Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI SISWA KELAS V SDN INPRES MANUMPITAENG KECAMATAN MANGANITU KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE Julin Dalawir SDN Inpres Manumpitaeng Absrak: Dalam kegiatan pembelajaran menulis puisi, siswa masih banyak mengalami kesulitan. Faktor penyebabnya antara lain media yang kurang menarik sehingga siswa marasa bosan dan kurang bersemangat. Hal ini dapat mengakibatkan nilai siswa rendah. Hal yang sama dialami juga oleh siswa kelas V SDN Inpres Manumpitaeng Kecamatan Manganitu, Kabupaten Kepulauan Sangihe. Salah satu alternatif dalam mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan media gambar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media gambar terbukti dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis puisi. Kata Kunci: Kemampuan menulis puisi, pembelajaran Bahasa Indonesia, media gambar.
Menulis merupakan suatu tuntutan keterampilan yang perlu dikuasai oleh manusia sebagai bahasa tulis. Oleh karena itu, sejak dini pelajaran bahasa selalu didasarkan pada keterampilan bahasa, salah satunya adalah menulis (writing). Menulis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam seluruh proses belajar. Menulis merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan catatan atau informasi pada suatu media merupakan aksara (Wikipedia Indonesia: 2006 ). Menulis memerlukan keterampilan karena diperlukan latihan- latihan yang berkelanjutan dan terus menerus (Dawson dkk,dalam Nurchasanah 1997:68). Secara garis besar, menulis adalah bentuk komunikasi yang membutuhkan keterampilan agar menghasilkan tulisan yang baik. Menulis puisi merupakan bagian dari salah satu kompetensi yag harus dimiliki oleh siswa kelas V SD, yaitu mampu menyusun karangan. Menulis puisi merupakan salah satu kegiatan mengarang. Dalam penulisan puisi, banyak siswa yang mengalami kesulitan. Kesulitan siswa dalam menulis biasanya terlihat ketika siswa diminta untuk menulis sebuah puisi. Mereka terlihat bingung dan sering mengeluh dengan apa yang mereka tulis. Siswa tidak mampu untuk mengekpresikan idenya. Hambatan lain yang dialami siswa dalam mengarang puisi adalah kurangnya semangat siswa. Hal ini merupakan akibat metode pembelajaran yang digunakan guru kurang menarik sehingga tidak membangkitkan minat anak . Adapun faktor penyebab lainnya, antara lain pemanfaatan media dalam pembelajaran kurang bervareasi dan guru masih menggunakan metode yang konvesional dalam pembelajaran sehingga membuat siswa merasa jenuh, tidak termotivasi untuk belajar. Kenyataan tersebut juga terjadi pada pembelajaran menulis puisi siswa kelas V SDN Inpres Manumpitaeng. Siswa mengalami kesulitan belajar dan kurang motivasi untuk mengikuti pembelajaran. Guru hanya ceramah dan tanya jawab yang tidak membangkitkan semangat siswa. Guru dalam memberikan tugas tidak memberikan contoh bagaimana menulis puisi. Guru tidak menjelaskan bagaimana langkah–langkah menyusun puisi. Siswa bekerja tanpa bimbingan dari guru. Dalam hal ini guru menggunakan strategi pembelajaran yang tidak merangsang minat siswa. Metode, media, pendekatan, maupun strategi dalam mengajar sangatlah menentukan keberhasilan untuk mencapai ketuntasan belajar siswa. Bertitik tolak dari tema di atas, guru perlu berbenah diri dalam hal penggunaan metode, media serta pembelajaran yang kreatif, efektif, dan menyenangkan agar siswa dapat bersemangat untuk mengikuti pelajaran. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan menulis puisi adalah dengan menggunakan media gambar untuk merangsang siswa dalam mencapai KKM. Penggunaan media gambar tersebut diharapkan dapat memotivasi siswa dalam menulis puisi. Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini, antara lain memanfaatkan media gambar memuat banyak ide atau gagasan yang dapat merangsang siswa menemukan pilihan kata dan merangkai kata dalam menulis puisi. Gambar sebagai sumber bahan ajar dapat mendukung pemilihan gagasan dalam menulis puisi. Media gambar merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan dalam pembelajaran menulis puisi bagi siswa kelas V. 1759
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, Adapun rancangan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dan kuantatif. Data Kualitatif merupakan peningkatan hasil belajar siswa setelah dilakukan penelitian tindakan kelas dengan lembar penelitian hasil karya siswa. Data kuantitatif menerangkan minat siswa dalam belajar, suasana kelas dan aktivitas siswa yang dapat diperolah dari lembar observasi mengenai aktivitas siswa baik secara individu maupun dalam kelompok. Penelitian ini terdiri dari 2 siklus yang masing – masing siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Hasil refleksi siklus I digunakan sebagai dasar untuk pelasanaan siklus II. Dengan kata lain pemberian tindakan pada siklus II didasarkan pada upaya untuk dapat meningkatkan keterampilan menulis puisi. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SDN Inpres Manumpitaeng Kecamatan Manganitu Kabupaten Kepulauan Sangihe dengan jumlah siswa 16 Orang terdiri atas 6 siswa Laki–laki dan 10 siswa perempuan. Pelaksanaan tindakan kelas dilaksanakan pada semester II yaitu bulan Mei 2013. Langkah–langkah pelaksanaan tindakan kelas yaitu : 1. Pelaksanaan dilakukan oleh guru kelas V dan guru kelas VI sebagai pengamat. 2. Pengamatan dilakukan secara menyeluruh terhadap semua kejadian selama proses pembelajaran 3. Melakukan diskusi setelah pembelajaran untuk membicarakan tentang pelaksanaan tindakan pembelajaran (hasil diskusi digunakan untuk melakukan perbaikan pada tindakan berikutnya). Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas ada tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi atau pengamatan, dan refleksi. Pada tahap perencanaan, guru mengidentifikasi masalah yang terjadi di dalam kelas serta mencari alternatif pemecahan masalah tersebut Kemudian guru menentukan strategi dan metode pembelajaran, memilih media dan cara evaluasi yang digunakan, serta menentukan teman sejawat sebagai observasi. Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan adalah pelaksanaan kegiatan pembelajaran sesuai dengan perencanaan dan persiapan. Adapun pada tahap observasi, kegiatan pengamatan dilakukan oleh observer atau teman sejawat untuk mengetahui dan mencatat semua teman dalam kegiatan pembelajaran, baik bersifat kelebihan dalam pembelajaran maupun kelemahan–kelemahan selama pembelajaran yang dilaksanakan oleh seorang guru model. Dari hal yang diperoleh setiap pengamat, diketahui kelebihan dan kekurangan siswa dalam menulis puisi kekurangan itulah yang menjadi bahan refleksi untuk melakukan tindakan selanjutnya sehingga penelitian ini akan dihentikan apabila sudah lebih dari 80% dari sampel yang ada. HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I a.Tahap Perencanaan Perencanaan awal, mengidentifikasi masalah yang terjadi di dalam kelas,serta mencari alternatif pemecahan masalah tersebut dengan mengunakan media pembelajaran tertentu. Dalam hal ini mengunakan media gambar untuk meningkatkan keterampilan siswa kelas V SDN Inpres Manumpitaeng Kecamatan Manganitu Kabupaten Kepulauan Sangihe dalam menulis puisi. Pada saat pembelajaran, peneliti mempersiapkan lembar observasi mengenai aktifitas siswa serta lembar penilaian hasil karya siswa. b. Tahap Pelaksanaan Pada siklus ini peneliti mengunakan konsep belejar secara individu untuk mengetahui tingkat kemampuan masing –masing siswa dengan menggunakan media gambar. Pelaksanaanya dilakukan selama 2 jam pelajaran c. Tahap Observasi Observasi dilakukan dengan menggunakan lember observasi yang berupa check list lembar tersebut digunakan untuk mengetahui minat siswa dalam mengikuti pembelejaran dengan motivasi – motivasi yang diberikan guru, untuk mengetahui aktifitas siswa dalam pembelajaran, serta tingkat keterampilan daya imajinasi siswa dalam menulis, mengetahui kemahiran siswa dalam merangkai kata – kata sehinga menjadi sebuah puisi. d. Refleksi Guru membuat analisis data untuk mengetahui tingkat keberhasilan tindakan pada siklus I sebagai acuan untuk pelaksanaan pada siklus berikutnya. 1760
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Berdasarkan hasil penelitian dari teman sejawat dengan mengunakan format observasi yang tersedia dapat diperoleh penyebab kegagalan pembelajaran siklus I adalah : 1. Guru menerangkan hanya menggunakan metode tanya jawab dan ceramah. 2. Guru tidak menjelaskan langkah-langkah menulis puisi dengan mengunakan media gambar. 3. Umumnya siswa kurang mengerti bagaimana menyusun puisi dengan media gambar. Dalam pelaksanaan perbaikan pelajaran siklus I guru dalam menyampaikan materi menggunakan metode ceramah, tidak mencontohkan terlebih dahulu langkah – langkah menulis puisi. Oleh karena itu mengakibatkan kemampuan siswa dalam menulis puisi kurang maksimal. Perolehan nilai rata – rata kelas yang seharusnya di atas 70 pada kenyataanya hanya mencapai nilai tertinggi 65 sehingga hanya 25% siswa yang hanya memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) Bahasa Indonesia dalam aspek menulis untuk kompetensi dasar menulis puisi bebas. Hasil pencapaian KKM dari pembelajaran yang dilakukan pertama dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2 berikut ini. Tabel 1. Hasil Pengamatan Keaktifan Siswa
No
Jumlah Siswa
Jumlah Siswa yang Aktif
1.
16
4
Jumlah Siswa yang Tidak Aktif 12
Tabel 2. Persentase Hasil Belajar Siswa
No 1.
Jumlah Siswa 16
% Siswa yang Tuntas 25
% Siswa yang Tidak Tuntas 75
Perolehan Skor Rata –rata 48
Dari hasil tersebut, guru dan teman sejawat sepakat mengadakan perbaikan pembelajaran siklus II. Siklus II a. Tahap Perencanaan Tahap perencanaan pada siklus II diawali dengan mengidentifikasi masalah yang terjadi pada siklus I, serta mencari alternatif pemecahan masalah tersebut dengan menggunakan pendekatan atau media pembelajaran tertentu dalam hal ini menggunakan media gambar.Serta menjelaskan pada siswa langkah-langkah menyusun puisi. b. Tahap Pelaksanaan Peneliti menggunakan media atau alat bantu pembelajaran berupa gambar, menggunakan konsep belajar secara individu, menggunakan media gambar untuk memudahkan pemahaman siswa dalam memilih kosa kata yang akan dirangkaikan menjadi sebuah puisi. c. Tahap Observasi Untuk mendapatkan gambaran tentang perbaiakan siklus II, peneliti dengan teman sejawat melakukan pengamatan terhadap proses belajar mengajar yaitu berupa pengamatan kegiatan guru dan siswa. Siswa kelas V terlihat antusias mengikuti pelajaran d. Refleksi Pada penelitian siklus II, guru benar –benar mengoptimalkan pengunaan media gambar sebagai fasilitas dalam menghantar siswa menuju pencapaian KKM sesuai yang diharapkan. Dari tes pembelajaran yang ke dua ini diperoleh hasil bahwa siswa merasa tertarik dengan adanya pajangan media gambar. Karena ketertarikannya maka dalam pelaksanaanya siswa berusaha membahasakan gambar dengan mengunakan bahasa siswa sendiri namun penekananya adalah bagaimana siswa bisa menyusun sebuah puisi bebas. Sebelum membacakan setiap hasil pekerjaan siswa, guru berkeliling untuk mengoreksi pekerjaan siswa terutama menyangkut ejaan, dan kosakata. Setelah semua pekerjaan siswa dikoreksi maka langkah selanjutnya adalah membacakan hasil pekerjaanya di depan kelas lalu dikumpulkan sebagai bahan portofolio. Hasil yang diperoleh setelah melaksanakan pembelajaran tahap yang kedua ini menunjukan adanya peningkatan kuantitas nilai dan tercapainya KKM sebesar 90%. Hasil ini menunjukan adanya peningkatan prestasi belajar siswa yang disebabkan oleh penggunaan media yang kontekstual
1761
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
sehingga merangsang keingintahuan siswa akan objek yang dibelajarkan hal ini terlihat dari tabel 3 dan tabel 4 beriku ini Tabel 1. Hasil Pengamatan Keaktifan Siswa
No
Jumlah Siswa
Jumlah Siswa yang Aktif
1.
16
14
Jumlah Siswa yang Tidak Aktif 2
Tabel 2 . Presentase Hasil Belajar Siswa
No 1.
Jumlah Siswa 16
% Siswa Tuntas 88
yang % Siswa yang Tidak Perolehan Skor Tuntas Rata –rata 12 80
PENUTUP Dengan memperhatikan analisis data hasil pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan media pembelajaran seperti gambar dalam pembelajaran menyusun puisi dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar serta mengarah kepada peningkatan prestasi belajar siswa kelas V SDN Inpres Manumpitaeng Kecamatan Manganitu Kabupaten Kepulauan Sangihe. Berdasarkan kesimpulan ini maka peneliti memberi saran agar dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya pada semua aspek kebahasaan, sangat perlu guru dapat memilih media yang tepat dan kontekstual agar dapat menarik minat siswa sehingga akan tercipta suatu suasana pembelajaran yang bermakna. FOTO PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA CARA MENULIS PUISI DENGAN MEDIA GAMBAR
DAFTAR RUJUKAN Roekhan. Media Pembelajaran Bahasa Indonesia. Malang: PT Pertamina – Universitas Negeri Malang 1762
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Subanji, 2013. Kurikulum Teqip In Service Training Guru Sekolah Dasar. Malang: PT Pertamina – Universitas Negeri Malang Suwignyo, Heri dan Santoso, Anang. 2013. Pendalaman Materi Bahasa Indonesia Malang: PT Pertamina – Universitas Negeri Malang Tim Bina Karya Guru, 2006. Buku Bina Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Tim Penulis. 2012. Jurnal Peningkatan Kualitas Guru. Malang: PT Pertamina – Universitas Negeri Malang.
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI SISWA KELAS III SDN 01 NGALI KECAMATAN BELO KABUPATEN BIMA MELALUI MEDIA VIDEO DENGAN TEKNIK INVENTARISASI KATA Jenep Hanapiah Guru SD di Ngali-Belo Abstrak: Menulis puisi merupakan pembelajaran yang kurang disukai siswa kelas III SDN 01 Ngali. Kebanyakan siswa hanya mampu menulis puisi berdasarkan contoh yang sudah ada atau dengan cara menyalin puisi model. Kekurangmampuan siswa menulis puisi berdampak pada rendahnya tingkat kreativitas siswa dalam menulis puisi. Permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan penggunaan media dalam pembelajaran menulis puisi, terutama media video. Melalui media video dengan teknik inventarisasi kata, siswa terasah imajinasi dan kreativitasnya. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa kemampuan menulis puisi para siswa dapat meningkat. Kata Kunci: kemampuan menulis puisi, media video, inventarisasi kata.
Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting peranannya dalam upaya melahirkan generasi masa depan yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya adalah keterampilan menulis. Dengan menguasai keterampilan menulis, peserta didik akan mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara cerdas sesuai konteks dan situasi yang sesuai. Hasil observasi di lapangan menunjukkan fenomena bahwa keterampilan menulis, terutama menulis puisi siswa SDN 01 Ngali berada pada tingkat yang rendah, terutama pada aspek pemilihan kata atau diksi. Dari hasil studi lapangan, kondisi pembelajaran menulis puisi yang tidak kondusif tersebut disebabkan oleh beberapa hal: (a) guru kurang menyukai pembelajaran sastra, terutama menulis puisi, (b) guru kurang atau bahkan tidak berpengalaman bergaul dengan karya sastra, terutama menulis puisi, (c) metode pembelajaran yang dipilih dan digunakan oleh guru tidak atau kurang tepat dalam mengajarkan menulis puisi, dan (d) media serta teknik pembelajaran yang kurang menarik pada siswa kelas III, guru hanya menugasi siswa menulis puisi berdasarkan contoh puisi yang diberikan oleh guru, atau dasarkan gambar yang dipasang oleh guru di papan tulis. Menulis puisi merupakan materi pembelajaran yang kurang dikuasai siswa. Suasana pembelajaran tidak menggairahkan, siswa apriori dalam mengikuti pembelajaran, dan kemampuan menulis puisi siswa pun rendah. Kondisi tersebut tidak semata-mata disebabkan oleh sulitnya materi pembelajaran menulis puisi atau rendahnya kemampuan siswa. Belajar merupakan proses dari yang sederhana ke yang kompleks (Gagne, 1997). Dengan kata lain, belajar berlangsung dari tahap yang sederhana dan mudah berlanjut ke tahap yang lebih sulit dan kompleks. Keberhasilan pembelajaran menulis di sekolah dasar ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu kurikulum, guru, siswa, administrasi, fasilitas penunjang, dan lingkungan belajar. Jika siswa diajar oleh guru yang profesional, situasi pembelajaran di kelas akan menjadi kondusif dan hasil belajar siswa pun akan optimal. Dalam pembelajaran sastra, termasuk dalam pembelajaran menulis puisi di sekolah dasar, jika siswa diajar oleh guru yang berpengalaman menulis puisi dan berpengalaman mengajarkan sastra, kelas akan menjadi menantang dan siswa pun akan dapat belajar menulis puisi dengan baik. 1763
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Dari hasil penelaahan terhadap karya puisi yang ditulis oleh siswa, diketahui bahwa puisi karya siswa kurang tepat diksinya, bahkan sebagian besar karya puisi siswa sama dengan puisi contoh yang diberikan oleh guru. Dengan kata lain, sebagian besar siswa tidak mendapatkan pembelajaran menulis puisi, tetapi hanya menyalin puisi contoh tanpa maksud dan tujuan yang jelas dari guru. Sebab, guru tidak mengoreksi karya siswa, tidak membimbing siswa selama dalam proses pembelajaran, dan belum membelajarkan menulis puisi. Kiranya, melalui media video dengan teknik inventarisasi kata diharapkan pembelajaran menulis puisi akan berlangsung lebih menarik, mudah dan menyenangkan, dan hasil belajar siswa lebih optimal. Media visual dapat menjadi motivasi bagi siswa dan merangsang imajinasi siswa. Imajinasi adalah penggerak kreativitas (Roekhan, 1990; Siswanto, 2011). Dengan terangsangnya imajinasi siswa, kreativitas siswa pun meningkat. Kreativitas yang meningkatkan akan mendorong siswa menggunakan segala potensi menulis yang dimilikinya sehingga memudahkan anak menuangkan hasil pengamatannya dalam pilihan kata yang tepat dan lariklarik puisi yang menarik. Sedangkan inventarisasi kata dapat menuntun dan membantu siswa dalam memilih kata kemudian disusunnya menjadi kalimat puitis. Anak pun akan menikmati pembelajaran sastra yang dijalani dan mendapatkan hasil belajar yang optimal. METODE Penelitian ini dilaksanakan untuk mengatasi masalah pembelajaran yaitu rendahnya keterampilan menulis, terutama menulis puisi siswa kelas III SDN 01 Ngali pada aspek pilihan kata atau diksi. Tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan keterampilan menulis puisi adalah menggunakan teknik inventarisasi kata dengan media video pembelajaran. Selama penelitian berlangsung dibutuhkan keterlibatan guru yang bekerja secara kolaboratif. Paparan tersebut mengidentifikasikan bahwa (1) terdapat permasalahan faktual dalam pembelajaran, yaitu lemahnya kemampuan siswa dalam menulis puisi terutama pada aspek pemilihan kata atau diksi masih rendah, (2) ada tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki permasalahan tersebut, yaitu penggunaan teknik teknik inventarisasi kata dengan media video dalam pembelajaran, serta (3) terjadi kolaborasi antara guru sebagai peneliti dengan teman sejawat sebagai observer selama penelitian berlangsung. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroomaction research) dengan satu kasus. Model rancangan penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah model rancangan yang dikembangkan oleh Kemmis dan McTaggart (1992). Model ini mengikuti alur yang terdiri dari 4 komponen pokok, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Permasalahan yang diteliti teridentifikasi ketika peneliti melaksanakan pembelajaran karena peneliti adalah guru kelas pada kelas yang ditelitinya. Berdasarkan permasalahan hasil temuan tersebut disusun rencana tindakan siklus I yang diwujudkan dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RRP I). Selanjutnya rencana tindakan silus I itu diaplikasikan dalam pelaksanaan tindakan pembelajaran yang nyata di kelas dengan melibatkan teman sejawat sebagai observer dan peneliti bertindak sebagai guru model. Proses pembelajaran pada tindakan siklus I diamati oleh 2 orang observer yang bertugas mencatat seandainya perlu tindakan selanjutnya. Hasil pengamatan observer dijadikan dasar penyusunan rencana tindakan siklus II. Data dalam penelitian ini berupa data tindakan, pengamatan, dan data penilaian hasil. Data yang diperoleh dari siswa dan guru tersebut merupakan proses dan produk tindakan pembelajaran menulis puisi dengan teknik inventarisasi kata. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas III SDN 01 Ngali Kecamatan Belo, guru kelas dan observer yang mengamati langsung pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini. HASIL Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus guna meningkatkan kemampuan siswa kelas III SD 01 Ngali Kecamatan Belo Kabupaten Bima dalam menulis puisi melalui penggunaan media video dengan teknik inventarisasi kata. Masing-masing siklus dilakukan dalam satu kali pertemuan selama 2 (dua) jam pembelajaran. Gambaran proses dan hasil pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini sebagaimana disajikan di bawah ini.
1764
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Pelaksanaan Tindakan Siklus 1 Pada siklus I keterlibatan guru dalam kegiatan pembelajaran dikelas relatif dominan mengingat siswa yang diajar adalah siswa kelas III SD dan belum terbiasa belajar dengan teknik inventarisasi kata. Setelah membangkitkan kembali pengetahuan dan pemahaman siswa tentang puisi, guru melakukan tanya jawab tentang puisi. Setelah pemahaman siswa tentang puisi memadai, guru memutar video di depan kelas menggunakan LCD (video sekawanan burung bangau). Tampak siswa tertarik dengan media tersebut. Tanpa disuruh oleh guru, siswa mengamati gambar tersebut dan beberapa siswa memberikan komentar secara sporadis. Setelah hasil pengamatan siswa cukup cermat, guru memberikan contoh cara mendeskripsikan gambar tersebut dengan pilihan kata yang tepat. Lalu siswa dibimbing oleh guru untuk mengumpulkan kata-kata yang sesuai dengan apa yang mereka saksikan di video. Cara itu terbukti berhasil memancing sejumlah siswa untuk lebih aktif mendeskripsikan hasil pengamatan mereka. Selanjutnya, siswa diminta oleh guru menuliskan hasil pengamatan mereka dalam bentuk puisi. Siswa pun menulis puisi secara individual. Pada siklus ini kuantitas pembimbingan dan pengarahan guru kepada siswa selama proses menulis puisi relatif besar. Guru lebih banyak berkeliling kelas mengamati siswa yang sedang menulis puisi. Dari pelaksanaan tindakan siklus I ini iswa serius bekerja secara individual. Kelas terasa agak tegang ketika proses menulis berlangsung. Setelah dianalisis diketahui bahwa 65% siswa mendapat skor di bawah target (70). Rata-rata skor yang diperoleh siswa adalah 4,00. Puisi siswa juga sebagian besar belum utuh dalam mengungkapkan gagasan, diksinya banyak yang belum tepat dalam mengungkapkan gagasan, dan judulnya juga banyak yang belum tepat. Suasana pembelajaran masih kaku dan menegangkan. Juga belum tampak proses saling belajar antarsiswa. Hasil rekapitulasi nilai evaluasi proses dalam siklus I menunjukkan bahwa pada umumnya siswa dari tingkat akademik bawah memperoleh skor dibawah 40. Sepuluh skor tertinggi didominasi oleh siswa dari tingkat akademik tinggi. Semetara siswa dari tingkat akademik menengah menempati posisi medium. Skor terendah 40 diperoleh oleh siswa dari kelompok akademik bawah, sedangkan skor tertinggi 70 diperoleh oleh siswa dari kelompok tinggi. Dari hasil perbandingan antara pengamatan terhadap aktifitas siswa selama pembelajaran dengan nilainya dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa yang memperoleh skor minim tersebut adalah siswa yang tidak aktif dalam kegiatan pembelajaran. Sementara dari tingkat akademik menengah maupun atas yang serius mengikuti pembelajaran pada umumnya mendapat skor tinggi. Dengan demkian dapat dikatakan bahwa tindakan pada siklus I belum berhasil sehingga perlu dilakukan tindakan siklus II. Pelaksanaan Tindakan Siklus 2 Secara umum prosedur pelaksanaan tindakan siklus II ini identik dengan prosedur pada siklus I. Bedanya,dalam siklus II ini keterlibatan guru pada kegiatan pembelajaran di kelas dikurangi mengingat siswa yang diajar mulai terbiasa belajar dengan teknik inventarisasi kata dengan media video visual. Guru hanya menyiapkan media berupa Proyektor (LCD) dan video tentang binatang menarik dalam kelas itu. Guru juga tidak begitu terlibat dalam melatih siswa menginventarisir kata pada setiap kelompok, tetapi siswa bekerja dan berlatih sendiri bersama kelompoknya. Pelaksanaan pembelajaran menulis puisi pada siklus 2 dilakukan dengan strategi pembelajaran individual dan kelompok. Siswa yang telah mampu menulis puisi dengan baik disebar ke dalam semua kelompok. Hal itu dilakukan berdasarkan hasil analisis pelaksanaan tindakan siklus 1. Setelah berhasil membangkitkan kembali pengetahuan dan pengalaman siswa dalam menulis puisi, guru mengajak siswa menyaksikan video (kawanan kuda) yang diputarkan di depan kelas. Setelah pengamatan siswa terhadap video dinilai cukup cermat, guru membagi siswa ke dalam 5 kelompok. Setiap kelompok diminta membuat satu deskripsi hasil pengamatan. Secara umum dapat dikatakan bahwa pembelajaran dalam siklus II ini berlangsung dalam kondisi tertib dan lancar. Hampir seluruh siswa aktif mengikuti seluruh kegiatan pembelajaran. Hal ini berdampak pada kualitas hasil belajar siswa tentang keterampilan menulis puisi. Puisi sudah menunjukkan keutuhan pengungkapan gagasan, diksinya sudah tepat dan loebih variatif, dan pilihan judulnya juga lebih tepat dan lebih menarik. Proses saling belajar antarsiswa berlangsung lebih intensif. 1765
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Hasil rekapitulasi nilai evaluasi produk akhir dalam siklus II menunjukkan bahwa sudah ada peningkatan pada seluruh siswa pada tingkat akademik bawah sampai tingkat akademik atas. Skor terrendah 60,5 masih diduduki oleh siswa pada kelompok bawah, dan skor tertinggi 70 masih diduduki oleh kelompok atas. Tampak ada peningkatan skor yang signifikan. Dengan demikian, dari segi hasil produksi keterampilan menulis puisi dengan teknik inventaerisasi kata dengan media video dapat dikategorikan berhasil. Karena hasilnya sudah mencapai target tindakan dan proses, penelitian ini dihentikan. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil tindakan siklus I, dapat ditarik pengertian bahwa pembelajaran menulis puisi dengan teknik inventarisasi kata denga media video yang diterapkan pada siklus I belum benar-benar dipahami siswa. Menurut pengamatan terhadap rekapitasi nilai evaluasi produk akhir dalam siklus I diketahui bahwa skor tertinggi didominasi oleh siswa dari tingkat akademik tinggi. Sebaliknya skor terendah 40 diperoleh oleh siswa dari kelompok akademik bawah. Dalam siklus II keterlibatan guru pada kegiatan pembelajaran di kelas dikurangi mengingat siswa yang diajar mulai terbiasa belajar dengan teknik inventarisasi kata denga media video. Guru hanya menyiapkan media berupa Proyektor (LCD) dan video tentang binatang menarik dalam kelas itu. Guru juga tidak begitu terlibat dalam melatih siswa menginventarisir kata pada setiap kelompok, tetapi siswa bekerja dan berlatih sendiri bersama kelompoknya. Hasil rekapitulasi nilai evaluasi produk akhir dalam siklus II menunjukkan bahwa sudah ada peningkatan pada seluruh siswa pada tingkat akademik bawah sampai tingkat akademik atas. Skor terrendah 60,5 masih diduduki oleh siswa pada kelompok bawah, dan skor tertinggi 90 masih diduduki oleh kelompok atas. Tampak ada peningkatan skor yang signifikan. KESIMPULAN Hasil penelitian ini membuktikan bahwa media video dengan teknik inventarisasi kata, terutama media video dengan teknik inventarisasi kata yang dilengkapi model penulisan puisi terbukti dapat meningkatkan imajinasi, kreativitas menulis siswa, dan kemampuan siswa dalam menulis puisi. Melalui penggunaan media video dengan teknik inventarisasi kata, perhatian terfokus pada pembelajaran yang sedang berlangsung, suasana kelas menjadi menyenangkan dan menggairahkan sehingga siswa termotivasi untuk, belajar. Tumbuhnya semangat dan kegairahan siswa dalam belajar membuat proses siswa dalam menguasai kemampuan menulis puisi berjalan lebih baik dan lebih optimal hasilnya. Penggunaan pembelajaran secara kelompok terbukti membuat siswa bergairan belajar karena terjadi proses saling belajar antarsiswa. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa penggunaan teknik inventarisasi kata dengan media video pembelajaran dapat meningkatkan keterampilan menulis puisi siswa kelas III SDN 01 Ngali Kecamatan Belo. Secara rinci keberhasilan penerapan teknik inventarisasi kata dengan media video pembelajaran pada pembelajaran menulis puisi pada siswa kelas III SDN 01 Ngali Kecamatan Belo sebagai berikut. (1) teknik teknik inventarisasi kata dapat meningkatkan keterampilan memilih diksi dalam penulisan puisi, (2) Media video pembelajaran dapat meningkatkan ketertarikan dan keterlibatan siswa. SARAN Berdasarkan simpulan di atas diajukan saran kepada guru sebagai berikut. Media video dengan teknik inventarisasi kata hendaknya dijadikan salah satu pilihan bagi guru sekolah dasar, khususnya kelas rendah untuk mengajarkan berbagai kompetensi, baik untuk pembelajaran Bahasa Indonesia maupun untuk matapelajaran lain. Sebab, video dengan teknik inventarisasi kata terbukti lebih mampu menarik perhatian siswa, serta menumbuhkan minat dan gairah belajar siswa. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya pembelajaran menulis puisi hendaknya guru menggunakan pembelajaran dengan teknik inventarisasi kata dengan media video pembelajaran. Teknik inventarisasi kata dengan media video pembelajaran sangat cocok untuk pembelajaran bahasa indonesia terutama materi menulis puisi. DAFTAR RUJUKAN Eneste, Pamusuk, 1985. Proses Kreatif. Jakarta: Gramedia. 1766
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Muslich, Masnur. 2010. Melaksanakan PTK itu Mudah. Jakarta: Bumi Aksara. Roekhan, 1990. Menulis Kreatif: Teori dan Penerapannya. Malang: YA3. Roekhan, 1999. Kemandekan Kreativitas Pengarang di Balik Kemapanan. Makalah Seminar tentang Sastra dan Pengajarannya di IKIP Malang, 10 Oktober 1999. Suyitno, Imam. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: YA3. Siswanto, Wahyudi. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang dan Pertamina. Siswanto, Wahyudi. 2011. Media Pembelajaran Bahasa Indonesia. Materi TEQIP. Malang: Universitas Negeri Malang dan Pertamina.
PENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGAPRESIASI CERITA FIKSI DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI AKTIVITAS TERBIMBING BAGI SISWA KELAS V SDN KOLONGAN KECAMATAN TALAWAAN KABUPATEN MINAHASA UTARA Mike Sumampouw Abstrak: Pembelajaran apresiasi cerita fiksi di sekolah dasar (SD) pada dasarnya bertumpu pada buku paket, hanya menjawab pertanyaan. Kemampuan apresiasi hanya bentuk pemahaman cerita, bukan pengalaman bersastra dan penikmatan cerita, serta tidak ada interaksi apresiasi antara siswa dengan bacaan cerita. Kondisi tersebut terjadi pada siswa Kelas V SD Negeri Kolongan. Hal ini terungkap pada hasil interview terhadap guru dan siswa. Ditemukan masalah seperti yang terungkap di atas sehingga penulis melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kemampuan mengapresiasi cerita fiksi dengan menggunakan strategi aktivitas terbimbing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pada siklus I rata-rata 55, siklus II 75, dan siklus ke III 95 dengan subjek penelitian siswa Kelas V SDN Kolongan terdiri dari 30 siswa. Kata Kunci: peningkatan hasil belajar, strategi terbimbing, apresiasi cerita fiksi
Pendidikan dasar yang diselenggarkan di sekolah dasar (SD) bertujuan memberi bekal kemampuan dasar baca-tulis pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi murid sesuai tingkat perkembangannya serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan selanjutnya. Komponen-komponen pendidikan dasar merupakan satu kesatuan yang turut menentukan keberhasilan pendidikan sekolah dasar (SD), salah satu komponen yang dimaksud adalah bidang pengajaran, di antaranya Bahasa Indonesia. Tujuan pembelajaran bahasa dan sastra di sekolah dasar lebih diarahkan pada kompetensi siswa untuk berbahasa dan berapresiasi sastra. Pelaksanaan pembelajaran sastra dan bahasa dilaksanakan secara terintegrasi. Diungkapkan dalam kurikulum satuan pendidikan (Depdiknas, 2006: 317) bahwa dalam kegiatan pembelajaran di kelas, murid harus lebih banyak menguasai tentang bahasa. Sedangkan sastra ditujukan untuk meningkatkan kemampuan menghayati dan memahami karya sastra. Sejalan dengan itu Djuanda, (2002: 54) mengemukakan bahwa pengetahuan tentang karya sastra dijadikan sebagai penunjang dalam mengapresiasi. Dalam mencapai tujuan pembelajaran apresiasi sastra di SD, murid diberikan pengalaman bersastra melalui kegiatan aprisiasi karya sastra. Beac dan Marsall dalam Suryati (2004:1) menyatakan bahwa dalam pembelajaran apresiasi sastra ada faktor utama yang berinteraksi secara dinamis yaitu guru, murid, dan teks. Interaksi ketiga hal tersebut dapat mengembangkan potensi pada diri anak. Hal ini sejalan yang dikatakan Huck (1987:1-27) bahwa berinteraksi dengan karya sastra dapat membantu perkembangan kognitif, perkembangan bahasa, perkembangan moral, dan perkembangan sosial anak. Pembelajaran apresiasi sastra di SD diharapkan berlangsung efektif. Guna menuju pembelajaran apresiasi sastra yang efektif diharapkan melewati tingkat apresiasi yaitu menggemari, menghayati, merespon, dan memproduksi karya sastra (Solchan dkk dalam 1767
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Hafid, 2005:2). Hal ini sesuai dengan pendapat Rusyana dalam Tarigan (2002:10) bahwa tingkat apresiasi ada tiga yaitu tingkat pertama terjadi apabila seseorang mengalami pengalami pengalami pengalaman yang ada dalam sebuah karya, ia terlibat secara intelektual, emosional, imajinatif dengan karya itu; tingkat kedua terjadi apabila daya intelektual pembaca bekerja lebih giat; dan tingatan ketiga apabila pembaca menyadari hubungan sastra dengan dunia di luarnya sehingga penikmatan dan pemahamannya pun dilakukan dengan lebih luas dan mendalam. Teks sastra relevan dengan usia siswa kelas V Sekolah Dasar karena pada umumnya disenangi oleh anak-anak. Penggunaan teks sastra sebagai bahan ajar mengacu pendapat Zuchdi dan Budiasi (dalam Hafid dkk, 2005: 5) bahwa pada umumnya anak-anak senang membaca karya sastra karena sifatnya yang indah dan berguna bagi siswa. Lebih lanjut Azis (dalam Suriyadi, 2004:5) menyatakan bahwa cerita fiksi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang memiliki keindahan dan kenikmatan tersendiri. Djuanda (dalam Hafid, 2003: 5) mengungkapkan bahwa bahan pembelajaran apresiasi di sekolah dasar bertumpu pada buku paket. Kegiatannya hanya menjawab pertanyaan yang ada dalam buku teks, kemampuan apresiasi hanya berupa pemahaman cerita, bukan pengalaman bersastra dan penikmatan cerita, serta tidak terjadi interaksi apresiasi antara siswa dengan bacaan cerita. Selain itu, emosi anak tidak terlibat pada kejadian dalam cerita, tokoh cerita, dan isi cerita. Pembelajaran seperti ini tentu belum efektif. Kondisi tersebut di atas diasumsikan tidak jauh berbeda dengan kondisi di SDN Kolongan. Hal ini terungkap dari hasil interview dan observasi terhadap guru dan murid, ditemukan masalah (1) pengajaran apresiasi menekankan pada aspek kognitif bukan proses apresiasi, (2) belum dilaksanakan sebagai suatu proses pembelajaran bahasa dan sastra yaitu tahap persiapan apersepsi, pelaksanaan apersepsi, dan tindak lanjut apersepsi, (3) aktivitas murid dalam pembelajaran cerita adalah membaca teks cerita dalam buku paket dan menjawab soal-soal yang ada di bawah teks, (4) bimbingan murid mengapresiasi belum tergarap secara maksimal, (5) hasil apresiasi cerita terbatas pada pemahaman literal pada pelaku cerita, belum sampai pada tindak pemahaman apresiasi rangkaian cerita, latar cerita dan suasana cerita. Guna mencapai nilai aktivitas apresiasi cerita fiksi diperlukan model pembelajaran yang berorientasi pada aktivitas bersastra. Salah satu model pembelajaran yang ditawarkan oleh Beach (1987: 136)) adalah “Strategi Aktivitas Terbimbing”, yaitu murid diarahkan pada aktivitas merespon teks sastra melalui merangkai kegiatan secara bertahap, membangkitkan (engaging), menghubungkan (connecting), mendeskripsikan (describing), menafsirkan (interpreting), dan menilai (judging) isi teks cerita. Beach (1987:37) menyatakan bahwa fungsi utama strategi aktivitas terbimbing adalah (1) dapat membantu murid dalam belajar menggambarkan pengetahuan awalnya dalam membuat kesimpulan dan pengalaman pembaca dengan teks, dengan menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang ada dalam teks murid dapat memahami teks dengan baik dan tanpa merasa terbebani, (2) dapat membantu murid mengorganisasikan struktur teks sehingga murid memahami unsur-unsur cerita dengan baik. Strategi aktivitas terbimbing dapat mengembangkan pemahaman tingkat tinggi pada murid, seperti pemahaman literal, infrensial, evaluatif dan apresiatif pada kajian struktur pelaku cerita dan menyimpulkan (Mustakim dalam Rahim, 2005:47). Pemilihan kelas V SD Negeri Kolongan berdasarkan pertimbangan: bahwa (1) murid kelas V rata-rata berusia 10-12 tahun. Pada fase ini berada pada tahap perkembangan berfikir operasional konkret dan berfikir formal serta perkembangan dimasa kognitif, bahasa emosional dan sosial, murid sudah mampu untuk mengapresiasi karya sastra, (2) dengan peneliti, kepala sekolah dan guru kelas V sudah terjalin komunikasi yang baik, (3) murid kelas V memiliki kultur yang beragam, ditinjuau dari status sosial, emosional, etnis dan pendidikan orang tua. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas sekolah ini refresentatif untuk dikembangkan, hal ini dapat dilihat dari potensi yang dimiliki oleh guru dan siswa. Istilah apresiasi berasal dari bahasa Latin (Apreciato) yang berarti mengindahkan atau mengahargai (Aminuddin, 2004: 34). Hal ini sesuai dengan pendapat Gove dalam Aminuddin (2004:34) yang menyatakan bahwa istilah apresiasi mengandung makna (1) pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin, (2) Pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarangnya. Sejalan dengan rumusan pengertian apresiasi di atas Effendi (dalam Aminuddin, 2004: 35) menyatakan bahwa apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, 1768
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
kepekaan pikiran kritis dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra. Apresiasi sastra bukanlah pengetahuan sastra yang dihafalkan, melainkan bentuk aktivitas jiwa. Dalam mengapresiasi sastra, kita tidak sadar mengambil informasi yang berkaitan dengan isi atau mencari beberapa kesimpulan yang lugas. Rosenblatt (dalam Hafid, 2003: 17) menyatakan bahwa apresiasi sastra idealnya kita dapat mengindera atau merasakan kehadiran pelaku, peristiwa, suasana, dan gambaran objek secara imajinatif. Pendapat yang mendasari penggunaan strategi aktivitas terbimbing dalam pembelajaran sastra adalah pendpat Beach (1987:136) yang menyatakan bahwa strategi aktivitas terbimbing adalah strategi dalam pembelajaran sastra yang menggunakan respon terbimbing, yakni siswa memberi respon terhadap sastra menurut rangkaian kegiatan berikut: engaging (pembangkitan minat) connecting (mengaitkan/pemaduan), describing (mendeskripsikan), interpreting (menafsirkan), dan judging (menilai). Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Applebee dan Langer (dalam Hafid, 2003:39) yang menyatakan bahwa Strategi Aktivitas Terbimbing (SAT) merupakan scaffolding (penyangga) apresiasi sastra. Beach (1987:37-38) menyatakan bahwa ada tiga fungsi utama strategi aktivitas terbimbing dalam pembelajaran sastra yakni : Pertama, dapat membantu siswa belajar menggambarkan pengetahuan awalnya dalam membuat kesimpulan dengan menghubungkan pengetahuan dan pengalamannya dalam teks. Menghubungkan pengetahuan yang ada dalam teks, siswa memahami teks dengan baik. Kedua, untuk membantu siswa mengorganisasi struktur teks sehingga siswa memahami unsur-unsur cerita. Untuk memahami unsur-unsur teks sastra diperlukan kerangka terjadinya cerita, yaitu aspek intrinsik dan aspek ekstrinsik. Aspek intrinsik cerita meliputi: cara pengisahan cerita, plot, penokohan, dan karakternya, setting, tema, dan tendens cerita. Ketiga, untuk membantu siswa membuat kesimplan isi ceita. Fungsi ini membantu murid menafsirkan isi cerita berdasarkan pengalamannya terhadap pemahaman struktur cerita serta dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Strategi aktivitas terbimbing adalah pola pembelajaran yang memberikan aktivitas siswa berinteraksi dengan karya sastra. Aktivitas tersebut tidak sama dengan menjawab beberapa pertanyaan-pertanyaan literal dalam buku ajar tradisional, dalam arti siswa menghubungkan berbagai kesimpulan setiap hipotesis yang muncul (Beach, 1987:150). Dalam proses pembelajaran sastra melalui strategi terbimbing, guru memberikan kegiatan terbimbing dengan karakteristik pembelajaran yang dimulai tahap pelibatan (pembangkitan), pemaduan, penggambaran, penafsiran, dan penilaian karya sastra yang diapresiasinya. Selanjutnya Beach (1987: 150) menyatakan bahwa guru dapat mengembangkan berbagai aktivitas dengan karakteristik (1) aktivitas merespon teks sastra secara sistematis melalui sejumlah strategi yang saling berkaitan, (2) guru dan siswa bersama-sama memahami dan menentukan tujuan pembelajaran aprsiasi, (3) siswa diminta memberikan tanggapan secara terbuka tentang teks yang di aprsiasinya, (4) memberikan tanggapan melalui tahapan strategi terbimbing, (5) tanggapan dilakukan secara sistematis, (6) tugas-tugas diorganisir menurut kerangka struktur teks, (7) siswa membahas dan memperbaiki hasil tanggapannya untuk mempersiapkan tanggapan berikutnya, (8) siswa menghubungkan pengetahuan, sikap, dan pengalamannya terhadap teks yang di apresiasi, (9) melalui pengarahan, siswa diberikan contoh-contoh yang jelas dan kongkrit, (10) siswa dapat melakukan tugas secara berpasangan atau berkelompok, dan (11) siswa menyusun hasil apresiasinya sesuai tingkat kemampuannya. Pembelajaran apresiasi cerita fiksi di sekolah dasar dengan strategi Aktivitas Terbimbing diperlukan tahapan-tahapan yang mampu mengarahkan siswa mengapresiasi dengan baik. Beach (1987:143) dan Beach dan Marshall (dalam Suriyanti, 2005: 11) membagi strategi respon terbimbing menjadi lima tahapan. Tahap pertama, engaging (pembangkitan) adalah tahap membangkitkan perasaan siswa dalam menarik informasi dari teks cerita. Pada tahap ini murid melibatkan diri dalam teks cerita, memahami isinya, serta mengumpulkan informasi dari teks cerita. Dalam tahapan ini murid menghubungkan skematanya sehingga tingkat apresiasi terhadap teks cerita semakin baik. Tahap kedua, connecting (pengaitan/pemaduan) adalah tahap menghubungkan pengalaman, sikap, dan pengetahuan siswa terhadap isi cerita. Pada tahap ini siswa menyatakan sikap dan pengetahuannya tentang isi cerita. Pada tahap ini siswa menyatakan sikap dan pengetahuannya tentang isi cerita terhadap kenyataan yang ada dalam cerita. Selanjutnya Tahap ketiga, yaitu describing (mendeskripsikan) adalah tahap menggambarkan isi cerita mengenai cara pengisahan tokoh dan karakter cerita, rangkaian cerita, latar, suasana, dan gaya bahasa pengarang. Pada tahap ini diharapkan siswa 1769
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap terhadap cerita. Dengan kemampuan ini, murid meyakini bahwa cerita itu adalah hasil pengalaman pribadi anak-anak yang ditulis oleh pengarang untuk tujuan tertentu dalam pembinaan kepribadian anak. Tahap keempat, interpretting (pengintegrasian) adalah tahap menafsirkan isi cerita dengan membuat kesimpulan isi cerita, memaknai pesan-pesan pengarang, melakonkan bagian-bagian tertentu dari adegan dalam cerita. Sedangkan Tahap kelima, yaitu judging (penilaian) tahap penilaian siswa terhadap isi teks cerita dihubungkan dengan sikap siswa menyukai cerita, atau kaitannya dengan struktur cerita. Pada tahap ini siswa dimintai komentarnya tentang isi cerita itu dan alasannya. Secara rinci kegiatan siswa dalam merespon teks cerita diuraikan dalam tabel 2.1 berikut ini. Tahapan strategi terbimbing Engaging (pembangkitan)
Connecting (pengaitan)
Describing (penggambaran)
Interfreting (penafsiran)
Judging (penilaian)
Aktivitas siswa 1. Keterlibatan siswa dalam cerita (membayangkan isi cerita) 2. Siswa menanggapi ceita secara emosional tentang isi cerita 3. Siswa membayangkan peristiwa cerita dengan bahasanya 1. Menghubngkan pengalaman siswa dengan teks cerita.misalnya kemiripan tokoh crita dengan bahasanya 2. Menghubungkan pengalaman siswa dengan karakter pelaku dalam cerita 3. Menghubungkan sikap siswa dengan teks cerita 4. Menghubungkan teks cerita yang serupa dan pernah dibaca/didengar siswa 1. Menguraikan ciri-ciri pelaku 2. Menguraikan latar/setting cerita 3. Menguraikan angkaian peristiwa dan suasana cerita 4. Menghubungkan konsep-konsep menurut kesamaan makna 1. Menjelalaskan karakter pelaku berdasarkan ciricirinya.misalnya: kepibadiannya, keyakinannya, tujuan hidupnya 2. Menyimpulkan maksud cerita dengan kata-katanya sendiri 3. Menggeneralisasikan simpulan cerita dengan kenyataan yang serupa dalam kehidupan seharihari. 4. Mempediksikan hal-hal yang terjadi setelah akhir cerita 5. Mengajukan pertayaan mengenai teks mengemukaan/menjelaskan kesulitan memahami atau memaknai teks cerita, dengan alasan tertentu. 1. Membuat penilaiaan terhadap ceita secara secara keseluruhan.karakter pelaku,wawasannya, penampilanya dan kebiasaan hidupnya 2. Membuat penilaian tentang teks ceita.misalnya: sukar/mudah di pahami bahasanya, unsur-unsur cerita, dan plotnya
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan dan minat siswa mengapresiasi cerita fiksi, serta meningkatkan kompetensi guru dalam penglolaan pembelajaran. Secara khusus penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut. 1. Untuk peningkatkan kemampuan mengapresiasi cerita fiksi murid kelas V SDN Kolongan.
1770
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
2. Untuk peningkatan pelaksanaan strategi aktivitas terbimbing dalam pembelajaran apresiasi cerita fiksi murid kelas V SDN Kolongan. METODE PENELITIAN Penelitiaan ini mengunakan rancangan penelitian tindakan (Action Research). Penelitian tindakan merupakan upaya penelitian yang dikaji berkaitan dengan usaha memperbaiki atau meningkatkan pembelajaran secara profesional. Hal ini sejalan dengan apa yang di kemukakan Suharjono (2007:106) bahwa penelitian tindakan bertujuan untuk perbaikan dan peningkatan layanaan profesional pendidik dalam menagani proses belajar mengajar. Penelitian ini dilaksanakan di SDN Kolongan. Sekolah ini terdiri atas enam tingkatan kelas yaitu kelas satu sampai kelas enam. Sekolah ini mendapat predikat unggulan untuk tingkat Kabupaten Minahasa Utara. Penelitian ini dilaksanakan di Kelas V dengan jumlah murid 30 orang, pria berjumlah 8 orang, wanita 22 orang. Penelitian ini difokuskan pada peningkatan kemampuan mengapresiasi sastra dengan orientasai pelaku cerita, rangkaian cerita, dan latar cerita. Orientasi pelaksanaan ini dilaksanakan dengan menggunakan langkah-langkah strategi aktivitas terbimbing yaitu kegiatan engaging (pembangkitan), conicting (mengaitkan), describing (mendeskripsikan), interpreting (menafsirkan), dan judging (menilai). Tahapan tindakan digambarkan dalam bagan berikut. Bagan I. Alur Penelitian Pembelajaran Apresiasi Cerita Fiksi berdasarkan Strategi Aktivitas Terbimbing
Ide Awal Diagnostik masalah
Menyusun rencana siklus 1
Refleksi tindakan 2 analisis dan evaluasi
Tindakan siklus 1
Obsevasi siklus 1
- Persiapan apresiasi - Pelaksanaan apresiasi - Tindak lanjut apresiasi
Observasi siklus 2
Refleksi analisis dan evaluasi
Belumberhasil
Tindakan siklus 2
Menyusun rencana siklus 2
- Persiapan apresiasi - Pelaksanaan apresiasi - Tindak lanjut
Belum berhasil
Menyusun rencana siklus 3
Tindakan siklus 3
Obsevasi siklus 3
- Persiapan apresiasi - Pelaksanaan apresiasi - Tindak lanjut -
- resiasi Kesimpulan Tindak lanjut
Kesimpulan
1771
Refleksi tindakan 3 analisis dan evaluasi
Berhasil
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Rencana penelitan dilaksanakan dalam tiga siklus. Setiap siklus dilaksanakan dalam tiga tindakan yang dilaksanakan melalui tahap persiapan apersepsi, pelaksanaan apersepsi, dan tindak lanjut apersepsi terhadap pelaku cerita, rangkaian cerita, latar cerita, dan suasana cerita. Setiap tahapan dalam siklus diamati melalui format pengamatan yang telah dirancang dengan kriteria tertentu. Berdasarkan bagian-bagian tentang prosedur pelaksanaan tindakan penelitian yang terdiri atas: tahap pelaksanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi, maka keempat tahap tersebut diurutkan sebagai berikut. a. Perencanaan tindakan Perencanaan tindakan adalah persiapan perencanaan tindakan pembelajaran apresiasi cerita fiksi dengan mengunakan strategi aktivitas terbimbing dengan langkah-langkah berikut: 1. Menyamakan persepsi antara peneliti, guru tentang konsep dan tujuan penggunaan strategi aktivitas terbimbing dalam pembalajaran apresiasi cerita fiksi. 2. Secara kolaboratif menyusun rencana tindakan pembelajaran siklus 1. 3. Menetukan bahan dan media pembelajaran yang digunakan. 4. Menyusun rambu-rambu instrumen data keberhasilan guru maupun instrumen data keberhasilan murid, berupa format, observasi, pedoman wawancara, tes, dan persiapan rekaman kegiatan tindakan berupa tep rekorder maupun rekaman foto pelaksanaan tindakan. 5. Peneliti memberi latihan kepada guru dengan cara mengimplementasikan rencana pembelajaran siklus 1 sebelum dilaksanakan tindakan, seterusnya sampai tahapan siklus ke 3 b. Pelaksanaan Tindakan Tahap pelaksanaan tindakan yaitu tahap mengimplementasikan rencana tindakan yang telah disusun secara kolaboratif antara peneliti dan guru kelas V. Adapun kegiatan yang di lakukan adalah guru melaksanakan tindakan apresiasi cerita fiksi dengan menggunakan strategi aktivitas terbimbing dengan tiga tahap yaitu: (1) persiapan apresiasi (2) pelaksanaan apresiasi (3) tindak lanjut apresiasi. c. Ovservasi Tahap observasi adalah mengamati seluruh proses tindakan dan pada saat selesai tindakan. Fokus observasi adalah aktivitas guru dan siswa – aktivitas guru dapat diamati mulai pada tahap pembelajaran, saat pembelajaran, dan akhir pembelajaran. Pada aktivitas guru dan siswa diperoleh dengan menggunakan format observasi, pedoman wawancara, rekaman dan hasil pemahaman terhadap cerita yang dibaca responden. Format observasi seperti pada lampiran d. Refleksi Langkah terakhir dalam prosedur penelitian tindakan ini adalah mengadakan refleksi (renungan) terhadap hasil yang telah dicapai pada siklus. Refleksi di lakukan dengan mengacu pada hasil observasi selama proses dan pada saat selesai pembelajaran, yang terdiri atas aktivitas guru maupun murid. PEMBAHASAN Bagan untuk membantu siswa menggambarkan struktur internal dan eksternal teks Cerita Fiksi. Bagan pemetaan story grammar (Aminuddin,1999: 38) seperti bagan berikut.
1772
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Judul cerita
Realitas Imajiner
Dunia Fiksional
Ringkasan cerita
Pelaku
Awal Cerita
Rangkaian Cerita
Tengah Cerita
Setting
Suasana
Akhir Cerita
Inti Cerita
Realitas Cerita
Dunia Ideal
Pembelajaran dilaksanakan seperti biasanya yang dilakukan oleh guru Kelas V SDN Kolongan. Jika hasil yang dicapai pada siklus 1 belum sesuai indikator dan target (60% ke atas) sesuai rencana, maka akan dimusyawarakan bersama dengan guru tentang alternatif pemecahannya dan selanjutnya di rencanakan tindakan berikutnya, Ukuran keberhasilan dapat dilihat dari dua aspek yaitu aspek guru dan murid. Keberhasilan aspek guru dapat dilihat pada kemampuan mengimplementasikan perencanaan pembelajaran apresiasi cerita fiksi dengan tahap proses apresiasi yaitu: (1) Persiapan apresiasi (2) pelaksanaan apresiasi (3) tindak lanjut apresiasi. Kriteria keberhasilan dari aspek murid dapat dilihat pada keberhasilan tercapaianya rencana tindakan yaitu hasil dan proses apresiasi cerita fiksi. Penentuan keberhasilan tindakan mengatur pada rambu-rambu format pengamatan dan taraf keberhasilan tindakan seperti dalam tabel berikut Tabel Taraf keberhasilan tindakan pembelajaran apresiasi melalui SAT
Taraf keberhasilan 80 % - 100 % 60 % - 79 % 40 % - 59 % 20 % - 39 % 0 % - 19 %
Kualifikasi Sangat baik ( SB ) Baik ( B) Cukup ( C ) Kurang ( K ) Sangat kurang ( SK )
Keberhasilan pembelajaran Siklus pertama 55 % kualifikasinya C (Cukup), artinya pembelajaran tidaklah optimal sehingga dilakukan perbaikan pada siklus ke dua dengan rencana dan pelaksanaa yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu dengan menggunakan Tipe SAT yang sesuai dengan alur penelitiannya maka perbaikan pembelajaran meningkat dengan taraf keberhasilan 75 %, artinya meningkat dengan kualifikasi Baik, tetapi dilanjutkan dengan peningkatan pembelajaran tetap menggunakan tipe SAT dan 1773
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
akhirnya hasil pembelajarannya meningkat dengan taraf keberhasilan 95 %, artinya pembelajaran berhasil meningkat dengan kualifikasi Sangat baik. Hasilnya terlihat dalam tabel di bawah ini : Uraian
Siklus I
Siklus II
Siklus III
Jumlah Nilai
1650
2250
2850
Rata-rata
55
75
95
Tuntas
10
20
30
Tidak tuntas
20
10
-
Ket
PENUTUP Dari hasill penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa : (1) Model Pembelajaran Strategi Aktivitas Terbimbing (SAT) merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dapat dikembangkan dan digunakan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar. (2) Penerapan Model Strategi Aktivitas terbimbing (SAT) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi cerita fiksi oleh siswa Kelas V SDN Kolongan. (3) Penerapan SAT dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam berbicara pada pembelajaran di Kelas Khususnya Bahasa Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Aminudin, 2004. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensido ________, 1999. Pembelajaran Terpadu Bahasa dan Sastra Indonesia. Malang: FPBS. IKIP Malang. Beach, R. 1987. Strategic Teaching and Literature. Edited by Jones F.B, Palinscar S.A, Ogle S.D, dan Carr G.E, Strategic Teaching and Learning: Cognitive Instrucsion in the Content Areas. Alexandria: The North Central regional Educational Laboratori Depdiknas, 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas. Djuanda, D .2002. Pendidikan Keterampilan Berbahasa. Jakarta: Universitas Terbuka. Hafid, 2003. Mengefektifkan Pembelajaran Apresiasi Cerita Fiksi melalui Implementasi SAT Siswa Kelas V SD Negeri Sumbersari. Tesis tidak diterbitkan: Universitas Negeri Malang. _____, dkk, 2005. Mengefektifkan Pembelajaran Membaca Pemahaman Dengan Menggunakan Pendekatan Proses Model Simulasi Kreatif Siswa Kelas V SD 10 Manurungge. Usulan penelitian tidak diterbitkan: Universitas Negeri Makassar. Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Hasbullah, 2005. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grahindo Pratama. Huck, C. 1987. Children,s Literature in the Elementary School. Chicago: Rand Mc Nally College publishing company. Kemp, M. 1987. Watching Children Read and Write. Victoria: Deakin University. Moleong, Lexy J, 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Muliyati,2005. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Jakarta: Universitas Terbuka. Rahim, 2007. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Padang: Bumi Aksara. Semi, A. 1989. Anatomi Sastra. Bandung: Angkasa. Suryanti, 2004. Pembelajaran Apresiasi Sastra di SD Dengan Stategi Aktivitas Terbimbing. KTI tidak di terbitkan: Universitas Negeri Makassar. Suharsimin dkk, 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara Suhajono dkk, 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara Supriyadi, 2004. Pembelajaran Satra yang Apresiatif dan Efektif di SD. Jakarta: Depdiknas Tarigan, Henry Guntur. 2002. Pendidikan Keterampilan Berbahasa. Jakarta: Univesitas Terbuka. Wardani dkk, 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka. 1774
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDESKRIPSIKAN BINATANG DALAM BAHASA TULIS DENGAN PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR MELALUI PENDEKATAN SAINSTIFIK PADA SISWA KELAS II SD NEGERI 200311 PUDUNJAE KECAMATAN PADANGSIDIMPUAN BATUNADUA KOTA PADANSIDIMPUAN Meridawati Matondang SD Negeri 200311 Pudunjae Abstrak: Dalam kegiatan pembelajaran menulis mendeskripsikan binatang di SDN200311 Pudunjae kelas II, siswa mengalami kesulitan. Faktor penyebabnya adalah media kurang menarik dan kegiatan pembelajaran yang monoton sehingga siswa merasa bosan dan tidak bersemangat. Hal ini berakibat menurunnya nilai siswa. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan saintifik dengan menggunaan media gambar yang ditayangkan melalui LCD. Pendekatan saintifik, metode diskusi dengan menggunakan tayangan media gambar dapat mengaktifkan belajar siswa, interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan media. Pada pembelajaran tersebut siswa berhasil mendeskripsikan binatang melalui bahasa tulis. Hal ini dapat dibuktikan dengan penilaian hasil produk siswa mencapai nilai di atas 75 atau mencapai 90%. Kata Kunci: Pendekatan saintifik, media gambar, mendiskripsikan binatang dengan bahasa tulis
Pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan suatu tantangan tersendiri bagi seorang guru. Hal ini disebabkan bahasa Indonesia itu merupakan suatu pengantar bagi setiap jenjang pendidikan. Bahasa Indonesia juga memiliki peran sentral dalam perkembangan intlektual, social, dan emosional peserta didik. Bahasa juga merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Untuk dapat berbahasa dengan benar, harus melalui pendidikan bahasa Indonesia. Dalam pembeajaran Bahasa Indonesia, ada empat keterampilan yang harus dipahami yaitu; 1) Mendengarkan, 2) Berbicara, 3) Membaca, 4) Menulis. Dalam keterampilan menulis, salah satu Kompetensi Dasar (KD) adalah mengarang sederhana. Istilah mengarang memiliki pengertian sebagai kemampuan seseorang untuk mengekspresikan ide, pikiran, pengetahuan, ilmu, dan pengetahuan hidup, dengan bahasa tulis yang runtut, jelas, dan ekspresif sehingga dapat dinikmati serta dipahami orang lain (Komariah, 2008:1). Kegiatan mengarang ini untuk membantu siswa mengemukakan gagasan dan perasaan, baik di sekolah, di rumah, maupun di lingkungan masyarakat sekitarnya, serta menemukan dan menggunakan kemampuan analistis dan imajitatif. Menulis suatu keterampilan yang perlu dikuasai setiap orang sebagai bahasa tulis. Oleh karena itu, sejak dini bagian pembelajaran bahasa selalu didasarkan pada keterampilan berbahasa, yang salah satunya adalah menulis. Menulis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh proses belajar. Menulis merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara. Menulis memerlukan keterampilan. Oleh karena itu, diperlukan latihan-latihan yang berkelanjutan dan terus menerus. Secara umum, tulisan adalah suatu komunikasi yang memerlukan keterampilan agar menghasilkan sebuah tulisan yang baik. Menulis diskripsi adalah salah satu kompetensi yang harus dimiliki peserta didik pada kelas II SD, yaitu mendiskripsikan tumbuhan atau binatang di sekitar secara sederhana dengan bahasa tulis (standar isi kurikulum 2006). Menulis deskripsi merupakan salah satu kegiatan mengarang. Deskripsi adalah menceritakan ciri-ciri benda dalam bentuk tulisan atau lisan. Dalam hal ini banyak siswa yang mengalami kesulitan. Kesulitan ini terlihat ketika siswa dimintak untuk menulis sebuah karangan sederhana, mendeskripsikan suatu benda atau karangan lainnya, mereka sering bingung apa yang akan mereka tulis. Hal ini faktor penyebabnya guru yang memberikan pembelajaran belum menggunakan media dan pembelajaran kurang bervariasi, sehingga membuat siswa jenuh dan tidak termotivasi untuk berimajinasi. Fenomena tersebut juga terjadi pada pembelajaran mendeskripsikan binatang pada siswa kelas II SDN 200311 Pudunjae. Guru memberikan pembelajaran hanya dengan ceramah dan belum memanfaatkan media. Guru juga tidak memberikan contoh langkah-langkah 1775
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
mendeskripsikan binatang. Siswa bekerja secara mandiri, sehingga pembelajaran yang diberikan guru tidak merangsang minat siswa. Metode, media, dan pendekatan sangatlah penting untuk berhasilnya sebuah proses pembelajaran. Berdasarkan temuan di atas, sangat penting untuk memperhatikan metode, media, pembelajaran yang kereatif, efektif, dan menyenangkan agar siswa lebih bersemangat untuk mengikuti pembelajaran. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan mendeskripsikan binatang adalah dengan media gambar objek tunggal, misalnya gambar kelinci, ayam, kucing, burung, atau binatang peliharaan. Caranya, siswa diminta mengamati gambar tersebut secara seksama. Setelah itu, siswa diminta menuliskan hasil pengamatannya ke dalam kalimat deskripsi. Selanjutnya, siswa diminta merangkai kalimatkalimat tersebut menjadi deskripsi gambar yang runtut dan utuh (Roekhan:2013). Media gambar dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis karangan deskripsi di sekolah dasar. Penggunaan media gambar dalam pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa, dan dapat mengatasi keterbatasan pengalaman siswa dalam berimajinasi daan berekspresi. Selain itu, media gambar dapat membawa alam lingkungan kedalam ruangan kelas. Kendala yang dihadapi guru dalam pembelajaran menulis deskripsi dengan menggunakan media gambar adalah keterbatasan waktu karena pada umumnya guru Sekolah Dasar membawakan beberapa bidang studi dalam satu kelas. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan media gambar dapat merangsang anak kelas II SD untuk mengungkapkan suatu bentuk benda atau ciri-ciri binatang ke dalam tulisan. Anak dapat menulis kalimat deskripsi dari gambar yang dipajang atau ditayangkan di depan kelas. Anak juga dapat menyusun kalimat- kalimat itu sesuai gambar tersebut. Selain itu, guru juga harus memperhatikan pendekatan pembelajaran yang digunakan. Dalam hal ini peneliti mengambil inisiatif untuk menggunakan pendekatan saintifik. Hal ini sesuai dengan latar belakang Permendikbud Nomor 65 dan 81A mewajibkan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan saintifik; Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses BAB II Karakteristik Pembelajaran. “Keterampilan diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji dan mencipta” Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013 Lampiran IV“ Proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan, dan mengkompirmasikan. Pendekatan Saintifik tidak lepas dari hakikat sains (sebagai produk, proses, sikap, dan teknologi). Belajar yang sesungguhnya idealnya dilakukan melalui penelitian (learning by researh). Pembelajaran dengan pendekatan saintifik membuat siswa mencipta atau mencipta ulang pengetahuan. Titik tolak belajar melalui pendekatan saintifik adalah rasa ingin tahu yang muncul melalui serangkaian pertanyaan yang dilanjutkan dengan berpikir induktif. Dari beberapa faktor tersebut, peneliti menganggap pendekatan saintifik yang salah satunya mengamati, menalar, mengasosiasikan dan mengkompirmasikan sangat erat kaitannya dengan pembelajaran bahasa Indonesia khususnya materi menyusun karangan topik sederhana dengan menggunakan media gambar. METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Adapun rancangan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif berupa peningkatan hasil belajar siswa setelah dilakukan penelitian tindakan kelas dengan lembar penilaian hasil karya siswa. Data kwantitatif menerangkan minat siswa dalam belajar, keadaan kelas, dan aktivitas siswa yang diperoleh dari lembar observasi baik secara individu maupun dalam kelompok. Peneletian ini melibatkan guru kelas IIa dan IIb sebagai pelaksana peneliti. Penelitian ini terdiri dari 2 siklus, setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Hasil refleksi siklus ke- I dijadikan sebagai bahan perencanaan untuk siklus ke-II dengan kata lain pelaksanaan siklus ke-II upaya guru untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam keterampilan mendiskripsikan binatang dengan bahasa tulis yang baik, guru menggunakan gambar objek. Subjek penelitian adalah siswa kelas II SD Negeri 200311 Pudunjae kecamatan Padangsidimpuan Batunadua kota Padangsidimpuan yang jumlah siswanya adalah 20 orang yangterdiri dari 13 orang siswa laki-laki dan 7 orang siswa perempuan. Penelitian ini dilaksanakan pada semester 2 Maret 2014. Langkah-langkah pelaksanaan penelitian tindakan 1776
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
kelas ini, sebagai berikut : (1) sebagai pelaksana pembelajran guru kelas IIa dan sebagai pengamat guru kelas IIb, (2) pengamatan dilakukan mulai dari awal proses pembelajaran dan terhadap semua kejadian yang terjadi sampai akhir proses pembelajaran (semua hasil pengamatan ditulis sebagai catatan pengamatan. (3) setelah selesai proses pembelajaran guru kelas IIa dan IIb mengadakan refleksi, hasil dari refleksi digunakan untuk bahan perbaikan dalam pelaksanaan proses pembelajaran berikutnya. Tahapan pelaksanaan penelitian tindakan kelas mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Pada tahap perencanaan guru mengidentifikasi masalah yang terjadi di kelas selama proses pembelajaran dan mencari solusi untuk pemecahan masalah tersebut dengan menggnakan media gambar untuk meningkatkan keterampilan siswa kelas II SD Negeri 200311 Pudunjae kecamatan padangsidimpuan Batunadua kota Padangsidimpuan dalam mendeskripsikan binatang dapat meningkat. Penelitian dilakukan 2 kali pertemuan, setiap pertemuan 2jam pembelajaran atau 2x35menit. Pertemuan pertama pada siklus I 2x35 menit, pertemuan ke2 pada siklus ke II 2x35menit. Pada siklus ke- I guru membelajarkan materi mendeskripsiksn binatang dengan metode ceramah tanpa memananafaatkan media, siswa bekerja sendiri-sendiri, sedangkan pada siklus ke-2 siswa kerja kelompok dan gurumenggunakan media gambar binatang yang secara utuh dan gambar terpotong. Pada tahap mengamati guru pengamat menggunakan pedoman observasi untuk memperoleh data bahan pada tahap refleksi. Tahap refleksi dilakukan menggunakan analisis data kualitatif. Pada tahap ini peneliti bersama guru mendiskusikan hasil pembelajaran tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Siklus I a. Tahap Perncanaan Perencanaan awal, mengidentifikasi masalah yang terjadi di dalam kelas, serta mencari solusi mengatasi masalah tersebut, pada saat ini peneliti menggunakan model pembelajaran individu. Dalam pembelajaran mendeskripsiskan binatang dengan bahasa tulis agar hasilnya sesuai dengan yang diharapkan peneliti mempersiapkan lembar observasi mengenai aktivitas siswa . Dalam hal ini peneliti menggunakan metode diskusi untuk dapat meningkatkan keterampilan siswa kelas II SD Negeri 200311 Pudunjae Kecamatan Pasangsidimpuan Batunadua Kota Padangsidimpuan dalam mendeskripsikan binatang dengan bahasa tulis Serta menggunakan media gambar pada saat pembelajaran dan peneliti mempersiapkan lembar observasi keaktifan siswa dan lembar penilain hasil karya siswa. b. Tahap Pelaksanaan Pada siklus ini peneliti menggunakan konsep belajar secara indipidu untuk mengetahui tingkat kemampuan masing- masing siswa melalui model pembelajaran individu. Pembelajaran dilksanakan selama dua jam pembelajaran. c. Tahap Observasi Observasi dilaksanakan dengan menggunakan lembar observasi yang berupa ceklis. Lembar ini digunakan untuk mengetahui besar minat siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan motivasi-motivasi yang diberikan guru. Untuk mengetahui aktivitas dan keterampialan serta daya imajinasi siswa dalam menulis, mengolah kata sehingga jadi sebuah diskripsi sederhana. Tabel 1. Kegiatan Guru Saat Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia Siklus I
NO 1
2
Aspek yang diamati Kegiatan pendahuluan
Kegiatan inti
Deskripsi
Ya
- Guru menyapa keadaan anak dan melakukan apersepsi dengan bertanyak tentang binatang yang ada di sekitarnya dan binatang peliharaan yang ia punya di rumah. - Guru bersama siswa menyanyikan lagu burung kakak tua sebagai motivasi untuk membangkitkan minat belajar siswa. - Guru bertanyak kepada siswa beberapa nama serta cirri-ciri hewan yang
√
1777
√ √
Tidak
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
3
Kegiatan penutup
diketahuinya - Guru bersama siswa memberikan umpan balik - Guru menugaskan siswa untuk mendeskripsikan binatang yang ia sukai dalam bahasa tulis - Guru memberikan riwot(hadiah)pada siswa yang lebih dahulu selesai pekerjaannya - Siswa membacakan diskripsinya di depan kelas - Guru bersama siswa kembali menyanyikan lagu burung kaka tua - Guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran
√ √ √ √
√ √
d.
Refleksi Guru membuat analisis data untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa pada pembelajaran siklus 1, ternyata siswa yang berhasil hanya 30%. Data inilah sebagai bahan acuan untuk pelaksanaan pembelajaran pada siklus berikutnya. Berdasarkan hasil penelitian dari teman sejawat dengan menggunakan pormat observasi yang tersedia dapat diidentifikasi penyebab kegagalan pembelajaran pada sisklus ke-1 adalah : 1. Guru hanya menggunakan metode ceramah dan Tanya jawab. 2. Guru tidak menggunakan media 3. Guru tidak memberikan contoh bagaimana cara mendeskripsikan 4. Perintah yang diberikan guru kurang jelas Pembelajaran siklus ke-2 ini merupakan perbaikan dari pembelajaran pada siklus ke-1, yang tadinya guru dalam menyampaikan materi hanya menggunakan metode ceramah dan tanyak jawab juga belum memakai media, serta tidak memberikan contoh cara mendeskripsikan ciri-ciri binatang terlebih dahulu,hal ini merupakan penyebab kurangnya minat dan kemampuan siswa pada materi mendeskripsikan binatang dengan bahasa tulis dari apa yang diharapkan sipeneliti. Hasil nilai yang diperoleh siswa dalam mengerjakan deskripsi binatang, siswa yang mendapat nilai di atas 70 sebanyak 6 siswa atau mencapai 30%,dan 14 siswa mendapat nilai 69 ke bawah atau mencapai70%. Sedangkan KKM bidang studi bahasa Indonesia Adalah 75. Dari hasil tersebut guru peneliti dan teman sejawat sepakat mengadakan perbaikan pembelajaran pada sisklus ke-II. Hasil Penelitian Siklus II a. Tahap Perncanaan Tahap perencanaan pada siklus II diawali dengan mengidentifikasi masalah yang terjadi pada siklus I, serta mencari solusi pemecahan masalah tersebut dengan menggunakan pendekatan atau metode pembelajaran yang tepat .Dalam hal ini peneliti menggunakan pendekatan saintifik dengan metode diskusi. b. Tahap Pelaksanaan Peneliti menggunakan media gambar atau alat bantu yaitu gambar binatang yang berbeda pada setiap kelompok seperti kelinci, kucing, ayam dan burung kakak tua dengan memberi nomor pada setiap bagian tububuh binatang tersebut. Hal ini dimaksutkan untuk memotipasi siswa berinteraksi dengan teman sesame kelompoknya. Selain itu guru juga menyediakan kertas undian nama binatang. Salah satu anggota kelompok maju kedepan mengambil kertas undian yang berisi nama binatang. Nama binatang yang dipilih akan menjadi bahan yang akan didiskripsikan oleh kelompoknya. Peneliti juga menyediakan hadiah (reward) bagi kelompok yang lebih cepat dan lebih baik hasil deskripsinya. Dengan maksud memotipasi siswa agar lebih aktif, semangat dan kompak dalam pembelajaran. c. Tahap observasi Untuk mendapatkan gambaran tentang perbaikan siklus II,peneliti dengan teman sejawat melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran yaitu berupa pengamatan kegiatan guru dan siswa dalam proses pembelajaran yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 1778
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Tabel 2. Kegiatan Guru Saat Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia Siklus II
NO 1
2
3
Aspek yang diamati Pendahuluan
Kegiatan Inti
Penutup
Deskripsi - Guru mintak salah satu siswa untuk meminpin temannya berdoa sebagai awal dari pembelajaran - Guru bertanyak tentang hewan peliharaan siswa di rumah - siswa dipinpin guru menyanyikan laguyang berjudul “Burung Kakak Tua” - Siswa diminta menceritakan cirri-ciri hewan kesayangannya - Gurumembagi siswa menjadi beberapa kelompok - Guru meminta perwakilan dari setiap kelompok mengambil undian untuk menentukan nama binatang yang akan dideskripsikan - Siswa mengamati gambar yang sesuai dengan nama binatang yang dipilih kelompoknya - Setiap anggota kelompok menuliskan satu kalimat dan menyusun kalimat tersebut sesuai cirri-ciri nama binatang yang ada pada gambar - Guru berkeliling mengamati setiap kelompok - Guru meminta setiap kelompok menempelkan hasil diskripsinya di dinding - Guru mengajak kelompok yang lain mengamati dan member tanggapan atau masukan - Siswa dan guru sama-sama merefleksi hasil kerja kelompok - Guru memberikan motivasi bagi kelompok yang belum tuntas - Guru memintak pendapat siswa menentukan kelompok yang deskripsinya paling baik - Guru memberikan riwood bagi kelompok yang paling baik - Guru membingbing siswa untuk menyanyikan lagu berjudul”Lihat Kebunku” - Guru menugaskan untuk mendeskripsikan salah satu tumbuhan yang ada di depan rumahnya sebagai pekerjaan rumah
Keterangan Ya Tidak √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √
Berdasarkan pengamatan pada aktivitas guru di atas, dapat dilihat bahwa siswa kelas II antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Tujuan guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok agar siswa dengan siswa yang lain dapat berinteraksidan dan terjalni kerja sama yang kompak. Guru memberikan pujian dan reward bagi kelompok yang kerjanya lebih cepat dan lebih baik untuk menarik perhatian agar termotivasi untuk berlomba jadi kelompok terbaik. Sehingga dengan demikian kemampuan mendeskripsikan binatang dalam bahasa tulis akan meningkat. d. Refleksi Dalam perbaikan siklus II guru peneliti telah berhasil memotivasi belajar siswa pada materi mendeskripsikan binatang dalam bahasa tulis. Hal ini jelas terlihat dari kerja sama siswa di setiap kelompok sudah meningkat jika diukur dengan perbandingan nilai pada siklus I dan II, 1779
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
dari nilai rata-rata 60 pada siklus I meningkatmenjadi nilai rata-rata 90 pada siklus ke II, sementara nilai KKM pada SD NEGERI 200311 Pudunjae mata pelajaran bahasa Indonesia adalah 75. Oleh karena itu, guru peneliti tidak perlu lagi mengulang pada siklus ke III. Peningkatan persentasi nilai atau keberhasilan siswa mencapai 90%. Keberhasilan pembelajaran ini karena penggunaan media yang tepat dan metode pembelajaran bervariasi sehingga siswa lebih aktif, antusias, ceria, dan tidak ada beban keterpaksaan dalam belajar. KESIMPULAN 1. Nilai yang diperoleh siswa dalam menulis deskripsi pada lembar penilaian menunjukan amat baik. Dengan demikian, setiap siswa dapat mencapai KKM mata pelajaran Bahasa Indonesia aspek menulis untuk kelas II SD Negeri 200311 Pudunjae kecamatan Padangsidimpuan Batunadua Kota Padangsidimpuan. 2. Pembelajaran dengan memanfaatkan media gambar binatang melalui metode diskusi serta pendekatan saintifik dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam mendeskripsikan secara tertulis. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian, yaitu hasil persentase sebelum pelaksanaan tindakan sebesar pada 27% pada siklus I meningkat jadi30% dan siklus ke II menunjukkan 90%. 3. Pendekatan saintifik dengan memanfaatkan media gambar dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran. Ini terlihat dari kesungguhan, kerja sama dalam kelompok, dan siswa selalu ceria . 4. Pendekatan saintifik dapat meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran yakni guru sebagai fasilitator harus menjadi lebih aktif dan kreatif agar siswa lebih termotivasi mengikuti pembelajaran. 5. Kekurangan-kekurangan yang dilakukan siswa dalam mendeskripsikan secara tertulis dapat diatasi dengan pendekatan saintifik dan pemanfaatan media gambar binatang. SARAN Dalam pembelajaran menyusun karangan dengan topik sederhana atau mendeskripsikan tumbuhan atau binatang guru disarankan menggunakan media gambar. Penggunaan media gambar ini dimaksudkan agar pemahaman siswa lebih mudah. DAFTAR RUJUKAN Andayani, K dan Pratiwi,Y. 2013. Pembelajaran Bahasa Indonesia Kreatif dan Inovatif. Bandung: Depdiknas. Pembelajaran Aktif Kereatif dan Menyenangkan (online)(http//farhanzen,wordpress.com, diakses 15 Januari 2008). Depdikbud, 201. Implementasi Kurikulum 2013,lampiran IV, Proses Pembelajaran Pembelajaran, Jakarta: Roekhan , 2013. Media Pembelajaran Bahasa Indonesia. Bandung: Suwignyo,H dan Santoso, A.2011 . Pendalaman Materi Bahasa Indonesia. Malang: Kerjasama PT. Pertamina-UM Komariah, 2008. Belajar Mengarang, Semarang
PENGGUNAAN MEDIA KARTU KALIMAT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS PANTUN ANAK PADA SISWA KELAS IV SDN NO 156/ IX MUHAJIRIN KABUPATEN MUARO JAMBI Dian Feriyanty SDN NO 156/ IX Muhajirin
[email protected] Abstrak: Keterampilan menulis adalah satu dari empat keterampilan berbahasa yang harus dimiliki oleh siswa. Dalam proses pembelajaran menulis pantun anak masih ditemukan
1780
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
kesulitan yang dialami siswa. Siswa merasa kurang mampu untuk menulis pantun anak dan terbukti skor awal menulis pantun mereka rendah. Kesulitan ini terjadi karena penggunaan media dan metode pembelajaran yang kurang menarik. Untuk mengatasi kesulitan ini perlu dilakukan perbaikan pembelajaran menulis pantun anak. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan menulis pantun anak bagi siswa kelas IV SDN No 156/IX Muhajirin. Subjek penelitian adalah siswa kelas IV berjumlah 20 orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan media kartu kalimat terbukti efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis pantun anak. Kata Kunci: menulis, pantun anak, media kartu kalimat
Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia ada empat keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Menulis adalah keterampilan berbahasa yang harus dikuasai siswa. Dengan menulis siswa dapat menuangkan pikiran, perasaan,ide dalam bahasa tulisan. Penuangan ide, pikiran, dan perasaan dapat mengekspresikan apa yang ada dalam pemikirannya, sekaligus dapat mengurangi beban pikiran yang menjadi gangguan psikologis bagi perkembangan. Menulis adalah keterampilan berbahasa yang padu dan ditujukan untuk menghasilkan sesuatu yang disebut tulisan. Jabrohim (2001) mengemukakan bahwa kegiatan menulis membelajarkan siswa untuk menggunakan otak dan indera bekerja secara bersama-sama. Hal ini bisa diketahui ketika siswa menulis. Saat siswa menulis otaknya akan bekerja untuk menggagas suatu ide atau pikiran sementara jari-jari tangannya akan menulis ide-ide tersebut.Selanjutnya tulisan yang telah dihasilkan akan dibaca oleh mata yang akan dipertimbangkan kembali oleh otak untuk direvisi menjadi tulisan yang sempurna. Salah satu proses kegiatan tersebut adalah menulis karya sastra, baik berupa prosa, puisi, pantun, maupun drama. Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasabahasa Nusantara. Pantun berasal dari kata patuntun dalam bahasa Minangkabau yang berarti "petuntun". Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai parikan, dalam bahasa Sunda dikenal sebagai paparikan, dan dalam bahasa Batak dikenal sebagai umpasa (baca: uppasa). Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, bersajak akhir dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b atau ab-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan. Namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis. Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian, yaitu sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut. Karmina dan talibun merupakan bentuk pengembangan dari pantun, dalam artian juga memiliki bagian sampiran dan isi. Karmina merupakan pantun "versi pendek" (hanya dua baris), sedangkan talibun adalah "versi panjang" (enam baris atau lebih). Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berfikir. Pantun melatih seseorang berfikir tentang makna kata sebelum berujar. Ia juga melatih orang berfikir asosiatif, bahwa suatu kata bisa memiliki kaitan dengan kata yang lain. Secara sosial pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat, bahkan hingga sekarang. Di kalangan pemuda sekarang, kemampuan berpantun biasanya dihargai. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berpikir dan bermain-main dengan kata. Namun, secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan. Menurut Alisjahbana (2004), fungsi sampiran terutama menyiapkan rima dan irama untuk mempermudah pendengar memahami isi pantun. Ini dapat dipahami karena pantun merupakan sastra lisan. Meskipun pada umumnya sampiran tak berhubungan dengan isi kadangkadang bentuk sampiran membayangkan isi. Sebagai contoh dalam pantun berikut. Air dalam bertambah dalam Hujan di hulu belum lagi teduh Hati dendam bertambah dendam Dendam dahulu belum lagi sembuh 1781
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Menulis pantun merupakan kegiatan aktif dan produktif. Dikatakan aktif, karena dengan menulis pantun seseorang telah melakukan proses berpikir, sedangkan dikatan produktif karena seseorang dalam menulis pantun akan menghasilakan sebuah tulisan yang dapat dinikmati oleh orang lain. Selain itu, menulis juga merupakan kegiatan yang mampu mengembangkan kreativitas. Menurut Roekhan (1991: 5-6) hal yang harus diperhatikan agar siswa dapat menghasilkan karya sastra yang kreatif adalah (1) kemampuan berpikir kritis, (2) kepekaan emosi, (3) bakat, serta (4) daya imajinasi yang mampu mengasosiaikan apa yang ditangkap indera. Demikian halnya dengan menulis pantun, kreativitas juga sangat diperlukan dalam menulis pantun. Upaya meningkatkan kreativitas juga dapat dilakukan dengan cara berlatih menulis pantun sehingga siswa menjadi terampil, dan gagasannya pun semakin banyak. Dalam pembelajaran menulis pantun siswa di kelas IV SDN NO 156/IX Muhajirin masih banyak mengalami kesulitan, terutama dalam menuangkan ide-ide yang dimiliki untuk menulis pantun anak. Selain itu, siswa di kelas ini kurang termotivasi untuk mengikuti pembelajaran menulis pantun anak dikarenakan penggunaan media dan metode yang kurang menarik. Selama ini guru hanya mengajar menulis pantun dengan metode ceramah dan hanya memanfaatkan media papan tulis untuk menunjukkan teknik menulis pantun. Berdasarkan uraian serta hasil temuan penelitian di atas, maka diperlukan metode dan media pembelajaran yang kreatif, efektif, dan menyenangkan agar dapat membuat siswa termotivasi dalam mengikuti pembelajaran menulis pantun. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk merangsang keterampilan menulis pantun anak adalah menggunakan media kartu kalimat. Media kartu kalimat akan memudahkan siswa dalam menuangkan ide atau gagasan ke dalam pantun anak. Dalam proses pembelajaran menulis pantun anak siswa di kelas IV dibagi menjadi lima kelompok besar, setiap kelompok terdiri dari 4 orang. Selanjutnya guru menyiapkan masingmasing empat kartu kalimat untuk setiap kelompok. Kartu tersebut akan disusun oleh setiap kelompok menjadi sebuah pantun anak. Langkah-langkahnya disampaikan sebagai berikut. 1. Siswa di setiap kelompok diberi tanda atau kode nomor menandakan baris pada pantun anak. 2. Setelah semua siswa sudah mendapatkan kode masing-masing, setiap siswa mengambil kartu kalimat secara acak. 3. Kartu kalimat tadi ditempelkan di papan tulis sesuai dengan kelompok masing-masing. 4. Siswa dan guru bersama-sama mengoreksi hasil kelompok. 5. Siswa mengambil kesimpulan dari hasil koreksi tadi. METODE Penelitian ini menggunakan media kartu kalimat untuk mengatasi kesulitan pembelajaran menulis pantun anak di kelas IV. Penelitian dilakukan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri atas empat tahap, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) pengamatan, (4) refleksi. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN NO 156/IX Muhajirin Kec Jambi Luar Kota Kabupaten Muarojambi. Penelitian dibantu oleh teman sejawat sebagai observer (pengamat). Data tentang proses pembelajaran diperoleh melelui observasi kegiatan belajar mengajar, serta interaksi yang terjadi di depan kelas selama kegiatan pembelajaran berlangsung.Peneliti menggunakan pedoman observasi berupa data rubric unjuk kerja dan rubric penilaian proses.Rubrik penilaian unjuk kerja siswa untuk menilai kemampuan menulis pantu dengan menggunakan ejaan yang tepat, aspek yang dinilai adalah siswa dapat menulis pantun anak dengan benar. Lembar observasi untuk menilai keaktifan siswa selama proses pembelajaran. HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus 1 Tahap perencanaan dilakukan dengan mempersiapkan RPP, LKS, Rubrik Penilaian dan lembar observasi yang disusun oleh peneliti. Kompetensi dasar yang diajarkan ialah Menulis pantun anak dengan tepat. Tahap pelaksanaan dan pengamatan tindakan dilaksanakan bersamaan pada hari Selasa tanggal 11 Maret 2014. Hasil penelitian unjuk kerja menulis pantun 1782
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
anak dan keaktifan siswa dalam pelaksanaan pembelajaran siswa Siklus 1 dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Nilai Hasil Belajar Siswa dan Unjuk Kerja Siswa untuk Siklus 1 No Jumlah siswa KKM Penilaian Tuntas Tidak Tuntas Proses Unjuk Kerja 1 20 60 60 55% 11 9 Tahap refleksi dilaksanakan setelah selesai pelaksanaan dan pengamatan. Ditemukan beberapa hal. Dalam tahap perencanaan, persiapan perangkat pembelajaran oleh guru telah dilakukan dengan baik. Dalam tahap pelaksanaan, sebenarnya siswa telah belajar cukup aktif dan tampak senang belajar menulis pantung menggunakan media kartu kalimat. Namun, kualitas proses pembelajaran masih tergolong rendah karena waktu yang dialokasikan untuk latihan menulis pantun anak masih kurang. Hal ini ditunjang karena anak memang belum terbiasa menulis pantun. Pada Tabel 1 dapat dilihat dari 20 siswa hanya 11 siswa yang tuntas. Karenanya perlu diadakan perbaikan pada Siklus 2. Siklus 2 Pada Siklus 2 perencanaan dilakukan sebagaimana Siklus 1 dipersiapkan perangkat pembelajaran yang telah disusun. Pelaksanaan siklus 2 pada hari Selasa tanggal 18 Maret 2014 di kelas IV SDN NO 156/ IX Muhajirin. Berdasarkan hasil refleksi pada Siklus 1 maka pada Siklus 2 ini guru memberikan waktu latihan yang lebih lama kepada semua siswa. Hasil unjuk kerja dan keaktifan siswa dipaparkan pada Tabel 2. No
Jumlah siswa
KKM
1
20
60
Penilaian Proses Unjuk Kerja 75 85%
Tuntas
Tidak Tuntas
17
3
Pada tahap refleksi, dirumuskan bahwa tahap pelaksanaan pada Siklus 2 lebih baik daripada Siklus 1. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan siswa dalam menulis pantun anak mengalami peningkatan. Hasil belajar pada Siklus 2 menunjukkan 17 siswa atau 85% sudah memenuhi ketuntasan. Proses pembelajaran dengan menggunakan media kartu kalimat terbukti membuat siswa menjadi lebih aktif belajar dan menyenangkan. Pada tahap selanjutnya, guru mengadakan remedial untuk 3 siswa yang tidak tuntas tersebut. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media kartu kalimat dalam pembelajaran menulis pantun anak disertai dengan pemberian waktu latihan menulis pantun yang lebih lama secara berkelompok sangat tepat digunakan dalam pembelajaran menulis pantun. Proses pembelajaran menjadi lebih hidup dan menyenangkan sehingga kemampuan siswa dalam menulis pantun anak pun meningkat dengan sendirinya. Hasil unjuk kerja meningkat dari 11 siswa atau 55% pada Siklus 1 menjadi 17 siswa atau 85% pada Siklus 2. DAFTAR RUJUKAN Alisjahbana, Sutan Takdir. 2004. Puisi lama. Cetakan I tahun 1946. Jakarta: Dian Rakyat. Jabrohim, dkk. 2001. Cara Menulis Kreatif . Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mulyati, Yeti dkk. 2007. Keterampilan Berbahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Roekhan, 1991. Menulis Kreatif. Malang : Yayasan Asih Asah Asuh (YA3). Santoso, Anang & Suwignyo, Heri .2011. Pendalaman Materi Bahasa Indonesia. Materi Teachers Quality Improvement Program. Malang: Universitas Negeri Malang kerjasama dengan PT Pertamina.
1783
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
PENERAPAN MEDIA GAMBAR SERI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN SISWA KELAS IV SDN 2 TAMAN SARI GUNUNGSARI, LOMBOK BARAT Ratnah SDN 2 Taman Sari, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat Abstrak: Rendahnya minat siswa terhadap pembelajaran menulis karangan dalam pelajaran Bahasa Indonesia menjadikan penghambat untuk mencapai keberhasilan siswa dalam pelajaran tersebut. Melalui penerapan penggunaan media gambar seri yang dipadukan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD akan memudahkan siswa dalam meningkatkan keterampilan menulis karangan dengan menuangkan ide dan imajinasinya dalam tulisan sesuai dengan gambar. Tujuan dalam penelitian ini adalah meningkatkan keterampilan menulis karangan pada siswa kelas IV SDN 2 Taman Sarimelalui penggunaan media gambar seri yang dipadukan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subyek penelitiannya adalah siswa kelas IV SDN 2 Taman Sari Tahun Pelajaran 2014/2015 sebanyak 29 orang siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media gambar seri melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan pada siswa kelas IV SDN 2 Taman Sari, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat. Kata Kunci: media gambar seri, model pembelajaran kooperatif STAD, keterampilan menulis
Pada saat ini, kurikulum yang diberlakukan di sekolahkhususnya kelas I, II, III, IV dan Vadalah Kurikulum 2013 yang merupakan penyempurnaan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP 2006).Pada Kurikulum 2013muatan mata pelajaran Bahasa Indonesia mempunyai peranan sangat penting dalam tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan, karena Bahasa Indonesia sebagai penghela mata pelajaran lain agar selaras dengan kemampuan siswa berbahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Selain itu, siswa juga diharapkan dapat menguasai empat aspek keterampilan berbahasa yaitu, mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Kurikulum 2013 juga menuntut siswa agar memiliki kecakapan hidup. Kecakapan hidup yang harus dikuasai siswa diantaranya adalah keterampilan menulis.Keterampilan menulisharus dibina secara intensif dan berulang-ulang. Hal ini dikarenakan pembelajaran menulis merupakan kegiatan yang bersifat rekursifartinya kegiatan menulis harus dilakukan berulang-ulang, diperlukan perbaikan, dan tidak langsung sekali jadi.Kenyataan tersebut sejalan dengan pendapat Tarigan (2008: 9) yang menyatakan bahwa keterampilan menulis tidak datang dengan sendirinya. Menulis merupakan proses perkembangan. Menulis menuntut pengalaman, waktu, kesempatan, dan latihan-latihan. Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan dasar yang amat diperlukan baik di sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Di sekolah, keterampilan menulis diperlukan untuk kegiatan mencatat, menyalin, dan membuat karya tulis pada semua mata pelajaran mulai dari tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi. Namun, melalui observasi pendahuluantentang pembelajaran menulis karangan ditemukan fakta bahwa keterampilan menulis karangan merupakan pelajaran yang kurang diminati karena dianggap sulit. Kesulitan menulis karangan terletak pada menuangkan ide dan gagasan ke dalam suatu karya tulis yang berupa karangan.Permasalahan tentang kreativitas menulis karangan inilah yang menjadi fokus penelitian dengan menggunakan media gambar.Persoalan tersebut mendorong peneliti untuk meneliti penulisan karangan dengan media gambar, dengan harapan agar siswa lebih bersemangat dalam belajar dan pembelajaran menulis karangan menjadi lebih efektif. Kemampuan siswa untuk memproduksi tulisan khususnya dalam pembelajaran menulis karangan masih ada kendala. Salah satu kendala yang dihadapi di antaranya adalah proses belajar mengajar yang selama ini masih banyak dijumpai menggunakan pendekatan tradisional 1784
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
merupakan salah satu faktor penghambat kreativitas menulis. Model pengajaran yang digunakan cenderung menggunakan model pengajaran langsung. Guru sebagai penentu proses pembelajaran sedangkan siswa secara pasif hanya menerima penjelasan guru. Pada umumnya pendekatan tradisional tidak membangkitkan kreativitas siswa sehingga siswa mengalami kesulitan pada saat menulis.Sejauh ini pembelajaran menulis di SDN 2 Taman Sari berlangsung dengan menggunakan model dan cara yang sama dari waktu ke waktu, yaitu hanya dengan memberikan tugas menulis dan dikerjakan kemudian dikumpulkan pada batas waktu yang telah ditentukan. Penggunaan media serta sarana prasarana yang ada juga belum dimanfaatkan secara optimal. Gambaran di atas menghendaki jalan keluar untuk meningkatkan hasil belajar keterampilan menulis. Dalam hal ini guru merupakan posisi kunci, sebagai ujung tombak. Untuk itu diperlukan berbagai inovasi dalam penggunaan model pembelajaran. Salah satu diantaranya adalah model pembelajaran kooperatif. Untuk mengoptimalkan hasil belajar, terutama bidang keterampilan seperti menulis karangan, sudah selayaknyalah diperlukan sebuah model atau cara pengajaran yang lebih memudahkan siswa dalam melewati proses kreatif, yaitu dari mulai menemukan ide sampai menuangkannya. Pembelajaran kooperatif merupakan sarana yang sangat baik untuk mencapai hal-hal semacam itu.Model pembelajaran kooperatif memberikan suatu kemungkinan antara guru dan siswa juga antar siswa berinteraksi dalam situasi yang kondusif.Model ini dapat mendorong siswa memanfaatkan informasi, pemikiran, pengalaman, atau gagasan yang dimilikinya untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Selain itu, model ini dapat membantu siswa bekerja sama secara efektif untuk memecahkan persoalan yang dihadapi oleh kelompok. Model pembelajaran kooperatif memberikan solusi yang positif bagi penyelesaian persoalan yang dihadapi oleh pengajaran menulis karangan. Model pembelajaran kooperatif yang dipilih dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Students Teams Achievement Divisions yang selanjutnya disebut STAD yaitu tim siswa kelompok prestasi (Komalasari, 2011: 63). STAD merupakan model pembelajaran yang paling sederhana, sehingga mudah diterapkan oleh guru. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 4-5 orang siswa. Pembentukan anggota kelompok bersifat heterogen baik tingkat kinerja, jenis kelamin, dan suku. Kemudian, guru menyajikan pelajaran. Setelah itu, siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing sampai seluruh anggota kelompok menguasai pelajaran tersebut. Setelah seluruh anggota kelompok dipastikan telah menguasai materi, seluruh siswa diberikan kuis tentang materi itu. Pada saat kuis, mereka tidak boleh saling membantu. Skor siswa dibandingkan dengan skor rata-rata mereka sendiri yang diperoleh sebelumnya. Poin diberikan berdasarkan sejauh mana siswa menyamai atau melampaui kinerja mereka sebelumnya. Poin tiap anggota kelompok ini dijumlahkan untuk mendapat skor kelompok. Kelompok yang memperoleh kriteria tertentu dapat diberikan reward atau penghargaan. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditegaskan kembali bahwa peningkatan mutu pendidikkan dimulai dari pembenahan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Peneliti sebagai pengajar di SDN 2 Taman Sari ikut berbenah diri dengan melakukan inovasi di bidang pembelajaran. Model pembelajaran inovatif yang dipilih adalah model pembelajaran kooperatif tipeSTAD untuk meningkatkan kemampuan siswa menulis karangan dengan menerapkan penggunaan media gambar seri. METODE Penelitian ini digolongkan dalam jenis Penelitian Tindakan Kelas yang lazim disebut “Class Room Action Research”. Penilitian Tindakan Kelas adalah penelitian tindakan dalam bidang pendidikan yang dilaksanakan dalam kawasan kelas dengan tujuan untuk memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas pembelajaran (Basrowi dan Suwandi, 2008: 28). Upaya peningkatan ini dilakukan dengan melaksanakan tindakan untuk mencari jawaban atas permasalahan yang diangkat dari kegiatan sehari – hari. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas IV SDN 2 Taman Sari, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV/A yang berjumlah 29 orang, dengan perincian17 orang laki-laki dan 12 orang perempuan. Penelitian berlangsung pada semester I tahun pelajaran 2014/2015. 1785
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Penelitian Tindakan Kelas ini terdiri atas 2 (dua) siklus, dimana setiap siklus dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah dirancang. 1. Siklus pertama bertujuan untuk melihat kemampuan awal siswa dalam menulis karangan dengan menggunakan media gambar seri melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD. 2. Siklus kedua untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dalam menulis karangan dengan menggunakan media gambar seri melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD. 3. Mengetahui peningkatan hasil belajar yang signifikan sebagai dampak penggunaan media gambar seri melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Setiap siklus selama penelitian ini berisi tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Dalam tahapan perencanaan, membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan menggunakan media gambar seri dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Kemudian membuat lembar observasi siswa dan guru untuk melihat kondisi belajar mengajar di kelas ketika media maupun model tersebut diaplikasikan, membuat bahan ajar yang diperlukan dalam rangka optimalisasi keterampilan menulis karangan, menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS), alat evaluasi, serta membuat analisis proses pembelajaran untuk mengetahui keaktifan siswa dalam merespon dan menangkap materi pelajaran yang disampaikan guru dalam proses pembelajaran di kelas. Jika perencanaan telah selesai dilakukan maka skenario tindakan dapat diimplementasikan dalam tahap pelaksanaan ini. Tahap ini dilakukan sejalan dengan situasi pembelajaran aktual di kelas. Kegiatan pelaksanaan tindakan yang dilakukan adalah melaksanakan rancangan pembelajaran (RPP) beserta asesmennya sesuai dengan perencanaan yang telah disusun sebelumnya, kemudian melakukan pelaksanaan pembelajaran yang terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan berkaitan dengan penggunaan media gambar seri melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Jadi siswa dalam kegiatan pembelajarannya akan menuliskan karangan berdasarkan gambar seri yang diamati. Tahapan observasi dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung, untuk mengamati dan mengetahui ketercapaian aktivitas guru dan siswa berdasarkan pedoman observasi yang telah disusun, serta mengamati pembelajaran sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah disusun. Tahap ini dilakukan observasi dan evaluasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi guru dan siswa tentang pelaksanaan kegiatan pembelajaran menggunakan media gambar seri melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Keseluruhan hasil observasi direkam dalam bentuk lembaran observasi maupun dokumentasi foto.Data dokumentasi foto digunakan untuk memperoleh rekaman aktivitas atau perilaku siswa selama mengikuti proses pembelajaran dalam bentuk dokumen gambar. Melalui tahapan observasi ini, dapat diketahui beberapa kekurangan dan kelebihan hasil tes alat evaluasi keterampilan menulis karangan. Sehingga kekurangan yang terdapat pada hasil observasi data tes siklus I dapat diperbaiki pada siklus II dan kelebihan-kelebihannya dapat terus dipertahankan dan ditingkatkan. Setelah pengamatan selesai dilakukan, kemudian peneliti bersama teman sejawat (observer) melakukan kegiatan refleksi pada akhir tiap tindakan. Pada tahapan refleksi, peneliti danteman sejawat (observer) mendiskusikan hasil pengamatan tindakan yang telah dilaksanakan, baik terhadap proses maupun hasil. Berdasarkan hasil refleksi tersebut dapat diketahui kekuatan dan kelemahan pembelajaran yang telah dilaksanakan, serta dapat ditarik kesimpulan apakah kegiatan pembelajaran telah berhasil ataukah belum sehingga harus dilanjutkan pada siklus berikutnya sampai pembelajaran dianggap telah berhasil dilaksanakan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini mendapatkan hasil yang sangat baik dalam meningkatkan keterampilan menulis karangan pada siswa kelas IV SDN 2 Taman Sari, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat. Media gambar seri yang digunakan dalam penelitian ini, merupakan sarana untuk membantu siswa menemukan pokok – pokok pikiran, yang akan dikembangkan menjadi sebuah karangan. Penerapan pembelajaran dengan bantuan
1786
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
media gambar melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat membantu siswa meningkatkan kreatifitas siswa dalam menulis cerita. Jika dibandingkan dengan hasil kegiatan pada siklus I, beberapa siswa masih tampak kesulitan dalam menuangkan ide-ide ke dalam sebuah tulisan berbentuk karangan. Hal ini disebabkan karena kegiatan pembelajaran pada siklus I, siswa belum terbiasa diajar menggunakan media gambar seri yang dipadukan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Selain itu, penjelasan guru juga kurang memberikan penekanan bahwa penulisan karangan harus berdasarkan urutan media gambar seri yang ada dan tidak boleh dibolak-balik dalam menuliskan cerita pada gambar seri tersebut. Oleh karena itu, masih diperlukan perbaikan pada kegiatan pembelajaran siklus II. Pada pembelajaran siklus II tampak adanya peningkatan yang cukup signifikan setelah siswa terbiasa dalam penggunaan media gambar seri yang dipadukan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hal itu terlihat dari hasil pembelajaran menulis karangan, di mana kreativitas siswa dalam menulis mengalami peningkatan bila menggunakan bantuan media gambar seri yang dipadukan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dengan bantuan media gambar seri, pokok pikiran dengan pengembangannya lebih mudah diidentifikasi karena visualisasi dari pokok pikiran berupa media gambar seri. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel hasil skor perolehan siswa pada saat siklus I dan II berikut ini : Rekapitulasi Skor Perolehan Siswa
Nilai Siklus Ketuntasan I 76 Tuntas Belum 60 tuntas
Nilai Siklus Ketuntasan II 80 Tuntas 67
Tuntas
67
Tuntas
70
Tuntas
68 80 70
Tuntas Tuntas Tuntas
70 85 75
Tuntas Tuntas Tuntas
70
Tuntas Belum tuntas Belum tuntas Tuntas
72
Tuntas
70
Tuntas
70 75
Tuntas Tuntas
60
Tuntas Tuntas Belum tuntas
75 85
Lukman Hadi Muhammad Rizki
Nilai Pra Ketuntasan Siklus 70 Tuntas Belum 50 tuntas Belum 50 tuntas Belum 60 tuntas 75 Tuntas 68 Tuntas Belum 65 tuntas Belum 60 tuntas Belum 60 tuntas 67 Tuntas Belum 60 tuntas 80 Tuntas Belum 50 tuntas Belum 65 tuntas
62
Tuntas Tuntas Belum tuntas
67
Tuntas
70
Tuntas
Mutiara Sari
68
70
Tuntas
75
Tuntas
Nia Apriani
65
70
78
Tuntas
Rian Jayadi
60
65
Tuntas Belum tuntas
70
Tuntas
Riza Azizah
65
70
Tuntas
75
Tuntas
NO Nama Siswa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Abdurahman Alfan Andra Chaeril Anam Dya Alpina Fahrurozi Hamzan Apriadi Hari Ardiansyah Hilva Alpina Imran Jayadi I Nyoman Gunawan Lia Arnita
Tuntas Belum tuntas Belum tuntas Belum tuntas
65 65 70 70 82
1787
KKM KD 67
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
19
Tuntas
80
Tuntas
70 60
Tuntas Belum tuntas
80
50
Tuntas Belum tuntas
65
Tuntas Belum tuntas
67
Tuntas
75
Tuntas
80
Tuntas
Zasqia Suci R.
70
Tuntas
75
Tuntas
80
Tuntas
Zianimas Aini Rima Huswatun H.
75
Tuntas
80
Tuntas
85
Tuntas
70
80
Tuntas
60
65
Tuntas Belum tuntas
83
Yusron Aulani Imam Ali 27 Mahardika Ahmad Kazuto 28 B. Deja Niera Ayu 29 T. Jumlah Rata-Rata Persentase Ketuntasan
Tuntas Belum tuntas Belum tuntas Belum tuntas
70
Tuntas
70
Tuntas
70
Tuntas
70
Tuntas
70
Tuntas
Tuntas
75 2.035 70,17 75,86
Tuntas
78 2.165 74,65 93,10
Tuntas
21 22 23 24 25 26
65
Siti Muliawati
67
Syahrul Apandi Windi Ocfita Sari
Belum tuntas
70
20
Rosiana Sari
65 60 68 1.855 63,96 41,37
12
22
27
Berdasarkan rekapitulasi hasil skor perolehan siswa, baik pada saat sebelum diadakan penelitian (pra siklus), maupun pada tahapan siklus I dan II nampak perbedaan yang cukup signifikan. Pada saat pembelajaran sebelum penelitian dilakukan (pra siklus), sebagian besar siswa belum tuntas bahkan nilai rata-rata siswa masih rendah, yakni 63,96 dan berada di bawah KKM. Hasil yang sangat berbeda terlihat ketika pembelajaran dilakukan menggunakan media gambar seri yang dipadukan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, baik pada tahapan siklus I maupun siklus II. Pada pembelajaran siklus I nilai rata-rata siswa mengalami peningkatan, yakni 70,17 dan sebagian besar siswa memperoleh nilai di atas KKM. Sedangkan hasil pada pembelajaran siklus II nilai rata-rata siswa semakin meningkat dengan jumlah 74,65 dengan persentase ketuntasan 93,10. Untuk lebih mendukung data yang disajikan dengan fakta di lapangan, berikut ini disajikan foto dan beberapa hasil tulisan karangan siswa menggunakan media gambar seri melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD “Media Gambar Seri”
“Akibat Menerobos Lampu Merah” Karyatulisan: Zianimas Aini Seseorang mengendarai motor. Di saat ada lampu merah, ia menerobos lampu merah dengan laju dan sangat tidak hati-hati. Kemudian ia terjatuh dari motornya dan terluka. Lalu 1788
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
ambulans datanga dan membawanya ke rumah sakit.Itulah sebabnya kita tidak boleh menerobos lampu merah. Jadi kita harus mematuhi tata tertib berlalu lintas. Jika kita tertib dalam berlalu lintas, maka kita akan selamat begitu juga orang lain akan selamat.Selain itu, pada saat berkendara di jalan raya kita tidak boleh sambil menelepon atau mengetik SMS, karena itu akan membahayakan diri kita sendiri dan juga orang lain. “Maka dari Sekarang Tertiblah Berlalu Lintas” “Tabrakan” Karya tulisan: Lia Arnita Pada suatu hari ada seorang pengendara motor yang sedang mengebut dari ujung perempatan lampu merah, dia tidak merasa takut karena dia merasa jalan itu miliknya sendiri sehingga dia melaju dengan kencang di sepanjang perjalanan.Karena begitu lajunya mengendarai motornya, sehingga dia tidak melihat sebuah lampu merah sedang menyala. Dia tidak bisa membedakan lampu yang menyala apakah sedang hijau atau merah. Dia tetap melaju dengan kencangnya sambil menerobos lampu merah itu.Pada saat itu jalanan sedang ramai dan banyak mobil yang lewat. Dia pun tidak melihat banyaknya mobil yang lewat. Akhirnya dia terjatuh dari motornya dan pingsan di jalan raya. Kemudian datang mobil ambulans dan membawanya ke rumah sakit.Itulah akibat dari orang yang tidak mau disiplin dan bertanggung jawab dalam berlalu lintas di jalan raya. Jika kita selalu berhati-hati kita tidak akan kecelakaan di jalanan dan masuk rumah sakit. Sehingga kita bisa terus bekerja untuk keluarga bukannya menyusahkan keluarga. “Itulah Nama Orang yang Tidak Displin”
FOTO-FOTO KEGIATAN PEMBELAJARAN “MEDIA GAMBAR SERI DAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE STAD”
1789
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
PENUTUP Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada siswa kelas IV/A SDN 2 Taman Sari, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat, tahun pelajaran 2014/2015, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran dengan media gambar seri melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan siswa. Peningkatan tersebut ditunjukkan oleh rata-rata hasil belajar menulis karangan siswa dari siklus I ke siklus II. Berdasarkan hasil analisis data dapat diperoleh nilai rata-rata siswa 70 meningkat menjadi 75. Demikian juga dengan ketuntasan klasikal keterampilan menulis karangan siswa dari 75% meningkat menjadi 93% sehingga penelitian sudah dapat dikatakan berhasil karena telah mencapai ketuntasan yang diharapkan. Saran yang dapat penulis berikan adalah (1) Guru akan lebih baik jika selalu menggunakan media gambar seri dalam pembelajaran menulis cerita, agar siswa lebih aktif dan kreatif.Media gambar seri yang digunakan bisa diganti-ganti, sehingga siswa dapat memilih kosa kata dan kalimat yang lebih bervariasi. (2) Untuk memaksimalkan penggunakan media gambar seri, guru bisa menugaskan siswa untuk mencari gambar – gambar dari koran maupun majalah yang dibuat kliping kemudian disusun kembali menjadi sebuah cerita berdasarkan kreativitas siswa yang bersangkutan. (3) Guru dapat memberikan waktu yang lebih banyak bagi siswa untuk menulis cerita sesuai media gambar yang ada, misalnya dengan menugaskan menulis di rumah atau menampung kreativitas siswa dalam menulis cerita secara lebih maksimal.(4)Bagi peneliti selanjutnya, dapat melaksanakan penelitian lebih lanjut karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di SDN 2 Taman Sari, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat dengan menggunakan media gambar yang lebih bervariasi. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Basrowi dan Suwandi.2008. Penelitian Tindakan Kelas. Bogor: Ghalia Indonesia. Indriana, Dina. 2011. Ragam Alat Bantu Media Pengajaran. Jogjakarta: Diva Press. Komalasari, Kokom. 2011. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. PT Rafika Aditama: Bandung. Lie, Anita. 2005. Cooperative Learning. Jakarta: PT. Gramedia. Munadi, Yudhi. 2012. Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Gaung Persada Press. Muslich,Masnur. 2009. Pedoman Praktis Bagi Guru Profesional Melaksanakan PTK (Penelitian Tindakan Kelas) Itu Mudah Classroom Action Research . Jakarta: Bumi Aksara. Rohani, Ahmad. 1997. Media Instruksional Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta. Saadah, Miftah. 2009. Pemanfaatan Media Gambar dalam Meningkatan Kemampuan Menulis Deskripsi Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Curup Tengah. Tesis Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Bengkulu. Semi, M Atar. 2007. Dasar-Dasar Keterampilan Menulis. Bandung: Angkasa. Slavin, R. 2008. Cooperative Learning. Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media. 1790
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Suprijono,Agus. 2009. Cooperative Learning TEORI & APLIKASI PAIKEM. Surabaya: Pustaka Pelajar.
PENINGKATAN KETERAMPILAN MENGARANG MELALUI PENERAPAN MEDIA GAMBAR DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA SISWA KELAS VI SD AL-KHAIRAAT 04 KALUMPANG TERNATE TENGAH Lutfi Soleman SD Alkhairaat 04 Kalumpang Ternate Tengah Abstrak: Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, mengarang dianggap sesuatu yang sulit bagi siswa sekolah dasar. Siswa merasa kesulitan menuangkan ide yang bersifat abstrak dalam bentuk tulisan. Perlu ada bantuan media yang dapat menvisualisasikan ide abstrak siswa. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah menerapkan pembelajaran mengarang menggunakan media gambar dengan Pendekatan Saintifik. Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang diungkap dalam penelitian ini adalah apakah dengan media gambar serta Pendekatan Saintifik dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan? Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui peningkatan keterampilan mengarang siswa melalui penerapan media gambar dengan Pendekatan Saintifik pada siswa kelas VI SD Alkhairaat 04 Kalumpang Ternate. Jenis Penelitian ini merupakan penelitian Tindakan Kelas (PTK). Data penelitian diambil melalui: (1) data tes setelah siklus I dan siklus II, (2) hasil observasi terhadap proses pelaksanaan pembelajaran, (3) jurnal harian (catatan harian), dan (4) foto. Berdasarkan analisis data penelitian, disimpulkan bahwa melalui penerapan media gambar dengan pendekatan saintifik keterampilan mengarang siswa meningkat. Peningkatan itu terlihat dari perbandingan data hasil siklus 1 dan siklus 2, yaitu dari 32% siswa yang lancar mengarang pada siklus 1 meningkat menjadi 71% pada siklus 2. Kata Kunci : Keterampilan Mengarang, Media gambar, Pendekatan Saintifik
Hasil belajar siswa di sekolah pasti memiliki perbedaan, meskipun dalam proses pembelajaran dilaksanakan dalam satu ruangan, waktu serta fasilitas yang sama. Apabila siswa mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik tanpa ada hambatan atau kesulitan dalam belajarnya, maka akan memperoleh prestasi atau hasil yang baik pula. Namun sebaliknya bila siswa mengalami hambatan atau kesulitan dalam belajar, maka prestasinya tidak sesuai dengan yang diharapkan, bahkan ada pula yang tidak dapat menyelesaikan program studi dalam waktu yang telah ditentukan. Membaca dan menulis merupakan sesuatu yang tidak terlepas dari sebuah proses pembelajaran. Bagi siswa sekolah dasar, membaca dan menulis merupakan hal pokok yang harus dikuasai siswa, karena disinilah tindak lanjut proses pembelajaran. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Tarigan (1990:136) bahwa keterampilan membaca dan menulis masih banyak menunjukkan kelemahan. Dengan membaca diharapkan akan memperoleh suatu pengetahuan yang bisa dikembangkan, dalam bentuk tulisan ataupun karangan. Keterampilan mengarang bagi siswa sekolah dasar, terutama di SD Alkhairaat 04 Kalumpang Ternate, masih menunjukkan kelemahan. Hal ini terbukti dari masih sedikit siswa yang bisa menyampaikan ide atau gagasannya dalam bentuk tulisan. Berdasarkan data 31 orang siswa kelas VI, yang terampil mengarang hanya 10 orang (32%). Kondisi ini cukup memprihatinkan dan menggugah untuk dilakukan suatu tindakan. Dalam hal ini perlu ada perbaikan, salah satunya adalah model pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan mengarang bagi siswa sekolah dasar, yakni menggunakan model pembelajaran dengan media gambar yang menggunakan Pendekatan Saintifik. Melalui pendekatan ini diharapkan dapat menciptakan suasana belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan, serta ilmiah sehingga pada akhirnya hasil belajar menulis karangan siswa dapat meningkat.
1791
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah apakah dengan media gambar serta Pendekatan Saintifik dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan? Sejalan dengan permasalahan di atas, ditentukan pula tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui peningkatan keterampilan mengarang siswa melalui penerapan media gambar dengan Pendekatan Saintifik pada siswa kelas VI SD Alkhairaat 04 Kalumpang Ternate. Manfaat hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan akan memberikan manfaat yang berarti, baik bagi perorangan maupun sekolah secara institusi, diantaranya sebagai berikut. 1. Bagi Siswa a. Siswa akan termotivasi untuk membahasakan berbagai gambar yang ditampilkan oleh guru selama pelajaran berlangsung. b. Siswa akan termotivasi untuk menyusun kalimat dari berbagai gambar yang ditampilkan. c. Aktifitas belajar siswa lebih meningkat. 2. Bagi Guru a. Membuka wawasan baru dan mengetahui strategi pembelajaran yang bervariasi khususnya dalam proses peningkatan kemampuan mengarang. b. Menumbuhkan budaya mengkaji untuk membahaskan atau menuliskan sesuatu. c. Dapat diterapkan pada proses pembelajaran pelajaran ini. 3. Bagi Kepala Sekolah Dengan pelaksanaan pembelajaran meggunakan media gambar akan menambah wawasan pengetahuan bagi Kepala Sekolah, dan dapat dijadikan suatu kebijakan sekolah untuk diterapkan pada mata pelajaran yang lain. KAJIAN TEORI Pengertian Mengarang Mengarang adalah suatu kegiatan yang kompleks (Widyamartaya, 1993:1). Dengan mengarang kita dapat memahami keseluruhan rangkaian kegiatan dalam mengungkapkan gagasan dan menyampaikan melalui bahasa tulisan kepada pembaca untuk dipahami sesuai keinginan atau maksud pengarang. Asrom (1997:1) menegaskan bahwa mengarang adalah bagaimana seseorang menuangkan gagasan, pikiran ataupun secara terstektur dan terarah dalam bentuk tulisan. Sementara Sabarti Akhadiah (1986:1.1) berpendapat bahwa mengarang adalah merupakan kegiatan menuangkan gagasan yang sekaligus menuntut beberapa kemampuan. Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa mengarang adalah mengorganisasikan ide-ide yang dimiliki seseorang untuk dituangkan ke dalam bahasa tulis secara teratur agar mudah dipahami oleh pembacanya. Karangan adalah semacam bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu objek atau suatu hal sedemikian rupa, sehingga objek itu seolah-olah berada di depan mata kepala pembaca, seakan-akan pembaca melihat sendiri objek itu (Keraf, 1995:16). Dalam hal fungsi utamanya membuat para pembaca melihat objek, atau menyerap kualitas khas dari objek tersebut. Dapat digambarkan pula bahwa memusatkan uraiannya pada penampakkan benda. Seperti halnya kita melihat objek garapan secara hidup dan kongkrit, kita melihat objek tersebut secara bulat. Untuk lebih jelasnya, kita bedakan dengan eksposisi, yakni eksposisi juga membuat kita memahami objek yang disajikan tetapi memusatkan uraiannya pada wujud benda. 1. Jenis Karangan Ditinjau dari segi cara penyusunan, isi, dan sifatnya wacana atau karangan memiliki banyak jenis. Beberapa di antaranya adalah yang bersifat naratif, eksposisi, argumentasi, persuasif, dan deskriptif. a) Narasi, menurut pendapat Gorys Keraf (1997:135) narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca meihat atau mengalami sendiri peristiwa itu. b) Eksposisi, menurut pendapat Asrom (1997:42) eksposisi ialah tulisan yang berusaha menerangkan, menjelaskan, dan menguraikan masalah, persoalan, atau ide, yang dapat memperluas pandangan pembaca. c) Argumentasi, menurut pendapat Gorys Keraf (1995:10) bahwa argumentasi adalah semacam bentuk wacana yang berusaha membuktikan suatu kebenaran. Lebih jauh sebuah argumentasi berusaha mempengaruhi serta mengubah sikap atau pendapat 1792
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
orang lain untuk menerima suatu kebenaran dengan mengajukan bukti-bukti mengenai objek yang diargumentasikan itu. Dalam hal ini, terlihat beberapa indikasi terbentuknya suatu tulisan yang bercirikan argumentasi. Karangan argumentasi berangkat dari setumpuk permasalahan yang harus dijawab oleh pengarang secara obyektif. Tentunya jawaban-jawaban tersebut harus disertai dengan alasan-alasan yang dapat diterima oleh pembaca. d) Persuasi, menurut pendapat H.M.E Suhendar (1992:108) ialah wacana yang bertujuan untuk meyakinkan seseorang agar melakukan suatu yang dikehendaki pembicara pada waktu ini atau pada waktu yang akan datang, karena persuasi bertujuan agar pendengar atau pembaca melakukan sesuatu maka persuasi termasuk ke dalam caracara untuk mengambil keputusan. e) Deskriptif, menurut pendapat Gorys Keraf (1995:16) adalah semacam untuk wacana yang berusaha menyajikan suatu objek atau suatu hal sedemikian rupa, sehingga objek itu seolah-olah berada didepan mata kepala pembaca, seakan-akan para pembaca melihat sendiri objek itu. Pengertian lain yang diungkapkan oleh Syamsudin AR. MS (1997:18) bahwa deskripsi ialah wacana yang berupa rangkaian tuturan yang memaparkan sesuatu atau melukiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman maupun pengetehuan penuturnya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dari pengertian masing-masing jenis karangan, penulis hanya mengambil satu jenis karangan yang akan diteliti, sesuai dengan judul laporan penelitian tindakan kelas ini yaitu karangan. Di samping pengertian kelima jenis karangan yang telah diungkapkan artinya, maka perlu diuraikan pula ciri-ciri dari sebuah karangaan yang baik. 2. Ciri-ciri Karangan Cir-ciri karangan yang baik diantaranya ialah memiliki unsur-unsur sebagai berikut. a. Kohesi; karangan merupakan satu kesatuan yang utuh. Oleh karena itu paragraf satu dengan paragraf lainnya relevan dengan topik yang dimaksud, dengan demikian dapat dikatakan bahwa karangan mempunyai kesatuan yang utuh. b. Koherensi tiap paragraf dalam karangan. Koherensi atau kepaduan yang baik akan terjadi bila ada hubungan timbal balik antara kalimat-kaimat yang membina paragraf itu baik, wajar, dan mudah dipahami. c. Keselarasan antara pikiran penjelas dengan pikiran utama dalam karangan. Setiap karangan terdiri dari beberapa paragraf. Paragraf-paragraf tersebut mengandung kalimat atau pikiran utama dan pikiran penjelas. Pengembangan pikiran utama dalam karangan atau ditunjang atau didukung oleh pikiran-pikiran yang jelas. Pikiran jelas dalam karangan harus disusun berdasarkan urutan waktu yang logis maupun ruang yang tepat. d. Agar lebih terarah lagi dalam membuat karangan, sebaiknya buatlah kerangka karangan yang terdiri dari beberapa paragraf. Adapun manfaat membuat kerangka karangan adalah sebagai berikut. 1) Untuk menyusun kerangka secara teratur. 2) Memudahkan menulis menciptakan kalimat yang berbeda-beda. 3) Menghindari penggarapan sebuah topik sampai dua kali atau lebih. 4) Memudahkan penulis untuk mencari materi pembantu. Pengertian Keterampilan Mengarang Pengertian kemampuan mengarang akan penulis bahas satu per satu, pertama penulis akan membahas pengertian kemampuan, dan kedua akan dibahas pengertian mengenai mengarang. Setelah itu, baru penulis akan menuliskan simpulan pengertian mengenai istilah kemampuan mengarang itu sendiri. Secara terminologis, kemampuan adalah kesanggupan seseorang untuk melakukan segala sesuatu. W. J. S. Poerwadarminta (1984:628) menyatakan bahwa ”kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, atau kekuatan untuk melakukan sesuatu”. Dari teori di atas, dalam hubungannya dengan mengarang bahwa kesanggupan atau kemampuan dipandang perlu, karena seseorang sebelum melakukan kegiatan tulis menulis atau mengarang terlebih dahulu harus mempunyai kesanggupan atau kemampuan. Demikian pula dengan kecakapan, seseorang selain memiliki kemampuan, maka ia harus cakap dalam mengerjakan segala sesuatu. Dalam hal ini bahwa seorang siswa harus cakap dalam mengerjakan karangan sehingga hasil yang akan diperoleh akan terasa sangat berkualitas. 1793
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Mengarang sebenarnya bukanlah suatu kegiatan yang luar biasa, setiap hari bahkan setiap saat kita dapat melakukannya, sebab mengarang tidak lain daripada kegiatan menulis atau merangkai bahasa. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh A. S. Broto (1982:64) bahwa ”mengarang adalah kegiatan menulis atau merangkai bahasa”. Bertitik tolak dari pengertian tersebut, penulis berpendapat bahwa mengarang bukanlah pekerjaan yang memberatkan bagi guru dan siswa, sebab mengarang merupakan kegaiatan sehari-hari. Mengarang termasuk pekerjaan biasa, dan pekerjaan sehari-hari bagi seorang yang telah menempuh jenjang pendidikan, seperti mencatat ringkasan dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan pendapat Amran Halim (1971:100) yang menyatakan bahwa : Proses mengarang sebagaimana yang umum dipandang orang merupakan kemampuan menggabungkan sejumlah unsur yang berbeda-beda dan hanya sebagaian saja dari padanya yang sungguh-sungguh bersifat bahasa. Pendapat tersebut diperjelas oleh I. K. Natia (1985:1) bahwa mengarang adalah mengorganisasikan ide dan perasaan kemudian melahirkan ke dalam rangkaian kalimat yang logis dalam bahasa tulis. Pendapat Nurlena Basier Kasim dan Richard Sinaga (1982:9) bahwa yang dimaksud mengarang adalah menyampaikan isi hati terhadap orang lain dengan bahasa tertulis. ”Jika pendapat tersebut kita cermati, bahwa yang dimaksud dengan mengarang adalah melahirkan atau menuturkan buah pikiran, perasaan, gagasan, dan pengalaman yang ada pada diri seseorang melalui tulisan”. Hal ini sesuai dengan Sudarno dan Eman A. Rahman (1982:109) yang berpendapat bahwa mengarang adalah bagian ekspresi secara tertulis dari segala kesan batin baik pikiran, perasaan, maupun yang dapat dinyatakan dengan bahasa tulis. Pendapat tersebut dipertegas lagi oleh A. Widyamahtaya (1978:9) yang meyatakan bahwa mengarang adalah suatu proses kegiatan pikiran manusia yang hendak mengemukakan jiwanya kepada orang lain atau kepada dirinya sendiri dalam bahasa tulisan. Memperhatikan uraian-uraian di atas, bahwa setiap orang yang mengungkapkan buah pikiran, perasaan, menuturkan sesuatu dalam hatinya disebut mengarang, meskipun berbeda dengan mengarang yang sesungguhnya. Mengarang yang sesungguhnya yaitu menggabungkan gagasan dengan tulisan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ambari (1983:175) bahwa mengarang adalah menyusun atau mengorganisasikan buah pikiran, atau ide ke dalam rangkaian kalimat yang logis dan terdapat dalam bahasa tulisan. Terkadang penulis pernah mendengar pendapat orang lain bahwa kemampuan mengarang merupakan suatu bakat keterampilan yang dibawa sejak lahir. Kepada pendapat tersebut penulis kurang begitu sepaham dan penulis dapat mengatakan bahwa itu kurang tepat, sebab seseorang akan terampil mengarang jika ia telah terampil menulis, punya bahan, pengalaman, dan tentunya harus ditopang dengan pembinaan melalui latihan-latihan yang baik dan berkesinambungan. Selain itu juga, pendapat tersebut bertolak belakang dengan teori perkembangan manusia menurut Jhon Locke yang berpendapat bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan bersih bagai kertas yang belum ditulisi apa-apa. Oleh karena itu, suatu hal yang jelas, kemampuan mengarang akan diperoleh melalui belajar dan berlatih. Salah satu bukti bahwa seseorang mampu melakukan sesuatu itu mungkin karena ia memiliki bakat yang dibawa sejak lahir. Namun untuk mampu membuat sebuah karangan yang baik tentu ia harus melalui proses panjang, hal ini harus ditunjang oleh pandai dan mahir dalam menulis, dan untuk mahir dalam melakukan tulis menulis, maka hal itu harus dilakukan melalui proses latihan dan pembinaan. Karena pekerjaan mengarang adalah sangat erat kaitannya dengan kagiatan menulis, maka yang harus lebih dipentingkan dalam hal kemampuan mengarang adalah kemahiran menulis. Dari berbagai pendapat di muka baik dari pengertian kemampuan maupun mengarang, maka penulis dapat meyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kemampuan mengarang adalah kesanggupan seseorang untuk melakukan pekerjaan atau perbuatan dalam bentuk uraian menulis sehingga dapat berbentuk sebuah karangan hasil imajinasi seseorang tersebut. Tujuan Mengarang Mengarang merupakan pengungkapan buah pikiran melalui tulisan. Tetapi mengarang bukan asal menulis. Orang harus belajar menyusun sebuah karangan yang baik dan teratur. Sebuah karangan yang baik mengandung isi yang dikemukakan secara sistematis serta menarik. Melihat dari sumber di atas, tujuan mengarang yaitu : 1794
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
1) Mendidik siswa agar dapat mengungkapkan isi hati Alat untuk mengarang adalah bahasa. Bahasa adalah untuk menyampaikan pendapat dalam bentuk lisan ataupun tulisan. Melalui pelajaran mengarang diharapkan siswa dapat menggunakan bahasa dengan sebaik-baiknya, terutama dalam penggunaan ejaan. Dalam hal ini perlu kita perhatikan bahwa di dalam mengarang siswa harus diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya sendiri dengan memilih kata secara bebas, tetapi tidak boleh menyimpang dari norma-norma yang ditentukan, baik ejaan maupun mengarang. Maka dengan adanya kebebasan inilah siswa dapat mengeluarkan pendapatnya atau isi hatinya dengan sebaik-baiknya melalui karangan. Dan dengan jalan ini pula siswa akan terbuka pikirannya untuk mencurahkan isi hatinya secara tersusun dengan baik. Akhirnya siswa pun tidak merasa ragu-ragu dalam menghadapi tugasya. 2) Dapat menggunakan perbendaharaan kata Perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia kian hari kian bertambah, ini dapat kita lihat baik di surat kabar, majalah, atau media masa lainnya. Kata-kata yang memperkaya bahasa Indonesia tersebut banyak diambil dari berbagai sumber. Ada yang berasal dari bahasa asing, dan ada pula yang berasal dari bahasa daerah yang ada di Indonesia. Pelajaran mengarang merupakan bagian dari pelajaran bahasa Indonesia. Pelajaran bahasa Indonesia adalah pelajaran yang sangat penting. Ini penulis katakan karena bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi, bahasa persatuan, dan bahasa negara. Hal ini sesuai dengan yang tercantum di dalam UUD 1945 bab XV pasal 36 yang berbunyi “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia” (UUD 1945 th. 1985:8). Melalui pelajaran mengarang siswa akan bertambah pengetahuannya, terutama dalam hal perbendaharaan kata yang didapatnya dari banyak membaca dan mengarang. Penggunaan ejaan dalam karang mengarang tidak bisa dilepaskan begitu saja jika ingin mencapai hasil karangan yang baik. Dengan memperhatikan hal tersebut di atas, bahasa Indonesia cukup besar peranannya. Oleh karena itu kita harus menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, agar bahasa Indonesia makin mendapatkan tempat di dunia. 3) Melatih keterampilan dan ketelitian siswa dalam menulis Selain kita dituntut menggunakan bahasa lisan, juga dituntut untuk menggunakan bahasa tertulis dengan baik. Memang ada perbedaan antara bahasa lisan dengan bahasa tulis. Bahasa lisan mengutamakan intonasi, sedangkan bahasa tulis menggunakan tanda baca atau pungtuasi. Bila bahasa lisan tanpa intonasi sulitlah untuk mengerti, sehingga maksud atau isi yang diucapkan oleh penutur tidak akan dipahami oleh si pendengar. Bagitu pula bahasa tulis, bila tanpa tanda baca atau pungtuasi si pembaca akan menemui kesulitan dalam memahami bacaan yang ia baca. Dalam bahasa tulis yang dilakukan oleh siswa, guru akan memberi kebebasan untuk berbahasa Indonesia, ini dimaksudkan agar mereka terampil dan teliti dalam memilih kata dan menyusun secara tertulis dengan menggunakan ejaan yang tepat dan benar. Seorang guru harus mengawasi perbuatan siswa, memeriksa hasil pekerjaan siswa, dan menilainya agar siswa mengetahui letak kesalahannya untuk bisa diperbaiki. Dalam mengarang, kata yang tersedia cukup banyak, bahkan dapat dikatakan lebih dari cukup, sudah barang tentu siswa akan memilih kata-kata yang terbaik dan tepat dalam kalimat yang digunakannya dalam mengarang. Di samping tujuan mengarang seperti telah disebutkan di atas, tujuan pelajaran mengarang di sekolah sebagai berikut: 1) untuk meminta keterampilan siswa menguraikan pengalaman yang diterima di sekolah maupun di masyarakat dalam bahasa tulis; 2) mendorong siswa berpikir secara sistematis, karena pekerjaan mengarang berarti melibatkan siswa berpikir secara teratur; dan 3) mendorong mendidik siswa yang berbakat. Untuk dapat mencapai maksud tersebut di atas, sebaiknya siswa mengetahui dan mempelajari tata bahasa, komposisi, dan gaya bahasa.
1795
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Kepentingan tata bahasa ialah untuk mengatur kata demi kata menjadi kalimat, dan komposisi untuk mengatur susunan dari karangan tersebut, sedangkan gaya bahasa berperan untuk menghidupkan lukisan atau karangan. Pembelajaran Mengarang di SD Alkhairaat 04 Kalumpang Ternate Pembelajaran Bahasa Indonesia baik di SD, SLTP, maupun SLTA, meliputi beberapa aspek yaitu: pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Hal ini dijelaskan oleh Abdul Gafur (1986:64) yang dikutipnya dari pendapat seorang ahli pendidikan yang bernama Bloom, bahwa menurut Bloom ada 3 (tiga) aspek ”objektif” yakni: 1) Aspek pengenalan (cognitive domain) yang meliputi: (a) pengetahuan, ingatan; (b) pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh; (c) analisis, menguraikan, menentukan hubungan; (d) sintesis, mengorganisir, merencanakan, membentuk bangunan baru, dsb; (e) mengevaluasi, menilai; (f) aplikasi. 2) Aspek perasaan (affective domain) Aspek ini berkenaan dengan sikap untuk menerima, memberikan respon, nilai dan sebagainya. 3) Aspek gerak (psyichomotor domain) (a) Self-paced objectivives (b) Mix-paced objectivives (c) Externally-paced objectivives Demikian pula halnya pembelajaran Bahasa Indonesia di SD Alkhairaat 04 Kalumpang Ternate, meliputi aspek-aspek seperti pendapat Bloom di atas. Pelaksanaan pembelajaran mengarang di Sekolah Dasar tersebut dilakukan sebanyak dua kali pertemuan. Pertemuan pertama membahas karangan prosa deskripsi yang bertema Lingkungan Sekolahku, dan dilanjutkan dengan menyuruh siswa untuk mengarang dengan menggunakan media gambar sebagai evaluasinya. Adapun pertemuan kedua membahas karangan prosa deskripsi yang bertema Perpustakaan Sekolah, dan dilanjutkan dengan menyuruh siswa untuk mengarang sebagai evaluasinya. Pengertian Media Ahmad Parlan Mulayono (1989:36) mengemukakan pendapatnya bahwa media adalah bahan sebagai perantara bagi seorang seniman untuk mewujudkan sebuah karya yang mempunyai bentuk dan ukuran. Melihat pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa seseorang apabila akan mencurahkan isi hatinya/mewujudkan karyanya tentu memerlukan media, sebab media merupakan alat atau sarana yang penting untuk mencapai suatu tujuan. Pendapat tim penyusun Kamus Besar Bahasa Insonesia (Depdikbud, 1989:569) bahwa ”media adalah alat komunikasi”. Pendapat tersebut sesuai pula dengan yang dikemukakan oleh Oemar Hamalik (1986:23), bahwa: Media pendidikan adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Dari pendapat dan uraian-uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa media pendidikan adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan dan kemauan seseorang sehingga dapat mendorong proses belajar pada dirinya dan mempengaruhi efektifitas program instruksional. Untuk membantu atau mempengaruhi siswa dalam penerimaan pelajaran mengarang, sehingga program yang telah direncanakan dapat tercapai, guru harus memilih media yang tepat, diantaranya adalah media gambar. Menurut tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1989:250) bahwa ”gambar adalah tiruan barang; yang dibuat dengan coretan pensil dan sebagainya, pada kertas dan sebagainya; lukisan”. Media gambar adalah salah satu dari sekian banyak media yang dapat digunakan dalam pembelajaran mengarang. Karena media gambar marupakan tiruan yang dibuat dengan coretan
1796
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
alat tulis/lukis pada kertas atau kanvas untuk membantu siswa dalam mencurahkan ide dan perasaan melalui tulisan sehingga membentuk suatu karangan. Pendekatan Saintifik Proses pembelajaran menggunaan pendekatan saintifik hal ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah. Informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik untuk mencari tahu dari berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu. Kondisi pembelajaran pada saat ini diharapkan diarahkan agar peserta didik mampu merumuskan masalah (dengan banyak menanya), bukan hanya menyelesaikan masalah dengan menjawab saja. Pembelajaran diharapkan diarahkan untuk melatih berpikir analitis (peserta didik diajarkan bagaimana mengambil keputusan) bukan berpikir mekanistis (rutin dengan hanya mendengarkan dan menghapal semata).Dengan pendekaan Saintifik dapat membentuk peserta didik mempunyai domain Sikap, Keterampilan dan pengetahuan yang seimbang dan utuh sesuai tuntutan pendidikan abad 21. Pendekatan saintifik dalam pembelajaran disajikan sebagai berikut: 1. Mengamati (observing) Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi.
2. Menanya (Questioning) Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Dari situasi di mana peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana peserta didik mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. 3. Menalar (Associating) Kegiatan “mengasosiasi/mengolah informasi/menalar” dalam kegiatan pembelajaran adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut. 4. Mencoba (Experimenting) Mencoba (experimenting) dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus 1797
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
disediakan; (3) mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data;(6) menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7) membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan. Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1) Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yang akan dilaksanakan murid (2) Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu memperhitungkan tempat dan waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid (5) Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan dijadikan eksperimen (6) Membagi kertas kerja kepada murid (7) Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal. Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan eksperimen atau mencoba dilakukan melalui tiga tahap, yaitu, persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Ketiga tahapan eksperimen atau mencoba dimaksud dijelaskan berikut ini. 5. Mengkomunikasikan (Networking) Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di SD Alkhairaat 04 Kalumpang Kecamatan Kota Ternate Tengah, Propinsi Maluku Utara. Adapun subjek penelitian ini adalah siswa kelas VI di SD Alkhairaat 04 Kalumpang Kecamatan Kota Ternate Tengah, dengan jumlah siswa sebanyak 31 orang. Penelitian Tindakan Kelas akan dilaksanakan dengan 2 siklus. Penelitian akan berlangsung selama 2 bulan, mulai bulan September sampai Oktober 2014. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), adapun tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian PTK ini menggunakan model yang dikembangkan oleh Kurt Lewin. Model Kurt Lewin seperti disebutkan dalam Dikdasmen (2003:18) bahwa tahap-tahap tersebut atau biasa disebut siklus (putaran) terdiri dari 4 komponen yang meliputi: (a) perencanaan (planning), (b) aksi atau tindakan (acting), (c) observasi (observing), dan (d) refleksi (reflecting). Langkah-langkah selama melakukan tindakan digambarkan pada gambar 1. Sedangakan prosedur pelaksanaan penelitian ini meliputi 2 siklus, setiap siklus terdiri dari perencanaan, tindakan pengamatan, dan refleksi. Tabel 1. Siklus Kegiatan Penelitian
Siklus Siklus I
Perencanaan Identifikasi Masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah
Tindakan
Pengamatan Refleksi
Tindakan yang Dilakukan Merencanakan pembelajaran: Menentukan pokok bahasan Mengembangkan skenario pembelajaran Menyusun bahan ajar Menyiapkan sumber belajar seperti buku Mengembangkan format evaluasi Mengembangkan format observasi pembelajaran Menerapkan tindakan mengacu pada skenario pembelajaran intensifikasi tugas yang telah disiapkan Melakukan evaluasi yaitu dalam bentuk tes kemampuan Melakukan observasi dengan menggunakan format observasi Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan yang meliputi evaluasi mutu, jumlah, dan waktu dari tindakan yang telah dilakukan. Melakukan pertemuan untuk membahas hasil evaluasi tentang skenario, tes kemampuan 1798
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Indikator keberhasialan siklus I
Siklus II
Perencanaan
Tindakan Pengamatan Refleksi Indikator keberhasilan siklus II
pemahaman Memperbaiki tindakan sesuai hasil evaluasi untuk digunakan pada siklus berikutnya Evaluasi tindakan I Instrumen-istrumen yang telah disiapkan pada siklus I dapat dilaksanakan semua Siswa mampu belajar dan berdiskusi dengan teman dalam membahas tugas yang diberikan Siswa mampu belajar dalam kelompok Siswa mampu membahasakan gambar dengan persepsi masing-masing siswa yang dituliskan dengan karangan Identifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah Pengembangan program tindakan II Pelaksanaan program tindakan II Pengumpulan data tindakan II Evaluasi tindakan II Instrumen-instrumen yang telah disiapkan pada siklus I dapat terlaksana semua Siswa mampu belajar dan berdiskusi dengan teman dalam membahas tugas yang diberikan Siswa mampu belajar dalam kelompok Hampir ≥ 80% siswa mampu membahasakan gambar dengan persepsi masing-masing siswa yang dituliskan dengan karangan
1.
Data Sumber data penelitian adalah siswa, sedangkan jenis data yang didapatkan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif yang meliputi: (1) data tes setelah siklus I dan siklus II, (2) hasil observasi terhadap proses pelaksanaan pembelajaran, (3) jurnal harian (catatan harian), dan (4) foto. 2. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Observasi dilakukan untuk mengamati aktifitas siswa selama pembelajaran berlangsung. Dalam observasi diantaranya akan melihat peningkatan frekuensi dan suatu kualitas pertanyaan siswa kepada guru maupun sesama temannya selama interaksi belajar mengajar, adanya peningkatan kerja sama dalam melaksanakan tugas, keberanian siswa dalam memberikan jawaban pertanyaan yang diajukan oleh guru. b. Jurnal harian Jurnal harian dalam penelitian ini maksudnya adalah catatan harian yang merupakan alat bantu perekam yang paling sederhana. Hal ini sejalan dengan pendapat tim pelatih PGSM (1999:57) yang menyatakan bahwa jurnal harian merupakan semacan catatan harian. Catatan harian ini akan merekam semua kegiatan dalam proses pembelajaran yang tidak terekam dalam lembaran observasi baik berupa perilaku siswa/kegiatan guru yang berlangsung dalam kelas maupun permasalahan yang dapat dijadikan pertimbangan bagi langkah berikutnya, sesuai pendapat Madya (1994:35) bahwa catatan harian ini akan memuat observasi, perasaan, reaksi, penafsiran, refleksi, dugaan, hipotesis, dan penjelasan. c. Data tes kemampuan Data ini merupakan data kuantitatif, yang diambil setiap siklus. Tes formatif diberikan setiap berakhirnya siklus, hal ini supaya setiap berakhirnya pelaksanaan siklus dapat diketahui kemajuan dan perkembangan yang didapat oleh siswa dengan pola pembelajaran intensifikasi tugas. Hasilnya diharapkan dapat menjadi acuan, pertimbangan, bahan refleksi untuk merencanakan pelaksanaan siklus berikutnya. d. Foto Untuk merekam aspek kegiatan kelas, aktifitas siswa, dan untuk memperjelas data dari hasil observasi maka dalam penelitian ini digunakan alat perekam lainnya yaitu foto. Hal ini seperti 1799
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
yang dikatakan Madya (1995:39) bahwa foto digunakan untuk merekam peristiwa penting, serta karena daya tariknya foto dapat diacu dalam wawancara berikutnya dan diskusi tentang data. 3. Analisa Data a. Data Observasi Data ini diambil melalui pengamatan yang dilakukan oleh peneliti sebagai orang yang terlibat aktif dalam pelaksanaan tindakan dan dibantu oleh observer. Adapun kegiatan siswa yang diamati tiap lima menit sekali dengan tanda checklist, diolah dengan menggunakan rumus: .Jumlah Aktivitas X 100% .Jumlah Siswa b. Data Jurnal Harian Menyimpulkan kejadian selama penelitian berlangsung. c. Data Tes Kemampuan 1) Menentukan nilai setiap siswa dari hasil tes dengan pemberian nilai skala 100 2) Tentukan banyaknya siswa yang mendapat nilai diatas atau sama dengan 60. 3) Hitung persentasi banyaknya siswa yang mendapat nilai 60. HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I, dilaksanakan pada tanggal: 1 September 2014. Setelah akhir pertemuan, dilakukan uji keterampilan mengarang. Tes mengarang 1. Sebelum tes mengarang, terlebih dahulu siswa dijelaskan tentang karangan. 2. Setelah dijelaskan siswa diperintahkan membuat karangan dengan judul ”Liburan Sekolah” dan memperhatikan gambar. 3. Setelah siswa selesai mengerjakan tes mengarang penulis memerintahkan agar hasilnya dikumpulkan. Model pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini adalah media gambar sebagai upaya meningkatkan keterampilan mengarang bagi siswa kelas VI SD Alkhairaat 04 Kalumpang Kecamatan Kota Ternate Tengah. Beberapa gambar yang harus diinterpretasikan oleh siswa dalam bentuk karangan. Hasil interpretasi tersebut, kemudian dikumpulkan untuk diketahui sejauh mana interpretasi siswa dalam membaca suatu gambar. Dari beberapa fenomena yang terjadi dalam kehidupan, dalam hal ini, siswa dipersilakan untuk menulis apa yang ia amati dari gambar tersebut. Hasil pengamatannya dibuktikan dalam bentuk karangan. Cara siswa mengamati gambar tersebut, ada diantara siswa secara kreatif mencari bahan bacaan dari sumber lain, seperti tampak pada gambar 3 Siklus II, dilaksanakan pada tanggal 6 Oktober 2014. Pada siklus ke II, dilakukan hal yang sama seperti kegiatan yang dilakukan pada siklus I. Siklus ke II dilakukan setelah diadakan refleksi dari semua kegiatan yang dilakukan pada siklus I. Pada siklus ini cenderung pada arah perbaikan proses, sehingga keterampilan mengarang siswa terjadi peningkatan. Berikut ini peneliti tampilkan daftar nilai kemampuan keterampilan mengarang dari siswa kelas VI SD Alkhairaat 04 Kalumpang Kecamatan Kota Ternate Tengah di siklus I. Daftar Nilai Hasil Tes Mengarang Siklus I
NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
NAMA Syamar Gandhy Rassay M. Pilar Saputra .S M. Gibran I. Sahureka Muhammad Iman .A Muhammad Nur Rizki A B Muammar Riamizard .F Muhammad Rafli .M Muhammad Juliansyah M. Gibran Alkatiri M Farhar Nurul Tri Rohimah Ofie Nurhayati Rival E. Kahar Raiga Salsabila Ismail 1800
NILAI 50 50 45 50 60 45 70 45 70 72 80 59 72 59
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
15. Rahmadani Marsaoly 72 16. Rahmat Tri Rizki 60 17. Ririn Puji Astuti 60 18. Sitti Masyita .I.P 68 19. Stevani Aulia Putri 67 20. Syafira Nurul .A 65 21. Salsabila A. Asrakal 63 22. Dwi Indah Permatasari 72 23. Adila Badria Lukman 63 24. Satrio Wahyudi Saputra 62 25. Muhammad Ikbal Bahar 62 26. Nur Rahmatia R Husain 80 27. Dzulfikar A Usman 50 28. M Al Faujan Togubu 74 29. M Risaldi 45 30. Imeldasari Rahma Soamole 62 31 Fatimahtuzahra Albaar 80 Keterangan Nilai Hasil Tes Mengarang: 70 sampai dengan 90 : Lancar mengarang 60 sampai dengan 69 : Kurang Lancar 40 sampai dengan 59 : Tidak Lancar Pada akhir dari siklus II, peneliti mengadakan tes kemampuan mengarang bagi siswa sebanyak 31 siswa, dengan tujuan untuk mengetahui adanya peningkatan kemampuan mengarang pada siswa dari siklus I, setelah peneliti memberikan tindakan pembelajaran bahasa Indonesia dalam kompetensi dasar mengarang melalui penerapan pembelajaran dengan menggunakan Media gambar dengan Pendekatan Saintifik. Setelah diadakan tes kemampuan mengarang, maka nampak hasil kemampuan dari 31 orang siswa seperti tampak pada daftar nilai berikut ini : Daftar Nilai Kemampuan Keterampilan Mengarang Siklus II
NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
NAMA Syamar Gandhy Rassay M. Pilar Saputra .S M. Gibran I. Sahureka Muhammad Iman .A Muhammad Nur Rizki A B Muammar Riamizard .F Muhammad Rafli .M Muhammad Juliansyah M. Gibran Alkatiri M Farhar Nurul Tri Rohimah Ofie Nurhayati Rival E. Kahar Raiga Salsabila Ismail Rahmadani Marsaoly Rahmat Tri Rizki Ririn Puji Astuti Sitti Masyita .I.P Stevani Aulia Putri Syafira Nurul .A Salsabila A. Asrakal Dwi Indah Permatasari Adila Badria Lukman Satrio Wahyudi Saputra
1801
NILAI 65 62 62 75 75 62 80 64 75 80 90 68 80 65 80 70 70 78 78 70 76 80 75 76
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
25. 26. 27. 28. 29. 30. 31
Muhammad Ikbal Bahar Nur Rahmatia R Husain Dzulfikar A Usman M Al Faujan Togubu M Risaldi Imeldasari Rahma Soamole Fatimahtuzahra Albaar
75 90 64 80 62 75 85
Penelitian ini juga untuk mengetahui adanya peningkatan aktivitas belajar siswa dalam tindakan dengan menggunakan media gambar, aktivitas yang diamati oleh peneliti meliputi akivitas visual antara lain membaca, melihat dan mengamati, Aktivitas lisan diantaranya: mengemukakan pendapat, bertanya, dan mengemukakan pendapat, sedangkan aktivitas lainnya adalah menulis dan mengerjakan tugas. Pada siklus I pertemuan pertama tanggal 1 September 2014 memperlihatkan adanya aktivitas antara lain : - Aktivitas bertanya sebanyak 8 siswa - Aktivitas menjawab sebanyak 6 siswa - Aktivitas menulis sebanyak 16 siswa - Aktivitas mengerjakan tugas sebanyak 24 siswa Selanjutnya pada Siklus II tanggal 6 oktober 2014, peneliti beserta pengamat atau observer, pada saat tindakan dilakukan memperoleh data aktivitas siswa yang mulai memperlihatkan adanya peningkatan aktivitas, bila disimpulkan maka data aktivitas pada Siklus kedua ini antara lain : - Aktivitas bertanya sebanyak 12 siswa - Aktivitas menjawab sebanyak 10 siswa - Aktivitas menulis sebanyak 28 siswa - Aktivitas mengerjakan tugas sebanyak 31 siswa Pada siklus I dengan dua pertemuan tersebut bila dilihat terdapat peningkatan dari masing-masing aktivitas, dan bila diprosentsekan peningkatannya, nampak pada tabel berikut : Tabel Aktivitas Belajar Siklus I dan II
NO 1. 2. 3. 4.
Aktivitas Aktivitas bertanya Aktivitas menjawab Aktivitas menulis Aktivitas mengerjakan tugas
Siklus I 8 siswa 6 siswa 16 siswa
Siklus II 12 siswa 10 siswa 28 siswa
Peningkatan 4 siswa 4 siswa 12 siswa
24 siswa
31 siswa
7 siswa
Siklus I dilaksanakan pada tanggal 1 September 2014, dan Siklus II dilaksanakan pada tanggal 6 oktober 2014. jumlah siswa kelas VI SD Alkhairaat 04 Kalumpang Kecamatan Kota Ternate Tengah sebanyak 31 orang. Hasil uji keterampilan mengarang siswa ditampilkan pada tabel 2 sebagai berikut: Tabel Hasil Uji Keterampilan Mengarang pada Siklus I dan II
Siklus 1 Keterampilan Jumlah Mengarang Siswa Tidak Lancar 10 Kurang Lancar 11 Lancar 10 Jumlah 31
Siklus 2 Keterampilan Jumlah Mengarang Siswa Tidak Lancar Kurang Lancar 9 Lancar 22 Jumlah 31
Berdasarkan data yang ditunjukan pada tabel 2, terdapat peningkatan dari Siklus I ke Siklus II. Dengan kata lain dari dua siklus yang dilakukan selama tindakan, menunjukan adanya
1802
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
perbaikan atau peningkatan keterampilan mengarang bagi siswa kelas VI SD Alkhairaat 04 Kalumpang Kecamatan Kota Ternate Tengah. Secara Teoritis hasil belajar yang optimal dapat diperoleh melalui proses belajar yang maksimal pula, karena itu keterlibatan siswa dalam proses belajar diperlihatkan melalui aktivitas belajar siswa, Aktivitas belajar yang diperoleh melalui tindakan penggunaan media gambar dengan Pendekatan Saintifik, seperti tampak dalam tabel memperlihatkan adanya peningkatan aktivitas, maka dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan kemampuan keterampilan mengarang pada siswa kelas VI SD Alkhairaat 04 Kalumpang Kecamatan Kota Ternate Tengah, salah satu faktor yang menentukannya adalah karena adanya peningkatan aktivitas belajar dalam proses. Upaya peningkatan keterampilan mengarang bagi siswa kelas VI SD Alkhairaat 04 Kalumpang Kecamatan Kota Ternate Tengah dilakukan dengan dua siklus. Setiap siklus memuat langkah-langkah: perencanaan, tindakan, pengamatan, dan diakhiri dengan refleksi. Setiap tindakan yang dilakukan, diikuti dengan observasi yang akan dianalisis datanya untuk kepentingan kegiatan refleksi. Refleksi yang dimaksud bertujuan untuk menentukan langkahlangkah berikutnya pada setiap silkus yang akan dilakukan dengan melihat apakah tujuan penelitian sudah tercapai atau belum. Berdasarkan hasil uji keterampilan seperti yang ditampilkan pada tabel 2, terdapat peningkatan keterampilan mengarang adalah sebagi berikut: a) Pada awal tindakan yang lancar mengarang sebanyak 10 orang dari 31 siswa (32%) pada kelas VI SD Alkhairaat 04 Kalumpang Kecamatan Kota Ternate Tengah yang terampil mengarang. b) Sedangkan pada akhir tindakan yang lancar mengarang sebanyak 22 orang dari 31 siswa (71%) pada kelas VI SD Alkhairaat 04 Kalumpang Kec. Kota Ternate Tengah yang terampil mengarang. c) Penelitian tindakan ini juga mendapatkan adanya peningkatan aktivitas belajar siswa dalam proses belajar mengajar, aktivitas yang dapat teramati tiap siklus yang paling menonjol adalah pada kegiatan menulis dan mengerjakan tugas antara lain : Disiklus I kegiatan menulis 16 siswa, pada Siklus II kegiatan menulis 28 siswa, adanya peningkatan sebanyak 12 siswa. Sedangkan pada kegiatan mengerjakan tugas, disiklus I sebanyak 24 siswa dan siklus II sebanyak 31 siswa, terlihat bahwa adanya peningkatan sebanyak 7 siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode gambar dengan Pendekatan Saintifik secara signifikan dapat meningkatkan keterampilan mengarang bagi siswa kelas VI SD Alkhairaat 04 Kalumpang Kec. Kota Ternate Tengah. KESIMPULAN Kesimpulan dari pembahasan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Pada siklus I dan II yang dilaksanakan tanggal 1 September 2014 dan 6 Oktober 2014 terdapat peningkatan. Hal ini terbukti dengan hasil uji keterampilan siswa pada setiap siklus. Siklus I hanya 10 orang (32%) yang terampil mengarang, pada Siklus II, meningkat menjadi 22 orang (71%) yang terampil mengarang dari 31 orang jumlah siswa. Dengan kata lain dari dua siklus yang dilakukan selama tindakan, menunjukan adanya perbaikan atau peningkatan keterampilan mengarang bagi siswa kelas VI SD Alkhairaat 04 Kalumpang Kec. Kota Ternate Tengah, sebesar (38%). 2. Penelitian tindakan kelas melalui penggunaan media gambar dengan Pendekatan Santifik dalam upaya meningkatkan kemampuan keterampilan mengarang juga dapat meningkatkan aktivitas belajar, peningkatan aktivitas belajar tampak pada siklus I aktivitas bertanya 8 siswa, menjawab 6 siswa, menulis 16 siswa, mengerjakan tugas 24 siswa, di siklus II menjadi : 12 siswa bertanya, 10 siswa menjawab pertanyaan, 28 siswa aktivitas menulis, dan 31 siswa mengerjakan tugas. SARAN Saran yang dapat disampaikan penulis adalah sebagai berikut: 1. Bagi guru Untuk meningktakan keterampilan, aktifitas belajar, serta nilai prestasi siswa, maka guru harus kreatif dalam memilih metode serta pendekatan yang tepat dalam proses pembelajaran. 1803
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
2. Bagi Sekolah Penelitian Tindakan Kelas, merupakan salah satu upaya meningkatkan kompetensi guru, oleh karena itu sekolah memiliki kewajiban untuk mendukungnya. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Mukhsin, 1989, Dasar-Dasar Komposisi, Yayasan Asih Asah Asuh, Malang Alim, Djeniah dan Purwanto, Ngalim, 1997, Metodologi Pembelajaran Bahasa Indonesia, Rosda jayapura, Jakarta Arikunto, Suharsimi, 1993, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta Asrom, 1997, Dari Narasi Hingga Argumentasi, Erlangga, Jakarta Baradjah. M. F, 1990, Kapita Selekta Pembelajaran Bahasa, IKIP Malang, Malang Ganda, Asep, 1999, Bahasa Indonesia, Pribumi Mekar, Jakarta Hadi, Sutrisno, 1984, Metodologi Research, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Karjasujana, Ahmad S, 1986, Keterampilan Membaca, Karunika, Jakarta Karsana, Ano, 1986, Keterampilan Menulis, Karunika Jakarta UT, Jakarta Keraf Gorys, 1994, Argumentasi dan Narasi, Gramedia, Jakarta Lampiran IV ,Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81a Tahun 2013, Tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran. Muchlisoh, 1993, Pendidikan Bahasa Indonesia, Depdikbud, Jakarta Nababan, Subyakto, Utari Sri, 1992, Metodologi Pembelajaran Bahasa, Pustaka Utara, Jakarta Nafiah, Hadi, 1981, Anda Ingin Jadi Pengarang, Usaha Nasional Surabaya Indonesia, Banjarmasin Nurhadi, 1993, Kapita Selekta Kajian Bahasa Sastra dan Pembelajarannya, IKIP Malang, Malang Parera, Daniel Jos, 1993, Menulis Tertib dan Sistematika, Erlangga, Jakarta Putrawan, I Made, 1990, Pengujian Hipotesis, Rineka Cipta, Jakarta Rahman, Eman A dan Sudarno, 1995, Terampil Berbahasa Indonesia, Hikmat Syahid Indah, Jakarta Sampurno, S Chamdiah, 1987, Pengembangan Program Pembelajaran Bahasa Indonesia, Jakarta: IKIP Muhammadiyah, Jakarta Sartuni, Rasjid, 1984, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, Nina Dinamika, Jakarta Soejono. Ag, 1983, Metodik Khusus Bahasa Indonesia, Bina Karya, Bandung Syafi’ie, Imam, 1990, Bahasa Indonesia, IKIP Malang, Malang Tampubolon DP, 1990, Kemampuan Membaca Teknik Membaca Efektif, Angkasa, Bandung Tarigan, Djago dan Tarigan H. G, 1991, Teknik Pembelajaran Keterampilan Berbahasa, Angkasa, Bandung Tarigan, Djago, 1991, Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan Pengembangannya, Angkasa, Bandung _________, 1991, Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan Pengembangannya, Angakasa Bandung The Liang Gie, 1992, Pengantar Dunia Karang Mengarang, Liberty Yogyakarta Zainuddin, 1991, Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta
PENERAPANMODEL INDUKTIF KATA BERGAMBAR TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA SISWA KELAS 1 SD (Penelitian Tindakan Kelas di SDN I Dopang Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat) LUTFIATUN MUHIBBAH Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan membaca melalui penerapan Model Induktif Kata Bergambar pada siswakelas 1 SD. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Tiap siklus
1804
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Sumber data penelitian ini adalah siswa dan guru kelas I SD. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes, wawancara, observasi, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif komparatif dan analisis interaktif. Simpulan penelitian ini adalah penerapan Picture Word Inductive Model (PWIM) dapat meningkatkan kemampuan membaca pada siswa kelas 1 SD Negeri IDopang tahun ajaran 2013/2014. Kata Kunci: Kemampuan membaca, model induktif kata bergambar
Manusia hidup di dunia tidak lepas dari bahasa. Sesuai dengan fungsinya, bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh seseorang dalam pergaulan atau hubungannya dengan orang lain.Dalamhidupnya, setiap saat, selama dalam keadaan sadar, manusia menggunakan bahasa dalam berpikir, menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Namun, kemampuan menggunakan bahasa itu bukan kemampuanyang bersifat alamiah seperti bernafas danberjalan. Kemampuan tersebut tidak dibawa sejak lahir dan dikuasai dengan sendirinya, melainkan harus dipelajari. Pada masa anak memasuki sekolah dasar, ia telah siap menerima informasi dalam bahasa yang dikuasainya, seperti bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Karena itu, kedua bahasa tersebut dijadikan bahasa pengantar dalam pembelajaran di Sekolah Dasar. Pembelajaran bahasa di SD pada kelas 1 merupakan pembelajaran tahap awal atau membaca permulaan. Menurut Piaget (Suyono dan Haryanto 2012: 84) karakteristik Tahap praoperasional anak (2-7 tahun) diantaranya dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal dan mencolok. Perhatian secara khusus dari guru terhadap pembelajaran membaca harus sudah dilakukan sejak siswa belajar di SD kelas permulaan. Ketepatan dan keberhasilan pada tahap permulaan akan mempunyai dampak yang besar bagi peningkatan dan kemampuan membaca siswa selanjutnya. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah Apakah Penerapan Model Induktif Kata Bergambar dapat Meningkatkan Kemampuan Membaca Siswa Kelas 1 SD? Sejalan dengan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dengan Penerapan Model Induktif Kata Bergambar dapat Meningkatkan Kemampuan Membaca Siswa Kelas 1 di SDN 1Dopang. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagi peneliti, menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya masalah pendidikan dan sebagai wahana untuk menerapkan hasil penelitian ini kepada anak didik khususnya pada SDN 1 Dopang Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat. 2. Bagi guru, sebagai acuan dalam mengajar dengan menerapkan Penerapan Model Induktif Kata Bergambar dapat Meningkatkan Kemampuan Membaca Siswa Kelas 1 di SDN 1Dopang. 3. Bagi siswa, lebih termotivasi pada saat belajar membaca. KAJIAN TEORI Kemampuan Membaca Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan maupun hanya dalam hati).Sedangkan Soedarso (1996:4), membaca adalah tidak hanya sekedar membunyikan lambang-lambang bunyi bahasa yang tertulis. Membaca adalah aktivitas yang kompleks yang mengarahkan sejumlah besar tindakan yang berbeda-beda.Berdasarkan definisi membaca diatas dapat disimpulkan bahwa membaca adalah suatu proses memahami serta memetik makna dari katakata, ide, gagasan, konsep, dan informasi yang dikemukakan oleh pengarang dalam bentuk tulisan. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis(H.G Tarigan, 1985:7).Dengan demikian membaca merupakan kegiatan yang penting bagi seseorang yang ingin meningkatkan diri untuk memperluas wawasannya.Sementara itu, menurut Farida Rahim (2005: 1), terdapat tiga istilah yang sering digunakan untuk memberikan komponen dasar dari proses membaca yaitu: recording,decoding, dan meaning. Recording merujuk pada katakata dan kalimat kemudian mengasosiasikannya dengan bunyinya sesuai dengan sistem tulisan yang digunakan. Decoding adalah proses penerjemahan rangkaian grafis 1805
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
ke dalam kata-kata. Penekanan membaca pada tahap recording dan decoding merupakan proses perseptual yaitu pengenalan korespondensi rangkaian huruf dengan bunyi bahasa yang sering disebut dengan istilah membaca permulaan sedangkan meaning lebih ditekankan di kelas tinggi Sekolah Dasar. Model Pembelajaran Induktif Kata Bergambar Model pembelajaran adalah cara-cara yang digunakan oleh pengajar untuk memilih strategi kegiatan belajar yang digunakan sepanjang proses pembelajaran. Pemilihan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi, sumber belajar, kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang dihadapi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Pembelajaran induktif adalah sebuah pembelajaran yang bersifat langsung dan efektif untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan berpikir kritis. Pada hakikatnya, berpikir induktif merupakan bawaan dari lahir dan keberadaannya sudah absah. la hadir sebagai suatu kerja revolusioner, mengingat sekolahsekolah saat ini telah memutuskan untuk mengajar dalam corak yang tidak absah dan acap merongrong kapasitas bawaan sejak lahir. Langkah-langkah Model Induktif Kata Bergambar a) Memilih gambar. b) Mintalah siswa mengenali apa yang mereka lihat dalam gambar. c) Tandai bagian gambar yang diidentifikasi. (Gambar garis dari objek atau daerahyang diidentifikasi, mengucapkan kata, menulis kata, meminta siswa untuk mengeja kata keras dan kemudian mengucapkannya). d) Membaca dan meninjau grafik gambar kata dengan suara keras. e) Mintalah siswa untuk membaca kata-kata (menggunakan garis-garis pada grafik jika perlu) dan untuk mengklasifikasikan kata-kata ke dalam berbagai kelompok. Identifikasi konsep umum (misalnya, mulai konsonan, kata-kata berima) untuk menekankan dengan seluruh kelas. f) Membaca dan meninjau grafik gambar kata (mengucapkan kata, mengejanya, mengatakannya lagi). g) Tambahkan kata-kata, jika diinginkan, dengan grafik gambar dan kata ke bank kata. h) Mengarahkan siswa untuk menciptakan sebuah judul untuk bagan kata gambar. Mintalah siswa memikirkan mengenai informasi tentang grafik dan apa yang ingin mereka katakan tentang hal itu. i) Mintalah siswa untuk menghasilkan sebuah kalimat, kalimat, atau paragraf tentang bagan kata gambar. Mintalah siswa untuk mengklasifikasikan kalimat, model yang menempatkan kalimat menjadi paragraf yang baik. j) Membaca dan meninjau kalimat dan paragraf. METODE PENELITIAN Jenis Dan Desain Penelitian Jenis Penelitian yang akan dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas dengan tujuan meningkatkan kemampuan membaca siswa kelas I SD.Penelitian tindakan kelas ini terdiri atas dua siklus yang masing-masing siklus terdiri atas empat tahap yaitu merencanakan, melakukan tindakan, mengamati danmerefleksi. Setiap tahap yang dilakukan dalam PTK akan terus berulang sampai kemampuan membaca siswa meningkat. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di SDN I Dopang Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat. Kegiatan Penelitian ini akan dilaksanakan dengan langkah dan dalam rentang waktu 4 bulan (kecuali tahap persiapan) dengan jadwal kegiatan seperti pada tabel 1 berikut. Tabel 1. Jadwal Kegiatan
No 1
Kegiatan
Juli
Bulan/Tahun 2013-2014 Agustus Sept. Oktober
Tahap Persiapan a. Studi eksplorasi 1806
Nop.
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
2
b.Identifikasi & Rumusan Masalah c.Penyusunan instrumen Penelitian Siklus I a. Perencanaan b.Tindakan & Observasi c. Analisis & Refleksi
3
Siklus II a. Perencanaan b.Tindakan & Observasi c. Analisis & Refleksi
Subjek Penelitian Adapun subjek penelitian ini adalah siswa kelas 1 yang berjumlah 29 siswa, Laki-laki 19 orang dan perempuan 10 orang. Pemilihan kelas I (satu) sebagai subjek karena siswa kelas I (Satu) merupakan bagian dari membaca permulaan terhadap pembelajaran membaca, bertulis dan berhitung. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi Metode observasi digunakan untuk mengumpulkan data dengan cara pengamatan secara langsung terhadap gejala yang tampak pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Observasi dalam penelitian ini dilakukan secara langsung untuk mengetahui kemampuan membaca siswa kelas I (Satu). 2. Wawancara Metode ini merupakan cara pengumpulan data yang dilakukan dengan cara Tanya jawab secara langsung antara peneliti dengan guru. Teknik wawancara dalam penelitian ini dilakukan secara Tanya jawab secara langsung kepada guru dengan memakai daftar pertanyaan yang telah disusun sebagai alat wawancara. 3. Test Jenis test yang digunakan dalam penelitian ini adalah post test untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa setelah tindakan. 4. Dokumentasi Metode dokumentasi dimaksudkan untuk memperoleh data yang berasal dari bukti tertulis yang ada pada tempat penelitian. Data tersebut diperoleh dari kepala bagian tata usaha yang antara lain : denah SD Negeri I Dopang, Jumlah Siswa kelas I (Satu), dan data yang lain yang menunjang penelitian. Data yang diperoleh tidak akan dianalisis melainkan hanya dideskripsikan untuk melengkapi data yang ada. Teknik Analisis Data 1. Analisis Data Hasil Penelitian 2. Pembahasan terhadap hasil dan temuan penelitian tindakan pada setiap siklus pembelajaran dan hasil evaluasi keseluruhan tindakan upaya perbaikan pembelajaran. 3. Kesimpulan dan rekomendasi. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pelaksanaan Berdasarkan hasil pengamatan peneliti dan partner dapat dikemukakan bahwa pelaksanaan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan anak sudah menunjukkan kemanfaatan. Kemanfaatan tersebut dapat dilihat dari adanya peningkatan hasil pada setiap siklus. Peningkatan kemampuan membaca permulaan anak dapatdiketahui dengan 1807
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
cara membandingkan persentase kemampuan anak dalam menyebutkan fonem yang sama, menyebutkan lambang bunyi, membaca kata dan kelancaran pengungkapan kata sebelum tindakan dan setelah pelaksanaan siklus I dan II. Tabel 10. Rekapitulasi Data Kemampuan Membaca Permulaan Pra Tindakan, Siklus I dan Siklus II
No 1 2 3
Kriteria Baik Cukup Kurang Baik`
Pra Tindakan Frekuensi % 7 24,13 9 31,03 13 44.82
Siklus I Frekuensi % 15 51. 72 10 34, 85 4 13.79
Siklus II Frekuensi % 24 82.75 5 17,24 -
Dari hasil data rekapitulasi pada tabel 10, dapat diketahui perbandingan jumlah anak yang memiliki kemampuan membac dengan kriteria baik sebelum tindakan 7 anak setelah pelaksanaan siklus I meningkat menjadi 15 anak dan siklus II meningkat lagi menjadi 24 anak. Berdasarkan kenyataan dan bukti di atas, data yang diperoleh selama penelitian berlangsung kemampuan membaca permulaan lima belas anak benar-benar meningkat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan model induktif kata bergambar dapat meningkatkan kemampuan membaca anak. dengan didapatkannya hasil ini maka peneliti dan kolaborator menghentikan penelitian ini hanya sampai pada siklus II karenapada siklus dua dianggap sudah sesuai dengan hipoteses tindakan yang dilakukan. Pembahasan Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan membaca anak melalui model pembelajaran induktif kata bergambar. Kurang berkembangnya kemampuan membaca permulaan anak disebabkan karena beberapa hal: 1. Media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran kurang menarik sehingga anak kurang termotivasi untuk belajar membaca. 2. Metode yang digunakan kurang bervariasi dan cenderung monoton sehingga anak cepat bosan dan kurang memperhatikan penjelasan guru. 3. Suasana dikelas kurang kondusif, sehingga anak belajar kurang nyaman. Hasil yang diperoleh pada pra observasi dan pelaksanaan siklus I apabila dibandingkan terlihat sudah ada peningkatan, namun belum mencapai indikator keberhasilan yang diharapkan peneliti, sehingga perlu diadakan siklus II. Hal ini disebabkan pada pelaksanaan siklus I terdapat beberapa kendala yang dihadapi pada saat pelaksanaan siklus I, sehingga perlu diadakan suatu perbaikan dalam siklus II agar indikator keberhasilan yang diharapkan dapat tercapai. Penelitian ini telah menghasilkan bahwa melalui model Induktif kata bergambar dapat meningkatkan kemampuan membaca kelas 1 SDN I Dopang Kecamatan Gunungsari Lombok Barat. Peningkatan kemampuan membaca tersebut terbukti dengan adanya hasil peningkatan kemampuan membaca permulaan yang dihitung dengan persentase peningkatan jumlah anak yang memiliki kemampuan membaca dengan kategori baik dari pra tindakan dan setelah tindakan yang selalu meningkat, dimana masing-masing siklus menunjukan peningkatan yang cukup baik. KESIMPULAN Berdasarkan hasil tindakan yang telah dilaksanakan dalam dua siklus dan indikatorindikator yang telah ditetapkan, maka dapat dikemukakan simpulan sebagai berikut. 1. Model Induktif kata bergambar dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa kelas 1 SDN I Dopang kecamatan Gunungsari Lombok Barat. 2. Model Induktif kata bergambar dapat membantu siswa dalam pemecahan masalah dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas I SDN 1 SDN I Dopang Kecamatan Gunungsari Lombok Barat. 3. Model Induktif kata bergambardapat meningkatkan keterampilan membaca pada mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya membaca nyaring pada siswa kelas 1 SDN I Dopang Kecamatan Gunungsari Lombok Barat.
1808
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
SARAN Berdasarkan paparan dari hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan ada beberapa hal yang peneliti sarankan, yaitu agar guru kreatif dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran inovatif pada mata pelajaran Bahasa Indonesia yaitu menggunakan metode yang bervariasi dan menggunakan model induktif kata bergambar dalam melaksanakan pembelajaran membaca pada siswa kelas I dan kelas II. DAFTAR PUSTAKA Haryanto & Suyono. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Remaja Rosdakarya. Bandung Joice, B., Weil, M., & Calhoun, E. (2009). Models of teaching (8th ed.). Upper Saddle River, NJ: Pearson Education, Inc. Kamus Besar Bahasa Indonesia, KBBI. Balai Pustaka Permendikbud No 67 Tahun 2013. Standar Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SD/MI Rahim Farida. 2009. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Bumi Aksara Sanjaya Wina,2009. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Prenada Media group Tarigan HR, 2008, Membaca Sebagai Suatu Keterampilan. Angkasa.Bandung
1809
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
PENERAPAN METODE PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PUISI PADA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR Iskandar SD Negeri 005 Tanjungpinang Kota Kota Tanjungpinang Abstrak: Materi membaca puisi pada siswa kelas IV SD Negeri 005 Tanjungpinang Kota masih rendah. Dalam proses pembelajaran membaca puisi, siswa sangat sulit melakukan pembacaan puisi dengan lafal, intonasi, nada dan ekspresi dengan benar dikarenakan beberapa hal diantaranya; Siswa tidak berani tampil dan membaca dengan baik, hal ini juga dipengaruhi oleh faktor psikologis, merasa asing, merasa malu, pengaruh dialek,merasa takut dan kurang percaya diri serta tidak semua guru memiliki kemampuan membaca puisi dengan baik dan benar serta guru tidak menggunakan media yang tepat dalam pembelajaran. Rendah hasil pembelajaran membaca puisi pada siswa kelas IV SD Negeri 005 Tanjungpinang Kota. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan Metode Pendekatan Pembelajaran Kontekstual (CTL).Peningkatan hasil belajar membaca puisi dan terjadinya peningkatan kinerja guru. Sehingga dapat dimpulkan bahwa metode pemodelan meningkatkan keterampilan membaca puisi siswa kelas IV SD Negeri 005 Tanjungpinang Kota. Kata Kunci: metode, pemodelan, kontekstual (CTL), faktor psikologis
Pembelajaran membaca puisi diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan ataupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia (Depdiknas,2006). Empat kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak,berbicara membaca, dan menulis. Dalam kemampuan membaca, siswa kelas IV SD diharuskan memiliki kompetensi untuk mampu membaca puisi dengan lafal dan intonasi yang tepat. Hal ini dikarenakan puisi merupakan salah satu karya sastra yang menggunakan kata-kata indah dan kaya makna yang lahir sebagai karya dari seorang putra bangsa. Puisi dapat pula dijadikan sebagai tolak ukur tingkat peradaban suatu bangsa. Pembelajaran membaca puisi adalah bagian dari pembelajaran apresiasi sastra. Pembelajaran apresiasi sastra merupakan proses antara guru dan siswa, yang menjadikan proses pengenalan, pemahaman dan penghayatan. Pada akhirnya dalam menikmati karya sastra akan mampu menerapkan didalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran sastra khususnya puisi dalam kegiatan belajar belum diupayakan secara maksimal, karena sebenarnya pembelajaran puisi merupakan kegiatan pementasan karya seni yang memerlukan kemampuan khusus. Namun pembelajaran puisi dengan pelafalan dan intonasi yang tepat sering mengalami kendala. Kendala tersebut, antara lain (1) pengaruh dialek bahasa lokal, (2) kurang adanya percaya diri, dan (3) minimnya contoh pembacaan puisi yang benar. Guru bahasa Indonesia sendiri belum tentu memiliki kemampuan membaca puisi yang baik dan benar. Kuatnya pengaruh dialek bahasa lokal, menjadikan pembacaan puisi sebagai bahan tertawaan karena terdengar lucu. Kurangnya rasa percaya diri menyebabkan siswa malu untuk maju ke depan kelas dan merasa terpaksa. Minimnya contoh membaca puisi dengan lafal dan intonasi yang tepat membuat siswa tidak memiliki acuan atau gambaran tentang membaca puisi yang tepat. Kendala-kendala di atas menyebabkan siswa belum dapat membaca puisi dengan baik dan benar sesuai kompetensi dasar yang ditentukan. Selama ini guru kurang menerapkan model yang menarik dalam pembelajaran materi menulis puisi mulai dari menganalisis puisi, memaknai puisi, menulis puisi, apalagi membaca puisi (Utami, 2009: 1). Apabila model yang diterapkan kurang menarik dapat berdampak pada motivasi siswa dalam belajar. Salah satu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan membaca puisi siswa kelas IV SD Negeri 005 Tanjungpinang Kota adalah menerapkan model pendekatan pembelajaran kontekstual atau Contekstual Teaching Learning (CTL). Pembelajaran kontekstual (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya 1810
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
dengan situasi dunia nyata siswa. Selain itu, mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendini pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar. Pembelajaran berbasis CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran produktif, yakni konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment) (Nurhadi & Senduk.A.G, 2003). Tujuh komponen tersebut dapat membantu gurudalam proses pembelajaran. Tujuh komponen tersebut diterapkan dalam pembelajaran membaca puisi. Penerapan strategi pembelajaran kontekstual (CTL) ini dapat untuk mengetahui kemampuan siswa kelas IV SD Negeri 005 Tanjungpinang Kota dalam membaca puisi dengan pelafalan dan intonasi yang tepat dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Dengan penerapan CTL diharapkan timbul semangat dan kepercayaan diri siswa sehingga dapat menghayati dan membaca puisi dengan lafal dan intonasi yang baik dan benar. Model pembelajaran merupakan tingkatan yang paling luas, dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik mengorganisasikan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu (Kusubakti.A, Yuni.P, 2012: 13). Model pembelajaran yang digunakan tersebut tentunya sebagai strategi untuk mencapai tujuan pembelajaran. METODE PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) Pendekatan pembelajaran kontektual (CTL) merupakan konsep pembelajaran yang menggunakan pengalaman siswa yang pernah dilihat atau yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Sifat bekerjanya alamiah, dalam bentuk siswa bekerja dan mengalami sedangkan guru harus merancang skenarionya. Sehingga siswa benar-benar mengerti dan menyadari manfaat, makna dalam status apa mereka belajar dan bagaimana mencapainya. Dengan demikian guru dalam melaksanakan pembelajaran membaca puisi juga harus sesuai dengan jenjang kelas SD berdasarkan Kurikulum Pendidikan dan Garis-garis Besar Program Pengajaran Bahasa Indonesia.Ruang lingkup mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia meliputi penguasaan kebahasaan, kemampuan memahami, mengapresiasikan sastra, dan kemampuan menggunakan bahasa Indonesia. Perbandingan bobot pembelajaran bahasa dan sastra sebaiknya seimbang dan dapat disajikan secara terpadu. Dalam pembelajaran membaca puisi di SD hal yang perlu diperhatikan adalah siswa, sasaran, metode, dan evaluasi. Setelah persiapan pembelajaran dilakukan, dilaksanakan pembelajaran membaca puisi melalui metode pendekatan pembelajaran kontekstual (CTL). Dengan langkah pramembaca, saat membaca, dan pascamembaca. Pada langkah pramembaca siswa diajak memahami puisi yang akan dibacakan dengan membicarakan kosakata yang dianggap sukar bagi siswa. Pada langkah saat membaca siswa diajak menyimak model yang mendemonstrasikan pembacaan puisi, dengan tidak lupa mendiskusikan apa yang siswa saksikan. Pada pascamembaca siswa dapat menerapkan keterampilannya dengan pembacaan puisi yang lain atau bahkan prosa dengan aspek - aspek yang telah dipelajari dalam membaca puisi. Dalam pembelajaran, adakalanya siswa sulit menangkap hal-hal yang bersifat abstrak untuk itu perlu diberi peragaan supaya pembelajaran itu bersifat konkrit. Untuk menghindari semua itu dalam pengajaran bahasa diperlukan alat peraga seperti yang disarankan pada rambu-rambu pembelajaran bahasa perlu memperhatikan prinsip pengajaran. Prinsip pengajaran tersebut, antara lain dari yang mudah ke yang sukar, dari hal yang dekat ke yang jauh, dari yang sederhana ke yang rumit, dari yang diketahui ke yang belum diketahui, dari yang konkrit ke yang abstrak. Berkaitan dengan pembelajaran puisi, penggunaan metode pendekatan pembelajaran kontektual merupakan pilihan yang tepat dan efektif dalam pembelajaran, adakalanya siswa sulit menangkap hal-hal yang bersifat abstrak untuk itu perlu diberi peragaan supaya pembelajaran itu bersifat konkrit. Berkaitan dengan pembelajaran puisi, penggunaan pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan pilihan yang tepat dan efektif dalam membaca puisi diharapkan akan banyak menguntungkan siswa untuk meningkatkan apresiasinya. Tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Dengan demikian,”guru lebih banyak berurusan dengan strategi bagaimana agar siswa merasa” butuh ilmu atau materi itu” (puisi) daripada memberi informasi”, sehingga pembelajaran puisi lebih produktif dan bermakna 1811
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
bagi kehidupan siswa. Pembelajaran membaca puisi dengan menunjukkan puisi dari koran dan majalah yang dibacakan melalui media pembelajaran dengan infokus. Setelah itu, siswa menyimak pembacaan puisi dari CD yang telah disediakan. Berdasarkan tahapan pembelajaran CTL di atas, sebelum mengajar puisi, guru harus mempersiapkan skenario pembelajaran, media yang diperlukan, serta sistem penilaian yang digunakan sesuai dengan indikatornya. PEMBELAJARAN MEMBACA PUISI Puisi adalah jenis sastra yang bentuknya dipilih dan ditata dengan cermat sehingga mampu meningkatkan kesadaran orang akan suatu pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat bunyi, irama, intonasi,lafal dan makna khusus. Adapula yang mengatakan puisi adalah karangan bahasa yang khas yang memuat pengalaman yang disusun secara khas pula. Pengalaman batin yang terkandung dalam puisi disusun dari peristiwa yang telah diberi makna yang ditafsirkan secara estetik. Puisi juga dapat disebut sebagai karya seni yang puitis karena puisi dapat membangkitkan perasaan, menarik perhatian, menimbulkan tanggapan yang jelas, atau dapat pula menimbulkan keharuan. Dalam pembelajaran membaca puisi di sekolah dasar tentunya perlu memperhatikan kriteria sastra anak. Dalam hal ini perlu dicermati puisi yang akan dibacakan oleh anak. Adapun kriteria pemilihan puisi anak adalah sebagai berkut. a. Kriteria keterbacaan: Kata-kata mudah dikenal anak,dan dapat dibayangkan seperti maknanya dan dipertimbangkan rasa emosi,hindari kata-kata abstrak, pesan yang rumit serta mengupayakan tumbuhnya rasa sosial,moral,estetika dan rasa senang pada anak. b. Kriteria kesesuaian kelompok usia. Isi puisi mengandung suasana gembira, senang pemaduan bunyi, membangkitkan semangat bahasa mengandung kata baru, dan membangkitkan imajinasi. c. Kesesuaian dengan lingkungan. Bahasa puisi harus menyentuh jiwanya apabila materi sesuai dengan lingkungan mereka, seperti lingkungan desa, kota, nelayan, laut dan lainlain. Dalam pembelajaran membaca puisi perlu dilakukan penilaian. Penilaian disesuaikan dengan indikator pembacaan puisi. Hal itu dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1 Kisi-kisi penilai hasil kerja Teknik Bentuk Penilaian Instrument
No
Indikator Pencapaian
1
Membacakan dengan penghayatan menyampaikan isi dari puisi secara ekspresif.
2
Membaca puisi dengan intonasi nada yang tepat dan teratur, sesuai dengan rima dari puisi.
3
Membacas puisi dengan lafal, pembeda antara vocal dan konsonan, mempertegas karakteristik puisi.
4
Membaca puisi gengan vocal tinggi rendah, tepat dan lantang sesuai isi puisi.
5
Membaca puisi dengan mimik atau ekspresi muka yang mendukung sesuai isi puisi.
Tes
Lisan
1812
Contoh Instrument
MATAHARI Cahayamu yang terang, sinarmu yang hangat, seakan-akan selalu membangunkanku disetiap paginya. Matahari…. Tanpamu bumi akan gelap, tanpamu bumi akan beku dan tanpamu juga aku akan kehilangan semangat hidup. Oh… matahariku, cahayamu mengkilat bak berlian serasa menusuk sukma kalbuku yang sedang sedih, Matahari… kau bersinar tanpa lelah, kau bersinar tanpa letih, aku berjanji akan selalu menjagamu agar bersinar menerangi bumi ini. Terima kasih matahari…..
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Tabel 2. Rubrik penilaian hasil kerja membaca puisi
No.
Indikator
Aspek dinilai
yang Deskripsi
Skor
1.
Membacakan dengan 1. Penghayatan penghayatan menyampaikan isi dari puisi secara ekspresif.
Penghayatan dalam 2. B. = 76 – menyampaikan isi dari 95 puisi. 1. C.B = 60– 75
2.
Membaca puisi dengan 2. Intonasi intonasi nada yang tepat dan teratur, sesuai dengan rima dari puisi.
Menggunakan intonasi yang tepat dan teratur sesuai denagan rima dari puisi.
3.
Membacas puisi dengan lafal, pembeda antara vocal dan konsonan, mempertegas karakteristik puisi.
3. Pelafalan
Pelafalan untuk 2. B. = 76 – membedakan antara vocal 95 dan konsonan bertujuan 1. C.B = 60– mempertegas 75 karakteristik puisi.
4.
Membaca puisi dengan vocal tinggi rendah, tepat dan lantang sesuai isi puisi
4. Vokal
Menggunakan vocal 2. B. =76 – tinggi rendah dengan 95 nada yang tepat dan 1. C.B=60– lantang sesuai isi puisi. 75
5.
Membaca puisi dengan 5. Mimik mimik atau ekspresi muka yang mendukung sesuai isi puisi.
Menggunakan mimic atau 2. B. = 76–95 ekpresi muka yang 1. C.B = 60– mendukung sesuai 75 dengan isi puisi.
2. B. = 76 – 95 1. C.B = 60– 75
PENERAPAN MOTODE PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PUISI Dalam pembelajaran, adakalanya siswa sulit menangkap hal-hal yang bersifat abstrak. untuk itu perlu diberi peragaan supaya pembelajaran itu bersifat konkrit. Untuk menghindari semua itu dalam pengajaran bahasa diperlukan alat peraga seperti yang disarankan pada ramburambu pembelajaran bahasa perlu memperhatikan prinsip pengajaran, antara lain dari yang mudah ke yang sukar, dari hal-yang dekat ke yang jauh, dari yang sederhana ke yang rumit, dari yang diketahui ke yang belum diketahui, dari yang konkrit ke yang abstrak. Berkaitan dengan pembelajaran puisi, penggunaan metode pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan pilihan yang tepat dan efektif dalam pembelajaran. Adakalanya siswa sulit menangkap hal-hal yang bersifat abstrak, maka perlu diberi peragaan supaya pembelajaran itu bersifat konkrit. Berkaitan dengan pembelajaran puisi, penggunaan pendekatan pembelajaran kontektual merupakan pilihan yang tepat dan efektif dalam membaca puisi diharapkan akan banyak menguntungkan siswa untuk meningkatkan apresiasinya. Tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuan dalam pembelajaran. Dengan demikian guru perlu menyiapkan strategi yang tepat dalam mengajar membaca puisi. Dalam pembelajaran puisi juga perlu ada media pembelajaran untuk menunjukkan cara membaca puisi yang baik dan benar. Media yang digunakan adalah CD yang berisi rekaman model dalam membaca puisi, sehingga dengan menyimak cara model membaca puisi tersebut siswa menjadi mudah untuk memahami cara membaca puisi. Media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi seperti buku, film, video dan sebagainya ( Siswanto dan Roekan, 2012). Media tersebut mempunyai peran yang sangat penting. Berdasarkan tahapan pembelajaran CTL, sebelum mengajar puisi, guru harus mempersiapkan skenario pembelajaran, media yang diperlukan, serta sistem penilaian yang digunakan sesuai dengan indikatornya. Oleh karena itu, penerapan CTL dalam pembelajaran membaca puisi ini, dapat digunakan pemodelan dalam membaca puisi yang ditayangkan melalui
1813
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
infokus. Penerapan CTL dalam pembelajaran puisi dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. 1. Guru menyiapkan CD berisi model yang sedang membaca puisi dengan baik dan benar. 2. Guru menayangkan melalui infokus yang sudah disiapkan. 3. Siswa menyimak tayangan tersebut untuk memahami cara pembacaan puisi. 4. Siswa membaca puisi yang sudah disiapkan oleh guru 5. Guru memberikan penilaian sesuai indikator yang ada dalam pembacaan puisi. Langkah-langkah penerapan CTL dalam pembelajaran membaca puisi tersebut dilakukan dengan tujuan agar siswa mudah memahami dan mengerti cara membaca puisi. Sehingga siswa dapat menirukan model dalam membaca puisi. PENUTUP Berdasarkan hasil uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran membaca puisi adalah bagian dari pembelajaran apresiasi sastra. Pembelajaran apresiasi sastra merupakan proses antara guru dan siswa, yang menjadikan proses pengenalan, pemahaman dan penghayatan. Kurangnya rasa percaya diri menyebabkan siswa malu untuk maju ke depan kelas dan merasa terpaksa. Minimnya contoh membaca puisi dengan lafal dan intonasi yang tepat membuat siswa tidak memiliki acuan atau gambaran tentang membaca puisi yang tepat. Pembelajaran berbasis CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran produktif, yakni konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment). Dengan penerapan CTL diharapkan timbul semangat dan kepercayaan diri siswa sehingga dapat menghayati dan membaca puisi dengan lafal dan intonasi yang baik dan benar. DAFTAR RUJUKAN Andajani Kusubakti, Pratiwi Yuni. 2012. Model-model Pembelajaran Kreatif dan Inovatif Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar. Malang: Universitas Negeri Malang. Depdiknas. 2006. Kurikulum Bahasa Indonesia Sekolah Dasar: Standar Isi. Jakarta: Depdiknas. Nurhadi dan Senduk, A.G. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapan dalam Kurikulum BerbasiKompetensi, (Online), http://akhmadsudrajat. wordpress. com/media/,2014, diakses tanggal 5 Oktober 2014. Siswanto, W dan Roekan. 2012. Media Pembelajaran. Malang: Kerjasama PT.Pertamina -UM. Utami, Ayu. 2009. Bahasa dan Sasra,(Online), http://soulmate9.wordpress.com/bahasasasra/,2012, diakses tanggal 5 Oktober 2014.
PENGGUNAAN METODE DEMONTRASI BERANTAI DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PUISI KELAS VI SD NEGERI 167 SIBANGGOR JAE KECAMATAN PUNCAK SORIK MARAPI Saifuddin SDN 167 Sibanggor Jae,Kabupaten Mandailing Natal Abstrak: Stategi pembelajaran mempunyai peranan penting dalam proses belajar mengajar. Penggunaan metode demonstrasi berantai dalam membaca puisi merupakan cara yang efektif untuk memotivasi keberanian siswa dalam membaca puisi. Pembacaan puisi tersebut tentunya dengan memperhatikan lafal, jeda, dan ekspresi yang tepat. Tujuan penelitian ini adalah memdiskripsikan penggunaan metode demonstrasi berantai dalam pembelajaran membaca puisi secara berantai, serta media pembelajaran membaca. Adanya penerapan metode tersebut, siswa dapat lebih aktif, antusias dan berani tampil di depan kelas untuk menunjukkan kemampuannya. Kata Kunci: media pembelajaran, demontrasi, metode, pembacaan puisi.
1814
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Dalam membaca sebaiknya pembaca harus memahami kode-kode dalam bentuk tulisan. Hal ini juga perlu diperhatikan ketika membaca puisi. Dalam membaca puisi perlu memperhatikan adanya lafal, jeda, intonasi dalam membaca setiap larik puisi. Banyak persoalan yang sering muncul ketika guru dalam mengajar pembelajaran membaca puisi di depan kelas. Untuk itu guru harus perlu kreatif dan mencari srtategi yang tepat untuk mengajar materi tersebut. Dalam hal ini guru menggunakan metode demontrasi berantai dalam membaca puisi, sehingga siswa dapat mengamati secara langsung cara pembacaan puisi dengan lafal, intonasi,dan ekpresi yang tepat. Guru menampilkan model cara membaca puisi berantai dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat. Ketika model medemontrasikan membaca berantai dalam membaca puisi, semua siswa memperhatikan sehingga siswa mengerti cara membaca puisi dengan berantai. Selain itu, suasana kelas lebih hidup dan menghilangkan kejenuhan bagi siswa. Ketika penulis berada di kelas VI SDN 167 Sibanggor Jae, selama proses pembelajaran menemukan siswa tidak berani untuk tampil membaca puisi di depan kelas. Hal ini disebabkan beberapa faktor, diantaranya takut, malu, dan tidak percaya diri. Untuk mengatasi kesulitan siswa dalam membaca puisi, penulis menerapkan metode demonstrasi dalam membaca puisi secara berantai. Pembelajaran puisi dengan metode demonstrasi ini diharapkan dalam memotivasi siswa untuk belajar membaca puisi dan berani praktek melakukannya dengan teman. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan metode demonstrasi mendapatkan hasil yang cukup baik. Siswa yang selama ini pendiam, pemalu, takut, dan kurang percaya diri, mereka mencoba diskusi dalam kelompoknya dengan mengajak temannya berlatih membaca puisi secara berantai. Penulis amati semua kelompok aktif, antusias, untuk tampil dengan baik. Setelah mereka tampil, masing-masing kelompok berkreasi dengan baik sehingga menimbulkan suasana kelas yang ramai karena suasana siswa aktif. METODE DEMONTRASI BERANTAI Metode demontrasi dalam pembelajaran merupakan metode mengajar yang menunjukkan secara langsung cara melakukan sesuatu. Demonstrasi digunakan untuk mengkonkretkan suatu konsep, mengajar cara menggunakan prosedur secara tepat, dan menunjukkan kegunaan alat atau prosedur penggunaannya. Adapun karakterisik metode demonstrasi adalah untuk menyampaikan pembelajaran pada siswa dalam penguasaan proses objek tertentu. Pelaksanaan metode demonstrasi, selain guru yang menjadi model juga dapat mendatangkan narasumber yang akan mendemontrasikan objek materi pembelajaran. Pada dasarnya semua metode yang digunakan selama proses pembelajaran memiliki keunggulan dan kelemahan. Menurut Heinich ( 1993:2.13), keunggulan dari metode demonstrasi adalah siswa dapat memahami bahan pelajaran yang sesuai dengan objek yang sebenarnya dapat melakukan pekerjaan berdasarkan proses yang sistematik, dan dapat memahami cara penggunaan sesuatu sesuai dengan prosedur. Sedangkan kelemahan dari metode demonstrasi adalah tergantung pada alat bantu yang sebenarnya dan jika jumlah siswa banyak, maka demontrasi tidak efektif. Adapun metode diskusi juga diperlukan dalam pembelajaran. Menurut Santoso (2007:1.16), metode diskusi dalam proses mengajar dan belajar beratri metode menggunakan pendapat dalam musyawarah untuk mupakat. Tujuan dari metode diskusi, yaitu siswa dapat mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi masalah, menyampaikan pendapat dengan bahasa yang baik dan benar, menghargai pendapat orang lain, dan berpikir kreatif dan kritis untuk mempertimbangkan pendapat temanya dan dapat meningkatkan prestasi kepribadian individual dalam berkomunikasi. Sedangkan kelemahan metode diskusi, yaitu siswa yang tidak aktif akan lepas tanggung jawab, membutuhkan waktu yang cukip banyak, dan diskusi biasanya didominasi oleh siswa yang senang bicara. Metode demonstrasi berantai dalam membaca puisi ini, untuk demonstrasi dilakukan oleh guru model sebelum menugaskan siswa membaca puisi. Detelah itu siswa dibentuk kelompok dan diberi teks puisi. Ketika membaca puisi dilakukan siswa dengan berkelompok secara berantai. Setiap anggota kelompok mendapat bagian bait yang akan dibacakan, sehingga puisi tersebut dibacakan secara berantai.
1815
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
LANGKAH – LANGKAH PEMBELAJARAN Langkah–langkah pembelajaran yang dilakukan guru model dalam pembelajaran membaca puisi adalah kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Setiap kegiatan akan dipaparkan sebagai berikut. Kegiatan Awal ( 10 menit ) Dalam kegiatan awal dilakukan membaca do’a, apersepsi, dengan cara bertanya jawab kepada siswa,menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberi motivasi siswa. pada saat apersepsi, siswa dan guru bertanya jawab yang ada hubungannya dengan materi pembelajaran, seperti berikut. Guru : “Apakah siswa pernah membaca puisi ?” Siswa : “ Pernah”. Guru :”Jika Pernah, puisi apa yang pernah dibaca ?” Siswa :” Puisi tentang Ibu,Bu...........! Guru :”Bagaimana ekspresi kalian saat membaca puisi tentang seorang ibu ?” Siswa :”Sedih,Bu..... kami jadi ingat jasa ibu yang telah membesarkan kami,” Kutipan tanya jawab guru dan siswa di atas menunjukkan adanya pengalaman siswa pada saat membaca puisi. Secara garis besar siswa menjadi termotivasi dengan adanya pertanyaan yang diberikan guru model. Selanjutnya guru model memberikan contoh pembacaan puisi secara berantai. Siswa yang awalnya hanya diam, menjadi semangat pada saat guru model membacakan puisi tentang kemerdekaan. Apalagi guru model mengiringinya dengan nyayian dan kuis. Selanjutnya guru model juga menjelaskan bagaimana cara membaca puisi dengan baik dan benar sesuai dengan lafal, intonasi dan ekspresi. Untuk menambah pengetahuan siswa guru model juga menjelaskan pengertian lafal, intonasi dan ekspresi. Pada saat apersepsi siswa sudah mulai berani untuk mengikuti pembelajaran. Selain itu, juga guru memberikan penguatan dengan memberikan pujian kepada siswa yang termotivasi. Kegiatan Inti ( 45 Menit ) Pada kegiatan inti, terdiri dari eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Pada kegiatan ekplorasi siswa membentuk beberapa menjadi empat kelompok, yaitu kelompok Garuda, kelompok Angrek, Kelompok Mawar, Kelompok Mandailing, setelah itu siswa mendengarkan penjelasan guru tentang tujuan yang harus dicapai dalam membaca puisi yang dilakukan oleh guru. Siswa diajak untuk menemukan membaca larik puisi yang menggunakan intonasi yang tepat, lafal dan ekpresi pada kegiatan elaborasi. Siswa diberi kesempatan untuk membaca puisi barantai dengan kelompok masing-masing secara bergiliran. Selanjutnya pada kegiatan konfirmasi, siswa bersama kelompoknya maju ke depan kelas untuk membaca puisi secara berrantai melalui media pembelajaran puisi. Puisi telah disiapkan oleh guru. Sedangkan kelompok lain mengamati penampilan salah satu kelompok yang sedang membaca puisi dan memberikan penilaian. Kegiatan Akhir ( 25 Menit ) Pada Kegiatan akhir siswa dan guru melakukan refleksi kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan, apa yang dirasakan, dan apa yang dipahami. Guru bersama siswa menyimpulkan materi pembelajaran yang telah dipelajari tentang membaca puisi. Selain itu, guru memberi motivasi kepada siswa untuk terus belajar membaca puisi dan lebih giat belajar lagi di rumah. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam pembelajaran membaca puisi tentunya dibutuhkan strategi yang tepat agar siswa dapat lebih berani untuk membaca puisi. Pada pembelajaran membaca puisi digunakan metode demonstrasi berantai. Adapun keberhasilan membaca puisi dapat dilihat dari indikator membaca puisi secara berantai. Setiap kelompok pada proses pembelajaran tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut. Tabel 1. Hasil Membaca Puisi secara Berantai Kelompok I
No.
Indikator
Aspek yang Dinilai
Deskripsi
Skor
Nilai
1.
Lafal
Ketepatan
Tepat Kurang tepat
3 2
4
1816
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Tidak tepat Tepat Kurang tepat Tidak tepat Jelas Kurang jelas Tidak jelas Tepat Kurang tepat Tidak tepat Berpariasi Tidak berpariasi Berpariasi Tidak berpariasi Tepat Kurang tepat Tidak tepat Ada Tidak ada
Pengucapan kata
Kejelasan suara
2.
Intonasi
Nada
Tekanan
Tempo
Jeda 3.
Ekspresi
Mimik
SKOR
1 3 2 1 3 2 1 3 2 1 2 1
3
4
4 3
2 1
2
2 1 3 2 1 21
3
4 27
Berdasarkan data kemampuan membaca puisi dengan lafal dan intonasi yang tepat dengan cara membaca puisi secara berantai, Kriteria Ketuntasan Nilai yang diperoleh kelompok I adalah 89,2. Tabel 2. Hasil Membaca Puisi secara Berantai Kelompok II
No.
Indikator
Aspek yang Dinilai
Deskripsi
Skor
1.
Lafal
Ketepatan
Tepat Kurang tepat Tidak tepat Tepat Kurang tepat Tidak tepat Jelas Kurang jelas Tidak jelas Tepat Kurang tepat Tidak tepat Berpariasi Tidak berpariasi Berpariasi Tidak berpariasi Tepat Kurang tepat Tidak tepat Ada Tidak ada
4 3 2 4 3 2 3 2 1 3 2 1 2 1 2 1 3 2 3 2 1 25
Pengucapan kata
Kejelasan suara
2.
Intonasi
Nada
Tekanan Tempo Jeda 3.
Ekspresi
Mimik
SKOR
1817
Nilai
4
3
3
4 4 2 3
4 27
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Berdasarkan data hasil pengamatan terhadap kemampuan membaca puisi dengan lafal dan intonasi yang tepat dengan cara membaca puisi secara berantai, Kriteria Ketuntasan Nilai yang diperoleh kelompok II adalah 92,5. Tabel 3. Hasil Membaca Puisi secara Berantai Kelompok III
No.
Indikator
Aspek yang Dinilai
Deskripsi
Skor
1.
Lafal
Ketepatan
Tepat Kurang tepat Tidak tepat Tepat Kurang tepat Tidak tepat Jelas Kurang jelas Tidak jelas Tepat Kurang tepat Tidak tepat Berpariasi Tidak berpariasi Berpariasi Tidak berpariasi
3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2 1 2 1 2 1
3
Jeda
Tepat Kurang tepat
3 2
3
Mimik
Tidak tepat Ada Tidak ada
3 2 1 22
Pengucapan kata
Kejelasan suara
2.
Intonasi
Nada
Tekanan
Tempo
3.
Ekspresi
SKOR
Nilai
3
4
4
3 3
4 27
Berdasarkan data hasil pengamatan terhadap kemampuan membaca puisi dengan lafal dan intonasi yang tepat dengan cara membaca puisi secara berantai, Kriteria Ketuntasan Nilai yang diperoleh kelompok III adalah 81,4. Tabel 4. Hasil Membaca Puisi secara Berantai Kelompok IV
No.
Indikator
Aspek yang Dinilai
Deskripsi
Skor
1.
Lafal
Ketepatan
Tepat Kurang tepat Tidak tepat Tepat Kurang tepat Tidak tepat Jelas Kurang jelas Tidak jelas Tepat Kurang tepat Tidak tepat Berpariasi
3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2 1 2
Pengucapan kata
Kejelasan suara
2.
Intonasi
Nada
Tekanan 1818
Nilai
4
4
3
3 4
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Tidak berpariasi Berpariasi Tidak berpariasi Tepat Kurang tepat Tidak tepat Ada Tidak ada
Tempo
Jeda 3.
Ekspresi
Mimik
SKOR
1 2 1
3
1 2 3 2 1 20
3
3 27
Berdasarkan data hasil pengamatan terhadap kemampuan membaca puisi dengan lafal dan intonasi yang tepat dengan membaca puisi secara berrantai dapat diperoleh kriteria ketuntasan. Nilai yang diperoleh oleh kelompok IV adalah 7,4. Perolehan nilai kelompok IV tersebut dapat di katakan belum tuntas, karena nilai KKM 75. Berdasarkan hasil keseluruhan dapat disimpulkan bahwa hampir semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan baik dan dapat mencapai indikator yang ditemukan. Indikator pada kompetensi tersebut adalah mampu membaca puisi dengan lapal dan intonasi yang tepat. Kegiatan membaca puisi tersebut dilakukan dengan membaca puisi secara berantai. Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari peran guru model dalam memilih strategi dalam pembelajaran yang tepat, sehingga siswa dapat memahami materi tersebut dengan baik dan mengikuti pembelajaran semangat. Keberhasilan pembelajaran tentunya diawali dari perencanaan pembelajaran yang baik, mulai dari kegiatan awal sampai dengan kegiatan akhir. Pada kegiatan awal pembelajaran, guru perlu memberikan apersepsi agar ada interaksi antara siswa dengan guru. selain itu, guru juga dapat memberikan nyanyian yang terkait dengan materi yang akan diajarkan pada kegiatan apersepsi agar suasana kelas menjadi semarak dan siswa termotivasi mengikuti pembelajaran. Setelah siswa termotivasi, guru model langsung menjelaskan materi pembelajaran yang akan dipelajari. Pada saat menjelaskan materi ini, guru model sebaiknya dapat mengamati siswa yang aktif dan tidak aktif. Hal itu dilakukan untuk memberikan perhatian khusus terhadap siswa yang kurang aktif, agar dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Ketika sebagai guru model mengetahui ada siswa yang tidak aktif, maka pada saat itu penulis berusaha mencari tahu dan mencari solusi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh siswa. Langkah yang dilakukan guru model melakukan pendekatan dengan cara mengajak berbicara siswa tersebut. Setelah mengetahui permasalahannya guru model memberikan saran masukan dan arahan. Cara guru model memberikan saran, masukan dan arahan. Cara guru model ini dapat membantu siswa semangat mengikuti pelajaran, karena ia merasa diperhatikan guru. Selanjutnya guru model memberikan tugas kepada siswa tersebut dengan penuh perhatian dan kesabaran. Saat siswa mendapat tugas dari guru model, siswa tersebut langsung menyambutnya dengan senang dan semangat. Siswa tersebut antusias mengikuti pembelajaran, siswa merasa nyaman dan dan tidak malu lagi ketika membaca puisi. Selain itu, untuk memberi motivasi kepada siswa, guru model mengisi dengan nyayian dan kuis. Strategi tertentu memang perlu dilakukan untuk mengubah suasana yang pasif menjadi aktif, termasuk penangganan terhadap siswa yang kurang aktif. Adanya perhatian guru model terhadap siswa yang kurang aktif tersebut sangat penting peranannya. Hal itu dilakukan untuk membangkitkan semangat belajarnya dan memotivasi mengikuti pembelajaran. Adanya motivasi tersebut membuat siswa merasa nyaman, sehingga mudah untuk memahami materi pelajaran yang diberikan. Pemahaman terhadap materi tersebut tentunya mendukung kemampuan siswa dalam belajar membaca puisi. PENUTUP Pelaksanaan pembelajaran membaca puisi dengan lafal dan intonasi yang tepat dapat dilakukan dengan menggunakan metode demonstrasi berantai. Penggunaan metode demonstrasi berantai berpengaruh pada siswa. Siswa dapat dapat menunjukkan kemampuannya dan mengikuti pembelajaran dengan senang dan penuh percaya diri. Dengan membaca puisi secara berantai siswa mendapat kesempatan atau menunjukkan keberanianya untuk tampil di hadapan 1819
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
teman–temanya. Dengan demikian dapat dikatakan membaca puisi secara berantai dapat digunakan dalam pembelajaran membaca puisi dengan lafal dan intonasi yang tepat. Hal ini terbukti nilai hasil pelajaran membaca puisi Kelas VI SDN 167 Sibanggor Jae Kecamatan Puncak Sorik Marapi Kabupaten Mandailing Natal di atas rata-rata. Perolehan nilai di atas rata-rata menunjukkan ketuntasan belajar siswa. DAFTAR PUSTAKA Heinich,dkk. 1993. Hubungan Antata Media Dengan Pesan dan metode Dalam Proses Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Santoso, Puji, dkk. 2007. Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia SD, Cetakan Ke-8. Jakarta: Universitas Terbuka. Suwignyo, Heri, & Santoso, Anang 2012. Pendalaman Materi Bahasa Indonesia. Malang: Kerjasama PT. Pertamina (Persero)-UM
PENGGUNAAN METODE SUGESTOPEDIA DALAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI BEBAS PADA SISWA KELAS VIII B SMP NEGERI I MELIAU Sri Darmini SMPN 1 Meliau Abstrak: Strategi pembelajaran mempunyai peranan penting dalam proses mengajar. Penggunaan metode Sugestopedia dalam menulis puisi merupakan cara yang efektif untuk merangsang imajinasi siswa dalam menulis puisi. Penulisan puisi tersebut tentunya dengan memperhatikan bahasa kiasan, bunyi puitik, diksi, citraan, dan retorik. Adapun penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan metode sugestopedia dalam pembelajaran menulis puisi. Adanya penerapan metode tersebut, siswa dapat lebih aktif, antusias, menimbulkan efek dalam berimajinasi ketika menulis puisi. Penerapan metode Sugestopedia tersebut berpengaruh pada nilai hasil belajar menulis puisi kelas VIII B SMPN 1 Meliau, Kecamatan Meliau memperoleh nilai di atas rata-rata. Hal itu menunjukkan ketuntasan belajar siswa. Kata Kunci: metode Sugestopedia, imajinasi, menulis puisi
Menulis puisi merupakan salah satu keterampilan berbahasa. Beberapa ahli modern memiliki pendekatan dengan mendifinisikan puisi tidak sebagai jenis literatur, tetapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas. Selain itu, puisi juga merupakan curahan isi hati seseorang yang membawa orang lain ke dalam keadaan hatinya. Hal ini sejalan dengan pendapat Dresden (dalam Mustofa dalam Nurgiyantoro,2010) menjelaskan bahwa puisi merupakan cerminan pengalaman, pengetahuan, dan perasaan penyair. Baris-baris pada puisi dapat berbentuk apasaja seperti melingkar, zigzag, dan lain-lain. Hal tersebut merupakan cara penulis untuk menunjukkan pemikirannya. Suyuti (dalam Nurgiyantoro 2010:5) mengatakan “ Itulah sebabnya, sebagai genre sastra,tidaklah mengherankan jika terdapat pandangan yang menyatakan bahwa puisi terdiri atas empat lapisan yang masing-masing saling mempengaruhi yang lainnya. Lapisan tersebut adalah bunyi dan aspek puitiknya, diksi, citraan, bahasa kiasan dan retorik”. Menurut Rosyid (dalam Darmadi, 2011) bahwa secara sederhana, batang tubuh puisi berbentuk dari beberapa unsur, yaitu kata, larik, bait, bunyi, dan makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi keutuhan sebuah puisi. Banyak persoalan yang sering muncul ketika guru dalam mengajarkan pembelajaran menulis puisi. Untuk itu, guru harus perlu kreatif dalam mencari strategi yang tepat untuk mengajarkan materi tersebut. Dalam pembelajaran ini, guru menggunakan metode Sugestopedia, sehingga siswa dapat mengamati objek dengan sentralitas atau pemusatan musik dan ritme. Musik yang digunakan dalam pembelajaran yaitu, musik terapi beserta gambar, siswa memperhatikan dengan seksama.
1820
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Ketika penulis berada di kelas VIII B selama proses pembelajaran menemukan siswa yang masih mengalami kesulitan dalam menulis puisi. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman penulisan puisi yang baik, minimnya kosa kata siswa. Untuk mengatasi kesulitan siswa dalam menulis puisi, penulis menerapkan metode Sugestopedia. Dengan menerapkan metode ini diharapkan dapat memudahkan siswa untuk menulis puisi, sehingga siswa sangat terbantu dengan menulis puisi bebas. METODE SUGESTOPEDIA Metode Sugestopedia ini berasal dari Bulgaria. Metode ini pertama kali dikembangkan oleh serang pendidik, psikoterapi, dan ahli fisika bernama George Loanov sekitar tahun 1978. Lozanov percaya bahwa teknik relaksasi dan konsentrasi akan menolong pelajar membuka sumber bawah sadar mereka danmemperoleh serta menguasai kuantitas kosakata yang lebih banyak dan juga struktur-struktur yang lebih mantap daripada yang mereka pikirkan (Tarigan, 2009:88). Metode Sugestopedia merupakan metode yang berupaya memberikan bagaimana caranya perhatian dimanipulasikan untuk mengoptimalkan pembelajaran dan ingatan.Adapun karakteristik metode Sugestopedia adalah teknik relaksasi (persantaian) dan kosentrasi akan membuka dan menguasai kualitas kosa kata yang lebih mantap dari yang mereka pikirkan. Pelaksanaan metode Sugestopedia yaitu pemusatan musik dan ritme musik bagi pembelajaran serta objek-objek alam. Sugestopedia ini dikembangkan untuk menolong para siswa menghilangkan perasaan bahwa mereka akan gagal. Dengan demikian membantu mereka mengurangi rintangan dan berbagai hambatan dalam pembelajaran. Pada dasarnya semua metode yang digunakan selama proses pembelajaran memiliki keunggulan dan kelemahan. Menurut Tarigan (2008:161), “Keunggulan dari metode Sugestopedia adalah memberi ketenangan dan kesantaian, mempercepat waktu pembelajaran bahasa, dan perkembangan keterampilan berbahasa”. Sedangkan kelemahan dari metode Sugestopedia adalah hanya digunakan bagi kelompok kecil, menggelisahkan dan menjengkelkan bagi orang-orang yang tidak menyukai musik klasik. Pada dasarnya semua metode itu mempunyai keunggulan dan kelemahan, termasuk metode Sugestopedia. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan penulis dalam pembelajaran menulis puisia dalah kegiatan awal,kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Setiap kegiatan akan dipaparkan sebagai berikut. Kegiatan awal (10 menit) Dalam kegiatan awal dilakukan membaca doa, apersepsi dengan cara bertanya jawab kepada siswa, penyampaian tujuan pembelajaran dan memberikan motivasi siswa. Pada saat apersepsi, siswa dan guru bertanya jawab yang ada hubungannya materi pembelajaran. Tanya jawab guru dengan siswa menunjukkan adanya pengalaman siswa dalam menulis puisi. Dengan adanya tanya jawab tersebut secara garis besar siswa menjadi termotivasi. Selanjutnya guru mengarahkan siswa duduk di kursi berbusa bersandar santai, yang diatur setengah lingkaran menghadap ke depan, musik lembut ditayangkan, disertai dengan gambar-gambar alam. Setelah itu, guru mengatakan bahwa mereka akan mulai mengadakan pengalaman baru dan yang menggairahkan dalam pembelajaran berpuisi. Guru memberi motivasi kepada siswa “kalian tidak perlu mencoba belajar, hal itu akan datang sendiri secara alamiah, duduklah bersandar dan nikmatilah dirimu, bergembiralah. Agar lebih semangat guru mengelilingi siswa, guru mendeskripsikan objek alam yang siswa lihat. Selanjutnya guru menjelaskan bagaimana cara menulis puisi dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah penulisan puisi. Untuk menambah pengetahuan siswa, guru juga menjelaskan pengertian bunyi puitik, citraan, bahasa kiasan dalam puisi. Selain itu, guru juga memberikan penguatan dengan memberikan pujian kepada siswa agar termotivasi. Kegiatan Inti (45 menit) Pada kegiatan inti, terdiri eksplorasi,elaborasi, dan konfirmasi. Pada kegiatan eksplorasi siswa duduk dengan setengah lingkaran. Setelah itu siswa mendengarkan penjelasan guru tentang tujuan yang harus dicapai dalam menulis puisi.Siswa diajak untuk menikmati gambar alam disertai dengan iringan musik rileksasi. Pada kegiatan elaborasi, siswa diberi kesempatan
1821
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
untuk menulis puisi. Selanjutnya pada kegiatan konfirmasi, siswa menyerahkan hasil menulis puisinya. Perwakilan siswa membacakan hasil karyanya dan diberi penguatan oleh guru. Kegiatan Akhir (25 menit) Pada kegiatan akhir siswa dan guru melakukan refleksi kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan, apakah siswa merasa terbantu dengan metode yang telah dilaksanakan. Guru memotivasi siswa agar rajin berlatih untuk menulis puisi. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam pembelajaran menulis puisi tentunya menggunakan metode yang tepat, sehingga siswa dapat menulis puisi dengan optimal. Pada pembelajaran menulis puisi ini dilaksankan oleh guru model beberapa kali pertemuan. Pertemuan pertama pada tanggal 20 Maret 2014, guru model menyampaikan materi menulis puisi. Pertemuan kedua pada tanggal 22 Maret 2014, guru model masih membahas cara menulis puisi dan mencontohkan menulis puisi. Pertemuan ketiga, pada tanggal 27 Maret 2014, siswa menulis puisi tanpa diterapkan metode yang peneliti gunakan. Setelah itu, puisi diserahkan kepada guru. Hasil penulisan puisi masih di bawah KKM. Hal ini dapat kita lihat tabel berikut. Tabel Nilai Siswa Sebelum Menggunakan Metode Sugestopedia
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Nama Adrianus Tanter Anyun Fiska Ayu Lestari Dea Amanda Suhanda Dewi Wulan Sari Esterlina R.S Gilang Permana James Ricson Chin Linda Linawati Maria Enjelika Martin Wily Meliyanti Nadia simorangkir Nando Fatra Niwang Jati Paula Marina Renaldi Ajie Pangestu Roynold Fernanda Rianda Nur Cahyo Rizma Muhardini Setyo Pambudi Steven Yoranda Suci Nurmantiyas Trimo Nugraha Umi Nurtapiah Voni Welly Yanti Yeti Trisna Yulius Ferdinanto Jumlah Rata-rata
Kategori Nilai Rentang Skor 86-100
Nilai A
Nilai 63 58 65 69 65 60 56 65 60 68 69 68 60 70 65 63 68 67 72 60 65 64 65 67 65 66 67 50 65 64 63 1992 64.25
Kategori Sangat baik 1822
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
76-86 66-75 65-56
B C D
Baik Cukup Kurang
Berdasarkan data tersebut terbukti bahwa nilai rata-rata keterampilan menulis puisi sebelum menggunakan metode Sugestopedia masih di bawah KKM yaitu 64,25, sedangkan KKM 70. Dari data tersebut , maka guru model berpikir perlu ada metode yang tepat dalam mengajar menulis puisi. Guru model memilih metode Sugestopedia dalam meulis puisi, karena metode tersebut dianggap tepat untuk merangsang imajinasi siswa ketioka menulis puisi. Adapun langkah-langkah penerapan metode Sugestopedia, yaitu (1) semua siswa duduk pada kursi mereka, (2) latihan persantaian fisik sekitar 3 sampai 5 menit sambil berdiri mengangkat dan merentangkan tangan sebelah lengan sejauh mungkin, mengosongkan paru-paru dengan bernafas melalui hidung, latihan penenangan pikiran, (3) Guru menyajikan gambar-gambar, (4) Guru menayangkan musik rileksasi, siswa menyimak musik yang ditayangkan, disini peran guru sangat penting, karena pada saat musik ditayangkan guru harus memberikan kata-kata stimulus yang dapat membangkitkan imajinasi peserta didik, dan (4) siswa memulai menulis puisi sesuai dengan ilustrasi, gambar-gambar yang disajikan. Hasil siswa dalam menulis puisi setelah menggunakan metode Sugestopedia dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel Nilai Siswa Sesudah Menggunakan Metode Sugestopedia
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Nama Adrianus Tanter Anyun Fiska Ayu Lestari Dea Amanda Suhanda Dewi Wulan Sari Esterlina R.S Gilang Permana James Ricson Chin Linda Linawati Maria Enjelika Martin Wily Meliyanti Nadia simorangkir Nando Fatra Niwang Jati Paula Marina Renaldi Ajie Pangestu Roynold Fernanda Rianda Nur Cahyo Rizma Muhardini Setyo Pambudi Steven Yoranda Suci Nurmantiyas Trimo Nugraha Umi Nurtapiah Voni Welly Yanti Yeti Trisna Yulius Ferdinanto Jumlah Rata-rata
Nilai 75 80 73 75 72 80 75 73 75 75 80 75 72 85 75 75 77 75 80 75 75 72 75 71 75 73 82 76 75 72 78 2346 75,68
1823
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Berdasarkan data di atas terbukti bahwa nilai rata-rata keterampilan menulis puisi menulis puisi setelah menggunakan metode Sugestopedia adalah 75,68. Hal itu dapat dilihat adanya peningkatan hasil belajar siswa sebelum menggunakan metode Sugestopedia dengan setelah menggunakan metode Sugestopedia. Hasil tersebut ditunjukkan dengan nilai rata-rata siswa sebelum menggunakan metode Sugestopedia 64,25, sedangkan setelah menggunakan metode Sugestopedia rata-rata 75,68. Keterampilan menulis puisi sebelum menggunakan metode Sugestopedia pada kategori kurang, setelah menggunakan metode Sugestopedia dikategorikan cukup. Berdasarkan data di atas, maka dapat dikatakan kemampuan menulis puisi dengan menggunakan metode Sugestopedia dapat diperoleh kriteria ketuntasan, karena nilai KKM yang ditentukan 70. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa hampir semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan baik dan dapat mencapai indikator yang ditentukan. Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari strategi dalam pembelajaran. Guru juga berperan aktif dalam membantu siswa selama proses penciptaan puisi sehingga siswa merasa diperhatikan. PENUTUP Pelaksanaan pembelajaran menulis puisi dapat dilakukan dengan metode Sugestopedia. Penggunaan metode Sugestopedia dapat menunjang proses pembelajaran dan memberikan motivasi agar siswa semangat dalam pembelajaran. Hal itu terbukti nilai hasil belajar menulis puisi kelas VIII B SMP N 1 Meliau, Kecamatan Meliau memperoleh nilai di atas rata-rata. Nilai rata-rata yang diperoleh rata-rata 75,68. Hal itu menunjukkan ketuntasan belajar siswa, karena nilai KKM matapelajaran Bahasa Indonesia 70. Selain itu, pada proses belajar mengajar sebaiknya tidak terpaku dengan menggunakan satu metode. Guru dapat menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi agar proses pembelajaran tidak membosankan dan menarik bagi siswa. Sebagai guru sebaiknya memilih metode yang baik, yaitu metode yang bisa dikuasai oleh guru dan bisa dilaksanakan oleh siswa. DAFTAR RUJUKAN Darmadi, H. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Nurgiyantoro, Burhan. (2010). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Tarigan, Henry Guntur. (2009). Metodologi Pengajaran Bahasa 2. Bandung: Angkasa Bandung. Tim Penyusun, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2010. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Bandung: Yrama Widya.
1824