SEMINAR NASIONAL PENELITIAN DAN PENDIDIKAN KIMIA “Kontribusi Penelitian Kimia Terhadap Pengembangan Pendidikan Kimia”
KONVERSI SITRONELAL HASIL ISOLASI MINYAK SEREH WANGI MENJADI SITRONELOL DAN ISOPULEGOL Dwi Kaniawati, A. Kadarohman, Gebi Dwiyanti Jurusan Pendidikan Kimia, FPMIPA, UPI ABSTRAK Konversi sitronelal menjadi sitronelol dan isopulegol hasil isolasi dari minyak sereh wangi telah diteliti. Sitronelal diisolasi menggunakan metode distilasi fraksinasi vakum dengan variasi tinggi kolom dan variasi tekanan . Sitronelal dengan kadar tertinggi diperoleh dari kondisi tinggi kolom 107 cm dan tekanan 60 mmHg, yaitu sebesar 93,32 %. Konversi sitronelal menjadi sitronelol dilakukan dengan menggunakan natrium borohidrid (NaBH4 ), variasi suhu serta variasi waktu. Kadar sitronelol yang tinggi diperoleh pada suhu 80ºC dengan waktu 1 jam, yaitu sebesar 77,70 %. Sitronelol dengan kadar yang lebih tinggi lagi diperoleh pada kondisi yang sama dengan penambahan pelarut etanol dan diperoleh sitronelol sebesar 94,46 %. Siklisasi sitronelal menjadi isopulegol dilakukan dengan menggunakan variasi katalis dan variasi suhu. Isopulegol dengan kadar yang cukup tinggi diperoleh pada suhu 150ºC dengan menggunakan katalis zeolit HY, yaitu dihasilkan isopulegol sebesar 70,84 %.
PENGANTAR Minyak sereh wangi merupakan salah satu minyak atsiri yang dihasilkan di Indonesia dan diekspor sebagai salah satu sumber devisa. Minyak sereh wangi diperoleh dengan cara penyulingan uap daun tanaman sereh. Di Indonesia, sebagian besar tanaman sereh terdapat di pulau Jawa sehingga minyak sereh yang dihasilkan disebut tipe Jawa atau dengan nama lain Mahapengiri (Wijesekera, 1973). Menurut Guenther (1990), ada dua tipe minyak sereh wangi yang biasa diperdagangkan, yaitu tipe Ceylon dan tipe Jawa. Terdapat perbedaan antara kedua tipe ini, salah satunya adalah bahwa minyak sereh wangi tipe Jawa memiliki nilai dan daya guna yang lebih banyak dibandingkan dengan tipe Ceylon. Minyak sereh wangi tipe Jawa mengandung kurang lebih 85 %
total geraniol (termasuk 35 % sitronelal), sedangkan minyak Ceylon hanya mengandung 55 – 65 % total geraniol (termasuk 7 – 15 % sitronelal). Terdapat sebelas komponen da ri minyak sereh yang dapat diidentifikasi dengan analisis kromatografi gas dan spektrometri massa. Komponen-komponen tersebut adalah α-pinen, limonen, linalool, sitronelal, sitronelol, geraniol, sitronelil asetat, β-kariofilen, geranil asetat, δ kadinen, dan elemol, dengan komponen utamanya adalah sitronelal. Komponenkomponen lain yang penting adalah geraniol dan sitronelol yang mudah diisolasi sebagai campuran yang dikenal sebagai “rodinol” (Sastrohamidjojo, 1981). Wijasekera (1973) mengemukakan bahwa ga bungan dari ketiga komponen minyak sereh wangi (Gambar 1)
Seminar Nasional Penelitian & Pendidikan Kimia, 9 Oktober 2004
1
CH 3
dikenal sebagai total senyawa yang dapat diasetilasi dihitung sebagai geraniol dan digunakan sebagai kriteria untuk menentukan mutu minyak sereh wangi. CH 3
CH 3
Sitronelal H 2C
OH
H2C
Sitronelol
H2 H2 C
OH
H
OH
H
Sitronelal
O
C
CH 3
O
C
CH3
Sitronelol
Gambar 2. Reaksi reduksi sitronelal menjadi sitronelol
Geraniol
Gambar 1. Struktur molekul sitronelal, sitronelol, dan geraniol Isolasi ketiga komponen minyak sereh wangi dapat dilakukan baik secara fisika maupun cara kimia. Sastromidjojo (1981) mengisolasi sitronelal dengan cara fisika yaitu dengan distilasi fraksinasi pengurangan tekanan (vakum) dan cara kimia yaitu dengan menggunakan natrium bisulfit (NaHSO3 ). Sastromid jojo (1981) telah melakukan pengubahan sitronelal menjadi berbagai senyawa lain seperti: sitronelol melalui reduksi; isopulegol melalui reaksi siklisasi; karbinol; metil sitronelol dan etil sitronelol dengan pereaksi Grignard dan hidroksi sitronelol. Sitronelal sebagai salah satu komponen utama minyaks ereh wangi merupakan senyawa yang sangat mudah bereaksi karena adanya ikatan rangkap dan tergolong senyawa aldehid. Sitronelal dapat mengala mi reaksi reduksi menjadi alkohol yang sesuai, yaitu sitronelol (Gambar 2) dengan menggunakan pereduksi, seperti hidrida logam. Salah satu hidrida logam yang dapat digunakan sebagai pereduksi adalah natrium borohidrid (NaBH4). Dalam dunia perdagangan, sitronelol dikenal dengan nama Rhodinol (campuran sitronelol dan geraniol). Rhodinol ini digunakan dalam industri kosmetik dan sabun.
Pada suasana asam, sitronelal memiliki kecenderungan membentuk senyawa siklis, seperti isopulegol. Sitronelal dapat mengalami siklisasi menggunakan berbagai katalis seperti silika gel, asam asetat anhidrida, karbon aktif, dan lain-lain menjadi campuran isopulegol (Devakumar, 1977). Priatmoko (1990) telah melakukan siklisasi sitronelal menjadi isopulegol dengan berbagai katalis asam. Katalis asam yang digunakan antara lain zeolit, bentonit, lempung aktif, HCl pekat, H 2SO4 pekat, dan asam asetat anhidrida Berdasarkan data Abimanyu (2002), harga jual minyak sereh wangi di pasaran internasional lebih murah dibandingkan dengan harga jual komponen minyak sereh wangi. Seiring dengan itu, eksportir Indonesia menjual minyak sereh wangi dalam bentuk minyak kasar (crude oil) dan Indonesia masih banyak mengimpor komponen-komponen minyak sereh wangi sehingga nilai jual dan nilai tambah yang diperoleh sangat rendah. Untuk le bih meningkatkan harga jual dan nilai tambah dari minyak sereh wangi, maka minyak sereh wangi perlu diolah menjadi bentuk isolatnya yang masingmasing mempunyai ar oma yang khas dan melebihi keharuman minyak sereh itu sendiri. Bahan tersebut benyak digunakan dalam berbagai industri seperti parfum, bahan aditif makanan, sabun, dan lain-lain. Dengan pengubahan menjadi bahan yang lebih bernilai ekonomi akan menghemat devisa negara. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang diteliti:
Seminar Nasional Penelitian & Pendidikan Kimia, 9 Oktober 2004
2
1. Optimalisasi produk sitronelal dengan cara distilasi fraksinasi; 2. Optimalisasi produk konversi sitronelal menjadi sitronelol dengan natrium borohidrid (NaBH4 ); 3. Memperoleh katalis yang sesuai bagi optimalisasi produk konversi sitronelal menjadi isopulegol. CARA PENELITIAN Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan: seperangkat alat distilasi fraksinasi beserta vakum dan pengatur tekanan, alat analisa Kromatografi Gas - Spektrometri massa (GCMS) merek QP 5050, alat refluks, alat pemanas, dan pengaduk magnet. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah minyak sereh wangi yang berasal dari Gunung Halu, sitronelal hasil isolasi, NaBH4 , HCl 20 %, C2 H5 OH, Na2 SO4 , silicon grease , vaselin, zeolit (HY, NiY, NaY), HCl pekat, H 2SO4 pekat, asam asetat anhidrida. Cara Kerja 1. Identifikasi Komponen dalam Minyak Sereh Wangi Sebagai pendahuluan, dilakukan identifikasi untuk mengetahui senyawa apa saja yang terdapat di dalam minyak sereh wangi. Minyak sereh wangi yang akan digunakan diidentifikasi dengan menggunakan alat GC-MS. 2. Isolasi Sitronelal dari Minyak Sereh Wangi dengan Cara Distilasi Fraksinasi Vakum Minyak sereh wangi sebanyak 150 mL di masukkan ke dalam labu distilasi yang telah berisi batu didih. Alat distilasi diset sesuai parameter atau peubah yang diinginkan, yaitu tinggi kolom (47 cm, 91 cm, dan 107 cm). Parameter yang lain seperti tekanan diatur sesuai dengan yang diinginkan yaitu 50–80 mmHg. Temperatur puncak, temperatur
penangas, dan tekanan pada saat distilat keluar, semuanya dicatat. Baik untuk distilat yang pertama keluar maupun distilat selanjutnya. Distilat yang keluar kemudian diukur volumenya dan ditampung dalam botol penampung. 3. Konversi Sitronelal menjadi Sitronelol a. Tanpa Menggunakan Pelarut Etanol Ke dalam labu leher tiga yang telah dilengkapi dengan seperangkat alat refluks dimasukkan NaBH 4 dan sitronelal hasil distilasi dengan perbandingan mol 1:1,1. Campuran direfluks sambil diaduk dengan magnetic stirrer dan bantuan penangas minyak pada suhu 80 – 120ºC selama 1 – 5 jam. Setelah refluks selesai, kemudian campuran reaksi didinginkan dan ditambah 15 mL H2 O, lalu diaduk selama setengah jam. Kemudian ditambahkan HCl 20% tetes demi tetes hingga pH 1 – 2. Pengadukan pada suhu kamar dilanjutkan selama 60 menit. Campuran hasil reaksi dimasukkan dalam corong pisah untuk memisahkan sitronelol dan fasa airnya, kemudian ditambahkan Na2 SO4 anhidrat. Hasilnya dianalisis dengan menggunakan GC -MS. 4. Menggunakan Pelarut Etanol Ke dalam labu leher tiga yang telah dilengkapi seperangkat alat refluks dimasukkan NaBH4 dan etanol. Campuran diaduk, kemudian ditambahkan sitronelal hasil distilasi. Sitronelal dan NaBH4 yang dimasukkan sebesar 1:1,1 (perbandingan mol) dan etanol sebanyak 5-10 mL. Dilakukan refluks sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer dan bantuan penangas minyak selama 1 jam pada 80ºC. Setelah refluks selesai, campuran didinginkan dan ditambahkan
Seminar Nasional Penelitian & Pendidikan Kimia, 9 Oktober 2004
3
H 2O sebanyak volume etanol kemudian diaduk setengah jam. Selanjutnya ditambahkan HCl 20% hingga pH 1 – 2. Campuran reaksi diaduk dalam suhu kamar selama 15 menit. Hasil refluks dimasukkan dalam corong pisah untuk memisahkan sitronelol dengan fasa airnya, kemudian ditambahkan Na2SO4 anhidrat. Hasilnya dianalisis dengan menggunakan GC-MS. Gambar 1. Kromatogram minyak sereh wangi (sampel penelitian)
5. Konversi Sitronelal menjadi Isopulegol Lima mililiter sitronelal dimasukkan ke dalam labu dasar bulat 100 mL yang telah dilengkapi dengan pengaduk magnet. Kemudian dimasukkan 0,15 gram zeolit HY dan diaduk selama 23 jam. Selanjutnya direfluks 3 jam pada suhu 100 - 130ºC. Hasil siklisasi dipisahkan dari zeolit dengan menggunakan centrifuge, kemudian isopulegol dianalisis menggunakan GCMS. Penelitian yang sama juga dilakukan dengan katalis asam, seperti HCl, H2 SO4, dan anhidrida asam asetat. Selain itu dilakukan pula sintesa isopulegol dengan menggunakan zeolit lainnya, seperti NiY dan NaY. Untuk katalis padat, banyaknya sitronelal dan katalis yang dimasukkan sama seperti prosedur di atas, sedangkan untuk katalis cair, banyaknya katalis yang dimasukkan pada 5 mL sitronelal adalah 0,075 mL dan dilakukan pencucian untuk menghilangkan sisa asam.
Senyawa sitronelal keluar pada puncak 12 dengan waktu retensi 8,89 sebesar 32.15%. Hal tersebut didukung pula dengan adanya spektra (Gambar 2).
Gambar 2. Spektra massa senyawa sitronelal Spektra massa sitronelal ini mirip dengan spektra massa sitronelal standar yang terdapat pada tesis Johnson Siallag (1997). Fragmen ion molekuler M+ = m/z = 154 terlihat sangat kecil, ini berarti senyawa tersebut mudah mengalami fragmentasi. Fragmen dasar m/z = 69 terbentuk dari pemecahan ikatan C-C pada pertengahan molekul. Fragmentasi lain adalah m/z = M+ - 18 diperoleh lepasnya molekul air (H 2O) dari ion molekuler, m/z = 121 = M+ - 18 – 15 lepasnya CH3 dari m/z = 136, m/z = 111 diperoleh dari lepasnya H dan ketena (CH = C = O) dari ion molekuler, dan m/z = 55 diperoleh dari pemecahan ikatan C – C pada pertengahan molekul (Sastrohamidjojo, 1981).
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Minyak Sereh Wangi Hasil analisis dengan menggunakan alat GCMS terhadap minyak sereh wangi memperlihatkan ternyata terdapat 60 komponen yang dikandung oleh minyak sereh wangi (Gambar 1)
2. Isolasi Sitronelal dari Minyak Sereh Wangi
Seminar Nasional Penelitian & Pendidikan Kimia, 9 Oktober 2004
4
Sitronelal dengan kadar tinggi dapat diperoleh melalui distilasi fraksinasi vakum dengan menggunakan variasi tinggi kolom dan tekanan. Tinggi kolom yang digunakan adalah 47 cm, 91 cm, dan 107 cm. Berikut adalah hasilnya :
100 90 80 70 60 kadar 50 sitronelal (%) 40 30 20 10 0 87
80
70
60
tekanan (mmHg)
100 90 80 70 60 kadar sitronelal 50 (%) 40 30 20 10 0
Gambar 4. Hubungan tekanan (mmHg) dengan ka dar sitronelal (%)
93.32 81.34 73.2
47
91
Dari data yang telah diperoleh, dapat dilihat bahwa kadar sitronelal naik seiring dengan turunnya tekanan. Sitronelal dengan kadar tinggi diperoleh pada tekanan yang rendah, karena pada tekanan yang rendah mengakibatkan titik didih dari komponen yang akan dipisahkan turun sehingga pemisahan dapat berlangsung baik dan hasil yang dipeoleh terhindar dari kerusakan. Berikut adalah kromatogram hasil analisis menggunakan GCMS:
107
Tinggi kolom (cm)
Gambar 3. Hubungan tinggi kolom (cm) denga n kadar sitronelal (%) Berdasarkan data di atas, kadar sitronelal tertinggi diperoleh melalui kolom dengan panjang tertinggi yang digunakan pada penelitian ini, yaitu 107 cm dengan sitronelal sebesar 93,32 %. Hal tersebut menandakan bahwa dengan kolom yang tinggi pemisahan komponen minyak sereh wangi berlangsung dengan baik. Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan pernyataan Suharman (1996) bahwa komponen yang memiliki titik didih berdekatan dapat dipisahkan melalui distilasi fraksinasi vakum dengan memperpanjang kolom pemisahan. Selanjutnya adalah distilasi fraksinasi vakum dengan tinggi kolom 107 cm dan menggunakan variasi tekanan. Tekanan yang digunakan adalah 60, 70, 80, 87 mmHg. Berikut adalah hasilnya:
Gambar 5. Kromatogram distilat fraksi sitronelal (fraksi 2) pada tinggi kolom 107 cm dan tekanan 60 mmHg Senyawa sitronelal ditunjukkan oleh puncak nomor 2, yaitu sebesar 93,32 % dan waktu retensi sekitar 8,89 yang sesuai seperti pada hasil penelitian pendahuluan. 2. Konversi Sitronelal menjadi sitronelol Untuk konve rsi sitronelal menjadi sitronelol digunakan natrium borohidrid (NaBH4 ) sebagai pereduksi. NaBH4 dan sitronelal yang digunakan memiliki perbandingan mol 1 : 1,1 dan waktu refluks selama 5 jam. Berikut
Seminar Nasional Penelitian & Pendidikan Kimia, 9 Oktober 2004
5
adalah hasil konversinya menggunakan variasi suhu
dengan
Tabel 1. Data hasil konversi sitronelal menjadi sitronelol dengan peubah suhu Produk Produk setelah Sitronelol sebelum Rt Rt sitronelol (%) sitronelol (%) (%) 100 4,64 58,93 31,57 80 4,27 62,62 31,09
Suhu (ºC)
Dari data di atas, dapat dilihat bahwa suhu yang tinggi yaitu 100ºC dapat menurunkan kadar sitronelol dibandingkan suhu 80ºC yang menghasilkan sitronelol dengan kadar lebih tinggi. Pemanasan yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya reaksi berkelanjutan yang tidak diinginkan sehingga terbentuklah produk samping. Selain suhu yang rendah, yaitu 80ºC , lamanya waktu pemanasan pun dapat mempengaruhi kadar sitronelol yang dihasilkan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil konversi berikut: Tabel 2. Data hasil konversi sitronelal menjadi sitronelol dengan peubah waktu Waktu refluks 5 jam 1 jam
Produk Sitronelol sebelum Rt (%) sitronelol (%) 2,27 8,84
62,62 77,70
Produk setelah Rt sitronelol (%) 31,09 11,08
Dengan suhu yang tetap, yaitu 80ºC, sitronelol dengan kadar yang lebih tinggi sebesar 77,70 % diperoleh pada waktu yang relatif singkat, yaitu 1 jam. Semakin banyaknya produk sampingan yang terbentuk, semakin rendah sitronelol yang dihasilkan. Begitu pula sebaliknya , semakin rendah produk sampingan maka semakin tinggi kadar sitronelol yang diperoleh, walaupun hasilnya belum optimal. Untuk lebih meningkatkan kadar sitronelol yang terbentuk, maka dilakukan penamba han pelarut pada sistem reaksi. Pelarut yang digunakan yaitu etanol. Menurut Suharman (1996) , pelarut yang biasa digunakan untuk Seminar Nasional Penelitian & Pendidikan Kimia, 9 Oktober 2004
melarutkan NaBH4 adalah etanol berair, karena pada kondisi tersebut aldehid dan keton akan cepat tereduksi dan inert terhadap gugs yang lain seperti asam, ester nitril, dan nitro. Kondisi yang digunakan selanjutnya adalah kondisi yang menghasilkan sitronelol dengan kadar yang cukup tinggi, yaitu suhu 80 ºC dan waktu refluks 1 jam dengan perbandingan mol antara sitronelal dan NaBH4 sebesar 1 : 1,1. Berikut adalah hasilnya: Tabel 3. Data hasil hidrogenasi sitronelal menggunakan pelarut etanol Vol. Produk Sitronelol etanol sebelum Rt (%) (mL) sitronelol (%) 10 5
5,87 4,35
92,92 94,46
Produk setelah Rt sitronelol (%) 1,21 1,19
Dengan penambahan pelarut, sitronelol yang dihasilkan memiliki kadar yang lebih tinggi dibandingkan tanpa menggunakan pelarut. Penambahan pelarut disini dimaksudkan untuk melarutkan NaBH4 sehingga reaksi konversi sitronelal menjadi sitronelol berlangsung dalam sistem yang homogen dan dari kromatogram yang diperoleh, penambahan pelarut ini dapat mengurangi produk sampingan sehingga kadar sitronelolnya meningkat. Berikut adalah kromatogram hasil analisis dengan menggunakan GCMS:
Gambar 6. Kromatogram hasil hidrogenasi sitronelal dengan pelarut etanol 5 mL
6
Berdasarkan kromatogram di atas , senyawa sitronelol keluar pada waktu retensi 10, 275. Hal tersebut didukung dengan adanya spektra massa dari sitronelol sebagai berikut:
penelitian lebih lanjut mengenai konversi ini. Berikut adalah hasil konversinya dan hasil analisis dengan menggunakan GCMS yang disajikan dalam bentuk kromatogram:
Gambar 7. Spektra massa senyawa sitronelol
Tabel 4. Data konversi sitronelal menjadi isopulegol dengan berbagai katalis
+
Fragmen ion molekur M = m/z = 156 terlihat sangat kecil, ini berarti senyawa tersebut mudah mengalami fragmentasi. Fragmen dasar m/z = 69 terbentuk dari lepasnya CH2 = C (CH3 ) – CH 2 – CH2 – OH dan H dari ion molekuler. Fragmentasi lain adalah m/z = 138 = M+ - 18 diperoleh lepasnya molekul air (H2 O) dari ion molekuler, m/z = 123 = M+ - 18 – 15 lepasnya CH3 dari m/z = 138, m/z = 109 diperoleh dari lepasnya H dan CH3 – CH 2 – OH dari ion molekuler, dan m/z = 55 dan m/z = 95 diperoleh dari pemecahan ikatan C – C pada pertengahan molekul.
Katalis
NiY NaY HY HCl (CH3COO)2 H 2SO 4
3. Konversi Sitronelal menjadi Isopulegol Sitronelal dapat mengalami reaksi siklisasi menjadi isopulegol dengan menggunakan berbagai katalis asam (Devakumar, 1977). Katalis asam yang digunakan pada penelitian ini adalah berbagai zeolit sintetis (NiY, NaY, dan HY), asam klorida (HCl) pekat, asam sulfat (H2 SO4 ) pekat, dan asam asetat anhidrida. Sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh Priatmoko (1990) mengenai konversi sitronelal menjadi isopulegol dengan menggunakan zeolit, HCl pekat, H 2SO4 pekat, bentonit, lempung aktif, dan asam asetat anhidrida, tetapi perolehan isopulegol belum optimal. Maka dilakukan
Seminar Nasional Penelitian & Pendidikan Kimia, 9 Oktober 2004
Komponen Suhu setelah reaksi Jmlh refluks Sitro- Isopu puncak (ºC) nelol legol (%) (%) 100 82,84 12 100 90,32 13 100 27,05 36,74 21 100 40,94 26 100 64,80 25 100 38
Gambar 8. Kromatogram konversi sitronelal menjadi isopulegol dengan katalis HY Dari data Tabel 6 di atas dapat dilihat bahwa kadar isopulegol yang tidak dihasilkan tidak terlalu besar, bahkan untuk beberapa katalis, isopulegol tidak terbentuk. Berdasarkan kromatogram hasil analisis GCMS terdapat dua puncak yang saling berimpit pada rentang waktu retensi 8 – 10. Masing-masing dari 7
puncak tersebut menunjukkan dua senyawa berbeda dengan waktu retensi yang saling berdekatan. Hasil analisis MS menunjukkan bahwa puncak yang diberi nomor 7 (Gambar 10) dengan waktu retensi 8,893 merupakan puncak dari sitronelal dan puncak nomor 8 (Gambar 10) dengan waktu retensi 9,115 merupakan puncak dari isopulegol. Kecilnya kadar isopulegol kemungkinan besar disebabkan oleh kurang tingginya suhu pemanasan. Untuk beberapa katalis, senyawa isopulegol tidak terbentuk, hal itu disebabkan oleh energi aktivasi untuk pembentukan senyawa yang diinginkan (isopulegol) belum tercapai sepenuhnya. Oleh karena itu, agar energi aktivasi pembentukan isopulegol tercapai maka selanjutnya konversi dilakukan dengan menaikkan suhu, yaitu pada suhu 150ºC.
Gambar 11. Kromatogram konversi sitronelal menjadi isopulegol dengan katalis zeolit HY pada 150ºC Berdasarkan interpretasi spektra massa, senyawa yang terdapat pada puncak nomor 12 (Gambar 11) merupakan isopulegol dengan kemiripan sebesar 97 %.. Dari berbagai katalis yang digunakan pada konversi sitronelal menjadi isopulegol ternyata katalis zeolit (HY, NiY, dan NaY) dapat menghasilkan isopulegol dengan kadar yang cukup tinggi dibandingkan beberapa katalis lain yang digunakan.. Sedangkan dari ketiga zeolit yang digunakan untuk konversi sitronelal menjadi isopulegol, zeolit HY memberikan hasil konversi yang lebih baik, yaitu sebesar 70,84 %. KESIMPULAN
80 70 60 50 isopulegol 40 (%) 30 20 10 0 NiY
NaY
HY
HCl
asam asetat
katalis
Gambar 9. Hubungan berbagai katalis dengan kadar isopulegol
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, temuan dan pembahasan dari penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Sitronelal dengan kadar tertinggi dapat diisolasi dari minyak sereh wangi menggunakan distilasi fraksinasi vakum dengan tinggi kolom 107 cm dan tekanan 60 mmHg. 2. Sitronelal dapat mengalami reaksi hidrogenasi menjadi sitronelol dengan menggunakan NaBH4 . Sitronelol dengan kadar tinggi diperoleh dengan pemanasan pada 80ºC selama 1 jam dan menggunakan pelarut etanol. 3. Katalis yang memberikan hasil dengan kadar cukup tinggi untuk reaksi siklisasi sitronelal menjadi isopulegol adalah zeolit HY dengan kondisi pemanasan pada 150ºC selama 3 jam.
Seminar Nasional Penelitian & Pendidikan Kimia, 9 Oktober 2004
8
SARAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai turunan-turunan lain dari sitronelal sehingga dapat meningkatkan daya jual produk yang dihasilkan. 2. Penelitian lebih lanjut mengenai kondisi optimal untuk konversi sitronelal menjadi sitronelol. 3. Untuk konversi sitronelal menjadi isopulegol diperlukan kondisi optimal dengan menggunakan katalis HY agar diperoleh isopulegol dengan kadar yang lebih tinggi lagi. DAFTAR PUSTAKA Andi
Suharman, (1996) , Pengubahan Sitronelal menjadi Sitronelol dan Asam Sitronelat melalui Reaksi Meerwein-Ponndorf-Verley dan Tischenko, Tesis S-2 Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada: tidak diterbitkan Dewi Anggraini, (2000), Pemisahan Komponen Minyak Sereh dengan Menggunakan Destilasi Vakum, Laporan Penelitian S1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Indonesia: tidak diterbitkan Devakumar, C., Narayan, M.R., Khan, M.N.A., (1977), “Synthetic Products from Oil of Citronella”, Indian Perfurmer, XXI, 3, 139–145 Fessenden & Fessenden, (1982), Kimia Organik (Jilid II) terjemahan Aloysius Hadyana Pudjaatmaka, Penerbit Erlangga: Jakarta Guenther, E., (1987), Minyak Atsiri (Jilid I) terjemahan S.Ketaren, Penerbit Universitas Indonesia: Jakarta ___________, (1990), Minyak Atsiri (Jilid IV A) terjemahan S. Ketaren, Penerbit Universitas Indonesia: Jakarta
Hamdan, H., (1992), Introduction to Zeolites, Universiti Teknologi Malaysia: Malaysia Hardjono Sastrohamidjojo, 1981, Study of Indonesian Essentilas Oils, Fakultas Ilmu Pasti dan Alam Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta Haznan Abimanyu, Muhammad Hanafi, dan Syahrul Aiman, (2000), “Studi Awal Pemisahan Komponen Minyak Sereh Wangi (Cymbopogon nardus) dengan Distilasi Fraksinasi Vakum Packing Column”, Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2000, Universitas Diponegoro, Semarang 26 – 27 Juli 2000 Hegedus, L.L., et al., (1987), Catalyst Design, A Wiley Interscience Publication: New York Krisna Sanjaya dan Regina Juliana, (2000), Pemisahan Komponen Minyak Sereh Wangi dengan Distilasi Bubble-Cap Kolom dalam Kondisi Vakum, Laporan Penelitian S1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Indonesia: tidak diterbitkan Mukhsin Said, (1991), Pengaruh Kerapatan Curah Pengisi Kolom dan Jumlah Pengambilan Isolat Terhadap Hasil Pemisahan Sitronellal dari Minyak Sereh Wangi (Andropogon nardus Java de Jong) Dengan Cara Penyulingan Bertingkat, Skripsi S1 Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor: tidak diterbitkan Priatmoko, (1990), Sintesis Mentol dari Sitronellal Hasil Isolasi Minyak Sereh, Tesis S-2 Fakultas Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada: tidak diterbitkan Siallag, J., (1997), Isolasi Sitronelal dari Minyak Sereh Wangi dan Mempelajari Reaksi-Reaksinya Terhadap HCl Pekat, H2SO 4 Pekat, dan H2SO 4 Encer Pada
Seminar Nasional Penelitian & Pendidikan Kimia, 9 Oktober 2004
9
Suhu 5ºC, Tesis S-2 Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada: tidak diterbitkan Sitorus, M., (1995), Esterifikasi Rodinol dari Minyak Sereh dengan Anhidrida Asam Karboksilat , Tesis S-2 Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada: tidak diterbitkan Sjamsul Arifin Ahmad, (1986), Kimia Organik Bahan Alam, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Terbuka: Jakarta Tambunan, S. P., (1999), Penggunaan Distilasi Kolom Packed Bertekanan Vakum untuk Pemisahan Komponen Minyak Sereh Wangi, Laporan Penelitian S1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Indonesia: tidak diterbitkan Wijesekera, R.O.B., (1973), “The Chemical Composition and Analysis of Citonella Oil”, Journal of The National Science Council of Srilanka, 1, 67 – 81.
Seminar Nasional Penelitian & Pendidikan Kimia, 9 Oktober 2004
10