1
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No.1, (2014) 1-6
Isolasi dan Identifikasi Senyawa 1-hidroksi-6,7dimetoksi-(3’,3’:2,3)-dimetilpiranosanton dari Ekstrak Metanol Kulit Batang Garcinia cylindrocarpa Oktavina Widorini R. dan Taslim Ersam* Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia E-mail :
[email protected] Abstrak— senyawa 1-hidroksi-6,7-dimetoksi-(3’,3’:2,3)dimetilpirano-santon berhasil diisolasi dari ekstrak metanol kulit batang tumbuhan Garcinia cylindrocarpa menggunakan metode kromatografi cair vakum dan kromatografi kolom grafitasi serta pemurnian menggunakan metode rekristalisasi. Karakterisasi senyawa menggunakan spektroskopi UV, IR dan NMR. Kata kunci: G. cylindrocarpa, KCV, KKG, rekristalisasi.
I. PENDAHULUAN
I
NDONESIA merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis karena dilalui oleh garis khatulistiwa. Adanya curah hujan dan suhu yang tinggi, menyebabkan Indonesia memilki keanekaragaman ekosistem khususnya tumbuhan. Hal tersebut menyebabkan Indonesia dijuluki sebagai negara Megabiodiversitas terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Diperkirakan terdapat sekitar 54% spesies tumbuhan di dunia tersebar di hutan tropis Indonesia, yaitu sekitar 30.000 spesies diantara 250.000 yang tersebar di dunia [1]. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, tumbuhan merupakan penghasil senyawa metabolit primer dan sekunder. Senyawa metabolit primer merupakan senyawasenyawa penyusun dari makhluk hidup, diantaranya adalah protein, lemak, asam nukleat, dan polisakarida, sedangkan senyawa metabolit sekunder berperan dalam kelangsungan hidup suatu spesies terutama dalam perjuangan menghadapi spesies-spesies lain. Senyawa-senyawa yang termasuk senyawa metabolit sekunder diantaranya adalah santon, flavonoid, kumarin, benzofenon dan lain-lain. Senyawa metabolit sekunder inilah yang berpotensi sebagai agen untuk mempertahankan diri (protectant), agen penarik polinator (attractant), dan agen penolak gangguan (reppelant) bagi tumbuhan [2].
Salah satu famili tumbuhan tingkat tinggi yang banyak ditemukan didaerah tropis adalah Clusiaceae. Tumbuhan dari famili clusiaceae merupakan tumbuhan tingkat tinggi yang kebanyakan berupa terna serta terdiri dari 40 genus dan 1200 [3]. Salah satu genus dari famili ini, yaitu Garcinia berpotensi memiliki berbagai bioaktivitas, karena tumbuhan dari genus ini memiliki berbagai kandungan senyawa metabolit sekunder. Salah satu senyawa metabolit sekunder yang berpotensi memilki bioaktivitas adalah santon dan Garcinia merupakan genus terbesar sebagai penghasil senyawa santon, khususnya santon terisoprenilasi. Senyawa-senyawa metabolit sekunder
yang ditemukan memiliki kemampuan bioaktivitas yang bermacam-macam seperti anti HIV antibakteri [2], anti fungal [4], antioksidan [5], antimalaria [6] dan lain-lain. Salah satu spesies dari genus Garcinia yang endemik di wilayah timur Indonesia, tepatnya berasal dari hutan Saumlaki kabupaten Maluku Tenggara Barat adalah Garcinia cylindrocarpa, dengan ciri-ciri yaitu memiliki tinggi mencapai 15-20 m, diameter batang 20-30 cm, memiliki daun yang lebar, kulit buah berwarna merah muda dengan rasa yang asam [7]. Berdasarkan penelitian sebelumnya, kandungan senyawa santon dari tumbuhan ini positif memiliki bioaktivitas sebagai antimalaria. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan senyawa dari fraksi lain yang memiliki bioaktivitas lain khususnya sebagai antioksidan, sehingga dapat memperkaya jenis senyawa aktif dari G. cylindrocarpa. II. URAIAN PENELITIAN 2.1 Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain seperangkat alat gelas pinset, oven, neraca analitik, seperangkat alat rotary evaporator, seperangkat alat kromatografi kolom grafitasi (KKG), seperangkat alat kromatografi cair vakum (KCV), seperangkat alat kromatografi lapis tipis (KLT), lampu ultra violet (UV) dengan λ 256 nm dan 366 nm , seperangkat alat ukur titik leleh (micro-melting point apparatus Fisher John) , seperangkat alat spektrofotometer UV-Vis 1700 Shimadzu, spektrofotometer FTIR-8400 Shimadzu dan DELTA2_NMR JEOL RESONANCE 400 MHz. Bahan yang digunakan adalah ekstrak metanol pekat kulit batang G. cylindrocarpa, pelarut teknis dan pro analisis (p.a) seperti n-heksan, metanol (MeOH), etil asetat (EtOAc), kloroform (CHCl 3 ), metilen klorida (CH 2 Cl 2 ), plat kromatografi lapis tipis alumunium silika gel Merck 60 F 254 :0,25mm ukuran 20x20cm, silika gel 60 (35-70 mesh ASTM) untuk impregnasi, silika gel 60 GF 254 untuk kolom kromatografi, pereaksi penampak noda serium sulfat (Ce(SO 4 ) 2 ), kapas, kertas saring whatman, alumunium foil, plastik wrap, reagen geser UV antara lain NaOH, AlCl 3 , dan HCl, KBr, serta CDCl 3 .
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No.1, (2014) 1-6 2.2 Prosedur Kerja 2.2.1 Persiapa Bahan Sampel kulit batang G. cylindrocarpa diperoleh dari hutan Saumlaki Kepulauan Maluku Tenggara Barat. Pada penelitian sebelumnya sampel telah dilakukan proses ekstraksi menggunakan metanol. Pada penelitian ini akan melanjutkan proses isolasi dan pemisahan dari ekstrak metanol tersebut. 2.2.2 Uji Pendahuluan Ekstrak metanol pekat dari kayu batang G. cylindrocarpa sebanyak 1 g dimasukkan kedalam vial, kemudian ditambahkan pelarut metanol. Selanjutnya dilakukan uji KLT menggunakan 4 pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang berbeda yakni menggunakan eluen tunggal metanol, etil asetat, metilen klorida dan n-heksan untuk mengetahui eluen yang tepat digunakan untuk pemisahan pada proses fraksinasi. Noda hasil KLT dideteksi menggunakan sinar lampu UV kemudian disemprot dengan reagen penampak noda yaitu serium sulfat (Ce(SO 4 ) 2 ) dan dipanaskan didalam oven selama 5 menit. 2.2.3 Isolasi dan Pemurnian Senyawa dari Kulit Batang G. cylindrocarpa Terdapat beberapa langkah untuk mengisolasi ekstrak metanol pekat kulit batang G. cylindrocarpa. Langkah pertama yakni pemisahan menggunakan metode kromatografi cair vakum (KCV). Ekstrak metanol diambil sebanyak 138 gram dalam pelarut metanol, dengan massa silika impreg sebanyak 240 gram. Proses KCV dilakukan dengan menggunakan eluen tunggal yang ditingkatkan kepolarannya, yaitu n-heksan 6x300 ml, metilen klorida 6x300 ml, etil asetat 6x300 ml, dan metanol 6x300 ml. Hasil elusi dari tiap-tiap pelarut ditampung dalam beberapa vial. Fraksi-fraksi yang memiliki Rf yang sama digabung menjadi satu vial dan dilakukan monitoring pada plat KLT menggunakan eluen n-heksan:etil asetat 30%. Dari proses KCV dihasilkan 6 fraksi gabungan (fraksi A-F). Keenam fraksi gabungan tersebut dipekatkan menggunakan rotary evaporator dan diperoleh massa unuk masing-masing fraksi gabungan yaitu fraksi A (4,6845 gram), fraksi B (2,2235 gram), fraksi C (0,6457 gram), fraksi D (8,9587 gram), fraksi E (0,16 gram) dan fraksi F (3,3603 gram). Dilakukan monitoring lagi untuk hasil fraksinasi dari KCV, sehingga diperoleh 6 fraksi gabungan (A-F). Uji KLT dilakukan dengan menggunakan eluen n-heksan:etil asetat 70%. Vial yang memiliki Rf sama kemudian digabung lagi. Sehingga diperoleh 3 fraksi gabungan yang lebih sederhana yaitu fraksi G (fraksi E), fraksi H (fraksi gabungan A,B dan F), serta fraksi I (fraksi gabungan C dan D). Massa yang diperoleh untuk masing-masing fraksi adalah fraksi G (0,16 gram), fraksi H (10,92 gram) dan fraksi I (8,96 gram). Berdasarkan profil noda dari ketiga fraksi gabungan tersebut, diputuskan bahwa fraksi H sebanyak 10,92 gram yang selanjutnya akan digunakan untuk proses pemisahan selanjutnya. Proses fraksinasi untuk fraksi gabungan H menggunakan metode Kromatografi Cair Vakum dengan eluen n-heksan:etil asetat mulai dengan perbandingan 5%, 10%, 15% yang selanjutnya ditingkatkan kepolarannya hingga 50%. Massa silika kolom yang digunakan sebesar 55 gram dan massa silika impreg 30 gram. Dari proses KCV terhadap kelompok H, dihasilkan 87 vial dan kemudian hasil
2 fraksinasi dimonitoring dengan plat KLT menggunakan eluen metilen klorida:etil asetat 6%. Vial-vial yang memiliki nilai Rf sama digabung dalam satu vial. Fraksi yang diperoleh dipekatkan menggunakan rotary evaporator dan ditimbang massanya, sehingga dihasilkan 6 kelompok fraksi gabungan yang diberi nama fraksi H A (0,2 gram), H B (0,4306 gram), H C (2,4 gram), H D (4,695 gram), H E (1,47 gram), dan H F (1,77 gram). Fraksi H E (1,47 gram) dilakukan pemisahan kembali menggunakan metode KCV. Massa silika kolom yang digunakan adalah 27 gram dan massa silika impregnya 4,5 gram. Eluen yang digunakan untuk proses elusi adalah nheksan:metilen klorida mulai dari 10%-95% yang selanjutnya ditingkatan kepolarannya setiap 5%. Proses KCV terhadap kelompok H E menghasilkan 110 vial yang kemudian dimonitoring dengan KLT menggunakan eluen metilen klorida:etil asetat 2%. Vial-vial yang memiliki nilai Rf sama digabung menjadi 1 viaL, sehingga dihasilkan 7 kelompok fraksi gabungan yang diberi nama fraksi H E -1 (0,26 gram), H E -2 (0,35 gram), H E -3 (0,22 gram), H E -4 (0,14 gram), H E -5 (0,21 gram), dan H E -6 (0,16 gram). selanjutnya dipisahkan kembali Fraksi H E -2 menggunakan metode kromatografi kolom gravitasi (KKG) dengan eluen metilen klorida:etil asetat 40%-55%. Proses elusi menggunakan eluen campuran yang ditingkatkan kepolarannya setiap 5%. Massa silika kolom yang digunakan sebesar 10 gram. Dilakukan monitoring dengan KLT menggunakan eluen metilen klorida:etil asetat 3%. Vial-vial yang memiliki Rf yang sama digabung menjadi satu vial dan dimonitoring menggunakan KLT. Vial-vial tersebut kemudian diuapkan pelarutnya dengan cara didiamkan dalam keadaan terbuka pada suhu ruang. Setelah satu hari, terbentuk kristal seperti jarum dari vial 12 dan selanjutnya dilakukan proses rekristaliasi menggunakan pelarut n-heksan panas. Kristal tersebut dilarutkan dalam suhu panas hingga benar-benar larut sempurna kemudian didinginkan hingga kristal terbentuk kembali. Kristal yang terbentuk kembali selanjutnya disaring vakum. Diperoleh kristal sebesar 0,089 gram yang disebut senyawa 1. 2.2.4 Uji Kemurnian Kristal senyawa 1 kemudian diuji kemurniannya. Uji kemurnian yang pertama yakni uji tiga eluen. Setiap kristal dimonitoring menggunakan tiga eluen yang memiliki tingkat kepolaran yang berbeda yaitu menggunakan eluen metilen klorida:etil asetat 1%, metanol:kloroform 5% dan nheksan:etil asetat 30% di atas plat KLT. Uji kemurnian yang kedua yaitu mengukur titik leleh kristal. Satu atau dua butir kristal diletakkan diatas object glass yang diletakkan pada plat titik leleh Fisher John. Suhu pada alat dinaikkan bertahap sambil diamati perubahan kristal. Titik leleh senyawa murni diperoleh saat kristal mulai meleleh sampai meleleh sempurna dengan rentang suhu ± 1°C. Senyawa 1 memiliki rentang suhu sebesar 187188. Kristal yang telah dinyatakan murni selanjutnya dilakukan uji spektroskopi UV-Vis, IR dan 1H dan 13C NMR. 2.2.5 Pengujian dengan spektroskopi Spektroskopi UV-Vis diatur pada λ 200-400 nm dan dicatat λ maks yang diserap dalam bentuk spektrum antara λ dan absorbansi. Kristal murni yang diperoleh dari hasil isolasi diambil 1 mg, kemudian kristal dilarutkan ke dalam blanko yaitu 10 ml metanol p.a. Larutan metanol sampel
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No.1, (2014) 1-6 dimasukkan kedalam kuvet. Selanjutnya sampel dilakukan uji pengukuran panjang gelombang UV, kemudian larutan ditambahkan NaOH, 2-3 tetes AlCl 3 serta HCl secara berurutan sebagai pereaksi geser untuk melihat pergeseran puncak pada spektrum yang diperoleh dan dilakukan uji pengukuran panjang gelombang UV untuk setiap penambahan pereaksi geser. Kristal murni dari hasil isolasi diambil 1 mg, kemudian dilarutkan kedalam KBr dengan cara digerus sampai homogen. Campuran dimasukkan kedalam alat pembuat pellet, sehingga didapatkan pellet dengan ketebalan ± 1 mm. Plat diletakkan pada wadah plat kemudian diukur serapannya dengan alat FTIR-8400 Shimadzu dengan tampilan spektrum menunjukkan puncak-puncak yang menunjukkan gugus-gugus tertentu dengan grafik perbandingan serapan bilangan gelombang terhadap transmittan (%T). Kristal murni dari hasil isolasi diambil ±10 mg, kemudian dilarutkan dalam 0,5 ml pelarut bebas proton yaitu CDCl 3 . Larutan sampel senyawa 1 dimasukkan kedalam tabung injeksi kemudian diletakkan dalam spektrometer NMR (Agilent DD2 400 MHz). III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Senyawa 1 Kristal senyawa 1 dilakukan uji kemurnian dengan cara monitoring menggunakan KLT dengan tiga eluen yang memiliki tingkat kepolaran yang berbeda. Senyawa 1 diuji KLT menggunakan eluen n-heksan:etil asetat 30%, metilen klorida:etil asetat 1% dan kloroform:metanol 5% (Gambar 2.1). Selain uji kemurnian menggunakan KLT, uji kemurnian juga dilakukan dengan uji titik leleh menggunakan alat titik leleh Fisher John Apparatus. Senyawa 1 memiliki titik leleh dengan rentang 187-188 °C. 1. Kloroform:metanol 5% 2. Metilen klorida:etil asetat 1% 3. n-Heksan:etil asetat 30%
1
2 3 Gambar 3.1 Kromatogram hasil uji tiga eluen senyawa 1
Kristal senyawa 1 yang dihasilkan berbentuk kristal berwarna kuning. Setelah dilakukan uji kemurnian kemudian dilakukan uji spektroskopi UV pada λ 200-400nm ditambah dengan pereaksi geser NaOH, AlCl 3 dan HCl, uji spektroskopi IR dan uji spektroskopi 1H dan 13C NMR. Hasil karakterisasi UV terhadap senyawa 1 terdapat pergeseran pada λ maks 289,00nm yang menunjukkan adanya eksitasi elektron dari orbital π-π* hal ini memberikan informasi adanya ikatan rangkap yang terkonjugasi (=CC=C-C) dalam sistem aromatik. Terdapat pula pergeseran pada λ maks 335,20 yang menunjukkan adanya eksitasi elektron dari orbital n-π* menandai adanya eksitasi elektron bebas dari heteroatom ke ikatan rangkap terkonjugasi pada aromatik (-C=C-C=O). Hal ini mengindikasikan bahwa kerangka senyawa 1 memiliki sistem aromatik yang tersubstitusi gugus heteroataom.
3 Pengukuran spektroskopi UV senyawa 1 dilanjutkan dengan penambaham basa NaOH. Terjadi pergeseran batokromik dari spektrum UV, pada λ maks 335,20 nm ke 382,60 nm (Gambar 4.8) yang menunjukkan adanya gugus hidroksi yang khelat dengan gugus karbonil. Penambahan pereaksi geser AlCl 3 dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat gugus ortohidroksi yang ditandai dengan pergeseran batokromik setelah penambahan AlCl 3 . Namun berdasarkan spektrum UV senyawa 1 tidak terjadi pergeseran batokromik sehingga diperkirakan pada kerangka dasar senyawa 1 tidak terdapat gugus ortohidroksi. Berdasarkan spektrum UV dari senyawa 1 maka dapat disimpulkan bahwa senyawa 1 memiliki kerangka dasar aromatik yang tersubstitusi gugus heteroatom dan terdapat gugus hidroksi yang terkhelat dengan karbonil. Hasil karakterisasi IR terhadap senyawa 1 menghasilkan3 puncak pada bilangan gelombang 1602 cm-1 yang menunjukkan adanya puncak serapan khas dari gugus karbonil (C=O) yang terkhelat dengan gugus –OH. Puncak pada ν maks 3336 cm-1 menunjukkan adanya gugus –OH, sedangkan puncak khas pada ν maks 1315 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi dari gugus C-O. Adanya sistem aromatik ditunjukkan dengan adanya puncak pada bilangan gelombang 1460-1433 cm-1, sedangkan puncak pada daerah 2900-3000 cm-1 merupakan pergeseran yang khas dari gugus C-H dengan hibridisasi sp3 yang diperkirakan berasal dari gugus metoksi dan metil. Hasil spektrum IR dari senyawa 1 mendukung hasil spektrum UV yang menyatakan bahwa senyawa 1 memiliki kerangka dasar senyawa santon yang memiliki gugus fenol, serta terdapat kemungkinan tersubstitusi gugus metoksi. Untuk mendukung hasil spektroskopi UV dan IR, selanjutnya dilakukan pengukuran spektroskopi 1H NMR dan 13C NMR terhadap senyawa 1. Spektrum 1H NMR senyawa 1 memperlihatkan sedikitnya terdapat 9 sinyal proton. Hasil analisis integrasi spektrum 1H NMR menunjukkan bahwa senyawa 1 memiliki 18 proton. Protonproton dari senyawa 1 terdiri dari sinyal singlet pada δ H 13,24 (1H, s, -OH) yang menunjukkan adanya gugus hidroksi yang terkhelat dengan karbonil, sehingga data ini memperkuat data spektroskopi UV dan IR sebelumnya. Adanya sinyal doblet pada δ H 5,60 (1H, d, J= 6,5 Hz) dan δ H 6,74 (1H, d, J=6,5 Hz) merupakan pergeseran yang khas untuk proton cis-olifinik pada cincin piran yang terikat langsung pada kerangka dasar santon, serta terdapat sinyal proton yang lain pada pergeseran δ H 1,46 (6H, s) merupakan pergeseran yang khas untuk proton dari dua gugus metil dan saling ekivalen yang terikat pada cincin piran. Adanya pergeseran yang khas dari proton-proton tersebut, dapat disimpulkan bahwa proton-proton tersebut tersubstitusi pada cincin piran atau kromen yang terikat langsung pada kerangka dasar santon. Selain itu, terdapat dua proton singlet pada δ H 7,38 (1H, s) dan δ H 6,29 (1H, s) menunjukkan adanya proton aromatik yang berposisi para terhadap proton yang lain karena kedua proton tersebut memiliki multiplisitas singlet serta tidak memiliki coupling konstan (J), sedangkan adanya pergeseran pada δ H 6,42 (1H, s) menunjukkan adanya proton aromatik yang terisolasi. Sinyal proton pada δ H 3,98 (1H, s) dan δ H 4,06 (1H, s) merupakan pergeseran yang khas untuk dua gugus metoksi. Berdasarakan analisa dari spektrum 1H NMR, maka disarankan senyawa 1 memiliki struktur kerangka dasar
4
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No.1, (2014) 1-6 santon yang tersubstitusi oleh satu gugus hidroksi, satu cincin piran, dua gugus metoksi, dan tiga proton aromatik. Hasil analisis dengan spektrum 13C NMR memperlihatkan bahwa pada senyawa 1 memiliki sedikitnya 20 atom karbon. Diantaranya adalah pergeseran δ C 181,1 merupakan pergeseran untuk atom karbon pada gugus karbonil. Selain itu terdapat 5 atom karbon metin sp2 pada pergeseran δ C 95,81 (C-4), 115,46 (C-5), 99,80 (C-8), 113,02 (C-1’), dan 127,65 (C-2’), terdapat pula 10 atom karbon quartener sp2 pada δ C 160,32 (C-1), 104,73 (C-2), 157,46 (C-4a), 145,86 (C-4b), 134,57 (C-7), 144,79 (C-6), 145,09 (C-8a), 78,16 (C-3’), 179,90 (C-9) dan 103,22 (C8b), dua atom karbon metoksi pada δ C 56,64 (C-7) dan δ C 61,71 (C-6) dan dua atom karbon metil dari cincin piran pada δ C 28,38 (C-4’ dan C-5’). Berdasarkan data spektrum 1H dan 13C NMR maka dapat diketahui bahwa senyawa 1 merupakan senyawa santon yang tersubstitusi dua gugus –OMe dan satu kromen. Data pergeseran 1H dan 13C NMR senyawa 1 dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Data pergeseran 1H dan 13C NMR senyawa 1 Posisi 1 2 3 4 4a 4b 5 6 7 8 8a 8b 9 1’ 2ʹ 3ʹ 4ʹ 5ʹ 6-OMe 7-OMe
δH
δC
13,241 (1H,s)
160,32 104,73 156,83 95,81 157,46 145,86 115,46 144,79 134,57 99,80 145,09 103,22 179,90 113,02 127,65 78,16 28,38 28,38 61,71 56,64
6,423 (1H,s)
6,289 (1H,s)
7,38 (1H,s)
6,72 (1H,d,J=6,5) 5,60 (1H,d,J=6,5) 1,46 (3H, s) 1,46 (3H, s) 4,06 (3H, s) 3,98 (3H, s)
Analisis lebih lanjut untuk menentukan posisi masing-masing subtituen pada kerangka santon maka dilakukan pengukuran dengan NMR dua dimensi yaitu HSQC dan HMBC. Pengukuran korelasi HSQC digunakan untuk mengetahui korelasi dari pergeseran kimia karbon dengan pergeseran kimia proton, yang menunjukkan dimana posisi proton tersebut terikat langsung pada karbon, sedangkan korelasi HMBC untuk mengetahui korelasi jarak jauh antara proton dan karbon tetangga. Berdasarkan hasil analisis dari korelasi HSQC (Tabel 3.2), diketahui bahwa proton pada δ H 1,45 (H-4ʹ dan H-5ʹ) berkorelasi dengan δ C 28,5 (C-4’ dan C-5’), proton δ H 3,98 (7-OMe) berkorelasi dengan δ C 56,64 dan proton δ H 3,98 (6-OMe) berkorelasi dengan δ C 61,71, sehingga kita dapat mengetahui posisi karbon dimana gugus metoksi tersebut tersubstitusi. Proton dari cincin piran pada δ H 5,60 (H-2ʹ) dan δ H 6,73 (H-1ʹ) berkorelasi masing-masing ke δ C 127,65 (C-2ʹ) dan δ C 113,02 (C-1ʹ), sedangkan proton aromatik dengan pergeseran δ H 6,42 (H-4) berkorelasi ke karbon metin sp2 dengan pergeseran δ C 95,81 (C-4), δ H 6,29 (H-5) berkorelasi ke karbon metin sp2 dengan pergeseran δ C
145,09 (C-5), dan δ H 7,38 (H-8) berkorelasi dengan karbon metin sp2 dengan pergeseran δ C 99,80 (C-8). Dari hasil korelasi HSQC, dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga proton yang terikat langsung dengan karbon dari kerangka santon. Visualisasi korelasi HSQC pada struktur senyawa 1 terlihat pada Gambar 3.2. H O
8 8a
7
H
OH
O
H
8b
1
2
1'
9
O
6
5
H
4b
O
H
2'
4a
4
H
3
O 3'
H 4' 5'
H
Gambar 3.2 Korelasi HSQC antar proton dan karbon pada senyawa 1 Tabel 3.2 Data korelasi HSQC dan HMBC senyawa 1 HSQC δH HMBC 13,241 (1H,s) 6,423 (1H,s)
160,32 (C-1)
6,289 (1H,s)
115,46 (C-5)
7,38 (1H,s)
99,80 (C-8)
6,72 (1H,d,J=6,5) 5,60 (1H,d,J=6,5) 1,46 (3H, s)
127,65 (C-2’)
1,46 (3H, s)
28,38 (C-5’)
4,06 (3H, s)
61,71 (C7OMe) 56,64 (C6OMe)
3,98 (3H, s)
95,81 (C-4)
113,02 (C-1’) 28,38 (C-4’)
160,32 (C-1), 104,73 (C-2); 103,22 (C-8b), 157,46 (C-4a); 179,90 (C-9) 156,83 (C-3), 104,73 (C-2), 157,46 (C-4a), 103,22 (C-8b), 160,32 (C-1) 145,86 (C-4b), 134,57 (C-7), 144,79 (C-6) 145,09 (C-8a), 145,86 (C-4b), 144,79 (C-6), 134,57 (C-7), 179,90 (C-9) 104,73 (C-2), 156,83 (C-3), 78,16 (C3’), 160,32 (C-1), 95,81 (C-4) 104,73 (C-2), 78,16 (C-3’), 160,32 (C1) 78,16 (C-3’), 127,65 (C-2’), 113,02 (C-1’) 78,16 (C-3’), 127,65 (C-2’), 113,02 (C-1’) 56,64 (C-7OMe), 144,79 (C-6) 61,71 (C-6OMe), 134,57 (C-7)
Pembuktian lebih lanjut untuk mengetahui substituen yang terikat langsung pada kerangka santon yaitu berdasarkan hasil analisis dari korelasi HMBC (Tabel 3.2). Terdapat korelasi antara proton pada gugus -OH yang khelat dengan karbonil yaitu pada δ H 13,24 (H-1) berkorelasi dengan δ c 160,32 (C-1), 104,73 (C-2), 179,9 (C-9) dan 103,22 (C-8b). Letak kromen yang tersubstitusi pada atom karbon C-2 dan C-3 pada cincin A dibuktikan dari korelasi HMBC yang dihasilkan, yaitu adanya δ H 6,72 (H-1’) berkorelasi dengan karbon quartener sp2 δ C 104,73 (C-2) dan 156,83 (C-3), serta berkorelasi dengan karbon yang tersubstitusi gugus hidroksi yaitu δ C 160,32 (C- 1), dan berkorelasi dengan karbon δ C 95,81 (C-4) dan 78,16 (C-3’), serta proton δ H 5,60 (H-2ʹ) berkorelasi dengan karbon quartener sp2 δ C 78,16 (C-3ʹ), δ C 104,73 (C-2), dan δ C 160,32 (C-1), selain itu terdapat pula pergeseran dari proton pada gugus metil yang tersubstitusi pada cincin piran dengan pergeseran δ H 1,46 (H-4’ dan H-5’) yang berkorelasi dengan dengan pergeseran karbon karbon quartener sp2 δ c 78,16 (C-3’), karbon metin sp2 δ C 127,65 (C-2’), dan δ C 113,02 (C-1’) yang menunjukkan kromen terikat pada posisi C-2 dan C-3 pada cincin A dari kerangka dasar santon. Selanjutnya proton aromatik terisolasi dengan δ H 6,42 berkorelasi dengan empat karbon quartener sp2 yaitu δ C 156,83 (C-3), 104,73 (C-2), 157,46 (C-4a), dan 103,22 (C-8b) serta dengan δ C 160,32 (C-1) yang
5
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No.1, (2014) 1-6 menunjukkan posisi proton aromatik ini tersubstitusi di C-4, sedangkan proton yang berposisi para terletak pada C-5 dan C-8, hal ini dibuktikan dengan korelasi proton δ H 6,29 (H-5) berkorelasi dengan karbon quartener sp2 δ C 145,86 (C-4b), serta dengan dua karbon metin sp2 δ C 134,57 (C-6) dan 144,79 (C-7), sehingga proton ini berada di C-5. Proton dengan pergeseran δ H 7,38 (H-8) yang berposisi para terhadap H-5 terletak di posisi C-8, yang dibuktikan dengan adanya korelasi dengan pergeseran dua karbon quartener sp2 δ C 115,46 (C-8a) dan 145,86 (C-4b), dengan karbon karbonil δ C 179,90 (C-9), serta dengan dua karbon metin sp2 δ C 144,79 (C-7) dan 134,57 (C-6). Berdasarkan hasil dari analisa korelasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dua gugus metoksi tersubstitusi pada karbon C-6 dan C-7 pada cincin B dari kerangka santon. Proton dari gugus metoksi dengan pergeseran δ H 4,06 berkorelasi dengan δc 134,57 (C7) dan δ C 56,64 (C-6OMe) sehingga gugus metoksi ini tersubstitusi pada atom karbon nomor C-7, sedangkan proton dari gugus metoksi lain dengan pergeseran δ H 3,98 berkorelasi dengan pergeseran karbon δc 144,79 (C-6) dan δc 61,71 (C-7OMe), sehingga gugus metoksi ini tersubstitusi pada atom karbon C-6. Visualisasi korelasi HMBC pada struktur senyawa 1 terlihat pada Gambar 3.3. H
H H
O
1
8
O
8a
7
H
O
9
8b
1'
H
2
2 '
6 5
3
4a
4b
O
O
H
3'
O
4
H
4'
5'
H
H
Gambar 3.3 Korelasi HMBC antar proton dan karbon pada senyawa 1 Berdasarkan data hasil korelasi HMBC, maka struktur senyawa 1 diberi nama 1-hidroksi-6,7-dimetoksi(3ʹ,3ʹ:2,3)-dimetilpirano-santon. Struktur dari senyawa 1 adalah sebagai berikut : O
membentuk senyawa antioksidan yang bersifat radikal tak reaktif [9]. Reaksi radikal bebas terdiri dari tiga tahap, yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Inisiai terjadi pada awal pembentukan radikal-radikal bebas, yaitu saat terjadi pemutusan secara homolitik atom nitrogen dari DPPH. Propagasi terjadi saat atom nitrogen radikal merebut atom hidrogen dari senyawa antioksidan, sehingga menghasilkan senyawa antioksidan radikal tak reaktif. Terminasi terjadi saat penggabungan radikal bebas dari DPPH dengan hidrogen, sehingga terbentuk ikatan baru [8]. Hasil uji positif secara kualitatif diamati secara visual dari senyawa santon yang bersifat antioksidan dengan menggunakan plat KLT. Terbentuknya noda berwarna kuning tua kecoklatan dari reagen DPPH yang telah direaksikan dengan ekstrak pekat metanol dari G. Cylindrocarpa karena warna asli dari reagen DPPH sendiri sebelum direaksikan dengan ekstrak pekat adalah berwarna ungu tua. Jika ekstrak pekat positif memiliki bioaktivitas sebagai antioksidan, otomatis senyawa-senyawa yang terkandung di dalamnya juga positif memiliki bioaktivitas sebagai antioksidan, sehingga senyawa 1 juga positif sebagai antioksidan. Hal tersebut dibuktikan dengan munculnya noda berwarna kuning kecoklatan pada plat KLT dari senyawa 1, sehingga senyawa 1 juga positif memiliki bioaktivitas sebagai antioksidan. Perubahan warna dari ekstrak metanol tersebut membuktikan bahwa telah terjadi reaksi penangkapan hidrogen dari senyawa santon oleh reagen DPPH. Warna ungu dari reagen DPPH sendiri, lama-lama akan pudar dan berubah menjadi kuning kecoklatan. Dengan demikian, semakin kuat kapasitas antioksidan suatu senyawa, maka semakin pudar warna ungu yang dihasilkan, sehingga senyawa 1 memiliki bioaktivitas dengan hasil uji positif sebagai antioksidan. Uji DPPH merupakan metode yang mudah untuk mengamati sejumlah kecil molekul antioksidan karena reaksi dapat diamati secara visual menggunakan KLT (Gambar 3.4).
OH
MeO MeO
O
O
(1) 3.2 Uji bioaktivitas antioksidan secara kualitatif terhadap senyawa 1 Pengujian antioksidan terhadap senyawa 1 dilakukan secara kualitatif menggunakan reagen 2,2 difenil1- pikrilhidrazil (DPPH) yang hasilnya dimonitoring menggunakan KLT. Reagen DPPH berfungsi sebagai sumber radikal bebas dimana prinsipnya yaitu terjadi reaksi penangkapan hidrogen dari suatu zat antioksidan [8]. Dalam penelitian ini, zat antioksidan yang akan diuji adalah senyawa santon. Jika suatu senyawa antioksidan yang bersifat stabil direaksikan dengan reagen DPPH, maka senyawa antioksidan tersebut akan menetralkan atom nitrogen radikal dari DPPH, dengan cara menyumbangkan atom hidrogennya kepada atom nitrogen radikal, sehingga
a b Gambar 3.4 (a) Hasil KLT ekstrak pekat metanol sesudah direaksikan dengan reagen DPPH (b) Senyawa 1 sesudah direaksikan dengan reagen DPPH IV. KESIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini berdasarkan hasil diskusi yang dipaparkan pada bab III adalah dihasilkan senyawa 1-hidroksi-6,7-dimetoksi(3ʹ,3ʹ:2,3)-dimetilpirano-santon (1) dari ekstrak metanol kulit batang G. cylindrocarpa. Senyawa 1 memiliki titik leleh 187-188 °C senyawa tersebut diperkirakan merupakan senyawa santon. Senyawa 1 positif memiliki bioaktivitas sebagai antioksidan ketika direaksikan dengan reagen DPPH.
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No.1, (2014) 1-6 V. UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga artikel ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Tulisan ini tidak dapat terwujud tanpa bantuan, dukungan dan dorongan dari semua pihak, untuk ini penulis sangat berterima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Taslim Ersam selaku Dosen Pembimbing atas waktu, arahan, pemahaman dan segala diskusi serta semua ilmu yang bermanfaat selama penyusunan tugas akhir. 2. Bapak Hamzah Fansuri, Ph.D, selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA. 3. Bapak Dr. Agus Wahyudi, selaku Dosen Wali atas bantuan dan arahannya selama masa perkuliahan di Jurusan Kimia FMIPA ITS. DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3] [4] [5]
[6]
[7] [8]
[9]
Ersam, T., “Senyawa Kimia Mikromolekul Beberapa Tumbuhan Artocarpus Hutan Tropika Sumatra Barat” Disertasi, PPs. ITB, Bandung (2001) A. Riyanto, “Isolasi dan Uji Antibakteri Senyawa Santon dari Kayu Akar Garcinia tetranda Pierre”. Tesis, Kimia, FMIPA, ITS, Surabaya (2006) Bennett G. J. dan Lee H., “Xanthones from guttiferae”. Phytochemistry 28, (1989) 967–998. V. Peres, T. J. Nagem, “Trioxygenated Naturally Occuring Xanthones”. Phytochemistry 44(2), 191-194, (1997) 200-203. G. Gopalakrishnan, B. Banumarthi, and G. Suresh, “Evaluation of the antifungal activity of natural xanthones from Gacinia mangostana and their synthetic derivatives”. Journal Natural Product 60, (1997) 22-519. Y. Purwaningsih, dan T. Ersam, “Senyawa Santon Sebagai Antioksidan dari Kayu Batang Garcinia tetranda Pierre”. Akta Kimindo Vol. 2 No. 2 April 2007: 103 – 108. ( 2007) A. Batlayar, “Kajian Kimiawi Santon dan Uji Antimalaria dari Kulit Batang Garcinia cylindrocarpa”, Tesis, Kimia, FMIPA, ITS. (2009) Linuma, M., “Two Xanthones with a 1,1-dimethylallyl Group in Root Bark of Garcinia Subelliptica”, Phytochemistry 39, (1997) 945-947. Skoog, D. A., West, D. M., “Principles of Instrumental Analysis, Edisi kedua”, Saunders College, Philadelphia (1980)
6