JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6
1
PENGARUH JENIS DAN KETEBALAN MATERIAL TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR DINDING TUNGKU DENGAN PENDEKATAN CFD (STUDI KASUS DI INDUSTRI TEMPE KECAMATAN TENGGILIS MEJOYO SURABAYA) Santi Dwi Kurniawati, dan Dr. Ridho Hantoro, ST, MT., Dyah Sawitri, ST, MT. Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] Abstrak— Tungku merupakan salah satu alat untuk memasak yang menghasilkan panas tinggi. Pada penelitian ini tungku yang digunakan adalah hasil dari kajian pengembangan teknologi studi kasus di industri tempe kecamatan tenggilis mejoyo. Tungku tersebut telah menggunakan sistem preheater untuk pengembangan teknologi. Tungku yang terbuat dari beton (concrete) dengan ketebalan 3 cm ini masih mempunyai masalah tentang heat loss. Heat loss (kehilangan panas) ini mempengaruhi efisiensi tungku serta biaya produksi untuk menghasilkan tempe. Hal tersebut dipengaruhi oleh material dan bahan yang digunakan. Bahan yang mempunyai konduktivitas yang rendah adalah bahan yang mempunyai efisiensi yang tinggi. Untuk mengatasi masalah tersebut penelitian ini melakukan simulasi dengan memvariasikan bahan yaitu concrete, brick dan fire brick dengan masing-masing variasi ketebalan bahan adalah 2, 3, 4, 5 cm. Simulasi yang telah dilakukan mendapatkan kontur distribusi temperatur dan juga didapatkan nilai heatflux. Dari penelitian didapatkan nilai heatloss yang paling tinggi adalah pada bahan concrete dengan ketebalan 2 cm sebesar 2954,97 watt, dan paling rendah adalah bahan firebrick dengan ketebalan 5 cm sebesar 4,33Watt. Agar mendapatkan nilai heatloss yang mendekati nol maka dilakukan simulasi ketebalan 8 cm dan 10 cm, sehingga didapatkan nilai heatloss paling rendah sebesar 0,0003 watt pada ketebalan 10 cm. dapat disimpulkan bahwa nilai heat loss yang semakin rendah maka menghasilkan efisiensi tungku yang semakin tinggi. Kata Kunci—brick, concrete, firebrick, tungku, temperatur.
I. PENDAHULUAN
T
ungku merupakan salah satu alat yang digunakan untuk memasak yang menghasilkan panas tinggi. Masyarakat Indonesia masih banyak yang menggunakan tungku khususnya tungku tradisional berbahan bakar kayu. Alasannya adalah bahan bakar kayu tersebut lebih murah dan mudah ditemukan di masyarakat, selain itu juga ramah lingkungan. Tungku tradisional tidak hanya untuk konsumsi rumah, tetapi juga digunakan dalam industri kecil dan menengah. Salah satu contoh industri kecil yang masih menggunakan tungku berbahan bakar kayu tersebut yaitu pada industri tempe di daerah Tenggilis Mejoyo Surabaya. Proses pembuatan tempe di industri tersebut kurang efisien karena banyak kalor yang terbuang sehingga membengkaknya biaya produksi. Dalam penelitian sebelumnya telah dilakukan kajian pengembangan teknologi yang melakukan penambahan suatu sistem preheater pada tungku. Untuk material yang digunakan pada dinding tungku tersebut adalah beton yang mempunyai komposisi yaitu pasir dan semen dengan perbandingan 1:1, serta mempunyai ketebalan dinding 3 cm. Uji coba awal mendapatkan respon yang positif terhadap produsen karena proses produksi lebih cepat dari pada tungku sebelumnya.
Tetapi tungku yang telah diberikan inovasi teknologi dengan sistem preheater tersebut masih belum menemukan hasil yang sempurna dan masih ada kekurangan untuk masalah heat loss di tungku tersebut, sehingga masih diperlukan bahan yang lebih baik untuk masalah bahan dinding agar tahan terhadap temperatur tinggi dan menghasilkan distribusi panas yang baik. Untuk mengatasi permasalahan ini, maka akan dilakukan penelitian dengan melakukan variasi terhadap tungku tersebut. Variasi yang akan diterapkan pada dinding tungku tersebut adalah memberikan variasi pada ketebalan dinding tungku dan jenis material yang berbeda-beda. Jenis material dinding juga berpengaruh pada konduktivitas dan respon suhu yang ada pada distribusi temperatur sehingga pada Tugas Akhir ini diteliti pengaruh jenis dan ketebalan material tungku dengan pendekatan CFD, agar mendapatkan ketebalan dan jenis material yang lebih baik untuk meningkatkan efisiensi tungku tersebut. II. METODE PENELITIAN A. Alur Penelitian Penelitian dimulai dengan studi literatur mengenai distribusi temperatur, perpindahan panas, dan pengaruh variasi material serta variasi ketebalan dinding pada tungku. Kemudian pengambilan data temperatur tungkuyang telah dibuat. Pengambilan data tersebut dilakukan dengan kondisi api menyala hal ini terjadi proses pembakaran. Pengambilan data temperatur dengan menggunakan termometerinfrared. Pengambilan data yang diperoleh adalah temperatur dinding tungku, temperatur lubang keluaran tungku, massa bahan bakar dan massa abu bahan bakar. Lalu menghitung efisiensi tungku dengan data yang telah diambil dari pengukuran. Langkah selanjutnya memodelkan geometri tungku sesuai spesifikasi awal.Kemudian mendefinisikan bidang batas pada geometri dan meshing. Jika mesh telah baik akan dilanjutkan ke proses selanjutnya, jika belum menghasilkan mesh baik akan dikembalikan pada pendefinisian bidang batas pada geometri. Setelah melakukan mesh baik kemudian memodelkan dengan memberikan inisiasi variabel fisis pada tungku disimulasikan melalui keadaan yang transien. Kemudian melakukan iterasi dan konvergensi. Ketika simulasi tersebut telah konvergen akan diverifikasi, jika belum konvergen atau tidak akan konvergen maka simulasi kembali pada saat inisiasi variabel fisis. Setelah langkah utama adalah verifikasi dan validasi, selanjutnyamengubah material dinding tungku dan ketebalan pada dinding tungku.Perubahan yang dilakukan terdapat 3 jenis bahan yaitu beton (concrete), batu
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 bata (brick) dan batu bata tahan api (fire brick). Selanjutnya perubahan, yang awalnya dengan ketebalan 3 cm dilakukan perubahan menjadi 2 cm, 4 cm, dan 5 cm. Hasil variasi diharapkan dapat memberikan data mengenai kontur distribusi temperatur dinding tungku dengan variasi tersebut. Kontur distribusi temperatur yang akan diperoleh adalah pada variasi ketebalan dengan material beton yaitu 2 cm, 3 cm, 4 cm, dan 5 cm. Selanjutnya dengan batu bata dengan variasi ketebalan yang sama demikian juga dengan bahan batu bata tahan api. Setelah mensimulasikan dilakukan maka akan didapatkan data dari beberapa hasil simulasi tersebut. Dari data tersebut akan dianalisa. Setelah dilakukan analisa akan mendapatkan komposisi, jenis dan ketebalan yan efisien dan tepat untuk efisiensi tungku. Setelah itu dilanjutkan dengan penulisan laporan penelitian. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah tungku tradisional yang ada di industri tempe daerah trenggilis mejoyo. Di bawah ini merupakan gambar desain geometri tiga dimensi (3D), geometri tersebut dapat dilihat dari tampak depan pada gambar 1 sedangkan gambar geometri tampak dari atas pada gambar 2. Desain geometri awal ini belum ada lubang untuk lubang asap. Namun untuk tungku yang telah ada terdapat lubang asap dengan spesifikasi seperti di atas. Pada gambar 2 geometri tungku tampak atas terlihat bahwa ada 2 lubang untuk menaruh wadah kedelai yang akan dimasak. Tebal untuk dinding tungku diseragamkan yaitu 3 cm. Tebal ini yang akan kemudian divariasikan ketebalannya. Volum ruang bakar tungku ini tetap tidak berubah volume didalam ruang bakarnya. 50 cm
3 cm 18 cm
Gambar 1 Geometri Tungku tampak depan Tungku pada gambar 3 tersebut merupakan tungku yang telah dibuat berdasarkan kajian pengembangan teknologi tungku. Komposisi material untuk dinding tungku tersebut adalah terbuat dari beton dengan perbandingan pasir dan semen 1 banding 1. 8 cm 103 cm
2
Gambar 3 Tampak keseluruhan tungku Pengukuran Temperatur pada tungku Pengukuran temperatur pada tungku ini dengan menggunakan termometer infra-merah yang berbentuk seperti pistol. Termometer ini mempunyai prinsip kerja yaitu dengan menembakkan ke daerah yang akan didapatkan nilai temperaturnya. Untuk pengukuran pada penelitian ini alat ukur temperatur akan ditembakkan ke dinding-dindingtungku, lubang asap pada tungku serta suhu air awal dan akhir masakan. Titik-titik pengukuran pada dinding untuk penelitian ini yaitu mengukur dinding samping kanan, dinding kiri, dinding atas, dinding depan, dinding belakang dan lubang asap.Untuk mengukur massa bahan bakar, digunakan alat ukur berupa timbangan gantung analog. Sedangkan termometer tersebut menggunakan termometer infrared model ST350. Temperatur pengukuran dalam satuan celcius (o C). Titik pengukurannya pada lubang asap dan dinding-dinding tungku. Juga diperoleh data massa bahan bakar yang akan digunakan untuk menghitung efisiensi tungku. B. Simulai CFD Tahap pre-processing Pada pra-proccesing ini adalah tahap pendefinisiaan material lalu pembuatan geometri model dan diskritisasi.Disain tungku dalam penelitian ini dimodelkan dengan bentuk tiga dimensi (3D) dengan menggunakan perangkat lunak gambit. Pemodelan tungku ini hanya pada geometri tungku yang terdiri dari ruang bakar dan lubang keluaran. Tungkuberbentuk balok yang mempunyai ketebalan dengan sisi atas sebagai lubang tungku besar dan kecil untuk menaruh dandang serta lubang untuk lubang asap. Ukuran pemodelan volume luar tungkuini adalah panjang sebesar 106 cm, lebar sebesar 56 cm dan tinggisebesar 24 cm dengan diameter masing-masing lubang adalah untuk lubang dandang kecil sebesar 32cm, untuk lubang dandang besar sebesar 36 cm dan untuk lubang asap sebesar 8 cm. Sedangkan untuk volume ruang bakar adalah panjang sebesar 103 cm, lebar 50 cm dan tinggi 18 cm. Untuk kayu bakar dimodelkan berupa silinder dengan tinggi 8 cm dan berdiameter 30 cm. Adapun pemodelan disain geometri tungkusebagai berikut:
56 cm 50 cm
36 cm
32 cm
Gambar 4 Disain geometri tungku 106 cm
Gambar 2 Geometri tungku tampak atas.
Untuk pendefinisian jenis material dan penentuan besaran pokok suatu material pada tahap engineering data. Di sini juga bisa mendefinisikan jenis material yang belum ada di
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 general material namun harus di beri nilai besaran-besaran fisisnya. Pada tabel dibawah ini merupakan properti fisika yang digunakan untuk pendefinisian jenis material di engineering data. Material Concrete* Brick* Firebrick* Wood** Keterangan: *)
Tabel 1 Properti fisika padatungku Density Specific Heat Konduktivitas (kg/m2) (j/kg.K) termal (W/m.K) 2240-2400 0.75 0.8 1400-2400 0.9 0.51 1800-2200 1.05 0.07 700 2310 0,173 nilai properti fisika diambil dari referensi material web. **) nilai properti fisika diambil dari engineering data.
Untuk bahan dinding dengan variasi jenis material pada simulasi ini menggunakan 3 bahan yaitu concrete, brick, dan firebrick. Sedangkan kayu merupakan bahan bakar tungku. Setiap bahan mempunyai nilai emissivity yang berbeda yaitu concrete sebesar 0,85, brick sebesar 0,75, firebrick sebesar 0,68 dan wood sebesar 0,87. Nilai emissivity ini untuk mengisi pendefinisian pada perpindahan panas radiasi. Setelah pembuatan disain geometri tiga dimensi (3D) tungku, langkah selanjutnya adalah geometri di-mesh.Hasil jumlah mesh untuk ketebalan 2 cm adalah 220441 elemen, untuk ketebalan 3 cm adalah 241502 elemen, dan untuk ketebalan 4 cm adalah 263484 serta untuk ketebalan 5 cm adalah 279082. Gambar hasil mesh dapat dilihat pada gambar 5 dibawah ini.
Gambar 5 hasil mesh Tahap Solving Pada tahap solving (penyelesaian) ini dilakukannya perhitungan atau penyelesaian masalah. Untuk maximum iterasi dapat diubah sesuai keinginan karena iterasi ini perhitungan yang dilakukan pada elemen model. Tetapi pada penelitian ini step end time menggunakan 1800 sekon. Dapat dilihat seperti gambar 6 dibawah ini merupakan tahap solving step control. Di tahap solving ini juga dapat mendefinisikan perpindahan panas konveksi, radiasi dan konduksi.
Gambar 6 Tahap Solving
Tahap post-proccesing Pada tahap post-proccesing ini data yang akan ditampilkan berupa visualisasi meliputi kontur distribusi temperatur, kontur heat flux pada tungku. Simulasi tahap
3 terakhir pada serangkaian simulasi CFD dilakukan pada perangkat lunak pada tahap post-CFD.
a)
b)
Gambar 7 Kontur temperatur simulasi a). Distribusi temperatur di permukaan luar dinding dan b) kontur heat flux permukaan luar dinding.
III. HASIL DAN DISKUSI A. Verifikasi dan Validasi Tahap validasi dan verifikasi pada simulasi sangatlah penting, karena dapat menyatakan bahwa simulasi ini telah valid atau tidak. Kevalidan data simulasi ini dibandingkan dengan data pengukuran atau eksperimen yang nilai deviasi atau nilai kesalahan tidak lebih dari 10 %. Pada langkah validasi ini ada data temperatur di 5 permukaan dinding yaitu dinding samping kanan, dinding samping kiri, dinding atas, dinding belakang dan dinding bawah. Dapat dilihat pada tabel 1 merupakan tabel nilai temperatur pengukuran dengan nilai temperatur simulasi di setiap dinding, sedangkan gambar 1 merupakan nilai deviasi tiap dinding. Pada tabel 1 tentang perbandingan temperatur pengukuran dan simulasi ini ada perbedaan yang tidak mencolok, karena mempunyai nilai deviasi dibawah 10 %. Nilai deviasi yang terkecil pada dinding bagian kanan yaitu sebesar 2,53 %. Sedangkan nilai deviasi terbesar pada dinding sebelah bawah yaitu 5,82 %. Untuk dinding sebelah atas nilai deviasi sebesar 3,43 %. Dinding sebelah kiri mempunyai nilai deviasi sebesar 4,75 %. Serta dinding sebelah belakang sebesar 5,39 %. Tabel 1 Validasi temperatur hasil pengukuran dengan hasil simulasi di setiap dinding Temperatur Temperatur Deviasi pengukuran simulasi (%) Dinding (0C) (0C) Atas 126 130,32 3,43 Bawah 46 48,68 5,82 Kanan 97 99,46 2,53 Kiri 96 100,56 4,75 Belakang 41 43,21 5,39
B. Pengaruh variasi material dan ketebalan dinding tungku terhadap distribusi temperatur tungku. Pengaruh variasi material dan ketebalan material ini dapat divisualisasikan berupa gambar kontur distribusi temperatur dinding tungku dan kontur temperatur heat fluks. Nilai heat fluks yang didapatkan dari simulasi nantinya akan didapatkannya nilai heat loss yang berupa total heat loss pada seluruh dinding. Pada tungku ini yang di variasikan adalah ketebalan tungku dinding diluar ruang bakar, jadi volum yang berada didalam ruang bakar tersebut tetap yaitu dengan ukuran panjang sebesar 103 cm, lebar 50 cm sedangkan tinggi adalah 18 cm. Serta ukuran volum luar tungku adalah panjang sebesar
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 106 cm, lebar 56 cm, tinggi 24 cm dengan ketebalan dindingnya 3 cm. Pada gambar 8 dibawah ini merupakan distribusi temperatur pada bagian permukaan atas dinding terluar dengan ketebalan 2 cm. Untuk bahan concrete dapat dilihat distribusi temperaturnya menyebar. Pada warna merah ini menunjukkan suatu nilai temperatur tertinggi. Distribusi temperatur pada bahan concrete di ketebalan 2 cm ini mempunyai nilai minimum temperatur sebesar 92,38 oC dan nilai temperatur maksimum pada temperatur sebesar 148,47 oC. Sedangkan untuk nilai distribusi temperatur pada bahan brick mempunyai nilai temperatur minimum sebesar 60,65 oC dan nilai temperatur maksimum sebesar 114,78 oC. Nilai distribusi temperatur dari bahan concrete dan brick mulai mengalami penurunan temperatur sebesar 33,83 oC. Ini disebabkan oleh pengaruh sifat material yaitu nilai konduktivitas termalnya yang berbeda. Dan dapat dilihat juga pada bahan firebrick nilai distribusi temperatur dengan nilai minimumnya sebesar 24,97 oC dan nilai maksimumnya adalah sebesar 52,12 oC. Dari ketiga bahan tersebut dengan ketebalan yang sama yaitu ketebalan 2 cm, nilai distribusi temperatur dinding atas terluar adalah pada bahan firebrick.
4 distribusi temperatur dari bahan concrete dan brick mulai mengalami penurunan temperatur sebesar 39,4 oC. Dan dapat dilihat juga pada bahan firebrick nilai distribusi temperatur dengan nilai minimumnya sebesar 26,8 oC dan nilai maksimumnya adalah sebesar 28,67 oC.
a)
Concrete
b)
b)
brick
c) firebrick Gambar 9 Distribusi temperatur di dinding atas ketebalan 3 cm dengan variasi material
a) a)
concrete
Concrete
b)
brick
Brick
c) firebrick Gambar 10 Distribusi temperatur di dinding atas ketebalan 4 cm dengan variasi material c) Firebrick Gambar 8 Distribusi temperatur di dinding atas ketebalan 2 cm dengan variasi material
Pada gambar 9 merupakan distribusi temperatur pada bagian atas dinding terluar dengan ketebalan 3 cm. Untuk distribusi temperatur pada bahan concrete di ketebalan 3 cm sebelah atas ini mempunyai nilai minimum temperatur sebesar 59,36 oC dan nilai temperatur maksimum pada temperatur sebesar 128,22 oC. Sedangkan untuk nilai distribusi temperatur pada bahan brick mempunyai nilai temperatur minimum sebesar 37,48 oC dan nilai temperatur maksimum sebesar 87,57 oC. Nilai distribusi temperatur dari bahan concrete dan brick mulai mengalami penurunan temperatur sebesar 40,65 oC. Dan dapat dilihat juga pada bahan firebrick nilai distribusi temperatur dengan nilai minimumnya sebesar 26,58 oC dan nilai maksimumnya adalah sebesar 32,66 oC. Pada gambar 10 merupakan distribusi temperatur pada bagian atas dinding terluar dengan ketebalan 4 cm. Distribusi temperatur pada bahan concrete di ketebalan 4 cm sebelah atas ini mempunyai nilai minimum temperatur sebesar 40,1 oC dan nilai temperatur maksimum pada temperatur sebesar 103,9 oC. Untuk nilai distribusi temperatur pada bahan brick mempunyai nilai temperatur minimum sebesar 29,5 oC dan nilai temperatur maksimum sebesar 64,6 oC. Nilai
a)
concrete
b)
brick
c) firebrick Gambar 11 Distribusi temperatur di dinding atas ketebalan 5 cm dengan variasi material
Pada gambar 11 merupakan distribusi temperatur pada bagian atas dinding terluar dengan ketebalan 5 cm. Distribusi temperatur pada bahan concrete di ketebalan 5 cm sebelah atas ini mempunyai nilai minimum temperatur sebesar 31,8 oC dan nilai temperatur maksimum pada temperatur sebesar 81,84 oC. Untuk nilai distribusi temperatur pada bahan brick mempunyai nilai temperatur minimum sebesar 27,6 oC dan nilai temperatur maksimum sebesar 48,98oC. Nilai distribusi temperatur dari bahan concrete dan brick mulai mengalami penurunan temperatur sebesar 32,86 oC. Dan dapat dilihat juga
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6
5
pada bahan firebrick nilai distribusi temperatur dengan nilai minimumnya sebesar 26,9oC dan nilai maksimumnya adalah sebesar 27,3oC. C. Perbandingan nilai kalor konduksi terhadap pengaruh variasi ketebalan dan material dinding tungku.. Untuk melakukan perhitungan efisiensi tungku diperlukan mengetahui arti efisiensi itu sendiri. Efisiensi disini merupakan kemampuan tungku memanfaatkan bahan bakar untuk memasak. Pada perhitungan efisiensi diperlukan nilai HHV bahan bakar. HHV disini menggunakan HHV rata-rata sebesar 20,425 MJ/kg. Kalor yang hilang (heat loss) ini adalah kalor konduksi, konveksi dan radiasi tungku. Perlu diingat bahwa pada hukum asas black adalah kalor masuk sama dengan kalor diterima.Nilai heat loss merupakan hasil perkalian dari total heat fluks (watt/m2) dengan luas area (m2) sehingga nilai kalor yang hilang satuannya adalah watt. Pada hasil simulasi yang telah didapatkan adalah nilai heatflux pada masing variasi ketebalan dan variasi material di dinding sebelah atas, kanan, kiri, bawah dan belakang. Untuk kontur heatflux tiap dindingnya dapat dilihat pada gambar masingmading variasi. Pada gambar 12 dibawah ini merupakan kontur heat flux di dinding sebelah atas. Tiap-tiap material mempunyai perbedaan nilai heat flux yang bergantung pada sifat termal material itu sendiri. Pada penelitian ini nilai heat flux bergantung pada nilai konduktifitas termal dan luasan area tiap-tiap material ataupun ketebalannya. Ditunjukkan pada gambar 12 kontur heat flux dinding permukaan atas pada ketebalan 2 cm ini untuk bahan concrete mempunyai heatflux paling tinggi dan yang paling rendah adalah pada bahan firebrick. Penurunan heat flux dari concrete ke brick adalah sebesar 583 watt, sedangkan dari concrete ke firebrick adalah sebesar 1891,68 watt. Sehingga dapat diartikan bahwa penggantian jenis bahan concrete dengan firebrick berpengaruh sangat besar terhadap nilai heat loss. Ditunjukkan pada gambar 13 kontur heat flux dinding permukaan sebelah atas pada ketebalan 3 cm ini untuk bahan concrete juga mempunyai heatflux paling tinggi dan yang mempunyai heatflux paling rendah adalah pada bahan firebrick. Penurunan heat flux dari concrete ke brick adalah sebesar 490,97 watt, sedangkan dari concrete ke firebrick adalah sebesar 1432,64 watt. Pada gambar 14 kontur heat flux dinding permukaan sebelah atas pada ketebalan 4 cm ini untuk material concrete mempunyai heatflux paling tinggi dan yang mempunyai heatflux paling rendah adalah pada bahan firebrick. Penurunan heatflux dari concrete ke brick adalah sebesar 486,76 watt, sedangkan dari concrete ke firebrick adalah sebesar 1220,32 watt. Gambar 15 merupakan kontur heatflux dinding permukaan sebelah atas pada ketebalan 5 cm. Bahan concrete mempunyai heatflux paling tinggi dan bahan firebrickmempunyai heatflux paling rendah. Penurunan heat flux dari concrete ke brick adalah sebesar 449,67 watt, sedangkan dari concrete ke firebrick adalah sebesar 955,78 watt. Selanjutnya merupakan kontur heatfluks di dinding dengan ketebalan 8 cm dan 10 cm. Pada ketebalan 10 cm heatfluks didapatkan mendekati nol sehingga nilai heatloss didapatkan dari simulasi penelitian ini nilainya sebesar nol. Untuk kontur heatfluks di dinding atas dengan ketebalan 8 cm ditunjukkan pada gambar 16
a)
b)
Concrete
brick
c) firebrick Gambar 12 Kontur Heatflux di dinding atas ketebalan 2 cm dengan variasi material
a)
concrete
b)
brick
c) firebrick Gambar 13 Kontur Heatflux di dinding atas ketebalan 3 cm dengan variasi material
a)
concrete
b)
brick
c) firebrick Gambar 14 Kontur Heatflux di dinding atas ketebalan 4 cm dengan variasi material
.
a)
concrete
b) brick
c) firebrick Gambar 15 Kontur Heatflux di dinding atas ketebalan 5 cm dengan variasi material
.
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6
6 IV. KESIMPULAN/RINGKASAN
a)
concrete
b)
brick
c) firebrick Gambar 4.16 Kontur Heatflux di dinding atas ketebalan 8 cm dengan variasi material
Pada gambar 16 kontur heat flux dinding permukaan sebelah atas pada ketebalan 8 cm ini untuk material concrete mempunyai heatflux paling tinggi dan yang mempunyai heatflux paling rendah adalah pada bahan firebrick. Penurunan heatflux dari concrete ke brick adalah sebesar 300,75 watt, sedangkan dari concrete ke firebrick adalah sebesar 400,96 watt. Pada kontur heat flux dinding permukaan sebelah atas pada ketebalan 10 cm ini untuk material concrete mempunyai heatflux paling tinggi dan yang mempunyai heatflux paling rendah adalah pada bahan firebrick. Penurunan heatflux dari concrete ke brick adalah sebesar 143,64 watt, sedangkan dari concrete ke firebrick adalah sebesar 175,6 watt Berikut ini merupakan tabel 2 Nilai heat heat loss dinding atas tiap-tiap variasi jenis material dan ketebalan materialnya. Agar mendapatkan heatloss mencapai nilai sebesar nol watt maka dilakukan penambahan ketebalan dinding. Pada penelitian ini disimulasikan lagi untuk ketebalan 8 cm dan 10 cm di setiap jenis material yaitu pada jenis material concrete, brick dan firebrick, sehingga mendapatkan heat loss yang diinginkan yaitu sebesar nol watt. Dari tabel 2 mengenai tentang heat loss di penelitian ini adalah nilai kalor yang hilang dengan satuan watt. Nilai heat loss didapatkan tiap-tiap dinding. Terlihat pada tabel bahwa heat loss yang tertinggi pada bahan concrete dengan ketebalan material 2 cm dan terendah pada ketebalan material 10 cm pada bahan firebrick. Tabel 2 Nilai Bahan Concrete 2 cm Concrete 3 cm Concrete 4 cm Concrete 5 cm Concrete 8 cm Concrete 10 cm Brick 2 cm Brick 3 cm Brick 4 cm Brick 5 cm Brick 8 cm Brick 10 cm Firebrick 2 cm Firebrick 3 cm Firebrick 4 cm Firebrick 5 cm Firebrick 8 cm Firebrick 10 cm
Atas 609,22 270,42 195,65 122,64 33,201 11,023 392,33 154,32 99,83 53,47 8,526 1,7938 74,56 12,00 4,45 0,82 0,0099 0,0003
heat loss tiap-tiap dinding Kanan 601,14 266,43 183,37 120,68 28,611 10,512 377,14 149,88 93,19 52,33 7,5725 1,7086 72,62 11,62 3,94 0,93 0,0081 0,0003
Heat Loss Kiri Belakang 576,53 550,60 259,90 218,46 190,83 146,35 117,20 91,95 28,6114 20,5263 10,3210 7,6510 375,91 339,22 147,95 120,10 98,45 71,39 51,53 39,44 7,1667 5,1297 1,6911 1,2615 72,02 61,02 12,15 9,13 4,36 2,85 0,89 0,76 0,0067 0,0045 0,0004 0,00023
Bawah 617,48 277,18 199,57 130,48 31,03 11,581 396,93 158,26 103,50 58,06 7,7463 1,8765 75,82 12,75 4,84 0,93 0,0090 0,0003
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut 1. Hasil simulasi pada penelitian yang telah dilakukan didapatkan nilai heatflux pada masing-masing ketebalan, yang mempunyai heatflux paling tinggi adalah pada bahan concrete dan yang mempunyai heatflux paling rendah adalah pada bahan firebrick. 2. Hasil simulasi yang telah dilakukan sebelum penambahan ketebalan 8 cm dan 10 cm didapatkan jumlah nilai heat loss yang paling tinggi terdapat pada bahan concrete dengan ketebalan 2 cm sebesar 2954,97 Watt, dan paling rendah adalah bahan firebrick dengan ketebalan 5 cm sebesar 4,33Watt. 3. Hasil simulasi yang telah dilakukan setelah penambahan ketebalan di masing-masing jenis material agar mendapatkan nilai heat loss mendekati nol ini adalah nilai heat loss nol didapatkan pada ketebalan 10 cm dengan bahan firebrick sebesar 0,00154 watt. Nilai heat loss yang semakin tinggi makan efisiensi semakin rendah. 4. Pengaruh material dan ketebalan dinding tungku terhadap distribusi temperatur ditunjukkan dengan kontur distribusi temperatur dan kontur temperatur heat flux pada setiap dinding. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis Santi Dwi Kurniawati mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ridho Hantoro sebagai pembimbing I dan Ibu Dyah Syawitri sebagai pembimbing II berkenan membimbing penulis menyelesaikan tugas akhir ini. DAFTAR PUSTAKA [1] Affendi M, Wahyu Haifa.2011. Proses Aglomerasi Dan Dampak Operasional pada Pembakaran Cangkang Sawit dalam Unggun Terfluidisasi. Pusat Penelitian Fisika LIPI. Vol. 34 [2] Bondan, Ayu. 2013. Arti beton dan sifat-sifatnya [online]. Dikutip dari http://www.ayuwiedbondan.blogspot.com/ 2013/01/arti-beton-dan-sifatsifatnya.html [3] Anindio, Prabu, (2012, Mei 25). Turbulensi Model K-Epsilon [Online]. Dikutip dari www.anindioprabu.blogspot.com. [4] C.A. Rundle, M.F. Lightstone, P. Oosthuizen, P. Karava, E. Mouriki. 2011. Validation of computational fluid dynamics simulations for atria geometries. Building and Environment. Vol 46. pp. 1343-1353. [5] Gana, Riki. (April 19.2010). Refraktori (Bata Tahan Api) [online]. Dikutip dari www.catatanrikigana.blogspot.com [6] Hantoro, Ridho. 2013. Kajian Konsumsi Energi Di Industri Tempe Tenggilis Mejoyo Sebagai Upaya Untuk Mewujudkan Kampung Wisata Tempe Dengan Sentuhan Teknologi. ITS Surabaya. [7] Ika Putri, Widelia. 2012 Unit Operation and Process Heat Transfer. Universitas Brawijaya. Malang [8] Mutamam, Choirul. 2012. Analisa Variasi Isolator Panas Pada Tungku Pembakar Keramik Down Draft Kiln Type. Tugas Akhir. Teknik Fisika. ITS Surabaya. [9] Susanto, Eka P.2012. Studi Penggunaan Dinding Foam Concrete (FC) dalam Efisiensi Energi dan Biaya untuk Pendinginan Udara (Air Conditioner). Tugas Akhir. Teknik Sipil. Institut Teknologi Bandung. Bandung. [10] Tuakia, Firman. 2008. Dasar-dasar CFD Menggunakan Fluent, Informatika Bandung, Bandung [11] Wahyuono, Ruri A. 2012. Analisis Distribusi Temperatur dan Aliran Udara pada Inkubator Bayi dengan Variasi Tipe Dinding dan Overhead Screen. Tugas Akhir. Teknik Fisika. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.