Bab II
Kajian Literatur
II.1 Dasar Teori Pergerakan lempeng bumi mengakibatkan pelepasan energi yang besarnya tergantung pada magnitudenya ke segala arah. Proses penyebaran energi ini berupa perambatan gelombang gempa yang terbagi atas dua tahapan, yaitu tahapan dari sumber gempa ke lapisan batuan dasar dibawah lokasi yang akan dedekati dengan Analisis Resiko Gempa dan tahapan dari batuan dasar ke permukaan yang akan didekati dengan Analisis Respon Dinamik Tanah. Analisis Resiko Gempa bertujuan untuk menentukan suatu batas intensitas gempa tertentu yang berlaku di daerah kajian berdasarkan suatu nilai kemungkinan yang akan terjadi atau terlampaui pada suatu periode tertentu. Metoda-metoda yang dipergunakan untuk menentukan batas tersebut adalah Metode Deterministik dan Metode Probabilistik, sementara bahasan mengenai Analisis Respon Dinamik Tanah bertujuan untuk mengetahui reaksi tanah akibat sumber goncangan dari lapisan batuan dasar dibawahnya. Tahap pertama Analisis Resiko Gempa adalah identifikasi sumber gempa untuk mengetahui sumber-sumber gempa yang memiliki potensi menghasilkan kejadian gempa
yang
mempengaruhi
suatu
daerah
tertentu.
Suatu
sumber
gempa
menggambarkan suatu area pada sebuah lempeng yang memiliki karakteristik aktivitas gempa
yang
berbeda
terhadap
lempeng
disekitarnya.
Karakteristik
gempa
menggambarkan potensi yang terkandung di sumber gempa yang biasanya dimunculkan dalam bentuk parameter a-b gempa. Hasil studi identifikasi sumber gempa merupakan data yang akan dipergunakan dalam perhitungan intensitas gempa berupa nilai percepatan, kecepatan ataupun perpindahan. Beberapa tahapan pada fase ini adalah, pengolahan data gempa, permodelan sumber gempa dan studi fungsi atenuasi yang harus dilakukan sebelum sampai pada tahapan penentuan intensitas gempa. Reaksi yang timbul pada permukaan tanah akibat adanya sumber goncangan di lapisan batuan akibat adanya gempa dapat diprediksi berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Hal yang menjadi topik bahasan utama pada penelitian ini adalah penentuan suatu faktor amplifikasi dan bentuk respon spektra desain di Suramadu. II-1
II.2 Identifikasi Sumber Gempa II.2.1 Notasi Geometri Hypocenter atau focus adalah titik dimana keruntuhan (rupture) dimulai dan titik awal gelombang gempa pertama kali terjadi. Dari focus, keruntuhan menyebar sepanjang patahan dengan kecepatan 2-3km/detik (Bolt, 1989). Meski keruntuhan pada bidang patahan dapat memanjang hingga ke permukaan, hypocenter terletak pada kedalaman tertentu dibawah permukaan. Titik pada permukaan tepat diatas hypocenter dinamakan epicenter. Jarak pada permukaan antara lokasi pengamatan dan epicenter dinamakan jarak epicenter, sedangkan jarak antara lokasi pengamatan dan hypocenter dinamakan jarak hypocenter.
Gambar II-1. Notasi Geometri sumber gempa (Masyhur Irsyam & Donny T Dangkua, 2005)
II.2.2 Lokasi Gempa Lokasi gempa umumnya diklasifikasikan sebagai lokasi epicenter. lokasi epicenter awal biasanya didasarkan atas waktu yang dibutuhkan gelombang-p dan gelombang-s yang terukur oleh setidaknya 3 alat pencatat gempa (seismograph). Di batuan dasar, kecepatan gelombang p umumnya memiliki kecepatan rambat gelombang sebesar 38km/detik sedangkan kecepatan gelombang s adalah 2-5 km/detik. Pada sebuah alat pencatat gempa dimungkinkan untuk mendapatkan jarak epicenter, sedangkan arah epicenter tidak dapat diketahui. Keterbatasan ini dapat diatasi dengan cara grafis, yaitu dengan menggambarkan lingkaran dengan radius yang sama dengan jarak epicenter. II-2
Lokasi dari epicenter gempa didapatkan dari perpotongan gambar radius lingkaran pada minimum 3 lokasi alat pencatat gempa yang berdekatan. Keakuratan penentuan lokasi gempa tergantung dari jumlah, kualitas, distribusi geografi alat pencatat gempa dan keakuratan permodelan kecepatan gelombang gempa (Dewey, 1979). II.2.3 Skala Intensitas Gempa Skala gempa umumnya didapatkan dari klasifikasi skala kerusakan berdasarkan kesepakatan antar kelompok pengamat gempa. Hal ini mengakibatkan pengukuran yang menjadi acuan skala tersebut menjadi sangat subjektif dan kurang tepat dalam mengukur besaran gempa yang terjadi. Skala intensitas yang dipergunakan di dunia antara lain : MMI (Modified Mercalli Intensity Scale, 1931), JMA (Japanese Meteorogical Agency), MSK (Medvedev Spoonheuer Karnik) dan RF (Rossi Forel). Skala MMI dianggap lebih mewakili kondisi kerusakan di California (Richter, 1958), karenanya skala intensitas ini sering dipergunakan untuk menggambarkan intensitas gempa yang terjadi. Skala intensitas MMI dapat dilihat pada Tabel II-1, sedangkan skala perbandingan intensitas MMI dengan skala intensitas lainnya dapat dilihat pada Gambar II-2. Tabel II-1. Skala intensitas gempa modified Mercalli (Kramer, S.L, 1996) Mercalli Intensity (pada epicenter)
Magnitude
Observasi Saksi mata
I
1-2
Dirasakan oleh sedikit orang; hampir tak terasa.
II
2-3
Dirasakan oleh sedikit orang, terutama di lantai teratas bangunan.
III
3-4
IV
4
V
4-5
VI
5-6
VII
6
VIII
6-7
Dirasakan didalam ruangan, terutama di lantai teratas bangunan, tetapi mungkin dianggap bukan merupakan gempa. Dirasakan oleh banyak orang di dalam ruangan, beberapa orang di luar ruangan. Dirasakan seperti goncangan truk berat yang lewat. Dirasakan oleh hampir semua orang, beberapa orang terbangun. Benda-benda kecil bergerak. Pepohonan dan kolam renang dapat bergetar. Dirasakan oleh setiap orang. Sulit untuk berdiri. Perabotan rumah berat tergeser, beberapa plafon jatuh. Atap mungkin mengalami kerusakan. Kerusakan ringan – sedang terjadi pada bangunan dng kualitas sedang. Kerusakan serius terjadi pada bangunan dengan kualitas buruk. Beberapa tembok runtuh. Kerusakan kecil terjadi pada bangunan yang special. Kerusakan sedang pada bengunan dengan kualitas sedang dan banyak kerusakan pada bangunan dengan kualitas buruk. Beberapa dinding runtuh.
IX
7
X
7-8
Kerusakan sedang pada bangunan yang special, Bangunan mengalami pergeseran fundasi, terlihat ada retakan di permukaan tanah. Kerusakan parah. Longsoran lereng Kebanyakan bangunan batu, kolom dan fundasi hancur. Retakan lebar di permukaan. Longsoran
II-3
Mercalli Intensity (pada epicenter)
Magnitude
Observasi Saksi mata lereng. Kerusakan parah
XI
8
XII
>8
Kerusakan total. Hanya sedikit bangunan yang utuh. Jembatan hancur. Retakan lebar di permukaan gelombang terlihat di permukaan. Kerusakan total. Gelombang terlihat di permukaan. Benda terlempar di udara.
Gambar II-2. Perbandingan MMI dengan skala intensitas lainnya (Kramer, S.L, 1996)
II.2.4 Magnitude Gempa Ukuran besar gempa ditentukan dengan menggunakan peralatan pengukur gempa (seismograph) sehingga hasil yang didapatkan lebih objektif dibandingkan dengan menggunakan skala intensitas. Beberapa macam skala magnitude gempa, antara lain: 1) Magnitude skala lokal Richter (ML) Skala ini dipergunakan untuk menentukan skala gempa lokal dan dangkal (jarak epicenter kurang dari 600km). Amplitudo maksimum diukur menggunakan seismometer Wood-Andersen yang ditempatkan 100km dari epicenter gempa. 2) Magnitude gelombang permukaan (Ms) Skala lokal richter tidak membedakan perbedaan tipe gelombang yang terukur. Pada jarak epicenter yang sangat jauh gelombang badan biasanya telah terlemahkan dan tak beraturan, sehingga gelombang yang mendominasi adalah gelombang permukaan. Skala ini digunakan untuk menggambarkan gempa pada kedalaman hypocenter kurang dari 70km, jarak > 1000km. Ms = log A + 1.66 log Δ + 2.0 Dimana, A adalah perpindahan dasar maksimum (micrometer) dan Δ adalah jarak epicenter yang terbaca oleh seismometer
II-4
3) Magnitude gelombang badan (Mb) Untuk gempa dengan posisi hypocenter yang sangat dalam, gelombang permukaan sulit untuk diukur, sehingga gelombang yang mendominasi adalah gelombang badan. mb = log A – log T + 0.01 Δ +5.9 II.2.5 Moment Magnitude (Mw) Skala magnitude ini berdasarkan pengukuran langsung pada faktor yang mengakibatkan keruntuhan sepanjang patahan (Hanks and Kanamori, 1979), dengan persamaan: Mw =
log M 0 − 10.7 1 .5
(2.1)
dimana : M0 adalah seismic moment (dyne-cm) → Mo = μ . A.D μ = kekuatan runtuh material A = Area keruntuhan D = nilai rata-rata pergerakan lempeng Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, magnitude gempa dapat pula dihitung dengan memasukkan
faktor kerusakan yang berupa panjang keruntuhan, area
keruntuhan dan perpindahan akibat gempa yang terjadi (Wells and Coppersmith, 1994). Hubungan empiris berdasarkan kajian tersebut dapat dilihat pada Tabel II-2. Tabel II-2. Hubungan empiris antara moment magnituda dengan L, A dan D (Kramer, S.L, 1996) Jenis patahan
Jumlah
Hubungan
σMw
Hubungan
σlog L, A, D
Strike Slip
43
Mw = 5.16 + 1.12 log L
0.28
Log L = 0.74 Mw – 3.55
0.23
Reverse
19
Mw = 5.00 + 1.22 log L
0.28
Log L = 0.63 Mw – 2.86
0.20
Normal
15
Mw = 4.86 + 1.32 log L
0.34
Log L = 0.50 Mw – 2.01
0.21
All
77
Mw = 5.08 + 1.16 log L
0.28
Log L = 0.69 Mw – 3.22
0.22
Strike Slip
83
Mw = 3.98 + 1.02 log A
0.23
Log A = 0.90 Mw – 3.42
0.22
Reverse
43
Mw = 4.33 + 0.90 log A
0.25
Log A = 0.98 Mw – 3.99
0.26
Normal
22
Mw = 3.93 + 1.02 log A
0.25
Log A = 0.82 Mw – 2.87
0.22
All
148
Mw = 4.07 + 0.98 log A
0.24
Log A = 0.91 Mw – 3.49
0.24
Strike Slip
43
Mw = 6.81 + 0.78 log D
0.29
Log D = 1.03 Mw – 7.03
0.34
Reverse
21
Mw = 6.52 + 0.44 log D
0.52
Log D = 0.29 Mw – 1.84
0.42
Normal
16
Mw = 6.61 + 0.71 log D
0.34
Log D = 0.89 Mw – 5.90
0.38
All
80
Mw = 6.69 + 0.74 log D
0.40
Log D = 0.82 Mw – 4.56
0.42
Keterangan : L = Surface rupture length (km) A = Rupture Area (km2) D = Maximum Surface Displacement (m)
II-5
Dengan menggunakan teori pergerakan lempeng dan elastic rebound, dapat diperkirakan besar maksimum moment magnituda yang terjadi pada zona subduksi. Besar magnitude dihubungkan dengan terjadinya akumulasi energi regangan ketika lempengan bergerak relatif terhadap yang lain. Nilai laju pergerakan dihubungkan dengan laju akumulasi energi regangan dan juga terhadap laju energi regangan yang dilepaskan (Smith, 1976). Hubungan moment magnituda terhadap laju konvergensi dan usia lempengan yang tersubduksi yang dipergunakan Ruff dan Kanamori (1980) adalah : Mw = -0.0089T + 0.134V + 7.96
(2.2)
Dimana : T = usia dalam jutaan tahun V = laju konvergensi (cm/tahun) II.3 Pengumpulan Data Gempa Analisis resiko gempa memerlukan seluruh data kejadian gempa historis yang mempengaruhi suatu lokasi tertentu selama waktu pengamatan tertentu. Data-data tersebut dapat diperoleh dari berbagai katalog gempa nasional maupun internasional seperti katalog gempa dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Indonesia, National Earthquake Information Service – USGS (NEIS-USGS). Data-data dari berbagai katalog gempa tersebut harus diproses dengan menggunakan prinsip-prinsip statistik sebelum digunakan dalam analisis untuk mengurangi bias dan mendapatkan hasil yang baik. Proses tersebut adalah : a. Pemisahan gempa utama dan gempa ikutan b. Analisis kelengkapan data gempa
a) Pemisahan Gempa Utama dan Gempa Susulan Analisis resiko gempa probabilistik dilakukan berdasarkan kejadian gempa independen atau gempa utama. Kejadian-kejadian gempa dependen atau gempa susulan, seperti beforeshock dan aftershock yang terjadi dalam suatu rangkaian kejadian gempa harus diidentifikasi sebelum dilakukan analisis. Memasukkan kejadian gempa dependen dalam analisis akan mengakibatkan sedikit peningkatan pada hasil analisis resiko gempa (Pacheco & Sykes, 1992). Beberapa kriteria empiris telah diajukan oleh beberapa peneliti untuk mengidentifikasi kejadiankejadian gempa dependen, seperti Arabasz & Robinson (1976), Gardner & Knopoff (1974), Uhrhammer (1986). Kriteria ini digunakan untuk mengidentifikasi kejadian gempa yang berhubungan dengan fault rupture. Kriteria ini didasarkan atas suatu II-6
rentang waktu dan jarak tertentu dari suatu kejadian gempa utama dalam suatu rangkaian kejadian gempa. Suatu gempa dikatakan gempa susulan jika berada di dalam rentang waktu dan jarak yang dihitung menurut kriteria empiris untuk suatu magnitude gempa tertentu seperti terlihat pada Gambar II-3 dan Gambar II-4.
Gambar II-3. Kriteria time windows untuk mengidentifikasi kejadian dependen (Masyhur Irsyam & Donny T Dangkua, 2005)
Gambar II-4. Kriteria distance windows untuk mengidentifikasi kejadian dependen (Masyhur Irsyam & Donny T Dangkua, 2005)
b) Analisis Kelengkapan Data Gempa Pengetahuan mengenai sejarah kejadian gempa dan keseragaman dari katalog gempa merupakan faktor utama dalam evaluasi interval pengulangan kejadian gempa dan evaluasi resiko gempa untuk suatu lokasi. Estimasi resiko gempa memerlukan suatu kurun waktu dimana kejadian gempa independen dalam rentang magnitude tertentu dapat dikatakan lengkap dalam suatu katalog gempa. Data pencatatan kejadian gempa historis untuk kejadian-kejadian gempa besar lebih II-7
lengkap dibanding kejadian-kejadian gempa kecil. Hal ini disebabkan pada masa awal pengamatan jumlah alat pencatat gempa tidak terlalu banyak sehingga alat-alat tersebut hanya mencatat kejadian-kejadian gempa besar. Jika data yang tidak lengkap digunakan dalam analisis resiko gempa, maka hasil yang didapat akan terlalu kecil (underestimated) untuk gempa-gempa kecil dan terlalu besar (overestimated) untuk kejadian gempa besar. Untuk mengetahui periode dimana suatu katalog gempa yang digunakan cukup lengkap, frekuensi kejadian gempa independen untuk beberapa rentang magnitude diplotkan terhadap waktu yang dihitung dari waktu pengamatan terakhir kebelakang. Frekuensi kejadian gempa (λ) didefinisikan sebagai jumlah kejadian gempa (N) selama selang waktu tertentu (T) dibagi dengan T. Dengan asumsi bahwa seismic rate konstan untuk rentang periode yang lama, waktu dimana frekuensi kejadian gempa mulai menurun secara signifikan menyatakan suatu batas waktu dimana katalog gempa sebelumnya tidak lengkap. II.4 Parameter Sumber Gempa Analisis resiko gempa probabilistik menggunakan beberapa parameter gempa yang ditentukan berdasarkan data kejadian gempa historis dan kondisi tektonik, yaitu: 1. a-b parameter, yang menunjukkan jumlah kejadian gempa per tahun untuk suatu nilai magnitude tertentu pada suatu zona sumber gempa. 2. Magnitude maksimum dan slip rate untuk tiap zona sumber gempa. 3. Fungsi atenuasi yang sesuai dengan mekanisme tiap zona sumber gempa. II.4.1 Parameter a-b Parameter a-b didapatkan dari Guttenberg-Richter recurrent relationship, dimana nilai b menunjukkan perbandingan probalilitas ukuran magnitude gempa yang terjadi sehingga parameter ini juga dapat dikatakan sebagai parameter seismitas yang menggambarkan karakteristik tektonik kegempaan dari suatu daerah, sedangkan nilai a lebih menunjukkan karakteristik data pengamatan yang tergantung pada lamanya pengamatan dan tingkat seismitas suatu daerah. Konstanta a dan b didapat dari hasil regresi catatan gempa yang pernah terjadi pad sumber gempa. Hubungan antara banyaknya kejadian gempa dan parameter a-b dapat dituliskan pada persamaan berikut : Log N(m) = a – bm atau Ln N(m) = α-βm
(2.8)
II-8
Dimana N(m) adalah banyaknya gempa dengan magnituda lebih besar dan m yang terjadi pada periode tertentu, α = 2.303a dan β=2303b. Disamping menggunakan analisis Least Square, parameter a-b juga dapat ditentukan dengan model yang lain, antara lain : •
Model Weichert (1980) Model ini sangat baik digunakan untuk jumlah data kejadian gempa yang cukup banyak dimana hasil parameter a-b yang didapat cukup stabil. Disamping itu, model ini juga dapat dipergunakan untuk menganalisa gabungan data yang memiliki rentang pengamatan yang berbeda. Analisis dengan model ini dilakukan secara iteratif dengan menggunakan metoda Newton. Persamaan weichert dapat dirumuskan sebagai berikut :
∑ ti .mi . exp(−β.mi ) ∑ ni .mi i
∑
t i . exp(−β.mi )
= i
N
=m
(2.9)
i
Dimana :
•
N
= Jumlah data kejadian gempa
ni
= Jumlah data kejadian gempa dalam suatu interval tertentu
mi
= Magnituda untuk suatu interval tertentu
ti
= periode pengamatan
β
= rate kejadian gempa tahunan = 2.303
Model Kijko & Sellevoll (1989) Model ini seperti pada model Weichert, dapat dipergunakan untuk menganalisa kumpulan data yang memiliki rentang pengamatan yang berbeda. Persamaan umum yang dipergunakan untuk menentukan parameter a-b pada model ini adalah : E C 1 = φ 1+ φ 1 λ
(2.10a)
E C C⎤ ⎡ E 1 = X − φ 2 − φ 2 + λ ⎢φ 3 + φ 3 ⎥ β ⎢⎣ ⎥⎦
(2.10b)
Maka persamaan diatas menjadi : 1 T = λ n
(2.11a)
(m . A − m0 . A1 ) 1 = X − max 2 ( A2 − A1 ) β
(2.11b)
Dimana :
A1
= exp(-β.m0)
(2.12) II-9
•
A2
= exp(-β.mmax)
(2.13)
A(x)
= exp(-β.m(x))
(2.14)
v0
= λ [1-F(m0)]
(2.15)
Metoda Back Allocation Metoda ini perlu dilakukan bila data yang terdapat pada suatu sumber gempa kurang dari minimum data yang dibutuhkan. Hal ini dilakukan untuk menghindari didapatnya nilai parameter a-b yang tidak representatif. Berdasarkan Thenhouse, Hanson 1992 minimum data yang dibutuhkan adalah 40, sedangkan Bender 1983 menganjurkan untuk memakai sekitar 100 data gempa untuk menghasilkan parameter b yang stabil. Metoda Back Allocation dilakukan dengan cara mengadakan penggabungan data dari beberapa zona sumber gempa yang memiliki data kurang dari minimum data yang disyaratkan. Penggabungan data dilakukan pada zona sumber gempa yang sejenis yang dimaksudkan agar karakteristik gempa tetap terjaga. Parameter a-b yang didapat dari penggabungan data akan didistribusikan kembali kesetiap zona sumber gempa sesuai dengan jumlah data yang didistribusikan. Pendistribusian ini akan menghasilkan nilai b yang sama untuk setiap zona sumber gempa sementara nilai a akan berbeda tergantung pada jumlah data yang didistribusikan.
II.4.2 Magnituda Maksimum Magnituda maksimum pada suatu sumber gempa tertentu menggambarkan megnituda gempa terbesar yang diperkirakan dapat terjadi. Nilai ini dapat ditentukan secara geofisik yaitu dengan menggunakan besaran momen seismic seperti yang diberikan pada persamaan 2.1 ataupun dengan langsung menggunakan hasil yang telah ditentukan oleh peneliti terdahulu. II.4.3 Fungsi Atenuasi Fungsi atenuasi telah banyak berkembang dalam kurun waktu dua dekade terakhir. Hal ini dipicu oleh tersedianya data-data strong motion dari kejadian-kejadian gempa yang terjadi. Tetapi hingga saat ini belum ada fungsi atenuasi yang dihasilkan untuk wilayah Indonesia, sehingga dalam analisis resiko gempa digunakan fungsi atenuasi yang diperoleh dari wilayah lain yang memiliki kemiripan tektonik dan geologi dengan wilayah Indonesia. Dasar pemilihan fungsi atenuasi yang paling penting adalah II-10
berdasarkan mekanisme kejadian gempa, dimana secara umum dikategorikan dalam zona gempa subduksi dan zona gempa shallow crustal. Persamaan attenuasi yang terdapat dalam software EZFRISK dan akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Atkinson - Boore (2003) Attenuasi ini berlaku untuk sumber gempa yang berada pada area subduksi, dengan parameter dan persamaan yang diperlihatkan dibawah ini :
Tabel II-3. Koefisien-koefisien Persamaan Attenuasi Atkinson-Boore 2003 (Atkinson, G.M, Boore, D.M, 2003) ATKINSON BOORE CASCADIA INTERFACE (2003-1) Period
Source type
C1
C2
C3
C4
C5
C6
C7
ltype
PG Arx C1
PGArx C2
PGArx C3
PGArx C4
Sigma (log(y))
PGA
Subduction
-0.201
0.035
0.008
-0.002
0.19
0.24
0.29
0
-0.2
0.03525
0.0076
-0.00206
0.23
0.04
Subduction
-0.391
0.071
0.01
-0.003
0.15
0.2
0.2
0
-0.2
0.03525
0.0076
-0.00206
0.26
0.1
Subduction
-0.491
0.098
0.01
-0.003
0.15
0.23
0.2
0
-0.2
0.03525
0.0076
-0.00206
0.27
0.2
Subduction
-0.451
0.124
0.009
-0.003
0.15
0.27
0.25
0
-0.2
0.03525
0.0076
-0.00206
0.28
0.4
Subduction
-0.491
0.148
0.007
-0.002
0.13
0.37
0.38
0
-0.2
0.03525
0.0076
-0.00206
0.29
1
Subduction
-0.811
0.135
0.005
-0.001
0.1
0.3
0.55
0
-0.2
0.03525
0.0076
-0.00206
0.34
2
Subduction
-0.661
0.071
0.002
0
0.1
0.25
0.4
0
-0.2
0.03525
0.0076
-0.00206
0.34
3.03
Subduction
-0.631
0.022
1E-04
0
0.1
0.25
0.36
0
-0.2
0.03525
0.0076
-0.00206
0.36
average =
0.296
II-11
Tabel II-4.Koefisien Lanjutan Persamaan Attenuasi Atkinson-Boore 2003(Atkinson, G.M, Boore, D.M, 2003) ATKINSON BOORE CASCADIA INTRASLAB (2003-1) Period
Source type
C1
C2
C3
C4
C5
C6
C7
ltype
PGA rx C1
PGArx C2
PGArx C3
PGArx C4
Sigma (log(y))
PGA
Subduction
-3.241
0.691
0.011
-0.002
0.19
0.24
0.29
1
-3.24
0.6909
0.0113
-0.00202
0.27
0.04
Subduction
-2.761
0.633
0.013
-0.002
0.15
0.2
0.2
1
-3.24
0.6909
0.0113
-0.00202
0.25
0.1
Subduction
-2.831
0.667
0.011
-0.002
0.15
0.23
0.2
1
-3.24
0.6909
0.0113
-0.00202
0.28
0.2
Subduction
-2.591
0.692
0.006
-0.002
0.15
0.27
0.25
1
-3.24
0.6909
0.0113
-0.00202
0.28
0.4
Subduction
-3.001
0.773
0.002
-0.002
0.13
0.37
0.38
1
-3.24
0.6909
0.0113
-0.00202
0.28
1
Subduction
-3.971
0.879
0.001
-0.002
0.1
0.3
0.55
1
-3.24
0.6909
0.0113
-0.00202
0.29
2
Subduction
-5.241
0.996
0.004
-0.001
0.1
0.25
0.4
1
-3.24
0.6909
0.0113
-0.00202
0.3
3.03
Subduction
-6.631
1.117
0.006
-5E-04
0.1
0.25
0.36
1
-3.24
0.6909
0.0113
-0.00202 average =
0.3 0.281
2. Youngs (1997) Rock Attenuasi ini berlaku untuk sumber gempa yang berada pada area subduksi, dengan parameter dan persamaan yang diperlihatkan dibawah ini :
Tabel II-5. Koefisien-koefisien Persamaan Attenuasi Youngs 1997 (Youngs, R.R., Chiou, S.-J., Silva, W.J., Humphrey, J.R. 1997) Interface & Intraslab Rock Period Source type
C1
C2
C3
C4
C5
ZT
PGA
Subduction
0
0
-2.56
1.45
-0.1
0
0.1
Subduction
1.188
-0.001
-2.66
1.45
-0.1
0
0.2
Subduction
0.722
-0.003
-2.53
1.45
-0.1
0
0.3
Subduction
0.246
-0.004
-2.45
1.45
-0.1
0
0.4
Subduction
-0.115
-0.004
-2.4
1.45
-0.1
0
0.5
Subduction
-0.4
-0.005
-2.36
1.45
-0.1
0
0.75
Subduction
-1.149
-0.006
-2.29
1.45
-0.1
0
1
Subduction
-1.736
-0.006
-2.23
1.45
-0.1
0
1.5
Subduction
-2.634
-0.007
-2.16
1.5
-0.1
0
2
Subduction
-3.328
-0.008
-2.11
1.55
-0.1
0
3
Subduction
-4.511
-0.009
-2.03
1.65
-0.1
0
II-12
3. Boore - Atkinson (2006) NGA Attenuasi ini berlaku untuk sumber gempa yang berada pada area shallow crustal (strike slip, reverse dan gempa normal) untuk lokasi Amerika barat, dengan parameter dan persamaan yang diperlihatkan dibawah ini :
Tabel II-6 Koefisien-koefisien Persamaan Attenuasi Boore – Atkinson 2006 NGA (Boore, D.M., and Atkinson G. M. 2006) Period
Source type
e_1
e_2
e_3
e_4
e_5
e_6
e_7
e_8
M_h
c_1
c_2
c_3
c_4
PGA
All Sources
-1.11599
-1.079
-1.35
-1.086
0.3898
-0.12
0
0
7
-0.66
0.1196
-0.012
0
0.05
All Sources
-0.8604
-0.782
-1.07
-0.942
0.4101
-0.1
0.018
0
7
-0.535
0.1544
-0.019
0
0.1
All Sources
-0.4966
-0.451
-0.68
-0.505
0.2158
-0.14
0
0
7
-0.652
0.1188
-0.014
0
0.2
All Sources
-0.18575
-0.167
-0.35
-0.142
0.4106
-0.17
0
0
7
-0.583
0.0429
-0.01
0
0.3
All Sources
-0.31699
-0.31
-0.51
-0.233
0.5091
-0.18
0.006
0
7
-0.554
0.0196
-0.008
0
0.5
All Sources
-0.62784
-0.621
-0.81
-0.55
0.6514
-0.14
0
0
7
-0.692
0.0609
-0.005
0
1
All Sources
-1.27487
-1.24
-1.6
-1.198
0.6938
-0.2
6E-04
0
7
-0.818
0.1027
-0.003
0
2
All Sources
-2.06005
-1.986
-2.42
-2.107
0.7212
-0.31
0.326
0
7
-0.829
0.0944
-0.002
0
3
All Sources
-2.60576
-2.521
-3.01
-2.694
0.749
-0.42
0.696
0
7
-0.785
0.0729
-0.002
0
4
All Sources
-2.93734
-2.848
-3.29
-3.071
1.1195
-0.36
0.685
0
7
-0.685
0.0375
-0.002
0
5
All Sources
-2.26498
-2.191
-2.49
-2.392
0.1052
-0.39
0
0
8.5
-0.507
-0.024
-0.002
0
II-13
Tabel II-7. Koefisien Lanjutan Persamaan Attenuasi Boore – Atkinson 2006 NGA (Boore, D.M., and Atkinson G. M. 2006) Period
Source type
M_ref
r_ref
h
b_lin
V_ref
b_1
b_2
v_1
v_2
a_1
pga _low
a_2
sigma _1
sigma _2u
sigma _tu
sigma _2m
sigma _tm 0.562
PGA
All Sources
4.5
5
1.4
-0.36
760
-0.64
-0.14
180
300
0
0.06
0.1
0.502
0.262
0.566
0.256
0.05
All Sources
4.5
5
1.4
-0.29
760
-0.64
-0.11
180
300
0
0.06
0.1
0.576
0.368
0.684
0.366
0.682
0.1
All Sources
4.5
5
1.7
-0.25
760
-0.6
-0.13
180
300
0
0.06
0.1
0.53
0.325
0.622
0.327
0.622
0.2
All Sources
4.5
5
2
-0.31
760
-0.52
-0.19
180
300
0
0.06
0.1
0.523
0.286
0.596
0.288
0.596
0.3
All Sources
4.5
5
2.1
-0.44
760
-0.52
-0.14
180
300
0
0.06
0.1
0.546
0.269
0.608
0.269
0.608
0.5
All Sources
4.5
5
2.3
-0.6
760
-0.5
-0.06
180
300
0
0.06
0.1
0.555
0.262
0.612
0.262
0.612
1
All Sources
4.5
5
2.5
-0.7
760
-0.44
0
180
300
0
0.06
0.1
0.573
0.313
0.654
0.297
0.645
2
All Sources
4.5
5
2.7
-0.73
760
-0.38
0
180
300
0
0.06
0.1
0.58
0.396
0.702
0.389
0.698
3
All Sources
4.5
5
2.8
-0.74
760
-0.34
0
180
300
0
0.06
0.1
0.566
0.41
0.7
0.401
0.693
4
All Sources
4.5
5
2.9
-0.75
760
-0.31
0
180
300
0
0.06
0.1
0.583
0.389
0.702
0.38
0.695
5
All Sources
4.5
5
2.9
-0.75
760
-0.3
0
180
300
0
0.06
0.1
0.603
0.414
0.732
0.437
0.744
4. Campell - Bozorgnia (2006) NGA Attenuasi ini berlaku untuk sumber gempa yang berada pada area shallow crustal (strike slip, reverse dan gempa normal) untuk lokasi Amerika barat, dengan parameter dan persamaan yang diperlihatkan dibawah ini :
II-14
Tabel II-8. Koefisien-koefisien Persamaan Attenuasi Campell-Bozorgnia 2006 NGA (Campbell, K.W., Bozorgnia, Y., 2006) Period
Source type
c_0
c_1
c_2
c_3
c_4
c_5
c_6
c_7
c_8
c_9
PGA
All Sources
-1.715
0.5
-0.53
-0.262
-2.118
0.17
5.6
0.28
-0.12
0.49
0.02
All Sources
-1.68
0.5
-0.53
-0.262
-2.123
0.17
5.6
0.28
-0.12
0.49
0.03
All Sources
-1.552
0.5
-0.53
-0.262
-2.145
0.17
5.6
0.28
-0.12
0.49
0.05
All Sources
-1.209
0.5
-0.53
-0.267
-2.199
0.17
5.74
0.28
-0.12
0.49
0.075
All Sources
-0.657
0.5
-0.53
-0.302
-2.277
0.17
7.09
0.28
-0.12
0.49
0.1
All Sources
-0.314
0.5
-0.53
-0.324
-2.318
0.17
8.05
0.28
-0.1
0.49
0.15
All Sources
-0.133
0.5
-0.53
-0.339
-2.309
0.17
8.79
0.28
-0.05
0.49
0.2
All Sources
-0.486
0.5
-0.45
-0.398
-2.22
0.17
7.6
0.28
-0.01
0.49
0.25
All Sources
-0.89
0.5
-0.36
-0.458
-2.146
0.17
6.58
0.28
0
0.49
0.3
All Sources
-1.171
0.5
-0.29
-0.511
-2.095
0.17
6.04
0.28
0
0.49
0.4
All Sources
-1.466
0.5
-0.19
-0.592
-2.066
0.17
5.3
0.28
0
0.49
0.5
All Sources
-2.569
0.656
-0.3
-0.536
-2.041
0.17
4.73
0.28
0
0.49
0.75
All Sources
-4.844
0.972
-0.58
-0.406
-2
0.17
4
0.28
0
0.49
1
All Sources
-6.406
1.196
-0.77
-0.314
-2
0.17
4
0.255
0
0.49
1.5
All Sources
-8.692
1.513
-1.05
-0.185
-2
0.17
4
0.161
0
0.49
2
All Sources
-9.701
1.6
-0.98
-0.236
-2
0.17
4
0.094
0
0.371
3
All Sources
-10.556
1.6
-0.64
-0.491
-2
0.17
4
0
0
0.154
4
All Sources
-11.212
1.6
-0.32
-0.77
-2
0.17
4
0
0
0
5
All Sources
-11.684
1.6
-0.07
-0.986
-2
0.17
4
0
0
0
7.5
All Sources
-12.505
1.6
-0.07
-0.656
-2
0.17
4
0
0
0
10
All Sources
-13.087
1.6
-0.07
-0.422
-2
0.17
4
0
0
0
Tabel II-9. Koefisien Lanjutan Persamaan Attenuasi Campell-Bozorgnia 2006 NGA (Campbell, K.W., Bozorgnia, Y., 2006) Period
Source type
c_10
c_11
c_12
k_1
k_2
k_3
s_lnY
t_lnY
chi_lnY
rho_s
rho_t
PGA
All Sources
1.058
0.04
0.61
865
-1.19
1.84
0.478
0.22
0.181
1
1
0.02
All Sources
1.102
0.04
0.61
865
-1.22
1.84
0.48
0.22
0.181
1
0.99
0.03
All Sources
1.174
0.04
0.61
908
-1.27
1.84
0.489
0.24
0.181
0.99
0.98
0.05
All Sources
1.272
0.04
0.61
1054
-1.35
1.84
0.51
0.26
0.179
0.96
0.93
0.075
All Sources
1.438
0.04
0.61
1086
-1.47
1.85
0.52
0.29
0.177
0.92
0.88
0.1
All Sources
1.604
0.04
0.61
1032
-1.62
1.85
0.531
0.29
0.19
0.9
0.87
II-15
Period
Source type
c_10
c_11
c_12
k_1
k_2
k_3
s_lnY
t_lnY
chi_lnY
rho_s
0.15
All Sources
1.928
0.04
0.61
878
-1.93
1.85
0.532
0.28
0.201
0.89
rho_t 0.89
0.2
All Sources
2.194
0.04
0.61
748
-2.19
1.86
0.534
0.25
0.207
0.87
0.91
0.25
All Sources
2.351
0.04
0.61
654
-2.38
1.86
0.534
0.24
0.208
0.85
0.87
0.3
All Sources
2.46
0.04
0.61
587
-2.52
1.87
0.544
0.22
0.216
0.83
0.85
0.4
All Sources
2.587
0.04
0.61
503
-2.66
1.87
0.541
0.22
0.224
0.79
0.76
0.5
All Sources
2.544
0.04
0.883
457
-2.67
1.88
0.55
0.21
0.223
0.74
0.63
0.75
All Sources
2.133
0.077
1
410
-2.4
1.91
0.568
0.23
0.236
0.63
0.44
1
All Sources
1.571
0.15
1
400
-1.96
1.93
0.568
0.26
0.24
0.53
0.29
1.5
All Sources
0.406
0.253
1
400
-1.03
1.97
0.564
0.3
0.237
0.41
0.29
2
All Sources
-0.456
0.3
1
400
-0.3
2.02
0.571
0.3
0.241
0.33
0.29
3
All Sources
-0.82
0.3
1
400
0
2.11
0.558
0.33
0.244
0.29
0.29
4
All Sources
-0.82
0.3
1
400
0
2.2
0.576
0.3
0.252
0.26
0.29 0.29
5
All Sources
-0.82
0.3
1
400
0
2.29
0.601
0.36
0.253
0.2
7.5
All Sources
-0.82
0.3
1
400
0
2.52
0.628
0.43
0.288
0.17
0.29
10
All Sources
-0.82
0.3
1
400
0
2.74
0.667
0.49
0.309
0.17
0.29
5. Chiou - Youngs (2006) NGA Attenuasi ini berlaku untuk sumber gempa yang berada pada area shallow crustal (strike slip, reverse dan gempa normal) untuk lokasi Amerika barat, dengan parameter dan persamaan yang diperlihatkan dibawah ini :
II-16
Dimana :
Tabel II-10. Koefisien-koefisien Persamaan Attenuasi Chiou – Youngs, 2006 NGA (Chiou, B S.-J.; Youngs, R.R, 2006) Period
Source type
c_1
c_1a
c_1b
c_2
c_3
c_n
c_M
c_4
c_4a
c_RB
c_5
c_6
PGA
All Faults
-1.2686
0.1
-0.26
1.06
3.45
2.996
4.184
-2.1
-0.5
50
6.16
0.4893
0.02
All Faults
-1.2474
0.1
-0.26
1.06
3.45
3.292
4.188
-2.1
-0.5
50
6.158
0.4893
0.03
All Faults
-1.1622
0.1
-0.26
1.06
3.45
3.514
4.156
-2.1
-0.5
50
6.16
0.4893
0.04
All Faults
-1.0598
0.1
-0.26
1.06
3.45
3.563
4.123
-2.1
-0.5
50
6.16
0.4893
0.05
All Faults
-0.9363
0.1
-0.26
1.06
3.45
3.547
4.101
-2.1
-0.5
50
6.16
0.4893
0.06
All Faults
-0.809
0.1
-0.26
1.06
3.45
3.513
4.089
-2.1
-0.5
50
6.157
0.4893
0.07
All Faults
-0.7065
0.1
-0.26
1.06
3.45
3.471
4.086
-2.1
-0.5
50
6.145
0.489
0.08
All Faults
-0.6329
0.1
-0.26
1.06
3.45
3.423
4.087
-2.1
-0.5
50
6.128
0.4882 0.4872
0.09
All Faults
-0.5678
0.1
-0.26
1.06
3.45
3.369
4.094
-2.1
-0.5
50
6.107
0.1
All Faults
-0.5207
0.1
-0.26
1.06
3.45
3.312
4.103
-2.1
-0.5
50
6.082
0.4861
0.2
All Faults
-0.5698
0.1
-0.25
1.06
3.45
2.831
4.248
-2.1
-0.5
50
5.83
0.4739
0.3
All Faults
-0.8667
0.1
-0.23
1.06
3.45
2.505
4.384
-2.1
-0.5
50
5.665
0.4671
0.4
All Faults
-1.1649
0.099
-0.21
1.06
3.45
2.261
4.498
-2.1
-0.5
50
5.531
0.4619
0.5
All Faults
-1.4201
0.091
-0.19
1.06
3.45
2.087
4.588
-2.1
-0.5
50
5.425
0.4578
0.6
All Faults
-1.6343
0.074
-0.18
1.06
3.45
1.957
4.663
-2.1
-0.5
50
5.344
0.4553
0.7
All Faults
-1.8214
0.055
-0.17
1.06
3.45
1.855
4.728
-2.1
-0.5
50
5.282
0.4536
0.8
All Faults
-1.9712
0.032
-0.16
1.06
3.45
1.773
4.785
-2.1
-0.5
50
5.233
0.4525
0.9
All Faults
-2.1069
-0.15
1.06
3.45
1.704
4.836
-2.1
-0.5
50
5.192
0.4517
1
All Faults
-2.2326
-0.14
1.06
3.45
1.648
4.882
-2.1
-0.5
50
5.155
0.4511
2
All Faults
-3.1249
0.011 0.007 0.082
-0.11
1.06
3.45
1.47
5.217
-2.1
-0.5
50
5.003
0.4503
3
All Faults
-3.6926
-0.1
-0.1
1.06
3.45
1.456
5.439
-2.1
-0.5
50
5
0.4501
4
All Faults
-4.0953
-0.1
-0.1
1.06
3.45
1.465
5.598
-2.1
-0.5
50
5
0.45
5
All Faults
-4.4077
-0.1
-0.1
1.06
3.45
1.478
5.728
-2.1
-0.5
50
5
0.45
6
All Faults
-4.663
-0.1
-0.1
1.06
3.45
1.488
5.84
-2.1
-0.5
50
5
0.45
7
All Faults
-4.8788
-0.1
-0.1
1.06
3.45
1.496
5.942
-2.1
-0.5
50
5
0.45
8
All Faults
-5.0657
-0.1
-0.1
1.06
3.45
1.499
6.034
-2.1
-0.5
50
5
0.45
9
All Faults
-5.2306
-0.1
-0.1
1.06
3.45
1.501
6.117
-2.1
-0.5
50
5
0.45
10
All Faults
-5.382
-0.1
-0.1
1.06
3.45
1.502
6.193
-2.1
-0.5
50
5
0.45
II-17
Tabel II-11. Koefisien Lanjutan Persamaan Attenuasi Chiou – Youngs, 2006 NGA Chiou, B S.-J.; Youngs, R.R, 2006 Period
Source type
c_HM
c_7
c_9
c_gamma1
c_gamma2
c_gam ma3
phi_1
phi_2
phi_3
phi_4
tau
sigma
PGA
All Faults
3
0.051
1.05
-0.00804
-0.00785
4
-0.4823
-0.1928
-0.005911
0.100359
0.3
0.472
0.02
All Faults
3
0.051
1.08
-0.008113
-0.007921
4
-0.4723
-0.1895
-0.005864
0.103066
0.3
0.4736
0.03
All Faults
3
0.051
1.17
-0.008387
-0.008189
4
-0.4548
-0.2026
-0.005533
0.110415
0.3
0.4822
0.04
All Faults
3
0.051
1.22
-0.008754
-0.008547
4
-0.4385
-0.2275
-0.005087
0.120311
0.3
0.4925
0.05
All Faults
3
0.05
1.24
-0.009121
-0.008906
4
-0.4263
-0.2544
-0.004682
0.132442
0.4
0.4989
0.06
All Faults
3
0.05
1.25
-0.009433
-0.00921
4
-0.4195
-0.2789
-0.004374
0.145375
0.4
0.5029 0.5036
0.07
All Faults
3
0.05
1.25
-0.009656
-0.009428
4
-0.4185
-0.2987
-0.004182
0.158309
0.4
0.08
All Faults
3
0.049
1.25
-0.009782
-0.00955
4
-0.4226
-0.3132
-0.004079
0.17054
0.4
0.5068
0.09
All Faults
3
0.049
1.24
-0.009809
-0.009577
4
-0.431
-0.3231
-0.00405
0.181769
0.4
0.5092
0.1
All Faults
3
0.049
1.24
-0.009753
-0.009522
4
-0.4421
-0.3293
-0.004075
0.191795
0.4
0.5104
0.2
All Faults
3
0.047
1.12
-0.007776
-0.007592
4
-0.5568
-0.3147
-0.005316
0.226685
0.3
0.5154
0.3
All Faults
3
0.046
1.02
-0.006123
-0.005979
4
-0.6238
-0.266
-0.006371
0.204027
0.3
0.5343
0.4
All Faults
3
0.045
0.93
-0.00498
-0.004862
4
-0.6675
-0.2139
-0.007055
0.173147
0.3
0.5373
0.5
All Faults
3
0.043
0.85
-0.004199
-0.0041
4
-0.6995
-0.1676
-0.007529
0.146177
0.3
0.5461
0.6
All Faults
3
0.041
0.78
-0.003652
-0.003565
4
-0.7248
-0.1311
-0.007868
0.124221
0.3
0.5614
0.7
All Faults
3
0.04
0.73
-0.003246
-0.003169
4
-0.7458
-0.1039
-0.008115
0.106776
0.3
0.5661
0.8
All Faults
3
0.038
0.67
-0.002929
-0.00286
4
-0.7637
-0.08377
-0.008304
0.092739
0.3
0.5621
0.9
All Faults
3
0.036
0.62
-0.002674
-0.002611
4
-0.7793
-0.06854
-0.008438
0.08133
0.3
0.5578
1
All Faults
3
0.035
0.58
-0.002464
-0.002406
4
-0.7931
-0.008548
0.071956
0.3
0.5477
2
All Faults
3
0.021
0.27
-0.001467
-0.001433
4
-0.8786
-0.05669 0.008925
-0.00888
0.028714
0.4
0.5439
3
All Faults
3
0.011
0.12
-0.001172
-0.001145
4
-0.9173
-0.00019
-0.008888
0.0153
0.4
0.5397
4
All Faults
3
0.004
0.05
-0.001065
-0.00104
4
-0.9286
0
-0.00888
0.009334
0.4
0.5563
5
All Faults
3
0.001
0.01
-0.001016
-0.000992
4
-0.9188
0
-0.00888
0.006176
0.4
0.5837
6
All Faults
3
0
0
-0.000987
-0.000964
4
-0.8929
0
-0.00888
0.004311
0.4
0.5997
7
All Faults
3
0
0
-0.000968
-0.000945
4
-0.8569
0
-0.00888
0.003128
0.5
0.6038
8
All Faults
3
0
0
-0.000955
-0.000933
4
-0.8165
0
-0.00888
0.002346
0.5
0.6156
9
All Faults
3
0
0
-0.000945
-0.000923
4
-0.7757
0
-0.00888
0.001795
0.4
0.6264
10
All Faults
3
0
0
-0.000937
-0.000914
4
-0.7372
0
-0.00888
0.001404
0.3
0.6445
II.5 Analisis Resiko Gempa Analisis Resiko Gempa dapat dilakukan dengan dua metoda perhitungan, yaitu metoda deterministik dan metoda probabilistik. II.5.1 Metoda Deterministik (DSHA) Metoda DHSA ini melakukan pembentukan skenario gempa tertentu di batuan dasar dengan memperhitungkan gempa yang terjadi pada suatu lokasi tertentu dalam besaran gempa tertentu. Tipikal metode DHSA digambarkan dalam empat tahapan proses (Reiter, 1990) yang terdiri dari : 1. Identifikasi dan karakterisasi semua sumber gempa di suatu lokasi yang mungkin berpotensi menghasilkan ground motion yang signifikan. Karakterisasi sumber gempa termasuk pendefinisian tiap-tiap geometri sumber gempa dan potensi gempa. II-18
2. Penentuan parameter jarak sumber gempa ke lokasi kajian untuk tiap-tiap zona sumber gempa. Umumnya pada metoda DHSA ini jarak terdekat antara zona sumber gempa dan lokasi kajian ditentukan. Jarak yang dipergunakan dapat berupa jarak epicenter atau jarak hypocenter, tergantung pada persamaan empiris yang dipergunakan. 3. Pemilihan gempa (controlling earthquake) yang diperkirakan akan menghasilkan goncangan yang terbesar. Pemilihan ini dilakukan dengan cara membandingkan besar goncangan yang dihasilkan oleh gempa pada jarak dan lokasi tertentu. Controlling earthquake umumnya digambarkan oleh besaran Magnitude dan jarak dari lokasi kajian. 4. Bahaya yang terjadi pada suatu lokasi kemudian didefinisikan, biasanya dalam bentuk gerakan tanah yang terjadi pada lokasi tersebut akibat controlling earthquake. Karakteristik tersebut biasanya dideskripsikan oleh satu atau lebih parameter gerakan tanah yang didapat dari persamaan empiris yang digunakan. Percepatan puncak (peak acceleration), kecepatan puncak (peak velocity) dan ordinat spektrum respon (response spectrum ordinates) biasanya digunakan untuk mengkarakteristikkan bahaya gempa. Metoda DHSA ini mengikutsertakan keputusan dan pendapat secara subjektif dari para ahli, terutama dalam penentuan potensi gempa. Hal ini mengakibatkan kesulitan dalam pencapaian kesepakatan mengenai potensi gempa yang terjadi.
Gambar II-5. Tahapan analisa resiko gempa dengan Metoda DSHA (Kramer, S.L, 1996)
II-19
II.5.2 Metoda Probabilistik (PSHA) Metoda PSHA memberikan ruang kerja yang memungkinkan faktor ketidakpastian dapat diidentifikasi, diukur dan digabungkan pada suatu hubungan yang rasional untuk menghasilkan gembaran yang lebih detail dalam perhitungan analisis resiko gempa. Tipikal metode PHSA digambarkan dalam empat tahapan proses (Reiter, 1990) yang terdiri dari : 1. Identifikasi dan karakterisasi semua sumber gempa di suatu lokasi yang mungkin berpotensi menghasilkan ground motion yang signifikan. Karakterisasi sumber gempa termasuk pendefinisian tiap-tiap geometri sumber gempa, potensi gempa dan lokasi runtuhan yang terjadi di sekitar lokasi kajian. Pada kasus kebanyakan, distribusi probabilitas seragam dipergunakan untuk masing-masing zona sumber, dengan menganggap bahwa gempa yang terjadi memiliki besaran yang sama pada semua titik didalam zona sumber. Distribusi tersebut kemudian digabungkan dalam geometri sumber untuk mendapatkan distribusi probabilitas jarak sumber ke lokasi. 2. Karakterisasi korelasi perulangan kejadian gempa (recurrence relationship) mendefinisikan laju rata-rata akan terlmpauinya suatu besaran gempa yang dipergunakan untuk karakterisasi tingkat gempa di masing-masing zona sumber. Parameter ini dapat dipergunakan untuk memprediksi nilai maksimum gempa dari sumber gempa. 3. Ground motion yang dihasilkan oleh gempa pada suatu lokasi dengan ukuran tertentu pada lokasi tertentu di setiap zona sumber harus ditentukan menggunakan predictive relationship dengan memperhitungkan faktor ketidakpastian. 4. Penggabungan perkiraan lokasi gempa, ukuran gempa dan parameter ground motion dengan memperhitungkan faktor ketidakpastian dilakukan untuk mendapatkan probabilitas parameter ground motion akan terlampaui/exceeded sepanjang perioda waktu tertentu. Pada penelitian ini hanya akan ditinjau analisis dengan menggunakan metoda probabilistik total yang memperhitungkan adanya ketidakpastian dari parameternya. Rumus dasar Teori Probabilitas Total yang dikembangkan Mc Guire, 1976 adalah sebagai berikut :
P[I ≥ i ] = ∫∫ P[I ≥ i; m, r ] f M (m). f R (r ).dm.dr dimana : fM
= fungsi probabilitas dari magnitude II-20
(2.3)
= fungsi probabilita dari jarak ke sumber
fR
P[I ≥ i; m, r ] = probabilitas berkondisi dari intensitas I yang sama atau lebih besar dari
intensitas I di suatu lokasi dengan kekuatan gempa M dan jarak sumber R. Nilai intensitas I untuk kekuatan gempa M dan jarak sumber ke lokasi R ditentukan berdasarkan rumusan attenuasi yang dipakai. Nilai P[I ≥ i; m, r ] dapat dikorelasikan dengan nilai cumulative distribution function (CDF) dengan persamaan : P[I ≥ i; m, r ] = 1 − FI (i )
(2.4)
Nilai FI(i) tergantung dari distribusi probabilitas yang dipergunakan untuk mewakili besaran intensitas gempa dan parameter ground motion yang umumnya diasumsikan terdistribusi secara log normal. Frekuensi kejadian gempa tahunan selalu mempertimbangkan adanya gempa minimum yang didefinisikan sebagai batas gangguan/kerusakan minimum yang terjadi pada suatu daerah. Batasan magnitude tersebut menjadikan perhitungan terhadap frekuensi kejadian gempa tahunan menurut (Mc Guire dan Arabasz, 1990) adalah sebagai berikut : N ( m) = ν
exp[− β (m − m0 )] − exp[− β (mmax − m0 )] , m0 ≤ m ≤ mmax 1 − exp[− β (mmax − m0 )]
(2.5)
dimana ν = exp(α − β .m0 ) m0 = magnitude minimum, ditentukan = 5 Dari nilai frekuensi kejadian gempa tahunan tersebut dapat diturunkan nilai probability density function , yaitu : f M ( m) =
β exp[− β (m − m0 )] d FM (m) = dm 1 − exp[− β (mmax − m0 )]
(2.6)
N (m0 ) − N (m) N (m0 ) − N (mmax )
(2.7)
dimana : FM (m) =
Probability Density Function untuk jarak fR sangat ditentukan dari geometri sumber gempa yang juga tergantung pada kondisi geologi dan seismologi sumber gempa. Dalam analisa selanjutnya geometri sumber gempa dapat digambarkan dalam suatu model tertentu baik dalam bentuk 2-dimensi seperti sumber gempa titik, garis atau area maupun dalam bentuk 3-dimensi yang menggambarkan sumber gempa dalam bentuk geometri yang mendekati kondisi sesungguhnya. II-21
II.5.3 Analisis Resiko Gempa dengan Program EZ-FRISK
Pada dasarnya EZ-FRISK manghitung resiko gempa dengan menggunakan modifikasi dari persamaan (2.3) berdasarkan model sumber gempa secara 2 dan 3 dimensi. Model Sumber Gempa Patahan (3-Dimensi)
Geometri model 3-dimensi dari sumber gempa sebagai bahan input pada program EZFRISKdapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar II-6. Model Sumber Gempa Patahan 3-Dimensi (Risk Engineering, 2007)
Gambar II-7. Sistem Input Model Sumber Gempa 3-Dimensi (Risk Engineering, 2007)
Modifikasi terhadap persamaan (2.3) untuk model 3 dimensi adalah sebagai berikut:
P[I ≥ i ] = ∫ f M (m) ∫ f LR ( I ) ∫ P[I ≥ i : m, r ]. f R ,M , LR (r , m, l )dr.dl.dm
(2.8)
dimana fLR adalah probabilitas density faktor panjang keruntuhan untuk gempa tertentu dan fR,M,LR adalah probabilitas density faktor untuk jarak yang bergantung pada fungsi II-22
magnituda dan panjang keruntuhan. Integrasi terhadap r dilakukan dengan dua kali integrasi numerik arah horisontal dan vertikal dari lokasi keruntuhan. Ukuran keruntuhan pada sumber gempa dapat dirumuskan sebagai : Log LR = Log WR = AL + BL x m + δ Dimana :
(2.9)
LR
= panjang daerah runtuhan
WR
= lebar daerah runtuhan
AL, BL
= konstanta
M
= Magnituda
δ
= N (0, SIGL2)
SIGL
= Standard deviasi
Dari formula diatas terdapat perbedaan dengan formula yang dipakai dalam program EQ-RISK (2 dimensi) yang telah banyak dipakai pada beberapa penelitian terdahulu, dimana pada formula diatas dicantumkan probabilitas density function untuk bidang keruntuhan fLR. Probabilitas ini mempertimbangkan adanya pengaruh dimensi keruntuhan terhadap besar magnituda sehingga posisi tertentu dari sumber gempa memiliki keterbatasan terhadap besar magnituda yang mungkin terjadi sehingga pada akhirnya juga akan membatasi nilai probabilitas Intensitas Gempa yang terjadi.
Model Sumber Gempa Area (2 dimensi)
Geometri model 2-dimensi dari sumber gempa sebagai bahan input dalam program EZFRISK dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar II-8. Sistem Input Model Sumber Gempa Area 2-Dimensi (Risk Engineering, 2007)
Modifikasi terhadap persamaan (2.3) untuk model 2-dimensi adalah :
II-23
P[I ≥ i ] =
∫
arc( p) Area
[∫ P[I ≥ i; m, r ( p)]f M (m).dm].dp
(2.10)
dimana p adalah jarak horisontal dari lokasi ke titik sumber gempa, arc (p) adalah jarak titik perpotongan antara garis poligon area sumber gempa dengan lingkaran yang berjari-jari p dari lokasi, sedangkan area sumber gempa =
∫ arc( p).dp . Model ini juga
mengasumsikan sumber gempa terletak pada kedalaman h yang tetap pada seluruh area. II.5.4 Logic Tree
Logic Tree adalah suatu kerangka kerja untuk mengatasi nilai ketidakpastian parameter yang dipakai pada saat perhitungan analisa resiko gempa dengan menggunakan metode probabilitas. Bisanya nilai ketidakpastian parameter didapat dari persamaan attenuasi, parameter resiko gempa dan magnituda maksimum. Pendekatan
dengan
menggunakan
kerangka
kerja
ini
memungkinkan
untuk
memasukkan beberapa alternatif metode atau model. Adanya alternatif ini mengharuskan kita untuk menentukan faktor bobot yang menggabarkan presentase kemungkinan kebenaran relatif suatu model terhadap model lainnya. Jumlah faktor bobot dari semua alternatif metoda untuk parameter yang sama harus sama dengan satu. Pendekatan logic tree memungkinkan penggunaan beberapa alternatif metode atau model dalam analisis, dimana tiap model yang digunakan untuk suatu parameter akan dikalikan dengan suatu faktor bobot yang merepresentasikan keakuratan relatif suatu model terhadap model lainnya. Salah satu contoh logic tree yang digunakan dalam analisis resiko gempa dapat dilihat pada Gambar II-9.
Gambar II-9. Contoh logic tree yang digunakan dalam analisis resiko gempa (Kramer, S.L, 1996)
II-24
II.5.5 Pembuatan Motion Gempa Sintetik
Gempa dapat didefinisikan sebagai sumber beban dinamis, sehingga akan lebih baik bila analisa terhadap respon tanah pada lokasi kajian ataupun terhadap struktur tertentu didasarkan pada sumber beban yang berbentuk riwayat waktu percepatan gempa. Pada kenyataannya data catatan gempa yang ada di Indonesia lebih banyak dalam bentuk informasi mengenai lokasi pusat gempa, magnituda, kedalaman dan mekanismenya sedangkan data yang berbentuk riwayat waktu masih sangat kurang, sehingga untuk mengatasi hal ini umumnya digunakan metoda alternatif, yaitu : 1) Menggunakan catatan riwayat waktu dari daerah yang memiliki kondisi geologi dan seismologi mendekati lokasi kajian. 2) Menggunakan catatan riwayat waktu dari lokasi lain yang kemudian diskalakan sesuai dengan target parameter pergerakan batuan dasar (percepatan maksimum dan periode). 3) Membuat motion gempa sintetik yang disesuaikan terhadap kondisi geologi dan seismologi lokasi kajian. Pembuatan motion gempa sintetik dapat dilakukan menggunakan bantuan program EZFRISK berdasarkan teori vibrasi acak. Pembuatan motion gempa sintetik dengan program ini memerlukan input data sebagai berikut : 1) Target Rensponse Spektra 2) Intensity Envelope Function 3) Peak Ground Acceleration 4) Time Interval Time Histories 5) Damping Ratio Program ini menganalisis catatan riwayat waktu berdasarkan teori setiap fungsi periodik dapat dibentuk berdasarkan penjumlahan dari beberapa seri fungi sinusoidal sehingga untuk sebuah catatan riwayat waktu dapat dirumuskan sebagai : X (t ) =
n
∑ Ai . sin(ωi t + φi )
(2.11)
i =1
dimana :
Ai
= Amplitudo gelombang ke-i
ωi
= Frekuensi gelombang ke-i
φi
= Beda fase II-25
Adapun hubungan antara Amplitudo ke-i Ai dengan Spektral Density Function G(ωi) dirumuskan sebagai berikut : A2 G (ωi ).Δ.ω = i 2
(2.12)
Sementara hubungan antara Spektral Density Function G(ωi) dan Respon Spektra dapat dirumuskan sebagai berikut : ωi ⎡ ω 2 (Sv )2 ⎤ 1 s, p i ⎢ G (ωi ) = − G (ω)∂ω⎥ 2 ⎥ ⎡ π ⎤⎢ ωi ⎢ − 1⎥ ⎣ r s, p 0 ⎦ ⎣ 4 Ss ⎦
1/ 2
∫
(2.13)
Dimana :
[ { [
(
rs, p = 2 log 2n 1 − exp − δ y (s ) π log 2n
n
)]}]1 / 2
s ⎞ ⎛ = ⎜ Ω y (s ) o ⎟(− log p )−1 2π ⎠
⎝
Sv = target respon spektra Target Respon Spektra Sv ditentukan berdasarkan hasil analisis resiko gempa dengan periode ulang tertentu. Sedangkan Intensity Envelope Function dan lamanya gempa ditentukan dengan prosedur dari Kuda (1996). 1.0
0.8
0.6
0.4
0.2 0.1 0.0 tb
tc
td
Gambar II-10. Envelope Of Time Histories, Kuda 1996 (Kramer, S.L, 1996)
td = 10 0.31M − 0.774 (detik)
tb dan tc diperoleh dengan hubungan sebagai berikut : M
tb
tc
6
0.16td
0.54td
7
0.12td
0.50td
8
0.08td
0.46td
II-26
II.6 Respon Dinamik Tanah
Percepatan maksimum dan Respon Spektra yang terjadi di permukan sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah seperti jenis lapisan tanah dan tebal lapisan tanah. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Idris, 1991 dan Seed 1976. Pada Gambar II-11 terlihat variasi perubahan amplifikasi dipengaruhi oleh jenis tanah. Sementara pada Gambar II-12 terlihat adanya pengaruh yang signifikan jenis tanah terhadap bentuk respon spektra. Tanah lempung dan pasir dengan konsistensi soft – medium terlihat mengalami rentang perioda yang lebih lama dibandingkan rentang jenis tanah lainnya.
Gambar II-11. Pengaruh jenis tanah terhadap perubahan percepatan (Kramer, S.L, 1996)
Gambar II-12. Pengaruh jenis tanah terhadap bentuk respon spektra (Kramer, S.L, 1996)
Hal diatas menunjukkan pentingnya evaluasi gempa dengan memperhitungkan kondisi tanah dan geologi lokal, sebab letak lapisan batuan dasar yang sangat dalam dapat mengakibatkan terjadinya variasi besaran amplifikasi yang cukup signifikan tergantung dari stratifikasi lapisan tanah yang berada diatasnya.
II-27
II.6.1 Teori Perambatan Gelombang 1-Dimensi
Respon Dinamik Tanah dapat digambarkan sebagai hasil perambatan gelombang dari batuan dasar ke permukaan tanah. Perambatan gelombang dari sumber gempa berubah arah menjadi vertikal ke permukaan disebabkan oleh layering lapisan tanah yang umumnya menerus horisontal dan kepadatan tanah lebih kecil pada lapisan yang lebih atas. Dari kondisi tersebut, perambatan gelombang kearah vertikal dari batuan dasar ke permukaan dapat dimodelkan dalam bentuk gelombang 1-dimensi dengan syarat lapisan tanah diasumsikan mempunyai panjang tak terbatas pada arah horisontal. Analisis dengan model gelombang 1-dimensi ini dilakukan dengan metode linierekivalen. Hubungan tegangan-regangan pada tanah dengan metoda ini dapat dirumuskan sebagai berikut : •
τ = Gγ + η γ Dimana :
(2.14) τ = tegangan γ = regangan G = modulus geser η = viskositas o
γ = strain rate Perpindahan horisontal pada kedalaman dan waktu tertentu yang terjadi akibat perambatan gelombang adalah : u = u(z,t) Regangan dan strain rate merupakan fungsi dari perpindahan horisontal (u) pada kedalaman (z) dan waktu tertentu (t), yang diperlihatkan pada persamaan berikut :
γ =
o ∂u ( z , t ) ∂γ ( z, t ) ∂ 2u ( z , t ) = dan γ = ∂t ∂z∂t ∂z
(2.15)
Perambatan gelombang dapat diselesaikan dengan memenuhi persamaan dasar gelombang ρ
• ∂ 2 u ∂τ = dengan hubungan tegangan regangan τ = G γ + η γ sehingga ∂z ∂t 2
didapatkan persamaan sebagai berikut : ∂ 2 u ∂τ ∂ 2u ∂ 3u = G 2 +η ρ 2 = ∂z ∂z∂t ∂t ∂z
(2.16)
dimana ρ = rapat massa
II-28
Tahap selanjutnya memerlukan penyederhanaan model, dimana sistem dianggap terdiri dari N lapisan horisontal yang tak berhingga dan lapisan dasar dianggap sebuah sistem half space. Setiap lapisan memiliki sifat homogen dan isotropik dengan ketebalan lapisan (h) yang memiliki parameter berupa kerapatan massa ( ρ ); modulus geser (G); dan damping rasio (ξ) yang diperlihatkan pada Gambar II-13.
Gambar II-13. Permodelan Perambatan Gelombang 1-Dimensi (J.P. Bardet & T Tobita, 2001)
Dengan asumsi gelombang yang terjadi adalah gelombang harmonik, maka perpindahan (u) dapat dinyatakan sebagai : U(z,t) = U(z)eiωt
(2.17)
Sehingga dengan mensubstitusikan persamaan 2.16 ke dalam persamaan 2.17 akan didapat : ∂ 2U (G + iωη ) 2 = ρω 2U ∂z
(2.18)
yang memiliki solusi umum : U(z) = Eeikz + Fe-ikz
(2.19)
dimana : k2 =
ρω 2 ρω 2 = * G + iωη G
(2.20)
G* = modulus geser komplek = G(1+2iξ) untuk ξ = ωη/2G II-29
Perpindahan horisontal dan tegangan untuk kedalaman dan waktu tertentu dapat dirumuskan sebagai berikut : u ( z, t ) = Ee i (kz +ωt ) + Fe − i ( kz −ωt )
(2.21)
τ (z , t ) = ik * G * ( Ee ikz − Fe −ikz )e iωω
(2.22)
Ee i (kz +ωt ) menyatakan perambatan gelombang arah z-negatif (keatas) dan Fe −i ( kz −ωt ) menyatakan pantulan perambatan gelombang dalam arah z- positif (ke bawah). Untuk membantu menyelesaikan persamaan-persamaan diatas diperlukan program pembantu. EERA (equivalent-Linear Earthquake Rensponse Analysis) dipergunakan sebagai alat bantu yang merupakan adaptasi dari konsep analisis respons dinamik tanah ekivalen linier (Barden et al, 2000). Konsep ini juga dipakai dalam versi SHAKE (Schnabel et al, 1972) dan SHAKE91 (Idriss dan Sun, 1991). Asumsi yang dipergunakan pada program EERA dan yang sejenis adalah sebagai berikut : 1. Sistem tanah tak berhingga dalam arah horisontal 2. Tiap lapisan tanah diwakili oleh parameter G, ξ, ρ dan tebal lapisan, h yang bebas dari fungsi frekuensi. 3. Respon yang timbul dikarenakan adanya pearmbatan gelombang dari batuan dasar ke permukaan. 4. Gelombang geser diberikan dalam bentuk percepatan dengan interval waktu yang sama. 5. Regangan sebagai fungsi dari modulus geser dan damping rasio dihitung dengan menggunakan metode linier ekivalen dengan mengambil tingkat efektif regangan rata-rata pada tiap lapisan. II.6.2 Kondisi Non Linier Tanah
Hubungan tegangan-regangan akibat perubahan kekakuan tanah selama pembebanan pada tanah adalah non linier. Hal ini menyulitkan penyelesaian persamaan respon tanah, sehingga dilakukan pendekatan parameter tanah dengan menentukan properties tanah linier ekivalen. Hubungan tengangan-regangan tanah pada pembebanan siklis pada Gambar II-14 dapat dipergunakan untuk menurunkan properties tanah linier.
II-30
Gambar II-14. Hubungan tegangan-regangan tanah pada pembebanan siklis (J.P. Bardet & T Tobita, 2001)
Modulus Geser Ekivalen ditentukan berdasarkan nilai secant modulus geser, sehingga dapat dirumuskan : Modulus Geser Ekivalen = Gs =
τc γc
(2.23)
dimana τc menyatakan tegangan geser dan γc menyatakan regangan geser. Sedangkan untuk mendapatkan damping rasio ekivalen ditentukan berdasarkan perbandingan antara energi yang hilang pada suatu lintasan pembebanan yang dapat digambarkan sebagai luasan area hysteresis loop terhadap energi pada tegangan maksimum yang digambarkan sebagai luasan segi tiga pada Gambar II-14. Dari definisi diatas, maka damping rasio ekivalen dapat dinyatakan sebagai :
ξ=
WD 1 Aloop = 4π .Ws 2π Gs.γ c 2
dimana :
(2.24)
WD = Energi yang tersebar WS = energi pada regangan maksimum Aloop = luas area hysteresis loop
Model hubungan antara Gs dan ξ terhadap amplitudo regangan geser secara umum dapat dilihat pada Gambar II-15.
II-31
Gambar II-15. Model hubungan Gs dan ξ terhadap amplitudo regangan geser (J. P. Bardet, K. Ichii, and C. H. Lin, 2000)
Pada program EERA dan SHAKE, diasumsikan ξ konstan dan tidak bergantung pada ω, sehingga modulus geser komplek (G*) tidak bergantung pada ω. Energi yang berkurang selama pembebanan siklis dapat dirumuskan sebagai berikut : WD = 4π .Ws.ξ = 2π .ξ .G.γ c = π .η .γ c .ω 2
(2.24)
Hubungan modulus geser komplek dapat dirumuskan sebagai berikut : G * = G 1 + 4ξ
(2.25)
Program SHAKE 91 (Idris dan Sun, 1992) mengasumsikan modulus geser komplek sebagai fungsi ξ, yang dirumuskan dalam persamaan :
{(
)
G* = G 1 − 2ξ 2 + 2ξi 1 − ξ 2
}
(2.26)
Energi yang terjadi selama satu siklis pembebanan adalah : t + 2π
1 2 WD = ω.γ c . 2
∫
2Gξ 1 − ξ 2 dt = 2πGξ 1 − ξ 2 γ c
2
(2.27)
t
Kedua model diatas akan memberikan hasil yang sama bila ξ kurang dari 25%, pada kenyataaannya nilai damping rasio yang umum dipakai adalah 5% sehingga penggunaan kedua model akan memberikan hasil yang sama. Proses iterasi yang dipergunakan program EERA untuk mendapatkan nilai properties tanah ekivalen yang sesuai adalah sebagai berikut: 1. Menentukan harga awal modulus geser (G1) dan damping rasio (ξ1) pada tingkat regangan yang kecil. 2. Menghitung respon tanah untuk mendapatkan amplitudo regangan geser maksimum (γmax) berdasarkan data riwayat waktu tiap lapisan.
II-32
3. Menentukan regangan geser efektif (γeff) dari harga (γmax), dimana γeff = Rγ.γmax. Rγ adalah rasio antara regangan geser efektif dan maksimum yang bergantung pada magnituda gempa. 4. Mencari harga G(i+1) dan ξ(i+1) baru berdasarkan harga regangan geser efektif yang didapat pada tahap 3. 5. tahap 2 dan 4 diulang hingga mencapai harga yang sesuai dengan model modulus geser dan damping rasio yang dipakai. Model iterasi tersebut dapat dilihat pada Gambar II-16.
Gambar II-16. Proses Iterasi Penentuan Modulus Geser dan Damping Rasio (J. P. Bardet, K. Ichii, and C. H. Lin, 2000)
II.6.3 Parameter Dinamis Tanah
Parameter dinamis tanah dapat ditentukan berdasarkan hasil tes di lapangan maupun tes di laboratorium. Tes lapangan yang umum dilakukan adalah seismic cross hole test dan seismic down hole (up hole test), sedangkan tes laboratorium berupa resonant coloumn test, cyclic triaxial test dan cyclic direct simple shear test. Parameter ini juga bisa didapatkan secara tidak langsung dari hasil test statik di lapangan, yaitu test CPT, SPT dan di laboratorium, yaitu triaxial dan direct shear test. Parameter dinamis amat bergantung dari jenis tanah, tegangan keliling efektif (efective confining pressure) dan angka pori (void ratio). Untuk tanah berpasir (cohesionless soils) parameter dinamis bergantung pada jenis butiran dan kepadatan relatifnya, II-33
sedangkan pada jenis tanah lempung, parameter dinamis bergantung juga pada nilai overconsolidation ratio dan indeks plastisitasnya. Beberapa persamaan parameter dinamis yang sering digunakan adalah sebagai berikut : Jenis tanah berpasir :
Berdasarkan formula yang diturunkan oleh Hardin dan Richard (1963) ___
Vs = (19.7 − 9.06e)σ 0 0.25
(2.28)
___
untuk σ 0 ≥ 95.8 kN/m2 ___
Vs = (11.39 − 5.35e)σ 0 0.3
(2.29)
___
untuk σ 0 ≤ 95.8 kN/m2 Berdasarkan formula yang diturunkan oleh Hardin dan Black (1968) 6908(2.17 − e) 2 ___ 0.5 G max = σ0 1+ e
(2.30)
untuk round grained 3230(2.17 − e) 2 ___ 0.5 G max = σ0 1+ e
(2.31)
untuk angular grained Gmax bisa didapatkan dari persamaan yang diturunkan oleh Seed dan Isris (1970) dengan memperhitungkan faktor kepadatan relatif, yaitu : ___
G = 1000 K 2 (σ 0 ) 0.5
(2.32)
dimana G dan σ dalam pcf ___
G max = 1000 K 2 max (σ 0 ) 0.5
(2.33)
K2max didapatkan dari Tabel II-12. Tabel II-12. Konstanta K2max (Kramer, S.L, 1996)
Kepadatan relatif (%) K2max 32 34 40 40 45 43 60 52 75 61 90 70 Beberapa korelasi empiris berikut ini dapat dipergunakan sebagai korelasi antara parameter dinamik tanah dengan nilai N-SPT II-34
Referensi Seed et al (1983)
Korelasi Gmax = 6220 N (kPa) Gmax = 1000K2max (σ’m)0.5 (psf)
Seed et al (1984)
0.34
K2max = 20( N 1 ) 60
Gmax ≈ 35 x1000 N 60 (σ 0 ) 0.34
Seed et al (1986)
0.4
(lb / ft 2 )
0.68
Gmax ≈ 325( N ) 60 ( ksf )
Imai and Tonouchi (1982) Sykora and Stokoe (1983)
Vs =
350( N ) 060.314 ( fps )
Vs =
350( N ) 060.27 ( fps )
Jenis tanah lempung :
Berdasarkan persamaan Hardin dan Drnevich (1972) : 0.5 1230(2.97 − e) 2 G max = (OCR) Ko σ 0 (lb / ft 2 ) 1+ e
(2.34a)
0.5 3230(2.97 − e) 2 G max = (OCR) Ko σ 0 (lb / ft 2 ) 1+ e
(2.34b)
Untuk lempung terkonsolidasi normal (Booker dan Ireland, 1965) maka : Ko = 0.4 + 0.007 (PI) untuk 0% ≤ PI ≤ 40% Ko = 0.68 + 0.001 (PI-40) untuk 40% ≤ PI ≤ 80% Damping ratio dapat ditentukan dari persamaan yang diturunkan oleh Hardin dan Drnevich (1972) berikut : G ⎤ ⎡ D = Dmax ⎢1 − ⎣ G max ⎥⎦ Dmax = 31-(3-0.03f) σ 0
(2.35) 0.05
+ 15 f 0.5 − 15(log N )
(2.36)
Dimana f = frekuensi (in/sec) dan N = jumlah cycle pembebanan Parameter Gmax dan Vs pada tanah lempung juga dapat ditentukan berdasarkan korelasi empiris dengan undrained shear strength, Su seperti tertera pada tabel berikut :
II-35
Tabel II-13. Korelasi empiris parameter dinamik tanah dengan nilai Su (Kramer, S.L, 1996)
Referensi Seed and Idriss (1970) Hara et al (1974)
Korelasi Gmax = 1000 to 3000 Su Gmax = 516 Su
Arango (1978)
Gmax = 1790 Su Gmax = 1163 Su Gmax = 813 Su Anderson et al (1978) Gmax = 1200 to 1800 Su Locat &Beausejour (1987) Gmax = 0.379 Su1.05
Keterangan
Gmax dan Su kg/cm2 hasil test UCS hasil test UU hasil test CU
dalam
Gmax dalam MPa dan Su dalam kPa Paolini et al (1989) Gmax = 500 to 600 Su hasil test UU dan Lab. Vane shear Bouckovalas et al (1989) Gmax = 800 Su hasil insitu Vane Shear Gmax = 1800 Su hasil test UU Korelasi empiris parameter dinamik tanah dari nilai NSPT dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel II-14. Korelasi empiris parameter dinamik tanah dengan nilai NSPT (Kramer, S.L, 1996) Referensi Ohsaki & Iwasaki (1973)
Korelasi
Korelasi Vs (m/s)
Gmax (kPa) Gmax = 11500N0.8
0.888 Vs = 85.3N0.341
Ohta dan Goto (1978) 0.68
Imai dan Tonouchi (1982)
Koefisien korelasi
Gmax = 14070N
0.72 0.867
Vs = 96.9N
0.314
0.868
II.6.4 Faktor Amplifikasi Tanah
Faktor amplifikasi tanah adalah rasio intensitas maksimum gerakan tanah permukaan terhadap intensitas maksimum gerakan di batuan dasar yang biasanya diambil pada batuan singkapan (outcrop). Faktor ini tergantung pada tingkat kekakuan batuan dasar, dimana semakin kaku batuan dasar maka semakin besar faktor amplifikasi yang terjadi. Persamaan umum perpindahan horisontal untuk waktu dan kedalaman tertentu adalah sebagai berikut : u ( z, t ) = Ee i (kz +ωt ) + Fe − i ( kz −ωt )
(2.37)
dengan menentukan nilai syarat batas pada permukaan (z = 0), tegangan geser = 0 dan regangan geser = 0, maka didapatkan persamaan : u ( z, t ) = 2 E
e ikz + e − ikz iωt e = 2 E cos kz.e iωt 2
(2.38)
Fungsi amplifikasi pada lapisan tanah seragam dan isotropik dengan batuan dasar kaku (rigid) adalah sebagai berikut : II-36
{Re[F (w)]}2 + {lm[F (ω )]}2
F (ω ) =
=
1 cos 2 (ω.H / Vs ) + [ξ (ω.H / Vs )]
2
(2.39)
Sedangkan untuk batuan dasar dengan elastisitas tertentu, fungsi amplifikasi ditentukan dengan menambahkan syarat batas di daerah pertemuan dan batuan dasar berupa : u s ( z s = H ) = u r ( z r = 0)
(2.40)
τ ( z s = H ) = τ r ( z r = 0) Faktor amplifikasi untuk syarat batas tersebut diatas adalah :
1
F (ω ) =
(2.41)
⎛ ωH ⎞ ⎛ ωH ⎞ cos⎜⎜ * ⎟⎟ + iα z* sin ⎜⎜ * ⎟⎟ ⎝ Vss ⎠ ⎝ Vss ⎠
dimana :
α z* =
ρ sVss* = complex impedance ratio ρτ Vsr*
Vss* = Vss (1 + iξ ); Vsr* = Vsr (1 + iξ )
ρ s = massa jenis tanah dan ρ r = massa jenis batuan dasar Amplifikasi akan mencapai maksimum saat kH=π/2 + nπ, dimana k = ω/Vs. Frekuensi natural ke-n dari lapisan tanah adalah :
ωn =
Vs H
⎛π ⎞ ⎜ + nπ ⎟ n = 0,1,2,....,∞ ⎝2 ⎠
(2.42)
Frekuensi fundamental adalah faktor amplifikasi terbesar yang akan terjadi pada kondisi frekuensi natural terendah (n = 0), dengan persamaan :
ω0 =
πVs
(2.43)
2H
Perioda getaran berdasarkan frekuensi fundamental disebut perioda karakteristik lokasi, dengan persamaan : Ts =
2π
ω0
=
4H Vs
(2.44)
Perioda karakteristik lokasi bergantung pada ketebalan dan kecepatan gelombang geser tanah. Perioda tersebut berfungsi untuk menentukan periode getaran dengan faktor amplifikasi terbesar yang mungkin terjadi.
II-37
II.6.5 Klasifikasi Tanah Setempat
Terdapat beberapa cara untuk mengklasifikasikan jenis tanah pada suatu tempat. Berikut adalah cara penentuan klasifikasi tanah baik berdasarkan CODE maupun hasil perseorangan akhir-akhir ini. 1) Klasifikasi berdasarkan Kondisi Geologi Tanah Permukaan
Cara ini diusulkan oleh Stewart, Liu, Choi dan Baturay, dimana tanah dilihat berdasarkan : Usia Pembentukannya, yang dibedakan menjadi Holocene, Pleistocene, Tertiary dan Mesozoic + Igneous. Kondisi Deposit, yang dibedakan atas jenis Fan Alluvium, Valey Alluvium, Lacustrine/Marine, Aeolian, Artificial Fill. Tekstur Material Sedimen, yang dibedakan atas jenis tanah Coarse, Fine dan Mixed. Untuk mengantisipasi adanya kombinasi diantara jenis tanah, maka tanah diklasifikasikan juga berdasarkan pula berdasarkan : a) Hanya Usia Pembentukan b) Kombinasi Usia Pembentukan dan Kondisi Deposit c) Kombinasi antara Usia Pembentukan dan Tekstur Material Sedimen 2) Klasifikasi berdasarkan Data Geoteknik
Cara ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rodriguez-Marek et al (2001). Klasifikasi ini mempertimbangkan perioda natural dari lapisan tanah yang dapat diprediksi dengan menggunakan persamaan 2.44. Jenis tanah dan kriterianya dapat dilihat pada Tabel II-15. Tabel II-15. Klasifikasi tanah berdasarkan data geoteknik perioda alami tanah
Category A
Description Hard Rock Competent Bedrock
Period ≤ 0.1s ≤ 0.2s
C1
Weathered Rock
≤ 0.4s
C2 C3
Shallow Stiff Soil Intermediate Depth Stiff Soil Deep Stiff Holocene Soil
≤ 0.5s ≤ 0.8s
Comment Crystalline Bedrock; Vs ≥ 1500 m/s Vs ≥ 600m/s or < 6m of soil. Most “unweathered” California Rock cases Vs = 300 m/s increasing to > 600m/s, weathering zone > 6m and <30m Soil depth > 6m and <30m Soil depth > 30m and <60m
≤ 1.4s
Depth >60m and < 200m
D1
II-38
Category D2
Description Deep Stiff Pleistocene Very Deep Stiff Soil Medium Thickness Soft Clay Deep Soft Clay Potentially Liquifiable Sand
D3 E1 E2 F
Period ≤ 1.4s
Comment Depth >60m and < 200m
≤ 2.0s
Depth >200m
≤ 1.7s
Thickness of soft clay layer 3-12m
≤ 1.4s
Thickness of soft clay layer >12m Holocene Loose sand with high water table (zw ≤ 6m)
3) Klasifikasi berdasarkan Kecepatan Gelombang Geser Tanah Permukaan
Tanah diklasifikasikan berdasarkan kecepatan gelombang geser rata-rata pada tanah hingga kedalaman 30 m dari permukaan tanah. Klasifikasi ini dipakai dalam beberapa CODE seperti UBC, NEHRP maupun Borcherdt. Persamaan berikut dipakai untuk menentukan nilai rata-rata dari kecepatan gelombang geser, N-SPT ataupun Undrained Shear Strength, Su. n
V s , N, S u =
∑ di i =1
(2.45)
n
di di di , , ∑ i =1 V si N i S ui
a) Klasifikasi berdasarkan UBC 97 dan NEHRP 97
Tanah diklasifikasikan berdasarkan nilai Vs, N-SPT ataupun Su seperti tercantum dalam tabel berikut : Tabel II-16. Klasifikasi tanah berdasarkan UBC 97 dan NEHRP 97
Soil type SA SB
SC SD SE SF
Description Hard Rock Rock Very Dense Soil and Soft Rock Stiff Soil Soft Soil Soil Requiring Site-spesific Evaluation
Vs (m/s) >1500 760 – 1500
N-SPT -
Su (kPa) -
360 – 760
>50
>100
180 – 360 <180
15 – 50 <15
50 – 100 <50
b) Klasifikasi berdasarkan Borcherdt 1994
Tanah diklasifikasikan berdasarkan nilai kecepatan gelombang geser dan N-SPT seperti berikut :
II-39
Tabel II-17. Klasifikasi Tanah berdasarkan Borcherdt 1994
Site classes
Description
SC-I Firm and Hard Rock SC-1a (A0) Hard Rock SC-1b (A) Firm to Hard Rock Gravelly Soils and Soft to SC-II (B) Firm Rock Stiff Clays and Sandy SC-III (C) Soils SC-IV Soft Soils Non Special-Study Soft SC-IVa (D) Soils (N-SPT<5 and Silty Clays <37m) Special-Study Soft Soils SC-IVb(E) (PI>75%, Soft Soils > 37m)
Vs (m/s)
Minimum thickness (m)
1620 1050 540
10
290
5
150 -
3
-
3
c) Klasifikasi berdasarkan SNI – 1726 – 2002
Tanah diklasifikasikan berdasarkan nilai kecepatan gelombang geser, N-SPT dan kuat geser rata-rata (Su) seperti berikut : Tabel II-18. Jenis-jenis tanah dan klasifikasinya
d) Klasifikasi berdasarkan IBC 2006
Tanah diklasifikasikan berdasarkan nilai kecepatan gelombang geser, N-SPT dan kuat geser rata-rata (Su) seperti berikut :
II-40
Tabel II-19. Jenis-jenis tanah dan klasifikasinya
II.6.6 Respon Spektra
Respon spektra adalah grafik yang menggambarkan reaksi maksimum dari suatu sistem satu derajat kebebasan (single degree of freedom) terhadap suatu beban dinamis sebagai fungsi dari frekuensi alami dan damping rasio dari sistem tersebut. Reaksi ini dapat berupa percepatan, kecepatan dan perpindahan. Respon spektra dapat juga digambarkan dalam bentuk tripartite spectrum yang menggambarkan reaksi maksimum percepatan, kecepatan dan perpindahan dalam satu grafik seperti yang diperkenalkan oleh Newmark dan Rosenblueth. Keuntungan dari bentuk ini adalah maksimum respon dari percepatan, kecepatan dan perpindahan dapat diketahui dalam keseluruhan rentang perioda yang diinginkan. Untuk kebutuhan desain praktis, maka respon spektra desain dibuat dengan bentuk respon spektra yang telah dinormalisir dengan nilai percepatan maksimum di batuan dasar. Bentuk respon spektra didesain lebih sederhana agar lebih mudah dipakai dalam menentukan faktor beban gempa. Penyederhanaan respon spektra desain dapat dilakukan dengan cara, mengambil selubung dari respon spektra, mengambil nilai rata-rata kumpulan respon spektra ataupun nilai rata-rata ditambah 1 kali standar deviasi dari kumpulan respon spektra.
II-41
II.6.6.1 Selubung Respon Spektra Desain menurut UBC 1997
Selubung Respon Spektra Desain menurut UBC 1997, dibedakan berdasarkan jenis tanah yang ditentukan berdasarkan parameter tanah Vs, N-SPT ataupun Su. Bentuk selubung respon spektra dapat dilihat pada Gambar II-7, sedangkan koefisien gempa yang dipakai untuk membentuk selubung tersebut dapat dilihat pada Tabel II-20 dan Tabel II-21.
Gambar II-17. Selubung Respon Spektra Desain menurut UBC 1997
Tabel II-20. Koefisien Gempa (Ca)
Soil type SA SB SC SD SE SF
Z = 0.075 0.06 0.08 0.09 0.12 0.19
Seismic Zone Factor, Z Z = 0.15 Z = 0.20 Z = 0.30 0.12 0.16 0.24 0.15 0.20 0.30 0.18 0.24 0.33 0.22 0.28 0.36 0.30 0.34 0.36 See Note
Z = 0.40 0.32Na 0.40Na 0.40Na 0.44Na 0.36Na
Tabel II-21. Koefisien Gempa (Cv)
Soil type SA SB SC SD SE SF
Z = 0.075 0.06 0.08 0.13 0.18 0.26
Seismic Zone Factor, Z Z = 0.15 Z = 0.20 Z = 0.30 0.12 0.16 0.24 0.15 0.20 0.30 0.25 0.32 0.45 0.32 0.40 0.54 0.50 0.64 0.84 See Note
Z = 0.40 0.32Nv 0.40Nv 0.56Nv 0.64Nv 0.96Nv
Note : Penyelidikan geoteknik dan analisis respon dinamik khusus harus dilakukan untuk menentukan koefisien gempa pada lokasi dengan tipe tanah SF
II-42
II.6.6.2 Selubung Respon Spektra Desain menurut NEHRP 1997
Selubung Respon Spektra berdasarkan NEHRP 97 bergantung pula pada jenis tanah yang diklasifikasikan berdasarkan nilai rata-rata Vs, N-SPT ataupun Su dari lapisan tanah. Bentuk selubung dan persamaan garisnya dapat dilihat pada Gambar II-18.
Gambar II-18. Selubung Respon Spektra Desain NEHRP 1997
Persamaan garis selubung spektra desain adalah sebagai berikut : To
= (Sx1 Bs)/(Sxs B1)
Sxs
= Fa Ss
Sx1
= Fv S1
Ss dan S1 menyatakan spektra percepatan pada perioda rendah T = 0.2 detik dengan perioda tinggi T = 0.1 detik, sedangkan nilai Fa, Fv, Bs dan B1 diambil dari Tabel II-22, Tabel II-23 dan Tabel II-24.
Tabel II-22. Koefisien Gempa Fa sebagai fungsi dari jenis tanah dan spektra percepatan pada perioda rendah
Site Class A B C D E F
Ss ≤ 0.25 0.8 1.0 1.2 1.6 2.5 -
Ss = 0.50 0.8 1.0 1.2 1.4 1.7 -
Ss = 0.75 0.8 1.0 1.1 1.2 1.2 -
II-43
Ss = 1.00 0.8 1.0 1.0 1.1 0.9 -
Ss ≥ 1.25 0.8 1.0 1.0 1.0 -
Tabel II-23. Koefisien Gempa Fv sebagai fungsi dari jenis tanah dan spektra percepatan pada perioda tinggi
Site Class A B C D E F
Ss ≤ 0.1 0.8 1.0 1.7 2.4 3.5 -
Ss = 0.2 0.8 1.0 1.6 2.0 3.2 -
Ss = 0.3 0.8 1.0 1.5 1.8 2.8 -
Ss = 0.4 0.8 1.0 1.4 1.6 2.4 -
Ss ≥ 0.5 0.8 1.0 1.3 1.5 -
Tabel II-24. Koefisien damping sebagai fungsi dari damping efektif
β <2 5 10 20 30 40 >50
Bs 0.8 1.0 1.3 1.8 2.3 2.7 3.0
B1 0.8 1.0 1.2 1.5 1.7 1.9 2.0
II.6.6.3 Selubung Respon Spektra Desain menurut Borcherdt 1994
Kriteria selubung respon spektra dan faktor amplifikasi Borcherdt didasarkan pada data gempa Loma Prieta, dengan bentuk dan faktor amplifikasi yang diperlihatkan pada Gambar II-19, Tabel II-25 dan Tabel II-26
Gambar II-19. Selubung Respon Spektra desain menurut Borcherdt 1994
II-44
Tabel II-25. Faktor amplifikasi Fa untuk periode rendah
Input Ground Motion I (g) 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
ma
SC-Ia 1620 0.9 0.9 1.0 1.0
0.35 0.25 0.10 -0.05
Faktor amplifikasi Site Class SC-Ib SC-II SC-III 1050 540 290 1.0 1.3 1.6 1.0 1.2 1.4 1.0 1.1 1.1 1.0 1.0 0.9
SC-IV 150 2.0 1.6 1.2 0.9
Tabel II-26. Faktor amplifikasi Fv untuk periode menengah
Input Ground Motion I (g) 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
mv
SC-Ia 1620 0.8 0.8 0.8 0.8
0.65 0.60 0.53 0.45
Faktor amplifikasi Site Class SC-Ib SC-II SC-III 1050 540 290 1.0 1.5 2.3 1.5 2.2 1.0 1.4 2.0 1.0 1.4 1.8 1.0
SC-IV 150 3.5 3.2 2.8 2.4
Nilai input Ground motion Ia dan Iv ditentukan berdasarkan prosedur berikut : a) Ia = 2.5 Aa, Iv = 1.2 Av, x = 2/3 untuk kondisi tanah SC-Ib. dimana : Aa = PGA efektif = rata-rata spektral acceleration untuk t = 0.1 hingga t = 0.5 detik dibagi 2.5 (faktor pembagi). Av adalah peak ground velocity-related acceleration efektif, yaitu
spektral
acceleration pada saat t = 1 detik. b) Ia = S(0.3); Iv = S(1.0); x = 1; untuk kondisi tanah SC (II + III). c) Ia = S(0.3)/Fa(VSC(II+III)); Iv = S(1.0)/Fv(VSC(II+III)); x = 1 untuk kondisi tanah SC(II+III), dimana Fad an Fv adalah factor amplifikasi untuk SC(II+III) dengan acuan tanah SC-Ib dan input ground motion I = S(0.3)/Fa(VSC(II+III)). d) Ia = 2.5S(0.0); Iv = 1.2S(1.0); x = 1; untuk kondisi tanah SC-Ib. Nilai Fa dan Fv dapat ditentukan berdasarkan Tabel II-25 dan Tabel II-26 atau persamaan berikut : ma
⎛ Vo ⎞ ⎛ Vo ⎞ Fa = ⎜ ⎟ , Fv = ⎜ ⎟ ⎝V ⎠ ⎝V ⎠
mv
dimana :
II-45
Vo
= kecepatan gelombang geser rata-rata dari lokasi kelas (class site) yang jadi acuan.
V
= kecepatan gelombang geser rata-rata sampai kedalaman 30m yang dapat ditentukan dari properti fisik atau pengukuran lapangan.
ma, mv = faktor amplifikasi yang ditentukan dari Tabel II-25 dan Tabel II-26. II.6.6.4 Selubung Respon Spektra Desain menurut SNI – 1726 – 2002
SNI – 1726 – 2002 memberikan selubung respon spektra desain berdasarkan wilayah gempa yang terjadi di seluruh Indonesia seperti diperlihatkan pada Gambar II-20
Gambar II-20. Respon Spektrum Gempa Rencana
II-46
II.6.6.5 Respon Spektra Desain menurut IBC 2006
IBC 2006 memberikan format respon spektra desain dalam bentuk format 3 peta percepatan gempa, yaitu peta percepatan periode 0.2 detik, peta percepatan periode 1 detik dan peta percepatan periode jangka panjang dengan koefisien lokasi yang diperlihatkan pada Tabel II-27 dan Tabel II-28.
Tabel II-27. Nilai koefisien lokasi Fa
Tabel II-28. Nilai koefisien lokasi Fv
Respon spektra percepatan maksimum untuk periode singkat SMS = Fa.Ss dan periode 1 detik
SM1 disesuaikan untuk efek kelas tanah ditentukan berdasarkan persamaan
dibawah ini : S MS = Fa.Ss S M 1 = Fv.S1
S DS =
2 S MS 3
S D1 =
2 S MI 3
Dimana : SMS
= Respon spektra percepatan maksimum untuk periode jangka pendek
SMI
= Respon spektra percepatan maksimum untuk periode 1 detik
II-47
II.7 Tinjauan Terhadap Beberapa Hasil Penelitian Sejenis Sebelumnya
Saat ini peta gempa Indonesia yang telah dipublikasikan (SNI – 1726 – 2002)seperti diperlihatkan pada Gambar II-21 merupakan peta percepatan gempa yang nilainya diambil dari nilai rata-rata dari hasil yang dilakukan oleh 4 penelitian seperti diperlihatkan pada Gambar II-22. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan dengan metode dan penentuan parameter yang berbeda sehingga peta yang dikeluarkan oleh masing-masing penelitian tersebut memberikan hasil percepatan gempa yang berbeda untuk periode ulang yang sama. Selain itu, peta gempa Indonesia yang saat ini ada diperuntukkan bagi bangunan gedung dan bangunan air dimana periode ulang yang dipergunakan didasarkan pada umur rencana bangunan gedung dan bangunan air.
Gambar II-21. STANDAR PERENCANAAN KETAHANAN GEMPA UNTUK STRUKTUR BANGUNAN GEDUNG SNI – 1726 – 2002
Peta gempa Indonesia periode ulang 500 tahun (Teddy Boen&Haresh Shah, university of Stanford)
II-48
Peta gempa Indonesia periode ulang 500 tahun (Engkon Kertapati, Dep. Mineral dan Energi)
Peta gempa Indonesia periode ulang 500 tahun (Jodi Firmansyah dan Masyhur Irsyam, ITB)
Peta gempa Indonesia dengan variasi periode ulang (Theo F Najoan, Puslitbang SDA)
Gambar II-22. Peta gempa dari 4 penelitian tahun 1999 (Workshop gempa, 2005)
Kajian terhadap peta gempa Indonesia yang telah ada diperlukan untuk mengetahui kriteria desain, metode dan parameter yang dipergunakan dalam pembuatan peta gempa tersebut. Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, diketahui : Tabel II-29. Kajian kriteria desain peta gempa yang telah dipublikasikan
Kriteria Desain
Peta Gempa Indonesia SNI 1726-2002
Peta gempa
Peta gempa
Indonesia (Teddy
Indonesia
Boen&Haresh
(Engkon
Shah, 1999)
Kertapati, 1999)
500 tahun
500 tahun
Peta gempa Indonesia (Jodi
Peta gempa
Firmansyah dan
Indonesia (Theo
Masyhur
F Najoan, 1999)
Irsyam,1999) 10, 20, 50, 100,
Periode ulang
500 tahun
500 tahun
200, 500, 1000, 5000, 10000
Probabitilas resko gempa Umur rencana bangunan Analisa Sumber
10%
10%
10%
10%
10%
50 tahun
50 tahun
50 tahun
50 tahun
bervariasi
2 Dimensi (Area Source)
2 Dimensi (Area Source)
2 Dimensi (Area Source)
2 Dimensi (Area Source)
Bangunan
Bangunan
gedung
gedung
2 Dimensi (Area
gempa
Source)
Jenis
Bangunan
bangunan
gedung
Attenuasi
-
Fukushima&Tanaka
Building Code
UBC 1997
UBC 1997
Bangunan gedung
Fukushima& Tanaka UBC 1997
Bangunan air
Joyner&Boore
Fukushima & Tanaka, Joyner& Boore
UBC 1997
UBC 1997
Tabel II-29 memperlihatkan variasi kriteria desain yang dipergunakan oleh masingmasing peneliti terdahulu dalam membuat peta gempa Indonesia. Beberapa hal dalam kriteria desain tersebut sebaiknya dievaluasi, terutama dalam hal aturan bangunan yang dipergunakan.
II-49
Penelitian terhadap resiko gempa di kota Surabaya telah beberapa kali dilakukan, dimana masing-masing peneliti memberikan hasil yang beragam dengan metoda dan model yang beragam pula. Beberapa hal dalam metode penelitian yang mungkin menyebabkan perbedaan hasil diantaranya adalah : 1. Penggunaan data gempa dan sumber gempa termasuk penentuan parameternya. 2. Penggunaan teori probabilitas yang berbeda 3. Penggunaan fungsi attenuasi yang berbeda 4. dll Dari hasil penelitian penelitian ini, sedikit sekali yang membahas pengaruh kedalaman lokasi batuan dasar pada saat membahas analisa dinamika tanah. Koefisien gempa dari beberapa CODE seperti UBC, NEHRP maupun Borcherdt didapat berdasarkan analisa data yang mayoritas terletak pada lokasi-lokasi dengan kedalaman batuan dasar ≤ 30m. Sehingga untuk kebanyakan kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Semarang dan Surabaya dengan letak lapisan batuan dasar pada kedalaman antara 200 hingga 300m, lapisan tanahnya perlu diklasifikasikan dalam jenis tanah SF atau F berdasarkan klasifikasi UBC ataupun NEHRP (Toha, 2001). SNI – 1726 – 2002 menggunakan katalog data gempa hingga tahun 2000 sehingga diperlukan verifikasi apakah penambahan katalog data gempa hingga tahun 2006 memberikan perubahan yang cukup berarti terhadap besaran percepatan di batuan dasar dan respon spektrum gempa rencana. Selain itu, SNI – 1726 – 2002 Mengacu pada UBC 1997 yang sudah tidak dipergunakan lagi di dunia internasional, sehingga pada penelitian ini kode yang dipergunakan dalam perencanaan parameter gempa mengacu pada IBC 2006.
II-50