Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
KARAKTERISTIK FISIK DAGING DOMBA YANG DIGEMUKKAN SECARA FEEDLOT DENGAN PAKAN KOMPLIT BERKADAR PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA (Physical Characteristics of Lamb Meat Reared on Feedlot System with Different Protein and Energy Levels) E. PURBOWATI1, C.I. SUTRISNO1, E. BALIARTI2, S.P.S. BUDHI2 dan W. LESTARIANA3 1
Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Kampus Tembalang, Semarang 2 Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 3 Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
ABSTRACT The objective of the research was to study the physical characteristics of lamb (pH, color, texture, cooking loss, and water holding capacity) on feedlot system with different protein and energy levels and different slaughter weight. Twenty four males local lamb, aged around 3 – 5 months with body weight of 8.7 – 15.5 kg (CV = 15.01%) were set in a generalize randomly (completely) block design with 4 treatments: R1 (Crude Ppotein/CP 14.48% and total digestible nutrients/TDN 50.46%), R2 (CP 17.35% and TDN 52.61%), R3 (CP 15.09% and TDN 58.60%), and R4 (CP 17.42% and TDN 57.46%). The group of lamb with light weight (B1 = 10.73 ± 1.37 kg) was slaughtered at the slaughter weight (SW) of 15 kg, the group of lamb with the average weight (B2 = 12.76 ± 0.54 kg) was slaughtered at the SW of 20 kg, and the group of lamb with the heavy weight (B3 = 14.91 ± 0.36 kg) was slaughtered at the SW of 25 kg. The ANOVA was used to analyze data and any differences among groups were further tested using Duncan Multiple Range Tests (DMRT). The result showed that the pH, color, texture, cooking loss, and water holding capacity of lamb between different protein and energy levels and different slaughter weight were not significantly different (P > 0.05). The average of pH, color (L, a, and b value), texture, cooking loss, and water holding capacity of lamb were 6.45, L = 1.53; a = 7.28 and b = 8.68, 1.51 N, 32.71%, and 44.94%, respectively. The conclusion of the research showed that physical characteristics of lamb reared on feedlot system with crude protein 15 – 17% and TDN 52 – 58%, and SW 15 – 25 kg were same relatively. Key Words: Lamb, Protein-Energy Levels, Slaughter Weight, Lamb Meat, Physical Characteristics ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karateristik fisik daging (pH, warna, tekstur, susut masak, dan daya ikat air) domba yang digemukkan secara feedlot dengan kadar protein dan energi, serta bobot potong yang berbeda. Materi penelitian berupa domba Lokal jantan dengan umur 3 – 5 bulan dan bobot badan (BB) 8,7 – 15,5 kg (CV = 15,01%) sebanyak 24 ekor. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Perlakuan berupa 4 (empat) macam pakan komplit, yaitu R1 = 14,48% protein kasar (PK) dan 50,46% total digestible nutrients (TDN), R2 = 17,35% PK dan 52,61% TDN, R3 = 15,09% PK dan 58,60% TDN dan R4 = 17,42% PK dan 57,46% TDN. Pengelompokan berdasarkan bobot badan awal domba (B1 = 10,73 ± 1,37 kg, B2 = 12,76 ± 0,54 kg dan B3 = 14,91 ± 0,36 kg). Kelompok B1 dipotong pada bobot potong 15 kg, B2 20 kg, dan B3 25 kg. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis variansi dan apabila ada perbedaan dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pH, warna, tekstur, susut masak, dan daya ikat air daging domba antar perlakuan pakan dan bobot potong yang berbeda tidak berbeda nyata (P > 0,05). Karakteristik fisik daging domba rata-rata adalah pH 6,45, warna (L = 1,53; a = 7,28; dan b = 8,68), tekstur 1,51 N, susut masak 32,71%, dan daya ikat air 44,94%. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah karakteristik fisik daging domba jantan yang digemukkan secara feedlot dengan pakan komplit berkadar protein 15 – 17% dan TDN 52 – 58%, serta bobot potong 15 – 25 kg, relatif sama. Kata Kunci: Domba, Protein-Energi Pakan, Bobot Potong, Daging, Karakteristik Fisik
82
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
PENDAHULUAN Kandungan nutrien pakan dapat mempengaruhi konsumsi pakan dan akibatnya dapat mempengaruhi karakteristik daging. SOEPARNO (2007) menyatakan bahwa konsumsi pakan dapat mempengaruhi pH daging. Adanya perbedaan pH daging menunjukkan bahwa proses glikolisis postmortem berlangsung lebih lambat pada ternak yang sebelum pemotongan mendapat pakan konsentrat rendah, meskipun pH ultimat hampir sama atau stabil. Pemberian pakan yang mengandung energi tinggi beberapa saat sebelum pemotongan dapat mempengaruhi kelezatan daging. Menurut SOEPARNO (2007) domba jantan atau betina yang mengkonsumsi pakan isoprotein dengan kandungan energi rendah akan menghasilkan daging yang kurang empuk dibandingkan domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energi tinggi. Keempukan merupakan penentu kualitas daging yang paling besar. Nilai pH daging berhubungan dengan daya ikat air (DIA), kesan jus daging, keempukan dan susut masak. Suatu kenaikan dari pH daging akan meningkatkan kesan jus daging dan DIA serta menurunkan susut masak otot Semimembranosus (SM) dan Longissimus dorsi (LD) domba secara linier. Daya ikat air (DIA) adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan, dan tekanan. Daya ikat air menurun dari pH tinggi (sekitar 7 – 10) sampai pada pH titik isoelektrik protein-potein daging antara 5,0 – 5,1 (BOUTON et al. dan WISMER-PEDERSEN dalam SOEPARNO, 2005). Selain pH, fungsi otot dan macam pakan juga menyebabkan perbedaan DIA diantara otot. Fungsi atau gerakan otot yang berbeda mengakibatkan perbedaan jumlah glikogen yang menentukan besarnya pembentukan asam laktat dan akhirnya menghasilkan DIA yang berbeda. Otot Semitendinosus (ST) domba mempunyai DIA yang lebih besar daripada otot SM dan Biceps femoris (BF). Susut masak merupakan fungsi dari temperatur dan lama pemasakan. Konsumsi pakan dapat mempengaruhi besarnya susut masak. Otot LD domba yang diberi pakan
sesuai kebutuhan pokok hidup (imbangan energi nol) dan di bawah kebutuhan pokok hidup (imbangan energi negatif) menghasilkan susut masak yang lebih kecil daripada otot LD domba yang diberi pakan dengan imbangan energi positif. Hal ini karena domba yang diberi pakan baik menghasilkan lemak marbling yang lebih banyak (ASGHAR dan YEATES dalam SOEPARNO, 2005). Daging dengan susut masak yang lebih rendah mempunyai kualitas yang lebih baik daripada daging dengan susut masak yang lebih besar, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit. Besarnya susut masak dapat dipergunakan untuk mengestimasi jumlah jus dalam daging. Kesan jus daging atau juiciness mempunyai hubungan yang erat dengan susut masak. Kadar jus daging yang rendah dapat disebabkan oleh susut masak yang tinggi. Pakan mempunyai pengaruh yang kecil terhadap jus daging. Kesan jus pada daging sapi jantan kastrasi Friesian yang diberi pakan butir-butiran tidak berbeda dengan yang diberi pakan rumput padangan (PURCHAS dan DAVIES dalam SOEPARNO, 2005). Karakteristik fisik daging di atas akan mempengaruhi daya terima daging oleh konsumen. Oleh karena itu, perlu diketahui karateristik fisik daging yang meliputi pH, warna, tekstur, susut masak, dan daya ikat air daging domba lokal jantan yang digemukkan secara feedlot dengan pakan komplit berkadar protein dan energi yang berbeda. MATERI DAN METODE Materi penelitian berupa domba Lokal jantan dengan umur 3 – 5 bulan dan bobot badan (BB) 8,7 – 15,5 kg (CV = 15,01%) sebanyak 24 ekor. Bahan pakan yang digunakan untuk menyusun pakan komplit adalah jerami padi dan konsentrat yang terdiri atas dedak padi, gaplek, bungkil kedelai, tepung ikan, tepung daun lamtoro, molases serta ultra mineral. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat untuk memotong ternak dan timbangan untuk menimbang ternak dan sampel daging. Timbangan untuk menimbang ternak adalah timbangan gantung (Hanging Scales) merk five goats buatan China
83
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
dengan kapasitas 50 kg dan ketelitian 200 g, dan timbangan elektronik merk adventurer OHAUS tipe AR1530 dengan kapasitas 150 g dan ketelitian 0,001 g untuk menimbang sampe Percobaan dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok ke dalam 4 (empat) perlakuan pakan komplit, yaitu R1 = 14,48% protein kasar (PK) dan 50,46% total digestible nutrients (TDN), R2 = 17,35% PK dan 52,61% TDN, R3 = 15,09% PK dan 58,60% TDN dan R4 = 17,42% PK dan 57,46% TDN. Pengelompokan domba berdasarkan bobot badan awal (ringan/B1 = 10,73 ± 1,37 kg, sedang/B2 = 12,76 ± 0,54 kg dan berat/B3 = 14,91 ± 0,36 kg). Kelompok B1 dipelihara hingga bobot potong (BP) 15 kg, B2 hingga BP 20 kg, dan B3 hingga BP 25 kg. Pakan komplit dibentuk pelet dengan cara pembuatan hasil modifikasi sendiri, yaitu semua bahan pakan digiling, masing-masing bahan pakan ditimbang sesuai dengan proporsinya, dicampur, ditambah air sebanyak 50% dari berat campuran, kemudian dicetak
dengan mesin pelet dan setelah itu dijemur. Komposisi dan kandungan nutrien pakan komplit setelah koefisien cerna diketahui disajikan pada Tabel 1. Ransum diberikan sebanyak 6% dari bobot badan ternak dan pemberiannya dilakukan dua kali sehari yaitu setiap pagi (pukul 7:00) dan sore (pukul 16:00) hari, sedangkan air minum diberikan secara ad libitum. Sebelum pemberian pakan dan air minum di pagi hari dilakukan penimbangan sisanya. Domba ditimbang seminggu sekali untuk menyesuaikan jumlah ransum yang diberikan. Pemotongan domba sesuai dengan bobot potong yang telah ditentukan dan dilakukan secara halal setelah dipuasakan terhadap pakan selama 24 jam (air minum tetap diberikan secara ad libitum). Tujuan pemuasaan domba sebelum pemotongan adalah untuk memperkecil variasi bobot potong akibat isi saluran pencernaan dan untuk mempermudah pelaksanaan pemotongan.
Tabel 1. Komposisi dan kandungan nutrien pakan komplit Uraian Komposisi bahan pakan (% BK) Jerami padi Tepung ikan
R1
R2
R3
R4
--------------------- (%) -----------------------25,00
25,00
25,00
25,00
1,00
1,90
3,60
5,30
Bungkil kedelai
11,70
16,20
15,15
19,20
T. daun lamtoro
1,00
2,10
3,50
5,00
Dedak padi
50,50
46,50
10,75
5,50
Gaplek
5,00
2,30
34,00
34,00
Molases
3,80
4,00
6,00
4,00
Mineral
2,00
2,00
2,00
2,00
Bahan kering
90,73
90,82
89,01
90,11
Abu
16,71
16,42
13,48
14,35
Protein kasar
14,48
17,35
15,09
17,42
Lemak kasar
5,02
4,62
1,84
1,30
Serat kasar
13,98
10,58
9,58
10,89
Bahan ekstrak tanpa nitrogen
49,81
51,03
60,02
56,04
Total digestible nutrientsa
50,46
52,61
58,60
57,46
Kandungan nutrien
a
Dihitung dari koefisien cerna nutrien ransum dalam % dengan rumus = protein tercerna + serat kasar tercerna + bahan ekstrak tanpa nitrogen tercerna + 2,25 x lemak kasar tercerna sesuai petunjuk HARTADI et al. (2005)
84
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
Pemotongan ternak dimulai dengan memotong leher hingga vena jugularis, oesophagus, dan trachea terputus (dekat tulang rahang bawah) agar terjadi pengeluaran darah yang sempurna. Kemudian ujung oesophagus diikat agar cairan rumen tidak keluar apabila ternak tersebut digantung. Kepala dilepaskan dari tubuh pada sendi occipito-atlantis. Kaki depan dan kaki belakang dilepaskan pada sendi carpo-metacarpal dan sendi tarso-metatarsal. Ternak tersebut digantung pada tendo-achiles pada kedua kaki belakang, kemudian kulitnya dilepas. Karkas segar diperoleh setelah semua organ tubuh bagian dalam dikeluarkan, yaitu alat reproduksi, hati, limpa, jantung, paru-paru, trachea, alat pencernaan, empedu, dan pancreas kecuali ginjal. Karkas segar ini dipotong ekornya, kemudian dibelah secara simetris sepanjang tulang belakangnya dari leher (Ossa vertebrae cervicalis) sampai sakral (Ossa vertebrae sarcalis) sehingga diperoleh karkas segar kiri dan kanan. Sampel daging untuk pengujian karakteristik fisik daging diambil dari karkas sebelah kanan. Jenis otot yang diuji adalah otot Longissimus dorsi (LD) yang diambil pada bagian loin dan otot Biceps femoris (BF) yang diambil pada bagian paha. Parameter yang dianalisis meliputi pH (Bouton dan Harris, 1972), daya ikat air dengan metode Hamm (Swatland, 1994), susut masak (BOUTON et al., 1971), tekstur dengan alat Universal Testing Machine merk ZWICK, dan warna dengan
system yang direkomendasikan oleh International Commison on Illuminaton (CIE) (SWATLAND, 1994) menggunakan alat Lovibond. Parameter dan analisis data penelitian Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi pakan terdiri dari bahan kering (BK), protein kasar (PK), dan total digestible nutrients (TDN), serta karakteristik fisik daging meliputi pH, warna, tekstur, susut masak, dan daya ikat air (DIA). Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis variansi dan apabila ada perbedaan dilanjutkan dengan uji Duncan (STEEL dan TORRIE, 1991). HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik fisik daging dengan perlakuan protein dan energi pakan berbeda disajikan pada Tabel 2. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa karakteristik fisik daging tidak berbeda nyata (P < 0,05) diantara perlakuan pakan. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pakan tidak mempengaruhi karakteristik daging. Meskipun demikian, ditinjau dari nilai feed cost per gain (PURBOWATI et al., 2007), perlakuan R3 paling ekonomis dengan nilai Rp. 8.047,17/kg BB, urutan selanjutnya dari yang paling ekonomis adalah R2 (Rp. 8.308,88/kg BB), R1 (Rp. 8.751,03/kg BB), dan R4 (Rp. 9.282,84).
Tabel 2. Karakteristik fisik daging domba pada perlakuan pakan yang berbeda Parameter
R1
R2
Konsumsi BK (g/ekor/hari)
937,08b
942,72b
796,54a
827,08a
Konsumsi PK (g/ekor/hari)
135,72b
163,55b
120,17a
144,05b
a
a
a
475,21a
Konsumsi TDN (g/ekor/hari)
472,86
495,98
R3
466,99
R4
6,47a
6,39a
6,50a
6,44a
Nilai a
6,54a
7,00a
7,78a
7,81a
Nilai b
6,04a
5,93a
8,78a
13,97a
Nilai L
1,48
a
a
a
1,63a
Tekstur (N)
1,77a
1,25a
1,56a
1,50a
33,21a
30,20a
33,88a
33,54a
a
a
a
44,26a
pH Daging Warna Daging
Susut masak (%) DIA (%) a,b
46,07
1,74
46,95
1,25
42,49
Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)
85
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
SOEPARNO (2007) menyatakan bahwa konsumsi pakan dapat mempengaruhi pH daging, namun dalam penelitian ini tidak terbukti. Konsumsi pakan R1 dan R2 lebih tinggi secara nyata (P < 0,05) daripada R3 dan R4, tetapi pH daging yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Hal ini karena pH daging yang diukur dalam penelitian ini adalah pH daging ultimat. Menurut SOEPARNO (2007), pH daging ultimat relatif sama atau stabil. Oleh karena nilai pH daging berhubungan dengan daya ikat air (DIA), kesan jus daging, keempukan (tekstur) dan susut masak, maka dengan tidak berbedanya nilai pH daging pada penelitian ini mengakibatkan parameter karakteristik fisik daging tersebut juga tidak berbeda nyata. Karakteristik fisik daging pada bobot potong yang berbeda pada Tabel 3. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa karakteristik fisik daging domba pada bobot potong yang berbeda tidak berbeda nyata (P > 0,05). Hal ini menunjukkan, bahwa karakteristik fisik daging domba tidak dipengaruhi oleh kelompok bobot potong domba, meskipun konsumsi pakan semakin meningkat secara nyata (P < 0,05) dengan meningkatnya bobot badan ternak.
SOEPARNO (2005) pH daging ultimat (pH yang tercapai setelah glikogen otot habis atau glikogen tidak lagi sensitif oleh seranganserangan enzim glikolitik) normalnya adalah 5,4 – 5,8. Nilai pH daging ultimat hasil penelitian ini lebih tinggi dari pH daging ultimat normal. Hal ini kemungkinan karena jumlah cadangan glikogen otot saat pemotongan rendah sehingga penimbunan asam laktat terhenti karena cadangan glikogen otot sudah habis sebelum pH daging ultimat normal tercapai. Menurut LAWRIE (1995), terdepresinya glikogen dapat terjadi karena ternak lelah, lapar atau takut sebelum pemotongan. Warna daging Nilai L, a dan b hasil penelitian ini adalah Warna daging yang dikehendaki oleh konsumen adalah warna merah cerah. Faktor utama yang menentukan warna daging yaitu konsentrasi pigmen daging myoglobin (FORREST et al., 1975), tipe molekul dan status kimia myoglobin (LAWRIE, 1995). Faktor penentu warna daging tersebut dipengaruhi oleh pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stress (tingkat aktivitas dan tipe otot), pH dan oksigen (SOEPARNO, 2005; LAWRIE, 1995). Warna daging dalam penelitian ini ditunjukkan oleh nilai L (gelap hingga terang), a (hijau hingga merah) dan b (biru hingga kuning 1,53, 7,28, dan 8,68. Hasil penelitian PURBOWATI et al. (2006) pada domba lokal
pH daging Rerata pH daging hasil penelitian ini adalah 6,45, sedikit lebih tinggi daripada hasil penelitian PURBOWATI et al. (2006) yaitu 6,34, dan sedikit lebih rendah dari hasil penelitian SUPARNO et al. (2009) yaitu 6,52 Menurut
Tabel 3. Karakteristik fisik daging domba pada bobot potong yang berbeda B1
B2
B3
698,37
a
Konsumsi PK (g/ekor/hari)
112,33
a
Konsumsi TDN (g/ekor/hari)
380,77a
489,88b
562,63c
a
a
6,44a
Parameter
pH Daging
6,37
898,63
b
1.030,56c
144,48
b
165,80c
6,54
Warna Daging Nilai a
6,48a
7,26a
8,11a
Nilai b
6,00a
12,32a
7,73a
Nilai L
1,39
a
a
1,69a
Tekstur (N)
1,39a
1,37a
1,80a
a
a
32,69a
45,70a
42,93a
Susut masak (%)
32,94
DIA (%)
46,19a
a,b
1,50 32,49
Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)
86
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
yang dipelihara di pedesaan mendapatkan nilai L antara 47,83 sampai 53,82, nilai a antara 4,77 sampai 10,47, dan nilai b antara 9,24 sampai 12,81. Dibandingkan dengan hasil penelitian tersebut, hasil penelitian ini mempunyai nilai L yang lebih rendah, nilai a dan b yang hampir sama. Hal ini berarti warna daging hasil penelitian ini lebih gelap dibandingkan hasil penelitian PURBOWATI et al. (2006). Tekstur daging Rerata tekstur daging hasil penelitian ini 1,51 Newton. Semakin tinggi nilai tekstur daging, keempukan daging semakin rendah. Menurut SWATLAND (1994), tekstur daging yang lunak menunjukkan bahwa daging diperoleh dari ternak yang masih muda, sedangkan tekstur kasar dari ternak tua. Tekstur daging domba lokal yang dipelihara di pedesaan hasil penelitian PURBOWATI et al. (2006) antara 9,15 – 17,47 Newton (rerata 13,15 Newton). Dibandingkan dengan hasil penelitian tersebut, tekstur daging hasil penelitian ini lebih rendah, artinya daging hasil penelitian ini lebih empuk. Hal ini dapat terjadi karena penelitian ini menggunakan konsentrat yang lebih tinggi yaitu 75%. Susut masak daging Rerata susut masak hasil penelitian ini adalah 32,71%. Pada umumnya, susut masak bervariasi dengan kisaran 15-40% (SOEPARNO, 2005). Selanjutnya dijelaskan, bahwa bobot potong dapat mempengaruhi susut masak apabila terdapat perbedaan deposisi lemak intramuskular (lemak marbling). Pengaruh bobot potong terhadap kadar lemak daging hasil penelitian ini tidak berbeda (PURBOWATI et al., 2009) sehingga susut masak dagingnya pun tidak berbeda pula. SOEPARNO (2005) menyatakan, bahwa susut masak mempunyai hubungan dengan kesan jus daging atau juiciness. Kadar jus daging yang rendah dapat disebabkan oleh susut masak yang tinggi. Hasil penelitian PURBOWATI et al. (2006) dan SOEPARNO et al. (2009) menghasilkan susut masak 30,57 dan 30,77%, sedikit lebih rendah daripada hasil penelitian ini. Daging dengan susut masak yang lebih rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik daripada daging
dengan susut masak yang lebih besar, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit. Daya ikat air daging Rerata daya ikat air (DIA) hasil penelitian ini adalah 44,94%. Dibandingkan hasil penelitian PURBOWATI et al. (2006) yang mendapatkan DIA daging domba yang dipelihara di pedesaan sebesar 31,68%, maka DIA hasil penelitian ini lebih tinggi. Lebih tingginya DIA hasil penelitian ini dibandingkan hasil penelitian PURBOWATI et al. (2006b), kemungkinan karena kualitas pakan pada penelitian ini lebih baik daripada pakan pada penelitian PURBOWATI et al. (2006) tersebut. Daya ikat air (DIA) daging adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan, dan tekanan (SOEPARNO, 2005). Daya ikat air dipengaruhi oleh perbedaan species, umur, pakan, pH, serta jenis dan fungsi otot (LAWRIE, 1995; SOEPARNO, 2005). Fungsi atau gerakan otot yang berbeda mengakibatkan perbedaan jumlah glikogen yang menentukan besarnya pembentukan asam laktat dan akhirnya menghasilkan DIA yang berbeda. Daya ikat air menurun dari pH tinggi (sekitar 7 – 10) sampai pada pH titik isoelektrik protein-potein daging antara 5,0 – 5,1 (BOUTON et al. dan WISMERPEDERSEN dalam SOEPARNO, 2005). KESIMPULAN Kesimpulan hasil penelitian ini adalah karakteristik fisik daging domba jantan yang digemukkan secara feedlot dengan pakan komplit berkadar protein 15 – 17% dan TDN 52 – 58%, serta bobot potong 15 – 25 kg, relatif sama. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada (1) Bagian Proyek Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia, DITJEN DIKTI, DEPDIKNAS, yang telah memberikan dana; (2) Ketua Lembaga Penelitian UNDIP beserta
87
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
staf yang telah memberikan kesempatan penulis untuk memperoleh dana penelitian tersebut; (3) Dekan Fakultas Peternakan UNDIP beserta staf yang telah memberikan fasilitas untuk pelaksanaan penelitian; (4) Tim inti dan sukarelawan penelitian Ransum Komplit 2006 yang telah membantu pelaksanaan penelitian, serta (5) Rekan-rekan di Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Fakultas Peternakan UNDIP yang telah memberikan dukungan sepenuhnya pada penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA BOUTON, P.E., P.V. HARRIS and W.R. SHORTHOSE, 1971. The effect of ultimate ph upon the waterholding capacity and tenderness of mutton. J. Food Sci. 36: 435. BOUTON, P.E. and P.V. HARRIS, 1972. The effect of cooking temperature and time on some mechanical properties of meat. J. Food Sci. 37: 140. FORREST, J.C., B.E.B. ABERLE, H.B. HENDRICK, M.D. JUDGE and R.A. MERKEL. 1975. Principles of Meat Science. W.H. Freeman and CO., San Francisco. LAWRIE, R.A. 1995. Ilmu Daging. oleh: Diterjemahkan A Parakkasi.UI-Press, Jakarta. PURBOWATI, E., C.I. SUTRISNO, E. BALIARTI, S.P.S. BUDHI dan W. LESTARIANA. 2006. Karakteristik fisik otot longissimus dorsi dan biceps femoris domba lokal jantan yang dipelihara di pedesaan pada bobot potong yang berbeda. Protein 13(2): 146 – 152.
88
PURBOWATI, E., C.I. SUTRISNO, E. BALIARTI, S.P.S. BUDHI dan W. LESTARIANA. 2007. Pengaruh pakan komplit dengan kadar protein dan energi yang berbeda pada penggemukan domba lokal jantan secara feedlot terhadap konversi pakan. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 21-22 Agustus 2007 Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 394 – 401. PURBOWATI, E.C., I.SUTRISNO, E. BALIARTI, S.P.S. BUDHI dan W. LESTARIANA. 2009. Komposisi kimia domba yang digemukkan secara feedlot dengan pakan komplit berkadar protein dan energi yang berbeda. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 13 – 14 Agustus 2009. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 468 – 475. SOEPARNO, 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. SOEPARNO, 2007. Pengolahan Hasil Ternak. Penerbit Universitas Terbuka, Jakarta. SUPARNO, A.S., A.A.K. RUKMI, R. ADIWINARTI, E. PURBOWATI, M. ARIFIN dan S. MAWATI. 2009. Pengaruh rasio protein kasar dan energi terhadap komposisi kimia dan kualitas fisik daging pada domba lokal. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 13 – 14 Agustus 2009. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 399 – 400. SWATLAND, H.J.1994. Structure and Development of Meat Animals and Poultry. Technomic Publishing Company, Inc. Pennsylvania. STEEL, R.G.D. dan J.H. TORRIE.1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi Kedua. Diterjemahkan oleh: SUMANTRI, B. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.