III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2009 sampai September 2009. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Analisis Kimia/Fisik gambut dan tanaman dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah (Balittanah) Bogor.
3.2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Data Primer yang Digunakan dalam Penelitian No
Data
Keterangan
1
Ketebalan gambut
2
C-organik gambut
3
Diameter batang pohon setinggi dada (1,3m)
Perhitungan karbon bawah permukaan Perhitungan karbon bawah permukaan Perhitungan biomassa tegakan
4
Tinggi Pohon
Perhitungan biomassa tegakan
5
Diameter nekromassa (bagian pohon mati)
6
Panjang nekromassa
7
C-organik nekromassa dan tanaman bawah/semak
8
Citra Landsat 7 ETM+ tahun 2002 dan Landsat 5 TM tahun 2007
Perhitungan biomassa nekromassa Perhitungan biomassa nekromassa Perhitungan karbon biomassa nekromassa dan tanaman bawah/semak Untuk mengetahui luas lahan yang dikonversi
Sementara, untuk data sekunder yang digunakan berupa peta blok kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV, data biomassa dan karbon biomassa kelapa sawit yang berasal dari penelitian sebelumnya. Untuk alat-alat yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 8.
17 Tabel 8. Alat-alat yang Digunakan dalam Penelitian No 1
Alat
Keterangan Deskripsi keragaman, kematangan dan ketebalan gambut
Bor gambut
2 3
Munsell Soil Colour Chart Global Positioning System (GPS)
Menentukan warna gambut Menentukan titik plot pengambilan sampel dari tanah gambut dan tanaman.
4
Pita Hultafors
Mengukur diameter setinggi dada (DBH) dari batang pohon
5 6 7
Vertex Transporder Mengukur tinggi pohon Meteran Alat ukur Seperangkat komputer, perangkat lunak Pemasukan dan pengolahan citra ERDAS IMAGINE 8.6, Arc View versi 3.3, Arc GIS 9.2
3.3. Metode Penelitian Tahapan penelitian ini terbagi menjadi 4 tahapan, yaitu tahap pengukuran lapang, analisis di laboratorium, tahap analisis perubahan penutupan/penggunaan lahan dan tahap perhitungan karbon tersimpan (Gambar 1).
Gambar 1. Tahap Pelaksanaan Penelitian
18 3.3.1. Pendugaan Karbon Atas Permukaan Perhitungan karbon atas permukaan dibagi menjadi pengukuran pada tegakan, nekromassa, tanaman bawah/semak dan kelapa sawit. Namun, pada penelitian ini tidak dilakukan pengukuran pada kelapa sawit. Data pengukuran biomassa dan karbon biomassa diperoleh dari hasil penelitian Yulianti (2009). Tahap pendugaan karbon tersimpan atas permukaan disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Tahap Pendugaan Karbon Tersimpan Atas Permukaan 3.3.1.1. Penetapan Plot Pengamatan Tegakan, Nekromassa dan Tanaman Bawah/Semak Pada Tahun 2002 kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV merupakan hutan rawa sekunder, sehingga agar dapat menduga karbon atas permukaan yang dahulunya terdapat (Tahun 2002) di wilayah kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV, maka dibuatlah plot pengamatan di hutan rawa sekunder yang masih terdapat didekat perkebunan tersebut. Dengan asumsi, bahwa kondisi hutan rawa sekunder pada tahun 2002 sama dengan kondisi hutan rawa sekunder pada saat pengambilan dan pengukuran sampel.
19 Plot pengamatan dibuat pada hutan rawa sekunder yang letaknya berada disebelah timur kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV (Gambar 3). Dari plot inilah nantinya diduga kondisi biomassa hutan rawa sekunder yang ada pada tahun 2002. Plot pengamatan dibagi menjadi 3 bagian yakni plot pengukuran untuk tegakan, nekromassa, dan tanaman bawah/semak. Dari plot berukuran 100 m x 100m dibentuk subplot berukuran 5 m x 5 m untuk subplot pengukuran tegakan, dari subplot pengukuran tegakan dibuat subplot berukuran 2,5 m x 2,5 m untuk subplot pengukuran nekromassa dan subplot berukuran 0,5 m x 0,5 m untuk subplot pengukuran tanaman bawah/semak. Penentuan posisi subplot dilakukan secara acak, untuk tegakan diambil sebanyak 5 subplot, nekromassa dan tanaman bawah/semak diambil masing- masing sebanyak 3 subplot (Gambar 4)
.
Gambar 3. Citra Landsat TM Tahun 2007 dan Letak Plot Pengamatan Tegakan, Nekromassa dan Tanaman Bawah/Semak pada Hutan Rawa Sekunder
20
Gambar 4. Plot Pengamatan Tegakan, Nekromassa dan Tanaman Bawah/Semak pada Hutan Rawa Sekunder 3.3.1.2. Pendugaan Cadangan Karbon pada Tegakan Pendugaan karbon biomassa tersimpan pada tegakan dilakukan dengan menghitung nilai dari biomassa yang diperoleh dari persamaan alometrik dengan mengukur diameter pohon setinggi dada (1,3 m). Persamaan alometrik (Ketterings et al., 2001) yang digunakan adalah sebagai berikut : B = 0.11 ρ D2.62 dimana, B
: Biomassa per pohon (kg)
D
: Diameter Setinggi Dada (cm)
ρ
: Berat Jenis Kayu = 0,61 g/cm3
Pada pendugaan biomassa tegakan (pohon) berat jenis kayu ditetapkan sebesar 0,61 g/cm3. Untuk mendapatkan biomassa pohon per luasan maka
21 biomassa dibagi dengan luas plot pengamatan. Persamaan yang digunakan sbb: BK = B/25 m2 dimana, BK : Biomassa per luasan (kg/m2 ). Sementara untuk menghitung jumlah karbon biomassa tersimpan pada tegakan digunakan persamaan : K = BK x 0,46 x 10 dimana, K : Karbon (ton/ha).
3.3.1.3. Pendugaan Cadangan Karbon pada Nekromassa Pendugaan cadangan karbon biomassa pada nekromassa dilakukan dengan menghitung biomassa nekromassa yang didapat dari persamaan allometrik dengan menggunakan panjang, berat jenis, dan diameter dari nekromassa terseb ut. Pada nekromassa berat jenis ditentukan dengan mengambil batang nekromassa dengan tingkat dekomposisi tidak lapuk, agak lapuk dan lapuk yang nantinya diambil rata-rata berat jenisnya untuk dipakai dalam perhitungan. Persamaan alometrik (Hairiah et al., 2001) adalah sebagai berikut : B=(
H
2
/40) x 10-3
dimana, B
: Biomassa per nekromassa (kg)
D
: Diameter (cm)
H
: Panjang (cm)
ρ
: Berat jenis nekromassa (g/cm3 ) Untuk mendapatkan biomassa nekromassa per luasan maka biomassa dibagi
dengan luas plot pengamatan. Persamaan yang digunakan sbb: BK = B/6,25 m2 dimana, BK : Biomassa per luasan (kg/m2 ) Untuk menghitung jumlah karbon biomassa tersimpan pada nekromassa digunakan persamaan : K = BK x %C-Organik x 10 dimana, K : Karbon (ton/ha)
22 3.3.1.4. Pendugaan Cadangan Karbon pada Tanaman Bawah/Se mak Untuk pendugaan cadangan karbon pada tanaman bawah dilakukan dengan metode destruktif (merusak bagian tanaman). Pada plot pengamatan seluruh tanaman diambil kemudian ditimbang berat basahnya setelah itu tanaman di oven pada suhu 650 C selama 48 jam untuk mengetahui berat kering dan kadar airnya. Persamaan yang digunakan adalah : B = BB/(1+KA) B
: Berat kering (gr)
BB
: Berat basah (gr)
KA : Kadar air (%) Untuk mendapatkan biomassa tanaman bawah/semak per luasan maka biomassa dibagi dengan luas plot pengamatan. Persamaan yang digunakan sbb: BK = B/0,25 m2 dimana, BK : Biomassa per luasan (gr/m2 ) Untuk menghitung jumlah karbon biomassa tersimpan pada nekromassa digunakan persamaan : K = BK x %C-Organik x 10-2 dimana, K : Karbon (ton/ha)
3.3.1.5. Pendugaan Cadangan Karbon pada Kelapa Sawit Karbon biomassa kelapa sawit pada penelitian ini diperoleh dari data penelitian sebelumnya yang dilaksanakan oleh Yulianti (2009), sehingga pada penelitian ini tidak dilakukan penetapan plot pengukuran cadangan karbon pada kelapa sawit. Pada penelitian sebelumnya dilakukan perhitungan biomassa dan karbon biomassa pada tanaman kelapa sawit. Adapun metode yang digunakan adalah mengukur biomassa kelapa sawit secara langsung dengan mengukur berat basah tegakan pohon di lapangan dengan cara menebang dan menimbang setiap bagian pohon, atau secara tidak langsung dengan persamaan alometrik biomassa kelapa sawit. Persamaan alometrik biomassa kelapa sawit dibuat dengan metode destruktif, yaitu pohon yang akan diukur biomassanya ditetapkan dengan cara menebang. Bagian yang diukur adalah batang, pelepah dan daun. Bagian-bagian
23 tersebut kemudian diambil sebagian untuk uji contoh dan dari uji contoh ini akan diperoleh berat kering dan kadar C-organik setiap bagian. Dari berat kering tersebut akan diperoleh biomassanya. Pohon kelapa sawit yang dijadikan sebagai pohon contoh dipilih secara sengaja, sesuai dengan umur tanamnya. Setelah diperoleh kadar C-organik kelapa sawit maka dikalikan dengan biomassa sehingga diperoleh karbon biomassa kelapa sawit.
3.3.2. Pendugaan Karbon Bawah Permukaan Pengukuran karbon bawah permukaan dibagi menjadi pengukuran ketebalan gambut, bobot isi dan kadar C-organik untuk setiap kematangan. Tahap pendugaan karbon tersimpan bawah permukaan disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Tahap Pendugaan Karbon Tersimpan Bawah Permukaan
3.3.2.1. Penentuan Tingkat Kematangan Gambut Dalam kunci taksonomi tanah (Soil Survey Staff, 1999) tingkat kematangan gambut dapat dibedakan berdasarkan tingkat dekomposisi dari bahan-bahan
24 (serat) tanaman asalnya. Tingkat kematangan terdiri atas saprik, hemik dan fibrik. Karena pentingnya tingkat kematangan ini untuk diketahui, maka untuk memudahkan pencirian di lapangan, definisi tentang serat-serat ini harus ditetapkan terlebih dahulu. Serat-serat diartikan sebagai potongan-potongan dari jaringan tanaman yang sudah mulai melapuk atau melapuk (tidak termasuk akarakar yang masih hidup) dengan memperlihatkan adanya struktur sel dari tanaman asalnya. Potongan-potongan serat mempunyai ukuran diameter lebih besar sama dengan 2 cm, sehingga dapat diremas dan mudah dipisahkan dengan jari akan diamati tingkat kematangannya. Sementara untuk potongan-potongan kayu berdiameter lebih besar dari 2 cm dan belum melapuk sehingga sulit untuk dipisahkan dengan jari, seperti potongan-potongan cabang kayu besar, batang kayu, dan tunggul tidak dianggap sebagai serat-serat tetapi digolongkan sebagai fragmen kasar. Untuk penetapan tingkat kematangan/pelapukan tanah gambut di lapangan dilakukan dengan mengambil segenggam tanah gambut dari hasil pengeboran, kemudian diperas dengan menggunakan telapak tangan secara pelan-pelan. Setelah diremas lakukan pengamatan sisa-sisa serat yang tertinggal di telapak tangan. Ketentuannya adalah sebagai berikut : Bila kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan setelah pemerasan adalah tiga perempat bagian atau lebih (> 3/4), maka tanah gambut tersebut digolongkan ke dalam jenis fibrik. Bila kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan setelah pemerasan adalah antara kurang dari tiga perempat sampai seperempat bagian atau lebih (<3/4 - >1/4), maka tanah gambut tersebut digolongkan ke dalam jenis hemik. Bila kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan setelah pemerasan adalah kurang dari seperempat bagian (<1/4), maka tanah gambut tersebut digolongkan ke dalam jenis saprik. Untuk mendukung penggolongan tingkat kematangan/pelapukan dengan proses pemerasan, dilakukan pengamatan warna tanah gambut. Tanah gambut
25 tingkat fibrik akan berwarna hitam agak terang, tingkat hemik berwarna agak gelap dan tingkat saprik berwarna hitam gelap.
3.3.2.2. Pengukuran Ketebalan Gambut Untuk pengukuran karbon bawah permukaan digunakan data ketebalan gambut untuk setiap kematangan hasil pengukuran, yang dilakukan menurut gridgrid yang telah ditentukan pada blok tanam. Jarak antar titik pengukuran pada As 0, As 1 dan As 4 dilakukan dengan jarak 100 m, sedangkan pada As 2 dan As 3 dilakukan dengan jarak 200 m. Data ketebalan gambut ini kemudian diinterpolasikan untuk seluruh area sehingga mendapatkan data permukaan ketebalan gambut. Peta tahun tanam dan titik pengukuran ketebalan gambut disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Peta Tahun Tanam dan Titik Pengukuran Ketebalan Gambut
26 3.3.2.3. Penentuan Sifat Kimia dan Fisik Gambut Sifat kimia dan fisik gambut yang diamati dalam penelitian ini adalah %Corganik, kadar air dan bobot isi. Data-data tersebut diperoleh dari penelitian sebelumnya yang dilakukan di daerah penelitian ini oleh Yulianti (2009). Adapun metode yang digunakan dalam penetapan kadar C-Organik adalah metode pengabuan kering. Sementara untuk penentuan kadar air dan bobot isi digunakan metode gravimetri.
3.3.2.4. Pendugaan Karbon Tersimpan Bawah Permukaan Cadangan karbon bawah permukaan diperoleh dengan menggunakan suatu persamaan. Parameter yang digunakan dalam persamaan tersebut adalah luas lahan gambut, ketebalan tanah gambut, bobot isi (bulk density) dan kandungan karbon (C-organik) pada setiap jenis kematangan tanah gambut (Wahyunto dan Ritung, 2003). Persamaan tersebut adalah : Karbon (K) = B x A x D x C x 10 -6 dimana, K
=
Karbon (ton)
B
=
Bobot isi tanah gambut (gr/cm3 )
A
=
Luas lahan gambut (cm2 )
D
=
Ketebalan gambut (cm)
C
=
Kadar C-organik (%)
3.3.3. Pendugaan Karbon Tersimpan Kawasan Karbon tersimpan kawasan merupakan penjumlahan karbon tersimpan atas dan bawah permukaan yang dinyatakan dengan persamaan sederhana berikut : Karbon Tersimpan Kawasan = Karbon Atas Permukaan + Karbon Bawah Permukaan Dengan persamaan tersebut akan diperoleh total karbon baik yang tersimpan pada tanaman maupun gambut.
27 3.3.4. Analisis Citra Analisis citra bertujuan untuk mengetahui luas hutan yang telah dikonversi untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit. Pada penelitian ini kombinasi saluran (band) yang digunakan adalah komposit RGB-543. Pemilihan citra komposit RGB-543 dilakukan karena menampilkan warna natural dengan kontras warna paling tegas dan paling jelas dalam menampilkan penutupan lahan. Ekstraksi penutupan lahan dari citra dilakukan dengan menggunakan metode klasifikasi terbimbing. Proses klasifikasi ditetapkan dengan memilih kategori informasi yang diinginkan dan memilih training area untuk setiap kategori
penutupan
lahan
yang
mewakili
sebagai
kunci
interpretasi.
Penutupan/penggunaan lahan dikelaskan menjadi 3 kelas yakni : hutan rawa sekunder, semak dan lahan terbuka. Penentuan kelas klasifikasi merupakan faktor penting bagi keberhasilan proses klasifikasi. Untuk menghitung akurasi hasil klasifikasi digunakan nilai kappa. Nilai kappa menghitung kebenaran jumlah pixel yang termasuk nilai omisi (jumlah pixel yang diklasifikasikan menjadi kelas lain). Nilai kappa total pada hasil klasifikasi citra Landsat tahun 2002 dan 2007 sebesar 1. Nilai kappa masing- masing penutupan/penggunaan lahan disajikan pada Tabel Lampiran 5.