Motif Batik Pekalongan: Studi Dokumentasi Koleksi Museum Batik Pekalongan
Rizki Umi Amalia
MOTIF BATIK PEKALONGAN: STUDI DOKUMEN KOLEKSI MUSEUM BATIK PEKALONGAN1 Oleh: Rizki Umi Amalia (Penulis adalah mahasiswa Jurusan Seni Rupa FBS Universitas Negeri Semarang)
Abstrak Batik Pekalongan merupakan salah satu warisan budaya bangsa yang memiliki beragam jenis dan bentuk motif yang harus dilestarikan. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan didirikannya Museum Batik Pekalongan. Upaya selanjutnya yaitu dengan adanya dokumentasi koleksi motif batik Pekalongan, diharapkan masyarakat akan lebih mudah untuk mengetahui, mengenal, bahkan melestarikan warisan budaya tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mengetahui (a) jenis koleksi motif batik dan unsur-unsur motif batik Pekalongan yang terdapat di museum batik Pekalongan, serta (b) faktor-faktor yang mempengaruhi kelestarian motif batik Pekalongan. Ada 7 jenis motif batik Pekalongan yaitu jlamprang, buketan, terang bulan, semen, pisan bali, lung-lungan, sekar jagad. Bentuk motif menggunakan unsur motif bunga, daun, dan binatang. Isen motif batiknya yaitu ukel, sawut, cecek, cacahgori, gringsing, parang, dan kawung. Unsur rautnya bersifat geometris dan organis, sedangkan garisnya lurus, lengkung, dan zig-zag. Pola batik mencakupi perulangan paralel, berlawanan, tersebar, quarter-drop, dan half-drop. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelestarian motif batik Pekalongan ialah faktor penunjang, meliputi kesadaran masyarakat dalam mempertahankan motif batik, peran serta Pemerintah Daerah yang diwujudkan dengan didirikannya Museum Batik Pekalongan, kerjasama masyarakat dengan Unit Pelaksanaan Teknis Dinas Pariwisata terkait hak cipta karya batik, dan fasilitas untuk tempat koleksi yang memadai di Museum Batik Pekalongan. Sementara faktor penghambat meliputi kurangnya kerjasama pemerintah dan masyarakat terutama dalam hal pelestarian motif batik, fasilitas museum yang belum memadai, dan masih banyak karya cipta batik yang belum dipatenkan. Kata kunci: jenis motif, unsur bentuk motif, pola, batik.
`Pendahuluan Bangsa Indonesia terdiri atas banyak suku bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, terdiri dari berbagai daerah dan suku-suku yang hampir pada setiap daerah tersebut mewariskan hasil-hasil kesenian tradisional yang besar dan meyakinkan. Hasil kesenian tersebut ternyata sampai saat sekarang masih terpelihara dan dilestarikan bahkan baru-baru ini badan dunia PBB yakni UNESCO telah menetapkan batik sebagai warisan budaya bangsa Indonesia. Kenyataan tersebut memberi harapan tentang kelestarian seni-seni tradisi yang memiliki nilai-nilai tinggi
dengan berbagai variasinya, serta semakin besarnya perhatian masyarakat dan pemerintah dalam mengelola kelestarian kesenian tradisional. Tradisi diterjemahkan sebagai warisan atau penerusan norma-norma, adat istiadat serta harta benda (Peursen 1976:11). Tradisi bukanlah suatu yang bersifat sakral sehingga dapat diubah-ubah sesuai dengan keadaan. Tradisi dapat diubah seiring pergeseran zaman dan disesuaikan dengan keaneka ragaman perbuatan manusia. Manusialah yang
Vol. VI No. 2 Juli 2010
125
Motif Batik Pekalongan: Studi Dokumentasi Koleksi Museum Batik Pekalongan
Rizki Umi Amalia
membuat sesuatu dengan tradisi itu, maka kita sebagai generasi penerus dapat menerima, menolak atau mengubah tradisi tersebut. Atas dasar tersebut sangat disayangkan apabila kesenian yang adiluhung tersebut sampai mengalami kepunahan karena adanya arus globalisasi dengan masuknya pengaruh budaya barat ke Indonesia, untuk itu sudah sewajarnya jika bangsa Indonesia dan para generasi mudanya ikut andil dalam melestarikan sekaligus mengembangkan seni budaya yang dimiliki. Sebagaimana diketahui bahwa cabang kesenian tradisi yang ada di Indonesia antara lain: seni tari, seni musik, seni rupa, seni suara, seni sastra, dan lain-lain. Dalam bidang seni rupa pun masih terbagi-bagi lagi menjadi bermacam-macam jenisnya, dan salah satunya adalah seni batik. Batik merupakan salah satu wujud dari peninggalan budaya bangsa Indonesia yang harus dilestarikan, karena merupakan hasil dari seni budaya tradisional masa lalu bangsa Indonesia. Indonesia mempunyai beraneka ragam kebudayaan yang memiliki ciri dan karakter masing-masing dan salah satunya adalah batik. Batik merupakan salah satu hasil kebudayaan yang mempunyai ciri khas dan asli dari Indonesia. Batik merupakan warisan budaya tradisional bangsa Indonesia yang patut dibanggakan dan dijaga kelestariannya. Menurut Syakur (2007:159) batik adalah roda kehidupan bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan. Salah satu bentuk pelestarian warisan budaya Indonesia yaitu perlu adanya lembaga yang dapat melestarikan dan mengkomunikasikan warisan budaya tersebut. Museum merupakan lembaga yang mempunyai peranan strategis dalam
126
melestarikan dan mengkomunikasikan sumber daya budaya yang sangat beragam. Museum juga mempunyai peran penting dalam meningkatkan kualitas masyarakat, antara lain dalam bentuk pembelajaran, pelayanan, informasi dan penyediaan tempat rekreasi yang edukatif. Museum juga merupakan lembaga tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan pemanfaatan benda-benda material hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa (sesuai dengan PP RI No. 19/1995 dan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI nomor KM.33/PL.203/MKP/ 2004). Jika diamati, hasil karya-karya batik yang dibuat dapat dikenali tentang latar belakang budaya, kepercayaan, adat istiadat, sifat dan tata kehidupan, alam lingkungan, cita rasa, dan tingkat keahlian membatik dalam masyarakat. Manusia menciptakan beraneka ragam warna dan motif, karena motif mempunyai nilai keindahan. Batik mempunyai motif ragam hias tertentu, seperti garuda, burung, pohon dengan hiasan titik-titik (cecek), garis lengkung dan garis-garis berjajar (celeret). Sebagaimana yang terdapat pada batik Cirebon, Lasem, Yogyakarta, dan Pekalongan. Batik Pekalongan memiliki motif ragam hias yang tak jauh beda dengan batik lainnya yang menggunakan motif stilisasi tumbuhan dan binatang. Selain itu motif kain batik dapat menunjukkan tingkat nilai seni yang tinggi sebagai bentuk identitas diri dan oleh karena itu setiap daerah memiliki ciri khas masingmasing yang terletak pada motif kain batiknya.
Vol. VI No. 2 Juli 2010
Motif Batik Pekalongan: Studi Dokumentasi Koleksi Museum Batik Pekalongan
Ciri khas batik Pekalongan terdapat pada motif dan warnanya yang cenderung cerah. Menurut Djumena (1986:59) motif-motif daerah Pekalongan banyak dipengaruhi oleh motif dari negara lain seperti Cina, Belanda, India, dan Arab. Hal tersebut disebabkan oleh letak kota Pekalongan yang berada di pesisir pantai utara Jawa, yang pada zaman dahulu sering disinggahi oleh kapal-kapal dari negara lain dengan tujuan berdagang ataupun sekedar singgah untuk perjalanan berikutnya. Berdasarkan uraian di atas, masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini terfokus pada motif batik Pekalongan yang dikoleksi di Museum Batik Pekalongan. Secara rinci masalah yang dikaji mencakupi jenis koleksi motif batik Pekalongan yang ada di Museum Batik pekalongan, unsur-unsur motif batik Pekalongan yang ada di museum batik di Pekalongan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kelestarian motif batik Pekalongan. Tujuan penelitian ialah untuk: untuk mengetahui dan menjelaskan motif batik Pekalongan, untuk mengetahui dan mendeskripsikan motif batik Pekalongan yang dikoleksi Museum Batik Pekalongan, untuk mengetahui dan mendeskripsikan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kelestarian motif batik Pekalongan. Tinjauan Pustaka Pengertian Batik Pada dasarnya batik merupakan salah satu hasil kebudayaan yang mempunyai ciri khas dan asli dari Indonesia. Selain karya batik, Indonesia juga mempunyai beraneka ragam hasil kebudayaan lainnya. Kebudayaan adalah hasil upaya yang terus-menerus dari manusia
Rizki Umi Amalia
dalam ikatan masyarakat dalam menciptakan prasarana yang diperlukan untuk menjawab tantangan sewaktu-waktu bagi masyarakat (Alfian 1985:225). Kata batik berasal dari bahasa Jawa ambatik yang mempunyai arti “menulis” dan “titik”. Istilah batik merujuk pada kain dengan corak atau gambar yang dihasilkan oleh bahan (malam) yang diaplikasikan ke atas kain, sehingga menahan masuknya bahan pewarna. Definisi batik menurut Poerwodarminta (1976:471) adalah kain yang bergambar (bercorak atau beragi) yang pembuatannya dengan cara tertentu mula-mula ditulis dan ditera dengan lilin lalu diwarna dengan tarum dan soga. Menurut Hamzuri (1985:4) batik adalah lukisan atau gambaran pada mori yang dibuat dengan menggunakan alat yang bernama canting. Kegiatan melukis, menggambar atau menulis pada mori memakai canting disebut membatik. Membatik menghasilkan batik atau batikan berupa bermacam-macam motif yang mempunyai sifat khusus yang dimiliki oleh batik itu sendiri. Lebih lanjut menurut Dalijo & Mulyadi (1983:83) batik adalah suatu teknik menghiasi kain dengan proses menutup dan mencelup dalam zat warna, maksudnya agar bagian yang tertutup tidak terkena warna, sehingga akan tetap memiliki warna dari kain tersebut. Pada batik, bahan penutupnya adalah dengan lilin batik yang dalam keadaan cair karena dipanaskan, kemudian digambarkan pada kain dengan alat yang disebut canting. Pada prinsipnya yang dimaksud dengan batik adalah suatu upaya pembuatan ragam hias pada permukaan kain dengan cara
Vol. VI No. 2 Juli 2010
127
Motif Batik Pekalongan: Studi Dokumentasi Koleksi Museum Batik Pekalongan
Rizki Umi Amalia
menutup bagian-bagian yang dikehendaki tidak terkena warna pada waktu proses pewarnaan. Untuk menutup bagian-bagian yang dikehendaki tidak terkena warna digunakan lilin batik (malam) yang dalam keadaan cair karena dipanaskan. Untuk menggoreskan malam (lilin batik) pada permulaan kain batik (mori) diperlukan alat yang disebut canting. Dengan demikian jelaslah apa yang dimaksud dengan batik adalah proses menggambar yang dilakukan pada kain mori dengan alat canting, menggunakan bahan pembantu malam untuk meghasilkan motif tertentu yang cenderung “kecil” atau rumit akibat pengeksplotasian unsur-unsur isen-isen, sedangkan proses pewarnaannya dilakukan dengan cara celupan (proses dingin) dan diakhiri dengan lorodan atau menghilangkan malam dari mori. Motif, Pola, dan Ornamen Batik Berbicara mengenai motif batik erat kaitannya dengan ornamen batik. Ornamen atau ragam hias di dalamnya tentu berhubungan dengan motif dan pola. Motif dan pola merupakan bagian dari ornamen yang merupakan satu kesatuan dari suatu ragam hias atau ornamen. Motif adalah desain yang dibuat dari bagian-bagian bentuk, berbagai macam garis atau unsur-unsur, yang terkadang begitu kuat dipengaruhi oleh bentuk-bentuk stilisasi alam benda, dengan gaya dan ciri khas sendiri (Suhersono 2005:13). Pengertian motif menurut Gustami (1980:7) merupakan pangkal bagi tema dari sebuah kesenian. Sedangkan menurut Tukiyo dan Sukarman (dalam Syafi’i 1993:4) motif hias merupakan pokok pikiran
128
dan bentuk dasar dalam perwujudan ornamen atau ragam hias, yang meliputi segala bentuk ciptaan Tuhan (binatang, tumbuh-tumbuhan, manusia, gunung, air, awan, batu-batuan, dan lain-lain), dan pula hasil daya kreasi atau khayalan manusia (bentuk garis, motif hias kinara-kinari dan makhluk ajaib lainnya). Lebih lanjut menurut Susanto (1984:47) motif batik adalah gambar pada batik yang berupa perpaduan, antara lain: garis, bentuk dan isen menjadi satu kesatuan yang membentuk satu unit keindahan. Dari kesekian pendapat mengenai motif batik dapat disimpulkan bahwa motif batik merupakan bentuk dasar dalam perwujudan ornamen atau ragam hias yang berupa perpaduan garis, bentuk, dan isen yang meliputi segala bentuk ciptaan Tuhan. Perwujudan dari motif adalah bentuk secara keseluruhan yang berwujud pada sehelai kain batik dengan gaya khas. Motif tersebut berwujud gambar dengan bentuk tertentu, yang dipadukan dengan komposisi warna tertentu, serta dilengkapi dengan variasi hiasan isian sebagai pelengkap. Unsur garis pada batik dibentuk dari efek goresan atau batas-batas bidang maupun isian yang bersifat linier. Penggunaan elemen garis secara profesional akan menghasilkan sensasi yang luar biasa, sehingga sangat menentukan karakter motif batik. Jika sehelai garis diletakkan pada sebuah bidang atau warna, maka akan mampu menimbulkan kesan baru. Garis dapat berupa bersitan-bersitan kecil, berombak lemah gemulai, zig-zag, dan lengkung yang dapat menimbulkan keindahan dari suatu motif. Unsur-unsur warna memiliki peran tersendiri di dalam motif batik, karena warna merupakan elemen seni rupa yang
Vol. VI No. 2 Juli 2010
Motif Batik Pekalongan: Studi Dokumentasi Koleksi Museum Batik Pekalongan
sangat dominan dan paling cepat ditangkap oleh indera penglihatan. Pola dalam bahasa Inggris disebut pattern. Dijelaskan oleh Herbert Read (dalam Gustami 1980) bahwa pola adalah penyebaran garis dalam suatu bentuk ulangan tertentu. Sedangkan Syafi’i dan Rohidi (1987:7) menjelaskan bahwa pola merupakan unsur dasar yang dapat dipakai pedoman untuk menyusun sesuatu hiasan. Dapat pula mengandung pengertian bahwa pola merupakan suatu hasil susunan dari motif tertentu dalam bentuk komposisi yang tertentu pula. Menurut Kenneth F. B (dalam Aprillia 2004:25-30) Pola terbentuk karena adanya perulangan motif, baik dari bentuk alam benda maupun berupa figur. Adapun penempatan pola-pola tersebut dapat diatur (menggunakan motif-motif yang disusun menjadi pola) melalui perulangan sebagai berikut: half drop, diamond repeat, perulangan paralel, perulangan berlawanan, perulangan bergantian, perulangan 25 segiempat, perulangan segiempat berbelok, perulangan tersebar. Kata ornamen berasal dari bahasa latin “ornare” yang berari menghiasi. Ragam hias atau ornamen itu sendiri terdiri dari berbagai jenis motif dan motif-motif itulah yang digunakan sebagai penghias. Oleh karena itu motif adalah dasar untuk menghias suatu ornamen (Soepratno 2004:1). Menurut Susanto (2002:82) ornamen adalah hiasan yang dibuat dengan maksud untuk mendukung meningkatnya kualitas dan nilai pada suatu benda atau karya seni. Selanjutnya ornamen menurut Gustami (1980:4) adalah sebuah komponen produk seni yang ditambah atau disengaja dibuat untuk tujuan menghiasi. Dari
Rizki Umi Amalia
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian ornamen adalah kumpulan pola yang disusun dengan tujuan sebagai penghias. Sedangkan menurut Syafi’i dan Rohidi (1987:4) berpendapat bahwa ornamen adalah sebagai penghias suatu ruang kosong khususnya dalam seni rupa adalah sesuatu kekosongan suatu bidang atau ruang yang diisi dengan motif dan pola hias tertentu sehingga menjadi lebih indah. Dari beberapa pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa ornamen adalah suatu susunan dari motif atau pola hias tertentu untuk menambah keindahan suatu benda sebagai suatu hiasan baik sebagai seni murni ataupun seni terapan. Unsur-unsur Motif Batik Ditinjau dari segi unsur-unsurnya, motif batik dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu: ornamen motif batik dan isen motif batik. Dalam ornamen motif batik dapat dibagi lagi atas ornamen utama dan ornamen tambahan. Menurut Susanto (1980:213) ornamen utama adalah suatu ragam hias yang menentukan dari motif tersebut dan pada umumnya ornamen utama itu mempunyai arti masing-masing, sehingga susunan ornamen-ornamen itu dalam suatu motif membawa arti atau makna dalam motif itu sendiri. Ornamen pengisi atau tambahan ornamen yang berfungsi sebagai pengisi bidang. Ornamen ini bentuknya kecilkecil dan digambarkan dalam berbagai bentuk antara lain: onamen meru, onamen garuda, ornamen pohon hayat, ornamen lidah api, dan ornamen naga. Isen motif batik adalah ornamen yang berupa titik-titik, garis-garis, gabungan garis dengan titik yang fungsinya untuk mengisi
Vol. VI No. 2 Juli 2010
129
Motif Batik Pekalongan: Studi Dokumentasi Koleksi Museum Batik Pekalongan
Rizki Umi Amalia
bidang di antara ornamen-ornamen atau pengisi bidang dalam ornamen batik, ornamen utama, maupun ornamen tambahan. Isen motif batik jumlahnya banyak sekali diantaranya hanya tinggal nama karena sudah jarang dijumpai dalam susunan motif batik. Macammacam isen motif batik yang masih banyak kita jumpai dalam motif batik antara lain: cecek, sisik, cacah gori, ombak banyu. Jenis-jenis Motif Batik Ragam hias batik sepanjang sejarah perkembangannya sulit diperkirakan sebab setiap zaman menuntut adanya perubahan. Tetapi secara garis besar dapat disebutkan dua pengelompokan jenis batik, yaitu: (1) golongan motif geometris, meliputi: motif banji, motif ganggong, motif kawung, motif ceplok, dan motif nitik, (2) golongan motif nongeometris, meliputi: motif semen, motif lar-laran, motif buketan, motif lung-lungan, motif terang bulan. Metode Penelitian Pendekatan Penelitian Penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran sesuatu pengetahuan yang dilakukan dengan metode ilmiah. Metode adalah sesuatu cara kerja untuk memahami suatu objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan (Koentjaraningrat 1987:14). Dalam penelitian ini supaya tujuan yang diharapkan tercapai maka harus ditetapkan metode penelitian yang tepat. Sesuai dengan pokok permasalahan yang dikaji, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang mempunyai sifat deskriptif. Artinya permasalahan yang dibahas
130
dalam penelitian tidak berkenaan dengan angka-angka, tetapi bertujuan menggambarkan atau menguraikan tentang hal-hal yang berhubungan dengan keadaan atau status fenomena (Moleong 1994:103). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan dalam suatu penelitian yang tidak menggunakan penghitungan angka-angka melainkan menggunakan rangkaian kalimatkalimat. Penelitian ini mengkaji mengenai motif batik Pekalongan yang dikoleksi museum batik di Pekalongan yang terdiri atas serangkaian subsistem/ komponen yang memiliki keterikatan hubungan fungsional sebagai suatu sistem. Sehingga untuk mengkaji, mendeskripsikan dan menganalisis keterkaitan itu maka penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Teknik Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang lebih banyak menampilkan uraian kata-kata dari pada angka. Oleh karena itu teknik yang digunakan dalam usaha memperoleh data di lapangan antara lain: observasi, wawancara, dokumentasi. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan proses penyusunan data, pengolahan data dan interaksi data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi sehingga peneliti dapat menyajikan data sesuai dengan kategori untuk mengambil kesimpulan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara diskriptif kualitatif. Miles
Vol. VI No. 2 Juli 2010
Motif Batik Pekalongan: Studi Dokumentasi Koleksi Museum Batik Pekalongan
dan Huberman (1992: 16-20) menyebutkan tiga unsur dalam proses analisis penelitian kualitatif yaitu: reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Hasil Penelitian dan Pembahasan Museum Batik Pekalongan Sampai saat ini belum ada catatan resmi sejarah batik, tapi setidaknya sejarah batik Indonesia tidak dapat dilepaskan dari tiga rangkaian sejarah yang pada dasarnya merupakan jiwa batik Indonesia, yaitu bisa dilihat dari motifnya, dilihat dari asal usul batik itu sendiri dan menelusur secara lebih mendalam mengenai istilah batik. Menurut Konsensus Nasional 12 Maret 1996 batik digolongkan sebagai salah satu karya seni dan dapat dikategorikan menjadi 5 (lima) golongan besar yaitu batik tulis, batik cap, batik kombinasi, batik modern dan batik border. Sejak abad XIV-XVI Kota Pekalongan telah dikenal batiknya dan membatik merupakan salah satu pokok penghidupan sebagian besar masyarakat Pekalongan yang menghasilkan beragam corak batik dan menginginkan berdirinya museum batik sebagai sarana penunjang kota. Tanggal 12 Juli 1972 perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah yaitu kepala bidang permuseuman didukung oleh walikota ke-10 Drs. R. Soepomo mendirikan museum batik di Pekalongan yang terletak di tengah kota Pekalongan diujung jalan sebelah selatan kawasan Taman Hiburan Rakyat (THR) gedung Bintang Merdeka yang sekarang berada d ikawasan Pos Penjagaan Polisi (Posis) tepatnya di Jalan Resimen XVIII.
Rizki Umi Amalia
Museum batik dengan luas 40 m2 dan bangunan yang sangat sederhana memamerkan 60 koleksi batik dengan penataan apa adanya. Antara lain wayang beber dari kain batik yang berusia ratusan tahun serta alat tenun tradisional ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) maupun peralatan untuk proses membuat batik dan dikelola oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P&K) Kota Pekalongan. Kondisi museum batik yang sangat sederhana berakibat hilangnya beberapa koleksi batik, maka pada tahun 1990 H. Djoko Prawoto (walikota ke-11) mengambil langkah pembenahan dengan memindahkan museum batik pada kawasan perkantoran baru pemerintah daerah Kota Pekalongan yang beralamat di Jalan Majapahit no.7A. Untuk melestarikan batik, pemerintah menetapkan sesanti kota yaitu “BATIK” yang mempunyai arti Bersih, Aman, Tertib, Indah dan Komunikatif dengan harapan masyarakat Pekalongan akan selalu mengingat dan melaksanakan sesanti tersebut demi kemajuan Kota Pekalongan. Bangunan museum batik didirikan dengan arsitektur joglo dan penataan yang lebih baik. Luas dan bentuk bangunan tersebut belum mencerminkan sebuah museum batik maka pada tahun 1988 pengelolaannya dialihkan kepada Kantor Pariwisata Kota Pekalongan dengan harapan dapat dikelola dengan lebih profesional. Perkembangan industri batik yang mengalami pasang surut bahkan sempat mengalami keadaan yang sangat sulit akibat dari goncangan krisis ekonomi, tetapi masyarakat Kota Pekalongan tetap gigih berjuang tanpa menyerah. Pada tahun 2003 kegiatan pembatikan mulai bangkit dan situasi
Vol. VI No. 2 Juli 2010
131
Motif Batik Pekalongan: Studi Dokumentasi Koleksi Museum Batik Pekalongan
Rizki Umi Amalia
tersebut ditangkap oleh pelaku pengusaha di Pekalongan dengan membuat pasar grosir batik Setono sebagai pionir dan mampu menjadikan ikon tempat belanja batik yang baik dan murah seperti pasar pagi di Jakarta. Masyarakat pencinta batik Pekalongan membentuk Paguyuban Pencinta Batik Pekalongan (PPBP) yang diketuai oleh Hj. Fatchiyah A Kadir mengadakan gelar festival batik pada tahun 2003 dan 2005 didukung oleh Yayasan Batik Indonesia (YBI) yang diketuai oleh Ny. Yultin Ginanjar Kartasasmita serta tokoh batik lainnya termasuk Iwan Tirta, Paguyuban Berkah pimpinan Iman Sucipto Umar, pemerintah Kota Pekalongan, Kadin Indonesia, Kadin Provinsi Jawa Tengah, Kadin Kota Pekalongan, Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI), Politeknik, Pusmanu, SMK Negeri I Pekalongan dan harian Suara Merdeka. Gema Kota Pekalongan sebagai “Kota Batik” semakin meluas, Walikota Pekalongan yang ke-12 yaitu Drs. H. Samsudiat, M.M. memberikan dukungan penuh terhadap industri batik dan mengusulkan agar Pekalongan menjadi pionir batik di seluruh dunia. Hal ini dapat kita lihat bersama bahwa batik telah digunakan oleh Nelson Mandela, Presiden George Bush dan tokoh dunia lainnya pada event kemanusiaan dan pertemuan di Asia. Dari seminar festival batik dengan tema “Jejak Telusur dan Pengembangan Batik Pekalongan” dihasilkan dan diusulkan antara lain pelestarian nilai sejarah dan budaya yang telah dikembangkan dalam kegiatan usaha batik dengan upaya pendirian museum batik bertaraf internasional yang akan dicapai secara bertahap.
132
Proses untuk merealisasi berdiri dan siap beroperasinya dengan segera museum batik diawali dengan penyelenggaraan pertemuan forum bisnis “Orang Pekalongan” (OPEK) yang diadakan pada tanggal 29 Desember 2005 di Hotel Atlet Century-Senayan Jakarta. Dalam kesempatan itu, Adi Sasono selaku ketua umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) menawarkan kepada Walikota Pekalongan apakah Kota Pekalongan siap untuk diusulkan sebagai lokasi peringatan hari Koperasi Tingkat Nasional ke-59 pada bulan Juli 2006, yang akan dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia guna membuka acara tersebut. Walikota menyambut dan menerima tawaran tersebut dan Kota Pekalongan ditetapkan sebagai lokasi peringatan hari Koperasi Tingkat Nasional (KTN) ke-59 tahun 2006, kemudian pembahasan secara detil dan intensif juga terus dilakukan. Iman Sucipto Umar selaku ketua Yayasan Kadin Indonesia mengkonsultasikan kepada Fahmi Idris selaku Menteri Perindustrian yang mendukung upaya pendirian museum batik. Dengan gigih dan bersemangat melakukan konsultasi ke berbagai departemen seperti Departemen Perdagangan, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Bappenas serta Departemen Koordinasi Kesejahteraan Masyarakat untuk mendukung pendanaannya hingga pembahasan tentang lembaga pengelola museum batik yang hasilnya disetujui oleh Kadin Indonesia bahwa lembaga museum batik berada di bawah Yayasan Kadin Indonesia. Akhirnya pada tanggal 23 Mei 2006 dilakukan penandatanganan MoU antara Yayasan Kadin Indonesia dengan pemerintah
Vol. VI No. 2 Juli 2010
Motif Batik Pekalongan: Studi Dokumentasi Koleksi Museum Batik Pekalongan
Kota Pekalongan. Melalui kajian yang matang dan koordinasi yang tiada henti terbentuklah lembaga museum batik dengan melibatkan pemerintah Kota Pekalongan, Yayasan Kadin Indonesia, Yayasan Batik Indonesia, Paguyuban Berkah, Yayasan Kadin Kota Pekalongan, Paguyuban Pecinta Batik Pekalongan serta dukungan dari masyarakat pembatik, bahkan pakar batik Asmoro Damais bersedia menjadi kurator museum. Untuk mewujudkan museum batik maka tim merapatkan barisan dan membagi tugas agar dapat terwujud museum batik sesuai dengan waktu yang ditentukan yaitu melakukan berbagai persiapan seperti: gedung yang akan dijadikan museum batik, koleksi yang akan dipamerkan, sarana yang akan digunakan untuk memperagakan pameran dan lembaga pengelola museum batik. Museum batik Pekalongan memiliki berbagai fasilitas yang sangat menunjang kelengkapan Museum Batik Pekalongan, beberapa fasilitas ini dibagi ke dalam beberapa ruangan yakni: ruang koleksi batik, ruang perpustakaan, kedai batik, ruang workshop batik, ruang pertemuan, ruang konsultasi/ pelayanan HAKI. Motif Batik Pekalongan Batik Pekalongan termasuk batik pesisir yang paling kaya warna. Sebagaimana ciri khas batik pesisir, ragam hiasnya biasanya bersifat naturalis. Jika dibandingkan dengan batik pesisir lainnya, batik Pekalongan ini sangat dipengaruhi oleh pendatang keturunan Cina dan Belanda. Motif Batik Pekalongan sangat bebas dan menarik, meskipun motifnya terkadang sama dengan batik Solo atau Yogya yang kebanyakan juga menggunakan motif
Rizki Umi Amalia
yang bersifat naturalis, namun pada motif batik Pekalongan seringkali dimodifikasi dengan variasi warna yang atraktif dan dikombinasi dengan dinamis. Keistimewaan batik Pekalongan adalah para pembatiknya selalu mengikuti perkembangan zaman. Misalnya pada waktu penjajahan Jepang, maka lahir batik dengan nama “Batik Jawa Hokokai”, yaitu batik dengan motif dan warna yang mirip kimono Jepang. Pada umumnya batik Jawa Hokokai ini merupakan batik pagi-sore. Pada tahun enampuluhan juga diciptakan batik dengan nama Tritura. Bahkan pada tahun 2005, sesaat setelah presiden SBY diangkat muncul batik dengan motif “SBY” yaitu motif batik yang mirip dengan kain tenun ikat atau songket. Motif yang cukup populer akhir-akhir ini adalah motif Tsunami. Memang orang Pekalongan tidak pernah kehabisan ide untuk membuat kreasi motif batik. Batik Pekalongan kebanyakan menggunakan warna yang menyolok. Batik dari daerah ini termasuk batik pesisir yang paling kaya warna. Dalam kaitan ini Purwandani (2000: 100) mengemukakan, berdasarkan ragam hias dan tata warnanya, batik Pekalongan dikategorikan menjadi tiga golongan, yakni batik gaya Cina (encim), batik gaya Belanda (Eliza Van Zuylen), dan batik pribumi. Batik gaya Cina memiliki ragam hias buketan dan lambang simbolis kebudayaan Cina. Sementara yang bergaya Belanda beragam hias buketan, kartu bridge, tapak kuda juga dongeng putri salju dan Cinderella. Kemudian pada batik pribumi motifnya sangat bebas namun kebanyakannya dipengaruhi gaya Yogya dan Solo, misalnya batik terang bulan
Vol. VI No. 2 Juli 2010
133
Motif Batik Pekalongan: Studi Dokumentasi Koleksi Museum Batik Pekalongan
Rizki Umi Amalia
dan jlamprang. Sejalan dengan pendapat Purwandani, Sonny Muchlison (dalam Dewi 2002: 104), motif batik Pekalongan dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: batik pribumi, batik gaya Cina, motif buketan, motif tok wi, batik encim, motif lok chan, batik gaya belanda. Jenis Motif Batik Koleksi Museum Batik Pekalongan Menurut penuturan Faizin, selaku staf bagian koleksi dan konservasi Museum Batik Pekalongan, beberapa koleksi batik yang ada di museum batik Pekalongan diperoleh dari hasil sumbangan dari beberapa kolektor dan pengusaha batik, baik yang ada di daerah Pekalongan maupun di luar Pekalongan. Koleksi batik yang disumbangkan sangat beragam jenisnya mulai dari sarung batik, selendang batik, baju batik, kain batik, dan lainlain. Selain dari kolektor dan pengusaha batik, koleksi batik Pekalongan yang ada di museum juga diperoleh dari museum batik sendiri yang memang memproduksi batik buatan beberapa staff museum yang memang memiliki keahlian membatik. Batik-batik yang dibuat tidak hanya dijadikan sebagai koleksi museum saja akan tetapi juga dijadikan cenderamata bagi para wisatawan yang berkunjung ke Museum Batik Pekalongan yang dapat dibeli di kedai batik yang disediakan oleh Museum Batik Pekalongan. Batik-batik yang dikoleksi Museum Batik Pekalongan berasal dari berbagai daerah di Indonesia salah satunya dari Pekalongan. Ada beberapa jenis batik Pekalongan, mulai dari batik yang sangat popular di Pekalongan yaitu jlamprang hingga beragam motif buketan.
134
1. Motif Jlamprang Motif jlamprang atau di Yogyakarta dikenal dengan nama nitik adalah salah satu batik yang cukup populer diproduksi di daerah Krapyak Pekalongan. Batik ini merupakan pengembangan dari motif kain Potola dari India yang berbentuk geometris kadang berbentuk bintang atau mata angin dan menggunakan ranting yang ujungnya berbentuk segi empat. Contoh koleksi batik jlamprang yang ada di Museum Batik Pekalongan: Batik jlamprang merupakan batik yang polanya tersusun secara geometris yakni tersusun secara horisontal, vertikal, maupun diagonal dengan unsur garis dan raut berupa lingkaran. Jika dilihat sekilas antara batik jlamprang yang satu dengan batik jlamprang yang lain hampir semuanya tampak sama yakni tersusun atas unsur raut lingkaran misalnya yang disusun dengan pola repetisi atau perulangan. Perbedaan tampak pada penerapan isen motif dan pilihan warnanya serta perbentukan variasi hasil batiknya. 2. Motif Buketan Pada saat batik Pekalongan memasuki pasar dengan konsumen orang-orang yang menggemari pola-pola buketan (Belanda), para penguasa Tionghoa di Pekalongan mulai menerapkan ragam hias buketan bagi produknya sebagai salah satu pola batik Cina yang mendapat pengaruh budaya Eropa (Belanda) setelah tahun 1910. Penerapan ragam hias buketan dilakukan pada saat batik Belanda yang berawal kurang lebih pada tahun 1840 dan dipelopori oleh Caroline Josephine Van Franquemont dan Catherina Carolina Van
Vol. VI No. 2 Juli 2010
Motif Batik Pekalongan: Studi Dokumentasi Koleksi Museum Batik Pekalongan
Oesterom, berada dalam puncak pemasarannya. Menurut Kusnin (1990: 17) ragam hias buketan menampilkan buket-buket yang halus dan indah dengan warna-warna cerah serta serasi, bahkan sering dipadu dengan isen latar ragam hias tradisional keraton seperti galaran, gringsing, dan blanggreng, yang dibatik dengan halus. Pola buketan tersebut pertama kali diproduksi oleh Christina Van Zuylen yaitu salah satu seorang pengusaha batik keturunan Belanda kelas menengah di Pekalongan. Ciri khas motif buketan yaitu motif yang tersusun atas rangkaian bunga buket baik diikat maupun tidak. Variasinya sangat beragam mulai dari bentuk bunganya ada yang menggunakan bunga krysan/botan, mawar, dan bunga sepatu. Bentuk daunnya juga beragam ada yang berbentuk seperti lidah naga dan daun waru, serta terdapat beberapa variasi lainnya seperti unsur binatang kupu-kupu atau burung yang ada di sekitar rangkaian bunga buketnya. 3. Motif Terang Bulan Motif batik penyusunnya terdiri dari segitiga/ tumpal yang berada di pinggir bidang bawah. Di dalam segitiga diberi isi motif batik, di luar segitiga kadang tidak diisi isen tetapi kadang kala diberi isen kecil-kecil dan letaknya saling berjauhan dengan dasarnya yang berwarna. Ciri lain motif terang bulan dari Pekalongan adalah memiliki ragam hias flora dan fauna pada dua sisi kain yang menyiku. 4. Motif Lung-lungan Motif lung-lungan adalah motif batik dengan rangkaian bunga rambat dengan latar lung-lungan berupa ukel dan cacah gori. Unsur
Rizki Umi Amalia
motifnya selain tumbuhan juga ada binatang seperti ayam alas, burung, maupun merak. 5. Motif Semen Menurut Joko dalam (thebatiksolo, wordpress.com) motif semen dapat digolongkan menjadi 3 macam. Motif semen yang tersusun dari ornament tumbuhtumbuhan, yaitu: bagian bunga atau kuncup dan daun, motif semen yang tersusun dari ornament tumbuh-tumbuhan dan binatang, yaitu: bagian bunga atau kuncup dan daun, serta binatang-binatang bersayap, motif semen dengan bentuk ornamennya berupa tumbuhtumbuhan, binatang dan lar-laran atau binatang bersayap. 6. Motif Sekar Jagad Motif sekar jagad menggambarkan keanekaragaman dunia bunga dan tumbuhan. Melukiskan beberapa flora di sekitar kita seperti melati, padi, kentang, kawung, dan lainnya. Setiap desain dibalut dengan cara tambalan atau patchwork dengan desain yang tidak simetris (asimetris). 7. Motif Pisan Bali Motif pisan bali sebenarnya adalah sebuah sawat yang keempat sisinya dibatik dengan untu walang. Unsur-unsur Motif Batik Pekalongan Pada dasarnya bentuk motif batik Pekalongan yang ada di Museum Batik Pekalongan tidak ubahnya seperti batik-batik lain pada umumnya. Dalam pembentukannya batik-batik Pekalongan kebanyakan menggunakan ragam hias yang berasal dari alam
Vol. VI No. 2 Juli 2010
135
Motif Batik Pekalongan: Studi Dokumentasi Koleksi Museum Batik Pekalongan
Rizki Umi Amalia
seperti stilisasi tumbuhan, stilisasi binatang, dan lain-lain. Ragam hias tersebut banyak ditemukan pada jenis batik buketan yang memang banyak dikoleksi Museum Batik Pekalongan. Dalam batik buketan, motif berupa rangkaian bunga yang di dalamnya dapat diberi isen berupa uceng, ukel, cacahgori, sirapan, sawut, cecek, dan lain sebagainya tergantung pada pengrajin batik itu sendiri. Selain itu buketan juga ada berbagai macam seperti buket pagi sore, buket terang bulan, buket tanahan, buket gringsing, buket krysan, dan lain sebagainya sehingga pemberian isennya juga disesuaikan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motif-motif batik Pekalongan yang dikoleksi Museum Batik Pekalongan dari tahun ke tahun banyak dipengaruhi oleh gaya Cina yang kebanyakan motifnya adalah motif buketan berupa rangkaian bunga lengkap dengan daun, dan terkadang ada ornamen binatangnya juga, meskipun tak jarang pengaruh gaya Belanda maupun batik pribumi juga ditemukan pada motif batik Pekalongan. Selain itu pola-pola batik Pekalongan terutama yang dikoleksi di Museum Batik Pekalongan kebanyakan mengacu pada pola perulangan paralel. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelestarian Motif batik Pekalongan Batik Pekalongan dalam beberapa hal sudah mengalami peningkatan, terlihat dari banyaknya masyarakat yang menyukai batik Pekalongan terutama dalam hal motif dan warna-warna terang yang memang menjadi ciri khas batik Pekalongan. Terlebih dewasa ini batik Pekalongan sudah dikenal di mata dunia, yakni dengan ditetapkannya batik sebagai
136
warisan budaya bangsa Indonesia oleh UNESCO agar tidak diklaim sebagai warisan budaya bangsa lain. Namun tidaklah cukup dengan mendapatkan pengakuan dari UNESCO, hal terpenting yang perlu dilakukan untuk tetap menjaga warisan budaya bangsa Indonesia haruslah timbul dari kesadaran masyarakat. Hal ini semakin mendorong masyarakat untuk lebih melestarikan batik Pekalongan dengan tetap menjaga bahkan menciptakan batik Pekalongan yang lebih baik, kreatif, dan tanpa menghilangkan ciri khas batik tersebut. Berbicara mengenai kelestarian motif batik Pekalongan pastinya banyak hal yang perlu diperhatikan oleh masyarakat mengingat di zaman sekarang kemajuan ilmu dan teknologi yang semakin pesat sangatlah berpengaruh terhadap kelestarian motif batik. Dalam rangka pelestarian motif batik Pekalongan perlu adanya kerjasama yang baik antara pengrajin batik, pengusaha batik, kolektor, konsumen batik, dan khususnya Pemerintah Daerah yang memiliki kebijakan dan kewenangan dalam mendukung upayaupaya pelestarian motif batik Pekalongan. Untuk melestarikan motif batik Pekalongan pastinya tidak lepas dari faktor-faktor yang dapat menunjang dan menghambatnya. 1. Faktor Penunjang Merupakan faktor yang dapat menunjang kelestarian motif batik Pekalongan antara lain: keinginan masyarakat untuk mempertahankan motif batik khas Pekalongan yang sudah menjadi identitas daerah, peran serta Pemerintah Daerah dalam mendukung pelestarian batik Pekalongan yang dalam hal
Vol. VI No. 2 Juli 2010
Motif Batik Pekalongan: Studi Dokumentasi Koleksi Museum Batik Pekalongan
ini salah satunya diwujudkan dengan adanya museum batik Pekalongan sebagai salah satu bagian dari paket wisata daerah Pekalongan, adanya penyuluhan dari Pemerintah Daerah khususnya kepada para pengrajin batik berkaitan dengan upaya-upaya pelestarian batik Pekalongan, kerjasama antara Unit Pelayanan Teknis Dinas (UPTD) dan pengusaha batik terutama dalam hal melindungi dan mematenkan hak cipta motif batik, dan adanya fasilitas yang memadai di Museum Batik Pekalongan terutama mengenai tempat penyimpanan koleksi batik agar tidak rudsak bahkan hilang. 2. Faktor Penghambat Merupakan faktor yang dapat menghambat kelestarian motif batik Pekalongan, antara lain: kurangnya kesadaran masyarakat dalam mempertahankan motif batik khas Pekalongan, kurangnya kerjasama yang baik antara pengusaha batik dengan Pemerintah Daerah baik dalam hal pemberdayaan masyarakat maupun pelestarian karya motif batik, fasilitas di dalam museum yang kurang memadai sehingga banyak koleksi yang tidak terawat/ rusak, tidak dipatenkannya sebuah karya batik sehingga hak cipta tidak terlindungi yang mengakibatkan hak cipta batik dapat diambil oleh berbagai pihak lain. Penutup Berdasarkan pembahasan sebelumnya secara interpretatif dan garis besar dapat ditarik simpulan bahwa jenis koleksi batik Pekalongan yang dikoleksi di Museum Batik Pekalongan ada tujuh yakni jlamprang, buketan, lung-
Rizki Umi Amalia
lungan, sekar jagad, terang bulan, pisan Bali, dan semen. Namun jumlah koleksi yang lebih banyak dikoleksi di Museum Batik Pekalongan adalah jenis buketan. Berbagai jenis buket yang dikoleksi yaitu: buket terang bulan, buket pagi sore, buket tanahan, buket kepala dhlorong, dan buket ayam alas. Bentuk motif batik Pekalongan yang dikoleksi di Museum Batik Pekalongan menggunakan pola perulangan paralel, half-drop, quarter-drop, perulangan bergantian, dan perulangan terbesar. Unsur motifnya menggunakan unsur alam seperti: bunga, daun, dan binatang. Selain unsur motif juga ada unsur garis dan raut yang digunakan. Unsur garisnya meliputi garis lurus, lengkung, dan zig-zag, sementara unsur rautnya meliputi raut geometris dan organis. Selain cecek, sawut, ukel, cacahgori, dan gringsing yang dijadikan isen dalam motif batik Pekalongan juga terdapat beberapa isen yang menggunakan motif-motif seperti parang, kawung, dan lereng yang biasanya terdapat pada motif batik seperti sekar jagad. Warnawarna pada batik Pekalongan sangatlah khas yaitu menggunakan warna-warna cerah seperti: merah, biru, hijau, kuning, coklat, ungu, dan oranye. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelestarian motif batik Pekalongan ada dua, sebagai berikut. (1) Faktor penunjang, merupakan faktor yang dapat menunjang kelestarian motif batik Pekalongan antara lain: keinginan masyarakat untuk mempertahankan motif batik khas Pekalongan yang sudah menjadi identitas daerah, peran serta Pemerintah Daerah dalam mendukung pelestarian batik Pekalongan yang dalam hal ini salah satunya diwujudkan dengan adanya
Vol. VI No. 2 Juli 2010
137
Motif Batik Pekalongan: Studi Dokumentasi Koleksi Museum Batik Pekalongan
Rizki Umi Amalia
museum batik Pekalongan sebagai salah satu bagian dari paket wisata daerah Pekalongan, adanya penyuluhan dari Pemerintah Daerah khususnya kepada para pengrajin batik berkaitan dengan upaya-upaya pelestarian batik Pekalongan, kerjasama antara Unit Pelayanan Teknis Dinas (UPTD) dan pengusaha batik terutama dalam hal melindungi dan mematenkan hak cipta motif batik, adanya fasilitas yang memadai di Museum Batik Pekalongan terutama mengenai tempat penyimpanan koleksi batik agar tidak rudsak bahkan hilang. (2) Faktor Penghambat, merupakan faktor yang dapat menghambat kelestarian motif batik Pekalongan, antara lain: kurangnya kesadaran masyarakat dalam mempertahankan motif batik khas Pekalongan, kurangnya kerjasama yang baik antara pengusaha batik dengan Pemerintah Daerah baik dalam hal pemberdayaan masyarakat maupun pelestarian karya motif batik, fasilitas di dalam museum yang kurang memadai sehingga banyak koleksi yang tidak terawat/ rusak, tidak dipatenkannya sebuah karya batik sehingga hak cipta tidak terlindungi yang mengakibatkan hak cipta batik dapat diambil oleh berbagai pihak lain. Daftar Pustaka Alfian. 1985. Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan. Jakarta: Gramedia. Aprillia. 2004. Nirmana III. Semarang: Universitas Negeri Semarang Arikunto Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi IV. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
138
Djoemena, N. S. 1986. Cetakan I. Ungkapan Sehelai Batik (it’s mystery and meaning). Jakarta: Djambatan. Gustami, SP. 1980. Nukilan Seni Ornamen Indonesia. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Seni Rupa “ASRI” Yogyakarta. Hamzuri. 1985. Batik Klasik. Jakarta: Djambatan. Ismiyanto. 2003. Metode Penelitian. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Ismunandar. 1985. Teknik dan Mutu Batik Tradisional Mancanegara. Semarang: Dahara Prize. Joko tri. http://thebatiksolo.wordpress.com/ 2009/03/25/penggolongan-motif-batik/ Kardi, M. 2005. Sejarah Perbatikan Indonesia. (Dalam Prosiding Seminar Batik Pekalongan Jejak Telusur dan Pengembangan Batik Pekalongan” 18-19 maret 2005. Pekalongan: Paguyuban Berkah. Koentjaraningrat. 1987. Kebudayaan Mentalis dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. Kusnin, A. 1990. Batik Pekalongan dalam Lintas Sejarah (Batik Pekalongan on history). Paguyuban Pecinta Batik Pekalongan Gabungan Pecinta Batik Indonesia (GKBI) Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin). Yogyakarta: Cahaya Timur Offset. Miles, MB dan Huberman, AM. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan T.R. Rohidi. Jakarta: UI Press. Moleong, Lexy J. 1988. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Purwandani, S. 2000. “Kisah Batik Palembang”. Dalam Majalah Dewi No. 10. Oktober.
Vol. VI No. 2 Juli 2010
Motif Batik Pekalongan: Studi Dokumentasi Koleksi Museum Batik Pekalongan
Rahayu, I.T. dan Tristiadi Ardi Ardani. 2004. Observasi dan Wawancara. Malang: Bayu Media Publishing. Riyanto, D. 2002. Proses Batik: Batik Tulis, Batik Cap, batik Printing. Solo: CV. Aneka. Soepratno, 2004. Ornamen Ukir Kayu Tradisional Jawa 1. Semarang: Effhar. Susanto, S.S.K. 1984. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Yogyakarta: Balai Penelitian Batik dan Kerajinan. _______. 1984. Seni dan Teknologi Batik. Jakarta: Depdikbud.
Rizki Umi Amalia
_______. 2002. Diksi Rupa: Kumpulan Istilah Seni Rupa. Yoyakarta: Kanisius. Syafi’i & Rohidi. T.J. 1993. Ornamen Seni Ukir. Semarang: IKIP Semarang Press. Syakur, A. 2007. “Batik Roda Kehidupan Bangsa”. Dalam Kriya Indonesian Craft. No. 08 Jakarta: Dekranas Majalah Dwi Bulanan. Van Peursen C.A. 1976. Strategi Kebudayaan. Jakarta: Kanisius.
Motif Buketan (koleksi Museum Batik Pekalongan)
Vol. VI No. 2 Juli 2010
139
Rizki Umi Amalia
Motif Batik Pekalongan: Studi Dokumentasi Koleksi Museum Batik Pekalongan
Motif Jlamprang (koleksi Museum Batik Pekalongan)
Motif Pisan Bali (koleksi Museum Batik Pekalongan)
140
Vol. VI No. 2 Juli 2010
Motif Batik Pekalongan: Studi Dokumentasi Koleksi Museum Batik Pekalongan
Vol. VI No. 2 Juli 2010
Rizki Umi Amalia
141