Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 10, Nomor 1, Juni 2016
ISSN 1410-234X
Perbedaan Frekuensi Kejadian Eneuresis pada Anak Usia 27-36 Bulan Yang Dilakukan Toilet Training di RW 03 Kel Margasuka Kec Babakan Ciparay Puskesmas Cibolerang Kota Bandung Tahun 2015 Ria Angelina1 1
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung Jl. Kopo No. 161 Bandung 40234 email:
[email protected]
Abstrak Toilet training merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol buang air kecil dan buang air besar. Penelitian Kurniawati dkk (2007) menyatakan bahwa terdapat 52% anak mengompol dengan frekuensi sering sekali. Kebiasaan mengompol ini apabila berlangsung lama dan panjang, akan mengganggu pencapaian tugas perkembangan anak. Studi pendahuluan didapatkan 5 orang ibu di puskesmas Cibolerang mengatakan anaknya masih mengompol dan buang air besar di celana dan tidak pernah ke toilet secara mandiri. Berdasarkan uraian tersebut Adakah pengaruh toilet training dengan kejadian eneuresis pada anak usia todler di RW 03 Kelurahan Marga Suka Kota Bandung. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi perbedaan kejadian eneuresis buang air kecil dan buang air besar pada anak usia 27-36 bulan saat dilakukan toilet training. Adapun jenis penelitian kuasi eksperiment desain penelitian ini adalah pre test – post test control group desain. Penelitian pada kelompok anak usia todler usia 27-36 bulan. Adapun sampel yang digunakan dengan menggunakan total sampling sebanyak 30 anak. Analisis bivariat uji Dependent t test nilai mean 2,033 dengan standar deviasi 0,414. Hasil uji statistik di dapatkan nilai 0,001 maka ada perbedaan yang signifikan antara frekuensi anak todler yang berkemih atau buang air besar di toilet sebelum dan setelah dilakukan toilet training. Saran bagi pelayanan keperawatan perlu dilakukan pelatihan pada orangtua dan guru di sekolah seperti taman bermain anak (PAUD ) dengan memodifikasi pelatihan anak melalui audiovisual tentang berkemih atau penggunaan toilet dengan memperhatikan toilet yang nyaman dan menarik bagi anak untuk dapat menjadi evidence based. Kata Kunci: Eneuresis, Toilet Training
639
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 10, Nomor 1, Juni 2016
ISSN 1410-234X
yang dilakukan oleh Kurniawati dkk (2007) pada anak usia prasekolah (4-5 tahun) di TK Sekar Ratih Krembangan Jaya Selatan, Surabaya menyatakan bahwa terdapat 52% anak mengompol dengan frekuensi sering sekali, 4% sering, 36% jarang dan 8% sangat jarang. Kebiasaan mengompol ini apabila berlangsung lama dan panjang, akan mengganggu pencapaian tugas perkembangan anak. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan program toilet training antara lain motivasi orang tua dan kesiapan anak secara fisik, psikologis maupun secara intelektual (Hidayat, 2008). Pengetahuan orang tua terutama ibu sangat berperan dalam menciptakan perilaku yang baik bagi anak-anaknya karena orang tua adalah cerminan bagi anak. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Hidayat (2010) pada 58 ibu yang memiliki anak usia prasekolah di TK Al-Azhar Medan menjelaskan bahwa gambaran pengetahuan ibu tentang toilet training pada anak usia prasekolah secara umum di tempat tersebut adalah baik (60,3%). Hal ini diketahui dari kesuksesan anak dalam melakukan daytime control yaitu mampu menjaga dan mengatur BAB dan BAK di toilet sepanjang hari, tanpa menggunakan popok atau alat bantu lain. Kegagalan toilet training dapat menyebabkan anak kurang mandiri, memiliki sikap egois, keras kepala, kikir, cenderung ceroboh, dan seenaknya dalam melakukan kegiatan sehari-hari (Hidayat, 2008). Menurut Aziz (2006) kegagalan
Pendahuluan Pertumbuhan dan perkembangan masa kanak-kanak terjadi sangat cepat. Hal ini disebabkan karena adanya stimulus internal, yaitu dari hereditas dan temperamen maupun stimulus eksternal, yaitu dari keluarga, teman sebaya, pengalaman hidup dan elemen dari lingkungan yang didapatkan oleh anak. Latihan ini mulai dilakukan pada anak usia 1-3 tahun, karena pada usia ini kemampuan sfingter uretra untuk mengontrol rasa ingin buang air kecil mulai berkembang. Perkembangan fisik anak usia prasekolah lebih lambat dan relatif menetap. Sistem tubuh sudah matang dan keterampilan motorik seperti berjalan, berlari, melompat menjadi semakin luwes, namun otot dan tulang belum begitu sempurna, serta pada masa ini anak sudah mulai terlatih untuk toileting . Toilet training merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol buang air kecil dan buang air besar. Hasil penelitian oleh Nursila (2007) pada 40 orang tua yang memiliki anak berusia 3-5 tahun menjelaskan bahwa keluarga dengan pengetahuan tinggi memiliki 42,9% anak masih mengompol dan keluarga dengan pengetahuan rendah memiliki 66,7% anak masih mengompol sehingga penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan pengetahuan orang tua dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah. Penelitian lain
640
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 10, Nomor 1, Juni 2016
ISSN 1410-234X
toilet training juga dapat menyebabkan anak mengalami enuresis atau mengompol. Enuresis atau mengompol adalah pengeluaran urin tanpa sengaja pada usia dimana saat pengendalian pengeluaran urin seharusnya dapat dilakukan atas kemauannya sendiri (Behrman dkk, 1999. Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan April 2015 terdapat 345 balita di RW 03 Margasuka. Dari hasil wawancara terhadap 5 orang ibu di puskesmas Cibolerang mengatakan anaknya masih mengompol dan buang air besar di celana dan tidak pernah ke toilet, anak saat buang air besar hanya duduk atau jongkok di berbagai tempat di sekitar rumahnya. Beberapa ibu mengatakan anaknya sering kemerahan saat buang air kecil atau buang air besar bila pampernya lama tidak di ganti. Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti merumuskan masalah penelitian yakni Adakah pengaruh toilet training dengan kejadian eneuresis pada anak usia todler (1-3 tahun) di Rwla 03 Kelurahan Marga Suka Kecamatan Babakan Ciparay Puskesmas Cibolerang Kota Bandung.
kelompok anak usia todler pada anak usia 27-36 bulan. Adapun sampel yang digunakan dengan menggunakan total sampling anak di RW 03 Margasuka sebanyak 30 anak yang berada pada usia todler yaitu usia 27-36 bulan. Penelitian Nathan, Blum, Taubman Bruce, Nemeth Nicole, 2003 mengenaiRelationship Between Age at Initiation of Toilet Training and Duration of Training: A Prospective Study hasil penelitian bahwa usia anak yang lebih efektif dilakukan toilet training adalah usia 27 bulan, dibandingkan usia kurang dari 27 bulan yang dilakukan pada 406 sampel anak todler 1 -3 tahun. Observasi dilakukan pada anak sebelum dilakukan toilet training dan sesudah di lakukan toilet training. Kemudian di observasi kejadian eneuresis anak baik mengompol/buang air besar di celana. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini berupa kuesioner dan lembar observasi. Lembar observasi digunakan untuk menilai frekuensi buang air kecil dan buang air besar dalam 24 jam yang dilakukan di toilet. Analisis data yang dilakukan adalah analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat untuk mengidentifikasi karakteristik responden yaitu: Jenis kelamin, Kehadiran keluarga dalam toilet training dan Pengalaman training toilet anak sebelumnya. Analisis bivariat menggunakan Dependent t test untuk mengidentifikasi perbedaan frekuensi berkemih dan
Metode Penelitian Jenis penelitian kuasi eksperiment yang digunakan adalah nonequivalent control group, before after yaitu melakukan pengukuran sebelum dan setelah intervensi. Penelitian ini melibatkan 1 kelompok anak yang sama yaitu;
641
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 10, Nomor 1, Juni 2016
ISSN 1410-234X
buang air besar anak di toilet sebelum dilakukan toilet training dan setelah dilakukan toilet training.
jenis kelamin, kehadiran keluarga, dan pengalaman di lakukan toilet training yang ditunjukkan dalam tabel berikut ini:
Hasil Penelitian Karakteristik diidentifikasi
responden diantaranya
yang adalah
Tabel 1 Distribusi responden berdasarkan karakteristik responden yang dilakukan toilet training di RW 03 Kel. Margasuka Kec. Babakan Ciparay bulan November - Desember Tahun 2015 N=30 No Karakteristik Jumlah Persentase 1 Jenis kelamin a. Laki-laki 14 46,7 b. Perempuan 16 53,3 Total 30 100
Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin paling banyak adalah perempuan yaitu 16
orang ( 53,3 %) dan jenis kelamin laki-laki hanya 14 orang (46,7%)
Tabel 2 Distribusi pendampingan keluarga dan pengalaman anak terhadap anak yang dilatih toilet training di RW 03 Kel. Margasuka Kec. Babakan Ciparay bulan November-Desember 2015 N= 30 No Karakteristik Dilakukan toilet training Persentase Pendampingan 1 a. Ibu 21 70 b. Ayah 5 16,7 c. Kaka 2 6,7 d. Lain-lain 2 6,7 Total 30 100 Pengalaman anak dilakukan 2 toilet training a. Pernah 15 50 b. Tidak pernah 15 50 Total 30 100
Distribusi pendampingan responden paling banyak adalah Ibu 21 anak (70%), Ayah 5 anak (16,7%) sedangkan untuk kaka dan lain-lain masing-masing 2 anak (6,7%).
Distribusi pengalaman anak terhadap toilet training adalah masing-masing 15 anak (50%) anak pernah dan tidak pernah dilakukan toilet training sebelumnya.
642
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 10, Nomor 1, Juni 2016
ISSN 1410-234X
buang air besar sebelum dan setelah dilakukan toilet training dimana dilakukan pada responden yang sama dengan melakukan pengukuran sebelum dan setelah intervensi.
Analisis Bivariat Uji yang digunakan adalah Uji Dependent t test, Uji yang digunakan pada penelitian eksperimen untuk mengidentifikasi perbedaan frekuensi berkemih dan
Tabel 3 Distribusi frekuensi eneuresis pada anak usia Todler sebelum dilakukan toilet training dan sesudah dilakukan toilet training di RW 03 Kelurahan MargaSuka Kecamatan Babakan Ciparay bulan November- Desember tahun 2015 Variabel Mean SD SE P Value N Kejadian eneuresis Pre toilet training 0,63 0,49 0,08 0,001 30 Post toilet training 2,67 0,47 0,08
Rata-rata frekuensi eneuresis anak todler yang melakukan toilet training sebelum dilakukan toilet training adalah 0,63 dengan standar deviasi 0,49%. Pada pengukuran setelah dilakukan toilet training anak todler yang melakukan toilet training adalah 2,67 dengan standar deviasi adalah 0,47%. Terlihat nilai mean perbedaan antara sebelum dilakukan toilet training dan setelah dilakukan toilet training adalah 2,033 dengan standar deviasi 0,414. Hasil uji statistik di dapatkan nilai 0,001 maka dapat di simpulkan ada perbedaan yang signifikan antara frekuensi anak todler yang berkemih atau buang air besar di toilet sebelum dilakukan toilet training dengan setelah dilakukan toilet training
training paling banyak jenis kelamin perempuan. Hasil penelitian oleh pendapat Timothy, Schum , Thomas, Kolb, McAuliffe et all (2002) berjudul Sequential Acquisition of Toilet-Training Skills: A Descriptive Study of Gender and Age Differences in Normal Children di Amerika daerah Milwaukee dimana melibatkan 126 anak dan 141 anak laki-laki didapatkan anak perempuan mencapai hampir semua keterampilan toilet-pelatihan lebih awal dari anak laki-laki pada rentang usia 27 – 36 bulan, anak perempuan berhasil menyelesaikan semua tahapan lebih awal. Kehadiran keluarga Berdasarkan kehadiran keluarga, ibu adalah orang tua yang paling banyak mendampingi anak saat anak melakukan buang air kecil atau buang air besar. Penelitian menurut Denise M, Aluisio JD Baros (2008) mengenai Toilet Training;
Pembahasan Karakteristik Responden Berdasarkan jenis kelamin pada anak yang dilakukan toilet
643
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 10, Nomor 1, Juni 2016
ISSN 1410-234X
methods, parental expectations and associated dysfunctions di Brasil menyampaikan bahwa kehadiran orang tua memiliki harapan dan pengaruh pada pengembangan dan perilaku anak, keyakinan juga memiliki pengaruh penting pada interaksi orangtua-anak dan akibatnya, dapat berakibat pada perkembangan anak. Orangtua harus melakukan interaksi positif antara orang tua dan anak serta dapat memfasilitasi perkembangan anak. Bila orangtua tidak memiliki harapan yang realistis terhadap anak maka anak dapat mengalami frustrasi, merasa di hukum, anak memiliki kelalaian dalam perkembangannya serta anak kurang dapat mengembangkan stimulasi perkemabangannya. Banyak anak dipaksa untuk mencoba untuk belajar ketika mereka belum memiliki kondisi biologis yang diperlukan, menyebabkan frustrasi bagi orang tua dan kakek-nenek dan kekecewaan bagi guru sekolah dapat menyebabkan mictional dan gangguan di usus anak. Penelitian menurut Ruth B DYK, and Herman A Witkin (1965) di New York mengenai Family Experiences Related to the Development of Differention In Chidlren menyimpulkan bahwa hubungan pada anak-anak antara pengalaman dalam keluarga dan tingkat diferensiasi di beberapa daerah fungsi psikologisdapat dikembangkan terutama oleh ibu anak dapat melakukan interaksi lebih cepat dan terkait secara signifikan
dengan tindakan anak-anak diferensiasi. hubungan ini dikonfirmasi dalam belajar di rumahwawancara kedua di mana penilaian yang berlabuh lebih dekat dengan indikator tertentu, dan dalam dua studi independen menggunakan metode kuesioner penilaian dari hubungan ibu-anak. Pengalaman anak sebelumnya Pengalaman anak yang pernah dilakukan tindakan toilet training setengahnya belum pernah dilakukan toilet training. Penelitian menurut Ruth B DYK, and Herman A Witkin (1965) di New York mengenai Family Experiences Related to the Development of Differention In Chidlren menyimpulkan bahwa hubungan pada anak-anak antara pengalaman dalam keluarga dan tingkat diferensiasi di beberapa daerah fungsi psikologisdapat dikembangkan terutama oleh ibu anak dapat melakukan interaksi lebih cepat dan terkait secara signifikan dengan tindakan anak-anak memiliki perbebedaan. Perbedaan frekuensi eneuresis anak sebelum dan setelah dilakukan toilet training Hasil penelitian didapatkan perbedaan kejadian eneuresis anak todler di toilet terdapat perbedaan yang signifikan dari frekuensi berkemih dan buang air besar anak ditoilet antara anak yang tidak dilakukan toilet training dengan anak yang dilakukan toilet training
644
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 10, Nomor 1, Juni 2016
ISSN 1410-234X
terhadap frekuensi eneuresis baik buang air besar maupun buang air kecil anak. Penelitian Rachmawati, dan Yenni M (2007) mengenai Hubungan antara pengetahuan Ibu tentang kesiapan anak untuk melalukan toilet training dengan pencapaian toilet training pada usia todler di TK Harapan Bunda Kel. Kukusan Kota Depok menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan kesiapan anak untuk melakukan toilet training dengan pencapaian toilet training. Penelitian di rekomendasikan agar dilakukannya toilet training dengan kesiapan orang tua pada anaknya. Toilet training merupakan usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air besar dengan cara meniru untuk buang air besar atau memberikan contoh. Cara ini juga dapat dilakukan dengan memberikan contoh-contoh buang air kecil dan buang air besar atau membiasakan buang air kecil dan buang air besar secara benar. (Hidayat, 2005) . Penelitian G Barone Joseph, Jasutkar Niren , and Schneider Dona ( 2009) mengenai Later Toilet Training Is Associated With Urge Incontinence In Children menyimpulkan bahwa untuk anakanak yang menampilkan tanda-tanda kesiapan toilet-pelatihan, pelatihan harus dimulai sebelum 32 bulan usia untuk mengurangi risiko inkontinensia. Penelitian lain Chang Shang Jen, Stephen Shei, Dei Yang mengenai The Effects Of The Age Initiating toilet Training on Urinary Continence and Voiding Function in
Children di Taipei yang dilakukan kepada 235 respondent usia < 18 bulan sampai 4,8 tahun menyimpulkan bahwa toilet training dini dikaitkan dengan pencapaian awal dari kedua siang hari dan kontinensia malam hari. Anak-anak dengan pelatihan toilet awal memiliki fungsi berkemih normal dan kecenderungan DVSS Dysfunctional Voiding Symptom Score) rendah. Penelitian di dapatkan terdapat perbedaan frekuensi berkemih dan buang air besar pada anak sehingga penerapan toilet training perlu dilakukan pada anak todler, adapun usia yang tepat berdasarkan hasil penelitian 27 sampai 36 bulan. Toilet training intensif didefinisikan sebagai meminta anak untuk menggunakan toilet atau toilet > 3 kali per hari (Nathan J. Blum, MD, Bruce Taubman and Nicole Nemeth, 2003) Hasil penelitian juga di dukung oleh penelitian Timothy R, Schum, Thomas, Timothy L, Mc Auliffe, Mark Richard, D Simms, 2002 mengenai Sequential Acquisition of Toilet-Training Skills: A Descriptive Study of Gender and Age Differences in Normal Children (2003) di Amerika pada 126 anak perempuan dan 141 anak laki-laki di dapatkan minat dan kebutuhan untuk pergi ke toilet pada usia 26 dan 29 bulan. Penelitian lain menurut Nathan, Bruce Taubman, and Nicole Nemeth (2003) mengenai Relationship Between Age at Initiation of Toilet Training and Duration of Training: A Prospective Study pada 406 anak
645
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 10, Nomor 1, Juni 2016
ISSN 1410-234X
di Philadelphia yang dilakukan keterampilan toilet training dengan menggunakan analisis statistik anak yang berusia <27 bulan mengalami masalah kehadiran oilet training.
stimulasi anak todler berdasakan evidence based. Perlunya memodifikasi pelatihan anak melalui audiovisual tentang berkemih atau penggunaan toilet dengan memperhatikan susana toilet yang nyaman dan menarik bagi anak untuk dapat menjadi evidence based.
Simpulan Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak adalah perempuan, sedangkan sebagian adalah laki-laki. Adapun pengalaman anak terhadap toilet training setengah dari jumlah anak tidak pernah dilakukan toilet training dan setengahnya pernah dilakukan toilet training dirumahnya. Perbedaan anak todler yang dilakukan dan yang tidak dilakukan toilet training terdapat perbedaan kejadian frekuensi eneuresis baik buang air besar maupun buang air kecil yang dilakukan ditoilet.
DAFTAR PUSTAKA Barone G Joseph, Jasutkar Niren and Schneider Dona (2009) Later toilet training is associated with urge incontinence in children. Journal of Pediatric Urology vol 5 pages 458461. Chang Jen Shang, and Yang Stephen Shei Dei (2010) The Effects of the age initiating toilet training on urinary continence and voiding function in children. Buddhist TzuChi General
Saran
Dahlan M.S.(2010). Besar sampel & cara pengambilan sampel dalam penelitian kedokteran & kesehatan. Jakarta:Salemba medika.
Saran bagi pelayanan keperawatan perawat perlu disosialisasikan mengenai manfaat toilet training sejak dini, sehingga anak dapat melatih kemampuan berkemih dan buang air besarnya sebelum usia 36 bulan serta perlunya intervensi mengenai toilet training berupa pelatihan pada orangtua dan guru di sekolah seperti taman bermain anak (PAUD ). Sedangkan bagi ilmu keperawatan dengan membuat daftar tilik atau instruksi kerja yang baku mengenai tahapan melakukan toilet training atau pembuatan buku dan referensi mengenai intervensi melatih
Dahlan M.S. (2010). Membaca & menelaah jurnal uji klinis. Jakarta: Salemba Medika. Dharma, K. (2011). metodologi penelitian keperawatan: pedoman pelaksanaan & menerapkan hasil penelitian. Jakarta:Trans Info media. Doleys, D.M., Dolce, J.J. Toilet training and enuresis. Pediatr Clin North Am. 1982;29:297–
646
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 10, Nomor 1, Juni 2016
ISSN 1410-234X
313.Hospital. Departemen of Urology.Taiwan. http://dx.doi.org/10.1016/j.jpur ol.2010.02.122 diakses 19 Desember 2016.
Kurniawati, Farida dkk. (2008). Kejadian “Enuresis (Mengompol)” berdasarkan faktor Psikologis & Keturunan Pada Anak Usia Prasekolah (45 tahun) di TK Sekar Ratih Krembangan Jaya Selatan. Jurnal dalam Buletin Penelitian RSU Dr Soetomo Vol 10, No 2. Surabaya.
Hastono, S.P. (2007). Analisis data kesehatan. Jakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat: Universitas Indonesia. Hellstrom, A.L. Influence of potty training habits on dysfunctional bladder in children. Lancet. 2000;356:1787.
Luxem M, Christophersen E. Behavioral toilet training in early childhood: research, practice, and implications.1994. J Dev Behav Pediatr.vol 15:370–378.
Hidayat, A.A.A. (2008). Pengantar Ilmu Kepera watan Anak, cetakan ketiga. Jakarta: Salemba Medika.
Michel, R.S. Toilet training. Pediatric Rev. 1999;20:240– 245.
Hidayat, I.H. (2010).“Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training pada Anak Usia Prasekolah/TK di TK Al-Azhar Medan tahun 2010.” Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan.
Nation Wide childrens hospital. Colombus. Ohio 43205-2696. Nation widechildrens.org diakses 12 September 2015. http://kidzdoc.com/wpcontent/uploads/2013/12/toilettraining.pdf
Mota D, Barros and Aluisio J.D (2008)Toilet trining;methods parental expectations associated dysfunctions. Article Jounal De Pedietria. Brazillia.
Nursalam (2008). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Pera watan dan Bidan) Jakarta: Salemba Medika, 2008. Nursila, R. (2007) “Hubungan Pola Asuh dan Pengetahuan Orang tua dengan Anak Usia Prasekolah terhadap Kebiasaan Mengompol di RW 012 Kelurahan Kemiri Muka Depok. Skripsi S1 Fakultas
J, Nathan, MD Blum, Taubman Bruce, and Nemeth Nicole. 2003. Relationship Between Age at Initiation of Toilet Training and Duration of Training: A Prospective Study. Pediatrics Journal. Chicago.
647
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 10, Nomor 1, Juni 2016
ISSN 1410-234X
Keperawatan, Universitas Indonesia Jakarta, 2007. Polit, DF & Beck, CT. (2010). Nursing research principles & methods(7th ed).Philadelphia: Lippincot. Potter, A.G & Perry, P.A. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep proses, & praktik, Edisi 4. Jakarta: EGC. Ruth B. DYK, and Herman A. Witkin (1965). Family Experiences Related to Development of Differention in Chidlren. Wiley Child Development. Vol.36 No. 1 Mar p.21-25. New York. Di unduh dari http://www.jstor.org/stable/112 6779 tanggal 22 Desember 2015 pukul 17.00WIB. UB Jansson, M Hanson , U Sillen, and AL Hellstrom. (2005).Voiding Pattern and acquisition of bladder control from birth to age 6 years-a longitudinal study. The Journal of urology 289-293. Wong,D.L & Hockenberry, M.J. (2005). Nursing care of infants & children. St. Louis: Mosby.
648