IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakterisasi Bahan (Minyak Sereh Wangi) Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Minyak Sereh Wangi (Citronella Oil) tipe Jawa yang dibeli dari salah satu pabrik yang berada di sentra industri kecil, di daerah Wanayasa, Subang, Jawa Barat. Pabrik ini langsung memproduksi minyak sereh wanginya sendiri. Bahan pabrik ini selain diperoleh dari kebunnya sendiri juga dari kebun-kebun di sekitar lokasi pabrik. Dalam rangka mempertinggi perolehan rendemen dan efisiensi proses distilasi Minyak Sereh Wangi ini, bahan yang berupa batang dan daun Tanaman Sereh Wangi ini terlebih dahulu dikering-anginkan selama kurang lebih 2 hari. Pabrik-pabrik dalam lingkungan sentra industri kecil ini sering mendapat bimbingan atau binaan dari instansi terkait di wilayah pemerintah daerah atau pemerintah pusat, sehingga mutu dari produknya lebih bisa terjamin baik. Hasil pemeriksaan dengan GC-MS, menunjukkan bahwa bahan ini mengandung 69 komponen, tapi yang dominan dan terpenting serta ada kaitannya dengan penelitian ini hanya 3 (tiga) senyawa, yaitu : Sitronelal, Sitronelol dan Geraniol. Menurut hasil pemeriksaan GC-MS, bahan ini mengandung : 35,53 % Sitronelal ; 15,43 % Sitronelol, dan 15,94 %. Geraniol. Menurut standar pasar internasional, kandungan Sitronelal harus lebih tinggi dari pada 35 %, oleh karena itu bahan ini memenuhi standar mutu pasar internasional dan selain itu sifat fisik dan kimiawi minyak Sereh Wangi yang digunakan sebagai bahan penelitian ini juga memenuhi syarat mutu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI). Berdasarkan seluruh hasil fraksinasi dengan menggunakan bahan tersebut di atas, ternyata yang memiliki laju fraksinasi tercepat adalah laju fraksinasi dari perlakuan yang menggunakan tekanan vakum 1 mBar. Untuk lebih meyakinkan hasil fraksinasi dari salah satu perlakuan fraksinasi, khususnya fraksinasi dengan menggunakan tekanan vakum sebesar 1 mm Hg ~ 1 mBar yang dianggap paling baik karena laju fraksinasinya paling cepat tersebut, maka sebagai respon terhadap perkembangan hasil penelitian ini perlu dilakukan ulangan perlakuan dengan menggunakan tekanan vakum 1 mBar.
50 Sehubungan dengan hal tersebut, perlu diadakan tambahan bahan untuk melakukan 3 kali ulangan dari perlakuan fraksinasi dimaksud. dan selain itu juga untuk analisis atau karakterisasi bahan tambahan ini, maka perlu dibeli bahan kedua (Minyak Sereh Wangi/ Citronella Oil) sebanyak 6 liter dari tempat yang sama. Seperti halnya bahan pertama, sebelum bahan ini di fraksinasi, terlebih dahulu harus diperiksa komposisi atau senyawa yang terkandung di dalam bahan tersebut dengan menggunakan alat bantu GC – MS. Hasil pemeriksaan dengan GC-MS, bahan kedua ini mengandung 36 komponen, dimana tiga komponen yang dominan dan terpenting serta ada kaitannya dengan penelitian ini adalah : Sitronelal sebanyak 44,27 % ; Sitronelol sebanyak 13,80 % dan Geraniol. sebanyak 17,51 %. Untuk lebih jelasnya karakteristik minyak Sereh Wangi yang dipakai sebagai bahan dalam percobaan, dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Karakteristik Minyak Sereh Wangi Berdasarkan Analisis GC-MS Kadar berdasarkan Analisis GC-MS (%) No
Komponen Utama Minyak Sereh wangi
1.
Sitronelal
Bahan – I (Minyak Sereh Wangi – I) 35.53
Bahan – II (Minyak Sereh Wangi – II) 44.27
2.
Sitronelol
15.43
13.80
3.
Geraniol
15.94
17.51
Menurut Virmani (1971) dan Guenther (1968), minyak sereh wangi asal Jawa mengandung komponen sebagai berikut : 32 – 45% Sitronelal; 12 – 18% Geraniol; 11 – 15% Sitronelol; 3 – 8% Geranil asetat; 2 – 4% Sitronelil asetat; 2 - 4% Limonen; 2 – 4 % Kadinen, dan selebihnya yaitu sebanyak 2 – 36% adalah Sitral, Kavikol, Eugenol, Elemol, Kadinol, Vanilin, Kamfen, α-Pinen, Linalool, serta β-Kariofilen. Komponen utama minyak sereh wangi, yaitu Sitronelal, Sitronelol, dan Geraniol menentukan intensitas bau harum, nilai, dan harga minyak sereh. Menurut standar pasar internasional, kandungan Sitronelal harus lebih tinggi dari 35%. Jika ditinjau dari SNI Minyak Sereh Wangi dan hasil analisis GC-MS tersebut di atas, dapat dinyatakan bahwa mutu Minyak Sereh Wangi yang digunakan sebagai bahan penelitian ini memenuhi stándar pasar internasional maupun domestik.
51 Untuk lebih jelasnya sifat fisik dan kimiawi dari Minyak Sereh Wangi-1 dan Minyak Sereh Wangi-2 yang dipakai sebagai bahan percobaan ini dibandingkan dengan syarat mutu pada SNI dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Sifat Fisik dan Kimiawi Minyak Sereh Wangi-1 dan Wangi-2 Dibandingkan dengan Syarat Mutu Yang Ada Pada SNI Hasil Uji Bahan Yang Digunakan Untuk Percobaan No
Parameter Mutu
1.
Standar Mutu (SNI 06-39531995)
Minyak Sereh Wangi-1
Minyak Sereh Wangi-2
Bobot Jenis 200C/200C (gr/cm3)
0,887
0,883
0,880 – 0,922
2.
Indeks Bias ( n0 20 0 C)
1,4692
1,4718
1,466 – 1,475
3.
Warna
Kuning pucat (Tak berwarna)
Kuning pucat (Tak berwarna)
Kuning pucat kuning kecoklatan
4.
Kelarutan dalam etanol 80 %
1 : 2 jernih, dst
1 : 2 jernih, dst
1 : 2, Jernih, dst
5.
Lemak
Negatif
Negatif
Negatif
6.
Alkohol Tambahan
Negatif
Negatif
Negatif
7.
Minyak Pelikan
Negatif
Negatif
Negatif
8.
Minyak Terpentin
Negatif
Negatif
Negatif
Dari Tabel 7, dapat dilihat bahwa sifat fisik dan kimiawi Minyak Sereh Wangi-1 dan Minyak Sereh Wangi-2 memenuhi semua parameter mutu yang dipersyaratkan
pada
Standar
Nasional
Indonesia
(SNI
06-3953-1995).
Sehubungan dengan karakterisasi tersebut di atas dan juga seperti yang telah disampaikan terdahulu, dimana menurut hasil analisis dengan menggunakan GC-MS, secara keseluruhan komponen yang menyusun bahan yang dipakai dalam percobaan ini yaitu Minyak Sereh Wangi-1 terdiri dari 69 komponen, sedangkan Minyak
Sereh
Wangi-2
terdiri
dari
36
komponen,
namun
diantara
komponen-komponen tersebut yang kadarnya di atas 1% dan tingkat kemiripannya dengan standar library yang dimiliki oleh GC-MS yang bersangkutan di atas 90% adalah seperti yang tercantum pada Tabel 8.
52 Tabel 8. Komposisi Komponen Penyusun Bahan I dan II Berdasarkan Hasil Analisis Menggunakan GC-MS
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nama Komponen
Limonen Linalol Sitronelal / Rhodinal Isopulegol Sitronelol / Rodinol Geraniol Natural Rhodinol, acetylated Nerol /Neryl alcohol / Geranyl Alcohol Beta Elemene Caryophyllene Delta – Cadinene Elemol Neral acetate Germacrene Lainnya Jumlah
Kadar dan tingkat Kemiripan Komponen yang terkandung dalam Bahan Minyak Sereh Wangi -1 Minyak Sereh Wangi -2 Kadar (%) Tingkat Kadar (%) Tingkat Kemiripan Kemiripan 3,80 98 2,60 98 1,62 97 1,08 96 35,53 98 44,27 98 1,06 95 0,43 99 15,43 98 13,80 98 15,94 95 17,51 95 2,03 91 3,16 98 1,34
91
2,71
91
1,41 4,67 2,91 1,76
99 99 99 91
1,03 3,19 1,86
99 99 99
1.42 11.08 100.00
99
.2,71 1,06 4,59 100.00
91 99
Dari Tabel 8, dapat dilihat bahwa dari 69 komponen penyusun Minyak Sereh Wangi-1 dan 36 komponen penyusun Minyak Sereh Wangi-2, yang kadarnya di atas 1% dan tingkat kemiripannya dengan standar library dari GC-MS, ternyata hanya 13 komponen yang kadarnya di atas 90 %. Nomor urut komponen-komponen tersebut di atas menunjukkan urutan waktu keluarnya gambar ”puncak” atau peak dari komponen-komponen yang bersangkutan, pada saat dilakukan analisis dengan menggunakan GC-MS. Hal ini sebenarnya juga bisa dipakai sebagai indikasi untuk mengetahui besarnya titik didih komponen yang yang besangkutan. Makin belakangan keluarnya peak hasil analisis GC-MS dari suatu komponen berarti makin tinggi pula titik didih dari komponen yang bersangkutan. Data ini penting untuk bahan pertimbangan pengembangan produk turunan minyak Sereh Wangi. yang bersangkutan. Dari Tabel 8 dapat diketahui bahwa Limonen dan Linalol pada tekanan vakum yang sama, titik didihnya lebih rendah dari pada Sitronelal, sehingga jika dilakukan proses fraksinasi terhadap Sitronelal, pada tekanan vakum dan suhu tertentu, namun dalam hal ini suhu prosesnya lebih rendah dari pada titik didih Sitronelal, maka Limonen dan Linalol
53 ini akan selalu muncul bersama-sama fraksi Sitronelal hasil fraksinasi sebagai pengotor (impurities) yang dapat mempengaruhi kadar Sitronelal. Demikian juga bila fraksinasi dilakukan pada tekanan vakum tertentu dan suhu prosesnya lebih tinggi dari pada suhu yang seharusnya atau titik didih Sitronelal, maka Isopulegol akan ikut muncul pada hasil fraksinasi sebagai pengotor dimana hal ini tentu akan mempengaruhi kadar Sitronelal. Dengan demikian, apabila menginginkan kadar yang tinggi dari hasil fraksinasi ini, maka harus memperhatikan besarnya tekanan vakum yang digunakan, suhu atau titik didih dari fraksi yang diinginkan, refluks ratio dan waktu proses (Agustian et al, 2005). Selain hal tersebut di atas, juga dapat dilihat bahwa walaupun dari lokasi sumber bahan yang sama namun kualitas atau karakterisasi produk dari minyak Sereh Wangi yang dihasilkan tidak sama, karena dipengaruhi oleh jenis bahan dan cara penanganan bahan sebelum diproduksi menjadi Minyak Sereh Wangi. Karena itu, karakterisasi bahan yang akan dipakai sebagai bahan percobaan ini sangat penting untuk dilakukan sebelum proses fraksinasi dimulai karena akan menentukan target perolehan masing-masing fraksi yang diinginkan, yaitu sebesar kadar fraksi yang diinginkan kali jumlah bahan yang akan diproses (per satu kali proses pengumpanan atau feeding). Tingkat kemiripan penting karena untuk bahan pertimbangan dalam menentukan atau membandingkan sifat fisik dan kimiawi dari fraksi yang bersangkutan dengan standar mutu yang ada dan berlaku pada saat itu, sehingga mempermudah spesifikasi perlakuan pada proses produksi selanjutnya. Karena itu, pada kenyataan di lapangan, jika dalam rangka penerapan proses fraksinasi Minyak Sereh Wangi pada skala industri menggunakan bahan (Minyak Sereh Wangi) dari berbagai tempat yang tentunya akan memiliki karakteristik yang berbeda-beda, maka terlebih dahulu bahan yang akan diproses lebih lanjut tersebut harus dicampur terlebih dahulu sehingga menjadi campuran yang homogen baru diuji karakteristiknya dan selanjutnya baru bisa diproses sesuai tahapan proses yang dirancang (Sastrohamidjojo, 2002).
54 4.2. Kinerja Proses Fraksinasi 4.2.1. Laju Fraksinasi Pada penelitian ini, fraksinasi difokuskan untuk pemisahan senyawa Sitronelal, Sitronelol, dan Geraniol. Dari ketiga senyawa tersebut, Sitronelal memiliki titik didih yang paling rendah dari pada Sitronelol dan Geraniol. Dengan demikian pada saat awal dilakukan proses fraksinasi, Sitronelal akan lebih banyak berada pada fraksi destilat, sedangkan Sitronelol dan Geraniol berada pada fraksi destilat maupun residu. (Agustian et al, 2005) Untuk mengetahui dan membandingkan perlakuan atau kondisi fraksinasi yang paling efektif dan efisien maka perlu dihitung laju fraksinasi dari masingmasing perlakuan maupun ulangan yang dilakukan selama percobaan. Setiap perlakuan pada percobaan ini menggunakan reflux ratio 20/10. Sebagai dasar penghitungan laju fraksinasi ini, digunakan pendekatan bahwa perolehan destilat maksimum yang diharapkan pada setiap perlakuan adalah 100 %, artinya jika mengacu pada hasil analisis dengan menggunakan GC-MS, dimana pada bahan pertama ini antara lain mengandung 35,53 % Sitronelal, 15,43 % Sitronelol, dan 15,94 % Geraniol, maka perolehan destilat maksimun yang diharapkan pada setiap kali pengumpanan (feeding) adalah sebagai berikut : 533 ml Sitronelal, 231 ml Sitronelol, dan 239 ml Geraniol, sedangkan pada bahan ke dua, harapan perolehan destilat maksimun pada setiap kali pengumpanan (feeding) adalah sebagai berikut : 664 ml Sitronelal, 207 ml Sitronelol, dan 263 ml Geraniol. Data lengkap tentang jumlah perolehan destilat atau fraksi yaitu fraksi-1 yang diharapkan mengandung banyak Sitronelal ; fraksi-2 mengandung banyak Sitronelol dan fraksi-3 mengandung banyak Geraniol), waktu proses, laju fraksinasi minyak sereh wangi pada berbagai kondisi perlakuan dan ulangannya, dapat dilihat pada Lampiran 4, sedangkan rekapitulasinya dapat dilihat pada Tabel 9.
55 Tabel 9. Rekapitulasi Laju Fraksinasi Minyak Sereh Wangi pada Tekanan Vakum 1 mmHg, 30 mmHg, dan 60 mmHg ( ~1 mBar, 40 mBar, dan 80 mBar) No. A.
Perlakuan & Nama Fraksi
T Flask
T Head
Laju Fraksinasi (ml/menit)
117,12 127,81 132,42
103,24 113,63 129,03
55,17 64,05 68,30
698 255 278
133,7 75 86,6
5,22 3,40 3,21
155,00 187,12 227,13
123,42 157,57 186,70
109,47 128,37
538 250
112,33 85,67
4,81 2,92
135,33
242
91,67
2,71
239,10 262,21 287,99
192,29 208,00 236,83
124,90 142,28 148,60
564 246 261
825,50 289,25 105,80
3,09 1,99 1,85
40 mBar, dengan nilai rata-rata 1.Fraksi - 1 2.Fraksi -2 3.Fraksi - 3
C.
T Heat
Perolehan Fraksi Volume Waktu (ml) (menit)
1 mBar, dengan nilai rata-rata 1.Fraksi - 1 2.Fraksi -2 3.Fraksi - 3
B.
Suhu atau T ( 0 C)
80 mBar, dengan nilai rata-rata 1.Fraksi - 1 2Fraksi -2 3.Fraksi - 3
Dari Tabel 9, dapat diketahui bahwa laju fraksinasi yang tercepat adalah laju fraksinasi yang dilakukan dengan tekanan vakum 1 mBar. Laju fraksinasi ini penting sekali karena dapat dipakai sebagai dasar perhitungan efisiensi biaya proses. Menurut Stichlmair, et al (1998), laju fraksinasi tercepat yang diperoleh pada perlakuan dengan menggunakan tekanan vakum 1 mBar disebabkan karena makin kecil tekanan vakum yang digunakan dalam suatu proses, maka makin kecil pula tekanan parsialnya sehingga daya dorongnya (driving force) tinggi. Akibatnya, laju fraksinasi menjadi lebih cepat, terutama fraksi yang mempunyai titik didih rendah, Secara menyeluruh, hasil percobaan ini membuktikan teori tersebut di atas. Untuk lebih meyakinkan hasil fraksinasi dengan menggunakan tekanan vakum 1 mBar ini, dan juga untuk meningkatkan perolehan fraksi dengan kadar yang lebih tinggi, maka khusus untuk perlakuan dengan menggunakan tekanan vakum 1 mBar, diulangi 3 kali lagi, dimana ulangan yang ke-4, 5, dan 6 menggunakan Minyak Sereh Wangi-2 yang dibeli dari tempat yang sama. Pada perlakuan ulangan, laju fraksinasi berlangsung lebih cepat dibanding dengan perlakuan yang menggunakan tekanan vakum lebih tinggi, karena dalam hal ini makin kecil tekanan vakum yang digunakan, maka makin besar daya hisap terhadap fraksi yang bersangkutan, terutama fraksi yang memiliki titik didih yang
56 lebih rendah dari pada fraksi lain yang terdapat pada bahan baku yang sama, Demikian sebaliknya, makin besar tekanan vakum yang digunakan maka makin lama laju fraksinasinya, karena laju difusi fraksi dengan titik didih yang lebih tinggi akan semakin sulit dan juga karena jumlah fraksi yang ada di dalam bahan makin kecil. Dari Tabel 9, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang sangat berarti antara laju fraksinasi yang menggunakan tekanan vakum 1 mBar, 40 mBar, dan 80 mBar. Jika dilihat rata-rata pada setiap perlakuan, maka laju fraksinasi yang paling cepat adalah yang menggunakan tekanan vakum 1 mBar, kemudian disusul oleh perlakuan dengan menggunakan tekanan vakum 40 mBar dan 80 mBar. Menurut Yoder et al (1980) di dalam Purwanto (1995), laju fraksinasi tergantung pada beberapa faktor, yaitu: 1. Sifat cairan Pada kondisi yang sama, cairan yang berbeda tidak akan menguap pada laju yang sama, Perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan pada kekuatan intermolekuler yang dipengaruhi oleh bobot molekul, struktur dan derajat polaritas molekul, 2. Suhu Untuk setiap cairan, laju penguapan bervariasi sesuai dengan suhu yang diberikan,
Peningkatan
energy
kinetik
akibat
kenaikan
suhu
akan
mengakibatkan kekuatan intermolekuler akan lebih mudah putus pada suhu yang lebih tinggi dan meningkatkan laju penguapan. 3. Luas area permukaan Semakin besar luas bidang permukaan, maka laju penguapan akan meningkat, Dalam pemisahan komponen yang mudah menguap (volatil), maka fraksinasi harus dilakukan melalui beberapa tahap. Komponen dengan titik didih lebih rendah akan lebih cepat menguap dibandingkan dengan komponen dengan titik didih lebih tinggi. Fraksinasi atau distilasi bertingkat merupakan penguapan dan pengembunan campuran komponen, yang dalam campuran uap akan terdapat lebih banyak komponen dengan titik didih lebih rendah, sedangkan pada cairan sisa lebih mengandung banyak komponen dengan titik didih lebih tinggi (Slabaugh dan Parsons, 1976).
57 4. Refluks Pada proses fraksinasi ini, refluks ratio yang digunakan adalah 20 : 10, artinya kuantitas kondensat yang dikembalikan ke kolom (kuantitas refluks) adalah 20 ml per satuan waktu terhadap 10 ml destilat yang diambil per satuan waktu. Menurut Cook dan Cullen (1987), semakin tinggi nilai refluks ratio, maka semakin besar efisiensi proses pemisahan. Menurut Furniss et al (1984), peningkatan refluks ratio di atas nilai tertentu tidak akan menaikkan tingkat pemisahan atau efisiensi kolom. Pada penelitian ini, rasio refluks yang dipakai adalah 20/10. Dasar pertimbangan penggunaan refluks ratio tersebut berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu yang menjelaskan bahwa refluks ratio yang paling efektif untuk fraksinasi Minyak Sereh Wangi adalah 20/10. Proses refluks terjadi di dalam stillhead, refluksat mengalir turun dan dibawa ke dalam bahan pengisi kolom dan tercampur dengan uap yang sedang naik. Hasil pencampuran refluksat dengan fase yang naik menyebabkan terjadinya penukaran panas dan bahan. Bagian senyawa kurang volatil di dalam uap dikondensasi melalui panas yang dipindahkan oleh refluksat. Absorpsi panas oleh refluksat dari uap yang naik menyebabkan penguapan sebagian kecil senyawa yang kontak menjadi fase uap dan kemudian terkondensasi menjadi produk, sehingga produk yang diperoleh lebih mengandung banyak fraksi yang lebih mudah menguap lebih banyak. Secara umum dalam pemisahan dua jenis cairan dengan titik didih yang berdekatan memerlukan kolom yang lebih panjang dan rasio refluks yang lebih besar (Mellon, 1956). Dari uraian tersebut di atas, secara ringkas dapat dikemukakan bahwa cara untuk menentukan kondisi proses fraksinasi yang terbaik untuk mendapatkan produk dengan rendemen dan mutu tinggi adalah sebagai berikut : 1. Sebelum melakukan distilasi fraksinasi vakum, terlebih dahulu harus di lakukan karakterisasi bahan baku dengan bantuan alat GC-MS untuk mengetahui berapa kandungan fraksi yang diinginkan dalam bahan baku yang akan dipakai dalam proses ini. Hal ini penting untuk menentukan target jumlah destilat atau fraksi yang harus diperoleh jika dianggap seluruh fraksi yang bersangkutan dapat seluruhnya terfraksinasi. Caranya dengan mengalikan kadar fraksi yang dikehendaki dan yang diperoleh melalui analisis GC-MS
58 tersebut dengan volume bahan baku pada setiap pengumpanan pada alat Distilasi Fraksinasi Vakum. 2. Melakukan Fraksinasi dengan alat Distilasi Fraksinasi Vakum dengan menggunakan berbagai tekanan. Pada penelitian ini digunakan tekanan vakum sebesar 1, 40, dan 80 mBar serta reflux ratio 20 : 10. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses fraksinasi berlangsung adalah : suhu Head dijaga tidak sampai melebihi titik didih dari masing-masing fraksi yang sedang difraksinasi karena akan menyebabkan terikutnya fraksi-fraksi lain yang tidak dikehendaki sebagai kotoran atau empurities (pada tekanan vakum 1 mBar, titik didih Sitronelal =44 0C ; Sitronelol = 66,4 0C dan Geraniol = 69,2 0C). Hal ini penting, karena dapat mengganggu kemurnian dari fraksi yang akan dihasilkan. Suhu heater harus selalu dijaga dengan cara selalu memperhatikan panas atau suhu dari heater melalui pengaturan on/off pada heater. Hal ini juga penting karena selain dapat mempengaruhi suhu head juga dapat menghentikan kerja sistem komputer yang digunakan sebagai panel monitoring/pengontrol jalannya proses fraksinasi ini. 3. Semua fraksi dari hasil proses fraksinasi kemudian dihitung laju fraksinasinya lalu dibandingkan antara perlakuan dan ulangan percobaan, kemudian diambil rata-ratanya. Dengan demikian dapat diketahui model perlakuan yang paling efektif dalam menghasilkan rendemen yang dikehendaki. Hasil perhitungan atau analisis dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa laju fraksinasi yang tercepat adalah yang dilakukan dengan menggunakan Tekanan Vakum 1 mBar, dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rekapitulasi Hasil Analisis Sifat Fisik dan Kimiawi Fraksi -1 (Mengandung banyak Sitronelal) Menggunakan Tekanan Vakum 1 mBar
No
Parameter Mutu
Fraksi – 1 (mengandung banyak Sitronelal) Hasil Percobaan
SNI 06-0026-1987
1.
Bobot Jenis, 25oC/25 0C (gr/cm3)
0,8526
0,850 – 0,860
2.
Indeks Bias (nD 25 0C )
1,4457
1,4440 – 1,4540
3.
Putaran Optik
+5,85
( - 1 0 ) – ( + 11 0)
5.
Kelarutan Dalam Alkohol 70 %
1 : 5 jernih
1 : 5 jernih
6.
Bilangan Asam, maks
1,45
3,0
59 4. Masing–masing fraksi yang dihasilkan diuji sifat fisik dan kimiawinya lalu dibandingkan dengan standar mutu yang ada dan yang berlaku, baik secara nasional maupun internasional sehingga diketahui mutu terbaik dari fraksi hasil perancangan proses fraksinasi ini. Berdasarkan uji mutu, ternyata fraksi terbaik ditinjau dari sifat fisik dan kimiawinya adalah fraksi-fraksi yang dihasilkan dengan menggunakan tekanan vakum 1 mBar, karena angka-angkanya pada umumnya mengindikasikan bahwa fraksi hasil percobaan ini lebih baik dari pada parameter mutu yang ada pada standar mutu (SNI dan EOA atau Essential Oil Association Standard of USA). 5. Fraksi-fraksi hasil perancangan proses fraksinasi ini kemudian di cek kadarnya dengan bantuan alat GC-MS. Hasilnya adalah bahwa fraksi-fraksi yang semula diduga adalah murni Sitronelal atau Sitronelol maupun Geraniol itu masih merupakan campuran dari fraksi-fraksi lain yang mempunyai titik didih di sekitar fraksi yang bersangkutan. Dengan demikian berarti bahwa fraksi-fraksi yang dihasilkan tersebut ternyata hanyalah fraksi-fraksi yang mengandung banyak fraksi yang bersangkutan, misalnya Fraksi-1 yang mengandung banyak Sitronelal, Fraksi-2 yang mengandung banyak Sitronelol dan Fraksi-3 yang mengandung banyak Geraniol. Pada residu yang dihasilkan masih terkandung fraksi Sitronelol maupun Geraniol. Karena itu fraksi-fraksi yang merupakan pengotor ini, diduga dapat dihilangkan dengan cara menindaklanjuti proses ini dengan menggu-nakan bantuan alat Molecular Distillation. Dalam hal ini, campuran fraksi-fraksi lain yang berada pada fraksi yang dikehendaki tersebut dapat digunakan sebagai dasar perhitungan untuk menentukan target dari fraksi yang bersangkutan. 6. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kondisi terbaik dari rancangan proses isolasi Sitronelal, Sitronelol dan Geraniol dari Minyak Sereh Wangi adalah dengan hanya menggunakan alat Distilasi Fraksinasi Vakum saja belum dapat ditemukan. Karena itu untuk mencari solusi dari masalah yang timbul pada perkembangan hasil percobaan ini, perlu ditindaklanjuti dengan percobaan yang menggunakan bantuan alat Molecullar Distillation yang ada pada PT Indesso Aroma.
60 7. Masing-masing fraksi yang dihasilkan diuji sifat fisik dan kimiawinya lalu dibandingkan dengan sandar mutu yang ada dan yang berlaku, baik secara nasional maupun internasional sehingga dapat diketahui mutu terbaik dari fraksi hasil perancangan proses fraksinasi ini. Berdasarkan uji mutu ini ternyata fraksi terbaik ditinjau dari sifat fisik dan kimiawinya adalah fraksi-fraksi yang dihasilkan
dengan
menggunakan
tekanan
vakum
1
mBar
karena
angka-angkanya pada umumnya mengindikasikan bahwa fraksi hasil percobaan ini lebih baik dari pada parameter mutu yang ada pada standar mutu (SNI dan EOA atau Essential Oil Association Standard of USA). 8. Fraksi-fraksi hasil perancangan proses fraksinasi ini kemudian diperiksa kadarnya dengan bantuan alat GC-MS. Hasilnya adalah bahwa fraksi-fraksi yang semula diduga adalah murni Sitronelal atau Sitronelol maupun Geraniol itu masih merupakan campuran dari fraksi-fraksi lain yang mempunyai titik didih di sekitar fraksi yang bersangkutan. Dengan demikian, berarti bahwa fraksi-fraksi yang dihasilkan tersebut ternyata hanyalah fraksi-fraksi yang mengandung banyak fraksi yang bersangkutan, misalnya Fraksi-1 mengandung banyak Sitronelal, Fraksi-2 mengandung banyak Sitronelol dan Fraksi-3 mengandung banyak Geraniol, bahkan pada residu yang dihasilkan masih terkandung fraksi Sitronelol maupun Geraniol). Karena itu fraksi-fraksi yang merupakan
pengotor
ini,
diduga
dapat
dihilangkan
dengan
cara
menindaklanjuti proses ini dengan menggu-nakan bantuan alat Molecular Distillation. Dalam hal ini, campuran fraksi-fraksi lain yang berada pada fraksi yang dikehendaki tersebut dapat digunakan sebagai dasar perhitungan untuk menentukan target dari fraksi yang bersangkutan. 9. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kondisi terbaik dari rancangan proses isolasi Sitronelal, Sitronelol, dan Geraniol dari Minyak Sereh Wangi dengan hanya menggunakan alat Distilasi Fraksinasi Vakum saja belum dapat ditemukan. Karena itu, untuk mencari solusi dari masalah yang timbul pada perkembangan hasil percobaan ini, perlu ditindaklanjuti dengan percobaan yang menggunakan bantuan alat Molecullar Distillation yang ada pada PT. Indesso Aroma.
61 4.3. Sifat Fisik dan Kimiawi Semua fraksi hasil proses fraksinasi Minyak Sereh Wangi ini sebelum dianalisis kadarnya dengan bantuan alat GC-MS, terlebih dahulu diuji sifat fisik dan kimiawi untuk lebih meyakinkan bahwa fraksi yang diharapkan mengandung banyak Sitronelal, Sitronelol maupun Geraniol tersebut benar-benar memiliki sifat fisik dan kimiawi yang sesuai dengan ketentuan syarat mutu pada standar mutu yang berlaku, baik secara Nasional maupun Internasional, seperti yang tercantum pada Standar Nasional Indonesia (SNI) dan juga Standar Mutu Produk untuk Perdagangan Internasional yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan seperti Essential Oil Association Standard of USA (EOA. Sifat fisik dan kimiawi yang akan diamati meliputi : 1. Bobot jenis 2. Kelarutan dalam alkohol 70 % 3. Indeks bias 4. Putaran optik 5. Bilangan asam 6. Bilangan ester Untuk lebih jelasnya, hasil uji sifat fisik dan kimiawi dari Minyak Sereh Wangi yang dipakai sebagai bahan dalam percobaan ini dan juga fraksi hasil percobaan ini dapat dilihat pada Tabel 11 dan Tabel 12. Tabel 11. Rekapitulasi Hasil Analisis Sifat Fisik dan Kimiawi Fraksi -2 (Mengandung Banyak Sitronelol) Menggunakan Tekanan Vakum 1 mBar
No 1.
Parameter Mutu Bobot Jenis 25oC/250C (gr/cm3) 0
Fraksi – 2 (Mengandung Banyak Sitronelol)
Hasil Percobaan
SNI 06-0027-1987
0,8786
0,870 – 0,899
1,4667
1,4660 – 1,4770
1:3 jernih
1:1 jernih
2.
Indeks Bias (nD 25 C )
3.
Kelarutan Dalam Alkohol 70%
4.
Bilangan Ester
18,12
18,11
5.
Bilangan Asam, maks
5,83
5,95
62 Tabel 12. Rekapitulasi Hasil Analisis Sifat Fisik dan Kimiawi Fraksi -3 (Mengandung Banyak Geraniol) Menggunakan Tekanan Vakum 1 mBar
No
Parameter
1.
Berat Jenis 25oC/250C (gr/m3)
2.
Indeks Bias (nD 25 0C)
3.
Putaran Optik
4. 5.
Fraksi – 3 (Mengandung Banyak Geraniol Hasil SNI 06-0027-1987 Percobaan 0,8934 0,870 – 0,899 1,4693
1,4660 – 1,4770
-0,92
( - 11 0 ) – ( + 2 0)
Geraniol, % (b/b) min
-
75
Sitronelal, % (b/b) maks
-
7
Dari Tabel 11 dan 12, dapat dilihat bahwa sifat fisik dan kimiawi fraksi-fraksi yang diharapkan mengandung banyak Sitronelal, Sitronelol, dan Geraniol pada hasil percobaan secara keseluruhan ternyata memenuhi syarat mutu Standar Nasional Indonesia (SNI), bahkan lebih baik karena angka-angkanya lebih kecil dari pada SNI. Bila ditinjau dari masing-masing tekanan kerja yang digunakan selama proses fraksinasi, terlihat bahwa makin besar tekanan kerja atau tekanan vakum yang dibrikan makin rendah mutu fraksi yang dihasilkan. Untuk lebih jelasnya mutu fraksi hasil proses fraksinasi pada masing-masing tingkat tekanan kerja yang dgunakan juga standarnya mutunya dapat dilihat pada lampiran. Sifat fisik dan kimiawi yang diuji disini sesuai dengan parameter standar mutu baik nasional maupun internasional. Dalam uraian berikut ini, sifat fisik dan kimiawi tersebut di atas akan dibahas secara garis besarnya sebagai berikut : 1. Bobot jenis Dari Tabel 10 sampai Tabel 12 dapat dilihat bahwa makin tingi tekanan vakum yang digunakan dalam proses vaksinasi maka makin besar pula fraksi yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena makin tinggi tekanan vakum yang digunakan, maka makin tinggi pula suhu yang menyertainya sehingga makin banyak komponen-komponen bahan yang berubah atau terurai sehingga berat jenis fraksi yang dihasilkan akan lebih besar daripada berat jenis fraksi dengan tekanan vakum yang lebih rendah. Dalam hal ini semakin besar berat jenis yang dipunyai oleh suatu fraksi berarti fraksi tersbut semakin kotor atau
63 kualitasnya tidak baik. Jadi, besar kecilnya tekanan vakum yang digunakan dalam proses fraksinasi dapat mendapat mempengaruhi jenis fraksi yang dihasilkan. 2. Indek bias Dari Tabel 10 sampai Tabel 12 dapat diketahui bahwa secara umum makin besar tekanan vakum yang digunakan maka makin besar pula indeks bias fraksi yang dihasilkan. Hal ini desebabkan karena makin besar tekanan vakum yang digunakan maka makin tinggi pula suhu yang yang menyertainya dan akibatnya komponen bahan banyak yang berubah atau terurai sehingga dengan demikian indek bias fraksi yang dihasilkan dengan tekanan vakum yang tinggi akan lebih besar daripada fraksi dengan tekanan vakum yang lebih rendah. Dalam hal ini semakin besar indek bias yang dipunyai berarti fraksi tersebut semakin kotor atau berkualitas rendah. Dengan demikian, besar kcilnya tekanan vakum yang digunakan dalam proses fraksinasi akan mempengaruhi mutu fraksi yang dihasilkan. 3. Putaran optik Dari Tabel 10 dan Tabel 12 dapat diketahui bahwa secara umum makin besar tekanan vakum yang digunakan dalam proses fraksinasi maka makin kecil putaran optik fraksi yang dihasilkan berarti dengan tekanan vakum yang tinggi komponen-komponen fraksi dalam bahan mempunyai kemampuan memutar polarisasi cahaya kearah kanan banyak yang berubah atau yang terurai sehingga akibatnya putaran optik fraksi yang dihasilkan dengan menggunakan tekanan vakum yang tinggi akan lebih kecil daripada putaran optik fraksi yang dihasilkan dengan menggunakan tekanan vakum yang lebih rendah, Dengan demikian besar kecilnya tekanan vakum yang digunakan dalam proses fraksinasi akan mempengaruhi mutu fraksi yang dihasilkan, Makin kecil putaran optik yang dipunyai suatu fraksi berarti fraksi tersebut makin kotor atau berkualitas buruk. 4. Warna Dari Tabel 10 sampai Tabel 12 dapat diketahui bahwa semua fraksi yang dihasilkan tidak berwarna. Artinya, jika dilihat dari komponen warnanya. fraksi memenuhi syarat mutu nasional maupun internasional. Dalam hal ini makin tinggi tekanan vakum yang digunakan dalam proses fraksinasi maka akan
64 semakin banyak komponen-komponen fraksi yang akan terurai shingga warna fraksi yang dihasilkan semakin keruh yang berarti kualitasnya semakin buruk. 5. Kelarutan dalam alkohol 70% Dari Tabel 10 dan Tabel 11 dapat diketahui bahwa fraksi yang dihasilkan dapat larut jernih dalam satu bagian volume alkohol 70% akan tetapi bila di encerkan lagi larutan akan menjadi keruh. Dengan demikian berarti bahwa sifat kelarutan fraksi Sitronelal, Sitronelol, dan Geraniol yang dihasilkan memenuhi baik SNI maupun EOA. 6. Bilangan ester Dari Tabel 11 dapat diketahui bahwa bilangan ester dari fraksi Sitronelol sesuai dengan SNI dan EOA. Bilangan ester pada umumnya lebih kecil dari bahan, sedangkan bilangan ester residu memiliki nilai yang lebih tinggi dari bilangan ester bahan dan fraksi yang dihasilkan pada proses fraksionasi. Hal ini disebabkan karena titik didih ester yang tinggi dan merupakan komponen berat yang lebih banyak terkandung oleh residu yang tergolong fraksi berat. Jumlah ester dapat dinyatakan dengan bilangan ester, yang didefinisikan sebagai jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan ester yang terdapat dalam satu gram minyak, Bilangan ester khusus digunakan jika jenis ester dalam minyak tidak diketahui dan karenanya angka berat molekul ester tidak diperlukan (Guenther, 1947). 7. Bilangan asam Dari Tabel 10 dan Tabel 11 dapat diketahui bahwa pada prinsipnya bilangan asam dari suatu fraksi adalah jumlah miligram KOH yang digunakan untuk menetralkan satu gram minyak. 4.4. Hasil Analisis Kadar Fraksi dengan Menggunakan GC-MS Hasil analisis melalui GC-MS terhadap fraksi Sitronelal, Sitronelol, Geraniol serta residu dari bahan pertama dan kedua dari perlakuan 1 mBar dan ulangan ke-3 dari perlakuan 40 mBar serta ulangan ke-2 dari perlakuan 80 mBar dapat dilihat pada Lampiran 3, sedangkan rekapitulasinya dapat dilihat pada Tabel 13.
65 Tabel 13. Rekapitulasi Hasil Analisis Fraksi Menggunakan GC-MS
No A.
Tek,Vakum & Nama Fraksi
Hasil Analisis Dengan Menggunakan ”GC – MS” (%) Kadar Sitronelal Kadar Sitronelol Kadar Geraniol pada Fraksi - 1 pada Fraksi - 2 pada Fraksi - 3 Awal Harapan Awal Harapan Awal Harapan
1 mBar 1. Perlakuan dengan nilai tertinggi
82,61
97,76
17,12
29,78
30,61
41,99
2. Perlakuan dengan nilai rata-rata
84,51
96,52
23,88
32,85
33,79
41,21
B.
40 mBar
81,54
91,76
23,04
33,69
24,3
34,54
C.
80 mBar
71
78,18
20,5
30,98
30,12
36,43
Dari Tabel 13 dapat diketahui perolehan kadar dari masing-masing fraksi yang dihasilkan, karena fraksi yang diduga mengandung banyak Sitronelal, Sitronelol maupun Geraniol tersebut ternyata masih tercampur dengan fraksi yang lain, sehingga berdasarkan hasil analisis GC-MS tersebut dapat dihitung harapan perolehan kadar dari fraksi yang bersangkutan yang masih tercampur dengan fraksi lain, seperti terlihat pada Lampiran 1. Hal ini sebenarnya disebabkan fraksi-fraksi yang mempunyai titik didih lebih rendah akan ikut teruapkan atau terfraksinasi sehingga akan menjadi pengotor dari fraksi yang diinginkan, Sehubungan dengan hal tersebut, untuk meningkatkan kadar atau kemurnian dari fraksi Sitronelal, Sitronelol, dan Geraniol hasil proses fraksinasi dengan alat Distilasi Fraksinasi Vakum tersebut di atas perlu direfraksinasi lagi dengan menggunakan alat Molecular Distillation. 4.5. Molecular Distilation Metode ini dinilai lebih ekonomis untuk memurnikan suatu komponen, Selain itu distilasi molekuler atau short path distillation ini juga merupakan metode untuk memisahkan dan memurnikan komponen yang tidak stabil terhadap panas seperti komponen yang memiliki tekanan uap yang rendah dan bobot molekul yang tinggi, tanpa resiko penguraian oleh panas (Martinello et al, 2007). Distilasi molekuler memiliki beberapa keunggulan dalam menghasilkan
66 komponen yang dapat diterima pada minyak karena karakteristik proses dilakukan pada tekanan yang rendah dan waktu singgah yang singkat (Cyengros, 1995). Prinsip penggunaan alat Molecular Distilation dalam hal ini adalah untuk mengisolasi komponen Sitronelal, Sitronelol, dan Geraniol dari Minyak Sereh Wangi dengan tingkat kemurnian yang tinggi, melalui proses isolasi yang menggunakan kondisi vakum yang tinggi untuk menghindari terjadinya dekomposisi bahan dan produk, sehingga suhu pemisahan dan pemurnian yang digunakan juga tidak terlalu tinggi. Karakteristik pada operasi distilasi molekuler ini adalah tekanan yang bekerja di dalamnya yaitu pada rentang 10 -2-10-4 Kpa. Dengan kondisi tersebut, volatilitas dari kenaikan komponen dan operasi suhu akan menurun dan memungkinkan untuk memisahkan senyawa pada suhu yang lebih rendah. Mekanisme pemisahan fraksi yang terjadi dalam alat molecular distilation ini dapat dijelaskan melalui Gambar 13.
Gambar 13. Skema Distilasi Molekuler (Marttinello et al, 2008) Tahap pertama yang perlu dilakukan adalah mengatur tekanan pompa vacum (mechanical pump) dan suhu proses sesuai dengan karakteristik fraksi yang akan di isolasi, dalam hal ini adalah fraksi Sitronelal. Tekanan vakum dalam
67 hal ini diatur sebesar 1 mBar dimana tekanan vakum ini dapat dimonitor melalui pressure sensor. Suhu proses diatur sekitar titik didih Sitronelal pada tekanan vakum 1 mBar, yaitu sekitar 44 0C. Suhu ini dapat dimonitor melalui termometer yang diletakkan dalam heating bath. Setelah kondisi tekanan vakum dan suhu proses terpenuhi, maka 200 gram Fraksi-1 (hasil proses fraksinasi dengan menggunakan alat distilasi fraksinasi vakum sebelumnya) digunakan sebagai umpan atau bahan dan dimasukkan kedalam gelas umpan pada alat Molecular Distilation. Selanjutnya, dalam rangka memenuhi dua tipe dasar dari distilasi molekuler ini, yaitu proses sentrifugal dan pembentukan falling films yang menggunakan destilat cair yang secara singkat terevaporasi (Micov et al, 1997), maka feeding valve dibuka perlahan untuk mengatur tetes-tetes Fraksi-1 mengandung banyak Sitronelal tersebut sebanyak 4 tetes per detik supaya terjadi proses penguapan secara sempurna, dimana molekul yang meninggalkan permukaan evaporator akan mengambil jalan singkat sebelum mereka terkondensasi, sehingga molekul-molekul tersebut akan tiba di permukaan kondensor dalam waktu yang singkat (Marttinello et al, 2008). Proses distilasi molekuler ini juga dapat memotong atau menghilangkan fraksi – fraksi pengotor yang mempunyai berat molekul atau titik didih lebih rendah dari pada titik didih fraksi yang dikehendaki dengan jalan melalui fraksinasi bertahap, Sebagai contoh adalah sebagai berikut : hasil fraksinasi dari 200 gram bahan yang di fraksinasi tersebut di atas akan menghasilkan destilat-1 dan residu-1, atau lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 14. Untuk memperoleh kadar Sitronelal tertinggi, yaitu sebesar 98,91% dan 97,05% caranya seperti tersebut di atas dan tahap terakhir, destilat yang memliki kadar Sitronelal di atas 85 % dikumpulkan menjadi satu untuk dijadikan umpan atau bahan, kemudian di fraksinasi lagi, sampai diketemukan kemurnian yang tertinggi. Adapun hasil upaya peningkatan kemurnian Sitronelal dengan menggunakan alat Moleculer Distilation (MD) dapat dilihat pada Tabel 15 dam
Gambar 14.
68 Tabel 14. Hasil Fraksinasi Bertahap Menggunakan Molecular Distilation
No
Bahan
Neraca Massa Hasil Fraksinasi bertahap (gram) Destilat
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Fraksi-1 Fraksi-1 Residu -1 Residu -2 Residu -3 Residu -4 Destilat 1 + 2 Destilat -3 Destilat -4 Residu 6+7+8 Residu 9 Residu -10 Residu-9 Residu -12 Residu -13 Residu 14 Destilat-2+4+5 +8+9+10+11+12+13+14
Residu
162,60 5,89 7,10 10,50 6,20 64,37 20,50 14,80 95,70 30,50 12,85 11,20 10,50 8,10 9,50 120,70
Loss
37,40 31,51 24,41 13,91 7,71 98,23 43,87 5,70 48,90 18,40 5,55 34,20 23,70 15,60 6,10 50,10
5,8
3,3
3,5
Kadar Sitronelal hasil Analisis GC (%) Destilat 69,20 82,32 85,75 81,54 88,06 85,18 81,53 82,12 85,34 85,57 86,35 87,75 89,18 89,55 85,70 84,02 98,91
Residu 77,17 78,49 72,85 76,12 80,55 86,51 86,73 86,99 87,40 82,35 85,54 80,22 78,70 70,35 66,05
Tabel 15. Rekapitulasi Hasil Peningkatan Kemurnian Sitronelal Menggunakan Alat Distilasi Fraksinasi Vakum dan Molecular Distillation Kemurnian Citronelal Hasil Isolasi Perlakuan 1 mBar
Fraksi-1 Rata-rata
Distilasi Fraksinasi Vakum (%) Awal Harapan 82,61 97,76 85,82 97,88
Molecular Distillation (%) 98,91 97,05
Dari Tabel 15, dapat dilihat bahwa upaya peningkatan kemurnian Sitronelal dari Minyak Sereh Wangi dengan menggunakan Molecular Distillation dapat mencapai target, bahkan melebihi target. Kemurnian tertinggi dicapai pada proses isolasi yang menggunakan bahan yang berasal dari hasil fraksinasi yang menggunakan tekanan vakum 1 mBar, yaitu
98,91 % dan 97,05 %, dimana
masing-masing untuk kemurnian Sitronelal hasil fraksinasi menggunakan tekanan vakum 1 mBar. Tingkat kemurnian awal dari fraksi ini adalah 82, 61% dan
69 84,51 %, Jadi dalam hal ini ada peningkatan kemurnian yang sangat berarti (significant) dari penggunaan alat Molecular Distillation.
K e m u r n i a n %
Gambar 14. Grafik kemurnian Sitronelal hasil isolasi dengan distilasi fraksinasi vakum dan Molecular Distillation Upaya peningkatan kadar atau kemurnian ini memerlukan ketelitian dan kecermatan yang luar biasa, karena isolasi menggunakan alat Molecullar Distillation pada prinsipnya adalah mengatur tetes demi tetes fraksi yang keluar dari valve untuk selanjutnya difraksinasi dengan alat Molecullar Distillation yang menggunakan prinsip isolasi berdasarkan perbedaan berat molekul fraksi yang bersangkutan. Jika tetes-tetes fraksi tersebut lebih dari 4 tetes per detik, maka residu yang dihasilkan lebih banyak karena proses fraksinasi yang terjadi kurang sempurna sehingga kemurnian dari destilat yang dihasilkan pun kurang optimal. Makin sering tetes-tetes fraksi yang keluar dari valve berarti makin banyak cairan yang diuapkan melalui proses pembentukan lapisan tipis pada dinding kolom fraksinasi, sehingga belum sampai sempurna penguapannya sudah ada atau bertemu dengan tetesan selanjutnya yang harus diproses atau diuapkan. Hal ini mengakibatkan turunnya fraksi berdasarkan berat molekul kurang sempurna. Mestinya fraksi dengan berat molekul lebih rendah harus diuapkan terlebih dahulu sampai habis dan sempurna sehingga fraksi-fraksi yang mempunyai berat molekul lebih rendah dari fraksi yang akan diisolasi bisa habis teruapkan (terpotong), demikian seterusnya sehingga kemurnian atau kadar fraksi yang akan diisolasi dapat meningkat. Proses isolasi dengan alat Molecullar Distillation pada
70 prinsipnya membuang fraksi-fraksi pengotor atau yang mempunyai berat molekul lebih rendah dari pada fraksi yang akan diisolasi. Proses isolasi dilakukan secara bertingkat atau berulang ulang sehingga dicapai tingkat kemurnian yang di kehendaki. Fraksi yang dihasilkan pada setiap tahap diukur kadarnya dengan GC atau GC-MS, Kemudian fraksi-fraksi hasil isolasi per tahapan yang mempunyai kadar di atas 85 % dikumpulkan untuk diisolasi lagi sampai mencapai target yang dikehendaki. 4.6. Perancangan Proses Fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan Isolasi Sitronelal Dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan hilirisasi industri berbasis Minyak Sereh Wangi dan produk turunannya, perlu diadakan kajian tentang pengembangan teknogi proses fraksinasi minyak Sereh Wangi dan isolasi Sitronelal, serta analisis kelayakan finansialnya untuk penerapannya di industri, Berdasarkan data hasil penelitian ini dapat dirancang suatu proses fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan Isolasi Sitronelal. Menurut Sieder et al, 1999, perancangan proses dilakukan karena adanya peluang untuk menghasilkan produk yang menguntungkan dan memuaskan serta adanya permasalahan langsung dari masyarakat. Permasalahan dirumuskan secara spesifik berdasarkan informasi dari studi literatur yang berkaitan dengan bahan, proses produksi, permintaan pasar, harga jual produk, dan lain-lain. Perancangan proses dimulai dengan perumusan masalah secara sederhana, kemudian dilanjutkan dengan, pengumpulan data dan informasi, serta kreasi proses untuk menyelesaikan masalah khusus. Kreasi proses dilakukan setelah permasalahan dirumuskan dan studi literatur dilaksanakan (Gambar 10). Kreasi proses dilaksanakan melalui pengumpulan data tentang sifat-sifat fisik dan kimiawi bahan maupun produk dan hasil percobaan laboratorium, Kegiatan terpenting dari kreasi proses ini adalah sintesis yang mencakup tekanan uap, suhu, refluks ratio serta integrasi proses (Sider et al, 1999). Kreasi proses diakhiri dengan analisis keuntungan kasar. Proses dihentikan ketika harga produk melebihi harga bahan.
71 Untuk memberi gambaran secara menyeluruh, maka perancangan proses fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan isolasi Sitronelal ini dapat dilihat melalui diagram blok unit proses pada Gambar 15.
Gambar 15. Diagram blok unit proses isolasi Sitronelal dari Minyak Sereh Wangi Keterangan Gambar 15 : T–1
: Tangki Minyak Sereh Wangi
T–2
: Tangki Residu Distilasi Fraksinasi Vakum
T–3
: Tangki Sitronelal
T-4
: Tangki Sitronelol, Geraniol, dan lain-lain (Residu)
P–1
: Pompa Minyak Sereh Wangi
P-2
: Pompa Minyak Sereh Wangi keluar pre-heater
P-3
: Pompa Kondensat Sitronelal
P–4
: Pompa Residu-Residu Distilasi Fraksinasi
P–5
: Pompa Pompa Residu Molecullar Distillation
HE – 1
: Pre-heater
HE – 2
: Kondenser Distilasi Fraksinasi
72 HE – 3
: Kondensor Molecullar Distillation
DF – 1
: Distilasi Fraksinasi Vakum
MD -1
: Molecullar Distillation
Dari Gambar 15 dapat diketahui gambaran secara menyeluruh tentang perancangan proses Isolasi Sitronelal dari Minyak Sereh Wangi. Minyak Sereh Wangi yang telah diperiksa komposisi kandungan komponen-komponennya dengan alat GC-MS dimasukkan ke dalam tangki penampungan (T-1). Dari tangki penampungan (T-1), dengan suhu kamar (25 0C – 27 0C ) di pompa (P-1) untuk masuk ke pre-heater (HE-1). Fungsi pre-heater disini adalah untuk mengatur agar Minyak Sereh Wangi tidak mengalami perubahan suhu secara mendadak sehingga proses penguapan dari fraksi-fraksi yang terkandung di dalam Minyak Sereh Wangi bisa berjalan pelan-pelan (smooth) dan akibatnya proses penguapan dari fraksi-fraksi Minyak Sereh Wangi ini bisa berjalan dengan baik. Fungsi heater adalah meningkatkan efisiensi dalam penggunaan energi supaya energi yang digunakan di dalam sistem fraksinasi bisa langsung dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya, jadi tidak perlu untuk memanaskan bahan terlebih dahulu sehingga suhu bahan sesuai atau sama dengan suhu yang ada pada kolom fraksinasi. Di dalam kolom fraksinasi (DF-1) Minyak Sereh Wangi mengalami proses fraksinasi atau pemisahan komponen sesuai dengan titik didih masingmasing fraksi yang dikehendaki. Dalam hal ini, fraksi Limonen mempunyai titik didih yang lebih rendah dari pada Sitronelal. Karena itu diharapkan fraksi ini telah menguap pada pre-heater sehingga selanjutnya tidak mempengaruhi perolehan kadar dari fraksi pertama yang keluar dari alat fraksinasi vakum ini, yaitu fraksi mengandung banyak Sitronelal. Setelah diperkirakan fraksi mengandung banyak sitronelal ini telah habis terfraksinasi, kemudian destilat yang telah dihasilkan diambil dengan jalan menghentikan sistem fraksinasinya sebentar melalui penutupan valve yang ada pada alat fraksinasi tersebut. Jumlah volume destilat yang digunakan sebagai prakiraan untuk pengambilan destilat dari fraksi yang diinginkan ini berdasarkan hasil perhitungan di atas, yaitu volume umpan atau volume Minyak Sereh Wangi yang masuk alat, dikalikan dengan kadar hasil analisis GC-MS dari fraksi yang bersangkutan. Setelah itu valve dibuka lagi dan proses fraksinasi dilanjutkan untuk memperoleh fraksi kedua atau fraksi
73 mengandung banyak Sitronelol yang mempunyai titik didih lebih tinggi dari pada fraksi Sitronelal (pada tekanan vakum 1 mBar, titik didih Sitronelal adalah 44 0C, Sitronelol adalah 66,4 0C dan Geraniol adalah 69,2 0C), demikian seterusnya sampai fraksi ke tiga atau fraksi mengandung banyak Geraniol terambil. Dalam hal ini, aliran Minyak Sereh Wangi dari preheater ke alat distilasi fraksinasi vakum disebut aliran 1, kemudian aliran destilat yang diinginkan disebut aliran-2 (aliran atas), sedangkan aliran residunya disebut aliran 2a atau aliran bawah. Uap dari fraksi yang ada dalam aliran-2 kemudian dicairkan melalui kondensor dari alat distilasi fraksinasi vakum (HE-2), Untuk proses dengan sistem batch destilat ini ditampung atau diambil terlebih dahulu, tapi untuk sistem continyu destilat dari fraksi yang dihasilkan ini lansung dipompa (P-3) untuk masuk kedalam alat Molecullar Distillation (MD-1). Dalam alat MD-1 ini fraksi tersebut mengalami proses isolasi seperti yang telah diuraikan sebelumnya dan sebagai gambaran terakhir, uap dari fraksi yang diinginkan tersebut dicairkan dalam kondenser Molecullar Distillation (HE-3) dan setelah itu destilat ini ditampung dalam Tangki Penampung Destilat (T-3), dalam hal ini Sitronelal, sedangkan residunya di pompa dengan Pompa Residu Molecullar Distillation (P-5) dan dimasukkan kedalam Tangki Residu (T-4) yang masih mengadung fraksi mengandung banyak Sitronelol, Geraniol dan lain-lain. Dalam hal ini, fraksi–fraksi yang telah dihasilkan dari proses distilasi fraksinasi vakum tersebut di atas di analisis laju fraksinasinya, sifat-sifat fisiko-kimianya dan kadarnya. Karena dari hasil analisis GC-MS menunjukkan bahwa perolehan kadar dari fraksi-fraksi yang diinginkan masih relatif rendah, maka sebagai upaya untuk meningkatkan kadar dari fraksi-fraksi ini dilakukan proses isolasi lanjutan dengan menggunakan alat Molecullar Distillation (MD-1). Dalam hal ini fraksi yang telah diteliti baru fraksi mengandung banyak Sitronelal menjadi fraksi Sitronelal. Melalui proses isolasi dengan menggunakan alat Molecullar Distillation ini kadar fraksi Sitronelal yang semula hanya 82,61% bisa meningkat menjadi 98,91%. Kadar Sitronelal yang diperoleh ini lebih tinggi dari pada hasil penelitian sebelumnya (96,1030 %). Disarankan kepada yang berminat dengan hasil penelitian ini untuk melanjutkan proses isolasi terhadap fraksi mengandung banyak sitronelol dan mengandung banyak geraniol.
74 Untuk memperoleh rancangan proses yang terbaik sehingga dapat dihasil kan Sitronelal dengan kadar kemurnian yang tinggi seperti tersebut di atas, perlu memperhatikan kondisi proses yang dipaka. Dalam hal ini, kondisi proses yang harus disiapkan adalah dengan menggunakan alat Distilasi Fraksinasi Vakum yang mempunyai tekanan sampai 1 mBar, karena proses ini menggunakan tekanan vakum 1 mBar dan suhu disekitar titik didih masing-masing fraksi yang akan di isolasi atau yang diinginkan, reflux ratio 20/10, selalu dijaga/dimonitor agar kolom fraksinasinya tidak dalam keadaan banjir, waktu fraksinasinya harus tepat (tidak boleh kelamaan tapi juga tidak boleh terlalu cepat) supaya dapat diperoleh destilat dengan kualitas yang bagus dan mempunyai kadar kemurnian yang tinggi. Selain itu, jumlah destilat untuk masing-masing fraksi yang diinginkan, harus dianalisis atau dihitung terlebih dahulu agar diperoleh rendemen yang optimal, ,Kualitas bahan harus bagus dan memenuhi syarat mutu baik secara nasional maupun internasional, dimana hal ini dapat dianalisis dengan menggnakan bantuan alat GC-MS, Dalam upaya meningkatkan kadar fraksi yang diinginkan, perlu disiapkan alat Molecullar Distillation dan juga alat GC-MS. Setiap produk atau fraksi yang diperoleh dari proses ini di analisis sifat fisiko kimianya guna mengetahui sejauh mana efektifitas setiap tahapan proses yang dijalankan. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam melakukan proses fraksinasi atau isolasi Sitronelal ini adalah informasi mengenai peluang atau prospek pasar dari Sitronelal ini. Faktor penting lainnya dalam perancangan proses ini adalah perhitungan mengenai neraca masa dan neraca energi dimana kedua faktor ini akan berdampak pada penentuan spesifikasi alat yang akan digunakan dan juga biaya investasi yang dibutuhkan jika rancangan proses ini akan diterapkan pada skala industri. Uraian lebih rinci tentang kondisi terbaik untuk fraksinasi atau isolasi komponen utama Minyak Sereh Wangi ini (khususnya Sitronelal) sudah dipaparkan pada halaman-halaman sebelumnya. 4.7. Neraca Massa Perhitungan neraca massa ini dapat dilihat dari Gambar 16 serta Tabel 16 dan Tabel 17.
75 Distilasi Fraksinasi Vakum
1
Sitronelal Sitronelol Geraniol Lain-lain
216000
Sitronelal Sitronelol Geraniol Lain-lain
2
600000 280968,8 39892 46413275 76994,165
17837,6 5853,6 4384,8 27324
384000
2a, 2b
10253,2 34120,16 42028,475 49670,165
Sitronelal Sitronelol Geraniol Lain-lain
Molekular Distilation Sitronelal Sitronelol
2 Sitronelal Sitronelol Geraniol Lain-lain
178437,6 34120,16 42028,475 49670,165 Sitronelol Geraniol Lost
106822,8 23533,2
35738,334 18369,666 31536
Gambar 16. Diagram blok neraca massa Tabel 16. Hasil Perhitungan Neraca Massa Pada Proses Fraksinasi Minyak Sereh Wangi Dengan Sistem Batch Massa Masuk (Minyak Sereh Wangi) Komponen
Massa Keluar Fraksi I
Aliran 1 Massa Kadar (ml per Hasil (%) batch atas 216.000
Sitronelal
35,53
213.180
Sitronelol
15,43
Geraniol
Lain-lain Total
Massa Keluar Fraksi II
Massa Keluar Fraksi III
Aliran 2
Aliran 3
Hasil atas 116.000
0,8261 178.437,60
0,5616
92.580
0,0271
5.853,60
0,1712
15,94
95.640
0,0203
4.384,80
0,0657
33,10
198.600
0,1265 27.324,00
0,2015
100,00
600.000
1 216.000,00
Jumlah Loss
16.000,00
Residu
Hasil atas 112.000
65.145,60
19.859,20
7.621,20
23.374,00
0,3338
0,1266
0,3061
0,2335
140.000,00 37.385,60
14.179,20
34.283,20
26.152,00
0,2336
32.704,00
0,3545
49.630,00
0,4119
57.666,00
76 Tabel 17. Hasil Perhitungan Neraca Massa Pada Proses Isolasi Sitronelal Dari Minyak Sereh Wangi Dengan Sistem Batch Komponen
Aliran Massa Masuk 216.000
Massa Keluar Distilat 0,6035
Sitronelal
0,8261
Sitronelol
0,0271
Geraniol
0,0203
Lain-lain
0,1265
Total
1.
0,8261
178.437,60 5.853,60
0,81946976 0,18053024
Residu 130.356,00 106.822,80 23.533,20
0,2505 0,6605 0,3395
54.108,00
Loss 0,146
31.536,00
35.738,33 18.369,67
4.384,80 27.324,00 216.000,00
Pada perhitungan neraca massa ini yang digunakan sebagai sampel untuk dasar perhitungan ini adalah Fraksi-1 (Fraksi mengandung banyak Sitronelal) hasil proses fraksinasi Minyak Sereh Wangi yang menggunakan tekanan vakum 1 mBar dengan nilai tertinggi.
2.
Minyak Sereh Wangi yang digunakan untuk menghasilkan sampel ini adalah Minyak Sereh Wangi-1 yang berdasarkan hasil analisis GC-MS mengandung kadar Sitronelal sebesar 35,53%, Sitronelol sebesar 15,43%, Geraniol sebesar 15, 94%, dan komponen lainnya sebesar 33,09%, bobot jenis Minyak Sereh Wangi-1 = 0,887 gram/cm3 (Tabel 16).
3.
Diasumsikan kapasitas Minyak Sereh Wangi yang masuk dalam Unit Fraksinasi pada pabrik Fraksinasi Minyak Sereh Wangi yang akan diadakan, sebesar 600 kg / proses atau 676,44 liter per proses. Tapi untuk memudahkan perhitungan, kapasitas ini diasumsikan sebesar 600 liter per proses ~ 600.000 mililiter per proses. Setiap proses lamanya 20 jam termasuk persiapan atau conditioning alat. Proses fraksinasi diasumsikan menggunakan sistem batch, 1 hari kerja = 20 jam, 1 bulan = 25 hari kerja.
4.
Jumlah massa Fraksi-1 (fraksi mengandung banyak Sitronelal) yang masuk ke dalam unit Fraksinasi adalah sebesar = (0,03553 x 600.000) ml = 213.180 ml, sedangkan masa Fraksi-2 (fraksi mengandung banyak Sitronelol) sebesar 92.580 ml dan Fraksi-3 (fraksi mengandung banyak Geraniol) sebesar 95.700 ml dan Fraksi lainnya sebesar 198.540 ml.
77 5.
Massa yang keluar dari unit fraksinasi ini terdiri dari 3 aliran, yaitu : a. Aliran-1(mengandung banyak Sitronelal) sebanyak (600.000 x 540/1.500) ml = 216.000 ml. b. Aliran-2 (mengandung banyak sItronelol) sebanyak (600.000 x 290/1.500) ml = 116.000ml. c. Aliran-3 (mengandung banyak Geraniol) sebanyak (600.000 x 280/1.500) ml =112.000 ml dan aliran residunya sebesar (600.000 x 350/1.500) ml = 140.000 ml d. Massa yang hilang atau losses sebesar (600.000 – 216.000 – 116.000 – 112.000 – 140.000) ml = 16.000 ml
6.
Berdasarkan Lampiran 3 dapat dihitung atau diketahui jumlah dari masing fraksi atau komponen yang terkandung didalam setiap aliran massa yang keluar dari unit fraksinasi sebagai berikut : a. Aliran-1 sebesar 216.000 ml tersebut mengandung Fraksi-1 yang kadar Sitronelalnya sebesar 82,61% atau (0,8261 x 216.000) ml = 178.437,60 ml, fraksi-2 yang kadarnya 2,71% atau (0,0271 x 216.000) = 5.585.360 ml, fraksi-3 yang kadarnya 2,03% atau (0,0203 x 216.000) ml=4.384,80 ml dan fraksi lainnya sebesar (216.000 – 178.437,60 – 5.585.360 – 4.384,80) ml = 27,324 ml. Dalam hal ini, neraca masa pada aliran satu sudah dapat diketahui. Demikian juga dengan cara yang sama dapat diketahui atau dapat dihitung neraca massa pada setiap aliran massa yang keluar, seperti yang terlihat pada Tabel 17. b. Neraca massa yang terjadi pada saat proses fraksinasi yang menghasilkan Fraksi-1 (fraksi mengandung banyak Sitronelal) komposisinya seperti yang terlihat pada gambar diagram blok Neraca Massa pada Proses Distilasi Fraksinasi, dimana pada saat itu aliran massa keluar (aliran-2) jumlah destilat sebesar 216.000 ml yag terdiri dari Fraksi-1 atau fraksi mengandung banyak Sitronelal sebesar 178.437,6 ml, Fraksi-2 sebesar 853,6 ml, fraksi-3 sebesar 4.384,8 ml dan fraksi lainnya sebesar 2.732,4 ml, sedangkan aliran massa residu yang keluar (aliran 2a dan 2b) sebanyak (600.000 – 216.000) ml= 384.000 ml, dimana di dalam aliran ini terdiri dari Fraksi-1 atau fraksi mengandung banyak Sitronelal sebanyak
78 (65.146,6 + 37.385,6) ml = 102.531,2 ml. Dengan metode penghitugan yang sama, dapat diketahui jumlah Fraksi-2 yang terkandung didalam aliran massa residu yang keluar (aliran 2a dan 2b) adalah sebanyak 34.120,16, fraksi-3 sebanyak 42.028,475 ml dan fraksi lainnya sebanyak 49.670,165 ml. 7.
Dengan proses penghitungan yang sama, dapat diketahui neraca massa yang terjada selama proses isolasi Sitronelal dengan menggunakan alat Molecullar Distillation sebagai berikut : a. Sebagai umpannya atau massa yang masuk dalam unit Molecullar Distillation adalah Fraksi-1 yang berasal dari unit Distilasi Fraksinasi Vakum, sebanyak 216.000 ml, dimana di dalam Fraksi-1 ini mengandung fraksi Sitronelal sebanyak 178.437,6 ml, fraksi Sitronelol sebanyak 34.120,16 ml, fraksi Geraniol sebanyak 42.028,475 ml dan fraksi lainnya sebanyak 49.670,165 ml. b. Aliran massa keluarnya terdiri dari 2 aliran yaitu aliran massa destilat yang keluar sebanyak 130,356 ml dan aliran massa residu sebanyak 54.108 ml. Pada aliran destilat mengandung Fraksi-1 sebesar 106.822,8 ml dan Fraksi-2 sebanyak 23.533,20 ml. Pada aliran residu mengandung Fraksi-2 (mengandung banyak Sitronelol) sebanyak 35.738.334 ml dan Fraksi-3 (mengandung banyak Geraniol) sebanyak 18.369.666 ml. c. Massa yang hilang adalah sebanyak (216.000 – 130.356 – 54.108) ml = 31.536 ml.
8.
Hasil hitungan neraca massa ini dapat digunakan sebagai dasar penentuan spesifikasi alat, misalnya mengenai volume atau besar kecilnya alat, diameter dan tinggi kolom fraksinasi, jumlah tray, dan sebagainya.
4.8. Neraca Energi Perhitungan neraca massa ini dapat dilihat dari Gambar 17 serta Tabel 18 dan Tabel 19.
79
Distilasi Fraksinasi Vakum 2 1 131 oC Sitronelal 280968,8 Sitronelol 39892 Geraniol 46413275 Lain-lain 76994,165 2a
132 oC Sitronelal Sitronelol Geraniol Lain-lain
17837,6 5853,6 4384,8 27324
80,8 oC Sitronelal Sitronelol Geraniol Lain-lain
10253,2 34120,16 42028,48 49670,17
Molekular Distilation 3,55 oC Sitronelal 106822,8 Sitronelol 23533,2
42,4 oC 2 Sitronelal 178437,6 Sitronelol 34120,16 Geraniol 42028,475 Lain-lain 49670,165
4,26 oC 35738,334 Sitronelol 18369,666 Geraniol 31536 Lost
Gambar 17. Diagram blok neraca energi Tabel 18. Hasil Perhitungan Neraca Energi Pada Proses Fraksinasi Minyak Sereh Wangi Dengan Sistem Batch Komponen
Aliran 1
Cp
Massa (mL/batch) Sitronelal Sitronelol Geraniol Lain-lain Total
0,3553 0,1543 0,1595 0,3309
213180 2958700 92580 220160 95700 220160 198540 220160 600000 Total
Molecular Weight 154.25 Molecular Formula C10H18O
131 Panas Masuk
Cp
mCp DT 6,6858E+13 sitronelal 178437,6 2,16054E+12 sitronelol 5853,6 2,23335E+12 geraniol 4384,8 4,63332E+12 lain-lain 27324
2958700 220160 220160 220160
132 80,8 Panas Keluar Cp mCp DT mCp DT Aliran 2a Aliran 2 5,649E+13 102531,2 2958700 1,693E+13 1,3789E+11 34120,16 220160 4,192E+11 1,0329E+11 42028,48 220160 5,163E+11 6,4367E+11 49670,17 220160 6,102E+11 5,7375E+13
1,847E+13
80 Tabel 19. Hasil Perhitungan Neraca Energi Pada Proses Isolasi Sitronelal Dari Minyak Sereh Wangi Dengan Sistem Batch Aliran 2 Komponen
Cp 178437,6 34120,16 42028,475 49670,165 304256,4 Total
Aliran 3
Cp
mCp DT
Massa (mL/batch) Sitronelal Sitronelol Geraniol Lain-lain Total
42,4 Panas Masuk
2958700 220160 220160 220160
9,18621E+12 1,30707E+11 1,61002E+11 1,90276E+11
sitronelal sitronelol geraniol lain-lain
9,6682E+12
106822,8 23533,2 0 0
2958700 220160 220160 220160
55 Panas Keluar Aliran 4 mCp DT Aliran 2 9,4817E+12 0 1,55432E+11 35738,334 0 18369,666 0 0
26 Cp
2958700 0 220160 7,868E+09 220160 4,044E+09 220160 0
9,63713E+12 9,64904E+12
1. Seperti halnya pada perhitungan neraca massa, dalam hal ini yang digunakan sebagai sampel untuk dasar perhitungan ini adalah Fraksi-1 (fraksi mengandung banyak Sitronelal) hasil proses fraksinasi Minyak Sereh Wangi yang menggunakan tekanan vakum 1 mBar dengan nilai tertinggi. 2. Pada dasarnya proses menghitung neraca energi ini hampir sama dengan perhitungan pada neraca massa, yaitu jumlah panas yang masuk kedalam unit proses sama dengan panas yang keluar. 3. Dalam hal ini rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : Jumlah panas yang masuk ke dalam unit proses = m.Cp.ΔT dimana : m = masa bahan/produk, Cp = kapasitas panas dari bahan/produk yang bersangkutan dan ΔT adalah perbedaan suhu masuk dan suhu keluar. Dari diagram blok unit proses tersebut di atas, dan dengan menggunakan rumus jumlah panas yang masuk dan yang keluar adalah sama, maka dapat diketahui bahwa : a. Massa Minyak sereh Wangi yang masuk kedalam unit Distilasi fraksinasi sebesar 600.000 ml yang terdiri dari Sitronelal sebesar 213.180 ml, Sitronelol sebesar 5.853,60 ml, Geraniol sebesar 4.384,8 ml dan fraksi lainnya sebesar 27. 324 ml. b. Dengan mengacu pada hasil pengukuran atau pengamatan dalam percobaan ini, atau seperti yang tercantum pada Tabel 9, dapat diketahui bahwa suhu destilat yang keluar dari unit distilasi fraksinasi adalah 132 0C dan suhu residunya 80,8 0C, sedangkan suhu masuknya dapat dihitung dengan rumus tersebut di atas, dimana dalam hal ini jumlah panas yang masuk = jumlah panas yang keluar.
mCp DT Aliran 2a
1,191E+10
81 c. Cara mencari nilai Cp dapat dilakukan dengan pendekatan rumus bangun dari Sitronelal, Sitronelol, dan Geraniol terhadap fraksi yang mirip, kemudian dicari nilainya dari tabel yang ada dalam buku Perry et al, 1994. Contoh : untuk mencari Cp Sitronelal didekati dengan rumus bangun yang mirip yaitu 3,7-Dimethyl-6-ocetana, atau Rhodinal (sama-sama memiliki gugus C10 sehingga dapat diketahui bahwa Cp Sitronelal sebesar 2.9587 (10-5 J/K kmol). Adapun untuk Sitronelol, yang sinonim nya adalah betaCitronellol;
2,3-Dihydrogeraniol;
3,7-Dimethyl-6-octen-1-ol
didekati
dengan 2-Methyl-2-propanol sehingga diperoleh nilai Cp sebesar 2.2016 (10-5 J/K kmol). Geraniol yang sinonim nya adalah (2E)-3,7-Dimethyl-2,6octadien-1-ol didekati dengan 2-Methyl-2-propanol sehingga diperoleh nilai Cp sebesar 2.2016 (10-5 J/K kmol). d. Total panas yang masuk ke dalam unit Distilasi Fraksinasi Vakum sebesar 7.5885E+13, sedangkan yang keluar terdiri dari 2 aliran yaitu aliran-2 dan aliran 2a, dimana jumlah panas yang keluar melalui aliran-2 (distilat) sebesar 5.7375E+13 dan yang keluar melalui aliran 2a (residu) sebesar 1.85E+13, sehingga total = 7.548E+13. Hal ini, artinya ada panas yang hilang sebanyak {(7.58852E + 13) – (7.5848E+13)} = 0,00102E+13. 4.
Penghitungan neraca energi pada proses
isolasi Sitronelal dengan
menggunakan alat Molecullar Distillation pada prinsipnya juga sama dengan penghitungan neraca panas, dimana jumlah massa Fraksi-1 yang masuk ke dalam alat Molecullar Distillation besarnya sama, yaitu 216.000 ml dengan komposisi yang sama juga, yaitu mengandung Fraksi-1 sebesar 178.437,60 ml, Fraksi-2 sebesar 5.5853,60 ml, Fraksi-3 sebesar 4.384,80 ml, dan fraksi lainnya sebesar 27.324 ml. Suhu dari aliran yang keluar dari alat Molecullar Distilation diketahui sebesar 55 0C dan suhu residunya 260C sedangkan suhu masuknya sebesar 42,4 0C. Jika nilai Cp Sitronelal, Sitronelol dan Geraniol sama dengan yang di atas, maka dapat dihitung neraca panasnya sebagai berikut : a.
Dengan menggunakan rumus tersebut di atas dapat dihitung jumlah panas yang dibutuhkan untuk proses isolasi ini yaitu sebesar 9.6682E+12 (10-5 J/K kmol).
82 b. Jumlah energi atau panas yang keluar bersamaan dengan Sitronelal sebesar 9.6371E+12 (10-5 J/K kmol), sedangkan panas yang keluar bersamaan dengan resisu sebesar 1.18E+10 (10-5 J/K kmol). c. Dalam proses isolasi Sitronelal ini ada panas yang hilang sebesar (9.6682 – 9.6371 -0,0118) E+12(10-5 J/K kmol) = 0,0193E+12 (10-5 J/K kmol). 5.
Hasil hitungan neraca panas ini dapat dipakai sebagai dasar perhitungan konsumsi panas yang dibutuhkan oleh alat atau unit proses yang diranncang, dimana neraca panas ini berkaitan erat dengan komponen biaya produksi atau biaya investasi yang tentunya akan berpengaruh pada layak atau tidaknya suatu proyek dilaksanakan atau direalisasikan.
4.9. Hubungan Antara Laju Fraksinasi dengan Biaya Proses Berkenaan dengan penghitungan biaya proses, maka pada dasarnya biaya proses merupakan fungsi dari laju fraksinasi dan waktu proses atau jika dituliskan rumusnya adalah sebagai berikut : BP = ΣP x C -> ΣP = LF x WP dimana : BP = biaya produksi secara keseluruhan (Rp) ΣP = jumlah produk (Kg) C
= biaya produksi per satuan unit produk (Rp/kg)
LF = laju fraksinasi (kg /jam) WP = waktu proses (jam) Dari rumus di atas, dapat diketahui jika sesuatu bisa terlaksana dengan lebih cepat, maka semua komponen biaya terkait dengan proses yang bersangkutan akan relatif lebih kecil atau efisien. Pengertian efisien di sini sangat erat kaitannya dengan jumlah produk yang dihasilkan per satuan waktu, dimana untuk menghasilkan produk tersebut tentu saja dibutuhkan bahan dan penolong serta utilitas. Makin kecil waktu penyelesaian suatu pekerjaan berarti makin kecil pula biaya produksi yang diperlukan. Dengan demikian, makin cepat laju fraksinasi berarti makin kecil biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan proses fraksinasi dimaksud, Sebagai contoh, kalau hal ini dikaitkan dengan hasil percobaan di atas
83 (Tabel
9),
maka
dapat
dihitung
biaya
produksi
untuk
menghasilkan
masing-masing fraksi pada setiap perlakuan yang menggunakan tekanan vakum sebesar 1 mBar, 40 mBar, dan 80 mBar, sebagai berikut : 1.
Biaya proses produksi untuk menghasikan Fraksi-1 (Fraksi mengandung banyak Sitronelal), yang menggunakan tekanan vakum 1 mBar, dapat dihitung sebagai berikut : a. Kapasitas pabrik fraksinasi Minyak Sereh Wangi yang akan didirikan merupakan hasil pengembangan dari pabrik sejenis yang telah ada dan kapasitasnya adalah 600 kg Minyak Sereh Wangi sebagai bahannya per sekali proses. Prosesnya diasumsikan menggunakan sistem batch dan setiap proses memerlukan waktu 2 hari, dimana 1 hari kerja = 24 jam, serta 1 bulan = 25 hari kerja. b. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan GC-MS atau dari Tabel 6 dapat diketahui rendemen rata-rata dari Fraksi-1, 2, dan 3 sebagai berikut : - Fraksi-1 = {(35,53 + 44,27)%}/ 2 = 39,9 % ~ 40 %, maka jumlah produk F-1 yang akan dihasilkan adalah 40 % x 600 kg = 240 kg. - Fraksi 2 ={(15,43 + 13,80)%}/2 =14,62 % ~15 %, maka jumlah produk F-2 yang akan dihasilkan adalah 15 % x 600 kg = 90 kg. - Fraksi 3 = {(15,94 + 17,51)%}/2 = 6,73 % ~ 17 %, maka jumlah produk F-3 yang akan dihasilkan adalah 17 % x 600 kg = 102 kg. - Laju Fraksinasi F-1= 5,22 ml/menit (Tabel 9), maka nilai LF = {(5,22 ml/menit) x (0,8526gr/ml) x (1/1.000 kg/gr) x (60 menit/jam)} = 0,267034 kg/jam. c. Waktu yang diperlukan untuk menghasilkan produk fraksi-1 sebanyak 240 kg, pada proses fraksinasi yang menggunakan tekanan 1 mBar, adalah = (240 kg)/(0,267034 kg /jam) =898,76 jam ~ 899 jam. d. Biaya proses produksi untuk menghasikan Fraksi-1 (fraksi mengandung banyak Sitronelal), yang menggunakan tekanan vakum 40 mBar, dapat dihitung sebagai berikut : - Laju Fraksinasi F-1 pada proses fraksinasi yang menggunakan tekanan vakum 40 mBar adalah = 4,81 ml/menit (Tabel 9), maka nilai
84 LF = {(4,81ml/menit) x (0,8561gr/ml) x (1/1.000kg/gr) x (60 menit/jam) = 0,24707 kg/jam. - Waktu yang diperlukan untuk menghasilkan produk Fraksi-1 sebanyak 240 kg, pada proses fraksinasi yang menggunakan tekanan 40 mBar, adalah =(240 kg)/(0,24707 kg/jam) = 971,39 jam ~ 972 jam. - Laju Fraksinasi F-1 pada proses fraksinasi yang menggunakan tekanan vakum 80 mBar adalah = 3,09 ml/menit (Tabel 9), maka nilai LF= {(3,09 ml/menit)x(0,8599 gr/ml) x (1/1.000kg/gr) x (60 menit/jam)} = 0,159426 kg/jam. - Waktu yang diperlukan untuk menghasilkan produk Fraksi-1 sebanyak 240 kg, pada proses fraksinasi yang menggunakan tekanan 80 mBar, adalah = (240 kg)/(0,159426 kg /jam)=1.505,41 jam~1,505 jam Dari hasil perhitungan di atas dapat dilihat bahwa makin besar laju fraksinasi maka waktu yang diperlukan untuk menghasilkan 240 kg produk Fraksi-1 pada proses fraksinasi yang menggunakan tekanan vakum 1 mBar lebih kecil dari pada waktu yang diperlukan untuk menghasilkan produk yang sama pada proses fraksinasi yang menggunakan tekanan vakum 40 mBar dan 80 mBar, dimana berturut-turut adalah 899 jam, 971 jam, dan 1.505 jam. Jika biaya produksi per kg produk nilainya sama untuk setiap Fraksi-1 yang di proses pada 1 mBar, 40 mBar, dan 80 mBar, yaitu Rp, 5.263,39/kg produk hasil proses fraksinasi Minyak Sereh Wangi (PT Indesso Aroma, 2012). Hal ini berarti bahwa jumlah biaya proses produksi untuk Fraksi-1 yang proses fraksinasinya menggunakan tekanan vakum 1 mBar akan lebih kecil dari pada biaya proses produksi untuk Fraksi-1 yang proses fraksinasinya menggunakan tekanan vakum 40 mBar dan 80 mBar. Dengan demikian terbukti bahwa makin cepat laju fraksinasi suatu fraksi maka makin kecil pula waktu proses yang diperlukan sehingga biaya proses produksinyapun juga makin kecil yang berarti makin efisien biaya proses produksinya, Dalam hal ini efisiensi dapat dirumuskan sebagai berikut : E = P / T x 100 % dimana : E = efisiensi
85 P = jumlah produk yang dihasilkan T = waktu yang diperlukan untuk memproses produk yang bersangkutan Jadi kalau waktu (T) yang diperlukan makin kecil, sedangkan jumlah produk yang dihasilkan tetap, maka efisiensi akan menjadi lebih besar. Untuk mendapatkan waktu proses yang singkat harus didukung oleh kinerja yang baik dari semua komponen terkait. Selain hal tersebut di atas, menurut Stichlmair et al (1998), laju fraksinasi tercepat yang diperoleh pada perlakuan dengan menggunakan tekanan vakum 1 mBar tersebut antara lain disebabkan karena makin kecil tekanan vakum yang digunakan dalam suatu proses, berarti makin besar daya hisap pompa atau tekanan vakum yang digunakan untuk menarik fraksi-fraksi dari bahan yang sedang diproses, terutama fraksi yang mempunyai titik didih rendah. Secara menyeluruh, hasil percobaan ini membuktikan teori tersebut di atas. Untuk lebih meyakinkan hasil fraksinasi dengan menggunakan tekanan vakum 1 mBar ini, dan juga untuk meningkatkan perolehan fraksi dengan kadar yang lebih tinggi, maka khusus untuk perlakuan dengan menggunakan tekanan vakum 1 mBar, diulangi 3 kali lagi, dimana ulangan yang ke-4, 5, dan 6 menggunakan Minyak Sereh Wangi-2 yang dibeli dari tempat yang sama, Pada perlakuan ulangan ini, laju fraksinasi berlangsung lebih cepat dibanding dengan perlakuan yang menggunakan tekanan vakum lebih tinggi karena dalam hal ini makin kecil tekanan vakum yang digunakan, maka makin besar daya hisap terhadap fraksi yang bersangkutan, terutama fraksi yang memiliki titik didih yang lebih rendah dari pada fraksi lain yang terdapat pada bahan yang sama. Demikian sebaliknya, makin besar tekanan vakum yang digunakan maka makin lama laju fraksinasinya, karena laju difusi fraksi dengan titik didih yang lebih tinggi akan semakin sulit dan juga karena jumlah fraksi yang ada di dalam bahan makin kecil. Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang sangat berarti (significant) antara laju fraksinasi yang menggunakan tekanan vakum 1 mBar, 40 mBar, dan 80 mBar. Jika dilihat dari rata – rata pada setiap perlakuan, maka laju fraksinasi yang paling cepat adalah yang menggunakan tekanan vakum 1 mBar,
86 kemudian disusul oleh perlakuan dengan menggunakan tekanan vakum 40 mBar dan yang terakhir adalah yang menggunakan tekanan vakum 80 mBar. Menurut Yoder et al (1980) dalam Purwanto (1995), laju fraksinasi tergantung pada beberapa faktor, yaitu: 1. Sifat cairan Pada kondisi yang sama, cairan yang berbeda tidak akan menguap pada laju yang sama. Perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan pada kekuatan intermolekuler yang dipengaruhi oleh bobot molekul, struktur dan derajat polaritas molekul. 2. Suhu Untuk setiap cairan, laju penguapan bervariasi sesuai dengan suhu yang diberikan.
Peningkatan
energy
kinetik
akibat
kenaikan
suhu
akan
mengakibatkan kekuatan intermolekuler akan lebih mudah putus pada suhu yang lebih tinggi dan meningkatkan laju penguapan, 3. Luas area permukaan Penguapan adalah fenomena permukaan, semakin besar luas bidang permukaan, maka laju penguapan akan meningkat, Dalam pemisahan komponen yang mudah menguap (volatil), maka fraksinasi harus dilakukan melalui beberapa tahap. Komponen dengan titik didih lebih rendah akan lebih cepat menguap dibandingkan dengan komponen dengan titik didih lebih tinggi. Fraksinasi atau distilasi bertingkat merupakan penguapan dan pengembunan campuran komponen, yang dalam campuran uap akan terdapat lebih banyak komponen dengan titik didih lebih rendah, sedangkan pada cairan sisa lebih mengandung banyak kom;ponen dengan titik didih lebih tinggi (Slabaugh dan Parsons, 1976). 4. Refluks Pada proses fraksinasi ini, refluks ratio yang digunakan adalah 20 : 10, artinya kuantitas kondensat yang dikembalikan ke kolom (kuantitas refluks) adalah 20 ml per satuan waktu terhadap 10 ml destilat yang diambil per satuan waktu. Menurut Cook dan Cullen (1987), semakin tinggi nilai rasio refluks, maka semakin besar efisiensi proses pemisahan. Menurut Furniss et al, (1984), peningkatan rasio refluks di atas nilai tertentu tidak akan menaikkan tingkat
87 pemisahan atau efisiensi kolom. Pada percobaan ini, refluks ratio yang dipakai adalah 20/10 karena berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu, refluks ratio yang paling efektif untuk fraksinasi Minyak Sereh Wangi adalah 20/10. Proses refluks terjadi di dalam stillhead, refluksat mengalir turun dan dibawa ke dalam bahan pengisi kolom dan tercampur dengan uap yang sedang naik. Hasil pencampuran refluksat dengan fase yang naik menyebabkan terjadinya penukaran panas dan bahan. Bagian senyawa kurang volatil di dalam uap dikondensasi melalui panas yang dipindahkan oleh refluksat. Absorpsi panas oleh refluksat dari uap yang naik menyebabkan penguapan sebagian kecil senyawa yang kontak menjadi fase uap dan kemudian terkondensasi menjadi produk, sehingga produk yang diperoleh lebih mengandung banyak fraksi yang lebih mudah menguap lebih banyak. Secara umum dalam pemisahan dua jenis cairan dengan titik didih yang berdekatan memerlukan kolom yang lebih panjang dan rasio refluks yang lebih besar (Mellon, 1956). Dari uraian tersebut di atas, secara ringkas dapat dikemukakan bahwa cara untuk menentukan kondisi proses fraksinasi yang terbaik untuk mendapatkan produk dengan rendemen dan mutu tinggi adalah sebagai berikut : 1. Sebelum melakukan distilasi fraksinasi vakum, terlebih dahulu harus di lakukan karakterisasi bahan dengan bantuan alat GC-MS, guna mengetahui berapa kandungan fraksi yang kita inginkan di dalam bahan yang akan dipakai dalam proses ini, Hal ini penting untuk menentukan target jumlah destilat atau fraksi yang harus diperoleh jika dianggap seluruh fraksi yang bersangkutan dapat seluruhnya terfraksi-nasi, Caranya dengan mengalikan kadar fraksi yang dikehendaki dan yang diperoleh melalui analisis GC-MS tersebut dengan volume bahan pada setiap pengumpanan pada alat Distilasi Fraksinasi Vakum. 2. Melakukan fraksinasi dengan alat Distilasi Fraksinasi Vakum menggunakan berbagai tekanan. Dalam hal ini dicoba dengan menggunakan tekanan vakum sebesar 1 mBar, 40 mBar, dan 80 mBar, serta reflux ratio 20 : 10. Hal-hal yang perlu dijaga selama proses fraksinasi berlangsung adalah : suhu Head (tidak melebihi titik didih dari masing-masing fraksi yang sedang difraksinasi) karena akan menyebabkan terbawanya fraksi-fraksi lain yang tidak dikehendaki sebagai kotoran atau empurities (pada tekanan vakum 1 mBar, titik didih
88 Sitronelal = 44 0C, Sitronelol = 66,4 0C, dan Geraniol = 69,2 0C). Hal ini penting, karena dapat mengganggu kemurnian dari fraksi yang akan dihasilkan. Selain itu juga harus dijaga suhu heater dengan cara selalu mengawasi panas atau suhu dari heater melalui pengaturan on/off dari heater. Hal ini juga penting karena selain dapat mempengaruhi suhu head juga dapat mematikan sistem komputer yang digunakan sebagai panel monitoring/pengontrol jalannya proses fraksinasi ini. 3. Setelah selesai percobaan ini, semua fraksi dari hasil proses fraksinasi ini dihitung laju fraksinasinya lalu dibandingkan antara perlakuan dan ulangan percobaan, kemudian diambil rata-ratanya. Dengan demikian dapat diketahui model perlakuan yang paling efektif dalam menghasilkan rendemen yang dikehendaki. Hasil perhitungan atau analisis dari hasil percobaan ini menunjukkan bahwa laju fraksinasi yang tercepat adalah yang dilakukan dengan menggunakan Tekanan Vakum 1 mBar, (Tabel 9). 4.10.Hasil Kajian Kelayakan Finansial 4.10.1.Pengembangan pabrik Kajian kelayakan finansial untuk penerapan teknik fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan isolasi Sitronelal di industri diterapkan dalam rangka pengembangan industri berbahan Minyak Sereh Wangi beserta produk turunannya yang sudah ada. Pabrik ini direncanakan dididirikan/dikembangkan di lokasi dekat dengan sumber bahan, yaitu di daerah Subang atau Cileungsi, Jawa Barat. 4.10.2. Asumsi – Asumsi Dasar Dalam penyusunan analisis keuangan, digunakan beberapa asumsi-asumsi dasar yang mengacu pada hasil-hasil perhitungan yang telah dilakukan pada aspek-aspek yang lain, standar pembangunan pabrik dan peraturan-peraturan pemerintah yang berkenaan dengan hal tersebut dan masih berlaku pada saat pengkajian kelayakan finansial ini dilakukan. Asumsi-asumsi dasar yang dipakai dalam analisis kelayakan finansial ini adalah sebagai berikut : 1.
Perencanaan Kapasitas Pabrik adalah 600 kg/proses atau 31 kg/jam. Jam kerja atau jam operasional adalah 20 jam/hari, termasuk persiapan alat
89 (conditioning) selama 45 menit rata-rata per hari. Hari kerja 25 hari/bulan atau 300 hari/tahun. Sistem operasi adalah batch. 2.
Rendemen produksi yang terdiri dari 3 fraksi utama, yaitu : Fraksi-1 (Fraksi mengandung banyak Sitronelal), Fraksi-2 (Fraksi mengandung banyak Sitronelol) dan Fraksi-3 (Fraksi mengandung banyak Geraniol) dan selebihnya berupa residu, rendemen dari fraksi-fraksi ini dihitung berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan GC-MS atau dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa rendemen rata-rata dari Fraksi-1, 2, dan 3 adalah sebagai berikut : a. Fraksi-1 = {(35,53 + 44,27)%}/ 2 = 39,9 % ~ 40 %. Jumlah produk Fraksi-1 yang akan dihasilkan = 0,4 x 31 kg/jam = 12,40 kg/jam. Karena nilai rata-rata dari kadar atau kemurnian dari hasil isolasi Sitronelal dengan menggunakan Molecular Distillation adalah 97,05 % (Tabel 15). Hal ini berarti bahwa rendemen Sitronelal dalam proses Isolasi Sitronelal ini besarnya adalah 0,9705 x 12,40 kg /jam = 12, 0342 kg /jam. b. Fraksi-2 ={(15,43 + 13,80) %}/2 =14,62 % ~15 % , maka jumlah produk Fraksi-2 yang akan dihasilkan adalah 0,15 x 31 kg/jam = 4,65 kg/jam. Kadar
atau
kemurnian
menggunakan alat
dari
Distilasi
hasil
Fraksinasi
Fraksinasi
Vakum
Sitronelol
dengan
adalah 23,88
%
(Lampiran 5). Hal ini berarti bahwa rendemen Sitronelol dalam proses Fraksinasi Minyak Sereh Wangi ini, besarnya adalah 0,2388 x 4,65 kg/jam = 0,11104 kg /jam. c. Fraksi-3 = {(15,94 + 17,51) %}/2 = 16,73 % ~ 17 %. Jumlah produk Fraksi-3 yang akan dihasilkan = 0,17 x 31 kg / jam = 5,27 kg/jam. Kadar atau kemurnian dari hasil Fraksinasi Geraniol dengan menggunakan alat Distilasi Fraksinasi Vakum adalah 33,79 % (Lampiran 5). Hal ini berarti bahwa rendemen Geraniol dalam proses Fraksinasi Minyak Sereh Wangi ini, besarnya adalah 0,3379 x 5,27 kg /jam = 0,1781 kg /jam. 3.
Bahan penolong untuk melakukan proses fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan Isolasi Sitronelal antara lain adalah : a. Industrial Diesel Oil (IDO) yaitu bahan bakar untuk membuat steam pada boiler. Penggunaannya sebesar 60 m3 per bulan.
90 b. Nalco, yaitu bahan kimia untuk membersihkan kerak-kerak pada boiller, Penggunaannya 100 kg per bulan. c. Compressed air, untuk menggerakkan valve otomatis dari alat distilasi fraksinasi vakum (pemakaiannya kecil sekali, yaitu cuma 0,003 m 3 per sekali proses). d. Nitrogen untuk membersihkan pompa vakum setelah proses fraksinasi selesai, Penggunannya lebih kecil dari pada Compressed air, yaitu cuma 0,001 m3 per sekali proses. 4.
Bahan kemasan yang digunakan adalah drum baik untuk tempat penampungan bahan (Minyak Sereh Wangi) maupun untuk produk-produk hasil fraksinasi, yaitu fraksi mengandung banyak Sitronelal (Fraksi-1), Fraksi mengandung banyak Sitronelol (Fraksi-2) dan Fraksi mengandung banyak Geraniol (Fraksi-3), serta Sitronelal yang telah berhasil diisolasi dengan menggunakan Molecullar Distillation.
5.
Mesin atau peralatan utama dalam proses fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan Isolasi Sitronelal ini adalah Distilasi Fraksinasi Vakum, Molecullar Distillation dan GC atau GC-MS.
6.
Limbah yang berupa residu (Fraksi-4) masih bisa dijual untuk bahan bio energi.
7.
Umur ekonomis proyek 11 tahun, dimana 1 tahun merupakan persiapan lahan dan konstruksi sedangkan yang 10 tahun adalah periode produksi.
8.
Sumber dan struktur pemodalan berasal dari pinjaman lembaga keuangan dan modal sendiri (equity) dengan perbandingan (debt equity ratio atai disingkat dengan D,E,R,) adalah 70 : 30. Tingkat suku bunga bank per tahun adalah 12 % untuk kredit investasi dan 12 % untuk kredit modal kerja.
9.
Perhitungan finansial dilakukan dalam mata uang rupiah dengan nilai tukar (exchange rate) 1US$ = Rp 8.500.
10. Harga bahan (Minyak Sereh Wangi) Rp 185.00/Kg 11. Harga jual produk Sitronelal hasil isolasi : US$ 110/kg ~ Rp 935.000/Kg, Harga jual Sitronelol dan Geraniol sama, yaitu US$ 35/kg ~ Rp 297.500/ Kg. Harga jual Residu adalah Rp 100.000/kg. Residu ini biasanya dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan bio energi.
91 12. Pabrik mulai beroperasi pada tahun ke-1 dengan kapasitas 75%, dan tahun ke-2 beroperasi 90% dan tahun ke-3 sampai ke-10 pabrik beroperasi penuh (100%). Pada tahun ke-0 digunakan untuk masa persiapan dan konstruksi. Selama masa konstruksi dikenakan kewajiban membayar biaya bunga masa konstruksi (Interest During Construction atau disingkat dengan IDC) sebesar 17,23%. 13. Biaya penyusutan dihitung dengan metode garis lurus (Straight-Line Method) yang disesuaikan dengan umur ekonomis masing-masing modal tetap, Perincian umur ekonomis dan persentase penyusutan pertahun modal tetap adalah seperti pada Lampiran 12. 14. Biaya perbaikan dan perawatan modal tetap dengan kisaran 5 – 8 % pertahun dari nilai investasi barang. 15. Pajak penghasilan (PPh) dihitung berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No.598/KMK,04/ 1994 pasal 21 tentang pajak pendapatan badan usaha dan perseroan, namun disesuaikan untuk mempermudah perhitungan, Ketentuan tentang pajak tersebut adalah sebagai berikut : besarnya pajak yang harus dibayarkan sebagai berikut : a. Jika pendapatan mengalami kerugian maka tidak dikenakan pajak, apabila pendapatan pertahun kurang dari Rp 25.000.000, maka dikenakan pajak sebesar 10%. b. Jika pendapatan berada antara Rp 25.000.000 sampai Rp 50.000.000, maka dikenakan pajak sebesar 10% dari Rp 25.000.000 ditambah dengan 15 % dari pendapatan yang telah dikurangi dengan Rp 25.000.000. c. Jika pendapatan berada di atas Rp 50.000.000 maka ditetapkan pajak 10 % dari Rp 25.000.000 ditambah 15 % dari Rp 25.000.000 dan ditambah lagi 30 % dari pendapatan yang telah dikurangi dengan Rp 50.000.000. Untuk perhitungan studi kelayakan, langsung dipotong pajak sebesar 30%. Secara rinci, perhitungan kelayakan finansial Pabrik Fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan Isolasi Sitronelal yang merupakan pengembangan dari pabrik pengolah minyak atsiri beserta produk turunannya yang sudah ada, dapat dilihat pada Lampiran 9 sampai Lampiran 19, sedangkan simulasi untuk perubahan kapasitas produksi dan rendemen dari produk-produknya dapat dilihat pada
92 Lampiran 22 sampai Lampiran 24. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga pembelian bahan, penurunan harga jual produk, kenaikan harga beli bahan dan bahan penolongnya serta kenaikan bunga investasi serta bunga modal kerja dapat dilihat pada Lampiran 20 dan Lampiran 25 sampai Lampiran 28. Rekapitulasi hasil kajian kelayakan finansial Pabrik Fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan Isolasi Sitronelal secara menyeluruh, dapat dilihat pada Lampiran 19. Ringkasan asumsi dapat dilihat pada Tabel 20 sebagai berikut : Tabel 20. Kapasitas Pabrik, Kebutuhan Bahan, Rendemen, IDC, dan Pajak N0
Asumsi Dasar
1
Kapasitas Produksi (kg / jam)
2 3 4
Waktu kerja (hari / bulan) Jam Operasi (jam / hari) Umur Ekonomis Proyek (tahun) ->(1 th merup persiapan lahan & konstruksi) Rendemen Produksi (%) : a, Sitronelal (233 kg) b, Sitronelol (21,5 kg) c, Geraniol (34,5 kg) d, Residu (310,98 kg) Interst During Construction /IDC (%) Pajak (PPh) (%)
5
5 6
Pengembangan Pabrik
Perubahan Kapa-sitas Produksi sebesar 64 % 31 25 24
50,84 25 24
11
11
38,82 3,582 5.7443 51.8537 17,23 30
38,82 3,582 5.7443 51.8537 17,23 30
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut di atas, antara lain dapat dihitung jumlah modal yang diperlukan, biaya perawatan dan perbaikan fasilitas produksi, biaya penyusutan, gaji pegawai, keuntungan bersih, dan sebagainya, seperti yang tercantum dalam Tabel 21, sedangkan secara lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 9 sampai Lampiran 19. Rekapitulasi hasil analisis kelayakan finansial industri fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan Isolasi Sitronelal, berdasarkan asumsi-asumsi tersebut di atas, yang merupakan pengembangan dari industri berbahan produk turunan minyak atsiri yang sudah ada dapat dilihat pada Tabel 22, sedangkan rincian detilnya dapat dilihat pada Lampiran 19.
93 Tabel 21. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Modal, Kebutuhan Bahan, Penyusutan, Gaji Pegawai dan Keuntungan Bersih Perusahaan No. 1.
2.
Uraian
18.503.290,125
a. Modal Sendiri 30 % b. Modal Pinjaman Bank 70 %
5.550.987,038 12.952.303,088
5.550.987.037 12.952.303.088
Modal Kerja Awal 3 Bulan (Rp)
29.307.237.797
38.677.92,982
8.792.171.339
11.603.376.594
20.515.066,458 47.810.527.922
27.074.545.387 57.181.212.107
867.190.500
867.190.500
1.588.576.500
1.588.576.500
3.547.117.267
5.794.469.118
2.975.000.000
2.975.000.000
665.000.000
665.000.000
2.310.000.000
2.310.000.000
18.600
18.600
a. Harga Minyak Sereh Wangi
185.000
185.000
b. IDO (Industrial Diesel Oil)
6.300
6.300
50.000
50.000
70.000
70.000
a. Citronellal
86.646
103.975
b. Citronellol
7.995
13.112
11.539
18.924
115.737
189.809
a, Citronellal (US$ 110 / kg) -> US$ 1 = Rp,8500
935.000
935.000
b. Citronellol (US$ 35 / kg)
297.500
297.500
c. Geraniol (US$ 35 / kg)
297.500
297.500
d. Residu (Rp / kg)
100.000
100.000
3.
b. Modal Pinjaman Bank 70 % Total Investasi (Rp)
4.
Perawatan & Perbaikan Fasilitas Produksi (Rp)
5.
Penyusutan Barang Modal (Rp)
7.
Bahan / Penolong, Utilities, Biaya Proses, Kemasan > 1 bulan Gaji Seluruh Karyawan (Rp/tahun) a.Pekerja Tak Langsung b.Pekerja Langsung
8.
Kebutuhan Bahan (kg /tahun)
9.
Harga Bahan/Penolong (Rp/kg)
c. Nalco (bhn Kimia untuk membersihkan kerak pada Boiler d, Kemasan (Rp,/ Drum) 10.
18.503.290.125
Jumlah Produk Yang Dihasilkan (kg)
c. Geraniol d. Residu 11.
Simulasi Kapasitas MSW Naik 64 %
Total Investasi Tetap (Rp)
a. Modal Sendiri 30 %
6.
Pengembangan Pabrik (Kondisi Awal)
Harga Jual Produk (Rp,/ kg)
12.
Bunga Investasi (%)
12
12
13.
Bunga Modal Kerja (%)
12
12
94 Tabel 22. Rekapitulasi Kelayakan Investasi Pabrik Fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan Isolasi Sitronelal Kriteria Kelayakan NPV (Rp,) IRR (%) Net B/C PBP (Tahun) BEP : a. Kapasitas (%) b. Fraksi-1 (kg) c. Fraksi-2 (kg)
Syarat Layak > 0 (=Positif) > bunga Bank >=1 < Umur Proyek = titik impas
d. Fraksi-3 (kg) e. Residu (kg) f. Penjualan (Rp) Kesimpulan
Pengembangan Pabrik (Kondisi Awal) 66.806.531.218,43 38% 4,06 3,58
Simulasi Kapasitas MSW Naik 64 %
6.301.700.863,32 15% 5,51 6,72
9,87 8.549,14
13,98 4.540,51
788,85 1.265,04 11.419,49 9.746.428.607 Layak
1.118,07 1.793,00 16.185,37 16.079.954.042 Layak
Dari Tabel 22 dapat dilihat bahwa proyek Industri Fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan Isolasi Sitronelal yang merupakan pengembangan dari industri berbahan Minyak Sereh Wangi dan produk turunannya adalah layak untuk direalisasikan atau dilaksanakan karena semua kriteria kelayakan suatu proyek dapat dipenuhi berdasarkan hasil perhitungan atau analisis proyek ini. Demikian pula hasil simulasi proyek dengan kapasitas input bahan yang ditingkatkan sampai 64% ternyata juga masih layak untuk direalisasikan. Berdasarkan hasil simulasi yang lain, proyek ini akan menjadi layak jika rendemen dari semua produknya turun sampai 10%, Rincian hasil simulasi ini dapat dilihat pada Lampiran 24. Pada rencana/skenario awal pendirian Industri Fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan Isolasi Sitronelal yang merupakan pengembangan dari industri berbahan produk turunan minyak atsiri ini, dimana dalam hal ini kapasitas produksi yang direncakan sebesar 3.610,26 kg/bulan, diperlukan total investasi sebesar Rp 47.810.527.922 dimana modal ini menurut perhitungan akan dapat dikembalikan setelah 3,58 tahun terhitung setelah masa konstruksi pembangunan. Adapun keuntungan bersih rata-rata per tahun dari pendirian pabrik baru ini adalah sebesar Rp 22.886.050.025.
95 Hasil analisis tersebut di atas, dapat menunjukkan bahwa proyek pabrik Fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan Isolasi Sitronelal yang merupakan pengembangan dari industri berbahan produk turunan minyak atsiri ini selain dapat dikatakan layak untuk direalisasikan, juga sangat menarik (attractive) dan juga menguntungkan ( profitable). Selain hal tersebut di atas, hasil analisis sensitivitas terhadap proyek ini menunjukkan bahwa Pabrik Fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan Isolasi Sitronelal ini bisa tetap layak pada kenaikan harga bahan (Minyak Sereh Wangi) sampai maksimum 24 % dan penurunan harga produk sampai maksimum 14,2 % serta kenaikan bunga investasi sampai 2 atau 3 kali lipat (atau antara 24% – 36 %) masih bisa diterima. Perhitungan hal ini secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 20, 21, 27, dan Lampiran 28. Untuk lebih jelasnya rekapitulasi hasil kajian kelayakan finansial Industri Fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan Isolasi Sitronelal ini beserta hasil analisis sensitivitasnya dapat dilihat pada Lampiran 29. 4.10.3. Pendekatan Untuk Pengembangan Industri Yang Sudah Ada Dalam Rangka Menghitung Kelayakan Finansial suatu proyek dapat ditinjau dari beberapa aspek, antara lain : 1. Modal Investasi Modal investasi adalah modal yang dibutuhkan untuk membiayai proyek atau usaha, Besarnya nilai investasi yang diperlukan untuk proyek pabrik Fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan Isolasi Sitronelal yang merupakan pengembangan dari industri berbahan produk turunan minyak atsiri ini adalah sebesar Rp 18.503.290.125. Modal tersebut dipenuhi dari modal sendiri sebesar Rp 5.550.987.038 (30%) dan pinjaman sebesar Rp 12.952.303.088 (70%). Secara lengkap, kebutuhan investasi disajikan pada Lampiran 9. 2.`Modal Kerja Perusahaan membutuhkan sejumlah modal kerja yang digunakan untuk membiayai seluruh kegiatan produksi agar perusahaan berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Modal kerja merupakan seluruh biaya yang dibutuhkan untuk memulai produksi pada tahap awal. Modal kerja diperlukan untuk membiayai
96 gaji pegawai, pembelian bahan dan bahan penolong, bahan kemasan, biaya utilitas (listrik dan bahan bakar), biaya administrasi dan lain-lain, Besarnya modal kerja per tahun yang dikeluarkan untuk pembiayaan produksi adalah Rp 117.228.951.187. Sebagai modal awal dibutuhkan uang sebesar biaya operasional untuk tiga bulan yaitu Rp 29.307.238. Biaya ini terdiri dari biaya sendiri sebesar 30 % (Rp 8.792.171.339) dan pinjaman bank sebesar 70 % (Rp 20.515.066.457). Secara rinci, besarnya modal kerja dapat dilihat pada Lampiran 10. 3. Arus Kas Bersih (Cash Flow) Arus kas merupakan analisis antara penerimaan dan total pengeluaran selama umur proyek. Dari perhitungan ini dapat diketahui jumlah kekayaan yang diperoleh perusahaan setiap tahun dan pada akhir proyek. Selain itu dapat menjadi data dasar bagi perhitungan analisis finansial dengan NPV, Net B/C, dan IRR. Pada analisis atau perhitungan kelayakan finansial untuk proyek pabrik Fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan Isolasi Sitronelal yang merupakan pengembangan dari industri berbahan produk turunan minyak atsiri ini, arus kas bernilai positif pada tahun ke-2 dari proyek ini, Secara rinci, arus kas ini dapat dilihat pada Lampiran 15. 4. Waktu Pengembalian Modal (Pay Back Period / PBP) Jangka waktu pengembalian modal diperlukan untuk mengetahui berapa lama pengembalian investasi awal, Keputusan yang diambil adalah berdasarkan kriteria waktu, Berdasarkan asumsi-asumsi yang telah ditetapkan, maka untuk proyek pabrik Fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan Isolasi Sitronelal yang merupakan pengembangan dari industri berbahan produk turunan
minyak
atsiri
ini
membutuhkan
waktu
3,58
tahun
untuk
mengembalikan investasi awalnya. 5. Analisis kelayakan Investasi Untuk menilai kelayakan suatu proyek, atau membuat peringkat beberapa proyek yang harus dipilih, dapat digunakan beberapa kriteria, Kriteria tersebut antara lain adalah :
97 a. Net Present Value (NPV) NPV diartikan sebagai perbedaan antara nilai sekarang dari manfaat biaya, Apabila
NPV
bernilai
positif
maka
proyek
layak
dilaksanakan
(menguntungkan) dan sebaliknya, jika NPV bernilai negatif, maka proyek tidak layak dilaksanakan (merugikan). Nilai NPV yang bernilai nol akan mendapatkan modalnya kembali setelah discount rate yang berlaku diperhitungkan, Analisis kelayakan untuk proyek pabrik Fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan Isolasi Sitronelal yang merupakan pengembangan dari industri berbahan produk turunan minyak atsiri ini memberikan nilai NPV sebesar Rp 66.806.531.218,43. Dari nilai NPV yang positif, dapat dikatakan bahwa pendirian industri ini layak dilaksanakan. b. Interest Rate of Return (IRR) IRR merupakan suatu tingkat pengembalian modal yang digunakan dalam suatu proyek. Nilai IRR merupakan nilai bunga dimana pada kondisi itu nilai NPV sama dengan nol dan dinyatakan dalam persen per tahun, Suatu proyek yang layak dilaksanakan akan mempunyai nilai IRR lebih besar dari discount rate. Analisis kelayakan untuk proyek pabrik Fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan Isolasi Sitronelal yang merupakan pengembangan dari industri berbahan produk turunan minyak atsiri yang sudah ada ini memberikan nilai IRR sebesar 38 %, artinya usaha ini dapat mengembalikan kredit bank hingga suku bunga bank mencapai 12 %, Karena nilai IRR dari pendirian industri baru ini masih di atas discount rate yang ditetapkan, yaitu 17,23 %, maka pendirian industri baru ini layak dijalankan. c. Net B/C Kriteria ini menunjukkkan perbandingan antara NPV penerimaan (manfaat) dan NPV yang dikeluarkan selama umur proyek. Jika didapatkan nilai net B/C lebih besar atau sama dengan 1, maka proyek tersebut layak untuk dilaksanakan, sebaliknya jika nilai B/C lebih kecil dari 1, maka proyek tidak layak dilaksanakan. Berdasarkan arus kas, maka untuk proyek pabrik Fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan Isolasi Sitronelal yang merupakan pengembangan dari industri berbahan produk turunan minyak atsiri ini
98 memberikan nilai B/C 4,06. Nilai B/C ini lebih besar dari 1, sehingga pendirian industri ini layak dilaksanakan. d. Waktu Pengembalian Modal (Pay Back Period /PBP) Jangka waktu pengembalian modal diperlukan untuk mengetahui berapa lama pengembalian investasi awal. Keputusan yang diambil adalah berdasarkan kriteria waktu. Berdasarkan asumsi-asumsi yang telah ditetapkan, maka untuk proyek pabrik Fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan Isolasi Sitronelal yang merupakan pengembangan dari industri berbahan produk turunan minyak atsiri ini membutuhkan waktu 3,58 tahun untuk mengembalikan investasi awalnya. 6. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas merupakan analisis untuk mengetahui sampai sejauh mana dapat diadakan penyesuaian terkait dengan adanya perubahan harga bahan, perubahan harga jual produk dan bunga investasi serta bunga modal kerja, Analisis sensitivitas dilakukan apabila terjadi kesalah-an pendugaan suatu nilai biaya atau manfaat jika terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat proyek dilaksanakan. Dalam melakukan analisis sensitivitas, perhitungan yang telah dilakukan perlu diulang kembali dengan perubahan yang terjadi atau mungkin akan terjadi, Hal ini perlu dilakukan karena dalam analisis proyek umumnya didasarkan
pada
proyeksi-proyeksi
yang
mengandung
banyak
unsur
ketidakpastian tentang apa yang terjadi pada waktu mendatang. Nilai kriteria yang diperoleh sesudah analisis disajikan pada Tabel 23 dan secara lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 20 sampai Lampiran 28.
99 Tabel 23. Nilai Kriteria Investasi dari Analisis Sensitivitas Kriteria Investasi Skenario 23.682.128.115,53
IRR (%) 21
Net B/C 6,99
PBP (Tahun) 7,68
9.307.327.081,23
15
5,92
6,84
16.197.925.508,85
18
6,91
7,34
34
3,48
5,21
30
3,04
4,84
NPV (Rp) Harga bahan naik sampai maks 24 % Harga bahan &bahan penolong utama, masingmasing naik sampai 32 % Harga jual produk turun, maks, sampai 14,2 % Suku bunga naik sampai 200 % (2 kali lipat) Suku bunga naik sampai 300% (3 kali lipat)
59.587.538.600,34 52.368.545.982,25
Berdasarkan Tabel 23, dapat dilihat bahwa untuk proyek pabrik Fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan Isolasi Sitronelal yang merupakan pengembangan dari industri berbahan produk turunan minyak atsiri ini masih dapat dikatakan layak untuk dilaksanakan meskipun terjadi perubahan pada suku bunga, penurunan harga jual produk dan kenaikan harga bahan maupun bahan penolong, Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk proyek pabrik Fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan Isolasi Sitronelal yang merupakan pengembangan dari industri berbahan produk turunan minyak atsiri ini sensitif terhadap perubahan harga beli bahan maupun penolong, dan juga terhadap perubahan harga jual produk tapi tidak sebsitif terhadap kenaikan bunga investasi maupun bunga modal kerja 7. Analisis Nilai Tambah Perhitungan komparasi keuntungan yang diperoleh industri berdasarkan produk minyak atsiri, khususnya Minyak Sereh Wangi sebelum dan sesudah fraksinasi, dapat dihitung melalui perhitungan nilai tambah menurut metode Hayami dan Kawagoe (1993). Pengukuran nilai tambah dengan metode ini dilakukan dengan menghitung nilai tambah produk yang diakibatkan oleh adanya suatu proses pengolahan, dalam hal ini adalah proses fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan isolasi Sitronelal. Selain nilai tambah yang dihitung dalam rupiah/kg bahan, juga di analisis rasio nilai tambah (%), imbalan tenaga kerja (Rp/kg), bagian tenaga kerja (%), tingkat keuntungan (%), marjin keuntungan
100 (Rp/kg, pendapatan tenaga kerja (%), persentase sumbangan input lain serta persentase keuntungan perusahaan. Secara lebih ringkas, perhitungan atau analisis nilai tambah ini dapat dilihat pada Tabel 24 sebagai berikut : Tabel 24. Hasil Perhitungan Nilai Tambah Industri Fraksinasi Minyak Sereh Wangi dan Isolasi Sitronelal No. I.
II.
Variabel
Nilai
Output, Input dan Harga 1. Output (kg/th)
a
64.800
2. Bahan (kg/th)
b
90.000
3. Tenaga Kerja (HOK/th)
c
17.100
4. Faktor konversi
d = a/b
0,72
5. Koefisien Tenaga Kerja (HOK/kg
e = c/b
0,19
6. Harga output (Rp/kg)
f
865.278
7. Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK)
g
50.601
1. Harga Bahan (Rp/Kg)
h
185.000
2. Harga output (Rp/kg)
f
865.278
3. Sumbangan input lain (Rp/kg)
i
53.572
j = dxf
623.000
k = j-i-h
384,428
l(%) = k/j x 100%
61,71%
Pendapatan dan Keuntungan
4. Nilai output (Rp/kg) 5. a. Nilai Tambah (Rp/kg) b. Rasio nilai tambah (%) 6. a. Imbalan tenaga kerja (Rp/kg) b. Bagian tenaga kerja (%) 7. a. Keuntungan (Rp/kg)
III.
Perhitungan
m(%) = e x g
9,614
n(%) = m/k x 100%
2,5%
o=k-m
374.814
b. Tingkat keuntungan (%)
p(%) = o/j x 100%
60,16%
Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 1. Marjin Keuntungan (Rp/kg)
q = j- h
438.000
2. Pendapatan tenaga kerja (%) 3. Sumbangan input lain (%)
r(100%) = m/q x 100% s(%) = i/q x 100%
2,20% 12,23%
4. Keuntungan perusahaan (%)
t(%) = o/q x 100%
85,57%