11
III. BAHAN DAN METODE
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2009 sampai Januari 2010
yang berlokasi di wilayah administrasi Kabupaten Bogor. Analisis data dilaksanakan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 3.2
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Bahan yang digunakan dalam penelitian No. 1.
2.
3.
4.
5.
Data Citra Landsat Tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 Peta Topografi Tahun 1999
Skala
1: 25.000
Peta Tanah Analog Tahun 1966 Peta Curah Hujan Tahun 1990-2001
1: 250.000
Peta Administrasi Tahun 2005
1: 250.000
Sumber
Fungsi Mengetahui penggunaan lahan pada masing-masing tahun
BAKOSURTANAL Menghasilkan peta kemiringan lereng dan peta elevasi dengan proses DEM Puslitanak Mengetahui penyebaran jenis tanah pada daerah penelitian BMG Darmaga Mengetahui penyebaran curah hujan pada daerah penelitian BAKOSURTANAL Menentukan batas wilayah Kabupaten Bogor
Software yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Software yang digunakan dalam penelitian No.
Software
Fungsi
1.
Arc View 3.3
Proses DEM, digitasi, query, buffer, overlay
2.
Panavue Image Assembler
Menyambungkan peta hasil scanning
3.
Statistica 8
Analisis faktor-faktor yang perubahan sawah dan tegalan
4.
Microsoft Excel
Melakukan pengolahan data atribut peta
mempengaruhi
12
3.3
Metodologi penelitian Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap pengumpulan data,
tahap pengolahan data spasial dan tahap analisis data non-spasial. 3.3.1
Tahap Pengumpulan Data Tahap pengumpulan data meliputi pengumpulan data primer dan data
sekunder. Data primer mencakup interpretasi dan pembuatan peta kemiringan lereng, sedangkan data sekunder meliputi pengumpulan studi literatur yang berhubungan dengan topik penelitian serta pengumpulan peta dan citra landsat. 3.3.2
Tahap Pengolahan Tahap pengolahan data spasial terdiri dari tahap pengolahan citra dan
tahap pengolahan peta. Secara ringkas tahapan penelitian disampaikan pada gambar 1. 3.3.2.1 Tahap Pengolahan Citra Tahap pengolahan citra terdiri dari koreksi geometrik, penajaman citra, interpretasi citra, dan pengecekan lapang. Koreksi geometrik dilakukan agar citra memiliki referensi geografis. Citra dikoreksi dengan cara melakukan stacking layer (layer 1 sampai dengan layer 5) pada citra bagian atas dan bagian bawah. Agar citra memiliki referensi geografis yang sama citra diubah menjadi UTM WGS 84 zona 48 South. Setelah memiliki referensi geografis yang sama bagian atas dan bawah citra digabungkan dengan cara melakukan mosaic. Setelah tergabung citra dipotong dengan acuan peta administrasi Kabupaten Bogor. Penajaman citra dilakukan untuk menguatkan tampak kontras di antara kenampakan di dalam citra. Kombinasi band yang digunakan adalah 542 (RGB), dan standart deviasi 3.0. Penajaman citra dilakukan sebelum melakukan interpretasi citra. Interpretasi Citra merupakan proses mengkaji citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek. Interpretasi citra terdiri dari deteksi dan digitasi. Deteksi adalah pengamatan keseluruhan atas suatu obyek sedangkan digitasi adalah proses deleniasi langsung pada layar untuk membatasi penggunaan suatu obyek. Obyek yang diidentifikasi yaitu hutan, sawah, tegalan/ kebun cmapuran, pemukiman, dan semak belukar.
13
Pengecekan lapang bertujuan untuk mengetahui kebenaran objek/ penggunaan lahan di lapangan. Tahap ini dilakukan dengan mengambil titik-titik sampel di peta, selanjutnya dilakukan pengecekan dengan GPS (Global Position System) di lapangan. 3.3.2.2 Tahap Pengolahan Peta Tahap pengolahan peta terdiri dari pembuatan peta lereng, peta elevasi, peta curah hujan, peta tanah digital, dan buffer jalan. Peta Lereng dibuat dengan menggunakan proses DEM (Digital Elevation Model). DEM adalah model kuantitatif dari elevasi pada sebagian permukaan bumi dalam bentuk digital. DEM dilakukan berdasarkan peta kontur dengan interval 12.5 meter. Pembuatan peta kemiringan lereng meliputi : DEM → perhitungan kemiringan lereng → pengkelasan kemiringan lereng → filterisasi → peta kelas lereng. Kelas lereng dibuat menurut kriteria Desaunettes, Classification of landform and list of Geomorphological Term, FAO (Food and Agriculture Organization), 1975 yaitu : Tabel 5. Kelas Kemiringan Lereng Kelas Lereng
Kemiringan Lereng
Keterangan
1
≤ 15%
Datar/Landai
2
15% - 30%
Agak curam
3
30% - 50%
Curam
4
>50%
Sangat curam
Peta Elevasi juga dibuat dengan menggunakan proses DEM. Pembuatan peta elevasi meliputi : DEM → pengkelasan elevasi → generalisasi → peta elevasi. Kriteria kelas elevasi disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Kelas Elevasi Kelas 1 2 3 4 5 6 7
Elevasi (mdpl) ≤ 250 250-500 500-750 750-1000 1000-1250 1250-1500 >1500
14
Peta Curah Hujan dibuat dengan menggunakan metode poligon Thiessen. Metode ini dilakukan dengan menggunakan extensions bapedal tools sehingga menghasilkan peta curah hujan yang akan digunakan untuk mengetahui informasi penyebaran curah hujan di daerah penelitian. Polygon Thiessen mendefinisikan individu area yang dipengaruhi oleh sekumpulan titik yang terdapat disekitarnya. Polygon ini merupakan pendekatan terhadap informasi titik yang diperluas (titik menjadi poligon) dengan asumsi bahwa informasi yang terbaik untuk suatu lokasi yang tanpa pengamatan adalah informasi yang terdapat pada titik terdekat dimana hasil pengamatannya diketahui (Aronoff, 1989 dalam Prahasta, 2001). Dalam pembuatan peta ini digunakan sembilan titik yang mewakili daerah penelitian diantaranya, Kebun Raya Bogor, Kecamatan Ciawi, Citeko, Gunung Mas/ Tugu Selatan, UPTD penyuluhan pertanian Cibinong, Atang Sandjaja, Perkebunan Cikopomayak, Dayeuh, dan DAM Cianten yang diambil dalam periode sepuluh tahun (tahun 1991-2000). Data curah hujan setiap stasiun dapat dilihat pada lampiran 1. Peta Tanah Digital dibuat dengan melakukan scanning peta tanah analog, kemudian agar mempunyai koordinat geografis dilakukan koreksi geometri dan kemudian dilakukan digitasi. Peta tanah digunakan untuk menentukan satuan peta tanah (SPT) di daerah penelitian, sehingga akan diperoleh informasi mengenai bentuk lahan, jenis tanah, bahan induk, dan fisiografi. Buffer jalan diperoleh dengan menghitung jarak setiap poligon sawah dan tegalan terhadap jalan. Peta jalan diperoleh dari peta topografi dan jalan yang digunakan dalam penelitian adalah jalan arteri/utama, jalan kolektor, dan jalan tol nasional. Selanjutnya jarak yang telah diperoleh dibuat selang, selang jarak jalan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Buffer Jalan Selang Jarak
Kode Jarak
Keterangan
≤ 3km 3km - 6km 6km - 9km 9km - 12km >12 km
1 2 3 4 5
Sangat Dekat Dekat Sedang Jauh Sangat Jauh
15
Peta Satuan Lahan Homogen (SLH) diperoleh dengan melakukan proses tumpang tindih (overlay) antara peta lereng, peta elevasi, peta tanah, peta curah hujan, dan buffer jalan. Peta Satuan Lahan homogen digunakan untuk menentukan satuan lahan dengan karakteristik lereng, elevasi, jenis tanah, curah hujan, dan aksessibilitas relatif seragam. Citra Landsat 1990, 2001, 2004, 2008
Peta Tanah Analog
Peta Kontur
Data Curah Hujan
Koreksi Geometrik
Koreksi Geometrik
DEM
Metode Poligon Thiessen
Interpretasi Citra
Digitasi Peta Lereng
Digitasi
Penggunaan Lahan Sementara
Pengecekan Lapang
Peta Elevasi
Peta Curah Hujan
Peta Tanah Digital
Tumpang Tindih (overlay)
Buffer Jalan
Penggunaan Lahan Akhir
Peta Satuan Lahan Homogen (SLH)
Analisis pola perubahan penggunaan lahan sawah dan tegalan
Tumpang Tindih (overlay)
Peta Penggunaan Lahan pada Setiap SLH
∠ ∠ ∠
Analisis pola sebaran sawah dan tegalan berdasarkan karakteristik lahan Analisis pola perubahan sawah dan tergalan berdasarkan karakteristik lahan Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sawah dan tegalan
Gambar 1. Tahapan Penelitian
Peta Administrasi
16
3.3.3 Analisis Data 3.3.3.1 Analisis Pola Sebaran Sawah dan Tegalan Berdasarkan Karakteristik Lahan Untuk mengetahui pola sebaran sawah dan tegalan berdasarkan masingmasing karakteristik lahan, maka pada peta penggunaan lahan akhir pada masingmasing tahun dilakukan proses query untuk mendapatkan penggunaan lahan sawah dan tegalan. Selanjutnya dilakukan overlay (union) antara penggunaan lahan sawah dan tegalan tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 dengan peta Satuan Lahan Homogen. 3.3.3.2 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan tahun 1990-2001 maka dilakukan proses overlay (union) antara peta penggunaan akhir tahun 1990 dan tahun 2001. Untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan tahun 2001-2004 maka dilakukan proses overlay (union) antara peta penggunaan akhir tahun 2001 dan tahun 2004. Untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan tahun 2004-2008 maka dilakukan proses overlay (union) antara peta penggunaan akhir tahun 2004 dan tahun 2008. 3.3.3.3 Analisis Pola Perubahan Karakteristik Lahan
Sawah
dan
Tegalan
Berdasarkan
Untuk mengetahui pola perubahan sawah dan tegalan berdasarkan masingmasing karakteristik lahan, maka peta perubahan penggunaan lahan (1990-2001, 2001-2004, dan 2004-2008) di overlay (union) dengan peta Satuan Lahan Homogen. 3.3.3.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan Untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
perubahan
penggunaan lahan sawah dan tegalan dilakukan analisis statistik dengan menggunakan metode binomial logit. Faktor-faktor yanag mempengaruhi perubahan penggunaan lahan sawah dan tegalan akan berwarna merah dan memiliki nilai p-level < 0.005. Variabel respon pada regresi logistik adalah variabel binary. Variabel bebas yang ditunjukan oleh X dan variabel respon Y, dimana Y mempunyai dua kemungkinan nilai yaitu 0 dan 1. Nilai Y = 1 menyatakan bahwa penggunaan lahan sawah dan tegalan mengalami perubahan
17
menjadi penggunaan non-pertanian dan sebaliknya jika Y = 0 menyatakan bahwa sawah dan tegalan tidak mengalami perubahan. Adapun persamaan umum logit model adalah sebagai berikut :
R-1 exp (β0r + ∑ βjrXj) r=1 Pi/r = R-1 q 1 + ∑ exp (β0r + ∑ βjrXj) r=1 j=1 Keterangan : Pi/r
= peluang lahan ke-i berubah menjadi penggunaan lahan jenis ke-r peluang sawah dan tegalan berubah menjadi penggunaan non-pertanian
Β0r
= parameter intersept untuk perubahan menjadi penggunaan jenis ke-r parameter intersept untuk perubahan menjadi penggunaan non-pertanian
Βjr
= parameter koefisien variabel ke-j untuk perubahan menjadi penggunaan jenis ke-r parameter
koefisien
variabel
bebas
untuk
perubahan
penggunaan non-pertanian r
= 1,2,3,..........R-1 pemukiman dan semak belukar
j
= 1,2,3,...........q kemiringan lereng, elevasi, curah hujan, dan aksessibilitas
n
Xj
= variabel bebas.
menjadi