JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH TANPA AKTA PPAT Oleh: I Wayan Putra Nugraha I Gusti Ayu Putri Kartika I Nyoman Bagiastra Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRACT Writing is entitled "Sale and Purchase of Property Rights to Land Without Deed PPAT" and aims to review to review the validity of a sale and purchase transaction rights differences of land without PPAT. Singer used in writing, writed Methods normative. Sale and purchase of land property rights Without differences PPAT deed can be done hearts Certain circumstances, revoked Certain circumstances hal hearts Singer Is Where The transaction was conducted on the singer PPAT. And as Officials Who will be appointed as Substitute PPAT or Being PPAT temporarry the district head with basis of the legal basis of Article 37 verse (2) of Government Regulation Number 24 of 1997 about land registration and supported Also by Article 5 letter a Government Regulation Number 37 of 1998 about Regulation Position Land Deed Officer. This can be ensured by the legitimacy of the sale and purchase of land rights without PPAT. Keywords : Land, Right of ownership, Deed ABSTRAK Penulisan ini berjudul “Jual Beli Hak Milik Atas Tanah Tanpa Akta PPAT” dan bertujuan untuk untuk mengetahui keabsahan transaksi jual beli hak atas tanah tanpa PPAT. Dalam penulisan ini digunakan metode penulisan yuridis normatif. Jual beli hak milik atas tanah tanpa akta PPAT dapat dilakukan dalam keadaan tertentu, yang dimaksud keadaan tertentu dalam hal ini adalah dimana transaksi jual beli tanah ini dilakukan di wilayah yang belum ada PPAT. Dan adapun pejabat yang akan ditunjuk sebagai pengganti PPAT atau menjadi PPAT sementara yakni Camat dengan dasar hukum pasal 37 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah dan didukung juga oleh pasal 5 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dengan ini dapat dipastikan keabsahan jual beli hak atas tanah tanpa PPAT. Kata Kunci : Tanah, Hak Milik, Akta
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan perkembangan zaman saat ini, perkembangan hidup manusia tidak dapat di pisahkan oleh tanah, tanah merupakan bagian penting dalam kelangsungan hidup manusia. Selain tanah juga sebagai tempat tinggal, tanah juga sebagai tempat untuk mencari rejeki, dalam kamus besar bahasa Indonesia tanah merupakan lapisan bumi yan teratas, keadaan bumi di suatu tempat, permukaan bumi yang di beri batas, dan bahan bahan-bahan dari bumi seperti pasir, cadas, napal dan sebagainya.1 Adanya hukum adat yang masih berlaku mengakibatkan hubungan antara masyarakat setempat dengan tanah masih ada, dan tidak hanya hubungan imdividu antara yang bersangkutan saja, tapi menjelma juga sebagai peraturan-peraturan dalam hukum adat.2 Saat ini dalam rangka pembangunan nasional, peran tanah akan menjadi bertambah penting sehubungan dengan terus bertambahnya jumlah penduduk yang semuanya memerlukan tanah untuk pemukiman. Semakin kompleksnya persoalan hukum pertanahan di Indonesia, menyebabkan di buatnya peraturan Undang-Undang tentang pertanahan yaitu Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria(selanjutnya disebut UUPA) khususnya pada pasal 23 UUPA, dan mengingat Pentingnya pendaftaran tanah untuk memperoleh alat bukti hak atas tanah, maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah pada tanggal 8 Juli 1997 untuk memperjelas UUPA.
1.2 Tujuan Penelitian Tujuan Penulisan ini untuk mengetahui keabsahan transaksi jual beli hak atas tanah tanpa PPAT. 1
Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Penerbit djembatan, Jakarta, hal.18 2 Imam Soetikyo. 1987. Proses Terjadinya UUPA, Gajah Mada Universitas Press, Yogyakarta, hal.59
II. ISI MAKLAH 2.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode penelitian yuridis normatif di mana di dalam penelitian selalu diawali dengan premis normatif yang memberikan penjelasan normatif, hasil-hasil penelitian, dan pendapat para pakar hukum mengenai permasalahan yang diangkat di dalam penelitian dan mengkaji norma-norma hukum yang terdapat di dalam pasal 37 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. 2.2 Hasil dan Pembahasan 2.2.1 Keabsahan Jual Beli Hak Atas Tanah tanpa PPAT Secara Umum praktek jual beli hak milik atas tanah seperti yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang peraturan jabatan pembuat akta tanah (PPAT), jual beli hak milik atas tanah dilaksanakan dihadapan pejabat yang berwenang, dalam hal ini yang berwenang adalah PPAT, yang daerah kerjanya meliputi daerah tempat tanah yang diperjual belikan itu berada. Tetapi dalam prakteknya terdapat beberapa daerah yang disana tidak terdapat PPAT, dengan adanya seperti ini sudah cukup jelas tidak boleh juga adanya proses jual beli secara dibawah tangan. Maksud dari dibawah tangan adalah suatu perjanjian jual beli hak milik atas tanah dalam hukum adat, dimana perbuatan hukum yang dilakukan berupa pemindahan hak dengan pembayaran tunai maupun sebagian yang dilakukan atas kesepakatan pihak masing-masing(Penjual dan Pembeli)3. Dalam hal ini terdapat solusi yang bisa digunakan yakni mengacu pada pasal 37 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah yang berbunyi.
3
Ketut Artadi dan Dewa Nyoman Rai Asmara, 2010, Hukum Perjanjian Kedalam Perancangan Kontrak, Udayana Pers,Denpasar. hal.81
Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah hak milik, yang dilakukan di antara perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan. pada penjelasan pasal 37 ayat (2) bahwa yang dimaksud dalam keadaan tertentu disini yakni wilayah-wilayah terpencil yang belum ada PPAT, jadi untuk memudahkan masyarakat untuk melakukan perbuatan hukum mengenai tanah ditunjuklah camat sebagai PPAT sementara atau ini bisa disebut juga pengganti PPAT. Pada dasarnya Camat dimungkinkan untuk menjadi PPAT sementara, adapun yang dimaksud dengan PPAT sementara adalah pejabat pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT. (pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah ). Selanjutnya memperkuat dasar hukum camat sebagai PPAT sementara dapat dilihat dalam Pasal 5 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah menyebutkan bahwa: Untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan akta PPAT tertentu, Menteri dapat menunjuk pejabat-pejabat di bawah ini sebagai PPAT Sementara atau PPAT Khusus : 1. Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, sebagai PPAT Sementara; 2. Kepala Kantor Pertanahan untuk melayani pembuatan akta PPAT yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan program-program pelayanan masyarakat atau untuk melayani pembuatan akta PPAT tertentu bagi negara sahabat berdasarkan asas resiprositas sesuai pertimbangan dari Departemen Luar Negeri, sebagai PPAT Khusus. Sehingga dengan demikian Camat (Pejabat Pemerintah) dapat juga berkedudukan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah sepanjang belum cukup terdapat PPAT atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan akta PPAT
tertentu. Biasanya Akta-Akta tanah yang dibuat oleh Camat tersebut berada di kawasan Pedesaan dimana memang belum ada Notaris atau PPAT di sana. Jadi dapat disimpulkan keabsahan Jual Beli Hak Atas Tanah tanpa PPAT dapat dilakukan dalam keadaan tertentu dan sesuai Perundang-Undangan yang berlaku yang sudah dijelaskan diatas. III.KESIMPULAN Jual beli hak milik atas tanah tanpa akta PPAT dapat dilakukan dalam keadaan tertentu, yang dimaksud keadaan tertentu dalam hal ini adalah dimana transaksi jual beli tanah ini dilakukan di wilayah yang belum ada PPAT. Dan adapun pejabat yang akan ditunjuk sebagai pengganti PPAT atau menjadi PPAT sementara yakni Camat dengan dasar hukum pasal 37 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah dan didukung juga oleh pasal 5 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dengan ini dapat dipastikan keabsahan jual beli hak atas tanah tanpa PPAT.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku : Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Penerbit djembatan, Jakarta. Imam Soetikyo, 1987, Proses Terjadinya UUPA, Gajah Mada Universitas Press, Yogyakarta. Ketut Artadi dan Dewa Nyoman Rai Asmara, 2010, Hukum Perjanjian Kedalam Perancangan Kontrak, Udayana Pers.
Perundang-Undangan : Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Peratutan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah .