III. METODE PENELITIAN
A. Variabel Penelitian
Untuk menganalisis perbandingan kinerja dua sample (sample tidak bebas) dengan menggunakan alat uji statistik berupa uji beda maka variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan pemerintah daerah yang mencakup beberapa parameter berupa rasio menurut Musgrave dan Abdul Halim yaitu:
Tabel 7. Variabel Penelitian No 1.
Variabel penelitian Desentralisasi Fiskal
Definisi Operasional Ukuran yang menunjukkan tingkat kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam menggali dan mengelola pendapatan
Pengukuran PAD TPD BHPBP TPD SB TPD
2.
Tingkat Kemandirian Pembiayaan
Ukuran yang menunjukkan seberapa PAD jauh penerimaan yang berasal dari TKD daerah dalam memenuhi kebutuhan PAD daerahnya KR PAD+BHPBP TKD
3.
Rasio Efisiensi Penggunaan Anggaran
Ukuran yang menunjukkan tingkat TSA efisiensi dari setiap penggunaan uang TBD daerah dalam membangun daerahnya TPL TBD
Sumber: Musgrave dalam Abdul Halim 2004
40
Keterangan : PAD
= Total Pendapatan Asli Daerah
TPD
= Total Penerimaan Daerah
BHPBP = Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak SB
= Sumbangan Dari Pemerintahan Pusat
TKD
= Total Pengeluaran Daerah
KR
= Pengeluaran Rutin
TSA
= Total Sisa Anggaran
TBD
= Total Belanja Daerah
TPL
= Total Pengeluaran Lainnya
B. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif yang didasarkan pada analisa variabel-variabel yang dapat dijelaskan secara kuantitas (dapat diukur) dengan rumus-rumus atau alat analisa pasti. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi atau sudah dikumpulkan dari sumber lain dan diperoleh dari pihak lain seperti buku-buku, literatur, catatan-catatan atau sumber yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Data dan informasi keuangan tersebut diperoleh dari melalui browsing di situs resmi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (www.djpk.depkeu.go.id), Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung, dan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Lampung. Data yang digunakan adalah data sekunder jenis time series, yaitu data secara kronologis disusun
41
menurut waktu pada suatu variabel tertentu. Dalam hal ini data yang digunakan berupa periode tahun 1991-2010. Data tersebut meliputi: 1.
Total Penerimaan Daerah (TPD)
2.
Total Pendapatan Asli Daerah (PAD)
3.
Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak (BHPBP)
4.
Total Belanja Daerah (TBD)
5.
Total Sisa Anggaran (TSA)
C. Alat Analisis
Penelitian ini sebelum dilakukan uji beda terlebih dahulu akan dilakukan perhitungan untuk mengukur kinerja keuangan daerah. Analisis ini diperlukan untuk mengetahui apakah data di dalam penelitian ini mempunyai distribusi normal. Analisis normalitas ini juga diperlukan sebagai prasyarat dari uji beda untuk dua sample yang berpasangan. Untuk mendeteksi normalitas data pada penelitian ini akan digunakan uji nonparametrik yaitu Kolmogorov-Smirnov dengan rumus (Sidney, 1985): Z
Xi X SD
Keterangan: Xi = angka pada data X
= rata-rata data
Z
= transformasi dari angka ke notasi pada distribusi normal
SD = standar deviasi
42
Hipotesis uji normalitas: H0 : Data menyebar normal H1 : Data tidak menyebar normal α
= 0,05
Beberapa kemungkinan pilihan alat uji statistic atas hasil penelitian setelah dilakukan uji normalitas adalah: a.
Bila hasil pengujian normalitas data menghasilkan suatu penyebaran yang normal dari rasio-rasio keuangan maka terhadap rasio tersebut digunakan uji beda Paired Sample T Test.
b.
Namun bila hasil pengujian normalitas data menghasilkan suatu penyebaran yang tidak normal dari rasio-rasio keuangan maka terhadap rasio tersebut digunakan uji beda berperingkat Wilcoxon.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kinerja keuangan daerah yang dikonsep oleh Hikmah (Halim, 2004: 24) yang meliputi: 1.
Analisis Deskriptif
a.
Rasio Desentralisasi Fiskal
Derajat desentralisasi fiskal antara pemerintah pusat dan daerah, yaitu: Rumus 1 =
Pendapa tan AsliDaerah ( PAD ) TotalPenda pa tan Daerah(TPD
Total Penerimaan Daerah merupakan jumlah dari seluruh penerimaan satu tahun anggaran adalah: Rumus 2 =
BagiHasilP ajak BukanPajak ( BHPBP ) TotalPenda pa tan Daerah(TPD)
43
Bagi hasil pajak merupakan pajak yang dialokasikan oleh pemerintah pusat untuk kemudian didistribusikan oleh pemerintah pusat dan daerah otonomi. Rumus 3 =
SumbanganDaerah( SB) TotalPenda pa tan Daerah(TPD)
dimana: SB adalah Sumbangan Daerah yang diperoleh dari DAK (Dana Alokasi Khusus) ditambah DAU (Dana Alokasi Umum). TPD adalah Total Penerimaan Daerah yang diperoleh dari penjumlahan PAD, BHPBP, dan SB.
Jika hasil perhitungan meningkat maka derajat desentralisasi fiskalnya (tingkat kemandirian) suatu daerah semakin menguat.
b.
Tingkat Kemandirian Pembiayaan
Dalam penghitungannya rumus yang digunakan adalah : Rumus 1 =
Pendapa tan AsliDaerah PAD : TotalPenge luaranDaerah TKD
Rumus 2 =
Pendapa tan AsliDaerah PAD : Pengeluara nRutin KR
Rumus 3 =
Pendapa tan AsliDaerah BagiHasilP ajakBukanPajak PAD BHPBP : TotalPenge luaranDaerah TKD
44
c.
Rasio Efisiensi Penggunaan Anggaran (Kinerja Pengeluaran)
Rumus yang digunakan dalam pengukuran rasio efisiensi penggunaan anggaran adalah sebagai berikut: Rumus 1 =
TotalSisaA nggaran TSA : TotalBelan jaDaerah TBD
Rumus 2 =
TotalPenge luaranLainnya TPL : TotalBelan jaDaerah TBD
2.
Pengujian Sampel Berpasangan Paired Sample T Test
Dalam pengamatan penelitian ini selanjutnya uji beda dua sampel berpasangan. Uji ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang berpasangan (berhubungan). Maksudnya disini adalah sebuah sampel tetapi mengalami dua perlakuan yang berbeda. Data yang digunakan biasanya berskala interval atau rasio.
Perumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut: H0 :
µ1 = µ2 = 0 (tidak ada perbedaan/sama)
Ha :
µ1 = µ2 ≠ 0 (ada perbedaan/tidak sama)
D. Definisi Operasional
1.
Tingkat Desentralisasi Fiskal
Adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kewenangan dan tanggung jawab yang diberika pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam menggali dan mengelola pendapatan.
45
Variabel yang digunakan ialah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Total Penerimaan Daerah (TPD), Bagi Hasil Pajak Bukan Pajak (BHPBP) dan Sumbangan Daerah (SB).
2.
Tingkat Kemandirian Pembiayaan
Adalah suatu ukuran yang meunjukkan seberapa jauh penerimaan yang berasal dari daerah dalam memenuhi kebutuhan daerahnya. Variabel yang digunakan ialah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Total Pengeluaran Daerah (TKD), Pengeluaran Rutin (KR) dan Bagi Hasil Pajak Bukan Pajak (BHPBP).
3.
Rasio Efisiensi Penggunaa Anggaran
Adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat efisiensi dari setiap penggunaan uang daerah dalam membangun daerahnya. Variabel yang digunakan ialah Total Sisa Anggaran (TSA), Total Pengeluaran Lainnya (TPL) dan Total Belanja Daerah (TBD).
E. Gambaran Umum Provinsi Lampung 1.
Kondisi Geografis
Secara geografis Provinsi Lampung terletak pada kedudukan antara 103o 40' sampai 105o 50' Bujur Timur dan 6o 45' sampai 3o 45' Lintang Selatan dengan luas wilayah 35.288,35 km2 termasuk pulau-pulau yang terletak pada bagian sebelah paling ujung tenggara pulau Sumatera. Provinsi Lampung secara geografis terletak di ujung selatan Pulau Sumatera. Letaknya sangat strategis karena Provinsi ini menjadi sentral penghubung antara Pulau Jawa dengan Sumatera.
46
Di sebelah selatan, Provinsi dengan ibu kota Bandar Lampung ini berbatasan dengan Selat Sunda, kawasan yang harus dilalui oleh siapa pun yang hendak pergi dari Sumatera menuju Jawa atau sebaliknya.
Di daerah utara, Provinsi Lampung berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan, di sebelah timur berhadapan dengan Laut Jawa, dan di sebelah barat berhimpitan dengan Samudra Indonesia.
Sumber: Lampung Dalam Angka 2010 Gambar 2. Peta Provinsi Lampung menurut Kabupaten/Kota Memiliki luas 35.288,35 km2, provinsi ini terdiri atas daerah pesisir, pulau kecil, dan laut. Luas seluruh daratannya mencapai 3.528. 835 ha, sementara garis pantainya sepanjang 1.105 km. Kawasan bagian barat merupakan daerah pegunungan yang menjadi bagian dari rangkaian Bukit Barisan. Tercatat ada tiga buah gunung disana dengan tinggi lebih dari 2.000 m dari permukaan laut (dpl), yaitu Gunung Pesagi, Gunung Tanggamus, dan Gunung Tangkit Tebak. Provinsi
47
ini juga memiliki 70 pulau, terdiri atas 18 pulau berpenghuni dan 52 pulau lainnya tidak bertuan (Indonesia Tanah Airku 33 Provinsi Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu, 2007, p. 133). Secara administratif sejak tahun 1999 Provinsi Lampung terdiri dari 8 Kabupaten, 2 Kota, 8 Kecamatan, dan 2.024 Desa (Lampung Dalam Angka, 2007).
Tabel 8. Luas Ibukota, Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung, 2009 No.
Kabupaten/Kota
Ibukota
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Kab. Lampung Selatan Kab. Lampung Tengah Kab. Lampung Utara Kab. Lampung Barat Kab. Lampung Timur Kab. Tanggamus Kab. Tulang Bawang Kab. Way Kanan Kab. Pesawaran Kab. Pringsewu Kab. Mesuji Kab. Tulang Bawang Barat Kota Bandar Lampung Kota Metro
Kalianda Gunung Sugih Kotabumi Liwa Sukadana Kota Agung Menggala Blambangan Umpu Gedong Tataan Pringsewu Mesuji Panaragan Bandar Lampung Metro
Luas Kecamatan (ha) 200,701 17 478,982 28 272,563 23 495,040 17 433,789 24 272,161 20 438,584 15 392,163 14 117,377 7 62,500 8 218,400 7 120,100 8 19,296 13 6,179 5
Desa 251 301 247 201 257 278 151 210 133 101 75 79 98 22
Sumber : BPS Provinsi Lampung, 2010
2.
Penduduk
Penduduk merupakan modal pembangunan yang berharga. Baik secara jumlah maupun kualitas, penduduk sangat berpotensi memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Jika potensi yang dimiliki penduduk dikelola dengan benar akan meningkatkan dan memacu pertumbuhan ekonomi, namun sebaliknya penduduk dapat menjadi penghambat bagi pelaksanaan pembangunan. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi potensi selain sebagai pelaku ekonomi produksi namun dapat juga sebagai pasar jika memiliki daya beli yang sesuai. Potensi ini dapat menjadi penghambat jika jumlah penduduk yang besar
48
berkualitas rendah sehingga berpenghasilan rendah dan pada akhirnya berdaya beli rendah.
Provinsi Lampung memiliki motto dalam lambang daerahnya, motto ini berbunyi “Sang Bumi Ruwa Jurai”. Sang Bumi diartikan sebagai rumah tangga yang agung yang berbilik, sedangkan Ruwa Jurai diartikan sebagai dua unsur golongan masyarakat yang berdiam di wilayah Provinsi Lampung (Lampung Dalam Angka 2009, p.v). Semenjak Lampung dijadikan salah satu tempat tujuan transmigrasi, Ruwa Jurai kemudian diasosiasikan sebagai masyarakat asli dan pendatang.
Jumlah penduduk Provinsi Lampung hingga tahun 2010 mencapai 7,61 juta jiwa. Terdapat penambahan jumlah penduduk hampir 1 juta jiwa dalam 10 tahun. Jumlah penduduk Provinsi Lampung 6,77 juta di tahun 2001 bertambah menjadi 7,61 juta di tahun 2010. Laju pertumbuhan penduduk Lampung pada periode 2000-2010 setiap tahunnya mencapai 1,24 persen, meningkat dari 1,17 persen pada periode 1990-2000. Pertumbuhan penduduk Lampung tergolong tinggi karena berada di atas target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 yaitu 1,14 persen per tahun. Pemerintah Lampung melalui dinas terkait perlu menekan laju pertumbuhan ini karena pertumbuhan penduduk yang tinggi dapat mengarah pada berbagai masalah sosial ekonomi lain seperti kerawanan pangan, pengangguran dan kemiskinan.
49
7,8 7,6 7,4 7,2 7
Jumlah Penduduk
6,8 6,6 6,4 6,2 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Sumber: BPS Provinsi Lampung, 2012 Gambar 3. Jumlah Penduduk Provinsi Lampung tahun 2001-2010 (juta jiwa)
Distribusi penduduk Provinsi Lampung bervariasi menurut kabupaten/kota. Jumlah penduduk paling sedikit terdapat di Kota Metro 145.471 jiwa (1,91 persen) sedangkan jumlah penduduk paling banyak terdapat di Kabupaten Lampung Tengah 1.170.717 jiwa (15,39 persen).
Tabel 9. Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Provinsi Lampung Tahun 2010 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Kabupaten/Kota Kabupaten Lampung Barat Kabupaten Tanggamus Kabupaten Lampung Selatan Kabupaten Lampung Timur Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Utara Kabupaten Way Kanan Kabupaten Tulang Bawang Kabupaten Pesawaran Kabupaten Pringsewu Kabupaten Mesuji Kabupaten Tulang Bawang Barat Kota Bandar Lampung Kota Metro Provinsi Lampung
Sumber: BPS Provinsi Lampung, 2012
Jumlah Penduduk (Jiwa) 419.037 536.613 912.490 951.639 1.170.717 584.277 406.123 397.906 398.848 365.369 187.407 250.707 881.801 145.471 7.608.405
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) 84,65 496,45 454,65 219,38 244,42 214,36 103,56 90,73 339,80 584,59 85,81 208,75 4.596,86 2.354,28 215,61
50
Namun jika dikaji berdasarkan kepadatan penduduknya, Kabupaten Lampung Barat merupakan wilayah yang paling jarang penduduknya yaitu 85 jiwa/ Km2 sedangkan wilayah yang paling padat adalah wilayah ibukota Provinsi Lampung, Kota Bandar Lampung, yaitu 4.597 jiwa/ Km2.
3.
Pertumbuhan Ekonomi
Provinsi Lampung mengalami rata-rata pertumbuhan ekonomi per tahun sebesar 5,30 persen selama periode 2001-2010. Jika memasukkan unsur migas pertumbuhan yang dicapai lebih rendah yakni 5,26 persen per tahun. Pertambangan dan pengolahan minyak dan gas di Provinsi Lampung hanya ditemukan di Kabupaten Lampung Timur dan sektor ini bukanlah sektor yang memberikan pangsa besar bagi PDRB Lampung. Jika ditinjau berdasarkan pangsa sektor produksi, maka sektor yang memiliki andil terbesar dalam perekonomian Lampung adalah sektor pertanian mencapai rata-rata 42,27 persen.
Tabel 10. Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung tahun 2000-2010 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-Rata
PDRB Harga Konstan 23.245.982,85 24.079.607,66 25.433.275,29 26.898.051,91 28.262.288,53 29.397.248,40 30.861.360,40 32.694.889,62 34.443.151,77 36.221.138,80 38.305.277,00
Sumber: Lampung Dalam Angka 2012
% Pertumbuhan 0 3,59 5,62 5,76 5,07 4,02 4,98 5,94 5,35 5,16 5,75 4,66
51
Berdasarkan wilayah kabupaten/kota, pendapatan tertinggi tahun 2010 terdapat di Kota Bandar Lampung sebesar 19.437 milyar Rupiah diikuti oleh Kabupaten Lampung Tengah dengan pendapatan 16.639 milyar Rupiah. Jika ditinjau berdasarkan laju pertumbuhannya maka perekonomian mengalami peningkatan paling pesat di wilayah Bandar Lampung dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,33 persen dan Kabupaten Tulang Bawang dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,19 persen.
4.
Keuangan Daerah
Faktor keuangan merupakan hal yang penting dalam setiap kegiatan pemerintahan, karena hampir tidak ada kegiatan pemerintahan yang tidak membutuhkan biaya. Sehubungan dengan posisi keuangan ini, ditegaskan bahwa pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan terhadap masyarakat dan melaksanakan pembangunan. Pelaksanaaan pembangunan daerah sendiri selalu diusahakan agar senantiasa selaras dengan roda pembangunan nasional. Untuk itu diharapkan pemerintah daerah dapat mewujudkan otonomi daerah secara lebih merata.
Kebutuhan dana untuk pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat membawa konsekuensi akan perlunya memanfatkan lebih selektif terhadap sumber dana yang ada dan menggali serta mengelola sumber-sumber dana baru secara terus-menerus guna meningkatkan penerimaan daerah. Usaha pemerintah daerah dalam menggali sumber dana yang berasal dari potensi daerah yang
52
dimiliki serta kemampuan mengelola dan memanfaatkan sumber dana yang ada tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Di dalam APBD, terdapat dua komponen penting, yaitu penerimaan dan pengeluran daerah. Penerimaan daerah merupakan suatu modal dasar pembangunan daerah. Penerimaan daerah terdiri dari sisa lebih anggaran tahun lalu, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Bagi Hasil Pajak Bukan Pajak (BHPBP), Sumbangan dan Bantuan, serta penerimaan pembangunan. Itu untuk sebelum pemberlakuan kebijakan otonomi daerah. Sedangkan untuk sesudah kebijakan otonomi daerah diberlakukan, penerimaan daerah terdiri dari sisa lebih anggaran tahun lalu, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan penerimaan pembangunan. Pada dasarnya keduanya sama saja, hanya pada penerimaan daerah sesudah kebijakan otonomi daerah diberlakukan Bagi Hasil Pajak Bukan Pajak (BHPBP) dimasukkan dalam Dana Perimbangan yang pada penerimaan daerah sebelum kebijakan otonomi daerah diberlakukan disebut Sumbangan dan Bantuan.
1200000 1000000 800000 PAD
600000 400000
Dana Perimbangan
200000
Pendapatan Lain-lain yang Sah 1991/1992 1992/1993 1993/1994 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
0
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2013 Gambar 4. Realisasi Total Penerimaan Daerah Provinsi Lampung (dalam Jutaan Rupiah)
53
Terlihat pada Gambar 4 dari periode sebelum dan sesudah penerapan desentralisasi fiskal mengalami peningkatan. Jika dilihat perkembangan per tahun nampak peningkatan tersebut mengalami fluktuatif, bahkan pada tahun 1993/1994, 1998/1999 dan 2000 sempat mengalami penurunan dibanding dengan tahun sebelum dan sesudahnya.
1200000 1000000 800000
Pengeluaran Rutin
600000 400000
Pengeluaran Pembangunan
200000 0
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2013 Gambar 5. Realisasi Pengeluaran Daerah Provinsi Lampung (dalam Jutaan Rupiah)
Terlihat pada Gambar 5 dari periode sebelum dan sesudah penerapan desentralisasi fiskal semakin meningkat. Dari pengeluaran tersebut porsi terbesar masih didominasi oleh pengeluaran rutin pada masa sebelum dan sesudah kebijakan desentralisasi fiskal dibandingkan dengan pengeluaran pembangunan. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan pembangunan di Provinsi Lampung belum sepenuhnya memenuhi tuntutan desentralisasi fiskal.