1
KEADILAN BERDASARKAN PANCASILA BAGI KAUM MINORITAS DI INDONESIA Oleh : Erika Pada dasarnya setiap negara kita yaitu Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki beragam jenis ras, suku, agama, kebudayaan, dan lain-lain, hal itu yang menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki ke-multikulturan di masyarakatnya. Hal itu menjadikan Indonesia sebagai negara yang kaya akan kebudayaan dan tradisi, hal itu tentunya menjadi keunggulan tersendiri untuk negara kita. Tetapi di dalam ke-multikulturan tersebut menimbulkan berbagai dampak baik positif maupun negatif, dampak negatif dari ke-multikultura tersebut antara lain menimbulkan rentan terhadap konflik, selain itu juga tentunya akan menimbulkan perbagian berbagai kelas-kelas sosial, dan golongan mayoritas maupun minoritas. Hal tersebut tentu menjadi masalah tersendiri untuk bangsa kita, keadilan benar-benar harus bisa ditegakan dengan sebenarbenarnya jika menyangkut masalah kaum mayoritas dan minoritas. Hak memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh UndangUndang, aturan), kekuasaan yg benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat. Tiap manusia mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda, tergantung pada misalnya, jabatan atau kedudukan dalam masyarakat. Beberapa Persoalan Penting seputar Kelompok Minoritas. Persoalan yang sering muncul yang berhubungan dengan interaksi sosial di antara kelompok masyarakat minoritas adalah : Adanya politik pencitraan yang disematkan kepada komunitas tertentu. Politik pencitraan berupa stigma dan stereotip ini merupakan awal dari munculnya hubungan sosial yang diskriminatif. Seperti pencitraan negatif terhadap komunitas Suku misalnya Wetu Telu, Tana Toa Kajang, Sedulur Sikep, Badui, Dayak dan sebagainya sebagai kelompok yang “berbeda”, “terbelakang”, “bodoh”, dan sebagainya, demikian juga terhadap beberapa Agama-Agama yang ada di Indonesia yang secara kuantitas dikategorikan Minoritas. Diskriminasi adalah perlakuan yang tidak seimbang terhadap individual atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan Ras, Kesukubangsaan, Agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial. Perilaku diskriminatif tidak sesuai dengan nilai-nilai dasar kemanusiaan dan oleh karenanya
2
perlu dihapuskan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Di Indonesia, perlakuan diskriminatif terjadi antara lain didasarkan pada Ras, Agama, Jenis Kelamin, Usia, Ekonomi maupun Status Sosial, pelaku diskriminatif saat ini secara umum disebut adalah sekelompk para penguasa yang mengabdi kepada kepentingan dan sekelompok massa, mengenai tentang hak-hak minoritas ada beberapa hal yang harus diperhatikan, sebagai berikut : 1) Kelompok minoritas memiliki hak untuk mengembangkan, menikmati, dan memberdayagunakan seluruh kekayaan kultur, tradisi, dan bahasa mereka sesuai dengan kearifan lokal yang mereka miliki sebagai „Ruang Perkembangan kebudayaan‟. 2) Kelompok minoritas yang hidup dalam lingkup territorial mereka memiliki hak untuk menerima atau menolak hadirnya misi-misi dari pihak luar yang ingin mengambil atau memberi manfaat dalam bentuk apa pun dari atau terhadap kehidupan mereka. 3) Di dalam hubungannya dengan peradilan, kelompok minoritas juga berhak untuk mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum dan peradilan, serta berhak memperoleh fasilitas (penerjemah, pengacara, dan lain-lain) yang mendukung berjalannya proses hukum dan peradilan yang berlangsung. 4) Kelompok minoritas juga memiliki hak untuk diakui berbagai bentuk tata cara lokal yang berkaitan dengan peradilan adat, pendidikan (menurut) tradisi, dan pengembangan sumber daya alamnya. 5) Berbagai bentuk ketersediaan fasilitas umum oleh Negara, seperti fasilitas pendidikan dan kesehatan yang diperuntukkan bagi kelompok minoritas dilakukan melalui komunikasi yang setara dan tanpa pemaksaan antara berbagai pihak yang terkait, dalam hal ini adalah antara kelompok minoritas dengan negara. 6) Dalam hubungannya dengan wilayah politik, kelompok minoritas juga memiliki hak perwakilan. Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, Hak Asasi Manusia, hak budaya relevan. Hak Asasi Manusia atau yang dikenal dengan HAM adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak
3
dapat diganggu gugat oleh siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, Agama, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. Melanggar Hak Asasi Manusia seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas Hak Asasi Manusia. Indonesia merupakan negara yang heterogen dilihat dari etnis, kultur maupun agamanya. Dengan keadaan ini hak minoritas merupakan hal yang penting bagi yang menghargai kebebasan manusia. Tidak akan ada negara yang demokrasi jika tidak menghargai, menghormati, mengakui dan menerapkan hak-hak minoritas. Kebutuhan untuk memelindungi hak-hak minoritas sangat berhubungan dengan campur tangan pemerintah. Dimanapun kelompok minoritas berada mereka harus tetap dihormati oleh kelompok mayoritas sebagai bentuk hak untuk bebas yang dibawa sejak lahir. Semua langkah ang dilakukan untuk melindungi hak-hak ini diusulkan dalam suatu deklarasi, yang meliputi hak untuk menerima bantuan, serta berbagai bentuk bantuan perdamaian dari luar negeri, serta usaha pemerintah untuk tidak melakukan asimilasi paksa, dan kewajiban pemerintah untuk melindungi kelompok minoritas dari segala bentuk asimilasi, dengan cara memastikan tidak ada seorangpun yang diutamakan atau mendapat perlakuan diskriminasi karena ia merupakan bagian dari kelompok tertentu (baik minoritas maupun mayoritas). Ini berarti semua hak-hak yang dirancang mencegah diskriminasi dan tidak pernah untuk menciptakan hak-hak istimewa, melainkan untuk menciptakan kesetaraan yang kokoh. Demikian hak-hak minoritas bukanlah untuk diinterpretasikan sebagai pembebasan kelompok minoritas dari kewajiban normal warganegara. Sesuai isi ketentuan alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kewajiban melindungi dipertegas dalam Pasal 28 Jo ayat (4) Undang-Undang Hak Asasi Manusia bahwa negara melalui pemerintah bertanggung jawab atas perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia masyarakat termasuk tentunya Hak Asasi Manusia masyarakat minoritas. Hak-hak minoritas adalah hak-hak masyarakat pada umumnya ditambah dengan hak budaya yang lahir dari keminoritasan mereka dari segi suku, agama dan bahasa. Seiring dengan itu maka hak-hak konstitusional kaum minoritas antara lain hak untuk hidup, hak kebebasan beragama, hak perlindungan diri pribadi dan
4
kelurga, hak bertempat tinggal, hak milik, hak pengembangan budaya (pasal 28 A, 28 E, 28 G, 28 H, dan 29 UUD 1945). Secara khusus perlindungan terhadap keamanan UUD 1945 Pasal 30 Ayat (4) dengan tegas membebankan kewajiban itu kepada kepolisian negara. Bila aspek keamanan sampai berpengaruh pada ketahanan negara, ayat (2) dari pasal itu membebankan kewajiban pada Tentara Nasional Indonesia. Jadi, TNI dan Polri bertanggung jawab atas pertahanan dan keamanan di seluruh wilayah kedaulatan Indonesia. Kedua kewenangan itu tidak diserahkan negara kepada pemerintah daerah seperti tersirat dalam UU No.32 tahun 2004 tetapi tetap dipegang oleh negara yang dibebankan kepada pemerintah pusat, hal ini didasarkan kepada aspek kehati-hati dan dalam penerapan pelaksanaan perlindungan Hak Asasi Manusia melalui lembaga TNI dan Polri agar tidak berdampak terganggu stabilitas keamanan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia akibat dari penyalagunaan kewenangan kekuasaan daerah. Dalam tulisan ini SENGAJA menulis tentang Hukum dan keadilan bagi masyarakat minoritas, seperti contoh telah terjadi tindakan kesewenang-wenang oleh para Penguasa Negara dan massa yang tidak bertanggung jawab yang tidak memperhatikan asas hukum keadilan bagi masyarakat berdasarkan Ke Tuhanan Yang Maha Esa, bagi kelompok-kelompk Minoritas seperti contoh dibawah ini : 1. Kasus Penutupan tempat Ibadah Agama tertentu sebagaimana terurai dibawah ini ; a. Menteri Agama Suryadharma Ali mempersalahkan umat Kristen terkait penutupan beberapa gereja di tanah air, dengan mengatakan bahwa mereka telah mempolitisasi masalah yang sebenarnya bersifat administrative.1 b. 16 gereja dan satu tempat ibadah kelompok kepercayaan „Parmalim‟ yang ditutup. Penutupan karena adanya tekanan dari ormas tertentu yang cukup dominan untuk mempengaruhi Pemda setempat, Alasan penutupan dan penyegelan karena tidak ada Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan dasar Surat Keputusan Bersama (SKB) dua Menteri, Peraturan Gubernur NAD dan Qanun Singki. Padahal gereja di sana sudah berdiri sejak tahun 50-an dan Gereja Katolik sejak tahun 70-an, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi 1
indonesia.ucanews.com.
5
mengemukakan, pernah mendengar ada aspirasi masyarakat yang menolak kehadiran gereja di Aceh. Tetapi tidak pernah mendengar ada yang ditutup, apalagi dibongkar.2 c. Pelarangan dan penutupan gereja, sumber.3 Lebih lanjut tentang Hukum dan keadilan bagi masyarat minoritas, seperti contoh telah terjadi tindakan kesewenang-wenang oleh Penguasa Negara yang tidak memperhatikan asas hukum keadilan sosial bagi masyarakat bagi Seluruh Bangsa Indonesia, bagi kelompokkelompk Minoritas seperti contoh kasus dibawah ini : 1.
Kasus kekerasan hukum dan keadilan bagi masyarakat adat yang ada di Indonesia sebagai terurai dibawah ini : a. Rangkuman kasus pertambangan dan masyarakat Adat.4 b. Penembakan Petani ladongi diungkap kembali ke meja hijau.5 c. Penembakan masyarakat adat.6 d. Penembakan warga masyarakat oleh polisi.7
Di masa kini kasus sebagaimana terurai diatas sudah bukan hal baru dan asing dalam kehidupan sehari hari kita, beragam dan tak terhitung jumlah hampir setiap hari terpampang dimedia-media berita nasional kita. Negara di kata telah Gagal mengelola Konflik, Negara dikatakan menjauhi konsep demokrasi responsif dan mengunakan paradigama represip mengedepankan aparat kepolisian yang dimandati kekuasaan untuk mengamankan kebijakan legal pemerintah.8 Pilih penyelesaian konflik pemerintah yang lebih memilih politk keras kepala dan pengabaian terhadap tuntutan publik, maka fenomena kekerasan dan amuk massa akan terus direproduksi dengan
pemikiran siapa yang kuat, keras dan banyak maka
merekalah yang menang. 2
www.suarapembaruan.com, tanggal 12 juni 2012
3
www.tempo.co/topik/masalah/1121/Pelarangan Penutupan Gereja
4
SITI MAIMUNAH, 2012, Negara Tambang dan Masyarakat Adat, Instrant Publishing, Malang.
5
: www.elsam.or.id/new/?id=600&lang=in&act=view&cat=c/302s
6
papuapost.com/.../tim-investigasi-dprp-rekomendasi-pelaku-penembakan-d...
7
sawitwatch.or.id/2011/10/penembakan-masyarakat-adat-oleh-polisi
8
NOVRI SUSAN, 2012, Negara Gagal mengelola konflik, demokrasi dan tata kelola konflik di Indonesia, KoPi Pesona Sambisari bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, Sleman, hal.264.
6
Kasus sebagaimana diuraikan diatas menunjukan hingga tulisan ini dibuat belum ada langkah-langkah solutif kongkrit dari pemerintah selaku penguasa negara untuk mencegah, memecahkan dan mengatasi
persoalan-persoalan terhadap diskriminasi
keadilan sosial bagi masyarakat Minoritas, negara membiarkan warga negaranya mencari solusi Sendiri. Dalam kasus sebagai terurai dalam point satu, kasus kekerasan pada saat warga negara saat menjalankan hak yakni bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, realistiskah penguasa negara membiarkan masalah sosial muncul dan merata di negera ini karena penguasa negara beralasan tidak dapat memberikan/atau tidak adanya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bagi tempat ibadah, yang mengakibatkan warga negara tidak dapat menjalankan haknya menjalankan ibadah kepada Tuhan yang Maha Esa secara aman dan tentram, negara tidak menyediakan pilihan-pilihan bagaimana solusi yang bijaksana yang dapat diterima dan dijalankan oleh warga masyarakat agar dapat menjalankan haknya bertaqwa kepada tuhan Yang maha Esa dengan benar. Pada Saat Negera lalai, Maka muncul otoritas masyarakat atau massa tertentu dalam contoh tulisan ini adalah salah satu Ormas yang menunjukan superpowernya menjadi penganti negara mengatasi masalah yang berujung kepada kekerasan keadilan yang tidak legal. Tidak kalah dramatis kasus pada point kedua yakni kekerasan hukum dan keadilan bagi masyarakat adat yang ada di Indonesia. Negara melengkapi kegagalannya dalam menciptakan keadilan bagi masyarakat dalam hal ini masyarakat adat yang tersebar di seluruh wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia. Posisi hukum dalam masyarakat modern menjadikan masyarakat adat semakin termarjinalkan,
hukum dan keadilan
menjauhi masyarakat adat dalam segala aspek, keadilan tersandera hukum formal (legal dogmatik) diperparah oleh sistem penegakan hukum yang korup sehingga hak dan perlindungan masyarakat adat yang ada di Indonesia tidak lagi mengunakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tetapi lebih memandang apakah ada atau tidaknya hukum perundang-undangan nomor berapa yang yang sengaja di buat untuk mengatur tentang keberadaan
masyarakat adat dan perlindungannya. Karenanya masing-masing daerah
berlomba membuat peraturan daerah agar masyarakat adat di akui, di lindungi, dan diberdayakan, namun demikian kenyataan jauh api dari panggang, masyarakat adat tetap tidak mendapatkan keadilan dalam sistem hukum yang korup.
7
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai suatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagai besar teori, keadilan memiliki kepentingan yang besar.9 Bagi kami ada kesalahan berpikir yang disengaja dan kesesatan dalam berideologi dari para penguasa dan masyarakat yang mengenal dan memahami hukum secara parsial dengan pikiran sempit, semua unsur bangsa perlu memahami Indonesia sebagai negara hukum yang khas yakni negera hukum yang berdasarkan Pancasila, PANCASILA adalah Dasar Negara, sebagai Dasar Negara Perlu kiranya para penguasa yang menjalankan wewenang Negara dan Masyarakat memandang dan memaknai kembali Peran dan fungsi PANCASILA sebagai DASAR NEGARA dan sebagai IDEOLOGI Bangsa. Pancasila sebagai
dasar
negara
sering
disebut
dasar
falsafah
negara
(dasar
filsafat
negara/philosophische grondslag) dari negara, ideologi negara (staatsidee). Dalam hal ini Pancasila dipergunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan negara. Dengan kata lain, Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. Pancasila adalah ideologi terbuka, menjadi landasan pengarah dan tujuan hidup bersama dalam berbagai dimensi bernegara. Ideologi pancasila bermakna sebagai keseluruhan pandangan, keyakinan, cita-cita dan nilai bangsa indoensia yang secara Normatif Perlu di wujudkan dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila dikatakan sumber dari segala sumber hukum ataupun sumber tertib hukum bagi kehidupan bangsa indoensia, maka hal itu harus diartikan bahwa pancasila adalah sumber hukum tidak tertulis (adat) dan sumber hukum tertulis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Notonagoro dengan mengunakan teori Causalis menyatakan bahwa keberadaan pancasila bagi bangsa indonesia dapat dipertanggung jawabkan secara Ilmiah. Causa Materialistik pancasila adalah adat kebiasaan, kebudayaan, dan agama bangsa indonesia.10 Sehingga memakna teori causalis materialistik pancasila maka seharusnya tanpa peraturan perundangan-undangan ataupun peraturan daerah maka adat dan agama telah menjadi sebuah kebenaran hukum di Indonesia, yang harus diterima dan ditaati bersama. 9
Umar Sholehudin, 2011, Hukum dan keadilan masyarakat persepktif kajian sosiologi hukum, Setara Press, Malang, Hal.41 10
Sudjito, 2013, Hukum dalam pelangi kehidupan, TUGUJOGJAPustaka, Yogyakarta, hal.25
8
Negara diwakili para penguasa maupun masyarakat yang melarang dan atau tidak mengakui hak-hak warga negara dalam rangka menjalankan haknya bertaqwa dengan Tuhan yang Maha Esa secara adil dan melakukan kekerasan hukum dan keadilan terhadap warga masyarakat yang menjalankan haknya untuk hidup bersosial secara tradisional, dan memilih tetap mempertahankan sumber hidup dan teritorial lingkungan adat adalah pengkhianatan terhadap Dasar Hukum Negara yakni Pancasila yang telah menjadi konsensus Nasional. Tujuan hukum adalah Kebenaran dan keadilan perspektif Tuhan yang Maha Esa, Sehingga menurut pendapat kami perlunya aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari secara benar, mengunakan hati nurani mengemban fungsi moralitas, tidak hanya menjadikan hukum legal postivistik sebagai satu-satunya sumber hukum namun memakni pula sosiologi hukum dengan menghubungkan hukum keadaan masyarakatnya, sehingga manusia diharapkan bisa membedakan salah dan benar, baik dan buruk, adil dan dzalim dengan memahami bahwa Indonesia adalah Milik bersama seluruh warga negara yang harus dijaga agar seluruh masyarakat yang ada didalamnya dapat menikmati kenyamanan dan kebahagian dalam berbangsa dan bernegara menuju kearah tercapainya kebenaran dan keadilan absolut.11
11
Ibid.
9
DAFTAR PUSTAKA Umar Sholehudin, 2011, Hukum dan keadilan masyarakat persepktif kajian sosiologi hukum, Setara Press, Malang. Novri Susan, 2012, Negara Gagal mengelola konflik, demokrasi dan tata kelola konflik di Indonesia, KoPi Pesona Sambisari bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, Sleman. Sudjito, 2013, Hukum dalam pelangi kehidupan, TUGUJOGJAPustaka, Yogyakarta. Siti Maimunah, 2012, Negara Tambang dan Masyarakat Adat, Instrant Publishing, Malang.
PANCASILA Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia SUMBER-SUMBER Wwwww.Suarapembaruan.Com, tanggal 12 juni 2012 www.tempo.co/topik/masalah/1121/pelarangan penutupan gereja w. Pengertianahli.com/2013/.../pengertian-pancasila-sebagai-dasar; Indonesia.ucanews.com Www.Elsam.Or.Id/New/?Id=600&Lang=In&Act=View&Cat=C/302s Papuapost.com/.../tim-investigasi-dprp-rekomendasi-pelaku-penembakan-d... Sawitwatch.or.id/2011/10/penembakan-masyarakat-adat-oleh-polisi