Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Desember 2015
ISSN 1410-234X
Pengaruh Program Pencegahan Jatuh Berupa Edukasi dan Latihan Kekuatan Otot Terhadap Faktor Risiko Jatuh Yang Dimiliki Oleh Lansia di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha (BPSTW) Ciparay Bandung Windy Asih1 & Roselina Tambunan1* 1
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung
Abstrak Kejadian jatuh pada lansia bukanlah hal yang seharusnya terjadi dan sepatutnya harus dicegah. Dampak jatuh pada lansia tidak hanya pada aspek fisik tetapi juga psikologi dan materi. Kejadian jatuh pada lansia di institusi khusus seperti panti tidak hanya memberikan dampak negatif pada lansia tetapi juga bagi petugas dan pengelola panti. Penelitian ini secara jangka panjang bertujuan untuk mengidentifikasi bentuk intervensi yang paling tepat; efektif dan efisien dalam menurunkan risiko jatuh pada lansia di komunitas. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intervensi yaitu edukasi dan latihan kekuatan yang diberikan kepada lansia terhadap risiko jatuh yang dimiliki oleh lansia. Desain penelitian ini adalah pre eksperimental design dengan pendekatan one group pre-test post-test tanpa kelompok pembanding. Penelitian dilakukan di BPSTW Ciparay yaitu salah satu Unit Teknis Dinas di lingkungan Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat yang melaksanakan fungsi dinas sosial di bidang Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar dan Pemeliharaan Taman Makam Pahlawan. Populasi dalam penelitian ini adalah lansia di BPSTW Ciparay. Lansia yang memenuhi kriteria inklusi sebagai sampel sejumlah 65 orang (1 orang drop out), dikaji kapasitas mental-intelektual dan Timed Up and Go Test kemudian mendapatkan perlakuaan berupa program pencegahan jatuh (edukasi dan latihan kekuatan otot) selama 4 minggu dan kemudian diperiksa kembali menggunakan Timed Up and Go Test. Hasil uji menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test menunjukkan nilai p sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai alpha (0,05) sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh program pencegahan jatuh terhadap risiko jatuh yang dimiliki oleh lansia di BPSTW Ciparay. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi lansia secara umum dan khususnya bagi lansia serta pengelola BPSTW Ciparay dalam menurunkan risiko jatuh yang dimiliki sehingga lansia dapat mempertahankan kemandirian dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari dan mencapai kualitas hidup yang optimal. Kata kunci: Pencegahan Jatuh, Edukasi, Latihan Kekuatan Otot
537
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Desember 2015
Pendahuluan Jatuh pada lansia merupakan salah satu masalah kesehatan yang seringkali disepelekan oleh masyarakat luas. Hill, Schwarz dan Winbolt (2009, dalam Nay, R & Garratt 2009, hal. 190) menyatakan bahwa jatuh dapat menyebabkan berbagai bentuk cedera pada lansia seperti patah tulang, cedera kepala dan laserasi mayor terutama pada lansia yang berada di komunitas. Jatuh tidak hanya berdampak pada peningkatan masalah kesehatan atau komplikasi penyakit pada lansia tetapi juga berdampak pada aspek ekonomi dan kehidupan sosial lansia. Sebagai salah satu penyebab hospitalisasi pada lansia dan faktor primer penyebab kematian pada lansia berusia 65 tahun keatas (Davis 1995, dikutip dari Tideiksaar 2002, hal. 3), jatuh seharusnya diidentifikasi sebagai masalah kesehatan yang harus mendapatkan perhatian lebih dan ditanggulangi dengan sebaik mungkin. Sebuah systematic review yang dilakukan oleh Rubenstein dan Josephson (2006) mengemukakan bahwa perubahan pada organ atau system tubuh pada lansia dapat menjadi ‘intrinsic factor’ terjadinya jatuh. Istilah lain yang dipakai oleh WHO (2007) untuk menggambarkan faktor penyebab jatuh yang berasal dari perubahan kondisi fisik lansia akibat proses penuaan ataupun comorbidity adalah ‘biological factor’. Jatuh terjadi akibat adanya penyebab multifaktorial yang
ISSN 1410-234X
mempengaruhi lansia. Selain faktor akibat proses penuaan terdapat juga faktor-faktor lain yang berasal dari lingkungan yang menjadi penyebab jatuh antara lain lantai yang basah, licin, adanya objek yang berserak dilantai dan membahayakan bagi lansia, penerangan yang kurang, anak tangga yang terlalu tinggi, tidak ada alat bantu berjalan ataupun safety rail, lantai yang memiliki perbedaan ketinggian dan hal-hal lain yang dapat meningkatkan risiko jatuh. WHO (2007) menyatakan bahwa kondisi sosial dan ekonomi seorang lansia juga merupakan salah satu faktor penyebab jatuh. Lansia dengan penghasilan rendah, pengetahuan yang kurang serta memiliki keterbatasan untuk mengakses pelayanan kesehatan memiliki risiko jatuh lebih tinggi dibanding lansia dengan kondisi sosial dan ekonomi lebih baik. Jatuh dapat dicegah dengan melakukan identifikasi terhadap keberadaan faktor-faktor risiko jatuh baik internal maupun eksternal. Proses identifikasi dapat dilakukan menggunakan instrument pengkajian (screening tools) yang sudah baku antara lain Modified Falls-Efficacy Scale (MFES), The Morse Falls Scale Assessment, the Falls Risk for Older People in the Community (FROP-Com) tool, Get-Up and Go Test, dan the Short Falls Efficacy Scale International (Short FESI) yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya gejala fear of falling. Hasil pengkajian umumnya akan mengkategorikan
538
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Desember 2015
lansia berdasarkan level risiko jatuh yang dimilikinya. Berdasarkan level tersebut, intervensi pencegahan atau penanggulangan masalah jatuh dapat disusun dan diimplementasikan kepada lansia. Terdapat beberapa program pencegahan jatuh yang terdiri dari berbagai macam intervensi baik yang sudah baku dan diterapkan di suatu negara maupun sifatnya lokal atau institusional. Australia sebagai contoh telah menerapkan beberapa program baik di level negara bagian maupun nasional. ‘Stay On Your Feet® program’ diterapkan di Negara bagian barat dan selatan Australia dan ‘Stepping On program’ diterapkan di negara bagian New South Wales. Program-program ini bertujuan untuk meningkatkan kemandirian lansia dalam menjalani keseharian hidup yang pada akhirnya dapat mengurangi risiko jatuh. (National Public Health Partnership 2005, hal. 7-9). Suatu meta analysis terhadap hasil penelitian-penelitian mengenai intervensi pencegahan jatuh yang dilakukan oleh Sherington dkk (2008) menyimpulkan bahwa olahraga dapat menurunkan risiko jatuh sebesar 17%. Penelitian yang dilakukan oleh Chang dkk (2004) mengindikasikan bahwa pencegahan jatuh pada lansia yang bersifat multifaktorial memberikan hasil yang lebih efektif dan intervensi berupa olah raga sendiri mampu mengurangi insiden jatuh pada lansia. Asih (2011) melalui artikelnya dalam ‘Falls prevention
ISSN 1410-234X
framework for older people in the community in Indonesia’ mengajukan beberapa intervensi yang dapat diterapkan bagi lansia yang berada di komunitas di Indonesia melalui kajian literature dan hasil penelitian sebelumnya di negara berkembang seperti Indonesia. Intervensi tersebut adalah peningkatan pengetahuan melalui edukasi dan latihan kekuatan otot dan keseimbangan melalui olah raga atau senam bagi lansia. Kedua intervensi tersebut juga dinyatakan sebagai intervensi yang disarankan untuk diterapkan pada tatanan pelayanan kesehatan sebagai multifactorial interventions oleh National Institute for Clinical Excellence (2004). Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung dan Pemeliharaan Taman Makam Pahlawan (BPSTW) merupakan salah satu Unit Teknis Dinas di lingkungan Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat yang melaksanakan fungsi dinas sosial di bidang Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar dan Pemeliharaan Taman Makam Pahlawan. Berdasarkan arsip BPSTW tahun 2013 didapatkan informasi bahwa terdapat 150 orang lansia yang mendapatkan pelayanan di BPSTW. Lansia-lansia tersebut memiliki status kesehatan yang berbeda. Status kesehatan ini juga menjadi salah satu dasar pengelompokkan tempat tinggal bagi lansia dimana lansia sehat atau mandiri ditempatkan di wisma.
539
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Desember 2015
Studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 5 orang lansia di BPSTW Ciparay pada bulan Agustus 2013 menghasilkan informasi bahwa 3 dari 5 lansia tersebut pernah mengalami jatuh sebelum dan selama tinggal di panti. Lansia yang pernah mengalami jatuh menyatakan bahwa adanya gangguan penglihatan, kelemahan otot kaki dan tersandung benda di lantai adalah penyebab dari jatuh yang mereka alami. Hasil wawancara juga menunjukkan adanya gejala fear of falling pada 2 dari 3 lansia yang pernah jatuh. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti terhadap kemampuan fungsional 2 orang lansia tanpa riwayat jatuh dapat disimpulkan bahwa meskipun lansialansia tersebut tidak pernah jatuh dan tidak memiliki gejala fear of falling mereka memiliki faktor risiko jatuh dalam diri mereka. Selain itu, berdasarkan observasi yang dilakukan dapat dinyatakan bahwa kondisi lingkungan BPSTW Ciparay belum bebas dari hazard penyebab jatuh pada lansia. Hal ini dapat terlihat di beberapa wisma yang masih belum memiliki rel untuk lansia berpegangan ketika berjalan
ISSN 1410-234X
menuju kamar mandi, tempat tidur yang tidak memiliki palang, lantai yang licin serta jalan menuju ruang serba guna yang berlubang dan berbatu. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh program pencegahan jatuh berupa edukasi dan latihan kekuatan otot terhadap risiko jatuh yang dimiliki oleh lansia di BPSTW Ciparay Bandung. Metode Penelitian Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai maka jenis desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre eksperimental design dengan pendekatan one group pretest post-test dengan tidak menggunakan kelompok pembanding (kontrol). Pada penelitian ini akan diidentifikasi pengaruh program pencegahan jatuh berupa edukasi dan latihan kekuatan otot terhadap risiko jatuh pada lansia di BPSTW Ciparay. Adapun skema pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
540
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Desember 2015
ISSN 1410-234X
Penentuan responden sebagai sampel berdasarkan kriteria inklusi yang telah ditetapkan (lansia merupakan lansia yang menetap di BPSTW Ciparay, bersedia menjadi partisipan, kooperatif dan komunikatif serta tidak memiliki kondisi kontraindikasi untuk mengikuti latihan kekuatan otot)
Pre-test Pengkajian faktor risiko jatuh menggunakan Timed Up and Go Test
Pengolahan Data dan Analisa Data
Perlakuan Program Pencegahan Jatuh (edukasi dan latihan)
Perbedaan sebelum dan sesudah pelaksanaan program
Post-test Pengkajian faktor risiko jatuh menggunakan Timed Up and Go Test
Penarikan Kesimpulan
Skema 1 Desain Penelitian
Hasil Penelitian Kapasitas mental intelektual lansia di BPSTW Ciparay Bandung 1. Mini Mental State Exam (MMSE) Tabel 1 Hasil Mini Mental State Exam (MMSE), r=65 MMSE Normal Kemungkinan mengalami gangguan kognitif Klien mengalami gangguan Kognitif Total
Tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 41,5% responden kemungkinan mengalami gangguan
f 27 27 11 65
% 41.5 41.5 16.9 100,0
kognitif dan 16,9% dari responden mengalami gangguan kognitif.
2. Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ) Tabel 2 Hasil Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ), r=65 SPMSQ f Fungsi intelektual utuh 29 Fungsi intelektual kerusakan ringan 14 Fungsi intelektual kerusakan sedang 13 Fungsi intelektual kerusakan berat 9 Total 65
Tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 21.54% responden memiliki kerusakan ringan pada
% 44.61 21.54 20.00 13.85 100,0
fungsi intelektual, 20.00% responden memiliki kerusakan sedang dan 13.85 % mengalami kerusakan berat.
541
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Desember 2015
ISSN 1410-234X
3. Risiko jatuh lansia di BPSTW Ciparay Bandung a. Risiko jatuh yang dimiliki oleh lansia di BPSTW Ciparay sebelum dilakukan program pencegahan jatuh berupa edukasi dan latihan kekuatan otot. Tabel 3 Risiko jatuh yang dimiliki oleh lansia di BPSTW Ciparay sebelum dilakukan program pencegahan jatuh berupa edukasi dan latihan kekuatan otot. Timed up and go test f % Normal 15 23.1 Mobilitas baik, mobilisasi tanpa bantuan, dapat beraktifitas 14 21.5 keluar rumah sendiri Gangguan mobilisasi, membutuhkan alat bantu, tidak dapat 36 55.4 beraktifitas keluar rumah sendiri Total 65 100,0
Dari tabel diatas diketahui sebanyak 55.4% responden mengalami gangguan mobilisasi, membutuhkan alat bantu dan tidak dapat beraktifitas keluar rumah
sendiri sedangkan 21.5% lainnya memiliki mobilitas baik, mampu mobilisasi tanpa bantuan serta dapat beraktifitas keluar rumah sendiri.
b. Risiko jatuh yang dimiliki oleh lansia di BPSTW Ciparay setelah dilakukan program pencegahan jatuh berupa edukasi dan latihan kekuatan otot. Tabel 4 Risiko jatuh yang dimiliki oleh lansia di BPSTW Ciparay setelah dilakukan program pencegahan jatuh berupa edukasi dan latihan kekuatan otot. Timed up and go test f % Normal 14 21.88 Mobilitas baik, mobilisasi tanpa bantuan, 27 42.19 dapat beraktifitas keluar rumah sendiri Gangguan mobilisasi, membutuhkan alat bantu, tidak dapat beraktifitas keluar 23 35.94 rumah sendiri Total 64 100,0
Tabel diatas menunjukkan data hasil Timed Up and Go Test setelah dilaksanakan intervensi edukasi pencegahan resiko jatuh dan latihan kekuatan otot. Sebanyak 35.94% responden mengalami gangguan mobilisasi, membutuhkan alat bantu, tidak dapat beraktifitas
keluar rumah sendiri sedangkan 42.19 % mengalami mobilitas baik, mampu mobilisasi tanpa bantuan serta dapat beraktifitas keluar rumah sendiri. Satu orang responden tidak dapat diikutsertakan pada pengkajian post intervensi (drop out) karena mengalami stroke.
542
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Desember 2015
ISSN 1410-234X
4. Pengaruh program pencegahan jatuh terhadap risiko jatuh yang dimiliki oleh lansia di BPSTW Ciparay Tabel 5 Pengaruh program pencegahan jatuh terhadap risiko jatuh yang dimiliki oleh lansia di BPSTW Ciparay (Waktu * Kelompok Crosstabulation) Kelompok Pre-test Count
Waktu
Normal
% within Waktu
Mobilitas baik, mobilisasi tanpa bantuan, dapat beraktifitas keluar rumah sendiri
Count
Gangguan mobilisasi, membutuhkan alat bantu, tidak dapat beraktifitas keluar rumah sendiri
Count
% within Waktu
% within Waktu Count
Total
% within Waktu
Tabel diatas menunjukkan perubahan pada responden yang masuk dalam kategori normal dari 51,7% menjadi 48,3%, mobilitas baik meningkat dari 34,1% menjadi 65,9% dan kategori responden dengan gangguan mobilisasi turun sebanyak 22%; dari 61,0% menjadi 39%. Terjadinya pengurangan hasil post test dengan kategori Normal dapat disebabkan oleh adanya responden yang drop out pada pengambilan data post intervensi. Hasil uji yang dilakukan menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test menunjukkan nilai p sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai alpha (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan waktu reaksi
Post-test
Total
15
14
29
51.7
48.3
100.0
14
27
41
34.1
65.9
100.0
36
23
59
61.0
39.0
100.0
65
64
129
50.4
49.6
100.0
(timed up and go test) sebelum dan setelah intervensi. Pembahasan Responden pada penelitian ini melibatkan 65 responden sebelum dilaksanakan intervensi dan 64 responden setelah intervensi (1 orang drop out). Sesudah dilaksanakan intervensi program pencegahan jatuh berupa edukasi dan latihan kekuatan otot yang terdiri dari 28 responden laki-laki dan 37 responden perempuan. Lansia yang tidak ikutkan dalam penelitian ini adalah: 25 lansia yang tinggal di klinik karena mengalami sakit dan 60 lansia yang mengalami keterbatasan
543
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Desember 2015
motorik. Selanjutnya akan di bahas hasil penelitian. 1. Kapasitas mental - intelektual lansia di BPSTW Ciparay Bandung. Pada penelitian dengan 65 responden lansia di BPSTW Ciparay Bandung sebelum melaksanakan perlakuan program pencegahan jatuh berupa edukasi dan latihan kekuatan otot terhadap risiko jatuh yang dimiliki oleh lansia di BPSTW Ciparay Bandung, terlebih dahulu dilaksanakan pengkajian (screening responden) yang bertujuan untuk menetapkan kelompok intervensi, hal ini dipertimbangkan untuk menyesuaikan perlakuan dengan kondisi lansia, baik kesehatan fisik dan kapasitas mental kognitif dari pada lansia sebagai responden. Langkah pertama yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah screening responden dengan menggunakan format Mini Mental State Exam (MMSE). Tes ini dirancang agar dapat dilaksanakan dengan mudah oleh semua profesi kesehatan atau tenaga terlatih manapun yang telah menerima instruksi untuk penggunaannya. MMSE merupakan pemeriksaan status mental singkat dan mudah diaplikasikan yang telah dibuktikan sebagai instrumen yang dapat dipercaya serta valid untuk mendeteksi dan mengikuti perkembangan gangguan kognitif yang berkaitan dengan penyakit neurodegeneratif. Hasilnya, MMSE menjadi suatu metode pemeriksaan status mental yang digunakan paling
ISSN 1410-234X
banyak di dunia dan telah diterjemahkan ke beberapa bahasa dan telah digunakan sebagai instrumen skrining kognitif primer pada beberapa studi epidemiologi skala besar demensia. Tes ini juga digunakan secara luas pada praktik klinis dan kecermelangannya sebagai instrumen skrining kognitif telah dibukt ikan dengan pencatuman bersama dengan Diagnostic Interview Schedule (DIS), dalam studi National Institute of Mental Health ECA dan oleh daftarnya yang menyebutkan MMSE sebagai penilai fungsi kognitif yang direkomendasikan untuk kriteria diagnosis penyakit Alzheimer dikembangkan oleh konsorsium National Institute of Neurological and Communication Disorders and Stroke and the Alzheimer’s Disease and Related Disorders Association (McKhann dkk, 1984). Kelemahan terbesar MMSE yang banyak disebutkan ialah batasannya atau ketidakmampuannya untuk menilai beberapa kemampuan kognitif yang terganggu. MMSE juga relatif tak sensitif terhadap penurunan kognitif yang sangat ringan (terutama pada individual dengan status pendidikan tinggi). Walaupun batasan batasan ini mengurangi manfaat MMSE, tes ini tetap menjadi instrumen yang sangat berharga untuk penilaian penurunan kognitif (Rush, 2000). Hasil pemeriksaan MMSE yang dilakukan terhadap lansia di BPSTW Ciparay menunjukkan bahwa sebanyak 41,5% responden
544
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Desember 2015
mempunyai kemungkinan mengalami gangguan kognitif dan 16,9% yang mengalami gangguan kognitif. Gangguan kognitif merupakan gangguan yang secara signifikan dapat menghambat fungsi kognitif seseorang dalam melaksanakan fungsi kehidupan sosialnya di tengah masyarakat. Pada lansia di BPSTW Ciparay tanda dan gejala gangguan kognitif yang dominan terlihat diantaranya adalah penurunan kemampuan mengingat (short term dan long term memory) dan penurunan koordinasi motorik. Hal ini terlihat sangat mempengaruhi kemampuan lansia dalam melakukan interaksi sosial dengan sesama lansia maupun dengan petugas kesehatan dan pekerja sosial yang ada disekitar BPSTW Ciparay. Pemeriksaan lebih lanjut yang dilakukan untuk melengkapi kajian terhadap kapasitas mentalintelektual lansia dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ). SPMSQ merupakan cara yang dipakai untuk mendeteksi adanya gangguan kognitif meliputi orientasi, memori jauh dan kemampuan matematis (Pfeiffer, 1975 dalam Lueckenotte, 2000). Pemeriksaan SPMSQ merupakan pemeriksaan yang umumnya direkomendasikan untuk mengukur status demensia lansia. Hasil pemeriksaan SPMSQ pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 21.54% responden memiliki kerusakan ringan pada fungsi intelektualnya, 20.00%
ISSN 1410-234X
memiliki kerusakan sedang dan 16.9 % mengalami fungsi intelektual dengan kerusakan berat. Kerusakan fungsi intelektual berat menunjukkan bahwa lansia memiliki tanda dan gejala demensia, akan tetapi tidak ada satupun responden dalam penelitian ini yang memiliki kondisi intellectual impairment yang dibawa sejak lahir. Tanda dan gejala adanya kerusakan pada fungsi intelektual yang terlihat pada responden dalam penelitian ini antara lain penurunan kemampuan memori jangka panjang dan jangka pendek. Hal ini juga mempertegas hasil MMSE yang didapat dimana diketahui bahwa hampir setengah dari responden dinyatakan mungkin mengalami gangguan kognitif dan sebagian kecil dari responden mengalami gangguan kognitif. Penelitian Meta-analisis yang dilakukan oleh Muir dkk (2012) terhadap 27 penelitian terdahulu tentang gangguan fungsi kognitif dan kejadian jatuh menunjukkan adanya hubungan kerusakan fungsi kognitif dengan risiko jatuh pada lansia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penurunan fungsi kognitif berhubungan dengan kejadian jatuh, cedera berat dan fraktur pada lansia yang berada di komunitas. Lebih lanjut, Muir dkk menyatakan bahwa gangguan fungsi kognitif yang ringan sekalipun dapat meningkatkan risiko jatuh pada lansia. Berdasarkan hal tersebut diatas dan berdasarkan hasil pengkajian kapasitas mentalintelektual yang dimiliki oleh responden dalam penelitian ini dapat
545
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Desember 2015
dinyatakan bahwa lansia di BPSTW Ciparay memiliki faktor risiko jatuh. 2. Risiko jatuh lansia di BPSTW Ciparay Bandung sebelum dilakukan program pencegahan jatuh berupa edukasi dan latihan kekuatan otot Data pada tabel 3 menyatakan bahwa sebanyak 55.4% responden mengalami gangguan mobilisasi, membutuhkan alat bantu dan tidak dapat beraktifitas keluar rumah sendiri sedangkan hanya 21.5% yang memiliki mobilitas baik, mobilisasi tanpa bantuan dan dapat beraktifitas keluar rumah sendiri. Gangguan mobilisasi yang umumnya terjadi pada responden adalah penurunan kemampuan motorik. Lansia mengalami kesulitan dalam menjaga keseimbangan dan terlihat mengalami penurunan kekuatan otot. Penurunan fungsi ini terjadi seiring dengan proses penuaan yang dialami oleh lansia. Perubahan-perubahan pada fisik yang terjadi pada lansia dapat menjadi faktor penyebab terjadinya jatuh pada lansia. Sebuah systematic review yang dilakukan oleh Rubenstein dan Josephson (2006) mengemukakan bahwa perubahan pada organ atau system tubuh pada lansia dapat menjadi ‘intrinsic factor’ terjadinya jatuh. Istilah lain yang dipakai oleh WHO (2007) untuk menggambarkan faktor penyebab jatuh yang berasal dari perubahan kondisi fisik lansia akibat proses penuaan ataupun co-morbidity adalah ‘biological factor’.
ISSN 1410-234X
Faktor intrinsik ataupun faktor biologis yang dimiliki oleh lansia yang dapat meningkatkan risiko jatuh pada lansia di BPSTW Ciparay dalam penelitian ini diidentifikasi dengan pelaksanaan Timed Up and Go Test. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara responden duduk dengan tegak menyandar pada kursi dan kedua kaki mengarah kedepan (kedua lengan boleh diletakan dibagian tangan kursi). Pemeriksa mengucapkan kata ‘Go’ dan pada saat yang bersamaan mulai menghitung waktu menggunakan stop watch. Apabila lansia kelelahan, lansia disarankan untuk berhenti (tidak duduk) dan apabila sudah merasa lebih baik dapat melanjutkan untuk berjalan. Tidak ada limit waktu maksimal bagi lansia untuk menyelesaikan test. Kemampuan lansia dalam berjalan (mobilisasi) tanpa bantuan dan atau keterbatasan menjadi salah satu variabel penilaiannya. Selain itu, ketergantungan lansia terhadap bantuan dalam melakukan aktifitas di luar rumah merupakan variabel yang juga menunjukkan bahwa lansia merupakan lansia yang berisiko jatuh. 3. Risiko jatuh yang dimiliki oleh lansia di BPSTW Ciparay setelah dilakukan program pencegahan jatuh berupa edukasi dan latihan kekuatan otot. Data pada tabel 4 menunjukan hasil pemeriksaan Timed Up and Go Test yang dilakukan pada responden setelah menerima perlakuan atau intervensi
546
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Desember 2015
berupa edukasi dan latihan kekuatan otot. Sebanyak 35.94% responden mengalami gangguan mobilisasi, membutuhkan alat bantu, tidak dapat beraktifitas keluar rumah sendiri dan 42.19 % mengalami mobilitas baik, mobilisasi tanpa bantuan dan dapat beraktifitas keluar rumah sendiri. Data tersebut diatas memberikan gambaran adanya peningkatan pada kemampuan mobilisasi lansia yang dampaknya berbanding terbalik dengan faktor risiko jatuh pada lansia. Terdapat berbagai macam intervensi yang dapat dilakukan untuk mencegah jatuh pada lansia. Intervensi tersebut adalah olah raga (kekuatan otot, keseimbangan, kelenturan), modifikasi lingkungan, medication management, koreksi visus, pemberian vitamin D dan pendidikan kesehatan. Beberapa intervensi tersebut telah secara luas diuji efektifitasnya dalam mengurangi insiden jatuh atau menurunkan level risiko jatuh pada lansia (Asih, 2011). Beberapa intervensi pencegahan jatuh dapat dilaksanakan secara bersamaan dengan demikian disebut sebagai intervensi multiple serta multifactorial. Perbedaan kedua intervensi ini berada pada tahap pengkajian awal sebelum intervensi ditetapkan (ACSQHC, 2009) dimana dalam multifactorial interventions lansia akan mendapatkan intervensi pencegahan jatuh berdasarkan pada keberadaan faktor risiko yang dimiliki oleh lansia yang diketahui setelah pengkajian sedangkan dalam
ISSN 1410-234X
multiple interventions pengkajian awal (initial assessment) tidak dilakukan. Intervensi dalam penelitian ini bersifat multiple interventions dimana peneliti menggabungkan dua intervensi yaitu edukasi dan olahraga berupa latihan kekuatan otot untuk menanggulangi risiko jatuh pada lansia. Intervensi edukasi disampaikan melalui beberapa sesi dan dalam bentuk seminar, diskusi dan tanya jawab yang dipimpin oleh pemateri dan didampingi oleh fasilitator. Informasi yang diberikan dimuat dalam booklet yang dibagikan kepada responden. Sebuah penelitian yang mengukur efektifitas intervensi berupa peningkatan pengetahuan mengenai jatuh pada lansia menyatakan bahwa insiden jatuh dapat dikurangi hingga 31% (Clemson, 2004). Meskipun penelitian ini tidak membandingkan angka insiden jatuh sebelum dan sesudah intervensi edukasi namun hasil penelitian menunjukkan penurunan jumlah persentase lansia yang memiliki gangguan mobilisasi, membutuhkan alat bantu dan tidak dapat beraktifitas keluar rumah sendiri. Intervensi selanjutnya berupa latihan kekuatan otot yang dilakukan selama 4 minggu dengan berpedoman pada Stay Safe Stay Active Daily Exercise Program (National Center for Injury Prevention and Control, 2008). Latihan ini bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot serta keseimbangan sehingga dapat
547
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Desember 2015
memberikan motivasi bagi lansia untuk melakukan aktifitas sehari-hari dengan aman dan mandiri. Hasil Timed Up and Go Test dalam penelitian ini menunjukkan bahwa latihan kekuatan otot telah meningkatkan kemampuan mobilisasi responden. 4. Pengaruh program pencegahan jatuh terhadap risiko jatuh yang dimiliki oleh lansia di BPSTW Ciparay Tabel 5 menunjukkan adanya peningkatan nilai persentase lansia dengan mobilitas baik sebanyak 31,8% dimana sebelum intervensi diberikan nilainya adalah 34,1 % dan setelah intervensi diberikan nilainya menjadi 65,9%. Perubahan ini berpengaruh pada nilai persentase lansia dengan kategori mengalami gangguan mobilisasi dimana setelah intervensi dilakukan nilainya menjadi 39,0%. Hasil uji menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test menunjukkan nilai p sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai alpha (0,05) sehingga Ho ditolak dan dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh program pencegahan jatuh terhadap risiko jatuh yang dimiliki oleh lansia di BPSTW Ciparay. Pengaruh program pencegahan jatuh berupa edukasi dan latihan kekuatan otot pada lansia di BPSTW Ciparay terlihat dari adanya perubahan kearah yang lebih baik dalam kemampuan lansia melakukan mobilisasi. Peningkatan kemampuan mobilisasi pada lansia pada akhirnya dapat menurunkan risiko jatuh dan sebaliknya akan meningkatkan
ISSN 1410-234X
kemampuan serta kemauan lansia dalam melaksanakan aktifitas seharihari dengan aman dan mandiri. Simpulan Dari penelitian yang sudah dilakukan dan sudah dipaparkan dalam bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Kapasitas fungsi mentalintelektual lansia di BPSTW Ciparay menunjukkan keberadaan faktor risiko jatuh akibat penurunan fungsi kognitif. 2. Program pencegahan jatuh berupa edukasi dan latihan kekuatan otot pada lansia di BPSTW Ciparay berpengaruh pada kemampuan mobilisasi lansia dimana terdapat peningkatan nilai persentase lansia dengan mobilitas baik, mobilisasi tanpa bantuan dan dapat melakukan aktifitas di luar rumah sendiri atau tanpa bantuan setelah dilakukan intervensi. 3. Penurunan fungsi kognitif pada lansia tidak menjadi hambatan yang signifikan dalam pelaksanaan program pencegahan jatuh di BPSTW Ciparay. Saran Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan hasil dan keterbatasan pada hasil penelitian ini dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:
548
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Desember 2015
1. Bagi lansia, pemberi asuhan pada lansia maupun kelompok masyarakat dimana lansia berada, dapat menerapkan program pencegahan jatuh dengan multiple intervensions secara mandiri pada lansia dengan memperhatikan pengetahuan yang benar dan tepat mengenai jatuh dan pencegahannya sehingga bisa mendapatkan intervensi yang tepat sesuai kebutuhan lansia. 2. Bagi pengelola BPSTW Ciparay Bandung, dapat melanjutkan pelaksanaan Program pencegahan jatuh yang sudah diterapkan dengan rutin dan meningkatkan upaya-upaya untuk mengurangi enviromental hazards (penyebab jatuh akibat lingkungan), memberikan pengetahuan yang tepat dan benar mengenai penanggulangan jatuh bagi seluruh petugas atau pekerja yang berinteraksi dengan lansia. 3. Bagi peneliti selanjutnya, dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan memasukkan beberapa variabel lain yang belum termasuk dalam penelitian ini. Daftar Pustaka Aminzadeh, F & Edwards, N 1998, ‘Exploring seniors’ view on the use of assistive devices in fall prevention’, Public Health Nursing, vol. 15, no. 4, pp. 297-304.
ISSN 1410-234X
Asih, W 2011, ‘Falls prevention framework for older people living in the community in Indonesia’, Proceeding 1st International Nursing Conference 2011: Nursing research innovation and international collaboration. ISSN : 2088-9763 hal 37-46. Australian Commission on Safety and Quality in Health Care (ACSQHC) 2009, Preventing falls and harm from falls in older people: Best practice guidelines for Australian community care 2009, Commonwealth of Australia. Boyd, R and Stevenson, J 2009, ‘Falls and fear of falling: Burden, beliefs and behaviours’, Age and Ageing, vol. 38, pp. 423-428. Chang, JT, Morton, SC, Rubenstein, L et al 2004, ‘Interventions for the prevention of falls in older adults: Systematic review and meta-analysis of randomized clinical trials’, BMJ, vol. 328, pp.676-682. Clemson, L, Cumming, R, Kendig, H, et al 2004, ‘The effectiveness of a communitybased program for reducing the incidence of falls in the elderly: A randomized trial’, JAGS, vol. 52, pp. 1487-1494. Fajar, et al. (2009). Statistika Untuk Praktisi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
549
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Desember 2015
Gillespie, L, Robertson, M, Gillespie, W, et al 2009,’Intervention for preventing falls in older people living in the community’, (Cochrane Review), pp. 1-254, diakses pada 30 Agustus 2013, (online Wiley InterScience/Cochrane Database of Systematic Reviews). Heryawan, A, 2009, Lansia Jawa Barat Punya Peran Strategis, diakses pada 6 Mei 2014,
. Hill, K, Schwarz, J & Winbolt, M 2009, ‘Supporting independent function and preventing falls’, dalam Older People: Issues and innovations in care, 3rd edn, R Nay dan Sally Garratt (eds). New South Wales, Churchill Livingstone-Elsevier.
ISSN 1410-234X
September 2013, (online Wiley InterScience/Cochrane Database of Systematic Reviews). McKhann,Guy,M.D and Marilyn Albert,Ph.D,Keep your Brain Young,(Jakarta:PT buku Kita,cet.1,2010) Moylan, K and Binder, E 2007, ‘Falls in older adults: Risk assessment, management and prevention’, The American Journal of Medicine, vol. 120, no. 6, pp. 493-497. Muir, SW, Gopaul, K, Odasso, MM 2012, ‘The role of cognitive impairment in fall risk among older adults: a systematic review and meta-analysis’, Age and Ageing, vol 41, pp. 99– 308.
Lueckenotte, A. G. (2000). Gerontologic Nursing, 2nd ed. New York: Mosby
National Ageing Research Institute 2004, An Analysis of Research on Preventing Falls and Falls Injury in Older People: Community, residential aged care and hospital settings (2004 Update), Australian Government, Department of Health and Ageing, Injury Prevention Section, Commonwealth Australia, Canberra.
McClure, RJ, Turner, C, Peel, N, et al 2008, ‘Population-based interventions for the prevention of fall-related injuries in older people’ (Cochrane Review), pp. 1-23 diakses pada 1
National Center for Injury Prevention and Control 2008, Preventing Falls: How to Develop Community-based Fall Prevention Programs for Older Adults. Centers for Disease
International Classification of Disease-10 2006, World Health Organization, diakses pada 8 September 2013, .
550
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Desember 2015
Control Atlanta.
and
ISSN 1410-234X
Prevention,
National Institute for Clinical Excellence 2004, Clinical Guideline 21: Falls-The assessment and prevention of falls in older people, National Institute for Clinical Excellence, diakses pada 7 Agustus 2013, . National Public Health Partnership (NPHP) 2005, The National Falls Prevention for Older People Plan: 2004 Onwards, Department of Health and Aging, Canberra. Podsiadlo D, Richardson S, 1991, ‘The Time “Up & Go”: A Test of Basic Functional Mobility for Frail Elderly Persons’, Journal of the American Geriatrics Society, vol. 39, no. 2, pp. 142-148 Registered Nurses Association of Ontario 2002, Prevention of Falls and Fall Injuries in the Older Adult, Registered Nurses Association of Ontario: Toronto, Canada. Rubenstein, LZ, Josephson, KR 2006, ‘Falls and their prevention in elderly people: What does the evidence show?’, The Medical Clinics of North America, pp. 807-824.
Rush, A.J.,et al., 2000. Handbook of Psychiatric Measures.Washington, DC: American Psychiatric Association. Sherrington, C, Whitney J, Lord, S et al 2008, ‘Effective exercise for the prevention of falls: A systematic review and metaanalysis’, JAGS, vol. 56, pp. 2234-2243. Shumway - Cook A, Brauer S, Woollacott M, 2000, ‘Predicting the Probability for Falls in Community-Dwelling Older Adults Using the Timed Up & Go Test’, Physical Therapy, vol 80, no. 9, pp. 896-903.
Tideiksaar, R 2002 ‘Falls in older persons: prevention and rd management, 3 edn’, Health Professions Press, Illinois. Touhy, T & Jett, K 2010, Ebersole & Hess’ gerontological nursing & healthy aging, 3rd edn, St. Louis, Mosby-Elsevier. Undang-undang No 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, diakses pada 10 April 2014, < http://www.dpr.go.id/uu/uu199 8/UU_1998_13.pdf>. World Health Organization 2007, WHO Global Report on Falls Prevention in Older Age, World Health Organization, France
551
Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 2, Desember 2015
ISSN 1410-234X
Yardley, L, Beyer, N, Hauer, K et al 2007, ‘Recommendations for promoting the engagement of older people in activities to prevent falls’, Qual Saf Health Care, vol 16, no. 3, pp. 230234. Yardley, L, Donovan-Hall, M, Francis, K et al 2006, ‘Older People‟s Views of Advice about Falls Prevention: a qualitative study’, Health Educ Res, vol 21, no 4, pp 508-517 .
552