Ill METODOLOGI PENELlTlAN
3.1
Kerangka Pemikiran Pengelolaan dan pengusahaan sumberdaya wilayah pesisir sebagai salah
satu basis untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, pada kenyataannya masih sering kali dilakukan secara tidak terpadu dan tidak berkelanjutan. Eksploitasi terhadap sumberdaya alam masih sering dilakukan dengan melampaui batas kemampuan regenerasinya serta pencemaran terhadap lingkungan yang rnelebihi daya kapasitasnya. Di beberapa kawasan tertentu masih ada indikasi dibangunnya objek-objek wisata dan objek pembangunan lainnya yang justru rnembuat kantongkantong eksklusif, sehingga sering menirnbulkan spektrum dampak yang luas terhadap berbagai aktivitas kehidupan : banjir, pencemaran, konflik kepemilikan, kecemburuan sosial dan seterusnya. Pengelolaan dan pengusahaan sumberdaya wilayah pesisir Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Teluk Benoa, pada hakekatnya adalah untuk mencapai tujuantujuan pembangunan berkelanjutan, yaitu pertumbuhan ekonomi, perbaikan kualitas lingkungan serta adanya kepedulian antar generasi. Dengan demikian dalam setiap perencanaannya harus mengakomodasi seluruh kepentingan para stakeholder, mernbutuhkan informasi yang lengkap, akurat dan mutakhir, serta dilakukan dengan prosedur dan pendekatan yang secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan. Secara diagramatis,
kerangka
pemikiran penelitian yang
sebagaimana disajikan pada Gambar 6.
akan
dilakukan adalah
Zona Perlindungan
14cea "
r
Visi Pengelolaan SDA Tahura Ngurah Rai
-*
Kebijakan Tata Ruang Tahura
Zona Pembinaan
Zona Pemanfaatan
lmplementasi
1
Evaluasi
y,.,i""mIw[ Lingkungan
Kondisi Eksisting : Subsis. Lingkungan (Biofisik). Subsistem Penduduk. Subsistem Ekonorni
Stakeholders
-
$. Analisis Kebutuhan
4 4
Data Atribut, Data Spasial
C "
Formulasi Permasalahan
.t
Analisis SIG Pembagian Kegiatan Pariwisata
Isu Pengelolaan Sumberdaya Alam Tahura
ldentitikasi Sistem
*
Optimasi Pengelolaan Pemodelan Sistem
Desain Sistem Pengembangan Pariwisata
Feed Back
L
Gambar 6.
Kerangka Pemikiran Desain Sistem Pengembangan Pariwisata Dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Berkelanjutan
Keterkaitan konsep ruang dan waktu merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dalam kehidupan umat manusia, khususnya pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir membutuhkan pengaturan ruang dan waktu yang terintegrasi. Kenyataan ini telah menuntut para perencana dan pengelola wilayah pesisir agar mampu menjawab berbagai pertanyaan yang bersifat epistemologis. Dengan demikian, keterkaitan konsep ruang dan waktu sangat esensial dalam pengelolaan wilayah pesisir Tahura dan perlu diperlakukan secara eksplisit dalam setiap perencanaan dan pengelolaan, yang diarahkan ke perbaikan dan penyempurnaan kehidupan manusia. Konsep ruang dan waktu ini sangat relevan untuk mengkaji berbagai isu yang mencuat ke permukaan, khususnya mengenai isu-isu keruangan di wilayah pesisir Tahura Ngurah Rai. Isu keruangan wilayah pesisir Teluk Benoa merupakan fenomena yang timbul dari ketidakharmonisantata ruang yang ada serta lemahnya law enforcement. Adanya ketidakharmonisan ini mencerminkan adanya kompleksitas berbagai konflik kepentingan yang saling berinteraksi. Berbagai pelanggaran tata ruang, khususnya pada tata ruang Tahura Ngurah Rai semakin marak, reklamasi tak terkendali yang menyebabkan hilangnya sempadan pantai dan mangrove, banjir serta terjadinya perubahan arah arus di sepanjang pantai. Selain itu, pencemaran limbah domestik yang masuk ke Teluk Benoa semakin tak terkendali serta dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk yang bermukim di kawasan Teluk Benoa telah menyebabkan semakin tingginya tekanan penduduk terhadap kawasan ini. Fenomena ini tentunya memerlukan suatu rumusan penataan, pengelolaan dan pengusahaan wilayah yang komprehensif, dimana
secara ekonomi dapat
mendukung pertumbuhan ekonomi nasional (driven of economic growth), secara
ekologis dapat mengurangi beban kerusakan lingkungan (lessen of environment
damage) dan secara sosial dapat menghindari adanya konflik kepentingan (avoidance of social conflict). Atas dasar isu keruangan tersebut menuntut adanya suatu komitmen yang jelas dari para perencana, pengelola dan pengusaha di wilayah pesisir, agar tujuantujuan pengelolaan sumberdaya pesisir berkelanjutan serta tujuan pembangunan ekonomi berkelanjutan dapat tercapai. Untuk merealisasikan tujuan-tujuan itu pada hakekatnya diperlukan suatu kearifan dalam penataan ruang, pengelolaan dan pengusahaan, sehingga diperlukan adanya suatu konsep dinamis yang
dapat
mengatur pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir secara optimal, akan tetapi tetap memperhatikan kelestarian stokllingkungan. Konsep dinamis yang dimaksud adalah adanya suatu desain sistem terhadap pemanfaatan sumberdaya, sehingga secara simultan dapat diketahui tingkat pemanfaatan saat ini dan masa mendatang. Model dinamik sangat memungkinkan untuk dapat mengatur berbagai opsi antara tujuan optimasi pemanfaatan ruang dengan berbagai perubahan variabel secara berkelanjutan, dengan suatu bentuk desain sistem dan pemodelan. Masalah keserasian antara pembangunan ekonomi dan kelestarian sumberdaya pesisir di Teluk Benoa, dapat diselesaikan dengan sistem ekonomi pasar (market mechanism) asalkan dengan tingkat kelangkaan (scarcity) dapat ditemukan insentif yang tepat seperti harga, rente, biaya dan user cost, serta indikator
lain
yang
tepat
bagi
masyarakat,
produsen
dan
konsumen
menginternalisasi biaya lingkungan. Oleh karena itu pemecahan masalah ekonomi dan lingkungan di wilayah Tahura Ngurah Rai memerlukan pendekatan ilmiah yang memadai dan multidisiplin.
3.2
Pendekatan Sistem Metode pendekatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode
pendekatan sistem. Pendekatan sistem merupakan salah satu cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap 'adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif (Eriyatno 1999). Selain itu, juga merupakan kerangka pemikiran yang berorientasi pada pencarian keterpaduan antar komponen melalui pemahaman yang utuh. Atas dasar itu, maka prediksi terhadap kawasan Tahura Ngurah Rai dibangun oleh tiga komponen utama, yaitu : pengusahaan pariwisata (ekonomi), ketersediaan ruang Tahura Ngurah Rai (lingkungan) dan populasi penduduk. Dalam pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal, yaitu: (1) mencari semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah; dan (2) dibuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan rasional. Pengkajian dalam pendekatan sistem seyogyanya memenuhi tiga karakteristik, yaitu: (1) kompleks, dimana interaksi antar elemen cukup rumit; (2) dinamis, dalam arti faktor yang terlibat ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan; dan (3) probabilistik, yaitu diperlukannya fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi (Eriyatno 1999). Atas
dasar pendekatan sistem itu, maka dapat disusun suatu kerangka
pendekatan operasional penelitian sebagaimana disajikan pada Gambar 7.
Visi : Pembangunan Berkelanjutan Tujuan: Pertumbuhan Ekonomi & Wilayah Perbaikan Kualitas Lingkungan Kesejahteraan Masyarakat
---b
Kebijakan Tahura
Tindakan
Zona Perlindungan Zona Pembinaan Zona Pemanfaatan
ljin Pengusahaan Pada Zona Pemanfaatan
Isu Pengelolaan Tahura Reklamasi pantai Pencemaran perairan Pelanggaran tata ruang Peningkatan jumlah penduduk
4
Yes
+
Pendekatan Sistem
+
4
Analisis SIG
A
f
Manfaat Ekosistem Manfaat langsung Manfaat tdk langsung Manfaat pilihan Manfaat eksistensi
+
Pengembangan Usaha Pariwisata
Kondisi Lingkungan (Blofisrk) & Demo~rafi
Pemilihan obyek-obyek pariwisata
Zonasi Kegiatan Pariwisata
v
Analisis Valuasi Ekonomi
Analisis Kelayakan dan Sensitivitas
b
-
v Analisis Lingk (biofisik) dan Demografi
Pemodelan Dinamika
f Desain Sistem Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan /
Gambar 7.
Kerangka Pendekatan Operasional Penelitian Desain Sistem Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan.
Dalam pelaksanaan metode pendekatan sistem diperlukan tahapan kerja yang sistematis (Hartrisari, 2001).
Prosedur analisis sistem meliputi tahapan-
tahapan sebagai berikut : analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pernodelan sistem, verifikasi model dan implementasi (Eriyatno, 1999). Secara diagramatik, tahapan analisis sistem disajikan pada Gambar 8.
I
v Analisis Kebutuhan
Pemodelan Sistem
4-
No
Yes
lmplementasi
ldentifikasi Sistem
No
Yes
v A
Gambar 8. Tahapan Analisis Sistem (Eriyatno 1999 dalam Hartrisari 2001)
3.2.1
Analisis Kebutuhan Pengelolaan dan pengusahaan sumberdaya pesisir Tahura Ngurah Rai,
dapat melibatkan sejumlah stakeholders yang memiliki kebutuhan dan pandangan berbeda terhadap pengusahaan pesisir itu. Stakeholder yang terlibat terdiri dari : 1) Pengusaha pariwisata, yaitu pelaku yang terlibat dalam pengusahaan objek
turisme di wilayah pesisir Tahura Ngurah Rai. 2) Wisatawan, yaitu pelaku yang memanfaatkan obyek-obyek wisata (atraksi) di kawasan pengusahaan pariwisata pesisir 3) Pemerintah, yaitu lembaga otoritas lokal dan nasional yang memegang kebijakan
pembangunan pariwisata. 4) Masyarakat, yaitu masyarakat yang tinggal dan atau bekerja di wilayah pesisir
sekitar Tahura Ngurah Rai. 5) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yaitu kelompok-kelompok masyarakat
yang memiliki kepedulian terhadap pembangunan pariwisata dan atau kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Untuk ketepatan analisis terhadap sistem pengusahaan pariwisata alam Tahura diperlukan langkah-langkah pembatasan sistem, baik pembatasan secara konsep, secara fisik maupun secara non fisik yang akan dimodelkan.
Dengan
demikian, pembatasan ini memerlukan adanya penyusunan hubungan sebab-akibat
(Causal Loop) antara variabel yang akan dimodelkan. Tahap pembatasan secara fisik meliputi batas wilayah administrasi dua kecamatan, yaitu (1) Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, dan (2) Kecamatan Denpasar Selatan, Kotamadya Denpasar, sedangkan batas non fisik, merupakan batas permasalahan yang difokuskan pada aspek-aspek :
1) Penetapan zonasi kawasan sesuai dengan peruntukannya 2) Penggunaan sumberdaya alam (kawasan pesisir).
3) Populasi penduduk 4) Pengembangan obyek wisata alam di Tahura 5) Pengusahaan pariwisata alam
6) Penilaian investasi berbagai discount rate (kelayakan usaha) 7) Pendapatan atau penerimaan obyek wisata, penerimaan penjualan jasa yang selanjutnya akan digunakan untuk pengembalian pinjaman, operational
&
management dan biaya perawatan. 8) Pengelolaan lingkungan, terutama dalam ha1 penanganan limbah pariwisata. 9) lmplikasi kebijakan model perencanaan pembangunan pariwisata
terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah. Dalam penyusunan analisis kebutuhan tidak menutup kemungkinan terjadi bias, karena pada umumnya dilakukan oleh perancang sistem secara ekslusif. Oleh karena itu untuk menghindari bias yang terjadi diperlukan bantuan analisis prospektik. Dengan demikian, inventarisasi kebutuhan stakeholders sebagaimana disajikan pada Tabel Ibenar-benar merupakan aspirasi dari para stakeholders yang bersangkutan. Analisis Prospektif merupakan eksplorasi tentang kemungkinan di masa yang akan datang. Analisis ini digunakan sebagai salah satu alat (tool) dalam penelitian. Dari analisis prospektif didapatkan informasi mengenai faktor kunci dan tujuan strategis apa saja yang berperan dalam peruntukan ruang sebagai kebutuhan para pelaku (stakeholders)yang terlibat di dalam pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir Tahura Ngurah Rai. Selanjutnya faktor kunci dan tujuan strategis (kebutuhan)
tersebut akan digunakan untuk mendefinisikan dan mendeskripsikan evolusi kemungkinan masa depan bagi penataan ruang wilayah pesisir. Penentuan faktor kunci dan tujuan strategis tersebut adalah sangat penting, dan sepenuhnya merupakan pendapat dari pihak yang berkompeten sebagai pelaku dan ahli mengenai wilayah pesisir itu. Pendapat para pelaku tersebut didapatkan melalui bantuan kuesioner.
Tabel 1.
Kebutuhan Pelaku yang Terlibat Dalam Pengusahaan Pariwisata di Tahura Ngurah Rai, Teluk Benoa, Bali.
1. Pennusaha
I
I ) Tersedianva kawasan 1 . pesisir uniuk investasi 2) Fleksibilitas perpajakan 3) Pinjaman bunga rendah 4) Keamanan berinvestasi
I
2. Wisatawan
I I)Tersedianya
aksesibilitas 1 3) Tersedianya jasa pelayanan yang memadai yang baik 2) Tersedianya fasilitas 4) Variasi atraksi wisata pariwisata yang baik 5) Biaya jasa pariwisata yang realistik 1) Optimasi Pengusahaan 1 4) Lapangan kerja baru Tahura 5) Meningkatkan pendapatan 2) Terwujudnya kawasan 6) Reboisasi kawasan wisata pesisir yg integratif 7) Biaya pengelolaan lingkungan 3) Sumberdaya pesisir lestari. 1) Tersedianya lapangan 3) Lingkungan tempat berusaha kerja dan kesempatan yang nyaman kerja 4) Lingkungan yang lestari 2) Memperoleh pendapatan yang layak
3. Pemerintah
4. Masyarakat
Sumber : Data Primer (2002)
I
5) Biaya pennusahaan murah 6) ~luktuasiharga terkendali 7) Akses langsung ke jasa lingkungan taut 8) Pendapatan tinggi
I
3.2.2 Formulasi Permasalahan Pada umumnya pengusahaan sumberdaya pesisir berhubungan dengan beragam variasi dari aktivitas pembangunan, dampak lingkungan serta problematika pengelolaan pesisir (Wong, 1998). Secara dimensional akan sangat mempengaruhi eksistensi sumberdaya pada masa kini dan pada masa yang akan datang. Atas dasar pemikiran itulah maka disusun suatu pendekatan paradigma pembangunan dengan menggunakan desain sistem yang mendorong disusunnya penelitian ini dengan suatu perumusan masalah seperti adanya konversi hutan mangrove yang telah mengalami degradasi lingkungan hidup. Beberapa faktor penyebabnya antara lain adanya konversi hutan oleh masyarakat untuk tambak dan pemanfaataan lainnya, pencemaran limbah domestik serta
pendangkalan teluk akibat proses
sedimentasi Sungai (Tukad) Loloan, Tukad Nganjung, Tukad Buaji, Tukad Badung dan Tukad Mati.
3.2.3 ldentifikasi Sistem Konsep identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan tersebut (Eriyatno 1999). Hal ini sering digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (causal-loop). Yang penting dalam identifikasi sistem ini adalah melanjutkan interpretasi diagram lingkar ke dalam konsep Kotak Gelap (black box). Untuk menyusun Kotak Gelap ini perlu diketahui macam informasi yang dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu : (1) peubah input, (2) peubah output, dan (3) parameter-parameter yang membatasi struktur sistem.
Peubah input terdiri dari dua macam, yaitu yang berasal dari luar sistem (input eksogen) atau input lingkungan, dan overt input yang berasal dari dalam sistem (input endogen). Overt input terdiri dari dua macam yaitu input yang terkendali dan input tidak terkendali. Input terkendali dapat divariasikan selama operasi untuk menghasilkan perilaku sistem sesuai dengan yang diharapkan. Peubah output terdiri dari dua macam yaitu output yang dikehendaki dan output yang tidak dikehendaki. Output dikehendaki merupakan hasil dari adanya pemenuhan kebutuhan yang telah ditentukan secara spesifik pada tahap analisis kebutuhan, sedangkan output tidak dikehendaki merupakan hasil sampingan atau dampak yang ditimbulkan bersama-sama dengan output dikehendaki. Parameter rancangan sistem adalah parameter yang mempengaruhi input sampai proses transformasi menjadi output. Parameter rancangan sistem cenderung konstan, namun apabila terjadi perubahan kondisi lingkungan, dalam beberapa ha1 dapat diubah untuk memperbaiki kemampuan sistem agar tetap berjalan baik. Relevansi konsep ini dengan daerah yang diteliti merupakan suatu landasan pemikiran mengenai komponen pembangun struktur pariwisata di wilayah pesisir Tahura Ngurah Rai, yaitu penggunaan kawasan pada fungsi-fungsi zonasi di Tahura Ngurah Rai, aktivitas (struktur) pariwisata, serta populasi (penduduk).
Ketiga
variabel tersebut merupakan variabel state (pendukung) dalam membangun model konseptual. Kemudian ditentukan variabel non-state (variabel lainnya) yang meliputi variabel penggerak (driving), variabel pembantu (auxiliary), dan variabel tetap (constant) yang melengkapi suatu model (Grant et al. 1997).
Desain sistem pengembangan pariwisata dalam pengelolaan sumberdaya pesisir berkelanjutan merupakan interaksi antar sub model ketersediaan ruang Tahura (lingkungan), sub model populasi penduduk serta sub model pengusahaan pariwisata (ekonomi). Dalam membangun model konseptual pengelolaan sumberdaya ini dapat diidentifikasi variabel pendukung (state), yang terdiri dari ketersediaan ruang Tahura, pengusahaan pariwisata, dan populasi penduduk. Sedangkan variabel lainnya (non-state) terdiri dari konversi Tahura, limbah, pencemaran, kerusakan lingkungan, reboisasi, biaya rencana pengelolaan lingkungan, kebutuhan zona Tahura, pendapatan pariwisata, pajak, PDB sektor,
tarif retribusi, imigrasi,
pertambahan
kesempatan
penduduk,
pengunjung
(wisatawan),
berusaha,
pengangguran, pendapatan masyarakat (income per kapita), serta emigrasi dan pengurangan penduduk. Setelah dilakukan identifikasi terhadap variabel-variabel yang terlibat, kemudian ditentukan hubungan yang logis antar variabel tersebut. Dari hubungan itu dapat ditentukan apakah hubungannya bersifat positif atau negatif. Dengan demikian dapat dibangun hubungan umpan balik (causal loop) untuk semua variabel dalam pengusahaan pariwisata yang membentuk rantai tertutup. Secara global diagram lingkar sebab-akibat disajikan pada Gambar 9.
Pendapatan + pariwisata
+
PaJak +
+
I
Pengusahaan Wisata Tahura
-b
PDB sektor I
Kesempatan berusaha I
I Biaya lingkungan
pen" j-ran l
'
Kebutuhan zona Tahura
I
+t
Emigrasi
.
I
lmigrasi
+
Income per kapita
1
+
Pengurangan
Ke'
~erusakan lingkungan
Pertambahan
"
I anura
I
Konversi
njung
Gambar 9.
Diagram Lingkar Sebab Akibat (causal loop) Sistem Pengembangan Pariwisata Alam
Gambar 9 menunjukkan bahwa dalam sistem pengusahaan pariwisata alam
ada pengaruh positif dan negatif. Pengaruh positif antara lain terhadap pendapatan pariwisata pesisir, pendapatan masyarakat serta Produk Dometik Bruto sektor. Pengaruh negatif
dapat terjadi apabila perencanaan pengusahaan pariwisata
kurang baik dalam pengelolaan limbah dan penanganan lingkungan, sehingga dapat menyebabkan kerusakan sumberdaya alam yang pada akhirnya dapat mengurangi ketersediaan ruang Tahura. Kerusakan lingkungan juga merupakan loop negatif dapat mengakibatkan semakin meningkatnya biaya pengelolaan lingkungan yang harus ditanggung oleh pengusaha pariwisata, baik untuk membangun instalasi pengolah air limbah maupun biaya-biaya rencana pengelolaan lingkungan lainnya. Selain itu juga masalah laju pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol dapat berpengaruh negatif terhadap keseimbangan ekosistem Tahura. Faktor pendukung berhasilnya sistem pengusahaan pariwisata antara lain adalah ketersediaan ruang Tahura, pendapatan per kapita, reboisasi serta tingkat pengenaan pajak penghasilan. Diagram tersebut juga menunjukkan bahwa sistem pengusahaan pariwisata memiliki hubungan sebab akibat (causal loop) yang luas dan beragam. ldentifikasi sistem diagram lingkar sebab-akibat kemudian diinterpretasikan untuk membangun konsep kotak gelap (black box) diagram input-output. Diagram input-output merepresentasikan input lingkungan, input terkendali dan tak terkendali, output dikehendaki dan tak dikehendaki, serta manajemen pengendalian. Sedangkan parameter rancangan sistem dipresentasikan sebagai kotak gelap (black
box) pada tengah diagram, yang menunjukkan terjadinya proses transformasi input menjadi output. Diagram input-output desain sistem pengembangan pariwisata
berdasarkan hasil penelitian lapangan dalam pengelolaan pesisir berkelanjutan disajikan pada Gambar 10.
/
INPUT LINGKUNGAN Peraturan & pe~ndangan Kebijakan pemerintah Rencana Tata Ruang Tahura
J
OUTPUT DlKEHENDAKl
INPUT TAK TERKENDALI Fluktuasi harga Tingkat suku bunga bank Laju inmigrasi
Rencana tata ruang integratif Pertumbuhan ekonomi Perbaikan kualitas lingkungan
SISTEM PENGEMBANGAN PARlWlSATA ALAM TAHURA NGURAH RAI
/-
INPUT TERKENDALI Potensi sumberdaya alam, sarana dan prasarana (Lingkungan) Laju natalitas dan jumlah wisatawan (Penduduk) Manajemen investasi (Ekonomi)
'
t
OUTPUT TAK DlKEHENDAKl Pendapatan pengusaha dan masyarakat rendah Biaya produksi tinggi Kerusakan lingkungan
A MANAJEMEN PENGENDALIAN
Gambar 10.
Diagram Input-Output Sistem Pengembangan Pariwisata Alam Dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Berkelanjutan.
3.3
Pemodelan Sistem Pemodelan merupakan suatu gugus aktivitas pembuatan model. Secara
umum pemodelan didefinisikan sebagai suatu abstraksi dari sebuah obyek atau
-.
situasi aktual (Eriyatno, 1999).
Salah satu dasar utama untuk mengembangkan model adalah guna menemukan peubah-peubah apa yang penting dan tepat. Penemuan peubah tersebut sangat erat hubungannya dengan pengkajian hubungan-hubungan yang terdapat diantara peubah-peubah. Teknik kuantitatif dan simulasi digunakan untuk mengkaji keterkaitan antar peubah dalam sebuah model. Pemodelan sistem yang akan dilakukan di sini meliputi sub-sub model sebagai berikut: a) submodel Tahura (lingkungan);
b) submodel penduduk; c)
submodel pengusahaan pariwisata (ekonomi).
3.3.1
Submodel Tahura (lingkungan)
Proses penyusunan zonasi pada submodel Tahura dilakukan melalui dua tahapan yaitu tahap analisis spasial (keruangan), dan tahap analisis tabular. Analisis keruangan dilakukan dengan menggunakan Sistem lnformasi Geografi (SIG) dengan metode Ardlnfo, yaitu sistem informasi spasial berbasis komputer dengan melibatkan perangkat keras, perangkat lunak, mempunyai fungsi pokok untuk menyimpan, memperbaharui, menganalisis dan menyajikan kembali semua bentuk informasi spasial. Salah satu kemampuan SIG adalah tersedianya teknik tumpang susun (overlay). Pada analisis overlay ini komponen keruangan seperti biofisik dan sosial ekonomi budaya dapat dirumuskan berdasarkan ahli
terkait. Masing-masing komponen keruangan dijadikan peta tematik, kemudian dioverlay-kan untuk mendapatkan peta komposit.
Analisis tabular dilakukan untuk mencari suatu posisi atau luasan tertentu di muka bumi dengan memasukkan kriteria yang dipersyaratkan. Kriteria kesesuaian lahan untuk pembagian zonasi Tahura dibandingkan dengan peta komposit dengan menggunakan
"Info
Programming"
atau
"Reselect
Command"',
sehingga
mendapatkan peta pembagian zonasi. Masing-masing tahapan dalam pengolahan dan analisis data pada analisis tata ruang meliputi : 1) kriteria zonasi, serta 2) analisis model matematis. Dalam menentukan kriteria zonasi dapat disusun
berdasarkan potensi
supply dan demand (Departemen Kehutanan 1983; Mac Kinnon 1986 dalam Murni 1998). Potensi supply meliputi kondisi sumberdaya alam terdiri dari unsur fisik dan biologi yang mempunyai interaksi satu sama lain, mempunyai kemampuan tumbuh dan berkembang serta dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Potensi demand meliputi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat serta potensi wisatawan yang dalam perkembangannya membutuhkan pasokan sumberdaya alam (potensi supply) yang memadai dan memerlukan pengaturan pemanfaatan agar dapat menjamin kelestariannya (Murni, 1998). Berdasarkan ha1 itu, kriteria yang digunakan untuk menentukan tata ruang dalam zonasi sesuai dengan potensi supply adalah: (a) Keanekaragaman: jumlah, kepadatan, penyebaran ekosistem dan spesies (b) Kekhasan : fungsi ekologis, sejarah geologi, bentuk laguna.
(c) Kelangkaan : jumlah spesies kelompok kehidupan. (d) Keperwakilan : mewakili nilai keanekaragaman, kekhasan dan kelangkaan.
(e) Keaslian : penutupan vegetasi, suksesi alami, kerusakan, struktur vegetasi dan keanekaragaman. Kelima kriteria tersebut berkaitan dengan penilaian terhadap ekosistem serta spesies flora dan fauna yang dimiliki Tahura Ngurah Rai. Kriteria yang digunakan untuk menentukan zonasi sesuai potensi demand adalah: (a) Kependudukan : kepadatan penduduk, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan masyarakat. (b) Wisatawan : jumlah, tujuan, tingkat persepsi. (c) Sarana dan prasarana : jumlah dan penyebaran (d) Pengembangan wilayah yang berkaitan dengan penyiapan sumberdaya manusia,
institusi,
peraturan
perundang-undangan
dan
pengembangan
kawasan. (e) Konservasi, yang berkaitan dengan perlindungan terhadap proses-proses ekologis dan sistem penyangga kehidupan, pelestarian sumberdaya alam dan pemanfaatan secara lestari. Kriteria masing-masing zona, secara lengkap disajikan pada Lampiran I. Berdasarkan kriteria tersebut, maka untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan digunakan model matematis yang menjadi dasar penyusunan zonasi kawasan. Model matematis ini secara umum menggunakan persamaan sebagai berikut:
Keterangan : A Bij Cij 100
: : : :
Nilai suatu kawasan atau zone Jumlah nilai hasil skoring setiap kriteria dalam suatu kawasan atau zone Jumlah skor maksimum seluruh kriteria Nilai Konstanta Selanjutnya model matematis ini digunakan untuk menganalisis setiap
kawasan atau zone sebagai berikut: a) Nilai Kriteria Zona Perlindungan Mangrove
NZPM =
(c
Nk) +Nkh + Nl + Nw + Bki
(c
Na) + Nksv
Keterangan: NZPM : Nilai kriteria zona perlindungan mangrove CNk : Jumlah skor kriteria keanekaragaman Nkh : Skor kekhasan NI : Skor kelangkaan Nw : Skor keperwakilan CNa : Jumlah Skor kriteria keaslian : Skor konservasi Nksv CBki : Jumlah skor maksimum dari seluruh kriteria yang digunakan : Kriteria ke - i ki Kriteria keputusan yang akan digunakan adalah sebagai berikut: Jika : NZPM 80, kawasan cocok sebagai zona perlindungan mangrove NZHWM < 80, kawasan tidak cocok sebagai zona perlindungan mangrove b) Nilai Kriteria Zona Pemanfaatan Mangrove untuk Hutan Wisata
Keterangan: : Nilai kriteria zona pemanfaatan mangrove untuk hutan wisata NZPM Nleg : Skor kriteria legalitas : Skor kriteria karakteristik kawasan Nck : Skor kriteria aksesibilitas Nak CBki : Jumlah skor maksimum dari seluruh kriteria yang digunakan : Kriteria ke - i ki Kriteria keputusan yang akan digunakan adalah sebagai berikut: kawasan cocok sebagai zona pemanfaatan mangrove untuk Jika : NZPM 2 80, hutan wisata kawasan tidak cocok sebagai zona pemanfaatan mangrove NZPM < 80, untuk hutan wisata Analisis limbah domestik dan limbah wisatawan diprediksi dengan pendekatan bahwa setiap rumah tangga berpenghasilan rendah di Asia Tenggara dapat memproduksi limbah padat sebesar 0.4 kglkapitalhari (WHO, 1982). Faktor konversi limbah padat menjadi BOD didekati dengan menggunakan nilai fraksi yang umum digunakan adalah 0.079 (Hall and Day, 1977). Dengan demikian kuantitas limbah domestik maupun limbah wisatawan dapat ditentukan dalam setiap tahunnya.
3.3.2
Submodel Penduduk
Analisis data pada submodel penduduk dilakukan dengan mengkompilasi data-data demografi yang ada. Beberapa fraksi yang mempengaruhi level maupun, konventer digunakan berdasarkan referensi mutakhir yang umum dipakai, sehingga diperoleh kecenderungan submodel penduduk yang logis. Pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan dinamis antara kekuatankekuatan yang menambah dan kekuatan-kekuatan yang mengurangi jumlah penduduk. Dalam penelitian ini data-data yang diperlukan diantaranya pertumbuhan
penduduk, laju fertilitas, laju mortalitas, migrasi (inmigrasi dan outmigrasi), investasi per tenaga kerja sektor tersier, serta peluang kesempatan kerja.
Keterangan : Pt = Jumlah penduduk pada tahun ke-t Po = Jumlah penduduk pada tahun ke-0 i = Laju pertumbuhan penduduk t = Waktu (tahun ke-t)
Laju fertilitas diukur berdasarkan pembagian jumlah kejadian dengan penduduk yang menanggung resiko melahirkan (exposed to risk). Fertilitas dari suatu kelompok penduduk atau berbagai kelompok penduduk untuk jangka waktu satu tahun disebut current fertility (Hatmadji, 1981). Formulasi untuk laju natalitas adalah sebagai berikut :
El CBR = -xk
Keterangan : CBR
= Crude Birth Rate (CBR) atau Angka Kelahiran Kasar
B P
k
= jumlah kelahiran pada tahun x = jumlah penduduk pada pertengahan tahun x = bilangan konstanta, biasanya 1000.
Mortalitas atau kematian merupakan salah satu diantara tiga komponen demografi yang dapat mempengaruhi perubahan penduduk (Utomo, 1981). Dua komponen lainnya adalah fertilitas dan migrasi. Data mortalitas ini sangat diperlukan untuk proyeksi penduduk guna perencanaan pembangunan. Formulasinya adalah sebagai berikut : Keterangan : CDR
= Crude Death Rate (CDR) atau Angka Kematian Kasar
D P
= jumlah kematian pada tahun x
k
= bilangan konstanta, biasanya 1000.
= jumlah penduduk pada pertengahan tahun x
Analisis migrasi secara regional sangat penting untuk ditelaah secara khusus mengingat adanya densitas (kepadatan) dan distribusi penduduk yang tidak merata, adanya faktor-faktor pendorong dan penarik bagi orang-orang untuk melakukan migrasi, adanya desentralisasi dalam pembangunan, dilain pihak komunikasi termasuk transportasi semakin lancar (Munir, 1981). Migrasi sering diartikan sebagai perpindahan permanen dari suatu daerah ke daerah lain. Ada beberapa jenis migrasi, tetapi untuk kebutuhan penelitian ini hanya dua jenis migrasi yang dibutuhkan, yaitu migrasi masuk (in migration) dan migrasi ke luar (out migration). Formulasinya adalah sebagai berikut :
Keterangan : m = Angka mobilitas (banyaknya penduduk yang pindah secara lokal (mover) dalam jangka waktu tertentu M = jumlah mover P = jumlah penduduk k = bilangan konstanta, biasanya 1000. Keterangan : mi I P k
= Angka migrasi masuk = jumlah migrasi masuk (inmigration) = jumlah penduduk pertengahan tahun = bilangan konstanta, biasanya 1000.
Keterangan : mo = Angka migrasi ke luar 0 = jumlah migrasi ke luar (Out migration) P = jumlah penduduk k = bilangan konstanta, biasanya 1000.
Reit partisipasi angkatan kerja dapat dinyatakan sebagai jumlah penduduk yang tergolong angkatan kerja per 100 penduduk usia kerja. Jika usia kerja didefinisikan sebagai penduduk 15-64 tahun, maka forrnulasi Reit Partisipasi Angkatan Kerja (RPAK) adalah sebagai berikut :
RPAK =
Keterangan :
P(15 - 64)
= Reit Partisipasi Angkatan Kerja (%) = Jumlah Angkatan Kerja (jiwa) P(15-64)= Penduduk berusia 15-64tahun (jiwa)
RPAK JAK
Jumlah penduduk yang bekerja biasanya dipandang mencerminkan jumlah kesempatan kerja yang ada (Rusli, 1982). Proyeksi kesempatan kerja pada penelitian ini dihitung berdasarkan penyerapan kerja langsung pada berbagai bidang yang akan dikembangkan. Sedangkan kesempatan kerja tidak langsung dihitung berdasarkan rasio antara kontribusi (share) pengusahaan Tahura terhadap nilai investasi per tenaga kerja sektor tersier yang berlaku di wilayah tersebut. Kontribusi pengusahaan Tahura dapat dihitung berdasarkan jumlah pajak penghasilan yang dikeluarkan dalam setiap tahunnya. Rata-rata investasi per tenaga kerja sektor tersier formulasinya adalah sebagai berikut:
PDBst ITKst = -
Keterangan :
lTKst
= lnvestasi per Tenaga Kerja sektor tersier
PDBst JAK
= Produk Domestik Bruto sektor tersier (Rp) = Jumlah Angkatan Kerja (Jiwa)
(RP~K)
Keterangan : KK = Peluang Kesempatan Kej a Share (x) = Kontribusi sektor x lnv TKst = lnvestasi per Tenaga Kerja sektor tersier
3.3.3
Submodel Pengusahaan Pariwisata (ekonomi) Analisis data pada submodel pengusahaan pariwisata dilakukan dua tahap
penilaian, 1) menyusun valuasi ekonomi dengan menghitung benefit-cost hutan mangrove dengan Skenario Eksisting, 2) menghitung benefit-cost hutan mangrove dengan Skenario Hak Pengelolaan Kawasan (HPK) serta menyusun kelayakan pengusahaannya, kemudian dibandingkan antara dua skenario tersebut. Selanjutnya skenario Hak Pengelolaan Kawasan dianalisis pada berbagai alternatif pemodelan diantaranya Model Hak Pengelolaan Kawasan dengan mengintroduksi biaya pengelolaan
lingkungan,
serta
Model
Hak
Pengelolaan Kawasan tanpa
mengintroduksi biaya-biaya pengelolaan lingkungan. Dengan demikian diharapkan akan diperoleh suatu pengelolaan kawasan yang menguntungkan secara optimal.
a. Valuasi Ekonomi Pengolahan data pada analisis valuasi ekonomi digunakan data-data primer dan sekunder sebagai patokan untuk membantu proses pendekatan monetasi manfaat-biaya fungsi ekosistem hutan mangrove. Proses penghitungannya dilakukan melalui dua tahap, yaitu : (1) ldentifikasi manfaat atau fungsi ekosistem hutan mangrove, dan identifikasi biaya; (2) Analisis manfaat dan biaya pada sumberdaya tersebut. Dalam identifikasi manfaat dan biaya, selain menghitung nilai ekonomi atas dasar manfaat langsung, juga menilai manfaat tidak langsung berupa nilai fisik (seperti pelindung pantai), nilai pilihan serta nilai keberadaan. Formulasi Total Economic Value (TEV) adalah sebagai berikut:
TEV
=
DUV+IUV+OV+EV
Keterangan : DUV IUV OV EV
= =
= =
nilai manfaat langsung (Direct Use Value) nilai manfaat tidak langsung (Indirect Use Value) nilai manfaat pilihanlbiodiversity (Option Value) nilai manfaat keberadaan (existence value)
Dalam analisis manfaat dan biaya, penilaian ekonomi dikaji dan dihitung berdasarkan konsekuensi pengelolaan konservasi dimana sumberdaya yang dimiliki dikelola secara berkelanjutan, dengan mempertimbangkan tingkat suku bunga tertentu yang relevan uniuk pengelolaan konservasi.
b. Analisis Kelayakan Usaha Analisis data kelayakan pengusahaan pariwisata terpadu dilakukan dengan menggunakan metode analisis ekonomi, salah satunya dengan tolok ukur nilai kini bersih (Net Present Value ,NPV) serta analisis sensitivitas kelayakan pada berbagai discount rate yang ditetapkan. Data yang diperoleh dianalisis berdasarkan analisis
pendapatan, yaitu selisih antara total penerimaan (Total Revenue
= TR) dan total
biaya (Total Cost = TC) dengan formulasi sebagai berikut :
I
Pendapatan
=
TR - TC
Net Present Value merupakan selisih antara nilai saat ini (present) dari penerimaan dengan nilai sekarang dari pengeluaran pada tingkat bunga tertentu, dengan formulasi sebagai berikut :
1-
NPV =
C
Dengan kriteria : NPV 2 NPV < Keterangan : Bt = Ct = n = i = = t
0 : pengusahaan pariwisata layak 0 : pengusahaan tidak layak penerirnaan unit usaha pada tahun t biaya unit usaha pada tahun t umur ekonornis tingkat suku bunga 0,1,2,3 ,...,n (n = 30 tahun sebagai urnur ekonorni Hak Pengelolaan Tahura)
3.4 Tata Laksana Penelitian 3.4.1
Tempat dan Waktu Penelitian
Secara geografis lokasi penelitian ini berada pada kawasan Tahura Ngurah Rai, Teluk Benoa dan secara administratif berada pada wilayah pemerintahan Kotamadya Denpasar dan Kabupaten Badung, Pronpinsi Bali. Waktu penelitian dilaksanakan pada Bulan April 2002. 3.4.2
Metode Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan observasi di lapangan. Wawancara dilakukan dengan informan kunci (key informan) dari seluruh stakeholders yang terlibat dalam pengembangan pariwisata, yaitu petugas dari Dinas Pariwisata, Bappeda, Dinas Kehutanan, Dinas Perikanan dan Lautan, tokoh LSM Lingkungan, tokoh masyarakat, pengusaha yang bergerak dibidang pariwisata serta wisatawan. Data sekunder diperoleh melalui dokumen-dokumen yang berkaitan dengan daerah penelitian meliputi data statistik daerah, data-data hasil penelitian daerah setempat serta dokumen-dokumen lainnya dari berbagai instansi terkait
yang
relevan untuk bahan penelitian. Data-data tersebut meliputi data biofisik, data sosial ekonomi dan budaya, data-data pengusahaan pariwisata dan data-data persyaratan rekayasa dan konstruksi bangunan.
Data biofisik meliputi : (1) data vegetasi mangrove, (2) data rumput laut dan k padang lamun, (3) data terumbu karang dan ikan karang, (4) data f ~ i lainnya. Data sekunder vegetasi mangrove meliputi : (a) kerapatan mangrove, (b) frekuensi, (c) dominasi, (d) keanekaragaman mangrove, serta (e) data lainnya
meliputi luas kawasan Tahura Ngurah Rai dan luas masing-masing zonasi; jumlah ijin usaha, jenis usaha serta luasnya pada zona pemanfaatan; serta jenis-jenis satwa liar. Data sekunder rumput laut dan padang lamun meliputi data kerapatan, yaitu jumlah total individu dalam suatu unit area yang diukur. Sedangkan data sekunder terumbu karang dan ikan karang meliputi data persentase penutupan karang hidup (life coral).
Data fisik lainnya meliputi : (a) data kualitas perairan, (b) sedimentasi atau kualitas perairan, (c) hidrologi, (d) iklim, (e) tanah dan geologi, serta (f) jumlah sampah yang masuk kawasan Tahura. Data ekonomi, sosial dan budaya meliputi : (a) data jumlah penduduk, pertumbuhan penduduk, jumlah angkatan kerja, mata pencaharian, tingkat pendapatan masyarakat; (b) Data input-output Propinsi Bali, Kotamadya Denpasar serta Kabupaten Badung. Data rekayasa konstruksi dan pengusahaan pariwisata meliputi : (a) datadata standar biaya pengusahaan pariwisata seperti biaya investasi, biaya operasional dan biaya eksternalitas berdasarkan monetasi manfaat-biaya rencana pengelolaan lingkungan, (b) data-data rata-rata tingkat hunian (occupancy rate) hotellcottage di kawasan pariwisata Bali
pads
umumnya serta tarif berdasarkan
jenis kelasnya, (c) merancang jumlah sarana dan prasarana pendukung kegiatan pariwisata pesisir yang sesuai untuk dikembangkan pada zona pemanfaatan, (d) luas batas maksimum kapasitas terbangun dalam tata ruang pemanfaatan kawasan, (e) rencana kegiatan pembangunan pariwisata yang meliputi tahap persiapan, tahap pembangunan dan tahap pengusahaan.
3.4.3
Definisi Operasional Beberapa definisi operasional yang digunakan pada penelitian ini meliputi :
a.
Model, yaitu suatu abstraksi dan penyederhanaan dari suatu sistem yang sesungguhnya, dalam ha1 ini adalah ekosistem Taman Hutan Raya Ngurah Rai.
b.
Sistem, adalah suatu gugus dari elemen yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan.
c.
Analisis sistem, yaitu suatu pernyataan tentang bagaimana sistem harus bekerja agar memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan dimana output yang spesifik dapat ditentukan, serta kriteria jalannya sistem yang spesifik agar mencapai suatu optimasi
d.
Desain sistem atau pemodelan sistem, yaitu suatu rancangan model sistem sebagai alat penunjang keputusan untuk meningkatkan efektifitas pengambilan keputusan dalam perencanaan dan penataan ruang kawasan dan implementasi pengusahaan pariwisata pesisir atau strategi berinvestasi.
e.
Simulasi model, yaitu suatu aktivitas dimana pengkaji atau pengguna (user interface) dapat menarik kesimpulan-kesimpulan tentang perilaku dari suatu sistem berdasarkan skenario, melalui penelaahan perilaku model yang selaras, dimana hubungan sebab akibatnya seperti yang ada pada sistem yang sebenarnya.
f.
Pemodelan dinamika sistem, adalah suatu rancangan model sistem untuk menjelaskan suatu keadaan yang heterogen dimana peubah-peubahnya mengandung faktor waktu sehingga bersifat dinamis.
g.
Zona Perlindungan adalah Bagian dari kawasan lindung (dalam ha1 ini khususnya mangrove) yang mempunyai vegetasi relatif utuh dan berkembang biak secara alami dengan berbagai satwa serta biota lain yang hidup dalam satu kesatuan ekosistem. Fungsinya adalah melindungi dan melestarikan keanekaragamanjenis vegetasi mangrove dan satwa beserta ekosistemnya.
h.
Zona Penyangga adalah daerah di luar zona pemanfaatan yang memberi pengaruh terhadap zona inti sebagai daerah perlindungan. Fungsinya adalah melindungi zona inti dari gangguan alam berupa angin maupun gangguan manusia berupa pencemaran serta pelumpuran akibat aktivitas manusia.
i.
Zona Pemanfaatan adalah bagian dari kawasan lindung yang memiliki ciri khas tertentu berupa jenis vegetasi dan satwa asli dan bukan asli yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan pariwisata dan rekreasi sekaligus untuk kepentingan pengembangan
ilmu
pengetahuan,
pendidikan
dan
pelatihan
serta
pengembangan budaya setempat. Fungsinya adalah sebagai lokasi hutan wisata, obyek pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan latihan serta pengenalan budaya lokal.