Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
KARAKTERISTIK KUALITATIF DAN UKURAN-UKURAN TUBUH AYAM WARENG TANGERANG (The Qualitative Characteristic and Body Size of Tangerang-Wareng Chicken) T. SUSANTI, S. ISKANDAR dan S. SOPIYANA Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT Wareng chicken is one of germ plasma sources from Tangerang. Among the advantages of Wareng chicken was small body size, so they are efficient in feed and higher egg production than native chicken. The utilization of Wareng chicken as egg producers are not followed by good management so the population decreases from time to time, and the information about the characteristic and the potential population is not well documented. Therefore, a research on the collection and characteriszation of Wareng chicken ex-situ was done at Research Institute for Animal Production. The research aims to conserve Wareng chicken so that they are not extinct. Ninety five pullets consisted of 45 male and 50 female were observed on the qualitative characteristics and the body size. They were reared intensively on cages sizing 25 x 35 x 40 cm/bird. Feed given was commercial feed produced by PT Gold Coin 105 for layers amounting 80 g/birds/day. The results showed that the qualitative characteristics comprising the feather colors around the neck, back, breast, wing, and tail were dominated by white color. The same color was found on other body parts comprising skin, leg, ear, beak, and shank. The Wareng chicken fowls were almost 100% red and the comb form was 100% single both male and female. The body weight of male was 1007 g and that of female was 841 g. Based on the body sizes it was obtained that the values in cm of shank length, shank diameter, tibia length, femur length, breast length, breast diameter, back length, wing length, neck length, beak length, head diameter, and head length for male and female were 7.8 and 6.9; 3.7 and 3.1; 11.7 and 10.1; 9.7 and 7.7; 13.7 and 12.1; 25.1 and 23.5; 15.5 and 13.4; 17.1 and 14.1; 10.8 and 10.9; both 3.1; 3.3 and 3.5; and 6.8 and 6.4 respectively. Based on the results can be concluded that the feather color of Wareng chicken is dominated by white color, and the Wareng chicken were classified as small chickens. Key Words: Characteristics, Wareng Chicken ABSTRAK Ayam wareng merupakan salah satu bangsa ayam lokal Indonesia yang banyak terdapat di Tangerang dan diakui oleh masyarakat Tangerang sebagai sumber plasma nutfah ayam khas dari daerah tersebut. Postur ayam wareng termasuk kecil sehingga efisien dalam penggunaan pakan, namun produksi telurnya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam kampung. Pemanfaatan ayam wareng sebagai penghasil telur belum diikuti dengan pengelolaan yang tepat sehingga populasinya makin menurun dari waktu ke waktu. Informasi mengenai karakteristik dan potensi produksinya belum terdokumentasikan dengan baik. Saat ini di Balitnak sedang dilakukan kegiatan koleksi dan karakterisasi secara ex-situ ayam wareng sebagai salah satu upaya pelestarian ayam lokal tersebut agar tidak punah. Sebanyak 95 ekor ayam wareng dewasa yang berumur sekitar 6 bulan terdiri dari 45 ekor jantan dan 50 ekor betina diamati karakteristik kualitatif dan ukuranukuran tubuhnya. Ayam-ayam wareng tersebut dipelihara secara intensif di kandang dengan sistem ”batere” yang berukuran 25 x 35 x 40 cm/ekor. Pakan yang diberikan adalah konsentrat komersial produksi PT. Gold Coin 105 untuk ayam petelur dengan jumlah pemberian sekitar 80 g/ekor/hari. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa karakteristik kualitatif ayam wareng yang meliputi warna bulu di leher, punggung, dada, sayap dan ekor didominasi oleh warna putih. Begitu pula warna di bagian-bagian tubuh yang meliputi kulit, paha, cuping, paruh dan shank didominasi oleh warna putih. Jengger ayam wareng hampir 100% berwarna merah dengan bentuk jengger 100% tunggal (single) baik jantan maupun betina. Bobot badan ayam wareng jantan 1007 g dan betina 841 g. Berdasarkan ukuran-ukuran tubuh diperoleh nilai dalam cm sebagai berikut panjang shank 7,8 jantan dan 6,9 betina, linkar shank 3,7 jantan dan 3,1 betina, panjang tibia 11,7 jantan dan 10,1 betina, panjang femur 9,7 jantan dan 7,7 betina, panjang dada 13,7 jantan dan 12,1 betina, lingkar dada
680
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
25,1 jantan dan 23,5 betina, panjang punggung 15,5 jantan dan 13,4 betina, panjang sayap 17,1 jantan dan 14,1 betina, panjang leher 10,8 jantan dan 10,9 betina, panjang paruh 3,1 jantan dan betina, lebar kepala 3,3 jantan dan 3,5 betina, dan panjang kepala 6,8 jantan dan 6,4 betina. Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa warna bulu ayam wareng didominasi warna putih, sedangkan secara kuantitatif ayam wareng dikategorikan sebagai ayam tipe kecil karena bobot badan dewasanya kurang dari 1 kg/ekor, namun lebih besar dari ayam-ayam tipe kate (dwarf). Kata Kunci: Karakteristik, Ayam Wareng
PENDAHULUAN Saat ini di Indonesia terdapat 31 galur ayam, baik ayam lokal yang diduga asli berasal dari beberapa tempat di Indonesia maupun ayam introduksi dari luar negeri yang telah beradaptasi baik dengan iklim Indonesia (NATAAMIJAYA et al., 2002). Salah satu galur ayam tersebut adalah ayam Wareng yang kini banyak ditemukan dan diakui masyarakat Tangerang sebagai sumber plasma nutfah ayam khas daerahnya. Sebelumnya NATAAMIJAYA et al. (2002) menyatakan bahwa ayam Wareng terdapat di wilayah Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Namun hasil penelusuran ISKANDAR et al. (2004a) melaporkan bahwa ayam Wareng di Kabupaten Majalengka sudah punah sama sekali bahkan msyarakat disana sudah tidak mengenal lagi. Begitu pula di lokasi Indramayu, populasinya hanya tinggal beberapa ekor saja sehingga sudah dapat dikategorikan punah. Selanjutnya dilaporkan bahwa ayam Wareng ternyata ada di Wilayah Tangerang Jawa Barat. Populasi ayam Wareng yang tercatat di Dinas Peternakan Kabupaten Tangerang sebanyak 50 ekor. Sementara itu, ISKANDAR et al. (2004a) melaporkan bahwa hasil penelusurannya ke Tangerang hanya menemukan ayam Wareng hitam sebanyak 15 ekor. Sementara itu, jumlah ayam Wareng dengan warna bulu selain hitam masih relatif banyak yaitu sekitar 5300 ekor anak umur 2 dan 4 minggu, 800 ekor petelur dan 20 ekor pejantan milik seorang peternak yang dibina oleh Dinas Peternakan Kabupaten Tangerang. Postur tubuh ayam Wareng relatif kecil namun mampu berproduksi telur relatif banyak sehingga efisien dalam memanfaatkan pakan. Pemanfaatan ayam Wareng sebagai penghasil telur konsumsi belum diikuti dengan pengelolaan, khususnya program pembibitan yang tepat sehingga populasinya makin menurun dari waktu ke waktu, padahal
informasi mengenai karakteristik dan potensi produksinya belum terdokumentasikan dengan baik. Oleh karena itu, Dinas Peternakan Kabupaten Tangerang berupaya mengembangbiakkan ayam Wareng melalui program dinasnya sekaligus melakukan pembinaan terhadap peternaknya. Begitu pula di Balitnak, saat ini sedang dilakukan kegiatan koleksi dan karakterisasi secara ex-situ ayam wareng sebagai salah satu upaya pelestarian ayam lokal tersebut agar tidak punah, seperti diungkapkan DIWYANTO (2003). Selanjutnya dinyatakan bahwa koleksi dan karakterisasi ternak lokal merupakan salah satu tahapan awal kegiatan pengelolaan plasma nutfah yang ada di Indonesia. Karakterisasi terhadap ayam Wareng yang dilakukan di Balitnak adalah mengamati ciriciri fenotipik secara kualitatif dan kuantitatif. Ciri-ciri fenotipik secara kualitatif suatu ternak perlu diamati karena dapat digunakan sebagai cap dagang (trade mark), seperti warna bulu sebagai salah satu ciri khas suatu ternak yang kadang-kadang memiliki nilai ekonomis tinggi karena mengikuti selera konsumen (WARWICK et al., 1995). Begitu pula dengan ciri-ciri fenotipik secara kuantitatif ternak diantaranya produksi telur, ukuran-ukuran tubuh dan laju pertumbuhan dapat menunjukkan nilai ekonomis yang berpengaruh pada produktivitasnya (MANSJOER, 1985). Karakterisasi ciri-ciri fenotipik secara kuantitatif dalam penelitian ini dilakukan dengan menimbang dan mengukur bagianbagian tubuh ayam Wareng yang sudah dewasa. Karakteristik ukuran-ukuran tubuh sangat penting karena mencerminkan kondisi dan identitas atau ciri khas dari ayam Wareng tersebut. Tujuan dalam kegiatan ini adalah mendokumentasikan karakteristik kualitatif dan ukuran-ukuran tubuh ayam Wareng dalam bentuk data sehingga dapat digunakan sebagai
681
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
acuan dalam program pemuliaan atau budidaya. Pengamatan dilakukan di tempat habitatnya (in situ) atau di luar habitatnya (ex situ) dalam rangka pelestarian ayam Wareng tersebut. MATERI DAN METODE Kegiatan koleksi dan karakterisasi ini menggunakan 95 ekor ayam Wareng dewasa dengan umur sekitar 6 bulan yang terdiri dari 45 ekor jantan dan 50 ekor betina. Kelompok ayam Wareng tersebut merupakan hasil penetasan telur-telur ayam Wareng yang diperoleh dari salah seorang peternak di Tangerang, dan kemudian ditetaskan di Balai Penelitian Ternak. Setelah menetas ayam-ayam tersebut dipelihara per kelompok secara intensif di kandang kawat, selanjutnya menjelang bertelur yaitu ayam-ayam dengan umur sekitar 6 bulan dipelihara di kandang individu dengan sistem ”batere” yang berukuran 25 x 35 x 40 cm/ekor. Pakan yang diberikan untuk ayam Wareng betina adalah konsentrat komersial produksi PT Gold Coin 105 untuk ayam petelur, sedangkan untuk ayam Wareng jantan diberi pakan konsentrat produksi PT. Gold Coin 104 untuk pakan grower dengan jumlah pemberian sekitar 80 g/ekor/hari baik ayam jantan maupun ayam betina. Adapun komposisi gizi ransum produksi PT Gold Coin 104 dan 105 tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi gizi ransum produksi PT Gold Coin 104 dan 105 untuk ayam Wareng yang digunakan dalam penelitian berdasarkan label kemasan Kandungan gizi
Ransum 104 (jantan)
Ransum 105 (betina)
Air (%)
10,43
13,00
PK(%)
12,06
16 – 18
Abu (%)
18,91
14,00
Ca (%)
4,55
3,0 – 4,2
P (%)
0,88
0,6 – 1,0
GE (kkal/kg)
3471
Tidak ada data
Karakterisasi ciri-ciri fenotipik secara kualitatif dilakukan dengan mengamati warna bulu dan warna-warna bagian tubuh ayam
682
Wareng yang meliputi jengger, paruh, cuping, kulit, shank, leher, punggung, dada, sayap luar, sayap dalam, ekor dan paha. Sementara itu, ciri-ciri fenotipik secara karakterisasi kuantitatif dilakukan dengan menimbang bobot badan ayam Wareng dan mengukur bagianbagian anggota tubuhnya seperti panjang shank, lingkar shank, panjang paha bawah, panjang paha atas, panjang dada, lingkar dada, panjang punggung, panjang sayap, panjang leher, panjang paruh, lebar kepala, panjang kepala dan bentuk jengger. Data-data sifat kualitatif yang terkumpul selanjutnya ditabulasi dan dihitung prosentasenya secara proporsional, sedangkan untuk sifat kuantitatif dihitung nilai rataan, simpangan baku dan koefisien variasinya kemudian dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik sifat kualitatif sebagai identitas ayam Wareng jantan dan betina yang diperoleh dari hasil penelitian ini disajikan pada Tabel 2 dan 3. Berdasarkan Tabel 2 dan 3 tampak bahwa jengger ayam Wareng didominasi oleh warna merah bahkan pada ayam jantan 100% berwarna merah, sedangkan pada ayam betina yang memiliki jengger warna merah 98% dan berwarna hitam 2%. Warna jengger ayam Wareng tidak dapat digunakan sebagai identitas karena hampir semua ayam lokal memiliki warna jengger yang didominasi oleh warna merah, kecuali jengger ayam Cemani yang berwarna hitam (NATAAMIJAYA dan DIWYANTO, 1994). Begitu pula cuping ayam Wareng sebagian besar berwarna merah yaitu 90% pada ayam betina dan 98% pada ayam jantan, sedangkan sebagian kecil lainnya berwarna hitam dan putih. Bentuk jengger ayam Wareng yang seluruhnya tunggal hampir sama dengan bentuk jengger ayam jenis lain seperti ayam Kedu (PANGESTU, 2004), ayam Arab (NATAAMIJAYA dan SETIOKO, 2002), ayam Merawang dan ayam Kampung (KUSUMA, 2002), sehingga bentuk jengger ini pun tidak dapat digunakan sebagai ciri khas ayam Wareng namun hanya dapat digunakan sebagai salah satu identitasnya.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 2. Karakteristik sifat kualitatif ayam Wareng jantan (n = 45) Sifat kualitatif Warna jengger: Merah Bentuk jengger: Tunggal Warna paruh Hitam Kuning Putih Warna cuping Merah Merah bintik putih Warna kulit Hitam Putih Warna shank Kuning Hitam Putih Putih kekuningan Warna leher Lurik Putih Abu Wrna punggung Lurik Putih Putih bintik hitam Abu Warna dada Lurik Putih Abu Warna sayap luar Lurik Putih Abu Warna sayap dalam Lurik Putih Putih bintik hitam Abu Ekor Lurik Putih Putih bintik hitam Abu Warna paha Lurik Putih Putih bintik hitam Abu Warna bulu Putih
Jumlah (ekor) 45 45
% 100 100
4 17 24
9 38 53
44 1
98 2
1 44
2 98
18 5 21 1
40 11 47 2
1 41 3
2 91 7
1 40 2 2
2 89 4 4
1 42 2
2 93 4
1 42 2
2 93 4
1 39 1 4
2 87 2 9
1 39 3 2
2 87 7 4
1 41 1 2
2 91 2 4
45
100
Tabel 3. Karakteristik sifat kualitatif ayam Wareng betina (n = 50) Sifat kualitatif Warna jengger Hitam Merah Bentuk jengger: Tunggal Warna paruh Abu Hitam Kuning Putih Warna cuping Hitam Merah Putih Warna kulit Hitam Putih Warna shank Kuning Abu Hitam Putih Warna leher Lurik Hitam Putih Warna punggung Lurik Hitam Putih Putih bintik hitam Warna dada Lurik Hitam Putih Warna sayap luar Lurik Hitam Putih Putih bintik hitam Warna sayap dalam Lurik Hitam Putih Ekor Lurik Hitam Putih Putih bintik hitam Warna paha Lurik Hitam Putih Putih bintik hitam Warna bulu Putih
Jumlah (ekor)
(%)
1 49 50
2 98 100
1 5 13 31
2 10 26 62
4 45 1
8 90 2
1 49
2 98
12 4 5 29
24 8 10 58
6 4 40
12 8 80
6 4 39 1
12 8 78 2
6 4 40
12 8 80
6 4 39 1
12 8 78 2
5 5 40
10 10 80
6 4 38 2
12 8 76 4
6 4 36 4
12 8 72 8
50
100
683
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Warna paruh ayam Wareng sebagian besar adalah putih dan kuning yaitu masing-masing 62 dan 26% pada ayam betina dan 53 dan 38% pada ayam jantan, sedangkan sebagian kecil berwarna hitam dan abu. Warna paruh yang bervariasi ini tidak dapat digunakan sebagai identitas ataupun ciri khas dari ayam Wareng tersebut. Warna bulu dan warna kulit ayam Wareng yang diamati sebagian besar adalah putih yaitu 100 dan 98% baik jantan maupun betina, dan hanya sedikit saja ayam Wareng yang berkulit hitam yaitu sekitar 2%. Hal ini merupakan sinyal bahwa ayam Wareng yang saat ini banyak berkembang di masyarakat terutama di Tangerang adalah berwarna putih, karena harga jual afkirnya yang lebih tinggi dibandingkan ayam Wareng hitam sehingga banyak disukai konsumen. Warna bulu dan kulit ayam Wareng yang berwarna putih ini dapat dijadikan sebagai salah satu ciri atau identitasnya. Begitu pula dengan warna shank ayam Wareng yang didominasi putih dan kuning yaitu 58 dan 24% pada ayam betina, dan 47 dan 40% pada ayam jantan. Hanya sebagian kecil saja ayam Wareng yang memiliki warna shank hitam dan abu, yaitu 10 dan 8% pada ayam betina, dan shank ayam jantan 11% berwarna hitam.
Warna bulu pada bagian-bagian tubuh ayam Wareng yang diamati sebagian besar adalah putih baik ayam jantan maupun ayam betina seperti leher yaitu 91 dan 80%, dada yaitu 93 dan 80%, sayap luar yaitu 93 dan 78%, sayap dalam yaitu 87 dan 80%, ekor yaitu 87 dan 76%, punggung yaitu 89 dan 78%, dan paha yaitu 91 dan 72%. Warna bulu bagian-bagian tubuh ayam Wareng tersebut tidak dapat dijadikan ciri khas atau identitasnya karena masih bervariasi dari hitam, lurik hitam-putih, kuning dan abu. Selain itu, warna-warna bulu ini juga terdapat pada ayam-yam lokal lainnya. Sementara itu, hasil pengamatan sifat kuantitatif ayam Wareng jantan dan betina yang dalam hal ini meliputi bobot badan dan ukuran-ukuran tubuhnya tertera pada Tabel 4. Berdasarkan tersebut tampak bahwa bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam Wareng jantan lebih tinggi daripada ayam Wareng betina. Ukuran-ukuran tubuh tersebut dapat dijadikan penduga bobot badan dan berkorelasi positif antara kedua peubah. Hal ini tampak pada ukuran-ukuran tubuh ayam Wareng jantan yang lebih besar memiliki bobot badan yang lebih besar pula dibandingkan dengan ayam.
Tabel 4. Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam Wareng jantan dan betina pada umur dewasa Peubah
Jantan
Betina
Rataan ± std*
KV **(%)
Rataan ± std*
KV** (%)
1007,6 ± 136,0
13,5
841, 1 ± 22,3
14,5
7,8 ± 1,4
17,9
6,9 ± 0,5
7,2
Lingkar shank (cm)
3,7 ± 0,5
13,5
3,1 ± 0,3
9,7
Panjang paha bawah (cm)
11,7 ± 0,7
6,0
10,1 ± 0,6
5,9
Panjang paha atas (cm)
9,7 ± 1,1
11,3
7,7 ± 0,9
11,7
Panjang dada (cm)
13,7 ± 2,1
15,3
12,1 ± 1,8
14,9
Lingkar dada (cm)
25,1 ± 2,2
8,8
23,5 ± 1,9
8,1
Panjang punggung (cm)
15,5 ± 1,7
11,0
13,4 ± 1,0
7,5
Panjang sayap (cm)
17,1 ± 1,6
9,4
14,1 ± 1,1
7,8
Panjang leher (cm)
10,8 ± 1,2
11,1
10,9 ± 1,4
12,8
Panjang paruh (cm)
3,1 ± 0,2
6,5
3,1 ± 0,4
12,9
Lebar kepala (cm)
3,3 ± 0,7
21,2
3,5 ± 0,8
22,9
Panjang kepala (cm)
6,8 ± 1,9
27,9
6,4 ± 0,5
7,8
Bobot badan (g) Panjang shank (cm)
* std = standar deviasi ** KV = Koefisien variasi
684
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Wareng betina (KUSUMA, 2002). Sementara itu, panjang leher, panjang paruh, lebar kepala dan panjang kepala ayam Wareng jantan dengan betina relatif sama. Hal ini berarti bahwa ukuran-ukuran tubuh tersebut tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin. Bobot badan ayam Wareng jantan dan betina ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan ayam Kedu yang memiliki bobot sekitar 2,54 kg/ekor untuk jantan dan 1,62 kg/ekor untuk betina (PANGESTU, 2004). Begitu pula bila dibandingkan dengan ayam Sentul dan ayam Arab. MUNGGARAN (2004) melaporkan bahwa ayam Sentul jantan berbobot 2,3 kg/ekor dan bobot betinanya 1,6 kg/ekor. Kemudian NATAAMIJAYA dan SETIOKO (2002) melaporkan bahwa bobot badan ayam Arab jantan adalah 2,1 kg/ekor dan bobot betinanya 1,3 kg/.ekor. Apalagi bila dibandingkan dengan ayam Pelung yang bertipe besar dengan bobot jantan sekitar 4 kg/ekor dan bobot betina sekitar 2,5 kg/ekor (ISKANDAR et al., 2004b). Bobot badan ayam Wareng yang relatif rendah tersebut menyebabkan ukuran-ukuran bagian tubuhnya pun lebih kecil bila dibandingkan dengan ayam-ayam yang lain seperti ayam Sentul (MUNGGARAN, 2004), ayam Nunukan (WAFIATININGSIH et al., 2005) dan ayam Kedu (PANGESTU, 2004). Bagianbagian tubuh ayam Wareng yang relatif lebih kecil antara lain panjang shank, lingkar shank, panjang paha atas, panjang paha bawah, panjang sayap dan panjang leher bila dibandingkan dengan kedua jenis ayam tersebut. Namun ayam Wareng memiliki panjang dada dan lingkar dada yang relatif lebih besar daripada ayam Sentul dan ayam Kedu. Ayam Wareng dewasa yang dipelihara secara intensif memiliki bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan ayam lokal lainnya pada umur yang hampir sama. Hal ini diduga erat berkaitan dengan faktor genetik, sehingga bobot badan yang kecil ini dapat dijadikan sebagai ciri khas (identitas khusus) dari ayam Wareng. Berdasarkan Tabel 4 juga tampak bahwa koefisien variasi bobot badan dan ukuranukuran tubuh ayam Wareng sebagian besar dibawah 15%, kecuali panjang shank jantan, lebar kepala dan panjang kepala. Hal ini menunjukkan bahwa bobot badan dan ukuranukuran tubuh ayam Wareng dalam populasi
yang kecil pun sudah hampir seragam baik jantan maupun betina. MARTOJO (1990) menyatakan bahwa sebaiknya koefisien variasi suatu sifat produksi pada suatu populasi tidak lebih dari 15% untuk menyatakan bahwa populasi tersebut telah seragam. KESIMPULAN Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa: 1. Karakteristik bobot badan dan ukuranukuran tubuh ayam Wareng lebih kecil dibandingkan dengan ayam-ayam lokal lainnya sehingga sifat-sifat kuantitatif tersebut dapat dijadikan sebagai ciri khas dari ayam Wareng. 2. Ayam Wareng dikategorikan sebagai ayam tipe kecil karena bobot badan ayam Wareng betinanya kurang dari 1 kg/ekor namun lebih besar dari ayam tipe kate (dwarf). Bobot badan ayam Wareng jantan dan betina masing-masing adalah 1007,6 g/ekor dan 841,1 g/ekor. 3. Bulu dan kulit ayam Wareng tidak dapat dijadikan sebagai ciri khas atau identitas ayam Wareng. 4. Demikian pula, warna bagian-bagian anggota tubuh ayam Wareng yang meliputi leher, dada, sayap luar, sayap dalam, ekor, punggung dan paha tidak dapat dijadikan sebagai petunjuk identitas khusus atau ciri khasnya karena masih bervariasi dan hampir sama dengan ayam lainnya yaitu putih, hitam, abu dan lurik hitam-putih. 5. Bentuk jengger sebagai salah satu petunjuk identitas ayam Wareng adalah tunggal (single). DAFTAR PUSTAKA DIWYANTO, K. 2003. Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Genetik Pertanian. Badan Litbang Pertanian, Jakarta. ISKANDAR, S., A.R. SETIOKO, S. SOPIYANA, T. SARTIKA, Y. SAEFUDIN, E. WAHYU, R. HERNAWATI dan E. MARDIAH. 2004a. Konservasi In Situ ayam Pelung, Ayam Sentul, dan Ayam Kedu dan Karakterisasi Sifat Kuantitatif dan Kualitatif Ayam Sedayu, Wareng dan Ciparage. Laporan Kegiatan Penelitian Tahun 2004. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
685
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
ISKANDAR, S., A.R. SETIOKO, Y. SAEFUDIN, SUHARTO dan W. DIRJOPRATONO. 2004b. Keberadaan dan Karakter Ayam Pelung, Kedu dan Sentul di Lokasi Asal. Pros. Seminar Nasional Klinik Teknologi Pertanian Basis Pertumbuhan Usaha Agrobisnis Menuju Petani Nelayan Mandiri. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara. hlm. 261 – 283.
NATAAMIJAYA, A.G. dan K. DIWYANTO. 1994. Konservasi ayam buras langka. Prosiding Koleksi dan Karakterisasi Plasma Nutfah Pertanian. Bogor. Review Hasil dan Program Penelitian Plasma Nutfah Pertanian. Badan Litbang, Jakarta.
KUSUMA. 2002. Karakteristik Sifat Kuantitatif dan Kualitatif Ayam Merawang dan Ayam Kampung Umur 5 – 12 minggu. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
NATAAMIJAYA, A.G., A. SUPARYANTO, H. RESNAWATI dan D. MUSLIH. 2002. Koleksi ayam lokal dalam tatalaksana pemeliharaan intensif. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian APBN T.A. 2000. Buku II Non Ruminansia. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
MANSJOER, S.S. 1985. Pengkajian sifa-sifat produksi ayam kampung beserta persilangannya dengan Rhode Island Red. Disertasi. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
PANGESTU, J.S. Identifikasi Sifat-sifat Kualitatif dan Ukuran-Ukuran Tubuh pada Ayam Kedu Umur Dewasa. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Pajajaran, Sumedang.
MARTOJO, H. 1990. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.
WAFIATININGSIH, I. SULISTYONO dan R.A. SAPTATI. 2005. Performans dan karakteristik ayam Nunukan. Pros. Lokakarya Nasional Ayam Lokal. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Tembalang – Semarang.
MUNGGARAN, D.K. 2004. Identifikasi Sifat-sifat Kualitatif dan Ukuran-Ukuran Tubuh pada Ayam Sentul Umur Dewasa. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Pajajaran, Sumedang.
WARWICK, E.J., J.M. ASTUTI dan W. HARDJOSUBROTO. 1995. Pemuliaan Ternak. Edisi Kelima. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
NATAAMIJAYA, A.G. dan A.R. SETIOKO. 2002. Koleksi ayam lokal secara ex-situ dengan memanfaatkan informasi bioteknis dalam kondisi in situ. Badan Litbang Pertanian, Jakarta.
DISKUSI Pertanyaan: 1. Sampai seberapa popular ayam wareng di Indonesia? 2. Apakah sudah ada pengujian yang lain seperti daya tahan terhadap penyakit? 3. Apa ciri khas ayam Wareng? Jawaban: 1. Ayam wareng relative belum popular dan populasinya sudah semakin sedikit bahkan di beberapa tempat yaitu di Majalengka dan Indramayu yang semula dianggap sebagai lokasi atau habitat ayam Wareng ternyata sudah punah (tidak ditemukan ayam Wareng sama sekali). 2. Belum ada pengujian apapun terhadap ayam Wareng karena populasinya yang relatif sedikit tersebut. Saat ini hanya dilakukan perbanyakan populasi saja. 3. Berdasarkan sifat kuantitatif ukuran tubuh, maka ayam Wareng memiliki ukuran tubuh yang relative kecil dibandingkan dengan ayam lokal lainnya. Namun demikian produksi telur tinggi sehingga efisien dalam penggunaan pakan.
686