III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Adanya limbah pertambangan mineral yang berupa pasir sisa tambang sangat
mempengaruhi
penurunan
daya
dukung
lingkungan
wilayah
pengendapan dan aliran sungai. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan daerah pengendapan dan sekitarnya. Dalam limbah pasir sisa tambang masih mengadung tembaga sekitar 0,2% serta berbagai logam lainnya termasuk emas. Adanya kandungan logam di dalam pasir sisa tambang ini menimbulkan kegiatan pertambangan tanpa ijin, karena penambang memasuki wilayah yang tertutup untuk proses produksi lainnya. Namun demikian, usaha pertambangan tersebut termasuk usaha mikro pertambangan informal, artinya terdapat sekelompok orang yang berusaha dengan skala dan modal tertentu. Aktivitas pertambangan informal yang tidak terkendali dapat mengganggu proses suksesi lahan dan stabilitas wilayah pengendapan sehingga berbahaya bagi aktivitas pertambangan informal. Selain itu, akibat aktivitas pertambangan oleh perusahaan maupun masyarakat dapat menyebabkan kesenjangan kesejahteraan dan perubahan perilaku masyarakat. Dalam upaya pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan diperlukan konsensus pembangunan berkelanjutan antar stakeholders, yaitu masyarakat, pemerintah serta perusahaan pertambangan (Gambar 8). Keterkaitan aspek sosial dan ekonomi berupa tanggung jawab sosial perusahaan untuk mewujudkan keadilan sosial agar tidak terjadi kesenjangan sosial dalam masyarakat
lokal.
Dalam
kaitan
peningkatan
kualitas
lingkungan
dan
kemakmuran ekonomi, maka diperlukan pengelolaan eko-sistem dengan pengelolaan dan pemantauan lingkungan bio-fisik melalui kegiatan rehabilitasi lahan dan revegetasi. Peningkatan kualitas lingkungan juga dilakukan melalui sinergi pengurangan dampak limbah. Tujuan pembangunan berkelanjutan pengelolaan lingkungan untuk mencapai sasaran sosial dan kualitas lingkungan dengan kualitas air dan total kualias hidup masyarakat (MacNaughton 2004). Oleh karena itu diperlukan dukungan dana lingkungan dari perusahaan pertambangan maupun pemerintah melalui pola dana berbantuan. Dalam pelaksaan program kondisi infrastruktur yang memadai dan kegiatan yang terarah diharapkan dapat mencapai tujuan dengan efektif (Gambar 9).
54
Social Equity Corporate Social Responsibility
Kemakmuran Ekonomi
Ecosystem services By-product synergy
Stakeholder Engagement and Consultation Kualitas Lingkungan
Tujuan Sosial
Water Quality Overall Quality of Life
Gambar 8.
Pendekatan keterkaitan berkelanjutan
antar
aspek
dalam
pembangunan
Limbah pertambangan mineral yang berupa pasir sisa tambang
Penurunan daya dukung lingkungan wilayah pengendapan dan aliran sungai
Pencemaran lingkungan di wilayah pengendapan
Tumbuhnya usaha pertambangan informal yang menggangu proses suksesi lahan
Kesenjangan kesejahteraan dan perubahan perilaku masyarakat
Upaya-upaya bersama pemerintah, masyarakat dan perusahaan pertambangan
Program rehabilitasi lahan
Program rehabilitasi wilayah pengendapan
Pemberdayaan masyarakat
Ketersediaan dana lingkungan, infrastruktur yang baik serta program kegiatan yang jelas
• • •
Pelestarian lingkungan dan sumberdaya alam Pengurangan kesenjangan sosial pada masyarakat lokal Stabilitas wilayah pengendapan pasir sisa tambang
Gambar 9. Kerangka pemikiran pengelolaan pertambangan mineral secara berkelanjutan.
55
Kegiatan pembangunan pada umumnya menyangkut pendayagunaan sumberdaya alam dan lingkungan yang merupakan kesatuan ekologis atau ekosistem dan mempunyai manfaat langsung atau tidak langsung bagi manusia. Dalam ekosistem sumberdaya alam ini, manusia merupakan konsumen dan berperan aktif pula dalam proses produksi dan pengelolaan. Pendayagunaan sumberdaya alam oleh manusia, dengan eksploitasi, penggunaan atau pemanfaatan, menimbulkan perubahan-perubahan dalam ekosistem sehingga mempengaruhi pula sumberdaya-sumberdaya lain beserta lingkungannya, yang akibatnya akan dirasakan pula oleh manusia. Permasalahan lingkungan juga terlihat dalam kegiatan pertambangan mineral di wilayah Mod-ADA Kabupaten Mimika. Sebagaimana yang dijelaskan dalam latar belakang bahwa pengelolaan lingkungan pertambangan mineral di wilayah Mod-ADA menunjukkan adanya pelaksanaan kebijakan yang tumpang tindih sehingga menghambat tujuan pembangunan berkelanjutan. Efektivitas suatu kebijakan, termasuk kebijakan lingkungan antara lain ditentukan oleh instrumen kebijakan yang digunakan. Menurut Barde “The selection of policy instrument by governments is based on the characteristics described below and on the application of criteria for selecting (mixes of) instruments. In general these criteria will relate to: (1) environmental aspect (environmental effectiveness); (2) economic aspect (efficiency); and (3) political and administrative aspects (such as distributional issues, acceptability and simplicity). Demikian
pula
halnya
dengan
kebijakan
pengelolaan
lingkungan
pertambangan mineral perlu memperhatikan dan menetapkan instrumen kebijakan lingkungan yang tepat. Berdasarkan pandangan Barde tersebut di atas,
maka
penelitian
ini
mengadopsi
instrumen
kebijakan
dengan
menambahkan faktor sosial kemasyarakatan sebagai parameter pelengkap dalam
mencapai
model
konseptual
kebijakan
pengelolaan
lingkungan
pertambangan yang keberlanjutan.
3.2. Obyek Penelitian 3.2.1.Lokasi dan Waktu Penelitian Studi kasus dilaksanakan Maret 2007 sampai dengan Januari 2008 di wilayah kerja PT Freeport Indonesia (PTFI) di Kabupaten Mimika, Papua. Lokasi kajian difokuskan di wilayah Modified Ajkwa Deposition Area (Mod-ADA) yang merupakan lokasi pengendapan pasir sisa tambang dan dialirkan melalui sungai.
56
Observasi lapang sistem pengelolaan lingkungan pertambangan dilakukan di Pusat Reklamasi Mod-ADA, Natural Succession Discovery Park, serta lokasi kegiatan revegetasi dan rehabilitasi sekitar area pengendapan. Pemilihan lokasi tersebut ditetapkan secara sengaja (purposive) dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut: (1)
PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan salah satu lokasi pertambangan mineral terbesar di Indonesia.
(2)
Lokasi kajian difokuskan pada Daerah Pengendapan Ajkwa (DPA) atau Modified Ajkwa Deposition Area (Mod-ADA) yang terletak di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Karena wilayah tersebut terdapat volume limbah (pasir sisa tambang) yang besar dan berpengaruh terhadap lingkungan, khususnya lingkungan biofisik di daerah itu. Ribuan hektar hutan hujan tropis dimanfaatkan sebagai daerah pengendapan pasir sisa tambang di sepanjang aliran Mod-ADA.
(3)
Adanya permasalahan implementasi kebijakan lingkungan yang belum efektif dilaksanakan di wilayah Mod-ADA berdasarkan prinsip-prinsip keberlanjutan (sustainable principles).
3.2.2.Gambaran Umum Mod-ADA Daerah penambangan dan daerah proyek kontrak karya dari PTFI berada di bagian tengah dari Propinsi Papua, tepatnya di Kabupaten Mimika. Letak daerah pertambangan berada pada ketinggian sekitar 4.200 meter di atas permukaan laut dan terletak 100 km dari garis pantai Laut Arafura di selatan. Persetujuan kontrak karya antara Pemerintah dan PTFI yang pertama ditandatangani pada tahun 1967 (Kontrak Karya Generasi Pertama) dan berlaku selama 30 tahun sejak dimulainya masa operasi. Masa operasi dimulai pada tahun 1973, sehingga Kontrak Karya I ini seharusnya berakhir pada tahun 2003. Pada tahun 1988, PTFI menemukan cadangan Grasberg, yang untuk pengembangannya diperlukan investasi tambahan sekitar US$ 2 miliar berdasarkan nilai tukar uang pada masa tersebut. Mengingat besarnya investasi yang diperlukan dan resiko yang harus ditanggung perusahaan, maka diperlukan masa waktu operasi yang lebih lama untuk menjamin kepastian usaha. Untuk itu, perusahaan mengajukan permohonan perpanjangan Kontrak Karya I, yang kemudian ditolak oleh Pemerintah yang menginginkan persyaratan baru yang
57
lebih menguntungkan Indonesia berdasarkan standar Kontrak Karya Generasi Kelima. Kewajiban dan hak investor bidang pertambangan yang berusaha di Indonesia oleh Pemerintah dituangkan di dalam satu perjanjian Kontrak Karya, yang dari generasi ke generasi disesuaikan dengan kondisi dan kebijakan pemerintah pada saat penandatanganan, dengan tetap mengacu pada asasasas perjanjian yang diakui secara internasional di bidang pertambangan umum. Setelah
penolakan
Pemerintah
tersebut,
Freeport
mengajukan
permohonan baru bersama-sama perusahaan pertambangan lainnya. Proses perundingan
antara
wakil-wakil
pemerintah
dan
wakil-wakil
perusahaan
memakan waktu yang cukup lama. Setelah mendapat rekomendasi dari Dewan Perwakilan Rakyat RI dan disetujui oleh Presiden Republik Indonesia, Perjanjian Kontrak Karya ke II antara Pemerintah Republik Indonesia dan PTFI ditandatangani pada tanggal 30 Desember 1991 untuk jangka waktu 30 tahun, dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali 10 tahun. Gambar 9 menunjukkan wilayah yang disepakati dalam Kontrak Karya ke II tahun
1991
memuat
ketentuan-ketentuan
yang
lebih
baik
dan
lebih
menguntungkan bagi Indonesia dibandingkan dengan ketentuan-ketentuan KK-I tahun 1967. Kontrak Karya II juga memuat ketentuan-ketentuan perpajakan dan keuangan yang lebih baik bagi Indonesia dibandingkan dengan ketentuanketentuan perpajakan dan keuangan yang berlaku di negara-negara utama penghasil mineral lainnya, seperti Chili, Australia, Kanada, Papua Nugini, dan Peru. Berdasarkan wilayah eksploitasi, wilayah kontrak karya PTFI seluas 212.950 ha dapat dibagi menjadi dua bagian, menjadi: 1)
Wilayah eksplorasi baru yang sesuai dengan ketentuan Kontrak Karya wajib untuk diciutkan dan dikembalikan secara berkala kepada pemerintah. Wilayah eksplorasi PTFI pada tahun 1991 adalah seluas 2.6 juta ha. Setelah mengalami beberapa kali penciutan dan dikembalikan kepada pemerintah, wilayah explorasi PTFI baru saat ini hanya tinggal 202.950 ha atau 8% dari luas semula.
2)
Wilayah eksploitasi dan produksi seluas 10.000 ha yang merupakan pengalihan dari Kontrak Karya pertama. Sampai pada saat ini seluruh produksi PTFI dihasilkan dari wilayah ini.
58
Gambar 10. Wilayah Kontrak Karya PT Freeport Indonesia Berdasarkan ketinggian tempat, wilayah kontrak karya tersebut dapat dibagi kedalam tiga daerah, sebagai berikut: (1) Dataran Rendah, letaknya 1 sampai 100 meter di atas permukaan laut, memanjang dari timur ke barat mengikuti kaki-kaki gunung dan melebar ke arah selatan sampai Laut Arafura. Pada umumnya sungai-sungai di daerah ini mengalir berliku-liku dan membentuk beberapa anak sungai, rawa-rawa dataran rendah dan muara-muara ketika
59
sungai-sungai tersebut sampai di laut.
Komponen material yang dominan di
daerah ini adalah pasir, lempung, dan tanah organik; (2)
Dataran Tengah
(Plateau Alluvial), yang memanjang dari barat ke timur dengan ketinggian 100 sampai 700 meter di atas permukaan laut dengan landaian tanah pada umumnya kurang dari 4 derajat. Sungai-sungai yang mengalir di daerah ini lebih lurus alurnya dengan pola sub-paralel. Batuan yang dibawah adalah endapan (conglomerate), serpihan berpasir dan tanah yang terdiri dari pasir dan lempung; dan (3) Daerah Pegunungan, berada di bagian utara dengan ketinggian antara 700 sampai 4200 meter di atas permukaan laut. Pegunungan ini terdiri dari batubatu cadas yang oleh kegiatan ekologis berbentuk berlipat-lipat. Saat ini PTFI menggunakan dua metode penambangan yaitu: (a) penambangan terbuka, dengan menggunakan alat penggali dan pengangkut material pada tambang Grasberg, serta (b) penambangan bawah tanah, yang menggunakan teknik block caving pada cadangan bawah tanah, yang dikenal dengan Intermediate Ore Zone (IOZ) dan Deep Ore Zone (DOZ). Proses pengolahan bijih menggunakan berbagai teknik pengolahan fisik termasuk penghancuran, penggilingan dan pengapungan (flotasi).
Selain itu
digunakan pula gabungan berbagai teknik penghancuran, termasuk pabrik penggilingan (mill) Semi Autogenous Grinding (SAG), serta pabrik penggilingan yang menggunakan bola-bola besi untuk menggiling bijih yang digali menjadi pasir halus. Kedua proses tesebut selanjutnya diikuti oleh proses pengapungan dengan menggunakan reagen (berbasis alkohol dan gamping) terhadap konsentrat untuk memisahkan mineral tembaga, emas serta perak dari batuan induknya. Mineral tersebut mengapung ke permukaan dan disisihkan menjadi bagian yang kaya mineral, yang disebut konsentrat. Sisa bahan batuan yang relatif tidak memilki nilai ekonomis mengendap ke dasar dan menjadi pasir sisa tambang (tailing), yang dilepas melalui aliran sungai Ajkwa menuju daerah pengendapan di dataran rendah. Bubur konsentrat kemudian disalurkan dari pabrik pengolahan tersebut menuju sebuah pabrik pengeringan di pelabuhan Amamapare melalui sebuah pipa sepanjang 109 kilometer. Selanjutnya konsentrat tersebut dikeringkan dan disimpan di pelabuhan Amamapare sebelum diangkut ke kapal dan dikirim menuju pabrik-pabrik peleburan serta pemurnian di berbagai negara lain.
60
Sementara itu, untuk penataan Kawasan Kontrak Karya, Pemerintah Kabupaten Mimika telah menetapkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). RDTR tersebut mencakup kawasan DAS KAMM (Daerah Aliran Sungai Kamoro, Ajkwa, Minajerwi dan Mawati) yang di dalamnya termasuk wilayah Kontrak Karya (KK) PT Freeport Indonesia telah disetujui oleh Pemerintah Daerah Tk. I Irian Jaya pada 3 Mei 1997. Peta rencana umum tata ruang DAS KAMM, ditunjukkan pada Gambar 11.
Gambar 11. Rencana Detail Tata Ruang DAS KAMM
61
3.3.
Tahapan Penelitian Penelitian dilakukan dengan pendekatan sistem melalui soft system
methodology (SSM) (Checkland 1981). Dalam penyusunan kebijakan digunakan mekanisme
total
system
intervention
(TSI)
(Jackson
2000)
dengan
mengedepankan kepedulian lingkungan, complementarism dan komitmen terhadap
pemberdayaan
dan
penumbuhan
kemandirian
masyarakat.
Pelaksanaan penelitian mengacu pada petunjuk operasional dengan kegiatan nya antara lain: studi pustaka, survey lapangan, survey pakar dan analisis data (Gambar 12). Studi Pustaka
Analisis Situasional
Survey Lapang
Pemodelan Sistem
SAST Focus Group Discussion I
ISM Survey pakar
Asumsi Model
Elemen kunci model
Tabulasi Kebijakan
Analisa Kebijakan
Model Konseptual
Model Kebijakan
Verifikasi Kesesuaian Model?
tidak
ya Face Validation Focus Group Discussion II
Implikasi Kebijakan
Issue Management Technology (IMT) In-depth interview untuk prioritas tindakan
Kesimpulan & rekomendasi
Gambar 12. Tahapan penelitian kebijakan dengan pendekatan sistem
62
3.3.1. Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian meliputi data primer dan data sekunder. Menurut Cooper and Schindler (2006), data primer adalah data yang diperoleh
langsung
dari
lapangan
termasuk
laboratorium.
Berdasarkan
pengertian tersebut, maka data primer dalam penelitian diperoleh dari pengamatan langsung di lokasi melalui angket/kuesioner, wawancara langsung serta pengumpulan pendapat para pakar focus group discussion (FGD) dengan pakar lingkungan dan pertambangan, praktisi pertambangan, UMK serta instansi/lembaga terkait lainnya. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian dalam berupa daftar pertanyaan dan jawaban, tetapi jawaban yang tersedia tidak mengikat responden. Oleh karena itu, dalam kuesioner terdapat pilihan untuk memberikan pendapat dari alternatif yang tersedia. Kuesioner tersebut dikelompokan menjadi dua bagian sebagai representasi respondennya, yaitu: (1) Kuesioner teknis yang digunakan dalam survey lapangan dan wawancara
kepada
responden
UMK,
tim
teknis
pengelolaan
lingkungan pertambangan serta masyarakat sekitar pertambangan. Kuesioner ini digunakan untuk memperoleh data mengenai gambaran umum kondisi lokasi dan masalah maupun perihal yang dihadapi responden serta saran-sarannya. (2) Kuesioner pakar digunakan dalam survey pakar, yaitu kuesioner ISM untuk memperoleh data yang memberikan gambaran mengenai hubungan kontekstual dan level hirarki elemen-elemen model pengelolaan lingkungan pertambangan mineral. Data sekunder merupakan data umum yang mendukung penelitian serta data teknis berasal dari dokumen teknis yang tidak dipublikasikan. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka/referensi, hasil penelitian yang terkait dengan topik penelitian seperti data dari BPS, Kementerian Lingkungan Hidup, Departemen Kehutanan, Departemen ESDM, Pemerintah Daerah, perguruan tinggi serta lembaga masyarakat lokal, asosiasi pertambangan, perusahaan pertambangan. Tabel 5 menunjukkan jenis dan sumber data pendukung yang dikumpulkan selama penelitian.
63
Tabel 6. Jenis dan sumber data pendukung No. A 1.
Jenis data Data primer Perihal teknis pengelolaan lingkungan fisik Perihal teknis pengelolaan lingkungan biologik
2.
Sumber data
3.
Kondisi aktual UMK pertambangan
4.
Kondisi dan permasalahan UMK binaan program pemberdayaan masyarakat
B. 1.
Data Sekunder Kebijakan pemerintah tentang pertambangan
2.
Pelaksanaan Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RK-PL) Penggunaan teknologi pengolahan limbah pertambangan mineral
3.
UMK konstruksi dan pertanian Perusahaan pertambangan UMK pertanian Perusahaan tambang Perguruan tinggi UMK pertambangan informal Perusahaan pertambangan UMK lokal Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) Perusahaan pertambangan
Kementerian Lingkungan Hidup Departemen Kehutanan Departemen ESDM Departemen Kesehatan Departemen Keuangan Departemen Dalam Negeri Perusahaan pertambangan LPMAK Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri (LAPI-ITB)
3.3.2. Teknik Pengambilan Sampel Dalam penelitian memerlukan sejumlah responden sebagai sumber data dan informasi yang dikumpulkan untuk menjawab tujuan penelitian. Kedalaman informasi penelitian dapat diperoleh apabila pengumpulan data dilakukan terhadap seluruh populasi. Namun demikian apabila populasi terlampau besar dengan
wilayah
tertutup,
maka
dapat
diambil
sejumlah
sampel
yang
representatif, yaitu sampel yang mewakili keseluruhan populasi tersebut. Teknik penetapan sampling sangat tergantung pada masalah yang dihadapi serta tujuan yang ingin dicapai serta pertimbangan lain seperti besaran populasi, ketersediaan biaya dan kemungkinan serta kemudahan untuk memperoleh sampel (contoh) penelitian (Cooper & Schindler 2006). Pengambilan contoh dilakukan dengan seleksi pakar secara sengaja (purposive) calon responden dengan pertimbangan bahwa calon responden tersebut sesuai dengan kriteria, yaitu memiliki kompetensi dan keahlian pada
64
bidang yang dikaji. Pakar atau ahli yang dipilih menunjukkan keilmuan/keahlian, reputasi dan kredibilitas, kedudukan dan pengalaman profesional yang mampu memberikan saran yang benar dan terarah untuk membantu dalam pemecahan masalah. Keseluruhan calon responden pakar yang terpilih dievaluasi kembali keberadaan responden, keterjangkauan serta kesediaan untuk diwawancarai secara mendalam. Contoh responden yang dipilih dalam penelitian ini dikategorikan berdasarkan ruang lingkup dan perihal yang sedang dikaji. Kategori responden dan partisipan disajikan pada Tabel 6 dan Tabel 7 berikut ini. Tabel 7. Kategori responden Kategori
Ruang lingkup
Bidang
Jumlah (orang)
A (Ekologi) B (Ekonomi) C (Sosial kemasyarakatan)
Pengelolaan lingkungan wilayah Mod-ADA di Kab. Mimika
Praktisi perusahaan tambang, kontraktor, peserta magang
50
Usaha mikro dan kecil di kab. Mimika
UMK, peternak, pendulang, perusahaan tambang
15
Kelembagaan masyarakat di kab. Mimika
Tim SLD perusahaan tambang, tokoh agama/ adat, profesional
15
Tabel 8. Partisipan dalam penelitian Kegiatan
Obyek
Partisipan
Jumlah (orang) 10
FGD
Pembahasan asumsi dan formulasi masalah
Pakar tim TRMP, Green team, tokoh masyarakat, staf Pemda
Survey Pakar
Identifikasi struktur model
Pakar tim TRMP, Green team, tokoh masyarakat, staf Pemda, Perguruan Tinggi
10
In depth interview
Issue Management Technology
Pakar tim TRMP, Green team, Lingkungan, Ekonomi, Perbankan, Hukum, Pertambangan
15
65
3.4.
Survey Pakar Survey pakar (expert survey) merupakan perwujudan dalam sistem berpikir
kritis (critical self reflection). Penetapan sumber informasi atau responden yaitu pakar atau ahli terkait dalam proses akuisis pengetahuan didasarkan atas pertimbangan dan kriteria: 1) keberadaan responden, kemudahan dan kesediaan untuk diwawancarai, 2) reputasi, kedudukan dan memiliki kredibilitas sebagai pakar/ahli, 3) pengalaman pribadi yang menunjukkan bahwa seseorang tersebut mampu memberikan saran yang benar dan membantu dalam pemecahan persoalan. Dalam menyelesaikan permasalahan seorang ahli mempunyai karakteristik, yaitu 1) efektif, 2) efisien dan 3) sadar terhadap keterbatasan. Dalam penyerapan pengetahuan dari seorang ahli menggunakan metode wawancara
secara
mendalam
(in
depth
interview).
Alternatif
sumber
pengetahuan lain dapat ditemukan melalui pengamatan kinerja seorang ahli, publikasi dan daftar pertanyaan. Pada waktu wawancara untuk menggali pengetahuan harus fokus pada potongan pengetahuan sehingga tidak kehilangan arah cakupan pengetahuan secara keseluruhan. Pewanwancara juga harus dapat menentukan batas dan cakupan dari pengetahuan yang digali sesuai dengan kebutuhan serta kelengkapan jawaban yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu masalah. Proses wawancara dilakukan secara intensif dan mendalam untuk elisitasi pengetahuan. Kemampuan berkomunikasi dan interpersonal dari knowledge engineer sangat berperan penting. Prinsip umum dalam melakukan wawancara, yaitu: 1) be specific, not general, 2) do not impose alien tools, 3) do not interrupt, 4) record information, dan 5) listen to the way the expert uses knowledge.
3.5.
Pemodelan Sistem dan Teknik Analisis Mengingat kebijakan publik merupakan pengetahuan yang bersifat
multidisipliner, maka untuk menghasilkan sintesa
yang mendalam
dan
komprehensif digunakan kombinasi teknik analisis. Hal ini bertujuan untuk mempetajam analisis, meningkatkan mutu rancangan dan minimalisasi bias dalam penelitian. Teknik pemodelan sistem pada penelitian ini menggunakan tiga metode analisis, yaitu interpretative structural modeling (ISM), strategic assumption surfacing and testing (SAST) dan issue management technology (IMT).
66
Teknik analisis situasional kegiatan pengelolaan lingkungan pertambangan mineral dilakukan dengan pendekatan ratio manfaat terhadap biaya lingkungan, evaluasi pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan berdasarkan kebijakan yang berlaku. Selain itu, juga dilakukan analisis usaha untuk evaluasi peluang usaha UMK di sekitar lokasi studi. Analisis deskriptif juga digunakan untuk memberikan gambaran dan mendeskripsikan setiap persepsi stakeholders dan masyarakat dalam pengelolaan limbah pertambangan mineral, berupa kebijakan publik dalam kerangka pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan serta kemungkinan adanya alternatif kebijakan. 3.5.1. Interpretative Structural Modeling (ISM) Teknik ISM merupakan suatu proses pengkajian kelompok dimana modelmodel struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafik serta kalimat. Teknik ISM terutama ditujukan untuk pengkajian suatu tim atau bisa juga dipakai oleh seorang peneliti. Tahapan analisis menggunakan teknik ISM disajikan pada Gambar 13 (Eriyatno 1999). ISM menganalisis elemen sistem dan menyajikan dalam grafikal setiap hubungan langsung dan tingkat hirarkinya. Elemen sistem dapat berupa objek kebijakan, tujuan organisasi, faktor-faktor penilaian, perihal kebijakan dan lainlain. Hubungan langsung dapat bervariasi dalam suatu konteks yang mengacu pada hubungan kontekstual, seperti elemen (i) ”lebih baik dari” atau ”adalah keberhasilan melalui” atau ”akan membantu keberhasilan” atau ”lebih penting dari” elemen (j). Langkah-langkah analisis dengan teknik ISM adalah sebagai berikut (Kanungo & Batnagar 2002). 1)
Identification of element, yaitu setiap elemen dari suatu sistem akan diidentifikasi dan didaftarkan. Hal ini mungkin akan mensukseskan keseluruhan penelitian, brain storming dan lain-lain.
2)
Contextual relationship, yaitu sebuah hubungan kontekstual antara elemenelemen yang dikembangkan dan tergantung pada obyek model latihan.
3)
Structural Self Interaction Matrix (SSIM), yaitu matrik yang menyajikan persepsi responden dari setiap elemen sampai dengan hubungan langsung antar elemen. Empat simbol yang digunakan untuk menyajikan tipe hubungan tersebut dapat berada diantara dua elemen dari sistem dengan sebuah pertimbangan, keempat simbol tersebut adalah:
67
V : menyatakan relasi dari elemen Ei sampai Ej, tetapi tidak berlaku untuk kebalikannya. A : menyatakan relasi dari elemen Ej sampai Ei, tetapi tidak berlaku untuk kebalikannya. X : menyatakan inter-relasi antara elemen Ei dan Ej, dan berlaku untuk kedua arah O : merepresentasikan bahwa elemen Ei dan Ej adalah tidak berkaitan. 4)
Reachability Matrix (RM), yaitu menyediakan perubahan simbolik SSIM menjadi matrik biner. Penggunaan aturan konversinya adalah sebagai berikut: Jika relasi Ei sampai Ej adalah V dalam SSIM, maka elemen Eij=1 dan Eji=0 dalam RM. Jika relasi Ei sampai Ej adalah A dalam SSIM, maka elemen Eij=0 dan Eji=1 dalam RM. Jika relasi Ei sampai Ej adalah X dalam SSIM, maka elemen Eij=1 dan Eji=1 dalam RM. Jika relasi Ei sampai Ej adalah O dalam SSIM, maka elemen Eij=0 dan Eji=0 dalam RM. Initial RM kemudian memodifikasi untuk menunjukkan semua pencapaian langsung atau tidak langsung, semuanya jika Eij=1 dan Ejk=1 maka Eik=1.
5)
Level Partitioning, yaitu melakukan perintah untuk mengklasifikasikan elemen-elemen ke dalam level yang berbeda dari sebuah struktur ISM. Maksudnya dua set digabungkan dengan setiap elemen Ei dari sistem. Reachability Set (Ri) adalah sebuah set dari semua elemen dapat dicapai dari elemen Ei dan Antecedent Set (Ai) adalah set dari semua elemen yang dapat dicapai Ei.
6)
Canonical Matrix, yaitu pengelompokan bersama elemen dalam level yang sama dikembangkan dalam matrik ini. Keberhasilan matrik ini hampir dari segitiga bagian atas elemennya adalah 0 dan segitiga bagian bawah elemennya adalah 1. Matrik ini kemudian digunakan untuk mempersiapkan sebuah digraph.
7)
Digraph, yaitu sebuah pola (term) yang diperoleh dari directional graph dan sebagai rujukan adalah sebuah representasi grafikal dari elemen, hubungan langsungnya dan level hirarkinya. Initial graph disediakan dalam basis
68
canonical matrix. Ini kemudian dipendekkan melalui pemindahan semua transitivitas menjadi bentuk digraph akhir. 8)
Model Structural, yaitu model ISM yang dihasilkan melalui pemindahan semua nomor elemen dengan deskripsi elemen yang aktual. Oleh karena itu, ISM dapat memberikan gambaran yang sangat jelas mengenai sebuah sistem dari elemen dan aliran hubungannya. Program
Uraikan program menjadi perencanaan program
Uraikan setiap elemen menjadi sub elemen
Tentukan hubungan kontekstual antara sub elemen pada setiap elemen
Susunlah SSIM untuk setiap elemen
Bentuk Reachability Matrix setiap elemen
Uji matriks dengan aturan transivity
OK?
Tidak
Modifikasi SSIM
Ya Tentukan level melalui pemiilihan
Tetapkan Drive dan Drive Power setiap sub elemen
Ubah RM menjadi format lower triangular RM
Tentukan rank dan hirarki dari subelemen
Tetapkan Drive Dependence Matriks setiap elemen
Susun digraph dari lower triangular Plot Subelemen pada empat sektor Susun ISM dari setiap elemen
Klasifikasi subelemen pada empat peubah kategori
Gambar 13. Diagram Teknik ISM (Saxena, 1992) 3.5.2. Strategic Assumption Surfacing and Testing (SAST) SAST sebagai salah satu teknik analisis dalam pemikiran sistem lunak (soft systems thinking), karena menekankan pada asumsi yang melatar-belakangi
69
kejadian dibanding dengan memperhatikan rancangan dan sistem yang efisien. Konsekuensinya model SAST memiliki ciri memakai pemikiran sistem bebas (tidak terikat) atau bersifat melawan (tidak selalu sama) dan mencakup pendekatan sistem multidimensional. Dengan demikian teknik SAST sangat membantu untuk membuka asumsi kritis yang melandasi kebijakan, rencana atau strategi (Mason & Mitroff 1981). Menurut Mason dan Mitroff (1981) tahapan yang dilakukan dalam teknik SAST untuk merumuskan alternatif asumsi yang menjadi dasar penyusunan kebijakan adalah sebagai berikut: 1)
Tahap pembentukan kelompok (group formation), bertujuan membentuk kelompok dengan melibatkan pihak-pihak yang memahami masalah dalam kebijakan lingkungan hidup dan pertambangan. Pihak yang terlibat adalah pakar kebijakan, pakar lingkungan hidup, pakar pertambangan, praktisi lingkungan dan pertambangan.
2)
Tahap pengedepanan (memunculkan) asumsi (assumption surfacing), dimaksudkan untuk menggali berbagai asumsi yang paling signifikan melalui diskusi kelompok untuk mendukung kebijakan dan strategi yang diinginkan. Dalam tahap ini peserta melakukan analisis melalui focus group discussion (FGD) terhadap perilaku perusahaan pertambangan mineral dalam hal penerapan pengelolaan lingkungan bio-fisik, pelaksanaan kebijakan yang ada, pemberdayaan masyarakat dan peran serta pemerintah, sehingga diperoleh asumsi-asumsi dasar yang secara signifikan berpengaruh terhadap penyusunan kebijakan. Selanjutnya
hasil
analisis
berupa
alternatif
asumsi
dinilai
tingkat
kepentingan dan kepastiannya dengan menggunakan teknik peringkatan asumsi yang melibatkan
beberapa pakar. Pada penerapan teknik
peringkatan asumsi diajukan pertanyaan kepada masing-masing pakar tentang tingkat kepentingan asumsi tersebut terhadap keberhasilan dan kegagalan strategi yang dimaksud (memakai skala jawaban “paling tidak penting” sampai “paling penting”) dan tingkat keyakinan bahwa asumsi tersebut dapat dibenarkan (memakai skala jawaban “paling tidak pasti” sampai paling pasti). 3)
Tahap pembahasan dialektik, dimaksudkan untuk mengungkapkan kasuskasus yang diinginkan melalui diskusi pakar. Proses ini dilakukan melalui
70
perdebatan terbuka untuk membahas: (a) asumsi-asumsi mana yang berbeda, (b) asumsi-asumsi mana yang diberi peringkat berbeda, dan (c) asumsi-asumsi mana yang dianggap oleh setiap anggota kelompok sebagai asumsi yang paling bermasalah. Proses modifikasi asumsi ini tetap berlanjut selama masih dapat dicapai kemajuan melalui perdebatan terbuka. 4)
Tahap sintesis, untuk mencapai kompromi atas asumsi-asumsi yang dapat menghasilkan strategi baru yang harus mampu menjembatani atau mengungguli strategi lama.
3.5.3. Issue Management Technology (IMT) Dalam merumuskan model konseptual dari suatu kebijakan publik, maka pada proses pengembangan dapat menggunakan: 1)
Skenario kebijakan yang kemudian diuji melalui expert judgment dengan memperhitungkan inconsistency index.
2)
Teknik IMT (Issue Management Technology) untuk memplot pada matrik kebijakan.
Teknik IMT makin banyak digunakan dengan menfaatkan FGD atau tim-inti (expert panel) dengan tahapan penyusunan analisa perihal dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1)
Menentukan 5-10 perihal yang mempunyai potensi untuk mempengaruhi realisasi tujuan serta memenuhi kriteria logika kritis,
2)
Setiap perihal dispesifikasikan sejelas mungkin dan dijauhkan dari perihal yang semua ataupun penyelesaiannya pada tahap ini (umumnya digunakan kalimat tanya mengapa),
3)
Jelaskan alasan dan nalar dari pemilihan setiap perihal,
4)
Lakukan debat tentang posisi prioritas setiap perihal,
5)
Sesuaikan setiap perihal dengan tujuan, strategi dan tindakan kemudian didiskripsikan setiap tindakan dalam setiap kotak pada matriks perihal.
Setelah langkah tersebut selesai, para pengambil keputusan diharapkan telah mendapatkan snapshots dari seluruh permasalahan. Makin terlambat suatu perihal
diidentifikasikan
posisinya,
semakin
mahal
dan
sulit
dalam
penyelesaiannya. Dengan demikian, IMT memberikan solusi agar dimungkinkan bolak-balik antara kerja jangka pendek dengan sasaran jangka panjang dalam penetapan prioritas, dimana fokus diarahkan pada kotak tindakan segera.
71
3.5.4. Analisis Usaha Analisis usaha dinilai berdasarkan analisis keuangan dan ekonomi yang memperbandingkan investasi dan biaya yang dikeluarkan dengan manfaat atau nilai-tambah (value added) yang dihasilkan dari suatu usaha. Biaya dan manfaat diidentifikasikan, diperbandingkan kemudian keduanya harus dinilai. Analisis keuangan dan ekonomi menggunakan asumsi bahwa harga merupakan gambaran nilai (value) (Gittinger 1986). Penilaian hasil usaha mikro dan kecil (UMK) biasanya dilakukan secara sederhana sehingga memudahkan pemahaman pengusaha. Oleh karena itu perhitungan
laba/rugi
dilaksanakan
dengan
metode
cash-basis,
artinya
penerimaan (cash in) diperlakukan sebagai pendapatan (sales), demikian pula pengeluaran (cash out) diperlakukan sebagai biaya (cost). Metode ini tidak sempurna namun mampu memberikan gambaran prospek usaha yang dianalisis. Analisis penilaian tingkat laba usaha dilakukan dengan perhitungan:
Laba Usaha =
Penjualan − Biaya x 100% Penjualan
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) adalah pembandingan antara Present Value total dari benefit bersih dalam tahun-tahun dimana benefit bersih itu bersifat positif terhadap PV total dari biaya bersih dalam tahun-tahun dimana BtCt bersifat negatif. Persamaan yang digunakan dalam menghitung Net B/C adalah: ( Bt - C t ) [untuk (Bt - Ct) > 0] t t =1 ( 1 - i) Net B / C = n (Bt - C t ) [untuk (Bt - Ct < 0] ∑ t =1 ( 1 + i ) n
∑
Jika Net B/C > 1 maka proyek dinyatakan layak, jika Net B/C = 1, maka proyek mencapai titik impas dan jika Net B/C < 1 maka proyek dinyatakan tidak layak untuk dikembangkan. Pay Back Period (PBP) digunakan guna menunjukkan waktu sebuah gagasan usaha dapat mengembalikan seluruh modal yang ditanamkan. Pengembalian dilakukan dengan pembayaran laba bersih ditambah penyusutan. Persamaan yang digunakan guna menghitung PBP adalah :
PBP =
Investasi Awal x 1 tahun Penerimaan Periodik
72
Break Even Point (titik Pulang Pokok) menunjukkan tingkat penjualan perusahaan yang tidak menghasilkan untung maupun menimbulkan kerugian. Rumus yang digunakan adalah:
BEP =
Biaya Tetap (1 - Biaya Variabel / Jumlah Penjualan)
Melalui beberapa analisis tersebut di atas, kemudian dapat dinilai dan disimpulkan prospek usaha mikro dan kecil (UMK) di lokasi studi. 3.6.
Verifikasi dan Validasi Model Menurut Eriyatno & Sofyar (2007), proses verifikasi dilakukan dengan
maksud untuk mengetahui berbagai kelemahan maupun kekurangan dari model serta mengidentifikasi berbagai persoalan yang harus diantisipasi dalam kaitan dengan penerapan kebijakan yang dihasilkan. Proses uji sahih pada riset kebijakan dilakukan terhadap dua kategori, yaitu proses perumusan kebijakan dan produk kebijakan. Verifikasi proses perumusan kebijakan dilakukan terhadap metode yang digunakan dalam pengembangan kebijakan atau verifikasi model berkaitan dengan kesesuaian antara model konseptual dengan model matematik. Sedangkan validasi produk kebijakan dilakukan melalui uji pendapat pakar dan atau studi banding terhadap kebijakan yang sedang berjalan atau sudah dijalankan yang kemudian dibandingkan dengan produk kebijakan (model) hasil penelitian. Validasi model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Face Validity, yaitu meminta seseorang yang berpengetahuan tentang sistem apakah model dan karakteristiknya masuk akal (dapat diterima) melalui expert judgement. Teknik ini dapat digunakan dalam menentukan kebenaran logika dalam model konseptual dan hubungan input-output model tersebut masuk akal (Sargent 1998).
73