JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol.1 No. 1 (2014)
1
ISOLASI 1-HIDROKSI-5,6,8-TRIMETOKSI-(3',3':2,3)DIMETILPIRANOSANTON DARI EKSTRAK METANOL KULIT BATANG Garcinia cylindrocarpa Prasiska Eviati dan Taslim Ersam Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected]
Abstrak-Senyawa santon, 1-hidroksi5,6,8-trimetoksi(3’,3’:2,3)-dimetilpiranosanton (1), berhasil diisolasi dari ekstrak metanol kulit batang Garcinia cylindrocarpa menggunakan metode kromatografi cair vakum (KCV) dan pemurnian menggunakan metode rekristalisasi. Karakterisasi senyawa menggunakan spektroskopi UV, IR dan NMR. Senyawa tersebut menunjukkan potensi sebagai anioksidan ketika dilakukan pengujian menggunakan DPPH. Kata santon.
Kunci—antioksidan,
Garcinia
cylindrocarpa,
KCV,
I. PENDAHULUAN
T
umbuhan memiliki peran penting dalam kehidupan manusia, yaitu di bidang pangan, sandang, maupun papan. Sejak dulu nenek moyang telah memanfaatkan tumbuhan sebagai sumber makanan, bahan untuk membangun rumah atau membuat perabot rumah tangga, serta sebagai obat-obatan. Salah satu tempat yang menyimpan potensi tumbuhan paling beranekaragam adalah hutan tropis. Hal ini disebabkan oleh letaknya yang berada di dalam wilayah garis lintang beriklim tropis sehingga memiliki curah hujan dan suhu yang tinggi. Keanekaragaman ekosistem dalam hutan tropis tersebut akan berpengaruh terhadap tingginya keanekaragaman hayati dan tingkat endemik [1]. Indonesia adalah salah satu negara kepulauan terbesar yang terletak di daerah beriklim tropis, memiliki keanekaragaman ekosistem dan termasuk negara megabiodiversity kedua setelah Brazil. Sekitar 54% dari seluruh spesies tumbuhan di dunia terdapat di hutan tropis, dimana tidak kurang dari 250.000 spesies merupakan tumbuhan tingkat tinggi, dan 30.000 spesies di antaranya terdapat di Indonesia [1]. Tumbuhan merupakan gudang senyawa-senyawa organik bahan alam dalam bentuk senyawa metabolit primer dan metabolit sekunder. Senyawa metabolit primer digunakan untuk menyusun kelangsungan hidup tumbuhan, sedangkan senyawa metabolit sekunder digunakan untuk mempertahankan eksistensinya terhadap gangguan predator atau ekosistem. Fungsi senyawa metabolit sekunder antara lain, sebagai alat pemikat (attractant), alat penolak (reppellant), dan alat pelindung (protectant) [2]. Berdasarkan penelitian terdahulu, dilaporkan bahwa senyawa-senyawa metabolit sekunder memiliki berbagai aktivitas biologis dan farmakolois seperti antileukimia, hipoglisemik [3], sitotoksik, antimikroba,
antifungal, aktivitas pengahambat HIV, antimalaria dan antioksidan [4]. Famili Clusiaceae merupakan salah satu famili tumbuhan tingkat tinggi, memiliki sekitar 40 genus dan 1200 spesies yang tersebar terutama di daerah tropis dataran rendah [5]. Beberapa genus di antaranya seperti, Calophyllum, Garcinia, Cratoxylum, Mesua, dan Mammea berada di hutan tropis Indonesia [6] dengan genus Garcinia merupakan salah satu genus penting dari famili Clusiaceae. Hal ini dikarenakan tumbuhan dari genus tersebut merupakan penghasil utama senyawa-senyawa turunan santon teroksigenasi dan terprenilasi yang telah dilaporkan banyak mempunyai aktivitas biologis dan farmakologis [7] misalnya sebagai antioksidan. Berbagai penelitian telah melaporkan bahwa senyawa-senyawa santon yang berhasil diisolasi dari genus Garcinia mempunyai kemampuan sebagai antioksidan, antara lain senyawa santon dari Garcinia mangostana [8], Garcinia kola [9], Garcinia brasiliensis [10] dan Garcinia xanthochymus [11]. Salah satu spesies Garcinia yang merupakan tumbuhan endemik Indonesia adalah Garcinia cylindrocarpa. Tumbuhan tersebut berasal dari hutan Saumlaki, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, dikenal dengan nama kogbirat, dan oleh masyarakat sekitar dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk penurun panas tubuh [12]. Penyelidikan kimiawi terhadap kulit batang dan kayu batang tumbuhan G. cylindrocarpa telah dilakukan oleh kelompok Penelitian Aktifitas Tumbuhan ITS (PAKTI) yang sekarang telah berganti nama menjadi NPCS (Natural Product Chemical and Synthesis). Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya telah berhasil diisolasi sembilan senyawa dari tumbuhan G. cylindrocarpa, yaitu 1,6dihidroksi-5,7-dimetoksi-(3’,3’:3,4) dimetil piran santon (4) dan 1,6-dihidroksi-5- metoksi- (3’,3’:3,4) dimetilpiran-(7,8) furansanton (5) [12], 1-hidroksi- 2,5,6,8- tetrametoksi(3’,3’;3,4) dimetilpiranosanton (6) [13], 1,3,5-trihidroksi-4-(3’metil-2-butenil)santon (7) dan 1,5-dihidroksi-1’-1’,4’- trimetil dihidro furan (2’,3’,5’,2,3)- 4-(3”-hidroksi-3”-metilbutenil) santon (8) [14], 1,6-dihidroksi- 5-metoksi-(3’,3’:3,4) dimetil piransanton (9) dan 1,7-dihidroksi-5,6,8-trimetoksi-(3’,3’:3,4) dimetilpiran santon (10) dari ekstrak metanol kulit batang [15] dan senyawa 1,3,7-trihidroksi-4-prenilsanton (11) dan 1,5dihidroksi-6,7,8-trimetoksi-(3’,3’:3,4)-dimetilpiranosanton (12) [16]. Senyawa-senyawa di atas merupakan turunan senyawa santon teroksigenasi, terprenilasi dan tersiklisasi yang membentuk suatu pola jalur biogenesis tertentu. Menurut pola
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol.1 No. 1 (2014) jalur biogenesisnya masih mempunyai peluang ditemukannya senyawa-senyawa santon berbeda, sehingga perlu dilakukaan penelitian lanjutan untuk dapat melengkapi senyawa aktif dari tumbuhan G. cylindrocarpa yang berpotensi sebagai antioksidan. II. URAIAN PENELITIAN 2.1 Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain seperangkat alat gelas, kromatografi lapis tipis (KLT), neraca analitik, kondensor, seperangkat alat kromatografi cair vakum (KCV), peralatan penguap (rotary evaporator Buchi R-11), lampu ultra violet (UV) dengan λ 254 nm dan 366 nm, pompa vakum dan penguji titik leleh (Melting Point Apparatus Fischer John), spektrometer UV-Vis (Shimadzu 1700), spektrometer FTIR (Shimadzu 8400), 1H dan 13C NMR DELTA2_NMR JEOL RESONANCE 400 MHz dan 600 MHz. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak metanol pekat kulit batang tumbuhan Garcinia cylindrocarpa, pelarut organik teknis dan pro analisis (p.a) seperti n-heksana, kloroform (CHCl 3 ), metilen klorida (CH 2 Cl 2 ), etil asetat (EtOAc), aseton, metanol (MeOH), silika gel 60 GF 254 untuk kolom kromatografi, silika gel 60 (35-70 mesh ASTM) untuk impregnasi, penampak noda serium sulfat (Ce(SO 4 ) 2 ) 1,5% dalam H 2 SO 4 2N, reagen geser UV antara lain NaOH, AlCl 3 , dan HCl, KBr dan pelarut CDCl 3 untuk uji NMR dan reagen DPPH. 2.2 Prosedur Kerja 2.2.1 Persiapan Bahan Sampel Sampel yang digunakan adalah ekstrak metanol pekat kulit batang tumbuhan G. cylindrocarpa yang berasal dari kepulauan Maluku Tenggara Barat. Ekstrak pekat tersebut diperoleh dari penenlitian sebelumnya. 2.2.2 Isolasi Senyawa Santon dari Kulit Batang G. cylindrocarpa Sebanyak 138 g ektrak metanol kulit batang G. cylindrocarpa difraksinasi menggunakan kromatografi cair vakum (KCV) dengan eluen tunggal n-heksan, metilen klorida, etil asetat dan metanol secara bertahap. Hasil elusi ditampung dalam botol vial, lalu dimonitoring menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan eluen n-heksan:etil asetat 25%. Fraksi-fraksi yang memiliki harga Rf relatif sama digabung dan diuapkan pelarutnya menggunakan rotary evaporator. Selanjutnya, dilakukan pemisahan terhadap fraksi H menggunakan kromatogravi cair vakum (KCV). Eluen yang digunakan adalah n-heksan:etil asetat (5-50%, etil asetat 100%, metanol 100%). Hasil fraksinasi dimonitoring di atas plat KLT menggunakan eluen metilen klorida:etil asetat 6%. Fraksifraksi dengan Rf relatif sama digabung lalu dievaporasi dan ditimbang.. Fraksi H E (1,47 g) difraksinasi lebih lanjut dengan KCV menggunakan eluen n-heksan:metilen klorida (10-95%, metilen klorida 100%, metanol 100%). Hasil fraksinasi dimonitoring di atas plat KLT menggunakan eluen metilen klorida:etil asetat 2%. Fraksi-fraksi yang dengan Rf relatif sama digabung, dievaporasi dan ditimbang.
2 2.2.3 Pemurnian Senyawa Kristal jarum yang terbentuk pada dasar vial 75 hasil KCV fraksi H E direkristalisasi menggunakan n-heksan. Kristal ditetesi dengan n-heksan panas sedikit demi sedikit hingga semua larut kemudian didinginkan hingga terbentuk kristal kembali dan disaring vakum. 2.2.4 Uji Kemurnian Uji kemurnian pertama yaitu dengan melakukan uji tiga eluen. Dilakukan monitoring di atas plat KLT terhadap kristal yang diperoleh menggunakan tiga eluen yang berbeda kepolarannya yaitu menggunakan n-heksan:etil asetat 20%, metilen klorida:etil asetat 1%, kloroform:metanol 10%. Uji kemurnian kedua yaitu mengukur titik leleh. Sedikit kristal senyawa 1 diletakkan di atas object glass yang diletakkan pada plat titik leleh Fisher John. Suhu pada alat ini dinaikkan secara perlahan-lahan sambil terus diamati perubahan yang terjadi pada kristal. Titik leleh diperoleh saat kristal mulai meleleh sampai meleleh sempurna dengan rentang suhu ± 1°C. 2.2.5 Pengujian dengan Spektroskopi Kristal murni sebanyak 1 mg dilarutkan dalam 10 ml metanol p.a. Dimasukkan larutan metanol-sampel ke dalam kuvet. Blanko yang digunakan adalah pelarut metanol p.a. Sampel diukur panjang gelombangnya dengan spektrometer UV pada λ 200-400 nm dan dicatat λ maks yang diserap dalam bentuk spektrum antara λ dan absorbansi. Larutan sampel awal ditambah 2-3 tetes larutan NaOH 2N kemudian dilakukan prosedur pengukuran panjang gelombang UV yang sama dan dicatat λ maks nya. Selanjutnya larutan awal ditambah dengan 23 tetes AlCl 3 dan dilakukan pengukuran kembali λ maks nya. Kristal murni sebanyak 1 mg digerus dalam bubuk KBr sebanyak ± 10xsampel. Setelah campuran homogen, dimasukkan ke dalam alat pembuat pellet sehingga diperoleh pellet dengan ketebalan ± 1 mm. Pellet diletakkan dalam sampel holder dan ditempatkan pada instrumen spektrometer IR lalu diukur vibrasinya pada bilangan gelombang 400-4000 cm-1. Kristal murni sebanyak 10 mg dilarutkan dalam 0,5 ml pelarut bebas proton CDCl 3 . Larutan sampel dimasukkan dalam tabung injeksi kemudian diletakkan dalam alat 1H-NMR dan 13C-NMR. 2.2.6 Uji Pendahuluan Antioksidan Senyawa 1 (1 mg) dilarutkan dalam 2 ml metanol, kemudian dielusi dengan eluen metanol. Kromatogram dikeringkan dan disemprot dengan larutan 0,2% DPPH dalam metanol. Setelah 10 menit kromatogram diamati, senyawa yang aktif sebagai antioksidan menunjukkan noda kuning dengan latar ungu [17]. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Fraksinasi Ekstrak Metanol Kulit Batang G. cylindrocarpa Proses fraksinasi dilakukan menggunakan metode kromatografi cair vakum (KCV). Metode ini dipilih karena
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol.1 No. 1 (2014) dapat memisahkan lebih cepat dengan jumlah sampel yang relatif banyak dan dapat memisahkan senyawa-senyawa target ke dalam fraksi-fraksi yang lebih sederhana. Dilakukan elusi menggunakan eluen pertama yang akan digunakan, yaitu nheksan 100% sebanyak tiga kali hingga kolom homogen dan tidak retak. Kemudian ekstrak metanol kayu batang G. cylindrocarpa dielusi menggunakan n-heksan 100%, metilen klorida 100%, etil asetat 100% dan metanol 100%. Proses elusi menggunakan pelarut yang bersifat nonpolar kemudian ditingkatkan menggunakan pelarut yang lebih polar bertujuan agar senyawa yang telah diimpregnasi dalam silika dapat terelusi secara bertahap. Dimulai dari senyawa yang nonpolar hingga senyawa yang lebih polar, sehingga semua senyawa dapat terelusi oleh pelarut berdasarkan kepolarannya. Berdasarkan hasil KCV I diperoleh 46 vial dan kemudian dilakukan monitoring menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan eluen n-heksan:etil asetat 25%. Noda-noda yang memiliki Rf relatif sama digabung sehingga diperoleh tiga yaitu fraksi G (0,16 g), fraksi H (10,34 g) dan fraksi I (8,96 g). Berdasarkan kromatogram KLT, fraksi H memiliki profil pemisahan yang lebih bagus dibandingkan dua fraksi lainnya. Selain itu, peluang diperolehnya senyawa lebih tinggi karena noda yang dihasilkan lebih intens. Oleh karena itu fraksi H dipilih untuk dilakukan pemisahan lebih lanjut. Fraksinasi lebih lanjut terhadap fraksi H (10,34 g) dilakukan menggunakan kromatografi cair vakum (KCV). Elusi dilakukan menggunakan n-heksan:etil asetat yang ditingkatkan kepolarannya mulai konsentrasi 5-50%. Hasil fraksinasi dari fraski H dimonitoring menggunakan plat KLT. Noda-noda yang memiliki Rf relatif sama digabung lalu dievaporasi sehingga diperoleh enam fraksi gabungan, yaitu H A (0,2 g), H B (0,43 g), H C (2,4 g), H D (4,7 g), H E (1,47 g) dan H F (1,77 g). Fraksi H E (1,47 g) kemudian difraksinasi lebih lanjut menggunakan kromatografi cair vakum (KCV) dengan eluen nheksan:metilen klorida sambil ditingkatkan kepolarannya dari (10%-95%). Berdasarkan hasil monitoring noda-noda yang memiliki Rf relatif sama digabung sehingga diperoleh enam fraksi gabungan, yaitu H E-1 (0,26 g), H E-2 (0,35 g), H E-3 (0,22 g), H E-4 (0,14 g), H E-5 (0,21 g) dan H E-6 (0,16 g). Berdasarkan hasil fraksinasi H E pada dasar vial 75 terbentuk kristal jarum berwarna kuning. Kemudian kristal disaring vakum agar diperoleh hasil kristal yang benar-benar bersih dan kering. Kristal ditimbang dan diperoleh massa kristal sebesar 137,5 mg. Dilakukan uji KLT untuk mengetahui kemurnian dari kristal yang terbentuk. Kromatogram menunjukkan bahwa kristal yang terbentuk masih mengandung sedikit pengotor sehingga perlu dilakukan pemurnian lebih lanjut dengan rekristalisasi menggunakan pelarut n-heksan. Berdasarkan hasil rekristalisasi diperoleh kristal sebanyak 107,2 mg. 3.2 Uji Kemurnian Uji kemurnian kristal yang diperoleh dilakukan dengan cara monitoring di atas plat KLT menggunakan tiga eluen yang berbeda kepolarannya. Eluen yang digunakan yaitu nheksan:etil asetat 20%, metilen klorida:etil asetat 1%, kloroform:metanol 10%. Kromatogram menunjukkan noda
3 tunggal dengan eluen yang berbeda kepolarannya sehingga dapat dinyatakan bahwa kristal telah murni. Untuk mendukung bahwa kristal yang diperoleh telah murni maka dilakukan uji titik leleh. Suatu senyawa yang telah murni akan memiliki rentang antara kristal mulai mencair dengan seluruhnya telah mencair tidak lebih dari 1°C [24]. Rentang titik leleh kristal hasil pengukuran adalah 144-145°C. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dinyatakan bahwa kristal telah murni dan disebut sebagai senyawa 1. 3.3 Penentuan Struktur Senyawa 1 merupakan padatan amorf berwarna kuning sebesar 107,2 mg. Penentuan struktur senyawa 1 dilakukan menggunakan berbagai data spektroskopi. Beberapa data yang digunakan antara lain data spektroskpoi UV pada panjang gelombang (λ) 200-400 nm ditambah dengan pereaksi geser NaOH untuk mengetahui pergeseran λ maks , spektroskopi inframerah (IR) pada bilangan gelombang 400-4000 cm-1 dan 1 H-NMR 400 MHz, 13C-NMR 600 MHz dilengkapi dengan data dua dimensi NMR menggunakan pelarut CDCl 3 . Hasil spektrum UV senyawa 1 (Gambar 3.1) memperlihatkan adanya puncak serapan pada panjang gelombang (λ maks ) 280 nm yang menunjukkan adanya eksitasi elektron dari π→π*, merupakan kromofor yang khas untuk sistem ikatan rangkap terkonjugasi (-C=C-C=C-) dalam cincin aromatik. Terdapat pula serapan pada panjang gelombang (λ maks ) 332 nm yang menunjukkan adanya eksitasi elektron dari n→π*, yaitu eksitasi dari elektron bebas heteroatom ke ikatan rangkap terkonjugasi (-C=C-C=O). Hal ini mengindikasikan bahwa pada senyawa 1 terdiri dari sistem aromatik dan heteroatom terkonjugasi [18]. MeOH MeOH+NaOH
Gambar 3.1 Spektrum UV senyawa 1 dengan penambahan reagen geser NaOH
Pengukuran spektroskopi UV senyawa 1 dilanjutkan dengan penambahan basa NaOH yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat gugus hidroksi [19]. Terjadi pergeseran batokromik (Gambar 3.1) dari λ maks 332 nm ke λ maks 367 nm, hal ini mengindikasikan terdapat gugus hidroksi pada senyawa 1. Ketika dilakukan penambahan reagen geser AlCl 3, spektrum (Gambar 3.2) tidak memperlihatkan adanya pergeseran batokromik, sehingga tidak terdapat orto hidroksi pada senyawa 1. Berdasarkan hasil spektrum UV, dapat dihipotesiskan bahwa struktur senyawa 1 mempunyai kerangka dasar santon yang tersubstitusi gugus hidroksi.
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol.1 No. 1 (2014)
MeOH MeOH+AlCl3
Gambar 4.2 Spektrum UV senyawa 1 dengan penambahan reagen geser AlCl 3
Spektrum IR senyawa 1 (Gambar 3.3) memperlihatkan pitapita serapan untuk beberapa gugus fungsi, diantaranya adalah serapan melebar pada bilangan gelombang (ν maks ) 3163 cm-1 menunjukkan adanya gugus hidroksi (-OH) yang diperkuat dengan serapan C-O pada bilangan gelombang (ν maks ) 1296 dan 1180 cm-1.
Gambar 3.3 Spektrum IR senyawa 1 dalam plat KBr
Selanjutnya serapan pada bilangan gelombang (ν maks ) 1654 cm-1 menyatakan adanya gugus karbonil C=O yang terkhelat dengan –OH [20]. Munculnya serapan pada daerah bilangan gelombang 1604-1423 cm-1 menunjukkan serapan yang khas untuk ikatan rangkap pada sistem aromatik [21-22]. Sedangkan (ν maks ) 2991, 2974 dan 2925 cm-1 menunjukkan adanya C-H (alifatik) yang diperkirakan berasal dari gugus metoksi, prenil atau cincin kromen. Sesuai dengan hasil analisis spektrum UV dan IR dapat diketahui bahwa senyawa 1 memiliki gugus fenol, gugus karbonil, metoksi, prenil atau cincin kromen yang tersubstitusi pada kerangka dasar santon. Selanjutnya untuk mendukung hipotesis struktur berdasarkan data spektrum UV dan IR, maka dilakukan pengukuran 1H-NMR dan 13C-NMR dengan pelarut bebas proton CDCl 3 . Data spektrum 1H-NMR (Tabel 3.1) menunjukkan bahwa terdapat 20 proton yang terbagi dalam empat kelompok proton yaitu proton hidroksi, proton aromatik, proton metoksi dan proton dari cincin dimetilpiran. Adanya sinyal singlet pada δ H 13,63 (1H, s) merupakan khas milik gugus hidroksi yang berikatan hidrogen dengan gugus karbonil dari kerangka santon [20]. Terdapat dua sinyal singlet pada δ H 6,35 (1H, s) dan 6,39 (1H, s) yang mengindikasikan adanya
4 dua proton aromatik [23]. Sinyal singlet pada δ H 3,90 (3H, s), 4,08 (3H, s) dan 4,09 (3H, s) yang masing-masing memiliki tiga buah proton merupakan khas milik gugus metoksi [21] sehingga terdapat tiga gugus metoksi yang tersubstitusi pada senyawa 1. Sinyal singlet pada δ H 1,47 ppm (6H, s) yang merupakan sinyal khas dari proton gem-dimetil dan dua sinyal doublet dari proton cis-olefenik pada δ H 5,58 ppm (1H, d, J=10,2 Hz) dan δ H 6,73 ppm (1H, d, J=10,2 Hz) yang memiliki nilai kopling konstan (J) sama, mengindikasikan bahwa kelompok proton tersebut milik gugus dimetilpiran yang terhablur pada kerangka santon [20][23]. Berdasarkan hasil analisis spektrum 13C-NMR (Tabel 3.1) terdapat sinyal untuk minimal 18 karbon. Karbon pada δ C 180,3 merupakan khas dari pergeseran karbon karbonil [25]. Terdapat empat atom karbon metin sp2 pada δ C 94,6 (C-4 dan C-7), 115,6 (C-1’) dan 127,4 (C-2’), 11 karbon quaterner pada δ C 78,1 (C-3’), 103,4 (C-8b), 104,9 (C-2), 108,5 (C-8a), 131,3 (C-8), 137,7 (C-5), 147,1 (C-4a), 148,4 (C-6), 155,9 (C-3), 157,9 (C-4a) dan 160,2 (C-1), tiga atom karbon metoksi pada δ C 61,8 (C-6 dan C-8) dan 62,1 (C-5), dua atom karbon metil sp3 pada δ C 28,4 (C-4’ dan C-5’). Dilakukan analisis lebih lanjut struktur senyawa 1 menggunakan spektroskopi 1H-detected heteronuclear single quantum coherence (HSQC) dan 1H-detected multiple bond connectivity (HMBC) [26]. Data spektrum HSQC memberikan informasi mengenai korelasi antara proton dengan karbon dimana proton tersebut terikat secara langsung. Sedangkan data spektrum HMBC memberikan informasi mengenai korelasi antara proton dengan karbon disekitar proton tersebut terikat sehingga biasanya korelasi HMBC disebut sebagai korelasi jauh (long-range correlations). Berdasarkan data spektrum HSQC (Tabel 3.1) terdapat tujuh sinyal korelasi antara proton dengan karbon. Korelasi antara proton pada δ H 1,47 (6H, s) dengan karbon pada δ C 28,4 mengindikasikan karbon pada pergeseran kimia tersebut merupakan karbon metil dari cincin dimetilpiran. Terdapat pula korelasi HSQC (Gambar 3.4) antara tiga proton masingmasing pada δ H 3,90 (3H, s), 4,08 (3H, s) dan 4,09 (3H, s) dengan karbon pada δ C 62,2, 61,8 dan 61,8 yang menegaskan adanya tiga karbon metoksi. Selanjutnya terdapat korelasi antara dua proton dari cincin dimetilpiran pada δ H 5,58 (1H, d) dan 6,73 (1H, d) berturut-turut dengan karbon pada δ C 127,4 dan 115,6 yang mengindikasikan adanya dua karbon metin dari cincin dimetilpiran. Korelasi HSQC antara proton pada δ H 6,35 (1H, s) dengan karbon pada δ C 94,6 memberikan informasi bahwa karbon pada pergeseran kimia tersebut adalah karbon dari proton aromatik. Berdasarkan data spektrum HMBC (Tabel 3.1), proton hidroksi pada δ H 13,63 berkorelasi dengan dua karbon quaterner pada δ C 103,4 (C-8b) dan 104,9 (C-2), karbon oksiaril pada δ C 157,9 (C-4a) dan karbon karbonil pada δ C 180,3 (C-9) menjelaskan bahwa gugus hidroksi tersebut tersubstitusi pada posisi C-1. Proton pada δ H 5,57 dan δ H 6,73 berkorelasi HMBC (Gambar 3.5) dengan karbon quaterner pada δ C 78,1 (C-3’) dan karbon metil pada δ C 28,4 (C-4’ dan C-5’), menegaskan bahwa kedua proton tersebut adalah proton dari cincin dimetilpiran.
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol.1 No. 1 (2014)
5
Tabel 3.1 Data NMR senyawa 1 δH 13,63 (1H, s, -OH) 6,35 (1H, s) 6,39 (1H, s) 6,73 (1H, d, J=10,2) 5,58 (1H, d, J=10,2) 1,47 (3H, s) 1,47 (3H, s) 3,90 (3H, s) 4,08 (3H, s) 4,09 (3H, s)
Karbon 1 2 3 4 4a 4b 5 6 7 8 8a 8b 9 1’ 2’ 3’ 4’ 5’ 5-OMe 6-OMe 8-OMe
δC 160,2 104,9 155,9 94,6 157,9 147,1 137,7 148,4 94,6 131,3 108,5 103,4 180,3 115,6 127,4 78,1 28,4 28,4 62,1 61,8 61,8
Korelasi HSQC
HMBC C-2, 4a, 8b, 9
C-4
C-1, 2, 3, 8b, 9
C-5, 6, 8
C-1’ C-2’
C-1, 2, 2’, 3’, 4’, 5’ C-1, 2, 4, 3’, 4’, 5’
C-4’ C-5’ C-5 C-6 C-8
C-1’, 2’, 3’, 4’, 5’ C-1’, 2’, 3’, 4’, 5’ C-6 C-5, 7 C-8 H H
H H
9 8b
8a
7
O
6 5
O
8b
O
6 5
3'
4a
4b
H
3 4
2'
2
O
3 4
3'
4a
4b
H
2'
2
H
9 8a
7
H
1'
1
8
O
1'
1
8
O
H
O
O
H
H
O
O
H
4'
O 5'
O
4'
O
H
H
5'
O
H
H
H
Gambar 3.5 Korelasi HMBC senyawa 1
H Gambar 3.4 Korelasi HSQC senyawa 1
Berdasarkan hasil analisis HMBC dapat disimpulkan bahwa struktur senyawa 1 adalah 1-hidroksi-5,6,8-trimetoksiTerdapat pula korelasi antara proton pada δ H 5,57 dengan (3’,3’:2,3)-dimetilpiranosanton (1). atom karbon dari kerangka santon pada δ C 94,6 (C-4), 104,9 OH OMe O (C-2) dan 160,2 (C-1) sedangkan proton pada δ H 6,73 berkolerasi dengan karbon pada δ C 104,9 (C-2), 127,4 (C-2’) dan 160,2 (C-1), yang menetapkan bahwa cincin dimetilpiran O MeO O terhablur secara linear pada kerangka santon pada C-2 dan C-3 OMe dengan oksigen terikat pada posisi C-3. Proton metoksi pada δ H 3,90 berkorelasi dengan atom (1) karbon yang memiliki pergeseran lebih besar pada δ C 148,4 dibandingkan dengan proton metoksi lain, maka gugus metoksi 3.4 Pengujian Aktivitas Antioksidan secara Kualitatif tersebut tersubstitusi pada C-6 yang berposisi para terhadap Uji aktivitas antioksidan dari ekstrak metanol G. karbonil. Gugus metoksi yang memiliki pergeseran proton cylindrocarpa dan senyawa 1 dilakukan melalui reaksi pada δ H 4,08 berkorelasi dengan karbon pada δ C 94,6 (C-7) peredaman radikal DPPH. Radikal bebas dikenal sebagai dan 137,7 (C-5) sehingga gugus metoksi tersebut tersubstitusi faktor utama dalam kerusakan biologis, dan DPPH digunakan pada posisi C-5 sedangkan gugus metoksi ketiga dengan untuk mengevaluasi aktivitas peredaman radikal bebas dari pergeseran proton metoksi pada δ H 4,09 berkorelasi dengan suatu antioksidan alami [29]. DPPH adalah radikal bebas yang karbon pada δ C 131,3 sehingga tersubstitusi pada posisi C-8. bersifat stabil, yang dapat menerima elektron atau atom Untuk memperjelas analisis HMBC yang telah dikemukakan, hidrogen untuk membentuk senyawa yang lebih stabil [11]. maka dilakukan penggambaran korelasi HMBC antara proton Pengujian dilakukan secara kualitatif dengan mengamati reaksi dengan karbon pada senyawa 1 (Gambar 3.5). secara visual menggunakan KLT.
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol.1 No. 1 (2014) Hasil KLT menunjukkan adanya noda kuning dengan latar ungu untuk ekstrak metanol (noda kiri) dan senyawa 1 (noda kanan). Warna kuning tersebut menunjukkan bahwa ekstrak metanol dan senyawa 1 aktif sebagai antioksidan [17]. Perubahan warna terjadi karena elektron radikal dari atom nitrogen dalam DPPH mengalami reduksi dengan menerima elektron atau atom hidrogen dari sumber antioksidan [11], yaitu ekstrak metanol dan senyawa 1. Oleh karena itu radikal bebas DPPH yang berwarna ungu berubah menjadi senyawa stabil (1,1-difenil-2-prikrilhidrazin) yang berwarna kuning. Pada senyawa 1, terjadi donasi elektron dari senyawa santon (antioksidan) ke radikal bebas DPPH sehingga terbentuk santon radikal dan senyawa netral yang stabil dimana senyawa tersebut tidak bisa lagi terurai membentuk radikal. Sedangkan santon radikal memiliki keadaan lebih stabil dibandingkan radikal bebas DPPH sehingga tidak dapat memicu terjadinya reaksi propagasi untuk membentuk radikalradikal bebas lainnya. Hasil positif reaksi peredaman radikal bebas oleh ekstrak metanol dan senyawa 1 berkaitan dengan kandungan senyawa santon dalam kedua sampel, dimana telah banyak dilaporkan bahwa senyawa santon mempunyai aktivitas antioksidan. I. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap ekstrak pekat metanol kulit batang Garcinia cylindrocarpa diperoleh senyawa santon yang berbeda yaitu senyawa 1hidroksi-5,6,8-trimetoksi-(3',3':2,3)-dimetil piran santon (1) sebanyak 107,2 mg berupa kristal amorf berwarna kuning dengan titik leleh 144-145°C. Penemuan senyawa 1 melengkapi pemetaan pola biogenesis senyawa santon yang berhasil diisolasi dari tumbuhan tersebut. Senyawa 1 menunjukkan potensi sebagai antioksidan. II. UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga artikel ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Tulisan ini tidak dapat terwujud tanpa bantuan, dukungan dan dorongan dari semua pihak, untuk ini penulis sangat berterima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Taslim Ersam selaku Kepala Laboratorium Kimia Bahan Alam dan Sintesis dan Dosen Pembimbing atas semua arahan dan bimbingan yang diberikan. 2. Ketua Jurusan Kimia ITS DAFTAR PUSTAKA [1] Ersam, T. (2001) Senyawa Kimia Mikromolekul Beberapa Tumbuhan Artocarpus Hutan Tropika Sumatera Barat. Disertasi, PPs. ITB. Bandung. [2] Sumaryono W. (1999) Produksi Metabolit Sekunder Tanaman Secara Bioteknologi. Prosiding Seminar Nasional Kimia Bahan Alam '99. Penerbit UI. Jakarta. Tetrahedon 27, 1625-1634. [3] Iinuma M., Tosa H., Tanaka T., Riswan, S. (1996) Three new xanthones from the bark of Garcinia dioica. Chem. Pharm. Bull. 44 (1), 232-234. [4] Kosela, S., Hanafi., Kardono, L.B.S., Sherley, G., Harrison, L.J. (2006) Bioactive constituens of garcinia porrecta and G. parvivolia grown in indonesia. Biological sciences 9(3), 483-486. [5] Bennett G. J. and Lee H.-H. (1989) Xanthones from Guttiferae. Phytochemistry 28, 967–998.
6 [6] Heyne, K. (1987) Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid 3. Departemen Kehutanan. Jakarta [7] Iinuma M., Tosa H., Tanaka T., Shimano R., Asai F. and Yonemori S. (1994) Two xanthones from root bark of Garcinia subelliptica. Phytochemistry 35, 1355–1360. [8] Yu L., Mouming Z., Bao Y., Qiangzhong Z., Yueming J. (2007) Phenolics from hull of Garcinia mangostana fruit and their antioxidant activities. Food Chemistry 104, 176-181. [9] Okoko, T. (2009) In vitro antioxidant and free radical scavenging activities of Garcinia kola seeds. Food and Chemical Toxicology 47, 2630-2623. [10] Gontijo, V.S., Thiago C.S., Isael A.R., Marisi G.S., Marcelo A.S., Wagner V., Claudio V.J., Marcelo H.S. (2012) Isolation and evaluation of the antioxidant activity of phenolic constituents of the Garcinia brasiliensis epicarp. Food Chemistry 132, 1230-1235. [11] Meng, F., Feng H.J., Chen Y., Wang D.B., Yang G.Z. (2012) Antioxidant activity of Garcinia xanthochymus leaf, root and fruit extracts in vitro. Chinese Journal of Natural Medicines 10(2), 129-134. [12] Batlayar, A. (2009) Kajian Kimiawi Santon dan Uji Antimalaria dari Kulit Batang Garcinia Cylindrocarpa. Tesis Jurusan Kimia FMIPA. ITS. Surabaya. [13] Novita, S. (2011) Identifikasi Senyawa Santon yang Memiliki Bioaktifitas Antimalaria dari Kulit Batang Garcinia cylindrocarpa. Tesis Kimia FMIPA ITS. Surabaya. [14] Mahmiah. (2011) Dua Senyawa Santon dengan Bioaktifitas antimalaria dari Kayu Batang Garcinia cylindrocarpa Kosterm. Tesis Jurusan Kimia FMIPA ITS. Surabaya. [15] Rosalina, R. (2013) Isolasi dan Identifikasi Senyawa Santon dari Ekstrak Metanol Kulit Batang Garcinia cylindrocarpa (Kogbirat), Spesies Endemik Maluku Tenggara Barat. Tugas Akhir Kimia FMIPA ITS. Surabaya. [16] Pratiwi, A. (2013) Isolasi dan Penentuan Struktur Senyawa Santon dari Ekstrak Metanol Kayu Batang Garcinia cylindrocarpa. Tugas Akhir Kimia FMIPA ITS. Surabaya. [17] Chacha, M., Moleta, G.B., Majinda, R.R.T. (2005) Antimicrobial and radical scavenging flavonoids from the stem wood of Erythrina latissima. Phytochemistry 66, 99-104. [18] Nilar, Nguyen, L.D., Venkataraman, G., Sim, K., Harrison, L.J. (2005) Xanthones and benzophenones from Garcinia griffithii and Garcinia mangostana. Phytochemistry 66, 1718-1723. [19] Peres V. and Nagem T. J. (1997) Trioxygenated naturally occurring xanthones. Phytochemistry 44, 191–214. [20] Rukachaisirikul, V., Ritthiwigrom, T., Pinsa, A., Sawangchote, P., Taylor, W.C. (2003) Xanthones from the stem bark of Garcinia nigrolineata. Phytochemistry 64, 1149-1156. [21] Madagula, J.J. (2010) A bioactive isoprenylated xanthones and other constituents of Garcinia edulis. Fitoterapia 81, 420-423. [22] Nilar, Harrison, L.J. (2002) Xanthones from the heartwood of Garcinia mangostana. Phytochemistry 60, 541-548. [23] Harrison, L.J., Leong, L.S., Lee S. G., Sim, K.Y., Tan, H.T.W. (1992) Xanthones from Garcinia forbesii. Phytochemistry 33 (3), 727-728. [24] Furniss, B. S., Hannaford, A. J., Smith, P. W.G., Tatchell, A. R. (1989) Vogel’s Textbook of Practical Organic Chemistry, Fifth Ed. Longman Scientific and Technica. United States. [25] Jantan, I., Fadlina C.S. (2012) Benzophenones and xanthones from Garcinia cantleyana var. cantleyana and their inhibitory activities on human low-density lipoprotein oxidation and platetlet aggregation. Phytochemistry 80, 58-63. [26] Kosin, J., Ruangrungsi, N., Ito, C., Furukawa, H. (1997) A xanthone from Garcinia atroviridis. Phytochemistry 47(6), 1167-1168. [27] Widorini, O. (2014) Isolasi 1-hidroksi-6,7-dimetoksi-(3’3’:2,3)dimetilpiranosanton dari ekstrak metanol kulit batang Garcinia cylindrocarpa. Tugas Akhir Kimia FMIPA ITS. Surabaya. [28] Sukandar, E.R. (2014) Senyawa santon dari ekstrak metanol kulit batang Garcinia cylindrocarpa Kosterm. Tugas Akhir Kimia FMIPA ITS. Surabaya. [29] Yuhernita dan Juniarti (2011) Analisis senyawa metabolit sekunder dari ekstrak metanol daun surian yang berpotensi sebagai antioksidan. Makara, Sains 15(1), 48-50.