“Indonesia akan semakin aktif dalam mengembangkan perannya dalam perdagangan internasional, dan saya yakin Indonesia akan dapat memberikan kontribusi yang semakin besar bagi dunia perdagangan internasional.” Iman Pambagyo, Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Perlambatan laju perekonomian dunia masih mewarnai kegiatan perdagangan Internasional di Tahun 2013. Tidak hanya negara-negara maju di Eropa dan juga Amerika Serikat, perlambatan pertumbuhan ekonomi juga menerpa dua negara ekonomi berkembang yaitu China dan India. Indonesia sebagai salah satu negara ekonomi berkembang terbesar pantas berbangga diri karena mampu mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi nya di kisaran 5.7-6%. Hal tersebut tentunya tidak luput dari upaya pemerintah yang berhasil menjaga kestabilan moneter dan fiskal ditengah keterpurukan ekonomi global. Selain itu, upaya memaksilkan kegiatan ekspor-impor yang semakin terintegrasi melalui perundingan-perundingan perdagangan internasional yang selalu mendahulukan kepentingan nasional juga turut memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif. Di tahun 2013 pula, Indonesia menjadi tuan rumah APEC Summit dan WTO MC9, keketuaan Indonesia telah mencatatatkan hasil yang gemilang dalam kancah perundingan perdagangan internasional dengan membuahkan paket bali, yakni sebuah kesepakatan dalam perundingan perdagangan WTO yang sebelumnya telah buntu selama kurang lebih 11 tahun. Kedepannya, Indonesia akan semakin aktif dalam mengembangkan perannya dalam perdagangan internasional, dan saya yakin Indonesia akan dapat lebih berbicara banyak dan memberikan kontribusi yang semakin besar bagi dunia perdagangan internasional. Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Tahun Anggaran 2013 merupakan rangkuman dari berbagai kegiatan dan kesepakatan perdagangan internasional yang dicapai Indonesia di tahun 2013. Laporan ini juga menjabarkan hal-hal yang akan dilaksanakan di tahun 2014, serta permasalahan yang masih menjadi pekerjaan rumah DITJEN KPI agar dapat ditindaklanjuti secara intensif sesuai tugas pokok, fungsi dan kewenangam DITJEN KPI. Akhir kata, kami menyampaikan rasa terima kasih kami kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan dan penerbitan buku laporan tahunan ini. Semoga dapat bermanfaat, terima kasih. Jakarta,
April 2014
Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional
1
2
1
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
1 3
RINGKASAN EKSEKUTIF PROFIL DITJEN KPI PERKEMBANGAN KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL
5 7 11
A. Forum Kerja Sama Multilateral WTO B. Forum Kerja Sama Regional ASEAN APEC C. Forum Kerja Sama Bilateral D. Organisasi Internasional dan Komoditi
STRATEGI TAHUN 2014 KALEIDOSKOP TAHUN 2013
3
11 11 20 20 32 34 44 51 55
4
Diplomasi perdagangan merupakan salah satu instrumen penting dalam memperjuangkan kepentingan akses pasar bagi ekspor non migas. Perjuangan Indonesia dalam meningkatkan akses pasar bertumpu pada: (i) sistem perdagangan multilateral (WTO dan organisasi internasional lainnya); (ii) Regional yang terfokus pada ASEAN dan APEC; dan (iii) Bilateral, yang berorientasi penjajakan pengembangan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA). Tahun 2013 menjadi momen yang membanggakan bagi Indonesia khususnya di bidang diplomasi perdagangan internasional. Indonesia menjadi tuan rumah pelaksanaan dua forum besar di bidang kerja sama perdagangan internasional, yaitu APEC Summit 2013 dan the 9th Ministerial Conference World Trade Organization (WTO) yang dilaksanakan di Nusa Dua, Bali. Pada APEC Summit 2013 (Konferensi Tingkat Tinggi APEC) yang telah dilaksanakan pada Oktober 2013, telah menyepakati usulan prakarsa baru Indonesia, sebagai "path to success" bagi Crude Palm Oil (CPO) dan produk pertanian/kehutanan berupa proposal promoting trade of products which contribute to sustainable and inclusive growth through rural development and poverty alleviation untuk mengembangkan list baru yang diharapkan dapat paralel dengan APEC Environmental Goods (EGs) List dalam hal implementasi dengan parameter produk-produk yang berkontribusi terhadap pertumbuhan berkelanjutan, pertumbuhan inklusif, pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan. Prakarsa ini juga sejalan dengan upaya pencapaian APEC Bogor Goals pada tahun 2020. Pada forum multilateral, melalui perundingan di forum WTO), Ministerial Conference (Konferensi Tingkat Menteri/KTM) WTO ke-9 yang dilaksanakan pada tanggal 2-7 Desember 2013 telah berhasil menyepakati Bali Package (Paket Bali) yang menekankan pada tiga isu utama, yaitu: 1) Fasilitasi Perdagangan, 2) Pertanian, dan 3) Pembangunan, termasuk isu-isu yang menjadi kepentingan negara kurang berkembang (LDCs). Keberhasilan dalam menyepakati Paket Bali telah membuat pelbagai pihak, mulai dari pemerintah negara anggota hingga kalangan bisnis, dan akademisi, serta pemerhati umumnya menyambut baik hasil tersebut setelah melalui proses perundingan yang tidak mudah, dan konsultasi serta lobi secara intensif. Indonesia juga terus berpartisipasi aktif dalam forum regional ASEAN. Pada tanggal 8 Maret 2013 di sela-sela The 19th ASEAN Economic Ministers’ Retreat, di Hanoi, telah ditandatangani Protocol to Amend Certain ASEAN Economic Agreements Related to Trade in Goods. Protokol tersebut untuk mengubah perjanjian ekonomi ASEAN tertentu dengan tujuan membentuk suatu landasan hukum untuk kerja sama ekonomi di bidang perdagangan barang antar negara-negara anggota ASEAN dalam skema perdagangan bebas dan mengharmonisasikan perjanjian perdagangan barang di bawah pilar ekonomi ASEAN sesuai dengan pesetujuan ATIGA. Kabar baik lainnya juga datang dari forum kerja sama perdagangan bilateral. Preferential Trade Agreement (PTA) antara Indonesia – Pakistan yang berlaku aktif di bulan September 2013 memberikan kontribusi positif terhadap neraca perdagangan Indonesia, khususnya CPO. Selama ini, CPO Indonesia kalah bersaing dengan Malaysia, karena harga ekspor CPO ke Pakistan lebih tinggi 15%, namun dengan kesepakatan tersebut, kini ekspor CPO Indonesia ke Pakistan dapat lebih
5
bersaing dengan produk CPO dari Malaysia. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, nilai ekspor CPO dan turunnya dari Indonesia ke Pakistan tahun lalu mencapai US$ 714 juta. Selain itu, telah disepakati juga i) Persetujuan Kerangka Kerja Perdagangan dan Penanaman Modal Antara Kementerian Perdagangan R.I dan Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Nasional Republik Uni Myanmar. Kesepakatan ini merupakan payung kerja sama antar kedua pemerintah yang dapat dijadikan sebagai landasan/platform bagi kalangan pelaku usaha Indonesia dan Myanmar untuk melakukan kerja sama bisnis baik perdagangan, produksi ataupun investasi diberbagai sektor antara lain: rice milling, pembangkit listrik, konstruksi, perkebunan karet dan kelapa sawit, kedirgantaraan dan sebagainya; dan ii) MoU on Rice Trade Antara Indonesia dan Myanmar. Di bidang ketahanan pangan dan energi kedua Kepala Negara sepandangan bahwa kerja sama ketahanan pangan dan energi di antara kedua negara bersifat saling melengkapi dan mendorong peningkatan kerja sama ini melalui investasi, riset dan pengembangan (R&D). Hal ini di perkuat dengan disepakatinya kerja sama serta peningkatan kapasitas produksi dan kualitas beras, pupuk dan serta revitalisasi MoU on Rice Trade bidang pertanian. Penandatanganan MoU on Rice Trade antar kedua negara dilakukan sebagai alternatif pengadaan impor beras bilamana diperlukan Indonesia. Isu Utama Kerja Sama Perdagangan Internasional Tahun 2014: 1. Finalisasi perundingan Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA); 2. Menindaklanjuti prakarsa Promoting Products which Contribute to Sustainable & Inclusive Growth through Rural Development & Poverty Alleviation dalam rangka APEC; 3. Menindaklanjuti Bali Package dan Doha Development Agenda; 4. Penandatanganan ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement (jasa dan investasi); 5. Memulai perundingan Indonesia – India Comprehensive Economic Cooperation Agreement (CECA); 6. Review Indonesia – Jepang Economic Partnership Agreement (EPA); 7. Memulai perundingan Indonesia- Uni Eropa CEPA; 8. Melanjutkan perundingan Indonesia-Australia CEPA; 9. Memulai perundingan Indonesia – Chile CEPA; 10. Memulai perundingan Indonesia – Peru Preferential Tariff Agreement (PTA); 11. Finalisasi perundingan ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) 9; 12. Finalisasi rekomendasi Indonesia – UK Vision Group 2030.
6
Bilateral
Regional
Multilateral
7
DITJEN KPI DARI MASA KE MASA Sebagai salah satu unit kerja yang menangani bidang kerja sama perdagangan internasional, dalam perjalanannya Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional telah mengalami beberapa kali pergantian nama yang secara kronologis dapat diuraikan sebagai berikut: 1962 – 1996 Seiring dengan kehadiran Departemen Perdagangan Republik Indonesia, pada periode ini institusi yang menangani hubungan kerja sama internasional adalah Direktorat Hubungan Perdagangan Luar Negeri yang merupakan salah satu Direktorat dalam lingkungan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri. Tupoksi dari Direktorat Hubungan Perdagangan Luar Negeri antara lain yaitu menyelenggarakan hubungan kerja sama internasional antara Indonesia dengan negara - negara mitra dagang, lembaga perdagangan internasional baik di tingkat regional (ASEAN, APEC), di tingkat multilateral (GATT/WTO, UNCTAD, QIC/OKI, ESCAP, UNIDO) demikian pula dengan beberapa asosiasi komoditi pada tataran internasional seperti, International Pepper Community (IPC), Asia Pacific Coconut Community (APCC), Association of Natural Rubber Producing Countries (ANPRC), International Textile and Clothing Bureau (ITCB). 1996 – 1997 Sebagai konsekuensi penggabungan Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan menjadi Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Keppres nomor 388/M tahun 1995 tanggal 6 Desember 1995)maka melalui Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan nomor 92/MPP/Kep/4/1996, DirektoratHubunganPerdagangan Luar Negeri dipecah menjadi dua direktorat yaitu Direktorat Hubungan Perdagangan Bilateral dan Direktorat Hubungan perdagangan Multilateral dan Regional. Pemekaran menjadi dua direktorat ini sebagai konsekuensi dari perkembangan di era globalisasi di mana Indonesia harus ikut dalam berbagai perundingan di kancah internasional baik di forum bilateral maupun regional dan multilateral. 1997 – 2001 Perkembangan kerja sama di bidang perdagangan internasional terus mengalami perubahan yang pesat, diikuti dengan perkembangan lingkungan strategis pasca perang dingin yang ditandai dengan pertarungan ideologi (politik internasional) ke arah simbiosis ekonomi politik (perdagangan internasional). Hal ini menuntut Indonesia untuk turut serta berperan aktif pada fora internasional (bilateral, regional, dan multilateral), maka melalui Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan nomor 444/MPP/Kep/9/1998 maka dibentuk Direktorat Jenderal Kerjasama Lembaga Industri dan Perdagangan Internasional (Ditjen KLIPI) yang terdiri dari 4 Direktorat yaitu Direktorat Kerja sama Bilateral I, Direktorat Kerja sama Bilateral II, Direktorat Kerja sama Regional, Direktorat Kerja sama Multilateral, dan 1 Sekretariat. 2001 – 2004 Melalui Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan nomor 86/M/Kep/3/2001 Direktorat Jenderal Kerjasama Lembaga Industri dan Perdagangan Internasional (Ditjen KLIPI) mengalami pergantiannama menjadi Direktorat Jenderal Kerja sama Industri dan Perdagangan Internasional (Ditjen KIPI). Dalam struktur organisasi Ditjen KIPI terdiri dari 5 Direktorat yaitu Direktorat Kerjasama Bilateral I, Direktorat Kerja sama Bilateral II, Direktorat Kerja sama Regional, Direktorat kerja sama Multilateral, dan Direktorat Pengamanan Perdagangan, serta 1 Sekretariat.
8
2004 – 2005 Kebijakan pemerintah dalam kabinet Indonesia Bersatu telah memisahkan kembali Departemen Perindustrian dan Perdagangan menjadi Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan. Hal ini tertuang dalam Keputusan Presiden nomor 187/M tahun 2004 tanggal 20 Oktober 2004 yang selanjutnya keberadaan Direktorat Jenderal Kerja sama Industri dan Perdagangan Internasional berada di bawah Departemen Perdagangan. 2005 – Sekarang Berkaitan dengan kebijakan pemerintah tersebut di atas, melalui Peraturan Presiden nomor 10 tahun 2005 terjadi pergantian nama Direktorat Jenderal Kerja sama Industri dan Perdagangan Internasional menjadi Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional.
TUGAS POKOK DITJEN KPI Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Ditjen KPI: 1. Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri Perdagangan. 2. Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional dipimpin oleh Direktur Jenderal. Direktorat Jenderal Kerja sama Perdagangan Internasional mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kerja sama perdagangan internasional. Dalam melaksanaan tugas pokok, Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional menyelenggarakan fungsi: 1. Perumusan kebijakan di bidang kerja sama perdagangan internasional; 2. Pelaksanaan kebijakan di bidang kerja sama perdagangan internasional; 3. Penyusunan pedoman, norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang kerja sama perdagangan internasional; 4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang kerja sama perdagangan internasional; dan 5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Kerja sama Perdagangan Internasional.
9
10
A. Forum Kerja Sama Multilateral
World Trade Organization (WTO)
1. Isu Pertanian Perundingan di sektor Pertanian merupakan salah satu yang paling kompleks, sulit, dan sensitif. Isu pertanian dipandang negara berkembang sebagai mesin pendorong atau lokomotif dari keseluruhan proses Doha Development Agenda (DDA). Sesuai dengan mandat Perundingan Doha, negara berkembang memperjuangkan prinsip Special and Differential Treatment (S&D), yang akan memfasilitasi partisipasi Negara berkembang dalam perdagangan internasional secara adil, seimbang, dan efektif. Selain itu, Negara berkembang mengharapkan jaminan bagi pemberian perlindungan terhadap produk-produk pertanian yang dihasilkan petani kecil dan miskin. Keterlibatan Indonesia dalam proses perundingan pertanian didasarkan pada kepentingan nasional dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan dan ketahanan pangan. Dalam kaitan ini, untuk memperkuat posisi runding, Indonesia menjadi koordinator G33, kelompok negara yang pada dasarnya memperjuangkan konsep Special Products (SP) dan Special Safeguard Mechanism (SSM). Selain itu, untuk memperjuangkan penghapusan distorsi pasar pertanian global dan akses pasar yang dibutuhkan bagi ekspor pertanian, Indonesia bergabung dengan G-20 dan Cairns Group. Berdasarkan Paket Bali, Indonesia selaku koordinator G-33 juga mendukunga adanya pengurangan subsidi ekspor bagi negara maju serta penguatan disiplin notifikasi Tariff Rate Quota (TRQ). Khusus di Kelompok G-33, selaku Koordinator, Indonesia terus melaksanakan komitmen dan peran kepemimpinannya dengan mengadakan serangkaian dan berbagai pertemuan tingkat pejabat teknis, Dubes/HODs, SOM, dan Tingkat Menteri. G-33 berupaya merealisasikan tujuan pembangunan yang terkait dengan food security, livelihood security, and rural development sebagai bagian integral dari hasil perundingan pertanian Putaran Doha. 2. Isu Non Pertanian Posisi dasar Indonesia dalam perundingan Non-Agricultural Market Access (NAMA) adalah mengupayakan pembukaan akses pasar produk industri tidak menimbulkan dampak negatif, baik dilihat dari kepentingan ofensif maupun defensif. Di satu sisi Indonesia berkepentingan agar tariff peaks, high tariffs, dan khususnya eskalasi tarif di negara maju, serta hambatan non-tarif diturunkan untuk meningkatkan akses pasar produk ekspor. Di sisi lain Indonesia juga berkepentingan tetap memiliki policy space yang dapat memberikan perlindungan terhadap sektor industri yang sensitif.
11
Dalam perundingan Indonesia telah menunjukkan peran yang pro-aktif, khususnya dalam pembahasan isu pemotongan tarif. Peran ini terlihat pada saat negara-negara anggota mengupayakan kesepakatan formula penurunan tarif. Dengan beberapa negara NAMA-11 Indonesia memperjuangkan prinsip “less than full reciprocity”, di mana tingkat pemotongan tarif yang akan dilakukan harus mempertimbangkan kemampuan negara-negara berkembang. Terkait dengan inisiatif sektoral, Indonesia dinilai oleh negara-negara proponen sebagai salah satu negara target yang dapat mempermudah tercapainya critical mass. Beberapa negara proponen telah melakukan pendekatan kepada Indonesia, baik secara bilateral ataupun plurilateral, khususnya terkait dengan produk-produk perikanan, kehutanan, kimia, eletronik elektrik. Dalam konsultasi informal, beberapa data ekspor-impor Indonesia tentang produk-produk tersebut dipergunakan oleh negara proponen untuk meyakinkan gain yang dapat diraih oleh Indonesia sekiranya bergabung dengan inisiatif sektoral, khususnya untuk produk perikanan dan kehutanan. Posisi Indonesia terkait dengan inisiatif sektoral serupa dengan mayoritas negara berkembang yang melihat inisiatif tersebut bersifat non-mandatory. Meskipun melihat inisiatif sektoral bersifat non-mandatory, Indonesia secara positif menanggapi permintaan negara-negara proponen untuk melakukan pembahasan mengenai sektor-sektor tertentu. Simulasisimulasi potensi keuntungan dan kerugian telah pula dilakukan oleh pemerintah pusat untuk menentukan posisi nasional terhadap inisiatif sektoral pada produk-produk di mana Indonesia diperkirakan memiliki keunggulan. Assessment sementara menunjukkan Indonesia memiliki keunggulan untuk produk kehutanan dan perikanan. Sungguhpun demikian, hasil kajian-kajian tersebut masih perlu diperdalam lebih lanjut untuk menjadi posisi nasional. Proses pendalaman di atas dilakukan dalam rangka penciptaan akses pasar bagi produk-produk ekspor Indonesia yang memiliki keunggulan. Proses pembukaan akses pasar melalui inisiatif sektoral perlu dipertimbangkan oleh Indonesia mengingat kenyataan masih cukup tingginya struktur tarif di beberapa negara anggota, khususnya negara berkembang yang berpotensi menjadi pasar bagi produk Indonesia. Namun demikian, sikap Indonesia terhadap inisiatif sektoral masih terlalu diselimuti oleh ketakutan akan membanjirnya produk-produk impor dari negara lain. Terkait dengan hal tersebut, konsep product basket approach (PBA) yang ditawarkan oleh negara proponen tampaknya belum dicermati secara mendalam, khususnya sebagai sarana untuk mengecualikan beberapa tariff lines di mana masih terdapat sensitivitas. Berkaitan dengan pembahasan proposal NTBs, Indonesia belum memiliki platform jelas yang dapat digunakan dalam penyusunan posisi nasional. Pembahasan NTBs di NG-NAMA dapat dimaknai sebagai upaya tambahan bagi pembukaan akses pasar. Menurunnya tingkat tarif sebagai akibat pemotongan tarif melalui Swiss Formula dikhawatirkan akan diikuti menjamurnya NTBs yang dapat menafikan akses pasar yang telah diperoleh. Dalam kaitan tersebut, pendisiplin dalam penerapan NTBs sebagaimana disasar oleh berbagai proposal yang ada akan dapat menjadi jaminan bagi terbukanya akses pasar.
12
Posisi nasional Indonesia terkait dengan berbagai upaya pendisiplinan penggunaan NTBs belum didasarkan pada tujuan Indonesia berunding di NG-NAMA, apakah bertujuan mencari akses pasar atau berusaha melindungi pasar domestik. Sekiranya Indonesia memilih opsi pertama, maka posisi yang perlu diambil oleh Indonesia adalah berupaya agar tercipta disiplin yang tinggi terhadap penggunaan NTBs. Namun demikian, sekiranya Indonesia menginginkan terdapatnya perlindungan domestik melalui terdapatnya space yang cukup dalam menggunakan berbagai NTBs measures, maka perjuangan Indonesia diarahkan pada bagaimana menurunkan tingkat ambisi yang akan dicapai melalui perundingan. 3. Isu Fasilitasi Perdagangan Isu Fasilitasi Perdagangan menjadi salah satu isu yang banyak dibahas pada tahun 2013. Dalam Sidang Reguler WTO Negotiating Group on Trade Facilitation (NGTF), 11 – 15 Maret 2013 di WTO, Jenewa, membahas Draft Consolidated Negotiating Text, TN/TF/W/165/Rev. 14. Prinsip utama NGTF yaitu transparency, inclusiveness, and bottom-up approach, perlu tetap diperhatikan dalam mengejar kesepakatan dalam negosiasi TF. Usulan proponent, pembahasan bisa beralih dari sisi konseptual menjadi substansi. Pada Section II tentang S&D harus memberi fleksibilitas dalam penerapan dengan kondisi yang wajar, bantuan yang pasti dari pemberi donor juga upaya yang maksimal dari penerima donor. Sidang Perundingan Clustered Open-Ended Informal Sessions on Trade Facilitation, tanggal 6 s.d. 8 Mei 2013 di WTO, Jenewa, membahas Draft Consolidated Negotiating Text Rev. 15 dan Membahas Proposal Baru dari beberapa Negara Anggota. Perbedaan pandangan pada Section II, negara maju mempunyai ambisi tinggi terkait implementasi Fasilitasi Perdagangan sedangkan negara berkembang dan LDC’s menginginkan fleksibilitas tinggi untuk implementasi dan adanya kepastian mekanisme pemberian bantuan teknis dan finansial serta capacity building. Sidang Reguler WTO NGTF, tanggal 21 – 24 Mei 2013 di WTO, Jenewa, masih membahas Draft Consolidated Text Rev. 15. Negara maju berpandangan bahwa Financial Assistance ini tidak perlu dimasukkan dalam program bersama Capacity Building karena negara-negara maju menilai disamping tidak efektif juga menyulitkan dalam sistem penyaluran dan monitoring. Sedangkan negara-negara berkembang dan LDCs menilai bahwa program Financial Assistance sangat dibutuhkan agar implementasi perjanjian Trade Facilitation dapat berjalan efektif. Sidang Reguler NGTF, tanggal 15 - 19 Juli 2013 di WTO, membahas Draft Consolidated Text Rev. 16. Indonesia pada Section II mendukung Proposal African, Caribbean and Pacific Group of States (ACP). Pengalaman melaksanakan need assessment study dari beberapa Anggota, perlu dipertimbangkan kemungkinan untuk Indonesia melaksanakan dan memanfaatkan kegiatan tersebut. Sidang Reguler NGTF, tanggal 14-17 Oktober 2013 di Jenewa, membahas Draft Consolidated Text Rev. 17. Penerapan area dimana dilakukan Advance Rulings berbeda satu Negara ke negara lain sehingga perlu fleksibilitas. Indonesia saat ini baru menerapkan Advance Rulings untuk tariff classification saja. Mayoritas Members menyampaikan semangat
13
yang sama dalam mendukung persiapan Trade Facilitation Agreement pada KTM-IX di Bali. Sejak dikeluarkannya Draft Consolidated Text Rev. 18 tanggal 21 Oktober 2013, diadakan Rapat tanggal 15 November 2013, dalam rangka mempersiapkan isu Trade Facilitation pada KTM WTO ke-IX di Bali. Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO ke-IX di Bali tanggal 3-7 Desember 2013 telah menghasilkan Agreement on Trade Facilitation dimana Isu Fasilitasi Perdagangan bukan hanya menjadi kepentingan negara maju saja, tapi negara berkembang dan LDCs karena semangatnya adalah menciptakan kelancaran arus ekspor dan impor dengan mengurangi atau bahkan meniadakan biaya ekonomi tinggi. Indonesia dalam rangka mempersiapkan implementasi Agreement on Trade Facilitation antara lain Melakukan koordinasi dengan Kementerian dan Instansi terkait untuk menetapkan kategorisasi komitmen terkait tingkat kesiapan Indonesia di setiap pasal di Section I dan Meratifikasi Perjanjian ini ke dalam Peraturan Nasional. 4. Isu Hak Kekayaan Intelektual Sidang Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) Council WTO pada tahun 2013 selalu dihadiri oleh wakil Kementerian Perdagangan, yaitu sidang tanggal 5-6 Maret 2013, 11-12 Juni 2013 dan 10-11 Oktober 2013. Sejumlah mata agenda penting yang dibahas dalam sidang-sidang tersebut antara lain: Notifications Under Provisions of the Agreement; Review of the Provisions of Article 27.3(b); Relationship Between the TRIPS Agreement and the Convention of Biological Diversity; Protection of Traditional Knowledge and Folklore; Non Violation and Situation Complaints (NVSC); Request for An Extension of the Transitional Period under Article 66.1 of the TRIPS Agreement; Intellectual Property, Climate Change and Development; Intellectual Property and Innovation: Cost-Effective Innovation; dan i. Pada tahun 2013, TRIPS Council WTO menghasilkan suatu keputusan penting yaitu Anggota WTO menyepakati perpanjangan masa transisi pemberlakuan TRIPS Agreement bagi LDCs selama 8 (delapan) tahun hingga 1 Juli 2021. Melalui keputusan ini maka LDCs masih diberikan keleluasaan tidak memberlakukan TRIPS Agreement, dan diharapkan dapat membantu LDCs lebih terintegrasi dan berperan dalam sistem perdagangan multilateral. Keputusan penting WTO lainnya terkait TRIPS Agreement adalah Ministerial Decision terkait TRIPS and Non Violation and Situation Complaints (NVSC) pada KTM ke-9 Bali. Melalui keputusan ini, anggota WTO sepakat untuk kembali memperpanjang moratorium hingga KTM 10. Pada penyelenggaraan sidang-sidang TRIPS Council tahun 2013, Indonesia aktif menyampaikan pandangan atau posisi atas sejumlah mata agenda yaitu: mata agenda terkait GRTKF untuk terus mendukung ketentuan mandatory disclosure requirement; mata agenda Intellectual Property, Climate Change and Development yang intinya bersikap terbuka dan mendukung diskusi isu dimaksud; dan mata agenda Observer Status for International Intergovernmental Organization untuk mendukung pemberian status observer kepada South Centre dan Sekretariat CBD.
14
5. Isu Lingkungan Perundingan dilaksanakan di Committee on Trade and Environment – Special Session (CTE-SS) yang memiliki mandat untuk merundingkan Deklarasi Doha paragraf 31(i), 31(ii) dan 31(iii). Mandat paragraf 31(i) adalah perundingan mengenai hubungan antara aturan WTO dengan specific trade obligations (STOs) dalam rangka meningkatkan mutual supportiveness antara perdagangan dan lingkungan. Paragraf 31(ii) pada intinya memberikan mandat perundingan mengenai prosedur untuk pertukaran informasi reguler antara Sekretariat MEAs dan Komite WTO yang relevan; dan kriteria pemberian status sebagai “Peninjau” kepada Sekretariat MEAs.Sedangkan Paragraf 31(iii) ini menyangkut akses pasar untuk environmental goods and services, yang cakupan perundingannya adalah mengenai: coverage/cakupan produk environmental goods(EGs); dan treatment penurunan/ penghapusan tarif EGs. Posisi dasar Indonesia terkait dengan para 31(i) dan 31(ii) adalah mendukung pendapat yang tidak mempermasalahkan hubungan antara STOs dalam MEAs dengan ketentuan WTO. Selain itu, Indonesia juga berpandangan bahwa prosedur pertukaran informasi reguler antara Sekretariat MEAs dengan WTO akan sangat bermanfaat untuk membangun pemahaman dan/atau penyelesaian suatu masalah, apabila muncul. Berangkat dari pemahaman tidak terdapatnya konflik antara keduanya, Indonesia mendukung pandangan yang tidak menginginkan masuknya elemen penyelesaian sengketa sebagai hasil perundingan Para 31(i). Dengan pemahaman seperti di atas, Indonesia tampaknya tidak memiliki concerns terhadap kesepakatan untuk menghasilkan outcome dalam bentuk Ministerial Decision. Terkait dengan para 31(iii), Indonesia berkepentingan terhadap pencapaian triple wins, yaitu win for development, win for environment, and win for trade. Oleh karenanya Indonesia tidak terlalu nyaman dengan pendekatan list yang lebih mengedepankan aspek akses pasar. Praktik yang dilakukan Indonesia selama ini mendekati apa yang diusulkan sebagai “integrated/project approach”, yaitu melalui Rekomendasi Pembebasan Bea Masuk peralatan yang digunakan untuk perlindungan lingkungan hidup. Indonesia berkepentingan agar EGs tidak ditetapkan hanya melalui salah satu pendekatan saja, namun dengan menggunakan “multiple approach”. Hal ini mirip dengan usulan “combined approach” yang diusulkan Ketua CTE-SS. Selain itu, Indonesia tetap pada posisi bahwa kriteria EGs adalah yang “single environmental use” dan “nonproduction process method” (Non-PPM). Indonesia juga berpandangan bahwa S&D, technical assistance dan capacity building serta transfer teknologi merupakan bagian penting dari modalitas EGs. Meskipun Indonesia telah memiliki posisi yang jelas mengenai pendekatan yang perlu diambil, Indonesia masih belum memiliki posisi yang firm terkait dengan jenis-jenis produk lingkungan domestik yang perlu diperjuangkan akses pasarnya ataupun yang perlu dilindungi di tanah air. Terkait dengan hal ini upaya untuk melakukan identifikasi produk-produk yang memiliki potensi ofensif dan potensi defensif perlu segera dilakukan untuk menentukan posisi yang akan diambil oleh Indonesia dalam perundingan di CTE-SS.
15
6. Isu Pembangunan Menindaklanjuti mandat Konferensi Tingkat Menteri WTO ke-8 di Jenewa pada tahun 2011 bahwa Committee on Trade and Development (CTD) merupakan focal point untuk mempertimbangkan dan mengoordinasikan kegiatan bantuan teknis terkait pembangunan di WTO dan kaitannya dengan kegiatan-kegiatan terkait pembangunan di organisasi internasional lainnya dan merujuk mandat Konferensi Tingkat Menteri Doha memberikan mandat kepada CTD untuk mengidentifikasi peraturan S&D mana yang wajib, dan untuk mempertimbangkan dampak menjadikan wajib peraturan yang saat ini sifatnya sukarela, maka Committee on Trade and Development kini tengah membahas Terms of References (TOR) CTD dalam dokumen WT/L/46 dan membahas seluruh aspek terkait dengan perdagangan dan pembangunan. Lebih lanjut dibahas pula mengenai pengalaman negara anggota terkait dengan perdagangan dan pembangunan baik dari negara maju maupun negara berkembang. CTD juga mencakup “Work Programme on Small Economies” untuk membantu ekonomi kecil menghadapi kesulitan dalam perdagangan dunia. Deklarasi Doha memberikan mandat kepada CTD untuk mencermati kesulitan-kesulitan tersebut dan membuat rekomendasi tentang bagaimana kebijakan terkait perdagangan dapat meningkatkan integrasi ekonomi kecil ke dalam sistem perdagangan multilateral. 7. Isu Tinjauan Ketentuan Perdagangan dan Notifikasi Selain pelaksanaan Trade Policy Review (TPR) Indonesia, sepanjang tahun 2013 Indonesia juga terlibat aktif mengajukan pertanyaan tertulis terkait pelaksanaan sidang TPR beberapa negara anggota WTO. Beberapa negara tersebut adalah Jepang, Uni Eropa, Brazil, Vietnam dan Kosta Rika. Sepanjang tahun 2013, Ditjen. KPI telah melakukan notifikasi terhadap 6 (enam) Peraturan Menteri Perdagangan terkait prosedur perijinan impor (import licensing procedure). Keenam peraturan tersebut adalah Peraturan Menteri Perdagangan No. 82/M-DAG/PER/12/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Telepon Genggam, Komputer Jinjing dan Komputer Tablet; Peraturan Menteri Perdagangan No. 16/MDAG/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura; Peraturan Menteri Perdagangan No. 83/M-DAG/PER/12/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu; Peraturan Menteri Pertanian No. 47/Permentan/OT.140/4/2013 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH); 8. Penyelesaian Sengketa dalam Kerangka WTO Sengketa rokok kretek antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) di WTO bermula dari diberlakukannya peraturan Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act di AS yang melarang penjualan rokok kretek (clove cigarette), di mana sekitar 99% rokok kretek yang dijual di pasar AS diimpor dari Indonesia. Sementara itu, menthol cigarette diperbolehkan. Atas keputusan tersebut, Indonesia akhirnya mengajukan pembentukan Panel ke Badan Penyelesaian Sengketa WTO (Dispute Settlement Body– DSB) atas dasar AS melanggar ketentuan WTO mengenai National Treatment Obligation yang tercantum dalam TBT Agreement Pasal 2.1
16
TBT. Dalam panel WTO pada September 2011, Indonesia dimenangkan WTO lantaran lembaga tersebut beranggapan rokok kretek dan rokok mentol adalah produk sejenis (like products) dan keduanya memiliki daya tarik yang sama bagi kaum muda. Tak puas dengan keputusan tersebut, pemerintah AS mengajukan banding ke WTO pada 5 Januari 2012. WTO kembali memenangkan posisi Indonesia berdasar laporan Appellate Body (AB) pada 4 April 2012 yang menyatakan bahwa AS melanggar ketentuan WTO dan kebijakan AS dianggap sebagai bentuk diskriminasi dagang. Hasil banding yang dikeluarkan AB tersebut mempertegas keputusan panel WTO sebelumnya yang memutuskan pemerintah AS telah mengeluarkan kebijakan yang tidak konsisten dengan ketentuan WTO, yakni Technical Barrier to Trade (TBT) Agreement. Keputusan ini juga mencegah aturan yang diterapkan Pemerintah AS ditiru negara lain, termasuk negara-negara tujuan ekspor utama rokok kretek Indonesia. Setelah berakhirnya jangka waktu 15 (lima belas) bulan yang diberikan kepada AS untuk mengimpl mentasikan keputusan DSB, pada tanggal 23 Agustus 2013 Indonesia menyampaikan permohonan kepada DSB untuk mengadakan retaliasi atas ketidakpatuhan AS untuk melaksanakan rekomendasi AB. AS lalu mengajukan keberatan atas permintaan retaliasi Indonesia dan pada bulan Oktober, AS membawa kasus ini ke tingkat Arbitrase. Sidang Arbitrase dilakukan mulai tanggal 22 Oktober 2013, diperkirakan akan berakhir bulan Mei atau Juni 2014. Selain sengketa dengan AS, Indonesia juga menegaskan keikutsertaan sebagai “pihak ketiga” bersama 23 negara lainnya dalam proses konsultasi di WTO antara Ukraina dan Australia, untuk kasus tobacco plain packaging bill. Kasus ini terkait dengan peraturan Australia yang bernama Plain Packaging Act, mengenai larangan produsen rokok menampilkan logo produk, label, dan merek dagang yang sebelumnya dianggap atraktif dan membuat jumlah perokok muda di Australia bertambah. Peraturan tersebut dianggap telah melanggar ketentuan WTO tentang hak kekayaan intelektual yang menghambat teknis perdagangan. 9. Sidang Trade Policy Review (TPR) Indonesia ke-6 Sidang Trade Policy Review Indonesia ke-6 telah dilaksanakan pada tanggal 4 – 6 April 2013 di Jenewa, Swiss. Sidang ini bertujuan untuk menciptakan transparansi atas peraturan-peraturan terkait perdagangan yang dilaksanakan oleh para iding-negara anggota WTO. Dalam Sidang TPR Indonesia ke-6 (enam) tersebut Indonesia telah menyusun Government Report dan Sekretariat WTO juga telah menyusun Secretariat Report atas kebijakan pemerintah Indonesia terkait perdagangan selama periode 2007 – 2012. Dalam iding ini Indonesia menerima 800 pertanyaan dari 26 Negara Anggota WTO dan seluruh pertanyaan tersebut telah dijawab oleh Pemerintah Indonesia. Secara garis besar pertanyaan yang diajukan adalah terkait dengan kebijakan importasi produk pertanian, termasuk didalamnya tentang perizinan impor, preshipment inspection, designated port of entry, Sanitary Phytosanitary, kebijakan investasi, local content, pembatasan ekspor, Government Procurement Agreement (GPA) dan Information Technology Agreement (ITA).
17
10. Paket Bali pada Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO IX Konferensi Tingkat Konferensi para menteri anggota Organsasi Perdagangan Dunia (WTO) keMenteri WTO IX 9 telah berakhir pada hari Sabtu tanggal 7 Desember 2013, atau mudur sehari dari waktu yang direncanakan. Hasil konferensi di Bali ini dapat dikatakan menjadi penyelamat dari rasa putus asa yang semakin menumpuk setelah bertahun-tahun konferensi WTO tidak menghasilkan kesepakatan yang berarti. Sejak Putaran Doha (Doha Round) diluncurkan pada tahun 2001 di Doha-Qatar, negosiasi tidak pernah mengalami kemajuan. Bali yang indah mempesona, hangat, sekaligus memiliki aura yang menenangkan hati, tampaknya mampu membuat para delegasi saling memberi dan menerima, yang pada akhirnya sampai pada kesepakatan. Kesepakatan konferensi WTO di Bali, yang disebut Paket Bali, disambut gembira oleh negara-negara para peserta konferensi, yang memiliki berbagai latar belakang ideologi pembangunan ekonomi yang berbeda-beda. Perdebatan Putaran Doha, atau disebut juga Agenda Pembangunan Doha, dimaksudkan untuk menciptakan aturan tunggal yang berlaku bagi 159 negara anggota WTO di berbagai bidang, seperti menurunkan pajak impor, mengurangi subsidi pertanian yang mendistorsi perdagangan, dan menciptakan prosedur standar kepabeanan. Dengan disepakati dan diterapkannya aturan-aturan yang seragam tersebut, diharapkan pergerakan barang antar negara dapat lebih lancar dan perdagangan dunia semakin meningkat lebih cepat. Dasar pemikiran Putaran Doha adalah, jika seluruh negara menjalankan aturan perdagangan yang sama maka semua negara akan dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan, baik itu negara kaya maupun negara miskin. Perdagangan yang semakin berkembang diharapkan akan menciptakan peluangpeluang usaha yang lebih banyak lagi dan membuka kesempatan kerja yang lebih besar. Dalam prakteknya, banyak negara yang merasa bahwa perdagangan yang lebih bebas ternyata tidak memberikan manfaat seperti yang diharapkan. Perdagangan memang meningkat pesat, baik volume maupun nilainya, namun distribusi manfaat dari perdagangan itu dipandang belum adil. Pada aspek keadilan inilah kritik keras disuarakan oleh banyak pihak di luar ruang-ruang konferensi WTO di berbagai tempat dan waktu. Dalam sambutan pembukaan konferensi WTO di Bali, Presiden RI juga mengingatkan perlunya perdagangan yang memenuhi aspek keadilan bagi semua. Aspek keadilan telah menjadi hambatan utama bagi konferensikonferensi WTO untuk mencapai kesepakatan, dan mungkin juga di tahun-tahun mendatang. Tiadanya kemajuan yang berarti dalam konferensi-konferensi Putaran Doha telah menyebabkan banyak negara membuat kesepakatan-kesepakatan perdagangan bilateral dan kesepakatan-kesepakatan perdagangaan regional dan antar kawasan, seperti Trans-Pacific Partnership antara Amerika Serikat dengan 11 negara kawasan Pasifik ataupun pasar bebas Amerika Serikat dengan Uni Eropa. Itu sebabnya, kesepakatan yang berhasil dicapai pada KTM WTO Bali ini dipandang sebagai salah satu tonggak penting kemajuan menuju Agenda Pembangunan Doha, sekaligus menyelamatkan relevansi WTO sebagai lembaga perdagangan multilateral.
18
Paket Bali Posisi pemerintah Indonesia tetap tegas dalam menempatkan pertanian sebagai sektor strategis dalam pembangunan. Pemerintah menyadari sektor pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian bagi mayoritas tenaga kerja di Indonesia, dan di sektor ini masih banyak petani yang taraf kehidupannya perlu ditingkatkan. Indonesia juga telah mengalami dampak buruk dari lonjakan-lonjakan harga pangan. Harga pangan yang naik tajam tidak saja menurunkan daya beli dan mendorong inflasi, tetapi juga menimbulkan berbagai masalah sosial dan politik. Iklim yang semakin tidak mudah diramalkan menjadikan risiko produksi dan risiko harga meningkat, sehingga ketahanan pangan Indonesia menjadi rentan apabila sepenuhnya mengandalkan pada pasar internasional. Indonesia tetap perlu memiliki stok pangan sebagai salah satu faktor penunjang penting ketahanan pangan. Stok pangan nasional pada tingkat yang aman juga tetap diperlukan untuk program-program pengentasan kemiskinan dan dalam menghadapi bencana. Berbagai aspek tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam perjuangan Indonesia di berbagai forum WTO. Dalam konferensi WTO di Bali, Indonesia bersamasama dengan negara berkembang lain tetap memperjuangkan subsidi pertanian. Bagi Indonesia Paket Bali bukanlah akhir, tetapi awal dari upaya-upaya lebih keras untuk meningkatkan daya saing pertanian, ketahanan pangan nasional, dan kesejahteraan petani. Subsidi dan topangan harga adalah kebijakan-kebijakan jangka pendek yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Tetapi kebijakankebijakan ini sering tidak berkelanjutan hasilnya dan juga dapat menciptakan ketidakadilan baru, karena sifatnya yang poorly targeted. Kebijakan yang bertumpu hanya pada harga sering mengalami hambatan dari sisi penyediaan anggaran dan ketepatan waktu, sehingga efektivitasnya rendah. Kebijakan harga dapat membenturkan kepentingan produsen dengan kepentingan konsumen, apabila anggaran yang dialokasikan tidak memadai. Kebijakan meningkatkan harga untuk membantu produsen dapat berarti naiknya harga di tingkat konsumen. Sebaliknya, menurunkan harga di tingkat konsumen bisa berdampak menekan harga yang diterima petani. Keberlanjutan pertanian tergantung pada kebijakan-kebijakan yang mampu meningkatkan kesejahteraan petani secara berkelanjutan. Perbaikan dan pembangunan sarana dan prasarana pertanian, jalan desa, kelembagaan pemasaran faktor produksi dan hasil produksi, akses terhadap sarana produksi, akses terhadap tanah dan kapital, dan penemuan benih/bibit unggul dan teknik budidaya pertanian yang lebih baik adalah tugas-tugas publik yang perlu terus ditingkatkan dari tahun ke tahun, untuk memastikan petani meningkat kesejahteraannya. Tugas pemerintah, dari tingkat pusat sampai daerah, untuk memastikan bahwa produktivitas pertanian terus tumbuh dari tahun ke tahun. Tanah-tanah pertanian juga perlu terus dikembangkan dan tidak hanya mengandalkan tanah-tanah di Jawa. Untuk itu diperlukan pemuliaan tanaman dan pengembangan teknologi budidaya yang sesuai dengan kondisi agro-ekologi setempat. Kebijakan harga dan subsidi harga memang hasilnya dapat secara cepat dapat dilihat daripada kebijakan non-harga. Itu sebabnya kebijakan harga
19
dan subsidi harga adalah kebijakan yang paling banyak digunakan di berbagai negara. Namun kebijakan harga dan subsidi harga memiliki banyak kelemahan dari aspek sosial ekonomi, karena sifatnya yang distortif. Sebaliknya kebijakan non-harga memerlukan kerja keras dan waktu yang lebih lama untuk memperlihatkan hasilnya. Kebijakan nonharga, seperti kebijakan irigasi, kebijakan kelembagaan, maupun kebijakan teknologi memerlukan konsistensi dan persistensi dalam jangka panjang, sebelum hasilnya dapat dilihat dan dirasakan dengan nyata. Pada aspek inilah tampaknya yang belum dimiliki Indonesia, yaitu konsistensi dan persistensi kebijakan pertanian dari waktu ke waktu, antar pemerintahan dan antar generasi. Perjalanan Putaran Doha, dimana Paket Bali menjadi bagiannya, diperkirakan masih memerlukan waktu panjang dan masih tinggi risikonya untuk gagal. Namun berbagai upaya peningkatan kesejahteraan petani perlu lebih keras lagi dilakukan. Peningkatan kesejahteraan petani adalah suatu keharusan dan tidak perlu menunggu Putaran Doha selesai didiskusikan dan diterapkan.
B. Forum Kerja Sama Regional
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)
a. Internal ASEAN High-Level Task Force on ASEAN Economic Integration (HLTF-EI) ke23
Pertemuan HLTF-EI membahas beberapa isu pokok yaitu: (i) revisi atas Term of Reference HLTF-EI khususnya terkait peran dan fungsinya untuk masa yang akan datang, (ii) merumuskan definisi AEC pasca 2015, serta (iii) regulatory reform dan fasilitasi perdagangan. Pertemuan ini diselenggarakan 4 Januari 2013 di Kuala Lumpur, Malaysia.
The 10th Coordinating Committee on the Implementation of the ATIGA (CCA) and Related Meetings
Pertemuan di Jerundong, Brunei Darussalam, 15-19 Januari 2013 ini menindaklanjuti Pending Issue Tahun 2012 dan menyepakati Work Programme CCA Tahun 2013 seperti ATIGA Tariff Reduction Schedule (TRS), Tariff Nomenclature, Non-Tariff Barriers. Rules of Origin (ROO), Trade Facilitation, List of Superseded Agreements of the ATIGA, Review of the provisions under ATIGA (23rd AFTA Council para 21c), Alcoholic beverages and tobacco products, Protocol to Provide Special consideration for Rice and Sugar, ASEAN Consultation to Solve Trade and Investment Issues (ACT), AEC Scorecard: The review of ATIGA related measures for submission to the SEOM, ASEAN Committee on Sanitary and Phytosanitary Measures (AC-SPS).
The Tenth Meeting of The Sub Committee on ATIGA Rules of Origin (SC-AROO) Meeting
The 10th SC-AROO Meeting merupakan pertemuan yang diselenggarakan di Brunei Darussalam, 15 Januari 2013. Pertemuan tersebut menindaklanjuti Pending Issue Tahun 2012 dan menyepakati Work Programme ROO Tahun 2013.
The 1st Senior Economic Official Meetings for the 44th ASEAN Economic Ministers Meetings (SEOM 1/44)
Pertemuan ini menjadi pertemuan awal SEOM di tahun 2013 yang diselenggarakan pada tanggal 21-22 Januari 2013 di Jerundong, Brunei Darussalam didahului Committee of the Whole (COW) pada tanggal 20 Januari 2013, SEOM Retreat pada tanggal 21 Januari 2013 pagi, dilanjutkan dengan SEOM Plenary tanggal 21-22 Januari 2013. Sejumlah agenda internal ASEAN yang dibahas dalam SEOM 1/44, meliputi: AEC Priority Deliverables 2013, Brunei Darussalam’s Deliverables
20
in 2013, Streamlining ASEAN Meetings, Equitable Economic Development (EED), Public Private Sector Engagement (PPE), Priority Integration Sector (PIS), Tariff Reduction Schedules (TRSs), Non-Tariff Measures (NTMs), Standard and Conformace, ASEAN Single Windows, Trade in Services and Investment, SME, Hak Kekayaan Intelektual dan Consumer Protection. ASEAN juga membahas kelanjutan hubungan dengan negara-negara mitra FTA dan mitra strategis lainnya. The 19th ASEAN Economic Dalam pertemuan AEM Retreat yang dilakukan di Vietnam, 8 Februari Ministers (AEM) Retreat 2013, para Menteri Ekonomi ASEAN membahas beberapa agenda terkait dengan upaya pencapaian Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 dan isu strategis dalam kaitan kerjasama dengan Mitra Dialog, antara lain: (i) Prioritas Keketuaan ASEAN 2013, (ii) hambatan non tarif, (iii) Regional Comprehensive Economic Partnership, (iv) aksesi Hong Kong ke ACFTA, (v) temu kenal antara pemerintah dan swasta, (vi) Transposisi jadwal penurunan tarif ATIGA (ASEAN Trade in Goods Agreement), (vii) jadwal komitmen untuk ASEAN Agreement on Movement of Natural Persons, (viii) rencana AEM melakukan road-shows ke Amerika Serikat dan Tiongkok serta (ix) persiapan untuk pertemuan AEM-EU Consultation ke12. Pertemuan SEOM Plus ASEAN FTA Partners Consultations and Related Working Groups
Pertemuan SEOM Plus ASEAN FTA Partners Consultations and Related Working Groups diselenggarakan di Bali, Indonesia sejak tanggal 26-28 Januari 2013. Pertemuan membahas sejumlah isu termasuk secara paralel pertemuan 3 (tiga) Working Groups, masing-masing di bidang perdagangan barang, perdagangan jasa dan investasi. Pertemuan SEOM Caucus diselenggarakan juga untuk memfinalisasi Term of Reference (TOR) dan Acuan Negosiasi (Scoping Papers) memasuki perundingan RCEP.
Joint Preparatory Meeting (JPM) for the 22nd ASEAN Summit dan ASEAN Economic Community (AEC) Council ke-9
Rangkaian pertemuan yang melibatkan pilar ekonomi dari tanggal 7-11 April 2013 di Brunei Darussalam ini meliputi Pertemuan ASEAN Coordinating Council Working Group (ACCWG) ke-3; JPM for the 22nd ASEAN Summit; Pertemuan Senior Officials for BIMP-EAGA Summit, dan Pertemuan ASEAN Economic Community (AEC) Council ke-9.
The Second Meeting of the Seventh Round of ASEAN Air Transport Sectoral Negotiations (ATSN)
Pada pertemuan ATSN pada tanggal 29 April 2013 di Krabi, Thailand, disampaikan briefing Enhancement of AFAS, Toward Achieving ASEAN Economic Integration yang tujuannya adalah memberikan pemahaman mengenai Enhancement of AFAS termasuk rencana penyusunan draft agreement text enhancement of AFAS sebagaimana yang telah dimiliki dalam Trade in Goods (ATIGA) dan Investment (ACIA). Presentasi Enhancement of AFAS meliputi mandat AEM untuk dilaksanakan proses penyusunan AFAS Enhancement, pentingnya Enhanced AFAS, apa yang ingin dicapai para negara ASEAN, elemen-elemen apa saja yang akan mengarahkan enhancing AFAS, bagaimana mempersiapkannya, juga mengenai jadwal penyusunan serta beberapa dokumen terkait.
The 11th Coordinating Committee on the Implementation of the ATIGA (CCA) and Related Meetings
Pertemuan the 11th Coordinating Committee on the Implementation of the ATIGA (11th CCA) and Related Meetings diselenggrakan di Brunei Darussalam menindaklanjuti pending issue pada pertemuan CCA ke-10 dan membahas isu baru yang erat kaitannya dengan Perdagangan Barang.
21
List of superseded Agreement of the ATIGA. Pada Pertemuan ini, AMS menyampaikan perkembangan proses ratifikasi dari Protocol to Amend Certain ASEAN Economic Agreements Related to Trade in Goods. Indonesia menyampaikan bahwa, saat ini Indonesia sudah memulai proses ratifikasi dan diharapkan bahwa ratifikasi tersebut akan selesai dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan setelah penandatanganan. Review of the Waiver for Rice and Sugar for Indonesia and Philippines. Pada pertemuan kali ini, Indonesia menyampaikan keinginannya agar dapat memperpanjang kembali waiver beras dan gula Indonesia untuk periode 2013-2014. Terkait hal ini, Indonesia menyampaikan bahwa Indonesia akan menyerahkan permohonan waiver untuk beras dan gula sebelum Pertemuan CCA ke-12. Permohonan waiver ini akan di-endorse pada Pertemuan AFTA ke-27 pada bulan Agustus 2013. The Eleventh Meeting of the Sub-Committee on ATIGA rules of Origin (11th SC-AROO Meeting)
The Eleventh Meeting of the Sub-Committee on ATIGA rules of Origin diselenggrakan 2-3 Mei 2013 di Brunei Darussalam menindaklanjuti pending Isu pada pertemuan SCAROO ke-10 dan membahas isu baru yang erat kaitannya dengan Perdagangan Barang. Pertemuan mencatat updates pelaksanaan SCPP 1. Participating Member States (PMSs) SCPP 1 menyambut baik keinginan Myanmar untuk bergabung dengan SCPP 1. Pada kesempatan ini, Filipina dan Laos menyampaikan bahwa mereka sudah menyelesaikan proses ratifikasi dan menunggu diterbitkannya legal enactments. Sedangkan Indonesia menyampaikan bahwa saat ini berada pada tahap finalisasi ratifikasi (menunggu diterbitkannya Perpres). PMSs SCPP versi 2 diminta untuk segera menyelesaikan prosedur domestik untuk mengimplementasikan SCPP 2 dan memulai implementasi SCPP 2 paling lambat pada bulan Juni 2013. Pada kesempatan ini, Thailand dan Vietnam menyatakan keinginannya untuk bergabung setelah SCPP 2 EIF. Pada Pertemuan ini, AMSs membahas tentang revisi Work Plan for ASEAN-wide SC dan menyepakati hasil revisi Work Plan tersebut akan diusulkan untuk diendorse oleh para SEOM Leaders.
The 2nd Senior Economic Official Meetings for the 44th ASEAN Economic Ministers Meetings (SEOM 2/44)
The 1st Meeting of the Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) Working Group on Trade in Services (RCEPWGTIS)
Pertemuan pada tanggal 6-9 Mei 2013 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam ini menindaklanjuti hasil pertemuan 1st Senior Economic Official Meetings for the 44th ASEAN Economic Ministers Meetings (SEOM 1//44) di Brunei Darussalam. SEOM 1//44 membahas tindak lanjut dari ASEAN Secretariat's paper; ASEAN+1 FTAs review, Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP); ASEAN Hongkong FTA; Streamlining the Meetings under AEM/SEOM Purview dan Secondment of Economic Officers to CPR. Pertemuan juga berusaha meningkatkan koordinasi dengan Kementerian terkait untuk menindaklanjuti isu-isu menyangkut kepentingan nasional. Pertemuan diadakan di Brunei Darussalam pada tanggal 9-13 Mei 2013. Sesuai arahan TNC, RCEP-WGTIS harus menyelesaikan outstanding issue Scoping Paper hasil pertemuan the Second Meeting of the ASEAN Plus FTA Partners Working Group on Trade in Services (the 2nd AFPs-WGTIS) pada bulan Februari 2013 di Bali, penyelesaian outstanding issue mengenai single schedule dapat dilaksanakan setelah TNC menyepakati wording single commitments; Next Steps in The Negotiating Process membahas bahwa potential elements of negotiation dan identifikasi priority issues.
22
35th ASEAN Senior Pada tanggal 28-30 Mei 2013 di Luang Prabang, Laos, Pertemuan 35th Transport Official ASEAN Senior Transport Official Meetings (STOM) meresmikan peralihan Meetings (STOM) kepemimpinan secara berkala dari STOM Chairman Indonesia (Sekjen Kemenhub) ke Myanmar. Pertemuan mencatat perkembangan dari 22nd ASEAN Summit, 9th Meeting AEC Council, 1/2013 Meeting of the ASEAN Connectivity Coordinating Committee (ACCC). Hal lain yaitu perkembangan implementasi dari AEC Blueprint, Brunei Action Plan (BAP) dan Master Plan on ASEAN Connectivity (MPAC) di sektor transportasi. High-Level Task Force on ASEAN Economic Integration (HLTF-EI) ke24
Pertemuan 3-4 Juli di Singapura ini membahas beberapa hal yaitu: (i) Public Communication on the AEC 2015, (ii) AEC Post 2015, (iii) ASEAN Regulatory Reform Agenda, (iv) HLTF-EI Recomendations to 45th AEM, (v) RCEP Negotiation dan (vi) Strengthening of ASEAN Secretariat.
The Twelfth Meeting of Pertemuan di Brunei Darussalam, 1-2 Juli ini menindaklanjuti pending Isu the Sub-Committee on pada pertemuan SCAROO ke-11 dan membahas isu baru yang erat ATIGA Rules of Origin kaitannya dengan Perdagangan Barang. (12th SC-AROO Meeting) Pertemuan menyepakati penghapusan FOB pada SKA Form D untuk Kasus WO, CTC akan di-endorse pada AFTA Council ke-27. Form SKA form D akan efektif berlaku mulai 1 Juli 2014. Terkait usulan Singapura tentang penghapusan FOB pada SKA Form D untuk kasus RVC 40%, Indonesia meminta Singapura menyiapkan paper yang berisi keuntungan dan justifikasi perlunya penghapusan FOB pada SKA form D untuk kasus RVC 40% agar bisa dibahas pada pertemuan SCAROO yang akan datang sekaligus menjadi pertimbangan bagi AMS lainnya. The Eleventh Meeting of the Coordinating Committee on the Implementation of the ATIGA (12th CCA Meeting)
Pertemuan 3-6 Juli 2013 menindaklanjuti pending Isu pada pertemuan CCA ke-11 dan membahas isu baru yang erat kaitannya dengan Perdagangan Barang.
The 73rd Meeting of the ASEAN Coordinating Committee on Services (CCS)
Pertemuan diselenggarakan pada tanggal 4-6 Mei 2013 di Brunei Darussalam. Pemenuhan komitmen 9th AFAS Package merupakan salah satu isu utama dalam pertemuan negara-negera anggota ASEAN tersebut. Hingga pertemuan tersebut Indonesia belum dapat menyampaikan initial offers 9th AFAS Package. Selain itu diharapkan dengan dilakukannya Ratifikasi MNP dan AFAS Paket 8, Pemasok Jasa Nasional dapat memanfaatkan peluang ekspor pasar Jasa negara ASEAN Lainnya.
Indonesia kembali menyampaikan bahwa saat ini tidak ada perubahan dalam kebijakannya mengenai Minol. Indonesia sudah menyelesaikan kajian/studi yang dilakukan oleh Kementerian Perindustrian. Hasil rekomendasinya adalah Indonesia tetap tidak akan mengeluarkan Minol dari GEL. Untuk Minol produksi domestik, Indonesia mengenakan cukai, PPN dan PPH, sedangkan untuk Minol produk impor, Indonesia mengenakan bea masuk, PPN dan PPH. AMS mendesak agar Indonesia dan juga Malaysia segera mempercepat proses dikeluarkannya Minol dari GEL. AMS juga menyampaikan bahwa seharusnya tidak ada diskriminasi antara produsen impor dengan produsen lokal yang memproduksi MINOL, dan seharusnya kedua Negara memberlakukan alternative measures yang konsisten dengan ketentuan GE dari ATIGA daripada menerapkan bea masuk yang tinggi. Pada pertemuan CCA ke-13, Indonesia dan Malaysia diminta untuk dapat menginformasikan kebijakan dalam negerinya terkait minol termasuk besarnya cukai dan bea masuk.
23
The 3rd Meeting of the ASEAN Senior Economic Officials for the 44th ASEAN Economic Ministers Meeting and Related Meeting (SEOM 3/44) and SEOM – Dialogue Partners Consultations
The 3rd Meeting of the ASEAN Senior Economic Officials for the 44th ASEAN Economic Ministers Meeting and Related Meeting (SEOM 3/44) and SEOM – Dialogue Partners Consultations yang diselenggarakan di Brunei Darussalam, 4-8 Juli 2013 membahas beberapa hal, yaitu: 1) Equitable Economic Development (EED); 2) Priority Integration Sectors (PIS); 3) ASEAN Customs DG; 4) Transport; 5) Information Communication and Technology (ICT); 6) Energy; 7) Trade in Goods 8) ACCSW; 9) Trade in Services; 10) Investment; 11) SME; 12) consumer protection dan external relation.
Working Dinner for the Pada 18 Agustus 2013 di Burnei Darussalam, diadakan Working Dinner for 45th ASEAN Economic the 45th ASEAN Economic Ministers Meeting. Pertemuan bertujuan untuk Ministers Meeting mencatat perkembangan isu-isu penting dalam kerja sama ekonomi ASEAN FTA dan ASEAN FTA+1 yang akan dibahas dalam Pertemuan Tingkat Menteri Ekonomi ASEAN ke 45 dan Pertemuan terkait lainnya. THE AEM – 27th AFTA Pertemuan pada 19 Agustus 2013 ini bertujuan untuk mencatat laporan Council Meeting perkembangan hasil pertemuan Working Group di bidang perdagangan barang serta memberikan rekomendasi atau arahan untuk dilaksanakan pada WG yang akan datang setelah pertemuan AFTA Council ini. Review of the General Exception List: Alcoholic and Tobacco Products. Pertemuan meminta Indonesia dan Malaysia untuk mengeluarkan minuman alkohol dan meminta Vietnam untuk mengeluarkan tembakau dari kelompok GEL sebelum tahun 2015. Sebagai pertimbangan bagi AFTA Council, Indonesia telah menyampaikan kajian yang hasilnya dari berbagai aspek sulit bagi Indonesia memindahkan minuman alkohol ke dalam Inclusion List. Revised Work Programme on NTMs. Pertemuan menyetujui: (i) Regional Work Program for ASEAN dan National Work Program sebagai pedoman negara anggota untuk menangani NTMs/NTBs; (ii) the ASEAN Framework of Methodologies for Notifying, Identifying, Classifying, Evaluating, and Eliminating of trade barriers. Pilot projects/cases studies to examine how to reduce trade barriers. AFTA council mencatat perkembangan work program dan daftar kasus NTM yang disampaikan oleh beberapa Negara anggota sebagai bahan studi kasus, dan hasilnya akan dilaporkan pada pertemuan AEM Retreat 2014. The Sixteenth Meeting of Pertemuan AIA Council ke-16 19 Agustus di Brunei Darussalam membahas ASEAN Investment Area dua isu yaitu (a) ASEAN Investment Surveillance Report 2013 dan (b) (16th AIA) Council Persetujuan yang perlu ditindaklanjuti diantaranya adalah (i) Protocol to Amend the ASEAN Comprehensive Investment Agreement; (ii) ASEAN Investment Peer Review Report 2012-2013; (iii) Revisi reservasi Brunei, Indonesia, Laos dan Myanmar; (iv) peluncuran portal Invest ASEAN; (v) CCI mempercepat penyelesaian pembahasan Shared Principles for International Investment dengan pihak Amerika Serikat. The Tenth Meeting Of The Pertemuan AEC Council diselenggarakan di mencatat bahwa ASEAN Economic Implementasi AEC telah mencapai 79.4 %; Kajian ERIA tentang AEC Comunity Council Scorecard Phase 3;dan Perkembangan isu terkait (i) ASEAN Connectivity (ii) Persiapan KTT ASEAN ke-23 serta (iii) ASEAN Position Paper for G20 Summit.
24
The Forty Fifth ASEAN Economic Ministers (The 45th AEM) Meeting and Related Meetings
Pertemuan ke-45 AEM and Related Meeting mencatat bahwa (i) Laporan Sekjen ASEAN terkait ASEAN Economic Integration Initiatives,langkahlangkah dan tindak lanjut pencapain AEC 2015; (ii) AEM menerima rekomendasi HLTF-EI; dan (iii) Laporan SEOM kepada pertemuan AEM ke45 mengenai AFAS Paket 9 dan Agenda konsultasi dengan Mitra Dialog.
Rangkaian Pertemuan Preparatory SEOM, Joint Preparatory Meeting dan the 4th ACC Working Group (ACCWG)
Rangkaian pertemuan ini diselenggrakan di Brunei Darussalam, 9-10 September 2013. Agenda utama Prep-SEOM adalah menyusun masukan pada bagian ASEAN Economic Community (AEC) dalam draft Chairman Statement KTT ASEAN ke-23 dan memfinalisasi laporan ASEAN Economic Community Council (AECC) kepada para pemimpin di saat KTT tersebut.
Rangkaian Pertemuan KTT Rangkaian Pertemuan KTT ASEAN ke-23 dan KTT terkait lainnya, tanggal 8ASEAN ke-23 dan KTT 10 Oktober 2013 di Brunei Darussalam membahas tiga agenda utama, Terkait Lainnya yakni (1) upaya perwujudan ASEAN Economic Community pada tahun 2015; (2) peningkatan peran-serta ASEAN dalam proses integrasi ekonomi regional dan global; dan (3) penguatan kelembagaan ASEAN agar semakin mampu merespon dinamika regional dan internasional. The Thirtheen Meeting of Sub-Committee on ATIGA rules of Origin (13th SCAROO Meeting)
Pertemuan di Yangon, Myanmar pada 11-12 november 2013 ini menyepakati work program Tahun 2014 terkait Self-certification Pilot Project, Transposition of the PSR from HS 2007 into HS 2012, Transposition of textile single list and ITA products from HS 2007 into HS 2012, Proposed amendment to the ATIGA OCP to allow acceptance of electronic ATIGA CO Form D, Proposed amendment to the ATIGA OCP to cater for the issuance of CO Form D prior to the time of exportation, Abolishment of FOB value in the CO Form D, Continuous review of the Product Specific Rules (PSR) Package, Discussion on relevant implementation issues related to ROO.
the Thirtheen Coordinating Committee on the Implementation of the ATIGA (13th CCA Meeting)
Work Programme of the CCA for 2014. Pertemuan menyepakati work program CCA untuk Tahun 2014 terkait ATIGA Tariff Reduction Schedule (TRS) and the issuance of legal enactment, Tariff Nomenclature, NonTariff Barriers, Rules of Origin (ROO), Trade Facilitation, List of Superseded Agreements of the ATIGA, Review of the provisions under the ATIGA, Alcoholic beverages and tobacco products, Protocol to Provide Special Consideration for Rice and Sugar, ASEAN Consultation to Solve Trade and Investment Issues (ACT), AEC Scorecard, ASEAN Committee on Sanitary and Phytosanitary Measures (AC-SPS). AEC Scorecard. Pertemuan juga mencatat Laporan Sekretariat ASEAN tentang perkembangan AEC Scorecard masing-masing Negara anggota Tahun 2012-2013 (Phase III) yang mengalami kemajuan seperti persiapan ASEAN Wide Self Certification dan persiapan ASEAN Trade Repository.
b. ASEAN dan Mitra Dialog
1. ASEAN-Australia-Selandia Baru The 2nd Meeting of ASEAN-Australia-New Zealand FTA-Committee onTrade in Services (AANZFTA-CTS)
The 2nd Meeting of AANZFTA-CTS merupakan bagian dari rangkaian The 5th Meeting of ASEAN-Australia-New Zealand FTA-Joint Committee (AANZFTA-JC) yang diselenggarakan tanggal 17-21 Juni 2013 di Cairns, Australia. Pertemuan tersebut salah satunya membahas Update on the Current ECWP Projects, di mana ASEAN Secretariat melaporkan
25
pelaksanaan pertemuan ke-2 Task force on ASEAN Qualifications Reference Framework (AQRF) pada tanggal 20-22 Maret 2013 di Jakarta. Pertemuan juga membahas follow up beberapa proyek yang telah diendorse di Adelaide, seperti Statistics of International Trade in Services, Capacity building for NQ.F phase III, Education and Health services policy review, Enhancing Domestic Regulation dan expanding the capacity of ASEAN Logistics Services. Adapun proposal untuk proyek baru yang dibahas adalah AANZ FTA Capacity building on SITS Phase III, dan Case Study on the benefit of services liberalization. Pada agenda Review of Commitments, Australia menjelaskan Paper on Sectoral Cluster Approach, yang pada pendekatan kluster tersebut memprioritaskan 4 sektor jasa yaitu logistic and transport services, telecommunications services, financial services, dan other business services. Dalam pertemuan Joint Session antara Committee on Trade in Services (CTS) dan Committee on Investment (COI), ASEAN mengusulkan perlunya pemahaman lebih lanjut melalui pembentukan Joint meeting antara CTS dan COI untuk membahas isu cross cutting antara jasa dan investasi. The Eightheenth AEM-CER Selain itu, ASEAN bersama Australia dan New Zealand juga telah Consultation mengadakan ASEAN Economic Ministers-Closer Economic Relations (AEMCER). Pertemuan tersebut diadakan di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam pada 21 Agustus 2013. Pertemuan mencatat rencana AANZFTA Joint Committee yaitu: (i) the 1st Protocol to Amend the Framework Agreement of AANZFTA yang akan ditandatangani secara ad-referendum sebelum akhir tahun 2013; (ii) penyelesaian transposisi jadwal penurunan tarif AANZFTA pada tahun 2013; dan (iii) pembentukan AANZFTA Competition Policy Committee.
2. ASEAN-India The 1st Meeting of the ASEAN-lndia Working Group Meeting on Legal Scrubbing for ASEAN-lndia Services Agreement
Pertemuan ke-1 ASEAN-India Working Group on Legal Scrubbing untuk ASEAN-India Services Agreement pada tanggal 19-21 Februari 2013 di Malaysia, bertujuan melakukan legal scrubbing terhadap draft text ASEAN-India Trade in Services Agreement (AI-TISA) dan Annex on Movement Natural Persons agar konsisten dengan GATS, the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN and India, the ASEAN-lndia Agreement on Trade in Goods, ASEAN-lndia Agreement on Investment, serta perjanjian ASEAN dengan negara mitra dialog dengan format spesifikasi perjanjian yang mengacu pada ASEC Guidelines. India hanya mencatat perubahan terhadap draft text ASEAN-lndia Trade in Services Agreement (AI-TISA) dan Annex on Movement of Natural Persons yang telah dilakukan legally scrubbed oleh ASEAN. Dalam pertemuan, India belum dapat menyampaikan posisinya terhadap pending matters sesuai SoD pertemuan the 15th AITNC-WGS Meeting bulan Desember 2012 di Jakarta, Indonesia. Pertemuan legal scrubbing secara garis besar berjalan dengan cukup baik membahas hal-hal dari aspek hukum dan menghindari untuk menyentuh isu-isu yang menyangkut policy. Terkait dengan isu-isu policy yang
26
menjadi catatan dalam pertemuan akan dibahas lebih lanjut diluar pertemuan legal scrubbing. The Eleventh AEM-India The Eleventh AEM-India Consultations diselenggarakan di Bandar Seri Consultations Begawan, Brunei Darussalam pada 21 Agustus 2013. Pertemuan membahas 2 (dua) proposal mengenai mekanisme dan metodologi untuk meliberalisasi Sensitive Track AKFTA yang disusun masing-masing oleh Korea dan Sekretariat ASEAN. Pertemuan sepakat perlunya guidelines yang akan digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses transposisi Harmonized System dalam jadwal penurunan/penghapusan tarif; Pertemuan membahas usulan Korea untuk menghapus reciprocal arrangement bagi produk Sensitive Track AKFTA The Eleventh ASEAN-India Pertemuan kedua pihak kembali diadakan di Bandar Seri Begawan pada Summit tanggal 10 Oktober 2013. Pertemuan menyambut baik penyelesaian legal scrubbing untuk perundingan jasa dan investasi ASEAN-India FTA. Dengan pertemuan tersebut, terdapat kepastian hukum bagi para pelaku usaha Indonesia dan terbukanya akses pasar perdagangan jasa dan investasi Indonesia ke ASEAN dan India.
3. ASEAN-Jepang The 9th ASEAN Japan Comprehensive Economic Partnership SubCommittee on Services (AJCEP SCS)
Pertemuan ke-9 AJCEP-SCS dilaksanakan pada tanggal 29-31 Januari 2013 di Chiang Mai, Thailand. Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kemajuan walaupun masih ada isu-isu yang belum dapat disepakati. Mengenai transparency list, posisi Indonesia tanpa adanya capacity building terkait dengan pengetahuan dan metodologi dinilai merugikan. Hal ini disebabkan, diperlukan waktu untuk membuat transparency list tersebut, karena cukup banyak ketentuan-ketentuan di sektor jasa Indonesia yang tidak konsisten. Sementara terkait Standstill (SS) Commitments, Jepang dan ASEAN memiliki pandangan yang berbeda karena bersifat legally binding. Khusus untuk Indonesia, komitmen SS sangat sulit mengingat peraturan dan perundang-undangan yang berlaku masih sering berubah-ubah. Indonesia berpendapat sebaiknya menggunakan Most-Favoured Nation Treatment yang ada di GATS, mengingat sistem hukum di Indonesia menganut pada sistem dualisme hukum, di mana komitmen yang di buat dari suatu perjanjian harus diratifikasi untuk dapat diterapkan. Sementara MFN otomatis tidak perlu dilakukan penandatangan perjanjian.
ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) Sub Committee on Investment (SCI) ke-9
Pertemuan ke-9 AJCEP-SCI telah dilaksanakan pada tanggal 4-6 Februari 2013 di Jakarta yang didahului dengan pertemuan ASEAN Caucus. ASEAN Caucus menekankan pentingnya penguatan elemen proteksi, promosi, dan fasilitasi investasi sebagai nilai tambah dari perjanjian ini. ASEAN mengusulkan agar Jepang menggunakan Article Work Programme sebagaimana terdapat dalam AANZFTA Investment Chapter dan ASEANKorea Investment Agreement.
The Ninth Meeting of Pertemuan diselenggarakan di Singapura, pada tanggal 2-4 April 2013. AJCEP-Joint Committee Pertemuan membahas beberapa hal terkait implementasi AJCEP bagi and Related Meetings Indonesia khususnya terkait: (i) proses transposisi tarif dari HS 2002-2007 dan HS 2007-2012 AJCEP; (ii) perundingan perdagangan jasa dan investasi dan (iii) perkembangan kerja sama ekonomi antara ASEAN dan Jepang.
27
The Tenth Meeting of ASEAN-Japan Sub-Commitee on Services membahas nilai tambah yang diusulkan oleh Jepang untuk persetujuan ASEAN-Japan CEP dan draft text chapter in services. Sementara pada The Tenth Meeting of ASEAN-Japan Sub-Committee on Investment, telah membahas nilai tambah yang diusulkan oleh Jepang termasuk untuk TRIMS Plus dan Article Work Program. Pertemuan The Sixth Meeting of ASEAN-Japan Sub-Committee on Economic Cooperation, membahas hasil persetujuan atas usulan proyekproyek dibawah kerangka kerja sama ekonomi ASEAN-Japan CEP. The Nineteenth AEM-METI The 19th AEM-METI Consultations diadakan 20 Agustus 2013 di Bandar Consultations Seri Begawan Brunei Darussalam. Pertemuan mencatat perkembangan perundingan jasa dan investasi AJCEP, Jepang tetap menginginkan adanya nilai tambah (post National Treatment (NT) di Investasi serta transparency list dan schedule of commitment di Jasa) dalam persetujuan ini yang berbasis pada Persetujuan bilateral EPA Jepang dengan negara anggota ASEAN. AEM dan Jepang sepakat menugaskan pejabat senior ekonomi memfinalisasi perundingan sebelum Desember 2013, untuk menjadi salah satu capaian dalam 40th ASEAN-Japan Commemorative Summit yang dijadwalkan tanggal 13-15 Desember 2013 di Tokyo, Jepang. The Tenth Meeting of Pertemuan pada tanggal 29 oktober hingga 1 November 2013 di ASEAN-Japan Joint Hamamatsu, Jepang ini membahas beberapa isu dalam beberapa SubCommittee and Related Committee, yaitu: Meetings The Eight Meeting of ASEAN-Japan Sub-Committee on Rules of Origin. Pertemuan membahas: (i) implementasi transposisi PSR dari HS 2002 ke 2007 dan HS 2007 ke HS 2012; (ii) monitoring pemanfaatan COO ASEANJapan; (iii) rencana perubahan format CO Form AJ terkait penghapusan RVC except for FOB; dan (iv) Permasalahan implementasi ASEAN-Japan. The Thirdteenth Meeting of ASEAN-Japan Sub-Committee on Services. Pertemuan membahas: (i) main services text of ASEAN-Japan CEP; (ii) proposal Jepang mengenai Movement of Natural Person; (iii) Annex on Telecommunication; dan (v) Annex on Financial Services. The Thirdteenth Meeting of ASEAN-Japan Sub-Committee on Investment. Pertemuan membahas beberapa pending isu yang terdapat dalam matriks ASEAN-Japan Investment Text dan proposal Jepang terkait penambahan nilai tambah yaitu: (i) TRIMS Plus; (ii) ISDS, dan (iii) Umbrella Clause. The Sixteenth ASEAN- Pertemuan yang membahas upaya penyelesaian perundingan Japan Summit perdagangan jasa dan investasi AJCEP tersebut diadakan kedua pihak pada tanggal 9 Oktober 2013 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam di mana Kementerian Perdagangan bertindak selaku focal point dan koordinator untuk pertemuan ini.
4. ASEAN-Korea The Eighth ASEAN-Korea FTA Implementing Committee (8th AKFTA-IC) and Related Meetings
Pertemuan ke-8 ASEAN-Korea FTA Implementing Committee (8th AKFTAIC) and Related Meetings telah dilaksanakan pada tanggal 24-27 Juni 2013 di Seoul, Korea Selatan. Pertemuan 8th AKFTA-IC berlangsung secara paralel dengan Pertemuan ke-3 ASEAN-Korea Working Group on Services
28
(3rd AK-WGS) dan Pertemuan ke-17 ASEAN-Korea Sub-Committee on Tariff and Rules of Origin (17th AKSTROO). Pada Eight Meeting of The ASEAN-Korea FTA Implementing Committee, dibahas proposal Korea dan Sekretariat ASEAN terkait mekanisme dan metodelogi untuk liberalisasi produk Sensitive Track AKFTA. Mengingat pentingnya meningkatkan utilisasi dan kualitas ASEAN-Korea FTA di bidang perdagangan barang, maka ASEAN dan Korea sepakat untuk: (i) menyusun tariff reduction schedule secara line-by-line dan menjadikannya bagian dari Persetujuan TIG AKFTA; (ii) menentukan metodelogi liberalisasi produk dalam kategori Sensitive Track AKFTA dengan mempertimbangkan proposal yang disusun oleh Sekretariat ASEAN dan Korea; (iii) mengatasi permasalahan dalam implementasi reciprocal arrangement; (iv) menyepakati ketentuan fasilitasi perdagangan; dan (v) membahas permasalahan terkait isu non-tariff barriers. Pertemuan Seventeenth Meeting of The ASEAN-Korea FTA Sub-Committee on Tariff and Rules of Origin membahas hal-hal terkait implementasi persetujuan perdagangan barang ASEAN-Korea FTA, termasuk: (i) penetapan jadwal penurunan tarif sensitive track untuk tahun 2012; (ii) transposisi HS 2007-2012 AKFTA; (iii) rencana penghapusan reciprocal arrangement AKFTA; (iv) permasalahan pengakuan tandatangan CO secara elektronik dari Korea oleh Indonesia; (v) rencana perubahan OCP, CO Form AK dan Overleaf Notes; (vi) transposisi PSR HS 2012; (vii) rencana pertukaran data utilisasi form AK; dan (viii) transposisi untuk produk tertentu. Sementara itu, The Third Meeting of The ASEAN-Korea Working Group on Services membahas beberapa hal terkait rencana review persetujuan perdagangan jasa ASEAN-Korea FTA. The Tenth ASEAN Pertemuan pada tanggal 20 Agustus 2013 di Bandar Seri Begawan, Brunei Economic Ministers Darussalam ini mencatat rencana kerja AKFTA Implementing Committee (AEM)-ROK Consultations yaitu: (i) rencana penghapusan reciprocity arrangement; (ii) penyusunan tariff reduction schedule secara line-by-line sebagai bagian Persetujuan TIG AKFTA dan penyusunan pedoman transposisi; (iii) menentukan metodelogi liberalisasi produk Sensitive Track AKFTA; (iv) penanganan trade facilitation dan non-tariff barriers. Untuk perdagangan jasa, dicatat perkembangan studi analisis dampak perdagangan jasa antara ASEAN dan Korea. Terkait persetujuan investasi, pertemuan menyepakati re-aktivasi Working Group on Investment (WG-I). The Special Session of the Pertemuan yang dilaksanakan di Seoul pada 16 dan 17 September 2013 ASEAN-Korea FTA ini membahas 2 (dua) proposal mengenai mekanisme dan metodelogi Implementing Committee untuk meliberalisasi Sensitive Track AKFTA yang disusun masing-masing oleh Korea dan Sekretariat ASEAN. Pertemuan sepakat perlunya guidelines yang akan digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses transposisi Harmonized System dalam jadwal penurunan/penghapusan tarif; Pertemuan membahas usulan Korea untuk menghapus reciprocal arrangement bagi produk Sensitive Track AKFTA. The Sixteenth ASEAN- Pertemuan The Sixteenth ASEAN-Republic of Korea (ROK) Summit Republic of Korea (ROK) diadakan di Bandar Seri Begawan pada tanggal 9 Oktober 2013. Summit Pertemuan berhasil mendorong penyelesaian dalam rencana liberalisasi produk Sensitive Track ASEAN-Korea FTA.
29
5. ASEAN-Tiongkok The 3rd ASEAN-China FTA 3rd ACFTA-JC diselenggarakan pada tanggal 12-14 Maret 2013, didahului (ACFTA) Joint Committee pertemuan back to back dengan Pertemuan ke-29 ASEAN-China Working Group on Rules of Origin (29th AC-WGROO), Pertemuan Ad-hoc Expert Group on ACFTA Custom Procedures and Trade Facilitation (Ad hoc CPTF) dan Pertemuan ke-12 Working Croup on Economic Cooperation (12thWGEC). Pertemuan diselenggarakan sebagai tindak lanjut dari pembahasan isuisu yang terdapat dalam kerjasama ASEAN-China FTA. Khusus untuk isu perdagangan jasa pembahasan terfokus pada status penyelesaian Internal procedure dalam rangka implementasi the Second Package of Specific Commitment under Trade in Service Agreement yang telah ditandatangani pada tanggal 16 November2011 di Bali. Pertemuan mencatat status Indonesia dan Filipina yang masih dalam proses ratifikasi protocol implementasi paket kedua tersebut. Dalam hal ini, Delegasi Indonesia menyampaikan akan dapat menyelesaikan proses ratifikasi tersebut sebelum Pertemuan SEOM Consultation. Sebagai catatan, Paket Kedua tersebut, Indonesia telah mengkomitmenkan 28 sub-sektor dengan mamberikan tambahan komitmen dibandingkan paket pertama yaitu: Financial Services (Non Banking Services); Air Transport Services (Aircraft repair and maintenance services, Computer reservation system services, selling and marketing) dan Maritime Services (passenger transportation excluding cabotage, freight transportation excluding cabotage, Maritime cargo handling services, Rental of vessel without crew). Sementara itu, delegasi Filipina menyampaikan akan menyelesaikan proses ratifikasi pada akhir bulan Maret 2013. Pertemuan juga membahas Third Package of Specific Commitments, di mana kedua belah pihak sepakat untuk membahas kemungkinan perundingan paket ketiga setelah paket kedua komitmen spesifik telah diimplementasikan oleh seluruh pihak. The Twelfth AEM- Pertemuan dilaksanakan 20 Agustus 2013 di Bandar Seri Begawan, Brunei MOFCOM Consultations Darusaslam. Pertemuan mencatat usulan Tiongkok untuk meng-upgrade kerja sama ASEAN-China FTA secara mendalam, substansial dan komprehensif menghadapi kondisi ekonomi dan perdagangan global yang dinamis. Dibahas pula rencana AEM Roadshow to China pada tanggal 2225 Oktober 2013 (Hong Kong, Chengdu, Beijing dan Shanghai) The Sixteenth ASEAN- Pertemuan di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam pada 9 oktober China Summit 2013 ini menyambut rencana upgrading ACFTA sebagai upaya memutakhirkan kerja sama dikawasan ASEAN dan Tiongkok. Berdasarkan pertemuan tersebut, Terdapat peluang untuk membuka lebih besar akses pasar produk Indonesia ke Tiongkok terkait rencana upgrading ACFTA. c. ASEAN Antar dan Sub Regional The Brunei – Indonesia – Malaysia – Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA) Strategic Planning Meeting 2013
Pertemuan diadakan pada tanggal 7-8 Januari 2013 di Kinabalu Malaysia. Pertemuan membahas progress atas implementasi projects/activities pada tahun 2012 dan rencana aksi tahun 2013 untuk Customs, Immigration, Quarantine and Security Working Group (CIQS WG) dan Small and Medium Enterprises Development Working Group (SMED WG)
30
yang berada di bawah Cluster Trade and Investment Facilitation (CTIF) serta membahas draft Term of Reference dari CTIF. Dalam pembahasan Term of Reference (TOR) dari Cluster on Trade and Investment Facilitation, cluster menyetujui untuk membuat 1 (satu) Term of Reference yang berlaku secara komprehensif untuk CTIF, CIQS WG dan SMED WG. Draft TOR belum dapat difinalisasi karena masih ada beberapa pending issues, antara lain mengenai: Goals, khususnya yang berhubungan dengan SMED WG dan CIQS WG Klausa tentang BIMP-EAGA Designated Territories Focal Agency dari Malaysia Pertemuan di tingkat sektoral The IMT-GT Focus Group Meeting for Working Group on Trade and Investment dan Special Meeting
IMT-GT Focus Group Meeting for Working Group on Trade and Investment dan special Meeting dilaksanakan tanggal 4-5 Februari 2013 di Bangkok, Thailand. Agenda pertemuan tersebut adalah: a. Pembentukan The Center for IMT-GT Subregional Cooperation (CIMT); b. Penandatanganan Perjanjian Pembentukan CIMT; dan c. Business Plan of CIMT.
IMT-GT National Secretariat Meeting ke-3, CIMT Advisory Committee Meeting ke-6, dan Senior Official Preparatory Meeting for IMT-GT Summit ke-7
Pertemuan yang diadakan di Putra Jaya, Malaysia pada 24-26 Maret ini secara khusus membahas konsern Indonesia terkait peninjauan kembali draft perjanjian pendirian CIMT (artikel 17) karena penyusunannya yang dilakukan sejak tahun 2008 dan penetapan waktu entry into force yakni 120 hari setelah penandatanganan (artikel 20). Pertemuan sepakat bahwa terkait rencana peninjauan kembali akan dilakukan setelah penandatanganan sebagaimana diatur dalam artikel 17 dari CIMT agreement dan memahami kemungkinan Indonesia tidak dapat menyelesaikan domestic procedure (proses ratifikasi) dalam 120 hari sebagaimana diatur dalam artikel 20 perjanjian tesebut. Pemahaman bersama ini ini lebih lanjut akan dicantumkan dalam laporan Advisory Committee Meeting. Pertemuan lebih lanjut menyepakati bahwa naskah asli CIMT agreement perjanjian ini akan tersedia dalam single copy, dengan logo IMT-GT yang telah disepakati pada Pertemuan Ministerial Meeting (MM) IMT-GT tahun 2006 sebagai watermark background. Naskah asli akan disimpan di CIMT (Sekretariat IMT) dan negara anggota akan mendapat certified true copy setelah penandatanganan. Brunei Darussalam selaku tuan rumah pada pertemuan 25 April 2013 ini mempresentasikan tentang BIMP-EAGA Strategic Thrust, kepada para Kepala Negara yang memuat kemajuan yang telah dicapai dan hamabatan yang dihadapi oleh negara anggota BIMP EAGA secara berimbang concise, lebih pendek dan lebih fokus. Presentasi hanya menampilkan proyek yang sudah berjalan. Dalam presentasi tersebut, dibahas juga mengenai kelanjutan operasional BIMP- EAGA FC yang telah terhenti karena Malaysia telah mengakhiri komitmennya untuk membiayai BIMP EAGA FC sejak 2012. Mengingat Pertemuan Tingkat Menteri BIMP-EAGA telah dibatalkan, maka pembahasan pengelolaan BIMP-EAGA FC tidak dilakukan, tetapi tetap dimonitor perkembangannya. Malaysia juga menyampaikan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat kepada Filipina untuk menyelesaikan masalah kedua negara yang berpengaruh terhadap kelangsungan BIMPEAGA FC. Saat ini penentuan tempat Sekretariat BIMP-EAGA FC tersebut
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Brunei – Indonesia – Malaysia – Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA) ke-9
31
masih dalam perdebatan, apakah akan tetap di Kota Kinabalu (Sabah), atau di tempat lainnya. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Indonesia-MalaysiaThailand Growth Triangle (IMT-GT) ke-7
Pada tanggal 25 April 2013 di Brunei Darussalam, juga telah dilaksanakan KTT IMT-GT ke-7. Pada pertemuan tersebut, Malaysia mempresentasikan mengenai kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh IMT-GT, utamanya dari Implementation Blueprint 2012-2016 di antaranya proyek mengenai Sumatera toll road dan Sumatera Ports Development, Ro-Ro MelakaDumai, air transports services dari Sumatera ke Malaysia atau ke Thailand, dan green cities initiatives, serta Indonesia Halal Expo (INDHEX) 2012.
6th IMT-GT Post Summit Planning Meeting dan IMT-GT Working Groups Meeting for 2013
6th IMT-GT Post Summit Planning Meeting dan IMT-GT Working Groups Meeting for 2013 dilaksanakan di Penang, Malaysia 16-18 Juli 2013. Fokus utama kedua pertemuan ini adalah mengidentifikasikan arahan dari pertemuan IMT-GT Leaders’ Summit serta membuat action plan guna mengimplementasikan arahan dimaksud; melaporkan perkembangan isu ke-6 (enam) Working Group (WG) dan implementasi IMT-GT Blueprint; finalisasi mekanisme institusional WG dan aktivitas 2013-2014.
The 1st Brunei – Indonesia – Malaysia – Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA) Trade and Investment Facilitation (TIF) Cluster
Pertemuan ini merupakan pertemuan yang pertama setelah dibentuk dan disahkan pada pertemuan SPM di Kinabalu pada bulan Januari 2013. Cluster yang diselenggarakan di Bali pada 4-5 September 2013 ini membawahi 2 (dua) Working Groups (WG) yaitu WG Small, Medium, Enterprise Development (SMED) dan WG Custom, Immigration, Quarantine and Security (CIQS). Adapun isu yang dibahas dalam pertemuan ini antara lain perkembangan usulan proyek atau program, rencana kerja dan rencana aksi tahunan, finalisasi TOR TIF Cluster, serta isu lainnya yang perlu dilaporkan kepada para Menteri BIMP-EAGA pada Pertemuan Tingkat Menteri bulan November 2013 mendatang.
Asia Pacific Economic Cooperation (APEC)
Rangkaian APEC Senior Offiical Meeting (SOM), APEC Economic Leaders Weeks (AELW) dan APEC Summit 2013 di indonesia
APEC Summit 2013 yang dilaksanakan pada 7-8 Oktober di Nusa Dua Bali merupakan acara puncak dari rangkaian pertemuan negara-negara anggota APEC. Sebelumnya, rangkaian pertemuan juga telah dilakukan mulai dari level Senior Official Meeting untuk level pejabat senior, dan APEC Ministerial Meeting untuk level Menteri para negara-negara anggota APEC. Rangkaian APEC Senior Official Meeting telah diselenggarakan sebanyak 3 kali sebelum APEC Summit 2013 yang ketiganya dilaksanakan di Indonesia. APEC SOM 1 and Related Meeting diselenggarakan 25 Januari7 Februari 2013 di Jakarta. Perundingan negara-negara anggota APEC berlanjut di Surabaya pada APEC SOM 2, 17-18 April 2013. Selanjutnya para negara-negara anggota APEC tersebut mengunjungi Medan untuk menghadiri APEC SOM 3 and Related Meeting pada 26 Juni hingga 6 Juli 2013. Concluding SOM (CSOM) pada 1-2 Oktober 2013 mengawali APEC Economic Leaders Weeks dilanjutkan APEC Ministerial Meeting pada 4-5 Oktober dan diakhiri APEC Summit 2013. Indonesia sebagai tuan rumah APEC 2013 berusaha menggunakan momentum APEC Summit 2013 untuk memenuhi kesepakatan “Bogor goals” dan mendorong penyelesaian sistem perdagangan multilateral yang selama ini terhambat. Beberapa poin penting yang menjadi agenda Indonesia guna mensukseskan APEC 2013 Summit antara lain:
32
1. Mendukung penyelesaian sistem perdagangan multilateral: melalui APEC Ministers responsible for Trade (MRT) Meeting yang telah dilakukan pada 20-21 April di Surabaya, para menteri ekonomi APEC sepakat untuk meningkatkan kecepatan perundingan di Jenewa agar dapat dicapai suatu hasil yang memuaskan saat Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-9 WTO tanggal 3-6 Desember 2013 di Bali. Hasil yang kemudian diberi istilah “Bali Package” ini akan mencakup kesepakatan fasilitasi perdagangan, beberapa elemen di sektor pertanian dan pembangunan, serta isu-isu kepentingan Least Developed Countries. 2. Attaining the Bogor goals: terdapat dua isu penting yang disepakati negara-negara ekonomi APEC guna mencapai Bogor goals, yang pertama adalah Regional Economic Integration, termasuk didalamnya rencana untuk menjembatani jurang perbedaan tingkat pembangunan melalui fasilitasi perdagangan, capacity building, reformasi struktural, dan good regulatory practices. Dikukuhkan pula peran kepemimpinan APEC pada pengaturan perdagangan dan investasi regional, termasuk dalam rangka Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dan Trans-Pacific Partnership (TPP). Isu kedua adalah kesepakatan untuk menentukan APEC List of Environmental Goods (APEC EGs). Melalui MRT meetings di Surabaya tersebut, para Menteri Ekonomi APEC menegaskan komitmen mereka untuk mendorong green growth, termasuk melalui penurunan tarif atas barang-barang yang termasuk dalam kategori EGs. Agar Daftar EGs APEC tersebut dapat memberikan kontribusi yang nyata terhadap pembangunan dan kesejahteraan petani dan pelaku usaha kecil, Indonesia akan memperjuangkan agar APEC EGs List 2012 dapat diperluas dengan memasukkan produk-produk yang berbasis pertanian dan kehutanan seperti CPO (Crude Palm Oil) dan Karet yang merupakan komoditi unggulan Indonesia. Indonesia mengakui bahwa dukungan anggota APEC terhadap produk-produk tersebut untuk masuk dalam daftar APEC Environmental Goods masih rendah, sehingga perlu dilakukan strategi khusus untuk membangun pemahaman bersama atas aspirasi Indonesia tersebut. 3. Achieving Sustainable Growth with Equity: Indonesia melalui APEC Summit 2013 ini akan berupaya memberikan dukungan lebih kepada pelaku usaha kecil dan menengah (UKM), termasuk juga peningkatan peran wanita dan pemuda di kawasan APEC. Para Menteri ekonomi APEC menegaskan pentingnya membenahi regulasi yang menghambat pertumbuhan UKM, juga diperlukannya upaya-upaya peningkatan daya saing global UKM, etika bisnis, dan partisipasi UKM dalam rantai produksi global. 4. Promoting Connectivity in The Region: para Menteri ekonomi APEC berkomitmen untuk mendukung rencana peningkatan konektivitas kawasan melalui suatu framework multi-tahun yang disahkan oleh Leaders. Framework ini dibutuhkan untuk mewujudkan keterhubungan infrastruktur fisik, kelembagaan, dan lalu-lintas manusia di kawasan Asia-Pasifik. Framework tersebut mencakup fasilitasi perdagangan, reformasi struktural, praktek-praktek regulasi yang baik dan adil, kerjasama pendidikan lintas batas, teknologi dan ilmu pengetahuan.
33
Keketuaan Indonesia dalam pelaksanaan rangkaian pertemuan APEC 2013 ini dinilai sukses sejauh ini oleh banyak pihak. APEC Summit 2013 tidak dapat dipungkiri menjadi penilaian akhir untuk menentukan kesuksesan Indonesia menggunakan forum APEC 2013 sebagai bagian dari solusi krisis ekonomi dunia. Namun begitu, sebagian pihak juga mengkhawatirkan adanya upaya untuk menggunakan APEC Summit 2013 ini sebagai katalis terbentuknya aliansi ekonomi negara maju melalui Trans-Pacific Partnership yang digagas oleh United States of America dan didukung oleh Jepang. Indonesia yang saat ini cenderung lebih fokus pada Regional Comprehensive Economic Partnership yang melibatkan Negara-negara ASEAN ditambah, Jepang, Tiongkok, Korea Selatan, India, Selandia Baru, dan Australia dituntut untuk dapat menjaga fokus APEC Summit 2013 agar tetap netral. C. Forum Kerja Sama Bilateral
1. Indonesia – Aljazair Bilateral Meeting Pada pertemuan yang diadakan di Jenewa 21-23 Mei 2013 ini, Indonesia Negosiasi aksesi Aljazair menyampaikan 10 produk untuk INR (Initial Negotiation Rights), minat sebagai anggota WTO Indonesia terhadap hubungan perdagangan dalam sektor jasa. Aljazair melengkapi permintaan jenis barang yang ada di Daftar Penawaran (Offer List). Indonesia mendukung aksesi Aljazair menjadi anggota WTO. Tiga poin utama terkait aksesi tersebut: Aljazair meminta penurunan tarif, dan juga meminta penerapan prinsip yang tidak sesuai dengan MFN.
2. Indonesia – Amerika Serikat Working Group on Trade Pertemuan Joint Commission Working Group on Trade and Investment and Investment-Joint telah dilaksanakan pada 7-9 April 2013 di Washington D.C, AS. Pertemuan Commission Meeting tersebut merupakan pertemuan yang sangat produktif untuk membahas beberapa agenda penting dan kepentingan substansi. Trade and Investment Framework AgreementTrade Investment Council (TIFA-TIC) SOM Level
Pertemuan diadakan di Amerika Serikat 7-15 Juni di mana Indonesia berkomitmen meningkatkan perdagangan: (1) membangun industri yang memiliki nilai tambah resource based products (2) upaya untuk menjadi bagian global supply chain yang memberi kontribusi bagi ekonomi (3) memenuhi kebutuhan konsumen dengan terkelola secara baik (4) perdagangan yang memberi solusi.
3. Indonesia – Argentina Kunjungan Presiden Kunjungan Presiden Argentina ke Indonesia pada 17-18 Januari 2013 Argentina ke Indonesia bertujuan membahas persiapan kunjungan Presiden Argentina Christina Kirchner ke Indonesia. Pihak Argentina menyampaikan bahwa Misi Argentina adalah sebagai besar untuk menjual produk-produk ekspor di pasar Indonesia dan mengajak pelaku bisnis Indonesia untuk berinvestasi di Argentina.
4. Indonesia – Australia Senior Official Scorecard Senior Official Scorecard Meeting Indonesia-Australia dilaksanakan pada Meeting (SOM Scorecard) tanggal 19 Februari 2013 di Jakarta sebagai forum untuk me-review Indonesia-Australia perkembangan kerja sama Indonesia Australia sesuai arahan kedua kepala negara, sekaligus untuk mempersiapkan masukan bagi para pemimpin kedua negara dalam menentukan pengembangan arah dan
34
penguatan kerja sama kemitraan komprehensif antara IndonesiaAustralia dalam pertemuan Annual Leaders Meeting (ALM) IndonesiaAustralia ke 3. Pada perundingan tersebut telah diselesaikannya: i) Joint Report to Trade Ministers Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement Negotiations: Conclusion of the First Round; ii) IndonesiaAustralia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA): Guiding Principles, Objectives and Organisation of Negotiations; iii) Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partneship Agreement (IACEPA): Trade Negotiating Committee (TNC) Terms of Reference; dan iv) Tentative Meeting Schedule forthe IA-CEPA Negotiations 2013-2014. Resumption of 1st Negotiation Round of Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA)
Perundingan lanjutan ini diselenggarakan pada tanggal 21 Februari 2014 dimaksudkan untuk membahas pending matters. Berkenaan dengan Indobeef project, oleh wakil kementerian pertanian menyampaikan posisi Indonesia berkeberatan/menolak proposal yang diajukan oleh ACIAR khususnya yang terkait dengan survei beef value chain dan cattle identification and data management yang akan menggunakan microchips/electronic tangging.
First Round of Negotiation of the Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA)
Perundingan pada 26-27 Mei di Jakarta antara kedua negara telah menyelesaikan 1) Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement Trade Negotiating Committee (TNC) Terms of Reference; 2) Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement Guiding Principles, Objectives and Oraganisation of Negotiation; (3) Tentative Meeting Schedule for the IA-CEPA Negotiation.
Second Round of Negotiation of the Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA)
Perundingan Putaran 2 difokuskan pada isu kerjasama ekonomi, rencana pembentukan kelompok-kelompok runding, kontribusi pemangku kepentingan dalam proses negosiasi IA-CEPA, serta isu lainnya yang terkait. Pertemuan juga mencatat usulan PM Australia untuk membentuk Indonesia-Australia Red Meat and Cattle Forum untuk mendorong kerja dan investasi di sektor ini. Pertemuan menetapkan 3 (tiga) klaster kerjasama yakni: a) jasa; b) pertanian dan c) investasi. Selama perundingan dilakukan pula pertemuan Ad Hoc WG on Agriculture Cooperation membahas concept paper on IACEPA Agricultural Cooperation and Investment Pilot Program. Sementara Ad Hoc WG on Skills Exchange membahas concept paper on Skills Exchange Pilot Project. Pertemuan juga menyepakati bahwa 15 rekomendasi IA-BPG dapat dibawa ke meja perundingan IA-CEPA, 31 rekomendasi masih memerlukan pertimbangan lebih lanjut, dan 7 rekomendasi IA-BPG lebih tepat untuk dibahas di luar kerangka IA-CEPA.
Intersessional atas Ad Hoc WG on Agricultural Cooperation dan Ad Hoc WG on Skills Exchange dalam kerangka IA-CEPA
Hal lain yang dihasilkan dalam pertemuan ini adalah kesepakatan untuk membentuk Negotiating Group on Trade in Goods dan Trade in Services dan Negotiating Group on Investment. Selain itu juga disepakati pula bahwa Negotiating Group on Economic Cooperation akan dibentuk pada perundingan putaran keempat IA-CEPA Maret 2014. Pertemuan Ad Hoc Working Group on Agricultural Cooperation dan Ad Hoc Working Group on Skills Exchange dilaksanakan di Bali pada 11-13 November 2013 sebagai tindak lanjut atas kesepakatan kedua negara pada perundingan putaran kedua IA-CEPA. Kedua Ad Hoc Working Group dimaksud dibentuk untuk mengakomodir dua pilot project rekomendasi
35
dari Indonesia–Australia Business Partnership Group (IA-BPG). Dalam concept paper Agricultural Cooperation, terdapat 3 bidang yang dikerjasamakan yaitu; a) tropical fruits, b) beet cattle, dan c) herbal product.
5. Indonesia – Chile Pertemuan Bilateral RI- Pertemuan bilateral RI-Chile di Jakarta pada 16 Januari 2013 membahas Chile implementasi beberapa kebijakan Indonesia terkait produk pertanian dari Chile, khususnya Produk-produk Pertanian dan Perikanan, termasuk makanan dan minuman. Indonesia dalam pertemuan tersebut menyampaikan bersedia membantu para pelaku bisnis Chile untuk memahami Implementasi Business Process dari kebijakan-kebijakan tersebut dan Business Process Permendag No. 60/22012. Pra Negosiasi Indonesia- Pra Negisasi pada 11 februari 2013 Menyepakati draft Terms of Reference Chile (TOR) IC-CEPA dengan pendekatan incremental basis, dengan menyelesaikan terlebih dahulu perdagangan barang (Trade in Goods), kemudian dilanjutkan dengan perundingan sektor lainnya; Pertemuan juga sepakat untuk menyusun work program dan timeframe untuk negosiasi IC-CEPA secara intersession untuk kemudian dilaporkan kepada Menteri Perdagangan kedua negara. Chile bersama Kolombia, Meksiko dan Peru tergabung dalam anggota the Alianza del Pacifico (Pacific Alliance) mempunyai peranan penting dalam pencapaian integrasi regional di Amerika Selatan, Amerika Tengah dan Karibia. Mengingat salah satu fokus kerja Pacific Alliance bertujuan untuk meningkatkan aliansi perdagangan dengan Asia, Indonesia tertarik untuk bergabung sebagai observer dalam Pacific Alliance.
6. Indonesia – EFTA 6th Round of negotiation of Indonesia – EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE CEPA)
Perundingan IE-CEPA ke-6 pada tanggal 5-8 Maret 2013 di Lugano Swiss membahas beberapa isu dalam working group yaitu: Trade in Goods, Trade in Services, Investment, Rule of Origin, Government Procurement, Trade and Sustainable Development, General Institutional/Final Provision dan Cooperation and Capacity Building, juga diikuti sesi Konsultasi mengenai Trade Facilitation dan Competition. Pembahasan Kelompok Kerja Perundingan Putaran ke 6 IE-CEPA dinilai menunjukkan beberapa perkembangan yang positif. Pada putaran ke-6 ini, mulai terdapat indikasi dan kecenderungan pihak EFTA dan Indonesia akan menghasilkan kesepakatan perundingan IE-CEPA. Secara umum perundingan berjalan lancar dan tercapai beberapa peningkatan. Kemajuan terlihat di beberapa isu perdagangan.
7th Round Negotiation of Indonesia - EFTA Economic Partnership Agreement (IE-CEPA)
Pertemuan 7th Round Negotiation of Indonesia-EFTA Economic Partnership Agreement diselenggarakan di Solo pada 12-16 Mei 2013. Dalam Trade in Goods, delegasi Indonesia telah menyerahkan counter proposal dan pihak EFTA dan Indonesia telah menyetujui bagian teks konsolidasi. Pihak Indonesia meminta agar EFTA meninjau lebih lanjut Standar Kompensasi Harga dan Tariff Concession. Sedangkan pada isu Perdagangan Jasa, pihak EFTA mengindikasikan untuk memberikan penawaran mode 4 di beberapa kategori pekerjaan. Dalam isu ROO, Indonesia diminta untuk memberikan beberapa proposal terkait bioteknologi. Pada Trade and Sustainable Development, kedua
36
Intersessional Meeting of the Working Group on Trade in Services
8th Round Negotiation of Indonesia - EFTA Economic Partnership Agreement (IE-CEPA)
pihak saling bertukar proposal dalam hal produk kehutanan, tambang dan pertanian dan lainnya dan disepakati untuk dibahas di perundingan putaran ke-8. Pada Hukum dan Ketentuan Umum (Legal and General Provisions), disepakati perlunya meluruskan rujukan mengenai pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development). Dalam hal Trade Remedies, pihak menyampaikan perlunya pengaturan hal ini khususnya dalam persetujuan perdagangan barang. Pertemuan Intersessional Trade on Services bulan Agustus di Jakarta difokuskan pada dua hal yaitu pembahasan Teks Annex on Movement of Natural Person dan juga Request Offer Indoesia. Selain itu pertemuan ini juga menbahas akses pasar. Indonesia telah memberikan daftar pekerjaan/title of priority export pada pihak EFTA. Pertemuan kedua pihak juga melanjutkan pembahasan akses pasar khususnya berdasarkan permintaan Norwegia dan Swiss dalam bidang jasa keuangan, energi, konstruksi, transportasi laut dan jasa terkait, pos dan kurir dan beberapa initial offer dari Indonesia. Perundingan putaran ke-8 Indonesia-EFTA CEPA di Alesund, Norwagia telah mencapai sejumlah kemajuan. Isu yang masih perlu diperhatikan yaitu belum adanya keseimbangan dalam perluasan akses pasar kedua belah pihak dalam bidang perdagangan barang. Pihak EFTA menginginkan akses pasar bidang industri sementara EFTA belum memberikan indikasi untuk perluasan akses pasar produk pertanian Indonesia. Indonesia menekankan dengan adanya defisit perdagangan dengan EFTA, dukungan untuk FTA juga menurun. dengan keadaan demikian akan sulit bagi Indonesia untuk meningkatkan penawaran akses pasar yang lebih luas dengan EFTA.
7. Indonesia – Hongkong Bilateral Meeting Menteri Perdagangan RI dengan The Secretary for Commerce and Economic Development of Hong Kong
Kunjungan The Secretary for Commerce and Economic Development of Hong Kong, Mr. Gregory So pada tanggal 26 Februari 2014 ini dalam rangka memimpin delegasi peserta pameran dari Hong Kong dan meresmikan Lifestyle Expo yang diselenggarakan oleh Hong Kong Trade Development Council (HKTDC) dan Guandong Propince Government serta KADIN pada tanggal 14 Maret 2013 di Jakarta.
8. Indonesia – Inggris Inaugural Meeting Vision Pertemuan di Jakarta pada 4 Juni 2013 ini dimaksudkan untuk memperkuat Group 2030 kerjasama bilateral Indonesia dan Inggris, membahas mengenai prospek ekonomi khususnya Indonesia pada 17 tahun mendatang dan juga kemungkinan jalinan kerja sama antara pelaku bisnis kedua negara. Indonesia menyampaikan pentingnya pembangunan fasilitas infrastruktur yaitu pembangunan jalan, jembatan layang, bandara dan pelabuhan. Pihak Inggris sendiri menyampaikan perlunya pembangunan yang berorientasi pada kaum muda dimana mereka yang akan menjadi pelaku ekonomi dalam satu dekade mendatang. selain itu pihak Inggris juga mengusulkan ekspansi bisnis pengusaha Indonesia di Inggris karena hingga hari ini hal tersebut termasuk belum pernah dilakukan dan dijajaki pihak Indonesia. 9. Indonesia – Jepang Bilateral Meeting Indonesia mengadakan Bilateral Meeting dengan Jepang di Jakarta, 10 Indonesia-Jepang Januari 2013. Delegasi Jepang terdiri dari Pejabat Ministry Economi Trade, and Industry (METI), Direktur Japan Auto Mobil Manufactur and
37
Kunjungan Pemerintah dan Pelaku Usaha Jepang ke Kementerian Perdagangan
Issue Review IJ-EPA, Bea Masuk Anti Dumping, dan Transposisi HS produk Otomotif dalam IJ-EPA
Asosiation, Inc (JAMA), Japan Iron and Steel Federation, Senior Manager Nippon Steel and Sumitomo Metal. Isu yang dibahas dalam pertemuan tersebut adalah terkait pengenaan anti Dumping Duty terhadap impor product Cold Rolled Coils /Sheets (CRCS). Pada tanggal 10 Januari 2013, Kementerian Perdagangan bersama Gabungan Industri Alat-alat Mobil dan Motor Indoneisa (GIAMM) mengadakan pertemuan dengan pejabat Ministry Economy Trad, and Indsutry (METI), dan sejumlah perusahaan Besi Baja Jepang membahas hal-hal terkait pengenaan anti-dumping duty terhadap impor product Cold-Rolled Coils/Sheets (CRC/S) dari Jepang. Delegasi Jepang menyampaikan permohonan agar ekspor produk CRC/S dari Jepang dikeluarkan dari tuduhan melakukan dumping. Menurut Jepang, Produk CRC/S eks Jepang tersebut memiliki standar khusus untuk digunakan oleh industri otomotif di Indonesia, dan produk dengan standar dimaksud belum/tidak diproduksi di Indonesia. Lebih lanjut Jepang juga menyampaikan bahwa dalam kaitannya dengan IJEPA, produk CRC/S tersebut semestinya masuk dalam skema yang diberikan oleh Indonesia kepada Jepang, yaitu User Specifc Duty Free Scheme (USDFS). Hal-hal tersebut juga diperkuat pernyataan GIAMM yang mengkhawatirkan dampak pengenaan bea anti dumping tersebut akan sangat mempengaruhi daya saing industri otomotif nasional. Jepang memandang jika produk ekspor CRC/S dari Jepang dikenakan antidumping duty, industri otomotif Indonesia yang sebagian besar merupakan investasi Jepang akan mengalami kerugian dan menyebabkan pengurangan lapangan kerja dan penundaan perluasan investasi sektor otomotif yang sudah/sedang direncanakan oleh manufaktur Jepang. Selama 5 hari dari tanggal 11-16 Desemeber 2013, Indonesia mengadakan pertemuan bilateral dengan Jepang di Tokyo. Indonesia mengusulkan dimulainya General Review IJ-EPA pada tanggal 20 September 2013, Pihak Jepang menyetujui General Review melalui Nota Diplomatik pada tanggal 9 Desember 2013. Indonesia melalui PMK No. 65/PMK 011/2013 tanggal 19 Maret 2013 telah mengenakan bea masuk anti-dumping untuk perusahaan Jepang, Pihak Jepang meminta agar Indonesia dapat meninjau kembali pengenaan bea masuk anti dumping untuk produk CRC/s asal Jepang. Menteri Perindustrian Indonesia mengusulkan kepada Menteri Perdagangan dan Menteri Keuangan agar meninjau kembali PMK No. 65/PMK. 011/2013 untuk tidak mengenakan BMAD terhadap spesifikasi tertentu 6 pos tarif produk CRC/s. Isu lain yang muncul yaitu Jepang yang mengusulkan agar hasil transposisi HS untuk produk otomotif yang telah diterbitkan dengan PMK No. 209/PMK.011/2012 untuk dilakukan perubahan (atas 15 pos tarif).
10. Indonesia – Jerman Bilateral Meeting (kunjungan Presiden RI dan Mendag) dan Forum Bisnis ke Jerman
Presiden dan Menteri Perdagangan RI melakukan kunjungan ke Jerman pada tanggal 4 Maret 2013. Kunjungan tersebut meliputi: 1) Pertemuan one-on-one Presiden RI dengan CEO; 2) Business Networking antar kalangan bisnis; 3) Konsultasi Business clinic kalangan bisnis Jerman dengan Menteri Perindutrian, Menteri Perdagangan dan Kepala BKPM; 4) Penandatanganan Joint Venture Agreement di bidang pariwisata; dan 5) mengenai kerjasama kesehatan.
38
11. Indonesia – Korea Inter-sessional Meeting of Indonesia - Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IKCEPA)
Inter-sessional Meeting of IKCEPA telah dilaksanakan pada tanggal 9-10 April 2013 di Hotel Grand Hyatt, Jakarta membahas 3 (tiga) agenda antara lain: i) overview of IKCEPA negotiation, ii) exchange views on draft text dan Hi) work program and timeframe. Pertemuan telah menyepakati Work Program for Indonesia Korea CEPA yang ditandatangani oleh Chief Negotiator dari kedua pihak. Indonesia memaparkan konsep dan elemen Draft Text of Cooperation and Capacity Building (CCB). Pihak Korea lalu menyetujui elemen CCB dapat menjadi institutional basis untuk kerjasama ke depan antara Indonesia dan Korea. Sementara untuk mempercepat proses negosiasi di bidang akses pasar, Pihak Korea menyampaikan indikasi awal produk yang akan diajukan kepada Indonesia untuk diliberalisasikan, seperti otomotif, baja, besi, termasuk sekitar 230 produk yang dianggap misplacement oleh Korea dalam kerangka ASEAN Korea FTA. Sementara di bidang investasi, Indonesia menyampaikan pentingnya investment promotion, dimana Indonesia mengharapkan adanya peningkatan investasi Korea yang masuk ke Indonesia. Indonesia juga menyampaikan agar hal-hal yang mengatur investasi terkait perdagangan jasa, khususnya Mode 3 Commercial Presence dikeluarkan dari Chapter on Services.
Putaran Ke-4 Indonesia Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IKCEPA)
Putaran ke-4 IKCEPA, yang diselenggarakan di Bali sepanjang 18-22 Juli 2013 dikatakan berhasil menyelesaikan 50-60 persen dari keseluruhan draft text kesepakatan antara Indonesia dan Korea Selatan, di mana isu utama yang dibahas adalah yang terkait dengan isu akses pasar di bidang barang, jasa, kerjasama dan peningkatan kapasitas serta investasi. Pada Working Group (WG) on Trade in Goods, disepakati untuk mengurangi level ambition dengan cara mengurangi jumlah request dan berupaya untuk meningkatkan jumlah offer. Saat ini offer list Indonesia ke Korea hanya 151 pos tarif dari 395 pos tarif yang diajukan Korea. Sementara offer list Korea ke Indonesia hanya 242 pos tariff dari 785 pos tariff yang diajukan Indonesia. Pada WG on Services, negosiasi dilakukan melalui pendekatan Isu market access dipisahkan dari draft text dan akan dituangkan dalam Schedule of Commitment. Sebelum putaran ke 5 IKCEPA, Indonesia diharapkan sudah menyampaikan request yang lebih spesifik. IKCEPA puataran ke-4 selain itu juga membahas isu lain pada WG on Cooperation Capacity Building, dan WG on Investment.
Chief Negotiators’ Meeting and Intersessional Working Groups on Services and investment
Chief Negotiators’ Meeting and Intersessional Working Group on Services and Investment telah dilaksanakan pada tanggal 1-5 Oktober 2013 di Jakarta. Pada kesempatan tersebut, kedua delegasi telah berhasil menyusun paket kesepakatan konsesi di bidang barang sebagai dasar utama penyelesaian Perundingan IKCEPA. Pihak Korea memberikan Offer List 74 Tariff Lines (TLs) dari i55 TLs yang di-request Indonesia. Sementara pihak Indonesia memberikan 144 TLs yang di-request Korea dengan syarat Korea akan melakukan investasi di sektor otomotif, professional electronics, dan petrochemicals.
39
Bidang investasi, isu Text dan return in kind diusulkan untuk tidak dibahas. Isu ini akan diupayakan untuk dikeluarkan dari Draft Text. Sementara di bidang jasa, Indonesia menekankan interest pada market access of trade in services khusunya Mode 4 yaitu midwives, nurses, physiotherapist and para-medical personnel, social services and spa services. Korea, pada bidang jasa juga menyampaikan focused request pada Mode 3 (commercial presence) di bidang business services, communication services, construction and related engineering services, distribution services, enviromental services, financial services, and tourism and related services.
12. Indonesia – Myanmar Kunjungan Mendang Tema besar yang melandasi Kunjungan Kenegaraan Mendag ke Myanmar Mendampingi Presiden R.I pada 23-24 April ini antara lain adalah upaya peningkatan kerja sama Myanmar ekonomi khsusunya di bidang perdagangan dan investasi. Di bidang perdagangan, kedua negara sepakat untuk mendorong peningkatan kerjasama perdagangan dengan penetapan target nilai perdagangan sebesar US$ 1 milyar pada tahun 2016. Sementara di bidang investasi, kedua Kepala Negara menyambut baik peningkatan investasi Indonesia di Myanmar yang hingga tahun 2012 telah mencapai US$ 241 juta. Kedua Kepala Negara juga mendukung keinginan BUMN dan kalangan usaha swasta Indonesia untuk berinvestasi di Myanmar di bidang telekomunikasi, pertambangan, perbankan dan infrastruktur.
13. Indonesia – Nigeria Business Mission dan Pertemuan Bilateral Meeting Indonesia-Nigeria di Abuja pada 30 Januari Bilateral Meeting pada hingga 4 Februari 2013 membahas upaya peningkatan perdagangan dan kunjungan Presiden RI investasi antar kedua negara telah sepakat untuk pembentukan PTA dan task force untuk membuat road map pengembangan perdagangan dan investasi antar kedua negara.
14. Indonesia – Pakistan Kunjungan Kerja Staf Ahli Menteri Bidang Diplomasi Perdagangan Internasional ke Pakistan
Pada tanggal 20-23 Maret 2013 Kementerian Perdagangan melakukan kunjungan kerja ke Pakistan guna membahas beberapa isu bilateral seperti: implementasi Indonesia-Pakistan PTA, akses jeruk kinnow Pakistan ke pasar Indonesia, dan usulan pihak Pakistan untuk menandatangani Mutual Regonition Agreement (MRA). Pihak Pakistan meminta agar tidak diperlakukan diskriminatif dalam hal pelabuhan masuk terkait akses Kinnow Pakistan ke Indonesia. Mengenai hal tersebut, Menteri Perdagangan telah melakukan pertemuan dengan Menteri Pertanian dan menyepakati pembentukan MRA IndonesiaPakistan untuk memberikan akses pasar kinnow ke Indonesia tanpa pembatasan pintu masuk. Sementera terkait IP-PTA, hingga bulan Maret 2013 eksportir Indonesia yang telah memanfaatkan IP-PTA sebanyak 7 eksportir dengan nilai ekspor, US$ 1 juta lebih. Dalam kesempatan tersebut, Kementerian Perdagangan lalu meminta agar Pakistan dapat segera melaksanakan implementasi IP-PTA sehingga eksportir dan importir kedua negara dapat menikmati fasilitas IP-PTA.
40
Pakistan juga menyampaikan bahwa sudah tidak ada lagi masalah dengan 12 Tariff Lines HS 2012. Pakistan masih belum dapat mengeluarkan notifikasi untuk implementasi PTA sebelum adanya penandatangan MRA atau mekanisme lain yang dapat mencabut permentan No. 60/2012 terkait impor buah, khususnya akses Kinnow ke Pasar Indonesia melalui pelabuhan Priuk. Pihak Pakistan mengusulkan diadakan technical meeting dalam waktu dekat untuk menyelesaikan masalah tersebut.
15. Indonesia – Papua Nugini Persidangan Joint Border Committee (JBC) ke-30 antara Pemerintah Republik Indonesia (Rl) dengan Pemerintah Independen Papua Nugini (PNG)
Persidangan diselenggarakan pada tanggal 25-27 September 2013 di Hotel Salak Bogor dengan dibagi menjadi 4 Sub Committee yaitu; 1) Border Liasion Meeting (BLM); 2) Joint Sub Committee on Security Matters relating to Border Areas (JSCSM); 3) Joint Technical Sub Committee on Survey and Demarcation of the Boundary and Mapping of the Border Areas (JTSM-SDM); 4) Joint Sub Committee on Trade and Investment along the Border Areas (JSTCI). Kementerian Perdagangan menjadi focal point pada Sub Commitee JSTCI. Dalam perundingan tersebut, kedua belah pihak sepakat mempersiapkan MoU on Border Trade and Investment Arrangement guna mengintensifkan kegiatan perdagangan perbatasan untuk kepentingan dan kemakmuran kedua bangsa yang tinggal di sepanjang perbatasan kedua negara. Selain pembahasan MoU, Indonesia dan PNG juga bertukar pandangan dalam Review of the existing Indonesia and PNG Bilateral Trade Agreement as of 16 September 2000, selanjutnya sepakat mempertimbangkan untuk meninjau kembali Perjanjian Perdagangan.
16. Indonesia – Peru Kunjungan Kerja Wakil Menteri Perdagangan R.I. ke Lima, Peru dan Indonesia Business Forum
Dalam rangka pengembangan kerja sama Indonesia dan Peru, Wakll Menteri Perdagangan R.I. melakukan kunjungan kerja ke Lima pada 13 September 2013. Kunjungan kerja ini merupakan merupakan tindak lanjut kunjungan Menteri Perdagangan R.I. ke Lima pada bulan Maret 2012 dan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) on Trade Promotion Activities di Jakarta pada bulan Juli 2012, serta menindaklanjuti usulan pembentukan Free Trade Agreement (FTA)/Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) Peru-RI. Terkait dengan usulan pembentukan FTA/CEPA Peru-RI, kepada Menteri Perdagangan Luar Negeri dan Pariwisata Peru, Indonesia menyampaikan bahwa FTA/CEPA dengan kerja sama yang lebih komprehensif dan luas memerlukan penyusunan dan proses implementasi yang cukup panjang, sehingga Indonesia mengusulkan kerja sama perdagangan dalam bentuk Prefential Tariff Agreement (PTA) yang lebih konkrit karena fokus pada beberapa sektor yang sifatnya lebih sederhana. Indonesia menyampaikan bahwa kedua negara dapat memilih beberapa produk dan sektor untuk kelancaran arus barang, seperti prosedur kepabeanan, Surat Keterangan Asal Barang, Mutual Recognition Agreement (MRA) dan Sertifikasi Kesehatan. Indonesia juga mengharapkan Peru mempertimbangkan tahapan untuk pembentukan PTA melalui Joint Study Group (JSG) atau Joint Feasibility Study (JFS), pembentukan Term of Reference (TOR), cakupan untuk identifikasi produk dan sektor, dan melibatkan dunia usaha. Pemerintah Peru menyambut baik gagasan Rl untuk mencari bentuk kerja sama yang fokus, dan cepat dapat diimplementasikan dunia usaha.
41
17. Indonesia – Qatar High Level Economic Pada Pertemuan High Level Economic Mission 2014 di Doha, Qatar pada Mission 2014 20-24 Desember 2013 tersebut, Indonesia menjelaskan peluang dan potensi investasi yang dimiliki Provinsi Jawa Barat antara lain; rencana pembangunan Bandara Kertadjati, geothermal and infrstructure projects, dan pembangunan industri plywood. Pertemuan juga menyelesaikan pending matters seperti trade agreement, pembentukan Joint Business Council dalam rangka mendukung perdagangan kedua negara; 3) perlu dilakukan promosi, pameran produk-produk Indonesia, kunjungan komunitas bisnis, dan meningkatkan business to business contact kedua negara; 4) pembangunan konstruksi outlet produk-produk industri kecil dan menengah sebagai pusat pembelanjaan yang cukup mewah di Qatar yang akan resmi dibuka pada bulan Februari 2014.
18. Indonesia – Saudi Arabia Bilateral Meeting Presiden RI pada pertemuan Bulan Februari 2013 ini menyampaikan Indonesia-Saudi Arabia apresiasi atas dukungan IDB pada pembangunan di Indonesia selama ini dan diharapkan IDB dapat memberikan kontribusi lebih besar dalam pembangunan di Indonesia dibidang perdagangan, investasi, infrastruktur tehnologi, industri strategis, UMKM, food security dan energy security.
19. Indonesia – Selandia Baru The Sixth Meeting of the Joint Ministerial Commission IndonesiaNew Zealand
Pada pertemuan JMC di Aucland ini, kedua delegasi telah membahas secara lebih rinci bidang kerjasama yang ditungkan dalam Agreed Minutes yang ditandatangani oleh kedua menteri luar negeri, sebagai outcome document pertemuan ke-6 JMC. Bidang kerjasama yang dibahas dalam JMC meliputi; 10 Political and Security Cooperation; 2) Trade and Economic Cooperation; 3) Development Cooperation; 4) People to People Links; dan 5) Discussion of Regional and Multilateral Issues.
20. Indonesia – Slovakia Sidang Komite Bersama Sidang Komite Bersama Indonesia-Slovakia dilaksanakan di Bali pada Indonesia-Slovakia tanggal 2 Desember 2013 membahas peningkatan kerja sama di bidang ekonomi, perdagangan, ilmu pengetahuan dan teknologi serta sosial budaya di antara instansi terkait kedua negara dan juga pihak swasta. Dalam hal hubungan perdagagnan kedua negara, ekspor Indonesia ke Slovakia dalam lima tahun terakhir (2008-2012) terlihat berfluktuasi dengan trend sebesar (-) 16,5%, di mana nilai ekspor Indonesia pada tahun 2012 mencapai sebesar US$ 45,4 juta. Sedangkan impor Indonesia dari Slovakia pada tahun 2012 mencapai US$ 9,0 juta. Dilihat dari jenis produk yang dihasilkan kedua negara, hubungannya bersifat complementary. Slovakia belum mengimpor produk unggulan ekspor Indonesia secara signifikan, seperti CPO, karet, kopi, minyak atsiri. Pada peningkatan kerja sama di bidang promosi ekspor, telah dibuat MoU antara National Agency for Export Agency (NAFED) Kemendag dengan the Slovak Investment and Trade development Agency (SARIO) on Trade Promotion Cooperation. Draft revisi akan dibahas pada pertemuan SKB mendatang.
42
21. Indonesia – Timor Leste Joint Border Committee Persidangan JBC ke-3 antara Pemerintah Republik Indonesia (Rl) dengan (JBC) ke-3 Indonesia-Timor Pemerintah Republik Demokratik Timor-Leste (RDTL) di Bandung, pada Leste (RDTL) tanggal 15-18 Januari 2013. Persidangan 4 Sub Committee yaitu; 1) Technical Sub Committee on Cross Border Movement of Persons and Goods and Border Crossing (TSC CBMPGC); 2) Technical Sub Committee on Border Demarcation and Regulation (TSC-BDR); 3) Technical Sub Committee on River and Water Management (TSC-RWM); 4) Technical Sub Committee on Border Security (TSC-BS). Kementerian Perdagangan menjadi focal point pada TSC CBMPGC. Isu yang dibahas dalam pertemuan tersebut meliputi; 1) penambahan entry point di perbatasan laut (Sea Border Trade) MBD-RDTL; 2) penambahan 3 entry point baru (Suai dan Bobonaro, a) TuriskainHaikesak; b) Builalo-Memo; c) Laktutus-Belulik; 3) Mengefektifkan Pos Lintas Batas pada 5 Border Crossing Points; 4) Membentuk Technical Working Group; 5) Mereview nilai nominal transaksi di perbatasan; 5) Implementasi MoU on TCT; 6) Draft TOR TSC-CBMPGC, Pembentukan Agreement on Coastal Traffic on Non-Solas Vessels. Senior Officials Meeting (SOM) Scorecard Joint Ministerial Meeting (JMC) on n Bilateral Cooperation IndonesiaRDTL
Pada tanggal 13-14 Mei 2013 di Dili, Timor Leste diadakan SOM Scorecard JMC RI-RDTL untuk persiapan kunjungan Presiden Timor Leste H.E. Taur Matan Ruak ke Indonesia. Pelaksanaan SOM Scorecard dibagi dalam 4 Working Group, yaitu: (1) Working Group on Border Issues; (2) Working Group on Trade, Investment and Finance Issues; Transport, Communication and Public Works Issues; and Agriculture, Forestry and Fisheries Issues; (3) Working Group on Legal Matters and Judicial Issues; and (4) Working Group on Social, Education and Culture Issues. Wakil DELRI Kementerian Perdagangan hadir pada Working Group ke-2. Kedua pihak sepakat dalam pertemuan tersebut sepakat 1) menambah tiga titik perlintasan baru; 2) membentuk joint socialization Team; 3) pasar tradisional; 4) rencana peresmian pasar perbatasan; 5) pengaturan rinci jumlah hari pasar; dan 6) review dan amandemen Arrangement on Traditional Border Crossing and Regulated Market tahun 2003.
Joint Sub Committee on Trade and Investment (JSTCI) along the Border Areas
Perundingan Joint Sub Committee on Trade and Investment Along the Border Areas (JSTCI) merupakan perundingan kedua, sekaligus untuk menindaklanjuti hasil pertemuan Presiden RI H.E. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono dengan Perdana Menteri PNG Hon. Peter O’Neill, CMG, MP, pada saat kunjungan kenegaraan Perdana Menteri PNG ke Indonesia pada tanggal 17 Juni 2013. Kedua belah pihak sepakat untuk melakukan beberapa kegiatan sesuai dengan Terms of Reference for the Joint Sub Committee on Trade and Investment yaitu: 1) Menyerahkan TOR of Joint Sub Committee on Trade and Investment kepada Joint Border Committee; 2) Pertemuan pertama Joint Sub Committee on Trade and Investment akan diadakan pada kuartal kedua 2014; 3) Joint Sub Committee on Trade and Investment akan bertugas untuk menyusun MoU on Border Trade and Investment Agreement; 4) Menyiapkan draft MoU on Border Trade and Investment Arrangement.
22. Indonesia – Tiongkok Penyelesaian masalah Pertemuan di Beijing pada 25-30 Desember 2013 ini telah berhasil
43
standar dan peraturan keamanan pangan produk pertanian yang diterapkan Tiongkok
mendorong AQSIQ maupun CNCA untuk melakukan verifikasi lapangan sarang burung walet pada tanggal 12-23 Januari 2014 ke Indonesia, dan Department of Supervision on Animal and Plant Quarantine, AQSIQ untuk melakukan verifikasi lapangan produsen pakan ternak Indonesia. Dalam pertemuan tersebut juga disepakati pelaksanaan ketentuan dan persyaratan Protokol yang ditandatangani kedua negara pada tanggal 24 April 2012 khususnya artikel 9 (health/veterinary certificate) dan article 12 (onsite investigation).
23. Indonesia – Turki Kunjungan Delegasi Turki Pada tanggal 17 Januari 2013, para pejabat Ministry of Economy of Turkey ke Kementerian didampingi Konselor Perdagangan Kedutaan Besar Turki di Jakarta Perdagangan mengadakan kunjungan ke Kementerian Perdagangan salah satunya membahas rencana pelaksanaan Indonesia - Turkey Joint Commission for Economic and Technical Cooperation Meeting (JETCM) ke 8 yang sempat beberapa kali tertunda pada tahun 2012. JETCM ke-8 akan membahas isu meliputi meliputi perdagangan, investasi, kontraktor dan jasa konslutasi, kerja sama ekonomi dan teknis, energi, public work dan pariwisata. Pihak Turki juga mengusulkan agar dalam pelaksanaan JETCM ke 8 dapat dilaksanakan Business Council Meeting yang akan dikoordinasikan oleh masing masing Kamar Dagang dan Industri kedua negara. Dalam kesempatan tersebut, pihak Turki menyampaikan keprihatinan atas dilakukannya investigasi tindakan pengamanan perdagangan Product wheat flour Turki oleh Pemerintah Rl. Delegasi Turki mengharapkan pertimbangan dan proses penetapan safeguards tersebut tetap berdasarkan ketentuan WTO. Peran ekspor produk tersebut terhadap total ekspor Turki adalah sebesar 45% dan Indonesia merupakan negara tujuan ekspor terbesar kedua bagi Turki. Turki sangat mengharapkan Pemerintah Indonesia juga mempertimbangkan defisit perdagangan Turki dengan Indonesia yang pada tahun 2011 jurnlahnya sebesar US$ 878,4 juta menjadi bagian dari pertimbangan penentapan tindakan tersebut. D. Organisasi Internasional dan Komoditi
1. Asian and Pacific Coconut Community Sidang ke-49 Asian Pacific Sidang Asian and Pacific Coconut Community (APCC) ke-49 pada tanggal Coconut Community 28 – 31 Januari 2013 di Nadi, Fiji. Sidang dihadiri oleh 16 negara anggota (APCC) APCC kecuali Filipina dan Vanuatu termasuk menteri dari Kiribati, Tonga dan Samoa. Negara Anggota APCC memproduksi 8,5 juta MT kopra atau sekitar 81,4% dari total produksi dunia pada tahun 2012. Produksi kelapa dunia meningkat 5% dari tahun 2011 dan diperkirakan akan meningkat 6,4% atau sebesar 11,19 juta MT di tahun 2013. Ekspor produk kelapa terbesar adalah coconut oil (CNO) yang sebagian besar berasal dari Filipina dan Indonesia.
2. Association of Natural Rubber Producing Countries Rangkaian Sidang Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC)
Rangkaian sidang ANRPC diselenggarakan pada tanggal 8-12 Oktober 2013 di Colombo, Sri Lanka dengan sejumlah agenda, salah satunya Annual Rubber Conference 2013. Rangkaian sidang menghasilkan pokok antara lain bahwa karet alam adalah tanaman yang sustainable. Namun demikian, belum ada kesamaan persepsi antara negara produsen dan negara konsumen baik dalam definisi maupun kriteria mengenai sustainability.
44
Pada Industry Matters Committee (IMC), negara anggota mengizinkan IRSG, IRRDB dan UNCTAD sebagai observer pada pertemuan IMC khususnya untuk mempresentasikan proposal proyek Sustainable Natural Rubber Criteria. Disepakati agar masing-masing negara anggota dapat mempresentasikan informasi dan perkembangan penerapan sustainability di tiap-tiap negara anggota pada sidang IMC tahun depan. Pada Information and Statistics Committee (ISC) sejumlah negara termasuk Indonesia belum menyampaikan data statistik karet alam bulanan secara rutin. Pada Executive Committee, negara-negara anggota membahas rencana mengundang negara-negara produsen karet alam lainnya seperti Nigeria, Cote d'lvore, Liberia dan Myanmar untuk hadir pada ANRPC 2014 dalam rangka memperluas anggota. Dalam Assembly ANRPC, juga dipilih Mdm. Sheela Thomas dari India sebagai Sekretaris Jenderal ANRPC untuk periode tiga tahun yaitu 1 Juli 2014 - 30 Juni 2017.
3. Development Eight (D-8) Second Meeting of The Supervisory Committee of the Preferential Trade Agreement among D-8
Pertemuan yang diadakan pada tanggal 29 Maret 2013 di Ankara, Turki ini menjalankan agenda utama yaitu Current State of cut off date implementation for the first installment of tariff reduction, Transposition of Harmonized System (HS) Code to HS Code, Possible establishment of Subcommitte o Experts, Discussion and Adoption of the draft “Dispute Settlement” Document, Discussions on Rules of Origin, Exchange of views on the first Trade Minister Council. Pertemuan menggarisbawahi terus meningkatnya perdagangan negara anggota D-8. PTA D-8 diharapkan segera memberikan manfaat bagi para Anggota yang telah meratifikasi, yaitu Indonesia, Iran, Malaysia, Nigeria, Pakistan, dan Turki, serta segera diikuti negara yang masih berstatus observer, yaitu Bangladesh dan Mesir.
First D-8 Trade Ministers Council (TMC) on The Implementation of the Preferential Trade Agreements among D-8 Member States
First D-8 Trade Ministers Council (TMC) on The Implementation of the Preferential Trade Agreements among D-8 Member States telah dilaksanakan pada tanggal 24-25 Juni 2013 di Abuja, Nigeria yang diawali dengan pertemuan Senior Official Meeting (SOM) pada tanggal 24 Juni 2013. Pada pertemuan tingkat SOM telah menyepakati beberapa hal pokok untuk disahkan dan diperkuat TMC, yaitu: i) Cut-off date bagi pelaksanaan first installment penurunan tarif PTA diundur menjadi tanggal 1 November 2013; ii) Offer List Products (OLP) seluruh anggota D-8 ditransposisi ke HS 2012; iii) penyelenggaraan Supervisory Committee (SC) ke-3; iv) Draft Deklarasi Abuja yang diharapkan menjadi hasil utama pertemuan pertama TMC. PTA D-8 menjadi penting untuk segera diimpelemtasikan karena sesuai dengan Agenda Transformasi yang dicanangkan Presiden Nigeria yang mencakup peningkatan ekspor non-minyak. Selain itu, Nigeria mendukung pelaksanaan D-8 Roadmap 2008-2018 yang memprioritaskan kerja sama perdagangan, industri, pertanian, transportasi dan energi. Implementasi efektif PTA tersebut diyakini akan segera melipatgandakan perdagangan antar-negara anggota D-8 dan membuka jalan menuju pencapaian cita-cita Roadmap (2008-2018), yaitu peningkatan D-8 intratrade paling sedikit mencapai 15-20% perdagangan dunia.
45
4. International Cocoa Organization (ICCO) ICCO Meeting ke-87 Pertemuan International Cocoa Organization (ICCO) ke-87 telah dilaksanakan pada tanggal 18-22 Maret 2013 di Bali. Indonesia telah melakukan langkah-langkah guna meningkatkan produksi kakao nasional, diantaranya dengan pencanangan Gerakan Nasional (Gernas) Kakao sejak tahun 2009, dan dampaknya adalah produksi kakao yang pada awalnya 1 Hektar hanya sekitar 400 kg, kini telah meningkat menjadi 700 kg/hektar, potensi produksi kakao nasional perhektar dapat mencapai 1,5 Ton/hektar. Saat ini Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana. Total produksi tahun 2012 adalah 833.310 ton atau meningkat 17% dibandingkan dengan produksi tahun 2011 sebesar 712.231 per ton, dengan total nilai ekspor Indonesia tahun 2012 adalah 978 juta US Dollar.
5. International Coffee Organization (ICO) Rangkaian Sidang ICO Rangkaian sidang dalam kerangka International Coffee Organization (ICO) diselenggarakan tanggal 9-12 September 2013 di Belo Horizonte, Brazil. Rangkaian sidang dimaksud utamanya terdiri dari International Coffee Council ke-111 (ICC-111) dan badan-badan subsidernya. Sidang menghasilkan dokumen utama, yaitu Deklarasi Belo Horizonte, yang bernafaskan peringatan ke-50 tahun ICO. Sidang Menggarisbawahi pentingnya ICO sebagai forum kerja sama pemerintah dengan kalangan swasta. ICO harus terus mendukung langkah-langkah bagi kesinambungan sosial, ekonomi dan lingkungan di sektor perkopian; mengatasi hama, penyakit, dampak gejolak harga, perubahan iklim, biaya produksi yang terus meningkat; meningkatkan kondisi kerja dan peran perempuan maupun pemuda dalam rantai pasok perkopian. Sidang juga menghasilkan resolusi yang ditujukan untuk mengatasi krisis kopi di kawasan Afrika tengah yang disebabkan oleh black coffee twig borer.
6. International Pepper Community (IPC) The 41th the Session and International Pepper Community (IPC) menyelenggarakan rangkaian Meetings of IPC Sidang telah diselenggarakan tanggal 11-13 November 2013 di Kuching, Sarawak, Malaysia untuk membahas isu-isu terkait komoditi lada. Sidang dihadiri oleh delegasi dari 6 (enam) negara anggota IPC, observers (asosiasi swasta, organisasi internasional dan pakar) dan negara-negara konsumen. Indonesia secara khusus menyoroti perlunya IPC memperkuat organisasi melalui perluasan keanggotaan sehingga IPC memiliki daya tawar yang lebih tinggi di industri lada internasional. Indonesia mendukung setiap upaya yang telah dan akan dilakukan IPC. Ditekankan pula akan pentingnya IPC meneruskan perannya sebagai forum dialog dan komunikasi antara pemerintah dengan swasta, dan memastikan dialog tersebut dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh pemangku kepentingan di sektor lada, terutama petani/smallholders.
46
7. International Rubber Conference Organisation (IRCo) Rapat Umum Pemegang Rapat Umum Pemegang Saham IRCo betujuan untuk mengevaluasi Saham IRCo kegiatan dan keuangan IRCo sebagai perusahaan patungan yang sekaligus merupakan sekretariat ITRC. Evaluasi tersebut diharapkan mengasilkan pertanggung jawaban penggunaan dana pemerintah untuk operasional IRCo dan terhadap fungsi IRCo untuk membantu stabilisasi harga karet dapat dilaksanakan. Pada tahun 2013 , Rapat Umum diselenggarakan di Bangkok, Thailand pada 25 April dan 21-23 November 2013. Sejak dibentuknya Organisasi, IRCo belum melaksanakan fungsinya dalam melakukan operasi pasar. Hal ini mengakibatkan IRCo tidak menghasilkan profit sehingga tidak ada dividen yang dapat dibagikan. Rapat tersebut juga melanjutkan pembahasan di mana Indonesia dan Malaysia sepakat terhadap usulan untuk menaikkan remunerasi tahunan anggota BoDs menjadi US$ 2,600 dan Committee on Strategic Market Situation (CSMO) menjadi US$ US$ 2,000. Di lain pihak, Thailand belum menyetujui usulan tersebut karena proses penambahan modal IRCo belum selesai.
8. International Tripartite Rubber Council (ITRC) 21st ITRC Meeting Rangkaian Sidang ITRC tanggal 10 – 14 Juni 2013 di Palembang, Sumatera Selatan, membahas Pembentukan Pasar Karet Regional, Cost of Production (CoP) ITRC, Implementasi Supply Management Scheme (SMS), Implementasi Supply Management Scheme (SMS), Future Roles of ITRC/IRCo in the Next Ten Years, Demand Promotion Scheme (DPS) Committee, Model Forecasting Demand, Finalisasi Formula Agreed Export Tonnage Scheme (AETS), Usulan Thailand untuk Memberlakukan AETS. Pertemuan Expert Group on Establisment of Regional Rubber Market (EGRRM) ITRC
Pertemuan diselenggarakan di Bangkok, Thailand 4-7 September 2013 membahas calon konsultan yang akan melakukan studi terkait establishment of Regional Rubber Market di tiga negara. Disampaikan pula concern Indonesia untuk pembentukan pasar karet agar nantinya dapat menguntungkan bagi Indonesia. Dengan adanya rencana pembetukan pasar karet regional diharapkan dapat menjadi daya tarik untuk menetapkan harga karet sendiri dan memudahkan konsumen dalam membeli karet Indonesia.
Rangkaian Sidang ITRC Pada tanggal 23-27 September 2013 di Kota Kinabalu, Malaysia, telah September 2013 diselenggarakan Rangkaian Sidang Komite ITRC yang terdiri dari: Technical Qworking Group on Establishing Regional Rubber Market (TWGERRM), Expert Group on Establishing Regional Rubber Market (EGERRM), Statistical Committee, Cost of Production Committee dan Sidang ITRC 22. Hasil Evaluasi implementasi Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) periode Oktober 2012-Maret 2013 menunjukkan tingginya surplus karet alam gobal sejak 2011-2013 (700 ribu ton) dan lemahnya faktor fundamental karet menyebabkan implementasi AETS hanya dapat menaikkan harga karet sebesar 5,24%. Namun implementasi AETS kali ini mampu menahan harga karet alam tidak turun ke bawah level USD 2,5 per kg. Berdasarkan evaluasi implementasi Supply Management Scheme (SMS) 2008-2012, Indonesia melampaui alokasi produksi sebesar 70.609 hektar dan masih memiliki alokasi area penanaman baru (new planting) seluas
47
128.199 hektar. Pada rangkaian sidang, ITRC juga memandang pentingnya kerja sama dengan produsen karet alam lain seperti Vietnam, Kamboja, Laos, dan Myanmar guna mempertahannya bargaining power negara produsen di pasar karet global serta tercapainya harga remuneratif bagi petani. Rangkaian Pertemuan Selama 3 hari pada 28-30 Oktober 2013, para anggota ITRC mengadakan Komite ITRC Oktober 2013 sejumlah rangakaian pertemuan di Bangkok, yaitu: Technical Working Group on Establishing Regional Rubber Market (TWGERRM), Expert Group on Establishing Regional Rubber Market (EGERRM), dan Monitoring and Surveillance Committee. TWGERRM menyepakati agar peraturan (trading rules and byelaws) pasar fisik dan berjangka merujuk pada Malaysia Rubber Exchange (MRE)untuk pasal mengenai interpretasi dan Agricultural Futures Exchange in Thailand (AFET) untuk trading bye laws. Peraturan-peraturan ini akan diharmonisasi lebih lanjut pada pertemuan TWGERRM berikutnya. Sementara itu, EGERRM mengadakan pertemuan pertama dengan LMC International sebagai konsultan yang akan melakukan studi pembentukan pasar karet regional meliputi bahasan cakupan studi, areas of concern, work plan, payment schedule dan draft perjanjian. Konsultan menyetujui tahapan pembayaran studi sebesar SGD 215,750 terbagi menjadi 40% fase pertama dan 60% fase kedua. Kelanjutan studi fasekedua bergantung pada hasil studi fase pertama yang fokus pada layak atau tidaknya pembentukan pasar karet regional, menurunkan biaya out of pocket lebih rendah dari SGD 50,000 dengan pertimbangan LMC memiliki kantor perwakilan di Kuala Lumpur dan Bangkok.
9. Organization of Islamic Cooperation (OIC) Pertemuan Economic and Tahun 2013, OIC menyelenggarakan sejumlah agenda yang berakhir Commercial Cooperation dengan pada Pertemuan Economic and Commercial Cooperation (COMCEC) OIC ke-29 (COMCEC) OIC ke-29 di Istanbul, Turki pada 17-22 November 2013. Sebelumnya OIC menyelenggarakan Working Group on Trade COMCEC OIC pada tanggal 22 Juni, Training Program on The New COMCEC Project Funding pada 18-21 Agustus 2013 dan Workshop on Cooperation and Experience Sharing Among Trade Registry Agencies of the OIC pada 10-13 September yang ketiganya diselenggarakan di Ankara, Turki. Pertemuan tersebut mencatat pentingnya peningkatan Foreign Direct Investmet fan reformasi sktrutural di OIC. Bagi Indonesia, pertumbuan FDI sekitar 25 persen per tahun belum cukup mengatasi persalahan kemiskinan dan pengangguran dengan cepat. COMCEC juga menyambut 10 (sepuluh) negara anggota (Benin, Muritania, Sudah, Pantai Gading, Niger, Maroko, Iran, Gambia, Kuwait dan Djibouti) akan segera memenuhi syarat ratifikasi penerapan Trade Prefential System (TPS) OIC yang merupakan proyek utama OIC untuk meningkatkan kerja sama intraperdagangan. Indonesia sendiri masih kesulitan menyelaraskan ketentuan-ketentuan dalam TPS-OIC yang tidak sesuai dengan peraturan dalam negeri. Sejumlah isu lain yang dibahas adalah mengenai pengembangan transportasi dan komunikasi, pengembangan sektor pariwsata yang berkelanjutan dan kompetitif, termasuk juga pembahasan di sektor agrikultur dan keamanan pangan serta pengentasan kemiskinan.
48
10. World Economic Forum (WEF) WEF 2013 Pada 23-27 Januari 2013 telah dilaksanakan pertemuan World Economic Forum. Pertemuan tersebut membahas solusi dan praktek-praktek dalam mengatasi krisis ekonomi global yang berkepanjangan agar tidak mengganggu proses demokrasi di dunia. Dalam pertemuan tersebut Menteri Perdagangan R.I menyampaikan pentingnya membangun ruang fiskal untuk menciptakan pemerintahan demokratis yang kondusif agar kesejahteraan dapat didistribusikan secara merata dan berkelanjutan. Mendag juga menyampaikan pentingnya peningkatan kualitas pendidikan dan penegakan hukum. WEF on East Asia Pada 6-7 Juni 2013 juga telah dilaksanakan World Economy Forum on East Asia (WEFA) ke-22 di Myanmar. Kesempatan tersebut diharapkan memberikan peluang untuk mendalami dan ikut mewarnai proses reformasi di negara Myanmar serta kaitannya dengan kepemimpinan Myanmar tahun 2014 di ASEAN. Isu yang dibahas termasuk role of business, ASEAN integration, regional geopolitics, gender, food security, infrastructure, banking, fair labour, risk resilience, extractive industries, energy, travel and tourism, dan investment. Pada kesempatan tersebut Kementerian Perdagangan juga menggelar acara Indonesian Night yang merupakan bagian dari upaya untuk mendorong nation branding, agar Indonesia dikenal lebih luas di dunia.
11. Badan-Badan dalam Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) United Nations Perkembangan perundingan pada UNCTAD selama 2013 diawali dengan Conference on Trade and Sidang sesi ke-4 Comodities Forum, 18-19 Maret di Jenewa, Swiss. Forum Development (UNCTAD) mengambil tema “Recommitting to commodity sector development as an engine of economic growth and poverty reduction”. Didukung berbagai stakeholder partner, Forum membahas dan menemukan solusi bersama dalam mengatasi isu-isu yang terkait dengan komoditi yang berperan dalam penguatan perekonomian nasional. Pembentukan harga komoditas di setiap negara semakin terintegrasi dengan harga dunia, dan preferensi konsumen di seluruh negara dalam aspek tertentu semakin mengarah kepada preferensi yang bersifat universal akibat globalisasi informasi dan liberalisasi perdagangan. Arus globalisasi tersebut berdampak pada keterbukaan informasi harga pasar komoditi yang berimplikasi kepada kepercayaan petani dan pedagang untuk menekan asimetri informasi yang merugikan. Selain pertemuan pada bulan Maret, UNCTAD juga menggelar Sidang Trade and Development Board (TDB) UNCTAD Sesi ke-60 di Jenewa pada 15-28 September. Duta Besar Triyono Wibowo, Wakil Tetap RI (WATAPRI) untuk PBB, WTO, dan Organisasi Internasional lainnya di Jenewa terplih sebagai Presiden TDB UNCTAD, badan tertinggi di UNCTAD yang mebahas dan menetapkan kebijakan yang terkait dengan kerja sama internasional di bidang perdagangan dan pembangunan dalam kerangka PBB. United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP)
UNESCAP setidaknya telah melakukan pertemuan sebanyak 2 (dua) kali selama 2013. UNESCAP mengadakan Sidang Komisi ke-69, 24 April – 2 Mei 2013 dan High Level Policy Dialogue Preparatory to the Asia Pacific Ministerial on Regional Economic Intergration pada 19-23 Agustus 2013. Keduanya diselenggarakan di Bangkok, Thailand.
49
Kawasan Asia Pasifik perlu mencari lebih banyak pendorong perkembangan ekonomi. Salah satu perhatian yang besar adalah himbauan kepada negara-negara Asia Pasifik meningkatkan pengeluaran sosial untuk memperkuat pemulihan ekonomi, keseimbangan ekonomi jangka panjang, dan pembangunan berkelanjutan. Perdagangan intraregional menjadi penting untuk meredam dampak krisis global. Untuk itu, negara perlu memperluas perdagangan regional dan kerja sama ekonominya. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan sebagian besar hambatan untuk perdagangan, dan memperkuat kesepakatan yang telah dibuat. Selain itu perdagangan intra-kawasan juga akan dapat memperluas cakupan yang komprehensif dalam perdagangan barang dan jasa yang pada akhirnya dapat memfasilitasi perdagangan dan investasi. United Nations Pertemuan the First Universal Session of the Governing Council/Global Environment Program Ministerial Environment Forum (GC/GMEF) of the United Nations (UNEP) Environment Programme (UNEP) ke-27 telah diselenggarakan pada tanggal 18-22 Februari 2013 di Nairobi, Kenya. Pertemuan GC/GMEF ke27 UNEP merupakan pertemuan pertama yang dihadiri oleh seluruh negara anggota PBB, organisasi internasional, non-government organizations (NGOs), dan kelompok pemangku kepentingan lainnya setelah diadopsinya Resolusi 67/213 yang memperkuat UNEP melalui keanggotaan secara universal (universal membership) dari anggotanya saat ini yang berjumlah 58 negara. Indonesia perlu mencermati rencana pertemuan mengenai dedicated external financing dalam kerangka pendekatan terintegratif untuk pendanaan pengelolaan bahan dan bahan limbah kimia. Perlu dipertahankan agar program khusus yang akan dibentuk sekurangnya akan dapat dan mudah untuk diakses oleh semua negara berkembang serta memiliki governance yang diarahkan oleh negara-negara yang dipilih berdasarkan keseimbangan perwalian kawasan.
50
Salah satu kegiatan prioritas nasional lainnya bidang perekonomian yang terdapat pada Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional adalah Peningkatan Peran dan Kemampuan Diplomasi Perdagangan Internasional. Kemampuan diplomasi perdagangan internasional tersebut diharapkan dapat meningkat sehingga Indonesia dapat menjadi “pemeran sentral” dalam percaturan kerja sama dan perundingan perdagangan internasional. Tahun 2014 merupakan tahun yang tidak kalah menantang dari tahun sebelumnya, dimana Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan KTT APEC dan KTM WTO IX.
1. Forum Multilateral Menindaklanjuti Bali Package dan Doha Development Agenda KTM ke-9 yang dilaksanakan pada tanggal 2-7 Desember 2013 di Bali, telah menyepakati Paket Bali, yang secara garis besar terdiri atas 3 (tiga) isu utama yaitu, i) isu Fasilitasi Perdagangan, dimana Negara berkembang dan LDCs memiliki hak untuk memperoleh kelonggaran dalam menerapkan komitmen fasilitasi perdagangan bahkan mensyaratkan “capacity building” sebelum menerapkan komitmen fasilitasi perdagangan tersebut; ii) Isu Pertanian dimana disepakatinya solusi sementara bagi aspirasi negara berkembang, yakni untuk meningkatkan subsidi di sektor pertanian melampau batas maksimum yang diatur dalam Persetujuan Pertanian (yaitu 10% dari output pertanian) sementara solusi permanen dirundingkan dalam waktu empat tahun; iii) Isu Pembangunan, dimana negara berkembang dan LDCs memperoleh hak “Monitoring Mechanism” yaitu suatu hak untuk melakukan pengawasan apakah ketentuan “Special and Differential Treatment” diimplementasikan secara benar. Tahun 2014, tentunya Kemendag c.q Ditjen KPI akan menindaklanjuti dari hasil Bali Package tersebut. Untuk isu Fasilitasi Perdagangan, perlu mempersiapkan dokumen pengesahan (ratifikasi) Agreement on Trade on Facilitation, dengan berkoordinasi dengan instansi terkait dan bekerja sama dengan lembagalembaga internasional. Kemudian untuk Isu Pertanian, perlu melakukan sosialisasi atas penambahan butir-butir General Services hasil Paket Bali untuk diimplementasikan oleh instansi terkait, menyusun program kerja dan melakukan koordinasi dengan instansi terkait guna membahas posisi Indonesia, dan pemanfaatan Peace Clause di tahun 2014 terkait mekanisme interim dengan mengajukan beberapa produk Indonesia yang akan dikecualikan dari perhitungan subsidi hingga 4 tahun mendatang. Sementara untuk Isu Pembangungan, perlu melakukan atau menyusun analisa singkat terkait DFQF termasuk RoO, untuk melihat kesiapan Indonesia dalam memberikan fasilitas DFQF.
2. Forum Regional Penandatanganan ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement (jasa dan investasi) Landasan ASEAN-India Free Trade Area (AIFTA) tercantum dalam Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN dan India telah ditandatangani para kepala negara/pemeritahan ASEAN dan India pada bulan Oktober 2003. Implementasi Agreement Trade in Sevices dan Agreement on invesment ASEAN-India masih menunggu penandatanganan kedua Persetujuan dimaksud dimana terdapat beberapa anggota ASEAN yang belum dapat menyelesaikan prosedur internalnya. Untuk itu Kemendag c.q Ditjen KPI perlu untuk menyelesaikan prosedur internal terkait penandatangan baru dalam persetujuan Agreement in Trade in Services dan Agreement on Investment ASEAN-India.
51
Finalisasi perundingan ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) 9 Indonesia masih perlu mendapatkan 4 subsektor jasa untuk memenuhi komitmen AFAS 9 dan Indonesia diminta untuk dapat menyampaikan revised/final offers 9th AFAS Package. penandatanganan Protocol to Implement the 9th AFAS Package beserta final offers SoC 9th AFAS Package pada Pertemuan AEM ke46 pada bulan Agustus 2014. Indonesia telah menyampaikan initial offers AFAS Paket 9 pada tahun 2013 sebanyak 104 subsektor, sementara 66 subsektor telah memenuhi threshold, dan 38 subsektor lainnya belum memenuhi threshold. Indonesia telah memanfaatkan fleksibilitas sebanyak 26 subsektor, untuk itu 12 subsektor harus ditingkatkan untuk menyelesaikan AFAS Paket 9. Sejak assesment, telah diterima 8 subsektor untuk diintegrasikan dalam AFAS Paket 9, agar memenuhi threshold AFAS Paket 9 maka masih diperlukan offer sebanyak 4 subsektor. Menindaklanjuti prakarsa Promoting Products which Contribute to Sustainable & Inclusive Growth through Rural Development & Poverty Alleviation dalam rangka APEC. Perlu melakukan studi oleh APEC Policy Support Unit (PSU) dan trade policy dialogue (TPD) untuk mengembangkan perdagangan produk-produk yang memenuhi parameter berkontribusi terhadap pertumbuhan berkelanjutan dan inklusif, mendorong pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan.
3. Forum Bilateral Tahun 2014, Ditjen KPI akan menfokuskan pada beberapa kerja sama bilateral, baik yang sudah dalam proses perundingan maupun akan memulai perundingan. Berikut beberapa fokus kegiatan Ditjen KPI di tahun 2014: Finalisasi perundingan Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) Perundingan Indonesia Korea CEPA telah dilaksanakan sebanyak 6 kali pertemuan, namun masih belum tercapai keseimbangan antara komitmen akses pasar dan komitmen investasi. Memulai perundingan Indonesia – India Comprehensive Economic Cooperation Agreement (CECA) Misi Dagang Menteri Perdagangan RI ke India pada bulan Desember 2010 menghasilkan konsep awal isi Joint Statement di bidang kerja sama perdagangan bilateral yang meliputi MoU on Biennial Trade Ministers Forum (BTMF) dan peluncuran dimulainya negosiasi Indonesia India Comprehensive Economic Cooperation Agreement (II-CECA) BTMF pertama Indonesia – India telah dilaksanakan pada tanggal 3-4 Oktober 2011 di Indonesia. Pertemuan pertama Konsultasi Pra-Negosiasi II-CECA dilakukan pada tanggal 3 Oktober 2011 berhasil menyusun scope and structure of II-CECA dan guiding principles and modalities yang akan digunakan sebagai dasar untuk perundingan II-CECA. Review Indonesia – Jepang Economic Partnership Agreement (EPA) Kerja sama Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement telah berlaku efektif sejak 1 Juli 2008. Sesuai dengan pasal 151 IJEPA, review IJEPA seharusnya dilaksanakan 5 tahun setelah implementasi. Pihak pemerintah Jepang menyampaikan persetujuannya untuk melakukan review melalui Nota Diplomatik tanggal 9 Desember 2013 (sebagai jawaban atas usulan Indonesia. Untuk itu, perlu dilakukan pertemuan dengan kementerian/lembaga terkait guna mempersiapkan review dimaksud. Memulai perundingan Indonesia- Uni Eropa CEPA Perundingan Indonesia-Uni Eropa Comprehensive Economic Partnership Agreement sampai saat ini masih dalam tahap penyelesaian draf scoping paper. Scoping paper Indonesia-Uni Eropa belum dapat disepakati, dimana isu utama bagi Indonesia adalah penetapan tingkat liberalisasi, penghapusan pajak ekspor, economic cooperation, kebijakan persaingan usaha, dan sustainable development.
52
Melanjutkan perundingan Indonesia-Australia CEPA Saat ini perundingan Indonesia-Australia sudah memasuki Putaran ke-2 dengan fokus saat ini di bidang kerja sama pertanian (beef, tropical fruits) dan bidang jasa (temporary entry for skilled labor). Memulai perundingan Indonesia – Chile CEPA Setelah dilaksanakan JSG Indonesia Chile FTA pada tahun 2009 dan dilanjutkan dengan komitmen kedua Kepala Negara di pertemuan APEC Meeting di Vladivostock pada tahun 2012, kedua negara sepakat untuk meningkatkan kerja sama perdagangan dan investasi. Dalam persiapan peningkatan kerja sama tersebut, telah dilaksanakan Pra Negosiasi Konsultasi pada bulan Februari 2013 di Jakarta. Kemudian di sela-sela perundingan APEC MRT Meeting di Surabaya, Menteri Perdagangan RI dan Wakil Menteri Perdagangan Chile telah sepakat untuk membentuk Indonesia Chile Comprehensive Economic Partnership Agreement. Tahapan yang akan dilakukan adalah negosiasi Trade in Goods, Trade in Services, Investment, Dispute Settlement serta Kerja Sama Ekonomi. Perlu dibentuk kelompok perunding untuk menghadapi perundingan Indonesia-Chile CEPA. Memulai perundingan Indonesia – Peru Preferential Tariff Agreement (PTA) Untuk meningkatkan kerja sama perdagangan, pada Oktober 2013, di sela-sela APEC Leadership Meeting, Menteri Perdagangan RI dan Menteri Perdagangan dan Pariwisata Peru sepakat untuk melakukan Indonesia Peru PTA dengan penambahan beberapa sektor seperti pariwisata dan industri UKM. Kemudian pada bulan Desember 2013, di sela-sela KTM WTO di Nusa Dua Bali, Menteri Perdagangan RI dan Menteri Perdagangan dan Pariwisata Peru juga sepakat untuk segera memulai IP PTA dengan membentuk joint study group. JSG tersebut diagendakan dapat segera dilaksanakan pada awal tahun 2014 sebelum dimulainya perundingan IP PTA pada tahun 2014. Finalisasi rekomendasi Indonesia – UK Vision Group 2030 UK Vision Group 2030 telah terbentuk pada Februari 2013 dan telah melakukan 2 kali pertemuan fisik dan 3 kali teleconference. Rekomendasi yang akan disampaikan pada pertemuan Annual Trade Talk adalah terkait infrastruktur, ekonomi kreatif, sektor keuangan, pendidikan.
53
54
55
56
57
58
59