KEBUTUHAN DAN PERILAKU PENCARIAN INFORMASI PENGRAJIN BATIK TULIS PEKALONGAN: STUDI KASUS DI KECAMATAN WIRADESA KABUPATEN PEKALONGAN Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan
Oleh:
HERTIKA ANRI FAJRIATI NIM. A2D009007
PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2013
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Hertika Anri Fajriati
NIM
: A2D009007
Jurusan
: S1 Ilmu Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang
Dengan sesungguhnya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Kebutuhan dan Perilaku Pencarian Informasi Pengrajin Batik Tulis Pekalongan: Studi Kasus di Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan” adalah benar-benar karya ilmiah saya sendiri, bukanlah hasil plagiat karya ilmiah orang lain, baik sebagian maupun keseluruhan, dan semua kutipan yang ada di skripsi ini telah saya sebutkan sumber aslinya berdasarkan tata cara penulisan kutipan yang lazim pada karya ilmiah.
Semarang, 23 Agustus 2013 Yang menyatakan,
Hertika Anri Fajriati NIM A2D009007
ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO Jadikanlah pengalaman baik menjadi sebuah kebiasaan, dan tetap kenang pengalaman buruk, untuk dijadikan pelajaran kedepannya.. (quote : @mushlimhs) Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua. (Aristoteles)
PERSEMBAHAN Dengan terselesaikannya skripsi ini, maka penulis mempersembahkannya kepada : 1. Bapak Hermanto dan Ibu Sumiati sebagai orang tua tercinta, terima kasih atas cinta, kasih sayang, do’a perhatian, dan pengorbanan yang telah diberikan. 2. Semua sahabat dan teman-teman yang selalu memberi motivasi dan dukungan untuk terus maju dan berkembang.
iii
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui oleh Dosen Pembimbing untuk diajukan ke sidang Panitia Ujian Skripsi pada :
Hari
: Selasa
Tanggal
: 27 Agustus 2013
Disetujui oleh, Dosen Pembimbing
Dra. Sri Ati, M.Si NIP 195305021979012001
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah diuji oleh Panitia Ujian Skripsi pada tanggal 11 September 2013
Ketua Penguji,
Prof. Dr. Sutejo K.W., M.Si. NIP. 196005151985031004
Anggota I,
Bahrul Ulumi, S.S., M.Hum. NIP. 197007231999031001
Anggota II,
Dra. Sri Ati, M.Si. NIP. 195305021979012001
v
PRAKATA
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas hidayah, rahmat dan anugerah-Nya, penulis akhirnya berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul : “Kebutuhan dan Perilaku Pencarian Informasi Pengrajin Batik Pekalongan Studi Kasus di Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai gelar sarjana S-1 pada Fakultas Ilmu Budaya Jurusan Ilmu Perpustakaan Universitas Diponegoro Semarang. Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak sedikit hambatan yang dialami oleh penulis, oleh karena itu banyak dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan jasa terima kasih kepada 1. Bapak Dr. Agus Maladi Irianto, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro. 2. Ibu Dra. Sri Ati, M.Si. selaku Ketua Progam Studi S1 Ilmu Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro. 3. Ibu Dra. Ngesti Lestari, M.si selaku Dosen Wali dari penulis. 4. Ibu Dra. Sri Ati, M.Si. selaku Dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, petunjuk dan saran dalam penulisan skrispi ini. 5. Bapak Prof. Dr. Sutejo K.W., M.Si. dan bapak Bahrul Ulumi, S.S., M.Hum. selaku dosen penguji skripsi, terimakasih atas segala masukan dan sarannya.
vi
6. Seluruh Dosen dan Staff Progam Studi S1 Ilmu Perpustakaan yang telah memberikan ilmu, bantuan, dan masukan kepada penulis. 7. Bapak Hermanto dan Ibu Sumiati, selaku orang tua dari penulis tercinta terimakasih atas kasih sayang yang selalu tercurahkan untuk penulis, Mohamad Rohman Hakim, Herdito Fuad Agym, dan Aprilia Ghalia Fatin adik-adik dari penulis yang selalu memberikan keceriaan dikala penulis hilang semangat. 8. Simbah Sindon, Mbah Kakung, Mbah Uti, yang selalu mendoakan penulis untuk selamat, sukses dan bahagia. 9. Abdul Munir terimakasih atas dukungan, semangat, kasih sayang dan kesabarannya menemani penulis. 10. Bapak H. Daanan, Zamroni, Sutoyo, H. Abdul Haris, dan Khaerudin, selaku informan yang telah banyak memberikan informasi,
data, perhatian, dan
bantuannya selama penelitian. 11. Mbul, Ndud, Mott, Cung teman-teman seperjuangan, Teddy, Jefri, Icang, Laila, Manda, Yogi, Nafsil, Dhian terimakasih atas semangat dan dukungannya selama ini. 12. Kepada semua teman-teman seperguruan ilmu perpustakaan angkatan 2009 yang telah mendukung penulis selama ini. 13. Anak-anak kost Perumda 60, Kokom, Ratih, Galuh, Jenis, Dila terimakasih untuk motivasi dan rasa kekeluargaan selama ini. 14. Teman-teman KKN ceria tercinta, Rucy, Faizal, Tommy, Jeffry, Cita, Winda, Silvi, Maya, Ika, Lintang. Terimakasih atas pengalaman yang tak terlupakan. vii
15. Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu: Dalam skripsi ini mungkin masih banyak kekurangan, jika terdapat kesalahan dalam skripsi ini, maka peneliti memohon kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Semarang, 23 Agustus 2013
Penulis
viii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..........................................................................................i PERNYATAAN .................................................................................................ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN .....................................................................iii HALAMAN PERSETUJUAN ...........................................................................iv HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................v PRAKATA .........................................................................................................vi DAFTAR ISI ......................................................................................................ix DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xii DAFTAR TABEL ..............................................................................................xiii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................xvi ABSTRAK .........................................................................................................xv
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1 1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................... 4 1.3. Batasan Masalah ............................................................................................ 4 1.4. Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................... 5 1.5. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 5 1.6. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 5 1.7. Kerangka Pikir .............................................................................................. 7 1.8. Batasan Istilah ............................................................................................... 8
BAB II. TINJAUAN LITERATUR 2.1. Informasi ....................................................................................................... 10 2.2. Kebutuhan Informasi ..................................................................................... 11 2.3. Perilaku Pencarian Informasi ........................................................................ 13
ix
2.4. Batik .............................................................................................................. 16 2.4.1. Pengertian Batik ................................................................................. 16 2.4.2. Jenis Batik .......................................................................................... 17 2.4.3. Batik sebagai Kebutuhan dan Keinginan Masyarakat ....................... 18 2.5. Penelitian Terdahulu ..................................................................................... 20
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Desain Penelitian ........................................................................... 25 3.2. Subyek dan Objek Penelitian ........................................................................ 26 3.2.1. Subyek dan Objek .............................................................................. 26 3.2.2. Informan ........................................................................................... 26 3.3. Variabel dan Indikator .................................................................................. 28 3.4. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................... 28 3.5. Sumber Data .................................................................................................. 28 3.5.1. Data Primer ....................................................................................... 29 3.5.2. Data Sekunder ................................................................................... 30 3.5.3. Foto ................................................................................................... 30 3.6. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 21 3.7. Teknik Analisis Data ..................................................................................... 33
BAB IV. GAMBARAN UMUM PENGRAJIN BATIK PEKALONGAN 4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian .............................................................. 39 4.2. Batik Pekalongan ......................................................................................... 44 4.2.1. Warisan Budaya Tak Benda (Cultural Heritage) ............................. 44 4.2.2. Sejarah Batik di Indonesia ............................................................... 45 4.2.3. Sejarah Batik Pekalongan ................................................................ 46 4.2.4. Batik Dulu dan Sekarang ................................................................. 48 4.2.5. Industri Batik Tulis .......................................................................... 49 4.2.6. Gaya Ragam Hias Batik Pekalongan ............................................... 50 x
4.2.7. Jenis-Jenis Batik .............................................................................. 53 4.2.7.1. Batik Tulis ......................................................................... 54 4.2.8. Perkembangan Batik Pekalongan .................................................... 55 4.3. Pengrajin Batik Tulis ................................................................................... 56
BAB V. ANALISIS HASIL PENELITIAN 5.1. Informan yang Terlibat dalam Penelitian ....................................................... 59 5.2. Analisis Data .................................................................................................. 59 5.2.1. Awal Mula Usaha Batik Pekalongan ................................................ 59 5.2.2. Pembatikan dan Tenaga Kerja .......................................................... 61 5.2.3. Informasi yang Dibutuhkan Informan .............................................. 64 5.2.4. Tujuan Mencari Informasi Tentang Batik ........................................ 67 5.2.5. Jenis Informasi .................................................................................. 69 5.2.6. Bentuk Informasi .............................................................................. 71 5.2.7. Sumber Informasi ............................................................................. 73 5.2.8. Informasi dari Perpustakaan ............................................................. 74 5.2.9. Motif dan Ragam Hias Batik Pekalongan ........................................ 76 5.2.9.1. Motif yang Dikenal Informan ............................................ 76 5.2.9.2. Motif dan Ragam Hias Batik yang Diproduksi ................ 78 5.2.10. Desain Batik Pekalongan ................................................................ 81 5.2.11. Tempat Mencari Informasi ............................................................. 84 5.2.12. Cara Mencari Informasi .................................................................. 86 5.2.13. Kebutuhan dan Perilaku Pencarian Informasi Berdasarkan Pendidikan ...................................................................................... 89 5.2.14. Kendala ........................................................................................... 91 BAB VI. PENUTUP 6.1. Simpulan ....................................................................................................... 93 6.2. Saran .............................................................................................................. 95 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 97 xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.7. Kerangka Pikir............................................................................... .7 Gambar 4.1. Gambar Peta Kecamatan Wiradesa .............................................. 43
xii
DAFTAR TABEL Tabel 3.2.2. Data Informan ............................................................................... 27 Tabel 4.1.1. Mata Pencaharian Penduduk Kec. Wiradesa ................................. 40 Tabel 4.1.2. Perekonomian Di Kec. Wiradesa .................................................. 41 Tabel 4.1.3. Produk Unggulan Di Kec. Wiradesa ............................................. 42 Tabel 5.1.
Informan yang Terlibat dalam Penelitian....................................... 59
Tabel 5.2.1. Hasil Wawancara 1 di lampiran ..................................................... 3 Tabel 5.2.2. Hasil Wawancara 2 di lampiran ..................................................... 4 Tabel 5.2.3. Hasil Wawancara 3 di lampiran ..................................................... 6 Tabel 5.2.4. Hasil Wawancara 4 di lampiran ..................................................... 7 Tabel 5.2.5. Hasil Wawancara 5 di lampiran ..................................................... 8 Tabel 5.2.6. Hasil Wawancara 6 di lampiran ..................................................... 10 Tabel 5.2.7. Hasil Wawancara 7 di lampiran ..................................................... 11 Tabel 5.2.8. Hasil Wawancara 8 di lampiran ..................................................... 12 Tabel 5.2.9.1. Hasil Wawanara 9.1 di lampiran ................................................. 13 Tabel 5.2.9.2. Hasil Wawanara 9.2 di lampiran ................................................. 15 Tabel 5.2.10. Hasil Wawancara 10 di lampiran ................................................. 17 Tabel 5.2.11. Hasil Wawancara 11 di lampiran ................................................. 19 Tabel 5.2.12. Hasil Wawancara 12 di lampiran ................................................. 21
xiii
DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN A
Daftar Pertanyaan Wawancara ............................................ 1
LAMPIRAN B
Reduksi Data Hasil Wawancara .......................................... 2
LAMPIRAN C
Surat Keterangan Penelitian FIB .......................................... 22
LAMPIRAN D
Dokumentasi Penelitian ........................................................ 23
LAMPIRAN E
Lembar Konsultasi Skripsi ................................................... 26
LAMPIRAN F
Biodata Penulis ..................................................................... 27
xiv
ABSTRAK Judul skripsi ini adalah “ Kebutuhan dan Perilaku Pencarian Informasi Pengrajin Batik Tulis Pekalongan: Studi Kasus di Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa kebutuhan informasi dan bagaimana perilaku pencarian informasi pengrajin batik Pekalongan. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan analisis deskriptif dengan jenis penelitian studi kasus. Adapun subjek penelitian yang dijadikan sumber dalam penelitian ini mengambil 5 (lima) informan pengrajin batik tulis Pekalongan. Jenis dan sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi, kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa informasi yang dibutuhkan oleh sebagian besar informan (3 dari 5) menyatakan bahwa bentuk informasi yang dibutuhkan antara lain buku-buku, majalah, tabloid, dan informasi dari internet. Subjek yang mereka butuhkan dalam pengembangan usaha batik Pekalongan meliputi tentang UKM, manajemen dan pengelolaan usaha batik, cara pembatikan, informasi tentang seminar batik, pelatihan tentang motif corak ragam hias batik, serta pameran dan pelatihan tentang batik. Sebagian kecil masih mengandalkan informasi dari warisan turun temurun orang tua. Informan belum memanfaatkan informasi dari perpustakaan. Kendalanya mereka belum memperoleh hak cipta atas hasil batik yang mereka produksi. Saran yang diajukan yaitu perlu adanya perhatian dari berbagai pusat sumber informasi seperti perpustakaan dalam memberikan layanan informasi tentang motif batik dan perkembangan batik dan perlu adanya pemberian hak cipta karya batik sendiri oleh pengrajin batik tulis untuk memberi nama produk batik yang mereka produksi.
Kata kunci: kebutuhan, perilaku informasi, batik Pekalongan.
xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Batik sebagai salah satu warisan budaya bangsa Indonesia yang telah mendunia dan menjadi brand image kebudayaan Indonesia yang telah terdaftar dan diakui oleh UNESCO dan memperoleh hak cipta sebagai salah satu dari warisan budaya kekayaan Indonesia. Tanggal 2 Oktober 2009 dijadikan Hari Batik Nasional sejak UNESCO menetapkan batik sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity. Dengan penetapan ini, Indonesia diminta untuk melestarikan motif hias khas yang ada sejak zaman dulu kala. Indonesia pun memiliki kebanggaan sebagai pewaris kebudayaan batik yang diakui dunia. Menilik etimologinya, kata batik berasal dari kata "amba" dan "titik", yang berarti "menulis titik". Ada juga yang berpendapat bahwa batik secara hipotesis berasal dari akar kata Proto-Austronesian, yaitu "beCik" yang berarti "melakukan tato". Kata ini sendiri kemudian tercatat pertama kali secara resmi dalam bahasa Inggris di Encyclopedia Britannica pada 1880, dengan tulisan "battik". Batik dalam kemajuan pengetahuan dan teknologi semakin dikenal dan dijadikan sebagai icon penting ciri khas bangsa Indonesia. Saat ini peminat batik bukan hanya sebagian masyarakat tertentu saja, melainkan menjalar
ke
semua
lapisan
masyarakat
Indonesia
dan
semakin
diperkenalkan ke dunia Internasional serta dilestarikan. Sekarang banyak
1
2
instansi-instansi pemerintah maupun swasta yang menetapkan hari batik pada setiap karyawan dan karyawan suatu instansi harus menggunakan batik pada hari tersebut. Ini menunjukkan bahwa batik sangat diminati oleh semua kalangan. Batik pun kini tidak lagi dianggap tradisional dan kuno, tetap bisa dipadu-padankan dengan fashion modern, dan tidak ada alasan untuk malu untuk berbatik. Kota Pekalongan merupakan kota batik. Sudah diakui oleh bangsa Indonesia bahwa pusat produksi batik adalah di Kota dan Kabupaten Pekalongan, walaupun banyak kota – kota di Indonesia yang juga terkenal dengan produksi batik seperti di Solo, Yogyakarta, dan lain sebagainya, tetapi di Pekalongan sudah terkenal dengan batiknya dan ada pusat perbelanjaan khusus batik yaitu di International Batik Center (IBC). Di kota batik banyak sekali pengrajin batik yang menggeluti usaha dengan berbagai variasi batik dan mengikuti trend yang berkembang saat ini. Usaha batik kini telah menjamur di semua lapisan masyarakat, usaha ini sangat berkembang dengan pesat dan tumbuh menjadi bagian dari usaha melestarikan
warisan
budaya
bangsa.
Banyak
dari
mereka
yang
memproduksi semua jenis dan motif khas Pekalongan dengan semua kreasi masa kini dan mengikuti mode yang berkembang dengan pesatnya. Banyaknya pengrajin batik yang menjamur di kota batik ini otomatis menimbulkan persaingan usaha yang semakin ketat dan persaingan untuk memberikan layanan terbaik baik dari segi koleksi batik dan berbagai macam kreasi, variasi unik lainnya yang tidak di tampilkan oleh pengrajin
3
lain. Persaingan mendorong para pengrajin batik tulis untuk memperoleh informasi yang lebih banyak dan informasi terkini untuk menghadapi persaingan dan perkembangan mode dan motif yang sangat variatif dan menarik perhatian konsumen. Menurut teori Belkin dalam Suwanto (1997: 19) dinyatakan bahwa kebutuhan informasi dan perilaku pencarian informasi dapat dipengaruhi oleh bermacam-macam sebab, antara lain latar belakang sosial budaya, pendidikan, tujuan yang ada dalam diri manusia tersebut, serta lingkungan sosialnya. Selanjutnya Suwanto (1997: 19) menerangkan juga bahwa kebutuhan informasi muncul karena adanya kesenjangan antara kebutuhan seseorang akan informasi dan ketersediaan informasi yang dimilikinya. Kesenjangan tersebut dapat dihilangkan dengan bertanya, menghasilkan ide, dan/atau melakukan penelitian, sehingga pada saat seseorang merasa masih kurang atas pengetahuan yang dimilikinya maka akan terdorong keinginan menambah informasi mereka untuk melengkapi pengetahuannya, dari itu mereka melakukan pencarian informasi yang dibutuhkan dengan mulai melakukan pemilihan informasi secara tepat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karena ada kesenjangan dalam diri seseorang, maka muncul kebutuhan informasi. Kesenjangan dalam pikiran seseorang tersebut disebut dengan situasi problematik atau masalah. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, manusia akan berusaha mencari dan menggunakan sumber infromasi.
4
Oleh karena itu perlu diketahui informasi apa yang dibutuhkan oleh para pengrajin batik tulis Pekalongan dan bagaimana memenuhi kebutuhan informasi pengrajin batik tulis tersebut, maka penelitian ini sangat penting dilakukan agar dapat mengetahui kebutuhan dan perilaku pencarian informasi para pengrajin batik tulis di Pekalongan. Peneliti sangat tertarik untuk mengadakan penelitian kebutuhan dan pencarian informasi pengrajin batik dan membatasi daerah penelitian dengan
mengambil daerah
Kecamatan Wiradesa sebagai pusat perkembangan batik Pekalongan. Untuk itu peneliti akan mengadakan penelitian dengan judul penelitian “Kebutuhan dan Perilaku Pencarian Informasi Pengrajin Batik Tulis Pekalongan: Studi Kasus di Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan.”
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi permasalahan tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji adalah: 1. Apa saja informasi yang dibutuhkan para pengrajin batik tulis Pekalongan di Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan ? 2. Bagaimana cara para pengrajin batik tulis Pekalongan mencari informasi untuk memenuhi kebutuhan informasi mereka ?
1.3. Batasan Masalah Penelitian ini akan membahas tentang kebutuhan dan perilaku pencarian informasi pengrajin batik tulis Pekalongan di Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan, dan yang dimaksud dengan pengrajin
5
batik tulis dalam penelitian ini adalah orang atau pengrajin batik Pekalongan yang memproduksi batik tulis.
1.4. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini mengambil tempat di Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan dengan pemetaan para pengrajin batik tulis di daerah Pekalongan yang sudah terdaftar secara resmi. Waktu penelitian berlangsung selama tiga bulan yaitu bulan Mei – Juli 2013.
1.5. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa kebutuhan informasi dan bagaimana perilaku pencarian informasi pengrajin batik tulis Pekalongan.
1.6. Manfaat Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi peneliti a. Peneliti dapat mengetahui cara melakukan kajian terhadap kebutuhan informasi. b. Peneliti dapat mengetahui cara melakukan kajian terhadap perilaku informasi para pengusaha batik tulis. c. Peneliti dapat mengembangkan bidang keilmuannya di dunia perpustakaan. d. Peneliti dapat memberikan referensi baru mengenai kebutuhan informasi di bidang kewirausahaan.
6
2. Bagi Pengrajin a. Pengrajin batik tulis dapat mengetahui sumber-sumber informasi yang diperoleh oleh para pengrajin lain dan dijadikan referensi sendiri dalam memvariasi motif batiknya. b. Pengrajin batik tulis dapat mengembangkan usahanya dalam mendalami motif-motif batik yang ada di Pekalongan. 3. Bagi Masyarakat Umum a. Masyarakat dapat mengetahui berbagai motif batik yang ada di Pekalongan. b. Lebih variatif dalam pemilihan produk batik yang telah ada di kota Batik ini. c. Masyarakat
mengetahui
berbagai
informasi
dan
membendaharai pengetahuan tentang batik Pekalongan itu sendiri.
7
1.7. Kerangka Pemikiran Pengetahuan yang dimiliki pengrajin batik tulis Pekalongan
Pengetahuan yang dibutuhkan oleh pengrajin batik tulis Pekalongan
kesenjangan
Kebutuhan informasi
Perilaku pencarian informasi
Tujuan Jenis Informasi Bentuk Informasi Pemanfaatan informasi
Melalui media apa Di mana mencari informasi Bagaimana melakukan pencarian
8
1.8. Batasan Istilah 1. Informasi: Informasi menurut KBBI berarti penerangan, pemberitahuan, kabar atau berita tentang sesuatu. Informasi dalam penelitian ini adalah informasi yang dibutuhkan para pengrajin batik tulis tentang seni batik dan informasi yang mendukung perkembangan batik Pekalongan. 2. Kebutuhan informasi: Kebutuhan menurut KBBI adalah butuh, sangat perlu menggunakan, memerlukan. Kebutuhan informasi dalam penelitian ini berarti kebutuhan informasi para pengrajin batik Pekalongan untuk mengembangkan produksi batiknya. 3. Perilaku pencarian informasi: Perilaku menurut KBBI adalah tanggapan, atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Pencarian menurut KBBI adalah proses, cara, perbuatan mencari, pekerjaan dan sebagainya yang menjadi pokok penghidupan. Perilaku pencarian informasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perilaku atau cara mencari informasi dari para pengrajin batik di Pekalongan untuk menggali motif batik yang ada dan perkembangannya. 4. Batik: Menurut KBBI batik adalah kain bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam pada kain itu, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu. Batik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah batik asli Pekalongan.
9
5. Batik Tulis: Menurut KBBI batik tulis adalah batik yang ditulis dengan tangan, tidak dicetak. Batik tulis dalam penelitian ini adalah batik tulis asli Pekalongan. 6.
Pengrajin Batik: pengrajin menurut KBBI adalah orang yang bersifat rajin, orang yang pekerjaannya (profesinya) membuat barang kerajinan. Pengrajin batik yang dimaksud adalah para pengrajin batik tulis di Pekalongan.
BAB II TINJAUAN LITERATUR
2.1. Informasi Informasi adalah suatu hal yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia, dan menjadi kebutuhan bagi pengrajin batik tulis Pekalongan. Dalam hidup bermasyarakat mereka tidak dapat terlepas dari pentingnya informasi yang dapat diperoleh dari berbagai media, baik media cetak, elektronik, maupun dari kecanggihan internet. Informasi adalah penerangan, keterangan, pemberitahuan, kabar atau berita. Informasi juga merupakan keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian analisis atau kesimpulan. Menurut Chih chih dan Peter Heron dalam Lallo (2002: 14) informasi merupakan keseluruhan dari pengetahuan, ide, fakta dan kerja imajinatif dari pikiran yang dikomunikasikan secara formal dan/atau nonformal dalam berbagai bentuk. Newman dalam Suwanto (1997: 17) mengungkapkan bahwa informasi berisi data kasar dan fakta, pengetahuan yang meliputi organisasi, klasifikasi, perbandingan dan pemikiran yang membawa kepada suatu pendapat tentang konsep-konsep dan generalisasi. Suwanto (1997: 17) juga mengungkapkan bahwa informasi berisi data, fakta dan pengetahuan yang bermakna yang dapat membantu individu untuk memberi makna terhadap situasi yang dialaminya. Informasi merupakan arti yang diungkapkan manusia atau oleh abstrak dari fakta, representasi fakta
10
11
dan sama dengan cara konvensi yang diketahui dari representasi yang digunakan (Sulistyo-Basuki, 1993: 87). Informasi merupakan sesuatu stimulus yang mampu menghilangkan ketidakpastian. Maksudnya bahwa dengan seseorang memperoleh informasi, maka orang tersebut akan memperoleh pemahaman. Pemahaman yang dimiliki seseorang akan mampu membuat seseorang menjadi lebih yakin. Dari beberapa definisi tentang informasi di atas, maka informasi dapat secara singkat dijelaskan bahwa informasi merupakan keseluruhan data, fakta dan pengetahuan yang diterima oleh seseorang atau kelompok dan telah diproses sedemikian rupa kemudian dikomunikasikan secara formal atau tidak formal dan dalam berbagai bentuk sehingga memiliki makna bagi penggunanya.
2.2. Kebutuhan Informasi Kebutuhan
informasi
terjadi
dimana
seseorang
merasa
ada
kekosongan informasi atau pengetahuan sebagai akibat desakan informasi yang makin berkembang atau sekedar ingin tahu. Kekurangan ini perlu dipenuhi dengan informasi baru sesuai dengan kebutuhannya. Pemenuhan informasi ini yang mendorong seseorang berinteraksi atau berkomunikasi dengan berbagai sumber informasi untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan kebutuhannya (Yusup, 2010: 68). Kebutuhan informasi adalah sesuatu yang sebaiknya seseorang miliki dalam pekerjaan, penelitian dan rekreasinya (Line dalam Laloo, 2002: 12).
12
Kebutuhan informasi merupakan permintaan seseorang akan suatu informasi. Berdasarkan teori Kuhlthau dalam Suwanto, (1997: 19), kebutuhan informasi muncul karena adanya gap (kesenjangan informasi) antara informasi yang dimiliki oleh seseorang dengan informasi yang seharusnya dimiliki oleh orang tersebut untuk mendukung kegiatannya sehari-hari memunculkan kebutuhan informasi. Kebutuhan informasi seseorang memang beragam tergantung faktorfaktor yang mempengaruhinya, seperti lingkungan dan kehidupan sosial manusia. Dalam kehidupan pengrajin batik tulis misalnya, kebutuhan informasi akan sangat beragam mulai dari pemasaran dan memvariasi corak dan ragam hias batik Pekalongan itu sendiri, sesuai dari faktor yang mempengaruhi. Menurut Pendit dalam Suwanto, (1997: 20), menyatakan bahwa tindakan manusia dalam kebutuhan informasinya didasarkan pada sebuah gambaran tentang lingkungan, pengetahuan, situasi dan tujuan yang ada dalam diri manusia. Jadi kebutuhan informasi adalah suatu kebutuhan seseorang akan informasi yang baru untuk menambah pengetahuan yang dimilikinya sekarang agar dapat menempatkan diri pada individu yang mengikuti perkembangan informasi secara berkelanjutan dan dapat bermanfaat untuk mencapai tujuan. Pencarian informasi para pengrajin batik tulis ini merupakan upaya menemukan informasi dengan tujuan tertentu sebagai akibat dari adanya kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu. Kebutuhan
13
informasi pengrajin batik tulis Pekalongan juga akan mempengaruhi bagaimana para pengrajin batik tulis Pekalongan menentukan informasi apa saja yang menjadi kebutuhan mereka dan bagaimana mendapatkan informasi tersebut, agar bermanfaat bagi kelangsungan hidup para pengrajin batik tulis Pekalongan.
2.3.
Perilaku Pencarian Informasi
2.3.1. Pengertian perilaku Perilaku pada konsep kognitif terjadi dalam suatu life space atau ruang pengalaman seseorang, yang secara relative patut pada hukum-hukum psikologis. Menurut Yusup, perilaku yang dimaksud tersebut dapat dijejaki melalui beberapa cara antara lain (Yusup 2009: 309) : a) Setiap orang mempunyai kegiatan atau tindakan dan kemauan yang jelas. Hampir tidak ada atau bahkan mungkin tidak ada orang yang tidak berbuat atau tidak mempunyai kemauan. b) Orang juga bisa diidentifikasi dengan adanya perubahan sikap yang bisa dilihat hasilnya. Sikap memang bisa berubah, karena antara lain oleh adanya terpaan informasi yang terus menerus. c) Orang ditandai dengan adanya sikap dalam menerima perubahan nilai tentang suatu subjek atau kegiatan. d) Terbentuknya pola hubungan yang baru diantara dua peristiwa atau lebih. Pola hubungan baru inilah yang dinamakan sebagai hasil belajar atau hasil perubahan perilaku seseorang.
14
Kemudahan dalam mencari, kecepatan dalam menemukan informasi, biaya untuk mendapatkan informasi, kelengkapan informasi, dan keakuratan informasi yang didapatkan akan sangat mempengaruhi bagaimana cara seseorang melakukan pencarian informasi. Menurut penelitian Rogers (dalam Notoatmodjo, 2003), diungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: a) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. b) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus. c) Evaluation (menimbang – nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru. e) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan menjadi kebiasaan atau bersifat langgeng (long lasting). Menurut Ellis dalam Laloo (2002: 16), dikemukakan beberapa tahapan perilaku pencarian informasi dari para peneliti, pertama-tama ia menggambarkan karakteristik dari peneliti social, science, dan engineering.
15
Tahapan perilaku pencarian informasi yang dikemukakan Ellis sebagai berikut: a) Starting: artinya individu mulai mencari informasi misalnya bertanya pada seseorang yang ahli di salah satu bidang keilmuan yang diamati oleh individu tersebut. b) Chaining: menulis hal-hal yang dianggap penting dalam sebuah cacatan kecil. c) Browsing: suatu kegiatan mencari informasi yang terstruktur atau semi terstruktur. d) Diferentiating: pembagian atau reduksi data atau pemilihan data, mana yang akan digunakan dan mana yang tidak diperlukan. e) Monitoring: selalu memantau atau mencari berita-berita/informasiinformasi yang terbaru (up to date) f) Extrating: mengambil salah satu informasi yang berguna dalam sebuah sumber informasi tertentu. Misalnya, mengambil salah satu file dari sebuah world wide web (www) dalam dunia internet. g) Verifying: mengecek ukuran dari data yang telah diambil h) Ending: akhir dari pencarian Menurut Kuhlthau dalam Laloo (2002: 16),
disebutkan bahwa
mempelajari perilaku pencarian informasi mahasiswa yang melakukan tugas penelitian, merumuskan model yang menggambarkan pola umum dari tugas, perasaan, pikiran dan tindakan di bagi dalam enam tahap yaitu: a. Inisiasi: untuk mengenali kebutuhan informasi
16
b. Seleksi: untuk mengidentifikasi topik umum c. Eksplorasi: untuk menyelidiki informasi tentang topik umum d. Perumusan: untuk merumuskan perspektif yang difokuskan e. Koleksi: untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan fokus f. Persentation: untuk menyelesaikan pencarian informasi Wilson dalam Laloo, (2002: 17), mengungkapkan dalam bukunya yang berjudul Information Need, Information Seeking Behavior and User, bahwa di sisi lain perilaku mencari informasi muncul sebagai konsekuensi dari kebutuhan yang dirasakan dan diperlukan oleh pengguna informasi. Sebab itu untuk memenuhi kebutuhannya terdapat suatu tuntutan kepada sumber informasi formal atau informal atau jasa, yang menghasilkan keberhasilan atau kegagalan untuk menemukan informasi yang relevan . Jika berhasil, individu kemudian memanfaatkan informasi yang ditemukan dan mungkin baik lengkap maupun sebagian memenuhi kebutuhan yang dirasakan, jika ia gagal untuk memenuhi kebutuhan itu, ia harus mulai mencari lagi.
2.4.
Batik
2.4.1. Pengertian Batik Batik menurut Wikipedia bahasa Indonesia adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa mengacu pada 2 hal, yaitu yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Pengertian yang kedua
17
adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional), berarti kain yang digambar secara khusus dengan cara menuliskan malam pada kain dan pengolahannya diproses dengan cara tertentu. Menurut Doelah dalam Indrojarwo (2011) batik adalah produk tekstil yang dibuat dengan teknik celup rintang dalam penerapan desainnya, dengan mempergunakan bahan perintang lilin batik dan menampilkan ragam–ragam hias khas batik ataupun ragam hias etnis Indonesia. Kata “batik” adalah asli Indonesia, walaupun konsepnya dipengaruhi oleh bahasa Mesir dan India. Batik dikenal selama lebih dari satu millennium dari beberapa bukti kain yang didekorasi dengan teknik yang sama pada abad-abad awal Masehi di beberapa daerah Afrika Barat, Timur Tengah dan Asia.
2.4.2. Jenis Batik Menurut sejarahnya, batik merupakan barang seni yang memiliki kultural unik. Batik dapat memberikan kesan dan derajat seseorang yang memakainya, pada zaman dahulu batik digunakan oleh kaum kerajaan dan menjadi simbol keagungannya, sekarang batik bisa dipakai oleh siapa saja dan kapan saja.
18
Menurut Doellah (2002) dalam Maziyah (2007: 13) diungkapkan bahwa batik memiliki beberapa jenis, baik dilihat menurut gaya desain, gaya spesifik daerah, penggunaannya, maupun teknik pembuatannya. Gaya desain merupakan peleburan dari penataan ornamen-ornamen dan pewarnaan yang memiliki nilai estetika, falsafah hidup, dan kealamiahan dari lingkungan tempat batik tersebut tumbuh. Ada dua desain batik yang secara garis besar membedakan batik tersebut, yaitu batik dengan desain geometris dan nongeometris. Desain geometris adalah suatu bentuk integrasi dari garis lurus, segi empat, segitiga, trapesium, garis paralel, lingkaran, dan diagonal. Contoh desain geometris meliputi desain ceplok, parang, lereng, dll. Adapun desain nongeometris terdiri dari semen, lunglungan, buketan, pinggiran, dan desain spesial. Ornamen karakteristik dari desain ini contohnya adalah gunungan, bunga dengan kupu-kupu, binatang, dan tumbuhan. (Maziyah, 2007: 14)
2.4.3. Batik sebagai Kebutuhan dan Keinginan Masyarakat Menurut Philip Kotler (1987) dalam Hasanudin (2001: 197) menyatakan bahwa keanekaragaman corak, ragam hias dan motif, serta temuan teknologi untuk pengembangan struktur tenun, benang dan serat, zat perwarna dan proses penyempurnaannya, dan pengembangan fungsi, semua itu menggambarkan bahwa kebutuhan dan keinginan masyarakat terhadap produk batik berkembang sangat dinamis. Kedinamisan ini adalah penggerak utama tata niaga batik, yang mengarah pada pemasaran yang lebih luas. Ini sangat menentukan bahwa produksi batik dan motif yang beragam menjadikan pengrajin batik Pekalongan berbondong-bondong untuk mempersembahkan karya membatik yang semakin modern gaya dan ragam hias batik agar kebutuhan masyarakat terpenuhi. Untuk itu perlu adanya informasi yang memadai untuk para pengrajin batik Pekalongan
19
pada khususnya untuk mengetahui berbagai motif batik Pekalongan yang ada dan yang berkembang saat ini, sehingga selalu up to date dalam menyajikan karya seni yang sangat unik. Sebagian masyarakat memang menganggap batik hanyalah selembar kain yang tidak jauh halnya dengan kain-kain produk pabrik lainnya, yang dapat dijadikan pakaian. Tetapi, sebetulnya dalam lingkungan masyarakat tertentu, khususnya masyarakat Jawa batik dapat mencerminkan kedudukan, keadaan dan nilai-nilai yang terkandung dalam corak dan warna batik tertentu. (Nurrohmah, 2009: 27). Menurut Nurrohmah, (2009: 29) menuturkan bahwa perkembangan corak batik Pekalongan tidak lepas dari faktor sosial budaya masyarakat pendukungnya. Kebaradaan batik Pekalongan tidak hanya sebagai kebutuhan sandang saja, tetapi sudah merambah secara luas untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan kerajinan atau produk cendera mata. Dalam penelitian ini akan diungkapkan informasi apa yang diperlukan pengrajin batik untuk saling berlomba-lomba maju dalam mendapatkan keuntungan dan ketertarikan pelanggan batik serta dalam sektor penjualannya serta bagaimana pencarian informasinya. Hal ini diperlukan untuk menjawab mengapa ada kebutuhan
yang mendesak untuk
mempelajari kebutuhan informasi dan perilaku pencarian informasi komunitas bisnis.
20
2.5. Penelitian Terdahulu 1.
Tesis berjudul Studi Tentang Kebutuhan dan Pencarian Informasi bagi Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) dan Universitas Islam Sultan Agung (UNISULA) Semarang, oleh Sri Ati Suwanto, Program Studi Ilmu Perpustakaan UI Jakarta, tahun 1997. Dari penelitian ini diketahui bahwa ada perbedaan kebutuhan dan pencarian informasi yang dilakukan oleh Dosen FK Undip dengan UNISULA. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan jenis informasi, media dan sumber informasi yang digunakan oleh Dosen FK dalam mengajar perkuliahan. Sri-Ati (1997) dalam penelitiannya menggambarkan dan menganalisis kebutuhan dan pencarian informasi yang
digunakan
untuk
mengajar
pada
tahap
pengembangan
instruksional atau tahap persiapan bagi dosen kedokteran di dua perguruan tinggi yang berbeda. Hasil penelitian mengungkap bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal kebutuhan jenis informasi ditinjau dari latar belakang pendidikan dan tugas mengajar dosen dan tidak ada perbedaan antara lain dari segi media informasi, sumber informasi yang dibutuhkan, serta tidak ada perbedaan dari strategi yang digunakan dalam pencarian dan cara perolehan informasi. 2. Skripsi berjudul Kebutuhan dan Perilaku Pencarian Informasi Peneliti: Studi kasus di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia oleh Widyana Dewi Kartika jurusan S1 Ilmu Perpustakaan fakultas Ilmu
21
Budaya Universitas Diponegoro Semarang, tahun 2012. Pada penelitian ini diteliti bagaimana kebutuhan dan perilaku pencarian informasi oleh para peneliti di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Diketahui dari penelitian tersebut bahwa dalam mencari informasi dan memenuhi kebutuhan informasinya para peneliti mencari informasi secara berulang setiap saat untuk memenuhi kebutuhan informasi yang mereka butuhkan untuk membuat makalah, telaahan dan resume guna mendukung hasil putusan hakim Mahkamah Konstitusi, dan melakukan pencarian informasi dengan didukung oleh kondisi lingkungan kerja yang akan memunculkan dorongan berupa sikap untuk mencari informasi yang dibutuhkan baik secara aktif maupun pasif dalam melakukan pencarian informasi. 3. Jurnal berjudul Kebutuhan Informasi Siswa SMA dan Ketersediaan Sumber Informasi pada Perpustakaan SMA di Surabaya oleh Dessy Harisanty Departemen Ilmu Informasi dan Perpustakaan, Fisip Unair. Jurnal Ilmu Informasi dan Perpustakaan, Tahun 1, Nomor 1, JuniNopember 2009. Pada penelitian ini diteliti bagaimana kebutuhan informasi para siswa SMA dan bagaimana ketersediaan Sumber Informasi pada Perpustakaan SMA di Surabaya untuk memenuhi kebutuhan informasi siswanya. Diketahui bahwa kebutuhan informasi siswa memiliki porsi yang berbeda-beda. Bagi siswa SMA mereka lebih
membutuhkan
informasi
terkait
personal
dibandingkan
kebutuhan informasi terkait peran sosial yang disandang maupun
22
lingkungan. Kebutuhan informasi siswa SMA tersebut perlu mendapat respon dari perpustakaan sekolah, salah satunya melalui ketersediaan sumber
informasi.
Perpustakaan
sekolah
dinilai
baik
dalam
menyediakan sumber informasi meskipun nilai rata-rata masih kurang dari kebutuhan informasi siswa. 4. Penelitian Laloo dalam bukunya berjudul Information Need, Information Seeking Behavior and User pada tahun 2002. Salah satu pembahasan tentang kebutuhan informasi dan perilaku pencarian informasi dalam bisnis. Kegiatan yang dilakukan dalam berbisnis biasanya berupa transaksi membeli dan menjual, perdagangan, industri dan transaksi komersial. Mereka melibatkan wanita dalam kegiatan berbisnis dalam hal ini juga karena wanita mengerti tentang proses bisnis dan wirausaha. Menurut Laloo (2002: 33) informasi merupakan unsur yang sangat penting untuk masing-masing dari bagian sektor dalam berbisnis. Berdasarkan uraian dari penelitian yang sudah dilakukan di atas, disampaikan bahwa dalam penelitian kebutuhan informasi dan perilaku pencarian informasi ini berbeda-beda setiap individu dan status pendidikan serta status sosialnya, karena manusia memiliki kebutuhan informasi yang berbeda-beda pula. Kebutuhan informasi yang diperlukan karena adanya kesenjangan antara pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan baru yang perlu dimiliki sebagai tuntutan kebutuhan informasi yang harus dipenuhi untuk melanjutkan kehidupan dan kegiatan bermasyarakat.
23
Sedangkan dalam penelitian yang sudah dilakukan diatas menjelaskan bahwa perilaku pencarian informasi setiap manusia juga berbeda-beda. Ini dikarenakan dalam menyusuri informasi mereka mempunyai cara sendirisendiri dalam menemukan informasi yang dibutuhkannya. Dalam penelitian ini mengacu pada kebutuhan dan perilaku pencarian informasi pengrajin batik tulis Pekalongan. Untuk itu perlu adanya penelitian yang akan dilakukan ini untuk memberikan gambaran tentang apa saja kebutuhan informasi para pengusaha batik Pekalongan dalam menjalankan kegiatan membatik mereka, dan bagaimana cara mereka dalam menemukan informasi yang diperlukan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari untuk kebutuhan membatik mereka. Apakah sama dengan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan ataukah berbeda dalam segala bentuk informasi dan cara mencari informasinya. Dalam penelitian ini akan diungkapkan informasi apa yang diperlukan pengrajin batik untuk saling berlomba-lomba maju dalam mendapatkan keuntungan dan ketertarikan pelanggan batik serta dalam sektor penjualannya. Hal ini diperlukan untuk menjawab mengapa ada kebutuhan yang mendesak untuk mempelajari kebutuhan informasi dan perilaku pencarian informasi komunitas bisnis. Persamaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas tentang kebutuhan informasi dan perilaku pencarian informasi. Sedangkan perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian yang sudah pernah dilakukan adalah bahwa dalam penelitian ini, peneliti akan mengambil subyek penelitian adalah pengrajin batik pekalongan sebagai
24
informan penelitian, yang akan meneliti tentang bagaimana kebutuhan dan perilaku pencarian informasi para pengrajin batik tulis Pekalongan di Kabupaten Pekalongan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Desain Penelitian Jenis dan desain penelitian dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif dan pendekatan studi kasus. Penelitian deskriptif memberikan gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan manusia yang diteliti, berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat, atau kepercayaan orang yang diteliti. Penelitian deskriptif yaitu suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, berupa bentuk, aktivitas, karekteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara gejala yang ditemukan. Penulis menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif karena peneliti akan lebih menekankan analisis pada proses penyimpulan induktif serta memperoleh deskripsi mengenai bagaimana kebutuhan dan perilaku pencarian informasi pengrajin batik tulis Pekalongan di Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan sehingga pembahasannya harus kualitatif atau menggunakan uraian kata-kata. Sedangkan bentuk penelitian ini adalah studi kasus. Menurut Santoso (2005: 30) Studi kasus adalah penelitian ini umumnya bertujuan untuk mempelajari secara mendalam terhadap suatu
25
26
individu, kelompok, lembaga, atau masyarakat tertentu, tentang latar belakang, keadaan sekarang atau interaksi yang terjadi di dalamnya. Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang mengarah pada kehidupan sehari-hari para pengrajin batik tulis Pekalongan yang dalam kegiatannya memproduksi batik memerlukan informasi yang digunakan dalam mendukung semua aktivitas yang berkaitan dengan mengembangan produksi batik tulis melalui berbagai variasi ragam hias batik, dan menampilkan gaya baru motif batik untuk mengikuti perkembangan teknologi dan perkembangan zaman. Untuk itu penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif yang dapat secara lebih mendalam mengetahui bagaimana kebutuhan dan perilaku pencarian informasi oleh para pengrajin batik tulis di daerah Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan.
3.2. Subjek dan Objek Penelitian 3.2.1. Subjek dan Objek Subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah pengrajin batik tulis Pekalongan di kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan. Objeknya adalah kebutuhan dan cara mereka mencari informasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan produksi dan memperkaya pengetahuan tentang motif dan variasi batik Pekalongan.
3.2.2. Informan Informan yang akan diwawancarai ada lima (5) orang pengrajin batik tulis Pekalongan. Penelitian ini akan membahas tentang kebutuhan dan perilaku pencarian informasi pengrajin batik tulis Pekalongan di Kecamatan
27
Wiradesa Kabupaten Pekalongan, dan yang dimaksud dengan pengrajin batik dalam penelitian ini adalah orang atau pengrajin batik Pekalongan yang memproduksi batik tulis. Informan yang peneliti pilih ini untuk memberikan penjelasan tentang bagaimana perkembangan informasi mereka tentang batik tulis dan hagam hiasnya, sehingga dapat membuat suatu keputusan untuk bagaimana mencari informasi yang dibutuhkan untuk menjawab dari apa yang menjadi kebutuhan informasi mereka. Berikut informan yang terlibat dalam penelitian: Nama No
Nama Usaha
1.
Zamroni
Riwayat
Tanggal
pendidikan
wawancara
Alamat
Batik
Kec. Wiradesa
SMA
Shafira 2.
Khaerudin
Batik
Tanggal
13
Juli 2013 Kec. Wiradesa
SD
Karya
Tanggal
14
Juli 2013
Amanah 3.
H. Daanan
Batik
Kec. Wiradesa
SD
Daanan 4.
H. Abdul Batik Liris
Sutoyo
16
Juli 2013 Kec. Wiradesa
SMP
Haris 5.
Tanggal
Tanggal
16
Juli 2013 Batik Munalifah
Sumber: Data hasil wawancara
Kec. Wiradesa
SMA
Tanggal Juli 2013
15
28
3.3. Variabel dan Indikator Variabel dalam penelitian ini adalah kebutuhan dan perilaku pencarian informasi pengrajin batik tulis Pekalongan di Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan. Adapun indikator dari penelitian ini adalah: a. Tujuan pengrajin batik tulis Pekalongan mencari informasi. b. Jenis informasi. c. Bentuk informasi. d. Pemanfaatan informasi. e. Media yang digunakan untuk mencari informasi. f. Dimana mencari informasi. g. Bagaimana melakukan pencarian informasi.
3.4. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini mengambil tempat di Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan dengan pemetaan para pengrajin batik tulis di daerah Pekalongan yang sudah terdaftar secara resmi. Waktu penelitian berlangsung selama tiga bulan yaitu bulan Mei – Juli 2013.
3.5. Sumber Data Penelitian ini menggunakan sumber data mencakup sumber data primer dan sumber data sekunder yang akan mendukung dalam penemuan data di lapangan dan data yang relevan dengan penelitian ini menyangkut informasi tentang batik tulis Pekalongan itu sendiri. Selain mengambil
29
sumber data dari primer dan sekunder, peneliti juga menggunakan sumber data tambahan dari foto, karena foto yang akan ditampilkan merupakan gambaran di lapangan yang akan menguatkan data. Sumber data utama dari penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan dari orang-orang yang diteliti dan diwawancarai, responden dalam penelitian ini adalah para pengrajin batik tulis Pekalongan. Menurut Moleong (2011: 157) menyatakan bahwa Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video/audio tapes, pengambilan foto, atau film.
3.5.1. Data Primer Sumber data primer adalah sumber yang merupakan bagian dari atau langsung berhubungan dengan peristiwa sejarah. Sulistyo-Basuki (2006: 102). Data primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya. Data primer disebut juga data asli atau data baru, dalam penelitian ini data primer diperoleh dari wawancara kepada informan. Dalam hal ini informan yang dimaksud adalah para pengrajin batik tulis Pekalongan di wilayah Kecamatan Wiradesa yang merupakan data langsung di lapangan tempat produksi batik tulis Pekalongan, dari hasil wawancara dan dokumen yang ada. Dengan melakukan observasi secara lebih mendalam diharapkan peneliti akan mendapatkan informasi yang memuaskan dari penelitian ini.
30
3.5.2. Data Sekunder Sumber data sekunder adalah bukti berupa dokumen atau rekaman lain yang memberikan bukti mengenai atau tentang sesuatu yang telah terjadi, misalnya notulen rapat, sinopsis diskusi, debat, laporan surat kabar, biografi, dan sejarah yang ditulis oleh sejarahwan lain. Sulistyo-Basuki (2006: 103). Data sekunder ini akan mengambil dokumen dari berbagai sumber informasi tentang batik tulis Pekalongan, serta melihat berbagai motif batikbatik yang bervariasi dari masa kemasa, ini bisa dilihat dari museum batik Pekalongan yang sudah mengumpulkan berbagai jenis dan variasi motif batik Pekalongan itu sendiri, sehingga diharapkan dapat membantu dalam memenuhi kebutuhan informasi dalam penelitian.
3.5.3. Foto Foto dipakai sebagai alat untuk keperluan penelitian kualitatif karena dapat dipakai dalam berbagai keperluan. Foto menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga dan sering digunakan untuk menelaah segi-segi subyektif dan hasilnya sering dianalisis secara induksi. Foto digunakan sebagai sumber data yang valid. Foto sebagai data atau sebagai pendorong ke arah menghasilkan data, ini untuk melengkapi informasi yang ditemukan. Foto ini akan mengambil tentang berbagai motif batik tulis Pekalongan yang khas dan mengambil gambaran kegiatan membatik serta cara mengolah batik tulis Pekalongan.
31
3.6.
Teknik Pengumpulan Data Ada beberapa teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, yaitu : 1. Wawancara, yaitu kegiatan mewawancara dengan Informan agar mendapatkan informasi dan jawaban-jawaban dari permasalahan yang ada, agar menjadi acuan dalam penyusunan penelitian ini. Menurut Moleong (2011: 186) maksud mengadakan wawancara adalah untuk mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain untuk memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain. Pengumpulan
data
dengan
menggunakan
metode
wawancara
dilakukan untuk mengetahui tentang, (1) bagaimana perasaan seseorang, (2) pengalaman apa yang dipunyai seseorang, (3) apa yang diingat seseorang (4) apa motivasi seseorang, dan (5) apa alasan seseorang melakukan sesuatu. Santoso (2005: 70). Wawancara memerlukan syarat penting yaitu terjadinya hubungan yang baik dan demokratis antara responden dengan penanya. Fungsi wawancara menurut Santoso (2005: 73) adalah : a. Mendapatkan informasi langsung dari informan. b. Mendapatkan informasi ketika metode lain tidak dapat dipakai. c. Menguji kebenaran dari metode observasi maupun kuesioner. Dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara terbuka dan pertanyaannya juga sangat terbuka untuk mengetahui lebih dalam
32
tentang informasi yang dibutuhkan untuk melengkapi data tentang kebutuhan dan perilaku pencarian informasi pengrajin batik tulis Pekalongan. 2. Observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung ke tempat penelitian untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka menyusun penelitian ini. Menurut Moleong, (2000: 126) Teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman langsung dengan melihat, mengamati, mencacat peristiwa yang berkaitan. Pada waktu observasi di lapangan peneliti akan membuat catatan lapangan yang berguna sebagai alat perantara yaitu antara apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dicium, dan diraba pada saat berada di lapangan tempat penelitian dilakukan. Dalam penelitian ini peneliti meneliti langsung di tempat penelitian yaitu di daerah Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan. 3. Dokumen, yaitu melengkapi berbagai literatur yang relevan dengan penelitian yang peneliti lakukan untuk mendukung hasil dari penelitian ini. Dokumen yang dimaksud adalah pengumpulan data yang diperoleh melalui literatur-literatur, dokumen-dokumen, suratsurat yang ada hubungannya dengan topik yang akan dibahas. Metode ini dilakukan dengan cara mencari bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan judul penelitian ini. Bahan-bahan pustaka tersebut mencakup tentang batik tulis Pekalongan dengan sejarah dan perkembangannya, foto-foto yang menggambarkan kegiatan dan
33
aktifitas para pengrajin batik tulis Pekalongan dalam kegiatan seharihari, termasuk cara memenuhi kebutuhan informasi mereka. Foto-foto merupakan bukti yang nyata dan falid. Dokumen-dokumen yang diperlukan akan dicari di museum batik Pekalongan dan koleksi dari para pengrajin batik tulis Pekalongan yang menjadi informan, sehingga diharapkan peneliti bisa mendapatkan jawaban dari penelitian mengenai kebutuhan dan perilaku pencarian informasi pengrajin batik tulis Pekalongan.
3.7.
Teknik Analisis Data Analisis data merupakan suatu kegiatan yang dikenalkan pada semua data yang terkumpul dan bertujuan untuk mengatasi fenomena sehingga data menjadi
rapi
dan
teratur.
Tujuan
utama
analisis
data
adalah
mengorganisasikan data. Data yang terkumpul terdiri dari catatan lapangan, hasil observasi, dan hasil studi pustaka dan sebagainya. Analisis data merupakan bagian yang sangat penting, karena dapat memberikan arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Menurut Moleong (2011: 247) proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya. Aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktifitas dalam analisis data
34
dalam penelitian ini , yaitu reduksi data, kategorisasi data, klasifikasi data, penyajian data, dan kesimpulan. 1. Reduksi Data Reduksi data adalah membuat rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada didalamnya, mengambil informasi yang dianggap penting dan berkaitan dengan penelitian dan membuang kata-kata yang dirasa tidak penting. Analisis data dimulai dengan membuat transkrip wawancara dengan cara memutar kembali rekaman hasil wawancara, kemudian didengar kembali dan ditulis berdasarkan kata-kata yang didengar dari rekaman wawancara tersebut, ditulis apa adanya sesuai dengan hasil pembicaan informan. Menurut Moleong (2011: 288) reduksi data adalah mengidentifikasi satuan (unit) bagian terkecil yang ditemukan dalam data yang memiliki makna bila dikaitkan dengan fokus dan masalah penelitian. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema polanya. Dengan begitu data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencari bila diperlukan. Dalam penelitian ini akan mereduksi data dari hasil wawancara para pengrajin batik tulis Pekalongan sebagai informan yang akan memberikan informasi secara lebih mendalam tentang kebutuhan dan perilaku pencarian informasi mereka tentang kerajinan
35
batik tulis Pekalongan. Wawancara para informan akan direkam dan akan didengarkan kembali untuk mendapatkan keterangan yang asli tanpa direkayasa, sehingga diharapkan peneliti akan mendapatkan hasil penelitian yang diharapkan. 2. Kategorisasi Kategorisasi menurut Moleong (2011: 288) merupakan penyusunan kategori. Kategori adalah salah satu tumpukan dari seperangkat tumpukan yang disusun atas dasar pikiran, intuisi, pendapat, atau kriteria tertentu. Kategorisasi yaitu upaya memilah-milah setiap satuan ke dalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan. Setiap kategori diberi nama yang disebut label. Selanjutnya Lincoln dan Gube menjelaskan dalam Moleong (2011: 252) mengenai tugas pokok kategorisasi adalah: a. Mengelompokkan kartu-kartu yang telah dibuat ke dalam bagian-bagian isi yang secara jelas berkaitan. b. Merumuskan aturan yang menetapkan inklusi setiap kartu pada kategori dan juga sebagai dasar untuk pemeriksaan keabsahan data. c. Menjaga agar setiap kategori yang telah disusun satu dengan lainnya mengikuti prinsip taat asas. Dalam penelitian ini, dibagi-bagi data yang telah diperoleh tersebut harus dipilah sesuai dengan kesamaan kepentingan, sehingga dapat memudahkan peneliti dalam mengolah data. Selanjutnya dalam
36
penelitian ini peneliti mefokuskan pada mengategorisasikan data wawancara dan observasi lapangan yang akan dilakukan di tempat penelitian dengan mengedepankan informasi tentang bagaimana kebutuhan dan pencarian informasi oleh para pengrajin batik tulis Pekalongan untuk mencari variasi baru tentang gaya dan trend batik serta untuk melestarikan batik Pekalongan itu sendiri. 3. Klasifikasi Setelah satuan diperoleh dengan kategorisasi, maka langkah berikutnya adalah tahap klasifikasi dengan membuat koding. Membuat koding berarti memberikan kode pada setiap satuan agar supaya tetap dapat ditelusur data/satuannya berasal dari sumber mana sehingga memudahkan pada saat akan menemukan kembali data tersebut. Tahap klasifikasi ini merupakan tindakan untuk bisa membuat perbandingan yang bermakna antara setiap bagian dari data. Dengan memilah-milah data itu dan memadukannya kembali agar menghasilkan
sesuatu
yang
dapat
dianalisis.
Klasifikasi
ini
memudahkan peneliti mengenali satuan-satuan data yang terkumpul sehingga dapat dimanfaatkan kembali saat diperlukan. Pada penelitian ini akan diklasifikasikan data-data yang terkumpul selama penelitian dari transkrip wawancara dengan informan dalam hal ini pengrajin batik tulis Pekalongan agar dapat dibedakan data satu dengan data yang lain, dan dari sumber satu dengan sumber yang lain, agar
37
menjadi makna yang dapat dianalisis peneliti sesuai aturan, sehingga diharapkan dapat menghasilkan data yang akurat. 4. Penyajian Data Setelah
data
diklasifikasi,
maka
langkah
selanjutnya
adalah
menyajikan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dengan bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sebagainya. Penyajian data yang biasa digunakan dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Penyajian data dilakukan dengan mengelompokkan data sesuai dengan sub bab-nya masingmasing. Data yang telah didapatkan dari hasil wawancara, dari sumber tulisan maupun dari sumber pustaka dikelompokkan, selain itu juga menyajikan hasil wawancara para pengrajin batik tulis Pekalongan untuk memudahkan dalam menemukan apa kebutuhan dan bagaimana perilaku pencarian informasi mereka. 5. Kesimpulan Langkah selanjutnya dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang belum jelas menjadi jelas. Kesimpulan
38
dalam penelitian ini akan mengungkapkan apa saja kebutuhan dan bagaimana perilaku pencarian informasi para pengrajin batik tulis Pekalongan, sehingga penelitian ini mampu memberikan sumbangan pengetahuan baru tentang informasi batik pekalongan.
BAB IV GAMBARAN UMUM
4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Dalam bab ini akan diuraikan secara rinci tentang karakteristik daerah penelitian dan profil pengrajin batik tulis Pekalongan. Karakteristik daerah penelitian meliputi lokasi dan potensi daerah. Profil pengrajin batik tulis meliputi keluarga dan pengalaman berbisnis dalam menjalankan usaha, serta pengetahuan informasi tentang ragam hias batik dan motif yang dipakai dalam usaha pembatikan ini, selain itu juga akan diuraikan tentang jenisjenis batik yang ada. Kecamatan Wiradesa merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Pekalongan yang terletak di jalur Pantai Utara Jawa (Pantura), yaitu pada ketinggian 4-6 mdpl. Kecamatan Wiradesa berbatasan dengan Kecamatan Wonokerto di sebelah Utara, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tirto, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bojong, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Siwalan. Luas daerah keseluruhan kecamatan ini seluas 1.270.277 Ha. Secara administratif Kecamatan Wiradesa memiliki 5 kelurahan dan 11 desa (Katalog Pemerintah Kecamatan Wiradesa, 2012). Kelurahan dan Desa di Kecamatan Wiradesa, tersebut yaitu 5 (Lima) Kelurahan meliputi Kelurahan Bener, Pekuncen, Mayangan, Kepatihan, dan Gumawang. 11 Desa tersebut adalah desa
39
40
Kemlong, Kauman, Bondansari, Kampil, Waru Lor, Waru Kidul, Wiradesa, Kadipaten, Delegtukang, Petukangan, Karangjati. Data resmi pemerintah Kecamatan Wiradesa (Direktori Industri Pengolahan, Kab. Pekalongan, 2009) menyebutkan jumlah penduduk pada tahun 2012 sebanyak 64.072 jiwa, terdiri dari 32.020 laki-laki dan 32.052 perempuan. Banyaknya kepala keluarga menurut status pekerjaan sejumlah 13.162 kepala keluarga yang bekerja, dan 1.251 kepala keluarga yang tidak bekerja. Sedangkan sektor industri pengolahan menempati urutan pertama sebagai mata pencaharian penduduk usia di atas 15 tahun, dengan perincian seperti tabel berikut: Tabel 4.1.1. Mata Pencaharian Penduduk Usia di Atas 15 Tahun di Kecamatan Wiradesa Sektor Ekonomi
Jumlah Pekerja > 15 Tahun
Industri Pengolahan
10.417
Perdagangan
7.717
Jasa
4.902
Pertanian Pangan
2.188
Peternakan
575
Perikanan
348
Perkebunan
203
Keuangan
16
Lain-lain
6.300
Jumlah
32.666
41
Tabel 4.1.2. Perekonomian di Kecamatan Wiradesa 1.
Industri a.
Industri Kecil
288 unit
Tenaga Kerja
2.588 unit
b. Industri Besar
6 unit
Tenaga Kerja
2.959 unit
c.
Industri Rumah Tangga
2.674 unit
Tenaga Kerja
4.394 unit
2.
Perdagangan a.
Industri
Perdagangan 435 unit
Menengah Tenaga Kerja
495 unit
b. Sarana Perdagangan Pasar Lokal
1 buah
Pasar Regional
1 buah
Pasar Swalayan
5 buah
Pasar Grosir
2 buah
Pertokoan/Warung
705 buah
42
Tabel 4.1.3. Produk unggulan di Kecamatan Wiradesa adalah: Produk Unggulan
Lokasi
1. Kerajinan Batik
Semua Kelurahan dan Desa
2. Pembuat Tahu
Ds. Kadipaten, Ds. Wiradesa, Kel. Pekuncen
3. Pertanian Padi
Ds. Kadipaten, Ds. Waru Kidul, Ds. Warulor
4. Kerajinan Rumah
Ds. Kemlong (dari kantong bekas)
5. Kuliner
Kel. Gumawang (sebagai kampung singgah)
43
Peta Kecamatan Wiradesa
44
4.2. Batik Pekalongan 4.2.1. Warisan Budaya Tak Benda (Cultural Heritage) Saat ini batik sudah menjadi suatu karya seni yang diakui dunia sejak United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation (UNESCO) pada tanggal 2 Oktober 2009 telah menetapkan batik sebagai cultural heritage yaitu warisan budaya tak benda, yang dimaksud dengan cultural heritage adalah yang tergolong dalam monumen, kelompok bangunan, dan situs, batik merupakan budaya tak berbenda. Yang dimaksud dengan monumen antara lain hasil karya arsitektural, hasil karya patung dan lukisan yang monumental. Elemen atau struktur alam yang arkeologis, naskah, gua dan kombinasi fiturnya, dimana nilainya bersifat universal, baik dari sudut pandang sejarah, seni sekelompok bangunan yang saling berhubungan maupun yang terpisah, baik karena bentuk arsitekturnya, keseragamannya dalam suatu lanskap, atau nilainya yang secara universal sangat hebat, baik dari segi sejarah, seni maupun ilmu pengetahuan. Untuk situs, yang tergolong di dalamnya adalah hasil karya manusia atau kombinasi antara alam maupun karya manusia, dan area-area seperti situs bersejarah yang nilainya secara universal tergolong hebat, baik dari segi sejarah, estetika, etnologis maupun antropologis. Masih menurut UNESCO (2 Oktober 2009) dalam Pesona batik 2012, bahwa cultural heritage terdiri dari tangible cultural heritage (materiil cultural heritage) dan Intangible cultural heritage (Immateriil cultural heritage). Tangible cultural heritage dapat terdiri dari: 1) warisan budaya
45
yang dapat dipindahkan (lukisan, patung, koin, naskah kuno); 2) warisan budaya yang tidak dapat dipindahkan (monumen, situs arkeologis); 3) warisan budaya di bawah air (kapal karam, situs dan reruntuhan di bawah air). Sedangkan Intangible cultural heritage terdiri atas tradisi lisan, seni pertunjukan, ritual.
4.2.2 Sejarah Batik di Indonesia Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta. Kesenian batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerjaan Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah perang dunia kesatu habis atau sekitar tahun 1920. Adapun kaitan dengan penyebaran ajaran Islam. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah santri dan kemudian Batik menjadi alat perjuangan ekonomi oleh tokoh-tokoh pedangan Muslim melawan perekonomian Belanda. (Batik Indonesia, 2012) Seni batik adalah seni gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluaga raja-raja Indonesia zaman dulu.
46
Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka seni batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masingmasing, sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai tediri dari tumbuhtumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari: pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur.
4.2.3. Sejarah Batik Pekalongan Sejarah batik pekalongan, meskipun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan, namun menurut perkiraan batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan menurut data yang tercatat di Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil berupa bahan baju. Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa. Dengan terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah - daerah baru itu para keluarga dan pengikutnya mengembangkan batik. Ke timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta
47
Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke arah Barat batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin berkembang.(Abraham, 2012) Seiring
berjalannya
waktu,
Batik
Pekalongan
mengalami
perkembangan pesat dibandingkan dengan daerah lain. Di daerah ini batik berkembang di sekitar daerah pantai, yaitu di daerah Pekalongan kota dan daerah Buaran, Pekajangan, Wonopringgo serta Wiradesa. Batik Pekalongan termasuk batik pesisir yang paling kaya akan warna. Sebagaimana ciri khas batik pesisir, ragam hiasnya biasanya bersifat naturalis. Jika dibanding dengan batik pesisir lainnya Batik Pekalongan ini sangat dipengaruhi pendatang keturunan China dan Belanda. Motif Batik Pekalongan sangat bebas, dan menarik, meskipun motifnya terkadang sama dengan batik Solo atau Yogya, seringkali dimodifikasi dengan variasi warna yang atraktif. Tak jarang pada sehelai kain batik dijumpai hingga 8 warna yang berani, dan kombinasi yang dinamis. Motif yang paling populer dan terkenal dari Pekalongan adalah motif batik Jlamprang. Batik Pekalongan banyak dipasarkan hingga ke daerah luar jawa, diantaranya Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, irian, Minahasa, hingga Makassar. Biasanya pedagang batik di daerah ini memesan motif yang sesuai dengan selera dan adat daerah masing-masing. Keistimewaan Batik Pekalongan adalah para pembatiknya selalu mengikuti perkembangan jaman . Misalnya pada waktu penjajahan Jepang,
48
maka lahir batik dengan nama’Batik Jawa Hokokai’, yaitu batik dengan motif dan warna yang mirip kimono Jepang. Pada umumnya batik jawa hokokai ini merupakan batik pagi-sore. Pada tahun 60-an juga diciptakan batik dengan nama Tritura. Bahkan pada tahun 2005, sesaat setelah presiden SBY diangkat, muncul batik dengan motif ‘SBY’ yaitu motif batik yang mirip dengan kain tenun ikat atau songket. Motif yang cukup populer akhirakhir ini adalah motif Tsunami. Memang orang Pekalongan tidak pernah kehabisan ide untuk membuat kreasi motif batik.
4.2.4. Batik Dulu dan Sekarang Batik Pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun lamanya hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik Pekalongan dikerjakan di rumah-rumah. Akibatnya, batik Pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah administrasi yaitu Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Batik Pekalongan adalah napas kehidupan sehari-hari warga Pekalongan. Ia menghidupi dan dihidupi warga Pekalongan. Meskipun demikian, sama dengan usaha kecil menengah lainnya di Indonesia, usaha batik Pekalongan kini tengah menghadapi masa transisi. Perkembangan dunia yang semakin kompleks dan munculnya negara pesaing baru seperti, Vietnam, menantang industri batik Pekalongan untuk
49
segera mentrasformasikan dirinya ke arah yang lebih modern bila gagal melewati masa transisi ini, maka batik Pekalongan mungkin akan menjadi kenangan bagi generasi mendatang lewat buku sejarah dan museum. Apa yang dihadapi industri batik Pekalongan saat ini mungkin adalah sama dengan persoalan yang dihadapi industri lainnya di Indonesia, terutama yang berbasis pada pengusaha kecil dan menengah dengan menurunnya daya saing yang ditunjukkan dengan harga jual produk yang lebih tinggi dibanding harga jual produk sejenis yang dihasilkan negara lain. Padahal kualitas produk yang dihasilkan negara pesaing lebih baik dibanding produk pengusaha Indonesia. Penyebab persoalan ini bermacammacam, mulai dari rendahnya produktivitas dan keterampilan pekerja, kurangnya inisiatif pengrajin untuk melakukan inovasi produk, hingga usangnya peralatan mesin pendukung proses produksi.
4.2.5. Industri Batik Tulis Batik tulis merupakan batik yang dibuat pertama kali sebelum adanya batik cap, sablon dan printing. Industri batik tulis pada zaman dulu memang sangat menjanjikan dengan pemasaran dan lahan jual yang besar, tetapi dengan adanya berbagai jenis pembuatan batik seperti yang sudah berkembang dengan adanya batik cap, batik sablon bahkan sekarang yang marak dilakukan adalah printing. Para pengrajin batik Pekalongan yang memproduksi batik Pekalongan dengan mengutamakan hasil batik tulis, yang memang batik tulis masih mengandung nilai seni yang paling tinggi
50
dibanding dengan batik cap ataupun yang sekarang terkenal dengan batik printing. Sebenarnya batik printing sudah dikatakan bukan karya seni batik, karena proses pengerjaannya sudah berbeda dengan membatik, hanya saja corak dan motif yang sama dengan batik, batik yang menggunakan printing ini sangat merugikan pengrajin batik tulis karena memproduksi dengan masal sehingga harga jauh lebih murah dan kualitas tidak sepadan dengan batik tulis. Dengan adanya batik printing tersebut, maka pemasaran batik tulis kian terhambat masuk ke pasaran yang memang menginginkan harga yang jauh lebih murah. Namun demikian, industri batik tulis tidak menampakkan kemundurannya karena memang masih banyak masyarakat yang mencintai produk batik tulis yang asli dengan buatan tangan-tangan pengrajin batik, mereka pelanggan batik tulis memang memiliki seni batik tinggi dan sangat menghargai budaya batik serta ikut serta dalam pelestarian batik Pekalongan.
4.2.6. Gaya Ragam Hias Batik Pekalongan Gaya ragam hias batik Pekalongan sangat bervariasi dan banyak sekali macamnya, dan semuanya dapat ditemukan dengan mudah dipasaran, walaupun sekarang masyarakat kita belum mengetahui dengan pasti bagaimana motif yang ada dan apa saja macam gaya ragam hias batik Pekalongan sendiri. Sebagian masyarakat Pekalongan hanya tahu akan memakai batik saja, dan tidak paham apa yang sebenarnya dipakai mereka
51
merupakan motif-motif yang seperti apa. Ini merupakan temuan beberapa motif batik Pekalongan. a.
Motif Jlamprang Motif Jlamprang merupakan ragam hias khas Pekalongan, nama Jlamrang berarti gagah, dilihat dari gambarnya yang mengesankan kegagahannya. Motif Jlamrang yang pada dasarnya merupakan ragam hias nitik dengan tata warna beraneka ragam. Motif ini memiliki ciri warna latar hitam, warna pelengkap merah, biru, hijau dan kuning gading (Wahono, 2004:114).
b.
Motif Tiga Negeri Batik Tiga Negeri dikenal lewat warnanya yang terdiri dari tiga bagian. Ada biru, coklat/sogan, dan merah. Batik ini kadang dikenal sebagai Batik Bang-Biru atau Bang-Bangan untuk variasi warna yang lebih sederhana. Ada yang mengatakan kalau pembuatan batik ini dilakukan di tiga tempat yang berbeda. Biru di Pekalongan, Merah di Lasem, dan Sogan di Solo. Sampai sekarang kerumitan detail Batik Tiga Negeri sukar sekali direproduksi.
c.
Motif Seno
d.
Motif Boketan Pohon Batik Buketan asal Pekalongan dengan desain pengaruh Eropa. Batik Indonesia dengan desain pengaruh Eropa.
e.
Motif Tumpal
52
f.
Motif Tanahan Krokotan
g.
Motif Cendrawasih
h.
Motif Parang Jago
i.
Motif Salak Tejo
j.
Motif Bledak
k.
Motif Mega Mendung
l.
Motif Kawung Sulur
m. Motif Jawa Hokokaido Batik Jawa Hokokai. Dibuat dengan teknik tulis semasa pendudukan Jepang di Jawa (1942-1945). Ia berupa kain panjang yang dipola pagi/sore (dua corak dalam satu kain) sebagai solusi kekurangan bahan baku kain katun di masa itu. Ciri lain yang mudah dikenali adalah pada motifnya. Motif kupu-kupu, bunga krisan, dan detail yang bertumpuk menjadikan Batik Jawa Hokokai menempati posisi karya seni yang mulia. Batik jenis Jawa Hokokai biasanya dikerjakan oleh lebih dari 10 orang yang masing-masing memegang peran proses pembatikan yang berbeda. Sistem padat karya seperti ini juga memungkinkan para pekerja di industri batik tidak di PHK. Kemiskinan dan kesulitan akibat Perdang Dunia ke-II nyata-nyata memengaruhi seni Batik di Indonesia n.
Motif Wijaya Kusuma
o.
Motif Trumtum
53
Masih ada berbagai motif batik lainnya yang merupakan motif dari daerah pesisiran utara Jawa termasuk Lasem dan Batang.
4.2.7. Jenis-jenis Batik Menurut gaya membatiknya, batik tulis atau cap dibedakan sebagai berikut: a.
Batik Tradisional, terdiri atas: 1) Batik
kerokan
yaitu
dengan
pengerokan
untuk
menghilangkan lilin sebagian. 2) Batik lorodan yaitu batik yang diklowong, diwedel, dilorod, dibironi, disoga, dan dilorod kembali. 3) Batik bedesan
yaitu batik yang ditembok, disoga,
diklowong, diwedel, dilorod. 4) Batik radioan yaitu batik yang disoga, diklowong, diputihkan, ditembok, diwedel, dilorod. 5) Batik Pekalongan yaitu batik yang disertai dengan coletan. 6) Batik remekan yaitu batik dengan peremekan untuk menghilangkan lilin sebagian. 7) Batik Kalimantan yaitu batik yang dicap, disoga, dilorod. 8) Batik kelengan yaitu batik yang dicap / klowong, diwedel, dilorod. 9) Batik monochrom yaitu batik yang sama kelengan hanya menggunakan warna bebas.
54
b.
Batik Gaya Bebas (Modern), batik gaya bebas terdiri dari: 1) Batik cap yaitu batik dengan menggunakan pelekatan lilin dengan canthing cap. 2) Batik tulis yaitu batik dengan menggunakan pelekatan lilin dengan canthing tulis. 3) Batik painting yaitu batik dengan menggunakan pelekatan lilin dengan kuas. 4) Batik kombinasi yaitu batik dengan menggunakan pelekatan lilin dengan campuran alat.
4.2.7.1. Batik Tulis Batik yang dibuat dengan cara menuliskan langsung motif batik secara manual dengan menggunakan canting. Batik tulis ini mempunyai keunikan tersendiri karena proses pembuatannya yang cukup rumit dan membutuhkan ketelatenan tingkat tinggi. Pembuatan batik tulis ini sesuai dengan tingkat kesulitan dalam membuatnya, sehingga batik tulis dijual dengan harga yang lebih mahal. Hal ini sangat sesuai dengan kualitas batik tulis yang bagus dan mempunyai motif batik yang detail. Untuk batik pekalongan juga terdapat jenis batik tulis yang memiliki daya jual yang tinggi. Ada dua cara batik tulis yaitu batik tulis malam dan batik tulis warna atau colet: 1) Batik tulis malam Adalah teknik batik tulis dengan menorehkan cairan malam melalui canting tulis dioleskan sesuai motif yang telah digambar di kain mori dengan pensil.
55
2) Batik tulis colet (warna) Adalah teknik batik tulis dengan menorehkan warna melalui canting tulis langsung ke kain mori, dalam membatik sudah langsung ada warnanya. Ciri-ciri batik tulis ini adalah motifnya tidak berulang, pemilihan kombinasi warna yang digunakan bisa lebih banyak, dan warna dasarnya bisa gelap atau cerah. (batikindonesia, 2012)
4.2.8. Perkembangan Batik Pekalongan Industri batik di Pekalongan termasuk di Kecamatan Wiradesa merupakan kategori industri kecil/rumah tangga. Batik Pekalongan merupakan batik pesisiran yang berkembang dan dipengaruhi oleh budaya Islam dan Cina. Motif batik Pekalongan berbentuk non geometris dengan konsentrasi pada pembuatan batik tulis. Dengan perkembangan produksi batik tradisional yang ada sekarang ini sudah mulai dilakukan kolaborasi alat yang semi modern. Gaya dan model telah banyak dilakukan, terutama untuk batik cap dan sablon yang dapat menghasilkan batik lebih banyak dalam waktu yang singkat. Sebagian usaha kelas menengah sudah mulai menggunakan alat mesin modern yang mempunyai kapasitas produksi jauh lebih cepat dan besar. Sedangkan batik tulisnya kini diproduksi sedikit hanya untuk kalangan menengah ke atas, dengan harga yang relatif mahal, karena proses pembuatannya yang sulit dan membutuhkan ketelatenan serta keuletan pengrajinnya. Batik tulis kini diproduksi untuk pesanan dan untuk
56
dipasarkan ke toko-toko dan butik-butik yang memang sudah menjadi pelanggan setia para pengrajin batik tulis Pekalongan. Pengrajin batik tulis Pekalongan sering memadu padankan motif dan kreatifitas sendiri untuk menghasilkan motif yang lain daripada yang lain sehingga menghasilkan dalam satu motif itu hanya satu lembar kain, tidak mungkin ada yang sama persis. Batik Tulis masih mempunyai nilai seni yang tinggi dan merupakan karya seni yang mahal. Para pengrajin batik tulis Pekalongan, hanya memproduksi kain batik tulis sedikit dibandingkan dengan batik cap maupun sablon, ini terjadi karena proses pembuatannya yang lama yaitu mencapai 2-3 bulan dalam satu lembar kain batik tulis asli. Batik pesisiran Pekalongan dibandingkan dengan daerah lainnya memiliki corak dan komposisi warna yang lebih kaya. Simbolisasi motifnya bernuansa pesisir. Misalnya motif bunga laut dan binatang laut. Pertemuan masyarakat Pekalongan dengan berbagai bangsa seperti Cina, Belanda, Arab, India, Melayu, dan Jepang, pada zaman lampau telah mewarnai perubahan pada motif dan tata warna seni batik. Motif yang paling terkenal saat ini adalah batik Jlamprang yang diilhami dari India dan Arab. Untuk batik encim dan klengenan, diperngaruhi oleh peranakan Cina. Pada zaman penjajahan Jepang muncul batik Hokokai, yaitu batik dengan motif dan warna yang mirip kimono Jepang.
4.3. Pengrajin Batik Tulis Objek dalam penelitian ini adalah pengrajin batik tulis yang berkecimpung di sektor industri batik di Kecamatan Wiradesa, Kabupaten
57
Pekalongan. Industri batik tulis merupakan sektor industri yang terus berkembang sekaligus menjadi tumpuan sektor penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Pekalongan, khususnya Kecamatan Wiradesa. Masyarakat yang hingga kini aktifitas sehari harinya terkait dengan usaha membatik sebagai mata pencaharian masyarakat yang tinggal di sekitar daerah sektor pembatikan, meliputi pedagang bahan-bahan material batik, pembuat alat batik, perajin batik, pedagang batik, pemerhati batik hingga konsumen batik, mereka dari kecil memang sudah terbiasa dengan usaha turun-temurun produksi pembatikan. Batik tulis memang sangat menjanjikan dan merupakan rintisan dari seni membatik pada jamannya, sehingga walaupun sekarang banyak berkembang mesin-mesin modern yang memproduksi batik dengan massal untuk menghasilkan banyak sekali produk dengan waktu yang singkat. Ini tidak membuat usaha batik tulis terpuruk, melainkan semakin banyak yang mencintai batik, semakin besar permintaan atas batik tulis, sehingga harganyapun lumayan lebih mahal.
BAB V ANALISIS HASIL PENELITIAN
Pada bab ini dibahas hasil penelitian berdasarkan observasi, wawancara dan dokumentasi dalam pengumpulan data. Setelah proses pengumpulan data, kemudian dilakukan teknik analisis data secara deskriptif tentang Kebutuhan dan Perilaku Pencarian Informasi Pengrajin Batik Tulis Pekalongan: Studi Kasus di Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan. Analisis hasil penelitian ini didasarkan pada pengamatan di lapangan dan wawancara pada bulan Mei – Juli 2013 dengan 5 informan. Informan yang diambil dalam penelitian sebanyak 5 orang pengrajin batik Pekalongan yang memproduksi batik tulis di Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan. Menurut latar belakang batik sebagai warisan budaya Indonesia yang harus dilestarikan keberadaannya dan harus diwarisi kepada generasi muda, maka kebutuhan informasi mengenai batik itu sendiri sangat dirasa penting untuk mendukung segala aspek kegiatan dalam pendalaman pengetahuan tentang pengembangan batik di Pekalongan sendiri oleh beberapa pengrajin batik Pekalongan khususnya pengrajin batik tulis. Peneliti hanya mengkaji pengrajin batik tulis di Pekalongan. Oleh karena itu peneliti melakukan observasi dan wawancara dengan informan yang merupakan pengrajin batik Pekalongan untuk mendapatkan informasi tentang apa yang dibutuhkan dan bagaimana mereka mencari informasi tersebut. Setelah pengumpulan data
58
59
sudah dilakukan, maka peneliti mengolah data dan dianalisis agar mendapatkan simpulan dari penelitian ini.
5.1. Informan yang terlibat dalam penelitian. Informan tersebut merupakan para pengrajin batik tulis Pekalongan. Peneliti memilih para informan yang merupakan pengrajin batik yang masih menggunakan teknik membatik dengan tangan yaitu dengan batik tulis yang dihasilkan. Data informan dapat dilihat pada lampiran tabel 5.1.
5.2. Analisis Data 5.2.1. Awal mulai usaha batik Pekalongan Para pengrajin batik Pekalongan melakukan bisnis atau usaha batik ini sudah dimulai cukup lama, ini bisa dilihat dari cara mereka mengelola usaha dengan sangat terkontrol dan sudah mempunyai omset yang lumayan besar. Berikut informasi yang diperoleh peneliti mengenai pertanyaan tentang kapan awal mula memulai usaha batik Pekalongan. Transkrip wawancara dapat dilihat pada lampiran tabel 5.2.1. Para informan yang diwawancarai menyatakan bahwa mereka sudah memulai bisnis atau usaha batik Pekalongan ini sejak beberapa tahun yang lalu, dan sudah mengeluti usaha batik dengan memproduksi batik tulis sebagai produk utama dalam proses pengerjaannya. Sebagian dari informan menyatakan bahwa mereka sudah memulai usaha batik secara turun temurun dari nenek buyut mereka yang memang sejak dulu sudah berprofesi sebagai
60
pengrajin batik. Seperti diutarakan oleh salah satu informan yaitu Bapak Khaerudin, sebagai berikut: “Mulai yaa sekitar 1997 kayaknya mbak… saya mulai sendiri disini 1997. Kalau dulu turun-temurun dari bapak saya ya dari 40 tahunan yang lalu kira-kira.” Sejurus dengan pernyataan informan diatas bahwa mereka merintis usaha batik bukan dari diri sendiri melainkan sudah usaha turun temurun dari orang tua, namun memisahkan diri dengan membuka pabrik sendiri setelah mendapat ilmu pembatikan dari orang tua. Sependapat juga dengan pernyataan Bapak Zamroni, sebagai berikut: “Kurang lebih ya... tahun 2002. Usaha turun temurun dari orang tua mbak. Jadi Saya yaa melanjutkan usaha orang tua.” Dan pernyataan dari Bapak H. Abdul Haris, yaitu sebagai berikut: “ Hmmm...Kurang lebih ya... tahun 1993. Itu saya memisahkan diri dari usaha kakak Saya.”
Namun berbeda ketika salah satu informan menyatakan bahwa beliau merintis usaha batik Pekalongan ini dengan sebelumnya bekerja sebagai seorang buruh batik di usaha pengrajin batik lain di kota Pekalongan. Seperti diungkapkan oleh salah satu informan yaitu Bapak H. Daanan, sebagai berikut: “Iki wes kawit biyen Nok, jaman Aku sek nom, biyen ki ow… Aku melu wong 16 tahunan buruh Nok, neng Pekalongan Kota… dadi tukang mbatik Nok, saiki alhamdulillah Nok, wes biso mandiri bangun usaha dewe Nok, yo kiro-kiro taun 1984 mulai bisnis batik dewe” “Masa moncere yoo Nok… Aku biyen pernah jaya-jaya ne kui ow Nok taun 1987, kui Aku ngroso penak e nemen Nok luru duwet, ha’ah… biso go tuku kebon mrono mrene, bangun umah go anak-anakku Nok, Aku yo iso mangkat Kaji ping 2 Nok…. Hmmm… gampangane yo seneng Nok jaman
61
sak munu ow nok… hu’um…wes seneng urep kui Nok. Tapi saiki angel Nok, wes sepi…” Disini penulis mencoba menerjemahkan isinya, sebagai berikut: “Ini sudah dari dulu Nok(sebutan nak kepada anak perempuan), pada zaman Aku masih muda, dulu itu... aku ikut orang selama 16 tahunan menjadi seorang buruh Nok, di Pekalongan Kota jadi pembatik atau buruh batik Nok. Sekarang alhamdulillah Nok, sudah bisa mandiri bangun usaha sendiri Nok, yaa kira-kira tahun 1984 mulai bisnis batik sendiri” “Masa kejayaan ku ya Nok, Aku dulu pernah mengalami masa kejayaan itu Nok tahun 1987, itu Aku merasakan hidup enak sekali, mencari uang mudah Nok, iya bisa beli kebun disana sini, bisa membangun rumah untuk anak-anakku Nok, Aku sudah bisa naik haji 2 kali. Hmmm.. mudah dan senang hidup jaman itu. Hu’um... mudah waktu itu, tetapi sekarang sulit Nok, sudah sepi”
Menurut pernyataan informan diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian pengrajin batik Pekalongan yaitu 1 dari 5 informan merintis usaha batik Pekalongan ini dengan sebelumnya bekerja sebagai seorang buruh batik di usaha pengrajin batik lain di kota Pekalongan. Dan 4 dari 5 informan menyatakan bahwa mereka sudah memulai usaha batik turuntemurun dari usaha keluarga terdahulu.
5.2.2. Pembatikan dan Tenaga Kerja Kegiatan pembatikan yang dilakukan di dalam usaha batik oleh semua pengrajin batik Pekalongan yang menjadi informan dalam penelitian, dilakukan dengan berbagai cara pembatikan menurut dengan teknik dan proses dari tahapan membatik tersebut. Menurut hasil wawancara, peneliti memperoleh informasi tentang bagaimana cara pembatikan dan bagaimana tenaga kerja yang diberdayakan serta apakah tenaga kerja dipisahkan
62
menurut keahlian dalam proses pembatikan. Transkrip wawancara dapat dilihat pada lampiran tabel 5.2.2.
Dengan mempekerjakan beberapa orang pembatik dan pekerja lain dalam proses dan tahapan membatik ini, informan membedakan berdasarkan keahlian dari masing-masing pegawai batik. Seperti diungkapkan oleh Bapak Sutoyo, sebagai berikut: “Tenaga kerja di sini itu ada kurang lebih 20 orang ada mbak, 7 lakilaki dan 13 perempuan.” “Yaa... dibedakan tho mbak, menurut tahapannya, kalo biasanya perempuan itu ya yang mbatik, nembok, ngebok, dan laki-laki ya mewarnai sama nglerot mbak... itu siih.”
Tenaga kerja atau pegawai dalam sebuah usaha batik tidak bisa diperkirakan sama banyaknya atau harus berapa pegawainya, jumlah pegawai di setiap usaha batik itu tergantung dari berapa banyak tenaga kerja yang dibutuhkan dan bagaimana membuat usaha batik ini bisa berjalan seperti yang diharapkan dengan memberdayakan masyarakat sekitar untuk menjadi pekerja batik tersebut. Seperti diutarakan oleh informan yaitu Bapak Daanan, sebagai berikut: “Jaman biyen ow Nok… akeh Nok pegawene… 600 uwong pernah e biyen jaman sakmunu Nok. Wes iki sakmene oww Nok…. Kebak kabeh Nok pegawene (sambil menunjuk-nunjuk ke tempat salah satu ruangan di gudang dimana sekarang sudah menjadi tempat meletakkan barang-barang tidak dipakai, dulunya tempat kerja pegawai untuk membatik). Saiki pegawe ku ono 50 uwong Nok, 30 wedok 20 lanang Nok. Ono sing digowo balek ng umahe dewe-dewe Nok, sekitare kui 60an wong. Kenopo saiki sitik pegawene ya mergo kui Nok, saiki jaman e wes angel, ora koyo biyen maneh a.. Nok”
63
Di sini peneliti berusaha mengartikan ke dalam bahasa Indonesia, sebagai berikut: “Pada zaman dulu ow Nok,.. banyak Nok pegawainya....600an orang pernah pada waktu dulu itu. Nah udah segini ya Nok penuh semua ini ruangan ini semua pegawainya (sambil menunjuk-nunjuk ke tempat salah satu ruangan di gudang dimana sekarang sudah menjadi tempat meletakkan barang-barang tidak dipakai, dulunya tempat kerja pegawai untuk membatik). Sekarang pegawaiku ada 50 orang Nok, 30 perempuan dan 20 laki-laki. Ada yang kainnya dibawa pulang ke rumah masing-masing Nok, sekitar 60an orang. Jadi kira-kira ya 110 orang pegawainya. Kenapa kok sekarang sedikit pegawainya,yaa karena zaman sekarang itu susah Nok, tidak seperti dulu lagi Nok”
Senada dengan pernyataan Bapak Khaerudin yang menyatakan bahwa pegawainya juga dibedakan berdasarkan keahliannya sebagai berikut: “Sekitar 15 orang mbak, 9 laki-laki karo an 6 sing wedok e rhaa mbak..” “Oh… ya dibedakan rhaa… itu sebelah sana itu menggambar pola desain yang sudah dibuat itu dijaplak di kain, trus selanjutnya ada yang membatik, dan ada yang mewarna, semua ada bagian-bagiannya” Tidak bisa dipungkiri bahwa teknik pembatikan pada dasarnya sama saja dalam tahap dan proses yang dilakukan untuk menghasilkan kain batik yang berkualitas tinggi, walaupun ada beberapa yang cara pengerjaannya lain, ini dikarenakan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Zamroni bahwa prosesnya juga sama dengan pengrajin batik lain, sebagai berikut: “Oohh.. dipisah mbak, pisah ha’ah. Bagiannya sendiri-sendiri. Emm... 4 tahap mbak. Emmm... mulai dari motif, pembatikan, pewarnaan terus finishing. Finishing itu terakhir mbak” Ada juga yang memberikan keleluasaan kepada pegawainya untuk bisa merolling perkerjaan, seperti dari yang biasanya kegiatannya pada proses pembatikan tahap awal, nanti bisa suatu saat mengerjakan kegiatan
64
pada proses pembatikan tahap akhir, atau mana saja sesuai dengan pergiliran tersebut. Sesuai dengan yang disampaikan oleh Bapak H. Abdul Haris, sebagai berikut: “Oohh.. dipisah mbak, pisah ha’ah. Bagiannya sendiri-sendiri. Kan yaa harus ada keahlian sendiri-sendiri mbak, tetapi semua bisa digilir” Dari pernyataan informan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam mengelola usaha batik, informan mempunyai kebijakan sendiri-sendiri tentang berapa jumlah tenaga kerja yang diberdayakan, sesuai kebutuhan dalam proses pembatikan. Dan juga terlihat dari pernyataan 5 informan diatas dapat disimpulkan juga bahwa mengatur posisi dalam menjalankan kegiatan membatik itu dibedakan menurut tingkat keahlian dan tahapan dalam proses membatik.
5.2.3. Informasi yang dibutuhkan informan Pada pertanyaan selanjutnya peneliti menanyakan pada informan apa saja informasi yang dibutuhkan dalam menjalankan usaha batik ini. Transkrip wawancara dapat dilihat pada lampiran tabel 5.2.3. Informasi yang dibutuhkan para pengrajin batik pekalongan, menurut hasil analisis wawancara yang dilakukan peneliti mengungkapkan bahwa informasi yang dibutuhkan mereka kurang lebih sama, yaitu tentang motif batik dan perkembangannya. Ini seperti diungkapkan oleh salah satu informan yaitu Bapak Zamroni, sebagai berikut: “Pembinaan, UKM, ha’ah pembinaan dari Deperindag, kadang pernah aa..mbak, hu’umm... kadang-kadang mbak yaa mungkin setahun sekali pertemuannya mbak kalau ada undangan. Undangan dari UKM, dari mitra binaan yaa bisa mbak... telkom biasanya mbak”
65
Informasi yang dibutuhkan adalah informasi tentang batik itu sendiri, bagaimana melestarikannya, mengembangkan ide kreatif untuk desain motif batik juga, informasi tentang seminar dan pelatihan. Tidak berbeda dengan yang diutarakan oleh informan selanjutnya yaitu Bapak Sutoyo, yang menyatakan bahwa: “Ya tentang motif batik itu sendiri, melestarikan batik, bagaimana mengembangkan ide dan kreatifitas kita untuk bisa menghasilkan desain batik yang lain daripada yang lain, itu biasanya mbak, informasi tentang pagelaran-pagelaran dan seminar-seminar tentang batik”
Ada juga yang berpendapat bahwa kebutuhan informasi informan juga tidak lepas dari informasi tentang modal dan pendanaan, seperti yang diungkapkan oleh Bapak H.Abdul Haris, sebagai berikut: “Informasi nek muni UKM kan modal yo...mbak, biasane nggak nyampe ke bawah, yoo...modale seadanya.” “Tentang modal mbak, manajemen juga... ya motif baru juga mbak. Tapi biasanya itu kalau dari Deperindag itu informasinya untuk kalangan atas mbak, tidak sampai ke usaha-usaha seperti kita ini. Susah mbak”
Menitik pada informasi tentang pendanaan atau permodalan usaha kecil menengah, maka usaha kecil yang memang belum bisa terjamah oleh pemerintah ya sulit untuk berkembang, karena realisasinya memang ada pihak-pihak yang menjadikan kegiatan itu untuk kalangan atas saja, oleh karena itu usaha kecil semakit terpinggirkan. Ada juga informan yang tidak mau tahu perkembangan batik baik itu motif maupun perkembangan teknologi yang ada. Ini terlihat dari wawancara dan pemantauan peneliti bahwa informan sendiri tidak begitu
66
memikirkan
tentang
informasi
apa
yang
bisa
untuk
mendukung
berkembangnya usaha mereka, seperti yang diungkapkan salah seorang informan sebagai berikut: “Informasi kemana ini mbak? Oohh... ya kalau informasi tentang batik ya sudah punya bekal dari dulu mbak, sejak orang tua dan turun temurun ya sudah tau cara-cara membatik”
Sejurus dengan pendapat diatas, ada juga yang berpendapat bahwa informasi itu sudah cukup dimiliki dari dulu sampai sekarang, tidak mencari informasi lain lagi. Seperti berikut: “Informasi ne yaaa… iki wes turun temurun jaman biyen Nok, lingkungan neng kene Pekalongan kan wes biasa mbatik Nok, dadi ngerti informasi ne kepriye carane batik. Lha.. sing biasane ya informasi sekitar gambar-gambar batik Nok, koyo batik kuno, fariasi nopo rha Nok…”
Peneliti berusaha untuk mengartikan pendapat diatas, seperti berikut: “Informasinya yaa... ini kan sudah turun temurun sejak dulu Nok, lingkungan di sini Pekalongan kan ya sudah biasa dengan membatik Nok, jadi sudah mengerti informasi bagaimana cara membatik. Lhaa.. yang biasanya itu informasi sekitar gambar-gambar batik Nok, seperti batik kuno, variasinya juga itu Nok.”
Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa Informasi yang dibutuhkan informan ini adalah tentang motif batik Pekalongan. 3 dari 5 informan menyatakan membutuhkan informasi tentang UKM, manajemen dan pengelolaan usaha batik, tentang pameran dan pelatihan tentang batik, namun ada 2 dari 5 informan yang tidak mengerti dengan jelas apa informasi yang seharusnya mereka perlukan, karena sudah nyaman dengan keadaan sekarang dengan bekal dari orang tua dan usaha turun temurun
67
yang mampu menghidupi keluarga tanpa berfikir kebutuhan informasi tentang perkembangan motif batik dan sebagainya. Diperoleh juga dengan berbagai bentuk dan jenis informasi seperti apa yang dibutuhkan. Informasi ini mengambarkan bagaimana kebutuhan informan dalam pengembangan usaha mereka.
5.2.4. Tujuan Mencari Informasi Tentang Batik Pengrajin batik juga mempunyai tujuan mengapa mereka mencari informasi tentang batik Pekalongan, berikut hasil wawancara dengan informan mengenai pertanyaan tentang tujuan mereka mencari informasi tentang batik Pekalongan. Transkrip wawancara dapat dilihat pada lampiran tabel 5.2.4. Informasi yang dibutuhkan oleh informan ini sangat berguna untuk memajukan usaha batik mereka dan perkembangannya. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Abdul Haris, sebagai berikut: “Oh... ya mbak, biasanya kan informasi tentang motif batik, terus tentang pemasaran, ha’ah manajemen biasanya” “Tujuannya untuk memajukan usaha, ha’ah dan perkembangan usaha.” Sejurus dengan pernyataan diatas bahwa dalam usaha untuk memperkaya tentang informasi batik mereka, dan supaya makin dikenal dikalangan masyarakat, mereka membutuhkan informasi, seperti yang disampaikan oleh Bapak Sutoyo, sebagai berikut:
68
“Hmmm... untuk memperkaya tentang info batik kita, seperti batik Pekalongan ini supaya makin dikenal, seperti itu mbak. Ya itu dengan mengikuti seminar-seminar dan juga pameran-pameran itu” Sama seperti tujuan informan diatas, informasi dibutuhkan juga untuk mengetahui perkembangan usaha batik, adanya promosi-promosi tentang batik dan untuk memudahkan dalam pemasaran, seperti diungkapkan oleh informan Bapak Zamroni, sebagai berikut: “Oh... ya mbak, biasanya kan informasi tentang motif batik, terus tentang pemasaran, ha’ah manajemen biasanya” “Tujuannya untuk memajukan usaha, ha’ah dan perkembangan usaha. Biasanya promosi mbak, kalau anu kan promosi mbak, pameran. Kalau dari telkom itu pameran mbak.... he’em..” Ada juga yang membutuhkan informasi tentang batik untuk memajukan usaha dan untuk mencegah ketertinggalannya dengan produk lain, seperti disampaikan oleh Bapak H. Daanan, sebagai berikut: “Hmmmm… men ojo kalah saing Nok, jaman saiki kudu pinter-pinter gawe ide anyar nggo gawe motif batik sing anyar” Disini penulis berusaha mengartikan kalimat diatas sebagai berikut: (“Hmmm... biar tidak kalah bersaing Nok, zaman sekarang harus pinter-pinter bikin ide baru untuk membuat motif batik yang baru”)
Dari pernyataan para informan diatas, dapat disimpulkan bahwa semua informan mempunyai tujuan dalam mencari informasi tentang batik adalah untuk memajukan usaha pembatikan, memajukan promosi, mengetahui kalau ada pelatihan dan pameran batik, memperkaya informasi tentang batik untuk memberikan kesan batik lebih terkenal lagi, dan tujuan adanya kebutuhan informasi tentang batik adalah agar tidak kalah bersaing
69
dengan pengrajin batik lain tentang motif batik baru, agar selalu mengikuti perkembangan zaman.
5.2.5. Jenis Informasi Banyak variasi jenis informasi yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan informasi para pengrajin batik tulis Pekalongan, jenis informasi tersebut digunakan informan untuk meningkatkan pengetahuan mereka dan memperkaya ilmu dan informasi. Berikut data yang diperoleh tentang jenis informasi yang digunakan dan dibutuhkan dalam usaha batik tulis Pekalongan oleh informan dapat dilihat pada lampiran tabel 5.2.5. Menurut hasil wawancara yang telah dilakukan, bahwa informan mencari informasi tentang perkembangan batik termasuk jenis informasinya baik dalam bentuk tertulis maupun lisan mengenai jenis pembatikan yang digunakan, seperti diungkapkan oleh informan Bapak Khaerudin yang menyatakan jenis informasi yang dimaksud adalah jenis dari cara pembatikan, sebagai berikut: “Jenis informasi yang dilakukan untuk batik yaaa.. jenisnya motif batik banyak sekali mbak, printing, tulis, cap, semitulis, kombinasi, kan kayak gitu. Motifnya juga macem-macem ada yang background ada yang apa lah itu saya tidak tahu, itu masalah dari setiap home industri itu memiliki kelainan dari cara motif yang dibuat sendiri-sendiri.”
Dan dari pernyataan Abdul Haris sebagai berikut: “Heemm.... informasi terutama tentang motif sama ini Mbak, pengembangan-pengembangan yang kreatif, yang model-model terbaru... biasanya tentang pewarnaan juga.” Sedangkan menurut informan lainnya mengungkapkan bahwa jenis informasi yang digunakan adalah informasi tentang pelatihan, seminar dan
70
kegiatan perkumpulan yang diadakan oleh kelompok tertentu, seperti diungkapkan oleh Bapak Zamroni, sebagai berikut: “Heemm.... informasi terutama tentang motif sama ini Mbak, pengembangan-pengembangan yang kreatif, yang model-model terbaru... biasanya tentang pewarnaan, trus pewarnaan menurut ini mbak, pengobatan alami, warna alam itu biasanya Mbak, yaa dari seminar itu Mbak” Sejurus dengan pendapat informan diatas, informan lain yaitu Bapak Sutoyo juga mengungkapkan, sebagai berikut: “Hmmm... yaaa itu mbak, dari informasi tentang motif batik yang baru, kombinasi dengan motif kuno untuk menghasilkan karya baru dan bernilai seni tinggi. Informasi tentang pengembangan-pengembangan batik saja mbak, yah itu makanya ikut seminar dan pelatihan-pelatihan itu” Menurut Daanan mengungkapkan bahwa jenis informasi yang digunakan sudah biasa digunakan sehari-hari, sehingga tidak masalah bagi informan, berikut pernyataannya: “Biasa Nok, yo kui mau… men batik e ora ketinggalan liane kudu pinter-pinter gawe motif batik liyo, ben ora bosen. Ora tau luru-luru informasi apa-apa Nok, wong tuwo dadi ora ngerti kayak kui, internetinternet ora paham Aku Nok” Peneliti berusaha memberikan arti dalam bahasa indonesia, sebagai berikut: “Biasa Nok, ya itu tadi... agar batiknya tidak ketinggalan yang lain itu harus pinter-pinter membuat motif batik lain, agar tidak bosan. Tidak pernah cari-cari informasi apa-apa Nok, orang tua jadi tidak pernah mengerti yang seperti itu, internet-internet tidak begitu paham Aku Nok.” Dari pernyataan informan diatas, dapat disimpulkan bahwa kebutuhan informasi mereka sangat beragam, yang mana mereka dari kelima informan menyatakan membutuhkan jenis informasi tentang cara pembatikan, informasi tentang seminar batik, pelatihan dan motif-motif dan corak ragam hias batik. Jenis informasi yang digunakan dalam mengembangkan
71
informasi tentang batik pekalongan, oleh karena itu semua jawaban sedikit sama dengan pertanyaan mengenai informasi apa yang dibutuhkan, bukan jenis informasi seperti apa yang dibutuhkan.
5.2.6. Bentuk Informasi Banyak sekali variasi bentuk informasi yang dimanfaatkan oleh informan dalam memenuhi kebutuhan informasi mereka. Bentuk informasi tersebut dapat digunakan untuk memberikan gambaran tentang informasi yang dibutuhkan informan. Berikut data yang telah diperoleh dari hasil wawancara dengan informan mengenai pertanyaan bentuk informasi seperti apa yang digunakan oleh informan dapat dilihat pada lampiran tabel 5.2.6. Sebagian besar dari informan memilih bentuk informasi yang digunakan adalah buku-buku yang secara pribadi di koleksi. Buku-buku tersebut juga digunakan untuk memberikan dan mengembangkan kreatifitas baru. Seperti dijelaskan oleh Abdul Haris, sebagai berikut: “Oh... punya buku sendiri mbak. Kalau buku itu tentang manajemen, masalah manajemannya.... Kalau buku-buku biasanya lihat di pameranpameran atau mencari majalah-majalah untuk motif-motifnya sih Mbak...” Sejurus dengan pernyataan diatas bahwa bentuk informasi yang dimanfaatkan adalah buku, seperti yang diutarakan oleh Zamroni yang menyatakan bahwa: “Oh... kalau buku itu tentang manajemen, masalah manajemannya.... Kalau buku-buku biasanya lihat di pameran-pameran atau mencari majalahmajalah untuk motif-motifnya sih Mbak...”
72
Dan juga oleh Sutoyo yang juga menggunakan buku-buku untuk memenuhi kebutuhan informasinya, berikut pernyataannya: “Oh... itu biasanya kalau buku itu tentang motif baik itu yang baru dan yang motif batik kuno, masalah manajemannya....” Sedangkan menurut informan lain, mereka belum begitu mengenal bentuk informasi manapun, dan juga belum menggunakan buku atau bentuk informasi lain, seperti yang diungkapkan oleh Daanan sebagai berikut:
“Yoo… embuh Nok, ora ngerti sing kepriye-kepriye. Sing penting iso jalan terus usahane” Juga oleh Khaerudin yang tidak berbeda jawabannya, seperti berikut: “Ndak tau mbak, ora ngerti sing koyo kui. Sing penting iso jalan terus usahane” Dari beberapa jawaban diatas mengenai bentuk informasi seperti apa yang digunakan informan dalam memenuhi informasinya, digambarkan terdapat perbedaan antara yang mengetahui informasi dengan yang belum mengenal lebih jauh tentang perkembangan informasi tersebut. Terlihat ada 3 dari 5 informan sudah menggunakan buku-buku dan majalah, tabloid tentang motif batik Pekalongan dan ragam hiasnya untuk mengembangkan produk batik mereka, sedangkan 2 dari 5 informan yang lain hanya mempertahankan usaha agar tetap berjalan lancar tanpa mengejar informasi dari luar, hanya mengandalkan informasi dalam bentuk lisan yaitu dari rekan sejawat dalam perkumpulan pengrajin batik tulis Pekalongan.
73
5.2.7. Sumber Informasi Sumber informasi yang butuhkan oleh informan diperoleh dari berbagai sumber, dan setiap informan mempunyai cara sendiri-sendiri dalam menentukan dari mana informasi itu diperoleh. Berikut adalah hasil dari data wawancara yang diperoleh dapat dilihat pada lampiran tabel 5.2.7. Informasi mereka tentang batik Pekalongan masih sulit didapatkan, dari sebagian besar mereka masih menggunakan informasi dan pengetahuan membatik dari informasi orang tua yang sejak dulu diwarisi. Seperti diutarakan oleh Khaerudin, sebagai berikut: “Sebelum ada internet mbak ini, hahahaa sudah mencetuskan batik. Ini berdasarkan usaha turut temurun mbak.. adapun sekarang ada internet sebagian orang kalau yang bisa internet, kalau saya ndak ngerti mbak, wong sms saja ndak bisa, telepon bisa” Tentang perkembangan batik juga mereka mengerti dari pasaran saja, belum melihat dari sumber informasi lain, seperti Daanan dan Abdul Haris yang menyatakan: “Biasane ya pasaran rhaa Nok… pasaran, ha’ah rhaa… njaluk e op kayak kuii”(Daanan) “Ha’ah... beli buku, bukunya beli. Kadang ada dari teman dan pelanggan yang minta untuk dibuatkan motif apa saja, bisa tergantung pesanan”(Abdul Haris). Sedangkan dari beberapa informan lain yang sudah menggunakan buku-buku dan jenis informasi tertulis maupun lisan dari informasi teman sejawat lainnya yang diperoleh mereka dari majalah atau internet. Seperti yang dijelaskan oleh Sutoyo, sebagai berikut: “Yaa... itu mbak saling tukar informasi pas seminar diadakan itu mbak, ya buku juga, banyaklah mbak. Kalau buku-buku biasanya lihat di
74
pameran-pameran atau mencari majalah-majalah untuk motif-motifnya sih Mbak... bisa juga Saya mencari di internet biasanya.” Saya cari di internet juga” Sejalan dengan pernyataan diatas, dikuatkan juga oleh pernyataan dari informan Zamroni, sebagai berikut: “Ha’ah... beli buku, ha’ah perkumpulan, binaan-binaan telkom, atau UKM itu sih Mbak...” “Itu beli mbak,.... di pameran-pameran. Atau lihat-lihat di Gramedia” Menurut pernyataan informan diatas, dapat disimpulkan bahwa tidak semua informan yaitu hanya ada 2 dari 5 informan yang memanfaatkan informasi dalam bentuk cetak seperti majalah, buku, atau internet. Mereka juga ada yang hanya memanfaatkan informasi lisan yaitu dari rekan sejawat dan pesanan dari langganan mereka yaitu 3 dari 5 informan. Ada dari mereka yang memperoleh informasi dari internet, ini menggambarkan bahwa pengrajin batik Pekalongan sudah terjamah teknologi informasi.
5.2.8. Informasi dari Perpustakaan Perpustakaan merupakan tempat semua informasi ditampung dan dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat. Sayangnya masyarakat khususnya pengrajin batik Pekalongan belum pemanfaatkan keberadaan perpustakaan sebagai pusat sumber informasi mereka. Berikut data wawacara yang diperoleh dengan pertanyaan pernahkan informan mengunjungi perpustakaan dan memanfaatkan informasi di dalamnya, dan kemana mereka datang untuk mencari informasi tentang batik. Transkrip wawancara dapat dilihat pada lampiran tabel 5.2.8.
75
Informan lebih memilih pergi ke toko-toko buku dan di pameranpameran yang mereka hadiri dibanding pergi ke perpustakaan, ini terlihat dari pernyataan Sutoyo dan Zamroni, sebagai berikut: “Hehee... belum mbak, tidak... biasanya beli, saat ada pameran... ya seperti acara GBN itu kan pasti banyak buku-buku tentang batik, ya beli di situ. Lumayan mahal juga mbak. Sekitarnya ada yang Rp. 700.000, per bukunya.”(Sutoyo) “Ndak Mbak.... Biasanya ke toko-toko buku. seringnya ke Gramedia, cari-cari buku yang referensi batik-batik kuno. Trus majalah.... majalah batik. Trus ke museum... museun Pekalongan ya tentang batik Mbak”(Zamroni) Mereka pernah ikut pameran-pameran di kota-kota besar dalam pagelaran batik Indonesia, ini sesuai dengan pernyataan dari Sutoyo, berikut ini: “Pernah di Jakarta mbak... acaranya pameran GBN (Gelar Batik Nusantara) yang biasanya diadakan 2 tahun sekali di bulan Juli. Biasanya diadakan di Jakarta yaitu di JCC.” “Biasanya bergilir mbak.... bergilir iyaa... udah 2 kali sih mbak. Ada juga ” Sedangkan informan lain belum memanfaatkan informasi tentang batik pekalongan di perpustakaan karena masalah waktu dan kesempatan, seperti diutarakan oleh Daanan dan Khaerudin, seperti berikut: “Ora Nok, yaaa…. Sangkin sibuk e yo Nok, ora sempet areng perpustakaan. Biasane perpustakaan ya nggo bocah sekolah Nok. Hehehehee”(Daanan) “Ndak mbak yaaa… Sangkin sibuk e, ora sempet areng perpustakaan. Hehe wes akeh gawean sing kudu dipikirke luweh ndiset Mbak.. hahaaa”(Khaerudin) Dari hasil pernyataan informan diatas, dapat disimpulkan bahwa perpustakaan belum menjadi tujuan utama apabila mencari informasi
76
tentang batik Pekalongan, ini dikarenakan tempat perpustakaan yang jauh dan tidak ada waktu bagi mereka untuk datang ke perpustakaan, serta belum adanya informasi tentang perpustakaan sebagai sumber informasi bagi masyarakat.
5.2.9. Motif dan Ragam Hias Batik Pekalongan 5.2.9.1. Motif yang Dikenal Informan Dengan banyaknya nama motif dan ragam hias batik sekarang ini, membuat informan lebih leluasa dalam membuat berbagai motif dan hasil kain batik yang bervariasi, berikut hasil wawancara yang diperoleh tentang informasi apa yang diketahui pengrajin batik tulis mengenai motif batik dan ragam hiasnya dan motif apa saja yang dibuat dalam mengkreasi batik mereka dapat dilihat pada lampiran tabel 5.2.9.1. Semakin banyak motif batik dan ragam hias batik Pekalongan ini menjadikan informan kurang mengenal nama-mana motif batik yang sudah terkenal di Indonesia dan khususnya motif batik khas Pekalongan. Mereka hanya mengetahui saja bahwa ada banyak motif, tetapi tidak mengenal dengan baik. Seperti diungkapkan oleh informan Abdul Haris dan Zamroni, sebagai berikut: “Oh... ada Mbak, motifnya yaaa nama-namanya ada Mbak banyak”(Abdul Haris) “Oh... ada Mbak, motifnya yaaa nama-namanya ada Mbak”(Zamroni)
77
Mereka sedikit binggung ketika peneliti menanyakan apa saja motif yang informan ketahui, mereka pengrajin batik yang tidak begitu mempedulikan nama motif dan nama ragam hias batik pekalongan. Ada dari informan yang mengungkapkan bahwa mereka tidak begitu mengenal motif batik karena memang mereka sebagai pengrajin batik tetapi hanya membuat produk kain bermotif batik saja, dan mereka sudah begitu banyak memproduksi berbagai jenis motif kain batik sehingga informan kurang menghafal nama-nama motif batik yang ada. Seperti diutarakan oleh informan Khaerudin dan Daanan, sebagai berikut: “Ora, wes sayah mbak asale….wes kemaremen dadi wes ora nggatekake kui motif apa, nek maune tak perhatikan motif iki motif opo… saiki wes ora nggatekake mbak, wes ora sempet. Wong adole ora potongan mbak, adole kie mgko borongan kadi tokone mbak, kekne neng toko mgko tokone gawe aran dewe, gawe aran motif apa dewe rhaa….ha’ah malah nang tokone sing ngarang, kene gawe produk totok…pokoke gawe kreasi sing apik, batik Pekalongan ha’ah kokui bae wes. Panora tokone sing ngarang nama motif dewe Nok, nek kene ngarang terus sing nggo ngarang kui suko nggo ngarang liyone Nok, heheheee kui kan pikirane kayak kui mbak.. hehehe”(Khaerudin) “Yo akeh Nok…. Wes akeh saiki motif batik kui… sangkin akehe yoo Aku ora ngerti ono piro sing penting iso nggawene Nok, masalah aran e motif opo yo Aku ora paham Nok. Wong batik sing tak gawe kie kui langsung di gowo areng toko-toko, kompeksi nopo dadi mengko sing ngarani kui kadi kono ne nok. Aku ora paham”(Daanan) Sedangkan ada satu dari informan yang mengetahui motif batik khas Pekalongan, seperti yang dituturkan oleh Sutoyo, sebagai berikut: “Oh.. iya... ya kayak jlamprang, seno, sekar jagad, nyi roro kidul juga ada mbak, cawung, manuk cemiri, bunga-bunga, dan abstrak seperti itu aja sih mbak. Motif batik kan banyak mbak, apalagi di Pekalongan kan selalu bervariasi.”
78
Menurut pernyataan kelima informan diatas, dapat disimpulkan bahwa dengan begitu banyaknya variasi motif dan ragam hias batik Pekalongan tidak membuat informan memahami dengan benar akan nama-nama motif batik yang mereka hasilkan, mereka hanya memproduksi, dan tidak mengambil pusing tentang nama-nama motif batik.
5.2.9.2. Motif dan Ragam Hias Batik yang Diproduksi Motif dan ragam hias batik sangat mempengaruhi perkembangan usaha batik karena dengan membuat kain batik semakin terkenal dan menjadi nilai seni tinggi ini terdapat pada corak motif dan ragam hias yang digunakan, selain proses membatiknya yang begitu telaten. Berikut hasil wawancara peneliti dengan informan mengenai motif dan ragam hias batik apa yang digunakan dalam mengembangkan usaha batik mereka dapat dilihat pada lampiran tabel 5.2.9.2. Informan dalam membuat motif batik tidak membuat dengan motif jlamprang saja, melainkan sekarang sudah mempunyai kreatifitas masingmasing dalam menuangkan ide dan pikiran tentang kombinasi dari motif batik kuno dan modern. Seperti motif batik fashion, motif abstrak, tematema binatang dan bunga-bunga, seperti yang digambarkan diatas tabel. Seperti yang diutarakan oleh Zamroni, sebagai berikut: “Oh... yaa.. biasanya motif abstrak, fashion, ya ada Mbak trus motif alam... emmm.. motif ikan, tema-tema bunga sama binatang, seringnya yaa itu tok Mbak.” “Kalau motif-motif parang, kalau kayak jlamprang, jogjanan kui untuk selingan Mbak... itu motif-motif pakem”
79
“Ha’ah,.... motif parang, trus truntum, seno, sri, untuk kombinasi aja Mbak”
Sedang ada pula informan yang membuat motif batik dari corak ciri khas berbagai daerah di Indonesia, seperti corak Irian Jaya dengan motif corak ada gambar patung-patung, tifa berbentuk gendang untuk menabuh, dan corak motif aceh yang biasa bergambar pintu Aceh, serta corak kalimantan dan sumatra. Mereka memproduksi batik atas pesanan pelanggan. Kain batik yang dihasilkan akan dikirim langsung ke berbagai pulau di Indonesia kemudian yang memberi nama motif adalah mereka yang menjadi pelanggan dari para pengrajin batik Pekalongan, sehingga hak cipta mereka belum terlindungi, yang memproduksi para pengrajin batik di Pekalongan, tetapi kain tersebut diberi cap di kota-kota besar dan sudah memberi cap atas nama pemilik toko. Seperti yang disampaikan oleh Daanan sebagai berikut: “Akeh Nok, akeh teo rhaa Nok. Sing biasane yaa… burung-burung, bunga, patung-patung Irian jaya, Tifa irian, motif Bengkulu, motif Aceh, Motif Sumatra, motif Aceh dengan nama Pintu Aceh, motif Lampung dengan nama gajah karena banyak gambar gajahnya, motif Batak dengan nama ulos dibuat untuk syal, motif irian buatan Pekalongan sini Nok, tapi dipasarkan ke Irian, disana ana pengusaha batik dari Pekalongan yang merantau ke Irian dia jadi sukses disana Nok. Kabeh nggawe kadi kene Nok, mengko di kirim nong kono sumatra, kalimantan, kabeh,” Disini penulis berusaha menerjemakan isi dari jawaban informan, sebagai berikut: “Banyak Nok, banyak sekali sekarang. Yang biasanya yaa burungburung, bunga, patung-patun Irian Jaya, Tifa Irian, motif Bengkulu, motif Aceh, Motif Sumatra, moti Aceh dengan pintu Aceh, motif Lampung dengan mana gajah karena banyak gambar gajahnya, motif Batak dengan
80
nama ulos dibuat untuk syal, motif irian buatan Pekalongan sini Nok, tapi dipasarkan ke Irian, disana ada pengusaha batik dari Pekalongan yang merantau ke Irian dia jadi sukses disana Nok. Semua itu dibuat dari sini, nanti dikirim ke sumatra, kalimantan, semua” Sama halnya dengan produk batik yang dihasilkan oleh Abdul Haris, sebagai berikut: “Oh... yaa.. biasanya motif kalimantan mbak, motif kalimantan yang memang saya sudah rutin menyetok dari sana yang meminta. Batik tulis corak Kalimantan ini kalau dipasarkan disini ya kurang diminati mbak, begitu juga kalau batik motif jawa dan jogja itu dipasarkan ke Kalimantan ya sananya tidak mau. Karena begini mbak, saya membuat batik ya membuat batik saja, masalah nama nanti dari tokonya yang memberikan, nantinya yang mengecap nama itu sana.” Dari hasil pernyataan kelima informan diatas dan pemantauan lapangan dapat disimpulkan bahwa informan masih memproduksi motif jlamprang sebagai motif khas Pekalongan dan berbagai macam motif yang ada. Tetapi sekarang sudah mulai membuat kombinasi dari berbagai motif tersebut sehingga menghasilkan motif yang bervariasi dan tidak monoton. Dengan adanya motif bercorak ragam khas daerah-daerah di Indonesia, maka informan membuat corak daerah seperti Kalimantan, Sumatra, Irian Jaya, Lampung, dan sebagainya. Semua hasil karya seni mereka dikirim langsung ke daerah-daerah tujuan pemasaran tanpa nama motif yang jelas, sehingga hak cipta mereka belum tersentuh dan belum terlindungi. Seperti yang diutarakan oleh Abdul Haris sebagai berikut: “Yoo... ndak. Iya itu belum punya. Sini memproduksi barang nanti dari pihak toko atau pemesannya yang memberi nama.Ya itu ha’ah mbak wes kawit biyen ngunu.”
81
Untuk itu kendala dari informan sendiri adalah tentang hak cipta yang belum mereka miliki, sehingga walaupun produk batik yang memproduksi adalah pengrajin batik tulis Pekalongan tetapi hak cipta atas nama batik tersebut sudah dimiliki oleh pengusaha-pengusaha di luar jawa yang memesan batik dari mereka. Oleh karena itu perlu adanya pencantuman nama untuk setiap produk batik yang mereka miliki dengan mengurus hak cipta batik mereka.
5.2.10. Desain Batik Pekalongan Berbagai macam motif dan corak ragam hias batik yang ada di Pekalongan membuat informan semakin hari semakin harus memikirkan bagaimana menghasilkan desain batik yang baru dan masih mempunyai nilai seni yang tinggi, maka informan membuat gambar batik dengan mendesain corak batik sebaik mungkin. Berikut hasil wawancara peneliti dengan informan mengenai motif dan corak ragam hias batik, dari mana mereka memperoleh desain motif batik tersebut, berikut hasilnya dapat dilihat pada lampiran tabel 5.2.10. Dalam membuat desain motif dan ragam hias batik tulis, mereka mengandalkan dari ide dan kreatifitas akal pikiran sendiri, dengan memikirkan motif batik dan seni membatik yang telah dimiliki sebelumnya, seperti disampaikan oleh informan yaitu Daanan dan Khaerudin, sebagai berikut: “Yoo… kabeh kadi ide sendiri rhaa Nok, semua ide dan kreatifitas sendiri, mengko ana sing tukang gambar sing luweh lengkap. Desain
82
sendiri Nok. Ide dari pikiran sendiri. Wong Aku wong tuwo Nok, ora iso internetan, kui yo… go anakku sing ngerti rha Nok.. heheee… Aku sms-an be ora biso Nok, paling banter ya telpon Nok.eheheee… wong ora mudeng teknologi Nok”(Daanan) “Iyaa… informasinya cuma yaa dari kreasi sendiri, ide, akal, dan lubuk hati, akan saya bikin seperti apa…seni, itu memang seni. Jiwa seni, batik itu seni dan jiwa seni. Nilai tingginya itu seni. Jadi mahalnya diseninya itu, lubuk hati keluar ide, diterapkan jadi bisa dibuktikan bisa dibeberkan bisa apa itu istilahnya…tenarkan lewat bukti pembuktian ohh.. ini berhasil.Nah ini hasilnya seperti ini… bisa dimanfaatkan oleh orang banyak, dari ide bisa dimanfaatkan oleh orang banyak bukan hanya lokal bahkan untuk internasional”(Khaerudin) Sedangkan menurut beberapa informan lainnya mereka membuat batik dengan sebelumnya melihat dari referensi-referensi yang sudah dimiliki mereka seperti lihat di majalah, buku-buku, dan internet. Informasi yang telah diketahui sebelumnya itu mereka gunakan untuk memadu padankan corak dan motif batik dari segi warna maupun kombinasi dari motif corak kuno dengan motif corak modern, informasi itu dimanfaatkan untuk kemudian disatukan dengan ide dan pikiran sendiri, sehingga menghasilkan motif batik baru yang belum pernah dibuat oleh pengrajin lain, seperti disampaikan oleh Zamroni dan Sutoyo sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Abdul Haris, sebagai berikut: “Yaa.... dari majalah Mbak, biasanya idenya. Internet juga. Trus kalau ada kira-kira ada motif bisa bawa ke tukang motif Mbak, jadi yang mengerjakan emmm... ya yang mengerjakan yaa ini termasuk anak buahlah.... pokoknya. He’emm.. polanya kan Saya, idenya Saya, Cuma dia yang mengerjakan. Polanya kan biasanya sedikit Mbak nanti dia yang mengembangkan”(Zamroni) “Kebanyakan dari buku-buku mbak untuk gambaran bagaimana motif batik itu yang baik, nanti itu kreasi sendiri saja, ide dan imajinasi yang
83
kerja... ide dan yaa... pikiran kita saja mbak. Desain sendiri mbak, kadang ke tukang desain batik yang memang sudah punya desainer batik yang menghargai seni batik tinggi”(Sutoyo) “Yaa.... dari majalah Mbak, biasanya idenya. Trus kalau ada kira-kira ada motif bisa bawa ke tukang motif Mbak, jadi yang mengerjakan emmm... ya yang mengerjakan yaa ini termasuk anak buahlah.... pokoknya. He’emm.. polanya kan Saya, idenya Saya, Cuma dia yang mengerjakan. Polanya kan biasanya sedikit Mbak nanti dia yang mengembangkan” Selain mereka membuat sendiri ide, maka desain motif batik digambar oleh seorang pendesain sendiri yang merupakan pegawai mereka, dari ide yang dicetuskan maka akan digambar dengan lebih detail oleh pendesai motif yang memang sudah mahir dalam menggambar motif batik, desainer batik mereka menghargai seni batik tinggi. Dari pernyataan informan diatas dapat disimpulkan bahwa 2 dari 5 informan membuat desain motif sendiri dari ide, pikiran, akal dan imajinasi yang berkembang dengan mengedepankan karya seni yang bernilai tinggi dalam membuat desain batik tersebut, sebagian lagi yaitu 3 dari 5 informan ada yang mendapat inspirasi dari berbagai bentuk informasi yang telah ada dan referensi -referensi yang sudah dimiliki mereka seperti lihat di majalah, tabloid, buku-buku, dan internet.
5.2.11. Tempat Mencari Informasi Dengan mengetahui informasi yang dibutuhkan informan diatas, mereka menjadi mudah untuk menggunakan tempat-tempat yang menjadi sumber informasi mereka. Seperti di pameran-pameran batik seluruh Indonesia, penyuluhan tentang batik Pekalongan, toko-toko buku yang ada
84
di lingkungan Pekalongan. Mereka mencari informasi di tempat tersebut untuk
mendapatkan
informasi
yang
dibutuhkan
seperti
tentang
perkembangan batik tulis Pekalongan dan motif ragam hiasnya. Dari informasi yang dibutuhkan mereka mencari dan melakukan pemenuhan kebutuhan informasi bertukar pikiran dengan rekan sejawatnya, pendidikan dari warisan orang tua mereka, dan ada juga sebagian informan yang mencari informasi dengan membeli buku, majalah, tabloid dan ada sebagian yang menggunakan teknologi informasi melalui jejaring sosial dan internet. Berikut hasil wawancara tentang pertanyaan tempat yang sering mereka kunjungi ketika akan memenuhi kebutuhan informasinya, transkrip wawancara dapat dilihat pada lampiran 5.2.11. Mencari informasi tentang perkembangan batik Pekalongan mereka dengan membaca buku-buku tentang batik, dan mereka biasanya mencari di pameran-pameran, penyuluhan, dan ke toko buku. Seperti yang diutarakan oleh Sutoyo sebagai berikut: “Oh... itu biasanya kalau buku itu tentang motif baik itu yang baru dan yang motif batik kuno, masalah manajemannya.... Kalau buku-buku biasanya lihat di pameran-pameran atau mencari majalah-majalah untuk motif-motifnya sih Mbak... bisa juga Saya mencari di internet biasanya.” “Biasanya beli, saat ada pameran... ya seperti acara GBN itu kan pasti banyak buku-buku tentang batik, ya beli di situ. Lumayan mahal juga mbak. Sekitarnya ada yang Rp. 700.000, per bukunya.”(Sutoyo) Sejurus dengan pernyataan dari Zamroni dan Abdul Haris, tentang tempat mencari informasinya yaitu sebagai berikut: “Oh... kalau buku itu tentang manajemen, masalah manajemannya.... Kalau buku-buku biasanya lihat di pameran-pameran atau mencari majalah-
85
majalah untuk motif-motifnya sih Mbak...” “Itu beli mbak,.... di pameranpameran. Atau lihat-lihat di Gramedia”(Zamroni) “Yaa.... dari majalah Mbak, biasanya idenya. Ha’ah... beli buku, bukunya beli. “Ada Mbak, oh... ya buku batik-batik Mbak, ada rhaa Mbak. Kadang-kadang cari buku yang motif-motif. Punya buku sendiri...”(Abdul Haris) Ada juga dari mereka yang sudah menggunakan internet, mereka bisa mencari berbagai motif batik Pekalongan dan motif batik modern serta motif batik kuno di internet yang mereka manfaatkan, ada yang di rumah sudah terpasang wifi dan speady yang bisa digunakan kapanpun selagi dibutuhkan, selain itu juga menggunakan ponsel pintar, sehingga dapat menjadi inspirasi bagi perkembangan batik di usaha batik mereka. Seperti yang diungkapkan oleh Zamroni sebagai berikut: “Yaaa... Saya bisa dari HP Mbak, Android, Google, di rumah ada Speady juga” “Tinggal klik google ketik motif-motif batik kuno... nanti keluar semua tentang batiknya Mbak... sekarang mudah dan cepat”(Zamroni)
Dan juga persis dengan yang diutarakan oleh Sutoyo bahwa: “Yaaa.... cari aja di google mbak, itu nanti sudah ada semua itu motifmotifnya banyak disitu, tinggal klik dan ketik aja siih... nanti ya keluar semua informasinya...”
Dari pernyataan informan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada 3 dari 5 informan yang mencari informasi dengan mendatangi tempat-tempat sumber informasi seperti toko buku, pameran, pameran batik, penyuluhan dan fasilitas internet yang ada dirumah maupun ponsel pintar, maka para pengrajin batik dapat memanfaatkannya untuk mencari informasi yang dibutuhkan dan untuk mengembangkan ide dan kreatifitas, dari semua
86
pengrajin batik mempunyai gaya sendiri-sendiri dalam mendatangi sumber informasi untuk memenuhi kebutuhan informasinya, sehingga memudahkan dalam mengelola dan mengembangkan usaha batik mereka. Ada 2 dari 5 informan yang belum mendatangi tempat sumber informasi karena memang mereka hanya mengandalkan informasi dari pengetahuan dasar dari orang tua yang sudah turun temurun, mereka sudah nyaman dengan informasi yang sudah dimilikinya hanya untuk mempertahankan usahanya agar tetap berjalan.
5.2.12. Cara Mencari Informasi Sudah diketahui bahwa informasi yang dibutuhkan informan adalah tentang perkembangan motif dan ragam hias batik, cara pembatikan, promosi, pameran-pameran batik dan penyuluhan tentang batik Pekalongan itu sendiri. Dari informasi yang dibutuhkan mereka mencari dan melakukan pemenuhan kebutuhan informasi bertukar pikiran dengan rekan sejawatnya, pendidikan dari warisan orang tua mereka, dan ada juga sebagian informan yang mencari informasi dengan membeli buku, majalah, dan ada sebagian yang menggunakan teknologi informasi melalui jejaring sosial dan internet. Berikut hasil wawancara peneliti mengenai bagimana cara mereka mencari informasi untuk memenuhi kebutuhan informasi mereka tentang batik Pekalongan dapat dilihat pada lampiran tabel 5.2.12. Informasi mereka didapat dari membeli buku, dengan pertamapertama mendatangi toko buku dan mencari buku dengan judul dan tema
87
tentang motif batik maupun tentang perkembangan motif batik baik nasional maupun khusus Pekalongan, ini tergambar dari pernyataan Abdul Haris, sebagai berikut: “Ha’ah... beli buku, bukunya beli. Kadang ada dari teman dan pelanggan yang minta untuk dibuatkan motif apa saja, bisa tergantung pesanan” Sedangkan menurut Daanan dan Khaerudin yang memang tidak punya referensi buku maupun dari internet, mereka mengandalkan informasi dari rekan sejawat dan beberapa pelanggan yang memesan motif baru dan modern, sehingga tetap berkembang sejalan dengan perkembangan batik di Pekalongan, berikut penuturan mereka: “Aku wong tuwo Nok, ora iso internetan, kui yo… go anakku sing ngerti rha Nok.. heheee… Aku sms-an be ora biso Nok, paling banter ya telpon Nok. eheheee… wong ora mudeng teknologi Nok” “paling ya kadi pesanan toko nok” “Yaa… karena dari ide sendiri ya tidak mencari informasi mbak. Pesanan dari pelanggan biasanya” Sedangkan informan yang sudah menggunakan internet, mereka bisa mencari berbagai motif batik Pekalongan dan motif batik modern serta motif batik kuno di internet yang mereka manfaatkan, ada yang di rumah sudah terpasang wifi dan speady yang bisa digunakan kapanpun selagi dibutuhkan, selain itu juga menggunakan ponsel pintar, sehingga dapat menjadi inspirasi bagi perkembangan batik di usaha batik mereka. Informan mencari informasi melalui internet, dikatakan bahwa pertama mereka menggunakan google, android, dan sosial media lain yang mendukung untuk pencarian, kemudian diketikkan kata kunci, misalnya “batik” maka
88
akan keluar semua informasi tentang batik yang mereka butuhkan. Seperti yang disampaikan oleh Zamroni dan Sutoyo berikut ini:
“Yaaa... Saya bisa dari HP Mbak, Android, Google, di rumah ada Speady juga” “Tinggal klik google ketik motif-motif batik kuno... nanti keluar semua tentang batiknya Mbak... sekarang mudah dan cepat”(Zamroni) “Yaaa.... cari aja di google mbak, itu nanti sudah ada semua itu motifmotifnya banyak disitu, tinggal klik dan ketik aja siih... nanti ya keluar semua informasinya...”(Sutoyo) Dari pernyataan informan di atas, dapat disimpulkan bahwa Ada 3 dari 5 informan yang sudah mencari informasi dengan membeli buku, majalah, dan ada sebagian yang menggunakan teknologi informasi melalui jejaring sosial dan internet. Dan ada 2 dari 5 informan yang tidak punya referensi buku maupun dari internet, mereka mengandalkan informasi dari rekan sejawat dan beberapa pelanggan yang memesan motif baru dan modern. Dengan menggunakan berbagai bentuk media informasi maka informan dapat memanfaatkannya untuk mencari informasi yang dibutuhkan dan untuk mengembangkan ide dan kreatifitas, dari semua pengrajin batik mempunyai gaya sendiri-sendiri dalam melakukan pencarian informasi sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan alat yang digunakan, sehingga memudahkan dalam mengelola usaha batik mereka.
89
5.2.13.
Kebutuhan
dan
Perilaku
Pencarian
Informasi
Berdasarkan Pendidikan Pengrajin batik tulis Pekalongan memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda – beda, yaitu 2 dari 5 informan memiliki pendidikan SD, 1 dari 5 informan memiliki pendidikan SMP, dan 2 dari 5 informan memiliki pendidikan SMA. Berdasarkan latar belakang pendidikan, ini sangat berpengaruh pada kebutuhan informasi dan perilaku pencarian informasi mereka. Terlihat dari pernyataan diatas, bahwa kebanyakan dari mereka yaitu informan yang memiliki latar belakang pendidikan SD dan SMP kurang memikirkan informasi yang sebenarnya mereka butuhkan, seperti pernyataan yang diutarakan oleh Daanan sebagai berikut: “Informasi kemana ini mbak? Oohh... ya kalau informasi tentang batik ya sudah punya bekal dari dulu mbak, sejak orang tua dan turun temurun ya sudah tau cara-cara membatik” Sejurus dengan pernyataan diatas, bapak Khaerudin juga mengungkapkan bahwa: “Informasi ne yaaa… iki wes turun temurun jaman biyen Nok, lingkungan neng kene Pekalongan kan wes biasa mbatik Nok, dadi ngerti informasi ne kepriye carane batik. Lha.. sing biasane ya informasi sekitar gambar-gambar batik Nok, koyo batik kuno, fariasi nopo rha Nok…”
Perilaku pencarian informasi informan yang berpendidikan SD dan SMP juga belum seperti yang memang sudah mengenal informasi secara lebih luas, ini terlihat dari cara mereka memperoleh informasi dari pengetahuan orang tua terdahulu dan mereka mengandalkan informasi dari
90
rekan sejawat dan beberapa pelanggan yang memesan motif baru dan modern. Berbeda dengan informan yang memiliki latar belakang pendidikan SMA, ada 2 dari 5 informan yang memiliki pendidikan SMA, mereka sudah mengetahui informasi yang mereka butuhkan untuk mengembangakan usaha batik tulis mereka dengan mengandalkan informasi dari luar yang sangat beragam dan selalu up to date seperti yang disampaikan oleh Sutoyo sebagai berikut: “Ya tentang motif batik itu sendiri, melestarikan batik, bagaimana mengembangkan ide dan kreatifitas kita untuk bisa menghasilkan desain batik yang lain daripada yang lain, itu biasanya mbak, informasi tentang pagelaran-pagelaran dan seminar-seminar tentang batik”
Perilaku pencarian informasi mereka juga sudah berkembang, dengan mencari informasi dalam bentuk majalah, tabloid, buku – buku, dan juga menggunakan internet sebagai sarana mencari informasi. Mereka mencari informasi tersebut dengan membeli majalah, tabloid, buku – buku dengan mendatangi toko – toko buku terdekat, datang ke pameran batik yang biasanya dilengkapi dengan basar buku khusus batik, dan adanya perkumpulan – perkumpulan pengrajin batik Pekalongan. Perilaku mereka saat mencari informasi melalui internet bisa dilihat dari cara mereka membuka google dan mengeklik kata kunci seperti batik atau batik tulis. Ini akan muncul informasi yang mereka inginkan. Seperti pernyataan dari Zamroni sebagai berikut: “Yaaa... Saya bisa dari HP Mbak, Android, Google, di rumah ada Speady juga”
91
“Tinggal klik google ketik motif-motif batik kuno... nanti keluar semua tentang batiknya Mbak... sekarang mudah dan cepat”(Zamroni)
5.2.14. Kendala Kain batik yang dihasilkan oleh informan yaitu pengrajin batik tulis Pekalongan akan dikirim langsung ke berbagai pulau di Indonesia, kemudian yang memberi nama motif adalah mereka yang menjadi pelanggan dari para pengrajin batik tulis Pekalongan. Sehingga hak cipta mereka belum terlindungi, yang memproduksi para pengrajin batik tulis di Pekalongan, tetapi kain tersebut diberi cap di kota-kota besar dan sudah membubuhi merek atas nama pemilik toko. Untuk itu kendala dari informan sendiri adalah tentang hak cipta yang belum mereka miliki, sehingga ini menjadi kendala bagi mereka dalam pemasaran batik Pekalongan, walaupun produk batik yang memproduksi adalah pengrajin batik Pekalongan tetapi hak cipta atas nama batik tersebut sudah dimiliki oleh pengusaha-pengusaha di luar jawa dan pengusaha batik yang mempunyai toko-toko dan butik-butik besar yang memesan batik dari mereka. Informan tidak mempunyai hak untuk memberi sendiri nama motif yang mereka buat. Oleh karena itu perlu adanya pencantuman nama untuk setiap produk batik yang mereka miliki dengan mengurus hak cipta batik mereka.
BAB VI PENUTUP 6.1. Simpulan Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan mengenai Kebutuhan dan Perilaku Pencarian Informasi Pengrajin Batik Tulis Pekalongan: Studi Kasus Di Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan, maka dapat diambi kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil analisis deskriptif dari beberapa informan menyatakan bahwa jenis kebutuhan informasi mereka yaitu informasi yang berguna untuk mendukung usaha batik. Sebagian besar informan (3 dari 5) yang menyatakan bahwa bentuk informasi yang dibutuhkan antara lain buku-buku, majalah, tabloid, dan informasi dari internet. Subjek yang mereka butuhkan dalam pengembangan usaha batik Pekalongan meliputi tentang UKM, manajemen dan pengelolaan usaha batik, cara pembatikan, informasi tentang seminar batik, pelatihan tentang motif corak ragam hias batik, serta pameran dan pelatihan tentang batik. Tetapi ada beberapa informan yang tidak mengerti dengan jelas apa informasi yang seharusnya mereka perlukan, karena sudah nyaman dengan keadaan sekarang dengan bekal dari orang tua dan usaha turun temurun yang mampu menghidupi keluarga tanpa berfikir kebutuhan informasi tentang perkembangan motif batik dan sebagainya.
92
93
2. Tujuan dalam mencari informasi pengrajin batik Pekalongan yaitu untuk
memajukan
usaha
pembatikan,
memajukan
promosi,
mengetahui kalau ada pelatihan dan pameran batik, memperkaya informasi tentang batik untuk memberikan kesan batik lebih terkenal lagi, dan agar tidak kalah bersaing dengan pengrajin batik lain tentang motif batik baru, agar selalu mengikuti perkembangan zaman. 3. Dari hasil penelitian ini, ternyata semua informan belum memanfaatkan informasi dari perpustakaan yang ada. Apabila menggunakan buku, majalah, tabloid, dan dalam bentuk tercetak lainnya, mereka mendatangi toko-toko buku dan langsung membeli buku-buku tentang batik. Dan ada sebagian yang menggunakan internet dengan membuka google selanjutnya mengeklik judul batik, maka akan keluar semua tentang batik khususnya batik pekalongan, mereka menggunakan telpon seluler, modem dan speady.
6.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara yang telah dilakukan, saran yang dapat penulis sampaikan sebagai masukan sebagai berikut: 1. Bagi pengrajin batik Pekalongan a. Perlu adanya pemahaman secara lebih mendalam tentang perkembangan
motif
batik
Pekalongan
dan
juga
pemasarannya, dengan mengetahui apa yang menjadi kebutuhan pengrajin batik, maka diusahakan untuk mencari
94
informasi yang dibutuhkan dengan memanfaatkan sumber informasi yang sudah ada seperti perpustakaan yang ada di daerah pekalongan dan sekitarnya. b. Lebih memahami motif batik yang mereka produksi, dengan memberi nama setiap motif yang mereka miliki dengan mendaftarkan batik mereka sebagai hak paten, sehingga mempunyai ciri khas yang dimiliki pengrajin batik, agar tidak dimiliki oleh pengusaha toko yang mengecap batik tersebut menjadi nama toko yang menjualnya. 2. Dalam rangka pengembangan dan pelestarian batik Pekalongan, perlu adanya pembinaan dari pihak-pihak terkait seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan, maupun perguruan tinggi yang dapat menunjang pengembangan batik. 3. Perlu adanya perhatian dari berbagai pusat sumber informasi seperti perpustakaan dalam memberikan layanan informasi tentang motif batik dan perkembangan batik. 4. Perlu adanya workshop terkait perlindungan atas karya batik yang dilakukan oleh pengrajin batik Pekalongan atau dari Pemerintah Kabupaten Pekalongan.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham. 2012. “Sejarah Batik Pekalongan”. http://abraham4544. wordpress.com/history/sejarah-batik-pekalongan/ diakses pada tanggal 30 mei 2013 (09.00 WIB) Batik Indonesia. 2012. Sejarah batik. www.batikindonesia.com/batik-pekalongansejarah-dan-keunggulan-batik-pekalongan/8700 diakses pada tanggal 29 Juli 2013 (22.44 WIB) Harisanty, Dessy. 2009. Kebutuhan Informasi Siswa SMA dan Ketersediaan Sumber Informasi pada Perpustakaan SMA di Surabaya. Jurnal Ilmu Informasi dan Perpustakaan, Tahun 1, Nomor 1. Departemen Ilmu Informasi dan Perpustakaan, Fisip Unair Hasanudin. 2001. Batik Pesisiran: Melacak Pengaruh Etos Dagang Santri pada Ragam Hias Batik. Bandung: Kiblat Buku Utama. Kardi, Marsam, “Sejarah Perbatikan Indonesia”, Makalah Seminar Jejak Telusur dan Perkembangan Batik Pekalongan, Pekalongan. Dalam Makalah Peran Edukasi Museum Batik di Pekalongan sebagai Sumber Pembelajaran Batik Kartika, Widyana Dewi. 2012. “Kebutuhan dan Perilaku Pencarian Informasi Peneliti: Studi Kasus di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia”. Skripsi Jurusan Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro Semarang. Laloo, Bikikang Tariang. 2002. Information Need, Information Seeking Behavior and User. New Dehli: Ess Ess Publication. Maziyah, Siti. 2007. Korelasi Antara Proses Produksi Batik dengan Pemberdayaan Perempuan Vol.IX, No.1. CITRA LEKHA: Jurnal Sejarah Fakultas Sastra Universitas Diponegoro Moleong, Lexy, J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. .............................. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Notoadmodjo. 2003. “Konsep Perilaku: Pengertian Perilaku, Bentuk Perilaku dan Domain Perilaku”. http://infoskripsi.com/refenrence/perilaku.htm diakses pada tanggal 12 Mei 2013 (10.00 WIB)
95
96
Nurrohmah, Siti. 2009. Peranan Batik Pekalongan sebagai Budaya Lokal Bangsa dalam Pengembangan Industri Kreatif. Prosiding Seminar Nasional Program Studi Teknik Busana Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi Fakultas Teknik Unnes. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Santoso, Gempur. 2005. Metodologi Penelitian: Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: Prestasi Pustaka. Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. 2009. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tata Langkah dan Teknik-Teknik Teoritisasi Data. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sulistyo-Basuki. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Suwanto, Sri Ati. 1997. Tesis Studi tentang Kebutuhan dan Pencarian Informasi bagi Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Program Studi Ilmu Perpustakaan UI UNESCO, Convention For The Safeguarding of The Intangible Cultural Heritage, 2003. http://www.unesco.org/culture/ich/en/RL/00170 Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. 2008. Metodologi Penelitian Sosial edisi kedua. Jakarta: Bumi Aksara Wahono, dkk. 2004. Gaya Ragam Hias Batik: Tinjauan Makna dan Simbol. Semarang: Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Tengah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Museum Jawa Tengah Ronggowarsito Wisdosumi. 2013. “Kota Batik Pekalongan”. http://kotabatick.blogspot.nl/ diakses pada tanggal 30 Mei 2013 (09.00 WIB) Yuliantoro, M. Edy. 1992. “Pasang Surut Industri Tenun dan Batik di Kabupaten Pekalongan Tahun 1960-1980”. Skripsi jurusan sejarah S1 Fakultas Sastra Undip Semarang. Yusup, Pawit dan Priyo Subekti. 2010. Teori & Praktek Penelusuran Informasi : informasi Retrieval. Jakarta: Kencana. -----------------, 2009. Ilmu informasi, komunikasi, dan kepustakaan. Jakarta: bumi Aksara.
1
Lampiran A
Daftar Pertanyaan Wawancara
1. Apa nama usaha batik Anda? 2. Kapan awal dimulai usaha batik Anda, dan tahun berdiri usaha batik tersebut? 3. Berapa tenaga kerja yang ada? Pekerja laki-laki berapa dan pekerja perempuan berapa? 4. Apakah tenaga kerja dipisahkan menurut keahlian ataupun menurut tahap proses membatik? 5. Informasi apa yang dibutuhkan Anda sebagai pengrajin batik pekalongan dalam mengelola usaha tersebut? 6. Apa tujuan Anda mencari informasi tentang batik pekalongan? 7. Jenis informasi yang seperti apa yang Anda butuhkan? 8. Bentuk informasi seperti apa yang gunakan dalam memenuhi kebutuhan informasi Anda? 9. Informasi tersebut Anda peroleh dari mana? 10. Adakah buku-buku referensi yang Anda gunakan? 11. Pernahkah Anda ke perpustakaan? 12. Darimana Anda memperoleh informasi tentang perkembangan batik pekalongan? 13. Apakah Anda mengenal berbagai motif atau ragam hias batik Pekalongan? 14. Motif apa saja yang digunakan dalam batik Anda? 15. Mendapat informasi motif batik darimana? Apakah Anda mendesain sendiri? 16. Bagaimana pendapat Anda tentang seni batik di Pekalongan dengan adanya berbagai macam motif dan ragam hiasnya?
2
Lampiran B
REDUKSI DATA
5.1. Informan yang terlibat dalam penelitian. Nama No
Nama Usaha
1.
Zamroni
Riwayat
Tanggal
pendidikan
wawancara
Alamat
Batik
Kec. Wiradesa
SMA
Shafira 2.
Khaerudin
Batik
Tanggal
13
Juli 2013 Kec. Wiradesa
SD
Karya
Tanggal
14
Juli 2013
Amanah 3.
H. Daanan
Batik
Kec. Wiradesa
SD
Daanan 4.
H. Abdul Batik Liris
Sutoyo
16
Juli 2013 Kec. Wiradesa
SMP
Haris 5.
Tanggal
Tanggal
16
Juli 2013 Batik Munalifah
Sumber: Data hasil wawancara
Kec. Wiradesa
SMA
Tanggal Juli 2013
15
3
Tabel 5.2.1. Data Hasil Wawancara 1
5.2.1. Awal mulai usaha batik Pekalongan Usaha No
Nama
Jawaban
Kesimpulan
Batik 1.
Zamroni
2.
H. Daanan
3.
Khaerudin
Batik
“Kurang lebih ya... tahun 2002. Usaha turun temurun Shafira dari orang tua mbak. Jadi Saya yaa melanjutkan usaha orang tua.” Batik “Iki wes kawit biyen Nok, jaman Aku sek nom, biyen Daanan ki ow… Aku melu wong 16 tahunan buruh Nok, neng Pekalongan Kota… dadi tukang mbatik Nok, saiki alhamdulillah Nok, wes biso mandiri bangun usaha dewe Nok, yo kirokiro taun 1984 mulai bisnis batik dewe” (“Ini sudah dari dulu Nok(sebutan nak kepada anak perempuan), pada zaman Aku masih muda, dulu itu... aku ikut orang selama 16 tahunan menjadi seorang buruh Nok, di Pekalongan Kota jadi pembatik atau buruh batik Nok. Sekarang alhamdulillah Nok, sudah bisa mandiri bangun usaha sendiri Nok, yaa kira-kira tahun 1984 mulai bisnis batik sendiri”) Batik Karya “Mulai yaa sekitar 1997 kayaknya mbak… saya Amanah mulai sendiri disini 1997. Kalau dulu turun-temurun dari bapak saya ya dari 40 tahunan yang lalu kirakira.”
Tahun 2002 mulai usaha yang diwarisi secara turun temurun. Sudah dari dulu ikut orang selama 16 tahun menjadi butuh batik, kemudian berdiri sendiri tahun 1984.
Mulai dari tahun 1997 berdiri sendiri sejak memisahkan dari dari usaha orang tua.
4
4.
H.
Abdul Batik Liris
Haris
5.
Sutoyo
Batik Munalifah
“Hmmm...Kurang lebih ya... tahun 1993. Itu saya memisahkan diri dari usaha kakak Saya.”
Tahun 1993 berdiri sendiri sejak memisahkan diri dari usaha keluarga. “Mulai berbisnis batik Mulai berbisnis tahun 2000 itu di daerah batik tahun 2000. Ketandan mbak, pindah kerumah ini itu tahun 2007”
Sumber: data hasil wawancara
Tabel 5.2.2. Data Hasil Wawancara 2
5.2.2. Pembatikan dan Tenaga Kerja Usaha No
Nama
Jawaban
Kesimpulan
“Dulu dua orang mbak, ha’ah dua orang, setelah berjalan yaa.. sekitar ini 11 orang mbak, yang di dalam mbak” “Laki-laki 3 perempuan berarti berapa yaa? 7 ya mbak? Eh kok yaa berarti 8 mbak” “Oohh.. dipisah mbak, pisah ha’ah. Bagiannya sendiri-sendiri” “Jaman biyen ow Nok… akeh Nok pegawene… 600 uwong pernah e biyen jaman sakmunu Nok. Wes iki sakmene oww Nok…. Kebak kabeh Nok pegawe ne(sambil menunjuknunjuk ke tempat salah satu ruangan di gudang dimana sekarang sudah
Ada 11 orang pekerja, yaitu 3 orang laki-laki dan 8 orang perempuan. Pekerja dipisah menurut bagian – bagiannya dalam pembatikan.
Batik 1.
Zamroni
Batik Shafira
2.
H. Daanan
Batik Daanan
Dulu banyak, sekitar 600 orang yang dipekerjakan. Sekarang tinggal 50 orang, yaitu 30 wanita dan 20 lakilaki. Kenapa sekarang menurun, karena sekarang jamannya sudah susah.
5
3.
4.
5.
menjadi tempat meletakkan barangbarang tidak dipakai, dulunya tempat kerja pegawai untuk membatik). Saiki pegawe ku ono 50 uwong Nok, 30 wedok 20 lanang Nok. Ono sing digowo balek ng umahe dewe-dewe Nok, sekitare kui 60an wong. Dadi kiro-kiro kui ano 110 wong sing kerjo. Kenopo saiki sitik pegawene ya mergo kui Nok, saiki jaman e wes angel, ora koyo biyen maneh a.. Nok” Khaerudin Batik Karya “Sekitar 15 orang mbak, 9 laki-laki karo an 6 sing Amanah wedok e rhaa mbak..” “Oh… ya dibedakan rhaa… itu sebelah sana itu menggambar pola desain yang sudah dibuat itu dijaplak di kain, trus selanjutnya ada yang membatik, dan ada yang mewarna, semua ada bagian-bagiannya” H. Abdul Batik Liris “Sekitar 50 orang tenaga kerja ini... Haris “Laki-laki 30 perempuan berarti berapa yaa 20 mbak.” “Oohh.. dipisah mbak, pisah ha’ah. Bagiannya sendiri-sendiri. Kan yaa harus ada keahlian sendiri-sendiri mbak, tetapi semua bisa digilir” Sutoyo Batik “Tenaga kerja di sini itu ada kurang lebih 20 orang Munalifah ada mbak, 7 laki-laki dan 13 perempuan.” “Yaa... dibedakan tho
Sekitar 15 orang, yaitu 9 orang lakilaki dan 6 wanita. Itu dibedakan menurut keahlian dan proses pembatikan.
Sekitar ada 50 orang tenaga kerja. Laki-laki 30 orang dan 20 orang wanita. Mereka dipisahkan menurut keahlian.
Tenaga kerja 20 orang, yaitu 7 lakilaki dan 13 perempuan. Pekerja dibedakan
6
mbak, menurut menurut tahapannya, kalo keahliannya. biasanya perempuan itu ya yang mbatik, nembok, ngebok, dan laki-laki ya mewarnai sama nglerot mbak... itu siih.” Sumber: Data hasil wawancara
Tabel 5.2.3. Data Hasil Wawancara 3
5.2.3. Informasi yang dibutuhkan informan Usaha No
Nama
Jawaban
Kesimpulan
Batik 1.
Zamroni
2.
H. Daanan
3.
Khaerudin
Batik
“Pembinaan, UKM, ha’ah pembinaan dari Shafira Deperindag, kadang pernah aa..mbak, hu’umm... kadang-kadang mbak yaa mungkin setahun sekali pertemuannya mbak kalau ada undangan. Undangan dari UKM, dari mitra binaan yaa bisa mbak... telkom biasanya mbak” Batik “Informasi ne yaaa… iki wes turun temurun jaman Daanan biyen Nok, lingkungan neng kene Pekalongan kan wes biasa mbatik Nok, dadi ngerti informasi ne kepriye carane batik. Lha.. sing biasane ya informasi sekitar gambar-gambar batik Nok, koyo batik kuno, fariasi nopo rha Nok…” Batik Karya “Informasi kemana ini mbak? Oohh... ya kalau Amanah informasi tentang batik ya sudah punya bekal dari
Pembinaan, UKM, seminar, pertemuan antar pengrajin batik.
Informasi turun temurun dari orang tua. Belum memiliki keinginan mencari informasi dari luar.
Sudah punya bekal dari orang tua secara turun temurun.
7
4.
H.
Abdul Batik Liris
Haris
5.
Sutoyo
Batik Munalifah
dulu mbak, sejak orang tua dan turun temurun ya sudah tau cara-cara membatik” “Tentang modal mbak, manajemen juga... ya motif baru juga mbak. Tapi biasanya itu kalau dari Deperindag itu informasinya untuk kalangan atas mbak, tidak sampai ke usaha-usaha seperti kita ini. Susah mbak” “Ya tentang motif batik itu sendiri, melestarikan batik, bagaimana mengembangkan ide dan kreatifitas kita untuk bisa menghasilkan desain batik yang lain daripada yang lain, itu biasanya mbak, informasi tentang pagelaran-pagelaran dan seminar-seminar tentang batik”
Permodalan, manajemen, untuk kemajuan usaha batik.
Tentang motif batik, melestarikan batik, pengembangan ide dan kreatifitas mendesain batik, seminar-seminar tentang batik.
Sumber: data hasil wawancara
Tabel 5.2.4. Data Hasil wawancara 4
5.2.4. Tujuan Mencari Informasi tentang Batik Usaha No Nama
Kesimpulan Jawaban
Batik 1.
Zamroni
Batik Shafira
“Oh... ya mbak, biasanya kan informasi tentang motif batik, terus tentang pemasaran, ha’ah manajemen biasanya” “Tujuannya untuk memajukan usaha, ha’ah dan perkembangan usaha.
Tujuannya untuk memajukan usaha batik, promosi batik Pekalongan.
8
2.
H. Daanan
3.
Khaerudin
4.
H.
Biasanya promosi mbak, kalau anu kan promosi mbak, pameran. Kalau dari telkom itu pameran mbak.... he’em..” Batik “Hmmmm… men ojo kalah saing Nok, jaman Daanan saiki kudu pinter-pinter gawe ide anyar nggo gawe motif batik sing anyar” Batik Karya “Yaa… karena dari ide sendiri ya tidak mencari Amanah informasi mbak”
Abdul Batik Liris
Haris
5.
Sutoyo
Batik Munalifah
“Oh... ya mbak, biasanya kan informasi tentang motif batik, terus tentang pemasaran, ha’ah manajemen biasanya” “Tujuannya untuk memajukan usaha, ha’ah dan perkembangan usaha.” “Hmmm... untuk memperkaya tentang info batik kita, seperti batik Pekalongan ini supaya makin dikenal, seperti itu mbak. Ya itu dengan mengikuti seminarseminar dan juga pameran-pameran itu”
Agar tidak kalah saing dengan pengrajin batik lain. Dari ide sendiri, tidak mencari informasi Tujuannya untuk memajukan usaha dan perkembangan batik.
Tujuannya untuk memperkaya informasi tentang batik, agar lebih dikenal.
Sumber: data hasil wawancara
Tabel 5.2.5. Data Hasil Wawancara 5
5.2.5. Jenis Informasi Usaha No
Nama
Jawaban
Kesimpulan
Batik 1.
Zamroni
Batik
“Heemm.... informasi Tentang motif terutama tentang motif batik, pewarnaan,
9
Shafira
2.
3.
4.
5.
sama ini Mbak, pengembanganpengembangan yang kreatif, yang model-model terbaru... biasanya tentang pewarnaan, trus pewarnaan menurut ini mbak, pengobatan alami, warna alam itu biasanya Mbak, yaa dari seminar itu Mbak” H. Daanan Batik “Biasa Nok, yo kui mau… men batik e ora Daanan ketinggalan liane kudu pinter-pinter gawe motif batik liyo, ben ora bosen. Ora tau luru-luru informasi apa-apa Nok, wong tuwo dadi ora ngerti kayak kui, internet-internet ora paham Aku Nok” Khaerudin Batik Karya “Jenis informasi yang dilakukan untuk batik Amanah yaaa.. jenisnya motif batik banyak sekali mbak, printing, tulis, cap, semitulis, kombinasi, kan kayak gitu. Motifnya juga macem-macem ada yang background ada yang apa lah itu saya tidak tahu, itu masalah dari setiap home industri itu memiliki kelainan dari cara motif yang dibuat sendirisendiri.” H. Abdul Batik Liris “Heemm.... informasi terutama tentang motif Haris sama ini Mbak, pengembanganpengembangan yang kreatif, yang model-model terbaru... biasanya tentang pewarnaan juga.” Sutoyo Batik “Hmmm... yaaa itu mbak, dari informasi tentang
pengobatan alami.
Tidak mencari informasi dari luar.
Jenis informasinya tentang jenis batik, macammacam motif batik.
Informasi tentang motif batik dan model-model terbaru.
Informasi tentang motif batik,
10
Munalifah
motif batik yang baru, seminar dan kombinasi dengan motif pelatihan batik. kuno untuk menghasilkan karya baru dan bernilai seni tinggi. Informasi tentang pengembanganpengembangan batik saja mbak, yah itu makanya ikut seminar dan pelatihan-pelatihan itu”
Sumber: data hasil wawancara
Tabel 5.2.6. Data Hasil Wawancara 6
5.2.6. Bentuk Informasi Usaha No
Nama
Jawaban
Kesimpulan
“Oh... kalau buku itu tentang manajemen, masalah manajemannya.... Kalau buku-buku biasanya lihat di pameran-pameran atau mencari majalahmajalah untuk motifmotifnya sih Mbak...” “Yoo… embuh Nok, ora ngerti sing kepriye-kepriye. Sing penting iso jalan terus usahane”
Bentuk informasinya buku, majalah, tabloid.
Batik 1.
Zamroni
Batik Shafira
2.
H. Daanan
Batik Daanan
3.
Khaerudin
4.
H. Haris
Masih menggunakan informasi lisan.
Batik Karya “Ndak tau mbak, ora ngerti Masih sing koyo kui. Sing penting menggunakan Amanah iso jalan terus usahane” informasi lisan.
Abdul Batik Liris
“Oh... punya buku sendiri mbak. Kalau buku itu tentang manajemen, masalah manajemannya.... Kalau buku-buku biasanya lihat di pameran-pameran atau mencari majalah-
Bentuk informasinya buku, majalah, tabloid.
11
5.
Sutoyo
Batik Munalifah
majalah untuk motifmotifnya sih Mbak...” “Oh... itu biasanya kalau Buku-buku buku itu tentang motif baik tentang motif itu yang baru dan yang batik. motif batik kuno, masalah manajemannya....”
Sumber: Hasil wawancara
Tabel 5.2.7. Data Hasil Wawancara 7
5.2.7. Sumber Informasi yang diperoleh Usaha No
Nama
Jawaban
Kesimpulan
Batik 1.
Zamroni
2.
H. Daanan
3.
Khaerudin
Batik
“Ha’ah... beli buku, ha’ah perkumpulan, binaanShafira binaan telkom, atau UKM itu sih Mbak...” “Itu beli mbak,.... di pameran-pameran. Atau lihat-lihat di Gramedia” Batik “Biasane ya pasaran rhaa Nok… pasaran, ha’ah Daanan rhaa… njaluk e op kayak kuii” Batik Karya “Sebelum ada internet mbak ini, hahahaa sudah Amanah mencetuskan batik. Ini berdasarkan usaha turut temurun mbak.. adapun sekarang ada internet sebagian orang kalau yang bisa internet, kalau saya ndak ngerti mbak, wong sms saja ndak bisa, telepon bisa kalau telepon saya bisa terima kalau sms saya bisa baca tapi untuk balas sms saya sudah tidak bisa wong mata juga sudah ndak bisa
Sumber informasi dari membeli buku di toko-toko buku, pameran.
Informasi dari rekan sejawat.
Informasi dari rekan sejawat dan informasi turuntemurun dari orang tua.
12
lihat tulisan kecil mbak.. heheheee..kan gituu” 4.
H.
Abdul Batik Liris
Haris
5.
Sutoyo
Batik Munalifah
“Itu beli mbak” Membeli buku di “Ha’ah... beli buku, toko buku. bukunya beli. Kadang ada dari teman dan pelanggan yang minta untuk dibuatkan motif apa saja, bisa tergantung pesanan” “Yaa... itu mbak saling tukar informasi pas seminar diadakan itu mbak, ya buku juga, banyaklah mbak. Kalau buku-buku biasanya lihat di pameran-pameran atau mencari majalah-majalah untuk motif-motifnya sih Mbak... bisa juga Saya mencari di internet biasanya.” Saya cari di internet juga”
Dari seminar, pameran buku, dari toko-toko buku dan dari internet.
Sumber: data hasil wawancara
Tabel 5.2.8. Data Hasil Wawancara 8
5.2.8. Informasi dari Perpustakaan Usaha No
Nama
Jawaban
Kesimpulan
“Ndak Mbak.... Biasanya ke toko-toko buku. seringnya ke Gramedia, cari-cari buku yang referensi batik-batik kuno. Trus majalah.... majalah batik. Trus ke museum... museun Pekalongan ya tentang
Belum menggunakan informasi dari perpustakaan.
Batik 1.
Zamroni
Batik Shafira
13
2.
3.
4.
batik Mbak” “Ora Nok, yaaa…. Sangkin sibuk e yo Nok, Daanan ora sempet areng perpustakaan. Biasane perpustakaan ya nggo bocah sekolah Nok. Hehehehee” Khaerudin Batik Karya “Ndak mbak yaaa… Sangkin sibuk e, ora Amanah sempet areng perpustakaan. Hehe wes akeh gawean sing kudu dipikirke luweh ndiset Mbak.. hahaaa” H. Abdul Batik Liris “Ndak pernah mbak...” H. Daanan
Batik
Haris 5.
Sutoyo
Batik Munalifah
“Hehee... belum mbak, tidak... biasanya beli, saat ada pameran... ya seperti acara GBN itu kan pasti banyak buku-buku tentang batik, ya beli di situ. Lumayan mahal juga mbak. Sekitarnya ada yang Rp. 700.000, per bukunya.”
Belum menggunakan informasi dari perpustakaan.
Belum menggunakan informasi dari perpustakaan.
Belum menggunakan informasi dari perpustakaan. Belum menggunakan informasi dari perpustakaan.
Sumber: hasil wawancara
Tabel 5.2.9.2. Data Hasil Wawancara 9.1
5.2.9.1. Motif yang dikenal Informan Usaha No
Nama
Jawaban
Kesimpulan
Batik 1.
Zamroni
Batik
“Oh...
Shafira
motifnya
ada yaaa
Mbak, Mengetahui motif nama- batik yang ada.
14
namanya ada Mbak” 2.
H. Daanan
Batik
“Yo akeh Nok…. Wes akeh saiki motif batik kui… sangkin akehe yoo Aku ora ngerti ono piro sing penting iso nggawene Nok, masalah aran e motif opo yo Aku ora paham Nok. Wong batik sing tak gawe kie kui langsung di gowo areng toko-toko, kompeksi nopo dadi mengko sing ngarani kui kadi kono ne nok. Aku ora paham”
Tidak memahami nama-nama motif batik yang telah ada. Mereka tidak mau tahu tentang nama motif batik.
Batik Karya “Ora, wes sayah mbak asale….wes kemaremen Amanah dadi wes ora nggatekake kui motif apa, nek maune tak perhatikan motif iki motif opo… saiki wes ora nggatekake mbak, wes ora sempet. Wong adole ora potongan mbak, adole kie mgko borongan kadi tokone mbak, kekne neng toko mgko tokone gawe aran dewe, gawe aran motif apa dewe rhaa….ha’ah malah nang tokone sing ngarang, kene gawe produk totok…pokoke gawe kreasi sing apik, batik Pekalongan ha’ah kokui bae wes. Panora tokone sing ngarang nama motif dewe Nok, nek kene ngarang terus sing nggo ngarang kui suko nggo ngarang liyone Nok, heheheee kui kan pikirane kayak kui mbak.. hehehe”
Tidak memahami nama-nama motif batik yang telah ada. Mereka tidak mau tahu tentang nama motif batik.
Daanan
3.
Khaerudin
15
4.
H.
Abdul Batik Liris
Haris
5.
Sutoyo
Batik Munalifah
“Oh... ada motifnya yaaa namanya ada banyak”
Mbak, Tidak memahami nama- nama-nama motif Mbak batik yang telah ada. Mereka tidak mau tahu tentang nama motif batik. “Oh.. iya... ya kayak Jlamprang, seno, jlamprang, seno, sekar sekar, jagad, jagad, nyi roro kidul juga nyiroro kidul, ada mbak, cawung, manuk cawung, manuk cemiri, bunga-bunga, dan cemiri, bunga dan abstrak seperti itu aja sih abstrak. mbak. Motif batik kan banyak mbak, apalagi di Pekalongan kan selalu bervariasi.”
Sumber: hasil wawancara Tabel 5.2.9.2 Data Hasil Wawancara 9.2
5.2.9.2. Motif dan Ragam Hias batik yang Diproduksi Usaha No
Nama
Jawaban
Kesimpulan
“Oh... yaa.. biasanya motif abstrak, fashion, ya ada Mbak trus motif alam... emmm.. motif ikan, tema-tema bunga sama binatang, seringnya yaa itu tok Mbak.” “Kalau motif-motif parang, kalau kayak jlamprang, jogjanan kui untuk selingan Mbak... itu motif-motif pakem” “Ha’ah,.... motif parang, trus truntum, seno, sri, untuk kombinasi aja Mbak” “Akeh Nok, akeh teo rhaa Nok. Sing biasane yaa… burung-burung, bunga,
Motif abstrak, fashion, motif tema bunga dan binatang, motif batik kombinasi.
Batik 1.
Zamroni
Batik Shafira
2.
H. Daanan
Batik
Motif batik dari daerah di Indonesia, seperti
16
Daanan
3.
4.
patung-patung Irian jaya, Tifa irian, motif Bengkulu, motif Aceh, Motif Sumatra, motif Aceh dengan nama Pintu Aceh, motif Lampung dengan nama gajah karena banyak gambar gajahnya, motif Batak dengan nama ulos dibuat untuk syal, motif irian buatan Pekalongan sini Nok, tapi dipasarkan ke Irian, disana ana pengusaha batik dari Pekalongan yang merantau ke Irian dia jadi sukses disana Nok. Kabeh nggawe kadi kene Nok, mengko di kirim nong kono sumatra, kalimantan, kabeh,” Khaerudin Batik Karya “Banyak sekali… banyak, ha’ah ora mung ngunuAmanah ngunu totok a..mbak.. akeh. Ono sing bungabunga, motif hewan, irian jaya iku sing patungpatung mbak, motif sumatra. Kabeh iku tergantung pesanan dari pelanggan mbak, jadi siap membuatkan kreasi baru yang diminati pelanggan batik.” H. Abdul Batik Liris “Oh... yaa.. biasanya motif kalimantan mbak, Haris motif kalimantan yang memang saya sudah rutin menyetok dari sana yang meminta. Batik tulis corak Kalimantan ini kalau dipasarkan disini ya kurang diminati mbak, begitu juga kalau batik motif jawa dan jogja itu
Irian jaya, Tifa irian, motif Bengkulu, motif Aceh, Motif Sumatra, motif Aceh dengan nama Pintu Aceh, motif Lampung dengan nama gajah karena banyak gambar gajahnya, motif Batak
Motif bunga, hewan dan patungpatung.
Motif kalimantan.
batik
17
5.
Sutoyo
Batik Munalifah
dipasarkan ke Kalimantan ya sananya tidak mau. Karena begini mbak, saya membuat batik ya membuat batik saja, masalah nama nanti dari tokonya yang memberikan, nantinya yang mengecap nama itu sana.” “Yaa... itu juga mbak, motif jlamprang, seno, sekar jagad, nyi roro kidul, cawung, manuk cemiri, dulu juga pernah membuat motif SBY waktu jaman SBY sedang awal-awal menjabat sebagai presiden. Hehehee....”
motif jlamprang, seno, sekar jagad, nyi roro kidul, cawung, manuk cemiri, dulu juga pernah membuat motif SBY
Sumber: hasil wawancara Tabel 5.2.10. Data Hasil Wawancara 10
5.2.10. Desain Batik Pekalongan Usaha No
Nama
Jawaban
Kesimpulan
“Yaa.... dari majalah Mbak, biasanya idenya. Internet juga. Trus kalau ada kirakira ada motif bisa bawa ke tukang motif Mbak, jadi yang mengerjakan emmm... ya yang mengerjakan yaa ini termasuk anak buahlah.... pokoknya. He’emm.. polanya kan Saya, idenya Saya, Cuma dia yang mengerjakan. Polanya kan biasanya sedikit Mbak nanti dia yang mengembangkan”
Desain batik ide sendiri dan dari referensi majalah dan internet.
Batik 1.
Zamroni
Batik Shafira
18
2.
3.
4.
H. Daanan
Batik
“Yoo… kabeh kadi ide sendiri rhaa Nok, semua ide Daanan dan kreatifitas sendiri, mengko ana sing tukang gambar sing luweh lengkap. Desain sendiri Nok. Ide dari pikiran sendiri. Wong Aku wong tuwo Nok, ora iso internetan, kui yo… go anakku sing ngerti rha Nok.. heheee… Aku sms-an be ora biso Nok, paling banter ya telpon Nok.eheheee… wong ora mudeng teknologi Nok” Khaerudin Batik Karya “Iyaa… informasinya cuma yaa dari kreasi sendiri, ide, Amanah akal, dan lubuk hati, akan saya bikin seperti apa…seni, itu memang seni. Jiwa seni, batik itu seni dan jiwa seni. Nilai tingginya itu seni. Jadi mahalnya diseninya itu, lubuk hati keluar ide, diterapkan jadi bisa dibuktikan bisa dibeberkan bisa apa itu istilahnya…tenarkan lewat bukti pembuktian ohh.. ini berhasil.Nah ini hasilnya seperti ini… bisa dimanfaatkan oleh orang banyak, dari ide bisa dimanfaatkan oleh orang banyak bukan hanya lokal bahkan untuk internasional” H. Abdul Batik Liris “Yaa.... dari majalah Mbak, biasanya idenya. Trus kalau Haris ada kira-kira ada motif bisa bawa ke tukang motif Mbak, jadi yang mengerjakan emmm... ya yang mengerjakan yaa ini termasuk anak buahlah.... pokoknya. He’emm.. polanya kan Saya, idenya Saya, Cuma dia yang
Ide-ide sendiri dan kreatifitas sendiri.
Ide-ide sendiri dan kreatifitas sendiri.
Dari majalah dan ide berkembang.
19
5.
Sutoyo
Batik Munalifah
mengerjakan. Polanya kan biasanya sedikit Mbak nanti dia yang mengembangkan” “Kebanyakan dari bukubuku mbak untuk gambaran bagaimana motif batik itu yang baik, nanti itu kreasi sendiri saja, ide dan imajinasi yang kerja... ide dan yaa... pikiran kita saja mbak. Desain sendiri mbak, kadang ke tukang desain batik yang memang sudah punya desainer batik yang menghargai seni batik tinggi”
Dari buku-buku dan majalah, ide sendiri dan dikembangkan.
Sumber: data wawancara Tabel 5.2.11. Data Hasil Wawancara 11
5.2.12. Tempat Mencari Informasi Usaha No
Nama
Jawaban
Kesimpulan
“Oh... kalau buku itu tentang manajemen, masalah manajemannya.... Kalau buku-buku biasanya lihat di pameran-pameran atau mencari majalahmajalah untuk motifmotifnya sih Mbak...” “Itu beli mbak,.... di pameranpameran. Atau lihat-lihat di Gramedia” “Yaaa... Saya bisa dari HP Mbak, Android, Google, di rumah ada Speady juga” “Tinggal klik google ketik motif-motif batik kuno... nanti keluar semua tentang batiknya Mbak... sekarang mudah dan cepat”
Datang ke tokotoko buku terdekat, dari google internet. Pameran dan seminar-seminar.
Batik 1.
Zamroni
Batik Shafira
20
2.
H. Daanan
3.
Khaerudin
4.
H.
Batik
“Aku wong tuwo Nok, ora iso internetan, kui yo… go Daanan anakku sing ngerti rha Nok.. heheee… Aku smsan be ora biso Nok, paling banter ya telpon Nok. eheheee… wong ora mudeng teknologi Nok” “paling ya kadi pesanan toko nok” Batik Karya “Yaa… karena dari ide sendiri ya tidak mencari Amanah informasi mbak. Pesanan dari pelanggan biasanya”
Abdul Batik Liris
Haris
5.
Sutoyo
Batik Munalifah
Sumber: data wawancara
Dari rekan sejawat dan informasi dari orang tua warisan turun temurun.
Dari rekan sejawat dan informasi dari orang tua warisan turun temurun. “Yaa.... dari majalah Mbak, Membeli buku ke biasanya idenya. Ha’ah... toko-toko beli buku, bukunya beli. terdekat. “Ada Mbak, oh... ya buku batik-batik Mbak, ada rhaa Mbak. Kadang-kadang cari buku yang motif-motif. Punya buku sendiri...” “Oh... itu biasanya kalau Membeli bukubuku itu tentang motif baik buku di toko itu yang baru dan yang terdekat, internet, motif batik kuno, masalah dan dari seminarmanajemannya.... Kalau seminar dan buku-buku biasanya lihat pamerandi pameran-pameran atau pameran. mencari majalah-majalah untuk motif-motifnya sih Mbak... bisa juga Saya mencari di internet biasanya.” “Biasanya beli, saat ada pameran... ya seperti acara GBN itu kan pasti banyak buku-buku tentang batik, ya beli di situ. Lumayan mahal juga mbak. Sekitarnya ada yang Rp. 700.000, per bukunya.”
21
Tabel 5.2.13. Data Hasil Wawancara 12
5.2.12. Cara Mencari Informasi Usaha No
Nama
Jawaban
Kesimpulan
Batik 1.
Zamroni
2.
H. Daanan
3.
Khaerudin
4.
H.
Batik
“Yaaa... Saya bisa dari HP Mbak, Android, Google, di Shafira rumah ada Speady juga” “Tinggal klik google ketik motif-motif batik kuno... nanti keluar semua tentang batiknya Mbak... sekarang mudah dan cepat” Batik “Aku wong tuwo Nok, ora iso internetan, kui yo… go Daanan anakku sing ngerti rha Nok.. heheee… Aku smsan be ora biso Nok, paling banter ya telpon Nok. eheheee… wong ora mudeng teknologi Nok” “paling ya kadi pesanan toko nok” Batik Karya “Yaa… karena dari ide sendiri ya tidak mencari Amanah informasi mbak. Pesanan dari pelanggan biasanya”
Abdul Batik Liris
Haris
5.
Sutoyo
Batik Munalifah
Sumber: data wawancara
“Ha’ah... beli buku, bukunya beli. Kadang ada dari teman dan pelanggan yang minta untuk dibuatkan motif apa saja, bisa tergantung pesanan” “Yaaa.... cari aja di google mbak, itu nanti sudah ada semua itu motif-motifnya banyak disitu, tinggal klik dan ketik aja siih... nanti ya keluar semua informasinya...”
Membuka google dan mengeklik kata batik. Dan mencari informasi dari buku, majalah, tabloid.
Dari rekan sejawat dan informasi dari orang tua warisan turun temurun.
Dari rekan sejawat dan informasi dari orang tua warisan turun temurun. Membeli buku dan dari pelanggan yang memesan.
Membuka google dan mengeklik kata batik. Dan mencari informasi dari buku, majalah, tabloid.
22
Lampiran C
23
Lampiran D
Dokumentasi Penelitian
1. Beragam Motif Batik Tulis Pekalongan
2. Membuat Desain Batik
24
3. Kegiatan Membatik
4. Kegiatan pencarian informasi dan media yang digunakan dalam mencari informasi
25
5. Bersama Pengrajin Batik
Lampiran E Lembar Konsultasi Skripsi
27
Lampiran F
Biodata Penulis Nama
: Hertika Anri Fajriati
Tempat/Tanggal Lahir
: Pekalongan, 19 Januari 1991
Alamat
: Desa Kalimade, RT/RW: 02/01 Kec. Kesesi Kab.Pekalongan Jawa Tengah Kode Pos 51162..
Pendidikan Formal JENJANG TK
NAMA SEKOLAH Bhina Putra Kalimade
NAMA KOTA
TAHUN MASUK
TAHUN LULUS
Pekalongan
1995
1997
SD
SD N 1 Kalimade
Pekalongan
1997
2003
SMP SMA
SMP N 1 Kesesi SMA N 1 Kajen
Pekalongan Pekalongan
2003 2006
2006 2009
PengalamanBerorganisasi NAMA ORGANISASI
KEDUDUKAN DALAM ORGANISASI
NAMA KOTA
TAHUN
PMR
Anggota
Pekalongan 2006
KMMS
Anggota Bidang KSSI
Semarang
2011
BEM FIB
Anggota Pengembangan Semarang Sumber Daya Mahasiswa
2011
PengalamanKerja LEMBAGA / INSTANSI Perpustakaan dan Arsip Daerah Kab. Pekalongan CV. Evi Eko
STATUS
NAMA KOTA
TAHUN
Magang Perpustakaan
Semarang
2010
Magang Pengolahan Koleksi Perpustakaan
Semarang
2011