PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DIHADAPAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) (StudiKasus di Kantor PPAT Farida Ariyanti, SH) Oleh : DAYA AGENG PURBAYA ABSTRAKSI
Masyarakat awam kurang mengetahui tentang peraturan hukum mengenai jual beli tanah, hal tersebut dapat menimbulkan terjadinya kesulitan bagi pihak pembeli pada saat pembeli mendaftarkan hak atau tanahnya, maka ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan perjanjian jual beli tanah agar tidak saling merugikan baik dari pihak penjual tanah maupun pihak pembeli. Tujuan dari penelitian hukum ini mengetahui pelaksanaan perjanjian jual beli tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan mengetahui hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian jual beli tanah di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis sosiologis.Sifat penelitian menggunakan deskriptif.Sumber data penelitian menggunakan data primer dan sekunder.Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan studi pustaka.Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan proses pelaksanaan perjanjian jual beli tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah mereka para pihak yang bersangkutan melakukan kesepakatan perjanjian, dimana telah dibuatkan suatu perikatan jual beli tanah yang terkandung di dalamnya antara pihak penjual dan pembeli menyepakati isi dalam perjanjian perikatan jual beli tanah dan disaksikan serta ditanda tangani oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), yang selanjutnya diproses sesuai dengan peraturan perundang-undang yang berlaku. Hambatan yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian jual beli tanah dihadapan Penjual Pembuat Akta Tanah (PPAT) pada umumnya sengketa tanah, pembayaran tidak kontan.Cara penyelesaiannya untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut adalah dalam menghadapi masalah sengketa maka perlu diadakannya musyawarah anatara pihak pembeli dengan pihak penjual agar menemui kesepakatan. Dalam menghadapi kurang lengkapnya berkas yang harus dilakukan yaitu pemohon mempersiapkan syarat-syarat yang telah ditetapkan dan penjual meminta surat keterangan bahwa itu adalah orang yang sama, dan untuk masalah pembayaran yang dilaksanakan secara tidak kontan, maka kesanggupan pihak pembeli dicantumkan dalam surat perikatan perjanjian yang memiliki kekuatan hukum, dengan sanksi-sanksi yang jelas, apabila pihak pembeli melakukan wanprestasi dan sebelum pembayaran selesai, pihak penjual tidak melepaskan hak atas tanah yang dijual itu, sesuai dengan isi perjanjian perikatan yang telah dibuat dan disepakati bersama.
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam praktek kegiatan perjanjian jual beli tanah, masyarakat awam kurang mengetahui tentang peraturan hukum yang berkaitan dengan tanah, misalnya dalam praktek kegiatan jual beli tanah yang merupakan salah satu perbuatan hukum yang berkaitan dengan hak atas tanah hanya dilakukan dengan bukti selembar kwitansi saja, hal ini akan menimbulkan kesulitan-kesulitan bagi pihak pembeli, ketika sipembeli akan mendaftarkan hak atau tanahnya, maka ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan perjanjian jual beli tanah, agar tidak saling merugikan baik dari pihak penjual tanah maupun pihak pembeli. Dengan keadaan diatas tentunya sangat tidak menguntungkan atau bisa merugikan para pihak yang melakukan kegiatan jual beli tanah, karena dengan keadaan tersebut pihak penjual harus menunda penjualan tanahnya dan pihak pembeli menjadi tertunda keinginannya untuk mendapatkan hak atas tanah yang dibelinya. Pembatasan Masalah Supaya dalam pembahasan tidak terlalu luas dan tidak terjadi penyimpangan dalam pokok pembahasan, maka penulis hanya akan membahas tentang Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Tanah Dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan tentang perjanjian perikatan jual beli tanah. Perumusan Masalah 1.
Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian jual beli tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)?
2.
Apa hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian jual beli tanah di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)?
Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Obyektif : a.
Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perjanjian jual beli tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
b.
Untuk mengetahui hambatan apa saja yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian jual beli tanah di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
2
2.
Tujuan Subyektif : a.
Untuk memenuhi persyaratan mahasiswa dalam mencapai gelar Sarjana Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.
b.
Untuk menambah pengetahuan bagi penulis dalam penelitian hokum tentang pelaksanaan perjanjian jual beli tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
c.
Untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai pelaksanaan perjanjian jual beli tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
LANDASAN TEORI Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Perjanjian menurut pasal 1313 KUHPerdata yang disebutkan “Perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya dengan satu orang atau lebih lainnya”. Syarat sahnya suatu atau sebuah perjanjian terdapat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), yang berbunyi : untuk sahnya sebuah perjanjian diperlukan empat syarat : Sepakat mereka yang mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, suatu sebab yang halal. Keempat syarat tersebut merupakan syarat yang mutlak yang harus ada atau dipenuhi dari suatu perjanjian, tanpa syarat-syarat tersebut maka perjanjian dianggap tidak pernah ada.Kedua syarat yang pertama yaitu kesepakatan para pihak dan kecakapan untuk membuat suatu perikatan dinamakan syarat subyektif karena mengenai orang-orang atau subyek yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir yaitu suatu hal tertentu dan sebab yang halal, dinamakan syarat obyektif dari perbuatan hukum yang dilakukan itu. Subyek dan Obyek Dalam Perjanjian Jual Beli Yang dimaksud dalam subyek perjanjian jual beli adalah pihak-pihak yang mengadakan perjanjian jual-beli itu, yaitu pihak penjual dan pihak pembeli. Adapun pihak penjual dan pembeli dalam perjanjian jual-beli tersebut dapat terdiri dari :
3
a)
Orang yang secara pribadi melakukan perjanjian tersebut.
b) Badan hukum yaitu sekelompok yang terdiri dari beberapa orang yang secara bersama-sama melakukan perjanjian jual beli. Misal : Yayasan, Perseroan Terbatas. Obyek dari jual beli adalah barang atau benda yang dapat diperjualbelikan dapat dibagi menjadi barang bergerak dan tidak bergerak (tetap), barang yang diperjualbelikan harus memenuhi syarat sebagai berikut: a.
Barang atau hak yang dapat dimiliki. Ini tidak berarti bahwa yang diperjualbelikan hanya barang/hak yang dapat dimiliki saja, tetapi hak atas suatu barang yang bukan hak milikpun dapat diperjualbelikan. Misalnya adalah hak guna bangunan.
b.
Barang atau benda berada dalam perdagangannya. Barang yang dipergunakan dalam kepentingan umum adalah bukan barang dalam perdagangan, tapi barang diluar perdagangan. Sehingga tidak dapat diperjualbelikan, misalnya jalan, lapangan terbang.
c.
Barang tertentu, yang dimaksud barang tertentu paling sedikit dapat ditentukan jenisnya (Pasal 1333 KUHPerdata). Menurut pasal 1334 KUHPerdata barang-barang-barang yang baru akan ada dikemudian hari dapat menjadi obyek persetujuan jual beli. Perjanjian jual beli bersifat obligator yaitu hanya melahirkan kewajiban
untuk menyerahkan barangnya bagi penjual dan kewajiban untuk
membayar
harga bagi pembeli. Jual Beli Tanah Dalam UUPA istilah jual beli hanya disebutkan dalam pasal 26 yaitu yang menyangkut jual beli hak milik atas tanah.Dalam pasal-pasal lainnya tidak ada kata yang menyebutkan jual beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Apa yang dimaksud dengan jual beli itu sendiri oleh UUPA tidak diterangkan secara jelas, akan tetapi mengingat dalam pasal 5 UUPA tersebut adalah hukum adat. Berarti kita menggunakan konsepsi, asas-asas, lembaga hukum, dan sistem hukum adat.Maka pengertian jual beli menurut huukum tanah nasional adalah pengertian jual beli tanah menurut hukum adat.Hukum adat yang dimaksud asdalah pasal 5 UUPA tersebut adalah hukum adat yang telah
4
disempurnakan / hukum adat yang telah dihilangkan kedaerahannya dan diberi sifat nasional. Perjanjian jual beli tanah menurut hukum
adat merupakan perbuatan
pemindahan hak, yang sifatnya tunai, riil dan terang. Adapun perjanjian jual beli tanah itu diawali dengan kata sepakat antara calon penjual dan calon pembeli, mengenal obyek jual belinya yaitu tanah hak milik yang akan dijual dan harganya. Hal ini dilkukan melalui musyawarah diantara mereka sendiri setelah mereka sepakat atas harga tanah itu, biasanya sebagai tanda jadi, diikuti dengan pemberian panjer. Adapun yang dimaksud dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas bangunan. Tinjauan Tentang Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah Perjanjian pengikatan jual beli sebenarnya tidak ada perbedaan dengan perjanjian pada umunya. Hanya saja perjanjian pengikatan jual beli merupakan perjanjian yang lahir akibat adanya sifat terbuka dari Buku III Kitab Undangundang Hukum Perdata (KUHPer), yang memberikan kebebasan yang seluasluasnya kepada subyek hukum untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja dan berbentuk apa saja, asalkan tidak melanggar peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan. Perjanjian Pengikatan Jual Beli Pengertian Perjanjian pengikatan jual beli dapat kita lihat dengan cara memisahkan kata dari Perjanjian pengikatan jual beli menjadi perjanjian dan pengikatan jual beli. Perjanjian pengertiannya dapat dilihat pada sub bab sebelumnya, sedangkan Pengikatan Jual Beli pengertiannya menurut R. Subekti dalam bukunya adalah perjanjian antar pihak penjual dan pihak pembeli sebelum dilaksanakannya jual beli dikarenakan adanya unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk jual beli tersebut antara lain adalah sertifikat belum ada karena masih dalam proses, belum terjadinya pelunasan harga.Sedang menurut Herlien Budiono, perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai perjanjian pendahuluan yang bentuknya bebas.Dari pengertian tersebut, maka
5
dapat disimpulkan bahwa perjanjian pengikatan jual beli merupakan perjanjian perndahuluan sebelum perjanjian utama atau perjanjian pokok dilaksanakan.
METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Sesuai dengan judul skripsi yang diteliti, yaitu pelaksanaan perjanjian jual beli tanah dihadapan Notaris, maka penelitian ini dilakukan diwilayah Surakarta yang bertempat pada Kantor Notaris/PPAT Surakarta tepatnya Kantor Notaris Farida Ariati, SH. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian dengan cara yuridis sosiologis. Disebut yuridis, karena penelitian ini bertujuan untuk mengungkap aspek yuridis dalam perjanjian jual beli tanah dihadapan notaris. Dan dikatakan sosiologis, karena melihat dari kenyataan yang ada dimasyarakat untuk mempertimbangkan dalam pengkajian proses pelaksnaan perjanjian jual beli tanah dihadapan Notaris. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif
yaitu penelitian yang dilakukan cara
mengamati langsung tentang pelaksanaan jual beli tanah dihadapan PPAT, hal-hal yang terjadi, agar dapat mengetahui secara langsung dan kemudian disampaikan dengan jelas dan mudah dipahami/dimengerti. Sumber Data a.
Sumber Data Primer Sumber Data Primer yaitu, data yang diperoleh secara langsung dilapangan, dalam hal ini data yang diperoleh secara langsung dari Notaris/PPAT Farida Arianti, SH. dan para pihak yang bersangkutan.
b.
Sumber Data Sekunder 1) Bahan Hukum Primer, meliputi :Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok agrarian, dan Perjanjian pengikatan jual beli tanah 2) Bahan Hukum Sekunder,yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami
6
bahan hukum primer, meliputi: buku-buku tentang hukum agraria, hasil karya ilmiah para sarjana tentang perjanjian jual beli tanah, hasil penelitian tentang pelaksanaan perjanjian jual beli tanah, dan buku-buku mengenai perjanjian. 3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan sekunder, seperti : Kamus Besar Bahasa Indonesia, Internet yang masih relevan dengan penelitian ini. Untuk mendapatkan data yang jelas terkait dengan penelitian skripsi ini. Teknik Pengumpulan Data a.
Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan mencari informasi langsung kepada pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengumpulkan data dan memperoleh data-data yang jelas, dan ikut serta turun kelapangan guna mendapatkan data-data yang terperinci serta mendetail dalam penelitian ini.
b.
Studi Kepustakaan, yaitu suatu bentuk pengumpulan data lewat membaca buku, dan membndingkan hasil terdahulu, serta mempelajari dokumen yang berhubungan dengan obyek penelitian.
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dengan dilakukannya jual beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah maka dipenuhi syarat terang, yaitu perbuatan tersebut bukan merupakan perbuatan hukum yang gelap yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.Akta jual beli yang ditandatangani para pihak membuktikan telah terjadi pemindahan hak dari penjual kepada pembelinya dengan disertai pembayaran harganya.Hal ini telah memenuhi syarat tunai dan juga syarat riil karena telah menunjukkan secara nyata telah terjadi perbuatan hukum jual beli yang bersangkutan.Akta tersebut membuktikan bahwa benar telah dilakukan perbuatan hukum pemindahan hak dan pembayaran harganya.Dengan demikian perbuatan hukum yang telah dilakukan, maka pembeli dianggap sah sebagai pemegang hak atas tanah yang baru.
7
Prosedur jual beli tanah yang sudah terdaftar (bersertipikat) dimulai dengan datang menghadapnya para pihak baik penjual maupun pembeli ke hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan menyatakan maksudnya untuk mengadakan jual beli tanah. Pejabat Pembuat Akta Tanah harus dengan teliti memastikan bahwa : a.
Penjual adalah orang yang berhak atas tanah yang akan dijualnya. Dalam hal ini tentunya ia sebagai pemegang yang sah dari hak atas tanah tersebut yang disebut pemilik.
b.
Dalam hal penjual sudah berkeluarga dan ada persekutuan harta, maka suami istri harus hadir dan bertindak sebagai penjual; seandainya suami atau istri tidak dapat hadir, maka harus dibuat surat bukti secara tertulis dan sah yang menyatakan bahwa suami atau istri menyetujui penjualan tanah tersebut. Dalam hal penjual berada di bawah perwalian atau pengampuan maka yang bertindak sebagai penjual adalah wali atau pengampunya.
c.
Bila jual beli tersebut menggunakan kuasa menjual, maka Pejabat Pembuat Akta Tanah harus memastikan bahwa orang yang hadir di hadapannya adalah memang benar kuasa si penjual dan berwenang untuk melakukan seluruh prestasi dan menerima seluruh kontra prestasi dalam jual beli tanah tersebut.
d.
Pembeli adalah orang yang berhak untuk mempunyai hak atas tanah yangdibelinya. Hal ini tergantng pada subyek hukum dan obyek hukumnya. Subyek hukum adalah status hukum orang yang akan membelinya, sedangkan obyek hukum adalah hak apa yang ada pada tanahnya. Misalnya, menurut Undang-Undang Pokok Agraria, yang dapat mempunyai Hak Milik atas tanah Warga Negara Indonesia tunggal dan badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah.
e.
Tanah yang menjadi obyek jual beli adalah tanah yang bolehdiperjualbelikan atau tidak dalam sengketa. Adapun jenis hak atas tanah yang dapat diperjualbelikan adalah tanah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai.
8
Selanjutnya Pejabat Pembuat Akta Tanah meminta sertifikat hak atas tanah yang akan dijualbelikan, bukti identitas dan berkas kelengkapan lainnya dari para pihak. Bila jual beli tersebut menggunakan kuasa menjual yang dibuat dalam bentuk di bawah tangan, serta belum diberi tanggal serta belum ditandatangani, maka surat kuasa itu kemudian dilegalisasi oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah bersangkutan selaku notaris dan aslinya dilekatkan pada akta jual beli bersangkutan. Pengertian legalitas adalah pengesahan surat yang dibuat dibawah tangan, dimana semua pihak yang bersangkutan hadir dihadapan notaris, yang selanjutnya disahkan dan dilegalisasi oleh notaris. Walaupun dalam prakteknya Perjanjian Pengikatan Jual Beli sudah sering digunakan namun ternyata terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli hanya dipakai asas umum perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata atau dengan kata lain belum pernah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak atas tanah. 1.
Kekuatan Hukum Dari Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak Atas Kekuatan hukum yang ada di perjanjian pengikatan jual-beli hanyalah tergantung dimana perjanjian pengikatan jual-beli dibuat, jika bukan dihadapan pejabat umum (PPAT) maka menjadi akta dibawah tangan sedangkan jika dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum maka akta tersebut menjadi akta notariil yang bersifat akta otentik.
2.
Kuasa Mutlak Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Serta Status Hukumnya Pelaksanaanpemberian kuasa dilakukan dengan berbagai bentuk, diantaranya adalah pemberian kuasa secara umum dan pemberian kuasa yang dilakukan secara khusus yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 1795 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berbunyi : pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan si pemberi kuasa. Untuk perjanjian pengikatan jual beli biasanya pemberian kuasanya dilakukan secara khusus oleh penjual yaitu memberikan kekuasaan kepada pembeli untuk mewakilinya apabila semua persyaratan tentang jual beli telah terpenuhi, sehingga pemindahan hak dapat dilakukan dan tidak terhambat
9
dengan tidak adanya pihak penjual untuk melakukan panandatangan terhadap akta jual beli yang telah dibuat. Hambatan-hambatan yang Ditemui Dalam Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Tanah Dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan cara penyelesaiannya. Hambatan-hambatan yang dijumpai dalam pelaksanaan perjanjian jual beli tanah : 1.
Adanya sengketa dari tanah yang bersangkutan Sengketa tanah yang terjadi berupa tentang hak milik maupun batas tanah.Sengketa batas tanah biasanya terjadi pada saat pengukuran tanah dilapangan, dalam hal ini batas tanah antara pemohon dengan tanah pemilik hak masih belum ada kesepakatan, yang bisa diartikan masih disengketakan.
2.
Transaksi pembayaran tidak dilakukan sekaligus/bertahap Dalam pelaksanaan jual beli hak atas tanah, pembayaran tidak dilakukan secara kontan, melainkan dengan cara bertahap. Cara penyelesaian mengatasi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan
perjanjian jual beli tanah : 1.
Dalam menghadapi masalah sengketa tersebut
maka harus adanya suatu
keputusan dengan cara musyawarah antara pihak pembeli dengan pihak penjual. 2.
Dalam menyelesaikan transaksi pembayaran yang tidak sekaligus, maka pihak penjual dapat memohon kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk membuatkan Perikatan Jual Beli (PJB) dengan sanksi-sanksi
dan
kesepakatan yang jelas, dan jangka waktu pelunasan yang sebelumnya telah disepakati kedua belah pihak dalam pelaksanaan perjanjian jual beli tersebut. Jika salah satu pihak melakukan wanprestasi, maka sanksi-sanksi yang terkandung didalamnya dapat dikenakan pada pihak tersebut.
10
PENUTUP Kesimpulan 1.
Proses pelaksanaan perjanjian jual beli tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) , adalah
mereka para pihak yang bersangkutan
melakukan kesepakatan perjanjian, dimana telah dibuatkan suatu perikatan jual beli tanah yang terkandung didalamnya antara pihak penjual dan pembeli menyepakati isi dalam perjanjian perikatan jual beli tanah dan disaksikan serta ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), yang selanjutnya diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2.
Hambatan-hambatan yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian jual beli tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) pada umumnya masih tentang sengketa tanah, kurang lengkapnya berkas, pembayaran tidak kontan. Cara penyelesaiannya untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut adalah : Dalam menghadapi masalah sengketa tersebut maka perlu diadakannya musyawarah antara pihak pembeli dengan pihak penjual agar dapat menemui suatu kesepakatan. Dalam menghadapi kurang lengkapnya berkas yang harus dilakukan yaitu, pemohon mempersiapkan syarat-syarat yang telah ditetapkan dan penjual meminta surat keterangan bahwa itu adalah orang yang sama. Dan untuk masalah pembayaran yang dilaksanakan secara tidak kontan, maka kesanggupan pihak pembeli dicantumkan dalam surat perikatan perjanjian yang memiliki kekuatan hukum, dengan sanksi-sanksi yang jelas, apabila pihak pembeli melakukan wanpretasi , dan sebelum pembayaran selesai, pihak penjual tidak melepaskan hak atas tanah yang dijual itu, sesuai dengan isi perjanjian perikatan yang telah dibuat dan disepakati bersama.
Saran 1.
Kepada pemerintah perlu diadanya penyuluhan hukum kepada masyarakat, mengenai hukum pertanahan.
2.
Kepada PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) perlu memberi pengarahan dalam pelaksanaan jual beli tanah, penggantian nama dalam sertifikat, agar masyarakat paham bagaimana pelaksanaan serta hambatan yang ditemui dan cara penyelesaiannya.
11
3.
Kepada masyarakat agar mempersiapkan apa saja yang diperlukan dalam melaksanakan perjanjian jual beli tanah
DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir, Muhammad. 1982. Hukum Perikatan, Bandung : Alumni. Hal. 78. Boedi, Harsono. Pendaftaran Tanah di Indonesia. Herlien, Budiono. 2004. Artikel“Pengikat Jual Beli Dan Kuasa Mutlak”Edisi I, No 10.Majalah : Renvoi. hal 57 J. Satrio. 1982.Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya).Bandung : Citra Aditya Bakti. Hal.24 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata M. Yahya, Harahap. 1986.Segi-Segi Hukum Perjanjian Cetakan Kedua. Bandung : Alumni. Hal. 6. Mariam Darus, Badrulzaman. 1980.Perjanjian Baku Perkembangannya di Indonesia,Bandung : Alumni.Hal. 8
(Standard),
Pembuat Akta Tanah, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 Peraturan Pemerintah No. 24. 1997. Pendaftaran Tanah. Sudikno, Mertokusumo. 1986.Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta : Liberty. Hal. 96 Subekti. 1979.Hukum Perjanjian Cetakan Keenam, Jakarta : Intermasa. Hal. 1. Soerjono, Soekanto. 1984.Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Hal. 51 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria
12