EKUILIBRIUM Vol. 14. No. 2. Halaman : 57 – 61
ISSN : 1412-9124 Juli 2015
PENGARUH JENIS PELARUT TERHADAP RENDEMEN MINYAK SEREH WANGI (CYMBOPOGON WINTERIANUS) Handy Gomarjoyo*, Ahmed Khomeini, Dwi Rahman, Ari Susandy Sanjaya Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman Jl. Sambaliung No.9 Samarinda, Indonesia 75119 Telepon. 0541-736834 Fax. 0541-749315 *Email:
[email protected] Abstract: In Indonesia the lemongrass plant is the herbaceous plant species called Cymbopogon winterianus. This plant is often used for flavoring food kitchen, disinfectant, mosquito repellent and can be used as a perfume (essential oils). The essential oil has physical characteristics, such as color, taste, odor and specific gravity. The aim of this study was to determine yield of the essential oil of lemongrass plant by extraction method with variations of solvent ratio (n-hexane, ethanol, and acetone). Initially the lemongrass was dried for a few minutes. The lemongrass dried was reduced about 1/2 cm. The lemongrass 250 grams was wrapped with filter paper and extracted for 12 hours with the ratio 1:2 (sample:solvent) using different types of solvents (n-hexane, ethanol, and acetone) at the boiling point of each solvent. For the purification process, separating the solvent from essential oils used simple distillation. From the results of the study was concluded that the alcohol produces greater yields of essential oil (31.96 %) in the liquid phase than the acetone (46.24 %) in the liquid phase and n hexane (1.3 %) in the solid phase. Keywords: lemongrass, aromatic lemongrass oil, extraction, sokletasi, yield
PENDAHULUAN Di Indonesia tanaman serai merupakan jenis tanaman rumput-rumputan yang banyak dan sering digunakan untuk bumbu dapur, pembasmi hama, obat pengusir nyamuk, dan tanaman serai juga dapat digunakan sebagai parfum (minyak atsiri) . Minyak sereh yang umumnya ditemui memiliki beberapa manfaat diantaranya dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan kosmetik, minyak angin, bahan baku sampo, dan sebagai bahan baku pembuatan obat pencegah gigitan serangga. Bahan kimia terpenting dalam minyak sereh adalah senyawa aldehid dengan nama sitronellal dan senyawa alkohol disebut geraniol. Kadar atau kemurnian sitronellal dan geraniol sangat menentukan mutu minyak sereh (Ketaren S,1985). Minyak atsiri dalam tanaman memiliki manfaat diantaranya membantu proses penyerbukan dengan memberikan daya tarik bagi beberapa jenis serangga, dapat juga mencegah kerusakan tanaman dan sebagai cadangan energi. Komponen kimia dalam minyak sereh wangi cukup komplek, namun komponen yang terpenting adalah sitronellal, sitronellol dan geraniol. Ketiga komponen tersebut menentukan intensitas bau harum, serta nilai dan harga minyak sereh wangi. Kadar komponen kimia penyusun utama minyak sereh
wangi tidak tetap, dan tergantung pada beberapa faktor. Biasanya jika kadar geraniol tinggi, maka kadar sitronellal juga tinggi. Diharapkan dengan adanya penelitian ini, teknik esktraksi minyak sereh dari sereh wangi dapat semakin berkembang dan dapat memberikan gambaran cara mengekstrak minyak atsiri terutama dari sereh wangi. Minyak atsiri adalah minyak saripati yang dihasilkan dari jaringan tanaman tertentu, seperti akar, batang, kulit, bunga, daun, biji dan rimpang. Minyak ini bersifat mudah menguap pada suhu kamar (25 oC) tanpa mengalami dekomposisi dan berbau wangi sesuai jenis tanamannya, serta umumnya larut dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam air, atau dapat dikatakan minyak atsiri tidak memiliki polaritas yang serupa dengan air (Gunther, 1990). Minyak atsiri dapat digunakan sebagai bahan wewangian, penyedap (flavoring), antiseptic internal, bahan analgesic, sedative serta stimulan. Seiring terus bertambahnya penggunaan minyak atsiri di dunia, maka minyak atsiri di Indonesia juga turut berkembang dan merupakan penyumbang devisa negara yang cukup signifikan setelah Cina (Sastrohamidjoyo, 2004). Minyak atsiri diketahui sebagai salah satu hasil metabolisme tanaman yang terbentuk dari hasil reaksi antara berbagai persenyawaan kimia dengan air. 57
Sifat-sifat fisis minyak atsiri secara umum adalah sebagai berikut: 1. Warna: biasanya minyak atsiri yang baru dipisahkan, umumnya tidak berwarna. Oleh karena penguapan, dan mungkin oksidasi, warnanya dapat bermacam-macam, seperti: hijau, coklat, kuning,dan merah. 2. Rasa: bermacam-macam (ada yang manis, pedas, asam, pahit, dan ada pula yang mempunyai rasa membakar). 3. Bau: merangsang atau menyengat dan khas untuk tiap jenis minyak atsiri. 4. Berat jenis: berkisar antara 0,698 - 1,188 (gr/cm3) pada 15 oC. Kisaran nilai koreksinya adalah antara 0,00042 - 0,00084 untuk tiap perubahan 1 oC. 5. Kelarutan: tidak larut dalam air, larut dalam alkohol, eter, kloroform, asam asetat pekat, dan pelarut organik lain; kurang larut dalam alkohol encer yang kadarnya kurang dari 70%. 6. Sifat: pelarut yang baik untuk lemak, minyak, resin, kamfer, sulfur, dan fosfor. 7. Indeks bias: berkisar antara 1,3 - 1,7 pada suhu 20 oC. Kisaran nilai koreksinya adalah antara 0,00039 - 0,00049 untuk tiap perubahan 1 oC. 8. Putaran optik: berkisar antara ± 100 oC pada suhu 20 oC. Kisaran nilai koreksinya hanya dibuat untuk minyak sitrun yaitu 8,2 - 13,2 untuk tiap perubahan 1 oC. Berikut merupakan sifat kimia minyak atsiri: a. Bilangan Asam Bilangan asam pada minyak atsiri menandakan kandungan asam organik yang terkandung dalam minyak tersebut. Asam organik pada minyak atsiri bisa terdapat secara alamiah. Nilai bilangan asam digunakan untuk dapat menentukan kualitas minyak ( Ketaren, 1985 ). b. Bilangan Ester Bilang ester didefinisikan sebagai banyaknya jumlah alkali yang diperlukan untuk bilangan penyabunan ester. Adanya bilangan ester pada minyak dapat menandakan bahwa minyak tersebut mempunyai aroma yang baik. Minyak atsiri juga dapat mengalami kerusakan yang mengakibatkan perubahan sifat kimia minyak atsiri yaitu dengan proses oksidasi, hidrolisa, dan resinifikasi. c. Oksidasi Reaksi oksidasi pada minyak atsiri terutama terjadi pada ikatan rangkap. Peroksida yang bersifat labil akan berisomerisasi dengan air, sehingga membentuk senyawa aldehid, asam organik, dan keton yang membuat
58
perubahan aroma yang tidak dikehendaki (Ketaren, 1985). d. Hidrolisis Proses hidrolisis terjadi pada minyak atsiri yang mengandung ester. Proses hidrolisis ester merupakan proses pemisahan gugus OR dalam molekul ester sehingga terbentuk asam bebas dan alkohol. Ester akan terhidrolisis secara sempurna dengan adanya air dan asam sebagai katalisator (Ketaren, 1985). e. Resinifikasi Fraksi dalam minyak atsiri dapat membentuk resin, yang merupakan senyawa polimer. Resin ini terbentuk selama proses pengolahan (ekstraksi) minyak yang menggunakan tekanan dan suhu tinggi (Ketaren, 1985). Serai wangi (Cymbopogon nardus L.) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri. Komponen utama minyak serai wangi adalah sitronela dan geraniol yang keduanya memiliki sifat fisik berupa aroma yang khas. Komponen tersebut dapat diisolasi lalu diubah menjadi turunannya. Minyak atsiri sendiri beserta turunannya banyak digunakan dalam industri kosmetik, parfum, sabun, dan farmasi. Minyak atsiri serai wangi juga dapat digunakan sebagai insektisida (pembunuh hama), nematisida, anti jamur, anti bakteri, hama gudang maupun jamur kontaminan lainnya. Kebutuhan pasar serai wangi meningkat 3 - 5% per tahun. Dengan rendemen 0,8 - 1,2%, produksi minyak pada tahun pertama berkisar antara 160 - 240 liter / ha. Pada tahun 2011, harga minyak serai wangi berada pada kisaran Rp 130.000 – Rp 135.000 per Liter. Meningkatnya harga minyak serai wangi telah mendongkrak harga daun segar di tingkat petani. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam proses ekstraksi minyak sereh wangi adalah: a. Suhu Pada campuran yang tidak saling larut, titik didih campuran selalu lebih rendah dari titik didih masing-masing cairan murni pada tekanan yang sama. Pada penelitian ini menggunakan suhu 30 °C berdasarkan penelitian sebelumnya ( Hadi Prasetyo & Nur Widiatmoko ) dalam proses ekstraksi minyak sereh dilakukan pada suhu 30 °C dan pengaduk dijalankan pada putaran konstan. b. Waktu Semakin lama waktu ekstraksi, maka semakin besar kemungkinan kontak antara pelarut dan zat terlarut. Pada penelitian sebelumnya (Hadi Prasetyo & Nur Widiatmoko), pada proses ekstraksi minyak dari daun sereh, waktu ekstraksi dihitung setelah suhu yang diinginkan tercapai ( suhu kamar ) dan pengaduk
E K U I L I B R I U M Vol. 14. No. 2. Juli 2015 : 57 - 61
dijalankan dengan kecepatan konstan selama 120 menit. c. Ukuran partikel Ukuran partikel sangat berpengaruh terhadap proses ekstraksi, hal ini dikarenakan, semakin kecil ukuran partikelnya, semakin luas area kontak dengan pelarut semakin besar laju pelarutan solute ke pelarut. Oleh karena itu, sereh dirajang halus, untuk memperbesar luas permukaannya sehingga dapat mengoptimalkan proses ekstraksi. d. Pengadukan Proses pengadukan pada saat ekstraksi berfungsi untuk homogenisasi antara pelarut dan zat terlarut sehingga, baik komposisinya ataupun suhunya seragam diseluruh bagian zat. e. Jenis dan Jumlah Pelarut Pelarut yang akan digunakan, harus dapat larut sempurna sehingga dapat menghasilkan produk dengan kualitas yang maksimal, serta dapat dipisahkan dengan mudah dari zat terlarutnya. Secara umum pelarut untuk proses ekstraksi mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: a) memiliki daya larut yang besar terhadap minyak yang disuling, namun tidak melarutkan zat-zat yang lain, b) memiliki titik didih, panas spesifik dan panas laten yang rendah sehingga mudah dipisahkan/diuapkan tanpa memerlukan suhu yang tinggi, namun tidak boleh terlalu rendah karena mengakibatkan hilangnya sebagian pelarut akibat penguapan (volatile), c) tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak, d) tidak korosif terhadap peralatan proses. Pelarut n-hexane merupakan pelarut organik yang baik untuk mengekstrak minyak sereh wangi, hal ini dikarenakan pelarut nhexane termasuk jenis pelarut organik non-polar yang larut dalam bahan yang diekstrak dan tidak larut dalam air ( sifat n-heksan non polar ) serta mudah dipisahkan karena memiliki titik didih yang rendah. Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan titik didih suatu bahan untuk dapat menguap. Campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan ( kondensat ). Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini digolongkan ke dalam unit operasi kimia karena digolongkan ke dalam jenis perpindahan massa. Sifat fisik, kimia dan kegunaan senyawasenyawa minyak sereh adalah sebagai berikut: 1. Sitronellal ( C10H18O ) Persenyawaan sitronellal terdapat pada minyak sereh, eucalyptus citriodora, rumput lemon dan bunga mawar. Pada suhu kamar,
sitronellal berupa cairan berwarna kekuningan yang mudah menguap, bersifat sedikit larut dalam air ( non polar ) dan dapat larut dalam alkohol dan ester. Memiliki aroma menyenangkan dan banyak digunakan sebagai zat additive pada sabun dan sebagai bahan dasar untuk pembuatan hidroksi sitrenellal dan mentol sintesis.
H3C H C
CH2
CH2 CHO CH2 CH2
CH3 C
CH3
Gambar 1. Rumus Bangun Sitronellal
Sifat fisik dari sitronellal : Nama IUPAC : 3,7-Dimethyloct-6-en-1-al Rumus molekul : C10H18O Massa molar : 154,25 g / mol Densitas : 0,855 g / cm3 Titik didih : 201 - 207 °C 2. Sitronellol ( C10H20O ) Sitronellol banyak terdapat pada minyak mawar dan minyak sereh. Pada suhu kamar berupa cairan tidak berwarna dan berbau mawar, bersifat mudah larut dalam alkohol dan eter, tetapi sedikit larut dalam air (non polar). Sitronellol banyak digunakan untuk kosmetik dan wangi-wangian OH
Gambar 2. Rumus Bangun Sitronellol
Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap Rendemen Minyak Sereh Wangi (Cymbopogon winterianus) (Handy Gomarjoyo, Ahmed Khomeini, Dwi Rahman, Ari Susandy Sanjaya)
59
Sifat fisik dari sitronellol : Nama IUPAC : 3,7-Dimethyloct-6-en-1-ol Rumus molekul : C10H20O Massa molar : 156,27 g / mol Densitas : 0,855 g / cm3 Titik didih : 225 °C
hadap bahan. Dimasukkan serai yang telah dibungkus kertas saring ke dalam soklet. Diekstraksi selama 12 jam per sampel dengan pengamatan suhu per 2 jam dan diamati perubahan suhunya berdasarkan titik didih pelarut.
3. Geraniol ( C10H18O ) Geraniol akan berupa cairan tidak berwarna pada suhu kamar kuning pucat, seperti minyak) dan beraroma menyenangkan. Tidak larut dalam air (non polar) dan dapat larut dalam pelarut organik. Geraniol umumnya digunakan sebagai wewangian tubuh, bahan dasar pembuatan ester misalnya seperti geraniol asetat yang banyak digunakan sebagai zat pewangi, yaitu pada pembuatan parfum mawar, melati dan lavender. Sifat fisik dari geraniol : Nama IUPAC : 3,7-Dimethylocta-2,6-dien-1-ol Rumus molekul : C10H18O Massa molar : 154,25 g / mol Densitas : 0,889 g / cm3 Titik leleh : 15 °C Titik didih : 229 °C
HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dilakukan menggunakan teknik sokletasi. Mula-mula serai dikeringkan pada suhu ruangan selama beberapa saat. Setelah itu serai dipotong kecil-kecil ± 1/2 cm sebanyak 250 gram, kemudian dibungkus dengan kertas saring, lalu dimasukan kedalam alat soklet dan diektraksi selama 12 jam Suhu heater diatur pada titik didih masing-masing pelarut. Perbandingan massa serai terhadap pelarut adalah 2:1. Terlihat bahwa suhu ekstraksi yang diperoleh, tidak sama dengan titik didih murni pelarutnya, namun mendekati. Gambar 1 menunjukkan pada setiap 2 jam suhu titik didih pelarut mengalami peningkatan dan ada yang mengalami penurunan. Kenaikan tertinggi dialami pada pelarut etanol yang dari suhu 78,5 °C – 85 °C, diikuti dengan pelarut aseton yang dari suhu 57,5 °C – 62 °C. sedangkan pada pelarut n-heksan mengalami kenaikan yang paling terendah atau bisa dikatakan konstan yaitu dari 65 °C – 67 °C. Hal itu dikarenakan pelarut sudah bercampur dengan minyak serai, sehingga membuat titik didih nya berubah.
CH3
OH
CH3
CH3
Gambar. 2.6 Rumus Bangun Geraniol
Kandungan sitronella yang terdapat pada minyak sereh, membuatnya memiliki aroma yang menyenangkan, serta sebagai bahan dasar pembuatan parfum. Oleh karena itu minyak sereh dengan kadar sitronellal yang lebih tinggi lebih digemari. Jenis minyak yang demikian dapat diperoleh dari fraksi pertama pada penyulingan minyak sereh. METODE PENELITIAN Dicuci bersih tanaman serai dan dikering anginkan selama ± 1 jam. Di potong-potong / di rajang hingga kecil. Ditimbang potongan sereh sebanyak 250 gram. Disusun alat ekstraksi yang terdiri dari, mantel, labu leher 3 dan termometer, soklet, kondensat. Diukur pelarut n-Heksan / etanol/aseton dengan perbandingan 2:1 ter-
60
Gambar 1. Perbandingan Suhu terhadap waktu
Jika diperhatikan, suhu ekstraksi cenderung meningkat selama 12 jam untuk pelarut etanol dan aseton. Hal ini dikarenakan terjadinya interaksi molekul yang kuat antara sitronela dan pelarut yang memiliki ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen terjadi karena beda keelektronegatifan yang besar antar atom yang berikatan sehingga
E K U I L I B R I U M Vol. 14. No. 2. Juli 2015 : 57 - 61
memerlukan energi yang besar pula untuk memutuskan interaksi molekul tersebut. Ikatan hidrogen yang dimiliki oleh etanol dan aseton terletak pada adanya atom O dan atom H. Kedua atom ini berinteraksi dengan senyawa sitronela sehingga membentuk interaksi molekul kuat yang sulit dipisahkan. Akibatnya hanya sedikit dari pelarut yang dapat terpisahkan saat destilasi dilakukan. Proses pemisahan pelarut dari minyak sereh ini sebenarnya dapat dilakukan jika suhu destilasi ditingkatkan secara bertahap, namun dikhawatirkan peningkatan suhu menyebabkan rusaknya minyak. Berbeda dengan pelarut heksan. Pelarut heksan memang bersifat non polar sama seperti minyak sereh, hanya saja, tidak menghasilkan interaksi molekul yang kuat karena tidak memiliki ikatan hidrogen, oleh karena itulah, waktu ekstraksi dengan pelarut heksan, cenderung stabil (Petrucci, 1987) Volume pelarut setelah ekstraksi terlihat berkurang dari volume awal dikarenakan sejumlah pelarut menguap ketika proses sokletasi dilakukan. Dari metode ekstraksi di atas dapat disimpulkan bahwa teknik ekstraksi terbaik diperoleh ketika menggunakan pelarut n-heksan. Ekstraksi dengan sokletasi lebih baik karena pelarut secara terus menerus membasahi serai, hingga minyak dari serai itu sendiri ter-ekstrak. Yield yang dihasilkan oleh pelarut nheksan merupakan yang terkecil dibanding pelarut etanol dan aseton (Tabel 1). Namun hasil rendemennya mendekati referensi yang dituliskan buku teknologi minyak atsiri, bahwa rendemen yang dihasilkan hanya berkisar 0,8%.
KESIMPULAN Teknik ekstraksi terbaik diperoleh ketika menggunakan pelarut n-heksan. Hasil rendemennya mendekati referensi yakni rata-rata minyak sereh wangi sekitar 0,6 – 1,2% (Sahroel, 2009). Selain itu, suhu ekstraksi dengan pelarut heksan cenderung stabil karena tidak memiliki interaksi molekul yang kuat dengan minyak sereh, walaupun keduanya bersifat non polar. DAFTAR PUSTAKA Ariyani, Fransiska, Laurentia Eka Setiawan, & Felycia Edi Soetaredjo.,” Ekstraksi Minyak Atsiri dari Tanaman Sereh Dengan Menggunakan Pelarut Metanol, Aseton, dan n-heksan”, hal. 124-133. Gunther, E., 1987. Minyak Atsiri. Jilid I. Universitas Indonesia, Jakarta. Gunther, E., 1990. Minyak Atsiri. Jilid III A. Universitas Indonesia, Jakarta. Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka, Jakarta. Petrucci, Ralph. 1987. Kimia dasar : Prinsip dan Terapan Modern. Jilid 1. Erlangga, Jakarta. Sahroel P. 2009. Minyak Atsiri Indonesia. Dewan Atsiri Indonesia dan IPB, Bogor. Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Tabel 1. Hasil pengamatan dan perhitungan
Volum pelarut (ml)
Volum pelarut destilasi (ml)
Etanol
634,0
Aseton
632,6
n-heksan
763,6
Pelarut
Volum minyak destilasi (ml)
Yield (%)
224
94
0,320
247
136
0,460
250
3,85
0,013
Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap Rendemen Minyak Sereh Wangi (Cymbopogon winterianus) (Handy Gomarjoyo, Ahmed Khomeini, Dwi Rahman, Ari Susandy Sanjaya)
61