5
II..TINJAUAN PUSTAKA A. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan Indonesia merupakan sebuah Negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Dengan kondisi tersebut, pemerintah menyadari masih terjadi kesenjangan antara pencapaian dan sasaran dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Hal ini terbukti dari masih besarnya angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Untuk menghambat meningkatnya tingkat pengangguran dan kemiskinan, pemerintah melakukan kebijakan-kebijakan melalui berbagai program bantuan sosial antara lain Bantuan Langsung Tunai, Raskin, Jamkesmas, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), dan memperluas akses pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah melalui KUR. Menurut BPS (2009), persentase penduduk miskin di Indonesia masih sangat tinggi, yaitu 14,15%. Angka kemiskinan diproyeksikan akan terus menurun menjadi 12-13,5 persen pada tahun 2010 (Menkeu RI, 2009). Proyeksi tersebut terbukti dengan turunnya tingkat kemiskinan tahun 2010 menjadi 13,33% yang diikuti dengan turunnya indeks kedalaman kemiskinan nasional, yang pada tahun 2009 sebesar 2,5 menjadi 2,2 pada tahun 2010. Pemerintah berkomitmen untuk terus menurunkan tingkat kemiskinan, yaitu menjadi 8-10% pada tahun 2014. Begitu juga tingkat pengangguran 7,41% pada tahun 2010 akan diturunkan menjadi 5-6% pada tahun 2014 (Bappenas, 2010a). Untuk terus menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran, dibutuhkan kerja keras pemerintah dengan dukungan seluruh pemangku kepentingan. Untuk
meningkatkan
efektivitas
penanggulangan
kemiskinan
dan
penciptaan lapangan kerja, pemerintah meluncurkan PNPM Mandiri mulai tahun 2007. Melalui PNPM Mandiri dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin, dapat ditumbuhkembangkan sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan sebagai subyek upaya penanggulangan kemiskinan (TP PNPM Mandiri, 2007).
6 Ditambahkan oleh TP PNPM Mandiri (2007), pelaksanaan PNPM Mandiri tahun 2007 dimulai dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat di perdesaan beserta program pendukungnya seperti PNPM Generasi; Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) sebagai dasar bagi pengembangan pemberdayaan masyarakat di perkotaan; dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) untuk pengembangan daerah tertinggal, pasca bencana, dan konflik. Mulai tahun 2008 PNPM Mandiri diperluas dengan melibatkan Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) untuk mengintegrasikan pusatpusat pertumbuhan ekonomi dengan daerah sekitarnya. PNPM Mandiri diperkuat dengan berbagai program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh berbagai departemen/sektor dan pemerintah daerah. Pelaksanaan PNPM Mandiri 2008 diprioritaskan pada desa-desa tertinggal. Dengan pengintegrasian berbagai program pemberdayaan masyarakat ke dalam kerangka kebijakan PNPM Mandiri, cakupan pembangunan diharapkan dapat diperluas hingga ke daerah-daerah terpencil dan terisolir. Efektivitas dan efisiensi dari kegiatan yang selama ini sering berduplikasi antar proyek diharapkan juga dapat diwujudkan. Mengingat proses pemberdayaan pada umumnya membutuhkan waktu 5-6 tahun, maka PNPM Mandiri akan dilaksanakan sekurang-kurangnya hingga tahun 2015. Hal ini sejalan dengan target waktu pencapaian tujuan pembangunan milenium atau Millennium Development Goals (MDGs). Pelaksanaan PNPM Mandiri yang berdasar pada indikator-indikator keberhasilan yang terukur akan membantu Indonesia mewujudkan pencapaian target-target MDGs tersebut (TP PNPM Mandiri, 2007). Pemerintah melanjutkan program penanggulangan kemiskinan yang telah berjalan baik. PPK menjadi program yang dilanjutkan, karena pertama, program ini menjawab persoalan mendasar dari masyarakat yaitu menyediakan lapangan kerja bagi rakyat miskin (mengatasi masalah pengangguran) dan sekaligus menambah
penghasilan
bagi
kelompok
rakyat
miskin
(penanggulangan
kemiskinan). Jenis kegiatan yang dipilih oleh masyarakat pada umumnya adalah pembangunan prasarana sosial dasar yang diharapkan memberikan dampak multiplier yang lebih besar terhadap penurunan biaya transaksi serta alokasi
7 langsung yang lebih besar pada manfaat yang dinikmati masyarakat miskin. Kedua, hasil evaluasi yang dilakukan secara independen menunjukkan program ini telah teruji baik dilihat dari pencapaian tujuannya maupun efisiensinya. Penghematan dari program rata-rata mencapai 55,82%, dan ketiga, berhasil mewujudkan model perencanaan dari bawah (bottom-up planning) atau lebih dikenal dengan perencanaan partisipatif, sehingga mendekatkan antara kebutuhan riil masyarakat dengan program pembangunan nasional. Dari analisa Economic Internal Rate of Return menghasilkan rate of return yang cukup bagus dengan hasil rata-rata di atas 52,7% untuk 113 proyek (Torrens, 2005).
Penelitian McLaughlin et al.,(2007) menyimpulkan di antaranya pertama, PPK memberikan dukungan kritis kepada kepala desa baru yang ingin menjadi lebih partisipatif dan transparan. Kedua, PPK menyediakan banyak keterampilan yang dibutuhkan seperti penulisan proposal dan manajemen proyek yang telah meningkatkan kapasitas sebuah desa untuk memenuhi kebutuhan pembangunan
secara mandiri. Ketiga, PPK menumbuhkan permintaan untuk pemerintahan yang baik meskipun tidak dapat menerjemahkan tuntutan tersebut ke dalam perubahan jangka panjang. Selain itu, PPK telah melakukan pekerjaan yang sangat baik dalam mengurangi kemiskinan di tingkat desa meskipun tidak serta merta membantu semua penduduk desa. Oleh karena itu, PPK dilanjutkan dan diintegrasikan menjadi PNPM Mandiri. PNPM yang merupakan kelanjutan PPK disebut sebagai PNPM-PPK, dalam pelaksanaannya menggunakan pendekatan pemberdayakan masyarakat secara terpadu dan berkelanjutan sebagaimana yang digunakan dalam PPK. Upaya yang dilakukan untuk mendorong akselerasi penurunan kemiskinan selanjutnya adalah meningkatkan alokasi anggaran belanja nasional untuk penanggulangan kemiskinan secara signifikan. Presiden Republik Indonesia berpendapat bahwa kemiskinan merupakan permasalahan bangsa yang mendesak dan memerlukan langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistematik, terpadu dan menyeluruh, dalam rangka mengurangi beban dan memenuhi hak-hak dasar warga negara secara layak melalui pembangunan inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan untuk mewujudkan kehidupan yang bermartabat. Untuk melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan diperlukan upaya penajaman yang
8 meliputi penetapan sasaran, perancangan dan keterpaduan program, monitoring dan evaluasi, serta efektivitas anggaran, perlu dilakukan penguatan kelembagaan di tingkat nasional yang menangani penanggulangan kemiskinan. Untuk itu, ditetapkan Perpres Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (Bappenas, 2010b). Berkaitan dengan hal tersebut, Ketua Sekretariat Gabungan (Setgab) Partai Pendukung Presiden Soesilo Bambang Yoedoyono, Aburizal Bakrie dalam diskusi di salah satu stasiun TV swasta nasional yang disiarkan tanggal 9 April 2011 antara lain menyatakan bahwa dalam pengurangan kemiskinan, Setgab mendorong dan mendukung pemerintah memberikan prioritas yang tinggi, dan menyediakan anggaran yang cukup besar untuk rakyat miskin melalui PNPM. Sebagai konsekuensi dari penerapan Perpres Nomor 15 Tahun 2010, banyak program yang diintegrasikan menjadi PNPM Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd). Untuk di Kabupaten Sambas, tahun 2009 ada enam kecamatan yang mendapatkan alokasi untuk kegiatan PNPM-MPd. Pada tahun 2011, semua kecamatan mendapatkan alokasi Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Dari 19 kecamatan, 18 kecamatan mendapatkan alokasi BLM (sejumlah 16,9 milyar rupiah) dari PNPM-MPd dan satu kecamatan mendapatkan alokasi BLM (sejumlah 2,15 milyar rupiah) dari PNPM Mandiri Perkotaan dan PNPM P2DTK mendapatkan 3,5 milyar rupiah (TNP2K, 2010). Pelaksanaan PNPM-MPd telah memberi sumbangsih besar bagi kemajuan pembangunan di daerah Kabupaten Sambas, mampu menggerakkan partisipasi pemerintah daerah dan pemberdayaan masyarakat (Faskab Sambas, 2009). Program ini telah berjalan sembilan tahun, dari Tahun 2003 hingga 2011. Antusiasme masyarakat dalam berpartisipasi pada PPK II terlihat pada kegiatankegiatan yang dilaksanakan. Untuk partisipasi masyarakat dalam bentuk swadaya dan tenaga, swadaya tertinggi pada PPK fase II dan III ditunjukkan warga di Kecamatan Paloh yakni Rp 28.276.000 atau 10,58% dari BLM yang digunakan untuk membangun jalan rabat beton tahun 2005 dan Rp 25.386.500 atau 10% dari BLM yang digunakan untuk membangun jalan rabat beton tahun 2006. Pada PNPM-PPK/MPd 2007, swadaya tertinggi ditunjukkan warga di Kecamatan Sajingan Besar, sebesar Rp 22.377.500 (TK.PNPM-MPd Kab. Sambas, 2008).
9 1. Visi, Misi, Tujuan, dan Prinsip PNPM-MPd Secara umum, visi PNPM-MPd adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin perdesaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah kemiskinan. Misi PNPM-MPd adalah: (1) peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaannya; (2) pelembagaan sistem pembangunan partisipatif;
(3).pengefektifan
fungsi
dan
peran
pemerintahan
lokal;
(4).peningkatan kualitas dan kuantitas sarana prasarana sosial dasar dan ekonomi masyarakat;
(5).pengembangan
jaringan
kemitraan
dalam
pembangunan
(TK.PNPM-MPd, 2008a). Tujuan Umum PNPM-MPd adalah meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Tujuan khususnya meliputi: a. Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan atau kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan. b. Melembagakan
pengelolaan
pembangunan
partisipatif
dengan
mendayagunakan sumber daya lokal. c. Mengembangkan
kapasitas
pemerintahan
desa
dalam
memfasilitasi
pengelolaan pembangunan partisipatif. d. Menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat. e. Melembagakan pengelolaan dana bergulir. f. Mendorong terbentuk dan berkembangnya kerjasama antar desa. g. Mengembangkan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan perdesaan (TK.PNPM-MPd, 2008a). Pelaksanaan PNPM-MPd sebagai sebuah program pemberdayaan memiliki prinsip-prinsip yang harus dijunjung tinggi demi tercapainya tujuan program dan keserasian dengan kearifan lokal dan tetap manusiawi dalam implementasinya.
10 Prinsip PNPM-MPd adalah nilai-nilai dasar yang selalu menjadi landasan atau acuan dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan yang akan diambil dalam pelaksanaan rangkaian kegiatannya. Nilai-nilai dasar tersebut diyakini mampu mendorong terwujudnya tujuan PNPM-MPd. Prinsip-prinsip tersebut meliputi: (a) bertumpu pada pembangunan manusia, (b) otonomi, c).desentralisasi, (d) berorientasi pada masyarakat miskin, (e) partisipasi, (f).kesetaraan dan keadilan gender, (g) demokratis, (h).transparansi dan akuntabel, (i).prioritas, dan (j) keberlanjutan (TK PNPM-MPd, 2008a). 2. Pendanaan Program Sumber dana berasal dari: (a) APBN (b) cost sharing pemerintah daerah (c).partisipasi dunia usaha; dan (d) swadaya masyarakat. Ketentuan tentang alokasi dana PNPM-MPd adalah: (1) Berdasarkan penetapan lokasi kecamatan, Bappenas dan Departemen Keuangan menerbitkan Dokumen Anggaran yang berlaku sebagai surat keputusan otorisasi dan (2) Alokasi dana PNPM-MPd dicatat pada Daftar Pembukuan Administrasi APBD Kabupaten (TK PNPM-MPd, 2008a). Penyaluran dana diartikan sebagai proses penyaluran dana BLM dari KPKN dan/ atau kas daerah ke rekening kolektif BLM yang dikelola oleh UPK. Mekanisme penyaluran dana BLM sebagai berikut: a. Pencairan dana yang berasal dari pemerintah pusat mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan, Kemenkeu. b. Pencairan dana yang berasal dari Pemerintah Daerah, dilakukan melalui mekanisme APBD sesuai aturan yang berlaku di daerah. c. Pengajuan pencairan dana BLM ke KPKN diatur dalam peraturan Dirjen PMD, Kemendagri. d. Penerbitan SPP harus dilampiri dengan berita acara hasil pemeriksaan terhadap kesiapan lapangan yang dilakukan fasilitator kecamatan. e. Dana yang berasal dari APBD harus dicairkan terlebih dahulu ke masyarakat, selanjutnya diikuti dengan pencairan dana yang berasal dari APBN. f. Besaran dana BLM dari APBD yang dicairkan ke masyarakat harus utuh tidak termasuk pajak, retribusi atau biaya lainnya.
11 Pencairan dana adalah proses pencairan dari rekening kolektif BLM yang dikelola UPK kepada Tim Pengelola Kegiatan (TPK) di tingkat desa. Mekanisme pencairan dana sebagai berikut: (1) pembuatan surat perjanjian pemberian bantuan antara UPK dengan TPK, (2) TPK menyiapkan rencana penggunaan dana sesuai kebutuhannya dilampiri dengan dokumen-dokumen proposal kegiatan, dan (3).untuk pencairan berikutnya dilengkapi dengan laporan penggunaan dana sebelumnya dan dilengkapi dengan bukti-bukti yang sah. Untuk membiayai kebutuhan operasional kegiatan TPK/desa dan UPK pada prinsipnya bertumpu pada swadaya masyarakat. Namun untuk menumbuhkan keswadayaan tersebut diberikan bantuan stimulan dana dari PNPM-MPd. Dana operasional UPK sebesar maksimal dua persen dari dana bantuan PNPM-MPd yang dialokasikan di kecamatan tersebut. Dana operasional desa / TPK maksimal tiga persen dari dana PNPM-MPd yang dialokasikan untuk desa yang bersangkutan. 3. Mekanisme Usulan Kegiatan Setiap desa dapat mengajukan tiga usulan untuk didanai. Setiap usulan harus merupakan satu jenis kegiatan/ satu paket kegiatan yang secara langsung saling berkaitan. Tiga usulan dimaksud adalah: a. Usulan kegiatan sarana prasarana dasar atau kegiatan peningkatan kualitas hidup masyarakat (kesehatan atau pendidikan) atau peningkatan kapasitas/ keterampilan kelompok usaha ekonomi yang ditetapkan oleh musyawarah desa khusus perempuan. b. Usulan kegiatan simpan pinjam bagi kelompok perempuan (SPP) ditetapkan oleh musyawarah desa khusus perempuan. Alokasi dana kegiatan SPP ini maksimal 25% dari BLM kecamatan. Tidak ada batasan alokasi maksimal per desa namun harus mempertimbangkan hasil verifikasi kelayakan kelompok. c. Usulan kegiatan sarana prasarana dasar, kegiatan peningkatan kualitas hidup masyarakat
(kesehatan
atau pendidikan) dan peningkatan
kapasitas/
keterampilan kelompok usaha ekonomi yang ditetapkan oleh musyawarah desa perencanaan (TK PNPM-MPd, 2008a).
12 Jika usulan non-SPP dari musyawarah khusus perempuan sama dengan usulan musyawarah desa campuran, maka kaum perempuan dapat mengajukan usulan pengganti, sehingga jumlah usulan kegiatan dari musyawarah desa perencanaan tetap tiga. Maksimal nilai satu usulan kegiatan yang dapat didanai BLM PNPM-MPd adalah sebesar 350 juta rupiah. Ketiga usulan kegiatan melibatkan perempuan untuk mendorong keterlibatan perempuan sebagai pelaksanaan prinsip keseteraan dan keadilan gender. B. SPP dan Unit Pengelola Kegiatan UPK adalah pengelola dana bergulir yang berasal dari program dengan mekanisme sesuai dengan ketentuan Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) atau Musyawarah Antar Desa (MAD) yang mengacu pada tujuan dan prinsip program. Dana bergulir merupakan seluruh dana program dan bersifat pinjaman dari UPK yang digunakan oleh masyarakat untuk mendanai kegiatan ekonomi masyarakat yang disalurkan melalui kelompok-kelompok masyarakat. Sasaran jenis kelompok dalam kegiatan dana bergulir adalah: (1).Kelompok Simpan Pinjam (KSP): adalah kelompok yang mempunyai kegiatan pengelolaan simpanan dan pinjaman dengan prioritas kelompok yang mempunyai anggota RTM; (2).Kelompok Usaha Bersama (KUB): adalah kelompok yang mempunyai kegiatan usaha yang dikelola secara bersama oleh anggota kelompok, dengan prioritas kelompok yang mempunyai anggota RTM; (3).Kelompok Aneka Usaha: adalah kelompok yang anggotanya RTM yang mempunyai usaha yang dikelola secara individu oleh anggota. Pengurus UPK haruslah merupakan masyarakat yang telah dipilih dan terlibat secara langsung bertanggung jawab dalam pelaksanaan operasional seharihari. Paling tidak pengurus UPK satu orang. Struktur organisasi dan kebutuhan jumlah pengurus dapat disesuaikan dengan kebutuhan cakupan wilayah tugas dan kebutuhan beban tugas. Dalam pengelolaan dana bergulir, UPK didukung oleh lembaga pendukung paling tidak oleh Tim Verifikasi dan Badan Pengawas – UPK (BP-UPK) dengan ketentuan kelembagaan dan operasional diatur dalam AD/ART BKAD. Pendanaan operasional bersifat pendanaan dukungan tugas, bukan bersifat insentif yang tetap setiap bulan. UPK setiap tahun anggaran diwajibkan menyampaikan rencana kerja dan pertanggungjawaban kepada BKAD atau MAD.
13 Dalam rencana kerja UPK, wajib disampaikan Perencanaan Keuangan termasuk perencanaan pendapatan dan biaya (TK PNPM-MPd, 2008b). UPK merupakan lembaga pengelola kegiatan dan keuangan yang berbasis di setiap kecamatan lokasi program. UPK dikelola oleh masyarakat lokal, yang dipilih secara langsung melalui forum MAD di tingkat kecamatan. Pengelola/staf UPK bekerja secara volunteer dan berperan dalam pengelolaan/ pembinaan kelompok simpan pinjam di wilayahnya. Berdasarkan evaluasi pada 2007, sebanyak 88% UPK di lokasi program termasuk dalam kategori potensial: (1).memiliki kualitas pinjaman terhadap tunggakan yang baik; (2) produktif dan dapat mengelola dana jasa pinjaman dengan baik; (3) memiliki administrasi yang baik. UPK memiliki pengalaman mengelola dana program dalam jumlah relatif besar. Pada 2008 misalnya, setiap UPK mengelola dan menyalurkan dana BLM yang besarnya antara 1-3 miliar rupiah. UPK juga memiliki pengalaman mengelola dan menyalurkan pinjaman untuk kegiatan kelompok usaha mikro di perdesaan. Selama 1998-2008, UPK di seluruh tanah air telah mengelola dan menyalurkan block grant sebesar 1,8 triliun rupiah ke lebih dari 189.990 kelompok, dimana 100.567 di antaranya adalah kelompok SPP. Hingga Desember 2008, UPK di seluruh lokasi memiliki surplus ditahan mencapai 183 miliar rupiah dengan laba operasional lebih dari 151 miliar rupiah dan total surplus mencapai 335 miliar rupiah. Meski masih membutuhkan peningkatan kapasitas, unit ini telah mampu mengelola dan membina anggota kelompok. Salah satu buktinya, sejumlah anggota kelompok memperoleh penghargaan tingkat nasional Citi Micro-enterpreneurship Award (CMA) dari UKM Center, Universitas Indonesia (Ditjen PMD Kemdagri, 2008). Perkembangan pembiayaan mikro kegiatan simpan pinjam kelompok perempuan per Desember 2009 menunjukkan angka yang tinggi, secara nasional tingkat realisasi pengembalian pinjaman sebesar 94% (dari target pengembalian kumulatif pokok Rp 2.935.935.141.520 dan bunga Rp 480.424.494.718 dengan realisasi pengembaliannya bisa mencapai pokok sebesar Rp 2.768.312.228.834 dan bunga Rp 459.050.897.233). Untuk Provinsi Kalimantan Barat, tingkat realisasi pengembalian pinjaman sebesar 91%, yaitu dari target pengembalian kumulatif pokok Rp 49.791.665.668 dan bunga Rp 7.692.612.167 dengan realisasi
14 pengembaliannya bisa mencapai pokok sebesar Rp 45.233.492.639 dan bunga Rp.7.152.779.122 (KM Nasional PNPM-MPd, 2009). Dengan tingginya tingkat pengembalian
pinjaman
kelompok
tersebut,
maka
potensi
untuk
pengembangannya akan selalu terbuka lebar. UPK mempunyai kewajiban untuk terus mendorong kelompok dalam pemanfaatan dana program, sedangkan fasilitator kecamatan juga berkewajiban untuk memfasilitasi kelompok dalam mengembangkan usaha yang dijalankan untuk mencapai tujuan program yaitu kemandirian ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin. Kegiatan fasilitasi pengembangan kegiatan kelompok memegang peranan penting dalam PNPM-MPd. Fasilitasi pengembangan kegiatan/usaha kelompok adalah upaya yang dapat membantu pengembangan kegiatan kelompok berdasarkan pada jenis kelompok. Fasilitasi pengembangan kegiatan kelompok berdasarkan pada jenis kelompok yaitu KSP sebagai pengelola pinjaman (executing) dan KUB. Kelompok yang ada di wilayah binaan UPK Kecamatan Semparuk sampai tahun 2011 ini semuanya masih kelompok penyalur pinjaman (channeling), tetapi sudah memiliki dua kelompok cikal bakal menjadi kelompok pengelola pinjaman. Kelompok executing ini tidak diberikan secara langsung karena harus memenuhi berbagai kriteria yang harus dipenuhi. Kegiatan fasilitasi dapat dilakukan sebagai berikut (TK PNPM-MPd, 2008b): 1. Kelompok Simpan Pinjam a. Penguatan organisasi dengan fasilitasi pembuatan AD/ART, fasilitasi pembuatan SOP, dan sebagainya. b. Penguatan pengelolaan keuangan dengan fasilitasi penguatan administrasi dan pelaporan keuangan, fasilitasi peningkatan permodalan dengan pengembangan jaringan, fasilitasi peningkatan simpanan anggota, dan sebagainya. c. Penguatan pengelolaan pinjaman dengan fasilitasi pembuatan aturan dan mekanisme
penyaluran
pinjaman,
fasilitasi
penentuan
persyaratan
pinjaman, fasilitasi pengelolaan pinjaman bermasalah, dan sebagainya.
2. Kelompok Usaha Bersama
15 a. Penguatan organisasi/manajemen dengan melakukan fasilitasi peningkatan kapasitas pengurus dan anggota kelompok dalam wadah kelompok ataupun manajemen. b. Penguatan pengelolaan usaha: 1) Aspek pemasaran yang mencakup kualitas produk, jaringan distribusi, strategi promosi, persaingan harga jual dan sebagainya. 2) Produksi/operasi yang mencakup masalah supply bahan baku, proses produksi (sistem, kapasitas sarana dan kapasitas sumber daya manusia) dan sebagainya. 3) Pengelolaan keuangan: (i) berupa administrasi dan pelaporan keuangan dan (ii) peningkatan permodalan yang mencakup permodalan untuk pengembangan sarana/prasarana maupun modal kerja. 3.\Pengembangan Jaringan Fasilitasi pengembangan jaringan diarahkan pada pengembangan kegiatan atau usaha kelompok dengan penekanan pada penyediaan informasi-informasi kepada kelompok yang mendukung kegiatan/usaha yang mencakup informasi: a. Bantuan teknis misalnya: lembaga-lembaga pelatihan, instansi terkait penyedia pelatihan, lembaga swadaya masyarakat. b. Permodalan misalnya: bank, lembaga keuangan, program-program bantuan. c. Usaha misalnya: penyediaan bahan baku, jaringan pemasaran, diversifikasi usaha. C. Usaha Mikro Kecil dan Menengah dalam Hubungannya dengan SPP Usaha Mikro menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
16 perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini (Kemenkum dan HAM, 2008). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tersebut, ciri-ciri usaha mikro: (a) memiliki kekayaan bersih paling banyak 50 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, (b) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak 300 juta rupiah, (c) milik warga negara Indonesia, (d) berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar dan (e) berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi. Usaha kecil dicirikan dengan: (a) memiliki kekayaan bersih lebih dari 50 juta rupiah sampai dengan paling banyak 500 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, (b) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari 300 juta rupiah sampai dengan paling banyak 2,5 milyar rupiah, (c).milik warga negara Indonesia, (d) berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar dan (e).berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi. Berdasarkan kriteria yang dijelaskan di atas, maka kelompok SPP merupakan bagian dari usaha mikro dan kecil yang berkembang di masyarakat yang dinaungi dalam PNPM-MPd. Menurut
Hubeis
(2009),
UKM
mempunyai
kelebihan-kelebihan:
(a).organisasi internal sederhana, (b) mampu meningkatkan ekonomi kerakyatan/ padat karya, berorientasi ekspor dan substitusi impor, (c) aman bagi perbankan dalam memberi kredit, (d) bergerak di bidang usaha yang cepat menghasilkan, (e).mampu memperpendek rantai distribusi, dan (f) fleksibilitas dalam pengembangan usaha. Selain itu, UKM juga memiliki kelemahan-kelemahan di antaranya: (a) lemah dalam kewirausahaan dan manajerial, (b) keterbatasan keuangan, (c) ketidakmampuan aspek pasar, (d) keterbatasan pengetahuan produksi dan teknologi, (e) ketidakmampuan informasi, (f) tidak didukung
17 kebijakan dan regulasi memadai, (g) tidak terorganisir dalam jaringan dan kerjasama, dan (h) sering tidak memenuhi standar. Kelemahan-kelemahan seperti itu telah dicoba untuk diatasi pemerintah dengan menyediakan kegiatan SPP dalam PNPM-MPd. Kegiatan simpan pinjam khusus perempuan yang utama adalah menyimpan (menabung) dan meminjam (kredit). Kegiatan menyimpan dari anggota kelompok dilakukan secara intern ke dalam kelompok. Artinya, simpanan anggota akan dikumpulkan kepada pengurus kelompok SPP. Simpanan anggota ini berupa simpanan pokok, wajib, ataupun simpanan lainnya. Simpanan ini bisa dimanfaatkan lagi untuk dipinjamkan kepada anggota kelompok maupun orang lain di luar kelompok asalkan mendapat persetujuan dari kelompok. Untuk kegiatan meminjam, anggota kelompok bisa meminjam dari dana yang tersimpan di kas kelompok yang berasal dari simpanan anggota, bonus dari UPK, bunga pinjaman anggota/non-anggota, atau pinjaman yang didapat dari UPK. Pinjaman kelompok SPP termasuk kredit mikro sebagaimana yang dikenal dari istilah umum. Kredit usaha mikro ataupun kecil merupakan kredit dengan karakteristik yang berbeda dengan kredit kepada usaha menengah dan korporasi. Menurut Triandaru dan Budisantoso (2007), kredit mikro dan kecil memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) Memerlukan persyaratan penyerahan agunan yang lebih lunak. 2) Memerlukan metode monitoring kredit yang khusus. 3) Cenderung menimbulkan biaya pelayanan kredit yang relatif lebih tinggi. 4) Memerlukan persyaratan persetujuan kredit yang lebih sederhana. Karakteristik kredit bagi usaha mikro di atas membuat lembaga keuangan mikro bekerja lebih keras dan dengan metode jemput bola. Meskipun agak rumit, relatif berbiaya tinggi dan penanganan khusus, akan tetapi keuntungan dari lembaga keuangan mikro ini relatif lebih baik, tahan terhadap krisis sebagaimana pengalaman lembaga keuangan mikro di saat-saat sebelum, menjelang krisis maupun setelahnya sampai saat ini. Pengalaman yang sama dengan kegiatan SPP ini pernah dialami oleh Bank Rakyat Indonesia melalui Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) dan terbukti berhasil. Keberhasilan tersebut menurut Robinson (2004), karena BRI menerapkan prinsip-prinsip sebagaimana disajikan di bawah ini.
18 1) Jasa-jasa keuangan dapat disediakan kepada golongan berpenghasilan rendah secara menguntungkan. 2) Tingkat suku bunga pinjaman harus dapat ditetapkan lebih tinggi dari yang biasanya ditetapkan oleh bank pada umumnya. Hal ini mencerminkan fakta bahwa menyalurkan banyak pinjaman kecil lebih mahal daripada memberikan lebih sedikit pinjaman yang jumlahnya lebih besar. 3) Tunggakan pinjaman dapat ditekan, terutama dengan pemilihan peminjam yang hati-hati. Selain itu juga karena para peminjam dimotivasi untuk membayar kembali dalam rangka membuka opsi agar dapat meminjam kembali ketika produk dan jasa sesuai dengan kebutuhan mereka. 4) Kegiatan institusional dibatasi seluruhnya hanya untuk jasa-jasa keuangan. Kegiatan SPP merupakan kegiatan pemberian permodalan untuk kelompok perempuan yang mempunyai kegiatan simpan pinjam. Lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut (TK PNPM-MPd, 2008b). 1. Tujuan Simpan Pinjam Secara umum kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan potensi kegiatan simpan pinjam perdesaan, kemudahan akses pendanaan usaha skala mikro, pemenuhan kebutuhan pendanaan sosial dasar, dan memperkuat kelembagaan kegiatan kaum perempuan serta mendorong pengurangan Rumah Tangga Miskin (RTM) dan penciptaan lapangan kerja. 2. Ketentuan Dasar Simpan Pinjam Ketentuan dasar kegiatan simpan pinjam adalah kemudahan, terlembagakan, keberdayaan, pengembangan, dan akuntabilitas. Kemudahan artinya masyarakat miskin dengan mudah dan cepat mendapatkan pelayanan pendanaan kebutuhan tanpa syarat agunan. Terlembagakan artinya dana kegiatan SPP disalurkan melalui kelompok yang sudah mempunyai tata cara dan prosedur yang baku dalam pengelolaan simpanan dan pengelolaan pinjaman. Keberdayaan artinya proses pengelolaan didasari oleh keputusan yang profesional oleh kaum perempuan dengan mempertimbangkan pelestarian dan pengembangan dana bergulir guna meningkatkan kesejahteraan. Pengembangan artinya keputusan pendanaan harus berorientasi pada peningkatan pendapatan sehingga meningkatkan pertumbuhan aktivitas ekonomi masyarakat perdesaan. Akuntabilitas artinya dalam melakukan
19 pengelolaan
dana
bergulir
harus
dapat
dipertanggungjawabkan
kepada
masyarakat. 3. Ketentuan Pendanaan Bantuan Langsung Masyarakat Dana yang disediakan untuk mendanai kegiatan SPP per kecamatan maksimal 25% dari alokasi BLM. Sasaran program SPP adalah RTM yang produktif yang memerlukan pendanaan kegiatan usaha ataupun kebutuhan sosial dasar melalui kelompok simpan pinjam perempuan yang sudah ada di masyarakat. Bentuk kegiatan SPP adalah memberikan dana pinjaman sebagai tambahan modal kerja bagi kelompok kaum perempuan yang mempunyai pengelolaan dana simpanan dan pengelolaan dana pinjaman. Bagi kelompok-kelompok perempuan yang ingin memanfaatkan dana SPP diberikan ketentuan-ketentuan. Ketentuan kelompok SPP adalah: kelompok yang dikelola dan anggotanya perempuan, yang satu sama lain saling mengenal, memiliki kegiatan tertentu dan pertemuan rutin yang sudah berjalan sekurang-kurangnya satu tahun, mempunyai kegiatan simpan pinjam dengan aturan pengelolaan dana simpanan dan dana pinjaman yang telah disepakati. Kemudian telah mempunyai modal dan simpanan dari anggota sebagai sumber dana pinjaman yang diberikan kepada anggota, kegiatan pinjaman pada kelompok masih berlangsung dengan baik, dan mempunyai organisasi kelompok dan administrasi secara sederhana. 4. Mekanisme Pengelolaan Mekanisme tetap mengacu pada alur kegiatan program, dengan beberapa penjelasan dalam tahapan sebagai berikut (TK.PNPM-MPd, 2008a). a. Musyawarah Antar Desa Sosialisasi Dalam Musyawarah Antar Desa (MAD) Sosialisasi, dilakukan sosialisasi ketentuan dan persyaratan untuk kegiatan SPP sehingga pelaku-pelaku tingkat desa yang berkumpul di kecamatan memahami adanya kegiatan SPP dan dapat memanfaatkannya. b. Musyawarah Desa Sosialisasi Dalam Musyawarah Desa (Musdes) Sosialisasi, dilakukan sosialisasi ketentuan dan persyaratan untuk kegiatan SPP di tingkat desa sehingga pelakupelaku tingkat desa memahami adanya kegiatan SPP dan melakukan persiapan proses lanjutan.
20 c. Musyawarah Dusun Proses identifikasi kelompok melalui musyawarah di dusun/kampung dengan menyesuaikan ketentuan tersebut di atas termasuk kondisi anggota. Menyiapkan daftar pemanfaat setiap kelompok beserta jumlah kebutuhan dan daftar RTM yang akan menjadi pemanfaat. Kemudian RTM yang belum menjadi anggota kelompok agar dilakukan tawaran dan fasilitasi untuk menjadi anggota kelompok sehingga dapat menjadi pemanfaat. Untuk hasil musyawarah dusun, dituangkan dalam Berita Acara (BA). d. Musyawarah Desa dan Musyawarah Khusus Perempuan Musyawarah ini merupakan tahapan seleksi di tingkat desa. Penentuan usulan desa untuk kegiatan SPP melalui keputusan Musyawarah Khusus Perempuan (MKP). Hasil keputusan dalam MKP merupakan usulan desa untuk kegiatan SPP. Hasil keputusan diajukan berdasarkan seluruh kelompok yang diusulkan dalam paket usulan desa. Penulisan usulan kelompok adalah tahapan yang menghasilkan proposal kelompok yang akan dikompetisikan di tingkat kecamatan. e. Verifikasi Verifikasi kegiatan SPP dibantu dengan formulir yang tersedia. Contoh format formulir masih harus disesuaikan dengan kondisi lokal namun tidak mengurangi prinsip dasar penilaian dengan model CAMEL (Capital, Assets, Management, Earning dan Liquidity) yaitu: penilaian tentang permodalan, kualitas pinjaman, manajemen, pendapatan dan likuiditas. Proses pelaksanaan verifikasi kelompok SPP, mencakup penilaian dan verifikasi atas proposal yang diajukan kelompok-kelompok SPP yang berisi antara lain: pengalaman kegiatan simpan pinjam; pemenuhan terhadap persyaratan sebagai kelompok; kondisi kegiatan simpan pinjam dengan penilaian permodalan, kualitas pinjaman, administrasi dan pengelolaan, pendapatan, dan likuiditas (pendanaan jangka pendek); penilaian khusus rencana kegiatan; dan jumlah RTM sebagai calon pemanfaat diverifikasi dengan daftar RTM. Dalam proses verifikasi juga perlu melakukan penilaian kategorisasi kelompok menjadi kelompok pemula, kelompok berkembang, dan kelompok siap/matang, sesuai kriteria program.
21 Pembuatan BA Hasil Verifikasi sebagai tahap akhir proses verifikasi usulan, mencantumkan rekomendasi-rekomendasi termasuk jumlah usulan kelompok apakah sudah dalam kewajaran, keterlibatan RTM sebagai pemanfaat, dan kategorisasi perkembangan kelompok. f. Musyawarah Antar Desa Prioritas Usulan Tahapan ini merupakan tahapan evaluasi akhir dengan model prioritas kebutuhan dengan mempertimbangkan hasil verifikasi. Prioritas penilaian ditekankan pada kelompok yang lebih mengutamakan calon pemanfaat kategori RTM. Dalam tahapan prioritas kebutuhan ini menilai usulan-usulan kelompok yang tergabung dalam paket usulan desa. Penilaian dilakukan dengan basis usulan kelompok sehingga jika ada kelompok yang tidak layak maka tidak secara otomatis menggugurkan paket usulan desa tersebut, kelompok yang dianggap layak tetap mendapatkan pendanaan sampai jumlah kuota BLM terpenuhi. Prioritas kebutuhan kelompok SPP mempertimbangkan keterlibatan RTM sebagai anggota dan pemanfaat, kategori tingkat perkembangan kelompok, hasil penilaian kelayakan kelompok pengusul yang dituangkan dalam BA Tim Verifikasi, dan pertimbangan lain yang mendukung pengurangan jumlah RTM dan peningkatan kesempatan kerja/usaha. g. Musyawarah Antar Desa Penetapan Usulan Pada tahapan ini diambil keputusan penentuan pendanaan usulan kelompokkelompok yang memenuhi syarat pemeringkatan yang dapat didanai dengan dana BLM. Bagi kecamatan yang telah mengelola dana bergulir, maka pada MAD ini dapat juga dilakukan proses MAD Perguliran. h. Penetapan Persyaratan Penetapan persyaratan pinjaman yang tertuang dalam perjanjian pinjaman paling tidak mencakup jangka waktu pinjaman sumber dana BLM maksimal 12 bulan, jadwal angsuran dana BLM paling tidak diangsur tiga kali angsuran dalam 12 bulan dengan memperhatikan siklus usaha baik pada tingkat pemanfaat maupun tingkat kelompok, dan penentuan jasa pinjaman dengan ketentuan besar jasa ditentukan berdasarkan bunga pasar untuk pinjaman lembaga keuangan pada wilayah masing-masing. Forum MAD Kecamatan Semparuk menetapkan suku bunga 1,25% flat perbulan.
22 5. Pencairan Dana Pencairan dana BLM dilakukan sekaligus (100%) pada setiap kelompok yang disertai penandatanganan perjanjian pinjaman antara kelompok dan UPK. Pada saat yang bersamaan, ketua TPK memberikan dana SPP setelah dikurangi operasional UPK dua persen (2%) dan operasional desa tiga persen (3%). 6. Pengelolaan Dokumen dan Administrasi di UPK Pengelolaan dokumen UPK meliputi pengelolaan administrasi dan pengelolaan pelaporan keuangan seperti laporan realisasi penyaluran, laporan perkembangan pinjaman SPP, laporan kolektibilitas SPP, neraca dan laporan operasional. Hal-hal yang dikelola di tingkat kelompok meliputi: data-data peminjam, dokumen pendanaan/kuitansi di kelompok maupun pemanfaat, administrasi realisasi pengembalian pinjaman ke UPK, administrasi penyaluran dan pengembalian/kartu pinjaman pemanfaat dan administrasi pinjaman pemanfaat. Usulan kegiatan kelompok SPP yang belum terdanai oleh BLM tetapi telah dianggap layak dapat didanai dengan dana bergulir. Jika dana bergulir tidak mencukupi, maka kelompok layak dapat ditetapkan sebagai kelompok tunggu yang dilaporkan dalam daftar tunggu kelompok. Daftar tunggu ini ditetapkan dengan BA. Selain menetapkan daftar tunggu, juga menetapkan mekanisme dan persyaratan dalam pendanaan kelompok yang termasuk daftar tunggu. 7. Pelestarian dan Pengembangan Kegiatan Pelestarian kegiatan SPP mengacu pada ketentuan pengelolaan dana bergulir dengan mempertimbangkan ketentuan akses BLM yang telah disepakati dalam MAD yang mencakup pelestarian kegiatan dan pengembangan kelompok. Pelestarian kegiatan dilaksanakan dengan berpedoman pada adanya dana kegiatan SPP yang produktif dan bertambah jumlahnya untuk penyediaan kebutuhan pendanaan masyarakat miskin, pelestarian prinsip PNPM-MPd terutama keberpihakan kepada orang miskin dan transparansi, penguatan kelembagaan baik dalam aspek permodalan ataupun kelembagaan kelompok, pengembangan layanan kepada masyarakat, dan pengembangan permodalan. Pengembangan kelompok SPP diarahkan sebagai lembaga pengelola simpanan dan pinjaman yang profesional, akuntabel sehingga mampu menarik
23 minat kerjasama lembaga lain sebagai lembaga penyalur dan pengelola pinjaman. Pengembangan kelembagaan kelompok SPP, secara badan hukum dapat menjadi Koperasi Simpan Pinjam. Gambar 1 berikut ini adalah alur kegiatan SPP sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.
ALUR KEGIATAN SPP MAD Sosialisasi Musdes Sosialisasi PENGEMBALIAN SPP DAN PENGELOLAAN DANA BERGULIR SUPERVISI DAN MONITORING
Musdes Pertanggungjawaban
Persiapan penyaluran
RPD, Pencairan, Pelaksanaan, dan LPD Kegiatan
Musyawarah Dusun Pertemuan Penggalian Gagasan dan identifikasi Kelompok SPP
Musyawarah Desa Musyawarah Khusus Perempuan (Seleksi Kelompok)
Verifikasi Usulan
Penetapan, Penulisan Usulan dan Paket Usulan Desa
MAD Prioritas Usulan Musdes Informasi Hasil MAD
MAD Penetapan Usulan MAD Perguliran Gambar 1. Alur kegiatan SPP
D. Tinjauan Penelitian Terdahulu Kegiatan SPP
Penyempurnaan dokumen usulan SPP yang akan didanai
24 Tujuan utama dari program kredit mikro adalah untuk mengurangi kemiskinan dengan meningkatkan pendapatan peminjam. Hasil penelitian Seibel dan Parhusip (1998), menyatakan bahwa dengan akses yang mudah RTM ke kelompok SPP bisa memfasilitasi orang miskin menabung untuk membangun keuangan dan modal fisik mereka, apalagi jika tabungan mereka bisa diberikan jasa/bunga dengan tingkat suku bunga lebih tinggi dari tingkat suku bunga tabungan di bank. Produk tabungan bisa dibedakan berdasarkan tingkat kematangan ekonomi, sesuai kondisi lapangan, ketersediaan insentif dan likuiditas nasabah. Sasaran kegiatan kepada RTM memiliki alasan. Berdasarkan hasil penelitian Khandker (2000), angka pengembalian pinjaman orang miskin lebih tinggi dibandingkan bukan orang miskin. Juga bahwa suatu fasilitas dalam kredit dan simpanan yang disediakan bagi orang miskin telah membantu meningkatkan simpanan mereka (baik simpanan wajib maupun simpanan sukarela) dan mengurangi pinjaman dari sumber pemberi pinjaman informal. Program pemberian kredit yang ditujukan kepada perempuan juga memiliki alasan yang kuat. Penelitian FAO (2000), menunjukkan bahwa kredit mikro yang ditargetkan bagi perempuan memiliki banyak pengaruh, baik dari sisi ekonomi maupun sosial. Efeknya antara lain: 1. Efek ekonomi a. Peningkatan pendapatan Bukti menunjukkan bahwa kredit mikro meningkatkan pendapatan peserta. Seiring dengan peningkatan pendapatan, perubahan sekunder dalam komposisi, jumlah dan waktu konsumsi, tabungan dan kepemilikan aset juga terjadi. Peminjam kadang menggunakan pinjaman kredit mikro untuk kebutuhan konsumsi langsung. b. Diversifikasi pendapatan Kesempatan untuk mendiversifikasi pendapatan yang penting, terutama untuk daerah perdesaan miskin, yang bergantung pada pertanian dan tunduk pada fluktuasi cuaca dan siklus tanaman. Penghasilan bisa didiversifikasi dalam kegiatan pertanian tambahan seperti tanaman baru atau memperluas kegiatan nonpertanian.
25 c. Efek konsumsi Sebagian dari pinjaman kredit mikro yang digunakan secara langsung untuk meningkatkan konsumsi. Perilaku konsumsi bisa segera berubah, sedangkan dampak lain mungkin muncul hanya dalam jangka panjang. Misalnya, pengurangan kerentanan melalui pembelian makanan meningkat dalam jangka pendek dapat mengubah hasil ekonomi jangka panjang bagi penduduk miskin perdesaan. Mengingat tingkat pendapatan peminjam kredit mikro rendah, kenaikan laba sering digunakan pada peningkatan makanan, tempat tinggal dan barang-barang dasar lainnya. d. Efek tabungan Baik melalui tabungan paksa, atau pengalihan dari peningkatan pendapatan, peminjam kredit mikro meningkatkan tabungan mereka. Hal ini memungkinkan mereka untuk memperlancar konsumsi, berinvestasi dalam kegiatan produktif dan persiapan keadaan darurat. Penelitian menunjukkan bahwa pinjaman kredit mikro yang digunakan sebagian besar untuk tujuan investasi (misalnya 80 persen dari kredit BRAC di Bangladesh), seperti investasi di bidang perumahan dan aset-aset produktif lainnya. e. Efek produksi Kredit memberikan kesempatan untuk memulai atau memperluas kegiatan baru non-pertanian, seperti agroprocessing, distribusi makanan, manufaktur skala kecil, memperbaiki peralatan dan penyewaan, pariwisata, pertambangan dan sektor jasa. Hal ini juga dapat mengubah metode produksi dalam pertanian dengan meningkatkan input produksi. Perubahan dalam produksi menimbulkan peluangpeluang kerja baru dan beranekaragam bagi peminjam dan masyarakat. f. Tingkat diskonto Kredit menyediakan cara untuk menggeser waktu konsumsi untuk mengurangi kerentanan, sehingga mengubah tingkat diskonto yang peminjam alokasikan sebagai pendapatan masa depan. Semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin sedikit mereka sibuk dengan memenuhi kebutuhan konsumsi saat ini. 2. Efek Sosial a. Pemberdayaan perempuan
26 Sebagai kelompok, LKM sangat fokus pada merekrut dan memperluas kredit untuk perempuan, terutama dibandingkan dengan penekanan pelepas uang lainnya. LKM lebih memilih untuk menargetkan perempuan. Perempuan memiliki tingkat pengembalian yang lebih tinggi dan terkenal sebagai resiko kredit yang lebih baik, lebih mudah untuk disiplin dan lebih cenderung menggunakan pendapatan yang mereka kontrol. Mereka memiliki lebih banyak kapasitas kewirausahaan yang belum terealisasi. b. Tindakan kolektif LKM-LKM melepaskan agunan tradisional
dan sebagai
gantinya,
mengandalkan jaminan sosial peserta. Peserta mungkin diperlukan untuk meminjam dalam kelompok-kelompok, bertindak sebagai penjamin timbal balik atau menerima pinjaman yang bergantung pada orang lain dalam kelompok membayar pinjaman mereka kembali. Suatu kajian gender dalam Proyek PNPM Mandiri (Tim KGPNPMM, 2010) menjelaskan bahwa perempuan memiliki peran penting dalam perekonomian keluarga dan berbagai studi telah menunjukkan bahwa upaya meningkatkan pendapatan perempuan memiliki dampak yang lebih besar pada kesejahteraan keluarga daripada meningkatkan pendapatan laki-laki. Dengan demikian terdapat suatu pembenaran untuk menjadikan pemberdayaan ekonomi perempuan sebagai satu fokus dari PNPM. Namun demikian, mengingat temuan-temuan yang ada, baik dari kajian ini maupun dari kajian lainnya, mengenai lemahnya dampak dari pemberian bantuan dan dukungan bagi kelompok simpan pinjam dalam programprogram pengembangan masyarakat, banyak yang masih perlu dilakukan untuk mengidentifikasi suatu desain yang efektif yang dapat meningkatkan efektivitas kegiatan-kegiatan, termasuk membangun hubungan dengan sumber-sumber dukungan lain seperti departemen-departemen teknis dan kelompok-kelompok masyarakat penyedia layanan pelatihan keahlian. Penelitian di Jawa Timur (Suman, 2007) memperlihatkan bahwa ada gender effect karena besarnya kontribusi pinjaman kelompok dalam kerangka SPP adalah lebih besar dibanding dalam kerangka Usaha Ekonomi Produktif/UEP. Dengan memanfaatkan dana pinjaman PNPM-MPd, SPP yang beranggotakan para perempuan lebih mampu (dua kali lebih besar) menghasilkan pendapatan
27 dibanding UEP yang beranggotakan para lelaki. Keberhasilan kaum perempuan ini disebabkan oleh group coordination yang baik. Alasan mendasarnya yaitu: pertama, kaum perempuan mempunyai tanggung jawab domestik yang lebih besar dibanding kaum laki-laki yang membuat mereka merasa mahal untuk berlamalama meninggalkan rumahnya, apalagi meninggalkan desanya. Peran domestik ini memungkinkan kaum perempuan perdesaan untuk secara intens berinteraksi dengan kelompoknya, sedemikian rupa sehingga fungsi social coordination bisa lebih sering terjadi. Mereka akan sering bertemu dengan sesama perempuan, baik saat belanja di pasar, pengajian, atau saat silaturahmi biasa sehingga akan timbul perasaan malu jika kreditnya tidak dibayar dan ini bisa menimbulkan tekanan psikologis. Kedua, perempuan lebih tahu dan peka terhadap kebutuhan-kebutuhan domestiknya. Perasaan yang sensitif akan turun-temurun kepada anak cucunya dan sifat itu akan terbawa saat mereka berada di kelompoknya. Kontrol sesama anggota kelompok akan terjadi saat pertemuan-pertemuan yang mereka adakan sehingga bisa mengintimidasi perasaan dan mengakibatkan mereka harus berusaha membayar pinjamannya dengan lancar. Selain alasan di atas, pembiayaan secara berkelompok sebagaimana yang sudah berjalan di SPP, pelayanan non-finansial dari lembaga keuangan (dalam hal ini UPK), dan insentif yang dinamis (jika pengembalian pinjaman dari kelompok lancar, akan ada pembagian 5% dari bunga yang diterima UPK kepada kelompok) berkontribusi terhadap meningkatnya kinerja pengembalian pinjaman kredit mikro (Godquin, 2004). Contoh-contoh praktek yang baik dari pemberian bantuan dan dukungan bagi kelompok simpan pinjam masihlah sedikit dan jarang terjadi, namun ada tiga hal yang patut dicatat (Tim KGPNPMM, 2010): (1) Bahwa permintaan kaum perempuan untuk mendapatkan bantuan bagi berbagai kegiatan ekonomi dan skema simpan pinjam mikro perlu didengar dan dipertimbangkan di dalam proses pengambilan keputusan. (2) Jika memungkinkan, hubungan dengan sumber-sumber dukungan lainnya perlu dibangun seperti pelatihan dan pengembangan kapasitas, atau dengan lembaga koperasi, lembaga kredit, atau penyedia layanan lain yang ada.
28 (3) Jika kredit pinjaman diberikan melalui proyek, maka sistem, prosedur, dan modul pelatihan manajemen keuangan yang telah dikembangkan selama ini perlu ditingkatkan dan disesuaikan lebih lanjut. Tim KGPNPMM (2010) melanjutkan, berdasarkan pengalaman dan hasil evaluasi terdahulu menemukan tiga masalah berikut: 1. kelompok-kelompok simpan pinjam jarang mengikutsertakan masyarakat miskin/ termiskin kecuali apabila hal ini merupakan aturan proyek; 2. tidak terbangun skala ekonomi melalui jejaring/kolaborasi yang semakin baik antar kelompok; dan 3. hanya sedikit jenis usaha yang dibiayai dan sebagian besar masih terbangun dari peran-peran tradisional perempuan (memasak, menjahit, membuka warung), dan bukan dengan membuka berbagai kesempatan baru. Singkat kata,
program-program
pengembangan
masyarakat,
dengan
sedikit
pengecualian, masih belum efektif dalam upaya mengentaskan kemiskinan melalui pemberian kredit pinjaman. Sebuah contoh mengenai dampak positif adanya SPP. Sejak 2001 (Sigap, 2010), Kecamatan Talango berpartisipasi dalam PNPM Mandiri dengan dana bantuan pemerintah senilai 750 juta rupiah. Dalam kurun waktu sembilan tahun, dana tersebut digulirkan untuk membantu permodalan masyarakat hingga pada 2010 dana tersebut berkembang menjadi 2 miliar rupiah. Terlaksananya PNPM Mandiri membuat terkikisnya rentenir yang menyusahkan rakyat kecil. Haris (2010) menambahkan, berdasarkan analisa data hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa kegiatan SPP di Desa Pulo Dogom belum efektif. Hal itu terlihat dari empat indikator dalam melihat efektivitas suatu kegiatan, yaitu terdiri dari: Pertama, anggota kelompok sulit untuk mendapatkan pendanaan dan pengembalian angsuran pinjaman. Kedua, dilihat dari modal yang diterima masih kurang dan penghasilan hanya bertambah sedikit dikarenakan anggota yang membuka usaha dengan modal sendiri yang jumlahnya lebih besar daripada modal yang diberikan oleh PNPM-MPd. Ketiga, dilihat dari jenis usaha yang dilakukan sebelum dan setelah mengikuti kegiatan, usaha tidak ada yang berkembang lebih besar, melainkan hanya mempengaruhi penghasilan anggota
29 kelompok. Keempat, dilihat dari pelaksanaan kegiatan SPP sebagian besar anggota membutuhkan waktu di atas dua tahun untuk dapat menunjukkan hasil. Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil/Asppuk (2010) dalam penelitian yang dibiayai International Labor Organization menemukan bahwa: 1. Program PNPM saat ini baru sebatas penyaluran modal usaha bagi kelompok perempuan yang memiliki atau ingin memulai usaha, sebagai strategi pengentasan kemiskinan namun belum mengarahkan kegiatan perempuan kepada pengembangan bisnis yang menguntungkan. Atas dasar itu, maka kondisi usaha responden belum layak secara ekonomi atau bisnis yang belum berorientasi pada keuntungan. 2. Kemampuan fasilitator PNPM-MPd dalam hal pembukuan baik dan berdampak positif pada pengelolaan administrasi simpan pinjam kelompok yang terkelola dengan baik. Namun begitu, tuntutan lapang menjadikan tugas fasilitator bukan hanya ―pengaman‖ modal yang difasilitasi PNPM-MPd, tetapi berperan bagaimana penggunaan modal dalam pengembangan usaha dilakukan.
Umumnya
fasilitator
belum
pernah
mengikuti
pelatihan
pengembangan usaha kelompok. Pelatihan Get A Head, merupakan satusatunya peningkatan pengembangan usaha fasilitator yang fokus kepada pengembangan usaha dan keadilan gender. 3. Konteks relasi perempuan dengan pihak lain. Kondisi saat ini masih mencerminkan struktur masyarakat patriarkhis. Usaha yang dilakukan perempuan dipahami sebagai kegiatan sampingan dari pekerjaan laki-laki. Situasi tersebut terlihat dalam pengambilan keputusan pengelolaan usaha dan pembagian kerja usaha. Walaupun perempuan dan suami bekerja, perempuan masih mengerjakan tugas domestik. Akibatnya, perempuan menghadapi permasalahan ketidakadilan gender dan problem usaha seperti permodalan, pemasaran, manajemen produksi, akses bahan baku, dan sebagainya secara bersamaan. 4. Kapasitas fasilitator PNPM dalam memahami ketidakadilan gender dalam usaha. Secara umum, mereka sudah bisa menguraikan problem gender yang dialami perempuan dalam kehidupan walaupun mereka masih memisahkan antara persoalan perempuan dalam usaha dan relasi gender. Dengan kondisi
30 relasi gender kelompok SPP dan pemahaman fasilitator seperti itu, maka sulit terjadi perubahan dalam pengembangan usaha yang responsif gender dan ―memberdayakan‖ perempuan, bila tidak dilakukan langkah konkrit. Wuriati (2008) dalam penelitiannya mengenai kelembagaan UPK secara nasional di antaranya menemukan bahwa: 1. Aset mempunyai hubungan yang cukup kuat dengan tingkat efisiensi, untuk itu dalam mengelola kredit mikro UPK perlu membuat target-target peningkatan aset. 2. Posisi outstanding mempunyai hubungan yang kuat dengan tingkat efisiensi, untuk itu UPK harus menjaga agar dana pengembalian yang masuk seminimal mungkin mengendap di kas atau bank tetapi harus secepat mungkin digulirkan kembali ke kelompok masyarakat yang membutuhkan dan layak mendapatkan kredit sesuai dengan kriteria yang ditetapkan program. 3. Modal mempunyai hubungan dengan tingkat efisiensi, namun tingkat hubungannya rendah. Hal ini menunjukkan bahwa dengan modal yang besar saja tidak cukup bagi UPK untuk dapat berlanjut atau efisien. Namun justru yang perlu diperhatikan adalah bagaimana UPK mengelola modal yang ada sehingga berkembang menjadi aset yang besar dengan terus menggulirkan dananya ke masyarakat. 4. Umur UPK tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan tingkat efisiensi, padahal diharapkan dengan semakin lama umur suatu lembaga maka pengalaman dan kemampuan dalam mengelola kredit akan semakin efisien pula. Hal ini terjadi karena UPK tidak selalu mendapatkan pendampingan dan dana PNPM secara kontinyu, untuk itu agar program tetap memperhatikan dan memantau UPK-UPK yang sudah tidak lagi mendapatkan alokasi dana PNPM. 5. UPK adalah lembaga kredit mikro yang potensial untuk dikembangkan agar menjangkau lebih banyak masyarakat miskin sehingga dapat mandiri dan berdaya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.