Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016 PANCASILA DALAM KEHIDUPAN HUKUM BANGSA INDONESIA Lu Sudirman Abstract The purpose of this research is to juridically analyze the understanding of Pancasila in the development of law and the connectivity between the philosophy of law with the law knowledege and the law itself. That the philosophy of law and the law knowledge can be the one source of law. This research is based on law and the rules and as well as community’s understanding about the paradigm of Pancasila in the Law Life of Indonesia and the philosophy of law as the philosophy of Indonesia citizen’s daily life. The methodology of this research is a normative legal research. The data used in the form of secondary data. Performed with data mining literature (library research). Once all the data is collected, the data is then processed and analyzed. The qualitative method was used to group the data point by the studied aspects. Further conclusions drawn related to this study, then described descriptively Based on the result of this study, the writer obtained the results based on three research questions, the first is the application of paradigm of Pancasila in National Law. The second one is the understanding of the philosophy of Pancasila as the phiolosophy of life. Keyword: Pardigm of Pancasila, Philosophy of law and national law. A. Pendahuluan Keterkaitan filsafat hukum dan ilmu hukum dengan hukum ialah bahwa filsafat hukum dan ilmu hukum dapat menjadi satu sumber hukum walaupun tidak semuanya hasil filsafat hukum dan ilmu hukum dapat menjadi sumber hukum. Peranan filsafat hukum dan ilmu hukum sebagai sumber hukum sudah terasa sejak dulu kala. Di zaman Yunani, hukum dipatuhi terutama karena hukum itu merupakan tradisi yang diajarkan oleh orang-orang yang bijaksana1 Ilmu hukum sebagai institusi pencarian kebenaran merupakan ilmu yang terus menerus berkembang. Perkembangan itu walaupun tidak selamanya berjalan secara linier, namun dalam skala luas dan menyeluruh dipastikan mengarah kepada kebenaran dan keadilan absolut. Bahwa kebenaran dan keadilan absolut diyakinin hanya pada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam kontek kehidupan bangsa Indonesia, menempatkan Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber sekaligus arah dan tujuan kegiatan berolah ilmu hukum, merupakan aktivitas ilmiah yang lazim dikategorikan sebagai berparadigma Pancasila2 1
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim.B: Ilmu Hukum Dan Filsafat Hukum, Putaka Pelajar, 2007, Yogyakarta, hlm.15 2 Sudjito: Hukum Dalam Pelangi Kehidupan. UGM 2012Yogyakarta, hlm 30.
113
Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016 Demikian halnya yang disampaikan Notonagoro (1971) dengan menggunakan teori causalis menyatakan bahwa kebenaran Pancasila bagi bangsa Indonesia dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Causa material Pancasila adalah adat kebiasaan, kebudayaan, dan agama bangsa Indonesia. Causa formalitasnya adalah formulasi Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Causa Finalis adalalah dasar negara. Sedangkan causa efficien Pancasila adalah dasar filsafat Negara. Kajian Pancasila sebagai paradigma ilmu hukum menjadi sangat penting dan oleh karenanya perlu dimantapkan, terkait dengan argumentasi sebagai berikut:3 a. Paradigma merupakan “seperangkat nilai(tentang Tuhan, alam dan manusia, dan hubungan diantara ketiganya), yang diyakinin kebenarannya dan hukum-hukum serta teknik-teknik aplikasi yang dianut bersama oleh para anggota suatu kamunitas ilmiah; b. Paradigma merupakan sumber, fondasi, asal dan awal dari keberadaan dan perkembangan ilmu; c. Dalam Simposium dan Sarasehan tentang Pancasila di UGM pertengahan 2006 maupun Seminar Nasional tentatng Nilai-nilai Pancasila di Universitas Pancasila Jakarta akhir 2006, telah diyakini bahwa paradigma ilmu Indonesia adalah Pancasila. Artinya, berolah ilmu hukum dan mengamalkan ilmu hukum harus berporos, berproses dan bermuara pada nilai-nilai Pancasila. Dalam kaitannya dengan hukum yang berlaku bagi bangsa dan negara Indonesia, Pancasila telah menyatakan kedudukannya oleh para pendiri negara ini sebagaimana terlihat dalam UUD 1945, dalam Penjelasan Umum. Bahwa Pancasila adalah cita Hukum yang menguasai Hukum Dasar Negara, baik Hukum Dasar yang tertulis maupun Hukum Dasar yang tidak tertulis. Rudolf Stammler (1856-1939), seorang ahli filsafat hukum yang beraliran neoKantian, berpendapat bahwa cita hukum ialah kontruksi pikiran yang merupakan keharusan bagi mengarahkan hukum kepada cita-cita yang diinginkan masyarakat. Cita hukum berfungsi sebagai bintang pemandu bagi tercapainya cita-cita masyarakat.4 Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar negara, dan pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk. Mengapa begitu besar pengaruh Pancasila terhadap bangsa dan negara Indonesia? Kondisi ini dapat terjadi karena perjalanan sejarah dan kompleksitas keberadaan bangsa Indonesia seperti keragaman suku, agama, bahasa daerah, pulau, adat istiadat, kebiasaan budaya, serta warna kulit jauh berbeda satu sama lain tetapi mutlak harus dipersatukan. Pancasila, dalam konteks masyarakat bangsa yang plural dan dengan wilayah yang luas, harus dijabarkan untuk menjadi ideologi kebangsaan yang menjadi kerangka berpikir (the main of idea), kerangka bertindak (the main of action), dan dasar hukum 3 4
Ibid hlm 32. Oetojo Oesman dan Alfian 1991: Pancasila Sebagai Ideologi. BP-7 Pusat, Jakarta, hlm 68.
114
Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016 (basic law) bagi segenap elemen bangsa. Namun, dalam kerangka pluralitas dan multikulturalisme tidak dinafikan dan dihalangi hidupnya ideologi kelompok yang sifatnya lebih terbatas semalam tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Sebagai contoh, ideologi kelompok keagamaan (ormas), partai politik, dan etnonasionalisme kesukuan tetap dibiarkan hidup sebagai khasanah kekayaan bangsa dalam payung ideologi besar Pancasila. Hal ini, dimaksudkan untuk menghindari pemaksaan danmonopoli ideologi serta penafsiran tunggal. Pada hakikatnya, Pancasila juga terbuka pada pemikiran ideologi lainnya. Kecuali terhadap ideologi Komunisme yang nyata -nyata bertentangan deng an Pancasila harus tetap dilarang dan tidak boleh hidup di bumi Indonesia. Artinya Pancasila menjadi jimat yang ampuh bagi rejim dalam mengambil segala bentuk keputusan, rakyat diharuskan tunduk pada legitimasi yang digunakan dengan melalui pengatasnamaan Pancasila, inilah di kemudian waktu menjadi permasalahan yang rumit. Berdasarkan hal tersebut, terdapat beberapa rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu, pertama, bagaimana penerapan Paradigma Pancasila dalam Hukum Nasional? Kedua, bagaimana pemahaman filsafat Pancasila sebagai Filsafat Hidup B. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian Yuridis Normatis, yaitu menganalisis permasalahan dari sudut pandang atau menurut bahan pustaka dan ketentuan hukum atau perundang-undangan yang berlaku dan tertulis. Penelitian ini menggunakan pendekatan undang-undang sebagai salah satu alat untuk menjawab permasalahan di dalam penelitian ini. Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Jenis Data yang digunakan adalah data sekunder sebagai data awalnya, yang kemudian dilanjutkan dengan data primer atau data lapangan.5 Data sekunder mencakup dokumen-dokumen resmi (perundang-undangan), buku-buku maupun hasilhasil laporan penelitian yang berwujud laporan yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan.6 Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: pertama, Bahan Hukum Primer berupa dokumen-dokumen resmi (perundang-undangan) yaitu: Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945; Pancasila. Kedua, Bahan Hukum Sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah: jurnal, buku, laporan penelitian atau hasil karya ilmiah dari kalangan hukum dan pendapat para ahli yang berkompeten dengan penelitian ini. Ketiga, Bahan Hukum Tersier yaitu Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Inggris dan Kamus Hukum. 5
Zainal dan Amiruddin Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 133. 6 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, 1986, hlm. 12.
115
Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016 Teknik pengumpulan data berupa penelusuran dokumen yang dikumpulkan melalui kepustakaan (library research). Menganalisis data dalam penelitian ini dengan menggunakan metode deskriptif-kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun dan diuraikan sedemikian rupa dan sistematis guna menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini. C. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Pemahaman Paradigma Pancasila dalam Hukum Nasional Sebelum melangkah lebih jauh membicarakan permasalahan paradigma, maka perlu di jelaskan dahulu menyangkut pengertian paradigma. Kamus besar Bahasa Indonesia mengartikan paradigma sebagai model teori ilmu pengetahuan, kerangka berpikir. Pedoman yang dipakai untuk mengajukan gugusan sistem pemikiran, bentuk kasus dan pola pemecahannya. Sedangkan menurut istilah, paradigma adalah suatu model percontohan, representatif, tipikal, karateristik atau ilustrasi dari solusi permasalahan atau pencapaian dalam satu bidang ilmu pengetahuan. Seperti halnya disiplin ilmu yang lainnya yang berkembang melanjutkan tradisi penelitian dan penemuan teori terdahulu, begitupun dengan ilmu hukum tak lepas dari karakter ilmu pengetahuan pada umumnya. Ilmu hukum juga melanjutkan atau berpedoman pada sejumlah asumsi-asumsi, dalam kerangka dasar umum habitat ilmu hukum. Timbulnya berbagai pandangan dalam ilmu hukum merupakan buah dari pemikiran para cendikiawan hukum itu sendiri, baik yang datang dari kelompok praktisi maupun akademisi, dan pada saat ini sudah diterima sebagai sebuah paradigma. 7 Paradigma hukum positif nasional Indonesia yang masih di terima secara bulat pada saat ini, adalah sebuah paradigma hukum yang lahir dari nuansa kebangsaan setelah melewati perjalanan sejarah panjang atau dalam istilah Soepomo sebagaimana dikutif oleh A Gunawan setiadji dalam bukunya yang berjudul dealektika hukum dan moral dalam pembangunan hukum di Indonesia. Disebut sebagai ”suasana bathin bangsa Indonesia” 8 Bermula dari jaman klasik, zaman agraris pedesaan dengan spesifikasi kekeluargaan, jaman gerakan revolusioner melawan penjajahan belanda dan Jepang hingga jaman kemerdekaan yang menuju era Indonesia modern sebagai negara maju. Pendekatan historis inilah akhirnya pancasila yang sebelumnyahanya berupa sekumpulan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat dijadikan ideologi negara serta sebagai cita hukum nasional. Pancasila sebagai perjanjian luhur yang diabadikan dalam pembukaan UUD 1945 sejak kemerdekaan 17 agustus 1945 telah memberi warna dalam perkembangan hukum nasional dengan segala 7
8
Lili Rasjidi: Filsafat Hukum. Remadja Karya. Bandung 1988 A Gunawan setiadji : Dealektika hukum dan moral dalam pembangunan hukum di Indonesia, Kanisius 1990. Hlm 160
116
Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016 kekurangan dan kelebihannya. Berbagai macam istilah di berikan kepada pancasila dalam prilaku yuridis seperti sumber dari segala sumber hukum, asas-asas hukum umum, asas-asas hukum nasional, asas-asas hukum pokok, asas-asas hukum dasar atau sistem hukum pancasila. Konsekuensinya pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Dalam beberapa dekade kehidupan berbangsa telah merasuk kedalam semua aspek kehidupan tak terkecuali aspek hukum, artinya hukum tak terlepas dari pengaruh pancasila atau dengan kata lain hukum tidak boleh bertentangan dengan jiwa pancasila, sekalipun dalam beberapa kasus teori ini lebih banyak sepihak dan dipaksakan. Ternyata pancasila yang tadinya dijadikan sebagai paradigma hukum nasional dengan karteristik religius, kemanusiaan, kebangsaan, persamaan, kedilan sosial, moralitas, partisipasi. Tetapi dalam perjalanan waktu lebih menonjol sebagai aspek ideologis ketimbang aspek yuridis itu sendiri.9 Aspek yuridis yang memiliki parameter-parameter ilmiah, rasional, logis, empiris, kritis dan metodologis yang terus berkembang mengikuti perubahan dunia. Manusia Indonesia yang merupakan bagian dari ilmu pengetahuan hukum positiv Indonesia lebih dicurigai sebagai gerakan perlawanan kepada pemerintah yang syah, sehingga menyebabkan perspektif cita hukum nasional bermasa depan suram dan hanya sekedar sebuah wacana pembenaran. Paradigma hukum nasional pancasila yang lahir dari sebuah ideologi politik pada aktualisasinya pun tidak lepas dari faktor dominan kekuasaan. Sehingga dalam hidup berbangsa, hukum hanya dijadikan alat justifikasi penguasa. Hukum sebagai panglima atau kesetaraan dalam hukum beralihfungsi hukum sebagai alat atau ketidaksamaan di depan hukum. Pengalaman buruk pada orde lama yang berakhir dengan gerakan 30 september 1965 adalah berawal dari sebuah ambisi yang menjadikan hukum sebagai alat revolusi. Kemudian disusul dengan pemerintahan orde baru yang berakhir dengan gerakan reformasi mahasiswa pada tahun 1998 merupakan indikasi yang kasat mata dari penyalahgunaan fungsi hukum sebagai sarana pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dengan dalih stabilitas negara. Diskripsi historis yuridis inilah yang seharusnya memberi nilai kesadaran kepada kita bahwa paradigma hukum positif nasional tidak lagi baik. Bangsa Indonesia percaya bahwa kita mewarisi berbagai keunggulan sebagai anugerah sekaligus amanat Tuhan Maha Pencipta; mulai keunggulan natural (alam nusantara yang amat strategis dan luas, kaya SDA dan subur alamnya; nyaman hawanya dan indah). Juga keunggulan sosio-kultural (nilai budaya yang kaya berpuncak dengan nilai filosofis-ideologis yang memancarkan identitas dan integritasnya sebagai sistem filsafat theisme-religious). 2. Filsafat Pancasila sebagai Filsafat Hidup 9
Sudjito, Op.cit, hlm 63
117
Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016 Ajaran filsafat Pancasila baik sebagai filsafat hidup (Weltanschauung, Volksgeist), maupun sebagai dasar negara (filsafat negara, ideologi negara, ideologi nasional) berfungsi sebagai jiwa bangsa dan jati diri nasional. Secara kenegaraan (konstitusional ) nilai Pancasila adalah asas kerohanian bangsa, dan jiwa UUD negara in casu UUD Proklamasi 1945; bukan UUD 2002 / Amandemen! Karena, UUD amandemen mengalami distorsi filosofis-ideologis sehingga melahirkan berbagai kontroversial bahkan degradasi nasional dan degradasi mental dan moral. Pelopor dan elite reformasi, termasuk pendukung berkewajiban untuk melaksanakan audit nasional atas praktek dan budaya sosial-politik-ekonomi dalam era reformasi, sehingga kondisi nasional tetap dalam keterpurukan multi-dimensional10. Seharusnya kita mawas diri dengan merenungkan bagaimana integritas nasional dalam tantangan konflik horisontal, praktek negara federal; juga praktek oligarchy, plutocracy, dan anarchisme. Dalam perbendaharaan ilmu pengetahuan filsafat, ideologi, politik, dan hukum, kita mengetahui adanya berbagai sistem filsafat, dan atau sistem ideologi. Ajaran sistem filsafat dan atau sistem ideologi ini melahirkan berbagai sistem kenegaraan, seperti : theokratisme, kapitalisme-liberalisme, sosialisme, marxisme-komunismeatheisme; zionisme, naziisme, fundamentalisme; dan Pancasila terus berkembang dalam budaya dan peradaban dunia modern.11 Berdasarkan ajaran filsafat Pancasila, terutama tentang kedudukan dan martabat kepribadian manusia, maka oleh pendiri negara (PPKI) dengan musyawarah mufakat ditetapkan dan disahkan sistem kenegaraan Indonesia merdeka, sebagai terumus dalam UUD Proklamasi 1945 seutuhnya. Karenanya, NKRI berdasarkan Pancasila-UUD 45 dapat kita namakan dengan predikat: sebagai sistem kenegaraan Pancasila, sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 1945 untuk dibandingkan dan dibedakan dengan UUD 45 amandemen, dan atau UUD RI 2002. Memahami sistem kenegaraan Pancasila seutuhnya, akan signifikan melalui memahami sejarah Proklamasi dan UUD Proklamasi 45 seutuhnya. Di dalam Pembukaan UUD negara kita, tentang kedaulatan rakyat, terlukis dalam kutipan berikut: “......susunan negara Republuk Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Sesungguhnya, rumusan kedaulatan rakyat dalam Pembukaan UUD Proklamasi ini bermakna sebagai asas demokrasi (berdasarkan) Pancasila atau sistem demokrasi Pancasila. Tegasnya, bukan demokrasi liberal, atau neo-liberal sebagai mana yang dipraktekkan dalam era reformasi.
10 11
Ibid, hlm 122 http://dwinofi.blogspot.co.id/2011/08/sistem-filsafat-pancasila-sebagai.html,
118
Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016 Sesungguhnya nilai fundamental dalam Pembukaan UUD Proklamasi 45 itu adalah pancaran ajaran filsafat Pancasila, mulai ajaran HAM, teori kenegaraan, sampai sosial politik dan ekonomi nasional Indonesia. Jadi, bangsa Indonesia sebagai dipelopori oleh Kebangkitan Nasional dan the founding fathers (pendiri negara : PPKI) mengamanatkan bagaimana bangsa Indonesia menegakkan tatanan kebangsaan dan kenegaraannya sebagai terumus dalam UUD Proklamasi seutuhnya (Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan). Tegasnya, NKRI berdasarkan Pancasila adalah negara berkedaulatan rakyat (demokrasi) dan negara hukum (Rechtsstaat). Sesungguhnya nilai fundamental dalam Pembukaan UUD Proklamasi 45 itu adalah pancaran ajaran filsafat Pancasila, mulai ajaran HAM, teori kenegaraan, sampai sosial politik dan ekonomi nasional Indonesia. Jadi, bangsa Indonesia sebagai dipelopori dan diamanatkan oleh the founding fathers (pendiri negara : PPKI) yang diawali Kebangkitan Nasional bangsa Indonesia menegakkan tatanan kebangsaan dan kenegaraannya sebagai terumus dalam UUD Proklamasi. Tegasnya, NKRI berdasarkan Pancasila adalah negara berkedaulatan rakyat (demokrasi) dan negara hukum (Rechtsstaat). Hanya dengan pemahaman dan penghayatan yang valid atas nilai filsafat Pancasila sebagai ideologi nasional, kita akan lebih memahami asas fundamental ajaran HAM berdasarkan filsafat Pancasila yang melahirkan NKRI sebagai negara demokrasi dan negara hukum, sekaligus pengamalan (implementasi) dan pembudayaannya. Pokok-pokok pikiran berikut mendorong kepemimpinan nasional, kelembagaan negara maupun komponen bangsa; termasuk berbagai partai politik dan elite reformasi untuk merenungkan (refleksi) demi masa depan bangsa dan NKRI, serta generasi muda bangsa sebagai potensi dan generasi penerus. Keunggulan sistem filsafat Pancasila sebagai ideologi nasional secara fundamental terpancar dalam integritas martabatnya sebagai sistem filsafat theismereligius. Artinya, sistem ideologi Pancasila menjamin integritas moral SDM dan kepemimpinan nasional untuk ditegakkan dalam moral dan budaya sosial politik dan ekonomi dalam NKRI. Dan Dasar negara Pancasila terjabar dalam UUD 45 seutuhnya secara valid dan orisinal berkat dirumuskan oleh PPKI dengan jiwa pengabdian, dan kearifan kenegarawanan yang tulus tanpa interest dan kepentingan golongan; bahkan dari mayoritas atas minoritas; bukan sebagai yang kita saksikan dalam praktek budaya politik era reformasi. D. Kesimpulan Dari hasil pembahasan, ada beberapa kesimpulan yang dapat disimpulkan dari penelitian ini dengan judul “Pancasila Dalam Kehidupan Hukum Bangsa Indonesia” sebagai berikut:
119
Journal Of Judicial Review ISSN: 1907-6479 Vol. XVIII No.1 1 Juni 2016 1. Paradigma hukum positif nasional Indonesia yang masih di terima secara bulat pada saat ini, sebuah paradigma hukum yang lahir dari nuansa kebangsaan setelah melewati perjalanan sejarah panjang. 2. Integritas nilai dasar negara Pancasila sebagai filsafat hidup, dasar negara dan ideologi nasional secara konstitusional menjamin masa depan bangsa dalam dinamika dan kompetisi antar ideologi yang berjuang merebut supremasi. Artinya, bagaimanapun gejolak dunia postmodernisme, Bangsa dan NKRI tegak dalam integritas sebagai kenegaraan Pancasila. Untuk tujuan ini negara berkewajiban melaksanakan visi-misi nation and character building melalui pendidikan dan pembudayaan dasar negara Pancasila (secara melembaga dan lintas lembaga). Daftar Pustaka Buku A Gunawan setiadji : Dealektika hukum dan moral dalam pembangunan hukum di Indonesia, Kanisius 1990. Lili Rasjidi 1988: Filsafat Hukum. Remadja Karya. Bandung. Mohammad Noor Syam 2007: Penjabaran Fislafat Pancasila dalam Filsafat Hukum (sebagai Landasan Pembinaan Sistem Hukum Nasional), disertasi edisi III, Malang, Laboratorium Pancasila. Notonagoro, 1984: Pancasila Dasar Filsafat Negara, Jakarta, PT Bina Aksara. UndangUndang Dasar 1945 Oetojo Oesman dan Alfian 1991: Pancasila Sebagai Ideologi. BP-7 Pusat, Jakarta Sudjito 2012: Hukum Dalam Pelangi Kehidupan. UGM Yogyakarta Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 1986) Teguh Prasetyo 2007 :Abdul Halim.B. Ilmu Hukum Dan Filsafat Hukum, Putaka Pelajar, Yogyakarta Zainal dan Amiruddin Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), Peraturan Perundang-undang Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 Internet http://dwinofi.blogspot.co.id/2011/08/sistem-filsafat-pancasila-sebagai.html
120