KAJIAN HISTOPATOLOGI PEMBERIAN KOMBINASI HERBAL (BAWANG PUTIH DAN KUNYIT) DENGAN ZINK TERHADAP ORGAN GINJAL AYAM BROILER YANG TERINFEKSI VIRUS MAREK
UPIK KUROTA AINI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
ABSTRAK UPIK KUROTA AINI. Kajian Histopatologi Pemberian Kombinasi Herbal (Bawang Putih dan Kunyit) dengan Zink Terhadap Organ Ginjal Ayam Broiler yang Terinfeksi Virus Marek. Dibimbing oleh WIWIN WINARSIH dan SUS DERTHI WIDHYARI. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji efektifitas pemberian kombinasi herbal dengan zink dalam pakan ayam broiler yang terinfeksi virus Marek melalui pengamatan histopatologi organ ginjal. Sebanyak 100 ekor DOC (Day Old Chick) dibagi secara acak kedalam lima perlakuan,yang terdiri dari: Pakan basal (R0), pakan basal ditambah bawang putih 2.5% dan kunyit 1.5% (R1), pakan basal ditambah bawang putih 2.5% dan ZnO 120 ppm (R2), pakan basal ditambah kunyit 1.5% dan ZnO 120 ppm (R3) dan pakan basal ditambah bawang putih 2.5%, kunyit 1.5% dan ZnO 120 ppm (R4). Herbal yang digunakan adalah bawang putih (Allium sativum Linn.) dan kunyit (Curcuma domestica Val.), sedangkan mineral yang digunakan adalah ZnO (Zink Oksida). Pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan setelah ayam berumur 5 minggu yaitu dengan membuat sediaan yang diwarnai HE (hematoksilin dan eosin). Parameter pengamatan histopatologi meliputi rataan jumlah proliferasi sel tumor limfoid sebanyak 3 fokus tumor, presentase kejadian degenerasi dan nekrosa dalam 25 tubulus serta presentase kejadian kongesti dalam 25 glomerulus. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji Anova dan dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa rataan proliferasi sel tumor limfoid, nekrosa sel tubulus dan kongesti glomerulus menunjukkan tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol (p>0.05), sedangkan degenerasi tubulus nyata meningkat pada perlakuan R2, R3, dan R4. Jumlah proliferasi sel tumor limfoid terendah pada perlakuan R2 sedangkan kejadian nekrosa tubulus terendah pada R3.
KAJIAN HISTOPATOLOGI PEMBERIAN KOMBINASI HERBAL (BAWANG PUTIH DAN KUNYIT) DENGAN ZINK TERHADAP ORGAN GINJAL AYAM BROILER YANG TERINFEKSI VIRUS MAREK
UPIK KUROTA AINI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Skripsi : Kajian Histopatologi Pemberian Kombinasi Herbal (Bawang Putih dan Kunyit) dengan Zink Terhadap Organ Ginjal Ayam Broiler yang Terinfeksi Virus Marek Nama : Upik Kurota Aini NRP : B04104162
Disetujui
Dr. Drh. Wiwin Winarsih, MSi Pembimbing I
Dr. Drh. Sus Derthi Widhyari, MSi Pembimbing II
Diketahui
Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan cintaNya yang selalu tercurah setiap saat sehingga skripsi dengan judul KAJIAN HISTOPATOLOGI
PEMBERIAN
HERBAL
(BAWANG
PUTIH
DAN
KUNYIT) DAN ZINK TERHADAP ORGAN GINJAL AYAM BROILER YANG TERINFEKSI VIRUS MAREK
berhasil diselesaikan. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Dr. drh. Wiwin Winarsih, MSi dan Dr. drh. Sus Derthi Widhyari, MSi serta drh. Ekowati Handharyani, MS, Ph.D atas bimbingannya, saran, dan bantuannya. Drh. Chusnul Choliq, MS. MM sebagai dosen pembimbing akademik Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada staf Laboratorium Patologi (Pak Kas dan Pak Endang), bapak-bapak satpam, serta seluruh civitas FKH IPB. Terimakasih tak terhingga ku haturkan untuk Bapak dan Mama yang tak pernah bosan menggayutkan doa, kasih sayang, dan nasihat agar diri ini menjadi insan terbaik. Keluarga besarku:Mb Nia, Mas Eko, Ipan, &ege, Angah, Bu Yanti, Jogja dan Lampung Family atas doa dan semangat yang diberikan. Anak-anak ayam ( Bagus, Popon, Sri Ul, Ami, Ratna, Kanda, Wahyu, Herlina, Bu Sri, Mas Mahmud) akhirnya kita berhasil melewati ini. Saudara-saudara terbaikku: Jameela (Cmaydutz, Mpok, Ryudutz), Green House, Iswara, My Big Mommy (RM) dan Charlies Angel yang telah menjadi keluarga ku selama di Bogor, my teacher Bunsay-Q, Mbae, Ninis, 3SDI, xL, DePer@ B@j@y yang selalu menguatkanku untuk terus berjuang. Hilda, Utx, Devit, Etitut, adik2q (Meri, Fajrin, Masclihah, Pita, Dhika, Cha2, Archi, V3, Azizah, Nu2, Eka, Ani, Nani, Putri, Milah, Fatma) ukhuwah itu sangat indah, penggenap dien ku kelak. Himpro Ruminansia, DKM An-Nahl, IMAKAHI, Asteroidea 41, all sesepuh-sesepuh, adik2 @ 42, 43, 44 yang telah mengisi hari-hari di FKH dengan banyak pembelajaran dan canda tawa. Akhirnya penulis ucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini. Semoga ini dapat menjadi amal jariyah dan bermanfaat untuk penulis dan seluruh pembaca. Amin. Bogor, September 2008
Upik Kurota Aini
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 09 Agustus 1986 dari ayah Drs. H. M. Hasyimi dan Ibu Dra. Hj. Roswita. Penulis merupakan putri ketiga dari empat bersaudara. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN 06 Bekasi, pendidikan menengah pertama diselesaikan tahun 2001 di SLTPN 11 Bekasi, dan pendidikan menengah atas di SMUN 10 Yogyakarta diselesaikan pada tahun 2004, serta pada tahun yang sama penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan IPB melalui jalur SPMB. Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di organisasi formal kampus diantaranya: DKM An-Nahl, Himpro Ruminansia, IMAKAHI, Gentra Kaheman, dan UKM Bulu tangkis.
LAMPIRAN
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
ix
PENDAHULUAN ...................................................................................... Latar Belakang ..................................................................................... Tujuan Penelitian .................................................................................. Sasaran Penelitian ................................................................................
1 1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ Bawang Putih (Allium sativum) ........................................................... Kunyit (Curcuma domestical)............................................................... Mineral Zink ......................................................................................... Ginjal .................................................................................................... Sistem Urinaria Ayam........................................................................... Penyakit Marek ..................................................................................... Etiologi......................................................................................... Cara Penularan ............................................................................. Gejala Klinik ................................................................................ Perubahan Patologi.......................................................................
4 4 6 8 9 10 11 11 13 14 15
BAHAN DAN METODE ........................................................................... Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... Bahan dan Alat...................................................................................... Metode Penelitian ................................................................................. Perlakuan Hewan Coba ................................................................ Pembuatan Serbuk Bawang Putih dan Kunyit ............................. Pakan ............................................................................................ Pengambilan Sampel dan Pembuatan Preparat Histopatologi ..... Pengamatan Histopatologi .......................................................... Analisis Data ................................................................................
18 18 18 18 18 19 19 20 22 22
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................
23
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................
32
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
33
LAMPIRAN................................................................................................
35
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bawang putih(Allium sativum).........................................................
5
2. Kunyit (Curcuma domestica)............................................................
6
3. Virus Marek ......................................................................................
13
4. Rataan jumlah sel tumor limfoid pada ginjal. ...................................
24
5. Pertumbuhan sel tumor limfoid.........................................................
25
6. Rataan presentase degenerasi tubulus ..............................................
26
7. Rataan presentase nekrosa tubulus...................................................
26
8. Nekrosa dan degenerasi sel-sel tubulus.............................................
28
9. Rataan presentase kongesti glomerulus ............................................
29
10. Kongesti glomerulus .........................................................................
30
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Analisa statistik sel tumor limfoid.....................................................
37
2. Analisa statistik kongesti..................................................................
38
3. Analisa statistik degenerasi ..............................................................
39
4. Analisa statistik nekrosa...................................................................
40
DAFTAR TABEL Halaman 1. Kandungan normal mineral tulang pada ayam ...................................
8
2. Komposisi Pakan Penelitian................................................................
20
3. Rataan jumlah sel tumor limfoid pada ginjal ......................................
23
4. Rataan presentase degenerasi dan nekrosa tubulus............................
25
5. Rataan presentase kongesti glomerulus .............................................
28
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Protein hewani memiliki peranan penting dalam membangun kualitas sumber daya manusia yang unggul. Permintaan dunia terhadap protein hewani (daging, telur, dan susu serta produk olahannya) sangat besar dan diproyeksikan akan meningkat sangat cepat selama periode tahun 2005-2020 mendatang khususnya di negara-negara yang sedang berkembang. Penduduk dunia saat ini sekitar 6.3 milyar dan diperkirakan meningkat sebanyak 76 juta jiwa setiap tahunnya, dari jumlah penduduk tersebut sekitar 5.3 milyar (84%) diantaranya berdomisili di negara-negara sedang berkembang yang rata-rata tingkat konsumsi protein hewaninya relatif sangat rendah. Indonesia termasuk negara sedang berkembang, dengan jumlah penduduk sekitar 212 juta jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata 1.5% per tahun serta peningkatan pendapatan per kapitanya sekitar 3% per tahun. Dari jumlah penduduk tersebut tentunya membutuhkan pangan hewani yang cukup besar dan diproyeksikan meningkat sangat cepat di masa
mendatang.
masyarakat
tentang
Peningkatan kesejahteraan pentingnya
protein
masyarakat
hewani
juga
dan kesadaran ikut
mendorong
meningkatnya permintaan terhadap pangan hewani (Deptan 2006). Sejalan dengan pesatnya permintaan akan protein hewani terutama unggas, masalah penyakit pun menjadi perhatian dalam kemajuan industri peternakan. Salah satunya adalah penyakit Marek. Penyakit ini pertama kali dilaporkan oleh Dr. Jozsef Marek pada tahun 1907 di Hongaria. Penyakit ini dikenal juga dengan nama fowl paralysis, range paralysis dan neurolymphomatosis. Penyakit Marek merupakan salah satu penyakit yang paling penting pada ayam yang menyebabkan kerugian ekonomi yang besar pada peternakan ayam pedaging maupun petelur (Tabbu 2000). Virus Marek mempunyai tingkat infeksi yang tinggi sehingga sangat mudah menular baik dengan kontak langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itulah penyakit ini sangat ditakuti di industri peternakan (Anonim 2007b). Secara mikroskopik, penyakit Marek akan mengakibatkan proliferasi sel-sel limfoid pada berbagai organ viscera, kulit, dan otot. Organ viscera tersebut diantaranya ginjal yang berfungsi sebagai sistem urinaria dan bertanggung jawab
2
untuk berlangsungnya ekskresi bermacam-macam produk buangan dari dalam tubuh (Frandson 1992). Menurut Fadilah & Polana (2004), belum ada pengobatan yang efektif untuk menyembuhkan penyakit Marek. Usaha pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan cara peningkatan kekebalan melalui vaksinasi, memperbaiki manajemen dan menjaga kebersihan, isolasi serta melakukan sanitasi yang baik (Bains 1979; Sainsbury 1984; Jordan 1990). Pencegahan kejadian penyakit Marek dapat dilakukan dengan adanya usaha peningkatan daya tahan tubuh. Indonesia sangat kaya dengan berbagai spesies flora. Dari 40 ribu jenis flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh di Indonesia. Sekitar 26% telah dibudidayakan, lebih dari 940 jenis digunakan sebagai obat tradisional (Syukur 2002). Melihat kondisi ini, penggunaan tanaman herbal merupakan langkah yang tepat
sebagai feed supplement dalam pakan ayam untuk
peningkatan daya tahan tubuh. Diantaranya penggunaan bawang putih (Allium sativum Linn.) dan kunyit (Curcuma domestica Val) karena kedua jenis herbal ini telah lama dikenal mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit dan meningkatkan daya tahan tubuh karena kandungan zat-zat didalamnya. Mineral merupakan unsur nutrisi yang sifatnya penting untuk kerangka tubuh, bagian dari berbagai cairan dan sistem, untuk pertumbuhan tulang, untuk pembentukan kulit telur dan banyak fungsi fisiologis lainnya yang membutuhkan mineral (Rasyaf 1992). Salah satunya adalah Zn. Menurut Pery et al. (2004) Zn juga berperan pada sistem kekebalan tubuh.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek pemberian kombinasi antara herbal (bawang putih dan kunyit) dengan Zn terhadap perubahan histopatologi organ ginjal ayam broiler yang terinfeksi virus Marek.
Sasaran Penelitian Penyakit Marek merupakan salah satu penyakit unggas yang memiliki tingkat infeksi tinggi yang dapat menular dengan kontak langsung maupun tidak langsung sehingga dapat menimbulkan masalah ekonomi yang serius pada
3
industri peternakan unggas. Oleh sebab itu, dibutuhkan usaha pengendalian yang efektif dalam menangani kasus ini. Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai efek pemberian herbal (bawang putih dan kunyit) dengan Zn sehingga dapat dijadikan dasar dalam usaha pengendalian penyakit Marek.
4
TINJAUAN PUSTAKA Bawang Putih (Allium sativum Linn.) Bawang putih tumbuh secara berumpun dan berdiri tegak sampai setinggi 30-75 cm, mempunyai batang semu yang terbentuk dari pelepah-pelepah daun. Helaian daunnya mirip pita, berbentuk pipih dan memanjang. Akar bawang putih terdiri dari serabut-serabut kecil yang berjumlah banyak dan setiap umbi bawang putih terdiri dari sejumlah anak bawang (siung) yang setiap siungnya terbungkus kulit tipis berwarna putih (Anonim 2007a). Bunga bawang putih berupa bunga majemuk, bertangkai, berbentuk bulat dan menghasilkan biji untuk keperluan generatif (Syamsiah dan Tajudin 2003). Sebagaimana warga kelompok monokotiledon, sistem perakarannya tidak memiliki akar tunggang dan akarnya serabut yang tidak panjang, tidak terlalu dalam berada di dalam tanah sehingga tanaman ini tidak tahan terhadap kekeringan terutama pada waktu proses pembesaran umbi (Wibowo 1999). Akar bawang putih terdiri dari serabut-serabut kecil yang berjumlah banyak terletak di batang pokok, tepatnya di bagian dasar umbi atau pangkal umbi yang berbentuk cakram. Fungsi akar serabutnya adalah sebagai penghisap makanan (Syamsiah & Tajudin 2003). Didekat pusat batang pokok (bersifat rudimenter) bagian bawah terdapat tunas yang kemudian tumbuh menjadi umbi-umbi kecil yang disebut siung (Syamsiah & Tajudin 2003). Siung ini terdiri dari dua bagian, yaitu dua helai daun dewasa dan sebuah tunas vegetatif. Salah satu dari dua helai daun tersebut, yaitu daun dewasa yang terletak di sebelah luar, berfungsi sebagai daun pelindung untuk sehelai daun yang lebih muda dan tunas vegetatif di bagian dalam (Wibowo 1999). Bawang putih (Allium sativum) termasuk genus allium atau di Indonesia lazim disebut bawang putih. Bawang putih termasuk klasifikasi tumbuhan terna berumbi lapis atau siung yang bersusun. Klasifikasi bawang putih (Allium sativum) menurut Linnaeus dalam Syamsiah dan Tajudin (2003) adalah : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
5
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledone
Ordo
: Liliflorae
Famili
: Amaryllidaceae
Bangsa
: Allieae
Genus
: Allium
Spesies
: Allium sativum Linn.
Gambar 1. Bawang putih (Allium sativum) Sumber: http://www.medikaholoistik.com/ 2007 Pada perang dunia ke-2, bawang putih telah digunakan untuk mengatasi luka saat antibiotik lain tidak ada yang cocok. Bawang putih digunakan untuk mencegah atherosklerosis, hipertensi, demam, sakit kepala, kecacingan dan tumor dalam jumlah yang banyak (Mazza & Oomah 2000). Umbi lapis bawang putih kaya akan nutrisi dan secara kimiawi terdiri dari berbagai macam unsur yang dapat mempengaruhi penyebab penyakit. Penelitian laboratorium membuktikan bahwa bawang putih dapat merangsang sistem imun tubuh yang berguna untuk menekan pertumbuhan sel kanker, menekan sintesis kolestrol di hati dan menghancurkan penumpukan lemak di pembuluh darah seperti pembuluh darah jantung dan otak. Bahan aktifnya S-allyl cysteine, suatu komponen thioallyl yang mempunyai khasiat hipolipidemik dan antitrombotik (Dalimartha 2002). Menurut Noerdjito (1985) bawang putih (Allium sativum) digunakan sebagai obat batuk, muntah-muntah, masuk angin, kolera, cacingan dan sebagainya. Kehebatan bawang putih sebagai obat diduga karena kombinasi dua senyawa yang dikandungnya yaitu alisin dan scordinin. Alisin berfungsi sebagai antibiotik alami yang sanggup membasmi berbagai macam mikroba. Alisin
6
mampu melawan infeksi yang disebabkan oleh amuba, bakteri, jamur atau virus. Scordinin memiliki kemampuan meningkatkan daya tahan tubuh dan juga berfungsi sebagai antioksidan (Syamsiah & Tajudin 2005). Menurut Mazza & Oomah (2000) komposisi bawang putih terdiri dari air (56-68%), diikuti oleh karbohidrat (26-30%). Komponen yang paling signifikan, dalam pengobatan adalah kandungan tambahan organo sulfur (11-35 mg/g bawang putih segar). Bawang putih juga mengandung berbagai jenis tambahan seperti saponin, vitamin (asam askorbat 30mg/100g berat segar, vitamin E 9.4 µg/g), mineral (selenium 0.014 mg/ 100g, kromium 0.05 mg/ 100g ) dan lain-lain.
Kunyit (Curcuma domestica Val.) Kunyit termasuk salah satu tanaman suku temu-temuan (Zingiberacea). Taksonomi tumbuhan kunyit
menurut Valenton dalam Winarto (2003)
dikelompokkan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub-divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotiledónea
Ordo
: Zingiberales
Family
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma
Species
: Curcuma domestica Val.
Gambar 2. Kunyit (Curcuma domestica) Sumber: http://www.pusri.co.id/budidaya/obat/KUNYIT/2007
7
Kunyit merupakan tanaman terna, berbatang semu, tinggi dapat mencapai 1m. Bentuk batangnya bulat, berwarna hijau keunguan. Kunyit mampu membentuk rimpang, berwarna oranye bila tua dan tunas mudanya berwarna putih, membentuk rumpun yang rapat. Berakar serabut, berwarna coklat muda. Setiap tanaman berdaun 3-8 helai, panjang daun berserta pelepahnya sampai 70 cm, helaian daun berbentuk lanset memanjang, berwarna hijau dan hanya bagian atas dekat pelepahnya berwarna agak keunguan, panjang 28-85 cm, lebar 10-25 cm. Bunga muncul dari ujung batang semu panjang 10-15 cm (Martha Tilaar Inovation Center 2002). Bagian tanaman yang digunakan adalah rimpang atau akarnya. Rimpang kunyit mengandung minyak atsiri dengan senyawa antara lain fellandrene, sabinene, sineol, borneol, zingiberene, kurkumin, tumeron, kamfene, kamfor, sesquiterpene, asam kafrilat, asam metoksisinamat dan tolimetil karbinol. Selain itu, rimpang kunyit juga mengandung tepung dan zat warna yang mengandung alkaloid kurkumin (Mahendra 2002). Menurut Dalimartha (2002), rimpang ini berkhasiat melancarkan darah dan energi vital, menghilangkan sumbatan, karminatif, peluruh haid (emenagog), mempermudah persalinan, antibakteri, antiinflamasi, memperlancar pengeluaran empedu ke usus (kolagagum) dan pengelat. Menurut Winarto (2003), efek farmakologis kunyit yang banyak dikenal diantaranya adalah merangsang daya tahan tubuh, antiradang (antiinflamasi), antibakteri dan lain-lain. Kandungan zat aktif kunyit diduga memiliki peran sebagai antiradang, antioksidan dan merangsang kekebalan tubuh. Beberapa penelitian secara in vitro dan in vivo menunjukkan, kunyit mempunyai aktivitas sebagai antiinflamasi (antiperadangan), aktivitas terhadap peptic ulcer, antitoksik, antihiperlipidemia dan aktivitas antikanker. Kunyit dapat mencegah kanker usus dengan cara menginhibisi enzim-enzim lipid peroksidase dan siklooksigenase-2 yang merupakan implikasi perkembangan kanker dan menginduksi
enzim
glutation
S-transferase.
Induksi
siklooksigenase-2
dihubungkan dengan produksi prostaglandin (hormon pengatur gerakan otot). Kunyit juga menunjukkan aktivitas sebagai antioksidan yang dihubungkan dengan mekanisme pemadaman singlet O2 yang dapat merusak DNA, namun sifat
8
antioksidan ini bukan sebagai penghambatan superoksida anion atau radikal bebas hidroxil (Sumiati & Adnyana 2007).
Mineral Zink Mineral merupakan unsur nutrisi yang sifatnya penting untuk kerangka tubuh, bagian dari berbagai cairan dan sistem tubuh, untuk pertumbuhan tulang, untuk pembentukan kulit telur dan banyak fungsi fisiologis lainnya yang membutuhkan mineral. Mineral dibagi atas mineral utama dan mineral pratama. Mineral utama yang dimaksudkan ini adalah mineral yang dibutuhkan dalam jumlah besar, seperti: kalsium, fosfor, sodium, potassium, magnesium dan klorin, kemudian mineral yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit (pratama) adalah: besi, mangan, copper, molybdenum, seng dan selenium (Rasyaf, 1992).
Tabel 1. Kandungan Normal Mineral Tulang Pada Ayam. Mineral Kalsium Fosfor Magnesium Seng Tembaga Mangan Besi Sumber: Amrullah 2003
Jumlah 37% 18% 0,6% 200-250 ppm 20 ppm 3-5 ppm 400-500 ppm
Salah satu mineral yang mendapatkan perhatian besar sebagai zat tambahan makanan pada ransum ayam adalah Zn. Menurut Wahju (1985), meningkatnya perhatian terhadap gizi Zn ialah pada waktu Tucker dan Salmon mendapatkan bahwa defisiensi Zn mengakibatkan parakeratosis pada babi. Sesudah itu O’Delldan Savage memperlihatkan bahwa defisiensi Zn mengakibatkan penurunan pertumbuhan dan perkembangan tulang yang abnormal. Gejala ini dilaporkan pula oleh Morisson, Scott dan Norris dan lain-lain pada anak ayam yang diberi ransum yang dimurnikan, dengan demikian sumber anorganik seperti zink oksida atau zink karbonat dipergunakan untuk suplementasi ransum unggas. Zink (Zn) merupakan unsur anorganik yang tidak dapat dikonversi dari zat gizi lain, oleh karena itu mineral ini mutlak dan harus ada di dalam pakan walaupun dalam jumlah relatif sedikit. Zink merupakan mineral essensial yang
9
berperan penting pada pembentukan, pertumbuhan dan pemeliharaan sel-sel tubuh. Zink berfungsi sebagai antioksidan dan mampu mencegah terjadinya radikal bebas sehingga proses apoptosis atau kematian sel secara terencana dapat ditekan (Fukamachi 1998; Truong et al. 2000). Zink diperlukan dalam metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Zink juga berperan pada sistem kekebalan tubuh (Perry et al. 2004). Menurut Manalu (1999), Zn merupakan aktivator dari beberapa sistem enzim. Menurut Nugroho (1989), bila anak ayam diberi ransum yang kekurangan Zn, maka pertumbuhannya akan terganggu, bulu-bulunya jelek, tulang-tulang panjang pada kaki dan sayap akan memendek dan menebal, sendi-sendi lututnya membesar. Kadar abu dalam tulang akan berkurang, anak ayam memperlihatkan kecenderungan untuk tetap berjongkok dan dalam beberapa kasus kekurangan Zn kadang-kadang ditandai dengan langkah-langkah seperti langkah angsa. Kadangkadang kulit di telapak kaki menjadi kering dan menebal, timbul retak-retak pada lapisan epidermia dan retak-retak tadi dapat sampai ke jaringan subkutan (di bawah kulit). Menurut Underwood (1966), batas konsumsi Zn yang aman perlu diperhatikan untuk mendukung kesehatan ternak dan pertumbuhan yang optimum. Resiko keracunan Zink dalam peternakan sapi relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan peternakan babi dan unggas. Pada konsentrasi 1.000 ppm belum menunjukkan gejala gejala sakit tetapi dalam konsentrasi yang lebih tinggi, akan menyebabkan pertumbuhan dan nafsu makan menurun, artritis, dan pendarahan pada saluran pencernaan. Kematian dapat terjadi di level 4.000 – 8.000 ppm. Pada ayam broiler, level 1.200 – 1.400 ppm dalam diet belum menunjukkan gejala sakit tetapi pada level 3.000 ppm ditandai dengan pertumbuhan dan nafsu makan yang menurun.
Ginjal Ginjal adalah organ yang menyaring plasma dan unsur-unsur plasma dari darah dan kemudian secara selektif menyerap kembali air dan unsur-unsur berguna kembali dari filtrat, yang akhirnya mengeluarkan kelebihan dan produk buangan plasma. Hampir semua jenis ternak ginjalnya memiliki bentuk seperti
10
kacang, kecuali ginjal sapi dengan lobul-lobulnya, serta kuda dengan ginjal kanan yang menyerupai bentuk jantung (Frandson 1992). Menurut Lu (1995), struktur yang menonjol dalam ginjal adalah nefron, kira-kira berjumlah 1.3 x 106. Tiap nefron
terdiri
atas
glomerulus
dan
serangkaian
tubulus.
Glomerulus
divaskularisasi oleh sistem kapiler bertekanan tinggi yang menghasilkan ultrafiltrat dari plasma. Filtrat yang terkumpul dalam kapsula Bowman mengalir melalui tubulus proksimal, ansa henle dan tubulus distal, kemudian mengalir melewati kumpulan tubulus ke dalam piala ginjal dan dibuang sebagai urin. Menurut Guyton & Hall (2007) ginjal memiliki fungsi multipel, antara lain: 1. Ekskresi produk sisa metabolik dan bahan kimia asing. 2. Pengaturan keseimbangan air dan elektrolit. 3. Pengaturan osmolalitas cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit. 4. Pengaturan tekanan arteri. 5. Pengaturan keseimbangna asam-basa. 6. Sekresi, metabolisme dan ekskresi hormon. 7. Glukoneogenesis. Sistem urinari
bertanggung
jawab
untuk
berlangsungnya
ekskresi
bermacam-macam produk buangan dari dalam tubuh. Sistem ini juga penting sebagai faktor untuk mempertahankan homeokinesis (homeostatis), yaitu suatu keadaan yang relatif konstan dari lingkungan internal di dalam tubuh (Frandson 1992), sedangkan menurut Lu (1995) fungsi utama ginjal adalah menyingkirkan buangan metabolisme normal dan mengekskresikan xenobiotik dan metabolitnya.
Sistem Urinaria Ayam Sistem urinaria ayam terdiri dari dua ginjal yang berlokasi di belakang paruparu. Tiap ureter berhubungan ke tiap ginjal dengan kloaka (Bell & Weaver 2002; Fadhilah & Polana 2004). Masing-masing ginjal terdiri dari tiga gelambir berwarna coklat merah (Setijanto1998). Menurut Frandson (1992), ginjal reptilian, bangsa burung dan amfibia menerima sebagian darah dari vena yang berasal dari dinding tubuh atau kaki belakang. Sistem ini yang disebut sistem portal renal, tidak terdapat pada mamalia. Pleksus pampiniform vena yang berasal dari testikel mamalia, dianggap sebagai sisa-sisa dari sistem portal renal yang lebih primitif.
11
Unggas tidak mempunyai kantong air seni, urin mengalir dari ginjal melalui ureter langsung ke kloaka. Diperkirakan volume urin yang dibuat per hari ±700800 ml, akan tetapi sewaktu turun ke kloaka sebagian besar kandungan air dalam urin tersebut diserap kembali oleh tubuh, sehingga urin yang masuk ke dalam kloaka mengandung sedikit sekali cairan. Di dalam kloaka urin bercampur dengan feses dan dikeluarkan dari kloaka bersama-sama. Seperti pada mamalia, satuan fungsional ginjal adalah nefron, yang terdiri atas korpuskulus renalis dan tubulus renalis. Diameter korpuskulus renalis pada unggas lebih kecil dibandingkan pada mamalia, tetapi secara umum jumlah per satuan volume jaringan ginjal lebih banyak. Gambaran morfologisnya dapat dibedakan dengan adanya 2 tipe nefron, yaitu (1) tipe kortikal (reptilian-type nephron) dan (2) tipe medula (mammaliantype) (Setijanto1998). Air kemih ayam berupa asam urat dan merupakan hasil akhir produk metabolisme protein (Fadhilah & Polana 2004). Menurut Suprayitno (2006), presentase berat ginjal ayam broiler umur 5 minggu adalah 0.98-1.13% dari berat hidup.
Penyakit Marek Penyakit Marek merupakan penyakit yang disebabkan oleh herpesvirus (Fadhila & Polana 2002). Menurut Tabbu (2000), penyakit Marek merupakan suatu penyakit limfoproliferatif pada ayam yang sangat mudah menular dan tersifat oleh adanya pembengkakan atau tumor limfoid pada berbagai organ visceral, kulit dan otot. Penyakit ini pertama kali dilaporkan oleh Dr. Jozsef Marek pada tahun 1907 di Hongaria. Marek menggambarkan penyakit ini menyebabkan paralisis yang mempengaruhi kaki dan sayap ayam dan memiliki kateristik yaitu terjadi penebalan saraf serta infiltrasi sel mononuklear pada saraf (Payne 1985). Penyakit ini dikenal juga dengan nama fowl paralysis, range paralysis dan neurolymphomatosis (Tabbu 2000). Unggas yang rentan terhadap penyakit ini menurut Herendra (1996) adalah kalkun, bebek, angsa, burung puyuh dan ayam hutan. Etiologi Penyakit Marek adalah suatu penyakit neoplastik dan neuropatik pada unggas terutama ayam, disebabkan oleh herpesvirus cell-associated yang sangat
12
infeksius (Adjid et al. 2008). Secara umum virus Marek dibagi kedalam tiga serotipe dimana dapat dibedakan di kultur sel dari onkogenik virus dengan sedikit perbedaan morfologi (Payne 1985). Menurut Sharma & Adlakha (1995) berdasarkan serotipenya virus penyakit Marek digolongkan menjadi 3 serotipe yaitu: a. Serotipe 1, yang merupakan herpesvirus yang diisolasi dari ayam yang bersifat patogenik dan oncogenik. b. Serotipe 2, yang merupakan herpesvirus yang diisolasi dari ayam bersifat non patogenik atau non-oncogenik. c. Serotipe 3, yang merupakan herpesvirus yang diisolasi dari kalkun (Herpes Virus of Turkey) yang bersifat non-patogenik pada ayam. Infeksi antara virus penyakit Marek dengan sel dapat terjadi melalui 3 bentuk, yaitu infeksi produktif (sitolitik), infeksi laten yang bersifat non produktif, dan infeksi transformasi. Infeksi produktif terjadi di dalam folikel bulu dan menghasilkan virion yang mempunyai envelope dan bersifat infeksius. Infeksi produktif menyebabkan lisis, pembentukan badan inklusi intranuklear dan nekrosis sel. Infeksi laten yang bersifat nonproduktif hanya ditemukan di dalam limfosit, terutama limfosit T. Sebagian besar limfosit B dapat juga menunjukkan infeksi laten. Pada infeksi laten, genom dari virus telah terbentuk, tetapi tidak diekspresikan. Infeksi transformasi dapat ditemukan pada sebagian besar sel yang mengalami transformasi pada tumor limfoid yang disebabkan oleh penyakit Marek atau sel limfoblastoid yang berasal dari tumor limfoid. Berbeda dengan infeksi laten, fenotip yang mengalami transformasi pada infeksi transforming tersifat oleh adanya ekspresi yang terbatas dari genom virus penyakit Marek (Calnek et al. 1997). Litter atau bulu yang berasal dari ayam yang terserang penyakit Marek bersifat infeksius dan diperkirakan mengandung virus penyakit Marek cell-free yang berasal dari epitel folikel bulu yang bercampur dengan hancuran sel. Infektivitas material tersebut dapat bertahan selama 4-8 bulan pada temperatur kamar dan selama paling sedikit 10 tahun pada temperatur 40C. Virus tersebut akan mengalami inaktivasi setelah pemberian berbagai jenis desinfektan dalam
13
waktu 10 menit. Kemampuan untuk hidup dari virus penyakit Marek akan menurun jika kelembaban ditingkatkan (Tabbu 2000).
Gambar 3. Virus Marek Sumber: http://www. cdfa.ca.gof/2008 Cara Penularan Menurut Bains (1979), ada 4 cara penularan penyakit Marek yaitu: 1. Kontak langsung antara ayam yang sakit dengan ayam yang sehat. Penularan dengan cara ini biasanya terjadi pada saat ayam baru berumur beberapa hari. 2. Airborne (melalui udara). Penularan dengan cara ini dapat berlangsung secara alami yang masuk melalui inhalasi dari debu yang mengandung virus. 3. Dender (reruntuhan folikel bulu). 4. Lainnya: Penularan dapat berasal dari peralatan, orang dan lain-lain. Epitel kulit kantung bulu yang mengandung virus menjadi sumber penularan yang utama. Penularan terjadi diantara ayam dengan cara kontak langsung maupun tidak langsung. Kontak langsung terjadi jika epitel mengandung virus terhisap atau termakan oleh ayam yang sehat. Kontak tidak langsung terjadi jika epitel yang mengandung virus mencemari ransum atau air minum. Virus yang ada di tinja, litter atau kumbang (Alphitobius diaperinus) termakan oleh ayam (Retno et al. 1998). Secara nyata tidak ada transmisi vertikal untuk virus penyakit Marek dan transmisi dari induk ke anak melalui kontaminasi telur juga tidak biasa terjadi
14
karena ketahanan virus yang kurang pada suhu dan kelembaban untuk inokulasi (Calnek et al. 1997). Menurut Fenner et al. (1995), anak ayam umur sehari rentan terhadap infeksi virus virulen, waktu tersingkat untuk dapat mendeteksi lesi secara mikroskopik adalah 1-2 minggu, dan lesi umum terjadi setelah 3-4 minggu. Pengeluaran virus secara maksimum terjadi 5-6 minggu setelah infeksi. Faktor-faktor yang berpengaruh pada kejadian penyakit juga berpengaruh pada waktu inkubasinya. Faktor ini adalah strain virus, dosis, jalannya infeksi, umur, strain ayam dan kelamin. Pada kejadian di lapangan sulit untuk menentukan waktu inkubasi. Gejala Klinik Menurut Tabbu (2000) penyakit Marek dapat ditemukan pada ayam umur 4 minggu atau lebih. Penyakit ini paling banyak ditemukan pada umur 12-24 minggu. Meskipun demikian, ayam yang lebih tua dapat juga terserang. Beberapa peneliti melaporkan kejadian penyakit Marek sampai umur 60 minggu. Gejala klinik sehubungan dengan penyakit Marek dapat ditemukan dalam beberapa bentuk, yaitu bentuk akut (viseral), bentuk klasik (saraf, kronis) dan sindrom paralisis sementara. a. Bentuk Akut (Viseral) Marek tipe akut angka kematiannya tinggi. Kelainan tubuh yang menonjol adalah pembentukan tumor pada berbagai alat tubuh seperti: hati, organ reproduksi, paru-paru, jantung dan ginjal. Dapat juga terbentuk tumor pada folikel kantung bulu. Pada tipe ini ayam yang sakit bisa mati mendadak, tanpa tampak tanda-tanda sakit sebelumnya. Ayam yang lain dapat tampak sangat lesu sebelum mati dan ayam yang lain dapat menunjukkan gejala gangguan syaraf seperti pada tipe klasik (Retno et al. 1998). Beberapa hari kemudian, beberapa ayam tetapi tidak semua akan mengalami ataksia dan kemudian paralisis unilateral atau bilateral dari anggota tubuh. Sebagian unggas juga mengalami gejala dehidrasi, kurus dan lemah (Calnek et al. 1997). b. Bentuk Klasik (Saraf, Kronis) Gejala yang terlihat pada umumnya berhubungan dengan paresis progresif yang bersifat asimetris dan pada stadium lanjut terjadinya paralisis pada satu atau lebih ekstrimitas. Oleh karena salah satu atau beberapa syaraf dapat
15
terserang, maka gejala klinik yang terlihat akan bervariasi dari ayam yang satu ke ayam yang lainnya (Tabbu 2000). Menurut Retno et al. (1998), pada Marek tipe klasik angka kematian rendah. Lesio hanya terbatas pada susunan syaraf tepi, syaraf membesar dan timbul kelumpuhan, syaraf-syaraf autonom dan plexus-plexus biasanya terserang. Kelumpuhan pada syaraf menyerang bagian sayap dan kaki, sehingga menyebabkan koordinasi kaki abnormal dan kelumpuhan pada sayap sehingga sayap terkulai (Zainuddin & Wibawan 2007). Menurut Sharma & Adlakha (1995), jika nervus vagus terkena maka dapat menyebabkan dilatasi dari tembolok dan lambung. c. Sindrom Paralisis Sementara Ayam yang terserang akan menunjukkan berbagai bentuk ataksia dan paralisis partial atau paralisis total pada kaki, sayap dan leher. Sebagian besar ayam yang terkena akan sembuh dan gejala biasanya akan hilang dalam waktu 1-2 hari (Tabbu 2000). Tipe paralisis sementara merupakan manifestasi dari virus penyakit Marek yang terjadi pada ayam yang berumur antara 5 sampai 18 minggu (Jordan 1990). Perubahan Patologi Perubahan Makroskopik Menurut Fadilah & Polana (2004), lesio ayam terkena penyakit Marek diantaranya terdapat tumor viscera dan terjadi infiltrasi limfoid pada saraf tepi (peripheral). Setidaknya empat pola lesi diketahui: pertumbuhan berlebih dan kekuningan serta kehilangan dari cross-striation dari saraf perifer, iris tidak berwarna, pembesaran dari folikel bulu dengan kemerahan (leukosis kulit) dan tumor viseral meliputi hati, jantung, limpa, gonad, ginjal, proventrikulus dan organ lain serta jaringan. Tumor viseral lesi frekuensinya paling cepat, tapi kombinasi dari pola lesi paling umum (Charlton 1996). Perubahan-perubahan makrokopis ini, kecuali perubahan pada bursa Fabricius, tidak dapat dibedakan dari perubahan leukosis yang diakibatkan oleh agen yang lain (seperti limfoid leukosis). Pada sejumlah ayam dapat ditemukan bentukan nodular akibat adanya tumor limfoid yang ditemukan di dalam parenkim, yang mengalami perluasan dari
16
parenkim tersebut. Palpasi organ yang terkena biasanya mengeras dan bidang irisannya halus (Tabbu 2000). Infiltrasi sel-sel limfoid yang difus pada hati akan menyebabkan organ tersebut kehilangan struktur lobuli yang normal dan kerap kali menyebabkan permukaannya terlihat kasar dan berglanular (Calnek et al. 1997). Tumor pada ginjal terlihat berbentuk noduler, tetapi ada juga yang difus. Menurut Tabbu (2000), lesi pada ovarium yang tidak produktif akan terlihat sebagai daerah berwarna kelabu mengkilat berukuran kecil sampai besar. Jika tumor telah membesar maka struktur normal ovarium akan menghilang. Jantung yang terserang dapat menunjukkan daerah yang berwarna pucat atau pembentukan tumor nodular yang tunggal maupun multipel pada miokardium (Calnek et al. 1997). Tumor pada kulit ditandai dengan folikel kulit terlihat membesar terutama pada daerah paha, pembesaran ini diikuti oleh kemerahan dari kulit (Herendra 1996). Bentuk ini dikarakteristik dengan hadirnya lesi nodular sampai dengan diameter 1 cm yang terlihat pada folikel bulu (Sharma & Adlakha 1995). Penyakit Marek dapat juga menimbulkan lesi non neoplastik, meliputi atrofi pada bursa Fabricius dan timus, lesi degeneratif atau nekrotik pada sumsum tulang dan berbagai organ viscera. Lesi-lesi tesebut merupakan akibat infeksi sitolitik yang ekstensif dan dapat menyebabkan kematian pada ayam pada stadium awal infeksi virus penyakit Marek sebelum pembentukan tumor limfoid. Penyakit ini dapat juga menimbulkan aterosklerosis pada berbagai pembuluh darah, misalnya arteri koronaria ukuran besar, aorta dan percabangannya dan berbagai arteri lainnya (Tabbu 2000). Perubahan Mikroskopik Perubahan histopatologi pada penyakit Marek akut dan klasik pada dasarnya sama. Pada awalnya, penyakit ini ditandai oleh proliferasi sel-sel limfoid, yang menjadi progresif pada sejumlah kasus tetapi mengalami regresi pada sejumlah kasus lainnya. Pada penyakit Marek bentuk klasik, perubahan regresi lebih sering terjadi dibandingkan dengan penyakit Marek bentuk akut yang biasanya menyebabkan proliferasi sel-sel limfoid yang mengakibatkan pembentukan tumor pada berbagai organ (Tabbu 2000) atau sel limfoid pleomorfik pada submukosa dan kelenjar proventrikulus yang terdiri atas limfosit dan limfoblas sebagai neoplasia (Pradhan et al. 1980).
17
Pada sistem saraf, lesi pada saraf perifer dapat bersifat proliferatif (lesi tipe A), radang (lesi tipe B) dan kronis namun ringan (lesi tipe C). Lesi tipe A mempunyai karakter neoplastik yang terdiri atas sel limfoid yang berproliferasi, meliputi limfosit ukuran kecil, menengah dan besar, beberapa limfoblas, sel-sel retikular primitif dan sel-sel yang telah mengalami aktivasi (Tabbu 2000). Tipe B atau tipe oedematosa terjadi pada ayam yang lebih tua atau pada kejadian yang kronis. Pada tipe ini terjadi oedema dengan sedikit sel-sel limfosit dan sel-sel plasma, kadang-kadang ada demyelinasi dan proliferasi sel-sel Schwan. Tipe C hanya mempunyai sedikit infiltrasi sel-sel plasma dan sel-sel limfosit kecil-kecil Menurut Tabbu (2000), tumor limfoid pada organ viscera mirip dengan lesi tipe A pada saraf, yang terdiri atas limfosit ukuran kecil sampai sedang, limfoblas, ”MD cells”, sel retikulum primitif dan sel retikulum yang telah mengalami aktivasi. Sel-sel plasma biasanya jarang ditemukan. Komposisi selular dari tumor limfoid mirip pada organ yang satu dengan lainnya walaupun gambaran makroskopik bervariasi.
18
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan sejak bulan Juli 2007 hingga bulan Mei 2008, bertempat di kandang B (kandang ayam) Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Ransum ayam yang terdiri dari kombinasi pakan basal, bawang putih, kunyit dan ZnO. Saat pemeliharaan ayam dibutuhkan air, vaksin ND, vaksin gumboro dan sekam, sedangkan untuk pemeriksaan histopatologi digunakan larutan Buffer Neutral Formalin (BNF) 10%, xylol, alkohol absolut (100%), alkohol 95%, alkohol 90%, alkohol 80%, alkohol 70%, Mayer’s hematoxilin, lithium carbonat, eosin, perekat etelan, parafin cair dan aquades. Peralatan yang digunakan yaitu: kandang ayam, timbangan, tempat pakan dan minum, pisau bedah, gunting bedah, cover glass, object glass, mikrotom, inkubator dengan suhu 53.6oC, pemanas air, lemari pendingin, mikroskop, kertas label, kaset jaringan dan tissue processor.
Metode Penelitian Perlakuan Hewan Coba Penelitian menggunakan 100 ekor ayam broiler strain Ross 1 Super Jumbo 747 diproduksi oleh PT. Cibadak Nusa Indah Sukabumi berumur satu hari. Sebanyak 100 ekor DOC (Day Old Chick) dibagi secara acak ke dalam lima perlakuan. Masing-masing perlakuan terdiri dari empat ulangan, sehingga ada 20 unit percobaan dan masing-masing unit percobaan terdiri dari 5 ekor DOC yang dipelihara dalam kandang ukuran 1x1x1 m3 beralas sekam dan telah ditimbang untuk mengetahui bobot badan awal. Pemeliharaan dilakukan sampai ayam berumur 5 minggu. Saat ayam berumur 4 hari diberikan vaksin ND I
melalui tetes mata, vaksin gumboro
19
diberikan saat ayam berumur 10 hari melalui air minum dan vaksin ND II diberikan saat ayam berumur 21 hari melalui mulut (cekok). Selama pemeliharaan ternak ayam terinfeksi virus Marek secara alami serta pakan dan minum diberikan secara ad libitum Pembuatan Serbuk Bawang Putih dan Kunyit Proses pembuatan serbuk bawang putih maupun kunyit diperoleh melalui serangkaian proses, mula-mula dilakukan pencucian kunyit segar hingga bersih dari tanah yang melengket dan ditiriskan kemudian diiris-iris tipis, sedangkan bawang putih dilakukan pengelupasan kulit luar lalu diiris tipis-tipis. Irisan kunyit dan bawang putih yang sebelumnya telah dilapisi dan ditutup plastik hitam tipis kemudian dijemur di bawah sinar matahari hingga kering, lalu digiling untuk dibuat serbuk. Selanjutnya dilakukan pengayakan, untuk memisahkan bahan padatan dan hanya yang berukuran kecil yang akan lolos. Pakan Pakan yang telah disusun dicampur dengan serbuk kunyit, serbuk bawang putih, dan penambahan mineral zink dalam bentuk ZnO, kemudian ransum perlakuan diberikan pada ayam broiler yang masih berumur satu hari (DOC) setelah pengacakan sampai berumur 5 minggu. Kombinasi pakan perlakuan terdiri dari: R0
= Pakan basal (kontrol)
R1
= Pakan basal ditambah bawang putih 2.5% dan kunyit 1.5%
R2
= Pakan basal ditambah bawang putih 2.5% dan ZnO 120 ppm
R3
= Pakan basal ditambah kunyit 1.5% dan ZnO 120 ppm
R4
= Pakan basal ditambah bawang putih 2.5% dan kunyit 1.5% dan ZnO 120 ppm
20
Tabel 2 . Komposisi Pakan Penelitian Bahan
R0
R1
R2
R3
R4
Jagung (%)
51
51
51
51
51
Dedak (%)
3
3
3
3
3
Minyak (%)
5.5
5.5
5.5
5.5
5.5
Tepung ikan (%)
12
12
12
12
12
26.3
26.3
26.3
26.3
26.3
Bungkil (%)
kedelai
1
1
1
1
1
CaCO3 (%)
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
DCP (%)
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
Premiks (%)*
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
Lysin (%)
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
100
100
100
100
100
Kunyit (%)
0
1.5
0
1.5
1.5
Bawang putih (%)
0
2.5
2.5
0
2.5
ZnO (%)
0
0
0.012
0.012
0.012
Methionin (%) Total (%)
* Setiap 1 kg premiks mengandung: vitamin A = 4.000.000 IU, D3 = 800.000 IU, E = 4.500 mg, K3 = 450 mg. B1 = 450 mg, B2 = 1.350 mg, B6 = 480 mg, B12 = 6 mg, Ca-d pantothenate = 2.400 mg, Folic acid = 270 mg, Nicotinic acid = 7.200 mg, Choline chloride = 28.000 mg, DLmethionine = 28.000 mg, L-Lysine = 50.000 mg, Fe = 8.500 mg, Cu = 700 mg, Mn = 18.500 mg, Zn = 14.000 mg, Co = 50 mg, I = 70 mg, Se = 35 mg, Antiox, carrier add = 1kg B
Pengambilan Sampel dan Pembuatan Preparat Histopatologi Pengambilan sampel ginjal melalui nekropsi ayam dari setiap unit coba, kemudian organ difiksasi dalam larutan Buffer Neutral Formnalin (BNF) 10% selama 3x24 jam yang selanjutnya dibuat sediaan histopatologi. Pembuatan sediaaan histopatologi diawali memotong sampel organ setebal ± 1 cm dan dimasukkan ke dalam kaset jaringan untuk dilakukan proses dehidrasi dalam larutan alkohol dengan konsentrasi bertingkat, yaitu alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, alkohol absolut I dan II. Selanjutnya proses penjernihan (clearing) dengan cara memasukkan sediaan ke dalam xylol I dan II dan di-embedding dalam parafin cair, embedding sebaiknya dilakukan dekat sumber air panas dan alat-alat dihangatkan terlebih dahulu untuk mencegah pembekuan parafin. Parafin yang digunakan adalah parafin histoplast yang memiliki titik didih 56-67oC.
21
Jaringan
yang
sudah
diblok
dengan
parafin
kemudian
dipotong
menggunakan mikrotom yang terlebih dahulu disimpan dalam lemari es agar parafin lebih keras dan lebih mudah dipotong. Jaringan dipotong dengan ketebalan 3-5 mikron, sayatan lalu diapungkan di atas air hangat dengan suhu ± 60oC. Sayatan tersebut diangkat dengan menggunakan gelas objek yang sebelumnya telah dibersihkan, kemudian dikeringkan dalam inkubator bersuhu 53.6oC selama 24 jam. Proses selanjutnya adalah pewarnaan jaringan dengan menggunakan pewarna hematoksilin dan eosin (HE). Ada 5 tahap yang dilakukan dalam pewarnaan HE: 1. Deparafinasi, yaitu menghilangkan parafin dari jaringan dengan dimasukkan ke dalam xylol I dan II. 2. Rehidrasi, yaitu memasukkan sediaan ke dalam larutan alkohol konsentrasi menurun yaitu dimulai dari alkohol III, II, I, alkohol 100%, 95%, 90%, 80% dan 70%. 3. Pewarnaan HE. 4. Clearing atau penjernihan dengan xylol I, II, III. 5. Mounting atau penutupan sediaan dengan cover glass. Cara melakukan pewaranaan HE adalah melakukan perendaman preparat dengan larutan sebagai berikut: -
Xylol I selama 2 menit
-
Xylol II selama 2 menit
-
Alkohol absolut selama 2 menit
-
Alkohol 95% selama 1 menit
-
Alkohol 80% selama 1 menit
-
Cuci dengan air kran selama 1 menit
-
Mayer’s haematoxylin selama 8 menit
-
Cuci dengan air kran selama 30 detik
-
Lithium carbonat selama 15-30 detik
-
Cuci dengan air kran selama 2 menit
-
Eosin 2-3 menit
-
Cuci dengan air kran selama 30-60 detik
-
Alkohol 95% sebanyak 10 celupan
22
-
Alkohol absolut I sebanyak 10 celupan
-
Alkohol absolut II selama 2 menit
-
Xylol I selama 1 menit
-
Xylol II selama 2 menit
-
Tutup dengan cover glass menggunakan perekat etelan (1 tetes)
Gelembung udara pada preparat dihilangkan dengan cara melakukan penekanan agar gelembung udara terdorong kepinggir dan keluar dari preparat sewaktu dilakukan perekatan dengan cover glass agar tidak menghalangi waktu pengamatan. Pengamatan Histopatologi Evaluasi histopatologi dilakukan dengan menghitung rata-rata pertumbuhan sel tumor limfoid pada 3 fokus tumor Marek, presentase kejadian degenerasi dan nekrosa dari 25 tubulus dan presentase kejadian kongesti dari 25 glomerulus dengan menggunakan perbesaran objektif 40x. Analisis Data Analisis data hasil perhitungan terhadap pertumbuhan sel tumor, lesio pada tubulus dan glomerulus ginjal dilakukan dengan uji Anova untuk melihat pengaruh perlakuan. Jika perlakuan berpengaruh nyata, dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.
23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pemeriksaan histopatologi ginjal ayam broiler yang terinfeksi virus Marek memperlihatkan adanya perubahan-perubahan baik pada interstisium, tubulus maupun glomerulusnya. Perubahan yang terjadi pada interstium ginjal adalah terbentuknya fokus tumor akibat infeksi virus Marek. Pada tubulus terjadi perubahan berupa degenerasi dan nekrosa. Kongesti adalah perubahan yang ditemukan pada glomerulus ginjal. Hasil pemeriksaan histopatologi pada ginjal ayam yang terinfeksi virus Marek dan diberi kombinasi pakan bawang putih, kunyit dan Zn disajikan dalam Tabel 3, 4 dan 5.
Jumlah sel tumor limfoid pada ginjal Hasil pengamatan histopatologi organ ginjal ayam broiler yang terinfeksi virus Marek kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan secara umum terlihat adanya proliferasi sel-sel limfoid yang mengakibatkan pembentukan tumor. Selsel limfoid akibat infeksi virus Marek terdiri dari sel limfosit besar, limfosit kecil dan limfoblas. Proliferasi pada setiap perlakuan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan jumlah sel tumor limfoid pada ginjal. Kelompok R0 R1 R2 R3 R4
Jumlah sel tumor limfoid 136.9 ± 83.4a 140.0 ± 142.1a 115.3 ± 90.1a 156.3 ± 150.8a 139.7 ± 68.4a
Ket: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pebedaan yang nyata (p<0.05). R0= Pakan basal (kontrol) R1= Pakan basal ditambah bawang putih 2.5% dan kunyit 1.5% R2= Pakan basal ditambah bawang putih 2.5% dan ZnO 120 ppm R3= Pakan basal ditambah kunyit 1.5% dan ZnO 120 ppm R4= Pakan basal ditambah bawang putih 2.5% dan kunyit 1.5% dan ZnO 120 ppm
Calnek et al.(1997) mengemukakan sel-sel limfosit berukuran kecil dan sedang berperan penting pada kejadian Marek, sedangkan sel limfoblas merupakan sel limfosit yang belum matang. Virus yang masuk ke tubuh akan diproses oleh makrofag dan dibawa ke organ limfoid seperti bursa Fabrisius, timus, sumsum tulang dan limpa serta mengalami replikasi pada organ-organ
24
tersebut. Kemudian akan menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh. Sel B dan makrofag yang akan mengalami infeksi akan lisis yang mengakibatkan Sel T teraktivasi dan ditransformasikan oleh virus membentuk tumor (Fenner et al. 1995).
LIMFOID 160.00 140.00 120.00 100.00 R0
R1
R2
R3
R4
Gambar 4. Rataan jumlah sel tumor limfoid pada ginjal. Hasil analisis statistik terhadap rataan pertumbuhan sel-sel limfoid di ginjal pada kelompok perlakuan tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol (p>0.05). Hal ini disebabkan ayam yang terinfeksi virus Marek akan mengalami kelainan tubuh yang menonjol yaitu pembentukan tumor pada berbagai organ tubuh seperti: hati, organ reproduksi, paru-paru, jantung, dan ginjal (Retno et al. 1998). Secara deskriptif proliferasi sel-sel limfoid dari tumor Marek terendah terjadi pada kelompok perlakuan R2, sedangkan pada kelompok R3 memiliki rataan tertinggi dari proliferasi sel-sel limfoid tumor Marek. Hasil ini memperlihatkan kemampuan bawang putih yang berada dalam pakan lebih efektif bekerja sebagai antitumor secara tunggal dibandingkan kunyit yang juga memiliki efek sebagai antitumor ketika dikombinasikan dengan ZnO. Ini berhubungan dengan keefektifan bawang putih, karena zat aktif yang dikandungnya yaitu alisin dan scordinin. Alisin mampu melawan infeksi yang disebabkan oleh amuba, bakteri, jamur atau virus. Scordinin memiliki kemampuan meningkatkan daya tahan tubuh dan juga berfungsi sebagai antioksidan (Syamsiah & Tajudin 2005). Selain itu, ZnO yang ada dalam pakan pada kelompok R2 juga berperan dalam meningkatkan kekebalan tubuh (Pery et al.2004), sehingga membantu dalam menekan infeksi virus.
25
40µm
Gambar 5. Pertumbuhan sel-sel limfoid dalam fokus tumor Marek ( ) pada kelompok R3. (HE, bar= 40 µm). Fenner et al. (1995) mengemukakan pengeluaran virus secara maksimum terjadi 5-6 minggu setelah infeksi, sedangkan masa inkubasi penyakit Marek di lapangan sangat beragam, namun pada umumnya berlangsung 3 hingga 4 minggu. Pada beberapa kasus dapat berlangsung beberapa bulan, dengan gejala klinis yang beragam (Jordan 1990). Kejadian penyakit Marek yang ditandai dengan pertumbuhan sel-sel tumor limfoid dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung (predisposisi). Faktor ini adalah strain virus, rute infeksi, jenis kelamin, status imun dan ketahanan genetik (Sharma & Adlakha 1995).
Degenerasi dan nekrosa tubulus Pertumbuhan sel tumor limfoid pada ginjal dapat mengakibatkan perubahan histopatologi pada tubulus. Menurut Damjanov (1998), cedera imunologik pada tubulus ginjal dapat disebabkan oleh obat dan bahan kimia, virus atau pathogen lain. Perubahan histopatologi yang ditemukan pada epitel tubulus ginjal adalah terjadinya degenerasi hingga nekrosa sel. Pada Tabel 4, terlihat seluruh kelompok perlakuan dan kontrol mengalami degenerasi.
26
Tabel 4. Rataan presentase degenerasi dan nekrosa tubulus Kelompok R0 R1 R2 R3 R4
Degenerasi (%) 68 ± 5.66c 79 ± 3.83bc 86 ± 8.33ab 87 ± 14.38ab 95 ± 3.82a
Nekrosa (%) 92 ± 5.66a 90 ± 2.30a 91 ± 10.52a 83 ± 10.00a 91 ± 8.87a
Ket: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pebedaan yang nyata (p<0.05). R0= Pakan basal (kontrol) R1= Pakan basal ditambah bawang putih 2.5% dan kunyit 1.5% R2= Pakan basal ditambah bawang putih 2.5% dan ZnO 120 ppm R3= Pakan basal ditambah kunyit 1.5% dan ZnO 120 ppm R4= Pakan basal ditambah bawang putih 2.5% dan kunyit 1.5% dan ZnO 120 ppm
DE G E NE R A S I 100% 95% 90% 85% 80% 75% 70% 65% 60% R0
R1
R2
R3
R4
Gambar 6. Rataan presentase degenerasi tubulus
P res entas e
NEKROSA 94% 92% 90% 88% 86% 84% 82% 80% 78% R0
R1
R2
R3
R4
P e rla kua n
Gambar 7. Rataan presentase nekrosa tubulus Presentase degenerasi pada kelompok kontrol
berbeda nyata (p<0.05)
dengan kelompok perlakuan, begitu pula antar perlakuan. Degenerasi yang terjadi umumnya adalah degenerasi hidropis. Secara mikroskopik degenerasi hidropis terlihat adanya ruang-ruangan jernih di sitoplasma tetapi tidak sejernih kolagen ataupun lemak (Carlton & Mc Gavine 1995). Degenerasi epitel tubuli ginjal dapat terjadi karena adanya racun atau toksin, iskemia, agen biologik, zat aktif, agen fisik dan suhu ekstrim (Saleh 1996).
27
Degenerasi pada kelompok R4 berbeda nyata dibandingkan dengan kelompok kontrol (R0). Presentase kejadian degenerasi pada kelompok R4 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lain. Menurut Harada et al. (1999), degenerasi merupakan tanda awal kerusakan sel. Tingginya kejadian degenerasi pada R4 merupakan kerusakan sel sebagai respon awal atau proses adaptasi sel akibat infeksi virus Marek, respon awal in untuk mengeliminasi agen atau zat toksik yang masuk ke tubuh. Degenerasi dapat kembali normal jika agen-agen tersebut sudah dieliminasi. Penyakit Marek dapat juga menimbulkan lesi non neoplastik, meliputi atrofi pada bursa Fabricius dan timus, lesi degeneratif atau nekrotik pada sumsum tulang dan berbagai organ viscera. Lesi-lesi tesebut merupakan akibat infeksi sitolitik yang ekstensif dan dapat menyebabkan kematian pada ayam pada stadium awal infeksi virus penyakit Marek sebelum pembentukan tumor limfoid (Tabbu 2000). Menurut Al-Sultan (2003), ayam broiler yang diberi kunyit 2.5% dalam pakan selama 3 minggu dan 6 minggu memperlihatkan adanya dilatasi buluh empedu dan degenerasi hepatosit hati. Perlakuan kunyit dengan dosis tinggi atau ekstrak kunyit dengan etanol dengan waktu yang berbeda ditemukan dapat menyebabkan efek hepatoksik pada tikus berupa perubahan fokus nekrosa pada limpa dan ginjal. Nekrosa sel-sel tubulus pada kelompok R4 lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini karena adanya kombinasi herbal dan Zn dalam pakan yang mampu menekan proses kematian sel. Menurut Fukamachi (1998) & Truong et al.(2000), Zn merupakan mineral essensial yang berperan penting pada pembentukan, pertumbuhan dan pemeliharaan sel-sel tubuh, dan kurkuma yang mampu mencegah kerusakan sel (Sumiati & Adnyana 2007) serta bawang putih yang berguna menekan pertumbuhan sel kanker (Dalimartha 2002). Pada kelompok R0 tingkat kejadian nekrosa paling tinggi dibandingkan kelompok lain, karena pada kelompok tersebut sel-sel tubulus mengalami degenerasi secara terus menerus dan akhirnya mengalami kematian sel berupa nekrosa. Menurut Spector dan Spector (1993), tiga penyebab utama kematian dan disfungsi sel adalah virus, kekurangan oksigen dan keracunan sel, yaitu termasuk zat-zat toksik bakteri, yang berasal dari tumbuhan dan hewan atau zat sintetis.
28
Nekrosa umumnya disebabkan oleh iskemia dan berbagai jenis agen eksogen, termasuk agen fisik (terbakar atau trauma), racun kimia, virus dan mikroorganisme lain beserta racunnya (Cheville 1999). Pada Tabel 4, terlihat seluruh kelompok perlakuan dan kontrol mengalami nekrosa sel, pada kasus penyakit Marek anak ayam yang tidak mempunyai antibodi asal induk akan menimbulkan anemia aplastika dan nekrosis fokal atau difus pada berbagai organ termasuk ginjal (Tabbu 2000).
a c b
Gambar 8. Nekrosa: karyolisis (a), piknosis (b) dan degenerasi (c) sel-sel tubulus ginjal pada kelompok R1 (HE, bar= 40µm). Nekrosa tubuli ginjal yang merupakan salah satu ciri adanya infeksi virus Marek ditemukan hampir di seluruh perlakuan ditandai dengan karyolisis dan piknosis pada sel-sel epitel tubuli. Perubahan inti sel yang mengalami karyolisis yaitu inti tidak lagi mengambil warna banyak sehingga menjadi pucat dan tidak nyata, sedangkan inti sel yang mengalami piknosis menjadi tampak lebih padat dan warnanya menjadi gelap hitam (Saleh 1996). Kerusakan yang terjadi pada tubulus akan mengakibatkan gangguan terhadap mekanisme kontrol keseimbangan elektrolit, asam dan urea, gangguan keseimbangan asam basa serta berkurangnya substansi normal urin atau sebagian rearbsorbsi zat-zat seperti glukosa, asam amino dan potasium (Govan et al. 1986).
29
Kongesti glomerulus Perubahan ginjal ayam broiler yang terinfeksi virus Marek juga terlihat pada glomerulus. Patologi glomerulus terjadi akibat endapan kompleks imun yang beredar dalam darah atau akibat pembentukan kompleks imun in situ (Damjanov 1998). Perubahan yang terjadi pada glomerulus berupa kongesti. Dari Tabel 5 dapat dilihat kejadian kongesti glomerulus terjadi pada seluruh kelompok perlakuan ataupun kontrol dan menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.5) antara kelompok kontrol dan perlakuan, begitu pula antar kelompok perlakuan.
Tabel 5. Rataan presentase kongesti glomerulus. Kelompok R0 R1 R2 R3 R4
Kongesti (%) 75 ± 18.58a 86 ± 6.93a 70 ± 16.49a 83 ± 11.49a 70 ± 11.55a
Ket: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pebedaan yang nyata (p<0.05). R0= Pakan basal (kontrol) R1= Pakan basal ditambah bawang putih 2.5% dan kunyit 1.5% R2= Pakan basal ditambah bawang putih 2.5% dan ZnO 120 ppm R3= Pakan basal ditambah kunyit 1.5% dan ZnO 120 ppm R4= Pakan basal ditambah bawang putih 2.5% dan kunyit 1.5% dan ZnO 120 ppm
pers entas e kong es ti
K ONG E S T I 90% 80% 70% 60% R0
R1
R2
R3
R4
P e rla kua n
Gambar 9. Rataan presentase kongesti glomerulus
Perubahan ginjal ayam broiler yang terinfeksi virus Marek juga terlihat pada glomerulus. Patologi glomerulus terjadi akibat endapan kompleks imun yang beredar dalam darah atau akibat pembentukan kompleks imun in situ (Damjanov
30
1998). Perubahan yang terjadi pada glomerulus berupa kongesti. Dari Tabel 5 dapat dilihat kejadian kongesti glomerulus terjadi pada seluruh kelompok perlakuan ataupun kontrol dan menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.5) antara kelompok kontrol dan perlakuan, begitu pula antar kelompok perlakuan. Glomerulus telah mengalami perubahan akibat ginjal terinfeksi virus Marek dan penyakit Marek akan menyebabkan imunosupressif pada ayam (Tabbu 2000).
Gambar 10. Kongesti glomerulus ( 40µm).
) pada kelompok R2 (HE, bar =
Perubahan glomerulus berupa kongesti pada kelompok R1 memiliki presentase tertinggi dibandingkan kelompok kontrol, sedangkan kelompok R2 dan R4 memiliki presentase kongestiterendah diantara perlakuan. Pada pakan kelompok R1 ditambahkan kombinasi kunyit 1.5% dan bawang putih 2.5%, sedangkan pada kelompok R4 kombinasi pakan terdiri dari bawang putih, kunyit dan Zn. Hasil ini memperlihatkan kombinasi dari herbal dan Zn dalam pakan mampu menekan kejadian kongesti glomerulus akibat infeksi virus Marek. Barnes et al. (2002) mengemukakan dibeberapa hewan coba bawang putih menunjukkan kemampuannya dalam mencegah dan menghambat perkembangan tumor dengan
31
menstimulasi sel imunoresponder. Daya ini berpotensi dalam menghambat dan membunuh mikroorganisme (Amagase et al. 2001). Selain itu penambahan kunyit dalam pakan berfungsi sebagai anti radang, anti oksidan dan merangsang kekebalan tubuh (Winarto 2003). Zink yang ditambahkan melalui pakan, dalam tubuh berperan untuk meningkatkan sistem imun (Mc Dowell 1992). Menurut Smith et al. (1972) kongesti terjadi karena meningkatnya volume darah dalam pembuluh darah yang melebar pada suatu organ atau bagian tubuh. Glomerulus merupakan kapiler komplek yang mempunyai fungsi utama dalam filtrasi. Apabila terjadi kerusakan pada glomerulus akan mengakibatkan gangguan pada daya filtrasi. Glomerulus dengan fungsi normal tidak dapat dilalui oleh molekul-molekul protein yang berukuran besar. Pada keadaan disfungsi glomerulus karena bahan-bahan toksik, bahan-bahan asing akan lolos dengan mudah dan masuk ke tubuli dalam jumlah yang tidak normal. Proses selanjutnya akan menyebabkan degenerasi atau kematian sel pada epiteli tubuli (Seely 1999). Pemberian kunyit pada hewan dengan pemakaian yang lama dan dosis yang tidak tepat dapat menimbulkan perubahan-perubahan tersebut (Al-Sultan 2003).
30
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pemberian kombinasi herbal (bawang putih 2.5% dan kunyit 1.5%) dengan zink dalam pakan belum efektif menekan perubahan ginjal akibat infeksi virus Marek. 2. Perubahan yang terjadi akibat infeksi virus Marek pada ginjal ayam broiler berupa proliferasi sel-sel tumor limfoid, lesio pada tubulus dan glomerulus. Lesio pada tubulus berupa: degenerasi dan nekrosa, sedangkan lesio pada glomerulus berupa kongesti. 3. Jumlah sel tumor limfoid terendah pada pemberian kombinasi bawang putih dan Zn, sedangkan paling kecil dijumpai pada pemberian kunyit dan Zn.
Saran Perlu diadakan penelitian lanjutan untuk mengetahui dosis efektif dalam pemberian kombinasi herbal (bawang putih dan kunyit) dengan zink dalam menekan tingkat infeksi virus Marek dengan meningkatkan manajemen pemeliharaan.
33
DAFTAR PUSTAKA
Adjid RMA, Damayanti R, Hamid H, Sjarfriati T, Darminto. 2002. Penyakit Marek pada ayam: 1. Etiologi, patogenesis dan pengendalian penyakit. Buletin Ilmu Peternakan Indonesia ( WARTAZOA): Volume 12 No .2. Al-Sultan SI. 2003. The Effect of Curcuma Longa (Tumeric) on Overall Performance of Broiler Chickens. International Journal of Poultry Science 2 (5): 351-353, 2003. Amagase H, Petesch BL, Matsaura H and Kasuya H, Itakura Y. 2001. Intake Garlic and its Bioactive Components. Journal Nutrition 131: 995S-996S. Amrullah IK. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunungbudi: Bogor. [Anonim]. 2007a. Medikaholistik.com.[11 Mei 2008]. [Anonim]. 2007b. B310-Marek’s Disease. http://www.spc/rahs/Manual/Avian/Mareke.htm.[15 Juli 2008]. Bains BS. 1979. A Manual of Poultry Diseases. F. Hoffmaan-La Roche dan Co Limited Company: Switzerland. Barnes J, Anderson LA, Philipson JD. 2002. Herbal Medicines 2nd. PhP: London. Bell DD, Weaver WD. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production. Ed ke- 5. Springer: USA. Carlton WW and Mc Gavin MD. 1995. Special Veterinary Pathology 2nd Ed. Inc St. Louis. Missouri. Charlton BR, Bermudez AJ, Boulianne M, Eckroade RJ, Jeffrey JS, Newman LJ, Sander JE, Wakenell PS. 1996. Avian Disease Manual. Ed ke-4.University of Pennsylvania Press: Amerika Serikat . Calnek BW, Witter RL. 1997. Marek’s Disease. Di dalam: Calnek FW, Barnes HJ, Beard CW, McDougald LR, Saif YM, editor. Diseases of Poultry. Ed ke-10. Ames: Iowa State University Press. Hlm 369-400. Cheville NF. 1999. Introduction to Veterinary Pathology 2nd Ed. Iowa State University Press: Iowa. Dalimartha S. 2002. 36 Resep Tumbuhan Obat Untuk Menurunkan Kolesterol. Penebar Swadaya: Depok. Damjanov I. 1998. Histopatologi: Buku Teks dan Atlas Berwarna. Widya Medika: Jakarta.
34
[Deptan] Departemen Pertanian. 2006. peternakan.litbang.deptan.go.id/. [11 Mei 2008].
http://www.
Fadilah R, Polana A. 2004. Aneka Penyakit Pada Ayam dan Cara Mengatasinya. Agromedia Pustaka: Tangerang. Fenner FJ, Gibs EP, Muphy FA, Rott R, Studdert M, White DO. 1995. Virologi Veteriner. Ed ke-2. Putra H, penerjemah. Semarang: IKIP Semarang Press. Terjemahan dari: Veterinary Virology (2nd ed). Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Srigandono B, Praseno Koen, penerjemah; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Anatomy and Physioloy of Farm Animals 4th Edition. Fukamachi Y, Karasak Y, Sugiura T, Itoh H, Abe T. 1998. Zinc Suppreses Apoptosis of U937 Cell Induc by Hydrogen Peroxide throught an Increase of Bcl/Bax Ratio. Biochem Biophys Res Commun 19 : 364-369. Govan AD, MacFarlane PS, Callender R. 1986. Pathology Illustrated. 2th Ed. Churchill Livingstone. Edinburgh. Guyton AC, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-11. Irawati dkk, penerjemah; Rachman LY, editor. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Textbook Of Medical Physiology. Harada T, Akiko E, Gary AB, Robert RM. 1999. Liver and Gallbladder. Di dalam: Maronpot RR, editor. Pathology of The Mouse: Refference and Atlas. United States of America: Cache River Press. Herendra DC, Franco DA. 1996. Poultry Disease and Meat Hygiene ( A Color Atlas. Iowa State University Press / AMES: Iowa. Jordan FTM. 1990. Poultry Disease. Ed ke-3. Tokyo: Bailliere Tindall London Philadephia Toronto Sydney. Jones TC, Hunt RD, King NV. 1997. Veterinary Pathology 6th Ed. Blackwell Publishing: USA. Lu FC.1995. Toksikologi Dasar. Nugroho Edi, penerjemah; Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Basic Toxicology. Mahendra B. 2002. 13 Jenis Tanaman Obat Ampuh.Penebar Swadaya: Depok. Manalu W. 1999. Bahan Kuliah Dasar Ilmu Nutrisi dan Pakan Hewan. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
35
Martha Tilaar Innovation Center. 2002. Budi Daya Secara Organik Tanaman Obat Rimpang. Penebar Swadaya: Jakarta. Mazza G, Oomah BD, editor. 2000. Herbs, Botanicals, and Teas. CRC Press: USA. Mc Dowell LR. 1992. Mineral In Animal and Human Nutrition. Academic Press: California. Noerdjito M. 1985. Perlu Diungkap Lebih Lanjut: Ramuan dan Khasiat Obat Tradisional Bagi Ayam Proseding Seminar Peternakan dan Forum Peternak Unggas dan Aneka Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Balitbang Pertanian Departemen Pertanian Bogor. Ciawi 19-20 Maret 1985.347-356. Nugroho E. 1989. Penyakit Ayam di Indonesia. Eka Offset: Semarang Payne LN. 1985. Marek’s Disease. Martinus Nijhoff Publishing: Boston. Perry TW, Arthur EC and Robert SL. 2004. Feeds & Feeding. 6th Ed. Prentice Hall. Upper Saddle River. New Jersey. Pradhan HK, Mohanty GC, Mukit A. 1980. Marek’s Disease in Japanese Quails (Coturnix Coturnix Japonica): A Study of Natural Cases. Journal of Avian Disease 29 (3): 575-582. Rasyaf M. 1992. Seputar Makanan Ayam Kampung. Kanisius: Yogyakarta. Retno FD, Jahja J, Tatik S. 1998. Penyakit-Penyakit Penting Pada Ayam. Ed ke-4. Medion: Bandung. Rulita E. 2007. Pemberian Ekstrak Benalu Teh (Scrrula oortiana) Pada ayam Petelur Yang diinfeksi Virus Marek: Kajian Histopatologi Organ Proventrikulus [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Sainsbury D. 1984. Poultry Health and Management. Ed ke-2. London: Granada publishing. Saleh S. 1996. Kelainan Retrogresif dan Progresif. Di dalam Sutisna H, editor. Patologi FKUI: Jakarta. Pp:5-10. Seely JC. 1999. Kidney. In: Maronpot RR. Pathology of The Mouse. Refference and Atlas. 1th ed. Cache River Press. Hlm 207-226. Setijanto H. 1998. Anatomi Unggas. Bogor : Laboratorium Anatomi Departemen Anatomi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
36
Sharma SN, Adlakha SC. 1995. Textbook of Veterinary Virology.Vikas Publishing House PVT LTD: New Delhi. Smith HA, Jones TC, Hunt RD. 1972. Pathology 4th Ed. Lea & Febiger: Philadelpia. Spector WG, Spector TD. 1993. Pengantar Patologi Umum. Edisi ke 3. Soetjipto NS, penerjemah. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press. Sumiyati T & Adnya IK. 2007. http://www.halalguide.info/content/view/800/38. [16 Juli 2008]. Suprayitno. 2006. Presentase karkas, lemak abdominal dan Organ Dalam Ayam pedaging yang diberi ransum mengandung limbah Restoran Hotel Sahid Sebagi subtitusi Dedak Padi [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Syah IF. 2005. Kajian Histopatologi Organ Hati, Limpa, Proventrikulus dan Jantung Pada Ayam Petelur Yang Diinfeksi Virus Marek [skripsi].Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor: Bogor. Syamsiah IS, Tajudin. 2005. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih ”Raja Antibiotik Alami”. Agro Media Pustaka: Jakarta. Syukur C. 2002. Budidaya Tanaman Obat Komersial. Penebar Swadaya: Depok. Tabbu CR. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Kanisius: Yogyakarta Thomas C. 1984. Color Atlas and Textbook of Histopathology 7th Ed. Year Book Medical Publisher, Inc: Chicago. Truong-Than AQ, Ho LH, Chai F, Zalewki PD. 2000. Celluler Zink Fluxes and The Regulation of Apoptosis/ Gene Directed Cell Death. Jurnal of Nutrition 130 : 1459-1466. Underwood JCE. 1992. General and Systematic Pathology. Churchill Livingstone: America. Wahju J.1985. Ilmu Nutrisi Unggas. Gajah Mada University Press: Yogyakarta Wibowo S. 1999. Budidaya Bawang : Bawang Putih, Bawang Merah, Bawang Bombay. Cetakan IX. Penebar Swadaya: Bogor. Winarto WD. 2003. Khasiat dan Manfaat Kunyit. PT. Agro Media Pustaka: Jakarta. Zainuddin D, Wibawan IT. 2007. Biosekuriti dan Manajemen Penanganan Penyakit Ayam Lokal. Balai Penelitian Ternak, Pusat Penelitian Peternakan: Bogor.
37
Analisa Statistik
SEL TUMOR LIMFOID The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: limfoid DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
4
3421.9230
855.4808
0.07
0.9906
Error
15
188115.3225
12541.0215
Corrected Total
19
191537.2455
Source
R-Square
Coeff Var
Root MSE
limfoid Mean
0.017866
81.36499
111.9867
137.6350
Source perlakuan
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
4
3421.923000
855.480750
0.07
0.9906
The SAS System The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for limfoid NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 15 Error Mean Square 12541.02 Number of Means Critical Range
2 168.8
3 176.9
4 182.0
5 185.4
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A A A A A A A A A
156.28
4
R3
140.00
4
R1
139.68
4
R4
136.90
4
R0
115.33
4
R2
38
KONGESTI The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: KONGESTI DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
4
0.08752000
0.02188000
1.18
0.3610
Error
15
0.27920000
0.01861333
Corrected Total
19
0.36672000
Source
R-Square
Coeff Var
Root MSE
KONGESTI Mean
0.238656
17.76441
0.136431
0.768000
Source perlakuan
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
4
0.08752000
0.02188000
1.18
0.3610
The SAS System The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for KONGESTI NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 15 Error Mean Square 0.018613 Number of Means Critical Range
2 .2056
3 .2155
4 .2217
5 .2259
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A A A A A A A A A
0.86000
4
R1
0.83000
4
R3
0.75000
4
R0
0.70000
4
R2
0.70000
4
R4
39
DEGENERASI The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: DEGENERASI DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
4
0.16400000
0.04100000
6.08
0.0041
Error
15
0.10120000
0.00674667
Corrected Total
19
0.26520000
Source
R-Square
Coeff Var
Root MSE
DEGENERASI Mean
0.618401
9.896156
0.082138
0.830000
Source perlakuan
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
4
0.16400000
0.04100000
6.08
0.0041
The SAS System The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for DEGENERASI NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 15 Error Mean Square 0.006747 Number of Means Critical Range
2 .1238
3 .1298
4 .1335
5 .1360
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A A A A A
0.95000
4
R4
0.87000
4
R3
0.86000
4
R2
C C C
0.79000
4
R1
0.68000
4
R0
B B B B B
40
NEKROSA The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: NEKROSA DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
4
0.02128000
0.00532000
0.81
0.5355
Error
15
0.09800000
0.00653333
Corrected Total
19
0.11928000
Source
R-Square
Coeff Var
Root MSE
NEKROSA Mean
0.178404
9.041279
0.080829
0.894000
Source perlakuan
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
4
0.02128000
0.00532000
0.81
0.5355
The SAS System The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for NEKROSA NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 15 Error Mean Square 0.006533 Number of Means Critical Range
2 .1218
3 .1277
4 .1314
5 .1338
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A A A A A A A A A
0.92000
4
R0
0.91000
4
R2
0.91000
4
R4
0.90000
4
R1
0.83000
4
R3