BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Alat – alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium, neraca analitis, pH meter, penangas air, termometer, lempeng logam berdiameter 2,1 cm, jangka sorong, mortir dan stamfer, gunting, pisau cukur, sudip, spatula, dan pot plastik.
3.2 Bahan – bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia L.), Na-CMC (Brataco Chemical), air suling, gliserin, dan gel Bioplacenton®.
3.3 Hewan Percobaan Hewan yang digunakan adalah kelinci putih jantan dengan berat 1,5 - 2 kg.
3.4 Identifikasi Tumbuhan Identifikasi
tumbuhan
dilakukan
di
Laboratorium
Herbarium
Medanense, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Universitas Sumatera Utara
3.5 Pembuatan Simplisia 3.5.1 Pengambilan dan pengolahan sampel Pengambilan dan pengolahan sampel akan dilakukan secara purposive tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama di daerah lain. Sampel diambil dari pohon yang tumbuh di sekitar lingkungan perumahan di Jl. Jermal, Kelurahan Denai, Kecamatan Medan Denai, Medan, Sumatera Utara. 3.5.2 Pengolahan simplisia Simplisia yang diperoleh dicuci lalu ditiriskan. Setelah kering, simplisia ditimbang dan dicatat sebagai berat basah simplisia, kemudian dirajang. Dimasukkan ke dalam lemari pengering. Setelah kering, ditimbang, dan dihitung susut pengeringan simplisia.
3.6 Standardisasi Simplisia Standardisasi
simplisia
meliputi
pemeriksaan
makroskopik,
pemeriksaan mikroskopik, penetapan kadar air dengan metode azeotropi (WHO, 1998), penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol (Ditjen POM, 1979), penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut asam (Ditjen POM, 2008). 3.6.1 Pemeriksaan makroskopik Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati sifat morfologi luar simplisia berupa irisan buah, berwarna cokelat, berbau khas, rasa sedikit pahit, dengan ketebalan ± 1 cm, diameter 3-5 cm, dengan tonjolan-tonjolan biji (Ditjen POM, 2008).
Universitas Sumatera Utara
3.6.2 Pemeriksaan mikroskopik Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisa buah mengkudu. Serbuk simplisia ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop. Fragmen pengenal adalah testa, serabut, epikarp, dan endokarp (Ditjen POM, 2008). Serbuk: Berwarna hitam kecoklatan. 3.6.3 Penetapan kadar air simplisia Dimasukkan 5 gram simplisia yang telah ditimbang dengan seksama ke dalam labu alas bulat yang berisi 200 ml toluen dan 2 ml air, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes setiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Ditjen POM, 1979). 3.6.4 Penetapan kadar sari larut air Ditimbang seksama 5 g serbuk simplisia, dimasukkan ke dalam labu bersumbat, ditambahkan dengan 100 ml air jenuh kloroform, dikocok berkaliberkali selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam. Disaring, diuapkan 20
Universitas Sumatera Utara
ml filtrat hingga kering di dalam cawan berdasar rata yang telah dipanaskan 105oC dan ditara. Dipanaskan sisa pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam % sari larut air (Ditjen POM, 2008). 3.6.5 Penetapan kadar sari larut etanol Ditimbang seksama 5 g serbuk simplisia, dimasukkan ke dalam labu bersumbat, ditambahkan 100 ml etanol (95% P), dikocok berkali-kali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring, diuapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan berdasar rata yang telah dipanaskan 105oC dan ditara. Dipanaskan sisa pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam % sari larut etanol (Ditjen POM, 2008). 3.6.6 Penetapan kadar abu total Ditimbang seksama 2 sampai 3 g bahan uji yang telah dihaluskan dan dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijar dan ditara, dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan dan ditimbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, diaduk, disaring melalui kertas saring bebas abu. Dipijarkan kertas saring beserta sisa penyaringan dalam krus yang sama. Dimasukkan filtrat ke dalam krus, diuapkan dan dipijarkan hingga bobot tetap. Kadar abu total dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b (Ditjen POM, 2008). 3.6.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam Dididihkan abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dengan 25 ml asam klorida encer LP selama 5 menit. Dikumpulkan bagian yang tidak
Universitas Sumatera Utara
larut dalam asam, disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, dipijarkan dalam krus hingga bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b (Ditjen POM, 2008).
3.7 Skrining Fitokimia Skrining fitokimia mengkudu dilakukan
terutama pemeriksaan
senyawa saponin dengan mengocok ekstrak alkohol-air dari tumbuhan dengan air dalam tabung reaksi dan diperhatikan pembentukan busa tahan lama pada permukaan cairan (Harborne, 1987). 3.7.1 Skrining fitokimia golongan alkaloida Ditimbang 500 mg serbuk simplisia, ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan, dan disaring. Filtrat dipindahkan masing-masing 3 tetes ke dalam 3 spot plate atau tabung reaksi dan ditambahkan 2 tetes larutan pereaksi Meyer, Bouchardat dan Dragendorf. Jika terdapat alkaloid maka akan terbentuk endapan menggumpal putih atau kuning dengan LP Meyer, endapan coklat sampai hitam dengan LP Bouchardat, dan endapan kuning jingga dengan LP Dragendorf. Simplisia dikatakan mengandung alkaloid apabila 2 dari 3 reaksi memberikan reaksi positif. Dilanjutkan percobaan dengan mengocok sisa filtrat dengan 3 ml amonia pekat dan 10 ml campuran eter-kloroform (3:1), diambil fase organik dan ditambahakn natrium sulfat anhidrat, disaring. Diuapkan filtrat di atas penangas air, dilarutkan sisa dalam sedikit asam klorida 2 N. Dilakukan
Universitas Sumatera Utara
percobaan dengan menambah ketiga larutan pereaksi. Simplisia dikatakan mengandung alkaloid apabila 2 dari 3 reaksi memberikan reaksi positif (Ditjen POMb, 1995). 3.7.2 Skrining fitokimia golongan glikosida Ditimbang 3 g serbuk simplisia dan dimasukkan ke dalam labu, ditambahkan 30 ml campuran etanol 95% - air (7:3), ditambahkan asam sulfat hingga diperoleh pH larutan 2, kemudian direfluks dengan menggunkan pendingin bola selama 10 menit, dinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air dan 25 ml larutan timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan selama 5 menit, disaring. Diekstrasi filtrat sebanyak 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran pelarut kloroform – isopropanol (3:2) kemudian diperoleh dua lapisan cairan. Dikumpulkan masing-masing sari yang terdiri dari sari air dan sari pelarut organik. Pada kumpulan sari pelarut organik ditambahkan natrium sulfat anhidrat, disaring, diupkan pada suhu tidak lebih dari 50o C. Dilarutkan sisa dengan 2 ml etanol. Uji terhadap senyawa gula: Dimasukkan sari air ke dalam tabung reaksi, diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes LP Molisch. Ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat, terbentuk seperti cincin berwarna ungu pada batas cairan menunjukkan adanya ikatan gula. Uji terhadap senyawa non gula:
Universitas Sumatera Utara
Diuapkan sari pelarut organik di atas penangas air, dilarutkan sisa dalam 5 tetes asam cuka anhidrat. Ditambahkan 10 tetes asam sulfat pekat, terbentuk larutan berwarna biru, hijau, merah ungu atau ungu (Ditjen POMb, 1995). 3.7.3 Skrining fitokimia golongan glikosida sianogenik Ditimbang 10 g simplisia, dihaluskan dalam lumpang dan dilembabkan dengan sedikit air dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kertas saring yang telah dibasahi dengan larutan asam pikrat diselipkan dengan bantuan gabus pada mulut erlenmeyer. Dibiarkan terkena sinar matahari. Timbulnya warna merah pada kertas saring menunjukkan adanya glikosida sianogenik (Ditjen POMb, 1995). 3.7.4 Skrining fitokimia golongan glikosida antrakuinon Dicampurkan 200 mg serbuk simplisia dengan 5 ml asam sulfat 2 N, dipanaskan sebentar, didinginkan. Ditambahkan 10 ml benzena P, dikocok, didiamkan. Dipisahkan lapisan benzena, disaring; filtrat berwarna kuning, menunjukkan adanya antrakinon. Dikocok lapisan benzena dengan 1 ml sampai 2 ml natrium hidroksida 2 N, didiamkan; lapisan air berwarna merah intensif dan lapisan benzena tidak berwarna (Ditjen POMb, 1995). 3.7.5 Skrining fitokimia golongan saponin Dimasukkan 0,5 g serbuk simplisia yang diperiksa ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik; terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1 cm sampai 10 cm. Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N, buih tidak hilang (Ditjen POMb, 1995).
Universitas Sumatera Utara
3.7.6 Skrining fitokimia golongan tanin Ditimbang 0,5 g serbuk simplisia, dimaserasi dengan aquades 10 ml selama 15 menit. Disaring, filtrat diencerkan dengan akuades sampai hampir tidak berwarna. Diambil 2 ml filtrat, ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 10%. Diperhatikan warna yang terjadi; biru atau hijau menunjukkan adanya tanin. 3.7.7 Skrining fitokimia golongan flavonoida Disari 0,5 g serbuk simplisia yang diperiksa, ditambahkan 10 ml metanol P menggunakan alat pendingin balik selama 10 menit. Disaring panas melalui kertas saring berlipat, diencerkan filtrat dengan 10 ml air. Setelah dingin, ditambahkan 5 ml eter minyak tanah P, dikocok hati-hati, didiamkan. Diambil lapisan metanol, diuapkan pada suhu 40o C di bawah tekanan. Sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat P, disaring. 1.
Diuapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan , sisa dilarutkan dalam 1 ml sampai 2 ml etanol (95%) P, ditambahkan 0,5 g serbuk seng P dan 2 ml asam klorida 2 N, didiamkan selama 1 menit. Ditambahkan 10 tetes asam klorida pekat P, jika dalam waktu 2 sampai 5 menit terjadi warna merah intensif menunjukkan adanya flavonoid (glikosida-3-flavonol).
2.
Diuapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, dilarutkan sisa dalam 1 ml etanol (95%) P, ditambahkan 0,1 g serbuk magenesium P dan 10 tetes asam klorida pekat P, jika terjadi warna merah jingga sampai merah ungu menunjukkan adanya flavonoid. Jika terjadi warna kuning jingga menunjukkan adanya flavon, kalkon, dan auron.
Universitas Sumatera Utara
3.
Diuapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, dibasahkan sisa dengan aseton P, ditambahkan sedikit serbuk halus asam borat P dan serbuk halus asam oksalat P, dipanaskan hati-hati di atas penangas air dan dihindari pemanasan yang berlebihan. Dicampur sisa yang diperoleh dengan 10 ml eter P. Diamati dengan sinar ultraviolet 366 nm; larutan berflurosensi kuning intensif, menunjukkan adanya flavonoid (Ditjen POMb, 1995).
3.7.8 Skrining fitokimia golongan triterpen/steroid Ditimbang 1 g serbuk simplisia, ditambahkan eter lalu didiamkan selama 2 jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisanya ditambahkan asam asetat anhidrida kemudian diteteskan dengan asam sulfat pekat. Timbulnya warna ungu dan merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan adanya triterpen/steroida.
3.8 Pembuatan Ekstrak Pembuatan ekstrak dilakukan menggunakan metode perkolasi dengan etanol 70%. Buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) dipilih yang matang, disortasi basah, dicuci bersih, ditiriskan, diiris dengan ketebalan 3-5 mm, lalu dikeringkan di oven pada suhu 40-60°C. Simplisia kering diserbuk dengan menggunakan mesin penyerbuk(Pratiwi, dkk., 2011). Ditimbang simplisia dan dimaserasi dengan etanol 70%, didiamkan 3 jam. Massa kemudian dipindahkan ke dalam perkolator, kemudian ditambahkan pelarut etanol 70% sampai simplisia benar-benar terendam. Ditutup perkolator dan didiamkan selama 24 jam. Dibuka keran perkolator sehingga perkolat menetes, sementara cairan penyari ditambahkan berulang-ulang secukupnya. Perkolasi dihentikan setelah
Universitas Sumatera Utara
cairan yang keluar telah jernih atau setelah 500 mg perkolat diuapkan tidak meninggalkan sisa. Perkolat yang ditampung kemudian disatukan dan diuapkan dengan rotari evaporator pada suhu tidak lebih dari 50oC hingga diperoleh ekstrak kental. 3.9 Pembuatan Sediaan Gel Sediaan gel diorientasi menggunakan tiga jenis formula basis untuk memperoleh sediaan gel yang baik. -
Formula I (Agoes, 2008) R/ Carbomer 941 Gliserin TEA Air Metil paraben
0,5% 10,0% 0,5% 89,0% 0,18%
-
Formula II (Maryawati, 2006) R/ HPMC 3% Propilenglikol 15% Metil paraben 0,18% Air suling ad 100
-
Formula III (Susanti, 2009) R/ Na-CMC Metil paraben Air suling Gliserin ad
2% 0,18% 2% 100
Dari ketiga jenis formula basis, konsistensi gel yang diamati secara visual paling baik adalah formula basis gel ketiga. Pembuatan sediaan gel dilakukan dengan komposisi yang sesuai dengan orientasi yang dilakukan sebelumnya. R/
Ekstrak buah mengkudu Na-CMC Metil paraben Air suling Gliserin ad
0,5 g 0,2 g 0,018 g 4 ml 10 g
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1 Formula gel dengan variasi konsentrasi ekstrak buah mengkudu Bahan Ekstrak buah mengkudu Na-CMC Metil paraben Air suling Gliserin ad
Formula gel (g) F G H
A
B
C
D
E
I
-
0,1
0,3
0,5
0,7
0,9
1,1
1,3
1,5
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,018 0,018 0,018 0,018 0,018 0,018 0,018 0,018 0,018 4 10
Keterangan: A = B= C= D= E= F= G= H= I=
4 10
4 10
4 10
4 10
4 10
4 10
4 10
4 10
dasar gel tanpa ekstrak buah mengkudu gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 1% gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 3% gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 5% gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 7% gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 9% gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 11% gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 13% gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 15%
Sediaan gel dibuat dengan komposisi berdasarkan hasil orientasi yaitu sediaan gel yang memberikan efek penyembuhan terbaik yaitu menggunakan gel yang mengandung ekstrak buah mengkudu 5% yang diperoleh dalam 13 hari.
3.10 Evaluasi Sediaan Evaluasi sediaan meliputi pemeriksaan organoleptik, homogenitas, dan pemerikssan pH selama 28 hari, yaitu pada hari ke 1, 3, 5, 7, 14, 21, dan 28 hari (Herdiana, 2007). 3.10.1 Pemeriksaan organoleptis Pemeriksaan organoleptis meliputi bentuk, warna, dan bau yang diamati secara visual (Maryawati, 2006).
Universitas Sumatera Utara
3.10.2 Uji homogenitas Uji homogenitas akan dilakukan dengan menggunakan objek gelas. Sejumlah tertentu sediaan jika diletakkan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979). 3.10.3 Pemeriksaan pH Pemeriksaan pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. pH meter dikalibrasi dengan larutan dapar pH 7 dan pH 4. Satu gram sediaan yang akan diperiksa diencerkan dengan air suling hingga 10 ml. Elektroda pH meter dicelupkan ke dalam larutan yang diperiksa, dibiarkan jarum pH meter bergerak sampai menunjukkan posisi yang tetap. pH yang ditunjukkan jarum dicatat (Maryawati, 2006).
3.11 Pengujian Sediaan Gel terhadap Penyembuhan Luka Bakar Kelinci dicukur bulu bagian punggungnya. Luka bakar pada kelinci dilakukan dengan menempelkan lempeng besi berdiameter 2,1 cm yang telah dipanaskan dalam penangas air dengan suhu 80oC selama 15 menit pada punggung kelinci selama 10 detik. Pada kulit yang mengalami luka bakar tersebut dioleskan sediaan secara merata pada permukaan luka. Pengamatan dilakukan secara visual dengan memperhatikan perubahan diameter luka. Luka dinyatakan sembuh jika diameter luka sudah nol (sudah tertutup). Luka bakar yang terbentuk adalah luka bakar derajat I.
Universitas Sumatera Utara
3.12 Perhitungan Diameter Luka Bakar Luka bakar yang terbentuk diukur menggunakan jangka sorong, kemudian dihitung diameter luka bakar dihitung dengan rumus (Suratman, dkk., 1996) sebagai berikut:
d1 d 2 d 3 d 4 4 Dimana: dx = diameter luka hari ke-x d1 = diameter 1 d2 = diameter 2 d3 = diameter 3 d4 = diameter 4 dx
Cara mengukur diameter luka bakar menurut Suratman, dkk (1996) dapat dilihat pada gambar berikut:
d2
d3
d4
d1
Gambar 3.1 Cara mengukur diameter luka bakar
3.13 Analisis Data
Data hasil pengujian efek sediaan gel ekstrak buah mengkudu terhadap perubahan diameter rata-rata luka bakar dianalisis secara statistik menggunakan Uji T dengan program Statistical Product Services Solution (SPSS) dengan taraf kepercayaan 95%.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Laboratorium Herbarium Medanense, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara adalah tumbuhan mengkudu (Morinda citrifolia L.) famili Rubiaceae. Berat basah simplisia yang diperoleh adalah 5 kg. Setelah simplisia mengering, berat yang diperoleh adalah 800 g. Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia diperoleh sifat morfologi luar simplisia yaitu berwarna cokelat, berbau khas, rasa sedikit pahit, diameter 3-5 cm dan terdapat tonjolan-tonjolan biji. Hasil pemeriksaan mikroskopik ditandai dengan adanya fragmen pengenal yaitu testa, serabut, epikarp dan endokarp (Ditjen POM, 2008). Penetapan kadar air simplisia yang telah dilakukan menunjukkan kadar air simplisia yang diperoleh adalah 9,32%. Kadar air simplisia ini memenuhi persyaratan untuk kadar air buah yaitu tidak lebih dari 10%. Kadar sari larut air yang diperoleh adalah 39,79% dan telah memenuhi persyaratan kadar sari larut air untuk simplisia buah mengkudu yaitu tidak kurang dari 37,0%. Hasil penetapan kadar sari larut etanol adalah 16,66%. Hasil ini sesuai persyaratan kadar sari larut etanol untuk simplisia buah mengkudu yaitu tidak kurang dari 16,0% (Ditjen POM, 2008). Hasil penetapan kadar abu total simplisia buah mengkudu diperoleh 6,89%. Hasil ini memenuhi persyaratan yaitu tidak lebih dari 7,0%. Kadar abu
Universitas Sumatera Utara
tidak larut asam simplisia buah mengkudu yang diperoleh adalah 0,99%. Hasil ini memenuhi persyaratan yaitu tidak lebih dari 2,0% (Ditjen POM, 2008). Skrining fitokimia simplisia dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif senyawa-senyawa yang terkandung dalam suatu simplisia. Hasil skrining fitokimia dari simplisia buah mengkudu diperoleh yaitu simplisia mengandung alkaloid, flavonoid, glikosida, glikosida antrakinon, saponin, dan triterpenoid. Saponin yang terkandung dalam mengkudu merupakan salah satu senyawa yang memacu pembentukan kolagen, yaitu protein struktur yang berperan dalam proses penyembuhan luka (Suratman, dkk., 1996). Saponin juga mempunyai kemampuan sebagai pembersih sehingga efektif untuk penyembuh luka terbuka (luka bakar) (Robinson, 1995). Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode perkolasi menggunakan etanol 70%. Sebanyak 350 g serbuk simplisia diekstrak dan dihasilkan ekstrak kental dengan berat 18,0005 g. Sediaan gel menggunakan Na-CMC sebagai bahan dasar gel. Na-CMC digunakan terutama untuk meningkatkan viskositas sediaan. Larutan cair kental digunakan untuk meningkatkan kelarutan serbuk pada aplikasi topikal (Anonim, 2008). Hasil evaluasi sediaan gel ekstrak buah mengkudu secara organoleptis selama waktu penyimpanan 28 hari pada suhu kamar menunjukkan tidak terjadinya perubahan bentuk, warna, dan bau, seperti terlihat pada Tabel 4.1 berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan organoleptis sediaan gel ekstrak buah mengkudu selama 28 hari pada suhu kamar. Pengamatan
Bentuk
Warna
Bau
Keterangan: + = -= A= B= C= D= E= F= G= H= I=
Hari 1 3 5 7 14 21 28 1 3 5 7 14 21 28 1 3 5 7 14 21 28
A -
B -
C -
D -
Gel E -
F -
G -
H -
I -
terjadi perubahan tidak terjadi perubahan dasar gel tanpa ekstrak buah mengkudu gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 1% gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 3% gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 5% gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 7% gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 9% gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 11% gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 13% gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 15%
Hasil uji homogenitas yang dilakukan pada gel ekstrak buah mengkudu selama waktu penyimpanan 28 hari pada suhu kamar menunjukkan bahwa sediaan tetap homogen.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan homogenitas sediaan gel ekstrak buah mengkudu selama 28 hari pada suhu kamar Homogenitas
Hari 1
Hari 3
Hari 5
Hari 7
Hari 14
Hari 21
Hari 28
Dasar gel
-
-
-
-
-
-
-
Gel 1%
-
-
-
-
-
-
-
Gel 3%
-
-
-
-
-
-
-
Gel 5%
-
-
-
-
-
-
-
Gel 7%
-
-
-
-
-
-
-
Gel 9%
-
-
-
-
-
-
-
Gel 11%
-
-
-
-
-
-
-
Gel 13%
-
-
-
-
-
-
-
Gel 15%
-
-
-
-
-
-
-
Keterangan: + = terjadi perubahan - = tidak terjadi perubahan Hasil pemeriksaan pH pada sediaan gel buah mengkudu selama 28 hari pada suhu kamar menunjukkan adanya perubahan pH selama penyimpanan. Hal ini disebabkan terjadinya hidrolisis senyawa yang bersifat asam pada ekstrak buah mengkudu selama penyimpanan. Namun, harga pH ini masih sesuai dengan persyaratan pH yang aman untuk kulit yaitu antara pH 4,5 hingga 6,5 (Anief, 2007). Tabel 4.3 Hasil pemeriksaan pH sediaan gel ekstrak buah mengkudu selama 28 hari pada suhu kamar Pengamatan pH Dasar gel Gel 1% Gel 3% Gel 5% Gel 7% Gel 9% Gel 11% Gel 13%
Hari 1 5,8 5,2 5,2 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5
Hari 3 5,8 5,2 5,2 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5
Hari 5 5,8 5,2 5,2 5,5 5,3 5,3 5,2 5,3
Hari 7 5,8 5,2 5,2 5,5 5,3 5,3 5,2 5,2
Hari 21 5,8 5,1 5,2 5,3 5,1 5,2 5,2 5,2
Hari 28 5,8 5,1 5,1 5,3 5,1 5,2 5,2 5,2
Universitas Sumatera Utara
Gel 15%
5,5
5,5
5,3
5,1
5,1
5,1
Hasil pengujian sediaan gel ekstrak buah mengkudu terhadap luka bakar pada hewan percobaan (kelinci) yaitu luka bakar yang dibuat adalah luka bakar derajat I ditunjukkan dengan adanya kerusakan terbatas pada bagian superfasial epidermis yang disebabkan oleh panas dengan ciri-ciri kulit kering, hiperemik, memberikan eflorosensi berupa eritema (kulit kemerahan), tidak dijumpai bula, dan nyeri karena ujung-ujung saraf sensori teriritasi. Tempat aplikasi sediaan dilakukan pada bagian punggung kelinci. Perubahan diameter luka bakar diukur sampai luka dinyatakan sembuh (diameter luka = 0) untuk masing-masing perlakuan. Dari data perubahan diameter luka bakar dengan interval waktu pengukuran 1 hari, kemudian dilakukan analisis data menggunakan Uji T untuk melihat ada tidaknya perbedaan efek penyembuhan luka bakar dari sediaan gel ekstrak buah mengkudu dengan sediaan gel yang ada di pasaran. Dari data hasil orientasi perubahan luka bakar dari kontrol negatif, kontrol negatif yang diberi dasar gel, dan gel ekstrak buah mengkudu dapat dibuat grafik sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
35 30 Hari
25 20 15 10 5 0
Perlakuan
Gambar 4.1 Grafik lama waktu penyembuhan pada masing-masing perlakuan Dari grafik dapat dilihat bahwa gel yang memberi waktu penyembuhan paling cepat adalah gel dengan kadar ekstrak 5%. Pada pemberian gel ekstrak buah mengkudu 5% luka bakar sembuh (diameter = 0) pada hari ke-13. Pada pemberian gel ekstrak buah mengkudu 1, 3, 7, 9, 11, 13 dan 15% masingmasing sembuh pada hari ke-19, 18, 15, 15, 15, 15 dan 17. Waktu penyembuhan ini lebih baik dibandingkan kontrol negatif yang hanya diberi basis gel, yaitu luka sembuh pada hari ke-26 dan kontrol negatif yang tidak diberi basis gel yaitu pada hari ke-31. Berdasarkan hasil orientasi tersebut kemudian dibandingkan sediaan gel dari ekstrak buah mengkudu yang memberikan efek penyembuhan terbaik (gel ekstrak buah mengkudu 5%) dan kemudian dibandingkan dengan sediaan gel yang ada di pasaran (Bioplacenton®).
Universitas Sumatera Utara
8
Diameter (cm)
6 4 2 0 ‐2 ‐4 ‐6 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15
Hari Gel Ekstrak Buah Mengkudu 5%
Bioplacenton®
Gambar 4.2 Grafik perbedaan waktu penyembuhan luka bakar dari sediaan gel ekstrak buah mengkudu 5% dengan sediaan gel di pasaran (Bioplacenton®) Dari grafik terlihat bahwa secara visual dari ketiga sediaan gel yang mengandung ekstrak buah mengkudu 5% memperlihatkan kesembuhan yang paling cepat pada hari ke-13 dan yang diberikan gel yang ada di pasaran (Bioplacenton®) memperlihatkan kesembuhan pada hari ke-10. Pada penelitian ini, AUC diperoleh dari kurva diameter (cm) vs waktu (hari) dan digunakan untuk analisis data. Adanya efek dari senyawa aktif ditunjukkan oleh penyembuhan luka bakar yang ditandai dengan pengecilan diameter luka setiap harinya sampai luka sembuh. Nilai AUC dari gel ekstrak buah mengkudu 5% dan Bioplacenton® dapat dilihat dalam Tabel 4.4 berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.4 Nilai AUC gel ekstrak buah mengkudu 5% dan Bioplacenton® N 1 2 3 Mean ± SD
AUC0-t (cm.hari) Gel ekstrak buah mengkudu 5% 14.019 22.197 23.508 19,908 ± 5,142
Bioplacenton® 12,136 12,985 14,334 13,371 ± 1,468
Keterangan: N = jumlah data Mean = nilai rata-rata SD = standard deviasi Penggunaan AUC dapat menyederhanakan analisis statistikal dengan mengubah data multivariat menjadi univariat, khususnya untuk beberapa pengukuran berulang yang banyak dan jika penyimpulan informasi diperlukan. Pendekatan ini juga mengurangi jumlah perbandingan statistik di antara kelompok, meminimalkan kebutuhan penyesuaian dari tingkat signifikansi. Dengan AUC, jumlah perbandingan statistik hanya bergantung pada jumlah kelompok yang dibandingkan, yang bertentangan dengan data berulang asli. Selain itu, ketika interval waktu antara pengukuran berulang tidak identik, penggunaan AUC membuktikan suatu alternatif dari variansi analisa pengukuran berulang, menggunakan data asli, tidak memiliki metode yang telah terbukti untuk disesuaikan untuk perbedaan-perbedaan ini (Fekedulegn, et al, 2007). Hasil analisis data menggunakan Uji T menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan terhadap efek penyembuhan luka bakar antara sediaan gel ekstrak buah mengkudu 5% dengan sediaan gel yang ada di pasaran (Bioplacenton®) yang ditunjukkan oleh nilai t hitung < t tabel (t hitung = 2,117 dan t tabel = 2,1318). Hal ini menunjukkan bahwa sediaan gel ekstrak buah
Universitas Sumatera Utara
mengkudu 5% dengan sediaan gel Bioplacenton® mempunyai efek yang sama dalam menyembuhkan luka bakar. Proses penyembuhan luka bakar terdiri dari 3 fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi, dan fase penyudahan (terminasi). Fase inflamasi ditandai dengan adanya pembengkakan dan kemerahan, fase proliferasi ditandai dengan adanya pembentukan eksudat dan fibroblast yang terlihat seperti kerak pada bagian permukaan luka, dan fase penyudahan yang ditandai dengan terbentuknya jaringan baru yang berarti luka mengecil ataupun sembuh (Sjamsuhidajat dan Wim, 1997). Proses penyembuhan luka bakar pada pemberian gel yang mengandung ekstrak buah mengkudu 5% mengalami fase inflamasi pada hari ke-2 sampai ke-4, fase proliferasi pada hari ke-5 sampai ke-7, dan fase penyudahan pada hari ke-8 sampai ke-13. Sedangkan pada pemberian gel yang ada di pasaran (Bioplacenton®), fase inflamasi terjadi pada hari ke-1 sampai ke-2, fase proliferasi pada hari ke-3 sampai ke-9, dan fase penyudahan pada hari ke-10. Proses penyembuhan luka bakar dari kedua sediaan dapat dilihat dalam Tabel 4.5 berikut ini. Tabel 4.5 Proses penyembuhan luka bakar dari gel ekstrak buah mengkudu 5% dan sediaan gel di pasaran (Bioplacenton®) Hari 0 1 2 3 4 5
Gel ekstrak buah mengkudu 5% Fase Inflamasi Proliferasi Penyudahan + + + + -
Inflamasi + + -
Bioplacenton® Fase Proliferasi Penyudahan + + + -
Universitas Sumatera Utara
6 7 8 9 10 11 12 13
-
+ + -
+ + + + + +
-
+ + + + -
+
Keterangan: + = terjadi perubahan fase - = tidak terjadi perubahan fase
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1. Ekstrak buah mengkudu dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan gel yang baik yaitu gel ekstrak buah mengkudu 5%. 2. Tidak terdapat perbedaan signifikan terhadap efek penyembuhan luka bakar antara sediaan gel ekstrak buah mengkudu 5% dengan sediaan gel di pasaran (Bioplacenton®) secara statistika yang ditunjukkan dari nilai t hitung < t tabel (t hitung = 2,117 dan t tabel = 2,1318).
5.2 Saran 1. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti pengaruh tempat pengolesan dari sediaan terhadap absorpsi obat. 2. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk memformulasikan sediaan lain dari ekstrak buah mengkudu 5% dan membandingkan efek dari masing-masing bentuk sediaan.
Universitas Sumatera Utara