan semakin rendah. Analisis korelasi menunjukkan adanya hubungan positif signifikan antara pola asuh spiritual ibu mengenai hubungan ketuhanan dengan karakter anak laki-laki (r = 0,251, p<0,05). Hal ini berarti semakin tinggi ibu memberikan pola asuh spiritual tentang ketuhanan kepada anak, maka karakter anak akan semakin baik (Tabel 4). Tabel 4 Koefisien korelasi karakteristik keluarga dan anak, pola asuh disiplin, dan pola asuh spiritual yang berpengaruh terhadap karakter Karakter Karakteristik
Anak Laki-laki
Karakteristik keluarga Usia Ayah (tahun) -0,111 Usia Ibu (tahun) -0,143 Lama pendidikan Ayah (tahun) 0,016 Lama pendidikan Ibu (tahun) 0,260* Jumlah anggota keluarga 0,026 Pendapatan perkapita (Rp/bulan) 0,040 Karakteristik anak Usia Anak (tahun) -0,032 Pola Asuh Disiplin a. Induktif (skor) 0,357** b. Penegasan (skor) -0,162 c. mengabaikan/menyudutkan -0,285* dengan kata verbal (skor) Pola Asuh Spiritual (skor) a. Tuhan 0,251* b. Personal 0,222 c. Sosial 0,186 Keterangan : *Signifikan pada p<0.05; **Signifikan pada p<0.01
Anak Perempuan -0,008 -0,066 0,027 -0,120 -0,013 0,285* -0,079 0,298* 0,075 -0,088
0,173 0,157 0,039
31
Pengaruh Karakteristik Keluarga, Karakteristik Anak, Pola Asuh Disiplin dan Spiritual Ibu terhadap Karakter Anak Hasil analisis regresi linier berganda terhadap karakter anak memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,268. Artinya, sebesar 26,8 persen karakter anak dipengaruhi oleh variabel yang digunakan dalam pengujian, sementara sebanyak 73,2 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar variabel yang digunakan dalam penelitian. Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap karakter anak adalah pendapatan perkapita, jenis kelamin anak, pola asuh disiplin induktif, dan pola asuh spiritual (Tabel 5). Hasil menunjukkan bahwa karakter anak perempuan lebih baik dibandingkan karakter anak laki-laki. Penelitian ini menunjukkan bahwa pola asuh disiplin induktif ibu (β=0,246 dan α=0,005) dan pola asuh spiritual ibu (β=0,376 dan α=0,000) menjadi indikator yang penting dalam meningkatkan karakter anak. Setiap peningkatan satu skor pola asuh disiplin induktif ibu dapat meningkatkan 0,246 poin karakter anak dan pola asuh spiritual ibu dapat meningkatkan 0,376 poin. Setiap peningkatan pendapatan perkapita satu rupiah, akan meningkatkan karakter anak sebesar 0,199 poin. Tabel 5 Koefisien regresi karakteristik keluarga dan anak, pola asuh disiplin, dan pola asuh spiritual yang berpengaruh terhadap karakter Variabel
Tidak terstandarisasi 35,063
Terstandarisasi
0,078 -0,262 -0,165 -0,320 0,902 0,000
0,056 -0,183 -0,034 -0,056 0,130 0,199
0,728 0,238 0,699 0,559 0,210 0,019*
6,290 1,087
0,238 0,076
0,007* 0,384
0,160 -0,113 -0,210
0,246 -0,115 -0,078
0,005* 0,183 0,374
Pola Asuh Spiritual (skor) 0,346 0,376 F 4,788 Sig 0,000** R square 0,339 Total Adj. R2 0,268 Keterangan : *Signifikan pada p<0.05; **Signifikan pada p<0.01
0,000**
Konstanta (α) Karakteristik keluarga Usia Ayah (tahun) Usia Ibu (tahun) Lama Pend. Ayah (tahun) Lama Pend. Ibu (tahun) Jumah Anggota Keluarga (JAK) Pendapatan/kapita (Rp/bulan) Karakteristik anak Jenis kelamin (0 laki-laki,1 perempuan)
Usia Anak (tahun) Pola Asuh Disiplin Ibu (skor) Induktif (skor) Penegasan (skor)
mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal (skor)
sig. 0,070
32
PEMBAHASAN Penelitian menemukan bahwa rata-rata ibu lebih banyak menggunakan pola asuh disiplin induktif dalam meningkatkan karakter anak, walaupun nilai rata-ratanya masih rendah. Hal itu dikarenakan, interaksi dan komunikasi ibu dengan anak-anak tidak sepenuhnya menggunakan cara atau metode yang mudah dipahami anak dalam mengubah perilaku sesuai moral, sehingga ibu perlu banyak belajar untuk meningkatkan pola asuh disiplin induktif kepada anak. Nilai ratarata pola asuh disiplin induktif yang ibu berikan pada anak perempuan lebih baik dibandingkan laki-laki. Sikap anak perempuan yang lebih prososial (Santrock, 2012) menyebabkan ibu lebih mudah berkomunikasi dalam memberikan penjelasan dan aturan kepada anak. Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya, terhadap 47 ibu pada kelompok budaya berbeda menemukan bahwa ibu lebih banyak menggunakan pola asuh disiplin induktif terhadap anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Hal ini dikarenakan ibu harus menggunakan penalaran dan penjelasan kepada anak laki-laki upaya mendorong kepatuhan dalam jangka panjang mengenai aturan (Winskell, 2014). Dilihat dari nilai rata-rata, penelitian ini menemukan ibu rendah memberikan pola asuh disiplin penegasan dan mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal kepada anak laki-laki maupun anak perempuan. Dalam memperbaiki perilaku anak laki-laki, ibu tegas dengan menghapus hak istimewa anak dan ibu secara langsung menyatakan ketidaksukaannya pada anak. Ini terjadi karena anak laki-laki memiliki tingkat agresif yang tinggi (Permatasari dan Hastuti, 2013). Sesuai dengan penelitian sebelumnya terhadap 2582 orangtua dan anak usia sekolah dasar kelas 5-6 menemukan bahwa anak laki-laki lebih banyak menerima pendisiplinan penegasan dan mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal dibandingkan anak perempuan. Berdasarkan stereotip peran gender, orang tua masih percaya bahwa anak laki-laki membutuhkan pendisiplinan fisik dibandingkan perempuan (McKee et al., 2007). Secara keseluruhan, ibu memberikan pola asuh disiplin yang lebih baik kepada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki. Pola asuh disiplin yang ibu berikan di tempat penelitian masih rendah dan ibu menggunakan lebih dari satu metode disiplin dalam mengajarkan nilai-nilai moral pada anak. Sebagaimana penelitian sebelumnya menemukan bahwa orangtua menggunakan lebih dari satu metode disiplin dalam memperbaiki perilaku anak (Vangelisti, 2004). Hasil penelitian menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan pola asuh spiritual ibu antara anak laki-laki dan anak perempuan. Namun, nilai rata-rata pola asuh spiritual ibu mengenai eksistensi, kepercayaan dan kecintaan, dan kepatuhannya kepada Tuhan terhadap anak laki-laki lebih baik dibandingkan anak perempuan. Ibu memberikan pola asuh spiritual mengenai Tuhan secara terus menerus melalui kasih sayang dan pelukan hangat, sehingga energi spiritual tentang Tuhan beresonansi dengan anak. Nilai rata-rata pola asuh spiritual ibu mengenai personal dalam kesabaran, menghargai, dan kebaikan pada anak lakilaki lebih baik dibandingkan anak perempuan. Pola asuh spiritual ibu mengenai sosial dalam melakukan persahabatan dengan teman pada anak laki-laki lebih baik dibandingkan anak perempuan. Anak laki-laki pada usia sekolah dasar merupakan masa anak senang bersosialisasi dengan teman sekelompoknya, sehingga pola asuh spiritual tentang persahabatan selalu ibu berikan melalui aliran energi yang
33
ibu berikan kepada anak. Penelitian Myers (1996) mengemukakan bahwa kualitas hubungan antara orang tua dan anak secara signifikan mempengaruhi kemampuan orang tua dalam mempengaruhi spiritualitas anak-anak mereka. Kemampuan ini meningkat dalam lingkungan keluarga yang hangat dan penuh perhatian dan memiliki komunikasi dan hubungan pola positif. Keseluruhan dimensi pola asuh spiritual yang ibu berikan, ibu memiliki harapan yang besar terhadap anak lakilaki untuk menjadi pemimpin di dalam keluarga. Anak laki-laki harus menggantikan posisi ayah apabila dewasa kelak di keluarga sehingga semangat dan rasa kekhawatiran ibu terhadap perilaku anak laki-laki cukup besar. Penelitian Stolz et al. (2005) menemukan ibu yang memberikan pengasuhan positif kepada anak laki-laki berhubungan dengan rendahnya tingkat depresi pada anak. Penelitian Iglesias (2010) menemukan bahwa anak laki-laki lebih melihat ibu sebagai teladan bagi perkembangan spiritualnya. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara karakter antara anak laki-laki dengan anak perempuan. Perbedaan nyata terlihat pada pengetahuan moral dan tindakan moral pada anak laki-laki dan anak perempuan. Rata-rata pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral pada karakter anak perempuan lebih baik dibandingkan anak laki-laki. Anak perempuan memiliki karakter yang lebih baik dari anak laki-laki karena anak perempuan memandang dirinya sebagai individu yang prososial dan empati (Santrock, 2012). Sesuai dengan penelitian sebelumnya Karina et al. (2013) menemukan adanya perbedaan karakter pada anak laki-laki dan anak perempuan. Hasil uji korelasi menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara lama pendidikan ibu dengan karakter anak laki-laki. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi akan mampu untuk meningkatkan karakter anak. Hal ini dikarenakan pendidikan yang ibu miliki akan menambah pengetahuan dan cara berpikir ibu sehingga dalam mengasuh anak ibu akan berusaha lebih baik. Sebagaimana penelitian Hastuti et al. (2011) menemukan bahwa ibu dengan pendidikan tinggi secara umum lebih dapat memberikan stimulasi lingkungan (fisik, sosial, emosional, dan psikologis) bagi anaknya. Menurut teori psikososial ibu sebagai usia dewasa menengah merupakan masa individu untuk membantu generasi muda dalam mengarahkan pada hal-hal yang berguna, sehingga posisi ibu akan berusaha membekali dirinya dengan keterampilan. Kemampuan dan keterampilan ibu merupakan modal dalam menangani anak terutama anak yang agresif. Hal ini sesuai dengan Reeves et al. (2014) yang mengatakan pendidikan ibu memungkinkan dapat meningkatkan karakter anak. . Hasil menemukan bahwa pendapatan perkapita berhubungan dan berpengaruh dengan karakter anak. Keluarga dengan pendapatan yang lebih tinggi dapat meningkatkan karakter anak. Kondisi keuangan keluarga yang tercukupi membuat anak lebih baik untuk melakukan perilaku sesuai moral karena orangtua memfasilitasi anak untuk mengetahui tentang moral besar. Dengan ratarata ibu yang tidak bekerja, kondisi keuangan yang baik menyebabkan ibu lebih banyak waktu untuk dapat mendampingi anak. Faktor kondisi perkembangan anak yang baik di antaranya pendapatan (Brooks-Gunn dan Duncan, 1997). Hasil uji korelasi menunjukkan terdapat hubungan yang positif signifikan pola asuh disiplin induktif ibu dengan karakter anak baik anak laki-laki maupun anak perempuan. Ibu yang menggunakan pola asuh disiplin induktif kepada anak akan meningkatkan karakter anak. Penelitian Renk et al. (2005) menemukan
34
bahwa pola asuh disiplin induktif orangtua akan memungkinkan anak terhindar dari perilaku yang bermasalah. Sesuai penelitian sebelumnya Patrick et al. (2007); Krevans dan Gibbs (1996) menemukan pola asuh disiplin induktif dapat meningkatkan karakter anak terutama melalui penalaran moral dan perilaku prososial. Hasil uji korelasi menunjukkan terdapat hubungan yang negatif signifikan disiplin pemberian konsekuensi ibu dengan anak laki-laki. Ibu yang menggunakan pola asuh disiplin pemberian konsekuensi akan menurunkan karakter anak khususnya anak laki-laki. Anak laki-laki memiliki tingkat agresif yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan (Hastuti et al., 2013; Santrock, 2012), menyebabkan ibu menggunakan metode atau cara yang berbeda dalam mendisiplinkan anak. Berbeda dengan penelitian Winskell et al. (2014) yang menemukan bahwa ibu lebih menggunakan pola asuh disiplin penegasan pada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki. Penelitian ini menemukan bahwa pola asuh spiritual pada dimensi Tuhan berhubungan dengan karakter anak laki-laki. Pola asuh spiritual ibu tentang tuhan dapat meningkatkan karakter anak. Ibu mempercayai bahwa kehidupan manusia merupakan pemberian Tuhan yang besar (Singh dan Sinha, 2013), sehingga ibu mengajarkan anak untuk eksistensi, kepercayaan atau mencintai, dan kepatuhan kepada Tuhan melalui kasih sayang, pelukan, dan kehangatan secara terus menerus, sehingga pola asuh spiritual yang terus-menerus diberikan kepada anak akan menjadi pola kebiasaan yang membentuk karakter. Orangtua memberikan peran penting dalam memperkenalkan keberadaan Tuhan kepada anak di rumah. Sebagaimana penelitian Shin (2011) terhadap 570 orangtua dari 20 gereja di Korea menemukan adanya hubungan antara keberadaan Tuhan dengan pola asuh spiritual orangtua. Hasil penelitian menemukan bahwa jenis kelamin, pola asuh disiplin induktif dan pola asuh spiritual mempengaruhi karakter. Sesuai dengan penelitian Karina et al. (2013) bahwa jenis kelamin anak berpengaruh terhadap karakter anak. Ibu dengan menggunakan pola asuh disiplin induktif mampu meningkatkan karakter anak. Hal ini dikarenakan cara yang dilakukan ibu menggunakan komunikasi yang baik dan hangat kepada anak ketika ingin mengubah perilaku anak dan meningkatkan moral anak (Hoffman, 2000). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Winskel et al. (2014) menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan jika ibu menerapkan pola asuh disiplin induktif pada anak yaitu moral anak. Hasil penelitian Patrick et al. (2007) pun menemukan pola asuh disiplin induktif orangtua berhubungan dengan meningkatnya identitas moral. Karakter dipengaruhi oleh pola asuh spiritual Ibu. Pengalaman yang dimiliki ibu merupakan hasil dari kebiasaan yang dilakukan ibu secara terusmenerus dan berasal dari kebiasaan yang telah terbentuk dari generasi sebelumnya. Kebiasaan itu secara sadar maupun tidak sadar menurun kepada anak, sehingga kehangatan dan kasih sayang secara terus menerus yang ibu lakukan kepada anak melalui pelukan, komunikasi yang baik, dan sentuhan yang menenangkan, dengan harapan anak dapat merasakan energi spiritual yang ibu berikan kepada anak, sehingga anak akan merasakan spiritual di dalam dirinya. Anak yang merasakan spiritual di dalam dirinya akan merasakan makna kehidupan yang lebih dalam sehingga memungkinkan anak ingin mengetahui tentang Tuhan dan penciptaan-Nya. Sesuai dengan penelitian Iglesias (2010)
35
bahwa pola asuh spiritual orangtua berpengaruh terhadap nilai-nilai moral pada anak.
SIMPULAN Pola asuh disiplin secara keseluruhan pada rentang yang rendah. Pola asuh disiplin induktif memiliki nilai rata-rata tertinggi dibandingkan dimensi lainnya, namun nilai rata-rata masih rendah. Melihat hasil penelitian, maka diperlukan peningkatan pola asuh disiplin ibu di perdesaan dalam meningkatkan karakter anak khususnya pola asuh disiplin induktif. Pola asuh disiplin penegasan dan mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal memiliki nilai rata-rata sangat rendah, hal ini baik karena ibu hampir tidak pernah melakukan pola asuh disiplin penegasan dan mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal kepada anak. Dilihat dari hasil uji beda, hanya pola asuh disiplin penegasan yang memiliki perbedaan secara signifikan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Hasil menemukan nilai rata-rata pola asuh disiplin ibu pada anak perempuan baik dibandingkan anak laki-laki. Ibu menggunakan lebih dari satu metode pola asuh disiplin dalam memperbaiki perilaku anak. Pola asuh spiritual secara keseluruhan pada rentang sedang, namun dilihat dari dimensi, pola asuh spiritual yang berhubungan dengan Tuhan memiliki nilai rata-rata tertinggi. Hasil uji beda tidak memperlihatkan perbedaan signifikan pola asuh spiritual antara anak laki-laki dan anak perempuan. Karakter anak secara keseluruhan dalam rentang sedang, namun dilihat dari dimensi, pengetahuan moral pada anak perempuan dalam kategori tinggi. Hasil uji beda menunjukkan bahwa karakter anak berbeda signifikan antara anak laki-laki dengan anak perempuan. Pada pengetahuan moral anak dan tindakan moral terdapat perbedaan signifikan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Karakter anak perempuan lebih baik dibandingkan anak laki-laki. Adanya hubungan antara lama pendidikan ibu, pola asuh disiplin ibu (induktif, mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal), dan pola asuh spiritual dengan karakter anak. Hasil regresi menunjukkan pendapatan perkapita, jenis kelamin anak, pola asuh disiplin induktif ibu, dan pola asuh spiritual ibu berpengaruh positif signifikan terhadap karakter.
DAFTAR PUSTAKA Brooks-Gunn J., Duncan G.J. (1997). The effects of poverty on children. The Future of Children. 7(2);55-71. Hastuti D., Fiernanti D.Y.I, dan Guhardja S. (2011). Kualitas lingkungan pengasuhan dan perkembangan sosial emosi anak usia balita di daerah rawan pangan. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen., Januari 2011, p:5765. ISSN: 1907-6037. Hoffman M.L. (2000). Empathy and moral development. Cambridge : University Press. http://www.kpai.go.id
36
Idler, E. (1999). Multidimensional measurement of religiousness/spirituality for use in health research. kalamazoo, mi: john e. fetzer institute. The Fetzer Institute/National Institute on Aging Working Group. Iglesias, A. (2010). A study of the influence of parent-child dynamics on children's internalization of religious and spiritual beliefs and values. San Diego : Clinical Dissertation Presented to the Faculty of the California School of Professional Psychology at Alliant International University. Karina, Hastuti D, Alfiasari. (2013). Perilaku bullying dan karakter remaja serta kaitannya dengan karakteristik keluarga dan peer group. Jurn. Ilm. Kel. & Kons. 6(1). hlm:20-29. Krevans J dan Gibbs J.C. (1996). Parents use of inductive discipline: relations to children's,empathy and prosocial behavior. Child Dev 67:3263–3277. The society for Research in Child Development, Inc. All rights reserved. 00093920/96/6706-0031801.001. Lickona T. (2001) What is good character? Journal Reclaiming Children and Youth; Winter 2001; 9, 4; ProQuest pg. 239. McKee L., Roland E, Coffelt N, Olson A.R., Forehand R, Massari C,.... Zens M. S. (2007). Harsh discipline and child problem behaviors:the roles of positive parenting and gender. Journal Springer Science+Business Media, LLC 2007. J Fam Viol (2007) 22:187–196. DOI 10.1007/s10896-007-9070-6. Miller T.W., Kraus R.F., dan Veltkamp L.J. (2005). Character education as a prevention strategy in school-related violence. The Journal of Primary Prevention (C_2005) DOI: 10.1007/s10935-005-0004-x. Patrick R.B. dan Gibbs J.C. (2007). Parental expression of disappointment: should it be a factor in hoffman‟s model of parental discipline? The Journal of Genetic Psychology 168(2), 131–145. Peterson C. dan Seligmen M.E.P. (2004). Character strengths and virtues: a handbook and classification. New York: Oxford University Press. Renk K., McKinney C, Klein J, & Oliveros A. (2005). Childhood discipline, perceptions of parents, and current functioning in female college students. Journal of Adolescence. Diambil dari www.elsevier.com/locate/jado. Reeves R.V., Venator J, dan Howard K. (2014). The character factor: measures and impact of drive and prudence. Center on Children & Families at Brookings. Runcan P.L. dan Goian C. (2014). Parenting practices and the development of trait emotional intelligence: a study on romanian senior high schoolers. Journal Revista de Asistenţ\ Social\, anul XIII, nr. 1/2014, pp. 67-78. Santrock J.W. (2012). Life span development, perkembangan masa hidup. Jakarta: Erlangga. Sangawi H.S., Adams J, dan Reissland N. (2015). The effects of parenting styles on behavioral problems in primary school children: a cross-cultural review. Asian Social Science; Vol. 11, No. 22; 2015. ISSN 1911-2017. DOI:10.5539/ass.v11n22p171. Sheldrake R. (1987). Society, spirit & ritual: morphic resonance and the collective unconscious - part ii. Journal Psychological Perspectives, (Fall 1987), 18(2), 320-331. Shin S B. (2011). The Relationship Between Relational Christian Sprituality And Parenting Styles Among Evangelical Korean Christian Parents With
37
Preschool-Aged Children (Disertasi). the Faculty of the Talbot School of Theology Biola University. Stolz H.E., Barber B.K., dan Olsen J.A. (2005). Toward disentangling fathering and mothering: an assessment of relative importance. Journal of Marriage and Family 67.4 (Nov 2005) : 1076-1092. Straus A.M. (2011). Manual for the dimensions of discipline inventory (001). Family Research Laboratory, University Of New Hampshire Durham, Nh 03824 (1) 603-862-2594. Wijayanati A. dan Uyun Z. 2010. Pengaruh kecerdasan spiritual terhadap kenakalan remaja: studi kasus pada siswa kelas 3 sltp muhammadiyah. Jurnal Masaran Sragen Fakultas Agama Islam dan Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta Tajdida, Vol. 8, No. 1, Juni 2010: 91 – 110. Winskel H, Walsh L, dan Tran T. (2014). Discipline strategies of vietnamese and australian mothers for in regulating children‟s behaviour. Pertanika J. Soc. Sci. & Hum. 22 (2): 575 -588 (2014). ISSN: 0128-7702. Diambil dari Journal homepage: http://www.pertanika.upm.edu.my/
38
7. ARTIKEL 2
PENGARUH KECERDASAN SPIRITUAL IBU TERHADAP KARAKTER ANAK USIA SEKOLAH DASAR (The effect of Mother’s Spiritual Quotient on Character of Primary School Age Children) Rety Puspitasari, Dwi Hastuti, Tin Herawati
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh kecerdasan spiritual ibu terhadap karakter anak usia sekolah dasar di Desa Ciasihan dan Ciasmara. Populasi penelitian adalah anak usia sekolah dasar kelas 4 dan 5. Desain penelitian menggunakan cross sectional study yang melibatkan 125 anak dan ibu, yang dipilih secara proportional random sampling melalui wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual ibu dan karakter anak dalam kategori sedang. Kecerdasan spiritual ibu pada anak laki-laki lebih baik dibandingkan anak perempuan. Karakter anak perempuan lebih baik dibandingkan dengan anak laki-laki. Hasil uji hubungan menemukan bahwa jenis kelamin anak berhubungan positif dan signifikan dengan karakter anak. Kecerdasan spiritual ibu berhubungan positif dan signifikan terhadap karakter. Hasil analisis regresi linier berganda menemukan bahwa kecerdasan spiritual berpengaruh positif dan signifikan terhadap karakter anak. Kata kunci:
kecerdasan spiritual, karakter, pengetahuan moral, perasaan moral, tindakan moral
ABSTRACT This study aims to analyze the effect of Mother’s spiritual quotient on character of primary school age children in Ciasihan and Ciasmara village. The study population was primary school age children grades 4 and 5. The study design using a cross sectional study involving 125 children and mother, elected by proportional random sampling through interviews. The results showed that the mother’s spiritual quotient and child’s character were middle category. Mother’s spiritual quotient of boys were higher than girls. Character of girls were higher than boys. The test results found that the sex of the child positively and significantly associated with child’s character. Maternal spiritual quotient associated positive and significant with child’s character. Results of multiple linear regression analysis found that spiritual quotient positive and significant impact on child’s character. Keyword : spirituality, spiritual quotient, character, moral knowing. moral feeling, moral action
39
PENDAHULUAN Fenomena tentang perilaku kekerasan yang dilakukan oleh anak telah menjadi bahan perbincangan di masyarakat. Fenomena ini merupakan permasalahan yang harus diselesaikan secara bijaksana oleh banyak pihak termasuk di antaranya keluarga sebagai pihak yang berhubungan langsung dengan anak. Di Indonesia, perilaku kekerasan yang dilakukan oleh anak dalam kondisi memprihatinkan terutama kekerasan yang dilakukan oleh anak usia sekolah dasar. Anak sebagai generasi penerus bangsa sudah seharusnya tumbuh dan berkembang dengan baik karena anak adalah aset negara yang akan dilibatkan dalam pembangunan bangsa di masa yang akan datang. Anak usia sekolah dasar merupakan periode anak belajar dari pengalaman bersama lingkungan keluarga dan sekolah, yang sudah seharusnya anak mendapatkan pengawasan dari orang yang lebih dewasa karena anak banyak menghabiskan waktu bersama dengan teman-teman selain keluarganya. Pengaruh orang tua memiliki peran yang penting pada periode anak usia sekolah dasar, namun teman sebaya pun memiliki peran dalam mempengaruhi anak (Santrock, 2012). Kasus kekerasan menurut Park dan Peterson (2006) terkait dengan karakter negatif yang menjadi masalah perilaku dan emosional anak, sedangkan karakter positif terkait dengan perilaku prososial, keberhasilan di sekolah, dan kompetensi. Kekerasan yang dilakukan anak menunjukkan rendahnya rasa peduli, kasih sayang, dan kebersamaan terhadap sesama anak dan keadaan ini harus menjadi perhatian besar bagi orang tua dalam membangun karakter yang baik pada anak. Sebagaimana hasil survey UNICEF (2010) terhadap 1200 anak di Indonesia, menginformasikan 31,8 persen anak usia sekolah dasar telah menjadi korban bullying oleh teman sekolahnya. Ini menggambarkan bahwa ada pelaku kekerasan anak yang telah dilakukan oleh teman sebaya. Bronfenbrenner (1994) mengatakan bahwa sistem lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan anak, salah satunya adalah lingkungan keluarga yang merupakan lingkungan terdekat dengan anak. Melalui lingkungan keluarga, anak mendapatkan pengalaman dan pengetahuan mengenai moral yang diperlukan saat anak bersosialisasi. Keluarga melalui perannya memberikan kontribusi yang besar dalam perkembangan moral dalam membentuk karakter dan kecerdasan anak. Sebagaimana Moosa dan Ali (2011) mengatakan bahwa salah satu fungsi yang paling mendasar dari keluarga adalah pengembangan karakter dan peningkatan kecerdasan anak. Spiritual dapat diartikan sebagai pemberian makna, nilai-nilai, dan berbagai niat yang mendasari apa yang harus dilakukan. Seseorang dapat dilihat spiritualnya dari kecerdasannya dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan tentang persoalan makna dan nilai. Kecerdasan dalam menilai setiap tindakan dan jalan hidup seseorang itu lebih memiliki makna dibandingkan dengan lainnya. McGhee dan Grant 2008; Zohar dan Marshall 2001; mengatakan spiritual merupakan sesuatu yang lebih luas dari agama, namun tidak dapat terpisahkan dari agama. Kecerdasan spiritual ini secara individu dapat menciptakan perubahan dan pemahaman yang mendalam dari lapisan kepribadian dan menganggap hidup sebagai sesuatu yang berarti dan berharga yang akhirnya
40
akan mempengaruhi karakter individu, sikap, dan cara berpikir sehingga berdampak pada kepuasan dan kualitas hidup (Zohar dan Marshall, 2001). Sebagaimana Moosa dan Ali (2011) menyatakan kecerdasan spiritual memiliki pengaruh penting pada kualitas hidup individu, keyakinan dan sikap saat menghadapi masalah sehari-hari. Zohar dan Marshall (2001) mengatakan beberapa ciri atau tanda berkembanganya kecerdasaan spiritual seseorang yaitu melalui kemampuan diri bersikap fleksibel, kesadaran hidup yang tinggi, kemampuan menghadapi setiap penderitaan, kualitas hidup yang didasari visi dan nilai, keengganan untuk melakukan kerugian, melihat keterkaitan dengan berbagai hal, kecenderungan untuk menanyakan sesuatu yang mendasar, dan teguh pada pendirian. Ibu terlibat dengan perilaku moral anak sehingga spiritual dapat dijadikan landasan orang tua dalam mengasuh moral anak (Vig dan Jaswal, 2014). Orang tua yang cerdas secara spiritual akan mengendalikan dirinya saat melakukan praktik pengasuhan kepada anak sehingga pengaruhnya cukup besar terhadap harga diri anak (Johnson, 1994). Di dalam keluarga, spiritual adalah sebuah inti dari ikatan yang utama dan paling dekat hubungannya dalam berbagai aspek kehidupan keluarga (Froma, 2010), karenanya spiritual dibutuhkan di dalam keluarga. Orangtua sebagai pengasuh dan perawat bagi anak-anak menjadi prioritas utama dalam terbentuknya anak berkarakter. Khususnya Ibu adalah penenang, penyedia, dan pengendali dari sebagian informasi yang diterima anak. Ibu yang memiliki permasalahan atau depresi akan berpengaruh pada hasil anak yang negatif (Riley et al., 2008). Hasil penelitian Bert (2009) terhadap 110 Ibu dan anak remaja menunjukkan bahwa spiritual Ibu memberikan dampak terhadap sosial emosi dan perilaku anak. Tabitha (2014) mengatakan bahwa spiritual berhubungan dengan praktik pengasuhan. Individu yang berkarakter adalah individu yang cerdas secara emosinya (Megawangi, 2009 hal. 52; Peterson dan Seligmen, 2004). Maka dalam perilaku perilaku sosial, anak yang cerdas emosi-sosialnya akan lebih mengenal perasaan dan mengontrol perasaannya sehingga anak akan dapat mengatasi setiap permasalahan yang dihadapinya saat di sekolah baik dalam pembelajaran maupun pertemanan dengan teman sebayanya. Anak yang berkarakter baik akan memiliki kematangan emosi dan spiritual tinggi dapat mengelola stresnya yang secara fisik dapat meningkatkan kesehatannya (Megawangi, 2009). Pendidikan karakter yang diberikan sejak kecil akan berpengaruh terhadap perkembangan individu di saat dewasa (Megawangi, 2009; Chan Tu et al., 2013).
TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan 1) membedakan kecerdasan spiritual ibu dan karakter anak antara anak laki-laki dan anak perempuan, 2) menganalisis hubungan karakteristik keluarga dan anak, serta kecerdasan spiritual ibu dengan karakter anak 3) menganalisis pengaruh karakteristik keluarga dan anak, serta kecerdasan spiritual ibu terhadap karakter anak.
41
METODE Desain penelitian menggunakan Cross sectional Study. Penelitian dilakukan di dua desa yaitu Desa Ciasihan dan Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian hibah kompetensi tahun 2015 dengan judul “Model Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga Perdesaan Berbasis Family and School Partnership. Pemilihan tempat dalam penelitian ini dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Pamijahan merupakan daerah perdesaan dengan lahan pertanian lima terbesar di Kabupaten Bogor. Pengumpulan data dilakukan selama 4 minggu yaitu mulai bulan Mei hingga Juni 2015. Populasi penelitian adalah anak usia sekolah dasar kelas 4 dan 5. Pengambilan contoh diacak secara proportional random sampling dengan melakukan pengacakan sesuai dengan perbandingan populasi di setiap desa. Total keseluruhan contoh sebanyak 125 orang dan hasil acak adalah masing-masing 50 orang Ibu dan anak desa Ciasihan dan 75 orang Ibu dan anak desa Ciasmara. Data primer meliputi karakteristik keluarga, karakteristik anak, kecerdasan spiritual, dan karakter anak. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan bantuan kuesioner. Karakteristik keluarga terdiri atas usia orangtua (ayah dan ibu), lama pendidikan orangtua (ayah dan ibu), pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga. Kesejahteraan keluarga diukur dengan garis kemiskinan Kabupaten Bogor tahun 2013 (pendapatan perkapita/bulan < Rp 271.970,00). Karakteristik anak terdiri atas jenis kelamin dan usia anak. Jenis kelamin anak terdiri atas lakilaki dan perempuan. Usia anak adalah anak usia pertengahan awal dan akhir. Kecerdasan spiritual diukur menggunakan instrumen pengembangan Brief Multidimensional Measure of Religiousness/ Spirituality (Idler et al., 1998). Alat ukur kecerdasan spiritual telah diuji dengan nilai reliabilitas koefisien Cronbach’s alpha (α=0,950). kecerdasan spiritual menggunakan skala Likert mulai 1 hingga 4 (1= tidak pernah, 2= kadang-kadang, 3= sering, dan 4=selalu). Pertanyaan untuk kualitas spiritual terdiri dari 56 pertanyaan. Kecerdasan spiritual dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu rendah (<60), sedang (60-80) dan tinggi (>80). Karakter anak diukur dengan mengembangkan instrumen Values in action Youth dari Peterson dan Seligmen (2004). Alat ukur karakter telah diuji dengan nilai reliabilitas koefisien Cronbach’s alpha (α=0,929). Karakter menggunakan skala Likert mulai 1 hingga 4 (1= tidak pernah, 2= kadang-kadang, 3= sering, dan 4=selalu). Pertanyaan untuk karakter terdiri dari 57 pertanyaan. Karakter dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu rendah (<60), sedang (60-80) dan tinggi (>80). Data yang terkumpul diolah dan dianalisis. Analisis deskriptif dilakukan untuk menggambarkan variabel-variabel dalam kuesioner dan menjelaskan hasil wawancara. Uji beda dilakukan untuk membedakan kecerdasan spiritual ibu dan karakter antara anak laki-laki dan anak perempuan. Uji korelasi dilakukan untuk menganalisis hubungan antarvariabel. Uji regresi linier berganda dilakukan untuk menguji pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kecerdasan spiritual Ibu terhadap karakter anak.
42
HASIL
Kecerdasan Spiritual Kecerdasan spiritual adalah pemahaman tentang makna dan nilai kehidupan sehingga manusia dapat menjadi berubah, kreatif, dan memiliki wawasan yang luas (Zohar dan Marshall, 2001). Kecerdasan spiritual ibu diukur melalui pemikiran tentang fleksibel, kesadaran tinggi, bijaksana, adaptasi, visi dan nilai, bermanfaat, holistik, rasa ingin tahu, dan teguh pendirian. Kecerdasan spiritual ibu secara keseluruhan yang tersebar pada kategori sedang adalah sebesar 46,4% dengan 41% anak laki-laki dan 52,7% anak perempuan. Nilai rata-rata kecerdasan spiritual ibu sebesar 67,13. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara anak laki-laki dan anak perempuan pada tingkat kecerdasan spiritual ibu (Tabel 1). Tabel 1 Sebaran kecerdasan spiritual ibu berdasarkan kategori dan perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan Kategori
Anak Laki-laki
Anak Perempuan „n %
„n % Kecerdasan spiritual Rendah (indeks< 60) 22 31,4 18 32,7 Sedang (indeks60-80) 29 41,4 29 52,7 Tinggi (indeks >80) 19 27,1 8 14,5 Minimum-Maksimum 34-93 Rat-rata+standar deviasi 67,13+12,95 P value 0,141 Keterangan : *Signifikan pada p<0.05; **Signifikan pada p<0.01
Total „n
%
40 58 27
32 46,4 21,6
Perbedaan yang nyata (p<0.05) terlihat pada kemampuan ibu dalam beradaptasi baik yang memiliki anak laki-laki dan anak perempuan (Tabel 2). Hasil menunjukkan bahwa kemampuan ibu beradaptasi pada keadaan dan kondisi yang memiliki anak laki-laki lebih baik dibandingkan dengan anak perempuan. Ini berarti ibu yang memiliki anak laki-laki lebih beradaptasi dengan keadaan atau situasi dari setiap permasalahan kehidupan. Hasil penelitian menunjukkan dari beberapa tanda kecerdasan spiritual ibu nilai rata-rata tertinggi adalah visi dan nilai, terutama yang memiliki anak laki-laki (55,7%). Ibu memiliki harapan yang besar terhadap anak laki-laki sehingga visi dan nilai ibu tinggi, sedangkan pada anak perempuan (49,1%) dalam kategori sedang. Kecerdasan spiritual ibu dalam kemampuan fleksibel yang memiliki anak laki-laki (51,4%) dan anak perempuan (58,2%) dalam kategori rendah. Kecerdasan spiritual ibu dalam meningkatkan kesadaran tingginya yang memiliki anak laki-laki (42,9%) dan anak perempuan (45,5%) dalam kategori sedang. Kemampuan bijaksana ibu yang memiliki anak laki-laki (44,3%) dalam kategori tinggi, sedangkan anak perempuan (43,6%) dalam kategori sedang. Kemampuan ibu untuk dapat hidup bermanfaat yang memiliki anak laki-laki (35,7%) dan anak perempuan (60%) dalam kategori sedang. Kemampuan ibu dalam meningkatkan kehidupan holistik yang memiliki anak laki-laki (42,9%) dan anak perempuan (54,5%) dalam kategori sedang. Kemampuan ibu dalam meningkatkan rasa ingin
43
tahunya yang memiliki anak laki-laki (47,1%) dan anak perempuan (60%) dalam kategori rendah. Kemampuan ibu teguh pada pendiriannya yang memiliki anak laki-laki (32,9%) dan anak perempuan (43,6%) dalam kategori rendah (Tabel 2). Tabel 2 Sebaran kecerdasan spiritual ibu berdasarkan kategori dan nilai rata-rata perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan Variabel
Anak laki-laki
Rata-rata + Standar deviasi
Anak perempuan
(%) Fleksibel Rendah (indeks< 60) Sedang (indeks60-80) Tinggi (indeks >80) kesadaran tinggi Rendah (indeks< 60) Sedang (indeks60-80) Tinggi (indeks >80) Bijaksana Rendah (indeks< 60) Sedang (indeks60-80) Tinggi (indeks >80) Adaptasi Rendah (indeks< 60) Sedang (indeks60-80) Tinggi (indeks >80) Visi dan nilai Rendah (indeks< 60) Sedang (indeks60-80) Tinggi (indeks >80) Bermanfaat Rendah (indeks< 60) Sedang (indeks60-80) Tinggi (indeks >80) Holistik Rendah (indeks< 60) Sedang (indeks60-80) Tinggi (indeks >80) Rasa ingin tahu Rendah (indeks< 60) Sedang (indeks60-80) Tinggi (indeks >80) Teguh pendirian Rendah (indeks< 60) Sedang (indeks60-80) Tinggi (indeks >80)
Rata-rata + Standar deviasi
P value
(%)
51,4 34,3 14,3
60,95+19,54
58,2 29,1 12,7
58,18+18,51
0,422
25,7 42,9 31,4
71,90+17,46
32,7 45,5 21,8
68,28+16,39
0,239
17,1 38,6 44,3
76,19+15,94
21,8 43,6 34,5
72,03+15,44
0,145
45,7 37,1 17,1
64,28+17,42
65,5 32,7 1,8
57,37+12,05
0,013*
4,3 40,0 55,7
81,87+13,41
5,5 49,1 45,5
78,56+15,18
0,198
31,4 35,7 32,9
70,20+18,14
23,6 60,0 16,4
67,88+14,43
0,439
28,6 42,9 28,6
72,22+20,35
23,6 54,5 21,8
69,29+18,75
0,410
47,1 34,3 18,6
59,05+19,40
60 25,5 14,5
56,36+19,36
0,444
32,9 38,6 28,6
69,37+21,77
43,6 41,8 14,5
63,64+20,22
0,135
Keterangan : *Signifikan pada p<0.05; **Signifikan pada p<0.01
Karakter Anak Karakter anak diukur melalui tiga dimensi, yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral. Karakter anak yang tersebar pada kategori sedang adalah sebesar 48% dengan 45,7% merupakan contoh anak laki-laki dan
44
45,5% merupakan contoh anak perempuan. Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara karakter anak laki-laki dan anak perempuan (p<0.05). Nilai rata-rata karakter anak secara keseluruhan 73,66 (Tabel 2). Tabel 3 Sebaran contoh karakter anak berdasarkan kategori dan nilai rata-rata dan perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan Anak Laki-laki
Kategori
Anak Perempuan „n %
„n % Karakter Rendah (indeks< 60) 17 24,3 4 7,3 Sedang (indeks60-80) 34 45,7 25 45,5 Tinggi (indeks >80) 19 30,0 26 47,3 Total 70 100 55 100 Minimum-Maksimum 30-99 Rata-rata+standar deviasi 73,66+13,15 P value 0,013* Keterangan : *Signifikan pada p<0.05; **Signifikan pada p<0.01
Total „n
%
21 60 44 125
16,8 48,0 35,2 100
Hasil menunjukkan nilai rata-rata pengetahuan moral anak perempuan (80,04) lebih baik dibandingkan anak laki-laki (73,36). Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara anak laki-laki dan anak perempuan (p<0.05) dalam hal pengetahuan moral. Hasil menunjukkan nilai ratarata perasaan moral pada anak perempuan (75,33) lebih baik dibandingkan dengan anak laki-laki (71,11). Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara anak laki-laki dan anak perempuan dalam hal perasaan moral. Hasil menunjukkan nilai rata-rata tindakan moral pada anak perempuan (74,53) lebih baik dibandingkan anak laki-laki (68,17). Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara anak laki-laki dan anak perempuan dalam hal tindakan moral (Tabel 3). Tabel 4 Sebaran contoh karakter anak perdimensi berdasarkan kategori, nilai rata-rata, dan standar deviasi perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan Kategori
Anak Laki-laki
Anak Perempuan
Total P value
Rata-rata+Standar deviasi Pengetahuan moral 73,36+19,12 80,04+12,48 76,30+16,80 Perasaan moral 71,11+16,76 75,33+14,89 72,97+16,04 Tindakan moral 68,17+19,43 74,53+14,99 70,97+17,83 Keterangan : *Signifikan pada p<0.05; **Signifikan pada p<0.01
0,027* 0,499 0,048*
Hubungan karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kecerdasan spiritual Ibu dengan karakter Analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara lama pendidikan ibu dengan karakter anak laki-laki (r= 0,260, p<0,05). Semakin pendidikan ibu tinggi, maka karakter pada anak laki-laki akan
45
semakin baik. Pendapatan perkapita berhubungan signifikan dengan karakter anak perempuan (r= 0,285, p<0,05). Dengan tingginya pendapatan keluarga, karakter pada anak perempuan dapat meningkat. Karakteristik keluarga yang lainnya tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan karakter anak. Kesadaran tinggi ibu berhubungan siginfikan dengan karakter anak laki-laki (r= 0,351, p<0,01). Kemampuan bijaksana ibu berhubungan signifikan dengan karakter anak laki-laki (r= 0,419, p<0,01). Kemampuan ibu dalam hidup bermanfaat berhubungan signifikan dengan karakter anak laki-laki (r= 0,354, p<0,01) dan anak perempuan (r= 0,286, p<0,05). Kemampuan holistik ibu berhubungan dengan karakter anak laki-laki (r= 0,365, p<0,01). Teguh pada pendirian berhubungan signifikan dengan karakter anak laki-laki (r= 0, 475, p<0,01) (Tabel 5). Tabel 5 Nilai koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan anak, kecerdasan spiritual ibu dengan karakter anak laki-laki dan anak perempuan Karakter Variabel Karakteristik Keluarga Usia ayah (tahun) Usia Ibu (tahun) Lama pendidikan Ayah (tahun) Lama pendidikan Ibu (tahun) Jumlah anggota keluarga Pendapatan perkapita Karakteristik Anak Usia anak Kecerdasan Spiritual Fleksibel (skor) Kesadaran tinggi (skor) Bijaksana (skor) Adaptasi (skor) Visi dan nilai (skor) Bermanfaat (skor) Holistik (skor) Rasa ingin tahu (skor) Teguh pendirian (skor)
Anak laki-laki
Anak Perempuan
-0,111 -0,143 0,016 0,260* 0,026 0,040
-0,008 -0,066 0,027 -0,120 -0,013 0,285*
-0,032
-0,079
0,230 0,351** 0,419** 0,168 0,200 0,354** 0,365** 0,213 0,475**
0,117 0,256 0,160 0,215 0,179 0,286* -0,008 0,216 0,246
Keterangan : **Signifikan pada p<0.01; *Signifikan pada p<0.05;
Pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, kecerdasan spiritual Ibu terhadap karakter anak usia sekolah dasar Hasil analisis regresi memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar 0,141. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa 14,1 persen varian karakter anak dapat dijelaskan oleh perubahan variabel yang ada dalam model (karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kecerdasan spiritual), sedangkan sisanya sebesar 85,9 persen ada variabel lain yang dapat mempengaruhi karakter anak. Hasil menunjukkan bahwa karakter anak perempuan lebih tinggi dibandingkan karakter anak laki-laki. Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa dari beberapa variabel yang berpengaruh positif signifikan, yaitu jenis kelamin
46
(p<0,05) dan kecerdasan spiritual ibu (p<0,01). Nilai positif pada jenis kelamin menunjukkan bahwa karakter anak perempuan lebih baik dibandingkan anak lakilaki. Hasil menunjukkan semakin baik kecerdasan spiritual ibu, maka pengaruhnya akan semakin baik terhadap karakter anak (Tabel 6). Tabel 6 Koefisien regresi karakteristik keluarga, karakteristik anak, kecerdasan spiritual ibu terhadap karakter anak usia sekolah dasar Variabel
Tidak terstandarisasi 47,112
Karakter terstandarisasi
Konstanta (α) Karakteristik Keluarga Usia Ayah (tahun) -0,341 -0,233 Usia Ibu (tahun) 0,047 0,027 Lama pendidikan Ayah (tahun) -0,043 -0,009 Lama pendidikan Ibu (tahun) 0,243 0,042 Jumlah anggota keluarga (orang) 1,388 0,199 Pendapatan perkapita 0,000 0,154 Karakteristik Anak Jenis Kelamin (0=laki-laki 1= 7,619 0,289 perempuan) Usia Anak (tahun) 0,644 0,045 0,329 0,324 Kecerdasan Spiritual (skor) F 3,258 Sig. 0,001** R Square 0,203 Total Adj. R2 0,141 Keterangan : *Signifikan pada p<0,05; **Signifikan pada p<0,01
sig. 0,014 0,134 0,863 0,924 0,627 0,068 0,084 0,002* 0,628 0,000**
PEMBAHASAN Penelitian ini menemukan bahwa kecerdasan spiritual ibu secara keseluruhan dalam rentang sedang, hal ini dapat terlihat dari beberapa tanda-tanda kecerdasan spiritual ibu dalam kemampuan menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai dalam kehidupan di dalam keluarga. Ibu secara individu kadang-kadang masih merasa terpuruk oleh kebiasaan, kekhawatiran, sehingga belum dapat berdamai dengan masalah. Seseorang yang cerdas secara spiritual adalah individu yang mampu memahami makna dan nilai-nilai sehingga tindakan dan jalan hidup individu lebih bermakna dibandingkan yang lainnya, dan indivdu tidak akan merasa khawatir dengan permasalahan yang dihadapinya (Zohar dan Marshall, 2001). Ibu yang kecerdasan spiritualnya baik kemungkinan akan memperlakukan dan menangani anaknya tidak berbeda jauh dengan dirinya sendiri. Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa spiritual orang tua akan memberikan pengaruh terhadap perilaku anak dalam jangka panjang (Dixon, Graber, dan Brooks-Gunn, 2008). Secara keseluruhan kecerdasan spiritual ibu yang memiliki anak laki-laki dan anak perempuan tidak memiliki perbedaan, namun pada kemampuan ibu beradaptasi terdapat perbedaan kemampuan ibu yang memiliki anak laki-laki dengan anak perempuan. Kemampuan ibu beradaptasi adalah kemampuan ibu
47
untuk keluar dari keadaan yang telah ditetapkan, sehingga dengan memahami keadaan itu, ibu berusaha untuk membuat suatu perubahan yang lebih baik (Zohar dan Marshall, 2001). Kemampuan ibu dalam membawa visi dan nilai memiliki nilai rata-rata baik terutama ibu yang memiliki anak laki-laki. Hal ini dikarenakan ibu memiliki harapan yang besar untuk membawakan visi dan nilai yang lebih tinggi kepada anak-anaknya, khususnya anak laki-laki. Visi dapat mengilhami apa yang dilakukan oleh diri, dan nilai merupakan nilai-nilai manusia yang mendalam untuk menyelamatkan kehidupan, meningkatkan kualitas kehidupan, memperbaiki taraf kesehatan, pendidikan, komunikasi, memenuhi dasar manusia, melestarikan ekologi global, memulihkan kesadaran tentang keunggulan, kebanggaan untuk melayani, dan nilai lainnya, sehingga ibu dapat memberikan inspirasi kepada anak-anaknya untuk memiliki visi dan nilai dalam berperilaku (Zohar dan Marshall, 2001). Hasil penelitian menemukan rata-rata karakter anak sedang, namun ratarata karakter anak perempuan lebih baik dibandingkan dengan anak laki-laki. Dari beberapa dimensi karakter, hasil menemukan bahwa dimensi pengetahuan anak tentang moral lebih baik dibandingkan dengan perasaan moral dan tindakan moral. Anak lebih baik dalam memahami dan mengetahui tentang moral, namun tidak sepenuhnya anak merasakan tentang moral. Anak yang tidak stabil secara emosinya berakibat anak rendah untuk berperilaku sesuai moral. Banyak faktor yang menyebabkan anak berkarakter rendah, di antaranya menurut Johnson (1994) pengalaman spiritual orang tua yang mempengaruhi harga diri anak yang rendah. Harga diri menurut Lickona (2001) merupakan sisi emosional dari karakter, dimana pengetahuan moral yang kita miliki akan mengarah pada perilaku moral. Ibu merupakan pengasuh terdekat dengan anak sehingga semua perilaku dan sikapnya dapat dijadikan model atau contoh bagi anak-anaknya. Karena itu, kecerdasan spiritual ibu dalam kemampuan menghadapi kehidupan sehari-hari harus terlihat baik oleh anak terutama saat berinteraksi. Berdasarkan teori teori kognitif sosial, perkembangan anak terjadi melalui observasi dan imitasi dari orang lain. Anak akan meniru baik maupun buruk yang dilakukan oleh orang tuanya. Kecerdasan spiritual merupakan kemampuan individu menjalani hidup lebih berarti dengan memahami makna dan nilai sehingga hidupnya akan lebih dapat terkontrol (Danah dan Zohar, 2001). Ibu sebagai orangtua dan model bagi anak dalam berperilaku, sudah seharusnya berperilaku dan mampu untuk menghadapi situasi dan permasalahan yang dihadapi. Karenanya penting seorang ibu memiliki harga diri yang tinggi. Penelitian Brody et al. (1994) menemukan bahwa ibu dengan harga diri yang tinggi dapat mengatasi kehidupan yang lebih baik dan lebih optimis dibandingkan dengan ibu rendah diri. Kualitas hidup ibu yang baik dapat memberikan pengaruh positif pada praktik pengasuhan (Tabitha, 2014). Sebagaimana penelitian Maria (2013) menemukan bahwa kecerdasan spiritual ibu memiliki pengaruh terhadap kemampuan ibu dalam mengasuh. Karakter anak terbentuk tidak terlepas dari bagaimana kualitas lingkungan pengasuhan dari keluarga, yaitu dengan memberikan stimulasi dan kehangatan (Dewanggi, 2014). Lingkungan pengasuhan akan lebih baik lagi jika kualitas orangtuanya baik, maka melalui kecerdasan spiritual diharapkan karakter anak terbentuk. Hasil penelitian menemukan bahwa kecerdasan spiritual ibu
48
berhubungan positif dengan karakter anak. Ini berarti semakin baik kecerdasan spiritual ibu, maka karakter anak akan semakin baik. Kecerdasan spiritual ibu yang baik berarti ibu mampu dan akan menyadari tentang makna kehidupan, bijaksana dalam bertindak, memanfaatkan hidup sebaik-baiknya, memadukan semua unsur dalam kehidupan yang holistik, dan teguh terhadap pendiriannya, sehingga Ibu memiliki pemikiran yang maju kedepan dan harapan yang besar untuk lebih bermakna dalam hidup. Sebagaimana hasil penelitian Callaghan (2005) yang mengatakan bahwa spiritual secara signifikan berhubungan dengan karakter anak. Keluarga merupakan lingkungan terdekat anak yang sudah seharusnya memberikan pengaruh terhadap karakter anak. Hasil penelitian menemukan usia ayah dan usia ibu tidak berpengaruh signifikan terhadap karakter anak. Dilihat dari hubungan lama pendidikan dengan usia orangtua, orangtua yang semakin bertambah usia, pendidikannya semakin rendah. Hal ini terjadi karena ketertarikan orangtua di perdesaan untuk melanjutkan dan menambah keterampilan dirinya rendah, perhatian mereka terfokus pada kebutuhan keluarga terutama untuk biaya hidup sehari-hari termasuk biaya pendidikan anak-anak dan kebutuhan hidup karena bertambahnya anggota keluarga baru, atau semangatnya menurun sehingga pengasuhan diserahkan kepada anak tertua atau diajarkan mandiri yang anak dianggap sudah besar. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya, Dewanggi et al. (2015) yang menemukan bahwa usia ibu berpengaruh signifikan dengan karakter anak. Hasil menunjukkan bahwa anak perempuan memiliki karakter lebih baik dibandingkan anak laki-laki. Hal ini dikarenakan, anak perempuan memandang dirinya sebagai individu yang prososial atau empati. Orang tua berperan dalam membuat perbedaan bahwa anak perempuan lebih feminin dan anak laki-laki lebih maskulin sehingga anak perempuan menganggap dirinya untuk lebih santun dan anak laki-laki lebih menganggap dirinya agresif dalam bertindak. Anak laki-laki memiliki kecenderungan lebih tinggi terlibat dalam konflik dibanding anak perempuan (Santrock, 2012; Permatasari dan Hastuti, 2013). Sesuai dengan penelitian Dewanggi et al. (2014); Karina, Hastuti, dan Alfiasari, (2013) anak perempuan memiliki karakter lebih baik dibandingkan anak laki-laki. Kemampuan anak laki-laki maupun anak perempuan dalam menerima pengetahuan tidak mengalami perbedaan, yang membedakan adalah pengalaman anak bersama orang tuanya saat perkembangan (Santrock, 2012). Hasil menemukan bahwa kecerdasan spiritual ibu mempengaruhi karakter anak. Kecerdasan spiritual ibu adalah kemampuan dalam menyesuaikan aturan, kemampuan membedakan, memberikan rasa moral, bermimpi dan memiliki citacita agar terangkat dari kerendahan sehingga diri akan keluar dari situasi dengan mengubah situasi yang dihadapinya. Individu yang dapat keluar dari situasi dan membuat perubahan ke arah yang lebih baik, kondisi ini adalah individu yang cerdas secara spiritual (Zohar dan Marshall, 2001). Kecerdasan spiritual ibu digunakan untuk mencapai perkembangan diri sebagai indvidu karena setiap individu memiliki potensi untuk mengembangkan diri membuat perubahan yang lebih baik terutama ketika memanfaatkan hidup dengan mengontrol diri dan menghadapi permasalahan bersama keluarga dan lingkungan yang ada di sekitarnya. Zohar dan Marshall (2001) mengatakan bahwa individu dengan kecerdasan spiritual yang baik akan menjadi cerdas dalam
49
beragama, sehingga kecerdasan spiritual ibu akan mampu menghubungkan diri dengan makna dan ruh. Ibu menjadi kuat dan tenang ketika melakukan tugasnya dalam pengasuhan terhadap anak dan menjalankan kesehariannya menghadapi anak penuh kontrol diri terutama menghadapi perilaku anak yang berhubungan dengan moral anak. Orang tua yang memiliki spiritual akan berpengaruh terhadap karakter (terutama harga diri) anak (Reinert, 2005; Tabitha, 2014). Sebagai kesimpulan maka hasil studi ini menemukan bahwa kecerdasan spiritual ibu berpengaruh terhadap karakter anak.
SIMPULAN Hasil penelitian menemukan bahwa secara keseluruhan kecerdasan spiritual ibu dalam rentang sedang, namun dilihat dari tanda-tanda kecerdasan spiritual ibu yang baik, rata-rata kemampuan ibu pada visi dan nilai lebih baik dibandingkan kemampuan lainnya. Hasil menunjukkan rata-rata kecerdasan spiritual ibu pada anak laki-laki dan anak perempuan tidak berbeda signifikan, namun pada kemampuan ibu beradaptasi terdapat perbedaan yang signifikan. Karakter anak secara keseluruhan berada pada kategori sedang dan terdapat perbedaan yang signifikan di antara keduanya. Pengetahuan moral dan tindakan moral anak memiliki perbedaan yang signifikan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Hasil menemukan adanya hubungan antara jenis kelamin dan kecerdasan spiritual ibu secara keseluruhan dengan karakter anak. Hasil menemukan bahwa jenis kelamin dan kecerdasan spiritual ibu secara keseleruhan berpengaruh terhadap karakter anak.
DAFTAR PUSTAKA Abar, B., Carter, K. L., dan Winsler, A. (2009). The effects of maternal parenting style and religious commitment on self-regulation, academic achievement, and risk behavior among African-American parochial college students. Journal of Adolescence 32, 259-273. DOI : 10.1016/j. adolescence. 2008.03.008. @2008 The Association for Professionals in Services forAdolescents. Published by Elsevier Ltd. Bapenas dan Unicef.(2011). The situation of children and women in indonesia 2000-2010, working towards progress with equity under decentralisation. Jakarta. Bert, S. C. (2011). The influence of religiosity and spirituality on adolescent mothers and their teenage children. J Youth Adolescence (2011) 40:72–84. DOI 10.1007/s10964-010-9506-9. Bronfenbrenner U. (1994). Ecological models of human development. in international encyclopedia of education, vo. 3, 2nd, ed. Oxford: Elveier. Chowdhury S. (2010). The relationship between parent and adolescent levels of religiosity and quality of the parent-child relationship. Barnard College of Columbia University.
50
Dewanggi, M., Hastuti D., & Herawati T. (2015). The influence of attachment and quality of parenting and parenting environment on children‟s character in rural and urban areas of Bogor Jur. Ilm. Kel. & Kons., 8(1), 20-27. Dixon, S.V., Graber, J.A., & Gunn, J.B. (2008). The roles of respect for parental authority and parenting practices in parent–child conflict among african american, latino, and european american families. Journal Family Psychology, 22(1): 1–10. DOI: 10.1037/0893-3200.22.1.1. Diambil dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3125601/ Froma W. (2010). Spiritual diversity: multifaith perspectives in family therapy. Family Process, Sep 49(3) ProQuest pg. 330. Johnson M.A. (1994). The effect of a father's locus of control and spiritual wellbeing on his adolescent child's self-esteem. George Fox College in partial fulfillment of the requirements for the degree of Doctor of Psychology in Clinical Psychology Newberg, Oregon. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (2012). Profil anak indonesia 2012. Lickona, T. (2001). What is good character? Journal Reclaiming Children and Youth, 9(4); ProQuest pg. 239. McGhee & Grant (2008). Spirituality and ethical behaviour in the workplace: wishful thinking or authentic reality. Electronic Journal of Business Ethics and Organization Studies (EJBO), 13(2). Moosa, J. & Ali, N. M. (2011). The study relationship between parenting styles and spiritual intelligence. J. Life Sci. Biomed, 1(1), 24-27, 2011. Diambil dari http://jlsb.science-line.com. Tabitha, N. (2014). A study of the link between self-esteem and spiritual experience of parents living in the „city of sadness‟ of hong kong. Journal of the North American Association of Christians in Social Work.Social Work & Christianity, 41(1), 45–59. Idler, E. L., Musick, M. A., Ellison C. G., George, L.K., Krause N, Ory M.G., Pargament, K.I....Williams D.R., (1998). Measuring multiple dimensions of religion and spirituality for health research. Research On Aging, 25(4), 327365. doi: 10.1177/0164027503252749 © 2003 Sage Publications. Park, N. dan Peterson, C. (2006). Character strengths and happiness among young children: content analysis of parental descriptions. Journal Of Happiness Studies ,7, 323–341 @ Springer 2006. doi: 10.1007/S10902-005-3648-6. Peterson, C. dan Seligmen, M. E. P. (2004). Character strengths and virtues: a handbook and classification. New York: Oxford University Press. Reinert, D. F. (2005). Self-representations, and attachment to parents: a longitudinal study of roman catholic college seminarians. Journal Spirituality Counseling and Values, 49(3), ProQuest Professional Education pg. 226. Riley A.W., Valdez C.R., Barrueco S., Mills C., Beardslee W., Sandler I., Rawal P. (2008). Development of a family-based program to reduce risk and promote resilience among families affected by maternal depression: theoretical basis and program description. Clin Child Fam Psychol Rev (2008) 11:12–29. DOI 10.1007/s10567-008-0030-3 Santrock J.W. (2012). Life span development, perkembangan masa hidup. Jakarta : Erlangga.
51
Sheldrake R. (1987). Society, spirit & ritual: morphic resonance and the collective unconscious - part II. Journal Psychological Perspectives, (Fall 1987), 18(2), 320-331. Vig, D dan Jaswal. (2014). Interrelationship between parental use of positive values and strong family bonds. Indian Journal of Health and Wellbeing 2014, 5(10), 1181-1183. Indian Association of Health, Research and Welfare ISSN-p-2229-5356,e-2321-3698. Zohar D dan Marshall I. (2001). SQ kecerdasan spiritual. Bandung. Terjemahan Mizan.
52
PEMBAHASAN UMUM Penelitian ini menemukan karakteristik keluarga (lama pendidikan ibu) berhubungan dengan pola asuh disiplin induktif ibu. Semakin tinggi pendidikan ibu, maka semakin baik pola asuh disiplin induktif ibu dalam meningkatkan karakter anak. ibu dapat menerima informasi mengenai aspek-aspek pola asuh disiplin, sehingga ibu dapat memberikan cara yang tepat dan baik dalam meningkatkan karakter anak. Ibu berkomunikasi dengan baik dan penuh kehangatan ketika berinteraksi dengan anak. Sesuai penelitian sebelumnya, pendidikan orangtua memiliki hubungan dengan pola asuh disiplin (Helpenny et al., 2009). Pada karakteristik anak, jenis kelamin anak berhubungan dengan pola asuh disiplin penegasan ibu. Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa jenis kelamin berhubungan dengan pola asuh disiplin (Winskell et al., 2014). Ibu sebagai orangtua yang memberikan pengasuhan kepada anak-anak sudah seharusnya memiliki kecerdasan secara spiritual. Hasil penelitian ini menemukan bahwa kecerdasan spiritual berhubungan dengan pola asuh spiritual. Menurut Maria (2013) bahwa kecerdasan spiritual ibu dapat memberikan pengaruh terhadap cara kerja orangtua sebagai pengasuh. Hal ini dikarenakan ibu akan menghadapi dan mengatasi permasalahan lebih terkontrol terutama saat mengajarkan nilai moral kepada anak. Sesuai penelitian Arca (2007) menemukan bahwa spiritual berhubungan dengan pengasuhan orangtua. Keluarga (ayah, ibu, saudara) memiliki hubungan dengan perkembangan karakter seorang anak (Hastuti, 2009), sehingga dalam mengasuh anak, ada cara atau strategi yang harus diperhatikan oleh orangtua (Hastuti, 2015). Strategi dilakukan dalam memperbaiki perilaku pelanggaran yang dilakukan oleh anak sehingga anak perilakunya berubah sesuai dengan moral. Strategi yang orangtua lakukan dalam memperbaiki pelanggaran menurut teori Hoffman yaitu melalui pola asuh disiplin yang terdiri dari dimensi induktif, penegasan (powerassertion), dan mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal (lovewithdrawl) (Krevans dan Gibbs, 1996; Mc Kinney, 2011; Patrick dan Gibbs, 2012). Pada penelitian ini, pola asuh disiplin dalam bentuk induktif berhubungan dengan meningkatnya karakter anak. Pola asuh disiplin induktif merupakan cara yang dilakukan oleh orangtua dalam memperbaiki pelanggaran yang dilakukan anak dengan komunikasi dan mendengarkan alasan anak melakukan pelanggaran. Kondisi tersebut menyebabkan anak lebih percaya diri dan merasa dihargai penjelasannya. Ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya seperti Krevans dan Gibbs (1996) menemukan bahwa orangtua yang menggunakan pola asuh disiplin induktif berhubungan dengan perilaku prososial atau empati. Serupa dengan hasil penelitian Patrick et all. (2012) terhadap ibu dan anak menemukan bahwa orangtua dengan pola asuh disiplin induktif berhubungan dengan meningkatnya identitas moral anak, yang didefinisikan secara spesifik moral adalah kebaikan dan keadilan dan di luar moral adalah kuat dan pintar sehingga anak berkualitas secara individu. Individu dengan identitas moral akan memiliki ide dan komitmen moral sebagai hal yang utama, sehingga individu menjadi pribadi yang kuat dalam menghadapi tekanan. Penelitian Mc Kinney (2011) menemukan pola asuh disiplin berhubungan dengan pengaturan emosional. Anak yang dapat mengatur emosinya akan mampu dalam berhubungan dengan orang lain, memotivasi diri, dan mengendalikan emosinya sehingga sukses dalam hidup (Latifah et al., 2011).
53
Penelitian ini menemukan pola asuh disiplin mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal berhubungan dengan menurunnya karakter anak khususnya anak laki-laki. Anak yang diabaikan akan merasa tidak diperhatikan dan ditolak apalagi dibarengi dengan sindiran-sindiran yang membuat anak merasa bersalah sehingga anak akan merasa kehilangan percaya dirinya dan berpengaruh terhadap perilaku. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa pola asuh disiplin mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal akan menyebabkan harga diri anak rendah, cemas, dan depresi (Renk et al., 2005; Patrick dan Gibbs, 2012). Anak dengan kondisi rendah harga dirinya berakibat depresi pada anak (Santrock, 2007). Namun dalam kenyataannya, ibu dapat menggunakan lebih dari satu metode dalam mengajarkan nilai dan memperbaiki perilaku anak yang tidak sesuai moral (Vangelisti, 2004). Penelitian ini menemukan bahwa pola asuh disiplin induktif berpengaruh terhadap meningkatkan karakter anak. Ibu menggunakan cara yang lebih komunikatif dalam berinteraksi dengan anak terutama dalam mengajarkan perilaku moral kepada anak, sehingga anak akan dapat memahami dan lebih menjunjung tinggi perilaku moral. Penelitian ini memperkuat penelitian Winskell et al. (2014) yang menemukan bahwa ibu yang menggunakan pola asuh disiplin induktif akan berpengaruh terhadap perilaku moral anak. Anak yang berperilaku secara moral adalah anak yang berkarakter (Lickona, 2012). Dalam proses pengasuhan, seorang anak tidak terlepas dari komunikasi dan interaksi bersama ibunya. Ibu sebagai individu harus memiliki kecerdasan spiritual dalam mengasuh anak. Anak dengan spiritual ibu yang baik akan mengurangi perilaku yang bermasalah pada anak secara internal maupun eksternal (Bert, 2011). Oleh karenanya, ibu harus memiliki kualitas hidup baik dan sejahtera. Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa kualitas hidup orangtua yang baik atau sejahtera berhubungan dengan perkembangan anak yang positif (Wen, 2014). Dalam mengembangkan kecerdasan spiritualnya, ibu harus ikut serta dalam keagamaan. Penelitian menemukan orangtua yang berpartisipasi dalam keagamaan secara positif berhubungan dengan mental dan kesejahteraan fisik orangtua, yang nantinya dapat berkontribusi dalam melakukan praktik lebih positif seperti harapan moral orangtua dan pengawasan yang lebih efektif kepada anak (Smith, 2003). Hasil penelitian menemukan kecerdasan spiritual berhubungan dengan gaya pengasuhan (Moosa dan Ali, 2011). Orangtua harus memiliki spiritual yang baik dalam mengasuh anak-anak di keluarga karena spiritual ini berhubungan dengan kesehatan individu. Orangtua yang sehat individunya akan lebih siap menghadapi kebutuhan anak-anaknya. Penelitian menemukan spiritual berhubungan dengan kesehatan individu dan dimensi spiritual akan memfungsikan dimensi yang lain seperti biologis, psikologis dan sosial (Abaspoorazar et al., 2015). Hal ini dikarenakan orangtua sebagai pengasuh harus dijadikan sebagai model dan menguasai diri saat berhubungan dengan anak. Setiap orangtua memiliki kemampuan yang berbeda saat melakukan interaksi dan mempengaruhi anak, semuanya bergantung dari kualitas dirinya. Hasil penelitian ini menemukan bahwa usia anak berhubungan negatif dengan kecerdasan spiritual ibu. Semakin usia anak bertambah, kecerdasan spiritual ibu menurun. Hal ini dikarenakan ibu menganggap anak sudah lebih besar dan lebih dapat menjaga dirinya, walaupun kenyataannya anak masih
54
membutuhkan ibu dalam membantu mengajarkan nilai moral, sehingga kemampuan ibu untuk menambah keterampilan dirinya menjadi berkurang. Hasil ini berbeda dengan penelitian Maria (2013) yaitu kecerdasan spiritual ibu berhubungan positif dengan usia anak. Hasil penelitian ini menemukan kecerdasan spiritual ibu berhubungan dengan pola asuh spiritual. Ibu semakin fleksibel, memiliki kesadaran yang tinggi, bijaksana, dapat beradaptasi, memiliki visi dan nilai, dapat bermanfaat, berpikir holistik, rasa ingin tahu yang tinggi, dan teguh pada pendiriannya dapat meyakinkan dirinya memberikan pola asuh spiritual dalam meningkatkan karakter anak. Hal ini dikarenakan kualitas hidup ibu yang baik dan menganggap spiritual adalah sesuatu yang penting, serta ingin mendapatkan perubahan dalam hidup keluarganya dengan memberikan manfaat dalam membentuk karakter anak lebih baik. Ibu yang kualitas hidupnya baik tentu memotivasi diri dan kontrol diri akan lebih baik, sehingga ibu akan memberikan penerapan pengasuhan yang hangat kepada anak. Hasil penelitian sebelumnya Maria (2013) menemukan bahwa kecerdasan spiritual ibu berhubungan positif dengan penerapan pengasuhan yang hangat. Kecerdasan spiritual merupakan salah satu bagian dari karakteristik manusia yang merupakan hasil dari pengaruh emosional, lingkungan, orangtua dan faktor sikap. Cerdas secara spiritual menurut Zohar dan Marshall (2001) akan meningkatkan kecerdasan pengetahuan dan kecerdasan emosi. Ibu sebagai pengasuh yang dekat dengan anak harus memiliki kualitas diri dalam spiritual karena kecerdasan spiritual ibu secara tidak langsung akan mempengaruhi saat memberikan pola asuh spiritual. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa spiritual orangtua akan mempengaruhi cara ketika melakukan praktik pengasuhan kepada anak (Arca, 2007; Lynn, 2012). Myers (1996) mengatakan spiritual akan meningkatkan lingkungan keluarga yang positif, penuh kehangatan, dan komunikasi yang baik. Menurut Wijayanati dan Uyun (2010) spiritual yang tinggi akan menurunkan perilaku negatif yang dilakukan anak sehingga anak akan melakukan kebaikan. Orangtua menginginkan anaknya memiliki perilaku berkarakter yang memahami nilai-nilai dan kebaikan. Anak yang berkarakter dapat dibentuk oleh orangtua melalui pola asuh. Setiap individu membutuhkan kebutuhan dasar dalam menjalani kehidupan, yaitu kebutuhan dasar akan spiritual di dalam dirinya. Penanaman spiritual dalam meningkatkan karakter anak dapat dilakukan orangtua melalui pola asuh spiritual. Pola asuh spiritual merupakan cara yang dilakukan orangtua dalam meyakinkan bahwa setiap individu membutuhkan Tuhan dalam kehidupan rohani (Hastuti, 2015). Hasil penelitian ini menemukan bahwa pola asuh spiritual berhubungan dan berpengaruh terhadap meningkatkan karakter anak. Orangtua melalui kasih sayang, kehangatan, dan pelukan menumbuhkan kebaikan di dalam diri anak dengan menanamkan nilai-nilai moral. Kebaikan itu telah ada di dalam diri individu (Megawangi, 2009). Kesadaran terhubung ke bidang kolektif yang disebut bidang morfik (Sheldrake, 1987). Orangtua memberikan kontribusi terhadap bidang morfik kolektif sehingga kesadaran bidang morfik ini dapat diterima oleh anak. Bidang morfik berisi informasi dalam membuat perencanaan. Informasi yang dimiliki anak secara alami apabila orangtua menanamkan kebaikan dan nilai-nilai yang terus-menerus dilakukan, maka akan menjadi pola kebiasaan yang akhirnya akan menjadi karakter.
55
Sebagaimana hasil penelitian menemukan bahwa kecerdasan spiritual ibu berhubungan dengan penerapan pengasuhan yang hangat dan kasih sayang yang menganggap bahwa spiritual adalah sesuatu yang penting (Maria, 2013). Menurut Vygotsky perkembangan anak tidak terlepas dari aktivitas sosial dan budaya (Santrock, 2012). Anak beradaptasi dengan lingkungan dan budaya yang dijalaninya. Budaya merupakan cara hidup yang dimiliki secara bersama oleh sekelompok orang yang diwariskan secara generasi ke generasi (Permatasari dan Hastuti, 2013). Budaya ini memberikan pengaruh kepada praktik pengasuhan yang dilakukan oleh ibu terhadap anak (Choudhury dan Ahmed, 2011). Begitu pun cara orangtua dalam mengasuh anak, baik laki-laki maupun perempuan, sehingga pengaruhnya berbeda. Hasil penelitian ini menemukan bahwa karakter anak perempuan lebih baik dibandingkan anak laki-laki. Hal ini dikarenakan bahwa orangtua menganggap bahwa anak perempuan lebih sensitif sehingga diperlakukan lebih lembut dibandingkan anak laki-laki yang dianggap lebih kuat dan agresif sehingga lebih tegas perlakuannya. Hasil penelitian Permatasari dan Hastuti (2013) mengenai nilai budaya di keluarga kampung adat Urug Bogor menunjukkan bahwa anak perempuan diasuh dengan kehangatan yang lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki karena mereka berpandangan bahwa anak perempuan lebih berharga dibandingkan anak laki-laki. Perbedaan pertumbuhan secara fisik dan perkembangan sosial dan mental anak menyebabkan orangtua melakukan praktik pengasuhan yang berbeda. Pentingnya suatu masyarakat berkarakter karena akan menumbuhkan kebersamaan dan kedamaian dalam kehidupan. Menurut Megawangi (2007) mulailah membangun karakter masyarakat dengan menanamkan nilai-nilai moral sebagai landasan karakter individu, dengan menanamkannya sejak awal sehingga akan terbentuk kehidupan penuh adab dan sejahtera.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Karakteristik keluarga contoh pada anak laki-laki dengan anak perempuan tidak mengalami perbedaan. Usia orangtua (ayah dan ibu) lebih dari setengahnya dalam kelompok dewasa menengah (40-50 tahun). Pendidikan orangtua (ayah dan ibu) hampir setengahnya tamat SD. Pekerjaan ayah lebih dari seperempat adalah pedagang dan pekerjaan ibu lebih dari setengahnya tidak bekerja. Pendapatan lebih dari setengahnya di atas garis kemiskinan Kabupaten Bogor, yaitu tidak miskin. Besar keluarga lebih dari setengahnya dalam kategori sedang dengan ratarata lima. Karakteristik anak lebih dari separuh adalah anak laki-laki dan sisanya anak perempuan. Usia anak rata-rata sebelas tahun. Pola asuh disiplin secara keseluruhan dalam kategori rendah. Pola asuh disiplin ibu pada anak laki-laki dan anak perempuan tidak terdapat perbedaan. Pola asuh disiplin berdasarkan dimensi, yaitu pola asuh disiplin penegasan terdapat perbedaan yang signifikan pada anak laki-laki dan perempuan. Pola asuh disiplin penegasan lebih banyak dilakukan kepada anak laki-laki. Pola asuh disiplin induktif paling banyak dilakukan oleh ibu walaupun nilai rata-ratanya rendah, dan pola asuh disiplin penegasan dan mengabaikan/menyudutkan dengan
56
kata verbal adalah pola asuh yang paling rendah dilakukan Ibu. Pola asuh disiplin induktif pada contoh semakin meningkat seiring dengan tingginya pendidikan ibu dan pola asuh disiplin induktif semakin menurun dengan bertambahnya usia ayah. Pola asuh disiplin mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal pada contoh semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia ayah dan ibu. Pola asuh spiritual ibu pada anak laki-laki dan anak perempuan tidak terdapat perbedaan. Pola asuh spiritual ibu terhadap anak dalam kategori sedang. Pola asuh spiritual ibu pada contoh semakin meningkat seiring dengan tingginya pendidikan ibu. Pola asuh spiritual ibu semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia anak. Karakter anak laki-laki dan anak perempuan memiliki perbedaan yang signifikan. Pada dimensi pengetahuan moral, ada perbedaan pada anak laki-laki dan anak perempuan. Karakter anak perempuan pada pengetahuan moral memiliki rata-rata lebih baik dibandingkan anak laki-laki. Karakter anak semakin meningkat seiring dengan tingginya pendidikan ibu pada anak laki-laki, hal ini dilihat dari hasil hubungan antara lama pendidikan ibu semakin tinggi, maka usia ibu semakin rendah. Karakter anak semakin meningkat seiring dengan tingginya pola asuh disiplin dan spiritual yang diberikan pada anak. Karakter anak semakin menurun seiring dengan tingginya pola asuh disiplin pengabaian. Karakter anak pada contoh dipengaruhi oleh pendapatan perkapita, pola asuh disiplin induktif, dan pola asuh spiritual. Pola asuh yang dilakukan ibu dalam membentuk karakter, pola asuh spiritual lebih baik dibandingkan dengan pola asuh disiplin. Kecerdasan spiritual ibu pada contoh rata-rata sedang. Dari tanda-tanda kecerdasan spiritual, rata-rata tertinggi pada kemampuan ibu dalam memiliki visi dan nilai pada anak laki-laki, setengahnya dalam kategori tinggi. Kecerdasan spiritual pada contoh semakin menurun, seiring dengan bertambahnya usia anak. Pola asuh spiritual semakin meningkat seiring dengan tingginya kecerdasan spiritual ibu dalam bersikap fleksibel, kesadaran yang tinggi, bijaksana, beradaptasi, memiliki visi dan nilai, bermanfaat, holistik, rasa ingin tahu, dan teguh pendirian sehingga ingin mendapatkan perubahan yang lebih baik dan yang paling tinggi akan meningkatkan pengetahuan moral pada anak. Karakter anak pada contoh dipengaruhi oleh kecerdasan spiritual Ibu.
Saran Hasil penelitian ini mendapatkan beberapa temuan, di antaranya pola asuh spiritual lebih baik dibandingkan pola asuh disiplin dalam meningkatkan karakter anak, karakter anak perempuan lebih baik dibandingkan karakter anak laki-laki, pola asuh disiplin dan spiritual berpengaruh terhadap karakter anak, kecerdasan spiritual ibu berhubungan dengan pola asuh spiritual ibu, kecerdasan spiritual ibu pada beberapa tanda berhubungan dengan karakter, dan kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap karakter anak. Berdasarkan penemuan ini, penulis menyarankan kepada pihak terkait sebagai berikut. a. Pemerintah membuat kebijakan yang dapat meningkatkan keterampilan orangtua dalam mengasuh anak.
57
b. Orangtua harus meningkatkan keterampilan dan kemampuan diri menggunakan strategi atau cara dalam melakukan pengasuhan pada anak melalui kecerdasan spiritual. c. Lembaga swadaya masyarakat membantu pemerintah memberikan informasi dan pembinaan kepada masyarakat mengenai keluarga dan pengasuhannya. d. Peneliti melakukan penelitian yang lebih lanjut dengan menambah Ayah sebagai responden dan melakukan perbandingan dengan kondisi di perkotaan.
DAFTAR PUSTAKA Abar B., Carter K.L., dan Winsler A. (2009). The effects of maternal parenting style and religious commitment on self-regulation, academic achievement, and risk behavior among African-American parochial college students. Journal of Adolescence 32 (2009) 259e273. DOI: 10.1016/j.adolescence. 2008.03.008. @ 2008 The Association for Professionals in Services forAdolescents. Published by Elsevier Ltd. Abaspoorazar Z., Farrokhi N.A., Ali A.B. (2015). Explaining the Relationship between Parenting Styles, Identity Styles and Spiritual Health in Adolescents. European Online Journal of Natural and Social Sciences 2015; www.european-science.com Vol.4, No.3 pp. 450-460 ISSN 1805-3602. Arca C.C. (2007). The role of spirituality and its influence on filipino parents‟ childrearing practices. (thesis). Department of social work california state university, long beach in partial fulfillment of the requirements for the degree master of social work.
Bapenas dan Unicef.(2011). The situation of children and women in indonesia 2000-2010, working towards progress with equity under decentralisation. Jakarta. Bert S.C. (2011). The influence of religiosity and spirituality on adolescent mothers and their teenage children. J Youth Adolescence (2011) 40:72–84. DOI 10.1007/s10964-010-9506-9. Bronfenbrenner U. (1994). Ecological models of human development. In International Encyclopedia of Education, Vo. 3, 2nd, Ed. Oxford: Elveier. Choudhury N., Ahmed S. M. (2011). Maternal care practices among the ultra poor households in rural Bangladesh: a qualitative exploratory study. Pregnancy and Childbirth 2011, 11:15. http://www.biomedcentral.com/14712393/11/15. Chowdhury S. (2010). The relationship between parent and adolescent levels of religiosity and quality of the parent-child relationship. Barnard College of Columbia University. Dewanggi, Hastuti D., Herawati T. (2015). the influence of attachment and quality of parenting and parenting environment on children‟s character in rural and urban areas of bogor. Jur. Ilm. Kel. & Kons., Januari 2015, p : 20-27 Vol. 8, No. 1 ISSN : 1907 – 6037. Dixon S. V, Graber J.A., dan Gunn J.B. (2008). The roles of respect for parental authority and parenting practices in parent–child conflict among african american, latino, and european american families. J Fam Psychol. 2008 Feb; 22(1): 1–10. DOI: 10.1037/0893-3200.22.1.1. dalam http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3125601/.
58
Froma W., (2010). “Spiritual diversity: multifaith perspectives in family therapy.” Family Process; Sep 2010; 49, 3; ProQuest pg. 330. Halpenny A.M., Nixon E dan Watson D. (2009). Parenting styles and discipline: parents’perspectives. Ireland. Office Of The Minister For Children And Youth Affairs. Hastuti, D. (2009). Stimulasi psikososial pada anak kelompok bermain dan pengaruh-nya pada perkembangan motorik, kognitif, sosial emosi, dan moral/karakter anak. Jur. Ilm. Kel. & Kons., 2(1), 41-56. Hastuti, D., Alfiasari, & Sarwoprasodjo, S. (2012). Model harmonisasi peran keluarga dan sekolah dalam pembentukan karakter mulia remaja bagi tercapainya visi “insan cerdas komprehensif tahun 2014”. Institut Pertanian Bogor, Bogor Hastuti D., Fiernanti D.Y.I, dan Guhardja S. (2011). Kualitas lingkungan pengasuhan dan perkembangan sosial emosi anak usia balita di daerah rawan pangan. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen., Januari 2011, p:5765. ISSN: 1907-6037. Hastuti D. (2015). Pengasuhan :teori, prinsip, dan aplikasinya di indonesia. Bogor : IPB Press. Herawati T. (2012). “Manajemen sumber daya keluarga dan ketahanan keluarga peserta program pemberdayaan masyarakat dan perdesaan (kasus di kabupaten bogor)” (Disertasi). Bogor : IPB. Hoffman M.L. (2000). Empathy and moral development. Cambridge : University Press. http://www.kpai.go.id Idler, E. (1999). Multidimensional measurement of religiousness/spirituality for use in health research. kalamazoo, mi: john e. fetzer institute. The Fetzer Institute/National Institute on Aging Working Group. Iglesias, A. (2010). A study of the influence of parent-child dynamics on children's internalization of religious and spiritual beliefs and values. San Diego : Clinical Dissertation Presented to the Faculty of the California School of Professional Psychology at Alliant International University. Johnson M.A. (1994). The Effect of a Father's Locus of Control and Spiritual Well-Being on His Adolescent Child's Self-Esteem. George Fox College in partial fulfillment of the requirements for the degree of Doctor of Psychology in Clinical Psychology Newberg, Oregon. Karina, Hastuti D, Alfiasari. (2013). Perilaku bullying dan karakter remaja serta kaitannya dengan karakteristik keluarga dan peer group. Jurn. Ilm. Kel. & Kons. 6(1). hlm:20-29. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (2012). Profil anak indonesia 2012. Kohlberg L. dan Hersh R.H. (1977). Moral development: a review of the theory. Theory into Practice, Vol. 16, No. 2, Moral Development. (Apr., 1977), pp. 53-59. Krevans J. dan Gibbs J.C. (1996). Parents' use of inductive discipline: relations to children's,empathy and prosocial behavior. Child Dev 67:3263–3277. The society for Research in Child Development, Inc. All rights reserved. 00093920/96/6706-0031801.001.
59
Latifah M., Hernawati N., dan Nurhayati S. (2011). Kecerdasan emosional, kematangan sosial, self esteem, dan prestasi akademik mahasiswa lulusan pesantren. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, Januari 2011, p:66-73. ISSN : 1907 -6037. Lickona T. (2001) What is good character? Journal Reclaiming Children and Youth; Winter 2001; 9, 4; ProQuest pg. 239. Lynn M. (2012). Influences on father involvement: testing for unique contributions of religion and spirituality. (Disertasi) Faculty of the Graduate School, Marquette University. Milwaukee : Wisconsin. Maria, H. (2013). Kecerdasan Spiritual Ibu, kualitas pengasuhan, dan kreativitas anak sekolah dasar progresif dan nonprogresif di kota depok. (Thesis) Sekolah Pascasarjana. Bogor : IPB. McGhee dan Grant. (2008). “Spirituality and ethical behaviour in the workplace: wishful thinking or authentic reality.” EJBO Electronic Journal of Business Ethics and Organization Studies. Vol. 13, No. 2 (2008). McKee L., Roland E., Coffelt N., Olson A.R., Forehand R., Massari C.,..... Zens M. S. (2007). Harsh discipline and child problem behaviors: the roles of positive parenting and gender. Journal Springer Science+Business Media, LLC 200. J Fam Viol (2007) 22:187–196. DOI 10.1007/s10896-007-9070-6. Megawangi R. (2005). Membiarkan berbeda. Bandung : Mizan. ___________.(2009). Pendidikan karakter. Depok: Indonesia Heritage Foundation. ___________. (2014). Kelekatan ibu-anak, kunci membangun bangsa. Depok: Indonesia Heritage Foundation. Miller T.W., Kraus R.F., dan Veltkamp L.J. (2005). Character education as a prevention strategy in school-related violence. The Journal of Primary Prevention (C_2005) DOI: 10.1007/s10935-005-0004-x. Moosa J. dan Ali N.M. (2011). The study relationship between parenting styles and spiritual intelligence. J. Life Sci. Biomed. 1(1): 24-27, 2011. Diambil dari http://jlsb.science-line.com/ Myers S.M. (1996). An interactive model of religiosity inheritance: the importance of family context. American Sociological Review, 1996, Vol. 61 (October:858-866). The Pennsylvania State University. Park N. dan Peterson C. (2006). Character strengths and happiness among young children: content analysis of parental descriptions. Journal Of Happiness Studies (2006) 7:323–341 @ Springer 2006. DOI 10.1007/S10902-0053648-6 Patrick R.B. dan Gibbs J.C. (2007). Parental expression of disappointment: should it be a factor in hoffman‟s model of parental discipline? The Journal of Genetic Psychology 168(2), 131–145. Peterson C. dan Seligmen M.E.P. (2004). Character strengths and virtues: a handbook and classification. New York: Oxford University Press. Puspitawati H., dan Herawati T. (2013). Metode penelitian keluarga. Bogor : IPB Press. Puspitawati H. (2011). Fungsi pengasuhan dan interaksi dalam keluarga terhadap kualitas perkawinan dan kondisi anak pada keluarga tenaga kerja wanita (TKW). Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen., Januari 2011, p:11-20. ISSN :1907 – 6037.
60
__________ dan Setioningsih S.S. (2012). Gender dan keluarga, konsep dan realita di indonesia. Bogor : IPB Press. Razak R.R.A. (2011). Spiritual dimension in education: the role of institutions of higher education. The International Journal of the Humanities Volume 8, Number 11, 2011. Universiti Sains Malaysia, Penang.http://www. HumanitiesJournal.com, ISSN 1447-9508. Renk K., McKinney C., Klein J., & Oliveros A. (2005). childhood discipline, perceptions of parents, and current functioning in female college students. Journal of Adolescence. Diambil dari www.elsevier.com/locate/jado. Reeves R.V., Venator J, dan Howard K. (2014). The character factor: measures and impact of drive and prudence. Center on Children & Families at Brookings. Reinert, D.F. (2005). Self-representations, and attachment to parents: a longitudinal study of roman catholic college seminarians. Journal Spirituality Counseling and Values; Apr 2005; 49, 3; ProQuest Professional Education pg. 226. Riley A.W., Valdez C.R., Barrueco S., Mills C., Beardslee W., Sandler I., Rawal P. (2008). Development of a family-based program to reduce risk and promote resilience among families affected by maternal depression: theoretical basis and program description. Clin Child Fam Psychol Rev (2008) 11:12–29. DOI 10.1007/s10567-008-0030-3 Runcan P.L. dan Goian C. (2014). Parenting practices and the development of trait emotional intelligence: a study on romanian senior high schoolers. Journal Revista de Asistenţ\ Sociall, anul XIII, nr. 1/2014, pp. 67-78. Santrock J.W. (2012). Life span development, perkembangan masa hidup. Jakarta: Erlangga. Sangawi H.S., Adams J, dan Reissland N. (2015). The effects of parenting styles on behavioral problems in primary school children: a cross-cultural review. Asian Social Science; Vol. 11, No. 22; 2015. ISSN 1911-2017. DOI:10.5539/ass.v11n22p171 Sheldrake R. (1987). Society, spirit & ritual: morphic resonance and the collective unconscious - part II. Journal Psychological Perspectives, (Fall 1987), 18(2), 320-331. Smith C. (2003). Theorizing religious effects among american adolescents. Journal for the Scientiflc Study of Religion 42:1 (2003) 17-30 Stolz H.E., Barber B.K., & Olsen J.A. (2005). Toward disentangling fathering and mothering: an assessment of relative importance. Journal of Marriage and Family 67.4 (Nov 2005) : 1076-1092. Straus A.M. (2011). Manual for the dimensions of discipline inventory (001). Family Research Laboratory, University Of New Hampshire Durham, Nh 03824 (1) 603-862-2594. Suwarno B. (2007). Rumus dan data dalam analisis statistika. Bandung: Alfabeta. Tabitha, N. (2014). A study of the link between self-esteem and spiritual experience of parents living in the „city of sadness‟ of hong kong. Journal of the North American Association of Christians in Social Work.Social Work & Christianity, vol. 41, No. 1 (2014), 45–59. Vangelisti, A. L. Ed. (2004). Family Communication. Lawrence Erlbaum Associates, Inc.University of Texas at Austin.
61
Vig, D. dan Jaswal. (2014). Interrelationship between parental use of positive values and strong family bonds. Indian Journal of Health and Wellbeing 2014, 5(10), 1181-1183. Indian Association of Health, Research and Welfare ISSN-p-2229-5356,e-2321-3698. Wen M. (2014). Parental participation in religious services and parent and child well-being: findings from the national survey of america‟s families. Journal Religius Health (2014) 53:1539–1561. DOI 10.1007/s10943-013-9742-x. Wijayanati A. dan Uyun Z. 2010. Pengaruh kecerdasan spiritual terhadap kenakalan remaja: studi kasus pada siswa kelas 3 sltp muhammadiyah. Jurnal Masaran Sragen Fakultas Agama Islam dan Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta Tajdida, Vol. 8, No. 1, Juni 2010: 91 – 110. Winskel H., Walsh L., dan Tran T. (2014). Discipline strategies of vietnamese and australian mothers for in regulating children‟s behaviour. Pertanika J. Soc. Sci. & Hum. 22 (2): 575 -588 (2014). ISSN: 0128-7702. Diambil dari Journal homepage: http://www.pertanika.upm.edu.my/ Zohar D. dan Marshall I. (2001). SQ kecerdasan spiritual. Bandung. Terjemahan Mizan. __________________. (2005). Spiritual capital. Bandung. Terjemahan Mizan.
62
LAMPIRAN
63
Lampiran 1 Koefisien korelasi karakteristik keluarga Variabel Usia Ayah (tahun) Usia Ibu (tahun) Lama Pendidikan Ayah (tahun) Lama Pendidikan Ibu (tahun) Pendapatan Perkapita (rupiah)
Pendidikan Ayah
Pendidikan Ibu
Usia Ayah
Usia Ibu
1 0,829**
1
-0,123
-.0110
1
-0,312**
-0,307**
0,414**
1
-0,058
-0,126
0,095
0,213*
Pendapatan Perkapita
1
Lampiran 2 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan karakteristik anak dengan pola asuh disiplin (induktif, penegasan, pemberian konsekuensi) dan spiritual, kecerdasan spiritual, dan karakter Variabel
Induktif
Penegasan
Pemberian konsekuensi
Karakteristik Keluarga Usia ayah -0,186* -0,076 -0,209* (tahun) Usia Ibu -0,150 -0,122 -0,177* (tahun) Lama pendidikan 0,153 -0,099 0,153 Ayah (tahun) Lama pendidikan 0,223* -0,042 -0,020 Ibu (tahun) Jumlah anggota 0,010 -0,016 -0,134 keluarga Pendapatan 0,052 0,016 -0,039 perkapita Karakteristik Anak Jenis Kelamin (0=laki-laki, 0,136 -0,230* 0,017 1=perempuan) Usia anak -0,170 -0,045 -0,076 Keterangan : ** signifikan p< 0,01, * signifikan p< 0,05
Pola asuh spiritual
Kecerdasan Spiritual
Karakter
-0,91
0,067
-0,092
-0,120
0,023
-0,061
0,087
-0,007
0,041
0,195*
0,114
0,098
-0,052
0,008
0,024
-0,076
0,090
0,141
-0,116
-0,132
0,222*
-0,206*
-0,194*
-0,106
Lampiran 3 Koefisien korelasi antara kecerdasan spiritual dengan pola asuh spiritual Variabel Kecerdasan Spiritual Ibu Fleksibel Kesadaran tinggi Bijaksana Adaptasi Visi dan nilai Bermanfaat Holistik Rasa ingin tahu Teguh pendirian Keterangan : ** signifikan p< 0,01, * signifikan p< 0,05
Pola asuh Spiritual 0.486** 0,563** 0,550** 0,330** 0,447** 0,560** 0,445** 0,456** 0,488**
64
Lampiran 4 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan karakteristik anak, kecerdasan spiritual dengan karakter Variabel
Pengetahuan moral
Perasaan moral
Karakteristik Keluarga Usia ayah (tahun) -0,167 0,005 Usia Ibu (tahun) -0,181* -0,066 Lama pendidikan Ayah (tahun) -0,004 0,054 Lama pendidikan Ibu (tahun) 0,044 0.061 Pendapatan perkapita 0,129 0,065 Karakteristik Anak Jenis Kelamin (0=laki-laki, 0.198* 0.131 1=perempuan) Usia anak -0.032 -0.057 Kecerdasan Spiritual Fleksibel (skor) 0,164 0.068 Kesadaran tinggi (skor) 0,289** 0,174 Bijaksana (skor) 0,262* 0,162 Adaptasi (skor) 0,220** 0,038 Visi dan nilai (skor) 0,187* 0,075 Bermanfaat (skor) 0,263** 0,217* Holistik (skor) 0,249** 0,125 Rasa ingin tahu (skor) 0,219* 0,105 Teguh pendirian (skor) 0,289** 0,264** Keterangan : ** signifikan p< 0,01, * signifikan p< 0,05
Tindakan moral
Karakter
0,008 -0,006 0,040 0,132 0,138
-0,078 -0,120 0,041 0,098 0,141
0,178*
0,222*
-0,177*
-0,106
0,152 0,176* 0,227* 0,010 0,081 0,236** 0,092 0,104 0,254**
0,168 0,281** 0,282** 0,126 0,154 0,308** 0,208** 0,191* 0,346**
Lampiran 5 Skor hasil pernyataan persepsi anak 5.1 pola asuh disiplin NO.
PERNYATAAN
Induktif 1 Membuat perjanjian denganku tentang kapan waktu tidur malam 2 Menemaniku saat aku menonton TV 3 Membuat perjanjian tentang waktu bermain baik di rumah maupun di luar rumah 4 Mengajarkan meminta maaf jika aku menganggu temanku 5 Berbicara hangat dan lembut ketika aku tidak mau makan 6 Berbicara hangat dan lembut walaupun aku berbohong 7 Menasihatiku dengan lembut jika aku berkata kasar 8 Menasihatiku dengan lembut jika aku mau mandi 9 Membolehkan aku bermain asalkan tidak lupa waktu 10. Menasihatiku dengan lembut jika aku kasar seperti memukul atau menendang terhadap teman atau anak lainnya
TP %
Laki-laki KK SR % %
TP %
Perempuan KK SR % %
SL %
SL %
42,9
25,7
21,4
10
36,4
23,6
25,5
14,5
14,3
27,1
42,9
15,7
5,5
32,7
36,4
25,5
28,6
25,7
27,1
18,6
38,2
18,2
21,8
21,8
7,1
10,0
47,1
35,7
3,6
16,4
41,8
38,2
11,4
30
28,6
30
9,1
25,5
29,1
36,4
38,6
24,3
17,1
20
25,5
30,9
20
23,6
27,1
27,1
21,4
24,3
21,8
23,6
20
34,5
17,1
25,7
31,4
25,7
12,7
20
29,1
38,2
4,3
14,3
41,4
40
3,6
20
27,3
49,1
24,3
32,9
21,4
21,4
25,5
29,1
18,2
27,3
65 Lanjutan Tabel SL %
TP %
Perempuan KK SR % %
Menasihatiku dengan lembut 24,3 32,9 27,1 15,7 jika aku menumpahkan makanan 12. Memberikan perhatian ketika 0 10 51,4 38,6 aku sedang sakit 13. Bertanya dengan lembut ketika 31,4 24,3 18,6 25,7 aku tidak mau sekolah 14. Berbicara baik dan lembut 22,9 27,1 25,7 24,3 walaupun aku menonton TV terus Penegasan (Powerassertion) 15. Mengambil barang yang aku 52,9 25,7 14,3 7,1 sukai karena bermain terus 16. Menyuruhku masuk kamar 51,4 25,7 15,7 7,1 karena tidak mau belajar 17. Berteriak keras dan kasar 44,3 22,9 24,3 8,6 jika aku tidak mau mengaji 18. Memukulku jika aku 61,4 30 4,3 4,3 memukul teman atau saudaraku 19 Menamparku jika aku 70 22,9 4,3 2,9 merusak barang di rumah 20. Memukulku dengan ikat 84,3 10 2,9 2,9 pinggang jika aku menendang teman atau saudara 21. Memukulku dengan alat 82,9 11,4 4,3 1,4 dapur jika aku bermain terus 22. Menyuruhku tidur dengan 72,9 15,7 10 1,4 tidak memberi makan 23. Menyuruhku membersihkan 35,7 35,7 22,9 5,7 rumah jika aku bermain terus 24. Melarang keluar rumah jika 22,9 44,3 25,7 7,1 aku bermain terus Mencubitku jika aku tidak 41,4 28,6 20 10 25. mendengarkan nasihatnya Menghentikan uang jajan 47,1 32,9 18,6 1,4 26. jika aku tidak mau belajar 27. Memukul jika aku tidak 62,9 25,7 8,6 2,9 sopan 28. Memukulku jika aku tidak 54,3 27,1 11,4 7,1 menuruti kata-katanya 29. Mengunciku di kamar jika 45,7 37,1 11,4 5,7 jajan terus Mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal (lovewithdrawl) 30. Mengabaikanku saat aku 80 8,6 10 1,4 berkata kasar 31. Berkata bodoh kepadaku 55,7 24,3 10 10 jika aku tidak mau belajar 32. Berkata malas kepadaku 61,4 25,7 10 2,9 jika aku tidak mau sekolah 33. Mengatakan anakpenganggu 51,4 32,9 10 5,7 jika sedang marah
16,4
34,5
23,6
1,8
9,1
43,6
45,5
10,9
25,5
25,5
38,2
18,2
34,5
18,2
29,1
63,6
27,3
7,3
1,8
70,9
18,2
5,5
5,5
58,2
25,5
16,4
0
70,9
27,3
1,8
0
89,1
7,3
3,6
0
90,9
5,5
1,8
1,8
89,1
9,1
1,8
0
89,1
7,3
3,6
0
29,1
40
23,6
7,3
32,7
40
21,8
5,5
41,8
36,4
14,5
7,3
38,2
45,5
10,9
5,5
80
16,4
3,6
0
65,5
21,8
10,9
1,8
54,5
40
5,5
0
89,1
9,1
1,8
0
61,8
14,5
9,1
14,5
85,5
14,5
0
0
63,6
23,6
10,9
1,8
NO. 11.
PERNYATAAN
TP %
Laki-laki KK SR % %
SL % 25,5
66 Lanjutan Tabel NO. 34.
PERNYATAAN Mengatakan bodoh dan malas di depan temantemanku Berkata-kata kasar jika aku menumpahkan makanan, misal bodoh, teledor, bego Memandangku dengan kesal jika aku menumpahkan makanan Matanya melotot jika aku menganggu teman atau saudaraku Meninggalkanku jika aku membuatnya kesal Membiarkanku ikut teman yang tidak mau sekolah mengatakan aku anak tidak berguna Menyuruhku diam jika aku berbicara terus
35.
36.
37.
38. 39. 40.
41
TP %
Laki-laki KK SR % %
SL %
TP %
Perempuan KK SR % %
81,4
17,1
1,4
0
85,5
10,9
1,8
1,8
77,1
20
2,9
0
90,9
3,6
0
5,5
61,4
20
14,3
4,3
69,1
20
7,3
3,6
54,3
30
15,7
0
63,6
25,5
9,1
1,8
54,3
35,7
7,1
2,9
74,5
20
3,6
1,8
57,1
30
10
2,9
69,1
20
9,1
1,8
88,6
7,1
0
4,3
98,2
1,8
0
0
88,6
10
1,4
0
94,5
1,8
0
3,6
SL %
Keterangan TP : Tidak Pernah, KK:Kadang-kadang, SR:Sering, SL:Selalu
Lampiran 6 Skor hasil pernyataan ibu 6.1 Pola asuh spiritual NO.
PERNYATAAN
Personal Apakah ibu mengajarkan anak untuk ? 1 menerima keadaan tanpa mengeluh 2 menghadapi setiap masalah 3 memaafkan teman yang menyakitinya 4 memaafkan diri sendiri 5 bersabar ketika memiliki masalah 6 mendorong anak untuk maju 7 menikmati belajar di sekolah dan bermain bersama temannya 8 ikhlas ketika lelah harus sekolah 9 menahan rasa sakit dengan tidak mengeluh 10. mendorong anak untuk memiliki cita-cita yang tinggi.
TP %
Laki-laki KK SR % %
SL %
TP %
Perempuan KK SR % %
SL %
1,4
15,7
50
32,9
12,7
54,5
0
32,7
4,3 1,4
22,9 11,4
45,7 51,4
27,1 35,7
1,8 0
21,8 9,1
49,1 65,5
27,3 25,5
1,4 0
18,6 7,1
51,4 55,7
28,6 37,1
3,6 0
16,4 12,7
56,4 54,5
23,6 32,7
0
11,4
55,7
32,9
1,8
10,9
56,4
30,9
0
10
52,9
37,1
1,8
10,9
47,3
40
0
15,7
55,7
28,6
0
16,4
47,3
36,4
0
8,6
44,3
47,1
0
10,9
50,9
38,2
0
8,6
44,3
47,1
0
7,3
54,5
38,2
67 Lanjutan Tabel NO.
11.
PERNYATAAN
mendorong anak untuk selalu berbuat baik kepada teman-temannya 12. melakukan kegiatan bermanfaat 13. olahraga, belajar, mengaji daripada nongkrong 14. mendorong anak untuk menggali kemampuan yang miliki 15. tidak merusak hutan, tidak buang sampah sembarangan 16. berbuat baik terhadap keluarga, teman, tetangga 17. tidak pilih-pilih teman 18. belajar membuat keputusan sendiri 19. berbuat baik kepada oranglai 20. mendorong anak untuk melakukan sesuatu yang menarik minatnya 21. mendorong anak untuk membuat benda yang diinginkannya 22. mendorong anak untuk mengetahui apa yang diinginkannya 23. mendorong anak untuk menjadi pemimpin 24. mencapai prestasi 25. untuk percaya pada diri sendiri 26. untuk selalu menepati janji 27. berpegang teguh pada pendapatnya yang benar Sosial 28. berbagi dengan temannya 29. menolong teman-temannya yang perlu ditolong 30. berbicara berhati-hati kepada teman-temannya 31. menyayangi orang lain 32. memahami teman 33. ikut dalam kegiatan berkelompok bersama teman-temannya 34. menganggap teman sebagai saudara
Laki-laki KK SR % %
SL %
TP %
0
7,1
48,6
44,3
0
5,5
61,8
32,7
0
10
55,7
34,3
0
1,8
63,6
34,5
11,4
7,1
38,6
42,9
9,1
12,7
52,7
25,5
11,4
22,9
34,4
31,4
14,5
34,5
29,1
21,8
25,7
30
28,6
15,7
20
49,1
18,2
12,7
2,9
8,6
52,9
35,7
0
9,1
70,9
20
30 7,1
34,3 21,4
22,9 45,7
12,9 25,7
27,3 18,2
49,1 29,1
14,5 40
9,1 12,7
1,4
11,4
60
27,1
0
14,5
65,5
20
17,1
22,9
34,3
25,7
10,9
40
34,5
14,5
17,1
41,4
22,9
18,6
32,7
30,9
32,7
3,6
7,1
28,6
40
24,3
9,1
27,3
50,9
12,7
11,4
27,1
32,9
28,6
18,2
25,5
41,8
14,5
0 1,4
7,1 10
54,3 55,7
38,6 32,9
0 0
14,5 18,2
60 60
25,5 21,8
1,4 1,4
7,1 21,4
57,1 47,1
34,3 30
1,8 0
12,7 21,8
61,8 60
23,6 18,2
0 0
11,4 15,7
52,9 51,4
35,7 32,9
1,8 1,8
7,3 9,1
60 63,6
30,9 25,5
0
5,7
51,4
42,9
0
12,7
54,5
32,7
0 1,4 10
11,4 21,4 18,6
51,4 45,7 51,4
37,1 31,4 20
0 1,8 1,8
14,5 18,2 25,5
61,8 52,7 56,4
23,6 27,3 16,4
2,9
15,7
57,1
24,3
0
23,6
60
16,4
TP %
Perempuan KK SR % %
SL %
68 Lanjutan Tabel NO.
PERNYATAAN
TP %
Laki-laki KK SR % %
35.
merasakan kesedihan teman mengajarkan untuk berbagi dengan teman
7,1
21,4
42,9
28,6
10,9
23,6
45,5
20
0
14,3
57,1
28,6
0
7,3
69,1
23,6
0 0
14,3 11,4
47,1 42,9
38,6 45,7
0 0
9,1 7,3
56,4 58,2
34,5 34,5
0
11,4
41,4
47,1
0
12,7
47,3
40
0
7,1
41,4
51,4
0
9,1
49,1
41,8
0 0 1,4
4,3 5,7 5,7
34,3 37,1 45,7
61,4 57,1 47,1
0 0 1,8
3,6 3,6 16,4
47,3 52,7 45,5
49,1 43,6 36,4
0
7,1
41,4
51,4
0
12,7
49,1
38,2
0
5,7
45,7
48,6
0
9,1
52,7
38,2
1,4
1,4
27,1
70
1,8
3,6
27,3
67,3
4,3
12,9
38,6
44,3
3,6
5,5
52,7
38,2
1,4
10
41,4
47,1
0
7,3
58,2
34,5
0
12,9
40
47,1
0
7,3
52,7
40
0 0
4,3 10
44,3 42,9
51,4 47,1
1,8 1,8
3,6 7,3
40 60
54,5 30,9
0
7,1
47,1
45,7
0
7,3
52,7
40
36.
Tuhan 37. menemukan kedamaian 38. merasakan adanya 39. 40. 41.
42. 43. 44. 45. 46. 47. 48.
49. 50. 51. 52.
kehadiran Tuhan merasa nyaman dan kekuatan dari agama berserah diri kepada Tuhan ketika anak sedang sedih berdoa kepada Tuhan dekat dengan Tuhan mencintai ciptaan Tuhan seperti alam, laut, tumbuhan. merasakan bahwa Tuhan mencintai kita percaya Tuhan selalu memperhatikan kita beribadah/ (kalau muslim salat) mengeluh hanya kepada Tuhan percaya bahwa Tuhan akan memberikan kekuatan, dukungan, bimbingan kepada kita merasakan bahwa Tuhan selalu memperhatikan perilaku yang kita perbuat. tidak meninggalkan Tuhan makan, minum, belajar, bekerja, berbicara sesuai ajaran agama percaya pada kekuatan Tuhan
SL %
TP %
Perempuan KK SR % %
SL %
Keterangan TP : Tidak Pernah, KK:Kadang-kadang, SR:Sering, SL:Selalu
Lampiran 7 Skor hasil pernyataan kecerdasan spiritual ibu NO. 1. 2. 3.
PERNYATAAN mampu menghadapi setiap keadaan yang sulit merasakan kehadiran Tuhan yakin Tuhan akan memaafkan setiap dosa yang saya lakukan
TP % 5,6
KK % 47,2
SR % 30,4
SL % 16,8
3,2 4,0
36,8 23,2
40,8 38,4
19,2 34,4
69
Lanjutan Tabel NO. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19 20. 21. 22. 23. 24.
25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32.
PERNYATAAN merasakan kedamaian dari agama yang saya yakini berserah diri kepada Tuhan ketika menghadapi kesulitan hidup berdoa kepada Tuhan memaafkan orang yang menyakiti saya mau berbagi dengan orang lain memiliki keinginan untuk hidup maju menemukan kedamaian ketika berdekatan dengan Tuhan berolahraga atau makan makanan yang sehat agar tubuh saya sehat memaafkan diri sendiri jika saya sudah menyakiti orang lain memutuskan agar dekat dengan Tuhan merasa tersentuh dengan keindahan ciptaan Tuha merasakan Tuhan mencintai saya percaya Tuhan akan memperhatikan setiap perilaku saya menolong orang lain yang sedang kesulitan bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian alam semesta menyukai kegiatan secara bersamasama berusaha keras membawa agama pada semua urusan kehidupan, berbicara dengan siapa pun tanpa memilih teman bersabar ketika sedang sakit menahan rasa sakit dengan tidak mengeluh berhati-hati ketika berbicara dengan orang lain menjalani hidup yang bermanfaat menolong orang lain dan berbagi pengalaman bertanggung jawab pada pilihan hidup menyukai kebersamaan dengan orang lain memahami keadaan orang lain ikhlas dengan keadaan yang saya terima menepati janji menjadikan Tuhan sebagai tempat saya berbagi dan berserah diri.
TP % 0,8
KK % 12,8
SR % 43,2
SL % 43,2
0
28,8
42,4
28,8
0,8 0
32,0 12,0
40,8 47,2
26,4 40,8
2,4 0,8 8,0
18,4 12,0 20,8
44,0 48,0 41,6
35,2 39,2 29,6
2,4
19,2
48,0
30,4
2,4
16,8
48,0
32,8
3,2
4,8
36,8
55,2
4,0
16,0
43,2
36,8
1,6 0
26,4 12,0
39,2 45,6
32,8 42,4
0,8
4,0
44,0
51,2
1,6
19,2
46,4
32,8
0
17,6
49,6
32,8
1,6
28,0
42,4
28,0
32,8
32,0
24,0
11,2
0 0
6,4 3,2
46,4 30,4
47,2 66,4
0
3,2
34,4
62,4
0 0
0,8 8,8
41,6 34,4
57,6 56,8
0
2,4
26,4
71,2
0
8,0
39,2
52,8
28,8 3,2
44,0 4,0
11,2 38,4
16,0 54,4
0 0
8,8 4,8
44,0 33,6
47,2 61,6
70 Lanjutan Tabel NO. 33. 34. 35. 36.
37. 38. 39. 40.
41. 42. 43.
44.
45. 46.
47. 48.
49. 50. 51.
52. 53. 54.
PERNYATAAN melihat kekuatan, dukungan, dan bimbingan Tuhan dalam hidup saya merasakan Tuhan akan menghukum jika saya berbuat dosa merasakan ketakutan jika Tuhan meninggalkan saya menyadari saya berasal dari mana dan apa yang menjadi kebutuhan saya merasakan dengan kuat bahwa saya ingin berubah menjadi lebih baik merenungkan apakah yang menjadi keinginan saya menemukan cara dalam mengatasi keadaan yang sulit menggali kemampuan yang saya miliki yang kemungkinan membuat saya untuk melangkah maju menetapkan hati untuk melangkah pada sebuah jalan untuk maju menyadari banyak jalan menuju citacita saya merasakan kebahagiaan jika saya berada di antara keluarga, teman, lingkungan saya tinggal merasakan kebahagiaan ketika saya dapat membantu orang lain yang membutuhkan petolongan saya menerima ketidakpahaman saya terhadap sesuatu dengan tidak menyerah merasakan kebahagiaan dan ketenangan jika saya dapat berkorban untuk orang lain Dapat mengatasi keadaan rela membela dan bertanggung jawab terhadap hal yang berarti bagi saya walaupun tidak diterima orang lain merasakan bahwa hidup saya sangat berarti menyukai kebersamaan dalam hidup saya merasakan adanya kekuatan yang besar di luar diri saya sebagai energi terbesar Tidak tergesa-gesa dalam membuat keputusan Menerima ketidakpahaman saya terhadap sesuatu tanpa menyerah Menyadari berasal dari mana
TP % 0
KK % 2,4
SR % 32,8
SL % 64,8
16,0
12,8
31,2
40
0
4,8
37,6
57,6
0
5,6
40,8
53,6
0,8
4,8
32,0
62,4
1,6
8,8
26,4
63,2
8,0
21,6
22,4
48,0
3,2
18,4
42,4
36,0
0,8
22,4
45,6
31,2
4,8
24,0
49,6
21,6
1,6
12,0
47,2
39,2
11,2
21,6
44,0
23,2
0,8
9,6
45,6
44,0
0
20,8
30,4
6,4 1,6
14,4 26,4
46,4 37,6
32,8 34,4
40,8
23,2
21,6
14,4
2,4
16,0
45,6
36,0
1,6
25,6
46,4
26,4
1,6
28,8
43,2
26,4
20
28,8
31,2
20
13,6
15,2
37,6
33,6
48,8
71
Lanjutan Tabel NO. 55. 56.
TP % 9,6 0,8
PERNYATAAN Menikmati rasa sakit Menerima kesulitan hidup
KK % 12,8 19,2
SR % 47,2 47,2
SL % 30,4 32,8
Keterangan TP : Tidak Pernah, KK:Kadang-kadang, SR:Sering, SL:Selalu
Lampiran 8 Skor hasil pernyataan karakter anak usia sekolah dasar NO.
PERNYATAAN
Pengetahuan Moral 1. Berani melakukan hal 2. 3.
4.
5.
6.
7.
8. 9.
10. 11.
12.
13. 14. 15.
yang berbeda itu baik Berani bertanya itu baik Setiap orang harus menghormati pendapat orang lain Saya menganggap belajar itu adalah hal yang baik Setiap masalah harus diselesaikan dengan solusi yang benar Berani mempertahankan pendapat yang berbeda adalah hal yang benar Saya harus menyelesaikan tugas yang diberikan kepada saya Setiap orang harus menepati janji Kita harus membuat orang lain bahagia, misalnya menghibur teman yang sedang sedih Setiap orang harus saling tolong menolong Kita tidak boleh menyakiti perasaan orang lain Saat ada perlombaan, saya akan mendukung sekolah saya Kita harus berbuat adil kepada siapapun Seorang pemimpin harus bertanggung jawab, Kita harus memaafkan teman yang sudah berbuat salah
SS %
STS
%
Laki-laki TS S % %
5,7
2,9
50
41,4
3,6
9,1
50,9
36,4
5,7 10
8,8 1,4
50 47,1
35,7 41,4
3,6 5,5
3,6 3,6
60 58,2
32,7 32,7
2,9
4,3
40
52,9
1,8
0
40
58,2
8,6
5,7
45,7
40
0
7,3
50,9
41,8
11,4
14,3
48,6
25,7
0
16,4
50,9
32,7
5,7
7,1
47,1
40
0
3,6
45,5
50,9
7,1
7,1
42,9
42,9
5,5
1,8
36,4
56,4
5,7
8,6
42,9
42,9
1,8
3,6
32,7
61,8
2,9
5,7
40
51,4
0
0
29,1
70,9
12,9
7,1
42,9
37,1
3,6
3,6
38,2
54,5
8,6
8,6
41,4
41,4
5,5
7,3
32,7
54,5
8,6
2,9
52,9
35,7
0
3,6
47,3
49,1
8,6
7,1
50
34,3
1,8
1,8
50,9
45,5
7,1
5,7
47,1
40
1,8
9,1
43,6
45,5
STS
%
Perempuan TS S SS % % %
72 Lanjutan Tabel NO.
16. 17.
18.
19.
20. 21.
22.
PERNYATAAN Kita harus menghormati hak orang lain Setiap orang harus selalu berhati-hati agar tidak terlibat dalam masalah Ketika membuat jadwal belajar, kita harus melaksanakannya Kita harus membuat orang lain bahagia, misalnya menghibur teman yang sedang sedih Setiap orang harus saling tolong menolong Kita tidak boleh menyakiti perasaan orang lain Saat ada perlombaan, saya akan mendukung sekolah saya
Perasaan Moral 1. Saya senang bertanya di
2.
3.
4.
5.
6.
7.
kelas (apa saja yang ingin ditanyakan membuat kamu senang) Saya merasa senang ketika orang lain memberikan saran kepada saya Saya selalu senang untuk belajar meskipun tidak disuruh oleh orangtua, guru atau siapapun Saya merasa senang ketika saya dapat menyelesaikan masalah dan semua orang senang dengan solusi yang saya berikan Saya merasa senang bila dapat mempertahankan pendapat saya Saya merasa bersalah jika saya harus berbohong Saya merasa senang dapat membahagiakan orang lain
SS %
STS
%
Laki-laki TS S % %
7,1
11,4
47,1
34,3
1,8
7,3
41,8
49,1
14,3
5,7
51,4
28,6
1,8
7,3
52,7
38,2
7,1
8,6
50
34,3
1,8
1,8
47,3
49,1
7,1
4,3
41,4
47,1
1,8
1,8
36,4
60
7,1
5,7
54,3
32,9
5,5
9,1
38,2
47,3
8,6
4,3
34,3
52,9
0
3,6
36,4
60
8,6
2,9
34,3
54,3
1,8
1,8
21,8
74,5
10
12,9
50
27,1
7,3
5,5
49,1
38,2
1,4
5,7
57,1
35,7
3,6
7,3
45,5
43,6
7,1
15,7
45,7
31,4
3,6
10,9
43,6
41,8
4,3
18,6
50
27,1
3,6
16,4
41,8
38,2
7,1
12,9
54,3
25,7
7,3
10,9
49,1
32,7
10
11,4
45,7
32,9
10,9
16,4
36,4
36,4
4,3
4,3
55,7
35,7
0
5,5
43,6
50,9
STS
%
Perempuan TS S SS % % %
73 Lanjutan Tabel NO.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18. 19.
PERNYATAAN Saya selalu ingin membuat orang lain disekitar saya merasa senang Saya selalu ingin membuat seseorang merasa nyaman berbicara dengan saya Saya senang apabila dapat mendukung sekolah saya yang sedang berlomba Saya senang apabila saya dapat berbuat adil pada orang lain Saya senang apabila saya diminta menjadi pemimpin Saya merasa senang apabila saya bisa memaafkan teman saya Saya senang bila menjadi tempat curhat bagi teman saya Saya menyesal bila lupa mengerjakan tugas sekolah Saya senang ketika saya dapat menyisihkan sebagian uang jajan saya untuk ditabung Saya tidak pernah merasa putus asa dalam hal apapun Saya merasa tenang setelah saya berdoa Saya merasa senang apabila dapat mematuhi ajaran agama
Tindakan Moral 1. Saya melakukan sesuatu
2.
dengan cara yang berbeda dari orang lain Saat saya ingin mempelajari sesuatu, saya mencoba untuk mempelajarinya dengan tekun,
SS %
STS
%
Laki-laki TS S % %
4,3
5,7
52,9
37,1
5,5
5,5
41,8
47,3
8,6
8,6
45,7
37,1
0
10,9
52,7
36,4
8,6
4,3
45,7
41,4
1,8
5,5
38,2
54,5
4,3
8,6
48,6
38,6
3,6
7,3
50,9
38,2
4,3
15,7
51,4
28,6
3,6
7,3
52,7
36,4
4,3
1,4
51,4
42,9
3,6
10,9
41,8
43,6
10,0
18,6
51,4
20
3,6
20
45,5
30,9
8,6
15,7
45,7
30
7,3
16,4
40
36,4
7,1
10
37,1
45,7
0
9,1
36,4
54,5
5,7
12,9
47,1
34,3
5,5
10,9
40
43,6
2,9
2,9
40
54,3
1,8
1,8
36,4
60
2,9
2,9
45,7
48,6
1,8
3,6
30,9
63,6
11,4
21,4
28,6
38,6
16,4
18,2
25,5
40
7,1
24,3
31,4
37,1
10,9
18,2
27,3
43,6
STS
%
Perempuan TS S SS % % %
74 Lanjutan Tabel NO.
PERNYATAAN
Laki-laki TS S % %
SS %
STS
%
Perempuan TS S SS % % %
12,9
34,3
34,3
18,6
9,1
25,5
30,9
34,5
5,7
24,3
32,9
37,1
9,1
23,6
38,2
29,1
1,4
15,7
35,7
47,1
1,8
12,7
27,3
58,2
2,9 4,3 12,9
17,1 10 24,3
32,9 22,9 32,9
47,1 62,9 30
3,6 1,8 1,8
16,4 0 18,2
29,1 25,5 36,4
50,9 72,7 43,6
5,7
17,1
35,7
41,4
3,6
7,3
34,5
54,5
11,4
18,6
38,6
31,4
1,8
20
38,2
40
11,4
7,1
38,6
42,9
5,5
5,5
43,6
45,5
15,7
24,3
38,6
21,4
1,8
14,5
45,5
38,2
18,6
15,7
20
45,7
20
5,5
30,9
43,6
18,6
17,1
20
44,3
5,5
9,1
34,5
50,9
4,3
11,4
25,7
58,6
1,8
9,1
21,8
67,3
4,3
11,4
30
54,3
1,8
7,3
23,6
67,3
STS
% 3. 4.
5. 6. 7. 8.
9.
10.
11. 12.
13. 14. 15.
16.
Saya memberikan solusi apabila ada masalah, Saya mempertahankan pendapat saya ketika saya yakin bahwa itu adalah benar Saya mengerjakan tugas sampai selesai Saya menepati janji Saya memiliki sahabat Saya akan membantu orang lain meskipun tidak diminta Saya akan setia pada kelompok saya baik susah maupun senang Saya memberikan kesempatan yang sama bagi teman saya saat sedang mengerjakan tugas kelompok Saya selalu memaafkan kesalahan teman saya Saya adalah pendengar yang baik bagi semua orang Saya tidak mencontek pada saat ujian Saya memiliki jadwal belajar Saya selalu menyempatkan diri untuk beribadah, misal saya mengaji ke tpa Saya memulai kegiatan dengan berdoa
Keterangan STS : Sangat Tidak Sesuai, TS:Tidak Sesuai, S:Sesuai, SS:Sangat Sesuai
75
Lampiran 9 Sumber Acuan Jurnal
No. 1.
2.
3.
4.
Penulis dan Judul
Metode
Patrick R.B. dan Gibbs J.C. (2012). Inductive Self report Discipline, Parental Expression of Disappointed Expectations, and Moral Identity in Adolescenc. J Youth Adolescence (2012) 41:973–983. DOI 10.1007/s10964-011-9698-7. Springer Science + BusinessMedia Peiser, N. C., & Heaven, P. C. L. (1996). Family Wawancara influences on self-reported delinquency among high school students. Journal of Adolescence, 19, 557–568. Renk K, McKinney C, Klein J, dan Oliveros A. (2005). Childhood discipline, perceptions of parents, and current functioning in female college students. Journal of Adolescence. DOI:10.1016/j.adolescence.2005.01.006. Department of Psychology, University of Central Florida, P.O. Box 161390, Orlando FL 32816, USA. 2005 Winskel H, Walsh L, dan Tran T. (2014). Discipline Strategies of Vietnamese and Australian Mothers forin Regulating Children‟s Behaviour. Pertanika J. Soc. Sci. & Hum. 22 (2): 575 - 588 (2014)
Persepsi anak terhadap orangtuanya
Wawancara
Contoh
Hasil
Ibu dan 93 1. Pola asuh disiplin induktif orangtua orang siswa berhubungan dengan emosi positif dan (54% meningkatnya identitas moral anak perempuan) 2. Pola asuh disiplin love withdrawal dan kelas 5, 8 dan power assertion tidak berhubungan 10 dengan meningkatnya identitas moral Remaja 1. Pola asuh disiplin hukuman berhubungan Australia secara signifikan dengan perilaku rendah usia 15-16 diri, khususnya remaja perempuan tahun 2. Pola asuh disiplin induktif berhubungan sebanyak 177 signifikan dengan harga diri yang tinggi Remaja 1. Pola asuh disiplin Ibu menggunakan perempuan kekerasan saat kecil berpengaruh terhadap depresi dan harga diri remaja 2. Pola asuh disiplin Ayah menggunakan kekerasan berhubungan dengan rasa cemas dan harga diri remaja
Ibu yang memiliki anak berusia 3 sampai 10 tahun di
1. Ibu menerapkan pola asuh disiplin induktif pada anak laki-laki berpengaruh pada moral anak, sedangkan pada anak perempuan sedikit banyak menggunakan power assertive
76
Lanjutan Tabel No.
5.
6.
7.
8.
Penulis dan Judul
Kerr DCR, Lopez NL, Olson SL, dan Sameroff AJ. (2004). Parental Discipline and Externalizing Behavior Problems in Early Childhood: The Roles of Moral Regulation and Child Gender. Journal of Abnormal Child Psychology, Vol. 32, No. 4, August 2004, pp. 369–383 (@ 2004). Received February 13, 2003; revision received January 30, 2004; accepted February 4, 2004 McKee L., Roland E., Coffelt N., Olson A.L., Forehand R., Massari C., Jones D., Gaffney C.A., Zens M.S. (2007). Harsh Discipline and Child Problem Behaviors: The Roles of Positive Parenting and Gender. J Fam Viol (2007) 22:187– 196. DOI 10.1007/s10896-007-9070-6. Published online: 20 April 2007 # Springer Science + Business Media, LLC 2007. Bert S.C. (2011). The Influence of Religiosity and Spirituality on Adolescent Mothers and Their Teenage Children. J Youth Adolescence (2011) 40:72–84. DOI 10.1007/s10964-010-9506-9. Moosa J dan Ali N.M. (2011). The Study Relationship between Parenting Styles and Spiritual Intelligence. J. Life Sci. Biomed. 1(1): 2427, 2011. Diambil dari http://jlsb.science-line.com/
Metode
Longitudinal Pengamatan
Contoh Australia dan Vietnam Anak dan Orangtua
Wawancara
2.582 orangtua dan anak kelas 56
Longitudinal Wawancara
Ibu dan remaja
Self report
Remaja
Hasil dibandingkan anak laki-laki Pola asuh disiplin induktif dan kekerasan fisik mempengaruhi ekspresi perilaku eksternal anak laki-laki dan pengaruhnya pada hati nurani. Ayah berkontribusi terhadap perilaku eksternal
1. Anak laki-laki lebih banyak menenerima pola asuh disiplin kekerasan fisik dan kekerasan verbal dibandingkan anak perempuan 2. Pola asuh disiplin kekerasan fisik dan kekerasan verbal dihubungkan dengan perilaku bermasalah Ibu yang memiliki spiritual tinggi berpengaruh terhadap sosialemosi anak. Spiritual anak berhubungan dengan spiritual Ibu dan perilaku eksternal anak Pengasuhan orangtua berhubungan dengan kecerdasan spiritual anak
77
Lanjutan Tabel No. 9.
10.
Penulis dan Judul
Metode
Contoh
Tabitha, N. (2014). A Study of the Link between Crosssectional Orangtua Self-esteem and Spiritual experience of Parents survey Living in the „City of Sadness‟ of Hong Kong. Journal of the North American Association of Christians in Social Work.Social Work & Christianity, vol. 41, No. 1 (2014), 45–59. Reinert, D.F. (2005). Self-Representations, and Wawancara Mahasiswa Attachment to Parents: A Longitudinal Study of Roman Catholic College Seminarians. Journal Spirituality Counseling and Values; Apr 2005; 49, 3; ProQuest Professional Education pg. 226.
Hasil Pengalaman spiritual orangtua meningkatkan harga diri orangtua
Kelekatan Ibu berpengaruh terhadap kualitas pengalaman spiritual dalam berhubungan dengan Tuhan
78
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 3 Agustus 1977 dari Ayah Zainal Arifin dan Ibu R Atit Permanwati. Penulis merupakan putri ketiga dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Percobaan Negeri 58 Bandung pada tahun 1989. Pada tahun 1992, penulis menyelesaikan pendidikan di SMP Negeri 11 Bandung. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMA Pasundan 1 Bandung dan lulus tahun 1995. Pada tahun 1995, penulis melanjutkan studi ke STMIK-LIKMI Bandung lulus pada tahun 1996. Penulis memilih program studi Bahasa Indonesia sub program Edtiting Unpad dan memperoleh gelar Ahlimadya pada tahun 1999. Pada tahun 2010 penulis melanjutkan studi kependidikan di STKIP Arrahmaniyah – Depok dan memperoleh gelar Sarjana Kependidikan pada tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis melanjutkan studi program Magister (S2) di Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak (minat Perkembangan Anak) Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis pernah mengajar di SD Muhammadiyah kota Bogor pada tahun 2010, kemudian menjadi editor part time buku pelajaran SD di Yudhistira. Penulis mengajar di SDIT Al Quds pada tahun 2011.