III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai bulan Maret 2015 pada peternakan penggemukan sapi potong di Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. B. Desain Penelitian Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode survai terhadap peternak sapi potong di Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. Salah satu metode penelitian yang dapat dilakukan untuk mencari jawaban pada suatu permasalahan yang diteliti adalah melalui metode survai. Menurut Kerlinger (1996) seperti dikutip oleh Riduwan (2006), penelitian survai adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi, dan hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis. Tujuan dari metode survai yaitu untuk memperoleh gambaran umum tentang karakteristik atau berbagai aspek populasi terkait masalah yang dikaji, sehingga metode survai sangat diperlukan. C. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang diperoleh terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari responden, bukan data yang pernah dilakukan sebelumnya. Data primer terdiri dari beberapa teknik antara lain kuesioner, wawancara, observasi dan lain-lain. Data sekunder adalah data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, namun melalui orang lain atau melalui dokumen. Data sekunder bersumber dari BPS Kabupaten Boyolali, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali atau instansi yang terkait.
10
11
D. Teknik Penentuan Sampel 1. Teknik Penentuan Lokasi Lokasi penelitian ini ditentukan secara purposive sampling. Menurut Singarimbun (1995) purposive sampling yaitu penentuan lokasi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Kecamatan Cepogo dipilih sebagai lokasi penelitian didasarkan pada jumlah sapi potong sebesar 2203 ekor (BPS Kabupaten Boyolali, 2013) serta letak kecamatan Cepogo berada di dataran tinggi dimana produksi hijuan cukup tinggi. Lokasi yang dipilih yakni Desa Cepogo, Desa Gedhangan, dan Desa Cabeankunthi. Ketiga desa tersebut dipilih karena mewakili jumlah populasi tertinggi, populasi sedang dan populasi rendah. Data populasi dan jumlah pemilik ternak sapi potong di Kecamatan Cepogo dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data Pemilik dan Populasi Ternak Sapi Potong di Kecamatan Cepogo Tahun 2013. Populasi Jumlah Pemilik No Desa Sapi potong Klasifikasi (orang) (ekor) 1 Gubug 78 258 2 Genting 75 244 Populasi tinggi 73 172 3 Cabeankunthi > 150 ekor 4 Mliwis 96 166 5 Candigatak 74 158 83 141 6 Cepogo 7 Jombong 78 129 Populasi 8 Kembangkuning 73 128 sedang 1259 Wonodoyo 107 127 150 ekor 10 Sumbung 78 125 11 Bakulan 69 125 12 Sukabumi 91 116 Populasi 13 Jelok 109 115 rendah <125 77 109 14 Gedhangan ekor 15 Paras 38 90 1199 2203 Jumlah Sumber : Kecamatan Cepogo Dalam Angka tahun 2013.
12
2. Teknik Penentuan Responden Responden adalah peternak yang berada di ketiga desa tersebut yang memiliki ternak minimal dua ekor dan pengalaman beternak selama minimal satu tahun. Penentuan sampel dilakukan secara sengaja (purposive), menurut Singarimbun dan Effendi (1989), jumlah sampel yang akan dianalisis harus mengikuti distribusi normal, dimana sampel tergolong berdistribusi normal adalah sampel yang jumlahnya lebih besar atau sama dengan 30 responden. Penelitian ini mengambil sampel responden peternak sapi potong sebanyak 60 orang pada tiga desa yaitu Desa Cepogo, Desa Gedhangan dan Desa Cabeankunthi. Menurut
Mardikanto
(2001),
rumus
yang
digunakan
pada
pengambilan sampel bagi masing-masing desa yang terpilih adalah :
Keterangan : Ni : Jumlah sampel peternak sapi potong pada desa ke-i Nk : Jumlah peternak sapi potong pada masing-masing desa N
: Jumlah peternak sapi potong dari semua desa Berdasarkan rumus diatas diperoleh jumlah sampel yang diambil pada
masing-masing desa sebagai berikut : Tabel 2. Jumlah Responden Sampel Peternak di Kecamatan Cepogo No Desa Jumlah Responden 1 Cabeankunthi 19 2 Cepogo 21 3 Gedhangan 20 Jumlah 60 Sumber : Data primer terolah (2015) E. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis pendapatan usaha ternak sapi potong, analisis pendapatan keluarga petani peternak, analisis kontribusi usaha ternak sapi potong terhadap pendapatan keluarga petani peternak dan analisis Korelasi Pearson.
13
1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh informasi tentang kondisi umum lokasi penelitian, karakteristik petani peternak, sistem usaha ternak sapi potong dan tatalaksana usaha ternak sapi potong. 2. Analisis Pendapatan Usaha Ternak Sapi potong Analisis
komponen
penerimaan
dan
biaya
digunakan
untuk
mengetahui tingkat pendapatan peternak dari usaha ternak sapi potong yang dilakukan baik secara tunai, tidak tunai maupun inventaris. Cara perhitungan pendapatan usaha ternak sapi potong dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah. Tabel 3. Cara Perhitungan Pendapatan Usaha Ternak Sapi potong. Tunai Tidak Inventaris Keterangan (Rp) Tunai (Rp) (Rp) (A) Penerimaan Usaha Ternak (B) Biaya Variabel (C) Margin Kotor (A-B) (D) Biaya Tetap (E) Pendapatan Usaha Ternak (C-D) Sumber : Soekartawi et al. (1984). 3. Analisis Total Pendapatan Keluarga Petani Peternak
Total (Rp)
Pendapatan keluarga petani peternak diperoleh dengan menjumlahkan pendapatan usaha ternak sapi potong, pendapatan usaha pertanian dan pendapatan usaha non pertanian. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: Y = X1 + X2 + X3 Keterangan: Y = Pendapatan keluarga petani peternak sapi potong (Rp/tahun) X1 = Pendapatan usaha ternak sapi potong (Rp/tahun) X2 = Pendapatan usaha pertanian (Rp/tahun) X3 = Pendapatan usaha non pertanian (Rp/tahun) (Ruben, 2008)
14
4. Analisis Kontribusi Usaha Ternak Sapi potong Terhadap Pendapatan Keluarga Petani Peternak Kontribusi usaha ternak sapi potong terhadap pendapatan keluarga petani peternak diperoleh dari persentase pendapatan yang didapat dari usaha ternak sapi potong terhadap pendapatan total yang dihasilkan keluarga petani peternak. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: K=
x 100 %
Keterangan: K
= Kontribusi usaha ternak sapi potong terhadap pendapatan keluarga petani peternak (%)
X1 = Pendapatan usaha ternak sapi potong (Rp/tahun) Y
= Pendapatan keluarga petani peternak sapi potong (Rp/tahun)
(Ruben, 2008) 5. Analisis Korelasi Pearson Analisis Korelasi Pearson dapat menganalisis hubungan antara skala usaha peternakan sapi potong dengan pendapatan usaha ternak sapi potong dan skala usaha peternakan sapi potong dengan kontribusi pendapatan usaha ternak sapi potong. Ukuran yang biasa digunakan untuk mengukur hubungan kekuatan adalah koefisien Korelasi Pearson dengan bantuan komputer yang menggunakan program SPSS 16.0 for
Windows (Statistical Product and
Service Solution) yang disimbolkan dengan huruf r (Hasan dan Iqbal, 2002). Rumusan matematisnya adalah: rxy =
n∑XiYi – (∑Xi).(∑Yi) √{n∑Xi2 – (∑Xi)2 } {n∑Yi2 – (∑Yi)2 }
Harga absolut dari r menunjukkan kekuatan hubungan linear. Nilai koefisien korelasi berada pada interval -1 ≤ r ≤ 1. Tanda (-) dan (+) menunjukkan arah hubungan.: Jika koefisien korelasi bernilai positif, maka variabel-variabel berkorelasi positif, artinya perubahan pada salah satu variabel akan diikuti perubahan variabel yang lain dengan arah yang sama. Semakin dekat nilai koefisien korelasi ke +1, semakin kuat korelasi positifnya.
15
Jika koefisien korelasi bernilai negatif, maka variabel-variabel berkorelasi negatif, artinya perubahan pada salah satu variabel akan diikuti perubahan variabel lain dengan arah yang berlawanan. Semakin dekat nilai koefisien korelasi ke -1, semakin kuat korelasi negatifnya. Jika koefisien korelasi bernilai 0 (nol), maka variabel tidak menunjukkan korelasi (tidak ada hubungan linear). F. Batasan Operasional, Variabel, dan Pengeluaran 1. Penerimaan tunai usaha ternak sapi potong adalah hasil penjualan sapi potong selama satu tahun (Rp/tahun). 2. Penerimaan tidak tunai usaha ternak sapi potong adalah penerimaan dari usaha ternak sapi potong yang bukan merupakan uang tunai, tapi dapat diukur atau dinilai dengan uang (Rp/tahun). 3. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang dan jasa yang digunakan dalam kegiatan usaha ternak sapi potong yang besarnya dipengaruhi oleh jumlah sapi potong yang dipelihara selama satu tahun dan barang jasa tersebut habis dipakai selama satu tahun (Rp/tahun). 4. Biaya variabel tunai adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli obat, konsentrat, pembayaran tagihan listrik dan perlengkapan yang digunakan dalam usaha ternak sapi potong selama satu tahun (Rp/tahun). 5. Biaya variabel tidak tunai adalah biaya tidak tunai yang dihitung dalam kegiatan usaha ternak sapi potong, diantaranya biaya pakan hijauan, biaya tenaga kerja keluarga, dan sapi bakalan selama satu tahun (Rp/tahun). 6. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang yang digunakan dalam kegiatan usaha ternak sapi potong yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah ternak yang dipelihara dan barang tersebut tidak habis penggunaanya selama satu tahun (penyusutan ternak, penyusutan kandang, dan penyusutan peralatan) (Rp/tahun). 7. Pendapatan usaha ternak sapi potong adalah selisih antara total penerimaan usaha ternak sapi potong dengan total pengeluaran usaha ternak sapi potong (biaya variabel ditambah biaya tetap) selama satu tahun (Rp/tahun).
16
8. Pendapatan usaha ternak lain selain sapi potong adalah hasil yang diperoleh rumah tangga peternak dari usaha ternak lain selama satu tahun baik dalam bentuk tunai maupun tidak tunai (Rp/tahun). 9. Pendapatan usaha tani selain beternak adalah hasil yang diperoleh rumah tangga peternak dari usaha tani pada sawah, kebun, kolam, sayur, dan buruh tani selama satu tahun, baik dalam bentuk tunai maupun tidak tunai (Rp/tahun). 10. Pendapatan usaha non pertanian adalah hasil yang diperoleh rumah tangga peternak dari pekerjaan ataupun usaha (pegawai negri sipil, wiraswasta, buruh, dan lain sebagainya) selama satu tahun baik dalam bentuk tunai maupun tidak tunai (Rp/tahun). 11. Nilai ternak awal tahun adalah stok awal ternak sapi potong atau komposisi awal ternak sapi potong pada awal tahun yang dikalikan dengan harga jual sapi potong pada tahun tersebut. 12. Nilai ternak akhir tahun adalah stok akhir ternak sapi potong atau komposisi ternak sapi potong pada akhir tahun yang dikalikan dengan harga jual sapi potong pada tahun tersebut. 13. Penyusutan adalah penurunan nilai inventaris pada usaha ternak sapi potong yang disebabkan oleh pemakaian selama satu pembukuan, antara lain penyusutan ternak, alat dan kandang. 14. Kontribusi usaha ternak sapi potong terhadap pendapatan peternak adalah besarnya sumbangan pendapatan usaha ternak sapi potong selain usaha pertanian, pendapatan selain usaha peternakan sapi potong, dan usaha non pertanian terhadap pendapatan peternak. 15. Margin kotor adalah selisih antara penerimaan usaha ternak dengan biaya variabel (Rp/tahun). 16. Skala usaha peternakan sapi potong adalah besarnya produksi usaha peternakan sapi potong berdasarkan jumlah sapi potong yang dimiliki yaitu skala usaha kecil jumlah sapi antara 1-3 ekor, skala usaha sedang jumlah sapi antara 3-5 ekor, dan skala usaha besar jumlah sapi lebih dari 5 ekor.